Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Distosia adalah penyulit persalinan, sedangkan distosia bahu adalah penyulit


persalinan bahu. Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan.
Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan
bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. Dengan
menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat
direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.untuk menentukan distosia
bahu di gunakan criteria objektif yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh.
Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24
detik, pada distosia bahu79 detik. Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan
.cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang

Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20


cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata rata 500 gr. Tali pusat berhubungan
langsung dengan plasenta biasanya ditengah keadaan ini disebut insersio sentralis.
Bila hubungan ini agak kepeinggir, disebut insersio lateralis, dan bila dipinggir
plasenta, disebut insersio marginalis. Kadang kadang tali pusat berada diluar
plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin jika demikian disebut
insersio velamentosa.
Umumnya plasenta mulai terbentuk lengkap pada Kehamilan lebih kurang 16
minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kapum uteri. Meskipun ruang
amnion membesar sehingga amnion tertekan kearah korion, namun amnion hanya
menempel saja, tidak samapi melekat pada korion.
Letak plasenta umunya di depan atau belakang dinding uterus, agak ke atas
kearah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus
uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Bila diteliti
benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu
vili korioles yang berasal dari korion, dan sebagian kecil berasal dari bagian ibu yang
bersal dari desidua basalis.
Darah ibu yang berada diruang interviller dari spiral arteri yang berada di
desidua basalis. Pada systole darah di semprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg
seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate,
pangkal dari kotiledon kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua villi
korioles dan kembali perlahan lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena vena di
desidua.
Ditempat tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena vena yang
lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir placenta di beberapa
tempat terdapat pula suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang
berasal dari ruang interviller diatas. Ruang ini di sebut sinus marginalis
Darah ibu yang mengalir diseluruh plasenta diperkirakan menaik dari 300 ml
menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml setiap menit pada kehamilan 40
minggu. Seluruh ruang interviller tanpa villi korioles mempunyai volume lebih
kurang 150-250 ml. permukaan semua villi korioles diperkirakan seluas kurang 11
m2. Dengan demikian, pertukaran zat zat makanan terjamin benar.
Perubahan perubahan terjadi pula pada jonjot jonjot selama kehamilan
berlangsung. Pada 24 minggu lapisan sinsitium dari villi tidak berubah, akan tetapi
dari lapisan sititripoblas sel sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai fagosit
fagosit, dan pembuluh pembuluh darahnya menjadi lebih besar dan lebih mendekati
lapisan tropoblas. Pada kehamilan 36 minggu sebagian besar sel sel tropoblas tidak
ada lagi, akan tetapi antara sirkulasi ibu dan janin selalu ada lapisan tropoblash. Lagi
pula terjadi kalsifikasi PD dalam jonjot jonjot dan pembentukan fibrin dipermukaan
dibeberapa jonjot. Kedua hal terakhir ini mengakibatkan pertukaran zat zat makanan,
zat asam, dan sebagainya antara ibu dan janin mulai terganggu.
Deposit fibrin ini dapat terjadi sepanjang masa kehamilan, sedangkan
banyaknya juga berbeda beda. Jika banyak, maka deposit ini dapat menutup villi dan
villi itu kehilangan hubungan dengan darah ibu, lalu berdegenerasi. Dengan
demikian, timbullah infark. Disamping itu, spiral arteries yang member darah ke
ruang interviller dapat mengadakan spasme oleh salah satu sebab, sehingga darah
mengalir perlahan lahan sehingga timbul pembekuan setempat. Dapat dimengerti
bahwa villi di sekitar tempat tersebut dapat menglami proses degenerasi dengan
deposit fibrin dan kalsifikasi. Timbul pulalah dsini apa yang dinamakan infark.
Peredaran darah antara uterus dan plasenta dewasa ini dapat di ukur secara dopler
ultrasound hingga dapat diperkirakan kemungkiana adanya kelainan pada janin
dengan mengukur flow velocity wafeforms (FVM) bentuk kecepatan gelombang
sirkulasi darah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DISTOSIA BAHU

Pengertian .1

Distosia bahu adalah Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya

bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.Distosia bahu
adalah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacralpromontory
karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul.
Distosia bahu adalah kegawatan obstetri di mana satu atau kedua bahu bayi terjebak
di atas pinggir panggul. Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu
janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
2. Syarat-Syarat Dapat dilakukan Tindakan Untuk Menangani Distosia Bahu
1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerja sama untuk
menyelesaikan persalinan
2. Masih mampu untuk mengejan
3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai akomodasi tubuh bayi
4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan conginetal yang menghalangi keluarnya bayi. 

