DI SUSUN
OLEH
Nursafitri (105731108317)
KELAS: KU2
1. Akuntansi Forensik
Banyak orang memahami profesi dokter dalam peraturan diatas dikenal dengan
sebutan dokter forensik, namun “ahli lainnya” yang dalam hal ini termasuk juga akuntan belum
banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik. Akuntan forensik bertugas memberikan
pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), namun juga berperran dalam bidang hukum
diluar pengadilan (non litigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif
penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya
menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak. Untuk menjadi seorang akuntan
forensik harus memperhatikan hal-hal berikut:
Perbedaaan utama akuntansi forensik maupun audit konvensional lebih terletak pada
mindset (kerangka pikir. Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda.
Akuntansi forensik lebih menekankan pada keanehan (exeption, oddities, irregularities) dan
pola tindakan (product of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions)
seperti pada audit umum.
Prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada analytical review dan
teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain
sebagainya. Akuntansi forensik biasanya memfokuskan pada area-area tertentu (misalnya
penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjasi tindak kecurangan baik dari
laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flag),
petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkas
karena tip off ata ketidaksengajaan (accident).
Dalam hal ini, akuntan forensik menjadi spesialis yang lebih khusus lagi daripada
akuntan pada umumnya yang berspesialisasi dalam auditing. Ia menjadi fraud
auditor atau fraud examiner yang memiliki spesialisasi dalam bidang fraud .
Sorotan utama mengenai fraud pada umumnya dan korupsi pada khususnya adalah
pada kelemahan corporate governance atau kelemahan di sektor korporasi, tetapi prinsip
umumnya adalah kelemahan di sektor governance, baik korporasi maupun pemerintahan. Di
Indonesia hal ini sangat jelas terlihat dalam perkara-perkara korupsi dari para penyelenggara
negara dan dari kajian mengenai integritas yang dibuat KPK.
Ada beberapa kajian global mengenai korupsi yang menilai Indonesia antara lain
adalah Corruption Perceptions Index (CPI), Global Corruption Barometer (GCB), Bribe
Payers Index (BPI), Political and Economic Risk Consultancy (PERC), dan Global
Competitiveness Index (GCI).
Setiap tahun KPK melakukan survei integritas. Survei ini merupakan wewenang KPK
dalam pelaksanaan tugas koordinasi dan supervisi. KPK berwenang melakukan
pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan
pelayanan publik. Berbeda dengan indeks tentang korupsi yang dibahas sebelumnya,
indeks integritas yang diterbitkan KPK tidaklah semata-mata didasarkan atas persepsi.
Tujuan survei ini adalah sebagai berikut: