Anda di halaman 1dari 15

Terjemah 1 Fitriana Nur Indah Pangestu 16/394756/SA/18282

Gunung Ajaib

Di teras rumah yang kecil, di negeri Andalusia Spanyol. Tiga bersaudara yang cantik dan
muda usianya duduk di suatu malam membicarakan tentang masing-masing harapan hidup
mereka. Si sulung berkata:

Aku berharap kepada Allah menikah dengan koki raja, maka sempurnalah kebahagiaanku,
karena aku akan makan sampai kenyang perutku dengan daging-daging dan burung-burung
terbaik yang digoreng dan dibakar yang diracik oleh suamiku koki profesional yang
dihidangkan untuk raja. Maka aku akan gemuk, bertambah putih kulitku, kemerah-merahan
pipiku, dan aku akan membanggakan dihadapan semua wanita dengan kedudukan suamiku
yang mulia!

Berkata putri yang kedua:

Apakah ini ketamakan? Kalau aku berharap menikah dengan seorang laki-laki lain dari
kerajaan. Dia adalah pembuat roti, karena aku senang dengan makanan baklawah yang diisi
dengan kacang fustuq, qataaif yang diisi dengan kacang mete, fataair yang diisi dengan
kacang, kenari, manisan buah, dan minuman manis yang manisannya melezatkan di lidah.
Tapi aku tidak akan egois. Kadang-kadang aku akan mengundang kalian berdua untuk
merasakan manisan yang lezat ini yang dihidangkan hanya untuk raja, jika suamiku
mengizinkan. Tapi aku yakin bahwa dia akan mengizinkan, karena tentu saja dia akan
mencintaiku dan mengerjakan apa yang aku inginkan. Bagaimana denganmu wahai si
bungsu? Apa yang membuatmu diam? Apakah kamu tidak mengharapkan seorang laki-laki
terhormat seperti kita?

Si bungsu berkata:

Tentu saja aku berharap menikah dengan laki-laki yang aku impikan.

Ceritakanlah kepada kami siapa dia?

Tidak! Aku tidak ingin menceritakannya kepada kalian!

Kedua saudaranya memaksa dan marah kepadanya sampai dia berkata:


Aku berharab menikah dengan raja! Aku akan mencintainya dan aku tidak akan meminta
apapun darinya. Cukup mengizinkanku hidup didekatnya. Dan aku akan melahirkan untuknya
laki-laki pemberani sepertinya, dan anak perepuan yang cantik seperti bulan.

Kamu pembohong! Dimana rajamu? Apakah kamu ingin menjadi ratu? Kegilaan apa ini?

Pada suatu malam, sang raja keluar ke jalan-jalan menyamar dengan baju samarannya untuk
mengetahui keadaan penduduk negerinya yang miskin yang dipimpinnya, mengangkatnya
dari ketidakadilan dan mewujudkan permintaan mereka. Hingga dia mendapatkannya.
Supaya dia bisa mengangkat kezholiman dari mereka dan mewujudkan apa yang mereka
inginkan. Merealisasikan keluhan-keluhan rakyat.

Dia menghentikan perjalanannya disamping dinding besi yang ketika itu tiga bersaudara itu
duduk. Dibelakangnya mereka membicarakan tentang harapan-harapan mereka. Dia
mendengar semua perkataan mereka. Maka dia meletakkan suatu tanda diatas pintu rumah
untuk membedakankannya dari rumah-rumah orang miskin lainnya.

Pada suatu pagi raja mengutus seorang utusan dan mendeskripsikan kepadanya rumah itu dan
tanda yang diletakkannya di atas pintu rumah. Kemudian memerintahkannya untuk
mendatangkan kepadanya tiga bersaudara itu. Ketika mereka datang di depan sang raja di
istana raja. Raja duduk di atas singgasananya, disekelilingnya para pemuka negeri dan
pemimpin-pemimpinnya. Dia berkata kepada mereka:

Jangan takut. Kalian aman. Aku tahu bahwa kalian yatim tidak berayah, beribu, dan orang-
orang miskin. Tetapi aku ingin mewujudkan harapan kalian menikah dengan orang yang
kalian harapkan. Maka siapa diantara kalian yang berharap menikah dengan kokiku?

Berkata si bungsu?

Saya yang mulia!

Dan siapa diantara kalian yang berharap menikah dengan pembuat kue?

Saya. Kabulkanlah wahai yang mulia!

Ketahuilah perayaan pernikahan kalian berdua dari kokiku dan pembuat fathair akan
dilaksanakan dua minggu lagi. Dalam periode ini digunakan untuk persiapan baju-baju
kebanggaan untuk kalian dan perabot rumah kalian yang baru dengan pembiayaan khusus
dariku. Aku akan memberi masing-masing dari kalian 10.000 riyal sebagai maharnya.
Kedua bersaudara yang beruntung itu hampir-hampir melayang dalam kebahagiaan.
Keduanya menghaturkan banyak terima kasih untuk raja atas kemuliannya dan belas
kasihannya. Kemudian mereka berdua memikirkan untuk pergi, di dalam pikiran mereka
bahwa pertemuan kerajaan telah usai dan tidak terlintas dipikiran mereka bahwa raja
mungkin akan memberi hadiah kepada saudari kecil mereka karena kesombongan yang besar
selain hukuman atau minimal celaan dan kemarahan. Akan tetapi, sesuatu yang besar
mengejutkan mereka berdua, raja berbalik kepada si bungsu, dan berkata kepadanya dengan
lembut:

Aku ulangi mengumumkan kepada para pemimpin yang hadir tentang perkataanku kepada
saudari kalian kemarin, untuk mewujudkan harapanmu ini!

Wajah gadis itu memerah sangat malu dan bingung. Dia menduga bahwa raja mengejeknya.
Air mata berlinang pada kedua matanya yang indah. Maka raja berkata kepadanya:

Bukankan kamu berkata kepadaku: “Aku berharap menikah dengan seorang raja!”

Dia menundukkan kepalanya, sementara kedua saudarinya menertawakan posisi sulit yang
ada pada egonya. Akan tetapi, sesuatu menyebabkan kemarahan yang besar bagi mereka
berdua, yaitu ketika raja berhenti dan mengambil tangannya kemudian berkata kepada para
pembesar kerajaannya yang berada di kedua sisinya dari sekitar singgasananya:

Inilah lamaranku.

Pesta pernikahan ketiganya dilaksanakan dalam satu hari. Akan tetapi, kedua kakaknya ketika
itu sangat susah. Mereka sangat membenci dan mencela apa-apa yang telah diperolehnya atas
terwujudnya harapan sejak dua minggu yang lalu yang menjadi simbol kebahagiaan yang tak
terbatas. Tidak kembali di dalam hati mereka kecuali hanya kedengkian dan dendam atas
saudari kecil mereka yang telah berubah menjadi ratu negeri. Adapun mereka berdua adalah
istri dari laki-laki pelayannya.

Ratu yang kecil itu dengan cepat mencintai dengan segala perhatian, kebaikan hatinya,
kelembutannya, dan kerendahan hatinya. Adapun suaminya sang raja kasih sayang untuknya
semakin bertambah setiap menyentuhnya dengan penuh keikhlasan dan kesetiaan. Ketaatan
yang sempurna untuknya dan memberikan terus-menerus segala sesuatu yang membuatnya
senang dan menjauhkannya dari segala sesuatu yang tidak ia sukai.
Setelah satu tahun, raja terpaksa pergi ke perbatasan negerinya yang ketika itu perang sedang
terjadi diantara kerajaannya dan kerajaan tetangganya. Setelah kepergiannya beberapa hari,
ratu melahirkan dua anak laki-laki yang kembar. Satu laki-laki dan satu perempuan.
Ketampanannya cerah seperti cahaya matahari. Maka tidaklah aneh bahwa kedua saudara ratu
yang tidak dikaruniai anak perasaannya berapi-api dengan kedengkian dan dendam yang
menyala-nyala. Maka mereka berdua cepat-cepat mengambil anak-anak itu pada kesempatan
ketika ratu tidur dan menyembunyikan kedua anak itu secara diam-diam. Tidak seorang pun
merasakan hal itu. Mereka meletakkan keduanya di dalam keranjang yang kecil kemudian
melemparkan keranjang itu di sungai. Setelah itu mengutus utusan kepada raja untuk
mengabarinya bahwa setelah ratu melahirkan anak perempuan dan laki-laki, penyihir yang
jahat menyembunyikannya di tempat yang tak diketahui.
Raja segera kembali ke istana. Dia bertanya kepada pelayan dan mereka semua mengatakan
bahwa ratu telah melahirkan dua anak yang kembar, tetapi setelah itu keduanya
disembunyikan. Tidak seorang pun tahu bagaimana peristiwa ini terjadi dan tidak mencurigai
kedua saudara ratu. Adapun ratu yang malang itu tidak menemukan penyemangat dalam
dirinya kecuali hanya tangis. Raja yakin bahwa ratu bersalah. Akan tetapi, hatinya tidak
menyetujui untuk membunuhnya. Dia memenjarakan ratu di ruang yang jauh dari istana dan
bersumpah tidak akan pernah melihatnya seumur hidupnya. Adapun rahmat Allah
mentakdirkan keranjang itu tidak tenggelam di sungai. Akan tetapi, arus air membawanya ke
tempat yang jauh. Di bawah balkon istana dikelilingi oleh kebun-kebun yang indah,
tinggallah pedagang tua yang baik hatinya yang dipenuhi dengan kekayaan yang sangat
besar. Pedagang yang tua itu melihat keranjang itu dan memerintahkan pelayannya untuk
mengeluarkannya dari air. Keranjang itu dibuka dan mengejutkan bahwa terdapat dua anak
yang sangat tampan dan meluluhkan hatinya. Dia segera membawanya kepada istrinya sambil
berkata:

Lihatlah apa yang Allah kirimkan untuk kita. Kita belum mempunyai anak dan ini akan
menjadi sumber kebahagiaan di usia tua kita seperti anak-anak kita sendiri.

Kemudian mereka memilihkan nama “Jamil” dan “Jamilah” mencintainya dan merawatnya
dengan penuh cinta dan kasih sanyang. Kedua anak itu bertambah sehat dan ketampanan serta
kecantikannya setiap hari. Keduanya bersuka ria di dalam istana dan kebun-kebun istana
dengan kebahagiaan dan keamanan.
Setelah 15 tahun, istri pedagang itu meninggal dunia. Pedagang itu juga merasa bahwa
usianya sudah dekat dengan kematian. Dia mengabarkan kejadian yang sebenarnya kepada
kedua anak itu dan bagaimana menemukan keduanya di dalam keranjang di atas permukaan
air. Dia meminta keduanya bersumpah kepadanya untuk hidup di istana dan tidak saling
berpisah sampai kapan pun, karena dia meninggalkan kekayaannya untuk mereka hidup
dalam kenyamanan dan kebahagiaan. Ketika dia menyumpahkan hal seperti itu, berkata
kepada mereka berdua:

Ketika kalian sudah besar, cari tahulah siapa ayah kalian yang sebenarnya. Aku wasiatkan
kepada kalian jika kalian sudah mengetahuinya, hormatilah, muliakanlah, dan cintailah ia.
Semoga Allah membahagiakan sepanjang hidup kalian seperti kalian telah mengisi usia tua
kami dengan penuh suka cita dan kebahagiaan.

Setelah beberapa hari kemudian, pedagang yang tua itu meninggal dunia dan meninggalkan
mereka sebatang kara. Jamil dan Jamilah sudah tinggal di istana selama setahun penuh dan
keduanya tidak keluar dari istananya, mentaati janji mereka kepada kakek untuk tidak
berpisah. Akan tetapi, Jamilah tahu bahwa saudaranya menyampaikan kesukaannya berburu.
Dia mendesaknya keluar untuk berburu seperti sebelumnya. Maka Jamil memaksanya untuk
menemaninya. Pada salah satu perjalanan perburuan jauh dari istana mereka, bibi mereka istri
pembuat kue raja melihat mereka. Dengan cepat ia memperhatikan bahwasannya mereka
menyerupai ratu saudaranya. Maka ia segera bergegas menemui kakaknya dan menceritakan
apa yang dia lihat kepada istri pembuat kue kerajaan itu. Mereka berdua dikekam ketakutan.
Mereka yakin bahwa kedua anak itu tidak tenggelam. Kalau raja sampai mengetahui
perbuatan mereka, maka saudaranya akan kembali kepada suaminya dan raja akan
membunuh mereka. Kemudian mereka pergi ke penyihir tua untuk membinasakan kedua
bersaudara itu.

Jamilah sangat merasa lelah karena sering kali keluar bersama saudaranya untuk berburu.
Setelah itu, Jamilah mendesaknya untuk meninggalkannya dan keluar berburu dengan
sendirian. Jamil mematuhinya, dan keluar pada hari itu juga. Belum sampai jauh, seorang
perempuan tua/penyihir datang dan meminta bertemu Jamilah. Begitu dia melihatnya sambil
berteriak:

Maa syaa allaah! Sungguh kamu telah tumbuh dewasa dan bertambah bersinar kebaikanmu.
Aku adalah teman ibumu, rahimahaallaah. Aku tidak melihatmu sejak kamu kecil. Hari ini
aku akan menenangkanmu. Inilah aku. Aku melihat istana yang terbagus, terbersih, dan
termegah dari yang pernah aku lihat sebelumnya. Ini menunjukkan kemahiranmu dan
kebaikan perasaanmu.

Jamilah mengelilingi seluruh istana bersamanya. Nenek itu mulai mengagumi perabot-
perabotan, pilar-pilar marmer, tirai-tirai mewah yang dihiasi dengan emas dan perak.
Kemudian keluar bersamanya ke kebun dan nenek itu berkata:

Kebun ini indah sekali, tidak ada kekuranganya kecuali hanya satu agar terlihat 1000 kali
lebih indah dari yang sekarang ini.

Apa sesutu ini bibi?

Air perak.

Dimana terdapat air ini? Aku akan membelinya berapapun harganya.

Air itu tidak dijual untuk dibeli, dan tidak ada dimanapun kecuali di Gunung Ajaib, di mana
air mancur perak itu berada. Cukup menuangkan sedikit air perak itu ke dalam kolam ini agar
berubah airnya menjadi cairan perak. Kemudian dia meminta saudaranya pergi ke Gunung
Ajaib dan mendatangkannya air perak itu.

Nenek itu pergi. Jamilah menunggu saudaranya kembali dari berburu. Sampai jika dia masuk
dari pintu istana, dia memohon kepadanya untuk pergi pada saat itu juga ke Gunung Ajaib
untuk memberikannya air perak itu. Jamil berkata kepadaya:

Apa keinginanmu pada air ini? Istana kita sudah sangat indah seperti ini!

Tetapi kurang air perak itu!

Aku kembali tidak untuk berpisah denganmu dan tidak meninggalkanmu seorang diri, untuk
pergi ke tempat yang kita tidak tahu sesuatu tentangnya.

Jamilah menangis sampai meluluhkan hati saudaranya dan rela pergi ke Gunung Ajaib untuk
memberikannya air perak. Dia mengambil guci kecil dan menunggangi kuda terbaiknya. Dia
beristirahat sambil menanyakan kepada siapa saja yang ia temui tentang jalan ke Gunung
Ajaib. Belum sampai ke jarak yang dekat dari tempat istirahatnya, dia melihat seorang kakek
yang putih rambutnya duduk di bawah pohon. Dia menyampaikan salam, lalu kakek itu
berkata kepadanya:

Siapa musuh yang sangat membencimu sampai-sampai mengutusmu ke sini?


Saudariku yang mengutusku, dia sangat menyayangiku. Akan tetapi, penyihir yang terkutuk
itu menjadikannya menginginkan air perak untuk menghiasi pancuran kami.

Kamu pemuda yang baik hati, dan bukan ketamakan yang menyebabkan kehadiranmu ke sini.
Oleh sebab itu, aku akan membantumu. Akan tetapi ketahuilah bahwa semua orang yang
pergi ke Gunung Ajaib tidak kembali!

Aku berharap wahai pamanku, nasihat-nasihatmu menjadikanku dapat membantu bernasib


baik daripada mereka.

Naiklah dari jalan ini. Kamu akan menemukan di pertengahannya seekor singa yang
tersembunyi di antara bebatuan. Singa ini adalah penjaga pancuran yang disihir. Apabila
kamu melihat kedua matanya tertutup, maka berhentilah ditempatmu, karena dia
mengawasimu melihat dalam tidurnya. Adapun jika kamu menemukan kedua matanya
terbuka, maka ketahuilah bahwa dia tidur. Berjalanlah didepannya dan jangan takut.
Ambillah air pancuran yang kamu inginkan dan kembalilah dengan cepat sebelum dia
bangun, karena tidurnya hanya sebentar.

Jamil berterima kasih kepada kakek yang baik. Kemudian dia mendaki gunung itu. Dengan
sekejab dia memandang diantara bebatuan yang hitam terdapat pancuran yang jernih airnya
seperti perak. Disampingnya ada singa yang terbuka kedua matanya. Jamil melintas di
depannya dengan mengendap-endap, memenuhi guci itu, dan pergi menjauh dengan cepat.

Belum sampai Jamilah melihatnya masuk dengan air perak, dia memeluknya dan menari-nari
dengan sangat riang gembira. Kemudian menuangkan air itu ke dalam pancuran, maka
berubah seluruh airnya berkilauan seperti cairan perak. Mata tidak bosan memandangnya dan
mengaguminya.

Hari berikutnya, penyihir itu kembali untuk mengunjungi Jamilah dan berkata kepadanya:

Kemarilah dan lihatlah apa yang saudaraku datangkan untukku kemarin.

Ketika penyihir melihat air perak itu, wajahnya menguning sangat marah, karena dia berharap
bahwa singa itu membunuh pemuda itu. Akan tetapi, perasaannya berakhir ketika dia
memandang dengan penuh kekaguman dan kebahagiaan, kemudian menggeleng-gelengkan
kepalanya dan mengatakan:
Wahai anakku apakah kamu tahu bahwa pancuranmu sekarang tidak ada kekurangannya, agar
sempurna keindahannya tanamlah disampingnya dengan pohon yang daun-daunya emas
memancarkan sinar matahari berwarna perak menari-nari dari pacuran itu yang bertemu
dengan sinar matahari emas yang muncul dari daun-daun pohon. Maka betapa indahnya
pemandangan dan kecantikannya!

Di mana terdapat pohon ini bibi?

Di Gunung Ajaib wahai Jamilah! Saudaramu akan pergi ke sana dan akan menemukan di
dekat dengan pancuran perak sebuah pohon besar yang daun-daunnya emas. Dia akan
mengambil cabangnya yang kecil dan menanamnya di sini maka akan tumbuh berubah
menjadi besar dalam satu malam dengan cepat sebuah pohon yang setiap daun emasnya
berbunyi nada-nada yang indah ketika bersenda gurau dengan angin sepoi-sepoi.

Aku akan mengutus saudaraku untuk menghadirkan cabang ini besok wahai bibi. Sampai
apabila kamu kembali beberapa hari kamu akan melihat segala sesuatunya seperti yang kamu
deskripsikan.

Penyihir yang memperdaya itu pergi meninggalkan Jamilah dan tidak memikirkan apapun
kecuali pohon yang hatinya sangat menginginkannya. Sampai dia tidak henti-hentinya
memandang keelokan pancuran peraknya. Akan tetapi, saudaranya menolak sejak awal pergi
untuk menghadirkan cabang pohon yang disihir itu. Jamilah menjadi menangis sampai
meluluhkan hatinya. Kemudian dia menunggangi kudanya ke arah gunung itu.

Jamil melewati di depan kakek tua yang ketika itu menanyakannya “Di mana dia pergi?
Lalu Jamil menceritakan segala sesuatunya. Kakek itu berkata:

Kamu tidak datang ke Gunung Ajaib kali ini juga kecuali sebab kasih sayangmu untuk
saudarimu, bukan karena sebab ketamakan. Maka aku akan membantumu. Ketahuilah bahwa
pohon emas itu tidak ada diantara pohon-pohon gunung. Kamu akan menemukannya di dekat
pancuran perak berdampingan dengan seekor ular yang menakutkan. Berhentilah dan
perhatikanlah baik-baik, ketika tubuhnya melilit dalam lingkaran dan kepalanya bersembunyi
diantara lingkaran ini maka ketahuilah bahwasannya ia mengawasimu dan menjauhlah.
Adapun jika kamu melihat kepalanya meninggi dan kedua matanya terbuka membentuk
lingkaran matahari, maka ketahuilah bahwasannya ia tidur. Cabutlah dengan cepat cabang
yang kecil pohon itu. Kamu di atas punggung kudamu waspadalah terhadap langkahmu
menyentuh tanah. Kemudian kembalilah dengan cepat semampumu sebelum ular itu bangun.
Jamil berterima kasih kepada kakek yang baik itu. Kemudian naik ke gunung itu, melewati di
depan pancuran perak, lalu dia melihat dari jarak dekat pohon yang besar yang diselimuti
oleh cabang-cabangnya di sebuah halaman yang luas sekali. Daun-daunnya emas berkilauan
sinar matahari yang bersenda gurau dengan angin sepoi-sepoi, maka muncullah darinya nada-
nada yang sangat indah, di dekatnya terdapat seekor ular menyeramkan yang menaikkan
kepalanya melingkari matahari. Ular itu tidak bergerak ketika Jamil di atas kudanya melewati
di depannya dan memotong cabang pohon dan dengan cepat kembali ke tempat di mana ia
datang.

Belum sampai Jamil melewati jalan kepulangannya, ia bertemu dengan kakek yang baik itu.
Jamil sangat berterima kasih kepadanya. Kakek itu mendoakannya semoga Allah menjaganya
dari rangkaian kejahatan dan melindunginya dari keburukan dengki dan tamak, sambil
berkata kepadanya:

Wahai anakku sesungguhnya tamak itu adalah seburuk-buruknya aib, begitu pun tamak.

Ketahuilah juga bahwa dengki itu aib yang besar mendorong diri seseorang terus-menerus
berbuat kriminal dan sering kali merencanakan kejahatan. Aku sungguh kagum denganmu
karena kamu pemuda yang baik, pemberani, dan kamu tidak datang ke Gunung Ajaib untuk
meminta sesuatu berharga yang diinginkan oleh kebanyakan manusia. Akan tetapi,
kedatanganmu untuk menyenangkan saudarimu yang tidak merasa puas dengan sesuatu yang
dia miliki. Aku sangat menghargai kebaikan hatimu maka aku persembahkan untukmu
cermin ajaib ini sebagai hadiah yang akan memberimu manfaat di saat terjadinya malapetaka
in syaa allaah.

Adapun kebaikanmu sangat tulus. Jika kamu menghadapi bahaya yang besar, cermin itu akan
menghitam gelap dan kabur. Ambillah wahai anakku dan tawakallah kepada Allah.

Maka Jamil mengambil cermin ajaib itu dari kakek yang baik. Sekali lagi dia berterima kasih
kepadanya lalu pergi munuju jalan rumahnya dengan cepat.

Jamilah menyambut saudaranya dengan saling berpelukan. Dia menanam cabang itu
berdampingan dengan pancuran. Pada hari berikutnya, dia menemukannya berubah menjadi
pohon besar yang banyak cabangnya dan daun-daun emasnya menjadikan segala perpaduan
kesegaran itu bersenda gurau dengan angin sepoi-sepoi.

Saudaraku, sempurnalah kebahagiaanku sekarang. Kita tidak akan bernah berpisah.


Ketika penyihir itu kembali dan melihat pohon emas itu, hampir-hampir mati musnah
kemarahannya. Akan tetapi, memandangnya dengan bahagia, dan berkata kepada Jamilah:

Pohon ini benar-benar sangat indah sekali tidak ada yang menyerupainya. Akan tetapi,
keindahannya belum sempurna kecuali jika hidup di antara cabang-cabangnya seekor burung
ajaib yang hebat. Warnanya putih berkilauan seperti salju ketika terpancar oleh sinar
matahari, ekor bulunya dari emas dan perak. Dia bisa berbicara, dan tidak berkata kecuali
kebenaran. Dia mengetahui segala sesuatu. Barang siapa yang memilikinya dia akan hidup
bahagia sepanjang hidupnya.

Di mana terdapat burung ajaib ini bibi?

Di Gunung Ajaib juga anakku. Saudaramu akan tahu bagaimana mendapatkannya.

Penyihir jahat itu keluar dan yakin bahwa kali ini Jamil tidak mungkin kembali selamat dari
petualangan yang berbahaya. Adapun Jamilah menangis dengan air mata yang deras sampai
Jamil rela bersusah payah pergi ke Gunung Ajaib untuk ketiga kalinya, untuk
menghadirkannya burung ajaib itu. Jamilah bersumpah kepadanya bahwa dia tidak akan
meminta apapun setelah itu. Setelah dia menunggangi kudanya dan pergi dalam petualangan
ini, dia berkata kepada Jamilah:

Ketahuilah saudariku bahwa Gunung Ajaib itu banyak marabahaya. Allah telah
menyelamatkanku dari ancamannya dua kali. Kalau bukan petunjuk kakek yang baik itu
niscaya aku tidak akan selamat. Aku pasti termasuk orang-orang yang binasa. Kakek yang
baik ini memperingatkanku dari kedengkian dan ketamakan. Adapun kedengkian bukanlah
suatu kekuranganmu. Akan tetapi, sayang sekali aku melihatmu tidak merasa puas atas apa
yang telah kamu peroleh. Meski demikian, aku melihatmu mengambil keputusan untuk
memiliki burung ajaib ini. Aku tidak ingin melihat wajahmu sedih oleh sebab apapun, karena
itu menyusahkanku dari pertikaian dan permusuhan. Oleh karena itu, aku akan berserah diri
kepada Allah dan pergi untuk ketiga kalinya ke tempat yang menakutkan itu. Tetapi aku akan
membekalimu sesuatu untuk mengetahui keadaanmu. Maka ambillah cermin ajaib ini.
Lihatlah kepadanya setiap pagi. Maka kamu akan melihat permukaanya hitam dan ketahuilah
bahwa aku dalam bahaya yang besar.

Jamilah menangis ketakutan atas saudaranya, tapi keinginannya untuk mendapatkan burung
ajaib itu sangat kuat dari apa pun. Dia meninggalkan saudaranya pergi.
Jamil menemukan kakek yang baik itu duduk di tempat biasanya dan berbicara kepadanya
tentang sesuatu yang diinginkan saudarinya. Bagaimana dia menangis dan berjanji kepadanya
bahwa ini adalah permintaannya yang terakhir. Kakek yang baik itu berkata kepadanya:

Betapa besarnya cintamu kepada saudarimu! Oleh karena itu, aku akan membantumu. Akan
tetapi, ketahuilah bahwa semua orang yang pergi untuk mendapatkan burung yang tiada
bandingannya ini, mereka tidak kembali. Naiklah ke gunung itu! Dan tinggallah di pancuran
perak dan pohon emas, masuklah ke taman luas yang kosong dari batu, didalamnya ada batu-
batu besar. Berhentilah di sana dan lihatlah pada burung yang telah dideskripsikan oleh
saudarimu, turun dan berhentilah di atas batu besar yang melingkar di tengah batu-batu itu
burung itu mengibas-ibaskan ekornya dan bernyanyi dengan perkataan yang jelas. Kemudian
meletakkan kepalanya di bawah sayapnya. Jangan menyentuhnya sampai kamu benar-benar
yakin bahwa burung itu tidur. Karena jika lalai sedikit saja dan lepas darimu, maka situasi
akan berubah ke dalam potongan batu besar seperti orang-orang sebelummu!

Jamil melakukan semua nasihat kakek yang baik itu, sampai dia melihat burung ajaib
berhenti di batu yang besar mengibas-ibaskan ekornya yang berwarna emas dan perak, lalu
benyanyi:

“Aku burung sungguhan! Siapa yang menangkapku? Siapa yang menangkapku? Jika tidak
ada seorang pun yang menginginkanku hari ini maka aku akan tidur! Aku akan tidur!”

Burung itu meletakkan kepalanya di bawah sayapnya dan diam. Sabar itu indah. Telah usai.
Maka dia tidak menunggu waktu yang cukup seperti nasihat kakek yang baik itu. Dia
mengulurkan tangannya untuk menangkapnya. Burung itu berteriak dan terbang jauh. Jamil
berubah menjadi batu seperti batu-batu disekitarnya.

Pada suatu pagi, Jamilah melihat cermin ajaib menghitam pekat, maka dia menyadari sebab
kehilangan saudaranya lalu menangis. Sampai datang kepadanya penyihir jahat dan berkata
kepadanya:

Tangis itu tidak berguna! Jika kamu mengkhawatirkan saudaramu maka pergilah dan carilah
dia!

Penyihir yang jahat itu bermaksud untuk memaksa Jamilah seperti dia memaksa saudaranya
Jamil. Jamilah menunggangi kuda lalu pergi ke Gunung Ajaib. Kakek yang baik itu
melihatnya dan bertanya kepadanya tentang sebab kedatangannya. Kemudian Jamilah
menceritakan segala sesuatu kepadanya sambil menangis. Kakek itu berkata kepadanya:

Bukakankah kamu ingin mendapatkan burung ajaib?

Sekarang aku tidak mempedulikan apa pun kecuali menyelamatkan saudaraku yang aku
sayangi!

Aku akan membantumu wahai anakku karena cintamu kepada saudaramu adalah sebab
kedatanganmu dan bukan ketamakan. Ketahuilah bahwasannya kamu akan bertemu singa dan
ular yang akan menyerangmu untuk menakut-nakutimu. Maka jangan takut dan teruslah maju
dengan kudamu sampai kamu mendapatkan taman burung. Kamu harus menangkap burung
ajaib itu karena hanya dia yang akan mengatakan kepadamu apa yang harus kamu lakukan
untuk menyelamatkan saudaramu. Ingatlah baik-baik bahwa kamu harus bersabar sampai
burung itu benar-benar tertidur pulas sebelum kamu mengulurkan tanganmu kepadanya. Jika
tidak, kamu akan menjadi batu seperti saudaramu. Ketahuilah anakku bahwasannya kamulah
yang menyebabkan kematian saudaramu karena kamu yang mendorongnya ke dalam bahaya
ini. Kamu tidak peduli pada apa yang akan terjadi dan hanya untuk memuaskan
ketamakanmu. Maka dari itu, sekarang kamu harus membuktikan atas taubatmu dengan
menunjukkanku kesabaranmu sampai burung itu tidur dan pastikan dia sudah tertidur pulas.
Aku tahu bahwa sabar itu adalah ujian yang berat dan sangat sulit untuk gadis sepertimu,
penyesalan yang dalam untuk menyelamatkan saudaramu dari kematian yang ketika itu
adalah sebab hal itu terjadi. Akan tetapi ujian yang berat ini adalah salah satu petunjuk atas
taubatmu dan kuatnya keinginanmu. Bukan karena keinginanmu meskipun ketika itu kamu
sangat menginginkannya. Sekarang pergilah kepada keberkahan Allah dan jangan lupa pesan-
pesanku ini.

Jamilah melaksanakan nasihat-nasihat kakek yang baik itu dengan cermat langkah demi
langkah. Setelah burung ajaib itu selesai bernyanyi dan meletakkan kepalanya dibawah
sayapnya, Jamilah menunggu sampai cukup waktu untuk memastikan burung itu benar-benar
tidur. Mengulurkan kedua tangannya dan menangkapnya. Kemudian memintanya untuk
mengabarinya di mana saudaranya. Maka burung itu berkata kepadanya:

Sesungguhnya batu di tengah pohon-pohon ini tidak kembali ke bentuk aslinya kecuali jika
dipercikkan dengan pancuran perak. Sekarang kamu adalah majikan dan ratuku. Aku akan
melayanimu dengan kepercayaan dan keikhlasan, maka ayo kita ke pancuran itu.
Kemudian singa itu melihat buruh itu di atas tangan Jamilah lalu singa itu tunduk takluk di
bawah kedua kakinya. Burung itu menunjukkan kepadanya sebuah guci dari kristal di tengah-
tengah batu besar yang berwarna hijau kemudian mengisinya dari pancuran itu dan kembali
memercikkan air itu di atas batu-batu itu. Semakin dia memercikkan batu itu, semakin
berubah batu itu menjadi seorang penunggang kuda atau seorang pemimpin di atas punggung
kudanya. Akan tetapi, saudaranya tidak ada di antara mereka, sampai dia kembali
memercikkan sisa akhir air perak itu ke batu lain, maka berubahlah menjadi saudaranya.
Kemudian keduanya berpelukan dengan kebahagiaan yang besar. Kedua penunggang kuda
dan pemimpin-pemimpin itu berterima kasih kepadanya karena dia telah mengembalikannya
hidup. Mereka semua kembali dengan arak-arakan yang besar. Jamilah membawa burung
ajaib di atas tangannya yang keduanya memiliki kemurnian kepercayaan dan keikhlasan.

Burung ajaib itu hidup di istana di dalam sangkar emas dan menjadikannya sebagai penyanyi.
Kemudian penyihir yang jahat datang untuk melihat hasil rencananya kemudian burung ajaib
itu berteriak:

Keluarlah wahai penyihir yang terkutuk! Kalau tidak aku akan mencolok kedua matamu dan
memakan biji matamu!

Maka penyihir tua itu keluar lari sambil berteriak ketakutan. Kemudian dia mati setelah dua
hari akibat kemarahan yang besar.

Burung itu berkata kepada dua bersaudara itu: Waktunya telah datang, kalian harus
mengetahui siapa ayah dan ibu kalian. Jamil pergi ke istana raja. Mereka memanggilnya
untuk menyaksikan tiga keajaiban yang tidak ada satu pun yang menyamainya di seluruh
dunia.

Jamil tunduk kepadanya, dan pergi memenuhi panggilan raja untuk mengunjungi rumahnya
sambil berkata:

Aku sudah tahu wahai penguasa zaman bahwa sesungguhnya kamu raja yang paling agung di
seluruh dunia. Kamu mempunyai harta, dan segala sesuatu yang berharga dari barang-barang
antik, dan makhluk-makhluk ajaib yang tidak ada satu pun yang menyamainya di muka bumi
ini. Akan tetapi, Allah yang maha agung perkaranya tidak ada batas-batas kemuliaannya.
Sesungguhnya yang maha terpuji dan maha tinggi membahagiakan orang-orang yang
bersujud dan beribadah kepadanya. Mereka adalah hamba dan saudariku Jamilah dengan tiga
hal yang tidak dilihat oleh siapa pun. Ketika itu hamba belum mengetahui bahwasanya kamu
menyukai keajaiban-keajaiban. Kamu sangat gembira melihatnya. Aku datang dan
memberanikan diri untuk mengundang keagungan kalian untuk mengagungkan rumah kami
dengan kerendahan diri dan keagungan kemuliaan agar kalian menyaksikan Allah
membahagiakan kedua bersaudara ini dari pemeliharaanmu, mencintaimu dengan kecintaan
yang agung, dan ketulusan sampai mati kepadamu.

Raja itu bahagia dengan didikan Jamil, kebaikan pandangannya, dan kelembutan kata-
katanya. Kemudian dia pergi di hari berikutnya dengan arak-arakan besar dan luar biasa ke
rumah Jamil. Kedua bersaudara itu menerimanya dengan penghormatan yang besar.
Mendudukkannya di atas pohon emas yang berdampingan dengan pancuran perak. Raja itu
takjub dengan keindahan dan keunikan apa yang ia lihat. Burung ajaib itu menyanyikan
sebuah lagu untuknya:

Selamat datang wahai penguasa zaman!

Maka raja itu tidak mempercayai apa yang telinganya dengar, dan berkata:

Ini adalah kebenaran yang tidak bisa dipercaya oleh akal!

Kemudian burung ajaib itu menjawab:

Ada hal lain lagi yang lebih unik dari ini semua wahai penguasa zaman!

Akan tetapi, kamu harus mempercayainya!

Apa itu wahai burung ajaib?

Apakah kamu lupa wahai raja tentang ratu istrimu? Bagaimana kamu percaya bahwa
perempuan yang baik sepertinya, mungkin membunuh kedua anaknya atau menyihirnya
seperti yang telah mereka katakan kepadamu? Ratu itu tidak bersalah wahai penguasa zaman.
Dua bersaudara ini adalah patra dan putrimu! Jamil dan Jamilah mendekap dalam pelukan
raja, memohonnya ke istananya untuk mengemukakan alasan kepada ratu dan
mengembalikannya ke singgasananya. Kalian semua hidup dalam kebahagiaan. Akan tetapi,
burung ajaib itu mendahului ke sana dan masuk ke kamar dua saudara, perempuan istri koki
dan istri pembuat fathaair dan menemukan mereka sedang duduk di meja makan sedang
makan. Burung itu berteriak kepada keduanya dengan suara yang menakutkan mereka:

Raja telah menemukan anak laki-laki dan anak perempuannya dan dia meminta kalian berdua
datang dihadapannya! Ketika itu istri pembuat fathaair telah meletakkan di mulutnya
zalaabiyah, berhenti di tenggorokannya kemudian mati. Adapun istri koki takut akan
hukuman perbuatan jahatnya, kemudian menenggelamkan dirinya ke dalam sumur.

Di mana hal itu adalah awal yang akan raja lakukan ketika ia sampai ke istana. Awal babak
kehidupan baru memulai segala sesuatu bersama anak laki-laki dan anak perempuannya. Ini
adalah tentang kanannya dan itu adalah tentang kirinya, ke sayap yang saat itu memenjarakan
ratu yang merupakan ibu mereka. Kemudian mereka menemukannya saat masuk ke penjara
itu, ibunya bertekuk lutut meletakkan pandangannya tertuju kepada mereka dan kebahagiaan
jelas terlihat pada wajah mereka. Saat itu adalah pertama kali melihat wajah raja sejak
bertahun-tahun lamanya. Akan tetapi, dia tidak meninggalkan doanya, bahkan
menyambutnya dengan wajah yang paling baik. Tidak ada kekosongan yang tergambar pada
wajahnya, tanda kebahagiaan yang sangat besar bersama-sama. Dia membuka mulutnya
untuk menyambut raja dan menanyakannya siapa dua orang ini. Akan tetapi, pemuda dan
gadis itu tidak memberinya kesempatan untuk berbicara bahkan mendekapkan diri mereka ke
pelukannya sambil berteriak:

Ibu! Ibu!

Kemudian raja menceritakan kisah mereka berdua dan atas petunjuk Allah bagaimana
menunjukkannya kepada mereka. Raja menetapkan kebebasannya. Maka bercucuran air mata
ratu, air mata pemuda, dan gadis itu. Kebahagiaan dan rasa syukur kepada Allah. Begitu pun
bercucuran air mata raja. Raja meminta maaf atas kesalahannya. Maka ratu memaafkan
dengan maaf yang indah.

Burung ajaib itu tidak berpisah dengan raja, ratu, dan kedua pemimpin itu. Mereka semua
hidup dalam kesenangan dan kebahagiaan berkat ketulusannya.



Anda mungkin juga menyukai