A.  Persalinan Bahu Dengan Cara LOVSET.


Prinsip : 
Memutar badan janin setengah lingkaran (180º) searah dan berlawanan arah jarum jam
sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu yang semula dibelakang akan
lahir didepan (dibawah simfsis).
Hal tersebut dapat terjadi oleh karena :
 Adanya inklinasi panggul (sudut antara pintu atas panggul dengan sumbu panggul)
 Adanya lengkungan jalan lahir dimana dinding sebelah depan lebih panjang dibanding
lengkungan dinding sacrum disebelah belakang
Sehingga setiap saat bahu posterior akan berada pada posisi lebih rendah dibandingkan
posisi bahu anterior
Tehnik : 
Gambar 4
Tubuh janin dipegang dengan pegangan femuropelvik
Dilakukan pemutaran 1800 sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan

Gambar 5 Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar 1800  kearah yang
berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat
dilahirkan

Gambar 6 Tubuh janin diputar kembali 1800  kearah yang berlawanan sehingga bahu
belakang kembali menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan
: Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset
 Tehnik sederhana.
 Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin.

 Kemungkinan infeksi intrauterin minimal.

B.     Persalinan Bahu Dengan Cara KLASIK


.a.    Disebut pula sebagai tehnik DEVENTER
b.    Melahirkan lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah
.simfisis
.c.    Dipilih bila bahu tersangkut di pintu atas panggul

:Prinsip
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan panggul sebelah
belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul sebelah depan) dan kemudian
 melahirkan lengan depan dibawah arcus pubis

 Tehnik

Gambar 7 Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK
           
Gambar 8 Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK

Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan penolong berada     )1
diantara kedua pergelangan kaki anak , kemudian di elevasi sejauh mungkin dengan
.gerakan mendekatkan perut anak pada perut ibu
Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari tengan dan telunjuk tangan     )2
kiri menyelusuri bahu sampai menemukan fosa cubiti dan kemudian dengan
.gerakan “mengusap muka janin ”, lengan posterior bawah bagian anak dilahirkan
.Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diubah    )3

Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin dipegang dan sambil dilakukan
traksi curam bawah melakukan gerakan seolah “mendekatkan punggung janin pada punggung
.ibu” dan kemudian lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama

Bila dengan cara tersebut pada no 3 diatas lengan depan sulit untuk dilahirkan, maka lengan
:tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan cara
 Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicekap dengan kedua tangan penolong
sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong terletak dipunggung anak dan sejajar
dengan sumbu badan janin ; sedangkan jari-jari lain didepan dada.

 Dilakukan pemutaran tubuh anak kearah perut dan dada anak sehingga lengan depan
menjadi terletak dibelakang dan dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada no 2

: Keuntungan
Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu
: Kerugian
 Masuknya tangan kedalam jalan lahir meningkatkan resiko infeksi

             
C.   Persalinan Bahu Dengan Cara MÜELLER
Melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis melalui ekstraksi ;          ·
disusul melahirkan lengan belakang di belakang ( depan sacrum )
Dipilih bila bahu tersangkut di Pintu Bawah Panggul         ·

Gambar 9 (kiri) Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila perlu dibantu
dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan

Gambar 10 (kanan) Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan atas dengan telunjuk
jari tangan kiri penolong)
:Tehnik pertolongan persalinan bahu cara MüELLER
.”Bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik      .1
Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh janin sampai       .2
bahu depan lahir (gambar 9 ) dibawah arcus pubis dan selanjutnya lengan depan dilahirkan
.dengan mengait lengan depan bagian bawah
Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan tangan kanan dan       .3
dilakukan elevasi serta traksi keatas (gambar 10),, traksi dan elevasi sesuai arah tanda panah)
sampai bahu belakang lahir dengan sendirinya. Bila tidak dapat lahir dengan sendirinya,
dilakukan kaitan untuk melahirkan lengan belakang anak (inset pada gambar 10)
Keuntungan penggunaan tehnik ini adalah : Oleh karena tangan penolong tidak masuk terlalu
.jauh kedalam jalan lahir maka resiko infeksi berkurang.Melahirkan LENGAN MENUNJUK
Nuchal Arm Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah bila pada persalinan sungsang, salah
.satu lengan anak berada dibelakang leher dan menunjuk kesatu arah tertentu
Pada situasi seperti ini, persalinan bahu tidak dapat terjadi sebelum lengan yang bersangkutan
.dirubah menjadi didepan dada

Gambar 11 Lengan menunjuk ( “ nuchal arm”)

 Bila lengan yang menunjuk adalah lengan posterior : (dekat dengan sakrum)


Tubuh janin dicekap sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada dipunggung    .1
.anak sejajar dengan sumbu tubuh anak dan jari-jari lain didepan dada
Badan anak diputar 1800 searah dengan menunjuknya lengan yang dibelakang leher sehingga   .2
.lengan tersebut akan menjadi berada didepan dada (menjadi lengan depan)
.Selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan tehnik persalinan bahu cara KLASIK   .3
Gambar 12 Lengan kiri menunjuk kekanan

Gambar 13 Tubuh anak diputar searah dengan menunjuknya lengan (kekanan)


Gambar 14 Menurunkan lengan anak

: Bila lengan yang menunjuk adalah lengan anterior : (dekat dengan sinfisis) maka
Penanganan dilakukan dengan cara yang sama, perbedaan terletak pada cara memegang
tubuh anak dimana pada keadaan ini kedua ibu jari penolong berada didepan dada sementara
jari-jari lain dipunggung janin. Melahirkan LENGAN MENJUNGKIT Yang dimaksud
dengan lengan menjungkit adalah suatu keadaan dimana pada persalinan sungsang
pervaginam lengan anak lurus disamping kepala. Keadaan ini menyulitkan
terjadinya persalinan spontan pervaginam.Cara terbaik untuk mengatasi keadaan ini adalah
.melahirkan lengan anak dengan cara LOVSET

Gambar 15. Melahirkan lengan menjungkit


Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan persalinan sungsang
secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan bahwa kemacetan
 .tersebut tidak disebabkan oleh lengan yang menjungkit
B. Retensio Plasenta

Pengertian Retensio Plasenta .1

Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir


dalam setengah jam setelah janin lahir. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio
plasenta (hbitual retensio plasenta). Plasenta harus dikluarkan karena dapat menimbulkan
bahaya perdarahan,infeksi karena banda mati,dapat terjadi plasenta inkarserata dapat
terjadi polip plasenta dan terjadi degerasi ganas korio karsioma.(Rukiyah 2010).
Retensio plasenta adalah plasenta yang tidak terpisah dan menimbulkan
hemorrhageyang tidak tampak, dan juga disadaripada lamanya waktu yang berlalu antara
kelahiran bayi dan kluarnya plasenta yang diharapkan. Beberapa ahli menangani setelah
5 menit kabanyakn bidan akan menunggu satu setengah jam bagi plasenta untuk keluar
sebelummenyebutnya tertahan.( varney 2007).
Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta
Hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.  (Taufan Nugroho, 2011:158).
Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit
(Manuaba, 2007).
2. Etiologi
Penyebab dari retensio plasenta ini adalah
1. Plasenta sudah lepas tapi belum dilahirkan yang menghalangi keluarnya plasenta
di sebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah
uterus (ingkarserasio plasenta)
2. Plasenta belum lepas dari dinding uterus, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (Plasenta adhesiva )
yaitu, implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada
dinding uterus. Pada plasenta akreta vilii chorialis menanamkan diri lebih
dalam kedalam dinding rahim daripada biasa adalah sampai kebatas atas
lapisan otot rahim. Plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh
permukannya melekat dengan erat pada dinding rahim. Plasenta akreta yang
parsialis, yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat
berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang
kompleta, inkreta, dan precreta jarang terjadi. Penyebab plasenta akreta
adalah kelainan desidua, misalnya desisua yang terlalu tipis.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /
melewati lapisan miometrium.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ostium uteri
Namun ada beberapa factor predisposisi untuk terjadinya retensio plasenta
diantaranya beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu:
Grandemultipara, Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi  plasenta yang
agak luas, Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis, Plasenta previa,
karena dibagian ishmus uterus pembuluh darah sedikit sehingga perlu masuk jauh
kedalam, Bekas operasi pada uterus.

