Anda di halaman 1dari 9

AKTUALISASI NILAI-NILAI RELIGIUSITAS SEBAGAI IMPLEMENTASI

EKONOMI SYARIAH : STUDI HALAL FOOD DI INDONESIA


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara yang jumlah pendududknya beraga muslim terbanyak
di dunia, tercatat bahwa 229 juta jiwa penduduk yang beraga muslim di Indonesia ini
adalah 87,2% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 273,5 juta jiwa atau 13%
dari jumlah populasi penduduk muslim dunia (populasi penduduk muslim Indonesia
2020). Hal ini merupakan sebuah peluang besar untuk pengembangan produk-produk
makanan dan minuman halal. Apalagi hal tersebut merupakan pendorong bagi
perkembangan ekonomi yang akan semakin pesat serta standarisasi dari proses sertifikasi
halal yang juga mulai berkembang, sehingga akan diharapkan Indonesia akan menjadi
pemain utama dalam kancah internasional dalam konsep makanan dan minuman halal.
Dalam beberapa tahun belakangan ini konsep nilai-nilai keberagamaan yang sering di
kenal denga Religiusitas banyak diperbingkan oleh berbagai kalangan, baik oleh pemuka
agama itu sendiri ataupun para masyarakat yang sedang menggeluti dunia bisnis. Konsep
religiusitas itu sendiri lebaih pada keyakinan pada keberagamaan setiap individu ataupun
keyakinan pad mayoritas penduduk yang memeluknya.
Bagi kaum muslim, Islam merupakan seperangkat aturan yang ditetapkan Allah
untuk manusia yang sifatnya umum. Baik hal itu yang bekenaan dengan ibadah ataupun
muamalah yang dipahami dari kandungan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai pedoman
hidup. Aturan yang disebut juga dengan syariah islam yang diyakini apabila dilaksanakan
oleh umat Islam akan membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Salah satu perkara
muamalah adalah konsumsi dan mendapatkan harta benda. Sebagai seorang muslim harus
bertanggungjawab atas harta yang dimilikinya (dari mana dia mendapatkan) hartanya
tersebut. Selain itu seorang muslim juga bertangungajawab terhadap harta
dibelanjakannya sehingga dapat sesuai dengan syariat agama. Oleh sebab itulah seorang
muslim tidak bebsa dalam mendapatkan harta dari sesuatu yang masih dalam ruang
lingkup keharaman, ia juga tidak bebas dalam membelanjakan hartanya pada hal yang
sifatnya haram. Meski demikian islam sangat menganjurkan seorang muslim untuk
menikmati berbagai karunia kehidupan di dunia selama tidak melampui batasnya.
Ada dua kriteria pembatasan pengeluaran menurut Islam, yaitu Pertama, kendala
terkait kuantitas dan ukuran seperti Terlalu pelit, kemewahan dan kemewahan yang boros
(Surah Al Furqan / 25: 67 dan Al-A'raf / 7: 31); kedua, dengan Standar untuk produk
konsumen, seperti bahan hukum dan Dilarang dalam Islam (Surah Al-Baqarah / 2: 168,
Al-Maidah / 5: 88 dan An-Nahl / 16:80). Halal artinya produk tersebut bukan produk Ini
dilarang oleh Allah. Barang yang dilarang dikonsumsi oleh Allah Termasuk bangkai,
darah, babi dan hewan yang tidak dipotong Belum lagi nama Allah yang tercekik,
dipukul, dan tersandung, Hewan yang telah ditusuk dan yang telah dimusnahkan oleh
hewan liar, kecuali mereka punya waktu Dibunuh (Surat Al-Maidah / 5: 3) (Mansyuroh
2019).
Nasution Edwin Mustofa 2006 menyebutkan bahwa pertukaran yang menyangkut
maslahah harus dikerjakan sebagai suatu religious duty atau bermakna ibadah. Tujuannya
bukan hanya untuk kepuasan di dunia saja akan tetapi juga kesejahteraan di akhirat.
Semua aktivitas tersebut yang memiliki maslahah bagi umat manusia, disebut needs atau
kebutuhan dan semua kebutuhan ini harus dipenuhi (Toyo 2019).

