Anda di halaman 1dari 26

EFEKTIFITAS JUS BELIMBING WULUH DAN BELIMBING MANIS TERHADAP

PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

Nama: Enjel Fanecha Difa 21117049

Hondini Pratama 21117065

Ilhami Nadion 21117067

M. Ikhlas Ksatria 21117078

Mentari Damaiyanti 21117082

Mirza Alepandi 21117084

Departemen : Keperawatan Medikal Bedah

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH


PALEMBANG PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN 2020/2021
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belimbing Wuluh

2.1.1 Kandungan Belimbing Wuluh

2.1.2 Manfaat Belimbing Wuluh

2.2 Belimbing Manis

2.2.1 Kandungan Belimbing Manis

2.2.2 Manfaat Belimbing Manis

2.3 Konsep Lansia

2.3.1 Definisi Lansia

2.3.2 Klasifikasi Lansia

2.3.3 Perubahan-perubahan Lansia

2.4 Konsep Tekanan Darah

2.4.1 Definisi Tekanan Darah

2.4.2 Klasifikasi Tekanan Darah

2.4.3 Fisiologi Tekanan Darah

2.4.4 Cara Mengkukur Tekanan Darah

2.5 Konsep Hipertensi

2.5.1 Definisi Hipertensi


2.5.2 Klasifikasi Hipertensi

2.5.3 Faktor Resiko Hipertensi

2.5.5 Patofisiologi Hipertensi

2.5.6 Manifestasi Klinis Hipertensi

2.5.7 Penatalaksanaan Hipertensi

2.6 Mekanisme Kandungan Belimbing Wuluh dan Belimbing Manis


TerhadapPerubahan Tekanan Darah

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang
sempurna. Dalam perjalanan hidup, masa remaja adalah suatu periode transisi yang
memiliki rentang dari masa kanak – kanak yang bebas dari tanggung jawab sampai
mencapai tanggung jawab masa remaja. Menurut WHO batasan usia remaja adalah 10
sampai 20 tahun. Perubahan yang terjadi sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan
sosial. Masa remaja adalah periode pencarian identitas diri, sehingga remaja sangat
mudah terpengaruh oleh lingkungan. Umumnya proses pematangan fisik lebih cepat dari
pematangan psikologisnya. Pada hal ini sering terjadi ketidakseimbangan yang
menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap stress (Siska, 2020).
Peningkatan jumlah lansia ini tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan,
baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, dan munculnya penyakit degeneratif akibat
proses penuaan tersebut (Azizah, 2011). Permasalahan lanjut usia menjadi perhatian baik
pemerintah,lembaga masyarakat, maupun masyarakat itu sendiri. Untuk mengatasi
masalah kesehatan lansia tersebut, perlu upaya pembinaan kelompok lansia melalui
puskesmas dengan didirikan posyandu lansia. Perlunya upaya pelayanan kesehatan
terhadap lansia dengan membentuk posyandu lansia tercantum dalam Undang-Undang
Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 139 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib
menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia
untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis (Arimina,
2018).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan di dunia baik negara maju maupun negara
berkembang. Hipertensi disebut “silent killer” karena biasanya orang yang menderita
tidak mengetahui gejala sebelumnya dan gejala baru muncul setelah sistem organ tertentu
mengalami kerusakan pembuluh darah. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan
darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas
90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling
mematikan di dunia. Sebanyak 1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa
menderita penyakit ini. Hipertensi secara tidak langsung membunuh penderitanya,
melainkan memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan
serta member gejala yang berlanjut untuk organ tubuh, seperti stroke untuk otak, penyakit
jantung koroner untuk pembuluh darah dan otot jantung (Tiurmaida 2019).
Menurut perkiraan WHO, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan oleh tidak adanya gejala yang
pasti bagi penderita hipertensi padahal hipertensi merusak organ tubuh, seperti jantung
(70% penderita hipertensi akan mengalami kerusakan jantung), ginjal, otak, mata, serta
organ tubuh lainnya. Kondisi tersebut yang menyebabkan hipertensi disebut sebagai
pembunuh yang tidak terlihat atau silent killer ( Afriza 2020).
Menurut Depkes RI (2008), hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah stroke (15,4%), dan tuberkulosis (7,5%), dengan dengan presentasi mencapai
6,8% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia ( Afriza, 2020). Beberapa
faktor resiko terjadinya hipertensi adalah perubahan pola makan yang banyak
mengandung kolesterol, protein, garam tinggi namun rendah serat pangan. Kolesterol
termasuk keluarga lemak, zat ini merupakan salah satu dari komponen lemak itu sendiri.
Survei indikator kesehatan nasional tahun 2016 menunjukkan prevalensi hipertensi
meningkat jadi 32,4 persen. Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik
menyebabkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal
dan kebutaan (Depkes, 2017). Kehadiran lemak dalam tubuh memiliki fungsi sebagai zat
gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh disamping zat gizi lainnya seperti karbohidrat,
protein, vitamin, dan mineral (Depkes RI, 2010).
Kolesterol yang meningkat dapat beresiko menimbulkan penyakit jantung dan
tekanan darah tinggi karena terjadi proses pengapuran dan penimbunan kolesterol di