3. Penatalaksanaan Retensio Plasenta


Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir, harus diusahakan
untuk mengeluarkannya. Dapat di coba dulu prasat menurut Crede. Tindakan ini
sekarang tidak banyak dilakukan karena memungkinkan terjadinya inversion uteri,
tekanan yang kuat pada uterus dapat juga menyebabkan perlukaan yang kuat pada
otot uterus dan rasa nyeri yang keras dengan kemungkinan syok. Akan tetapi dengan
teknik yang sempurna hal ini dapat dihindari.
Salah satu cara untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara brandt.
Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat didekat vulva. Tangan
yang lain diletakkan didepan dinding perut di atas simfisis sehingga permukaan
palmar jari jari tanagan terletak dipermukaan depan rahim, kira kira pada oerbatasan
segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan tekanan ke bawah ke atas
belakang maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas, maka tali
pusat tidak tertarik ke atas. Kemudian tekanan di atas simfisis di arahkan ke bawah
belakang , kea rah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk
membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat dicegah ialah bahwa
plasenta selalu tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian masih
ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan
tangan kini di anggap cara yang paling baik. Denga tangan kiri menahan fundus uteri
supaya fundus jangan naik ke atas, tangan kanan di masukkan ke dalam kavum uteri.
Dengan mengikuti tali pusat, tangan itu sampai pada plasenta dan mencari pinggir
plasenta. Kemudian jari jari tangan itu dimasukkan antara pinggir pplasenta dan
dinding uterus. Biasanya tanpa kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat
dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian dilahirkan.
Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta akreta.
Plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong bahaya perdarahan serta
perforasi mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan kesulitan tersebut
akhirnya diagnosis plasenta ingkreta dibuat, sebaiknya usaha untuk mengelurkan
plasenta bimanual dihentikan, lalu dilakukan histerektomi.
Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena
lingkaran kontriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan ke
dalam vagina dan kebagian bawah uterus denagn dibantu oleh anastesia umum untuk
melonggarkan kontriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk di masukkan
cunam ovum melalui lingkaran kontriks untuk memegang plasenta, dan perlahan
lahan plasenta sedikit sedikit demi sedikit di tarik ke bawah melalui tempat sempit
tersebut.
 Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
 Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
 Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Jika plasenta tidak lepas dicoba
dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan
pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
 Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
 Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
 Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
C. Rest Plasenta
1. Pengertian Rest Plasenta

Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum
uteri.

Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang


dapat menimbulkan perdarahan post pasrtum sekunder. (http://jogjalib.com)

Sisa plasenta yang masih tertinggal disebut “sisa plasenta” atau plasenta rest.
Gejala klinis sisa plasenta adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi  perdarahan sedikit
yang berkepanjangan, dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah
berhenti beberapa waktu, perasaan tidak nyaman di perut  bagian bawah.

Selaput yang mengandung pembuluh darah ada yang tertinggal, perdarahan


segera. Gejala yang kadang kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang. Sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam uterus dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan. Bagian plasenta yang masih menempel pada
dinding uterus mengakibatkan uterus tidak adekuat sehingga pembuluh darah yang
terbuka pada dinding uterus tidak dapat berkontraksi/terjepit dengan sempurna.
(http://www.academia.edu)

Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan


yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada
pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan
eksplorasi dari cavum uteri. Potongan -potongan plasenta yang ketinggalan tana
diketahui biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
(http://www.academia.edu)
2. Etiologi
Faktor penyebab utama perdarahan baik secara primer maupun sekunder adalah
grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan yang
dilakukan dengan tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan
persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa, persalinan dengan narkoba.
(http://www.academia.edu)
Penyebab rest plasenta:
1) Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2) Salah pimpinan kala III : terlalu terburu - buru untuk mempercepat lahirnya
plasenta. (http://ninyomannovita072.blogspot.com)
3) Abnormalitas plasenta
Abnormalitas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman plasenta dalam
uterus yang mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta.
4) Kelahiran bayi yang terlalu cepat
Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan plasenta secara
fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga dapat terjadi gangguan retensi
sisa plasenta. (http://jogjalib.com)

3. Tanda dan Gejala


1. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap.
2. Terjadi perdarahan rembesan atau mengucur, saat kontraksi uterus keras, darah
berwarna merah muda, bila perdarahan hebat timbul syok, pada  pememriksaan
inspekulo terdapat sisa plasenta.
3. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
(http://www.academia.edu)
4. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada
perdarahan dengan sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta)
5. Keadaan umum lemah
6. Peningkatan denyut nadi
7. Tekanan darah menurun
8. Pernafasan cepat
9. Gangguan kesadaran (Syok)
10. Pasien pusing dan gelisah
11. Tampak sisa plasenta yang belum keluar.
(http://ninyomannovita072.blogspot.com)