1
Aktifitas beragama yang erat kaitannya denga religiusitas bukan hanya terjadi ketika
melakukan ritual (ibadah) akan tetapi juga aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan
batin (Ancok 2001). Jadi, sikap religiusitas merupakan integrasi secara komplek Antara
pengetahuan agama, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri seseorang. Menurut
Stark dan Glock dalam Jalaludin (1996). Religiusitas mempunyai lima dimensi yang
terdiri dari: Dimensi ritual (syariah), Dimensi ideology (aqidah), Dimensi intelektual
(ilmu), DImensi pengalaman atau penghayatan (experiential) dan Dimensi konsekuensial
(Pengalaman) (Astogini, Wahyudin dan Wulandari 2011).
Religiusitas secara umum dapat dijelaskan sangat berhubungan dengan kondisi
(pengetahuan beragama, keyakinan beragama) yang mempengaruhi apa yang dilakukan
dengan kelekatan emosional dan perasaan emosianal tentang agama dan perilaku.
Konsumen muslim harus selektif dalam memilih produk yang akan dikonsumsinya. Label
halal pada bungkus produk belum tentu menjamin kehalalan produk. Terkadang para
konsumen tidak dapat mempercayai begitu saja tentang sertifikat halal yang dimiliki oleh
produk-produk tersebut. Akan tetapi mereka akan meneliti lebih lanjut bahan-bahan yang
tercantum dalam produk yang memiliki sertifikat halal serta memastikan bahwa produk
tersebut benar-benar halal dan layal dikonsumsi atau dipakai.
Mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, obat-obatan,
dan kosmetik berkembang sangat pesat. Hal itu berpengaruh secara nyata pada pergeseran
pengolahan dan pemanfaatan bahan baku untuk makanan, minuman, kosmetik, obat-
obatan, serta produk lainnya dari yang semula bersifat sederhana dan alamiah menjadi
pengolahan dan pemanfaatan bahan baku hasil rekayasa ilmu pengetahuan. Pengolahan
produk dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan
percampuran antara yang halal dan yang haram baik disengaja maupun tidak
disengaja(Mansyuroh 2019). Oleh karena itu, untuk mengetahui kehalalan dan kesucian
suatu produk, diperlukan suatu kajian khusus yang membutuhkan pengetahuan
multidisiplin, seperti pengetahuan di bidang pangan, kimia, biokimia, teknik industri,
biologi, farmasi, dan pemahaman tentang syariat. Lembaga yang mempunyai wewenang
untuk memberikan logo atau label halal pada suatu produk di Indonesia adalah Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majlis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)
(UU-RI No 33 tahun 2014). Lembaga ini mengawasi Produk yang beredar di masyarakat
dengan cara memberikan sertifikat Halal sehingga produk yang sudah memiliki sertifikat
halal dapat memberi label halal pada produknya (Toyo 2019).
Dalam beberapa tahun belakangan ini, industri halal mengalami perkembangan yang
sangat pesat, bahkan sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat muslim yang menyebar
diberbagai Negara dengan populasi penduduk minoritas ataupun mayoritas. Hsl tersebut
merupakan sebuah indikator dalam penjaminan produk halal secara menyeluruh sehingga
dapat menjadikan kualitas produk serta standar dalam hidup setiap manusia (Gillani, Ijaz
dan Khan, 2016). Halal biasanya hanya terkait dengan zat. Namun demikian, halal dalam
Islam mencakup perilaku dan pekerjaan atau yang disebut dengan Dengan Muamalah
(Qardhawi 1993).
Kualitas produk halal atau yang sering disebut denga halalan thoyyiban meruapakan
sebuah alasan kenapa masyarakat non-muslim lebih menggunakan produk-produk halal
ketimbang produk-produk lainnya, hal tersebut dikarenakan terjaminnya kebersihan,
keamanan dan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga masyarakata non-muslim lebih
merasa aman serta lebih mempercayai kunsumsinya pada produk-produk halal tersebut
(Samori, Saleh dan Khalid 2016).

2
Saat ini, industri halal sedang menjadi trend global. masalah ini Terbukti dari prospek
industri halal yang terus tumbuh Tahun demi tahun. Menurut laporan negara Global Islam
Report (2019), sekitar 1,8 miliar Penduduk muslim menjadi konsumen industri Muslim.
