Anda di halaman 1dari 81

Referat

Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi Tumor Gastrointestinal

Oleh:

Ikhvan Juzef 1840312720


Violin Nurkha 1840312699
Mahfira Fitri 1840312683
Ufairah Nabila L. A. 2040312074

Pereseptor:
dr. Hj. Rozetti, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, dan


Shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan
karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah referat dengan judul
“Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi Tumor Gastrointestinal ” yang
merupakan salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian
Radiologi RSUP Dr. M Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini telah banyak dibantu oleh
berbagai pihak. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada dr. Hj. Rozetti, Sp.Rad selaku preseptor yang telah bersedia
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan, saran,
dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi akademisi, dunia pendidikan, instansi
terkait, dan masyarakat luas. Akhir kata, segala saran dan masukan akan penulis
terima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................ 3
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................ 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
2.1 Tumor Esofagus ................................................................................. 6
2.2 Tumor Gaster ..................................................................................... 16
2.3 Tumor Hepar ..................................................................................... 24
2.4 Tumor Pankreas ................................................................................. 32
2.5 Tumor Empedu .................................................................................. 41
2.6 Tumor Duktus Billier ......................................................................... 46
2.7 Tumor Kolon ...................................................................................... 49
2.8 Tumor Rektum .................................................................................. 65
BAB 3. KESIMPULAN ........................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 78

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Amerika Serikat dan
banyak bagian dunia lainnya, termasuk Eropa. Saat ini, satu dari empat kematian
disebabkan oleh kanker. Kanker menyumbang sekitar 25% dari semua kematian,
menempati urutan kedua setelah penyakit jantung iskemik. Kanker adalah salah
satu dari 5 penyebab utama kematian di semua kelompok umur baik pada pria
maupun wanita. Kanker adalah penyebab utama kematian di kalangan wanita
berusia 40 hingga 79 tahun dan di antara pria berusia 60 hingga 79 tahun.1
Hanya 70% pasien dengan GIST yang menunjukkan gejala. Tanda – tanda
klinis biasanya berkaitan erat dengan ukuran massa dan adanya pendarahan.
Tumor dengan ukuran kurang dari dua sentimeter biasanya tidak menunjukkan
gejala dan kadang terdiagnosistanpa sengaja. 2
Tumor pada traktus gastrointestinal biasanya diketemukan secara tidak
sengaja pada pemeriksaan radiologis atau endoskopi. Untuk menegakkan
diagnosis GIST dapat dilakukan
dengan beberapa modalitas. CT scan dapat dipergunakan untuk mengevaluasi
ukuran dan karakter tumor, serta mendeteksi adanya metastase. MRI berguna jika
tumornya diperkirakan ada pada struktur yang terfiksir seperti di rektum atau di
liver.2
Endoskopi tidak banyak membantu diagnosis (hanya 17-42%), namun
endoskopi – biopsy yang dipandu ultrasound direkomendasikan untuk lesi yang
terjangkau. Biopsi transperitoneal tidak disarankan karena risiko endoskopi tidak
dapat menjangkau lesi, laparoskopi atau open biopsy lebih disukai.2 Penegakkan
diagnosis penting dilakuakan untuk dapat mengobati penyakit dan meningkatkan
kualitas hidup penderita

1.2 Batasan Masalah


Penulisan referat ini membahas mengenai penyakit akut abdomen dan
gambaran radiologi pada pasien tumor gastrointestinal.

4
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memahami perbedaan gambaran radiologi pada
pasien tumor gastro intestinal
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literatur

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumor Esophagus
2.1.1 Kanker Esophagus
Kanker esofagus adalah tumor dengan perilaku agresif yang biasanya
didiagnosis pada stadium lanjut, yang sampai batas tertentu dijelaskan oleh
beberapa kekhasan anatomis dan drainase limfatik dari organ ini. Terobosan putus
asa dalam diagnosis dan pengobatannya, prognosis terus menjadi buruk dan itu
mewakili penyebab kematian keenam di seluruh dunia, dengan kelangsungan
hidup kurang dari 20% pada 5 tahun.3
Kanker esofagus seringkali tidak bergejala pada tahap awal. Pasien dengan
penyakit lanjut mungkin datang dengan disfagia progresif (makanan padat terlebih
dahulu, diikuti oleh cairan saat penyakit berkembang), penurunan berat badan
yang tidak disengaja (10% atau lebih dalam tiga sampai enam bulan sebelumnya),
odynophagia (nyeri menelan, sering terlihat pada awalnya dengan makanan
kering), dispepsia onset baru, mulas tidak responsif terhadap pengobatan, nyeri
dada, atau tanda-tanda kehilangan darah.4
Dari gejala-gejala ini, disfagia sendiri atau dikombinasikan dengan
penurunan berat badan yang tidak disengaja adalah presentasi yang paling umum
pada pasien dengan kanker esofagus. Temuan yang tidak umum termasuk
adenopati serviks, hematemesis, hemoptisis, atau suara serak dari keterlibatan
saraf berulang, yang terjadi pada kurang dari 10% pasien saat diagnosis. 4
CT dan MRI banyak digunakan untuk menentukan stadium tumor di
saluran pencernaan. Evaluasi invasi tumor dengan CT dan MRI didasarkan pada
dua kriteria: ukuran tumor dan hilangnya lapisan lemak. Ketika ukuran tumor
cukup besar, jaringan yang berdekatan, termasuk trakea atau bronkus, arteri dan
jantung, terkompresi dan berpindah tempat. Hilangnya lapisan lemak antara tumor
dan jaringan yang berdekatan biasanya digunakan untuk memprediksi invasi
jaringan yang berdekatan.8

6
Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi

Gambar. sinar-X kontras ganda gas-barium (A) dan gambar tampilan aksial CT
(B) dari jaringan esofagus normal.
A. Mukosa menunjukkan banyak setuliforms high-density shadow (panah
ganda).
B. CT menunjukkan dinding esofagus dan hubungannya dengan jaringan
yang berdekatan tra: trakea; lemak: jaringan lemak; ves: pembuluh darah;
eso: dinding esofagus.8

7
Gambar. Citra sinar-X kontras ganda gas-barium (A, B) dan citra CT (C)
Kerusakan mukosa (panah ganda pada (A)) dan defek pengisian intraluminal
(panah tunggal pada (B)). Menambah dinding esofagus (* di (C)). 8

8
2.1.2 Esophageal Gastrointestinal Stroma Tumor
Gastrointestinal Stromal Tumor (selanjutnya disebut GIST) adalah salah
satu jenis neoplasma pada jalur gastrointestinal (GI) yang paling sering. Pertama
kali dikenali pada tahun 1983, tumor ini terjadi karena mutasi KIT proto-onkogen
yang menyebabkan aktivasi dari reseptor tirosin kinase KIT. 2
Gambaran klinis tidak khas, tergantung pada ukuran dan lokasi tumor.
Tumor kecil biasanya ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan radiologi atau
pembedahan untuk tujuan yang lain. Tumor yang besar biasanya memperlihatkan
gejala. Gejala paling sering adalah perdarahan traktus gastrointestinal akibat
ulserasi mukosa berupa hematemesis, melene, hematochezia, atau gejala dan
tanda anemia akibat perdarahan tersamar. Gejala yang lain berupa mual, muntah,
nyeri abdomen, penurunan berat badan distensi abdomen, obstruksi usus
terabamassa abdomen7
Diagnosis GIST dapat ditegakkan dari gambaran klinis yang ditemukan,
pemeriksaan radiologi, endoskopi, pemeriksaan patologi dan imunohistokimia.
Diagnosis pastinya dengan pemeriksaan imunohistokimia yang mengekspresikan
protein KIT. Pemeriksaan radiologi yang mempunyai sensitifitas tinggi untuk
mendeteksi GIST adalah pemeriksaan CT Scan. Pada pemeriksaan ini bisa
dibedakan tumor yang letaknya didalam lumen, perluasan yang eksofitik ataupun
yang intramural. 6
Pada pemeriksaan dengan barium, GIST memiliki gambaran klasik
sebagai massa submukosa, mirip dengan leiomioma dan leiomyosarcoma. Masa
berbatas tegas tepi licin, tepi lesi membentuk sudut tumpul dengan dinding
lambung. Permukaan mukosa halus saat dilapisi dengan barium, dan biasanya
utuh kecuali pada area fokus ulserasi, yang dapat dilihat pada 60% kasus. 7

9
Pemeriksaan dan Gamabaran Radiologi

A B

C
Gambar. Wanita 69 tahun, gejala asimptomatik dengan indikasi esopagheal GIST
dalam gambaran radiologis
A. rontgen dada menunjukkan opasitas retrokardiak kanan (panah) yang
menggambarkan hemidiafragma kanan.
B. Gambar spot miring posterior kiri dari barium esophagogram kontras
ganda menunjukkan massa submukosa halus 4-cm (panah) yang menekan
lumen esofagus distal kanan lebih dari 75%, tanpa obstruksi.
C. CT dada yang tidak disempurnakan menunjukkan massa yang berbatas
tegas dan bulat (panah), mengecil ke otot, tidak dapat dipisahkan dari
dinding esofagus bagian distal.5

10
A

B C
Gambar. Wanita 64 tahun dengan esophageal GIST dengan gejala disphagia dan
batuk
A rontgen dada menunjukkan massa besar (panah) di mediastinum kiri bawah
B. CT dada dengan kontras aksial menunjukkan massa distal besar berbatas tegas
yang tidak dapat dipisahkan dari dinding lateral kiri esofagus distal, dengan
komponen padat peningkat perifer (panah pendek) dan area kistik internal yang
besar (panah panjang).
C. Proyeksi intensitas maksimum Coronal FDG PET menunjukkan keranjingan
FDG (nilai serapan standar maksimum, 20) dari massa paraesofageal kiri yang

11
besar (panah).5

Gambar. Wanita 62 tahun dengan nyeri dada. pencitraan koronal dari CT IV


dengan kontras menunjukkan massa heterogen yang besar (panah) di esofagus
tengah dengan penyempitan luminal.

Gambar. Pria 78 tahun asimtomatik dengan tumor stroma gastrointestinal (GIST)


esofagus insidental terlihat pada CT. Gambar CT aksial dengan kontras yang
ditingkatkan menunjukkan massa sisi kanan yang besar berbatas tegas dan

12
heterogen ringan (panah panjang) melintasi garis tengah untuk membungkus
esofagus, tanpa halangan. Catat kalsifikasi kasar (panah pendek) dalam lesi,
temuan yang jarang terjadi pada pasien dengan GIST esofagus. 5

B
Gambar. Wanita 53 tahun dengan tumor stroma gastrointestinal esofagus
menyebabkan disfagia.
A. Gambar aksial dari CT dengan kontras yang ditingkatkan menunjukkan
massa bulat yang dibatasi dengan baik secara homogen (panah hitam)
yang tidak dapat dipisahkan dari sisi kanan esofagus, dengan tepi tipis

13
bahan kontras oral (panah putih) dalam lumen yang dikompresi.
Perhatikan bagaimana lesi berbatasan dengan lobus bronkus kanan bawah
B. Gambar aksial dari CT scan dengan kontras yang ditingkatkan 9 tahun
setelah esofagogastrektomi Ivor Lewis dengan tarikan lambung
menunjukkan tumor berulang di ruang pleura kanan posterior (panah).
Lesi ini menunjukkan aviditas FDG yang jelas pada PET. 5

A B
Gambar. Pria 71 tahun dengan tumor stroma gastrointestinal esofagus
menyebabkan disfagia.
A. Gambar aksial dari CT yang ditingkatkan kontras menunjukkan massa
heterogen yang berbatas tegas (panah besar) yang melibatkan aspek lateral
kiri esofagus distal. Perhatikan tepi berbentuk bulan sabit dari bahan
kontras oral (panah kecil) yang menguraikan lumen esofagus terkompresi
B. Gambar proyeksi intensitas maksimum koronal FDG PET menunjukkan
keranjingan FDG yang ditandai dari massa yang berbatas baik di esofagus
distal.5

14
A

B C
Gambar. Esofageal leiomyoma menyebabkan disphagia
A. Gambar titik miring posterior kiri dari esofagogram barium kontras ganda
wanita berusia 54 tahun menunjukkan massa submukosa halus (panah) di
esofagus distal, dengan penyempitan luminal terkait. Perhatikan

15
bagaimana temuan tidak dapat dibedakan dari temuan pada tumor stroma
gastrointestinal esofagus (GIST) yang ditunjukkan pada Gambar 1B.
B. Gambar aksial dari CT yang ditingkatkan kontras dari pria berusia 70
tahun menunjukkan garis tengah kecil yang secara minimal meningkatkan
massa (panah) di esofagus.
C. Gambar sagital dari proyeksi intensitas maksimum FDG PET pada pria 70
tahun menunjukkan bahwa massa ini tidak memiliki keranjingan FDG,
sehingga memungkinkan terjadinya diferensiasi dengan GIST esofagus. 5

2.2 Tumor Gaster


Tumor Gaster terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak lebih
jarang daripada tumor ganas. Tumor jinak didapatkan pada autopsi berkisar antara
0,2 - 0,4 % dan jarang ditemukan di bawah umur 55 tahun. Tumor ganas
didapatkan 10 kali lebih banyak daripada tumor jinak. Tumor ganas yang
terbanyak adalah adenokarsinoma dan tumor ini menempati urutan ketiga tumor
saluran cerna di Amerika Serikat setelah tumor kolon dan Pankreas. 9

Patogenesis
Seperti pada umunya tumor ganas di tempat lain, penyebab tumor ganas
gaster juga belum diketahui secara pasti. Faktor yang mempermudah timbulnya
tumor ganas gaster adalah perubahan mukosa yang abnormal, antara lain seperti
gastritis atrofi, polip digaster dan anemia pernisiosa. Disamping itu, pengaruh
keadaan lingkungan mungkin memegang peranan penting terutama pada penyakit
gaster seperti di Negara Jepang, Chili, Irlandia, Australia, Rusia dan Skandinavia. 9
Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan hidup mempunyai peran penting,
makanan panas dapat merupakan faktor timbulnya tumor ganas seperti juga
makanan yang diasap dan ikan asin yang mungkin mempermudah timbulnya
tumor ganas gaster. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor
herediter, golongan darah terutama golongan darah A dan faktor infeksi
Helicobacter pylori.9,10

16
Gambar 2.1. Patogenesis Tumor Gaster10

2.2.1 Tumor Jinak Gaster11,12


2.2.1.1 Polip Gaster

Definisi
Polip lambung adalah kelainan mukosa kecil yang menonjol ke dalam
lumen lambung; paling sering hiperplastik atau adenomatosa. Kebanyakan polip
lambung adalah polip hiperplastik kecil yang tidak berbahaya. Polip hiperplastik
biasanya berukuran kecil (kurang dari 1 cm). Polip adenomatosa biasanya lebih
besar dan lebih sering bergejala daripada polip hiperplastik.
Gejala Klinis
Pasien mungkin datang dengan nyeri epigastrik, kembung, atau perdarahan
UGI. Polip hiperplastik memiliki pola pertumbuhan terbatas dan jarang melebihi
diameter 1 cm.

Radiologi
Pemeriksaan UGI kontras ganda, polip hiperplastik tampak halus, sesil,
nodul bulat hingga bulat telur atau cacat pengisian yang menonjol ke dalam lumen
dan berukuran diameter 5 hingga 10 mm. Biasanya multipel, berukuran serupa,
dan terletak di fundus lambung atau tubuh (Gambar2.2). Bila ditemukan banyak
polip kecil, konfirmasi histologis tidak diperlukan. Polip adenomatosa yang
didiagnosis dengan pemeriksaan UGI berdiameter lebih dari 1 cm. Biasanya lesi
soliter, paling sering terletak di antrum (Gambar 2.3), tetapi bisa multipel. Polip

17
adenomatosa cenderung lebih berlobus daripada polip hiperplastik dan mungkin
sesil atau bertangkai.
Manajemen
Biopsi dan pengangkatan endoskopik secara langsung berkaitan dengan
ukuran polip. Mayoritas polip hiperplastik merupakan temuan insidental yang
tidak memerlukan konfirmasi histologis. Polip yang lebih besar (lebih dari 1 cm),
berlobus, bertangkai membutuhkan endoskopi dan biopsi atau reseksi.

Gambar 2.2. Polip hiperplastik. (A) Gambar bintik fluoroskopik kontras ganda supine
menunjukkan beberapa lesi menonjol bulat kecil kurang dari 1 cm dengan ukuran dan
bentuk yang sama di badan lambung dan fundus (panah) yang konsisten dengan polip
hiperplastik. Banyak polip kecil terlihat. (B) upright kompresi tegak dari tubuh perut
menunjukkan dua polip kecil sebagai filling defects (panah).

Gambar 2.3. Polip adenomatosa.(A dan B)Gambar bintik fluoroskopi dari pemeriksaan
UGI double contrast pada left-posterior-obliquemenunjukkan polip adenomatosa 16 mm
soliter di antrum lambung. (A) Dengan teknik flow, polip dilihat sebagai filling defect di
barium pool (panah). (B) Dengan sedikit perubahan posisi dan relokasi kumpulan barium,
luas lesi yang menonjol ke dalam lumen lambung (panah)

2.2.1.2 Tumor Stroma Gastrointestinal

18
Definisi
Gastrointestinal stromal tumor (GIST), paling sering jinak, adalah lesi
submukosa asal sel mesenchymal mengekspresikan c-kit (CD117), sebuah
tyrosine kinase faktor pertumbuhan reseptor.
Radiologi
Pada radiografi konvensional, GISTS jinak mungkin jarang terlihat
mengandung gumpalan tidak teratur atau kalsifikasi berbintik-bintik. Pada
pemeriksaan UGI, GIST jinak muncul sebagai massa submukosa dengan batas
diskrit dan permukaan halus (Gambar2.4). Pada studi kontras ganda, GIST yang
dilihat dalam profil akan tampak terukir putih, dengan sudut kanan atau agak
tumpul dari batas lesi dengan dinding lambung yang berdekatan. Kebanyakan
GIST jinak berdiameter kurang dari 3 cm. Tumor yang lebih besar dari 2 cm dapat
mengalami ulserasi, terlihat pada pemeriksaan UGI sebagai kawah berisi barium
di dalam massa submukosa (Gambar2.5). Pada CT, GIST jinak biasanya berupa
massa homogen yang timbul di dinding lambung dengan nilai atenuasi yang mirip
dengan otot. Kalsifikasi ditemukan pada 3% kasus dan mungkin berbintik-bintik,
fokal, atau ekstensif di seluruh tumor. Mungkin sulit untuk menentukan asal
lambung untuk lesi yang lebih besar pada CT.
Manajemen
GIST kecil tanpa gejala dapat di manajemen secara konservatif dengan
pemeriksaan lanjutan tahunan atau endoskopi, karena sebagian besar lesi ini jinak.
Namun, jika GIST lebih besar dari 2 cm, mengalami ulserasi, reseksi bedah harus
dipertimbangkan.

Gambar 2.4. GIST jinak dengan ulserasi. Gambar spot fluoroskopi dari pemeriksaan UGI
double contrast menunjukkan massa lobus 3,5 cm di antrum lambung. (A) Pada posisi
supine-posterior-oblique, massa terlihat en face sebagai lesi polipoid berbatas tegas yang

19
terukir putih (panah). (B) Tampilan kompresi rawan menunjukkan ulserasi sentral dalam
massa jaringan lunak. Massa muncul sebagai defek pengisian pada barium (panah hitam),
dan daerah ulserasi terisi barium (panah putih).

Gambar 2.5. Gambar CT aksial setelah kontras oral dan intravena menunjukkan massa
jaringan lunak homogen yang kecil, terdefinisi dengan baik, mirip dengan kepadatan otot
(panah) yang timbul dari dinding anterior antrum lambung (A). Massa mengandung
kalsifikasi (panah putih). Perhatikan juga komponen di dalam dinding lambung (panah
hitam), dengan penebalan dinding fokal yang terkait.

2.2.1.3 Lipoma

Definisi
Lipoma lambung adalah tumor jinak langka yang terdiri dari jaringan
adiposa matang dengan kapsul fibrosa. Lipoma merupakan 2% sampai 5% dari
tumor lambung jinak. Perdarahan lebih sering terjadi pada lipoma yang
mengalami ulserasiringan atau parah.
Gejala Klinis
Gejalamungkin termasuk sakit perut, dispepsia, danobstruksi. Jarang,
lipoma lambung bertangkai dapat berkembangke dalam duodenum dan
menyebabkanobstruksi saluran lambung yang intermiten.
Radiologi
Pada radiografi abdomen, lipoma lambung yang besar dapattampak
sebagai bayangan radiolusen.Lipoma lambung paling sering muncul sebagai masa
halus submucosa yang mirip dengan GIST jinak atau lesi submukosa lainnya pada
pemeriksaan UGI (Gambar2.6). Secara profil, lipoma halus, dengan sudut tumpul
kanan atau agak relatif terhadap dinding yang berdekatan. Lipoma yang lebih
besar dapat tampak ulserasi sentral, dengan tampilan bull's eye. Pada CT, lipoma

20
tampak sebagai massa yang terdefinisi dengan baik, homogen, kepadatan rendah,
redaman lemak, biasanya menonjol ke dalam lumen lambung (Gambar2.7).
Manajemen
Lipoma kecil paling sering ditemukan secara kebetulan dan asimtomatik.
Lesi ini dapat dibiarkan atau diikuti tanpa intervensi. Lipoma simptomatik yang
lebih besar mungkin memerlukan reseksi.

Gambar 2.6. Lipoma fundus lambung pada pemeriksaan UGI dan MRI.Gambar
fluoroskopi double contrast lateral kanan menunjukkan massa halus yang jelas di fundus
lambung (panah). MR koronal T2-weighted penekanan lemak menunjukkan massa di
fundus lambung (panah). Massa mengikuti intensitas sinyal lemak mesenterika(B) dan
kehilangan sinyal (C) dengan penekanan lemak (menjadi gelap), konsisten dengan lipoma
jinak

Gambar 2.7.Small Lipoma pada CT. Gambar CT aksial setelah kontras oral dan intravena
menunjukkan massa kepadatan lemak yang jelas yang timbul dari dinding anterior badan
lambung bagian bawah / antrum lambung proksimal (panah).

2.2.2 Tumor Ganas Gaster11,12


2.2.2.1 Adenokarsinoma
Definisi
Adenokarsinoma lambung adalah neoplasma ganas yang paling umum di

21
perut, terhitung lebih dari 95% tumor lambung primer. Insiden puncak pada usia
50 hingga 70 tahun dan dua kali lebih sering terjadi pada pria daripada pada
wanita. Secara keseluruhan, adenokarsinoma lambung memiliki prognosis yang
buruk, dengan kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 20%.
Gejala Klinis
Pasien mungkin mengeluhkan nyeri epigastrik, kembung, rasa kenyang
dini, mual, muntah, disfagia, penurunan berat badan, dan/atau perdarahan
gastrointestinal. Banyak gejala adenokarsinoma lambung yang tumpang tindih
dengan kondisi jinak yang lebih umum, termasuk gastritis dan penyakit tukak
lambung, yang mengakibatkan keterlambatan diagnosis. World Organization
mengklasifikasikanadenokarsinoma lambung menjadi empat subtipe: sel papiler,
tubular, musinosa, dan signet-ring cell.

Gambar 2.8 Dagnosis Carcinoma Gaster21

Radiologi
Pemeriksaan UGI kontras ganda merupakan teknik radiologis terbaik
untuk deteksi dini kanker lambung karena kanker dini bersifat mukosa dan tidak
menyerang dinding lambung. Kanker lambung dini dapat muncul sebagai lesi

22
polipoid (lebih dari 5 mm), superfisial, atau meninggi (menonjol kurang dari 5
mm ke dalam lumen. (Gambar 2.8). Karsinoma skirrus secara tradisional
menyerang lambung bagian distal dengan perluasan proksimal bertahap. Namun,
20% sampai 40% dari lesi skirrhous yang terlihat pada studi UGI terletak di
fundus atau tubuh, tanpa antrum. Pada pemeriksaan UGI, karsinoma scirrhous
menunjukkan penurunan distensibilitas dan tampilan kaku, linitis plastica
("leather bottle") (Gambar 2.9). Multidetector CT (MDCT) menunjukkan lesi
lambung polipoid, ulserasi, atau infiltratif. Kanker lambung dapat muncul sebagai
penebalan dinding fokal dengan hilangnya pola perbaikan mural berlapis normal
pada CT (Gambar 2.11).

Gambar 2.9. Adenokarsinoma lambung polipoid dan ulseratif. (A) Gambar bintik UGI
single contrast posisi supine menunjukkan filling defect polipoid besar yang menonjol ke
dalam lumen di badan lambung (panah hitam). Massa mengalami ulserasi di tengah
(panah putih). (B) CT aksial dengan kontras menunjukkan penebalan dinding yang
berbentuk seperti massa dan berlobus yang menonjol ke dalam lumen lambung (panah
putih). metastasis hati (panah hitam).

Gambar 2.10. Karsinoma scirrhous lambung. Supine single-contrast UGImenunjukkan


perubahan mendadak dalam kaliber dengan penyempitan luminal yang jelas dan
penurunan distensibilitas pada badan lambung dan antrum (panah) dan dengan
nodularitas antral ringan. Ada dilatasi lambung bagian proksimal.

23
Gambar 2.11. Adenokarsinoma lambung dengan adenopati ligamen gastrohepatik pada
CT. (A) Gambar CT dengan kontras aksial yang ditingkatkan menunjukkan adenopati
medial yang diucapkan ke perut di ligamen gastrohepatik (panah). (B) Lebih caudally,
terdapat massa jaringan lunak yang besar dengan penebalan dinding jaringan lunak yang
heterogen di badan lambung dan antrum (panah).

Manajemen
Satu-satunya bentuk terapi yang berpotensi menyembuhkan untuk kanker
lambung adalah pembedahan, yang mungkin termasuk gastrektomi subtotal
dengan gastrojejunostomi (Billroth II), gastrektomi total, atau esofagogastrektomi
dengan esofagojejunostomi. Terapi radiasi dapat digunakan untuk lesi yang tidak
dapat dioperasi.

2.3 Tumor Hepar


Definisi
Karsinoma hati primer (KHP) atau hepatoma adalah salah satu tumor
ganas hati yang paling sering ditemukan.9 Tumor hepar ganas sering dipaparkan
sebagai ikterus dan hilangnya berat badan. Tumor ini paling sering merupakan
metastasis dari berbagai organ lain. 13

Klasifikasi14

1. Karsinoma hepatoseluler
Sel-sel karsinoma biasanya lebih kecil daripada sel-sel hati yang normal,
poligonal dengan sitoplasma granuler. Seringkali ditemukan sel raksasa
yang atipis. Sel tumor mungkin bernukleoli ganda dan terlihat adanya
mitosis. Bila sitoplasma yang eosinofil menjadi basofil berati tumor lebih
ganas. Inti mengalami hiperkromasi dan lebih bervariasi besarnya daripada

24
sel hati yang normal. Pusat tumor seringkali nekrosis. Sering disertai
dengan sirosis hati. Dalam struktur asiner sering ditemukan empedu.
2. Karsinoma kholangioseluler.
Berasal dari epitel saluran empedu intrahepatik. Sel-sel berbentuk kubois
atau silindris dan membentuk tubules atau alveoli yang dikelilingi oleh
jaringan ikat. Pada kholangioseluler, karsinoma di dalam sel tidak ada
sitoplasma granuler.
3. Karsinoma hepatokholangioseluler
Suatu bentuk gambaran antara hepatoseluler dan kholangioseluler, ini
jarang sekali ditemukan.

Gejala Klinis13
Secara umum, manifestasi klinis hepatoma terbagi atas :

 Hepatoma fase subklinis


Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.
 Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen kanan,
massa abdomen atas, perut kembung, anoreksia, letih, berat badan
menurun, demam, ikterus, asites, dan gejala lainnya seperti terdapatnya
kecenderungan pendarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi
dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul
metastasis ke paru, tulang, dan banyak organ lain.

25
Diagnosis

Gambar 3.0. Alur diagnosis Tumor Hepar12

Pemeriksaan Radiologi
USG, CT, dan MRI merupakan modalitas pencitraan yang akurat untuk
mendeteksi 3 jenis utama dari HCC : multinodular, infiltratif, atau massa soliter.
Dilakukan penilaian terhadap invasi tumor ke vena porta dan IVC. Angiografi
dapat bermanfaat.15

Foto thorax
Foto thorax merupakan pemeriksaan rutin untuk penderita yang diduga
menderita KHP(Karsinoma Hati Primer). Foto thorax berguna untuk melihat
peninggian diafragma kanan dan ada tidaknya gambaran metastase ke paru-paru.14

26
Gambar 3.1 : (A-D) elevasi diafragma kanan. (C dan D) Sinus costophrenicus menjadi
tumpul oleh efusi pleura minimal15
Foto polos abdomen
Foto polos umumnya tidak begitu berguna sebagai petunjuk utama dalam
kasus-kasus kecurigaan massa hepar.13
Angiografi hepatic
Adapun gambaran KHP secara angiografi hepatik, pada fase arteri tampak
hipervaskularisasi, neovaskularisasi, terdesaknya arteri oleh tumor, dan shunt
arterovenosus. Pada fase kapiler, tampak penimbunan media kontras yang disebut
tumor stain atau pooling, tanda threat and streaks. Tanda threat and streaks
diperoleh karena pembuluh darah arteri masuk ke dalam trombus vena porta,
menembus dan mengelilinginya, kemudian menggabungkan diri kedalam vena
porta di dekat hilus.14

Gambar 3.2: (A) “Threads and streaks” sign, diagnostik untuk invasi tumor intravaskuler
(panah = Celiac Artery).15

27
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode yang paling sering digunakan dalam diagnosis
hepatoma. Kegunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut : memastikan ada
tidaknya lesi penempatan ruang dalam hati. 1 Secara USG dapat ditentukan pula
klasifikasi KHP, yaitu bentuk noduler, masif atau soliter, difus, dan bentuk
campuran dengan densitas gema rendah heterogen. 14

Gambar 3.3: (A) Karsinoma hepatoseluler. USG menggambarakan lesi tidak


berkapsul yang sebagian hiperechoic, bagian dalam isoechoic dibandingkan
dengan gambaran parenkim sekitar. Kontur liver ireguler, batas hepar bulat.
Semua gambaran tersebut cocok dengan gambaran sirosis liver yang diasosiasikan
dengan tingginya resiko kejadian HCC. (B) Cholangiocellular Carcinoma (CCC).
Terdapat gambaran yang hipoechoic dibandingkan jaringan hepar sekitarnya.
Dilatasi duktus biliaris tidak tampak16

Gambar 3.4:(A) HCC pada pasien dengan sirosis. (B) HCC multifokal (panah) pada
pasien sirosis. (C) pasien dengan sindrom Budd-Chiari kronik, terdapat sebuah nodul
hepar dengan kecurigaan lesi pada dekat permukaan anterior. 17

28
Gambaran HCC pada USG bervariasi, mulai dari hipoechoic hingga hiperechoic,
atau campuran. Pada umumnya, sulit melokalisasi HCC yang kecil pada hepar
yang telah mengalami sirosis yang bertekstur kasar dan bernodul. Pada kasus-
kasus seperti ini, CT dan MRI sangat membantu. Lesi ini dapat soliter ataupun
multifokal. Warna dan spektrum Doppler dapat memperlihatkan aliran yang kuat,
yang dapat membantu membedakan HCC dari kasus-kasus metastase atau
hemangioma, dimana pada kelainan tersebut memperlihatkan aliran yang lemah
atau tidak adanya aliran.17

Gambar 3.5 : Karateristik warna Doppler menunjukkan adanya HCC pada hepar : lesi
kaya vaskularisasi yang dibandingkan dengan parenkim hepar disekitarnya. Hemangioma
: pola berbentuk titik. Metastasis multipel : pola melingkar. Focal Nodular Hyperplasia
(FNH) : pola ruji-ruji roda17
CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah, dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting.13

29
18
Gambar 3.6:HCC tipikal. Gambaran CT menunjukkan lesi homogen yang menyangat.

Gambar 3.7: HCC yang besar dengan pola mosaik. (A) helical CT Scan memperlihatkan
lesi heterogen dengan komponene hiper dan hipovaskuler (B) Pada CT tunda, kapsul
tumor tampak jelas. 18

Gambar 3.8:(A) HCC dengan perlemakan. Gambaran mikroskopisnya memperlihatkan


gambaran HCC berkapsul dengan perlemakan hati yang menonjol. (B) HCC dengan
invasi pada vaskularisasi hepar. Gambaran helical CT Scan vena portal memperlihatkan
massa HCC berkapsul yang besar pada lobus kiri hepar, yang menginvasi cabang-cabang
portal kiri hepar.18

Gambar 3.9 :Cholangiocellular Carcinoma (CCC). (A) Tumor (panah putih) memiliki

30
batas yang reguler dan berdensitas hipodens. Selain itu, juga terdapat biloma subkapsuler
(panah hitam). (B) Setelah pemasukan kontras, tumor menyangat pada bagian perifernya
16
dengan pola geografik, seperti yang biasa tampak pada kasus CCC.
Hati yang normal akan menghasilkan densitas yang homogen, dengan gambaran
vena porta, saluran empedu, dan vena hepatika. Dengan CT dapat ditentukan
kelainan lokal di hati. KHP akan memperlihatkan suatu massa dengan densitas
rendah bila dibandingkan dengan jaringan normalnya. Gambaran tersebut tetap
sama atau diperjelas setelah penyuntikan media kontras intravena (20-40 mL
urografin 76% atau 220 mL 30% meglumin iothalamate). 14
MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tanpa pemberian zat
kontras berisi iodium juga dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh
darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur
internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas
aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma
kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%. 13

Gambar 3.10 :(D) pada fat-suppressed-T2-weighted MRI, bagian sentral dari tumor
(kepala panah) menunjukkan intensitas rendah dibandingkan parenkim hepar sekitarnya.
(E) pada T1-weighed-opposed-phase MRI, tumor juga tampak dengan intensitas rendah. 18

Gambar 3.11:(B) pada fat-suppressed T2-weighted image, tampak masa heterogen


dengan intensitas tinggi pada area sekitar hepar. (C) T1-weighted-in-phase MRI

31
memperlihatkan lesi berlobus (panah) dengan intensitas rendah pada lobus kanan hepar.
(D) TI-weighted opposed-phase MRI memperlihatkan adanya tanda signal drop dalam
massa (panah), yang menunjukkan adanya komposisi lemak yang tinggi pada massa.
Parenkim hepar juga memperlihatkan signal drop, yang mengindikasikan steatosis
18
difus.
Manajemen
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan
multinodularitas, resektabilitas HCC sangat rendah. Disamping itu, kanker ini juga sering
kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan
berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat perburukan
hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skor Child-Pugh menunjukkan estimasi yang
akurat mengenai kesintasan pasien.19 Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi
terhadap tumor

Gambar 3.12. Tatalaksana berdasarkan stadium tumor 20

2.4 Tumor Pankreas


Tumor dapat berasal dari jaringan eksokrin dan jaringan endokrin pankreas,
serta jaringan penyangganya. Terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas, 90%
tumor pankreas adalah tumor ganas dari jaringan eksokrin pankreas ( sel duktus
dan sel asiner), yaitu adenokarsinoma ductus pancreas. 1Merupakan penyebab
kematian ke 4 akibat kanker, tempat predileksi sering pada bagian caput
pankreas.23

32
Insidens meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit bayak dijumpai
pada usia lanjut, dimana 80%, berusia 60-80 tahun, pria > wanita, perbandingan
1,2 -1,5:1.22
Anatomi pankreas

Gambar Anatomi Pankreas24


Etiologi :
Penyebab sebenarnya masih belum bisa diketahui dengan jelas. Penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa
faktor eksogen (lingkungan) seperti merokok, diet tinggi lemak, alcohol, kopi, dan
zat karsinogen industri. Faktor endogen pasien seperti usia, penyakit pankereas
(pankreatitis kronis dan diabetes mellitus) mutasi genetik. Insiden kanker
meningkat pada usia lanjut.22
Pembagian tumor primer (Klasifikasi WHO)
a. Jinak : Serous cystadenoma ,mucin cytadenoma, intraductal papillary
mucinous adenoma, mature cystic teratoma,

33
b. Borderline : mucinous cystic tumor with moderate dysplasia, intraductal
papillary mucinous tumor with moderate dysplasia, solid pseudopapillary
tumor
c. Ganas: Ductal adenocarcinoma, serous/ mucinous cystadenocarcinoma,
intraductal mucinous papillary tumor

Gejala dan tanda


Pada onset awal penyakit biasanya tidak menimbulkan gejala yang
spesifik, sehingga sulit ditegakkan. Gejala kanker pankreas pada tahap lanjut
tergantung bagian kelenjar pankreas yang terjangkit karena pankreas memiliki dua
jenis jaringan kelenjar.

Pertama adalah kelenjar yang memproduksi enzim pencernaan atau


disebut dengan kelenjar eksokrin. Kedua adalah kelenjar yang memproduksi
hormon, atau disebut juga dengan kelenjar endokrin.

Kelenjar eksokrin merupakan kelenjar yang paling sering terjangkit kanker


pankreas dengan gejala yang umumnya terjadi seperti penyakit kuning tanpa nyeri
kolik bilier, penurunan berat badan yang signifikan, anorexia, malaise, kelelahan,
dan nyeri epigastrium atau nyeri pungggung pada malam hari yang hilang dengan
posisi duduk membungkuk. Gejala lainnya yang diderita pasien lainnya adalah
diabetes (onset dalam tahun sebelumnya), demam menggigil, gatal, darah mudah
menggumpal, gangguan pencernaan, perubahan pola BAB, teraba kandung
empedu yang membesar (Courvoisier Sign)23

Patofisiologi pada penyakit inikhasnya, kanker pankreas pertama kali


termetastasis ke nodus limfe regional, lalu ke hepar, dan jarang ke paru. Kanker
pankreas ini bisa meninvasi langsung organ sekitarnya seperti duodenum, gaster,
dan colon, dan bisa bermetastasis ke permukaan rongga abdomen melalui
persebaran peritoneum.23
Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan darah lengkap (anemia jarang kecuali untuk tumor ampula
2. Test hepatobilier, Terjadi kenaikan bilirubin (konjugasi dan total)) ALP,
GammaGT,
3. Serum Glukosa : diabetes, Glukosa toleransi terganggu

34
4. Tumor marker Ca19-9 :Sensitivitas 80%, spesifitas 83%, bila level normal
tdak mengekslusi diagnosa

Pemeriksaan Radiologi :
1. Radiografi
2. USG
3. CT Scan
4. Transcutaneous ultrasonography (TUS)
5. Endoscopic ultrasonography (EUS)
6. MRI
7. Endoscopy retrograde cholangiopanccreotography ERCP

Radiografi
Mendeteksi kelainan lengkung duodenum akibat kanker pancreas. Pada
radiografi ditemukan pelebaran lengkung duodenum, filling defect pada bagian
kedua duodenum ( infiltrasi kanker pada dinding duodenum), bentuk ‘angka 3
terbalik’ karena pendorongan kanker pancreas yang besar pada duodenum diatas
dan dibawah ampula vater.

Gambar 2. Gambaran berupa kesan halus terlokalisir akibat kauda pancreas yang
bengkak karena sumbatan ductus pancreas akibat karsinoma caput pancreas.

35
Gambar 2. Gambaran filling defect pada bagian kedua duodenum dengan
gambaran ‘spiky’ yang menunjukkan adanya kanker pancreas

USG
USG dapat melihat level obstruksi pada beberapa kasus. Pada pasien
kanker pancreas pada bagian caput, ditemukan dilatasi pada ductus biliaris dan
ductus pancreaticus (double duct sign) terlihat.Bisa dipikirkan ada massa pada
caput pancreas, walaupun tidak tampak massa yang terlihat. Pada tumor,tampak
gambaran massa hypoechoic.

36
Gambar 2. gambaran USG pada pankreas normal

Gambar 2. Terdapat massa hipoechoic homogen atau inhomogen pada


pankreas.

37
CT
Jika penyebab obstruksi duktus biliaris bagian distal tidak bisa tampak
melalui pemeriksaan USG, berarti merupakan kecurigaan yang kuat pada tumor
pancreas atau tumor periampular, Pencitraan selanjutnya adalah CT. ERCP atau
MRCP adalah pemeriksaan selanjutnya ketika ada kecurigaan adanya batu pada
ductus biliaris. Meskipun tumor pancreas terdeteksi dengan USG, dan tidak ada
tanda pasti tidak dapat direseksi, langkah selanjutnya adalah CT. CT harus
dilakukan sebelum ERCP dan penyisipan endoprostesis, karna pankreatitis pasca
ERCP dapat menghambat keakuratan CT.Karna kanker pankresadalah tumor
hipovaskular, dapat muncul sebagai massa hipodens pada CECT. Pada massa
biasanya tidak jelas, pada 10-15% tumor adalah isodens dan itu mungkin
menyebabkan sulit untuk dideteksi. Jika tumor < 2cm, sulit dideteksi pada CECT.
Gambaran pada CT lebih rinci dibandingkan USG terutama pada corpus
dan cauda pankreas.Gambaran CT Scan paca karsinoma pankreas berupa massa
yang hipodens, poorly enhanced fokal area dibanding jaringan pancreas normal
pada pemberian kontras CT, ill-defined, terdapat indirect sign berupa double duct
sign, atropi kauda pancreas dan caput yang membesar

Gambaran pancreas normal

38
Gambaran massa ill-defined di badan pancreas dengan atropi distal pancreas
(panah kuning)

Gambaran massa hipoattenuasi pada massa dan ill-defined (panah kuning) dan
terdapat pelebaran ductus pancreas (panah hijau)

MRI
CT dan MRI mempunyai sensitivitas yang tinggi dibandingkan USG untuk
mendeteksi kanker yang kecil. ( sekuens MRI harus meliputi sekurang kurangnya
T2W- images en dynamic T1W- images setelah gadolinium IV, MRCP sensitive
juga untuk mendetekasi massa periampular, tetapi tidak memberikan informasi
staging tambahan.Banyak digunakan untuk mengevaluasi kanker pankreas. Tampak
gambaran anatomi pohon sal empedu dan ductus pankreas lebih baik dibandingkn

39
ERCP. MRI dengan kontras angiography / venography dapat menunjukkan
adanya kelainan pembuluh darah pada kanker pankreas.

Gambar 2. Gambaran MRI TIW tampak area hipodens di caput pancreas (A),
pada T2W tampak massa hipointens (B) dan pada fatsuppressed T1W tampak
massa hiperintens yang lebih jelas (C)

EUS (Endoscopic Ultra Sonography)


Metode ini mempunyai sensitivitas dan spesifitas tinggi dalam evaluasi
terutama pada tumor dengan <3cm. Disamping itu, mempunyai akurasi tinggi
dalam deteksi invasi lokal dan metastasis pada limfonodus dan hati. Penelitan
mengatakan EUS mirip dengan CT dalam mendiagnosa dan staging kanker
pancreas.

Gambar EUS pada kanker pankreas


ERCP
Banyak pasien pada tumor caput pankreas yang sudah dideteksi USG
tetapi masih melakukan pemeriksaan ERCP. Pemeriksaan ini dilakukan agar

40
menyingkirkan adanya kelainan gastroduodenum dan ampula vateri, pencitraan saluran
empedu dan pancreas, dapat dilakukan biopsy dan sikatan untuk pemeriksaan
histopatologi dan sitologi.Meskipun ERCP mempunyai sensitivitas yang tinggi
untuk mendeteksi tumor caput pancreas, tapi pada sekarang ini, tidak lagi
diperlukan karna bisa didiagnosa tanpa test yang invasif seperti MRI.

Gambar Tampak dilatasi traktus biliaris dan tumor pada kaput pankreas

2.5 Tumor Empedu


Tumor empedu sering ditemukan karena semakin canggih teknik
pencitraan serta studi lanjutannya. Rata rata 5% pasien diperiksa menggunakan
USG pada nyeri perut mempunyai polip empedu. Kanker pada empedu jarang
terjadi, meskipun sebagai penyebab ke 5 terbanyak keganasan pada
gastrointenstinal.Tumor jinak (polip empedu) sering terjadi pada pasien, tapi jenis
adenomatous polip yang menyebabkan potensi keganasan. Ukuran polip empedu
juga sebagai prediksi kuat perubahannya menjadi keganasan.25

Anatomi Empedu
Kantong Empedu adalah struktur berbentuk sakular yang terletak pada
permukaan inferior hepar, pada kuadran kanan atas. Terdiri dari 4 bagian yang
berbeda, fundus, corpus infundibulum, dan collum. Kantung empedu rata rata
mempunyai panjang 7-10 cm dan dengan lebar 2,5-3,5 cm. Normalnya, berisi

41
sekitar 30-50 ml cairan, tetapi dapat terdistensi dan menampung sampai 300 ml
cairan.

Gambar 2. Anatomi Empedu


Faktor Resiko
1. Jenis kelamin, lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, yakni
1:3 insiden terjadi pada pada umur 60-70 tahun.
2. Mempunyai batu empedu >3cm
3. Umur yang meningkat seiring waktu dapat meningkatkan resiko kanker
kandung empedu
4. Anomali pancreatobiliary junction

Gejala danTanda
1. Awal gejala mirip dengan cholelithiasis atau dyskinesia bilier,
2. Fase selanjutnya: beratbadan menurun, anorexia Asites, teraba massa di
kuadran kanan atas.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Tes Hepatobilier : kenaikan enzim fungsi hati, kenaikan bilirubin (alkaline
phosphatase), manandakan terjadi obstruksi.
2. Tumor marker (CA19-9) sensitivitas 79,4% dan spesifikasi 79,5% untuk
kanker empedu.

42
3. Tumor marker (CEA) dengan sensitivitas 50%, dan spesifitas 93%.

Pemeriksaan Radiologi
1. Radiografi
Tampak gambaran kalsifikasi curvilinear seperti ‘porcelain gallbladder’
karna tampak seperti kebiruan yang mirip seperti porselen dengan
konsistensi yang rapuh.

Gambar 2. Gambaran Rontgen Empedu5

2. USG
Pada lesi polypoid minimal berukuran 5 mm untuk terdeteksi oleh USG,
polip kolesterol tampak seperti lesi pedunculated menempel ke dinding
empedu.
Temuan gambaran USG kemungkinan adanya keganasan:
a. Penebalan dinding empedu
b. Polyp vascular
c. massa yang menembus dinding empedu,

43
d. massa yang multipel dan terfiksasi pada empedu
e. Porcelain gallbladder
f. Massa extracholecystis

Gambar 2. Gambaran USG tampak penebalan heterogen pada dinding


empedu.

3. CT Scan
Pada CT Scan dan MRI sangat diperlukan untuk mengevaluasi sejauh apa
metastasis kanker dan apakah tindakan pembedahan masih bisa dilakukan.
Tampak gambaran penebalan asimetris pada dinding empedu atau massa
pada empedu, tanpa metastasis ke hepar. CT Scan bisa menjelaskan
tampilan metastasis jauh dan memberi informasi yang reliabel tentang
keterlibatan organ lain dan struktur vaskularnya.

44
4. PET Scan
Pemeriksaan yang mempunyai sensitivitas 75% dan spesisitas 88% pada
kanker empedu, tetapi pemeriksaan ini tidak dilakukan secara rutin pada stage
18
preoperative dan pengawasan dari penyakit ini, kuantitatif parameter dari F-
fluorodeoxyglucose (FDG) PET/CT termasuk metabolic tumor volume
(MTV), yang ditemukan sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi pasien
yang mempunyai prognosis yang buruk.

45
Gambar 2. Gambaran kanker empedu dengan 18F-fluorodeoxyglucose
(FDG) PET/CT(b) terdapat peningkatan uptake pada semua dinding,
collum empedu dan sebagian tempat pada duodenum. Terjadi kanker
empedu dengan metastasis ke duodenum27

2.6 Tumor Duktus Bilier


Tumor yang berada pada duktus biliaris, saat ini sangat jarang ditemukan,
tetapimenjadi sebuah problem yang serius. Terdiri dari tumor jinak seperti
adenoma, sedangkan pada keganasan seperti adenocarcinoma. 28
Anatomi duktus biliaris
Duktus biliaris mempunyai panjang sekita 7,5cm yang terdiri dari tiga
bagian, sepertiga atas berada pada tepi omentum minus anterior menujo vena
portal lalu ke arteri hepatica. Sepertiga tengah berada pada bagian atas duodenum
lalu miring dari bawah lalu kekanan lalu ke vena cava. Sepertiga bawah miring
kebawah lalu ke kanan dibelakang caput pancreas. Ketika membuka, bertemu
dengan duktus pankreatikus di ampula vater.

46
Gambar Anatomi Duktus Biliaris

Patofisiologi
Tumor duktus biliaris menyebabkan obstruksi lalu terjadinya statis dan
konsenkuensi perubahan hasil pemeriksaan fungsi hepar, obstruksi yang lama
meneybakan dinsfungsi hepatoseluler. Malnutrisi yang progresif, koagulopati,
pruritus, disfungsi renal, dan cholangitis. Selain itu, inflamasi, induksi bakteri dan
parasit yang memutasi DNA bisa memicu adanya pertmbuhnya kanker.

Etiologi
Riwayat keluarga terhadap kongenital fibrosis dan cyst, congenital hepatic
fibrosis, dilatasi cystic, choledochal cyst, polikistik hepar, parasit, adanya batu
empedu dan hepatolithiasis, racun (arsenic, dioxin, nitrosamine, polychlorinated
biphenyls), obat obata ( kontrasepsi oral, metildopa, dan isoniazid.
Insidensi pada tumor duktus biliaris ini adalah pasien dengan usia lanjut
(60-65) tahun. Banyak ditemukan di jepang dan Israel.

Gejala dan tanda


Riwayat kuning dan pruritus ( yang membedakan tumor duktus bilierdan
sirosis bilier). Nyeri epigastrium, penurunan berat badan yang signifikan. Teraba
pembesarah unilobar hepar

47
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan fungsi hepar, : pada obstruksi komplit, terjadi kenaikan
serum bilirubin. , kenaikan ALP, GGT ( trauma duktus bilier)
2. Pasien anemia, hitung jenis leukosit tinggi dengan PMN,
3. Tumor marker CEA dan AFP normal.
4. Pemeriksaan feces pucat dan berlemak sesekali berdarah

Pemeriksaan Radiologi
1. USG
Pemeriksaan USG pada hepar dilakukan sebagai pemeriksaan inisial pada
obstruksi jaundice. Pada pasien tampak dilatasi duktus intrahepatik duktus
bilier.

Gambar 2. Gambaran dilatasi duktus intrahepatik duktus bilier 29


2. CT Scan
Pemeriksaan CT scan pada abdomen ditemukan dilatasi intrahepatic dan
athrophy lobaris, tetapi massa tumor sulit terlihat. CT Scan bermanfaat untuk
mendiagnosa level obstruksi pada hamper semua pasien.

3. ERCP
Pemeriksaan ERCP memliki nilai yang tinggi untuk pemeriksaan diagnose
tumor di bagian distal memunkinkan penempatannya. Pada pemeriksaan ini
,tampak gambaran duktus biliaris distal yang menyempit dengan dilatasi
proksimal ‘biliary tree’.28

48
Gambar 2. Tampak gambaran duktus biliaris distal yang menyempit dengan
dilatasi proksimal ‘biliary tree’

2.7 Tumor Kolon

2.7.1 Anatomi Kolon

Gambar 1. Anatomi Kolon30

Caecum adalah kantong buntu yang terletak pada fossa iliaca dextra dan
seluruhnya diliputi oleh peritoneum. Arteria caecalis anterior dan posterior dari
arteria ileocolica yang merupakan sebuah cabang dari arteria mesenterica
superior. Pembuluh vena bermuara ke vena mesenterica superior. Pembuluh-
pembuluh limfe bermuara ke nodi mesenterici dan nodi mesenterici superiores.
Saraf simpatik dan nervus vagus, melalui plexus mesentericus superior menyarafi

49
caecum.30
Colon ascendens panjangnya sekitar 5 inci (13 cm) dan terbentang ke atas
dari caecum sampai permukaan inferior lobus hepatis dexter. Di sini, colon
ascendens membelok ke kiri (membentuk flexura coli dextra) dan melanjutkan
diri sebagai colon transversum. Peritoneum meliputi pinggir depan dan samping
colon ascendens dan menghubungkannya ke dinding posterior abdomen.31 Colon
ascendens didarahi oleh arteria ileocolica dan arteria colica dextra yang
merupakan cabang-cabang dari arteria mesenterica superior. Pembuluh vena
bermuara ke vena mesenterica superior.30
Colon transversum panjangnya sekitar 15 inci (38 cm) clan berjalan
menyilang abdomen, menempati regio umbilicalis dan hypogastricus. Colon
transversum mulai dari flexura colica dextra di bawah lobus hepatis dexter dan
tergantung ke bawah oleh mesocolon transversum dari pankreas. Kemudian colon
transversum berjalan ke atas sampai flexura coli sinistra di bawah lien. Flexura
coli sinistra lebih tinggi dari flexura coli dextra dan dijaga dalam posisinya oleh
ligamentum phrenicocolicum.31
Colon descendens panjangnya sekitar 10 inci (25 cm) dan berjalan ke
bawah dari flexura coli sinistra sampai pintu masuk pelvis, di sini colon
melanjutkan diri sebagai colon sigmoideum. Peritoneum meliputi permukaan
depan dan sisi-sisinya dan menghubungkannya dengan dinding posterior
abdomen. Colon descendens berhubungan ke posterior dengan ren sinister,
musculus quadratus lumborum, dan musculus iliacus.30,31
Colon sigmoideum panjangnya 10-15 inci (25-38 cm) dan mulai sebagai
lanjutan dari colon descendens yang terletak di depan pintu atas panggul. Di
bawah, colon sigmoideum berlanjut sebagai rectum, yang terletak di depan
vertebra sakralis ketiga. Colon sigmoideum tergantung ke bawah masuk ke dalam
cavitas pelvis dalam bentuk lengkung dan dihubungkan dengan dinding posterior
pelvis oleh mesocolon sigmoideum yang berbentuk seperti kipas. 30,31

50
Gambar 2. Radioanatomi Kolon32

2.7.2 Definisi Tumor Kolon


Tumor adalah pertumbuhan baru yang tidak normal akibat proliferasi sel
yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan. Tumor terbagi atas jinak
atau ganas. Tumor jinak pada kolon atau bisa disebut polip adalah petumbuhan
jaringan yang menonjol ke dalam lumen traktus gastrointestinal. Karsinoma kolon
atau tumor ganas kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh
pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya.31

2.7.3 Epidemiologi Tumor Kolon


Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah
kanker ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian kedua
terbanyak pada pria dan wanita di Amerika Serikat.2 Telah diprediksi bahwa pada
tahun 2016 ada 95.270 kasus baru kanker kolon dan 39.220 kasus baru kanker
rectum. Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun
terakhir. Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada
penanganan kanker kolorektal.33

51
2.7.4 Tumor Jinak
Polip adalah lesi yang muncul dari permukaan mukosa dan menonjol ke
dalam lumen. Biasanya polip didefinisikan secara patologi sebagai pertumbuhan
jaringan epitel berlebihan yang bisa biperplastik atau neoplastik serta jinak atau
ganas. Polip tampak pada enema barium sebagai bayangan negatif di dalam lumen
dan dapat terlihat selama proktosigmoidoskopi atau kolonoskopi. Polip bisa
tunggal atau majemuk, bertangkai atau sesil (datar, tanpa tangkai).34
Biasanya kebanyakan polip asimtomatik. Bila gejala timbul, perdarahan
paling sering terjadi, dan, bila sangat besar, maka polip dapat menyebabkan nyeri
abdomen akibat obstruksi usus sebagian. Adenoma vilosa kadang-kadang
menginduksi diare seperti air, yang menyebabkan deplesi kalium yang parah atau
sekresi mukus berlebihan dan kehilangan protein dalam jumlah yang cukup untuk
menimbulkan hipoalbuminemia, penyebab yang jarang dari enteropati.34

Tabel 1. Polip-polip pada Usus Besar (Kolon)34


Jenis Frekuensi Tempat Keganasan Terapi
Adenomatosa Paling sering, 10% dari Rektosigmoid Kemungkinan Endoskopi dan
semua dewasa dan (70%) potensial eksisi biposi
meningkat sesuai menjadi ganas
dengan usia
Vilosa Relatif sering pada usia Rektosigmoid Sekitar 25% Biopsi total,
tua (80%) ganas operasi radikal
jika ganas
Juvenilis Umum pada dekade Rektum Tidak pernah Eksisi hanya
pertama kehidupan, pada peradangan
jarang pada dewasa
Familial Sangat jarang Tersebar 100% Kolektomi total
Herediter atau hampir total
Peutz- Sangat Jarang Kecil Sangat jarang Eksisi untuk
Jeghers perdarahan atau
obstruksi

2.7.5. Gambaran Radiologi Tumor Jinak Kolon

a. Barium Enema
Barium enema merupakan pemeriksaan yang dianjurkan sebagai
sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pemeriksaan barium enema telah terbukti
aman dan akurat untuk mendeteksi tumor kolorektal. Pada barium enema akan
tampak filling defect biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple

52
core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran mukosa rusak. Munculan awal
karsinoma biasanya sebagai lesi polipoid. Polip tampak sebagai Filling Defect
pada pengisian barium di lumen colorectal atau kepadatan jaringan lunak yang
dilapisi dengan barium dalam lumen yang berisi udara. Lesi polypoid yang lebih
besar umumnya menunjukkan permukaan mukosa yang tidak teratur dan / atau
ulserasi.35
Dikarenakan kepadatan barium, polip hiperplastik biasanya tidak bisa
divisualisasikan pada pemeriksaan barium enema kontras tunggal (Single Contras
Barium Enema). Pada barium enema kontras ganda (Double Contrast Barium
Enema), polip hiperplastik bisa bermanifestasi sebagai cacat pengisian radiolusen,
cacat kontur, atau cincin bayangan karena itu hanyalah penonjolan mukosa ke
dalam lumen usus.35

Gambar 3. Polip Kolon meperlihatkan cacat pengisian pada Single Contras


Barium Enema.34

Gambar 4. Polip bertangkai pada kontras ganda35

Polip sesil pada Gambar 4 tampak halus atau tonjolan kecil berlobus yang
membentuk sudut lancip dinding kolon yang berdekatan pada pemeriksaan double

53
contras barium enema.35

Gambar 5. Polip sesil pada barium enema kontras ganda. Gambaran radiografi
kolon desenden distal menunjukkan polip sessile halus berbasis luas (panah).
Penonjolan folikel limfoid di mukosa yang berdekatan, terlihat sebagai gambaran
kecil yang hilang.35

b. CT-Colonography
CT kolonografi adalah teknik yang dimungkinkan oleh pemindai CT dan
MRI yang lebih baru dan lebih cepat serta algoritme komputer kompleks yang
memungkinkan rekonstruksi tiga dimensi tampilan bagian dalam lumen usus,
termasuk tampilan waktu terbang (gerakan) tanpa penggunaan endoskopi. CT
kolonografi juga memungkinkan visualisasi struktur perut lain di luar usus
besar.37

Gambar 6. Polip di kolon desendens (panah hitam) terlihat sebagai massa yang
berbeda dan lipatan haustral normal (panah putih) adalah struktur seperti
punggung bukit yang terdapat di seluruh usus besar. 36

54
Gambar 7. Polip Adematosa, Endoluminal (A), dua dimensi (B), Translusensi
(C), Optical colonoscopy (D), terlihat polip berukuran 8 mm di proksimal kolon
ascenden.35

Seperti pada studi barium, polip adenomatosa muncul sebagai cacat


pengisian pada permukaan mukosa usus besar (Gambar 7). Ada tiga kriteria yang
menggunakan pencitraan dua dan tiga dimensi yang membantu membedakan feses
dengan polip. Pertama, adanya gas internal atau area dengan atenuasi tinggi
menunjukkan adanya feses, karena polip kolorektal homogen dalam atenuasi.
Penting evaluasilesi dengan beberapa pengaturan jendela / level CT kolonografi
untuk memudahkan identifikasi gas, bahan dengan kepadatan tinggi, dan jaringan
adiposa. Kriteria kedua adalah morfologi, seperti halnya polip dan kanker kecil
mempunyai batas yang halus bulat atau berlobus. "Lesi" dengan batas bersudut
geometris atau tidak beraturan hampir selalu merupakan kotoran sisa atau feses.
Mobilitas lesi adalah kriteria ketiga dalam membedakan feses dari polip. Feses
cenderung berpindah ke permukaan mukosa kolon saat pasien diubah dari posisi
terlentang ke posisi tengkurap.35

c. Magnetic Resonance Colonography


Pada MR kolonografi, polip tampak sebagai massa jaringan lunak yang
meningkat setelah pemberian gadolinum intravena (Gambar 8).35

55
Gambar 8. Polip adenomatosa, Endoluminal (A), dua dimensi (B), 1,2 cm polip
di kolon sigmoid.35

2.7.6 Eksisi dan Polipektomi Kolonoskopi


Polip berpedunkulasi ukuran apapun dan polip sesil kurang dari 2 cm
biasanya dapat dibuang menggunakan jerat kauter dengan kolonoskopi. Walaupun
polip sesil yang lebih besar dapat dieksisi secan segmental melalui kolonoskop,
namun pendekatan ini mungkin tidak ideal karena banyak yang telah bersifat
kanker dan resiko komplikasi selama pembuangan meningkat secara bermakna.
Karena juga ada resiko yang terlibat dalam laparotomi dan eksisi, maka tiap
pasien harus dipertimbangkan secara tersendiri.34
Setelah polipektomi endoskopi, pasien harus di periksa secara periodik.
Biasanya kolonoskopi ulang dilakukan 1 tahun kemudian dan kemudian sekitar
setiap 3 tahun setelah itu untuk mencari lesi baru atau tambahan. Jika pasien
menderita adenoma majemuk, maka kolonoskopi dilakukan setiap tahun untuk
beberapa tahun. Jika laparotomi diperlukan untuk eksisi, setelah memaparkan
kolon, polip dipalpasi dan dinding kolon diinsisi pada tempat polip. Kemudian
polip dibuang dan kolotomi ditutup. Kolektomi segmental jarang diperlukan dan
bahkan jika ditemukan perubahan ganas di ujung polip, jika polip tidak menembus
lamina muskularis mukosa, maka tak perlu dilakukan tindakan lebih lanjut. Jika
kanker telah menenbus lamina tnuskularis mukosa dan invasi pembuluh lirnfe
telah terlihat, jika kanker berdiferensiasi buruk atau jika telah meluas ke bawah ke
tepi eksisi pada kolonoskopi, maka laparotomi tindak lanjut dengan rcseksi

56
segmental seperti yang rutin digunakan untuuk adenokarsinoma kolon adalah
tepat.34

2.7.7 Tumor Ganas


a. Etiologi dan Faktor resiko
Faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah
riwayat kanker kolorektal (KKR) atau polip adenoma individual dan keluarga, dan
riwayat individual penyakit kronis inflamatori pada usus. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas, konsumsi tinggi daging merah, merokok
dan konsumsi alkohol moderat-sering.33
Sekitar 20% kasus KKR memiliki riwayat familial. Anggota keluarga
tingkat pertama (first-degree) pasien yang baru didiagnosis adenoma kolorektali
atau kanker kolorektal invasifii memiliki peningkatan risiko kanker kolorektal.
Fisik yang tidak aktif atau “physical inactivity” merupakan sebuah faktor yang
paling sering dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dengan KKR. Aktivitas
fisik yang reguler mempunyai efek protektif dan dapat menurunkan risiko KKR
sampai 50%.33
Beberapa studi, risiko tinggi KKR ditemukan pada individual yang
mengkonsumsi daging merah yang dimasak pada temperatur tinggi dengan waktu
masak yang lama. Selain itu individual dengan konsumsi rendah buah dan sayur
juga mempunyai faktor risiko KKR yang lebih tinggi. Banyak studi telah
membuktikan bahwa merokok dapat menyebabkan KKR.33

b. Klasifikasi
Klasifikasi pentahapan kanker digunakan untuk menentukan luas atau
ekstensi kanker dan nilai prognostik pasien. Sistem yang paling banyak digunakan
adalah sistem TNM. Sistem ini dibuat oleh American Joint Committee on Cancer
(AJCC) dan International Union for Cancer Control (UICC). TNM
mengklasifikasi ekstensi tumor primer (T), kelenjar getah bening regional (N) dan
metastasis jauh (M), sehingga staging akan dinilai berdasarkan T, N dan M. 33

57
Tabel 2. Tumor Primer (T) 33
TX Primary tumor canoot be assessed
T0 No evidence of primary tumor
Tis Carcinoma insitu; intraephitelial pr invasion of lamina propria
T1 Tumor invades submucosa
T2 Tumor invades muscularis propria
T3 Tumor invades through the muscularis propria into pericolorectal
tissues
T4a Tumor penetrates to the surface of visceral peritoneum
T4b Tumor directly invades or is adherent to other organs or structure

Tabel 3. Kelenjar Getah Bening (N) 33


NX Regional lymph nodes cannot ne assesed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Metastasis in 1-3 regional lymph nodes
N1a Metastasis in 1 regional lymph nodes
N1b Metastasis in 2-3 regional lymph nodes
N1c Tumor deposit in the subserosa, mesentery or nonperitonealized
pericolic
N2 Metastasis in ≥4 regional lymph nodes
N2a Metastasis in 4-6 regional lymph nodes
N2b Metastasis in ≥7 regional lymph nodes

Tabel 4. Metastasis (M)33


M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis
M1a Metastasis confined to 1 organ site
M1b Metastasis in >1 organ/site or the peritoneum

Tabel 5. Stadium kanker kolorektal33


Stage T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
T2 N0 M0
IIa T3 N0 M0
IIb T4a N0 M0
IIc T4b N0 M0
IIIa T1-T2 N1/N1c M0
T1 N2a M0
IIIb T3-T4a N1/N1c M0
T2-T3 N2a M0
T1-T2 N2b M0
IIIc T4a N2a M0
T3-T4a N2b M0
T4b N1-N2 M0
Iva Any T Any N M1a
IVb Any T Any N M1b

58
c. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang menyertai karsinoma kolorektum berhubungan
dengan ukuran dan lokasi tumor. Tumor bermassa besar eksofitik lebih lazim
timbul dalam kolon kanan dengan diameternya yang besar dan berisi cairan serta
menyebabkan gejala perdarahan, nyeri abdomen dan penurunan berat badan
daripada obstruksi. Nyeri benifat samar dan tumpul serta bisa dikelirukan dengan
penyakit vesika biliaris atau ulkus peptikum. Anemia bisa ada. Dalam kolon kiri,
dengan diameternya lebih kecil dan isi setengah padat atau padat, maka lebih
sering tumor benifat infiltrasi atau anular serta menyebabkan gejala obstruksi,
perubahan buang air besar atau perdarahan. Nyeri gas, penurunan kaliber tinja dan
peningkatan penggunaan laksan menrpakan keluhan yang lazim.34

d. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah samar pada Feces
Tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal berdarah secara
intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesisik untuk peroksidase yang terkandung
dalam haemoglobin.34
b. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan untuk pasien
carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA) yang paling umum
digunakan. CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma
colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk
keganasan. CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien dengan
carcinoma selain carcinoma colorectal. 34
c. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi
Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dapat memperlihatkan
gambaran colon dan rectum dengan baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat
digunakan untuk diagnostik dan terapetik,merupakan metode yang paling akurat
untuk menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat
untuk melakukan biopsi.34
d. Rontgen dan Barium Enema (Colon in Loop)
Rontgen x-ray dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto polos

59
abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola gas usus yang
menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna untuk mengevaluasi gejala
obstruktif. Colon in loop dengan double contrast sensitif untuk mendeteksi massa
yang berdiameter lebih besar dari 1 cm.34

Gambar 9. Karsinoma usus besar pada pemeriksaan SCBE. Gambaran


radiografi dari fleksur lien menunjukkan lesi konstriksi annular sepanjang 5 cm
(panah) dengan tepi tajam dengan kolon yang berdekatan. Beberapa divertikula
kolon juga terlihat.33

60
Gambar 10. Karsinoma usus besar pada pemeriksaan DCBE. Tumor ulserasi
polipoid besar (panah) terdapat di fleksura lienalis usus besar.34

f. CT- Colonografi (Virtual colonoscopy)

Gambar 11. Karsinoma usus besar pada CT kolonografi. (A) Gambar tampilan
permukaan berbayang menunjukkan tumor konstriksi berbentuk cincin (panah)
pada sambungan rektosigmoid. (B) Kanker polipoid kolon transversal (panah)
terlihat pada gambar koronal.35

61
Gambar 12. Karsinoma usus besar di MDCT pada pasien yang berbeda. (A) Ada
tumor polipoid besar (panah) di kolon sigmoid tengah. (B) Ada kanker besar (T4)
pada sekum yang menyerang kandung kemih (panah hitam), otot dinding panggul
(panah putih), dan ileum terminal (panah putus-putus). (C) T3, M1, stadium 4
kanker kolon desendens (panah putus-putus) dengan metastasis ke omentum besar
(panah). Perhatikan invasi lemak perikolik di sekitar kanker primer. (D) T2, M1,
stadium 4 kanker kolon asendens. Ada massa polipoid besar dari kolon asendens
(panah) dengan metastasis hati (M). 35

h. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk pencitraan
jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti pada tumor ganas.
PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan dalam staging carcinoma
colorectal dan dapat digunakan untuk membedakan kanker rekuren dengan
fibrosis. 35

62
Gambar 13. Kanker kolon asendens — temuan PET CT. Ada massa
polipoid besar di kolon asendens proksimal yang menunjukkan serapan intens
18F-fluorodeoxyglucose, atau FDG.35

i. Biopsi
Hasil patologi dari biopsi dapat mendeskripsikan tipe sel dan gradasi
tumor. Tipe sel yang paling sering didapat pada carcinoma colorectal adalah
adenocarcinoma.34

e. Diagnosis Banding Radiologi


1. Divertikula
Divertikula kolon, seperti kebanyakan divertikula saluran GI, merupakan
herniasi mukosa dan submukosa melalui kerusakan pada lapisan otot (divertikula
palsu). Penyakit ini terjadi lebih sering dengan bertambahnya usia dan mungkin
sebagian disebabkan oleh peningkatan tekanan intraluminal dan melemahnya
dinding kolon. Biasanya multipel (divertikulosis), hampir selalu asimtomatik
(sekitar 90% dari waktu), tetapi bisa meradang atau berdarah. Divertikulosis
adalah penyebab tersering perdarahan GI bagian bawah yang masif. Ketika
berdarah, divertikula sisi kanan tampak lebih banyak mengeluarkan darah
daripada yang di kiri. Divertikula terjadi paling sering di kolon sigmoid dan
mudah diidentifikasi pada barium enema atau pemeriksaan CT sebagai lonjakan
kecil atau kumpulan udara dan / atau kontras yang berkontur halus yang
menempel pada usus besar.36

63
2. Divertikulitis
Divertikula bisa menjadi meradang dan berlubang (diverticulitis), paling
sering sekunder akibat iritasi mekanis dan / atau obstruksi. CT adalah modalitas
pilihan untuk diagnosis divertikulitis karena jaringan lunak perikolonik dapat
divisualisasikan menggunakan CT, yang tidak mungkin dilakukan dengan barium
enema atau endoskopi optik.36
Temuan pada CT-scan pada divertikulitis dimulai dengan adanya
divertikula dan penebalan dinding kolon yang berdekatan (> 4 mm); inflamasi
perikolonik berupa area kabur dengan peningkatan atenuasi dan atau kerapatan
linier dan amorf yang tidak teratur dan tidak teratur pada lemak perikolonik;
pembentukan abses berupa banyak gelembung kecil udara atau kantong cairan
yang terkandung dalam jaringan lunak perikolonik, kepadatan seperti massa; dan
perforasi kolon berupa udara ekstraluminal atau kontras di sekitarnya tempat
perforasi, atau kemungkinan kecil, udara bebas di rongga peritoneum.36

Gambar. Divertikulitis. Computed Tomography (CT). A. Infiltrasi lemak


perikolonik ditunjukkan dengan peningkatan redaman yang kabur (panah putih)
dari lemak normal. Infiltrasi fokal lemak merupakan karakteristik umum dari
penyakit inflamasi. B. Ada rongga abses besar (A) di kuadran kiri bawah dalam
tampilan close-up CT scan perut bagian bawah. Ada gelembung gas kecil yang
berdekatan yang tidak terkandung di dalam usus dan infiltrasi lemak normal
(panah putih bertitik). Temuan ini sekunder akibat perforasi terbatas dengan
pembentukan abses dari divertikulitis.36

64
f. Tatalaksana

Gambar. Tatalaksana Karsinoma Kolorektal Kemenkes RI. 33

2.8 Tumor Rektum

2.8.1 Anatomi Rektum

Gambar 14. Anatomi Rektum37

Rektum berawal dari taenia coli pada kolon sigmoid bergabung


membentuk lapisan otot longitudinal luar kontiniu pada level promontorium
sakrum. Rektum mengikuti lekukan sacrum, dan berakhir di anorectal junction.

65
Rektum orang dewasa berukuran panjang sekitar 12-18 cm, dan dibagi menjadi 3
bagian, yaitu 1/3 atas adalah bagian yang mobile dan ditututupi peritoneum di
anterior dan lateral, 1/3 tengah adalah dimana peritoneum hanya menutupi bagian
anterior dan sebagian permukaan lateral, dan 1/3 bawah berada di dalam pelvis
dikelilingi mesorektum berlemak dan dipisahkan dari struktur didekatnya oleh
lapisan fascial.37
Arteri rectalis superior adalah kelanjutan langsung dari arteri mesenterica
inferior dan merupakan suplai arteri utama rektum. Arteri dan sistem limfe berada
didalam jaringan lemak longgar dari mesorectum, dikelilingi oleh sarung dari
jaringan ikat. Vena rectalis superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus
dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis menuju vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan
alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rektum dapat
menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. 37
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat.
Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga,
dan keempat.37

2.8.2 Epidemiologi Tumor Rektum


Kanker rektum bersama dengan kanker kolon merupakan keganasan ketiga
terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender)
di Amerika Serikat. Insidensi kanker rektum berdasarkan usia juga bervariasi.
Kanker rektum banyak ditemukan pada usia tua, yaitu lebih dari 50 tahun. Saat
ini, insidensi kanker rektum pada usia ≥ 50 tahun berkurang, dan terjadi
peningkatan insiden pada usia < 50 tahun. Peningkatan kanker rektum pada usia
muda dikaitkawn dengan meningkatnya obesitas dan pola diet berisiko pada anak
dan dewasa muda.38
Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi
belum ada angka yang pasti berapa insiden kanker rektum. Berdasarkan data RS
kanker Dharmais, kanker rektum masuk dalam 10 besar kanker dengan insidensi

66
tertinggi selama tahun 2010-2013.39

2.8.3 Etiologi dan Faktor Resiko Tumor Kolon


Etiologi dari tumor rektum belum diketahui, tetapi beberapa faktor risiko
dapat menyebabkan terjadinya tumor atau karsinoma rektum. Beberapa resiko
yang dapat berperan antara lain :
a. Usia
Peningkatan insidensi karsinoma rektum setelah usia 50 tahun yaitu lebih
dari 90% kasus. Namun individu pada usia berapapun tetap dapat menderita
kanker rektum, sehingga bila ditemukan gejala-gejala keganasan harus tetap
dievaluasi.40
b. Diet
Penelitian menunjukan bahwa kanker rektum lebih sering terjadi pada
populasi yang mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat. Diet lemak
jenuh dan tidak jenuh yang tinggi meningkatkan karsinoma rekti, sedangkan diet
asam oleat yang tinggi (minyak ikan, minyak kelapa, minyak zaitun) tidak
meningkatkan risiko. Lemak dapat secara langsung meracuni mukasa rektum dan
menginduksi perubahan ke arah keganasan. Sebaliknya diet tinggi serat dapat
menurunkan risiko. Konsumsi kalsium, selenium, vitamin A, C, E, karotenoid,
dan fenol tumbuhan dapat menurukan risiko. Obesitas dan gaya hidup sedenter
dapat meningkatkan mortalitas pasien kanker rektum.40
c. Merokok
Meskipun penelitian awal tidak menunjukkan hubungan merokok dengan
kejadian KKR, tetapi penelitian terbaru perokok jangka lama (periode induksi 30-
40 tahun) mempunyai risiko relatif berkisar 1,5-3 kali. Diestimasikan bahwa satu
dari lima kanker kolon dan rektum di Amerika dikaitkan dengan merokok.
Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan desain yang baik menunjukkan bahwa
merokok berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan juga
kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi karsinoma. 40
d. Faktor Genetik dan Herediter
Sekitar 80% kanker rektum muncul secara sporadik, sedangkan 20%
muncul pada pasien dengan riwayat keluarga kanker kolorektal. Faktor genetik

67
seperti familial adenomatous polyposis (FAP), hereditary nonpolyposis colorectal
cancer (HNPCC), riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal, polip
rektum, dan keganasan lain adalah faktor yang berperan besar terhadap
pertumbuhan keganasan pada tumor rektum. 40
e. Inflammatory bowel disease
Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya kolitis ulseratif
kronis dan chron’s disease berhubungan dengan meningkatnya risiko
adenokarsinoma rekti. Hal ini diduga bahwa inflamasi kronis merupakan
predisposisi genetik perubahan mukosa ke arah keganasan. Risiko terjadinya
keganasan bila onset pada usia muda, mengenai seluruh kolon, dan menderita
lebih dari 10 tahun.40
2.8.4 Klasifikasi

Tabel 5. Klasifikasi karsinoma rektum menurut Duke’s33 :


A Pertumbuhan terbatas pada dinding rectum
B Pertumbuhan meluas ke jaringan ekstrarektal, tetapi tidak ada metastasis
pada kelenjar limfe regional
C Terdapat deposit sekunder pada kelenjar limfe regional
C1 Hanya kelenjar limfe pararektal lokal yang terlibat
C2 Kelenjar limfe jauh mengikuti pembuluh darah

2.8.5 Gejala Klinis


Perdarahan adalah gejala paling awal dan tersering pada kanker rektum.
Perdarahan sering jelas terlihat di akhir defekasi, atau diketahui karena
memberikan warna pada pakian dalam. Seiring berjalannya waktu, kehilangan
darah dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah (anemia).
Terkadang, pasien datang karena gejala anemia berupa rasa lemah dan lemas. 37
Selain itu, tenesmus berupa sensasi feses lebih yang harus dikeluarkan atau
sulit mengedan untuk mengosongkan isi usus tanpa hasil pengosongan berupa
feses. Hal ini sangat penting untuk gejala awal dan hampir selalu muncul pada
tumor distal rektum. Pasien akan berusaha keras mengosongkan isi rektum
beberapa kali sehari (diare palsu), sering dengan sedikit flatus dan sedikit lendir
dengan bercak darah darah (lendir berdarah/ bloody slime).37
Perubahan kebiasan buang air besar merupakan gejala tersering
selanjutnya. Perubahan yang terjadi antara lain diare, konstipasi, atau feses kecil

68
seperti kotoran kambing yang terjadi lebih dari beberapa hari. Pasien harus
bangun lebih awal untuk defekasi dan mengeluarkan feses berdarah dan berlendir
(early morning bloody diarrhea). Seringkali gejala ini terdapat pada pasein
dengan karsinoma annular pada rectosigmoid junction yang mengalami
peningkatan konstipasi, dan dengan pertumbuhan di ampula recti yang mengalami
keluhan early morning bloody diarrhea.37
Nyeri merupakan gejala lanjut, tetapi nyeri kolik mungkin menyertai
tumor rektosigmoid lanjut, dan disebabkan oleh obstruski usus. Ketika ulkus
carcinomatous rektum yang dalam mengikis prostat atau buli, mungkin akan
terjadi nyeri yang berat. Nyeri punggung, atau nyeri panggul muncul ketika
kaknker menginvasi plexus sacralis. Penurunan berat badan sugestif pada
metastasis hepar.37

2.8.6 Gambaran Radiologi


a. Barium enema

Barium enema merupakan pemeriksaan yang dianjurkan sebagai sebelum


dilakukan pemeriksaan lain. Pemeriksaan barium enema telah terbukti aman dan
akurat untuk mendeteksi tumor kolorektal. Pada barium enema akan tampak
filling defect biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple
core. Dinding usus tampak rigid dan gambaran mukosa rusak. Munculan awal
karsinoma biasanya sebagai lesi polipoid. Polip tampak sebagai Filling Defect
pada pengisian barium di lumen colorectal atau kepadatan jaringan lunak yang
dilapisi dengan barium dalam lumen yang berisi udara. Lesi polypoid yang lebih
besar umumnya menunjukkan permukaan mukosa yang tidak teratur dan / atau
ulserasi.36

69
Gambar. Barium Enema single kontras posisi AP dan Oblique pada pasien 60
tahun dengan perdarahan per rektal. Tampak penyempitan segmen rectum, filling defect,
dan permukaan mucosa yang irreguler.36

Gambar. Barium Enema double Contrast pada pasien 59 tahun dengan keluhan feses
berdarah (A) Posisi AP pada rectum ; tampakan Filling defect Flat Discoid ukuran 3.5
cm (Panah) (B) Posisi Lateral.36

b. Ultrasonografi
USG transabdominal dapat memberikan informasi cepat tentang status
usus dan membantu dalam pilihan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut yang
memadai. Pada pemeriksaan USG, penebalan dinding usus hypoechoic dengan
kontur tidak teratur, hilangnya stratifikasi lapisan dinding, dan ketiadaan gerakan
peristaltik normal semuanya dapat mengarah pada keganasan kolorektal.
Metastasis hati dari keganasan kolorektal dapat dideteksi dengan TAUS (Trans
Abdominal Ultrasonografi) sebagai teknik pencitraan pertama. Bahkan, TAUS

70
sering menjadi pilihan pertama untuk pasien dengan dugaan keganasan karena
sifatnya yang tidak invasif, biaya rendah, dan ketersediaan yang luas, meskipun
kinerja CT scan dan MRI yang lebih baik.41

Gambar. Pasien laki laki usia 69 tahun, dengan keluhan nyeri perut
postprandial, dilakukan ultrasonografi di area pelvis didapatkan adanya
penebalan dinding rectum yang irregular, segmental, dan sirkumferential. P =
Prostate.41

Gambar. USG pasien laki laki 63 tahun, dengan perdarahan per-rectal


dengan feses kecil dan sedikit, didapatkan pada area retrosigmoid didapatkan
penebalan dinding anterior rectum yang asimetrik (panah Putih) dan
perhatikan juga luminal echo complex (panah hitam).41

c. CT- Scan
Pemeriksaan CT Scan dapat dilakukan untuk menentukan staging lokal
tumor primer pada rektum. Selain itu, pemeriksaan CT scan thorax serta abdomen
maupun pelvis juga dapat mendeteksi metastasis di tempat lain selain pada tumor
primernya.42

71
Gambar 15. CT karsinoma rektal. Gambar CT axial dengan kontras yang
ditingkatkan dengan kontras rektal dan intravena menunjukkan tumor yang tidak
teratur pada dinding rektal anterior (mata panah) dengan sugesti perluasan ke
dalam lemak perirectal (T3). Lapisan dinding rektal normal digambarkan dengan
buruk pada CT.42

d. MRI
Pemeriksaan MRI adalah salah satu pemeriksaan radiologi diagnostik,
yang menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan
medan magnet tanpa menggunakan sinar x. Keuntungan pemeriksaan
menggunakan MRI adalah tidak menggunakan sinar x, tidak merusak kesehatan
pada penggunaan yang tepat, banyak pemeriksaan yang dapat dikerjaan tanpa
memerlukan zat kontras. Selain itu, pemeriksaan MRI juga memiliki kekurangan
berupa alat pemeriksaan yang mahal, waktu pemeriksaan cukup lama, pasien yang
mengandung metal tidak dapat diperiksa terutama yang menggunakan alat pacu
jantung, sedangkan pasien dengan wire dan sten maupun pen masih boleh
diperiksa, pasien claustrofobi (takut ruang sempit), perlu anestesi umum.43

72
Gambar 16. Karsinoma rektum — gambaran MRI. Pemindaian MRI aksial
melalui panggul menunjukkan kanker T3 pada rektum yang menyerang (panah)
lemak mesorektal.35

Gambar 17. MRI dari adenokarsinoma rektal stadium T2. (A) MRI Axial T2-
weighted menunjukkan dinding rektal yang menebal (panah) dengan
mengaburkan tampilan normal berlapis tiga, konsisten dengan infiltrasi tumor
melingkar. Namun, tidak terlihat perluasan tumor di luar muskularis ke dalam
lemak perirectal. Fasia mesorektal terlihat sebagai garis sinyal gelap yang tidak
jelas (mata panah). (B) MRI T2-weighted sagital menunjukkan tumor sebagai
sinyal T2 perantara yang menyebabkan penebalan lipatan rektum (mata panah).
Sekali lagi, meskipun pengaburan dari muskularis sinyal-T2 rendah terlihat di
beberapa area, tidak ada perluasan tumor di luar muskularis yang terlihat. 35

73
E. PET

Gambar 18. GIST pada rektum wanita 71 tahun sebelum dan sesudah terapi KIT-
inhibitor. (A) CT-scan, (B) PET, menunjukkan massa heterogen berbatas tegas
(mata panah) yang timbul dari dinding rektal anterolateral kanan (panah). Massa
aktif secara metabolik pada PET / CT scan yang sesuai. Setelah terapi KIT-
inhibitor (C dan D), tumor menjadi lebih kecil dan lebih rendah pada atenuasi CT
(tanda panah pada C). Peningkatan aktivitas metabolik telah diselesaikan pada
PET / CT scan (D).35

2.8.7 Diagnosis Banding Radiologi


a. Thrombosed Haemorrhoid

CT scan lower pelvic dengan kontras, tampak rectum yang eksentrik dan

74
terdorong kearah kiri akibat massa soft tissue yang mulanya diduga sebaga tumor
rectum, tampak pembuluh darah yang besar, kemudian mengarahkan ke diagnosis
submucosal thrombosed hemorrhoids.37

2.7.8 Tatalaksana Tumor Rektum

Gambar. Tatalaksana karsinoma kolorektal Kemenkes RI 2014.33

Rekomendasi ESMO (European Society for Medical Oncology) untuk terapi KKR
stadium awal:
1. Stadium 0 (Tis N0 M0).
Pilihan pengobatan adalah: Eksisi lokal atau polipektomi sederhana.
Reseksi segmental en block untuk lesi luas yang tidak bisa dilakukan eksisi
lokal.33
2. Stadium I (T1-2 N0 M0) (Dukes A atau modified Astler–Coller A dan B1).
Reseksi bedah luas dan anastomosis. Tidak memerlukan kemoterapi
adjuvan.33
3. Stage II A, B, C (T3 N0 M0, T4 a-b N0 M0). Pilihan terapi standar :
Reseksi bedah luas dan anastomosis. Setelah operasi, terapi adjuvan tidak
rutin diberikan kecuali untuk pasien dengan risiko tinggi. Pasien risiko tinggi jika
ditemukan salah satu tanda klinik : sampel kelenjar getah bening <12, tumor
diferensiasi buruk, tumor invasi pembuluh darah atau limfatik atau perineural,

75
presentasi tumor dengan obstruksi atau perforasi dan stadium pT4.33
4. Stadium III (setiap T, N1-N2,M0)
Reseksi bedah luas dan anastomosis. Setelah operasi, pengobatan
dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvan. Standar terapi adalah doublet dengan
oxaliplatin dan fluoropyrimidine. Kombinasi terapi dengan 3 regimen lebih
superior dibandingkan 5-FU/FA tunggal. FOLFOX4 atau XELOX lebih baik
dibandingkan FLOX. Jika terdapat kontraindikasi dengan oxaliplatin dapat
diberikan monotherapi dengan fluoropyrimidines infus atau oral lebih baik
dibandingkan bolus 5-FU FU/LV.33

Pilihan Terapi pada Ca Recti


Pilihan terapi pada Ca recti, tergantung dari faktor resikonya. Pada kasus
sangat awal (cT1 sm1 (-2?) No, hanya dilakukan lokal eksisi transanal endoskopi
mikrosurgery (TEM). Jika prognosis tidak baik ( sm ≥2, high grade, invasi
pembuluh darah (v1), dilakukan TME atau Total eksisi mesorectal (jika
memungkinkan kemoradioterapi). Pada kasus awal cT1-2;cT3a(b) jika letak
tengah atau tinggi , mrf -, tanpa vaskular invasi, dilakukan pembedahan saja
(TME). Jika prognosis buruk diberikan tambahan post op kemoradioterapi atau
kemoterapi. Pada kasus intermediate prognosis cT2 sangat rendah, cT3 deng an
mrf -, N1-2, vaskular invasi, cT4N0, dilakukan pre op RT (5x5Gy) atau
kemoradioterapi diikuti dengan TME. Pada kasus prognosis buruk/advanced
dimana cT3mrf +, cT4a,b dan lateral node (+), dilakukan Preop CRT diikuti
dengan pembedahan TME+pembedahan luas jika tumor besar. Pada kasus orang
tua atau tidak toleransi kemoradiasi, dilakukan radiasi 5x5Gy dengan penundaan
pembedahan.33

76
BAB III
KESIMPULAN
Tumor sistem gastrointestinal dapat terjadi diseluruh sistem
gastrointestinal yaitu, esofagus, lambung, hepar, pankreas, empedu dan traktur
bilier, kolon, dan rektum. Tumor dapat terbagi menjadi tumor jinak dan tumor
ganas. Gejala klinis tumor beragam berupa asimptomatik sampai dengan
simptomatik dari ringan sampai berat. Dalam menegakkan tumor dilakukan
pemeriksaan secara komprehensif berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Salah satu pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan radiologis pada keganasan beragam berupa pemeriksaan
ultrasonografi, foto polos, foto x-ray dengan kontras (single contast dan double
contrast), computerized tomography scan, magnetic resonance imaging, PET-
scan (Positron Emession Tomography) dan lain-lain. Hasil pemeriksaan yang
ditemukan beragam. Tatalaksana tumor gastrointestinal tergantung jenis dan
stadium tumor. Prognosis tumor gastrointestinal ditentukan oleh seberapa cepat
diagnosis dan tatalaksana terhadap tumor tersebut.

77
DAFTAR PUSTAKA

1. Herzenyi Laszlo, Tulassay Zsolt. Epidemiology of gastrointestinal and liver


tumors. Europaean review for medical and Pharmacological
Sciences.2010;14:249-258.
2. Sebastian Jeremy, Sobarna Lucky Faizal. Gastrointestinal Stromal Tumor.
Medicinus.2015;4(8):293-6.
3. J. Encinas de la Iglesia, M.A. Corral de la Calle, G.C. Fernandez Perez, R.
Ruano Perez, A. Alvarez Delgado. Esophageal cancer : Anatomy
particularities, staging, and imaging techniques. Elsevier Espana.
2016;58(5):352-365.
4. Short Matthew W, Burgers Kristina G, Fry Vincent T. Esophageal Cancer.
American Family Physician. 2017;95(1):22-27.
5. Winant Abbey J, Gollub Marc J, Shia Jinru, Antonescu Christina, Bains
Manjit S, Levine Marc S. Imaging and Clinicopathologic Feartures of
Esophageal Gastrointestinal Stromal Tumors. AJR. 2014;203:306-314.
6. American Cancer Society ( homepage on the internet). Gastrointestinal
stromal tumor. {Update 2014 may 09; cited 2020 oktober 20}. Available
from: http:/www.cancer.org/gastrointestinal-stromal-tumor-pdf
7. Riastiti Yudanti. 2014. Gastrointestinal Stromal Tumor pada Pemeriksaan CT
Scan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas kedokteran. Universitas Gadjah
Mada: Yogyakarta.
8. Zhang Jianfa, Tian Dongping, Lin Runhua, Zhou Guangzhao, Peng Guanyun,
Su Min. Phase-contrast X-ray CT Imagin of Esophagus and Esophageal
Carcinoma.Scientific report.2014;5332(4):1-6.
9. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, FK UI. 2007.
10. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
11. Levy, Angela D, Koenradd J, Mortele, Benjamin M.Yeh. Gastrointestinal
Imaging. New York:Oxford University Press.2015.
12. Herring,William. Learning Radiology Recognizing The Basic. 3 rd
Edition.Philadelphia:Elsevier.2016

78
13. Isselbacher KJ, Dienstag JL, Tumor Hati, dalam, Klein H.G. Harrison Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Volume 4, 2000, Jakarta : Buku
Kedokteran EGC halaman 1678-80.
14. Hadi S. Gastroenterologi. 2002. Bandung: Penerbit PT Alumni; halaman 694-
733.
15. Patel P.R. Lecture Notes Radiologi. Ed 2. 2009. Jakarta: Penerbit Erlangga;
halaman 144-5.
16. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getting Started in Clinical Radiology :
From Image to Diagnostic. 2006. Stuttgart, New York: Thieme; p. 204-7.
17. Bates J. Abdominal Ultrasound : How, Why, and When. 2nd Ed. 2004. Leeds,
UK: Harcourt Publishers; p. 93-5.
18. Chung YE, et al. Hepatocellular Carcinoma Variants: Radiologic Pathologic
Correlation. American Journal of Roentgenology. 2009;193:W7-13
19. Sudoyo W et al, Karsinoma Hati, dalam, Harmono M.T. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi V, Jilid I, 2009, Jakarta : Interna Publishing, halaman
685-91.
20. Marrero, Jorge A, Laura M.Kulik, Claude B.Sirlin, Andrew X.Zhu, et al.
Diagnosis, Staging, and Management of Hepatocellular Carcinoma:2018
Practice Guidance by the American Association for the Study of Liver
Diseases. Hepatology:Vol.68,no.2.2018
21. Layke, John C, Peter P.Lopez. Gastric Cancer: Diagnosis and Treatment
Options. American Family Physician.2014
22. Ilmu Penyakit Dalam. 739–742 p.
23. Dragovich T, Espat J. Pancreatic Cancer [Internet]. Medscape. 2020.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/280605-overview
24. Alison malcolm R. The Cancer Handbook. Available from:
file:///C:/Users/youhe/Downloads/kdoc_o_00042_01.pdf
25. VanderMeer thomas j, Geibel J. Gallbladder Tumor [Internet]. Medscape.
2019. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/190364-
workup#c12
26. Porcellain Gallbladder [Internet]. Learning Radiology. Available from:
http://learningradiology.com/archives2012/COW 510-Porcelain

79
GB/porcegbcorrect.html#Link128952C0
27. Oe A, Kawabe J, Torii K, Kawamura E, Higashiyama S, Kotani J, et al.
Distinguishing benign from malignant gallbladder wall thickening using FDG-
PET. Ann Nucl Med. 2006;20(10):699–703.
28. Nickloes todd a, Geibel J. Bile Duct Tumor [Internet]. Medscape. 2020.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/189843-workup#c5
29. Bile Duct Dilatation [Internet]. ultrasoundcases. Available from:
https://www.ultrasoundcases.info/cases/abdomen-and-
retroperitoneum/gallbladder-and-bile-ducts/bile-duct-various-causes-of-bile-
duct-dilatation/
30. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Regio Edisi 9. Jakarta:EGC;2014.
31. Sabiston. Physiology of the colon. In Textbook of Surgery. Edisi 20.
England:Elsevier;2007.
32. Moeller. Atlas of Radiographic Anatomy. Edisi 2. New York:Thieme
Stutgart;2007.
33. Pedoman Pelayanan Kanker Kolorektal. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
34. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Jakarta:EGC;2010.
35. Levy AD, Mortele KJ, Yeh BM. Gastrointestinal Imaging. New
York:Oxford;2014
36. Wiliam Herring MD. Learning Radiology Recognizing The Basics Ed
3rd.United States :Elsevier;2016.
37. Williams NS, Bulstrode CJK, O’Connel PR. The Rectum, in Bailey & Love’s
Short Practice of Surgery. Edisi ke-26. New York : Taylor & Francis
Group.2013
38. Surveillance, Epidemiology and End Results Program. SEER*Stat Database:
Incidence – SEER.MD: National Cancer Institute, DCCPS, Surveillance
Research Program, Cancer Statistics Branch. 2013.
39. Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Data Instalasi Deteksi Dini
dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais, 2010-2013.
40. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al., 2015. Schwartz’s Principle of
Surgery, Edisi ke 10. Page 1203-18. New York : McGraw-Hill.

80
41. Bor, R., Fabian, A., Szepes, Z., Role of Ultrasound in colorectal disease.
World Journal of wGastroenterology. 2016.
42. Huili, Z., You,D.Y., Gao, D.P., 2017. Role of CT scan in differentiating the
type of colored cancer. OncoTargets and Therapy. Vol. 10.
43. Rastogi, R., Meena, GL., Gupta., Y., Sinha, P., 2016. CT or MRI, Which is
better for rectal cancer imaging ?. ImedPub Journals. Vo. 2. No. 3:21.

81

Anda mungkin juga menyukai