4. Diagnosa

1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan penemuan melakukan


kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke
tempat persalinan dengan keluhan perdarahan setelah 6-10 hari pulang ke rumah
dan sub involusi uterus. (Saifuddin, 2009:181)
2. Perdarahan berlangsung terus menerus atau berulang.
3. Pada palpasi di dapatkan fundus uteri masih teraba lebih besar
4. Pada pemeriksaan dalam didapat uterus yang membesar, lunak, dan dari ostium
uteri keluar darah.

5. Penanganan

1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan


kelengkapan plasenta setelah dilahirkan.
2) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika
yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan 3x1 g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan dengan 3x500
mg oral.
3) Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lkukan ekplorasi digital (bila servik
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat
dilalui alat kuretase, lakukan evakuasi sisa plasenta denganAVM atau dilatasi dan
kuretase.
4) Bila kadar Hb < 8 gr% beri tranfusi darah, bila kadar Hb > 8 gr% berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari (Saifuddin, 2009:181).
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri   berlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada
saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit.
Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau
kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat
diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya (Prawirohardjo, 2010: 527)

6. Komplikasi

1. Sumber infeksi dan perdarahan potensial


2. Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan
3. Terjadi plasenta polip
4. Degenerasi korio karsinoma   
5. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.

7. Pencegahan Rest Plasenta

Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama,


sehingga dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya preventif
dapat dilakukan dengan :
1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.
2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
3. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.
5. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta dipercepat.

D. Atonia Uteri
1. Pengertian
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta :
2002)

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk


berkontraksi dan memendek.

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang
menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan.

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. (Apri, 2007).

Atonia uteri adalah kegagalan serabut – serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang
paling penting dan bisa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjdainya
syok hipovolemik.

Diagnosis atonia uteri yaitu bila setelah bayi dan placenta lahir ternyata pendarahan
masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lebih lembek.

2. Faktor Penyebab

Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan


yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :

1) Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :


a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)
2) Kala satu atau kala 2 memanjang
3) Persalinan cepat (partus presipitatus)
4) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5) Infeksi intrapartum
6) Multiparitas tinggi (grande multipara)
7) Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada   preeklamsia
atau eklamsia.
8) Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan
memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya belum terlepas dari uterus.

3. Manifestasi Klinis

1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek


2) Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

4. Tanda dan gejala atonia uteri

1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin
sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah

2) Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya

3) Fundus uteri naik    


4) Terdapat tanda-tanda syok
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)                       

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir  ternyata perdarahan masih
aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi
pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc
yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

6. Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik.
Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.

NO Langkah penatalaksanaan Alasan


1 Masase fundus uteri segera Masase merangsang kontraksi
setelah lahirnya uterus. Saat dimasase dapat
plasenta(maksimal 15 detik) dilakukan penilaia kontraksi uterus
2 Bersihkan bekuan darah adan Bekuan darah dan selaput ketuban
selaput ketuban dari vaginadan dalam vagina dan saluran serviks
lubang servik akan dapat menghalang kontraksi
  uterus secara baik.
 
 
3 Pastikan bahwa kantung kemih Kandung kemih yang penuh akan
kosong,jika penuh dapat  dapat menghalangi uterus
dipalpasi, lakukan kateterisasi berkontraksi secara baik.
menggunakan teknik aseptik
4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) Kompresi bimanual internal
selama 5 menit memberikan tekanan langsung pada
pembuluh darah dinding uterusdan
juga merangsang miometrium
untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai Keluarga dapat meneruskan
membantu kompresi bimanual kompresi bimanual eksternal
eksternal selama penolong melakukan
langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM Ergometrin dan misopostrol akan
(kontraindikasi hipertensi) atau bekerja dalam 5-7 menit dan
misopostrol 600-1000 mcg menyebabkan kontraksi uterus
8 Pasang infus menggunakan jarum Jarum besar memungkinkan
16 atau 18 dan berikan 500cc pemberian larutan IV secara cepat
ringer laktat + 20 unit oksitosin. atau tranfusi darah. RL akan
Habiskan 500 cc pertama secepat membantu memulihkan volume
mungkin cairan yang hilang selama
perdarahan.oksitosin IV akan cepat
merangsang kontraksi uterus.
9 Ulangi kompresi bimanual KBI yang dilakukan bersama
internal dengan ergometrin dan oksitosin
atau misopostrol akan membuat
uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama
1 sampai 2 menit, hal ini bukan
atonia sederhana. Ibu
membutuhkan perawatan gawat
darurat di fasilitas yang mampu
melaksanakan bedah dan tranfusi
darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Kompresi uterus ini memberikan
Teruskan melakukan KBI tekanan langung pada pembuluh
darah dinding uterus dan
merangsang uterus berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU RL dapat membantu memulihkan
oksitosin dalam 500 cc larutan volume cairan yang hilang akibat
dengan laju 500 cc/ jam sehingga perdarahan. Oksitosin dapat
menghabiskan 1,5 I infus. merangsang uterus untuk
Kemudian berikan 125 cc/jam. berkontraksi.
Jika tidak tersedia cairan yang
cukup, berikan 500 cc yang kedua
dengan kecepatan sedang dan
berikan minum untuk rehidrasi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta setelah bayi lahir selama 30
menit, hal ini disebkan karena plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus namun
belum dilahirkan dan belum lepasnya plasenta karena kurangnya His. Jika terjadi hal
ini biasanya pasien akan mengeluh terjadinya perdarahan setelah beberapa hari
melahirkan, atau kurang lengkapnya plasenta saat melahirkan, untuk
penatalaksanaanya pasien diberikan oksitosin, ataupun dilakukan plasenta manual.
Penanganan lebih dini akan mencegah terjadinya komplikasi seperti polip plasenta
dan keganasan.
Rest Plasenta adalah tertinggalnya potongan-potongan plasenta seperti
kotiledon dan selaput plasenta yang menyebabkan terganggunya kontraksi uterus
sehinggasinus-sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan post partum.
Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual
atau di kuratase dan pemberian obat-obat uterotonika intravena.

Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim
yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga
menimbulkan perdarahan.

Factor penyebab terjadinya atonia ateri antara lain uterus membesar, kala 1
dan 2 memanjang, Persalinan cepat, Persalinan yang diinduksi atau dipercepat
dengan oksitosin, iInfeksi intrapartum, multiparitas tinggi, magnesium sulfat yang
digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia, dan umur
yang terlalu tua atau terlalu muda.

Tanda dan gejala atonia uteri antara lain Perdarahan pervaginam, konsistensi
rahim lunak, fundus uteri naik, dan terdapat tanda-tanda syok
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-


serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi
daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium
tersebut tidak berkontraksi.

B. Saran

Usaha untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah  penyuluhan


yang intensif  tentang :

a. Pengenalan faktor risiko  umur  tertentu,  yaitu < 20 dan  > 35 tahun,


b. Pentingnya  menjalankan program Keluarga Berencana (KB) untuk menunda dan
menjarangkan kehamilan,
c. Penyebab terjadinya Rest Plasenta oleh tenaga kesehatan khususnya bidan  untuk
mencegah terjadinya perdarahan dan kematian ibu saat melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC.

Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, Sarwono.2010.Pelayanan Kesehatan Maternal.Edisi 1. Jakarta.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Vol 2. Jakarta : EGC.

http://khairul-anas.blogspot.com/2012/04/jenis-retensioplasenta.html#ixzz2PPF8Xso3

Saifuddin A. B., (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo S.,(2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Dias Q., (2014). LP Sisa Plasenta. http://www.academia.edu.com. 10 Desember 2014

Suryani A. I., (2013). Retensio Sisa Plasenta. http://jogjalib.com. 10 Desember 2014

Novita N. N., (2013). Rest Plasenta. http://ninyomannovita072.blogspot.com. 10


Desember 2014

Benson Ralph C, Pernoll Martin L, 2009, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, EGC,
Jakarta

Manuaba .I.G.B, dkk, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, EGC, Jakarta

Marmi, dkk, 2014, Asuhan Kebidanan Patologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Prawiroharjo, 2011, Ilmu Kandungan, Bina Pustaka, Jakarta

Rukiyah Ai Yeyeh, Yulianti Lia, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan),


Trans Info Media, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai