Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bidan Praktik Mandiri (BPM)

2.1.1 Pengertian BPM

BPM merupakan salah satu pemberi pelayanan kesehatan yang melakukan

praktik secara mandiri. Pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan kebidanan kepada

pasien baik secara individu maupun keluarga, dimana pelayanan yang diberikan

merupakan pelayanan yang sesuai dengan kewenangan serta kompetensinya sebagai

bidan. Bidan memiliki peran utama bagi masyarakat khususnya dalam hal

kesejahteraan ibu dan anak. Dengan demikian, pelayanan yang diberikan juga harus

bermutu sehingga diperlukan adanya kejelasan mengenai praktik bidan tersebut

seperti perijinan, tempat praktik yang memadai, peralatan, kelengkapan administrasi

serta yang terpenting adalah kepemilikan SIPB (Kemenkes, 2010).

2.1.2 Peran Serta BPM dalam JKN

Pemerintah Indonesia berupaya untuk memberikan jaminan pelayanan

kesehatan kepada seluruh perempuan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas,

melalui pelaksanaan JKN. Hal ini dilaksanakan dengan harapan untuk mempercepat

penurunan AKI dan AKB. JKN merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah

terhadap kesehatan masyarakat, dimana dalam hal ini diharapkan masyarakat

terutama kaum perempuan dapat mengakses pelayanan kesehatan yang komprehensif

dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat termasuk masyarakat miskin.

Dengan demikian, pemerintah mewajibkan seluruh masyarakat untuk ikut serta

dalam program JKN. Hal ini juga didasari oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS
7
8

Kesehatan. JKN secara resmi dilaksanakan sebagai salah satu upaya penurunan AKI

dan AKB di Indonesia sejak 1 Januari 2014 (Women Research Institute, 2015).

Dalam pelaksanaan JKN, fasilitas pelayanan kesehatan merupakan faktor

utama, karena fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan kesehatan

secara langsung kepada masyarakat dan merupakan perantara untuk mencapai tujuan

yang diharapkan. Salah satunya adalah bidan. Bidan merupakan perantara penting

demi tercapainya penurunan AKI dan AKB. Bidan sebagai pelaksana pelayanan yang

akan secara langsung memberikan pelayanan terkait kebidanan bagi individu maupun

keluarga. Dalam hal ini, pelayanan yang diberikan oleh bidan berupa pelayanan yang

komprehensif, berguna untuk memberikan pendidikan terkait pelayanan kesehatan

yang berkaitan dengan pelayanan kebidanan (Women Research Institute, 2015).

2.2 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu program pemerintah

yang dimunculkan pada awal tahun 2014 dengan harapan agar masyarakat dapat

mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu serta komprehensif yang terdiri dari

pelayanan promotif, peventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan

kesehatan darurat medis, dan pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan

laboratorium sederhana dan kefarmasian (Kementerian Kesekretariat Negara RI,

2015).

Penerapan JKN tahun 2014 bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKB,

sehingga akses pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan dapat diperoleh

secara merata melalui jaminan persalinan dalam JKN menjadi penting. Pelayanan

kesehatan yang diberikan oleh bidan terdiri dari pelayanan pemeriksaan kehamilan

atau Antenatal Care (ANC), Persalinan, Pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan
9

pasca persalinan atau Postnatal Care (PNC), dan pelayanan KB (BPJS Kesehatan,

2014).

2.3 Faktor Penghambat

2.3.1 Pengetahuan BPM terkait JKN

Pengetahuan merupakan suatu peristiwa mendasar yang tidak dapat dijelaskan.

Pengetahuan berhubungan dengan hal yang mendasar dan sederhana dimana setiap

individu dapat mengalaminya. Pengetahuan dapat dikembangkan karena adanya

adaptasi antara pikiran manusia dengan lingkungan tempat manusia itu berada.

Lingkungan dalam hal ini dapat diartikan objek nyata, persoalan, dan sebagainya

(Hadi, 1994).

Pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, pengetahuan

juga sebagai bentuk konstruksi dari kenyataan, proses unik dari manusia yang

melibatkan perasaan dan sistem kepercayaan (belief systems) dimana perasaan atau

sistem kepercayaan itu terjadi tanpa disadari (Setiarso, 2006).

Pengetahuan merupakan suatu gejala yang diperoleh manusia melalui

pengamatan oleh pengindraan. Ketika manusia menggunakan indranya untuk

mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah terjadi sebelumnya,

pengetahuan akan muncul tanpa disadari. Pengetahuan memiliki dua fungsi utama,

sebagai latar belakang dalam menganalisa hingga memutuskan tindakan yang

dibutuhkan dan sebagai latar belakang dalam mengartikan sampai menerapkan suatu

tindakan (Pribadi, 2009).

Berdasarkan penelitian Zakiah (2015) dapat diketahui bahwa sebagian besar

bidan sudah mengetahui mengenai program JKN secara umum. Sebagian besar dari

bidan menyatakan bahwa jaminan kesehatan ini bersifat gratis dan dapat dilakukan di
10

instansi pemerintah. Selain itu, jaminan kesehatan ini memberikan pelayanan mulai

dari promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif, dimana pelayanan tersebut dapat

diakses oleh seluruh masyarakat. Namun, dalam penelitian ini menyebutkan bahwa,

beberapa bidan masih kurang memahami program JKN yang terkait dengan

pelayanan kebidanan dan neonatal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi

khususnya kepada BPM.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Women Research Institute (2015)

menyebutkan bahwa IBI telah memberikan kesempatan bagi BPM untuk

memperoleh informasi langsung dari BPJS Kesehatan, namun BPM tidak memiliki

pengetahuan yang sama terkait alur prosedur kerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Para bidan beranggapan bahwa prosedur kerja sama masih memberatkan mereka. Hal

ini dikarenakan adanya potongan administrasi sebanyak 10% dari fasilitas pelayanan

kesehatan induknya, serta sulit menemukan klinik yang mau bekerjasama dengan

mereka. Masyarakat tidak mengetahui bahwa BPM juga dapat menerima peserta

JKN oleh karena sulitnya kerja sama antara BPM dengan BPJS Kesehatan, sehingga

berdampak pada kurangnya pemanfaatan layanan kepesertaan JKN. Selain itu,

masyarakat juga tidak dapat mengakses pelayanan sebagai peserta JKN pada BPM

yang belum bekerja sama dengan BPJS.

2.3.2. Prosedur Kerja Sama

Dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang pelayanan

kesehatan pada jaminan kesehatan menyebutkan kebijakan-kebijakan mengenai

fasilitas pelayanan kesehatan terutama BPM dalam bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan sebagai badan penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional, diantaranya

pasal 3 yang menyebutkan bahwa setiap fasilitas kesehatan tigkat pertama yang
11

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus memberikan pelayanan yang

komprehensif. Pelayanan komprehensif yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan

promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, pelayanan kesehatan

darurat medis, termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan

laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai peraturan dan ketentuan.

Dalam penyelenggaraannya, fasilitas kesehatan yang tidak memiliki sarana

penunjang wajib membangun jejaring dengan sarana penunjang (Kemenkes, 2013).

Dalam upaya pemberian pelayanan kebidanan kepada peserta, BPJS Kesehatan

dapat bekerja sama dengan praktik bidan. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi

oleh praktik bidan dan atau perawat yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yaitu

memiliki surat ijin praktik (SIP), memiliki NPWP, memiliki perjanjian kerja sama

dengan dokter atau puskesmas pembinanya, dan membuat surat pernyataan

kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN (Kemenkes, 2013).

BPJS Kesehatan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan oleh bidan dapat

bekerja sama dengan praktik bidan, apabila di suatu kecamatan tidak terdapat praktik

dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Pelayanan tersebut merupakan pelayanan yang sesuai dengan kewenangan dan

kompetensinya. Praktik bidan atau perawat hanya dapat memberikan rujukan kepada

dokter atau dokter gigi kecuali dalam pertolongan persalinan, kondisi gawat darurat,

dan pasien kondisi khusus (BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.3 Prosedur Pembayaran Klaim

Jejaring bidan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi bagi

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan. Klaim merupakan tuntutan ganti rugi atau hak yang harus dibayarkan
12

oleh pihak yang bertanggung jawab kepada pihak terkait. Seperti halnya yang terjadi

pada BPJS Kesehatan, dimana BPJS Kesehatan harus membayarkan hak yang

seharusnya diperoleh fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

Kesehatan karena telah melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kesehatan

kepada peserta BPJS Kesehatan. Sama halnya yang terjadi pada BPM (BPJS

Kesehatan, 2014).

BPJS Kesehatan (2014) menyebutkan prosedur pembayaran klaim untuk

pelayanan kebidanan dan neonatal adalah sebagai berikut :

1) Pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan

(PNC).

a. Pelayanan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

seperti puskesmas, klinik pratama dan fasilitas pelayanan kesehatan yang

setara, untuk pelayanan yang dilaksanakan oleh bidan di dalam gedung atau

memanfaatkan sarana pada FKTP maka pembayaran yang dilakukan sudah

termasuk kapitasi. Pelayanan ANC dan PNC yang dilaksanakan oleh bidan

jejaring di luar gedung atau tidak menggunakan FKTP maka pembayarannya

ditagihkan pertindakan (fee for service) dan penagihannya melalui FKTP dari

bidan tersebut. Jumlah kunjungan yang bisa ditagihkan secara fee for service

adalah sebanyak 4 (empat) kali kunjungan. Jika lebih dari 4 (empat) kali

kunjungan, maka akan dimasukan kedalam biaya kapitasi.

b. Pelayanan ANC dan PNC di dokter praktik tingkat pertama yang bekerja sama

dengan BPJS Kesehatan maka pembayarannya sudah termasuk kapitasi. Untuk

pelayanan ANC dan PNC yang dilaksanakan oleh bidan jejaring dokter praktik

tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka


13

pembayarannya melalui fee for service dan ditagihkan melalui FKTP bidan

tersebut.

c. Pemeriksaan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL)

hanya dapat dilakukan sesuai indikasi medis berdasarkan rujukan dari FKTP.

Pemeriksaan ANC dan PNC dilakukan di tempat yang sama, hal ini bertujuan

untuk keteraturan pencatatan partograf, monitoring perkembangan kehamilan

dan memudahkan administrasi klaim kepada BPJS Kesehatan.

2) Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di FKTP yang bekerja sama dengan

BPJS Kesehatan

a. Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di FKTP, besaran tarif persalinan

merupakan tarif paket termasuk akomodasi ibu/bayi dan perawatan bayi. Pasien

tidak boleh ditarik iuran biaya. Tarif paket tersebut adalah persalinan per

vaginam normal, dan persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar.

Pengajuan klaim persalinan di FKTP dapat dilakukan oleh FKTP yang

memberikan pelayanan (Puskesmas, Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktik

perorangan dengan jejaring). FKTP berupa Polindes/Poskesdes dan bidan

desa/praktik mandiri mangajukan tagihan melalui fasilitas kesehatan induknya,

kecuali untuk daerah tanpa fasilitas kesehatan dapat menagihkan langsung

kepada BPJS Kesehatan.

b. Pelayanan persalinan dan kebidanan lainnya di FKTL hanya dapat dilakukan

pada kondisi kehamilan dengan indikasi medis atau kondisi gawat seperti

perdarahan, kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi

lainnya yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janinnya. Pada kasus

persalinan normal per vaginam dengan berat lahir bayi normal maka sudah
14

termasuk ke dalam paket persalinan ibu sehngga tidak perlu dibuatkan Surat

Eligibilitas Peserta (SEP) tersendiri. Bagi pekerja penerima upah pada persalinan

anak pertama sampai dengan anak ketiga, setelah kelahiran anaknya harus segera

melapor ke kantor BPJS Kesehatan untuk mengurus kartu peserta BPJS

Kesehatan. Proses pendaftaran mengikuti ketentuan penambahan anggota

keluarga yang berlaku. Apabila dilakukan pada hari ke-8 dan seterusnya, maka

biaya pelayanan kesehatan tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Adapun tarif pelayanan kebidanan dan neonatal menurut Permenkes RI Nomor

