Anda di halaman 1dari 14

RASIONALITAS AL-QURAN : STUDI KRITIS ATAS TAFSIR AL-MANAR

(Telaah Buku M Qurais Shihab)

Diajukan sebagai salah satu tugas terstruktur dalam mata


kuliah Pendekatan dan Metode Studi Islam

Dosen Pengampu:
PROF. DR. H. ISKANDAR ZULKARNAIN

M KHOIRUL HADI AL ASY ARI


NIM. 20300011006

PROGRAM DOKTOR (S3) STUDI


ISLAM KONSENTRASI ILMU HUKUM
DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KAIJAGA
YOGYAKARTA
2020

Nama : Muhammad Khoirul Hadi Asy’ari


Nim/ Nomor Absen : 20300011006 no absen 5

RASIONALITAS AL-QURAN : STUDI KRITIS ATAS TAFSIR AL MANAR


M KHOIRUL HADI AL ASY ARI

A. Latar Belakang
Tafsir al-Manar adalah salah satu kitab tafsir yang sangat popular di kalangan
peminat studi al-Quran, Majalah al-Manar yang memuat tafsir ini secara berkala, awal abad
20, tersebar luas keseluruh penjuru Dunia Islam, dan sangat mempunyai peranan sangat
penting dalam pencerahan pemikiran serta penyuluhan agama, dan demikan itu tidak lepas
dari pengaruh Syaikh Muhammad Abduh lebih-lebih sang Murid yaitu Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha pemimpin dan pemilik majalah tersebut, serta penulis tafsir al-Manar yang
pemikiran keagamaan sangat terkenal di Indonesia.1
Tentu setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, dan setiap hasil renungan dan
pemikiran dipengaruhi oleh banyak factor, seperti tingkat intelegensi, kecenderungan pribadi,
latar belakang Pendidikan, bahkan perkembangan Pendidikan dan ilmu pengetahuan dan
kondisi social masyarakatnya. Memahami hal-hal tersebut adalah mutlak guna memahami
kajian lebih menadalam pemikiran seseorang, dan ini pada gilirannya kepada penilaian
terhadap pendapat yang di kemukakan dan batas-batas kewajaran yang di anut dan yang di
tolak.2
Makalah ini sebenarnya ingin memberikan gambaran singkat terhadap dua tokoh
tersebut yaitu Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam
bidang tafsir al-Quran, metode penafsiran serta keistimewaan dan kelemahan masing-masing,
dengan harapan hasil-hasil pemikiran dapat di pahami dan bermanfaat terhadap
perkembangan tafsir di Indonesia.

1
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 )
halaman 1,
2
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 )
halaman 2.
B. Rumusan Masalah
Melalui ulasan diatas, maka pemakalah menarik benang merah sebagai topik
pembahasan di dalam diskusi ini yaitu bagaimana pengaruh dari Pemikiran Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha di dalam Tafsir Al-Manar serta meodel penafsira, dan corak
penfsiran? Bagaimana pula corak penafsiran Tafsir Al-Manar??
C. Telaah Pustaka
Tema kajian sederhana ini tidak lepas dari tulisan-tulisan lain dengan tema-tema
penel;itian terdahulu. Mengingat bahwa tafsir Al-Manar merupakan salah satu kitab tafsir
populer di kalangan peminat studi Al-Quran. Maka dari itu tentunya timbul suatu perbedaan
dari setiap pemikiran yang menjelaskan tentan tafsir Al-Manar. Setiap orang memiliki
kelebihan dan kekurangannya, dan setia[p hasi; renungan dan pemikiran dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti tingkaat intelegensi, kecenderungan pribadi, latar belakang Pendidikan,
bahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan konsisi sosial masyarakatya. Memahami hal-hal
tersebut adalah mutlak guna memahami hasil pemikiran seseorang, dan ini pada gilirannya
dapat mengantarkan kepada penilaian terhadap pendapat yang dikemukakan itu, serta batas-
batas kewajarannya untuk dianut atau ditolak.
Memahami latar belakang pencetus ide dan cetusan idenya mengantarka seseorang
untuk tetap hormat padanya, atau paling tidak, mengetahui alasan dan latar belakang suatu
ide dapat memebrikan kepada pihak lain kesempatan untuk menemukan dalih atau alasan
“pembenaran”, walaupun ide yang dikemukakan itu tidak dapat diterima. Penulis tidak
mengklaim bahwa apa yang dikemukan di sini meerupakan hasil atau analisis penulis sendiri.
catatan kaki yang menghiasi paper ini kiranya cukup untuk menggambarkan dan
membicarakan bahwa ini semua adalah berbagai kumpulan informasi dan analisis sekian
pakar terdahulu yang penulis upayakan untuk di perkaya.
D. Pandangan Tafsir dan Model Penafsiran
Pertama, Muhammad abduh menilai kitab-kitab tafsir pada masanya dan masa-masa
sebelumnya tidak lain kecuali memaparkan berbagi pendapat Ulama yang saling berbeda, dan
pada akhirnya menjauh dari tujuan di turunkan al-Quran3 kata Abduh Kitab tafsir pada
masanya dan masa-msa sebelumnya lebih focus pada kajian segi I’rab dan cenderung kajian
kitab tafsir ini mendekati kajian Latihan praktis dalam bidang kebahasaaan, bukan buku tafsir
yang sesungguhnya. Tetapi menurut Abduh dari sekian tafsir yang ada ada satu kitab tafsir
yang di apreasisi oleh Muhammad Abduh yaitu kitab tafsir az-Zamakhsari, tafsir ini di nilai

3
Lihat Muhammad Abduh, Tafsir al Musfasirun halaman 14. Lihat M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran
Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 ) halaman 20.
sebagai kitab tafsir terbaik untuk para pelajar dan mahasiswa, didalamnya ada ketelitian
redaksi serta segi-segi sasatra Bahasa yang di uraikan, penilaian tersebut disampaikan kepada
Sayid Muhammad rasyid ridha, Ketika Ridha menanyakan Kitab Tafsir terbaik menurut
Muhammad Abduh.4 Pada lain kesempatan Abduh juga menyebutkan kitab tafsir at Thabari,
abu Muslim al-Asfahani, dan al-Qurthubi, sebagai sebuah kitab tafsir yang bisa di percaya di
kalangan penuntut Ilmu, karena para pengarangnya telah melepaskan diri dari belenggu
Taqlid, dan selalu berusah menjelaskan ajaran-ajaran Islam dengan sangat baik dan tanpa
melibatkan dalam kecamuk perhelatan perbedaaan antara Ulama-ulama sebelumnya. Dengan
demikian mereka sangat berpartisipasi dalam menciptakan pendekatan Ilmiah di tengah-
tengah masyarakat mereka.5
Kedua, dalam bidang penafsiran, Abduh sangat mengaris bawahi, dengan menyatakan
dialog al-Quran dengan masyarakat Arab Ummiyin (awam/yang tidak tahu baca tulis) bukan
berarti bahwa ayat-ayatnya hanya tertuju kepada mereka semata-mata, tetapi berlaku umum
untuk masa dan generasi, karena itu, menjadi kewajiban setiap orang pandai atau bodoh
untuk memahami ayat-ayat al-Quran sesuai dengan kemampuan masing-masing.6
Sedangkan pola jalan pikiran Muhammad abduh ada dua landasan pokok menyangkut
pemahaman dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran, yaitu dengan pertama peranan akal
dan keduam dengan peranan kondisi social. Pertama, peranan akal, Muhammad Abduh
berpendapat bahwa metode al-Quran dalam memaparkan ajaran-ajaan agama berbeda dengan
metode yang di tempuh oleh kitab-kitab suci lainya, al-Quran secara mendasar tidak
menuntut untuk menerima begitu saja apa yang disampaikan, tetapi memaparkan masalah dan
membuktikan dengan argumentasi-argumentasi bahkan juga menguraikan pandangan-
pandangan penentangnya seraya membuktikan kekeliruan mereka.7 Kata Abduh, pemahaman
agama ada yang harus menggunakan kajian logika untuk menjelaskan masalah tersebut,
walupun ada juga ajaran-ajaran agama yang tidak dapat di pahami dengan kajian akal, dengan
demikian wahyu harus dipahami dengan akal, Muhammad Abduh tetap mengakui
keterbatasan akal dan kebutuhan manusia akan bimbingan Nabi saw hal ini terkaitd engan
kajian khususnya metafisika atau dalam beberapa masalah persoalan ibadah.8 Kedua,
Peranan Kondisi Sosial, ajaran agama menurut Abduh, secara umum terbagi menjadi dalam
4
Ibrahim Muhammad al Adwi, Rasyid ridha : Al-Imam al Mujtahid, Kairo, Maktabah Mirsh, 1964, halaman
91.
5
Syaikh Muhammad Abduh, I Fatihah al Kitab, ……………..halaman 8.
6
Syeikh Muhammad Abduh, Fatihah al Kitab, …….. halaman 8
7
Lihat dan bandingkan dengan Abbas Mahmud al Aqqad, al-Falsafah al Al-Quraniyyah , kairo, Dar al hilal,
(tanpa tahun) halaman 180, juga lihat Muhammad al Bahi, Al-Fikr Al Islami wa al _mUjtama’ al Muashir,
kairo, Dar al Qawwiyah, (tanpa tahun).
8
Syaikh Muhammad abduh, Risalah at-Tauhid, Kitab al Hilal no 143, Kairo, Dar al Hilal, 1963, halaman 24.
dua bagian, ada yang rinci dan umum, Adapun yang merupakan prinsip-prinsip dan kaidah-
kaidah yang dapat berubah penjabaran dan perinciaan sesuai dengan kondisi social. 9
Sedangkan dalam bentuk yang terperinci adalah sekumpulan ketetapan tuhan dan Nabi-Nya,
yang tidak dapat mengalami perubahan atau perkembangan., melihat pemahaman ini
Muhammad Abduh mengecam Ulam-ualam pada masanya mengharuskan masyarakat mereka
mengikuti hasil pemahaman-pemahaman Ulama-Ulama terdahulu. Tanpa menghiraukan
perbedaan kondisi social. Dan ini yang membuat masyarakat bahkan mendorong mereka
mengabiakan ajaran agama.10 Salah satu anjuran Muhammad abduh adalah dengan meberi
masukan pada Ulama untuk membuat satu organisasi yang didalamnya mereka dapat
mendiskusikan masalah-maslah keagamaan dan mencari illat motif dari setiap ketetapan,
sehingga setiap hukum yang ditetapkan berdasarkan suatu kondisi tertentu, hendaknya
kondisi tersebut di jelaskan, bila kondisinya berubah maka ketetapan juga berubah.11 Dengan
kedua alat tersebut Muhammad abduh mencoba memberikan ajaran kepada kita tentang
hakikat ajaran-ajaran Islam yang murni dan serta menghubungkan ajaran-ajaran tersebut
dengan kondisi Umat masa kini.
E. Corak Penafsiran Syaikh Muhammad Abduh
Ada bermacam-macam metode dan corak penafsiean al-Quran Dr. Abd Al-Hay al-
Fatmawati mebagi metode-metode yang dikenal selama ini menjadi empoat yaitu analisis,
komparatif, global, dan tematik (penetapan topik). Metode analisis tersebut bermacam-
macam coraknya, salah satu diantaranya corak Adabi ijtima’I (budaya kemasyarakatan). 12
Corak ini menetikberatkan penjelasan ayat-ayat Al-Quran pada segi ketelitian redaksinya,
kemudian Menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan segi-
segi petunjuk al-Quran bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat-ayat tersebut
dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia tanpa
menggunakan istilah-istilah disiplin ilmu, kecuali dalam batas-batas yang sangat
dibutuhkan.13