dalam pembuluh darah. Penanganan kolesterol tinggi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu farmakologi dan non farmakologi. Penanganan farmakologi dianggap mahal oleh
masyarakat, selain itu penanganan farmakologis juga mempunyai efek samping.
Sedangkan penanganan non farmakologi adalah dengan menjaga berat badan,
berolahraga, kurangi jumlah alkohol serta mengkonsumsi buah dan sayur (eni dan wahyu,
2016).
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang mengandung banyak bahan kimia
secara berlebihan akan menimbulkan efek samping dibanding menggunakan obat-obatan
tradisional, dan biaya pengobatan tradisioanal lebih terjangkau dibandingkan dengan
obat-obatan yang lain. Meminum obat Hipertensi harus seumur hidup sehingga dapat
membuat pasien bosan. Obat tradisional dapat digunakan sebagai alternatife lain dalam
menurunkan tekanan darah penderita Hipertensi (Tiurmaida, 2019).
Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan dataran
Malaya. Belimbing wuluh ( Averrhoa billimbi Linn ) banyak ditemui sebagai tanaman
pekarangan yang mudah ditanam dan tidak memerlukan perawatan khusus. Belimbing
wuluh merupakan salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai obat karena
memiliki beragam khasiat. Salah satu khasiat yang dimiliki belimbing wuluh adalah obat
anti hipertensi (Dhonna dkk, 2018). Bagian daunnya berkhasiat untuk mengatasi
Hipertensi, antipiretik, menggobati gondongan, antibakteri, dan mengatasi rematik Daun
belimbing wuluh mengandung beberapa senyawa, di antaranya flavanoid, diterpen
alkohol asiklik, dieti ftalat, tanin, sulfur, asam sitrat, asam format, dan kalium sitrat .
Belimbing wuluh mengandung kalium sitrat, yang berfungsi sebagai diuretik sehingga
pengeluaran natrium cairan meningkat, hal tersebut dapat membantu menurunkan tekanan
darah. Kandungan flavanoid pada daun belimbing wuluh memiliki potensi sebagai
antioksidan yang berguna untuk menurunkan tekanan darah (Tiurmaida, 2019).
Penggunaan pengobatan tradisional dari tahun ke tahun semakin meningkat dan
digunakan oleh sekitar 40% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2010 penggunaan
pengobatan secara tradisional sebesar 45,17% dan tahun 2011 meningkat menjadi 49,53%
(Kemenkes, 2013). Namun, dari semua jenis pengobatan alternatif atau tradisional yang
sudah ada belum tentu seluruhnya telah teruji khasiat dan toksisitasnya. Salah satu
pengobatan yang terbuat dari bahan alami adalah dengan membuat jus. Pembuatan jus
dari buah segar sangat mudah dan harganya terjangkau sehingga dapat digunakan sebagai
alternatif untuk mengatasi tekanan darah tinggi apalagi jika diimbangi dengan rajin
berolahraga secara teratur dan menjaga pola makan, mengurangi asupan kalori (bila
kegemukan), membatasi asupan garam (Adzakia, 2012). Selain itu konsumsi jus dari buah
segar memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan obat-obatan dari
bahan kimia.
Penelitian dari Annisa Asprilia pada tahun 2016 menyebutkan bahwa buah yang
memiliki khasiat untuk menurunkan tekanan darah tinggi yaitu belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.), karena memiliki kandungan flavonoid, vitamin C, saponin, dan
kalium. Penelitian lain oleh Iip Ardiyanto tahun 2014 jugatelah membuktikan bahwa
kandungan kalium, kalsium, dan magnesium pada belimbing manis (Averrhoa carambola
L.)dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
Konsentrasi kalium, kalsium dan magnesium yang tinggi dalam intraselular dapat
merelaksasi otot polos pembuluh darah, kemudian dapat mengurangi resistensi pembuluh
darah perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Anggraini et al., 2016).
Flavonoid akan mempengaruhi kerja dari Angiotensin Converting Enzym (ACE),
penghambatan ACE akan menginhibisi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
yang menyebabkan vasodilatasi sehingga tahanan resistensi perifer turun dan dapat
menurunkan tekanan darah (Safitri, 2015). Vitamin C merupakan antioksidan vasodilator
kuat yang mengurangi stress oksidatif dan meningkatkan fungsi endotel melalui produksi
nitrat oksida, jika kadar nitrat oksida dalam tubuh meningkat dapat menyebabkan proses
relaksasi endotel sehingga tekanan darah dapat turun (Astutik et al., 2013).
Dari hasil penelitian yang sudah ada konsep solusi dari peneliti adalah mencari
keefektifan antara jus belimbing wuluh dan belimbing manis untuk menurunkan tekanan
darah sehingga apabila ada yang mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat
langsung mengkonsumsi salah satu jus yang paling efektif sebagai intervensinya.
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut dapat dilihat banyak lansia yang mengalami
hipertensi. Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh Dalam Menurunkan Tekanan Darah
pada Lansia Penderita Hipertensi”.

1.1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan studi pendahuluan, ditemukan banyak lansia yang mengalami
hipertensi. Peneliti tertarik mengkaji apakah ada pengaruh air rebusan daun belimbing
wuluh terhadap hipertensi pada lansia.
Berdasarkan uraian di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan
pertanyaan “ Efektifitas jus belimbing wuluh dan belimbing manis terhadap
perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi?”

