Anda di halaman 1dari 93

BAB I

GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA

Sebelum membahas tentang gambaran umum perekonomian Indonesia, terlebih dahulu

dijelaskan tahapan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini secara garis besar, perkembangan

perekonomian Indonesia terbagi ke dalam 3 era, yaitu era orde lama, era orde baru, dan era

reformasi (setelah krisis ekonomi 1997). Namun dalam pembahasan yang lebih ditekankan pada

perkembangan perekonomian Indonesia setelah terjadinya krisis ekonomi yang berlangsung

tahun 1997 dan pada saat krisis ekonomi global pada tahun 2007 dan 2009, yang didasarkan atas

beberapa pemerintahan yang berkuasa.

A. Pendahuluan

Perekonomian Indonesia merupakan gambaran umum proses dan kegiatan yang

berhubungan dengan keinginan penduduk dan bangsa Indonesia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Proses kegiatan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang terus berkembang juga

dinamakan pembangunan ekonomi. Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi

dipengaruhi oleh :

a) Faktor Internal : kondisi fisik (iklim), lokasi geografis, jumlah dan kualitas sumber

daya alam, sumber daya manusia, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem

politik, dan peran pemerintah dalam pembangunan.

b) Faktor Eksternal : perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia,

dan keamanan global.

1
Mengapa Malaysia, Hongkong, India, dan Singapura yang dijajah oleh Inggris

mengalami pembangunan yang lebih maju dibandingkan dengan Indonesia yang dijajah oleh

Belanda? Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak ditentukan oleh siapa penjajahnya, tapi

ditentukan oleh :

a) Orientasi politik

b) Sistem ekonomi

c) Kebijakan pemerintah dlama pembangunan ekonomi setelah pemerintahan penjajah.

B. Sejarah Ekonomi Indonesia

Sejarah ekonomi Indonesia terdiri atas beberapa pemerintahan orde lama, orde baru,

reformasi dan globalisasi ekonomi dunia.

1. Pemerintahan Orde Lama

Pemerintahan orde lama dapat dijelaskan dalam bentuk berikut :

Gambar 1. Gambaran Pemerintahan Orde Lama

Kondisi ekonomi tidak menguntungkan :


Kondisi politik :
a) Selama decade 1950an,
a) Indonesia menghadapi 2 perang
pertumbuhan ekonomi rata-rata
besar dengan Belanda
7%
b) Gejola politik dalam negeri dan
b) Periode 1960 – 1966, pertumbuhan
beberapa pemberontakan
ekonomi 1,9% dan stagflasi (high
c) Manajemen ekonomi makro yang
rate of unemployment and
buruk
inflation)
c) Periode 1955 – 1965, rata-rata
pendapatan pemerintah Rp 151
juta dan pengeluaran Rp 359 juta
d) Produksi sector pertanian dan
perindustrian sangat rendah
sebagai akibat dari kurangnya
kapasitas produksi dan
infrastruktur pendukung
2 e) Jumlah uang yang beredar
berlebihan, sehingga terjadi inflasi
Tabel 1.
Saldo APBN
Tahun Pendapatan Pengeluaran Saldo
1955 14 16 -2
1956 18 21 -3
1957 21 26 -5
1958 23 35 -12
1959 30 44 -14
1960 50 58 -8
1961 62 88 -26
1962 75 122 -47
1963 162 330 -168
1964 283 681 -398
1965 923 2.526 -1603
Sumber : Bank Indonesia

Tabel 2.
Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar
Tahun Indeks Harga Pengeluaran
1955 135 12,20
1956 133 13,40
1957 206 18.,90
1958 243 29,40
1959 275 34,90
1960 330 47,90
1961 644 67,60
1962 1.648 135,90
1963 3.770 263,40
1964 8.870 675,10
1965 61.400 2.582,0

3
1966 152.200 5.593,4
Sumber : Bank Indonesia

Kondisi perekonomian Indonesia terdiri atas periode :

a) Periode 1945 – 1950. Periode ini kondisi ekonomi masih dalam lingkup yang sulit

berkembang dengan diwarnai dengan adanya ketidakstabilan politik dan keamanan

sehingga mengganggu pergerakkan ekonomi untuk berkembang. Pada periode ini tidak

dijelaskan secara spesifik bagaimana peran pemerintah dalam menstabilkan ekonomi

Indonesia.

b) Periode demokrasi parlementer/liberal (1950 – 1959)

Pada periode ini ditandai dengan banyak partai politik. Sektor formal : pertambangan,

pertanian, distribusi, bank, dan transportasi yang padat modal dan dikuasai oleh asing

serta berorientasi ekspor memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB. 8 kali

perubahan kabinet:

 Kabinet Hatta dengan kebijakan Reformasi moneter via devaluasi mata uang local

(Gulden) dan pemotongan uang sebesar 50% atas uang kertas yang beredar yang

dikeluarkan oleh De Javasche Bank dengan nilai nominal >2,50 Gulden Indonesia.

 Kabinet Natsir dengan kebijakan perumusan perencanaan pembangunan ekonomi yang

disebut dengan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).

 Kabinet Sukiman dengan kebijakan nasionalisasi oleh De Javasche Bank menjadi Bank

Indonesia dan penghapusan sistem kurs berganda.

4
 Kabinet Wilopo dengan kebijakan anggaran berimbang dalam APBN, memperketat

impor, merasionalisasi angkatan bersenjata dengan modernisasi dan pengurangan jumlah

personil, serta pengiritan pengeluaran pemerintah.

 Kabinet Ali I dengan kebijakan pembatasan impor, dan kebijakan uang ketat.

 Kabinet Burhanudin dengan kebijakan liberalisasi impor, kebijakan uang ketat untuk

menekan jumlah uang yang beredar, dan penyempurnaan program benteng (bagian dari

program RUP yakni program diskriminasi rasial untuk mengurangi dominasi ekonomi),

memperkenankan investasi asing masuk ke Indonesia, membantu pengusaha pribumi,

serta menghapus persetujuan meja bundar (menghilangkan dominasi Belanda

perekonomian nasional.

 Kabinet Ali II dengan kebijakan rencana pembangunan lima tahun 1956 – 1960.

 Kabinet Djuanda dengan kebijakan stabilitas politik dan nasionalisasi perusahaan

Belanda.

c) Periode demokrasi terpimpin (1959 – 1965). Dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-

perusahaan Belanda. Lebih cenderung kepada pemikiran sosialis komunis. Politik tidak stabil

sampai pada puncaknya pada September 1965.

2. Pemerintahan Orde Baru

Sejak Maret 1966, pemerintah mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat

melalui pembangunan ekonomi dan sosial. Pemerintah meninggalkan idiologi komunis dan

menjalin hubungan dengan Negara barat dan menjadi anggota PBB, IMF, dan Bank Dunia.

5
Kondisi perekonomian Indonesia :

a. Ketidakmampuan membayar utang LN US $32 Milyar

b. Penerimaan ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk impor

c. Pengendalian anggaran belanja dan pemungutan pajak yang tidak berdaya

d. Inflasi 30 – 50 persen per bulan

e. Kondisi prasarana perekonomian yang buruk

f. Kapasitas produktif sector industry dan ekspor menurun

Prioritas kebijakan ekonomi :

a. Memerangi hiperinflasi

b. Mencukupkan persediaan pangan (beras)

c. Merehabilitasi prasarana perekonomian

d. Peningkatan ekspor

e. Penyediaan lapangan kerja

f. Mengundang investor asing

Program ekonomi orde baru mencakup :

a. Jangka Pendek

 Juli – Desember 1966 untuk program pemulihan

 Januari – Juni 1967 untuk tahap rehabilitasi

 Juli – Desember 1967 untuk tahap konsolidasi

6
 Januari – Juni 1968 untuk tahap stabilisasi

b. Jangka panjang yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) mulai

April tahun 1969.

Dalam rangka mendukung kebijakan jangka pendek, pemerintah :

a) Memperkenalkan kebijakan anggaran berimbang (balanced budget policy)

b) Pembentukan IGGI

c) Melakukan reformasi terhadap sistem perbankan

 UU tahun 1967 tentang Perbankan

 UU tahun 1968 tentang Bank Sentral

 UU tahun 1968 tentang Bank Asing

a) Pemberian peran yang lebih besar kepada bank-bank dan lembaga keuangan lain sebagai

“agen pembangunan”. Dengan memobilisasi tabungan masyarakat untuk mendukung

pertumbuhan ekonomi dan memainkan peranan penting untuk pembangunan pasar uang

dan pasar modal.

b) Menjadi anggota IMF kembali.

Mulai 1 April 1969, program pembangunan jangka panjang terdiri dari tahapan-tahapan

REPELITA dengan sasaran :

a. Stabilitas perekonomian

b. Pertumbuhan ekonomi

c. Pemerataan hasil pembangunan

7
REPELITA I 1969 – 1974 dengan sasaran :

a) Stabilitas perekonomian

b) Pertumbuhan ekonomi

c) Pemerataan hasil pembangunan

REPELITA II 1974 – 1979 dengan sasaran :

a) Pertumbuhan ekonomi

b) Pemerataan hasil pembangunan

c) Stabilitas perekonomian

REPELITA III 1979 - 1984

REPELITA IV 1984 - 1989

REPELITA V 1989 - 1994

REPELITA VI 1994 – 1999 dengan sasaran :

a) Pemerataan hasil pembangunan

b) Pertumbuhan ekonomi

c) Stabilitas perekonomian

3. Pemerintahan Transisi (Habibie)

a) Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, kurs Bath terhadap US$ mengalami penurunan (depresiasi)

sebagai akibat dari keputusan jual dari para investor yang tidak percaya lagi terhadap

prospek ekonomi Thailand dalam jangka pendek.

8
Pemerintah Thailand mengintervensi dan didukung oleh bank sentral Singapura, tapi

tidak mampu menstabilkan kurs Bath, sehingga bank sentral Thailand mengumumkan

kurs Bath diserahkan pada mekanisme pasar.

2 Juli 1997, penurunan nilai kurs Bath terhadap US$ antara 15% - 20%.

b) Bulan Juli 1997, krisis melanda Indonesia (kurs dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650) BI

mengintervensi, namun tidak mampu sampai bulan Maret 1998 kurs melemah sampai Rp

10.550 dan bahkan menembus angka Rp 11.000/US$.

Langkah konkrit untuk mengatasi krisis :

a) Penundaan proyek Rp 39 triliun untuk mengimbangi keterbatasan Negara

b) BI melakukan intervensi ke bursa valas

c) Meminta bantuan IMF dengan memperoleh paket bantuan keuangan US$ 23 Milyar pada

bulan November 1997

d) Mencabut izin usaha (likuidasi) 16 bank swasta yang tidak sehat

Januari 1998 pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF

yang mencakup 50 butir kebijakan yang mencakup :

a) Kebijakan ekonomi makro (fiscal dan moneter) mencakup : penggunaan prinsip anggaran

berimbang; pengurangan pengeluaran pemerintah seperti pengurangan subsidi BBM dan

listrik; pembatalan proyek besar; dan peningkatan pendapatan pemerintah dengan

mencabut semua fasilitas perpajakan, penangguhan PPN, pengenaan pajak tambahan

terhadap bensin, memperbaiki audit PPN, dan memperbanyak obyek pajak.

9
b) Restrukturisasi sector keuangan

c) Reformasi structural

Bantuan gagal diberikan, karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan kesepakatan

dengan IMF yang telah ditandatangani. Indonesia tidak mempunyai pilihan kecuali harus bekerja

sama dengan IMF. Kesepakatan baru dicapai bulan April 1998 dengan nama “Memorandum

Tambahan mengenai Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan” yang merupakan kelanjutan,

pelengkapan dan modifikasi 50 butir kesepakatan. Tambahan dalam kesepakatan baru ini

mencakup:

a) Program stabilisasi perbankan untuk stabilisasi pasar uang dan mencegah hiperinflasi

b) Restrukturisasi perbankan untuk penyehatan sistem perbankan nasional

c) Reformasi structural

d) Penyelesaian utang luar negeri dari pihat swasta

e) Bantuan untuk masyarakat ekonomi lemah

4. Pemerintahan Reformasi (Abdurrahman Wahid)

Mulai pertengahan tahun 1999.

Target :

a) Memulihkan perekonomian nasional sesuai dengan harapan masyarakat dan investor

b) Menuntaskan masalah KKN

c) Menegakkan supermasi hukum

d) Penegakkan hak asasi manusia

10
e) Pengurangan peranan ABRI dalam politik

f) Memperkuat NKRI (penyelesaian disintegrasi bangsa)

Kondisi :

a) Pada tahun1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0)

b) Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%

c) Kondisi moneter stabil (inflasi dan suku bunga rendah)

d) Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai

akibat dari pernyataan presiden yang kontroversial, KKN, dictator, dan perseturuan

dengan DPR

e) Bulan Maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29 Milyar menjadi US$ 28,875

Milyar

f) Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari : penundaan pelaksanaan

amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah

(terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001

g) Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300

poin, dan nilai tukar rupish melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$

5. Pemerintahan Gotong Royong (Megawati)

Mulai pertengahan 2001 dengan kondisi :

a) SBI 17% sedangkan bunga deposito 18%

b) Inflasi periode Juli – Juli 2001 13,5% dengan asumsi inflasi 9,4% setelah dilakukan revisi

APBN

11
c) Pertumbuhan PDB 2002 sebesar 3,66% dibawah target 4% sebagai akibat dari kurang

berkembangnya investasi swasta (PMDN dan PMA), ketidakstabilan politik, dan belum

ada kepastian oknum.