Peluang konsumen di industri halal Pertumbuhan total tahunan sebesar 5,2% Belanja
konsumen mencapai $ 2,2 triliun. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat Per
tahun. Perkiraan tahunan gabungan Tingkat pertumbuhan (CAGR) industri halal akan
meningkat Hingga 6,2% pada 2018 Sampai 2024. Konsumen di industri halal juga akan
meningkat menjadi Ini akan mencapai US $ 3,2 triliun pada 2024. Menurut data Kita bisa
lihat industri halal Masa depan sangat cerah (State Of Global Islamic Economy Report
2019).
Industri halal saat ini mempunyai peran penting dalam peningkatan perekonomian.
Maka seharusnya Indonesia lebih mengembangkan industri halal dalam setiap bidang.
Industri halal menyumbang USD 3,8 miliar terhadap pendapatan domestic bruto
Indonesia Per tahun. Selain dari pada itu, industri halal juga Menarik USD 1 miliar dari
para investor asing yang menciptakan 127.000 pekerjaan pertahunnya. Kalau
dioptimalkan kembali, industri makanan halal bisa Meningkatkan nilai ekspor dan
cadangan devisa negara. Oleh karena itu, Indonesia harus memulai mengembangkan
industri halal agar bisa dapat memberikan pertumbuhan pada potensi ekonomi secara
optimal (Anwar Fathoni. 2020). Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
Potensi besar untuk pengembangan industri halal. Tentunya hal ini suatu potensi yang
sangat besar dengan populasi masyarakat Muslim yang besar Indonesia. Indonesia
menyumbang 12,7% dari populasi Muslim di dunia. Dari segi jumlah, pada tahun 2020
diperkirakan akan ada 229 juta orang Muslim tinggal di Indonesia. Jumlah penduduk
Indonesia diperkirakan memiliki 273 juta orang, Jadi jumlah penduduk Muslim sama
dengan 87,2% dari total penduduk Indonesia (penduduk dunia Ulasan, 2020). Populasi
umat Muslim yang besar sehingga akan meningkatkan permintaan produk halal juga
besar. Indonesia juga disebut sebagai Pasar industri halal dunia. Padahal, total
pengeluaran Uang dibelanjakan di Indonesia untuk produk halal Mencapai $ 218,8 miliar
pada 2017 (Kementrian Keuangan Republik Indonesia 2019).
Selain itu juga ketua Halal Lifestyle center mengungkapkan bahwa konsumen
Muslim di Indonesia menghabiskan sekitar $218,8 miliar pada seluruh sector inti dari
ekonomi halal di tahun 2017. Dia juga dapat memprediksikan apabila angka tersebut akan
terus meningkat maka dapat diperkirakan bahwa pengkonsumsian pada halal lifestyle
akan semakin meningkat pula yang akan menjadi sekitar USS$330,5 miliar pada tahun
2025. Hal demikian diprediksikan berdasarkan pada pengkonsumsian pada sektor
makanan dan minuman yang telah melihat pertumbuhan terbesar dalam nilai sebagai
pengeluaran yang diperkirakan mencapai US $247,8 miliar pada tersebut serta akan
mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan pada tahun 2017 yakni sekitar
US $170,2 miliar dan hal tersebut diprediksikan pada pra-covid-19 (indikator ekonomi
Islam Global 2020).
Berdasarkan pada fakta tersebut maka dapat diprediksikan bahwa konsumsi pada
produk halal menjadi sebuah kebutuhan pokok bagi kaum muslim. Halal yang dimaksud
disini adalah dengan suatu keadaan yang diperbolehkan dan diizinkan untuk dikonsumsi,
dilakukan maupun diproduksi menjadi kajian meski pada dasarnya masih menjadi
perdebatan yang panjang dikalangan para intelektual. Oleh sebab itulah maka muncul
sebuah undang-undang yang menjamin produk halal (UU JPH) No. 33 tahun 2014
sebagai bentuk legalitas bahwa segala sesuatu yang diedarkan di Indonesia harus meliliki
sertifikat halal, baik beruppa makanan, minuman, pariwisata, fashion, kosmitik dan obat-
obatan, travel dan bidang keuangan.(Masruroh. 2020).
3
Sementara itu State Of The Global Islamic Economy memprediksikan bahwa
transaksi pada sektor makanan dan minuman (mamin) halal di Indonesia pada tahun 2030
mendatang akan mencapai USD 1 triliun. Mentri Koordinator bidang perekonomian
Darmin Nasution mengungkapkan bahwa prediksi tersebut berdasarkan pada peningkatan
nilai konsumsinya pada setriap tahunnya. Ia mengatakan pasar konsumsi mamin
penduduk muslim pada tahun 2017 lalu yang mencapai USD 167,7 miliar.
Menurut Bambang, ekonomi halal merupakan sebuah arus perekonomian baru yang
berpotensi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global. Potensi tersebut dapat
dilihat dari pertama, semakin meningkatnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang
diperkirakan mencapai 27,5% dari total populasi dunia pada tahun 2030. Kedua
meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Negara-negara muslim. Ketiga munculnya pasar
halal potensial dibeberapa Negara seperti China dan India. Berdasarkan peningkatan
tersebut maka pihak pemerintah, pelaku bisnis maupun masyarakat secara umum akan
turut berupaya untuk menangkap dan menjalankan potensi yang semakin berkembang
saat ini. (State Of The Global Islamic Economiy (GEI) Report 2018/2019). Angka diatas
dapat ditingkatkan kembali dengan cara meningkatkan kualitas produk halal yang di
ekspor. Selain itu penetapan harga yang kompetitif dirasa sangat penting agar produk
tersebut bisa bersaing dengan produk di Negara lain. Apabila produk halal di Indonesia
dapat bersaing pada kancah pasar global maka tentu saja Indonesia akan menjadi kiblat
industri halal dunia.
Berdasarkan pada beberapa paparan diatas dapat dipresetasikan bahwa tingkat
religiusitas masyarakat dapat menetukan tingkat konsumsi yang akan menjadi kebutuhan
hidup bahkan menjadi gaya hidup dalam setiap harinya. Tngkat keyakinan serta keimanan
pada setiap individu akan mendorong pada individu tersebut untuk dapat memilih
konsumsi yang menurutnya sudah teruji dan tidak mengandung medharat pada dirinya.
Selain itu juga efek samping dari pada konsumsi tersebut merupakan pertimbangan
tersendiri sehingga pemilihan pada konsumsinya akan semakin dicermati serta
diperhatikan secara detail. Oleh sebab itu mengkonsumsi makanan yang diolah dengan
tidak hegienis dapat menimbulkan banyak penyakit yang akan dialami oleh
konsumennya. Selain dari pada itu pengkonsumsian makanan non-halal yang lebih tidak
memperhatikan kebersihan serta keamanan pada produk-produknya sehingga perhatian
konsumen terhadap produk-produk halal akan semakin tinggi.
METODOLOGI PENELITIAN
KAJIAN TERDAHULU
Penelitian Nikmatul Masruroh yang berjudul Dinamika Identitas dan Religiusitas
pada Branding Halal di Indonesia. Penelitian ini menjelaskan bahwa Istilah "halal" (halāl)
sekarang tidak hanya agama tetapi juga memiliki implikasi untuk kajian sosial ekonomi.