1.1.2 Tujuan Penelitian


1.1.3 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas jus belimbing wuluh dan belimbing manis
terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui keefektifan jus belimbing wuluh dan belimbing manis dalam
menurunkan tekanan darah.
b. Untuk mengetahui manfaat jus belimbing wuluh dan belimbing manis dalam
menurunkan tekanan darah pada lansia.
c. Untuk mengetahui pengaruh jus belimbing wuluh dan belimbing manis dalam
menurunkan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi.

1.4.1 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai manfaat belimbing wuluh dan
belimbing manis dalam menurunkan tekanan darah pada lansia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan edukasi kepada lansia
khususnya mengenai efektifitas jus belimbing wuluh dan belimbing manis dalam
menurunkan tekanan darah.

1.4.3 Manfaat bagi Tempat Penelitian


Mampu memberikan manfaat bagi pihak tempat penelitian untuk dapat
dijadikan sebagai salah satu metode atau obat untuk menurunkan hipertensi dengan
memberikan jus belimbing wuluh dan belimbing manis.

1.4.4 Manfaat bagi Peneliti


Mampu menambah pengalaman serta wawasan dan pengetahuan penelitian
dalam melakukan riset dibidang keperawatan tentang efektivitas jus belimbing wuluh
dan belimbing manis dalam menurunkan tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) adalah sejenis pohon kecil yang diperkirakan
berasal dari kepulauan Maluku (Indonesia) tetapi dari sumber lain juga mengatakan
belimbing wuluh ditanam di Asia sampai perbukitan Asia Tenggara, dan tanaman ini tersebar
secara luas di Indonesia. Belimbing wuluh dapat tumbuh baik di dataran rendah hingga
dataran tinggi yang kurang dari 750 dpl. Tanaman ini biasanya banyak ditanam dengan cara
cangkok, biji, atau persemaian benih setelah dibersihkan dan dikeringkan beberapa hari.
Belimbing wuluh ini dapat berbuah sepanjang tahun, khususnya pada musim kemarau.
Buahnya khas dan kandungan kimia berupa glukosa, vitamin B, vitamin C, bunganya
berkhasiat untuk antipiretik dan ekspektoran (Elsa Brina, 2018).

Pohon Belimbing wuluh bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 meter dengan
diameter batang berdiameter hanya sekitar 30cm, dan batang yang tidak begitu besar.
Belimbing wuluh ini ditanam bebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dipekarangan rumah.
Batangnya bergelombang kasar , pendek, dan cabangnya hanya sedikit. Daunnya membentuk
kelompok menyirip bergantian, panjangnya 30-60 cm dan berkelompok pada akhir cabang.
Biasanya pada setiap daun terdapat 11-45 pasang daun yang berbentuk oval. Bungnya kecil,
muncul langsung dari batang dengan tangkai bunga yang berbulu. Mahkota bunganya
berjumlah lima, warna putih, kuning atau ungu. Buahnya berbentuk elips seperti torpedo
dengan Panjang 4-10 cm. warnanya hijau Ketika masih muda dengan kelopak yang tersisa
menempel diujung. Ketika masak buahnya berwarna kuning. Daging buah berair dengan rasa
sangat masam hingga manis dan segar. Kulit buahnya mengkilap dan tipis. Bijinya kecil,
datar, coklat, dan di tutupi dengan lender (Elsha Brina,2018)
2.1.2 Kandungan Belimbing Wuluh

1. Kalium Sitrat
Kalium sitrat berfungsi sebagai diuretik sehingga pengeluaran natrium cairan
meningkat, hal tersebut dapat membantu menurunkan tekanan darah. (Putri, 2011)
2. Kandungan Flavanoid
Flavanoid akan mempengaruhi kerja angiostensin converting enzym (ACE),
penghambatan ACE akan menghambat perubahan angiostensin I menjadi
angiostensin II yang menyebabkan vasodilatasi sehingga tahanan resistensi perifer
turun dan dapat menurunkan tekanan darah (Safitri,2015)
3. Saponin
Saponin memiliki khasiat diuretic yang menurunkan volume plasma dengan cara
mengeluarkan air dan elektrolit terutama natrium, sehingga dapat menyebabkan
penurunan cardiac output (Asprilia,2016)

Menurut Rahayu (2013) kandungan kimia dalam 100 gram buah belimbing wuluh
yaitu flavonoida dan triterpene saponin, sedangkan kandungan vitamin dan mineral dalam
100 gram belimbing wuluh adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komposisi Vitamin dalam 100 gram Buah Belimbing Wuluh

Vitamin Jumlah
Riboflavin 0,03 mg
Vitamin B1 0,010 mg
Niasin 0,3 mg
Asam askorbat 15,6 mg
Karoten 100 µg
Vitamin A 12 mg
Vitamin C 18 mg

Tabel 2.2 Komposisi Mineral dalam 100 gram Buah Belimbing Wuluh

Mineral Jumlah
Fosfor 11 mg
Kalsium 8 mg
Besi 0,4 mg
2.1.3 Manfaat Belimbing Wuluh

Menurut Nuraini (2014) bagian tumbuhan untuk mengobati penyakit adalah daun,
bunga, dan buah. Beberapa penyakit yang bisa disembuhkan dengan belimbing wuluh
diantarnya sebagai berikut :

1. Batuk
Rebus segenggam daun belimbing wuluh, segenggam bunganya, dan 2 buah blimbing
wuluh dalam 2 gelas air dan gula batu hingga airnya menjadi 1 gelas, kemudian saring
dan minum 2 kali sehari.
2. Pegal Linu
Lumatkan 1 genggam daun belimbing wuluh muda. 10 biji cengkeh, dan 15 biji lada
lalu dilumurkan pada bagian tubuh yang pegal.
3. Tekanan darah tinggi
Cuci bersih 3 butir buah belimbing wuluh lalu potong menjadi beberapa bagian.
Rebus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring hasil rebusan,
lalu minum sekaligus setelah sarapan. Untuk pencegahan, minum 3 hari sekali dengan
jumlah yang sama.
4. Rematik
Tumbuk segenggam daun belimbing wuluh sampai halus, beri kapur sirih kemudian
gosokan pada bagian tuubuh yang sakit.
5. Sakit gigi berlubang
Cuci 5 buah belimbing wuluh sampai bersih lalu makan dengan sedikit garam.
Kunyah buahnya pada bagian gigi yang berlubang.

2.2 Belimbing Manis (Averrhoa carambola L)

Belimbing manis memiliki nama ilmiah Averrhoa carambola L., dan memiliki
berbagai nama daerah yaitu blimbing legi (Jawa), bilimbing amis (Sunda), balireng (Bugis),
dan bainang sulapa (Makasar). Sedangkan nama asing belimbing manis dalam bahasa cina
adalah yang tao dan dalam bahasa inggris adalah sweet starfruit (Hariana, 2007). Tanaman
belimbing manis berbentuk kecil dan menarik, tumbuh lambat dengan batang pohon yang
kecil atau berbentuk semak, memiliki banyak batang, tingginya bisa sampai 5-7 meter, dan
diameter penjalarannya bisa mencapai 20-25 kaki (Dasgupta, 2013).
2.2.1 Kandungan Belimbing Manis

Menurut (Dasgupta, 2013) kandungan kimia buah belimbing manis dalam 100 gram
yaitu saponin, alkaloid, flavonoid sedangkan kandungan mineral, asam amino, dan vitamin di
jelaskan dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.3 Kandungan Mineral dalam 100 gram Buah Belimbing Manis

Mineral Jumlah
Kalsium (Ca) 3 mg
Besi (Fe) 0,08 mg
Magnesium (Mg) 10 mg
Phosphorus (P) 12 mg
Kalium (K) 133 mg
Natrium (Na) 2 mg
Zinc (Zn) 0,12 mg
Copper (Cu) 0,137 mg
Mangan (Mn) 0,037 mg

Tabel 2.4 Kandungan Asam Amino dalam 100 gram Buah Belimbing Manis

Asam Amino Jumlah


Tryptophan 8 mg
Methionine 21 mg
Lysine 77 mg

Tabel 2.5 Kandungan Mineral dalam 100 gram Buah Belimbing Manis

Vitamin Jumlah
Vitamin C 34,4 mg
Thiamine 0, 014 mg
Riboflavin 0,016 mg
Niasin 0,367 mg
Folate, DFE 12 µg
Vitamin A 61 IU
Vitamin E 0,15 mg
2.2.1 Manfaat Belimbing Manis

Buah, bunga, daun, dan akar belimbing manis dapat digunakan untuk mengobati
beberapa penyakit berikut (Hariana, 2011) :

1. Diabetes melitus dan penurun kolesterol


Cuci 2 butir buah belimbing manis yang sudah matang atau yang masih hijau setiap
selesai sarapan dan makan malam.
2. Darah tinggi
Makan 1 butir buah belimbing manis yang sudah matang atau yang masih hijau setiap
selesai sarapan dan makan malam.
3. Influenza dan sakit tenggorokan
Cuci bersih 90-120 gram belimbing manis, giling menggunakan blender, saring, lalu
minum airnya, lakukan secara rutin 1 kali sehari.
4. Kencing batu
Rebus 3-5 butir buah belimbing manis dengan 1 gelas air lalu tambahkan madu
secukupnya. Biarkan sampai mendidih lalu diminum saat hangat sehari sekali.
5. Lever
Cuci bersih 12-15 gram akar belimbing manis kering lalu rebus dengan 1 gelas air
sampai tersisa ½ gelas, lalu dinginkan. Minum air rebusan sehari sekali dan lakukan
secara teratur.
6. Malaria
Cuci bersih 15-24 gram bunga kering, lalu seduh dengan 1 gelas air panas lalu minum
sekaligus saat hangat. Lakukan 2 kali sehari secara rutin dan dengan jumlah yang
sama.
7. Sakit kepada kronis
Potong kecik-kecil 30-35 akar segar belimbing manis, cuci sampai besih. Lalu
masukkan ke dalam wadah. Campurkan ke dalamnya 120 gram tahu dan air matang
sampai ramuan tersebut terendam. Minum ramuan tersebut 1 kali sehari.
2.3 Konsep Lansia

2.3.1 Definisi Lansia

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.

Lanjut usia merupakan apabila telah berusia 60 tahun atau lebih, karena factor tertentu
tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun social
(Nugroho, 2012).

2.3.2 Klasifikasi Lansia

Berikut ini adalah Batasan-batasan lanjut usia menurut World Health Organization
(WHO) dalam (Aspiani, 2014) :

a. Usia Pertengahan (Middle Age) : Usia 45-59 Tahun


b. Usia Lansia (Elderly) : Usia 60-74 Tahun
c. Usia Lansia Tua (Old) : Usia 75-90 Tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old) : Usia Diatas 90 Tahun

2.3.3 Perubahan-perubahan Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik,
tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik M, 2011).

a. Sistem Pendengaran
Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan
(daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata 50% terjadi pada usia
diatas 60 tahun.
b. Sistem Persyarafan
Mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurutnya lapang pandang, berkurang luas pandangannya.
d. Sistem Kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
e. Sistem Integumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis, serta perubahan ukuran dan
bentuk-bentuk sel epidermis mekanisme proteksi kulit menurun, ditandai dengan
produksi serum menurun dan gangguan pigmentasi kulit.
f. Sistem Endokrin
Menurunnya daya pertukaran gas, serta menurunnya sekresi hormone kelamin,
misalnya progesterone, estrogen, dan testosterone, menurunnya aktivitas tiroid,
menurunnya BMR (Basal Metabilic Rate).
g. Sistem Muskuloskeletal
Persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut, dan mengalami
skelerosis. Terjadi atropi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) sehingga
pergerakan menjadi lambat, otot-otot menjadi kram dan tremor.
h. Sistem Persyarafan
Mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.
i. Sel
Menurunnya proporsi sel di otak, ginjal, darah, dan hati, berkurangnya cairan
tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
j. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang
paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan
sendi torak mengakibatkan erakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan
toraks berkurang.
k. Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorpsi oleh ginjal.
l. Perubahan Psikologis
Masalah psikologis pertama yaitu dialami oleh golongan lansia ini adalah
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi saat ini,
antara lain yaitu kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Stereotipe psikoloogis lansia biasanya sesuai dengan pembawaannya
pada waktu muda.

2.4 Konsep Tekanan Darah

2.4.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah darah yang di pompa oleh ventrikel kiri dan masuk ke aorta
mengakibatkan tekanan meningkat sampai puncak yang disebut sebagai tekanan sistol,
kemudian tekanan akan turun sampai titik terendah yang disebut diastole (Wiarto, 2013).
Sedangkan menurut Moniaga (2012) Tekanan darah adalah daya yang di perlukan agar darah
dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai seluruh jaringan tubuh
manusia. Darah dengan lancer beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sebagai media
pengangkut oksigen serta zat lain yang di perlukan untuk kehidupan sel-sel di dalam tubuh.

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak
secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada orang dewasa.
Tekanan darah biasanya tidak sama sepanjang hari. Saat pemeriksaan yang paling baik adalah
Ketika bangun tidur pagi, karena setelah beraktivitas tekanan darah akan naik. Jika keadaan
tidak memungkinkan, tekanan darah dapat diukur setelah beristirahat dulu selama lima
hingga sepuluh menit. Tekanan darah anatara orang yang satu dengan lainnnya tentu berbeda,
hal yang mempengaruhi tekanan darah seseorang adalah aktivitas keseharian yang
dilakukannya, pola makan, gaya hidup, lingkungan, dan faktor psikologis seseorang
(Noviyanti, 2015).
2.4.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Berikut ini adalah mengenai tekanan darah menurut (Triyanto, 2014)

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi Ringan) 140-149 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi Berat) 180-209 mmHg 110-109 mmHg
Stadium 4 (Hipertensi Maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih

2.4.3 Fisiologi Tekanan Darah

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung atau cardiac
output (CO) dan tekanan pembuluh darah perifer (Muttaqin, 2011). Menurut Guyton dan Hall
dalam Wiarto (2013). Curah jantung adalah jumlah darah yang di pompa ke dalam aorta oleh
jantung setiap menit dan jumlah darah yang mengalir melalui sirkulasi. Curah jantung di
pengaruhi oleh isi sekuncup atau setrok volume (SV) dan dipengaruhi oleh nadi atau heart
rate (HR).

Isi sekuncup adalah volume darah yang dipompa jantung setiap kali jantung berdenyut
yang normalnya adalah 70 ml (Wiarto, 2013). Isi sekuncup di pengaruhi oleh tekanan
pengisian (preload) yaitu suatu kekuatan yang dibentuk oleh otot jantung dan (afterload) yaitu
tekanan yang harus dilawan oleh pompa jantung, sehingga apabila afterload meningkat
tekanan darah juga akan meningkat atau jika terjadi stenosis (penyempitan) pada katup aliran
keluar (Ward et al.2009). sedangkan nadi adalah denyut nadi atau jantung dalam 1 menit.
Jantung disuplai oleh 2 komponen sistem saraf otonom yaitu saraf simpatik yang jika
dirangsang akan meningkat denyut nadi dan saraf parasimpatik yang jika dirangsang akan
menurunkan denyut nadi (Wiarto, 2013)

2.4.4 Cara Mengkukur Tekanan Darah


Langkah – Langkah mengukur tekanan darah menurut Kozier et al (2010) sebagai berikut :

1. Mengkaji tempat/lingkungan yang baik (bersih dan nyaman) untuk melakukan


pengukuran tekanan darah
2. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan tensimeter, manset tekanan darah dan
stetoskop, pena serta lembar observasi tekanan darah.
3. Jelaskan kepada responden Tindakan yang akan dilakukan tentang prosedur dan
tujuan dari Tindakan. Menjaga privasi responden dan mengatur posisi responden.
4. Posisi responden harus dalam posisi duduk, kedua telapak kaki harus menyentuh
lantai karena kaki yang menyilang pada lutut akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolic. (Faster-fitzpatrick dan braun dalam kozier et al, 2010).
5. Menggulung lengan baju klien pada bagian atas lengan. Mempalpasi arteri
branchialis. Meletakkan manset 2,5 cm diatas nadi branchialis (ruang antecubital).
Dengan manset masih kempis, pasang manset dengan rata dan pas dikelingking
lengan atas. Memastikan bahwa menometer diposisikan secara vertical sejajar mata.
Pengamat tidak boleh lebih jauh dari 1 meter.
6. Mempelajari arteri radialis atau branchialis dengan jari dari satu tangan dengan
menggembungkan manset dengan cepat sampai tekanan 30 mmHg di atas titik dimana
denyut nadi tidak teraba. Dengan perlahan kempiskan manset dan catat dimana denyut
nadi muncul lagi mengempiskan manset dan tunggu 30 detik.
7. Meletakkan earpieces stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi jelas, tidak muffed.
Ketahui lokasi arteri branchialis dan letakkan bel atau diagfragma chestpiece
diatasnya jangan pernah membiarkan chestpiece menyentuh manset atau baju klien.
8. Gembungkan manset 30 mmhg di atas tekanan sistolik yang di palpasi. Dengan
perlahan lepaskan dan biarkan air raksa turun dengan kecepatan 2-3 mmHg perdetik.
Apabila kecepatannya lebih tinggi atau lebih rendah akan terjadi kesalahan pada hasil
pengukuran tekanan darah.
9. Cara ririk pada manometer saat bunyi jelas yang pertama terdengar sebagai tekanan
sistolik. Lanjutkan mengempiskan manset, cacat titik pada manometer sampai 2
mmHg terdekat dimana bunyi tersebut hilang sebagai tekanan diastolik. Kempiskan
manset dengan cepat dan sempurna.
10. Tunggu selama 1-2 menit sebelum melakukan pengukuran selanjutnya, Langkah ini
memungkinkan darah yang terperangkap dalam vena untuk mengalir Kembali.
11. Melepaskan manset dan stetoskop dari lengan responden, rapikan pakaian responden,
dan memberikan informasi tentang nilai tekanan darah.

2.5 Konsep Hipertensi

2.5.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan keadaan dimana meningkatnya tekanan darah dari


sistolik dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan juga tekanan diastolik
melebihi dari 90 mmHg (Ade, Arif 2016).

Hipertensi adalah the silent killer dimana pengobatan sering terlambat. Dari
laporan WHO, dari jumlah 50% penderita hipertensi diketahui 25% diantara 50%
mendapat pengobatan, namun hanya 12,5%yang diobati dengan baik. Jumlah
hipertensi di Indonesia kurang lebih 70 juta orang atau sekitar 28% dari jumlah
penduduk, namun hanya 24% yang hipertensinya terkontrol (Sartik dkk, 2017).

2.5.2 Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dapat diklasifikasi menjadi beberapa jenis diantaranya hipertensi


primer(essensial) hipertensi jenis ini tidak diketahui penyebabnya, kedua ada
hipertensi sekunder yang penyebabnya disebabkan oleh penyakit lain seperti ginjal,
penyakit endokrin, jantung dan juga bisa karena adrenal (Ade, Arif 2016).

Klasifikasi Hipertensi menurut (Brunner dan Suddarth, 2017)

a) Normal : Sistolik <120 mmHg, Diastolik <80 mmHg


b) Prahipertensi : Sistolik 120-139 mmHg, Diastolik 80-90 mmHg
c) Hipertensi derajat 1 atau stadium 1 : Sistolik 140-159 mmHg, Diastolik 90-
99 mmHg
d) Hipertensi derajat 2 atau stadium 2 : Sistolik >160 mmHg, Diastolik >100
mmHg

2.5.3 Faktor Resiko Hipertensi


Penyebab hipertensi belum diketahui, namun ditemukan ada beberapa faktor
resiko yang dapat menyebabkan hipertensi diantaranya seperti umur, jenis kelamin,
suku, factor genetic dan juga lingkungan, obesitas, stress, mengkonsumsi garam
berlebih, merokok dan juga mengkonsumsi alcohol. Pada teori mozaik menjelaskan
terjadinya hipertensi disebabkan oleh beberapa factor diantaranya factor genetic dan
fektor lingkungan seperti garam, stress dan juga obesitas (Ade, Arif 2016).

Menurut (Johannes, 2016) ada beberapa factor resiko hipertensi, diantaranya:

a) Ras
Orang dengan kulit hitam mempunyai tekanan darah lebih tinggi bila
dibandingkan dengan orang yang berkulit putih hal ini karena adanya
perbedaan dari maturitas.
b) Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaiko dkk mendapatkan secara
signifikan bahwa tekanan darah pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan darah pada perempuan.
c) Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik
Anak dengan orang tua yang mengalami hipertensi mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan anak dengan orang tua yang tidak mengalami hipertensi,
bila kedua orang tua mengalami hipertensi sekitar 4-15 kali beresiko
diturunkan kepada anak. Jika hanya satu orang tua saja yang mengalami
hipertensi 12,8% keturunannya yang akan mengalami hipertensi.
d) Obesitas
Sudah lama diketahui bahwa penyakit hipertensi berhubungan erat dengan
obesitas.
e) Konsumsi garam
Dalam mengkonsumsi garam yang berlebih sering sekali dikaitkan dengan
kejadian hipertensi. Pada beberapa penelitian yang dilakukan mendapatkan
hasil bahwa dalam mengurangi konsumsi garam dapat menurunkan tekanan
darah pada sistolik rata-rata 3-5 mmHg, efek ini lebih besar pada lansia atau
orang tua.

2.5.4 Patofisiologi Hipertensi

Berikut ini adalah patofisiologi hipertensi menurut (Susilo & Wulandari, 2011)
Renin dan juga angiostensin memegang peran penting dalam mengatur
tekanan darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai
substrat protein plasma untuk memisah angiostensin I, yang kemudian akan diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadi angiostensin II lalu menjadi
angiostensin III. Angiostensin II dan juga III mempunyai vasokontriktor yang kuat
pada pembuluh darah dan juga merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan
aldosteron. Aldosteron sangat bermanfaat dalam hipertensi terutama pada
aldoteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatis,
angiostensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan pada
ekskresi garam ( Natrium ) dengan akibat peningkatan tekanan darah.

Jantung akan memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan
pada setiap detiknya arteri yang besar kehilangan kelenturanya dan akan menjadi
kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut. Meningkatnya tekanan darah pada dalam arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara yaitu Darah pada setiap denyut jantung di paksa untuk
melalui pembuluh yang sempit dari biasanya dan akan menyebabkan naiknya
tekanan. Inilah yang terjadi pada lanjut usia, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis.

Dengan cara yang sama tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf ataupun hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan
dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatkan tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam
dan air dari dalam tubuh yang meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami


pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan dalam
ginjal dan sistem syaraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai
fungsi tubuh secara otomatis). Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui
beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran
garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah ke normal.
saat tekanan darah turun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal bisa
meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang
memicu pembentukan hormon aldosteron. Ginjal adalah organ penting dalam
pengendalian tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan juga kelainan pada
ginjal dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan pada arteri
yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis ) yang bisa menyebabkan
hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa
menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf simpatis adalah bagian dari sistem saraf otonom yang untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon flight-or- flight
(reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar) meningkatnya arteriola di daerah
tertentu misalnya pada otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih
banyak akan mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal sehingga akan
meningkatkan volume darah. Faktor stres merupakan satu faktor pencetus
terjadinya peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin
dan norepinefrin

2.5.5 Manifestasi Klinis Hipertensi

Manifestasi klinis pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluh


diantaranya : mengeluh sakit kepala, merasa pusing, mengalami lemas juga
kelelahan, gelisah, merasa mual dan muntah, dan juga epistaksis atau perdarahan
dari hidung (Dibertryana, 2019).

2.6.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Terapi non farmakologis yang dapat digunakan dalam menurunkan hipertensi


adalah mengurangi tingkat setres, menurunkan berat badan, pembatasan dalam
mengkonsumsi alkohol, kafein, natrium, tembakau, (rokok), dan juga olahraga
teratur (savitri, 2016). Sedangkan menurut Muttaqin (2009) terapi farmakologis
antara lain .

a) Diuretik
Hidroklorotiazid yaitu diuretic yang sering diresepkan untuk
mengobati hipertensi ringan. Obat antihipertensi dapat menyebabkan retensi
cairan, karena itu sering kali diuretic diberikan bersama antihipertensi.
b) Simpatolik
Penghambat (adrenergic bekerja di sentral simpatolitik), penghambat
adrenergik alfa dan adrenergic beta, dan penghambat neuron adrenergik
diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik atau simpatolitik.
c) Penghambat Adrenergik –alfa
Golongan obat ini memblok reseptor adrenergic alfa 1, menyebabkan
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
d) Penghambat neuron adrenergik (Simpatolitik yang Bekerja Perifer)
Penghambat neuron adrenergik yaitu obat antihipertensi yang cukup
kuat menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis, sehingga pelepasan
norepinefrin menjadi berkurang dan akan menyebabkan curah jantung maupun
tahanan vaskular periver menurun. Reserpin dan guanelidin dipakai untuk
mengendalikan hipertensi yang paling berat.
e) Vasodilator Arteriol yang Bekerja Langsung
Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja
merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama pada pembuluh
darah arteri,sehingga menyebabkan vasodilatasi. Vasodilatasi akan
menyebabkan tahanan darah turun dan natrium serta air tertahan sehingga
menyebabkan edema perifer, oleh karena itu diuretic dapat diberikan bersama-
sama dengan vasodilator yang bekerja langsung untuk mengurangi edema.
f) Antagonis Angiostensin (ACE Inhibitor)
Obat golongan ini menghambat enzim angiostensi (ACE) yang
nantinya akan menghambat pembentukan angiostensin II (vasokontriktor) dan
menghambat pelepasan aldosteron. Aldosteron akan meningkatkan retensi
natrium dan juga ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium
diekskresikan bersama dengan air. Kaptopril, enalapril, dan lisinopril adalah
ketiga angiostensin dan dipakai pada klien dengan kadar renin serum yang
tinggi.

2.6 Mekanisme Kandungan Belimbing Wuluh dan Belimbing ManisTerhadap


Perubahan Tekanan Darah
Buah belimbing wuluh dan belimbing manis memiliki kandungan yang kurang lebih
hampir sama, berdasarkan penelitian sebelumnya beberapa kandungan dari buah tersebut
yang memiliki khasiat dalam menurunkan tekanan darah adalah Vitamin C, Kalium, Saponin,
dan Flavonoid (Safitri, 2015).

Kandungan Vitamin C berperan sebagai antioksidan vasodilator kuat yang dapat


mengurangi stres oksidatif dan meningkatkan fungsi endotel melalui produksi nitrat oksida.
Jika terjadi peningkatan kadar nitrat oksida dalam tubuh akan menyebabkan proses relaksasi
endotel sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Kandungan kalium dapat merelaksasi sel
otot polos pembuluh darah, kemudian dapat mengurangi resistensi pembuluh darah perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Asprilia, 2016). Kadar kalium yang sesuai di
dalam tubuh diperlukan sebagai perbandingan dengan natrium sehingga tekanan darah tetap
dalam batas normal (Almatsier, 2009), selain itu konsentrasi kalium di dalam intraseluler
yang meningkat akan menarik cairan dari ekstraseluler sehingga dapat menurunkan tekanan
darah (Anggraini et al., 2016). Magnesium memiliki fungsi utama yaitu membantu
mengatur tekanan darah karena berperan dalam fungsi jantung (Savitri, 2016).

Saponin mempunyai khasiat diuretik dengan menurunkan volume plasma dengan cara
mengeluarkan air dan elektrolit terutama natrium sehingga dapat menyebabkan penurunan
cardiac output (Asprilia, 2016). Flavonoid akan mempengaruhi kerja angiotensin converting
enzym (ACE), penghambatan ACE akan menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II, yang menyebabkan vasodilatasi sehingga tahanan resistensi perifer turun dan
dapat menurunkan tekanan darah (Safitri, 2015).

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN


3.1 Kerangka Konsep

Belimbing Wuluh Belimbing Manis

Mg K
Saponin Vit C Ca Flavonoid

Volume Plasma Stres Oksidatif


Renin Otot Polos

Angiotensin Pembuluh Darah


Air dan Elektrolit Fungsi Endotel
(Na)
Perubahan Relaksasi
Produksi Nitrat
Angiotensin I dan II Pembuluh Darah
Oksida

Vasodilatasi Pembuluh
Darah

Tekanan Darah Tahanan perifer

CO / Curah Jantung Kec Aliran


Darah

SV / Isi Sekuncup HR / Nadi


Tekanan
ateri - vena

Preload Keterangan
Afterload Simpatetik Parasimpatetik Viskositas
:

: Diteliti
: Tidak diteliti

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Efektifitas Jus Belimbing Wuluh dan Belimbing Manis
Terhadap Perubahan Tekanan Darah

Kerangka konsep di atas menggambarkan tentang efektifitas antara pemberian jus


belimbing wuluh dan belimbing manis terhadap perubahan tekanan darah. Tekanan darah
dipengaruhi oleh Cardiak Output (CO) atau curah jantung dan oleh tahanan perifer. Curah
jantung sendiri dipengaruhi oleh Stroke Volume (SV) atau isi sekuncup dan Heart Rate (HR)
atau nadi. Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload dan afterload, jika terjadi peningkatan
afterload maka tekanan darah juga akan meningkat. Sedangkan nadi dipengaruhi oleh saraf
simpatetik dan parasimpatetik, jika saraf simpatetik dirangsang akan menyebabkan
penurunan tekanan darah dan jika saraf parasimpatetik dirangsang akan meningkatkan
tekanan darah. Tahanan perifer dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah, tekanan ateri-vena
dan viskositas.
Pada belimbing wuluh dan belimbing manis mengandung kalsium (Ca), flavonoid,
magnesium (Mg), kalium (K), vitamin (C), dan saponin dapat mempengaruhi tekanan darah.
Kalsium dan flavonoid dapat menurunkan aktivitas renin angiotensin, perubahan
Angiotensinogen (ACE) I menjadi Angiotensinogen (ACE II) dihambat sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah dan menyebabkan penurunan tahanan resistensi perifer sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Magnesium dan kalium mempengaruhi otot polos
pembuluh darah kemudian menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tahanan perifer dan
tekanan darah. Vitamin C meningkatkan fungsi endotel melalui produksi nitrat oksida, jika
kadar nitrat oksida meningkat dapat menyebabkan relaksasi endotel dan bersifat sebagai
vasodilator sehingga dapat menurunkan tekanan darah karena terjadi pelebaran pembuluh
darah. Saponin berkhasiat sebagai diuretic yaitu menurunkan volume plasma dengan cara
mengeluarkan air dan elektrolit natrium (Na) sehingga dapat menyebabkan penurunan
Cardiak Output (CO) dan menurunkan tekanan darah.
3.2 Hipotesis
Hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan
efektifitas antara jus belimbing wuluh dan belimbing manis terhadap perubahan tekanan
darah

Anda mungkin juga menyukai