9
Syaikh Muhammad abduh, Risalah at-Tauhid, Kitab al Hilal no 143, Kairo, Dar al Hilal, 1963 halaman 25-
26.
10
Abdul Athi Muhammad Ahmad,…….. halaman 152. Lihat M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi
Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 23.
11
Abdul Athi Muhammad Ahmad,…….. halaman 152. Lihat M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi
Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 24.
12
Lihat Abd al-Hay al-Fatmawati, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’I, kAIRO, Al-Hadharah al-Arabiyah, cet,
ke-2, 1977, hlm. 23-24
13
Abd al-Hay al-Fatmawati,……….. hlm.42
Tokoh utama corak ini, bahkan yang berjasa meletakkan dasar-dasarnya, adalah
Syaikh Muhammad Abduh, seperti yang telah diemukakan pada pendahuluan. 14 Muhammad
Husein adz-Dzahabi mengemukakan sekian banyak ciri penafisran Abduh,15 kemudian
dilengkapi secara luas oleh Abdullah Mahmu Syahatah, sehingga secara keseluruhan,
menurutnya, mencapai Sembilan prinsip pokok.16 Namun, apa yang dikemukakan oleh kedua
tokoh mufasie kiwari tersebut, tidak semuanya merupakan prinsip atau ciri khas penafsiran
Abduh, ada pula di anataranya yang mereka anggap “prinsip”, etapi diabaikan oleh
Muhammad Abduh apabila dinilai openerapannya pda penafsiran suatu ayat, tidka
mendukung ide-ide yang ingin dicapainya. Dalam corak penafsiran Muhammad abduh
adalah punggawa yang memulai kajian tafsir bercoral adabi ijtima’I17 (kebudayaan
masyarakat ) corak ini menitik beratkan ayat-ayat al-Quran pada esgi ketelitian redaksi, dan
kemudian Menyusun kandungannya dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan-
penonjolan segi-segi petunjuk al-Quran bagi lehidupan, serta menghubungkan pengeertian
ayat-ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang beralku dalam masyarakat dan
pembangunan dunia tanpa menggunakan istilah-istilah disiplin ilmu, kecuali dalam batas-
batas yang sangat di butuhkan. Metode ini kemudian di sempurnakan oleh Abdullah Mahmud
Syahatah, dan kesemuanya memiliki Sembilan pokok prinsip.18
Secara terperinci ada Sembilan ciri khas penafsiran ala Muhammad abduh pertama,
memandang setiap surah sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi. Awal ide ini sebenarnya
adalah di ungkapkan oleh Abu bakar Naisaburi (wafat 324 H ) 19 dab hal ini telah di buktikan
oleh sekian banyak ulama sebelumnya antara lain adalah asy-syatibi (wafat 1388 H ) melalui
penafsiran dalam surat al-Mu’minun.tokoh yang utama juga yang membicarakan kajian
tentang kajian ini adalah Ibrahim bin Umar al-Biqa’I (808 H) dalam bukunya Nazham ad-
durar fi Tanasub al-Ayah wa ash-Shuwar. Yang terdiri dari dua puluh jilid besar berisi uraian
tentang keserarasian sususnan ayat al-Quran. Ciri kahas yang manarik adalah Muhammad
abduh menggunakan keserasian ayat dan surah sebagai tolak ukur penetapan arti serta tolak
ukur, dalam menilai pendapat-pendapat berbeda, dan juga menggunakan pendekatan ini

14
Lihat adz-Dzahabi, ………….Jilid III, hlm. 214
15
Adz-Dzahabi……………….., hlm. 220
16
Abdullah Mahmud Syahatah, ………. hlm.33
17
Lihat abd al-Hay al -Farmawi, Al-Bidayah fi al tafsir al-Maududi , Kairo, al-Hdharah al arabiyah, cetakan
ke-2 1977 halaman 23-24.
18
Abdullah Mahmud Syhahatah, ……….. halaman 33. Tetapi ababila ada salah satu prinsip yang tidak
mendukung ide-ide yang diinginkan oleh Muhammad Abduh maka prinsip-prinsip adabul Ijtima’I tersebut di
tinggalkan oleh Muhammad Abduh sendiri,
19
Badrudin az-Zarkasi, Al-Burhan fi Ulum al-Quran, Kairo, al-Halabi, cetakan ke-1 1957 , jilid I halaman 38.
untuk menafsirkan penafsiran-penafsian yang kurang mendapat perhatian oleh kalangan
ulama sebelumnya.20
Kedua, Ayat Al-Quran bersifat Umum, ciri ini berintikan pandangan bahwa ayat-ayat
al-Quran berkesinambungan, tidak dibatasi oleh suatu masa dan tidak pula di tujukan kepada
orang-orang tertentu. Hal ini senada dengan kiadah besar dalam ilmu tafsir yang artinya :
Pemahaman arti sebuah ayat berdasarkan kepada redaksinya yang umum, bukan pada sebab
turunnya yang khusus. Dalam memahami kaidah ini Muhamamd abduh sangat luas
cakupannya, menurut Muhammad Abduh menayatakan bahwa selama ayat dinilai sebagai
ayat yang bersifat Umum, maka keumuman ini dinyatakanya, walaupun kadang bertentangan
dengan kaidah-kaidah Bahasa.21
Ketiga, Al-Quran adalah sumber Akidah dan sumber Hukum, maka menurut
Muhammad Abduh kaidah ini dinyatakan :
Aku ingin agar al-quran menajdi sumber yang keapdanya disandarkan segala mazhab
dan pandangan keagamaan, bukannya mazhab-mazhab tersebut menajdi pokok dan
ayat-ayat al-Quran dijadikan pendukung untuk mazhab-mazhab tersebut.22
Penjelasan ungkapan diatas adalah menurut Muhammad Abduh adalah bahwa benar
ulama pendahulu adalah orang yang berjasa sebagai mujtahuid dalam memberikan
pengetahuan dan pendapat-pendapat mereka, tapi hal itu bukan berarti kemudian
mendewakan dan medahulukan pandangan-pandangan mereka yang kita pahami dalam ayat-
ayat al-Quran, dan dengan fenomena itu Muhammad abduh mengecam terhadap pandangan
Ulama tafsir yang menayatakan adanya ayat yang muskil di pahami hanya karena tidak
sepaham dengan pandangan mazhab mereka.23 Keempat, Pengunaan akal secara luas dalam
memahami ayat-ayat al-Quran. Bertitik tolak dari pandangan ini Muhammad abduh tentang
peranan akal, dalam benak Muhammad Abduh bahwa ahyu dan akal tidak mungkin akan
bertentangan, maka Abduh menggunakan akal secara luas untuk memahami (menafsirkan )
ayat-ayat al-Quran, penafsian-penafsiean menyangkut ayat akidah atau Syariah, dalam
khazanah tafsir Ulama pendahulu sebelum abduh menggunakan dua cara pertama
mengunakan akal sebagai penjelas dari ayat-ayat tersebut, atau menyerahkan tafsir kepada

20
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 28.
21
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 28-29.
22
Syaikh Muhammad Abduh, Tafsir Surah al-Fatihah, …………….halaman 5 M Quraish Shihab,
Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 30-31.
23
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 30-31.
Allah.24 Sedangkan Abduh memilih jalan pertama yaitu tetap memakasakan akal untuk bisa
menjelaskan ayat-ayat al-Quran.25
Kelima, menetang dan memberantas Taqlid, Muhammad Abduh berusaha kuat untuk
membarantas taqlid, dengan jalan membuktikan bahwa al-Quran memerintahkan umatnya
dengan menggunakan akal mereka, dan melarang mengikuti pandangan-pandangan
pendahulu walupun pendapat tersebut di kemukanan oleh orang yang seyogyanya sangat di
hormati dan dipercaya, tanpa mengetahui secara pasti hujah-hujah yang menguatkan
pendapat tersebut. Dengan titik tolak tersebut maka Abduh sangat mengecam Taqlid,
walupun ayat itu menyangkut sikap kaum musrikin, dan sealnjutnya dia mengecam kaum
muslim, khususnya yang berpengatahuan. Yang mengikuti pendapat Ualam-ualam terdahulu
tanpa memperhatikan hujahnya.26 Keenam, tidak merinci persoalan-persoalan yang
disinggung secara mubham (tidak jelas) atau sepintas lalu oleh al-Quran. Muhammad abduh
dalam menafsirkan ayat-ayat yang bersifat Mubham atau semacam itu, dengan tidak
memerincinya, karena menurut Muhammad Abduh menyatakan bahwa ayat itu sudah dapat
memberi petunjuk secara utama tanpa harus di perinci.27
Ketujuh, adalah sangat kritis dalam menerima hadis-hadis Nabi SAW. Hal ini lahir
dari sifat Muhammad Abduh yang secara historis sangat mendewakan akal, dia berpendapat
bahwa sanad (rangkaian perawi yang meriwayatkan/ mengantarkan suatu teks ) belum tentu
dapat di pertanggungjawabakan, hal ini dapat kita ketahui Ketika dalam satu surat yang
dikirim kepada salah satu Ulama india, Abduh menulis “apakah nilai suatu sanad yang secara
pribadi tidak aku kenal perawi-perawinya, tidak pula keadaaan serta kedudukannya dari segi
kepercayaan dan hafalan ?.28 Kedelapan, sangat kritis terhadap pendapat-pendapat sahabat
24
Syaikh Muhammad Abduh, Risalah at-Tauhid, …… halaman 174. Lihat juga M Quraish Shihab,
Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 34-35.
25
Dalam hal ini Muhammad Rasyid ridha Muridnya sendiri kurang sependapat dengan logika gurunya, para
ulama sesudahnya menayatakan bahwa pandangan abduh ini karena terpengaruh pada pandangan masyarakat
eropa. lihat Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar …… halaman 266 M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi
Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 35.
26
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 54.
27
Muhammad Rasyid ridha, I Tafsir al-manar , …… halaman 324
28
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 61. Lihat juga Muhammad Imarah, ………. Jilid III halaman 198, dikutip oleh Abdul Athi Muhammad
Ahmad,…….. halaman 118. Lebih lanjut dalam pengantar majalah al-Urwah al wustha, Muhammad Abdur razik
menayatakan bahwa menurut Jamaludin al-Afhgani dan Muhammad Abduh bahwa sumber ajaran Agama
adalah al-Quran dan sunnah yang bersifat amaliyah, karena sunnah yang bersifat Mutawattir jumblah sedikit,
maka Abduh menayatakan dalam tafsir surah al-Fatihah bahwa “Al-QURAN harus dijadikasegala mazhab dan
pendapat dalam agama Jamaludin al afghani, Muhammad abduh, al-Urwah al-Wustha , Beirut , Dar al Kitab al-
Arabi, cetakan ke 3 1983, h alaman 36. M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al
Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 61. Metode ini juga yang meberi kesan kepada Muhammad rasyid
ridha yang menyatakan gurunya bahwa Muhammad Abduh tidak menguasai kajian kitab hadis atau al-Jarh wa
At-Ta’dil (kaidah-kaidah penilaian terhadap perawi-perawi hadist). M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran
dan menolak isra’iliyat, dalam hal ini Muhammad Abduh sangat berhati-hati dengan
pandangan atau pendapat para sahabat Nabi SAW, apalagi dalam pendapat tersebut tersimpan
berbagai pandangan yang berbeda antara satu sahabat dengan sahabat lainnya. Karena untuk
menguatkan salah satunya dibutuhkan pemikiran yang sangat mendalam, pemikiran yang
bukannya tertuju kepada ayat al-Quran hal itu oleh abduh dianggap tidak sejalan dengan
29
tuntunan al-Quran. pandangan ini bukan berarti Muhamad Abduh menolak semua tafsir
para sahabat Nabi saw. Muhammad Abduh akan tetap menerima pandangan dari tafsir
sahabat kaluu pandangan tersebut sejalan dengan pikiran logis dan logika rasional yang di
bangun oleh Muhammad Abduh.30
Sembilan, Mengaitkan Penafsiran al-Quran dengan kehidupan Sosial, sebagaimana
yang telah dijelaskan di depan, bahwa pandangan-pandangan Muhammad Abduh dalam
bidang tafsir ini sebagai embrio kajian tafsir yang bercorak adabi Ijtima’i (budaya
kemasyarakatan ) Adapun ayat-ayat yang akan di tafsirkan selalu di hubungkan dengan
keadaaan masyarakat dalam usaha mendorong kemajuan dan pembangunan, dalam
pandangan Abduh keterbelakangan Umat Islam itu karena disebabkan oleh kebodohan dan
kedangkalan pengetahuan mereka akibat taqlid dan pengabaian peranan akal.31 Dari segi
inilah Abduh berusaha untuk menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan penafsiran-penafsiran
ilmiah, baik yang berhubungan dengan ilmu alam maupun dengan sosiologi. Selain itu
perbaikan terhadap kajian Bahasa Arab yang baik dan benar dalam kajian tafsir.maka dari itu
pembahasan kajian tafsir Muhammad Abduh jarang berkiatan dengan kajian kosa
kata.32metode ini akhirnya menjadi kajian dan diikuti oleh kalangan Ulama sesudahnya
misalanya Muhammad rasyid ridha dan Muhammmad Musthafa al Maraghi, Abdullah
darraz, Abdul Jalil Isa, walupun yang mereka ikuti tidak sama persis tepai bahwa mereka
terpengaruh kajian Muhammad Abduh.33
F. Corak Penafsiran Al-Manar
Tafsir al manar asalnya bernama Tafsir al-Quran al hakim yang sangat dikenal
dengan kajian kitab tafsir yang mengajarkan atau menghimpun Riwayat-riwayat yang sahih
dan pandangan akal yang tegas. Dan juga menjelaskan sunnatullah (hukum Islam yang
Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 65.
29
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 65.
30
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 65.
31
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 67. Lihat Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma , …….. halaman 24.
32
Abbas al Aqaad, ……… halaman 268.
33
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 69.
berlaku) terhadap manusia, dan menjelaskan fungsi al-Quran sebagai petunjuk untuk seluruh
manusia.34tafsir ini disusun dengan redaksi yang butuh sambil berusaha menghindari istilah-
istilah ilmu dan teknis sehingga dapat dipengerti oleh orang awam tetapi tidak dapat
diabaikan oleh orang-orang khusus (cendekiawan), itulah car yang di tempuh oleh filosof
Islam al-Ustad al-Imam Syaikh Muhammad Abduh dalam pengajaran di al-Azhar. 35
Sebenarnya kalau di rujuk secara mendalam tafsir al Manar pada dasarnya merupakan hasil
karya tiga orang tokoh Islam, yaitu Sayyid Jamaludin al-afhgani, Syaikh Muhammad Abduh,
dan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha.
Pemberi gagasan dalam tafsir ini adalah jamaludin al-afgani yang memberikan
gagasan-gagasan perbaikan masyarakat kepada sahabat dan muridnya yaitu Muhammad
abduh dan muridnya. Dengan hadirnya tokoh kedua ini, yaitu Muhammad Abduh gagasan
yang di lontarkan oleh Jamaludin al-Afgani kemduian di cerna dan diterima dan dioaleh dan
dihasilkan dengan mengeluarkan peanfsiran ayat-ayat al-Quran diterima , dan tokoh ketiga
melakukan kegiatan dokumentasi dalam bentuk ringkasan dan penjelasan secara sistematis.
Ringkasan dan penjelasan tersebut asalnya di terbitkan dalam bentuk majalh al-Manar, yang
dimiliki oleh Sasyyid Muhammad Rasyid ridha dan di beri tema Tafsir al-Quran al-hakim,
dan disadur dari kuliah al-ustad al-Imam Muhammad abduh.36 Jika melihat susunanya
Muhammad abduh sempat meberikan penafsiran dan memberi kuliah tafsirnya dari surah al-
fatihah sampai Surah an-Nisa, kemudian tokoh ketiga yaitu Muhammad rasyid ridha
melanjutkan menafsiran ayat-ayat tersebut dengan “sendirian “ dan secara garis besar
mengikuti prinsip-prinsip kajian dan metode Muhammad Abduh” sampai dengan ayat surah
yusuf.37 Maka dengan demikian penisbatan tafsri Al-manar lebih di nisbatkan pada syasid
Muhammad rasyid ridha yang berjumblah 12 jilid itu lebih terkenal karena tokoh ketiga ini
lebaih banyak menulis dalam jumblah ayat dan jumbalh penjelasan dan halamanya.38 Hal itu
dapat kita jumpai dengan melihat lafadah Aqulu, pasti kata ini akan merujuk pada nama
Muhammad rasyid Ridha.