Tabel 3.
Data Ekonomi Makro

No. Indikator 1998 1999 2000 2001 2002


1. Pertumbuhan PDB (%) -13,1 0,8 4,9 3,3 3,7
Ekspor (US$ Milyar): 48,8 48,7 62,1 56,3 42,5
 Migas 7,9 9,8 14,4 12,6 8,7
 Non migas 41 38,9 47,8 43,7 33,8
Impor (US$ Milyar) : 27,3 24 33,5 31 22,3
2.  Migas 2,7 3,7 6 5,5 4,6
 Non Migas 24,7 20,3 27,5 25,5 17,7
Neraca perdagangan (US$ Milyar) : 21,5 24,7 28,6 25,4
3.  Migas 5,2 6,1 8,3 5 20,2
 Non Migas 16,3 18,6 20,3 20,2
4. Kurs tengah 8.025 7.100 9.595 10.400 9.223
5. Inflasi (%) 77,6 101,8 9,35 12,55 6,74
Uang beredar (Rp triliun) :
 Uang primer 751 101,8 125,6 127,8 118,9
6.  M1 101,2 124,6 162,2 177,7 176
 M2 577,4 646,2 747 844,1 856,8
 Dana perbankan 573,5 625,6 720,4 809,1 815,4
7. Kredit perbankan (US$ triliun) 487,4 225,1 269 307,6 331,4
8. Suku bunga SBI 1 bulan (%) 35,52 11,93 14,53 17,62 13,10
9. IHSG Bursa Efek Jakarta 398,04 676,92 416,3 392 369

12
Tabel 4.
PDB Per sektor atas harga konstan (Milyar)

2002
Sektor 2001
Tw1 Tw2 Tw3
Pertambangan dan penggalian 38.483,3 9.715,1 9.460,4 Na
Pertanian 66.503,8 17.437,9 17.721,0 4,01%
Industri pengolahan 109.641,3 27.603,7 27.730,1 3,22%
Perdagangan, hotel, dan restaurant 66.691,8 16.992,1 17.124,7 2,93%
Jasa 38.749,9 9.685,4 9.708,4 0,51%
Pengangkutan dan komunikasi 31.483,0 8.260,2 8.330,5 7,83%
Keuangan, penyewaan, dan jasa
28.201,1 7.175,7 7.217,9 5,55%
perusahaan
Bangunan 24.168,0 6.086,8 6.146,3 2,98%
Listrik, gas, dan air bersih 7.210,0 1.827,1 1.886,5 6,17%
411.132,1 104.783,8 105.325,8 3.92%
Tw1 ke Tw2, sector pertambangan dan penggalian tumbuh negatif.

Tabel 5.
Realisasi Pertumbuhan PDB Riil Tahun 2001 dan Perkiraan
Tahun 2002 dan 2003

Negara Pertumbuhan (%)


2001 2002 2003
China 7,3 7,5 7,2
Hongkong 0,2 1,5 3,4
Korea Selatan 3 6,3 5,9
Taiwan -1,9 3,3 4
Singapura -2 3,6 4,2
Indonesia 3,3 3,7 4,5

13
Filipina 3,2 4 3,8
Thailand 1,8 3,5 3,5
Malaysia 0,5 3,5 5,3
Vietnam 5 5,3 6,5

6. Pemerintahan Indonesia Bersatu (SBY)

Mulai pertengahan 2004 – 2009 dengan kondisi :

1. SBI 15%

2. Bunga deposito 15%

3. IHSG mencapai titik tertinggi dalam sejarah yaitu antara 700 tahun 2004 sampai 3.000 tahun

2010

4. Inflasi periode Juli – Juli 2001 8,5% dengan asumsi inflasi 7,4% setelah dilakukan revisi

APBN

5. Mampu keluar dari krisis ekonomi global tahun 2007 sampai 2009

6. Rasio hutang terhadap PDB semakin menurun

7. Pertumbuhan PDB 2004 sebesar 3,66% dibawah target 4% sebagai akibat dari kurang

berkembangnya investasi swasta (PMDN dan PMA), ketidakstabilan politik, dan belum ada

kepastian oknum. Sedangkan pertumbuhan ekonomi thaun 2009 sebesar 4,5% mencapai target

4% lebih rendah dibandingkan tahun 2008 sebesar 6,1%. Perekonomian Indonesia pada masa

pemerintahan presiden SBY tahun 2004 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada bab berikutnya

yaitu pembahasan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.

14
BAB II

SISTEM EKONOMI INDONESIA

Sistem ekonomi Indonesia merupakan suatu unsur dari kesatuan sub sistem yang

mengindikasikan bentuk/pola dari proses kegiatan masyarakat dan pemerintah. Sistem ekonomi

Indonesia mencakup perpaduan dari sistem ekonomi kapitalisme, sosialisme, dan koperasi yang

dituangkan dalam sistem ekonomi pancasila dengan landasan kerakyatan. Bagaimana sistem

ekonomi Indonesia sebenarnya, berikut penjelasannya.

I. Sistem Perekonomian Indonesia

1. Sistem

Sistem adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai subyek dan obyek serta

perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subyek dan obyek :

a. Sistem kemasyarakatan : orang atau masyarakat

b. Sistem kehidupan/lingkungan : makhluk hidup dan benda alam

c. Sistem peralatan : barang/alat

d. Sistem informasi : data, catatan, dan fakta

Perangkat kelembagaan : lembaga/wadah subyek melakukan hubungan, cara dan

mekanisme yang menjalin hubungan. Tatanan/kaidah: norma/peraturan yang mengatur hubungan

subyek/obyek agar berjalan serasi.

15
2. Sistem ekonomi dan politik

Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan

ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan.

Sistem ekonomi:

a. Subyek/obyek : manusia (subyek) dan barang ekonomi (obyek)

b. Perangkat kelembagaan : lembaga ekonomi formal dan non formal dan cara serta

mekanisme hubungan

c. Tatanan : hukum dan peraturan perekonomian

Perbedaan antar sistem ekonomi dapat dilihat dari ciri-ciri berikut :

a. Kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan

b. Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja

c. Pengaturan pemilihan/pemakaian alat produksi

d. Pemilihan usaha yang dimanifestasikan dalam tanggung jawab manajer

e. Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh

f. Pengaturan motivasi usaha

g. Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi

h. Penentuan pertumbuhan ekonomi

i. Pengendalian stabilitas ekonomi

j. Pengambilan keputusan

k. Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan

16
Tabel 6.
Benang merah hubungan sistem ekonomi dan sistem politik

KUTUB A KONTEKS KUTUB Z


Liberalisme Ideologi politik Komunisme (menghapus
hak perorangan)
Demokrasi Rejim pemerintahan Otokrasi atau otoriter
(kekuasaan tak terbatas)
Egaliterisme Penyelenggaraan Etatisme (lebih
(Berderajad sama) kenegaraan mementingkan Negara)
Desentralisme Struktur birokrasi Sentralisme
Kapitalisme Ideologi ekonomi Sosialisme
Mekanisme pasar Pengelolaan ekonomi Perencanaan terpusat

Perbedaan ekonomi suatu negara dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu:

a. Sistem kepemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi

b. Keleluasaan masyarakat untuk berkompetisi dan menerima imbalan atas prestasi kerja

c. Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan

bisnis dan perekonomian pada umumnya

3. Kapitalisme dan Sosialisme

Sistem ekonomi Indonesia memiliki ciri sebagai sistem ekonomi campuran. Sistem

kapitalis dicerminkan dari keluasan swasta dalam mengolah ekonomi pasar (pembukaan bursa

efek, kepemilikan swasta di BUMN, kurs mengambang, investasi langsung asing). Sistem

ekonomi sosialisme dicerminkan dari peran pemerintah yang masih besar terhadap sektor yang

menyangkut masyarakat banyak (air, listrik, kereta api, jalan tol, koperasi).

17
a. Sistem ekonomi kapitalis

 Pengakuan terhadap kepemilikan individu terhadap sumber ekonomi

 Kompetisi antar individu dalam memenuhi kebutuhan hidup dan persaingan antar

badan usaha untuk mengejar keuntungan

 Tidak ada batasan bagi individu dalam menerima imbalan atas prestasi kerjanya

 Campur tangan pemerintah sangat minim

 Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi USA

b. Sistem ekonomi sosialis

 Kepemilikan oleh Negara terhadap sumber ekonomi

 Penekanan terhadap kebersamaan dalam menjalankan dan memajukan

perekonomian

 Imbalan yang diterima individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja

 Campur tangan pemerintah sangat tinggi

 Persoalan ekonomi harus dikendalikan oleh pemerintah pusat

c. Sistem ekonomi campuran

 Kepemilikan oleh individu terhadap sumber ekonomi diakui Negara

 Kompetisi antar individu dalam memenuhi kebutuhan hidup dan persaingan antar

badan usaha untuk mengejar keuntungan

 Imbalan yang diterima individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja

 Campur tangan pemerintah hanya untuk bidang tertentu seperti bidang yang

diperlukan oleh seluruh masyarakat (listrik dan air)

 Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi dengan beberapa hal

perlu adanya campur tangan pemerintah

18
4. Persaingan terkendali

Untuk mengetahui sistem ekonomi yang dianut oleh suatu Negara, maka perlu dianalisis

kandungan faktor-faktor tersebut diatas. Sistem ekonomi Indonesia (sistem persaingan

terkendali):

a. Bukan kapitalis dan bukan sosialis. Indonesia mengakui kepemilikan individu terhadap

sumber ekonomi, kecuali sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak

dikuasai oleh Negara sesuai dengan UUD 45

b. Pengakuan terhadap kompetisi antar individu dalam meningkatkan taraf hidup dan antar

badan usaha untuk mencari keuntungan, tapi pemerintah juga mengatur bidang

pendidikan, ketenagakerjaan, persaingan, dan membuka prioritas usaha

c. Pengakuan terhadap penerimaan imbalan oleh individu atas prestasi kerja dan badan

usaha dalam mencari keuntungan. Pemerintah mengatur upah kerja minimum dan hukum

perburuhan

d. Pengelolaan ekonomi tidak sepenuhnya percaya kepada pasar. Pemerintah juga bermain

dalam perekonomian melalui BUMN dan BUMD serta departemen teknis untuk

membantu meningkatkan kemampuan wirausahawan (UKM) dan membantu permodalan

19
II. Konsep Ekonomi Kerakyatan

A. Latar Belakang

Ada empat alasan mengapa ekonomi kerakyatan perlu dijadikan paradigm baru dan

strategi baru pembangunan ekonomi Indonesia. Keempat alasan dimaksud, adalah :

1. Karakteristik Indonesia

Pengalaman keberhasilan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Brazil meniru konsep

pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Negara-negara Eropa Barat dan Amerika, ternyata

bagi Negara-negara berkembang lainnya, yang menerapkan konsep yang memberikan hasil yang

berbeda. Dengan mengandalkan dana pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan,

mengandalkan investasi dari luar negeri, memperkuat industry substitusi ekspor, selama dua

sampai tiga dasawarsa memang berhasil mendorong pertumbuhan output nasional yang cukup

tinggi dan memberikan lapangan kerja cukup luas bagi rakyat.

Walaupun Indonesia pernah dijuluki sebagai salah satu dari delapan Negara di Asia

sebagai Asian Miracle atau Negara Asia yang ajaib, karena tingkat pertumbuhan ekonominya

yang cukup mantap selama tiga dasa warsa, tetapi ternyata sangat rentan dengan terjadinya

supply shock. Krisis mata uang Bath di Thailand, ternyata cepat membawa Indonesia dalam krisi

ekonomi yang serius dan dalam waktu yang amat singkat, ekonomi Indonesia runtuh.

2. Tuntutan Konstitusi

Walaupun rumusan konstitusi kita yang menyangkut tata ekonomi yang seharusnya

dibangun, belum cukup jelas sehingga tidak mudah dijabarkan bahkan belum dapat

20
diintepretasikan bermacam-macam, tetapi dari analisis histori sebenarnya makna atau ruhnya

cukup jelas. Ruh tata ekonomi usaha bersama uang berasas kekeluargaan adalah tata ekonomi

yang memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk berpartisipasi sebagai pelaku

ekonomi. Tata ekonomi yang seharusnya dibangun adalah bukan tata ekonomi yang monopoli,

atau monopsony, atau oligopoly tetapi tata ekonomi yang memberi peluang kepada seluruh

rakyat untuk memiliki asset dalam ekonomi nasional. Tata ekonomi nasional adalah tata

ekonomi yang membedakan secara tegas barang dan jasa mana yang harus diproduksi oleh

pemerintah dan yang diproduksi oleh sector sector private / sector non pemerintah. Mengenai

bentuk kelembagaan ekonomi, walaupun dalam penjelasan pasal 33 diintepretasikan sebagai

bentuk koperasi, tetapi tentu harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan

lingkungan.

3. Fakta empirik

Dari krisis moneter yang berlanjut ke krisis ekonomi dan kejatuhan nilai tukar rupiah

terhadap dollar, ternyata tidak sampai melumpuhkan perekonomian nasionl. Bahwa akibat krisis

ekonomi harga kebutuhan pokok melonjak, inflasi hamper tidak dapat dikendalikan, ekspor

menurun (khususnya manufaktur), impor barang modal menurun, pengangguran meningkat

adalah benar. Tetapi itu semua tidak berdampak serius terhadap perekonomian rakyat yang

sumber penghasilannya bukan dari menjual tenaga kerja.

Usaha-usaha yang digeluti oleh rakyat banyak produknya tidak menggunakan bahan

impor. Fakta lain, ketika investasi nol persen, terjadi penyusutan capital, ternyata ekonomi

21
Indonesia mampu tumbuh 3,4% pada tahun 1999. Ini semua membuktikan bahwa ekonomi

Indonesia akan kokoh jika pelaku ekonominya adalah warga Negara Indonesia sendiri.

4. Kegagalan pembangunan ekonomi

Pembangunan ekonomi yang telah kita laksanakan selama 32 tahun lebih, dilihat dari satu

aspek banyak menunjukkan hasil yang baik. Walaupun dalam periode tersebut, kita menghadapi

2 kali krisis ekonomi (yaitu krisis hutang Pertamina dan krisis anjloknya harga minyak), tetapi

rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional masih diatas 7% per tahun. Pendapatan perkapita atau

GDP serta volume dan nilai ekspor minyak dan non migas juga meningkat tajam. Tetapi pada

aspek lain, jumlah penduduk miskin makin meningkat, kesenjangan pendapat antar golongan

penduduk dan daerah makin melebar, jumlah dan ratio hutang GDP serta pemindahan pemilikan

asset ekonomi dari rakyat ke sekelompok kecil warga Negara juga meningkat.

Walaupun berbagai program penanggulangan kemiskinan dan program 8 jalur

pemerataan telah dilaksanakan, ternyata semuanya tidak mampu memecahkan masalah-masalah

tersebut. Jadi yang kita butuhkan saat ini bukan program penanggulangan kemiskinan, tetapi

merumuskan kembali strategi pembangunan yang cocok untuk Indonesia. Jika strategi

pembangunan ekonomi yang ditempuh benar, maka sebenarnya semua program pembangunan

sekaligus menjadi program penanggulangan kemiskinan.

22
B. Tujuan Penguatan Ekonomi Kerakyatan

Tujuan yang akan dicapai dari penguatan ekonomi kerakyatan adalah untuk

melaksanakan amanat konstitusi, khususnya mengenai : (1) perwujudan tata ekonomi yang

disusun sebagai usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan yang menjamin keadilan dan

kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (pasal 33 ayat 1), (2) perwujudan konsep Trisakti

(berdikari di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik, dan berkepribadian di bidang

kebudayaan), (3) perwujudan cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang

menguasai hajat hidup rakyat banyak dikuasai Negara (pasal 33 ayat 2), dan (4) permujudan

amanat bahwa tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak (pasal 27 ayat 2).

Adapun tujuan khusus yang akan dicapai adalah untuk :

 Membangun Indonesia yang berdikiari secara ekonomi, berdaulat, berdaulat secara

politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan

 Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan

 Mendorong pemerataan pendapatan rakyat

 Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional

C. Konsep Operasional Ekonomi Kerakyatan

1. Kebijakan Moneter

 Peninjauan kembali kebijakan subsidi bunga

Dalam rangka mengembangkan usaha menengah menjadi usaha besar, usaha kecil

menjadi usaha menengah, dan usaha mikro menjadi usaha kecil, kendala yang dihadapi adalah

23
keterbatasan modal untuk investasi dan kerja. Karena jangkauan pasar yang masih terbatas,

teknologi dan manajemen usaha belumlah efisien, maka resiko kegagalannya cukup tinggi.

Tingginya resiko gagal menyebabkan resiko investasinya juga besar. Sehingga hal ini

menyebabkan lembaga keuangan bank kurang berminat memberi pinjaman kepada UKM.

Jumlah dana yang diberikan bank kepada UKM jauh dibawah tingkat permintaan UKM.

Kekurangan pasokan ini selanjutnya diisi oleh lembaga kredit non bank, seperti KOSIPA,

dan pengijon dengan tingkat bunga jauh diatas tingkat bunga pasar. Intervensi pemerintah,

melalui dana bantuan langsung ke masyarakat, seperti PKK , Inpres Desa Tertinggal (IDT)

ternyata kurang efektif dan efisien. Kelembagaan keuangan mikro yang terbentuk dari program-

program tersebut, tingkat keberlanjutannya rendah, dan hampir tidak mampu memecahkan

permasalahan tingkat suku bunga yang tinggi, serta banyak menimbulkan ketergantungan kepada

pemerintah dan membutuhkan biaya delivery yang tinggi.

 Peninjauan Kembali Kebijakan Subsidi Bunga

Pemberian subsidi bunga bagi UKM ternyata mendorong permintaan uang bukan untuk

produksi tetapi untuk konsumsi dan spekulasi, sehingga hal ini dapat mendorong timbulnya

inflasi yang tinggi. Tingkat bunga yang tinggi yang ditawarkan oleh money lender ternyata selalu

mengalami market clearing. Artinya yang dibutuhkan Unit Produksi Rakyat, bukan subsidi

bunga tetapi akses untuk mendapatkan pinjaman di lembaga keuangan bank. Untuk mendapatkan

akses tersebut, yang dibutuhkan bank adalah garansi atau jaminan. Dengan demikian yang

dibutuhkan oleh unit produksi rakyat adalah jaminan pemerintah kepada bank.

24
2. Kebijakan Fiskal

 Alokasi Anggaran untuk Penjamin Kredit untuk Unit Produksi Rakyat

Seperti telah dikemukakan diatas, maka intervensi yang diperlukan dari pemerintah

adalah adanya penjaminan kredit dalam akses untuk mendapatkan pinjaman dari bank bagi UKM

bukan subsidi bunga dan bukan dana block grant. Karena bank tidak berminat memberikan kredit

kepada UKM yang memiliki default risk tinggi. Bank mewajibkan menyalurkan 20% kredit

kepada UKM dengan subsidi bunga dari pemerintah, hal ini lah yang menyebabkan perlu adanya

penjaminan pemerintah untuk kredit UKM.

Bunga atas deposito dana penjaminan ini untuk biaya fasilitasi UPR yang dilakukan oleh

LSM. Yang mana digunakan untuk pembinaan LSM agar tidak digunakan oleh kepentingan

asing.

 Kebijakan Perpajakan

Untuk mendorong UKM bergabung menjadi UPR akan diberi keringanan pajak.

Demikian pula kepada perusahaan inti rakyat yang bersedi menjual sahamnya kepada petani

plasma, sehingga menjadi UPR, akan diberi keringanan pajak, baik pajak penjualan dan pajak

penghasilan.

25
 Kebijakan Pertanahan

Lahan dalam perekonomian merupakan faktor modal yang penting. Meningkatnya jumlah

petani landless dalam 3 dekade terakhir, dan hilangnya spesifikasi pemilikan komunal atas

sumber daya hutan, merupakan ancaman serius dalam membangun ekonomi kerakyatan. Oleh

sebab itu, perlindungan bagi masyarakat adat atas tanah ulayat, perlindungan petani atas

sertifikasi tanah, perlu dilakukan. Kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan bagi

masyarakat adat untuk memperoleh hak pemilikan atas tanah ulayat, akan membantu penguatan

ekonomi rakyat.

3. Kebijakan Sektor Riil

 Kebijakan Upah

Rendah dan tingginya upah dan gaji yang diterima tergantung dari tingkat upah

perjam/bulan, lama jam kerja, dan jumlah anggota keluarga yang bekerja. Lama jam kerja dan

jumlah anggota keluarga ditentukan oleh ketersediaan lapangan kerja. Untuk meningkatkan upah

buruh, jalan yang aman untuk ditempuh adalah melalui stimulus penciptaan lapangan kerja.

Karena UMR yang digunakan pemerintah dalam melindungi kaum pekerja, sebenarnya tidak

memecahkan masalah ketenagakerjaan, melainkan menghambat tumbuh dan berkembangnya

UKM dan mendorong laju pengangguran.

26
 Pertanian

Problem ekonomi di sektor pertanian, perdagangan, kehutanan, pertambangan, dan sector

industry tidak sama. Di sektor pertanian rakyat, masalah yang dihadapi mencakup aspek

permodalan, aspek ketenagakerjaan, dan aspek teknologi produksi. Pengadaan sarana produksi

pertanian dalam jumlah sedikit akan meningkatkan harga per unit sarana produksi, dan akibatnya

biaya produksi per unit produk menjadi tinggi. Dengan produksi kecil dan keuntungan kecil,

akan menjadi kendala terjadinya akumulasi capital di setiap unit produksi. Akibatnya hamper

tidak pernah terjadi investasi baru di sector ini, baik dalam pengadaan alat-alat mekanisasi

pertanian, maupun perluasan lahan.

 Perdagangan

Dalam rangka penguatan ekonomi kerakyatan, struktur pemilikan saham di distributor

dan retail besar, perlu dilakukan peninjauan kembali. Intinya adalah, sebanyak-banyaknya warga

Negara harus memiliki saham di sector perdagangan. Bentuknya adalah, retail-retail kecil harus

membentuk koperasi. Melalui koperasi ini, retail-retail ini memiliki saham di retail besar dan di

distributor.

 Kehutanan dan Pertambangan

Pengakuan atas pemilikan komunal terhadap sumber daya alam yang selanjutnya

melibatkan masyarakat local dalam eksploitasi, merupakan pilihan kebijakan yang cukup baik

bila ditinjau dari aspek politik, aspek ekonomi, dan aspek keberlanjutan. Melalui hak pemilikan

komunal, masyarakat bersama pemerintah bersama-sama dapat :

27
 Mengkonsesikan sepenuhnya kepada pihak investor dengan pemilikan saham bersama

antara pemerintah, masyarakat local, dan investor,

 Melakukan kerja sama dengan pihak investor dengan pola Kerja Sama Operasional

(KSO),

 Bersama pemerintah membentuk perusahaan yang akan mengeksploitasi sumber daya

alam yang bersangkutan.

28
BAB III
KETENAGA KERJAAN DAN
PENGANGGURAN DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN

Jumlah atau besarnya penduduk umumnya dikaitkan dengan pertumbuhan income per

kapita suatu Negara, yang secara kasar mencerminkan kemajuan perekonomian Negara tersebut.

Jumlah penduduk suatu Negara tidak boleh terlampau sedikit tetapi juga tidak boleh terlampau

banyak dan harus seimbang dengan jumlah sumber-sumber ekonominya, baru dapat diperoleh

kenaikkan pendapatan nasionalnya. Jumlah penduduk yang makin besar akan membawa akibat

jumlah angkatan kerja yang makin besar pula, berarti makin besar pula orang yang mencari

pekerjaan atau yang menganggur. Agar tercapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya

mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan.

Dengan demikian, pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk memperkecil tingkat

pengangguran, yang diharapkan laju pertumbuhan ekonomi dapat selalu dipertahankan pada

tingkat yang lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk.

B. KESEMPATAN KERJA DAN PEMBANGUNAN

Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan penawaran

tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam pembangunan daerah. Upaya

tersebut dapat diwujudkan melalui investasi langsung (direct investment) pada sector-sektor yang

29
bersifat padat karya, seperti konstruksi infrastruktur maupun industry pengolahan serta pada

sector jasa misalnya melalui perdagangan dan pariwisata. Tenaga kerja adalah orang yang siap

masuk dalam pasar kerja sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah

tenanga kerja dihitung dari masa usia produktif (15 – 65 tahun).

Kondisi di Negara berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran yang

lebih tinggi. Karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan

nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik.

1. DEFINISI KESEMPATAN KERJA

Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan

penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang

dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan

kerja.

Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan

tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam

proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya

masing-masing. Kesempatan kerja (demand for labour) adalah suatu keadaan yang

menggambarkan/ketersediaan pekerjaan. Dengan demikian kesempatan kerja dapat diartikan

sebagai permintaan atas tenaga kerja.

Menurut Soemitro Djojohadikusumo, angkatan kerja didefinisikan sebagai bagian dari

jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk

melakukan pekerjaan yang produktif.

30
Usia kerja adalah suatu tingkat umur seseorang yang diharapkan sudah dapat bekerja dan

menghasilkan pendapatannya sendiri. Usia kerja berkisar antara 14 – 55 tahun.

2. KONSEP ANGAKATAN KERJA

Konsep dan definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu pada The Labor Force

Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep ini membagi

penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) dan penduduk bukan usia kerja (kurang dari 15 tahun).

Usia kerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Khusus

untuk angkatan kerja meliputi :

a. Bekerja

b. Punya pekerjaan tapi sementara tidak bekerja

c. Mencari pekerjaan (pengangguran terbuka)

Sumber utama data ketenaga kerjaan adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).

Pada beberapa survey sebelumnya, pengumpulan data ketenaga kerjaan dipadukan dalam

kegiatan lainnya, seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Sensus Penduduk (SP), dan

Survei Penduduk Antar Sensus (Supas).

Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas.

Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya

pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

Pengangguran terbuka adalah seseorang yang termasuk kelompok penduduk usia kerja yang

tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan.

31
Setengah penganggur adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang masih

mencari pekerjaan atau yang masih bersedia menerima pekerjaan lain. Setengah pengangguran

yang dimaksudkan definisi itu disebut sebagai setengah pengangguran terpaksa. Sedangkan

orang yang bekerja dibawah 35 jam per minggu namun tidak mencari pekerjaan dan tidak

bersedia menerima pekerjaan lain dikelompokkan sebagai setengah pengangguran.

Tingkat Pengangguran = tingakat pengangguran terbuka (pengangguran terbuka dibagi

Angkatan kerja dikali 100) + tingkat pengangguran setengah pengangguran terpaksa.

Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh

pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus menerus

dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu

usaha/kegiatan ekonomi).

3. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN

A. Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat

pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan

tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi

maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. Pengangguran adalah

angkatan kerja yang belum dan sedang mencari pekerjaan. Pengangguran terjadi karena jumlah

penawaran tenaga kerja lebih besar daripada permintaan tenaga kerja. Dengan kata lain,

terjadinya surplus penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Pengangguran sering kali

32
menjadi salah satu permasalahan negara-negara berkembang, disatu sisi jumlah penduduk dari

tahun ketahun terus bertambah, disisi lain peningkatan kemampuan ekonomi, baik pemerintah

maupun swasta tidak secepat peningkatan jumlah penduduk. Terjadinya ketimpangan antara laju

permintaan lapangan kerja dengan laju penawaran lapangan kerja mengakibatkan semakin

meningkatnya jumlah pengangguran.

Cara-Cara Mengatasi Pengangguran

1. Bagi penganggur sendiri, dapat mengembangkan kreativitasnya melalui berwirausaha mandiri.

2. Pengembangan sekolah-sekolah yang mengarah kepada peningkatan kecakapan hidup, seperti

SMK.

3. Pengembangan program kerjasama dengan luar negeri dalam pemanfaatan Tenaga Kerja

Indonesia (TKI).

4. Pengembangan sektor informal seperti home industry.

5. Pengembangan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor

informal lainnya di wilayah tertentu.

6. Perluasan kesempatan kerja, misalnya melalui pembukaan industry padat karya di wilayah

yang banyak mengalami pengangguran.

7. Peningkatan investasi, baik yang bersifat pengembangan maupun investasi melalui pendirian

usaha-usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja.

33
8. Pembukaan proyek-proyek umum, hal ini bisa dilakukan oleh pemerintah seperti

pembangunan jalan raya, jembatan dan lain-lain.

9. Mengadakan pendidikan dan pelatihan yang bersifat praktis sehingga seseorang tidak harus

menunggu kesempatan kerja yang tidak sebanding dengan para pencari kerja, melainkan ia

sendiri mengembangkan usaha sendiri yang menjadikannya bisa memperoleh pekerjaan dan

pendapatan sendiri.

Jenis-Jenis Pengangguran

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak

bekerja secara optimal.

Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga

macam, yaitu :

1. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment)

Adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.

2. Setengah Menganggur (Under Unemployment)

Adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan,

biasanya tenaga kerja setengah mengannggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang

dari 35 jam selama seminggu.

34
3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)

Adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran jenis ini

cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara

maksimal.

Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi

beberapa jenis, yaitu :

a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan

perekonomian/siklus ekonomi.

b. Pengangguran struktural (Structural Unemployment)

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi

dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan,

seperti :

1. Akibat permintaan berkurang

2. Akibat kemajuan dan penggunaan teknologi

3. Akibat kebijakan pemerintah

c. Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)

35
adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan

pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.

d. Pengangguran musiman

adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam

ke musim panen.

e. Pengangguran teknologi

adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi

tenaga mesin-mesin.

f. Pengangguran siklus

adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi

resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggregate

demand).

Sebab-Sebab Terjadinya Pengangguran

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pengangguran adalah sebagai berikut :

1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja

Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja

yang tersedia.

36
Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi

2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang

Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang.

3. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan

Kerja Indonesia

4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang

Kebijakan-Kebijakan Pengangguran

Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara mengatasinya yang

disesuaikan dengan jenis pengangguran yaitu sebagai berikut :

1. Cara Mengatasi Pengangguran Struktural

Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :

a. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja

b. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang kelebihan ke tempat

dan sektor ekonomi yang kekurangan

c. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang

kosong, dan

d. Segera mendirikan industry padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran

37
2. Cara Mengatasi Pengangguran Friksional

Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai

berikut :

a. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang

bersifat padat karya.

b. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industry untuk merangsang timbulnya

investasi baru

c. Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.

d. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor

formal lainnya.

e. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya,

PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk

merangsang investasi baru dari kalangan swasta.

3. Cara Mengatasi Pengangguran Musiman

Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :

a. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain

38
b. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika

menunggu musim tertentu

4. Cara Mengatasi Pengangguran Siklus

Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :

a. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa

b. Meningkatkan daya beli masyarakat

B. Kemiskinan

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok

masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat

kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan

dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia.

Jenis-Jenis Kemiskinan

Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan.

Konsep yang mengacu kepada garus kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep

yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut.

Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan,

biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang

dimaksud.

39
Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan

minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan :

a. Tingkat dan laju pertumbuhan output

b. Tingkat upah netto

c. Distribusi pendapatan

d. Kesempatan kerja

e. Tingkat inflasi

f. Pajak dan subsidi

g. Investasi

h. Alokasi serta kualitas SDA

i. Ketersediaan fasilitas umu

j. Penggunaan teknologi

k. Tingkat dan jenis pendidikan

l. Kondisi fisik dan alam

m. Politik

n. Bencana alam

o. Peperangan

40
Kebijakan Antikemiskinan

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi

dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi. Ada tiga pilar utama

strategi pengurangan kemiskinan, yakni :

1. Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan

2. Pemerintahan yang baik (Good Governance)

3. Pembangunan Sosial

41
BAB IV
PENDAPATAN NASIONAL,

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN STRUKTUR EKONOMI INDONESIA

Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil

atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi

pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan

ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan

kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.

A. Pertumbuhan Ekonomi dan Kenaikan Produktivitas

Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan banyak hidup pada taraf batas

hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya, beberapa negara maju seperti Amerika Serikat

dan Kanada, negara-negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf

hidup tinggi dan terus bertambah. Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja serta

berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan output semakin

kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup. Sebaliknya kenaikan jumlah

barang kapital, kemajuan teknelogi, serta kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja

cenderung mengimbangi berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab

rendahnya pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum

penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk yang sangat cepat,

sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi, berupa pertambahan

kuantitas dan kualitas sumber alam, capital, dan kemajuan teknologi.

42
1. Teori Inovasi Schum Peter

Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi entrepreneur sebagai motor penggerak

pertumbuhan ekonomi kapitalistik. Dinamika persaingan akan mendorong hal ini.

2. Model Pertumbuhan Harrot-Domar

Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural. Selain kuantitas faktor

produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.

Model ini dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk

memelihara tingkat laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi

natural dikalikan dengan nisbah capital-output.

3. Model Input-Output Leontief

Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan hubungan antar industry.

Dengan menggunakan table ini maka perencanaan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara

konsisten karena dapat diketahui gambaran hubungan aliran input-output antar industry.

Hubungan tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka pendek/menengah

dianggap konstan tak berubah.

4. Model Pertumbuhan Lewis

Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negara sedang berkembang

banyak (padat) penduduknya. Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk disektor

pertanian ke sektor modern kapitalis industry yang dibiayai dari surplus keuntungan.

43
5. Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahap-tahap pertumbuhan ekonomi serta

ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap

prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, tahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap

konsumsi tinggi.

Faktor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam menggulangi kemiskinan

Dua hal esensial harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah, pertama

sumber-sumber yang harus digunakan secara lebih efisien. Ini berarti tak boleh ada sumber-

sumber menganggur dan alokasi penggunaannya kurang efisien. Yang kedua, penawaran atau

jumlah sumber-sumber atau elemen-elemen pertumbuhan tersebut haruslah diusahakan

pertambahannya. Elemen-elemen yang memacu pertumbuhan ekonomi tersebut adalah:

a. Sumber-sumber alam

Elemen ini meliputi tanah, sumber mineral dan tambang, iklim, dan lain-lain.

b. Sumber-sumber tenaga kerja

Masalah di bidang sumber daya manusia yang dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang

pada umumnya adalah terlalu banyaknya jumlah penduduk, pendayagunaannya rendah, dan

kualitas sumber daya tenaga kerja juga sangat rendah.

44
c. Kualitas tenaga kerja yang rendah

Negara-negara sedang berkembang tak mampu mengadakan investasi yang memadai

untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia berupa pengeluaran untuk memelihara kesehatan

masyarakat serta untuk pendidikan dan latihan kerja.

d. Akumulasi capital

Untuk mengadakan akumulasi capital diperlukan pengorbanan atau penyisihan konsumsi

sekarang selama beberapa decade. Di negara sedang berkembang, tingkat pendapatan rendah

pada tingkat batas hidup mengakibatkan usaha menyisihkan tabungan sukar dilakukan.

Akumulasi capital tidak hanya berupa truk, pabrik baja, plastic dan sebagainya, tetapi juga

meliputi proyek-proyek infrastruktur yang merupakan prasyarat bagi industrialisasi dan

pengembangan serta pemasaran produk-produk sektor pertanian.

Akumulasi kapital sering kali dipandang sebagai elemen terpenting dalam pertumbuhan

ekonomi. Usaha-usaha untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan

memusatkan pada akumulasi capital. Hal ini karena, pertama hamper semua negara-negara

berkembang mengalami kelangkaan barang-barang capital berupa mesin-mesin dan peralatan

produksi, bangunan pabrik, fasilitas umum, dan lain-lan. Kedua, penambahan dan perbaikan

kualitas barang-barang modal sangat penting karena keterbatasan tersedianya tanah yang bisa

ditanami.

45
B. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi

Dalam GBHN, tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Indicator untuk mengukur kesejahteraan adalah National Income.

Gambar Proses Perubahan Struktur Ekonomi

Peningkatan Peningkatan
Pertumbuhan PDB
National Income Kesejahteraan
Rakyat

Awal pembangunan ekonomi suatu negara dengan prioritas :

a. Pertumbuhan ekonomi

b. Distribusi pendapatan

Proses pembangunan ekonomi merubah struktur ekonomi secara mendasar :

a. Sisi permintaan agregat, pendalaman struktur ekonomi didorong oleh peningkatan

national income yang berpengaruh terhadap selera masyarakat yang terefleksi dalam

pola konsumsinya.

b. Sisi penawaran agregat, faktor pendorong utamanya adalah perubahan teknologi,

peningkatan SDM, dan penemuan material baru untuk produksi.

46
Pengaruh Resesi Dunia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Gambar Proses Resesi Ekonomi

Resesi Ekonomi Permintaan Ekspor Dunia dari Indonesia

Dunia (turun)

Saldo neraca Volume produksi DN Pertumbuhan GDP


perdagangan
(turun) (turun)

Saldo BOP Kapasitas produksi DN Pendapatan perkapita

(negative) (turun) (turun)

Cadangan devisa Volume impor

(negative) (turun)

47
BAB V
PEMBANGUNAN EKONOMI
REGIONAL DI INDONESIA

TEORI PEMBANGUNA EKONOMI REGIONAL

A. Kerangka Teori Pembangunan Ekonomi Regional

Untuk melihat kinerja perekonomian suatu wilayah atau suatu propinsi biasanya

digunakan indicator-indokator makro ekonomi, seperti peningkatan pendapatan masyarakat,

peningkatan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan (Tarigan, 2004). Dalam konteks analisis

input-output regional dan tampilan struktur ekonomi daerah dalam table input-output regional,

maka beberapa pengertian yang dianggap layak untuk dibahas dalam rangka menganalisi kinerja

perekonomian suatu daerah atau propinsi adalah : (1). Pertumbuhan ekonomi daerah atau

regional, (2). Pendapatan daerah berupa produk domestic regional bruto (PDRB), dan (3).

Distribusi pendapatan.

Pendapatan Regional

Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa

diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985).

Sedangkan menurut Tarigan (2004), pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat

pada suatu wilayah analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan

wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.

48
Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional,

diantaranya adalah :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh

sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai

produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai

tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa

tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai

tambah bruto dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan

produk domestic regional bruto (PDRB).

2. Produk Domestik Regional Neto (PDRN)

PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan

yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal

(mesin-mesin, peralatan, kendaraan, dan lain-lain) karena barang modal tersebut dipakai dalam

produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan,

hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan. Tetapi bila PDRN di atas dikurangi dengan pajak

tidak langsung netto, maka akan diperoleh PDRN atas dasar biaya faktor.

Dalam perhitungan pendapatan regional dengan pendekatan nilai produksi, perlu

dicermati agar tidak terjadi perhitungan ganda (double counting). Menurut Tarigan (2004)

pendapatan masyarakat di suatu wilayah atau propinsi paling mudah dilihat dari nilai tambah

suatu kegiatan produksi atau jasa yang meliputi upah atau gaji, laba, sewa tanah, bunga uang

yang dibayarkan (berupa bagian dari biaya), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

49
1. Upah dan gaji

Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada

tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar.

2. Laba

Laba atau keuntungan adalah total nilai penjualan dikurangi dengan biaya-biaya yang

dikeluarkan. Laba merupakan pendapatan bagi pengusaha.

3. Sewa Tanah

Sewa tanah adalah balas jasa yang diberikan kepada pemilik tanah atau lahan tempat

dilakukannya proses produksi.

4. Bunga Uang

Bunga uang adalah balas jasa terhadap modal yang digunakan dalam proses produksi.

5. Penyusutan

Pengertian penyusutan disini adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan

dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai

barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi.

6. Pajak Tidak Langsung Neto

Pajak tidak langsung (indirect tax) adalah pajak yang dikenakan atau dibebankan oleh

pemerintah terhadap produsen berkenaan dengan produksi, penjualan, pembelian, atau

50
penggunaan barang dan jasa yang mereka kenakan pada pembiayaan produksi. Sedangkan pajak

tidak langsung netto diperoleh dengan cara mengurangi pajak tidak langsung dengan subsidi.

Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghitung pendapatan regional

dengan menggunakan metode langsung (Soediyono, 1992; Tarigan, 2004), yaitu :

1. Pendekatan pengeluaran

Pendekatan pengeluaran adalah cara penentuan pendapatan regional dengan cara

menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam

negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa

itu digunakan untuk : konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari

keuntungan, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi); perubahan stok,

dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total impor).

2. Pendekatan produksi

Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan

cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptkan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam

perekonomian.

3. Pendekatan penerimaan

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan

faktor-faktor yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang

dijumlahkan adalah : upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.

51
Distribusi Pendapatan

Dalam teori ekonomi distribusi pendapatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1)

distribusi pendapatan institusional atau distribusi pendapatan personal, adalah distribusi

pendapatan yang terjadi antar institusi maupun antar kelompok rumah tangga, dan (2) distribusi

pendapatan fungsional atau distribusi pendaptan factorial, adalah distribusi pendapatan yang

diterima oleh masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (Semaoen,

1992).

B. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Regional

Teori yang membicarakan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional sebagian

dikutip dari teori-teori makro ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah dan

disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya, dan sebagian lagi merupakan teori yang

dikembangkan asli untuk ekonomi regional (Arsyad, 1999).

1. Teori Ekonomi Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi pertama kali ditulis oleh Adam Smith dalam bukunya yang

sangat terkenal An Inquiry into the Nature and Causes of The Wealth of The Nations, tahun

1776. Inti ajaran Smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam

menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasakan baik untuk dilakukan. Menurut Smith sistem

ekonomi pasar bebas akan menciptkan efisiensi, membawa perekonomian pada kondisi full

employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stasioner (stationary

state). Posisi stationer terjadi apabila sumber daya alam telah seluruhnya termanfaatkan.

52
Kalaupun ada pengangguran, hal itu hanyalah bersfiat sementara dan pemerintah tidak perlu

terlalu lama dalam mencampuri urusan perekonomian. Pemerintah tidak perlu terjun langsung

dalam memproduksi barang dan jasa. Tugas pemerintah adalah menciptakan kondisi dan

menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan optimal dalam perekonomian,

seperti : (1) menjamin keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat, (2) membuat

peraturan-peraturan yang memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para pelaku ekonomi,

(3) menyediakan sarana dan prasarana sehingga aktivitas swasta menjadi lancar. Pengusaha perlu

mendapatkan keuntungan besar agar dapat mengakumulasi modal dan membuat investasi baru

sehingga dapat menyerap tenaga kerja baru.

2. Teori Harrod – Domar dalam Sistem Ekonomi Regional

Teori ini dikembangkan dalam waktu hamper bersamaan oleh Roy F. Harrod pada tahun

1948 di Inggris, dan Evsey D. Domar pada tahun 1957 di Amerika Serikat. Walaupun

menggunakan perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya

dianggap mengemukakan ide yang sama, dan disebut teori Harrod – Domar. Teori ini

melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis)

sedangkan Harrod – Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis).

Untuk mengembangkan teorinya, Harrod-Domar menggunakan asumsi-asumsi sebagai

berikut :

1. Perekonomian bersifat tertutup

2. Hasrat menabung (MPS=s) adalah konstan

3. Proses produksi memiliki koefisien tetap

53
4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk.

3. Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dari Amerika

Serikat dan T.W. Swan dari Australia (1956). Teori mereka disebut juga dengan istilah teori

neoklasik. Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi capital,

kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan

model Harrod-Domar adalah masuknya unsur kemajuan teknelogi dalam Solow-Swan ini. Selain

itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subsitusi

antara capital (K) dan tenaga kerja (L). tingkat pertumbuhan menurut mereka berasal dari tiga

sumber, yaitu : akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan

teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga

produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari

waktu.

4. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun

1955. Setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun komiditi apa yang memiliki potensi besar

dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu

memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang

54
sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam

waktu relative singkat, dan sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya

terjamin, produk tersebut harus bisa diekspor (keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan

sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara

keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling

terkait dan saling mendukung. Menggabungkan kebijkan jalur cepat dan mensinergikannya

dengan sektor lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

5. Teori Basis Ekspor Richardson

Teori basis ekspor untuk pertama kali dikenalkan oleh Tiebout, murni dikembangkan

dalam kerangka ilmu ekomomi regional. Teori membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan

yang terdapat di dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service

(pelayanan) atau lebih sering disebut sektor nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang

besifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian daerah dan sekaligus

berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan pekerjaan service

(nonbasis) adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh

karena itu, pertumbuhannya tergantung dari kondisi umum perekonomian daerah tersebut

(endogenous). Perbedaan pandangan antara Richardson dan Tiebout dalam teori basis adalah

Tiebout melihatnya dari sisi produksi sedangkan Richardson melihatnya dari sisi pengeluaran.

55
6. Model Pertumbuhan Interregional

Model ini adalah perluasan dari teori basis ekspor, yaitu dengan menambah faktor-faktor

yang bersifat eksogen. Berbeda dengan model basis ekspor yang hanya membahas pertumbuhan

daerahnya sendiri tanpa melihat dampaknya pada daerah yang ada disekitarnya. Model

pertumbuhan interregional ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya model

ini dinamakan model interregional.

7. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory)

Dalam analisi ekonomi regional, secara implisit sering kali diasumsikan bahwa daerah

atau region yang dianalisis adalah homogen. Pada hal secara factual terdapat perbedaan yang

menciptakan suatu hubungan unik antara suatu bagian dengan bagian lainnya dalam wilayah

tersebut. Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi pada suatu

tempat, yang disebut dengan beberapa istilah seperti : kota, pusat perdagangan, pusat industry,

pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah

di luar pusat konsentrasi dinamakan : daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah

pertanian, atau daerah pedesaan (Tarigan, 2004).

56
BAB VI
INVESTASI DI INDONESIA

A. KONSEP INVESTASI

Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah Penanaman Modal atau Pembentukan

Modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Dalam

prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu

tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal)

meliputi pengeluaran/pembelanjaan sebagai berikut :

1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi

lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industry dan perusahaan,

2. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan

pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya,

3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang

masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.

Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan Investasi Bruto, yaitu ia

meliputi investasi untuk menambah kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan

mengganti barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila investasi bruto dikurangi oleh nilai

depresiasi maka akan didapat invesatasi neto.

57
Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah :

1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh

2. Tingkat bunga

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan

4. Kemajuan teknologi

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan

Tambunan (2001), faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih investasi diantaranya

adalah :

a. Modal. Yang dimaksud dengan modal adalah berapa banyak dana yang kita perlukam

untuk bisa melakukan investasi samapi kita dapat memperoleh keuntungan yang melebihi

dari investasi yang kita keluarkan? Prinsipnya, semakin kecil modal yang diperlukan

semakin baik bagi investor.

b. Tingkat pengembalian. Tingkat pengembalian adalah berupa berapa persen keuntungan

yang bisa diperoleh dari modal yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu. Semakin

tinggi tingkat pengembalian dan semakin cepat jangka waktunya semakin baik bagi

investor.

c. Tingkat resiko. Resiko adalah berapa besar kemungkinan terjadinya kerugian yang dapat

mengurangi jumlah modal kita dan bahkan menghabiskan modal kita. Semakin kecil

tingkat resikonya, semakin baik bagi investor.

58
d. Arus dana. Terakhir adalah arus dana yang berupa seberapa cepat dana dalam bentuk

uang kas secara fisik dapat kita tarik dari modal yang telah kita setor. Semakin cepat

semakin baik bagi investor.

Menurut Nopirin (2000) :”Faktor yang mempengaruhi investasi adalah tingkat bunga,

penyusutan, kebijaksanaan perpajakan serta perkiraan tentang penjualan dan kebijaksanaan

ekonomi”.

B. PERKEMBANGAN INVESTASI DI INDONESIA

Seperti diketahui bahwa ciri-ciri negara berkembang ialah kekurangna modal atau

rendahnya tingkat tabungan dan investasi. Tidak hanya persediaan modal yang sangat kecil,

tetapi juga laju tabungan yang sangat rendah. Rata-rata investasi kotornya hanya 5% - 6% dari

pendapatan nasional kotor, sedangkan negara maju berkisar antara 15% - 20%. Laju tabungan

yang seperti itu hamper tidak cukup untuk pertumbuhan penduduk yang cepat. Negara

berkembang seperti Indonesia mengalami kekurangan modal overhead ekonomi yang secara

langsung diperlukan untuk lebih mempermudah investasi.

Peranan investasi ini setidaknya didasarkan atas adanya harapan akan dapat memacu

pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, serta memperluas kesempatan tenanga kerja. Dalam

upaya menciprtakan iklim investasi yang kondusif, maka diusahakan memberikan prosedur yang

sederhana dan terkendali, sarana dan prasaran yang menunjang, serta peraturan yang konsisten,

sehingga terjamin kepastian berusaha dan keamanan untuk berinvestasi. Langkah-langkah

tersebut telah dirintis oleh pemerintah dengan dikeluarkannya kebijakan deregulasi,

59
debirokratisasi, dan disentralisasi dalam bidang investasi. Deregulasi sektor riil yang

menyangkut masalah investasi diwujudkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 20

/ tahun 1994 yang memungkinkan setiap penanam modal memiliki 95% saham usahanya di

Indonesia. (Laporan tahunan BI tahun 2000).

Kegiatan investasi pada 2003 tumbuh sebesat 1,4%, meningkat dibandingkan

pertumbuhan tahun lalu sebesar 0,2%. Indikasi kenaikan investasi tercermin dari naiknya impor

barang modal, penjualan truk dan persetujuan PMA/PMDN. Walaupun demikian, peran investasi

dalam mengangkat-pertumbuhan ekonomi masih sangat terbatas sebagaimana tercermin dari

pertumbuhannya yang masih di bawah rata-rata pertumbuhan sebelum krisis yang mampu

mencapai sekitar 12% per tahun. Hal ini terakait dengan berbagai permasalahan yang

menyelimuti dunia usaha, seperti masih belum kondusifnya iklim berinvestasi di Indonesia

(Laporan Tahunan Bank Indonesia,2003).

Dalam tabel yang disajikan dapat kita lihat seberapa besar nilai investasi menurut sektor

perekonomian.

Tabel Proyek-proyek Penanaman Modal Luar Negeri Di Indonesia Yang Disetujui

Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi (Juta US $)

Lapangan Usaha 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Pertanian, kehutanan,
160,1 729,9 1.384,3 1.521,5 463,7 998,2 482,4 152,2 389,7 458,9 178,9
dan perikanan

Pertambangan dan
- - - 1.696,7 1,6 0,3 14,2 2,2 118,7 49,3 17,8
penggalian

Perindustrian 3421,4 18.738,8 26.891,9 16.072,2 23.017,3 8.388,2 6.929,2 5.179,6 5.131,4 3.252,6 6.457,4

60
Konstruksi 96,9 76,5 205,8 296,8 306,8 197,8 153,4 87,8 47,6 287,1 787,7

Perhotelan 394,4 343,6 998,8 1.716,6 462,6 451,1 228,6 29,4 891,6 254,6 488,2

Transport,

pergudangan ,dan 85,4 145,1 5.539,5 694,6 5.900,0 79,0 102,7 138,1 378,2 3.713,3 4.160,2

perhubungan

Lembaga keuangan,

perasuransian, real 598,0 1.027,8 1.192,0 3.000,3 1.397,6 1.270,9 171,2 104,6 177,4 73 103

estate, & perushaan

Jasa masyarakat,

sosial, dan 3.385,6 2.622,6 3.702,3 4.932,8 2.282,9 2.177,6 2.800,2 393,1 1.516,0 804,9 279.7

perorangan

Jumlah 8.141,8 23.724,3 39.914,7 29.931,4 33.832 13.5631 10.881,8 6.087,0 9.027,5 9.789,1 13.207,2

Sumber : Bank Indonesia (2010)

Tabel Investasi PMDN Menurut Propinsi

2008 Januari 2009


NO LOKASI
Proyek Nilai % Proyek Nilai %

1 JAWA BARAT 64 4.289,5 1,1 5 573,1 75,6

2 JAWA TIMUR 40 2.778,3 13,7 2 25,2 3,3

3 BANTEN 31 1.989,1 9,8 1 12,4 1,6

4 RIAU 8 1.956,8 9,6 0,0

5 DKI JAKARTA 34 1.837,3 9,0 1 8,3 1,1

6 JAWA TENGAH 14 1.336,3 6,6 0,0

7 JAMBI 3 1.300,6 6,4 1 111,3 14,7

8 SULAWESI SELATAN 4 1.105,2 5,4 -

9 LAMPUNG 3 735,2 3,6 -

10 KALIMANTAN TENGAH 2 681,9 3,4 -

11 KALIMANTAN 4 592,7 2,9 -

61
SELATAN

12 SUMATERA UTARA 12 382,7 1,9 -

13 SUMATERA SELATAN 5 378,5 1,9 -

14 KALIMANTAN TIMUR 4 298,7 1,5 1 7,6 1,0

15 PAPUA 3 294,7 1,4 -

16 KALIMANTAN BARAT 2 248,1 1,2 -

17 KEPULAUAN RIAU 2 74,4 0,4 -

18 SULAWESI UTARA 1 42,2 0,2 -

19 BALI 2 29,0 0,1 1 20,0 2,6

20 BANGKA BELITUNG 1 2,0 0,0 -

JUMLAH / TOTAL 239 20353,2 100 12 757,9 100

Catatan : Propinsi lain tidak tersedia data Sumber : BPS (2010)

Tabel Investasi PMA menurut Propinsi

2008 Januari 2009


NO LOKASI
Proyek Nilai % Proyek Nilai %

1 DKI JAKARTA 434 9.927,8 66,8 -

2 JAWA BARAT 293 2.552,1 17,2 -

3 BANTEN 99 477,8 3,2 1 6,7 0,9

4 RIAU 8 460,9 3,1 -

5 JAWA TIMUR 73 457,3 3,1 10 17,8 2,5

6 KEPULAUAN RIAU 51 161,2 1,1 -

7 JAWA TENGAH 42 135,3 0,9 22 211,3 29,6

62
8 SUMATERA UTARA 18 127,3 0,9 1 0,1 0,0

9 SUMATERA 7 114,6 0,8 1 17,8 2,5

SELATAN

10 BALI 50 80,0 0,5 1 0,3 0,0

11 LAMPUNG 2 67,0 0,5 -

12 KALIMANTAN 7 62,7 0,4 6 1,7 0,2

TENGAH

13 KALIMANTAN 3 39,8 0,3 1 0,2 0,0

BARAT

14 JAMBI 1 36,1 0,2 1 2,0 0,3

15 SULAWESI UTARA 2 35,5 0,2 33 296,1 41,5

16 SUMATERA BARAT 4 28,1 0,2 1 1,2 0,2

17 SULAWESI 10 27,9 0,2 -

SELATAN

18 PAPUA 2 17,8 0,1 -

19 DI YOGYAKAR 6 16,6 0,1 -

20 BENGKULU 2 13,0 0,1 -

21 NUSA TENGGARA 7 12,8 0,1 2 101,5 14,2

BARAT

22 KALIMANTAN 8 12,5 0,1 -

TIMUR

23 NUSA TENGGARA 2 1,9 0,0 -

TIMUR

63
24 BANGKA BELITUNG 2 1,7 0,0 3 54,4 7,6

25 SULAWESI TENGAH 1 1,5 0,0 0,3 0,0

26 IRIAN JAYA BARAT 2 0,9 0,0 -

27 SULAWESI 1 0,5 0,0 -

TENGGARA

28 SULAWESI 1 0,2 0,0 -

SELATAN

29 NANGGROE ACEH - 1 1,5 0,2

DARUSSALAM

JUMLAH / TOTAL 1138 14.871, 100 84 712,9 100

Catatan : Propinsi lain tidak tersedia data Sumber : BPS (2010)

64
BAB 7
PERDAGANGAN DAN
PEMBAYARAN INTERNASIONAL

A. PENTINGNYA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Cakupan kerja sama ekonomi internasional luas sekali. Ada yang langsung memberikan

manfaat dan ada yang baru memberi manfaat dalam jangka panjang. Kerja sama ekonomi yang

dapat langsung memberikan manfaat terutama adalah perdagangan internasional. Sebab negara

yang melakukannya akan segera mengalami peningkatan penggunaan barang-jasa maupun faktor

produksi. Misalnya dengan mengimpor mobil dari Korea Selatan, masyarakat Indonesia dapat

menikmati mobil dengan jumlah yang lebih banyak dan mungkin juga harga yang lebih murah.

Sementara itu kerja sama yang memberikan manfaat dalam jangka panjang misalnya

adalah penanaman modal langsung. Pengusaha Amerika Serikat yang menanamkan modalnya

dalam bidang industry di Indonesia, membutuhkan waktu beberapa tahun sebelum dapat

berproduksi.

65
B. TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

a. Merkantilisme

Merkantilisme adalah ajaran atau paradigm yang berkeyakinan bahwa perekonomian

suatu negara makin makmur bila mampu memaksimalkan surplus perdagangan. Konsekuensinya

adalah memaksimalkan ekspor sekaligus meminimumkan impor. Dengan demikian surplus

perdagangan akan maksimal.

b. Keunggulan Absolut (Absolut Advantages)

Teori keunggulan absolut (absolut advantages) dibangun oleh Adam Smith sebagai

perbaikan atas Merkantilisme. Menurut Smith, surplus perdagangan yang dipaksakan lewat

mekanisme proteksi dan pemberian monopoli akan mengorbankan efisiensi dan produktivitas.

Sebab, lewat perlindungan dan hak monopoli, pengusaha tidak terdorong untuk melakukan

efisiensi dan inovasi. Akibatnya, produksi yang dihasilkan bukan saja jumlahnya menjadi lebih

sedikit, tetapi juga harga jualnya makin mahal, kualitasnya pun belum tentu baik. Dengan kata

lain, harga yang harus dibayar dari kebijakan perlindungan seperti yang diusulkan

Meerkantilisme adalah kesejahteraan rakyat.

Sebaliknya, Smith amat yakin bahwa perdagangan akan meningkatkan kemakmuran bila

dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas. Melalui mekanisme perdagangan bebas,

para pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan spesialisasi dalam upaya peningkatan

efisiensi. Menurut Smith, sebaiknya spesialisasi dilakukan berdasarkan pertimbangan

keunggulan absolut, yang keunggulan yang dilihat dari kemampuan produksi dengan biaya lebih

rendah.

66
Perdagangan Internasional vs Perdagangan Domestik

Ada tiga perbedaan utama antara perdagangan internasional dan perdagangan domestic,

yaitu :

1. Peluang/horizon perdagangan yang lebih luas. Negara-negara bisa menjual brang/jasanya

ke negara lain dan bisa membeli barang/jasa dari negara lain. Bayangkan jika tidak ada

perdagangan, orang Indonesia tidak akan memiliki mobil, orang Amerika tidak dapat

makan pisang, seluruh dunia tidak dapat menikmati film Hollywood,dls.

2. Adanya kedaulatan bangsa. Pada perdagangan internasional, bangsa-bangsa dapat

mengatur aliran barang/jasa, tenaga kerja, dan keuangan. Negara-negara menunjukkan

kedaulatannya disini. Sementara di perdagangan domestic, aliran perdagangan bebas

tanpa regulasi yang berarti dari negara.

3. Penggunaan kurs tukar. Dalam melakukan perdagangan internasional, negara-negara

menggunakan kurs tukar yang berbeda-beda. Pengekspor software dari Amerika ingin

dibayar dalam USD, sedangkan pengekspor beras dari Thailand ingin dibayar dengan

Bath Thailand. Pengimpor (pembeli) biasanya harus membayar uang impor dengan mata

uang negara pengekspor (penjual). Ini berbeda dengan perdagangan domestic yang hanya

menggunakan satu kurs tukar. Perdagangan internasional juga membutuhkan sistem

keuangan internasional yang dapat memastikan kelancara aliran mata uang ini.

67
Sumber-sumber Perdagangan Internasional

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional, yaitu :

1. Keragaman/diversitas sumber daya alam. Ini berhubungan erat dengan faktor

endowment, yaitu apa yang telah dimiliki secara alamiah oleh negara. Negara-negara

misalnya dapat kaya akan minyak, hasil laut, memiliki hutan yang luas, dikelilingi oleh

laut, dls. Ini merupakan contoh faktor endowment yang dimiliki negara-negara. Negara

kemudian memanfatkannya dengan menspesialisasikan pada faktor endowment yang

dimilikinya. Misalnya, negara yang kaya minyak dan bahan tambang lainnya dapat

menspesialisasikan pada produksi minyak dan hasil tambang untuk kemudian diekspr dan

ditukar (mengimpor) dengan apa yang tidak diproduksinya, negara yang dikelilingi lautan

dapat menjadikannya sebagai pusat pelabuhan dan transit bagi kapal-kapal perdagangan

dunia,

2. Perebedaan selera (preferensi). Misalnya negara A mampu memproduksi daging sapi

dalam nilai yang sama dengan negara B menghasilkan ikan, namun negara A lebih

senang mengkonsumsi ikan dan negara B lebih senang mengkonsumsi daging sapi. Ini

mendorong terjadinya perdagangan internasional antar kedua negara.

3. Perbedaan biaya. Ini berkaitan erat dengan biaya produksi. Jika negara-negara melakukan

spesialisasi, maka skala ekonomis akan tercapai dan biaya produksi per unit akan

semakin murah. Produksi barang/jasa tertentu cenderung difokuskan pada negara

tertentu, yang memiliki spesialisasi barang/jasa tersebut. Misalnya, produksi software

cenderung dilakukan di Amerika, produksi fashion kelas dunia di Perancis (kalau yang

68
ini mungkin bukan karena biaya produksi, tetapi keunggulan lokasi yang memberi “brand

dan kualitas “ tertentu bagi hasil produksi), produksi sparepart mobil banyak dilakukan di

Brazil, dll. Selain itu, perbedaan biaya tentunya juga ditentukan oleh harga bahan baku,

tenaga kerja, biaya transportasi, dll.

c. Keunggulan Komparatif (Comparative Advantages)

Yang menjadi pertanyaan, apakah yang harus dilakukan bila sebuah negara memiliki

keunggulan absolut atas semua komoditas yang diperdagangkan. Pertanyaan ini sangat relevan

dengan dunia nyata. Misalnya, secara teknis USA memiliki keunggulan absolut dalam

memproduksi mobil dan tekstil dibandingkan Indonesia. Tetapi mengapa USA mengimpor

tekstil dari Indonesia. Bukankah lebih baik bila USA mengekspor mobil dan tekstil ke

Indonesia?

C. NERACA PEMBAYARAN

Neraca pembayaran (Balance of Payment/BOP) adalah catatan statistik (ringkas) tentang

transaksi ekonomi internasional yang dilakukan oleh penduduk suatu negara (perekonomian)

dengan penduduk negara (perekonomian) lainnya. Neraca pembayaran (BOP) adalah laporan

laba rugi (income statement) yang merupakan ringkasan arus keluar masuk barang, jasa dan

asset-aset dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu. Umumnya perode waktu

BOP adalah satu tahun, walaupun statistic-statistik ekonomi dewasa ini umumnya memberikan

data BOP periode triwulanan.

69
Struktur Dasar Neraca Pembayaran

Bagian paling penting dari neraca pembayaran adalah neraca lancar (current account) dan

neraca modal (capital account). Bagian lainnya yang memberikan tambahan penjelasan tentang

dinamika neraca lancar dan neraca modal adalah neraca penyeimbang (settlement account) dan

selisih perhitungan (statistical discrepancy).

1. Neraca lancar (current account)

Adalah bagian BOP yang memberi gambaran ringkas tentang transaksi barang dan jasa

yang diproduksi selama periode setahun atau kurang. Dapat juga dikatakan neraca lancar adalah

bagian dari BOP yang memberi gambaran ringkas tentang pembayaran jangka pendek.

Neraca lancar dapat dibedakan menjadi tiga bagian pokok, yaitu neraca pedagangan (balance of

trade), serta neraca jasa (services) dan neraca non balas jasa (transfer payment).

Dalam neraca perdagangan dicatat transaksi ekspor dan impor barang-barang selama satu

periode. Suatu negara dikatakan mengalami deficit perdagangan bila nilai ekspor barang lebih

kecil daripada nilai impor barang. Sebaliknya negara tersebut dikatakan mengalami surplus

perdagangan bila nilai ekspor barang lebih besar daripada nilai impor.

2. Neraca Modal (Capital Account)

Neraca modal adalah bagian dari BOP yang mencatat pembelian dan penjualan asset-aset

finansial seperti surat-surat berharga, deposito perbankan, dan juga investasi langsung.

Ringkasnya, neraca modal mencata arus masuk modal (capital inflow) dan arus keluar modal

70
(capital outflow) selama periode tertentu. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa neraca modal

mencatat arus pembayaran dan penerimaan jangka panjang.

Neraca modal dibedakan menjadi neraca modal pemerintah (official capital) yang

mencatat arus keluar masuk modal di sektor pemerintah dan neraca modal swasta (private

capital) yang mencatat arus keluar masuk modal di sektor swasta (dunia usaha). Suatu negara

dikatakan mengalami deficit neraca modal bla arus masuk modal lebih kecil daripada arus keluat.

Begitu sebaliknya.

3. Neraca Penyeimbang (Settlement Account)

Saldo neraca pembayaran adalah sama dengan nol. Maksudna, hasil penjumlajan antara

surplus dan atau deficit neraca lancar dengan surplus atau deficit nerasa modal adalah sama

dengan nol. Jika neraca lancar mengalami deficit 100, maka neraca modal harus surplus 100.

Dan sebaliknya. Tetapi seringkali terjadi bahwa saldo neraca pembayaran adalah defisi (< 0) atau

surplus (> 0). Saldo neraca pembayaran mempunyai konsekuensi terhadap nilai tukar mata uang.

Jika saldo nieraca pembayaran deficit, maka permintaan terhadap mata uang asing meningkat

atau penawaran terhadap mata uang domestic meningkat. Hal ini dapat menyebabkan

melemahnya nilai tukar mata uang domestic. Sebaliknya surplus neraca pembayaran akan

memperkuat nilai tukar domestic. Jika pemerintah ingin menjaga stabilitas nilai tukar, maka

saldo neraca pembayaran harus dibuat sama dengan nol.

71
4. Selisih Perhitungan (Statistical Discrepancy)

Salah satu fakor lain yang menyebabkan saldo HOP tidak sama dengan ketidaklengkapan

informasi (imperfect information) dan atau adanya transaksi yang tidak tercatat. Dalam BOP,

transaksi yang tak tercatat ini dimasukkan ke dalam bagian selisih perhitungan.

D. PEKEMBANGAN SISTEM MONETER INTERNASIONAL

1. Sistem Standar Emas 1870 – 1914

Muncul pada tahun 1870, dimana pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling

dengan emas. Karena perkembangan industry dan perdagangan dunia yang berkembang pada

abad 19 serta diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di Amerika dan Afrika, maka

sistem standar emas dipakai oleh banyak negara hingga Perang Dunia I.

2. Zaman Bretton Woods 1944 – 1973

Dalam perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan internasional, yaitu International

Bank for Recontruction and Development, yang sekarang dikenal dengan Bank Dunia dan Dana

Moneter Internasinal. Sistem kurs valuta asing yang dipakai semula adalah kurs tetap dan tidak

memperbolehkan negara anggota melakukan pengawasan devisa (exchange control) kecuali

mengalami krisis moneter atau defisit neraca pembayaran yang hebat. Pada masa tersebut dollar

merupakan mata uang yang terpenting dalam lalu lintas pembayaran internasional.

72
3. Sistem Semenjak 1973

Sejak tahun 1973, sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs tetap

dengan kurs berubah-ubah. Mata uang beberapa negara besar berfluktuasi tergantung dari

permintaan dan penawaran, dan seringkali penguasa moneter negara tersebut melakukan campur

tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan.

Dalam melakukan pembayaran transaksi ekonomi luar negeri, dapat digunakan beberapa

cara antara lain :

1. Cash

Pembayaran dilakukan dengan menggunakan check/cheque atau bank draft, pada saat

barang dikirim eksportir atau sebelumnya. Cara ini sangat baik bagi eksportir yang keadaan

keuangannya lemah dan belum kenal baik dengan importir.

2. Open Account

Merupakan kebalikan dari cara cash, yaitu pembayaran dilakukan setelah beberapa waktu

atau kebijaksanaan importir setelah barang dikirim kepada importir tanpa surat perintah

pembayaran serta dokumen-dokumen.

3. Commercial Bill of Exchange

Merupakan cara yang paling umum dipakai dan sering disebut draft atau trade bills, yaitu

surat yang ditulis oleh penjual yang berisi perintah kepada pembeli untuk membayar sejumlah

73
uang tertentu pada waktu tertentu di masa datang, yang biasanya disebut trade drafts. Jenis draft

terdiri dari clean draft dan documentary draft.

4. Letter of Credit (L/C)

Adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan pembeli barang (importir)

dimana bank tersebut yang menyetujui dan membayar wesel yang ditarik oleh penjual barang

(eksportir). Dengan demikian, L/C merupakan suatu alat pengganti kredit bank dan dapat

menjamin pembayaran bagi eksportir. Pihak yang terkait dalam L/C adalah Opener (importir),

Issuer (bank yang mengeluarkan L/C), Beneficiary (penjual/eksportir), dan dalam praktekn ya

ada satu pihak lagi yaitu Confirming Bank, yaitu bank di negara eksportir.

5. Private Compensation

Adalah penyelesaian pembayaran dengan kompensasi utang piutang tanpa perpindahan

mata uang ke negara lain.

74
BAB VIII
EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA

A. EKSPOR INDONESIA

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang

dari dalam negeri keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara ke negara lain termasuk

diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Sasandra, 2005).

Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara

memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah

output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat out put yang lebih tinggi lingkaran setan

kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000).

Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh penawaran (supply) dan permintaan

(demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan,

ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia, dan kebijakan devaluasi.

Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestic, nilai

tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku, dan

kebijakan deregulasi.

75
Perkembangan Ekspor Indonesia

Pesatnya perkembangan perekonomian Indonesia kurang lebih dua dasawarsa terakhir

menunjukkan keberhasilan dan kemampuan pemerintah dalam mengarahkan dana-dana

investasi, yang berupa dana dalam bentuk bantuan untuk pembangunan. Disisi lain, dengan

meningkatnya harga minyak bumi dalam tahun 1980-an merupakan salah satu penunjang

perekonomian pada saat itu, sumber utama untuk pengembangan ekspor lebih lanjut. Ada

sejumlah indicator yang umum digunakan untuk mengetahui perkembangan struktur ekspor,

diantaranya adalah proporsi ekspor migas dan non migas terhadap total ekspor.

Tabel Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tahun 1984 – 2003

Nilai % Peran Nilai % Peran Ekspor


1984 16.018,1 73,18 5.869,7 26,82 21.887,8
1985 12.717,9 68,43 5.868,8 31,57 18.586,7
1986 8.276,6 55,90 6.528,4 44,10 14.805,0
1987 8.556,0 49,93 8.579,6 50,07 17.135,6
1988 7.681,4 39,97 11.537,1 60,03 19.218,5
1989 8.680,2 39,17 13.480,0 60,83 22.160,2
1990 11.071,1 43,12 14.604,2 56,88 25.675,3
1991 10.894,9 37,39 18.247,5 62,61 29.142,4
1992 10.670,9 31,42 23.296,1 68,58 33.967,0
1993 9.745,8 26,47 27.077,2 73,53 36.823,0
1994 9.693,6 24,20 30.359,8 75,80 40.053,4
1995 10.464,4 23,04 34.953,6 76,96 45.418,0
1996 11.722,0 23,53 38.092,9 76,47 49.814,9
1997 11.622,5 21,75 41.821,1 78,25 53.443,6
1998 7.872,1 16,12 40.975,5 83,88 48.847,6
1999 9.792,3 20,12 38.873,2 79,88 48.665,5
2000 14.237,2 22,96 47.779,2 77,04 62.016,4
2001 43.684,5 77,56 12.636,3 22,43 56.320,9
2002 45.406,1 79,43 12.112,7 21,19 59.158,8
2003 13.651,7 22,36 47.406,7 77,64 61.058,3

76
Tabel Neraca Ekspor – Impor Produk Pertanian
Tahun 2002 – 2008 (Juta Ton dan Juta US$)
Volume Ekspor (Juta Ton) Volume (Juta US$)
Tahun
Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca

2002 11,6 13,6 (2,0) 5.518,3 4.007,2 1.511,1

2003 11,6 13,5 (1,9) 6.417,7 4.269,9 2.147,8

2004 15,1 13,0 2,1 8.544,0 4.885,5 3.658,5

2005 18,1 13,2 4,9 10.564,0 5.229,6 5.334,4

2006 19,4 13,1 6,3 13.593,4 5.406,4 8.187,00

2007 21,5 13,4 8,1 14.839,2 6.303,7 8.535,50

2008 22,8 13,2 9,6 15.039,3 6.639,2 8.400,10

Sumber data : Departemen Perdagangan (2010)

Tabel Neraca Perdagangan Negara Tujuan Utama


Tiga Tahun Terakhir (2006 – 2008)
Nilai Ribu US$
NO Negara Tujuan 2006 2007 2008
Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor
1 USA 11.232.103,8 4.056.532,3 11.614.229,7 4.787.174,4 8.894.302,2 5.282.856
2 Jepang 21.732.123,0 5.515.773,7 23.632.796,8 6.526.673,9 19.283.408,7 9.809.630
3 China 8.343.571,3 6.636.895,1 9.675.512,7 8.557.877,1 8.515.487,5 10.174.676
4 Singapura 8.929.849,2 10.034.534,8 10.501.617,3 9.834.794,8 9.110.305,9 16.026.011
5 Korea 7.693.540,9 2.875.852,5 7.582.734,4 3.196.686,6 6.902.304,5 5.029.277
6 Australia 2.771.277,0 2.986.264,9 3.394.557,3 3.004.012,0 2.918.441,5 2.761.465
7 AfSel 381.669,5 225.537,4 557.358,2 252.588,9 449.633,5 224.855
8 German 2.025.698,2 1.456.575,1 2.316.013,3 1.982.022,3 1.676.579,2 2.189.849
9 Turki 724.132,5 78.849,9 1.045.194,8 73.495,9 644.826,9 883.077
10 Brazil 626.135,6 515.146,5 786.353,3 686.731,5 660.961,5 819.409
Sumber data : BPS tahun 2007

77
Neraca perdagangan beberapa komoditas perkebunan. Minyak kelapa sawit merupakan

komoditi andalan utama ekspor perkebunan yang kemudian disusul oleh cina, kakao, kopi,

kelapa, dan teh. Komoditi yang ekspornya terus menunjukkan peningkatan (khususnya pada

tahun 2002-2005) dan nilainya cukup tinggi adalah minyak kelapa sawi, cina, kakao dan kopi.

Trend ekspor perkebunan yang terus meningkat ini, memberikan gambaran bahwa produk

perkebunan kita telah mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan

kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Sebsektor inilah dari sektor pertanian

yang mampu memberikan surplus perdagangan yang sangat tinggi.

B. IMPOR INDONESIA

Secara umum perdagangan Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ekspor dan

impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara

lain. Sedangkan impor adalah arus kebalikan daripada ekspor yaitu barang dan jasa yang masuk

kesuatu negara. Pada hakekatnya perdagangan luar negeri timbul karena tidak ada satu negara

pun yang dapat menghasilkan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh

penduduk.

Berdasarkan laporan indicator Indonesia komposisi impor menurut golongan penggunaan

barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu :

1) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum dapat

dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum

mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan dan minuman untuk

78
rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkut bukan industry, barang tahan

lama, barang setengah tahan lama serta barang tidak tahan lama.

2) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman untuk

industry, bahan baku untuk industry, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan

perlengkapan.

3) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang

dan alat angkut untuk industry.

Perkembangan Impor

Nilai impor Indonesia tidak terlepas dari pengaruh permintaan dalam negeri atas barang-

barang konsumsi dan impor atas bahan baku dan penolong, serta barang modal yang pasokannya

belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh industry-industri dalam negeri. Impor ini nantinya akan

digunakan untuk proses industry dalam negeri dan industry yang berorientasi ekspor. Salah satu

barang yang dimpor oleh Indonesia adalah barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal.

Analisis tentang sektor perdagangan luar negeri Indonesia selama ini terlalu didominasi

oleh analisisi tenteng ekspor. Di satu sisi hal ini dapat dipahami karena ekspor merupakan satu-

satunya andalan penghasil devisa yang berasal dari kekuatan sendiri, sehingga negara

berkembang berkepentingan untuk menguasai pengetahuan tentang penghasil devisanya ini.

Peran devisa ini sangat penting, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Devisa

dibutuhkan untuk (1) membayar impor sekarang, (2) jaminan pembayaran impor tiga bulan

mendatang, (3) membayar utang luar negeri dan bunganya , dan (4) mendukung stabilitas nilai

79
Rupiah. Namun demikian, di sisi lain, akibat dari kurangnya perhatian terhadap analisis impor

memunculkan dampak buruk, antara lain : (1) masyarakat menganggap impor kalah penting

dibanding ekspor, sehingga menjadi semakin kurang diperhatikan, (2) efek demonstrasi yang

merupakan dampak buruk dari impor mendapat kesempatan untuk menyebar tanpa hambatan,

karena telah terjadi ketidakpedulian terhadap impor, (3) pola konsumsi penduduk menjadi

semakin terjerat oleh selera ke barang impor, sebagai hasil dari upaya pen-skenario-an selera

yang dilakukan para produsen/eksportir di luar negeri melalu efek demonstrasi dari strategi

pemasarannya.

Analisis impor selayaknya mendapat porsi yang seimbang dengan analisi ekspor, karena

impor adalah cermin kedaulatan ekonomi suatu negara, apakah barang dan jasa buatan dalam

negeri masih menjadi tuan di negeri sendiri. Suatu negara melakukan impor karena mengalami

defisiensi (kekurangan/kegagalan) dalam menyelenggarakan produksi barang dan jasa bagi

kebutuhan konsumsi penduduknya. Ada dua macam defisiensi yang dapat terjadi, yaitu defisiensi

kuantitas dan defisiensi kualitas. Melakukan impor untuk alasan defisiensi kuantitas masih

merupakan suatu kewajaran. Faktor penyebab utamanya biasanya adalah faktor-faktor alamiah

yang nyata, sehingga penyelesaian atau solusinya juga jelas. Dalam hal ini barang dan jasa

dilihat dari fungsi atau kegunaanya. Peran konsumsi fungsional dalam pola konsumsi relative

rendah bila dilihat dari proporsi pengeluarannya dalam total pengeluaran untuk konsumsi.

80
Krisis moneter yang melanda Indonesia yang dimulai dari pertengahan tahun 1997 sangat

berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia seperti ekspor, impor, inflasi, investasi,

konsumsi, pengeluaran pemerintah dan lainnya. Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang dan

jasa secara terus menerus berlaku dalam suatu perekonomian. Kenaikan harga ini mendorong

terjadinya impor untuk mendapatkan barang atau jasa yang harganya lebih murah dengan

kualitas yang lebih baik. Pada umumnya suatu negara yang sedang mengalami inflasi akan

mengalami kesulitan dalam melaksanakan perdagangan luar negeri. Akan tetapi realita yang

terjadi di Indonesia, tingginya inflasi tidak menyurutkan permintaan impor di Indonesia. Laju

inflasi Indonesia selama periode 1993 – 2005 sangat berfluktuasi dengan rata-rata perkembangan

per tahun 81,70%. Angka inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1997, yaitu sebesar 58,0%

(BPS,2008), yang disebabkan oleh gejola politik yang terjadi di dalam negeri, serta

terdepresiasinya nilai rupiah terjadap dollar Amerika Serikat dan jika dikaitkan dengan Produk

Domestik Bruto pada periode itu mengalami penerunan sebesar – 13,13%, maka akan terlihat

adanya kecenderungan bahwa pada saat inflasi tinggi maka PDB akan menurun.

81
BAB IX
PERTANIAN DAN
KETAHANAN PANGAN

A. REVOLUSI HIJAU

Selama orde periode baru, industry dan pertanian merupakan dua sektor prioritas. Untuk

mendukung pembangunan pertanian, pemerintah pada waktu itu melaksanakan modernisasi atau

intensifikasi, dikenal dengan sebutan “revolusi hijau”, yang di Indonesia diterjamahkan menjadi

Bimbingan Massal (Bimas) sebagai strateginya. Motivasi di belakang strategi ini sederhana :

kompleksitas masalah jumlah penduduk, kemiskinan, penyediaan pangan adalah tantangan

paling besar yang dihadapi Soeharto sejak memulai Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I tahun

1969. Waktu itu jumlah penduduk Indonesia sekitar 120 juta jiwa dengan pertumbuhan rata-rata

2,3% per tahun, dan sebagian besar di Jawa, yang merupakan pusat produksi beras nasional. Juga

pada awal-awal periode orde baru, produksi pertanian, khususnya beras sangat rendah. Pada

tahun 1968, misalnya produksi beras nasional rata-rata 1,27 juta ton per hektar (ha) dengan luas

tanam sekitar 8,02 juta ha (Pambudy, 2008).

Waktu itu ekonomi Indonesia juga belum terdiversifikasi : sumbangan output pertanian

terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) tercatat sebesar 50 % dan juga merupakan

sektor terbesar dalam pemberian lapangan kerja (sekitar 70 % dari jumlah penduduk). Sedangkan

sektor industry manufaktur masih sangat lemah. Dalam ekspor nonmigas, sumbangan dari sektor

82
pertanian juga dominan sekitar 50 %. Juga dalam pembentukan modal tetap, pertanian paling

besar kontribusinya (Pambudy,2008).

Strategi ini, juga intensifikasi pertanian, ditandai dengan pemakaian input-input yang

lebih baik, sering disebut input-input pertanian „modern‟ (seperti pupuk buatan pabrik atau

nonorganik, insektisida, dan bibit-bibit unggul), teknologi-teknologi baru (termasuk sistem

irigasi teknis), cara pemasaran yang modern, dan proses produksi dengan tingkat mekanisasi

yang tinggi.

Strategi ini yang juga bersandar pada penggunaan benih monokultur, dilaksanakan

bersama-sama dengan investasi publik yang masif di pedesaan, termasuk pendidikan,

pembangunan jalan raya, serta fasilitas-fasilitas listrik dan telekomunikasi. Tujuan utama dari

strategi ini ada dua, yakni meningkatkan produktivitas di sektor tersebut untuk mencapai

swasembada pangan, khususnya beras, dan meningkatkan pendapatan riil per kapita di sektor itu

pada khususnya dan di pedesaan pada umumnya yang selanjutnya bisa mengurangi kemiskinan.

Selain kedua tujuan tersebut, modernisasi di pertanian juga bertujuan untuk mendukung

pembangunan industri nasional, terutama industri-industri yang memakai komoditas-komoditas

pertanian sebagai bahan baku utama mereka, misalnya industri makanan dan minuman.

83
Untuk melaksanakan pembangunan pertanian, khususnya program revolusi hijau tersebut,

pemerintahan Soeharto mengeluarkan dana yang jumlahnya tidak kecil, yang sebagian didukung

oleh bantuan atau pinjaman luar negeri. Booth (1998) mencatat bahwa pada akhir decade 1960-

an, sektor tersebut, terutama subsector beras, mendapat alokasi dana 30 % dari pengeluaran

pemerintah, termasuk untuk pembangunan irigasi dan prasarana yang diperlukan untuk

meningkatkan produksi. Selain itu, dana 20 % dianggarkan untuk membangun jalan sehingga

petani memiliki akses ke sarana produksi, terutama pupuk, dan juga akses untuk menjual hasil

pertanian mereka.

Satu hal yang menarik yang menunjukkan keseriusan pemerintah orde baru waktu itu

membangun sektor pertanian, seperti yang diceritakan oleh Pambudy (2008), adalah keputusan

Soeharto membangun pabrik pupuk di dalam negeri, walaupun waktu itu tidak disetujui oleh

Bank Dunia, lembaga yang sangat berperan dalam membantu pendanaan revolusi hijau di

Indonesia.

Keseriusan Soeharto membangun pertanian juga dapat dilihat dari pembangunan jangka

panjang (PJP) I (1969-1994) yang menekankan pada pembangunan sektor itu dengan menjaga

harga pangan (lahirnya badan logistik nasional atau Bulog), untuk menjamin ketahanan pangan.

Pemerintah waktu itu sangat yakin bahwa ketahanan pangan sebagai prasyarat utama bagi

kelangsungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Pambudy, 2008).

84
Dari sisi input, luasnya lahan pertanian beririgrasi teknis dan banyaknya pemakaian

input-input modern sering digunakan sebagai indikator-indikator untuk mengukur intensitas dari

modernisasi atau pelaksanaan revolusi hijau di sektor pertanian. Harapan umum adalah bahwa

dari sisi input, strategi pengembangan pertanian ini akan menghasilkan ekspansi lahan beririgrasi

teknis dan peningkatan penggunaan input-input modern.

Data historis dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai penggunan lahan pertanian dan

pemakaian pupuk dan input-input lainnya di Indonesia pada umumnya tidak akurat. Data dari

decade 70-an dan lebih awal tidak bisa sepenuhnya dibandingkan dengan data paling akhir. Akan

tetapi, ini bukan hanya masalah Indonesia. Juga di banyak bagian dari Asia dan Afrika, statistic-

statistik pertanian nasional terus-menerus di revisi dan diperbaiki, yang menciptakan masalah

komparabilitas. Oleh karena itu, banyak studi sebelumnya juga memakai data dari Organisasi

Pertanian Dunia (FAO), Namun, data FAO juga bermasalah sejak data tersebut didapat,

sebagian, dari statistic-statistik nasional dari negara-negara anggota, dan sebagian merupakan

estimasi-estimasi sendiri.

Database dari FAO mengenai penggunaan lahan pertanian di Indonesia sangat berbeda

dengan estimasi BPS. Estimasi BPS menunjukkan bahwa lahan pertanian meningkat dari 17 juta

ha sebelum revolusi hijau dilaksanakan ke lebih dari 37 juta ha di decade 90-an. Data FAO,

sebaliknya menunjukkan bahwa luas lahan yang digunakan untuk pertanian naik dari 38,4 juta ha

dalam decade 70-an ke 44,88 juta ha tahun 2002, atau lahan siap/sudah ditanami bertambah dari

sekotar 18 juta ha pada era 70-an ke 20,5 juta ha tahun 2002. Bagian dari lahan pertanian yang

85
teririgasi selama periode 60-an hingga 70-an rata-rata per tahun 10% dan pernah mencapai 11%

pada dekade 80-an.

Dengan memakai data BPS dan FAO, hasil penelitian dari Fuglie (2004) memberikan

suatu gambaran mengenai pemakaian lahan dan input-input modern di sektor pertanian di

Indonesia yang dibagi dalam tiga periode : sebelum revolusi hijau di decade 60-an, selama

revolusi hijau dari dekade 70-an hingga 90-an (saat revolusi hijau dapat dikatakan mati suri).

Seperti dapat dilihat di table di bawah ini, di decade 60-an, lahan pertanian meningkat setiap

tahun, dan selama periode revolusi hijau laju peningkatannya bertambah ke 2,3% per tahun, dan

setelah itu selama periode 1992 – 2000 sekitar 2,1% per tahun. Sebelum revolusi hijau dimulai,

lahan irigasi (teknis dan nonteknis) meningkat dengan rata-rata 1,4% setiap tahunnya dan selama

revolusi hijau meningkat dengan lebih dari setengah ke 2,3% per tahun, tetapi setelah itu merosot

secara signifikan ke 0,3% per tahun.

Tabel Kuantitas dan Laju Pertumbuhan Rata-rata Per Tahun dari Pemakaian Lahan dan
Input-input Modern di Pertanian

Kuantitas Laju Pertumbuhan (% per tahun)


1961- 1971- 1981- 1991- 1961- 1961- 1968- 1993-
1965 1975 1985 1995 2000 1967 1992 2000
Lahan (juta 17,6 18,9 26,0 32,2 2,0 0,3 2,3 2,1
Ha)
Lahan 2,4 2,7 3,3 4,6 1,8 1,4 2,3 0,3
irigasi ( juta
Ha)
Pupuk 0,1 0,4 1,7 2,5 10,6 1,7 16,0 0,1
pabrik (juta
ton)

86
Mesin (juta 0,1 0,2 0,2 0,6 11,5 7,5 14,3 5,9
tenaga
kuda)
Pupuk/lahan 6,9 22,7 64,0 76,3 8,5 1,3 13,6 -2,0
(kg/ha)

B. PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

1. Kontribusi PDB

Mungkin sudah merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses industrialisasi,

dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relative menurun, sedangkan dari industry

manufaktur dan sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier meningkat. Pertumbuhan

struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Selama periode 1990-an pangsa PDB dari

pertanian (termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan) mengalami penurunan (atas harga

konstan 1993) dari sekitar 17,9% tahun 1993 menjadi 19,6% tahun 1999, sedangkan pangsa PDB

dari industry manufaktur selama kurun waktu yang sama meningkat dari 22,3% menjadi 26,0%.

Dari tahun 2000 hingga 2006, pangsa PDB dari pertanian lebih rendah lagi, sekitar 15%,

sedangkan dari industry naik ke sekitar 27% hingga 28%. Sedangkan atas harga yang berlaku,

pangsa PDB dari pertanian menurun dari 19,4% pada awal decade 90-an menjadi 13,6% pada

tahun 2006 dan pada kuartal 1 2007 tercatat sebesar hamper 14%.

87
Tabel

Distribusi PDB menurut Tiga Sektor Besar, 1968 – 2007 (%)

Sektor 1968 1988 1990 1995 2000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian2 51,0 24,1 19,4 17,1 15,6 15,5 15,2 14,3 13,1 13,6 13,9

Industri 8,55 18,5 39,1 41,8 45,9 44,5 43,7 44,6 46,8 47,0 27,65

Jasa-Jasa 36,33 45,23 41,5 41,1 38,5 40,1 41,1 41,0 40,2 40,1 49,43

Keterangan : 1. Atas harga yang berlaku; 2. Termasuk perikanan, perkebunan, kehutanan, dan
peternakan; 3. Lainnya terdiri atas sektor listrik, gas, dan air minum, konstruksi, perdagangan,
pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan, sewa rumah, pemerintah, dan jasa-
jasa; 4. Kuartal 1; 5. Manufaktur.

Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB ini bukan berarti

bahwa volume produksi di sektor tersebut berkurang (pertumbuhan negative) selama periode

tersebut, tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output

di sektor-sektor lain. Tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa selama 2001 – 2004, output

pertanian tumbuh sekitar 3% hingga 4%, sedangkan industry antara 3% - 6%. Data BPS untuk

semester I, 2005 menunjukkan bahwa selama semester tersebut, output pertanian hanya tumbuh

0,3%, sementara output industry tumbuh 6,8% dari semester yang sama tahun sebelumnya.

Sedangkan untuk triwulan III – 2007 dibandingkan triwulan yang sama tahun 2006,

pertumbuhan output pertanian tercatat 8,9%. Untuk triwulan-triwulan lainnya selama tahun 2007

(tidak ditunjukkan di table tersebut), yakni : triwulan II-triwulan I, dan triwulan III-triwulan II,

output pertanian tumbuh, masing-masing 6% dan 10,2%; dan untuk triwulan I s/d triwulan III-

2007 dibanding periode yang sama tahun 2006 (tidak ditunjukkan dalam table tersebut), output

pertanian tumbuh 4,3%.

88
Tabel Pertumbuhan PDB menurut Sektor di Indonesia, 2001 – 2007 (triwulan III) (%)

Periode

Semester I 2005 Triwulan III-2007

Sumber
Sektor Terhadap Terhadap Terhadapa
2001 2002 2003 2004 Pertumbuhan
Sem. I Sem. II Triw. III
(year on
2004 2004 2006
year)

Pertanian 3,1 3,2 4,3 4,1 0,3 5,1 8,9 1,3

Pertambangan

& 0,3 1,0 -0,9 -4,6 -0,9 -5,5 1,8 0,2

Penggalian

Industri
3,3 5,3 5,3 6,2 6,8 2,7 4,5 1,2
Manufaktur

Listrik, Gas
7,9 8,9 5,9 5,9 7,7 3,6 11,7 0,1
& Air Bersih

Bangunan 4,6 5,5 6,7 8,2 7,4 0,7 7,5 0,5

Perdagangan,

Hotel & 4,4 3,9 5,3 5,8 9,7 3,0 6,9 1,2

Restoran

Transportasi
8,1 8,4 11,6 12,7 13,5 4,7 12,5 0,8
&

89
Komunikasi

Keuangan,

Sewa &
6,6 6,4 7,0 7,7 8,2 4,0 8,0 0,7
Perusahaan

Jasa

Jasa-Jasa
3,2 3,8 3,9 4,9 4,6 2,5 5,7 0,5
Lainnya

PDB 3,8 4,4 4,9 5,1 5,9 2,4 6,5 6,5

PDB tanpa
5,1 5,1 5,8 6,2 7,0 3,1 6,9 6,4
minyak & gas

C. KETAHANAN PANGAN

1. Pentingnya Ketahanan Pangan

Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian di suatu negara harus tercerminkan oleh

kemampuan negara tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Di

Indonesia, ketahanan pangan merupakan salah satu topic yang sangat penting, bukan saja dilihat

dari nilai-nilai ekonomi dan sosial, tetapi masalah ini mengandung konsekuensi politik yang

sangat besar. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi terhadap kelangsungan suatu cabinet

pemerintah atau stabilitas politik di dalam negeri apabila Indonesia terancam kekurangan pangan

atau kelaparan. Bahkan di banyak negara, ketahanan pangan sering digunakan sebagai alat

politik bagi seseorang (calon) presiden untuk mendapatkan dukungan dari rakyatnya.

90
Ketahanan pangan bertambah penting lagi terutama karena saat ini Indonesia merupakan

salah satu anggota dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Artinya, di satu pihak,

pemerintah harus memerhatikan kelangsungan pangan, tetapi di pihak lain, Indonesia tidak bisa

menghambat impor pangan dari luar. Dalam kata lain, apabila Indonesia tidak siap, keanggotaan

Indonesia di dalam WTO bisa membuat Indonesia menjadi sangat tergantung pada impor

pangan, dan ini dapat mengancam ketahanan pangan di dalam negeri.

2. Konsep Ketahanan Pangan

Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU)

No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 ayat 17 yang menyebutkan bahwa “Ketahanan pangan

adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan

yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan

dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau individu untuk

dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada

World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap RT atau

individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat

dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy,

2002).

Konsep ketahanan pangan nasional yang tercantum pada UU NO. 17 tersebut memberi

penekanan pada akses setiap RT terhadap pangan yang cukup, bermutu, dan harganya

91
terjangkau, meskipun kata-kata RT belum berarti menjamin setiap individu di dalam RT

mendapat akses yang sama terhadap pangan karena di dalam RT ada relasi kuasa (Pambudy,

2002). Implikasi kebijakan dari konsep ini adalah bahwa pemerintah di satu pihak, berkewajiban

menjamin kecukupan pangan dalam arti jumlah dengan mutu yang baik serta stabilitas harga, dan

di pihak lain peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya dari golongan berpendapatan

rendah.

Pada tahun 2005, melalui UU No. 11/2005, pemerintah meratifikasi Kovenan

Internasional Hak Ekonomi Sosial Budaya (Kovenan Ekosob). Kovenan ini berisi antara lain

tentang tanggung jawab negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan

bagi rakyatnya. Dengan kata lain, masalah pangan merupakan hak asasi manusia yang

pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara. Konsekuensi dari ratifikasi itu, menurut Irham

(2008), adalah pemerintah harus mengubah seluruh undang-undang yang tidak selaras dengan

ketentuan Kovenan Ekosob tersebut, termasuk soal pangan , yakni UU No. 7/1996 tersebut.

Irham menjelaskan paling tidak ada 4 alasan mengapa UU tersebut harus diubah, yaitu :

1. Perlindungan hak rakyat atas pangan oleh negara merupakan kewajiban hakiki

2. UU dapat menjadi penjamin atas pemenuhan tanggung jawab pemerintah dalam

menyejahterakan masyarakatnya melalui pemenuhan pangan yang berkesinambungan

3. Krisis pangan yang melanda dunia (sejak 2007) merupakan pelajaran berharga tentang

pentingnya suatu bangsa memiliki kedaulatan atas pangan untuk menjamin kecukupan

pangan bagi warga negaranya

4. Dan pembangunan ekonomi bisa berkelanjutan jika pemenuhan hak dasar rakyat atas

pangan terpenuhi.

92
Irham (2008) berpendapat bahwa selain UU No. 7/1996 tidak sesuai dengan Kovenan

Ekosob, juga belum menyentuh keempat aspek tersebut. Misalnya, UU No. 7/1996

“menghilangkan” kewajiban dan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak atas pangan,

yakni dengan memberikan sebagian beban kewajiban itu ke masyarakat (Pasal 45). Selain itu,

menurutnya yang dimaksud dengan “pemerintah” dalam UU ini harus lebih ditegaskan lagi,

apakah pemerintah pusat atau pemerintah daerah (pemda). Hal ini menjadi sangat penting setelah

berlakunya otonomi daerah (otda). Bahkan Irham berpendapat bahwa dalam konteks otda, justru

yang memiliki peran sentral dalam pemenuhan ketersediaan pangan seharusnya pemda.

3. Faktor-faktor Utama Penentu Ketahanan Pangan di Indonesia

Ada sejumlah faktor yang diduga sangat berpengaruh selama ini terhadap kinerja

pertanian Indonesia pada umumnya dan ketahanan pangan di dalam negeri pada khususnya.

Faktor-faktor tersebut adalah ketersediaan dan kualitas lahan, infrastruktur, khususnya irigasi,

teknologi dan kualitas petani dan buruh tani, energy, terutama listrik dan bahan bakar minyak,

permodalan, dan cuaca.

93

Anda mungkin juga menyukai