Wacana halal menemukan ruang untuk perdebatan dalam studi kuliah, seminar, dan
konferensi baik di tingkat lokal dan internasional. Sektor usaha juga memberikan
perhatian serius pada pelabelan halal produk yang diproduksi. Ini adalah fakta bahwa
klaim halal telah menjadi tersebar luas dan menjadi fenomena produk tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di dunia. Ini fenomena perlu dilihat dan dikaji apakah adalah
sebagai bentuk kesadaran dan ketaatan agama atau hanya perhitungan tren berorientasi
bisnis. Dengan menggunakan teori kritis Habermas, penelitian ini mengungkapkan bahwa
"halal" dapat diartikan sebagai fenomena pengungkapan identitas baik dalam kehidupan
beragama, sosial, maupun bernegara. "Halal" tidak hanya terkait dengan masalah apakah
diperbolehkan atau tidak, tetapi juga memiliki pengaruh pada berbagai lini kehidupan,
baik keagamaan, sosial, budaya, politik, atau ekonomi. Selain itu, penelitian ini juga
4
mengungkapkan bahwa "kehalalan" produk, baik barang maupun jasa, menimbulkan
perilaku konsumsi sebagai bentuk ketaatan beragama, meskipun ini sebenarnya bukan
ukuran religiositas sebuah komunitas keagamaan.(Masruroh. 2020)
QUO VADIS NILAI-NILAI RELIGIUSITAS DALAM KONSEP TEORITIS
Istilah agama berasal dari beberapa bahasa antara lain religion (inggris), religie
(belanda), religi (latin), dan dien (arab). Harun Nasution menjelaskan pengertian agama
berdasarkan asal kata yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama. Al-Din berarti
undang-undang atau hukum. Dalam bahasa arab, kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Kemudian kata religi (latin) atau relegere
berarti mengumpulkan dan membaca, sedangkan religare berarti mengikat. Adapun kata
agama terdiri dari a= tidak; gam= pergi yang mengandung arti tidak pergi, tetap ditempat
atau diwarisi turun temurun (Jalaluddin, 2010). Berbicara tentang spiritualitas tentu saja
tidak dapat dipisahkan dari faktor agama atau keyakinan teologis tertentu, kendati secara
universal bisa jadi spiritual itu bersumber dari selain agama. Dalam kaitannya Zohar dan
Marshall secara tegas menyatakan bahwa corporat tidak dapat lebih spiritual dengan
mendirikan kuil di ruang tamu atau menghimbau para karyawan mereka untuk berdoa.
Kendati diakui bahwa spiritualitas dipandang sebagai energi yang memberikan kehidupan
yang lebih berkualutas dalam satu kerangka makna dan tujuan yang lebih luas (Zohar dan
Marshall 2005).
Religi berarti kepercayaan kepada Tuhan, kepercayaan adanya kekuatan diatas
manusia. Religiusitas adalah pengabdian terhadap agama, kesalehan. Menurut Anshori
dalam (Ghufron dan Risnawita, 2010: 168) agama menunjuk pada aspek formal, yang
berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban. Keberagaman atau religiusitas
adalah sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Keberagamaan atau
religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama
bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga
ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya
yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas
yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Sikap religiusitas merupakan integrasi
secara komplek antara pengetahuan agama, perasaan serta tindakan keagamaan dalam diri
seseorang. Religiusitas dapat dilihat dari aktivitas beragama dalam kehidupan sehari-hari
yang dilaksanakan secara rutin dan konsisten(Astogini. 2011).
Menurut Anshori religiusitas menunjuk pada aspek agama yang telah dihayati oleh
seseorang dalam hati. Definisi lain mengatakan bahwa religiusitas mengarah pada kualitas
penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang
diyakininya. Sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh
individu dalam hati, getaran hati nurani dan sikap personal. Religiusitas merupakan
tingkat keterikatan individu terhadap agamanya. Apabila individu telah menghayati dan
menginternalisasikan ajaran agamanya, maka ajaran agama akan berpengaruh dalam
segala tindakan dan pandangan hidupnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa religiusitas
adalah ekspresi atau perwujudan dari sistem kepercayaan (agama) yang dianut dengan
menghayati nilai-nilainya secara substansi sehingga melahirkan pilihan-pilihan sikap dan
prilaku dalam mengambil keputusan (Hasanah 2019).
Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dalam bukunya American Piety: The Nature of
Religious Commitment (1968); religiusitas (religiosity) meliputi lima dimensi yaitu:
1) Dimensi Ritual; yaitu aspek yang mengukur sejauh mana seseorang melakukan
kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya; pergi ke tempat ibadah,

5
berdoa pribadi, berpuasa, dan lain-lain. Dimensi ritual ini merupakan perilaku
keberagamaan yang berupa peribadatan yang berbentuk upacara keagamaan.
2) Dimensi Ideologis; yang mengukur tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-
hal yang bersifar dogmatis dalam agamanya. Misalnya; menerima keberadaan Tuhan,
malaikat dan setan, surga dan neraka, dan lain-lain. Dalam konteks ajaran Islam,
dimensi ideologis ini menyangkut kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agama-
agamanya. Semua ajaran yang bermuara dari Al quran dan hadits harus menjadi
pedoman bagi segala bidang kehidupan. Keberagaman ditinjau dari segi ini misalnya
mendarma baktikan diri terhadap masyarakat yang menyampaikan amar ma’ruf nahi
mungkar dan amaliah lainnya dilakukan dengan ikhlas berdasarkan keimanan yang
tinggi.