34
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 83.
35
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 83.
36
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 84.
37
Yang dicetak dalam tafsir al manar hanya sampai dengan ayat 52 surah yusuf, tetapi peanfsiran Rasyid Ridha
sampai dengan ayat 101, kemudian penafsiran surah yusuf selengkapnya dilanjutkan oleh Bihjat al-bahtiar dan
telah di cetak sendiri dengan menggunakan nama Rasyid Ridha lihat adz-Dzahabi, juz III, halaman 243.
38
Syaikh Muhammad Abduh menafsirkan 413 ayat yang ditulis dalam kurang lima jilid, dan Muhammad rasyid
ridha menulis sebanyak 930 ayat sebaganya tujuh jilid lebih. M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi
Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 85.
G. Corak Penafsiran Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
Dalam banyak hal tidak ada perbedaaan berrati antara metode peanfsiran Muhammad
rasyid ridha dan metode penafsiran Syaikh Muhammad abduh, tetapi dalam tafsir al-Manar
Muhammad rasyid ridha menyampaikan ada beberapa perbedaaan yang di akui oleh
Muhammad rasyid Ridha dalam melakukan menafsiran, dan itu juga menulis al-manar atas
usaha sendiri,perbedaaan adalah : Pertama, keluasan pembahasan tentang ayat-ayat yang
ditafsirkan dengan hadis-hadis Nabi saw. Kedua, keluasaan pembahasan tentang panafsiran
ayat dengan ayat yang lain. Ketiga, penyisipan pembahasan-pembahasan yang luas tentang
hal-hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada masanya, dengan tujuan mengantar,
kepada penjelasan tentang petunjuk agama, baik yang menyangkut argumentasi keyakinan
maupun pemecahan Problem-Problem yang berkembang.39 Keempat, keluasaan pembahasan
tentang arti Mufradat (kosakata)susunan redaksi, serta pengungkapan pendapat-pendapat
Ulama dalam bidang tersebut. Perbdaan ini dilatar belakangi dari kajian Ilmu yang di tekuni
oleh Muhamamd rasyid Ridha, dan pengaruh ilmu-ilmu yang di tinggalkan dan berpengaruh
pada kehidupan Muhamad rasyid ridha.40 Adapun perbedaan pertama, adanya keluasaan
pembahasaan yang dilakukan dalam bidang. Hadis, hal ini meneutupi kekurangan dari
gurunya yaitu Muhammad Abduh yang memang tidak menekuni kajian hadis, riwaya,
hafalan dan jarh wal alta’dil. 41 Kedua, terkait dengan kajian tafsir ayat dengan ayat,
Muhammad Rasyid Ridha terpengaruh pada kajian yang dilakukan oleh Ibnu Katsir yang
sangat dikaguminya, kekagumannya sampai dia mencetak kitab tafsir Ibnu Katsir dan
menyebarluaskan keseluruh Dunia.42ketiga, dalam hal penyisipan pembahasan-pembahasan
yang luas tentang berbagai masalah menurt az-Zhahabi, profesi yang di jalankan oleh Sayyid
Muhammad Rasid Ridha sangat berpengaruh dalam menafsirkan dan menulis penjelasan
tafsir dalam tafsir al-Manar, kebiasaaan rasa wartawan yang telah disandangnya sejak lama
dan melekat serta mempunyaio hubungan dengan banyak orang dari kalangan yang paling elit
dan paling rendah juga mempengaruhi corak penafsirannya. 43 Adapun beberpa persamaan
antara Syaikh Muhammad Abduh dengan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam peanfsiran
adalah pertama, menganggap satu surah seabagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi, kedua,
ayat-ayat Al-Quran bersifat Umum, ketiga, Al-Quran adalah sumber Akidah dan Hukum,
39
Lihat al Manar, ……juz I halaman 16.
40
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006
halaman 87.
41
Lihat Muhammad Rasyid ridha, Tarikh al-Ustad al-Imam percetakana al-manar, 1931, juz I, halaman 6. M
Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas tafsir Al Manar, Jakarta, lentera hati 2006 halaman 86.
42
Lihat Muhammad Abdullah Mahmud Syahatah, ………….. halaman 214 dan 217. M Quraish Shihab,
Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 ) halaman 86.
43
Azd-Dzahabi, At-Tafsir wa al Muafassirun, …… juz III, halaman 246.
keempat, pengunaan akal secara Luas dalam memahami ayat-ayat. Kelima, bersikap hati-hati
dalam hadis Nabi saw. Keenam,bersikap hati-hati terhadap pandangan para sahabat,44
Dalam tema ini, ada beberapa perbedaaan antara Syaikh Muhammad Abduh dan
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dalam segi pembahasan, pertama. Keluasaaan
pembahaasan menyangkut ayat-ayat yang di tafsirkan dengan hadis-hadis Nabi saw. Dalam
hal ini Sayyid Muhammad rasyid ridha dikenal luas sebagai Ulama yang paham dan
mempelajari kajian Ilmu hadis atau sunnah Nabi saw. Dalam pandangan Sayyid Muhammad
rasyid Ridha bahwa sebuah Riwayat maupun hadis serta pandangan Tabi’in sangat membantu
dalam menjelaskan al-Quran. Tetapi juga demikian bahwa tidak semau Riwayat dapat
diterima oleh Sayid Muhammad rasyid Ridha, apalagi kisah-kisah para Nabi Muhammad
Rasyid ridha sangat tidak menerima cerita-cerita tersebut karena sudah bercampur dengan
mitos dll.45 Dalam hal menafsirkan al-Quran Muhammad rasyid ridha juga banyak
memaparkan hadis-hadis Nabi saw. Yang di nilai dengan sahih. Penilainanya ada pada dua
sisi, sisi matan isi hadis dan sisi riwayah atau tranmisi serta perawi-perawinya. 46 Kedua,
Penyisipan kajian secara luas dan mendalam apabila hal tersebuit berkenanan dengan
permasalahan yang di butuhkan oleh masyarakat,47 ketiga, keluasaan pembahasan tentang
penafsiran ayat dengan ayat. Salah satu pengaruh besar kajian Ibnu Katsir pada Rasyid Ridha
adalah dalam prinsip ini. Yaitu dengan cara menafsirkan ayat dengan ayat yang dinilai oleh
Ulama adalah metode paling tepat dalam melakukan penafsiran al-Quran.48
H. Kesimpulan
Demikian tafsri Al-Manar dengan segala keistimewaannya, pertama adalah kitab
tafsir ini berusaha menghindari kelemahan kitab-kitab tafsir sebelumnya, melalui metode
budaya kemasyarakatnya, dan dengan menetapkan prinsip-prinsip baru dan atau menjabarkan
secara jelas disbanding dengan tafsir sebelumnya. Para menulis tafsir ini walupun
menekankan perlunya menghindari prakonsepsi dengan menetapkan bahwa al-Quran adalah
sumber ajaran, sedangkan pendapat Akidah dan Mazhab harus bersumber dari al-Quran,
namun dalam kenyataan penafsiran mereka masih sangat dirasakan. Memang sanagt sulit
44
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 )
halaman 116.
45
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 )
halaman 117.
46
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 )
halaman 118.
47
Dalam hal ini keluaasan pembahasan Rasyid ridha menasihatkan agar uraian tersebut di baca secara tersendiri,
bukan bertepatan dengan membaca tafsir al-Quran, supaya tdak terputus pikiran pembaca dan ayat-ayat tersebut
(lihat jilid 1 halaman 16 )
48
M Quraish Shihab, Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta Lentera Hati 2006 )
halaman 133.
seseorang meninggalkan ide yang dianutnya sebagai argumentasi landasan tafsirnya. Hal ini
terbukti adanya penakwilan terhadap sebuah ayat yang tanpa sekalipun memberikan ruang
pandangan Ulama sebelumnya. Kemudian pada bagian kajian yang Sayyid Muhammad
Rasyid Ridha ada banyak penggunaaan hadis yang pada awalnya sangat di batasi oleh
gururnya yaitu Syaikh Muhammad Abduh. Dalam tafsir ini juga ingin memfungsikan tujuan
al-Quran. Yaitu sebagai petunjuk dan pemberi masukan terhadap problem-problem umat
manusia. Sekali lagi pada bagian Sayyid Muhammad rasyid Ridha berusaha untuk
menampilkan Al-Quran dengan wajah perkembangan Ilmu pengetahuan, khususnya yang
berkaitan dengan perkembangan masyarakat. Ini juga amat kaya terhadap kajian pandangan-
pandangan Ulama sebelumnya walupun kajian tersebut di beri tealaah kritis yang kadang
sangat pedas.

Daftar Pustaka

Aqqad, Abbas Mahmud, al-Falsafah al Al-Quraniyyah , kairo, Dar al hilal,


Al-Bahi, Muhammad, Al-Fikr Al Islami wa al _mUjtama’ al Muashir, kairo, Dar al
Qawwiyah,
Al-Fatmawati, Abd al-Hay,1977. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’I, kAIRO, Al-Hadharah
al-Arabiyah, cet, ke-2,
Al-farmawi, abd al-Hay,1977. Al-Bidayah fi al tafsir al-Maududi , Kairo, al-Hdharah al
arabiyah, cetakan ke-2.
Az-Zarkasyi, Badrudin,1957. Al-Burhan fi Ulum al-Quran, Kairo, al-Halabi, cetakan ke-1.
Al-Adawi, Ibrahim Ahmad,1964. Raasyid Ridha, Al-Imam al-Mujahid, Kairo, Mathba’ah
Mishr,
Abduh, Syaihk Muhammad,1968. Tafsir Juz ‘Amma, kairo,Dar al Hilal
-
---------------------------------,1968, Tafsir al Musfasirun , Kairo, Dar al Kutub al -Hadistah,
Imarah, Muhammad,1972. al Amal al Kamilah li al Imam Muhammad Abduh, I Beirut, Al-
Muasssah al Arabiyah li ad Dirosat wa an Nasyr,
_______________________,1963. Risalah at-Tauhid, Kitab al Hilal no 143, Kairo, Dar al
Hilal,
Ridha, Sayyid Muhammad Rasyid,1931, Tarikh al Ustadz al- Imam Muhammad Abduh, juz
1, Percetakan al Manar,
____________________________,1367. I Tafsir al Manar (Kairo, Dar al manar,
Shihab, M Quraish,2006 Rasionalitas Al-Quran Studi Kritis atas Tafsir Al-manar (Jakarta
Lentera Hati 2006 )
Quthb, Sayyid,1968, Kash’is al Islami ( tanpa penerbit ) cetakan ke -III,
At-Thananahy, Thahir, Muzhakirah al Ustad al-Imam, Kairo, Dar al halal.

Anda mungkin juga menyukai