69 Tahun 2013 adalah :

Tabel 2.1. Tarif Pelayanan Kebidanan dan Neonatal

No Pelayanan Kesehatan Tarif

1 Pemeriksaan ANC 25.000

2 Persalinan Normal 600.000

3 Penanganan perdarahan pasca keguguran, persalinan per vaginam


750.000
dan emergency dasar

4 Pemeriksaan PNC/neonates 25.000

5 Pelayanan tindakan pasca persalinan (misalnya placenta manual) 175.000

6 Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal 125.000

7 Pelayanan KB pemasangan IUD/Implant 100.000

8 Pelayanan KB suntik 15.000

9 Penanganan Komplikasi KB pasca persalinan 125.000

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Tahun 2013

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Choirunnisa (2013) di Kota Malang

mengenai Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


15

2562/Menkes/Per/XII/2011 terkait pelaksanaan Jaminan Persalinan pada fasilitas

kesehatan tingkat pertama melalui BPM, menyebutkan bahwa sebagian bidan

mengeluhkan proses klaim biaya Jampersal yang lama dan berbelit-belit. Biaya

persalinan baru dapat diajukan setelah pelayanan KB bagi ibu melahirkan dengan

menyertakan berkas klaim yang akan diverifikasi. Kurang lebih 2 bulan setelah

proses persalinan, Dinas Kesehatan baru akan memberikan persetujuan pembayaran

klaim jaminan persalinan kepada masing – masing fasilitas kesehatan. BPM merasa

kesulitan pada proses pengajuan berkas klaim, hal itu dikarenakan oleh banyaknya

berkas yang harus dilengkapi BPM setelah mengajukan berkas klaim. BPM swasta

menilai tarif pelayanan jaminan persalinan memberatkan BPM, karena sebagai pihak

kedua, tidak diperbolehkan menarik biaya tambahan kepada pengguna program

Jampersal di luar tarif yang ditentukan dengan alasan apapun dalam perjanjian

kerjasama. Beberapa BPM yang melakukan penarikan biaya persalinan hanya

mengenakan biaya antara Rp. 100.000 – Rp. 140.000 untuk mengganti perlengkapan

selama proses persalinan sampai dengan Nifas yang disediakan oleh bidan, seperti

Gendok, Susu Ibu, Gurita, Baju bayi 1 set, Kasa, Betadin, Dinder pet, dan Pembalut.

Akan tetapi ada juga BPM yang melakukan penarikan lebih dari itu antara Rp.

200.000 – Rp. 350.000.

2.4 Teori Perubahan Perilaku Terkait Faktor Penghambat

Menurut pendapat Sarwono (2012), teori perubahan perilaku yang

dikemukakan oleh Kurt Lewin kemudian dikenal dengan sebutan teori force field

analysis mengasumsikan bahwa di dalam diri individu terdapat dorongan yang saling

bertentangan. Di satu sisi terdapat dorongan dari individu untuk melakukan sesuatu

(driving forces) tetapi di sisi lain juga terdapat kekuatan yang menghambat tindakan
16

tersebut (restraining forces). Hal ini terkadang membuat individu gelisah dan harus

menentukan salah satu dari kekuatan tersebut untuk mencapai ketenangan. Untuk

mencapai hal tersebut, maka terdapat tiga hal yang harus ditempuh menurut Lewin.

Ketiga hal tersebut yaitu :

a. Memperkuat driving force dengan upaya persuasi dan pemberian informasi

b. Mengurangi restraining forces dengan memperkecil hambatan yang ada dalam

diri individu.

c. Memperkuat faktor pendukung sekaligus mengurangi hambatan yang ada.

Kombinasi ini merupakan metode yang paling efektif dalam perubahan prilaku.

a. b. c.

Perubahan perilaku, tidak terjadi begitu saja. Akan tetapi melalui suatu proses

dimana menurut Lewin, proses perubahan perilaku dikatakan sebagai sebuah proses

unfreezing to refreezing. Hal ini dikarenakan suatu perubahan perilaku diumpamakan

sebagai air yang membeku. Proses ini terdiri dari lima tahap, yaitu :

1) Tahap pencairan (Unfreezing) proses ketika individu mulai mengidentifikasi

semua kemungkinan terkait perilaku baru

2) Tahap diagnosa masalah (Problem diagnosis) ketika individu mulai

menentukan keuntungan, risiko, dan hambatan jika perilaku itu diterima

3) Tahap penentuan tujuan (Goal setting) ketika individu mulai menentukan

tujuan perubahan perilaku tersebut


17

4) Tahap penerimaan perilaku baru (New behavior) ketika individu mulai

menerapkan perilaku tersebut dan mengevaluasi dampak dari perubahan

tersebut

5) Tahap pembekuan kembali (Refreezing) ketika individu menetapkan

perubahan tersebut sebagai perilaku permanen setelah dirasakannya dampak

positif dari perubahan perilaku tersebut.

Anda mungkin juga menyukai