Anda di halaman 1dari 12

Jurnal PANCAR Vol. 1, No.

2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

Aktualisasi Ajaran Ki Ageng Suryomentaram Sebagai Basis Pendidikan Karakter


1
Faisal Kamal dan 2Zulfa Indra Wahyuningrum
,1,2
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UNSIQ Jawa Tengah
*Email : faisalkamal789@gmail.com

ABSTRAK
Terwujudnya insan yang berkarakter merupakan inti sari dalam sebuah proses pendidikan.
Sebagai pendidik berkewajiban menanamkan nilai-nilai karakter terhadap anak didiknya melalui proses
pembelajaran. Melalui pengenalan sejarah, pendidik dapat memperkenalkan tokoh-tokoh lokal, yang
dimasa lalu memiliki pemikiran yang melampaui zamannya. Sosok tersebut adalah Ki Ageng
Suryomentaram, pengkajian terhadap pemikiran-pemikirannya dapat mengaktualkan kembali ajarannya
sebagai acuan pembelajaran bagi generasi muda dewasa ini. Penelitian ini berupaya menunjukkan bahwa
Ki Ageng Suryomentaram sebagai sosok yang bersahaja, dan juga seorang pejuang layak menjadi role
model. Tentang bagaimana menjadi manusia seutuhnya yang dapat ditemukan pada inti ajaran-ajarannya
(wewarah). Penelitian ini merupakan kajian tokoh, yaitu Ki Ageng Suryomentaram. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan model kajian pustaka (library research) dalam
pengumpulan data-datanya. Untuk pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, sedangkan
analisisnya menggunakan analisis isi (content analysis).
Kata kunci: Wewarah, Ki Ageng Suryomentaram, Pendidikan Karakter

ABSTRACT
The realization of human character is the core in an educational process. As educators are obliged
to inculcate the values of character against his protégé through the learning process. Through the
introduction of history, educators can introduce local figures, who in the past have thought beyond his
time. The figure is of Ki Ageng Suryomentaram, assessment against his teachings as a reference is the
implementation of learning for the young generation today. This study attempts to show that of Ki Ageng
Suryomentaram figure understated, and a fighter worthy of being role models. About how to become a
whole person which can be found at the core of his teachings. This research is a study of character, i.e. Ki
Ageng Suryomentaram. This research uses descriptive qualitative approach with review of the literature
(library research) in its collection. For the collection of data using methods of documentation, while its
analysis use analysis of the content (content analysis).
Key words: Wewarah, Ki Ageng Suryomentaram, character education

PENDAHULUAN Persoalan karakter sebenarnya sudah ada


Dewasa ini orientasi pendidikan seyogyanya sejak dulu karena pada hakikatnya pendidikan
tidaklah sebatas pada kompetensi yang berbasis adalah pembentukan karakter3. Oleh sebab itu telah
hard skill (seperti keuangan, komputer), tetapi juga menjadi perhatian serius dan sudah tokoh pendiri
pendidikan yang berbasis pada pengembangan soft bangsa ini, Indonesia, seperti Soekarno,
skill (interaksi, percaya diri, tangguh, ramah) Muhammad Hatta, Kyai Ahmad Dahlan, Kyai
sebagai karakter.1 Pendidikan karakter sangat Hasyim Asy’ari, Ki Ageng Suryomentaram, dan
penting untuk dipraktikkan di mana problem akut tokoh-tokoh lainnya. Namun, nama terakhir ini, Ki
yang menimpa bangsa ini di mana moralitas, etika, Ageng Suryomentaram, memiliki sejumlah
norma dan budaya luhur berada pada titik nadir.2 keunikan yang tidak dimiliki tokoh-tokoh lainnya
tersebut.
1 Ki Ageng Suryomentaram adalah sosok
Jamal Ma’ruf Asmani, Buku Panduan ningrat yang bersahaja, sederhana, egaliter,
Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, cetakan
VI (Jogjakarta: DIVA Press, 2013) hlm. 23
2 3
Jamal Ma’ruf Asmani, Buku Panduan Jamal Ma’ruf Asmani, Buku Panduan
Internalisasi, hlm. 24 Internalisasi, hlm. 26
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

merakyat, dan sulit dicari padanannya. Ia adalah aliran-aliran Jawa yang menganggap bahwa aliran
tokoh perjuangan kemerdekaan. Meski jarang mereka merupakan suatu agama.
disebut dalam kancah sejarah perjuangan Di sini tulisan dan ajarannya muncul sebagai
kemerdekaan bangsa Indonesia meskipun sebuah pedoman dalam memahami diri sendiri
sebenarnya ia adalah sosok yang sangat berjasa. dengan tulisan kawruh jiwa dan dalam ajarannya
Tercatat bahwa ia adalah seorang penggagas tidak memberlakukan siapa guru ataupun siapa
pertama dalam pembentukan PETA, bahkan murid, namun dalam kawruh jiwa tersebut semua
disebutkan pernah menyusun sebuah tulisan sama-sama belajar dengan pengalamannya yang
berjudul Jimat Perang4 untuk mengobarkan telah ia pelajari.9
semangat perjuangan. Tulisan-tulisannya dalam Pesatnya perkembangan sains dan teknologi
Jimat Perang tersebut digunakan oleh Bung Karno telah berhasil dalam menghantarkan manusia
ketika berpidato di radio.5 meraih kesejahteraan secara materiil. Namun,
Bersama dengan Ki Hadjar Dewantoro dan paradigma sains dan teknologi modern dengan
tekan-rekannya dalam Sarasehan Selasa Kliwon pendekatan non-metafisik, menyeret manusia pada
mendirikan organisasi Taman Siswa.6 Pada tanggal kegersangan spiritual. Kekhawatiran muncul
24 Januari 1957, beliau diundang Bung Karno ke dengan tergerusnya rasa kemanusiaan, hilangnya
Istana Negara untuk dimintai nasehat tentang semangat religius dalam kehidupan manusia.10
masalah bangsa. Kemudian Pemerintah juga Oleh sebab itu, kajian ini menjadi penting dalam
menganugerahkan Tanda Kehormatan “Satya upaya mengaktualkan dan menjaga pemikiran-
Lencana Kebudayaan” kepada Ki Ageng pemikiran Ki Ageng Suryomentaram sebagai
Suryomentaram atas jasa-jasanya yang besar dalam bentuk warisan budaya bangsa Indonesia.
lapangan kebudayaan pada umumnya, khususnya METODOLOGI
di bidang seni sastra Jawa.7 Selain itu pula, pernah Penelitian ini merupakan kajian tokoh, yakni
menceramahkan nilai-nilai moral dan sosial Ki Ageng Suryomentaram yang merupakan putra
tentang Kawruh Beja atau Kawruh Jiwa8 kepada ke-55 dari total 78 putra Sri Sultan
masyarakat. Di tengah maraknya ajaran-ajaran atau Hamengkubuwono VII. Ibunya bernama B. R. A
(Bendara Radden Ayu) Retnomandoyo, penggagas
Kawruh Jiwa. Dengan berdasarkan pendekatan
sejarah dan kajian kepustakaan (library research),
4
Jimat perang adalah suatu tulisan Ki Ageng menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa
Suryomentaram tentang dasar-dasar ketentaraan yang buku, catatan maupun laporan hasil penelitian dari
artinya yaitu pandai perang dan berani mati dalam penelitian terdahulu.11 Adapun masalah yang
perang yang kemudian dipopulerkan oleh Bung Karno dikaji dalam penelitian ini adalah nilai-nilai apa
dalam pidato-pidatonya di radio. Dan jimat perang ini
saja yang terkandung dalam wewarah atau ajaran
dilatarbelakangi oleh keinginan beliau KAS dalam
membentuk tentara negara.
Ki Ageng Suryomentaram sebagai basis
5
Ratih Suryowiyono, Ki Ageng Suryomentaram pendidikan karakter.
Sang Plato Dari Jawa, (Yogyakarta: Cemerlang Penelitian ini menggunakan metode analisis
Publishing, 2007), hlm.17-18 isi (content analysis). Analisis ini adalah usaha
6
Ratih Suryowiyono, Ki Ageng Suryomentaram, untuk menarik kesimpulan yang tepat dari sebuah
hlm.13 buku atau dokumen, juga merupakan teknik untuk
7
Adi Abdillah, Pendidikan Anak Dalam menemukan karakteristik pesan, yang
Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram, (Wonosobo: penggarapannya dilakukan secara objektif dan
Program Pasca Sarjana Universitas Sains Ilmu Al-
Qur’an UNSIQ Jawa Tengah Di Wonosobo), hlm. 70
8 9
Ajaran Asli Ki Ageng Suryomentaram Yang Niels Mulder, Pribadi Dan Masyarakat Di
Dikumpulkan Dalam Bentuk Buku Berbahasa Jawa Jawa, (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 18
10
Seperti Dalam Grangsang Suryomentaram (Ed.), Faisal Kamal, (2018), “Isu-Isu Kontemporer
Kawruh Jiwa Wejanganipun Ki Ageng Suryomentaram Dalam Konstruksi Pembaharuan
1 (Jakarta: Haji Mesagung, 1989) dan Grangsang Pesantren”, Paramurobi: Jurnal Pendidikan Agama
Suryomentaram (Ed.), Kawruh Jiwa Wejanganipun Ki Islam, vol. 1, no. 1, pp. 1-13, Jun. 2018.
11
Ageng Suryomentaram 2 (Jakarta: Haji Mesagung, Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dan
1990), hlm. 18 Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 65
10
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

sistematis. Isi dalam metode analisis ini terdiri atas membedakan seseorang dari yang lain; tabiat;
dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi watak;14
laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen Perilaku merupakan wujud kepribadian
dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah seseorang. Perilaku juga menunjukkan
pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi karakteristik atau sifat khas yang melekat pada
yang terjadi. seseorang atas kepribadiannya. Tentang bagaimana
Penelitian ini menggunakan dua jenis individu tersebut tampil dan menimbulkan kesan
sumber, yaitu sumber primer Matahari dari bagi individu lain. Kesan yang ditimbulkan dapat
Mataram yang merupakan kumpulan tulisan- berupa hal yang baik dan juga berupa hal yang
tulisan tentang Ki Ageng Suryomentaram dan buruk.15 Karakter merupakan nilai-nilai dasar yang
pemikiran-pemikirannya. Ajaran-Ajaran Ki Ageng menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia.
Suryomentaram I,II,III, dan IV. Sumber primer Secara universal berbagai karakter dirumuskan
karena merupakan terjemahan transkip pertama sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar:
kali diterbitkan dalam bentuk teks. Ceramah- kedamaian, menghargai, kerja sama, kebebasan,
ceramah Ki Ageng Suryomentaram dalam bahasa kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih
Jawa disusun transkipnya oleh Grangsang sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi,
Suryomentram (putra Ki Ageng Suryomentaram) dan persatuan.16
dan Ki Oto Suastika dalam terjemah bahasa Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal
Indonesia, dan diterbitkan oleh yayasan Idayu. sangat mendasar yang ada pada diri seseorang.
Inilah teks pertama yang terbit yang mamuat Istilah yang dekat dengan karakter adalah tabiat
dokumentasi pemikiran Ki Ageng Suryomentaram. atau perangai. Karakter ini adalah sifat batin
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan manusia yang memengaruhi segenap pikiran dan
buku-buku, artikel, maupun tulisan lain yang perbuatannya. Banyak yang memandang dan
berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan atau mengartikannya identik dengan kepribadian,
pemikiran Ki Ageng Suryamentaram seperti buku padahal makna karakter lebih sempit dari
“Psikologi Raos Saintifikasi Kawruh Jiwa Ki kepribadian dan hanya merupakan salah satu aspek
Ageng Suryomentaram”(2015) yang disusun oleh kepribadian sebagaimana juga temperamen. Watak
Ryan Sugiarto, “Ki Ageng Suryomentaram Sang dan karakter berkenaan dengan kecenderungan
Plato dari Jawa” (2017) yang ditulis oleh Ratih penilaian tingkah laku individu berdasarkan
Sarwiyono. standar-standar moral dan etika.
Karakter adalah sesuatu yang baik, misalnya
HASIL DAN PEMBAHASAN terkait dengan sikap jujur, toleransi, kerja keras,
1. Konsep Pendidikan Karakter adil, dan amanah. Akan tetapi, tanpa disertai iman
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan yang kuat kepada Allah, karakter tersebut mungkin
berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup akan melampaui batas-batas ajaran agama dalam
dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, hal ini agama Islam.17 Berdasarkan pengertiannya,
masyarakat, bangsa, dan negara.12 Karakter adalah karakter dan akhlak tidak memiliki perbedaan yang
watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu
mendasar pada diri seseorang. Hal-hal yang sangat tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi
abstrak yang ada pada diri seseorang. Sering orang
menyebutnya dengan tabiat atau perangai.13 Dalam 14
kamus besar bahasa Indonesia karakter memiliki Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang Karakter Perspektif, hlm. 623
15
Faisal Kamal, (2017) “Strategi Inovatif
Pembelajaran Akidah Akhlak di MAN Wonosobo Jawa
Tengah”, Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat UNSIQ, 4(1), pp. 45-55, Feb. 2017.
12 16
Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan
Karakter, (Bandung: PT Rosdakarya, 2017), hlm. 41 Karakter, hlm. 43
13 17
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri,
Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Rosda Karya, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016),
2012), hlm. 12 hlm. 8
11
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan diri kita sendiri, keinginan kita, hasrat kita untuk
kata lain, keduanya dapat disebut dengan melakukan hal yang baik bagi orang lain.22
kebiasaan.18 Nilai-nilai karakter Jawa yang sepatutnya
Karakter merupakan adalah kualitas atau dianut dan dikembangkan oleh masyarakat. Seperti
kekuatan mental dan moral, akhlak atau budi halnya ungkapan di bawah ini:
pekerti individu yang merupakan kepribadian Mamayu hayuning salira (bagaimana hidup
khusus yang membedakan dengan individu lain.19 untuk meningkatkan kualitas diri pribadi)
Di sini, istilah karakter dianggap sama dengan Mamayu hayuning bangsa (bagaimana
kepribadian. Pendidikan karakter adalah usaha berjuang untuk negara dan bangsa)
yang disengaja untuk mengembangkan karakter Mamayu hayuning bawana (bagaimana
yang baik berdasarkan nilai-nilai inti yang baik membangun kesejahteraan dunia)
untuk individu dan baik untuk masyarakat.20
Karakter dengan mendasarkan pada struktur Ungkapan tersebut dikenal dengan tri
kodrati manusia, sesungguhnya bisa diubah. Untuk rahayu yaitu filosofis karakter Jawa. Dan untuk
itu, perlu dibedakan adanya dua macam karakter, mencapai tri rahayu manusia seyogyanya dapat
yaitu karakter sebagaimana yang dilihat (character memahami, menghayati, serta melaksanakan tugas
as seen), dan karakter sebagaimana dialami sucinya sebagai manusia yang tercanytum dalam
(character as experienced). Oleh sebab itu, tri satya brata (tiga ikrar bertindak), yaitu:
karakter adalah kualitas mental atau moral, akhlak Rahayuning bawana kapurba waskitaning
atau budi pekerti individu yang merupakan manungsa (kesejahteraan dunia tergantung
kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan kepada manusia yang memiliki ketajaman
penggerak, serta yang membedakan dengan rasa)
individu lain.21 Dharmaning manungsa mahanani
2. Konsep Dasar Pendidikan Karakter dalam rahayuning nagara (tugas utama manusia
Budaya Jawa adalah menjaga keselamatan negara)
Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles Rahayuning manungsa dumadi karana
mendefinisikan karakter yang baik sebagai kamunangsane (keselamatan manusia
kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan ditentukan pada tata perilakunya dan rasa
yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan kemanusiaannya).
orang lain. Aristoteles mengingatkan kepada kita Sementara itu, wewarah (ajaran) Ki Ageng
tentang apa yang cenderung kita lupakan di masa Suryomentaram mengutarakan bahwa dalam
sekarang ini. Kehidupan yang berbudi luhur menjalani hidup ini sebainya manusia tidak
termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri melakukan tiga hal yaitu, ngangsa-angsa
sendiri (seperti kontrol diri dan moderasi) (ambisius, bernafsu-nafsu), ngaya-aya (terburu-
sebagaimana halnya dengan kebaikan yang buru, tidak teliti, sermat dan hati-hati), dan golek
berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan benere dewe (mencari benarnya sendiri, mau
hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan menang sendiri). Namun sebaliknya harus
ini berhubungan. Kita perlu untuk mengendalikan memiliki sifat satriya Jawa yaitu, selalu berlaku
layaknya perwira dalam segala sesuatu dan dia
temen (jujur), tanggap (antisipatif), tatag (teguh
18
Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan hati), tangguh (tidak mudah kalah), dan tanggon
Karakter Perspektif, hlm.12 (berani menghadapi siapa saja asal benar), dan
19
Doni koesoema A, Pendidikan Karakter, datan melik pawehing liyan (tidak mengharapkan
(Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia), 2007.
bantuan orang lain).23
hlm. 92
20
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Di
Nilai karakter Jawa yang sepatutnya dianut
Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), dan dikembangkan oleh masyarakat Jawa. Salah
hlm. 38
21 22
M Forqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Thomas Lickona, Mendidik Untuk Membentuk
Membangun Peradaban Bangsa. (Surakarta: Yumus Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 81
23
Pustaka Berkerjasama dengan UNS Press, 2010). Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan
hlm.13 Karakter, (Bandung: PT Rosdakarya, 2017), hlm. 66
12
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

satu contoh adalah seperti ajaran Ki Ageng waspada. Prinsip yang ketiga, gumati maknanya
Suryomentaram mengutarakan bahwa dalam sungguh-sungguh sampai ke dalam sanubarinya
menjalani hidup ini sebaiknya manusia tidak jika merawat dan memelihara sesuatu, mangerti
melakukan tiga hal. Tiga hal tersebut adalah: maknanya adalah mengerti (ketupat: keadaan
ngangsa-angsa (ambisius, bernafsi-nafsi), ngaya- waktu dan tempat serta sikon: situasi dan kondisi)
aya (terburu-buru, tidak teliti, tidak cermat dan sekeliling sehingga perasaan orang lain menjadi
hati-hati), dan golek benere dhewe (mencari puas, tidak sakit hati karena salah bertindak atau
menangnya sendiri atau mau menang sendiri). salah bicara, sedangkan miranti maknanya adalah
Hal itu tentu tidak sejalan dengan sifat satria memenuhi keinginan, menaati peraturan yang
(kesatriya) Jawa. Satria Jawa dalam kehidupannya berlaku dapat membagi waktu dengan baik, dan
selalu berlandaskan ajaran berbudi bawa keksana rajin dalam bekerja.
(berbudi luhur atau rendah hati, tawadlu) dan Begitu dalam tembang-tembang Jawa,
keprawiran (keperwiraan). Keprawiran berarti seperti halnya lagu gundhul-gundhul pacul yang
selalu berlaku perwira dalam sehala sesuatu dan memiliki makna filosofis yaitu pepeling
dia temen (jujur), tanggap (bertindak antisipatif), (peringatan) agar jika menjadi pemimpin dalam
tatag (teguh hati, mampu melihat dan mengalami menerima amanah (nyunggi wakul) tidak sembrono
kondisi apa saja), dan tanggon (pilih tanding, (gemebelengan), tidak seenaknya sendiri.
berani menghadapi siapa saja asal merasa benar) Akibatnya nanti seluruh tatanan dan aturan
dan datan melik pawehing liyan (tidak masyarakat dapat menjadi rusak, kondisi negara
mengharapkan bantuan orang lain).24 tidak terkendali.
Sementara dalam masyarakat Jawa, menurut Sementara itu, dalam pergaulan sehari-hari
ajaran para leluhur, karakter yang mereka berbeda jelas dengan adat Batak yang terus-terang,
tanamkan secara turun temurun yaitu sering orang Jawa suka menggunakan perlambang,
ditemui dalam pasemon (perumpamaan), seperti perumpamaan atau simbol-simbol, seperti
guna titi purun, guna yang berarti ungkapan wong jawa anggone pasemon, orang
berguna/bermanfaat, titi berarti jujur, purun berarti Jawa suka menggunakan perumpamaan, kata-kata
berani, mau dan mampu melakukan. Perumpamaan yang terselubung. Adapun perumpamaan yang
lainnya andhap asor atau lembah manah artinya sering kita jumpai salah satunya adalah mikul
rendah hati, tidak sombong, bisa dimaknai juga duwur mendem jero yang artinya menjunjung
mampu menahan diri, jika dicela tidak mudah tinggi-tinggi, memendam dalam-dalam. Sikap
marah tetapi justru akan mawas diri apa hormat kepada orang tua, sehingga diumpamakan
kekurangan dan kelemahannya. Bahkan ada yang jika orang tua sudah tidak ada seluruh
menjadikannya tingkatan-tingkatan prinsip, seperti wewarah/ajarannya dan kebaikannya dijunjung
prinsip pertama adalah rigen, mugen, tegen. tinggi-tinggi, sedangkan segala kekurangannya
Prinsip kedua adalah gemi, nastiti, ngati-ati, dan dipendam dalam-dalam.25
prinsip ketiga adalah gumati, mangerti, dan 3. Ajaran-Ajaran Pendidikan Karakter Ki Ageng
miranti. Prinsip-prinsip ini terkandung dalam Serat Suryomentaram
Cemporet. a. Wejangan pokok ilmu bahagia
Makna rigen adalah mengerjakan segala Ki Ageng Suryomentaram membuka konsep
sesuatu sampai tuntas, mugen maknanya mantap pemikirannya dengan pernyataan yang mendasar
dalam hati, tegen maknanya adalah tekun dan dan menjadi benih konsepsinya mengenai
sungguh-sungguh dalam bekerja. Prinsip kedua kebahagiaan. Ilmu bahagia dimulai dengan
terdiri dari gemi maknanya mampu mengelola, pandangan Ki Ageng Suryomentaram bahwa di
tidak boros, bersifat hemat, nastiti maknanya seluruh dunia, tidak ada sesuatu yang pantas dicari,
cermat, memperhitungkan sesuatu, atau ditolak mati-matian.26
memperhitungkan akibat dari tindakannya, ngati-
ati maknanya hati-hati dan sikap batin yang selalu 25
Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan
Karakter, hlm. 68
26
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran Ki Ageng
24
Muchlas Samani, Hariyanto, Pendidikan Suryomentaram Jilid I, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985),
Karakter, hlm. 66 hlm. 1
13
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

“Salumahing bumi, sakurebeng langit berkehidupan dengan karakter baik, sebaliknya


puniko boten wonten barang ingkang pantes dorongan nilai ditanggapi negatif, maka akan
dipun padosi kanti mati-matian, utawi dipun membuat seseorang merasa tidak bernilai menjadi
ceri-ceri dipun tampik kanthi mati-matian merasa tidak bahagia.29
(suryomentaram, 1989)” (Diatas bumi, Kedua, mengenai sifat karep (hasrat) yang
dikolong langit ini tidak ada barang yang mulur-mungkret. Mulur- mungkret ada pada setiap
pantas dicari secara mati-matian, ataupun orang dimana mereka ada karena sebab
dihindari atau ditolak secara mati-matian). karep/keinginan, ketika karep terpenuhi/tercapai
maka akan mulur terus menerus sampai tidak
Pernyataan tersebut memberikan arti bahwa tercapai lalu menjadi mungkret. Artinya penyebab
manusia tidak sepantasnya mengejar sesuatu atau susah karena keinginan yang tidak tercapai di sana
menolak sesuatu secara berlebihan atau di luar terjadi mungkret sampai pada tahap yang
batas kewajaran. Adanya pernyataan tersebut juga diharapkan atau terlaksana. Dan orang merasa
menyiratkan bahwa pada umumnya manusia, pasti bahagia karena keinginan tercapai dan mulur,
mengejar sesuatu secara berlebihan, sekaligus sampai tidak dapat tercapai.30 Mulur akan selalu
menolak sesuatu juga secara berlebihan.27 mulur hingga keinginannya tercapai terus dan terus
Pertanyaan itu menggambarkan kondisi manusia menerus menambah keinginan yang ingin dicapai,
pada umumnya, yang bekerja pagi, siang, sore, di situ seseorang merasa mulur sampai suatu saat
untuk mendapatkan kekayaan, sekaligus untuk ada keinginan yang tidak dicapai pada posisi itu
menolak secara mati-matian kemiskinan, seseorang merasa mungkret dan ia merasa gagal,
meminum segala macam suplemen, menakar padahal keinginan yang lain sudah tercapai maka ia
makanan sesuai kebutuhan kalori, mengikuti diet masih mungkret hingga keinginannya tercapai dan
ketat karbohidrat, demi mengusahakan kesehatan. ia merasa bahagia dan keinginannya mulur lagi,
Sekaligus menolak kondisi sakit, berpenampilan seperti itu seterusnya.
mewah, dengan baju dan aksesoris bermerek, Ketiga, mengenai rasa sama (raos sami)
mengendarai mobil sport, demi mengusahakan yang dimiliki semua manusia itu sama. Karena
kehormatan dan harga diri sekaligus penolakan semua orang memiliki keinginan, maka mereka
mati-matian untuk direndahkan atau dilecehkan. akan mengusahakan agar keinginannya tercapai
Secara sistematis wejangan pokok ilmu bahagia agar bisa bahagia, dan akan mencegah mati-matian
diuraikan sebagai berikut. agar tidak gagal dan menyebabkan kesusahan. Jadi,
Pertama, wejangan pokok ilmu bahagia semua orang pada dasarnya sama yaitu memiliki
dimulai dengan pembahasan mengenai bungah keinginan. Padahal keinginan itu bersifat mulur-
susah, dua hal tersebut silih berganti di dalam mungkret yang menyebabkan bungah-susah.31
kehidupan manusia. Hal itu terkait dengan Keempat, mengenai rasa tentram, apabila
keinginan (karep) yang dimiliki. Sedang karep jika seseorang mengerti bahwa rasa orang sedunia sama
tidak tercapai tidak akan membuat celaka dan jika saja, bebaslah ia dari penderitaan neraka iri hati
terpenuhi tidak akan membuat bahagia selamanya. dan sombong, kemudian bisa masuk surga
Pemahaman yang sebaliknya yaitu jika keinginan ketenteraman. Artinya, dalam segala hal bertindak
tercapai akan menjadi bahagia, dan jika tidak seenaknya, sebutuhnya, seperlunya, secukupnya,
tercapai akan menyebabkan penderitaan jelas semestinya dan sebenarnya. Ia akan dapat
salah. Meskipun sifat keinginan adalah untuk merasakan rasa hidup yang benar, yaitu mesti
dipuaskan, dituruti, dan untuk mencari sebentar senang, sebentar susah, sebentar senang
kesenangan.28 sebentar susah. Sebab jika seseorang dihinggapi
Nilai karakter merupakan nilai yang telah rasa iri dan sombong maka seseorang tidak dapat
diyakini kebaikannya sebagai panduan dan hidup dengan benar.32
bimbingan karakter/tingkah laku. Nilai bias
ditanggapi positif akan membantu manusia 29
Suparian, Mendidik Hati Membentuk Karakter,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 225
27 30
Ryan Sugiarto, Psikologi Raos, (Sleman: Ryan Sugiarto, Psikologi Raos,, hlm. 61
31
Pustaka Ifada, 2015), hlm. 59 Ryan Sugiarto, Psikologi Raos,, hlm. 62
28 32
Ryan Sugiarto, Psikologi Raos, hlm. 60 Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 13
14
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

Kelima, mengenai rasa abadi (raos panca indra: penglihatan, pendengaran, penciuman,
langgeng). Yang disebut dengan rasa abadi adalah pengecapan dan perabaan. Kedua, melalui rasa
karep/ hasrat, karena karep merupakan dasar hati, rasa yang dapat merasa aku, merasa ada,
hidup. Jika memahami bahwa karep itu abadi maka merasa senang, dan merasa susah. Ketiga, melalui
diri keluar dari neraka getun-sumelang. Getun pengertian dan pemahaman, yang berguna untuk
adalah kecewa atau takut terhadap kejadian yang menentukan suatu hal yang berasal dari panca
sudah terjadi, sedangkan sumelang adalah indra dan perasaan. Di luar tiga perangkat itu,
kekhawatiran terhadap sesuatu yang belum terjadi. manusia tidak akan dapat mengetahuinya dengan
Dari sini kemudian dikenal dengan istilah magang tepat.37
cilaka yang artinya jika sesuatu dilakukan akan Ketika masih bayi, menurut Ki Ageng, kita
mengakibatkan bencana, atau kesusahan. Artinya sudah bertindak sebagai pencatat atau perekam.
suatu tindakan belum dilakukan namun rasa celaka Segala hal yang berhubungan dengan diri kita
sudah dirasakan.33 tercatat. Tidak ada yang terlewat dari rekaman kita.
Pokok yang ditakuti dalam getun sumelang Misalnya sebagai bayi kita melihat sesuatu,
adalah kesusahan. Padahal orang pasti mampu mendengar sesuatu, menjilat, dan merasakan
melalui penderitaan atau kesusahan. Sebesar sesuatu, semuanya kita rekam. Dan aktivitas
apapun penderitaan atau kesusahan yang pernah mencatat dan merekam ini berhenti setelah kita
ada, jika seseorang mengerti terhadap peristiwa- mati.38
peristiwa yang terjadi maka tidak ada yang perlu Seperti saat kita melihat lampu, lantas secara
dikhawatirkan dan tidak ada pula yang menarik tidak langsung kita merekam keadaan lampu itu
hati. Karena diatas bumi ini tidak ada yang pantas dan menyimpan filenya ke dalam ruang rasa yang
dicari dan dihindari secara mati-matian.34 berfungsi sebagaimana memori kita itu, kita tidak
Keenam, mengenai rasa tabah yang berarti lagi memerlukan mata kepala. Seperti saat Ki
kita berani menghadapi segala hal. Berani menjadi Ageng berada di Jakarta misalnya, dengan mata
orang kaya atau miskin dan semisalnya karena kita terpejam. Ki Ageng tetap dapat melihat jelas
mengerti bahwa kita hidup dengan rasa sebentar rekaman tentang rumahnya yang ditinggalkan di
senang sebentar susah.35 Yogyakarta.
Penerimaan terhadap rasa susah dan senang, Melalui panca indra kita mencatat segala
menimbulkan penghayatan yang mendalam, bahwa rupa penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya
sesungguhnya yang susah dan senang itu bukanlah dalam jumlah tak terhingga. Sebanyak apapun
aku. Aku yang sebenarnya tidaklah merasakan rekaman itu akan tertampung ke ruang rasa kita.
susah dan senang. Pada saat itu seseorang sudah Maka ruang rasa penampung seluruh rekaman kita
dapat melacak akunya, seseorang sudah bisa itu sesungguhnya lebih luas daripada alam semesta
mengenali dirinya yang sedang susah atau senang. beserta isinya.39
Ketujuh, mengenai mengawasi hasrat Ruang rasa dalam istilah Ki Ageng
(nyawang karep). Seseorang menyadari adanya Suryomentaram, disebut ukuran keempat. Manusia
jarak antara aku yang mengalami susah dan yang hidup dalam dimensi keempat adalah
senang, dengan aku yang sebenarnya. manusia yang bisa mengenal rasa diri dan orang
Gambarannya adalah seperti melihat diri sendiri lain.40 Ukuran keempat merupakan dimensi di
dari luar dari inilah yang disebut aku si pengawas. mana manusia sudah mencapai kebahagiaan sejati,
36
artinya berhasil menjawab si pengawas
b. Pemikiran Tentang “Ukuran Keempat” (pengawikan pribadi).41
Manusia dapat mempelajari dan mengetahui c. Pemikiran Tentang “Kawruh Jiwa
segala sesuatu melalui tiga macam perangkat yang Kramadangsa”
sudah inheren dalam dirinya. Pertama, melalui
37
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 27
33 38
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 64 Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 29
34 39
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm 65 Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 30
35 40
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 21 Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 34
36 41
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran I, hlm. 24-25 Suryomentaram, Ajaran-Ajaran II, hlm. 52
15
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

Kramadangsa merupakan istilah Ki Ageng Ki Ageng Suryomentaram memilih bergerak


Suryomentaram untuk menyebut aku diri, atau aku di senian Jawa. Selisih atas khazanah Jawa dengan
identitas. Kramadangsa itulah yang menoleh ketika artikulasi “populis” ala Ki Ageng Suryomentaram
dipanggil. Misalkan seseorang yang bernama Suta, tampak ada di tepian panutan para pengisah Jawa.
ketika dipanggil “hai Suta”, kemudian menoleh, Ki Ageng Suryomentaram seolah tak ingin
pada dasarnya kramadangsanya lah yang merujuk ke jagad wayang atau sastra piwulang
menoleh.42 (kraton) sebagai asal atau sumber. Pilihan ini
KAS menjelaskan bahwa karep (keinginan) mengandung risiko atas sangkaan kadar kejawen:
semua orang sama, yaitu berwatak mulur-mungkret simbol dan aktualisasi. Ki Ageng Suryomentaram
dan merasa bungah-susah . namun, ciri pribadi memilih kompetensi untuk menguak (ke-Islaman)
masing-masing orang berbeda menurut catatan- Jawa tapi memutuskan “menepi” dariserun arus
catatannya sendiri yang diperolehnya selama masa “pembakuan” Jawa ala keraton dan penguasa
perjalanan hidupnya. Ciri pribadi masing-masing kolonial. Ia pun memiliki kesanguupan untuk
yang berbeda tersebut dalam kawruh jiwa sering “mereguk” khazanah pengetahuan Barat, tapi
disebut sebagai kramadangsa. Kramadangsa hidup memilih tak “memeluk erat” atau “menghambakan
dalam ukuran ketiga. Tugasnya adalah berpikir dan diri” kepadanya. Wejangan-wejangan Ki Ageng
menjalankan catatan-catatan yang hidup subur Suryomentaram jarang menghadirkan jejak-jejak
dalam ukuran kedua. Kramadangsa bersifat hidup rujukan “baku” kejawen, tidak pula khazanah
egoistik dan sewenang-wenang, tidak memikirkan filsafat, psikologi, sastra, dan sejarah ala Barat.
kepentingan orang lain. Manusia sejak lahir selalu Sikap kultural-intelektual Ki Ageng
mencatat apa yang ada di sekelilingnya dan apa Suryomentaram itu ada di “jalan sepi”. Sosoknya
yang dirasakannya melalui pancaindra, mata batin bergerak di pinggiran. Ia hadir sebagai tanda seru
atau pikirannya. Catatan-catatan tersebut bagi dominasi afirmasi Jawa di bawah naungan
membutuhkan ekspresi untuk itu dibutuhkan kraton dan kolonial. Para pengisah Jawa kerap
semacam “pelaksana-tugas”, yang dalam Kawruh mengacu ke jagat wayang atau sastra piwulang
Jiwa disebut si Kramadangsa.43 sebagai basis komunikasi di hadapan publik.
4. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Rujukan-rujukan itu mungkin “mengakrabkan”,
Dalam Kehidupan Ki Ageng Suryomentaram kendati justru “mengentalkan” agenda
Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962), “pengikatan” ilusi politik-etik-kultural. 45

lelaki fenomenal dalam jagad kultural jawa: Lugu Babak-babak biografi Ki Ageng
dan Waskita. Hidup sebagai bangsawan Jawa Suryomentaram memang jarang menampilkan
ditinggalkan demi pengabdian hidup, agenda politik. Para penulis studi sejarah politik
mendermakan diri untuk kemaslahatan rakyat, Indonesia pun jarang menghadirkan nama dan
mencari kesejatian tanpa embel-embel politik peran Ki Ageng Suryomentaram. Meskipun
feodalisme dan kolonialisme. Ikhtiar menjadi beberapa orang dekat Ki Ageng Suryomentaram
manusia adalah kemestian guna mengembalikan memang melibatkan diri dalam pergerakan politik
kodrat kebersahajaan. Hidup berbaur dengan kebangsaan dan kultural, misalnya Ki
rakyat, mengucurkan keringat, mengalami derita Prawirowiworo dan Ki Pronowidigdo yang masuk
kaum miskin, dan mewartakan ajaran-ajaran ke Boedi Oetomo. Sosok Ki Ageng
kebahagiaan adalah misi suci melampaui ambisi Suryomentaram malah identik dengan pergaulan
menjadi penguasa, priyayi, politikus, saudagar dan kerakyatan. Berbagi wejangan bersama rakyat
pegawai negeri. Pemuliaan hidup hendak dilakoni memberi gairah melimpah. Ia tak abai dengan
di luar kraton: mengafirmasi hidup menjauhi kolonialisme dan zaman modern, tapi memilih
manipulasi dan ilusi politik.44 berada dalam “perjumpaan-perjumpaan” di
kalangan rakyat guna memanggil titah pendidikan
dan kultural.46
42
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran II, hlm. 52
43 45
Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram, Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram, hlm.
(Depok: Kepik, 2012), hlm. xviii 139
44 46
Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram, hlm. Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram, hlm.
135 141
16
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

Wejangan Ki Ageng Suryomentaram tentang alasan inilah pemikiran KAS dalam konteks
pribadi pun berkesesuaian dengan jiwa zaman saat Nasional kemudian sering dianggap sebagai
negara memerlukan realisasi gagasan pribadi- ”modern” mengingat hanya dengan membersihkan
kepribadian untuk basis politik, pendidikan, sosial, pemikiran dari selubung-selubung tahayul inilah
ekonomi. Kepribadian diagendakan demi pemenuhan psikologis baru diwujudkan. Itulah
“menemukan kembali” atau “mengadaptsi” anutan- sebabnya Ki Ageng lebih memilih menggunakan
anutan kultural dalam arus kencang politik dunia, kata “kawruh” (ilmu, dalam pengertian yang
Ki Ageng Suryomentaram pun mafhum pribadi- rasional), ketimbang kata “ngelmu” (ilmu dalam
kepribadian memiliki kaitan erat dengan arsitektur pengertian mistis).51
politik ala negara. Pengetahuan justru tidak Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
diajukan oleh Ki Ageng Suryomentaram dengan mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
labelitas ideologis atau klise kebatinan.47 Dalam sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk
hal ini karakter adalah sesuatu yang baik, misalnya memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
terkait dengan sikap jujur, toleransi, kerja keras, dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain
adil, dan amanah. Akan tetapi, tanpa disertai iman dan masyarakat yang membutuhkan.52
yang kuat kepada Allah, karakter tersebut mungkin Mungkin maksudnya adalah bahwa keadaan
akan melampaui batas-batas ajaran agama dalam bahagia bersama dapat tercapai jika dapat
hal ini agama Islam.48 berkembang pengertian yang benar-benar tepat
Kehidupannya syarat dengan memakai mengenai diri sendiri, tumbuhnya saling pengertian
celana pendek dan telanjang kaki ketika dia hendak bersama antar sesama, dan lahirnya pengertian
naik bus, dia tiba-tiba dimintai tolong oleh seorang yang benar akan alam lingkungannya. Dengan
penumpang karena dianggap sebagai kuli panggul. demikian, semua komponen masyarakat dan
Seorang penumpang memberikan kopernya kepada negara dapat memahami, bertindak dan
Suryomentaram, lalu dengan hati-hati menjalankan kegiatannya sesuai dengan tugas dan
Suryomentaram membawakan koper tersebut posisi alamiahnya masing-masing. Pada tataran
keluar bus. Itulah awal pencarian atas dasar takut masyarakat, tercipta saling pengertian dan saling
terhadap hal-hal yang dianggap memalukan dari mengasihi sebagai sesama yang tidak dapat dibeda-
seorang pengembara yang jujur.49 bedakan dan yang bersama-sama senantiasa
Perilaku seperti itu, yang hanyalah salah satu berusaha mencukupi kebutuhan bersama, yang
dari “perilaku-perilaku yang berfungsi sebagai diakui tidak akan pernah dapat dicukupi oleh
pedoman hidup bagi orang Jawa”50 kadang- dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan dhukun
kadang disebut dengan priyayinisme, atau mungkin tentu saja bukan dukun dalam pengertian
dapat diistilahkan sebagai “tradisional”. sebenarnya. Mungkin maksudnya adalah elite yang
Kecenderungan semacam ini nampaknya sulit dapat memberikan arahan kepada banyak orang
untuk berubah. Tetapi pengertian tentang perilaku agar senantiasa memberikan arahan yang
bijak juga berembang dalam kehidupan orang Jawa menguntungkan tata pergaulan yang sehat. Yang
secara umum, yang dalam konteks ajarannya lebih dimaksud dengan guru adalah pihak-pihak yang
dipahami sebagai kesalehan atau kesederhanaan memiliki kemampuan untuk memberikan
sosial. Sekalipun pemikirannya lahir dari dalam pengertian kepada masyarakat luas, agar
mental terdalam, di mana aliran-aliran kebatinan memberikan pengertian yang benar-benar sesuai
juga berakar di situ, namun hendak membersihkan dengan kebutuhan pergaulan yang sehat, menjaga
mereka dari selubung-selubung tahayul dan agar tidak mudah terhasut oleh pengetahuan-
pengertian-pengertian yang berbau mistis, terhadap pengetahuan yang menyebabkan rusaknya rasa
guyup masyarakat, yang dimaksud dengan jeksa
47
Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram,hlm. adalah para penegak hukum agar melaksanakan
148
48 51
Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri, Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram, hlm.
Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), 37
52
hlm. 8 M. Mahbubi, Karakter Implementasi Aswaja
49
Aftonul Afif, Matahari Dari Mataram, hlm. 7 Sebagai Nilai Pendidikan Karakter, (Surabaya: YTPS
50
Meminjam ungkapan de jong (ibid) NU, 2004), hlm. 47
17
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