3) Dimensi Intelektual; yaitu tentang seberapa jauh seseorang mengetahui, mengerti, dan
paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang itu mau melakukan
aktivitas untuk semakin menambah pemahamannya dalam hal keagamaan yang
berkaitan dengan agamanya. Secara lebih luas, Dimensi intelektual ini menunjukkan
tingkat pemahaman seseorang terhadap doktrin-doktrin agama tentang kedalaman
ajaran agama yang dipeluknya. Ilmu yang dimiliki seseorang akan menjadikannya
lebih luas wawasan berfikirnya sehingga perilaku keberagamaan akan lebih terarah.
4) Dimensi Pengalaman; berkaitan dengan seberapa jauh tingkat Muslim dalam
merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman religius. Dalam Islam
dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah, perasaan doadoanya sering
terkabul, perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan bertawakkal,
perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat, perasaan tergetar ketika mendengar
adzan atau ayat-ayat al-qur’an, perasaan syukur kepada Allah, perasaan mendapat
peringatan atau pertolongan dari Allah.
5) Dimensi Konsekuensi; Dalam hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang itu mau
berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya;
menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak mencuri, dan lain-lain. Aspek
ini berbeda dengan aspek ritual. Aspek ritual lebih pada perilaku keagamaan yang
bersifat penyembahan/adorasi sedangkan aspek komitmen lebih mengarah pada
hubungan manusia tersebut dengan sesamanya dalam kerangka agama yang dianut.
Pada hakekatnya, dimensi konsekuensi ini lebih dekat dengan aspek sosial. Ditinjau
dari dimensi ini semua aktivitas yang berhubungan dengan kemasyarakatan umum
merupakan ibadah. Hal ini tidak lepas dari ajaran Islam yang menyeluruh,
menyangkut semua sendi kehidupan
IMPLEMENTASI HALAL FOOD DI INDONESIA SEBUAH TERAPAN DARI
SISTEM EKONOMI SYARIAH
Industri halal memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hal ini merupakan
implikasi dari jumlah penduduk muslim Indonesia yang sangat banyak. Potensi industri
halal Indonesia bisa kita lihat dari beberapa sektor, yaitu sektor makanan halal, sektor
keuangan syariah, sektor wisata halal, dan sektor busana muslim. Berikut ini adalah
penjelasan potensi dari masing-masing sektor. Pengkonsumsian pada produk-produk halal
tentunya tidak hanya mencakup pada makanan sajaa, akan tetapi juga pada sejumlah
produk-produk yang semakin luas yang sudah dikunsumsi oleh masyarakat luas, seperti:
perternakan, fashion, cosmitics, banking dan industri-industri lainnya yang masih pada
koredor syariat islam. Seorang muslim diharuskan untuk menjalaankan kehidupannya
sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan kepadanya secara detail, misaalkaan padaa
pekerjaan, keuangan, kehidupan sosial dan konsumsi pada makanan.

6
Pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal kecuali yang
diharamkan oleh Allah dan rassul-Nya. Dasar penentuan halal haramnya suatu makanan
bagi umat islam terdapat dalam Al-Qur’an, seperti yang tercanttum pada ayat-ayat
sebagai berikut: “Bahan yang diharamkan Allah adalah bangkai, darah, babi dan hewan-
hewan yang disemebelh dengan nama selain Allah” (QS. Al-Baqarah: 173). “Sedangkan
minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk khamer (minuman beralkohol)”
(QS. Al-Baqarah: 219). “Hewan yang dihalalkan akan berubah satusnya menjadi haram
apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh ditanduk, diterkam binatang buas dan
disembelih untuk berhala” (QS. Al-Maidah: 3). Jika hewan-hewan ini sempat disembelih
dengan menyebut nama Allah sebelum mati maka tetap halal kecuali diperuntukkan bagi
berhala(Muhammad 2009).
Mengacu pada dasar penentuan kehalalan suatu produk maka dapat disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan produk halal adalah yang memenuhi syariat kehalalan yang
sesuai denga syariat Islam. Yang diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti: bahan dari organ
manusia, darah, kotoran-kotoran dan lain-lain.
c. Semua bahah yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara
syariat Islam.
d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan
transportasinya tidak digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau
barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara
yang diatur menurut syariat Islam.
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar(Astogini. 2011).
Sedangkan pada industri halal memiliki perkembangan yang sangat pesat pada
setiap tahunnya. Sehingga dapat diprediksikan jika pertumbuhan seperti ini semakin
tinggi maka akan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perekonomian
Indonesia. Kontribusi tersebut bisa dilihat melalui produk Domestik Bruto (PDB).
Ekonomi syariah sebagai produk dari lembaga keuangan syariah sudah terbukti
memberikan kontribusi yang cukup besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar
USD 3,8 miliar pertahun (kemenkeu-RI 2019). Kontribusi terhadap PDB ini tercermin
dari konsumsi masyarakat Indonesia serta kegiatan ekspor dan impor terhadap produk-
produk halal. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk halal sangatlah besar,
menurut Global Islamic Finance report (GIFR) penduduk muslim Indonesia termasuk
yang terbesar di dunia. Tercatat pada tahun 2019 total konsumsi produk halal di Indonesia
sebesar USD 2 triliun dan sekitar USD 3.735 triliun. Jumlah ini juga setara dengan 25%
PDB Indonesia (Global Islamic Finance report (GIFR) 2020). Konsumsi produk halal ini
akan terus tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan 5,2%. Pada tahun 2025 dapat
diperkirakan bahwa tingkat konsumsi produk halal Indonesia akan mencapai USD 330,5
miliar (Tim Publikasi Katadata 2020). Bappenas menyatakan bahwa total konsumsi yang
besar ini mayoritas berasar dari impor. Namun apabila dapat meningkatkan nilai produksi
pada sector industri halal maka akan dapat menekan angka deficit pada neraca
perdagangan bahkan bukan hal yang mustahil apabila dapat melakukan peningkatan
ekspor produk halal(Anwar Fathoni. 2020).
Mengenai masalah peningkatan ekspor, sudah sangat perlu untuk meningkatkan
produksinya. Untuk meningkatkan sebuah produksi maka perusahaan akan semakin
meningkatkan jumlah tenaga kerja yang harus mencukupi kualitas ekspornya. Industri
halal sangat memiliki dampak terhadap ekonomi lapangan pekerjaan, dari hal

7
ketenagakerjaan industri halal memiliki kemampuan untuk membuka peluang sebesar
170.000-330.000 tenaga kerja (Indonesia Halal Life Center 2019). Apabila industri halal
terus bertambah dan berkembang dengan pesat maka tidak menutup kemungkinan untuk
menambah tenaga kerja lebih besar lagi dari angka yang sudah ada(Sutono 2018).
HASIL DAN KESIMPULAN
AKTUALISASI NILAI-NILAI RELIGIUSITAS SEBAGAI IMPLEMENTASI
HALAL FOOD DI INDONESIA

8
Zohar, Danah & Ian Marshall. 2005. SC Spiritual Capital Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, ter.
Helmi Mustofa. Bandung: Miza

Info https://pelakubisnis.com/2019/01/pemerintah-dorong-ekspor-makanan-dan-
Bisnis
minuman-halal/
Hilda Ansariah Sabri https://bisniswisata.co.id/permintaan-makanan-halal-di-indonesia-
naik-di-tengah-pandemi/
Hilda Ansariah Sabri https://bisniswisata.co.id/fluktuasi-investasi-sektor-sektor-industri-
halal-akibat-covid-19/
Cekindo https://www.cekindo.com/id/blog/industri-halal-indonesia-travel-fashion-dan-
bisnis
Salama https://halalfocus.net/state-of-the-global-islamic-economy-report-2018-19/
Agus Dwi https://ekbis.rmol.id/read/2020/11/18/461707/potensi-besar-indonesia-dalam-
pertumbuhan-ekonomi-islam-dunia
Yahya FR https://ibtimes.id/data-populasi-penduduk-muslim-2020-indonesia-terbesar-di-
dunia/
Kormen Barus https://www.industry.co.id/read/65748/jumlah-penduduk-muslim-
indonesia-meningkat-powercommerce-asia-tangkap-peluang-luncurkan-halal-plaza

Anda mungkin juga menyukai