Anda di halaman 1dari 11

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI HALAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah industri Halal
Dosen Pengampu :

•Prof. Dr. H. Ahmad Fathonih, M.Ag.


•Jujun Jamaludin,. S.Sy., M.E.Sy.

Kelompok 8 :
Hesti Wulandari 1183020044
Ihsan Fathurrahman Hizbulloh 1183020049
Ilham Syaiful Rohman 1183020051

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
Industri halal sering dikaitkan dengan suatu usaha untuk menghasilkan suatu produk (barang
dan jasa) yang sesuai dengan ketentuan agama Islam (syariah). Definisi ini mulai muncul akhir-
akhir ini karena ramainya permintaan produk dan jasa halal di dunia. Sebelumnya, diketahui
bahwa industri halal dikaitkan dengan ekonomi halal, dimana penyebutan ekonomi halal jauh
lebih dulu dikenal daripada industri halal.
Thomson Reuters bekerja sama dengan DinarStandard yang termuat di dalam the State of the
Global Islamic Economy Report edisi 2019 menyebutkan bahwa ekonomi halal terdiri dari sektor-
sektor yang produk dan layanan utamanya secara struktural dipengaruhi oleh hukum Islam,
didorong oleh nilai-nilai, gaya hidup konsumen dan praktik bisnis, sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 2.1. Selain itu, disebutkan bahwa terminologi ekonomi halal termasuk juga
ekonomi Islam dan Industri Halal itu sendiri.
Sementara itu, definisi industri halal secara bahasa terdiri dari dua kata, yaitu industri dan
halal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa industri adalah
Pengertian Kawasan kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan,
misalnya mesin. Sedangkan halal artinya diizinkan (tidak dilarang oleh syariah), sehingga industri
Industri halal halal diartikan sebagai kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan
sarana dan peralatan yang diizinkan oleh syariah Islam.
Dalam pelaksanaannya, industri halal antara lain sudah diatur di UU No. 33 Tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal. UU tersebut bertujuan untuk menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama masing-masing, dimana negara berkewajiban untuk
memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan produk. UU tersebut mempertegas
bahwa produk yang beredar di Indonesia tidak hanya makanan dan minuman saja, melainkan
juga kosmetik, obat-obatan, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasan, barang gunaan
yang dipakai, digunakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu, UU ini juga mengatur
tentang jasa halal, termasuk pariwisata, travel, media, dan entertain.
Perkembangan konsep halal dari pangan kepada bidang non pangan turut memicu
perkembangan industri halal. Landasan dari definisi ini berdasarkan UU 33, pasat 1, bahwa produk
adalah barang dan/jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi,
produk biologi, produk rekayasa genetik serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau
dimanfaatkan oleh masarakat. Keterkaitan dengan industri halal dengan pasal ini adalah sesuai
dengan definisi dari industri sebagai suatu usaha, proses atau kegiatan pengolahan bahan baku
baik bahan mentah ataupun bahan setengah jadi agar menjadi barang yang bernilai ekonomis
lebih tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat. Adapun KBBI mendefinisikan industri sebagai
kegiatan yang memproses atau mengolah bahan dengan menggunakan sarana dan peralatan,
misalnya mesin. Sedangkan halal ialah diizinkan (tidak dilarang oleh syarak/syariah).
Industri halal yang pada mulanya lahir sebagai kebutuhan konsumen muslim akan produk
pangan yang halal, kini berkembang seiring dengan berkembangnya kesadaran Umat Islam akan
pentingnya mengaplikasikan nilai-nilai syariah dalam kehidupan yang lebih luas. Hal ini bisa kita
Konsep amati dengan semakin berkembanganya ekonomi syariah, bank syariah, wisata halal beserta
Kawasan Ruang pirantinya. Dalam UU 33, JPH, 2014 Pasal 1, disebutkan bahwa produk halal dapat mencakup
barang dan atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi,
Lingkup produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau
Industri Halal dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena produk halal tidak hanya mencakup makanan dan
minuman yang kita konsumsi. Namun demikian hal ini merambah luas terhadap segala bahan
gunaan yang memungkinkan digunakan oleh konsumen.Dalam perkembangannya beberapa
karakteristik muncul sebagai respon dari berkembangnya bisnis halal saat ini yakni sebagai berikut
(Purnomo, et al.2011):
Meskipun halal berkaitan dengan kekhususan umat Muslim dalam konsum- si dan penggunaannya,
produk halal tidak hanya diperuntukkan bagi Muslim, tetapi dapat diperuntukkan bagi seluruh umat
manusia.
Secara khusus bagi Muslim, halal merupakan pemenuhan terhadap per- syaratan keamanan secara religius
(spiritual safety concern), sedangkan se cara umum, bagi konsumen dan pelaku industri, halal merupakan
peme- nuhan persyaratan mutu, keamanan dan kesehatan dalam penggunaan dan konsumsi produknya
(Quality and Health concern).
Produk halal yang diperdagangkan adalah produk yang telah di audit keha- lalannya melalui proses
sertifikasi halal oleh lembaga audit halal dengan persetujuan lembaga Ulama Islam suatu negara.
Sertifikat halal merupakan fatwa tertulis suatu lembaga Ulama Islam atas produk dan jasa yang telah
Konsep lulus dalam proses sertifikasi halal.
Kawasan Ruang Pelaku bisnis halal dapat merupakan produsen dari negara-negara muslim ataupun non-muslim selama
Lingkup terpenuhinya hal-hal mendasar atau khamsuhalaalaat kehahalan suatu produk halal yang mencakup 4M,
yakni sumber daya manusia (man), bahan baku (materials), proses (mechanism) dan pembiayaan
Industri Halal (monetary). Industri halal telah berkembang menjadi sektor manufaktur baru yang tumbuh bersama
menjadi bisnis global dengan pertumbuhan paling cepat di seluruh dunia. Hal tersebut seiring dengan
semakin banyaknya negara yang menerima konsep Halal sebagai salah satu faktor penentu mutu sebuah
produk. Pada Gambar 2.2. diperlihatkan cakupan industri halal global.
Potensi pasar halal global sangat berkaitan erat dengan perilaku konsumsi universal. Islam sebagai jalan hidup umat
Islam menyentuh semua aspek kehidupan termasuk perilaku konsumsi. Perilaku konsumsi ini menyentuh banyak aspek
seperti industri makanan dan katering, sistem keuangan, pariwisata, penampilan, layanan pendidikan, layanan amal,
layanan kebutuhan harian individu, hingga infrastruktur pendukung industri halal. Ini adalah daya tarik universal
karena sesuai dengan standar mutu seperti gizi yang baik, ramah lingkungan, aman, terpelihara, bersih, sehingga di
masa depan produk halal tidak secara eksklusif diposisikan untuk umat Islam saja, tetapi secara universal sebagai hasil
dari daya tarik tingkah laku konsumen. Pada uraian selanjutnya akan diuraikan potensi pasar halal, baik di level global
(dunia) maupun potensi pasar halal di Indonesia.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya terkait peluang pengembangan industri halal di Indonesia
melalui penguatan produk domestik halal dengan melakukan promosi ekspor dan subtitusi impor.
Selain itu, Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia dan
mengeluarkan USD 218,8 miliar belanja di sektor halal, sudah sewajarnya bisa menjadi leader industri
halal dunia. Untuk itu, perlu adanya strategi penguatan produk domestik
untuk pasar ekspor dan subsitusi impor di dalam pengembangan industri halal di Indonesia.
Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) bekerja sama dengan Dinar Standard dalam studinya tentang
“Indonesia Halal Economy and Strategy Roadmap” menyatakan bahwa Indonesia dapat mendorong
ekspor produk halal sebesar USD 3,3 miliar per tahun ke negara-negara OKI serta ke pasar non-OKI,
melalui fokus pada produksi produk makanan olahan, terutama, produk-produk berbasis daging,
olahan makanan, pakan ternak, pakaian, kosmetik dan farmasi.
Perlu diketahui bahwa nilai ekspor produk halal Indonesia ke negara anggota OKI tahun 2018 tercatat
sebesar USD 45 Miliar atau 12,5 persen dari total perdagangan nasional yang mencapai USD 369
Strategi miliar. Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi ekspor ke negara OKI sebesar USD 249 miliar dan
pengembangan potensi substitusi impor sebesar USD 19,5 miliar pada tahun 2017. Namun, untuk memperkuat
kawasan industri halal ekspor produk halal, masih terganjal beberapa kendala, seperti tarif produk terlalu tinggi, perbedaan
Penguatan produk standar, perbedaan regulasi, dan sertifikasi halal. Perbedaan sertifikasi halal dikarenakan ada
ekspor dan subtitusi perbedaan mahzab yang dipakai di negara-negara OKI.
Adapun strategi yang diterapkan untuk memperkuat ekspor produk halal adalah:
impor
•Negosiasi penurunan tarif produk ekspor dengan negara anggota OKI, melalui beberapa kerjasama,
seperti Indonesia-Iran PTA, Indonesia-Turkey CEPA, Indonesia-Tunisia PTA, Indonesia-Pakistan
TIGA, dan Indonesia-Bangladesh PTA. Adapum perjanjian dagang yang sudah berlaku adalah MoU
Indo- nesia-Palestina dan Indonesia-Pakistan PTA. Selain itu, pemerintah juga sedang melakukan
tahapan penjajakan awal kerja sama antara Indonesia-Gulf Cooperation Council.
•Memperkuat rantai nilai produk halal berbasis produk prioritas ekspor, seperti olahan makanan,
daging, pakan ternak, pakaian (fesyen), kosmetik dan farmasi. Produk prioritas ekspor
•Memperkuat branding produk, melalui promosi ekspor dan kerjasama negera-negara OKI.
Pengembangan Kawasan Industri (KI) bermula di tahun 1970 sebagai generasi pertama dalam Stated Owned IP Domination hingga kemudian berlanjut
ketahun 1990 dalam strategi Private IP Development. Pada tahun 2009 sampai dengan saat ini, telah masuk kegenarasi ketiga dalam
pengembangan Modern Industrial Park. Pengembangan ini adalah sebagai ini siasi lahirnya kawasan- kawasantertentu. Arah kebijakannya adalah
dengan mendorong kawasan-kawasan di generasi ketiga terelaborasi dalam Industry 4.0. Industri 4.0 diharapkan mampu mempromosikan kawasan-
Pengembangan kawasan industry ini baik tematik dan terpadu kedalam basis teknologi.
Ignatius Warsito sebagai Direktur Perwilayahan Industri Kementrian Perindustrian RI berkesempatan menjadinara sumber dalam sebuah webinar yang
Kawasan Industri diselenggrakan oleh ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival) pada tanggal 1 Oktober 2020 dengan judul “Workhop& Coaching: Pengembangan
Halal Industri Halal di Indonesia”. Beliau menyampaikan bahwa saat ini terdapat enam tantangan pengembangan KI sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
2.3
Penyiapan doku menperencanaan seperti masterplan yang baik akan memudahkan langkah-
langkah pengembangan kawasan industry berikutnya. Dari sisilahan dan tatar uang, calon kawasan
industri harus dipastikan bahwa peruntukkannya memang sesuai untuk kawasan industri. Sedangkan
dari sisi perijinan, saat ini prosesnya cukup mudah dan cepat karena sudah dilakukan secara daring,
baik untuk perijinan yang baru ataupun yang melakukan perpanjangan.Selain itu Kementrian sebagai
regulator, fasilitator, dan juga promoter aktif memberikan klinik atau asistensi bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.Asistensi diantaranya memberikan edukasi serta diskusi atas isu-isu yang sering
muncul sepertii sulahan, tataruang, keamanan, serta protokol kesehatan terhadap pandemi Covid-19
kepada pengelola dan tentang Kawasan industry juga dituntut agar mampu menyediakan
infrastruktur pendukung seperti adanya akses pelabuhan, keretaapi, dantol. Adapun dalam tantangan
kenyamanan berusaha sebagai suatu bentuk kepastian investasi, pemerintah memberikan salahsatu
upaya dalam menetapkan kawasan indutsri sebagai objek vital nasional.
Pengembangan
Kawasan Industri
Halal