tugasnya berdasarkan kepentingan bersama bukan itu sesuai dengan karakter kebangsaan yang sesuai
kepentingan golongannya sendiri apalagi dengan pancasila sila kelima.
kepentingan pribadi. Yang dimaksud dengan ratu
adalah gambaran pemimpin yang sentiasa menjaga Karakter lainnya yaitu sesuai dengan
agar semua pihak dapat berlaku jujur, tulus,dan Pancasila sila ketiga yaitu dalam hidup ini bungah-
sungguh-sungguh, sehingga tata pergaulan dapat susah bersifat langgeng, langgeng bungah-susah.
berjalan secara sehat, saling mengerti, guyub, Jadi, dalam hidup ini tidak ada yang perlu terlalu
rukun, damai, dan bahagia.53 dikhawatirkan pemahaman tersebut akan sangat
Pelajaran lainnya yang dapat diambil dari efektif untuk membangun karakter berani dalam
ungkapan Ki Ageng diatas yaitu telah sesuai kehidupan seseorang, karena ia mengetahui tidak
dengan pancasila sila ke-2 yaitu penuh kasih ada yang perlu ditakutkan. Seperti firman Allah
sayang, tidak semena-mena terhadap orang lain, SWT dalam surat Ali Imron: 159. Hal ini terlihat
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dicerminkan dari seorang yang cenderung berpikir positif dalam
dengan mampu hidup berdampingan secara baik menghadapi persoalan, dan memandang segala
dengan sesamanya. Seperti yang telah sesuatu akan berjalan dengan baik jika disertai
diperintahkan Allah SWT dalam surat At-Taubah: usaha.55
40 Dalam pelajaran Kawruh Jiwa juga tidak ada
Ki Ageng Suryamentaram juga mengajarkan keharusan untuk melakukan atau menolak sesuatu
untuk mengutamakan kepentingan umum diatas (dede lelampahan utawi sirikan). Belajar Kawruh
kepentingan pribadi melalui bab ukuran keempat Jiwa adalah belajar mengenai jiwa dengan segala
untuk mengembangkan hidup guyub rukun, dan wataknya (meruhi jiwa lan sawateg-wateg dukun).
damai. Seperti perintah Allah SWT dalam Al- Dengan belajar Kawruh Jiwa, diharapkan
Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10 seseorang dapat hidup jujur, tulus, percaya diri
Ajaran Ki Ageng Suryamentaram senada (tatag), tentram, tenang, penuh kasih sayang,
dengan psikolog aliran humanistik, tentang empati mampu hidup berdampingan secara baik dengan
yang disampaikan oleh Carl Rogers yakni sesamanya dan alam lingkungannya, serta penuh
kemampuan seseorang mengenal apa yang dialami rasa damai. Keadaan tersebut akan mengantarkan
oleh orang lain. Lebih lanjut Ki Ageng mengatakan seseorang kepada kehidupan yang bahagia sejati,
: tidak tergantung pada tempat, waktu, dan keadaan
“beja sesarengan puniko wohipun mangertos (mboten gumantung papan, wekdal lan
dateng raos sami, inggih puniko tiyang katah sami kawontenan).56 Sebagaimana terdapat dalam surat
kraos mangertos yen sedaya tiyang punika Al-Baqarah: 155 (24).
raossipun sami” Dan yang terakhir yaitu karakter Ki Ageng
yang sesuai dengan pancasila sila pertama yang
Yang dimaksud adalah suatu keadaan berhubungan dengan kewajiban menjalankan
dimana orang berbahagia bersama yang perintah Tuhan yaitu dengan menunaikan ibadah
diistilahkan sebagai zaman Windu Kencana.54 haji ke Mekkah pada tanggal 21 agustus 1921 atas
Pelajaran lainnya juga disampaikan melalui saran ayahnya dan gurunya yaitu KH. Ahmad
Kawaruh Jiwa yang sangat mementingkan Dahlan. Dan karakter lainnya yang sesuai dengan
pengertian hidup bahagia bersama. Salah satu sila keempat dalam pembahasan tentang
ungkapan yang sangat terkenal dalam komunitas pernikahan: bahwa seseorang harus bebas memilih
pelajar Kwaruh Jiwa adalah siapa yang bakal dia nikahi maka karakter ini
“sapa wonge golek kepenak liyane merupakan sikap yang tidak memaksakan
ngepenake tanggane, iku padha karo gawe kehendak para pelajar Kwaruh Jiwa, hal lainnya
dhadhung sing kanggo njiret gulune dhewe”, hal ditekankan oleh Ki Ageng bahwa tidak seorangpun
diperkenankan mengklaim dirinya sebagai guru,
53
Afthonul Afif, Matahari dari Mataram, hlm.
55
xxv Ryan Sugiarto, Psikologi Raos, (Yogyakarta:
54
Windu kencana yaitu gagasan tentang Pustaka Ifada, 2015), hlm. 113
56
masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Ryan Sugiarto, Psikologi Raos, hlm. xiii
18
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

bahkan Ki Ageng Surya Mentaram sendiri, yang KESIMPULAN DAN SARAN


oleh para pengikutnya hanya disebut sebagai Berdasarkan uraian tersebut ajaran-ajaran
“bangkokan”.57 Sebagaimana terdapat dalam surat pendidikan karakter menurut Ki Ageng
Ali-Imron: 196. Suryomentaram masih relevan dengan nilai-nilai
Ki Ageng Suryomentaram juga mengajarkan pendidikan karakter dewasa ini. Adapun nilai
cinta kasih kepada siapapun. Wujud cinta kasih karakter yang hubungannya dengan Tuhan, diri
ialah segala hasrat dan usaha yang bebas dari sendiri, sesama, dan lingkungan. Hal ini
kepentingan diri sendiri (sepi ing pamrih). 58 ditunjukkannya melalui tulisan seperti Kawruh
mendidik anak supaya bahagia hidupnya, pertama Jiwa tentang memahami sebuah rasa, Kawruh
harus diusahakan agar ia dapat berpikir yang benar Pamamong mengajarkan bagaimana cara mendidik
nyata, darimana ia dapat menyadari dan mengerti anak, Jimat Perang tentang semangat berjuang
hal-hal yang benar dan nyata pula. Kedua harus dalam merebut kemerdekaan saat itu.
ditumbuhkan rasa cintanya, yang menjauhkan Pendidikan karakter yang diajarkan oleh Ki
dirinya dari segala pertengkaran. Ketiga harus Ageng Suryomentaram bahwa dalam menjalani
dibangkitkan rasa sukanya terhadap keindahan, hidup ini manusia tidak melakukan tiga hal yaitu,
yang terdapat pada semua barang.59 ngangsa-angsa (ambisius, bernafsu-nafsu), ngaya-
Kawruh jiwa juga mengajarkan agar aya (terburu-buru, tidak teliti, cermat dan hati-
mengerti bahwa rasa manusia itu abadi, senang dan hati), dan golek benere dewe (mencari benarnya
susah itu silih berganti, maka tabahlah batin kita. sendiri, mau menang sendiri). Namun sebaliknya
Peran apapunyang kita mainkan sebagai manusia harus memiliki sifat satriya Jawa yaitu, selalu
diambil sebagai pengalaman sekarang atau masa berlaku layaknya perwira dalam segala sesuatu dan
mendatang. Sehingga tidak ada yang perlu disesali dia temen (jujur), tanggap (antisipatif), tatag
dan dikhawatirkan.60 (teguh hati), tangguh (tidak mudah kalah), dan
Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan kita tanggon (berani menghadapi siapa saja asal benar),
untuk bersedia melepaskan atribut duniawi, dan datan melik pawehing liyan (tidak
menjadi manusia sederhana yang rendah hati, yang mengharapkan bantuan orang lain).
mendambakan masyarakat Indonesia damai
sejahtera.61 Menghindari iri dan sombong seperti
larangan nabi akan buruknya sifat tersebut, sebagai
berikut: Sombong adalah meremehkan orang lain
(HR. Muslim dan Tirmidzi). Sombong adalah
termasuk sifat yang tercela. Bila penyakit ini telah
mewabah dan menjangkiti manusia, maka tidak
ada lagi penghormatan dan sopan santun.
Kebenaran menjadi barang mainan. Penyakit ini
akan memunculkan sikap kedzoliman, kemarahan,
terorisme, permusuhan dan pelanggaran hak.62

57
Istilah ini digunakan untuk merujuk binatang
tertentu yang karena kekuatan dan usianya kemudian
dianggap lebih mampu untuk memimpin kelompoknya.
58
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran II, (Jakarta:
Inti Idayu Press, 1985), hlm. 123
59
Suryomentaram, Ajaran-Ajaran II, hlm. 124
60
Afthonul Afif, Matahari dari Mataram, hlm.
106
61
Ratih Sarwiyono, Ki Ageng Suryomentaram,
hlm 22
62
Nurul Huda, Meninggalkan Takabur Menuju
Syukur, (Mitra Press, 2011), hlm. 99
19
Jurnal PANCAR Vol. 1, No. 2, November 2017 e-ISSN : 2550-0619

DAFTAR PUSTAKA Mahbubi, M., 2004, Karakter Implementasi


Abdillah, Adi, Pendidikan Anak Dalam Pemikiran Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter,
Ki Ageng Suryomentaram, Tesis, Surabaya: YTPS NU.
Wonosobo: Program Pascasarjana UNSIQ. Majid, Abdul dan Dian Andayani, 2012,
Afif, Aftonul, 2012, Matahari Dari Mataram, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
Depok: Kepik. Bandung: PT Rosda Karya.
Asmani, Jamal Ma’ruf, 2013, Buku Panduan Mulder, Niels, 1985, Pribadi Dan Masyarakat Di
Internalisasi Pendidikan Karakter di Jawa, Jakarta: Sinar Harapan.
Sekolah, cetakan VI, Jogjakarta: DIVA Samani, Muchlas dan Hariyanto, 2017, Pendidikan
Press. Karakter, Bandung: PT Rosdakarya.
Hasan, Iqbal, 2004, Analisis Data Penelitian dan Samani, Muchlas dan Hariyanto, 2017, Pendidikan
Statistik, Jakarta: Bumi Aksara. Karakter, Bandung: PT Rosdakarya.
Hidayatullah, M Forqon, 2010, Pendidikan Sani, Ridwan Abdullah dan Muhammad Kadri,
Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. 2016, Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi
Surakarta: Yumus Pustaka Berkerjasama Aksara.
dengan UNS Press. Sugiarto, Ryan, 2015, Psikologi Raos, Yogyakarta:
Huda, Nurul, 2011, Meninggalkan Takabur Pustaka Ifada.
Menuju Syukur, t.t:Mitra Press. Suparian, 2015, Mendidik Hati Membentuk
Kamal, Faisal, (2017), “Strategi Inovatif Karakter, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pembelajaran Akidah Akhlak di MAN Suryomentaram, 1985, Ajaran-Ajaran II, Jakarta:
Wonosobo Jawa Tengah”, Jurnal Penelitian Inti Idayu Press.
dan Pengabdian Kepada Masyarakat Suryomentaram, 1985, Ajaran-Ajaran Ki Ageng
UNSIQ, 4(1), pp. 45-55, Feb. 2017. Suryomentaram Jilid I, Jakarta: Inti Idayu
Kamal, Faisal, (2018), “Isu-Isu Kontemporer Press.
Dalam Konstruksi Pembaharuan Suryomentaram, Grangsang (Ed.), 1989, Kawruh
Pesantren”, Paramurobi: Jurnal Pendidikan Jiwa Wejanganipun Ki Ageng
Agama Islam, vol. 1, no. 1, pp. 1-13, Jun. Suryomentaram 1 Jakarta: Haji Mesagung.
2018. Suryomentaram, Grangsang (Ed.), 1990, Kawruh
Koesoema A, Doni, 2007, Pendidikan Karakter, Jiwa Wejanganipun Ki Ageng
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Suryomentaram 2, Jakarta: Haji Mesagung.
Indonesia. Suryowiyono, Ratih, 2007, Ki Ageng
Lickona, Thomas, 2015, Mendidik Untuk Suryomentaram Sang Plato Dari Jawa,
Membentuk Karakter, Jakarta: Bumi Yogyakarta: Cemerlang Publishing.
Aksara,. Wibowo, Agus, 2013, Pendidikan Karakter Di
Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

20

Anda mungkin juga menyukai