-Salah satu kawasan industri yang dikembangkan adalah Kawasan Industri Halal (KI Halal) sebagai kawasan industri yang
dikembangkan menujuIndustri 4.0.Terdapatbeberapalatarbelakangmengapa KI Halal menjadi sesuatu yang wajib didorong
pengembangannya, antara lain:
Populasi muslim. Bahwa sebanyak lebih dari 87% penduduk Indonesia adalah beragama muslim (22 juta jiwa) dan juga meningkatkan jumlah penduduk
muslim di dunia
Trenproduk halal. Terjadi peningkatan permintaan nasional maupun internasional terkait produk halal namun belum diimbangi dengan jumlah produksi
Arus perekonomian baru. Terdapat arus perekonomian baru diantaranya adalah sector makanan dan minuma, bahan dan zat additive, kosmetik, obat-obatan
dan vaksin, keuangan syariah, logistik, dangar mendengan sertifikat halal
Regulasi. Regulasi menjad isesuatu yang sangat penting sebagai panduan dalam meningkakan sarana prasarana infrasuktur pendukung kegiatan industri
halal untuk kemudahan sertifikasi halal
Penguatan rantai nilai industri halal. Rantai nilai baik dari awal bahan baku, tata kelola, manajemen resiko, produksi maupun logistic harus sesuai dengan
nilai halal
Saat ini alur permohonan surat keterangan KI Halal dipermudah oleh BPJPH dan MUI dengan melakukan pemeriksaan secara daring, yaitu dengan mengisi
form Permohonan Verifikasi KI Halal dilengkapi dengan dokumen IUKI (Izin Usaha KawasanI ndustri) atau IPKI (Izin Perluasan Kawasan Industri)
dan masterplan KI Halal. Pemerintah telah membuat peraturan lewat Permenperin No. 17 tahun 2020 tentang Tata Cara Memperoleh Surat Keterangan
Kawasan Industri Halal.Peraturan ini diharapkan dipakai sebagai panduan bagi para pemohon atau pemerintah daerah untuk mensosialisasi kepada calon
pemohon KI Halal.Pemerintah optimis bahwa adanya zonasi halal akan membangkitkan dayasaing yang baik bagi kawasan-kawasan industry lainnya .
beragama Islam saja, tetapi juga negara
yang minoritas Muslim yang terlihat dari
besarnya belanja produk halal dunia
sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Sehingga peluang untuk pengembangan
produk dan industri halal sangat terbuka
saat ini dan kedepannya di berbagai
wilayah di dunia.
Namun, besarnya belanja produk halal

Kesimpulan didunia tidak memposisikan Indonesia


sebagai leader, dimana Indonesia hanya
bertengger di peringkat ke-5, di bawah
Malaysia dan Uni Emirat Arab meskipun
ada tiga sektor yang masuk 10 besar pada
industri halal, yaitu fesyen halal (ke-2),
pariwisata halal (ke-4) dan keuangan islam
(ke-10). Kondisi ini secara internal
merupakan peluang bagi Indonesia untuk
menjadi produsen produk halal dalam
memenuhi kebutuhan pasar halal domestik
dengan kualitas yang mampu bersing
dengan produk impor. Indonesia
berpeluang sebagai leader, dengan jumlah
populasi Muslim terbesar di dunia,
penduduk Indonesia menghabiskan sekitar
USD 220 miliar di sektor industri halal,
terbukanya peluang ekspor ke negara OKI
maupun non OKI, kebijakan subtitusi
produk impor, adanya UU No. 33 JPH,
yang dilengkapi dengan PP No. 31 dan
terbentuknya BPJPH sebagai badan yang
didirikan berdasarkan undang undang.
Di sisi lain tantangan pengembangan
industri halal di Indonesia, meliputi
rendahnya UMKM tersertifikasi halal,
sertifikasi halal dan sumber daya manusia
yang paham halal masih rendah. Oleh
karena itu, strategi penguatan produk
ekspor
dan subtitusi impor menjadi fokus
perhatian pemerintah. Strategi lainnya
antara lain berupa pembentukan kawasan
industri halal oleh Kementerian
Perindustrian, dengan perencanan kawasan
industri halal seperti direncanakan di
Batamindo Industrial Estate, Bintan
Industrial Park, Jakarta Industrial Estate
Pulogadung dan Modern Cikande
Industrial Estate. Selain itu, penguatan
rantai nilai industri halal, seperti industri
makanan dan minuman halal, pariwisata
halal, fesyen muslim, media dan rekreasi
halal dan farmasi dan kosmetik halal, dan
terakhir penguatan stakeholder yang
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai