Anda di halaman 1dari 22

FAKTOR PENINGKATAN PRODUK HALAL INDONESIA DALAM PASAR

GLOBAL ISLAM
Muhammad Fadhil Fanani¹,Linda Herlina²,Muhamad Arif Hasan³,Fenny Anggun Septi
Wulandari⁴
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jln Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
Email : herlinalinda866@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan positioning Industri Halal di Indonesia.
Studi ini juga mengidentifikasi peluang dan tantangan dalam perkembangannya. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif
melalui reduksi data,kategorisasi dan verifikasi. Penelitian ini menemukan bahwa Indonesia
memiliki potensi untuk mengembangkan Industri Halal di Indonesia berbagai sektor,
terutama halal food, halal travel, halal fashion dan halal finance. Perkembangan halal Industri
juga berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, Indonesia harus
menghadapi berbagai hal tantangan seperti rendahnya kesadaran halal, rendahnya daya saing
produk lokal dan masalah dalam implementasi Peraturan Jaminan Produk Halal.
Kata Kunci : Halal Industry, Halal Product Guarantee, Economic Growth
ABSTRAK
This study aims to explain the positioning of the Halal Industry in Indonesia. This
study also identifies opportunities and challenges in its development. The method used in this
study is a descriptive-qualitative method with a phenomenological approach. The data
obtained were analyzed using qualitative analysis through data reduction, categorization and
verification. This research found that Indonesia has the potential to develop the Halal
Industry in various sectors, especially halal food, halal travel, halal fashion and halal
finance. The development of the halal industry also has the potential to increase national
economic growth. However, Indonesia has to face various challenges such as low awareness
of halal, low competitiveness of local products and problems in implementing Halal Product
Guarantee Regulations.
Keywords: Halal Industry, Halal Product Guarantee, Economic Growth
PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam secara jelas menetapkan bahwa
ada ketentuan halal dan haram bagi umat Islam.Pangan, obat dan kosmetik, sebagian ada
yang halal dan ada pula yang haram dikonsumsi atau digunakan. Begitu pula dengan produk
kimia biologis dan rekayasa genetik, dan/atau produk lainnya, sering dijumpaikeraguan
mengenai halal-haramnya. Al-Qur’an dan Hadits
1
adalah panduan bagi umat Islam untuk senantiasa mengkonsumsi makanan dan barang yang
halal.
Produk halal secara essensial berfungsi membentuk masyarakat berakhlak mulia dan
sejahtera. Kehalalan merupakan hal sangat penting,karena makanan mempunyai implikasi
terhadap perilaku. Perilaku yang baik atau buruk itu ditentukan oleh makanan yang
dikonsumsi.Jika makanannya halal, maka itu akan mendorong kepada perilaku yang baik.
Sebaliknya, jika makanannya haram maka akan mendorong perilaku yang kurang baik. Oleh
karena itu diperlukan strategi yang tepat membangun industri produk halal dalam negeri
sehingga berkontribusi secara nyata terhadap pembangunan akhlak.
Meningkatnya gaya hidup halal masyarakat dunia berpengaruh pada permintaan
produk halal. Banyak negara berkonsentrasi pada bisnis penyediaan produk halal, yang mana
pengaturan kehalalan produk disesuaikan dengan syari’ah Islam. Perkembangan industri
produk halal di negara-negara maju, meskipun umat Islam minoritas seperti Amerika Serikat,
namun pola belanja dan konsumsi pangan disesuaikan dengan ketentuan standar halal, begitu
juga dengan negara-negara lainnya. Tumbuhnya angka perdagangan, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta berbagai inisiatif untuk memperbaiki kualitas hidup
masyarakat, merupakan signalpenting bahwa konsep halal dipahami sepenuhnya oleh pelaku
industri. Konsep halal akan mempengaruhi
transformasi masyarakat menuju tercapainya kualitas hidup yang baik, keselamatan
publik, penciptaan kembali dan tempat tinggal yang nyaman.
Indonesia dengan jumlah penduduk muslimdiatas 200 juta jiwa menjadi salah satu
target pasar utama negara-negara produsen produk halal. Peluang usaha produk halal di
negara kita sangatlah potensial dan menjanjikan. Dengan kuantitas penduduk muslim yang
besar,kapasitas Indonesia sebagai produsen dan konsumen juga sangat besar.Kebutuhan
produk halal jika dapat dipenuhi sendiri tentu akan menjadi tulang punggung perekonomian
negara.Bisnis produk halal dalam negeri saat ini sebagian besar masih di dominasi oleh impor.
Dalam hal ini perlu adanya upaya optimal dari
semua pihak terkait, baik pemerintah maupun swasta untuk membuat iklim segar bagi
pengembangan produk halal dalam negeri.Agar industry produk halal di negara kita dapat
tumbuh dan berkembang pesat sehingga mampu mengimbangi perdagangan produk halal
global, maka perlu kerja keras mendorong bangkitnya industri produk halal Indonesia.Kita
perlu produk halal yang dapat diterima dan diminati masyarakat sendiri sehingga mampu
menggerakkan sektor riil dan menumbuhkan perekonomian nasional. Dalam hal ini, perlu
strategi yang tepat untuk pengembangan industri produk halal Indonesia.
Pertumbuhan dan perkembangan bisnis produk halal dipengaruhi oleh daya saing
yang unggul dan produk yang kompetitif. Dalam membangun iklim industri yang sehat, jika
pengembangan kekuatan industri produk halal dalam negeri baik dan mampu memanfaatkan
peluang yang ada, tentunya akan mampu menjawab tantangan industri produk halal dalam
negeri.
PEMBAHASAN
A.Produk Halal

2
Menurut Ali (2016) halal adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat untuk
dilakukan, digunakan atau diusahakan karena telah terurai tali atau ikatan yang mencegahnya
dari unsur yang membahayakannya dengan disertai perhatian cara memperolehnya. Dalam
hal kaidah,kehalalan suatu benda merupakan hukum asal. Jumhur (mayoritas) ‘ulama sepakat
untuk menetapkan kaidah ‫‘(اإلباحة ألشیاء في األصل‬al-ashlu alal asya’i al-ibahah’) yang artinya
hukum asal suatu benda adalah boleh. Dimana, lawan dari kata halal adalah haram, yakni
segala sesuatu yang dilarang oleh agama. Sehingga suatu benda sebenarnya boleh dikonsumsi
sampai ada dalil yang mengharamkannya. Dalam Islam, haram dipandang dari dua sudut:
pertama, dari segi batasan dan esensinya. Kedua, dari segi bentuk dan sifatnya (Dahlan,
1996).
B.Peran Industri Halal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Industri halal terus menunjukkan pertumbuhan yang positif setiap tahunnya.
Pertumbuhan ini tentunya memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian
Indonesia. Kontribusi tersebut bisa dilihat melalui Produk Domestik Bruto (PDB). Ekonomi
syariah sudah terbukti memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
sebesar USD 3,8 miliar setiap tahunnya (Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2019).
Kontribusi terhadap PDB ini tercermin dari konsumsi masyarakat Indonesia serta kegiatan
ekspor dan impor terhadap produk halal. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk
halal sangat besar, bahkan termasuk yang terbesar di dunia. Tercatat pada tahun 2017 total
konsumsi produk halal di Indonesia sebesar USD 200 miliar atau lebih dari 36% total
konsumsi rumah tangga. Jumlah ini juga setara dengan 20% PDB Indonesia (Kementerian
Keuangan Republik Indonesia 2019) Konsumsi produk halal ini akan terus tumbuh dengan
rata-rata pertumbuhan 5,3%. Pada tahun 2025, diperkirakan tingkat konsumsi produk halal
Indonesia akan mencapai USD 330,5 miliar (Tim Publikasi Katadata 2020). Bappenas
menyatakan bahwa total konsumsi yang besar ini mayoritas berasal dari produk impor (Akbar,
2019). Namun, bila kita meningkatkan produksi pada sektor industri halal, kita bisa menekan
angka defisit pada neraca perdagangan (Kementerian Keuangan Republik Indonesia 2019).
Bahkan, bukan hal yang mustahil bila kita juga bisa melakukan peningkatan ekspor produk
halal.
Dari segi eskpor, industri halal sangat berpeluang menambah nilai ekspor Indonesia.
Nilai ekspor yang bisa dihasilkan dari industri halal berkisar pada USD 5,1 miliar hingga
USD 11 miliar setiap tahunnya. Pada tahun 2018, industri halal telah menghasilkan USD 7,6
miliar. Indonesia memiliki halal export opportunity produk halal sebesar 3,8% secara global
(Indonesia Halal Lifestyle Center 2019). Angka ini bisa ditingkatkan lagi dengan cara
meningkatkan kualitas produk halal yang diekspor. Selain itu, penetapan harga yang
kompetitif dirasa penting agar produk kita bisa bersaing dengan produk dari negara lain. Jika
produk halal dari Indonesia sudah bisa bersaing di pasar dunia, maka tentu saja Indonesia
bisa menjadi kiblat industri halal dunia.Kegiatan ekspor merupakan bagian dari perdagangan
internasional. Dalam perdagangan internasional diperlukan pembiayaan yang berasal dari
cadangan devisa. cadangan devisa sendiri diartikan sebagai nilai aktiva bersih luar negeri
pemerintah serta bank-bank devisa yang harus dijaga untuk memenuhi keperluan transaksi
internasional.
Kegiatan ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasional. Dalam
perdagangan internasional diperlukan pembiayaan yang berasal dari cadangan devisa.

3
cadangan devisa sendiri diartikan sebagai nilai aktiva bersih luar negeri pemerintah serta
bank-bank devisa yang harus dijaga untuk memenuhi keperluan transaksi internasional
(Purba, 2016). Cadangan devisa menjadi indikator untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan suatu negara untuk melakukan perdagangan internasional. Posisi cadangan
devisa dapat dilihat dari neraca pembayaran.
Industri halal dengan segala potensinya dapat kita gunakan untuk mendorong
peningkatan nilai cadangan devisa. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan. Pertama,
meningkatkan nilai ekspor industri halal. Komoditas halal yang sangat berpotensi untuk
diekspor oleh Indonesia adalah makanan halal dan busana muslim. Kedua, meningkatkan
potensi pariwisata halal. Pariwisata halal adalah sektor yang paling berpotensi untuk
mendorong peningkatan cadangan devisa. Terlebih Indonesia telah mendapat banyak
penghargaan dalam konteks wisata halal. ublikasi Katadata 2020). Ketiga, meningkatkan
peran industri keuangan syariah dalam rangka mewujudkan inklusi keuangan. Industri
keuangan syariah bisa digunakan untuk mendukung akses permodalan Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) yang bergerak di sektor halal melalui pembiayaan.
C.Tantangan Industri Halal di Indonesia
Dalam mengembangkan potensi industri halal di Indonesia, tentunya kita akan
mendapatkan tantangan. Tantangan ini bisa berasal dari segi eksternal dan dari segi internal.
Dari segi eksternal, tantangan yang dihadapi Indonesia adalah: banyaknya negara pesaing
(Permana 2019). Negara-negara pesaing tersebut diantaranya adalah Malaysia, Brunei
Darussalam, Turki, Pakistan, Qatar, Uni Emirat Arab, dan lain sebagainya. Bahkan, ada
negara pesaing yang termasuk ke dalam negara non-muslim. Negaranegara ini diantaranya
Australia, Thailand, Singapura, United Kingdom, Italia, dan lain sebagainya. Agar tidak
ketinggalan, Indonesia harus bisa memanfaatkan dengan baik potensi yang dimilikinya. Bila
tidak, maka Indonesia hanya akan menjadi konsumen di pasar yang besar dan menjanjikan ini.
Tantangan dari eskternal ini juga berpengaruh terhadap konsumsi produk dalam
negeri. Jika ada banyak produk asing masuk ke Indonesia, maka konsumsi produk Indonesia
akan berkurang. Dampaknya, neraca perdagangan akan mengalami defisit karena lebih
banyak impor yang masuk ketimbang ekspor. Maka, solusi dari masalah ini adalah keseriusan
pemerintah dalam menegakkan hukum kepabeanan (Pryanka, 2018). Kita membutuhkan
proteksi untuk melindungi produk lokal. Kebijakan proteksi ini harus bisa menekan angka
impor, namun tidak membuat negara pengimpor ”tersinggung”. Tujuannnya agar produk
lokal terproteksi sekaligus tetap menjaga hubungan internasional.
Sementara itu, tantangan internal yang dialami Indonesia yaitu: kurangnya halal
awareness pada masyarakat Indonesia. Selain itu, pemahaman masyarakat Indonesia terhadap
konsep halal masih dirasa kurang. Ada banyak masyarakat Indonesia yang menganggap
bahwa semua produk di pasar adalah produk halal (Pryanka, 2018). Halal awareness memiliki
keterkaitan dengan religiusitas dan pengetahuan mengenai konsep halal, Maka, untuk
meningkatkan halal awareness di Indonesia, kuncinya adalah dengan melakukan sosialisasi.
D.Potensi Industri Halal di Indonesia
ndustri halal memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hal ini merupakan
implikasi dari jumlah penduduk muslim Indonesia yang sangat banyak.Potensi industri halal
Indonesia bisa kita lihat dari beberapa sektor, yaitu sektor makanan halal, sektor keuangan
4
syariah, sektor wisata halal, dan sektor busana muslim. Berikut ini adalah penjelasan potensi
dari masing-masing sektor.
sektor makanan halal. Makanan halal merupakan kebutuhan dasar seorang muslim.
Kebutuhan dasar ini harus terpenuhi agar seorang muslim dapat melanjutkan hidupnya. .
Potensi yang benar-benar terlihat adalah potensi pasar yang sangat menjanjikan. Pada tahun
2019, Indonesia menghabiskan USD 173 miliar untuk konsumsi makanan halal. Hal ini
menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar makanan dan minuman halal di dunia (State of
Global Islamic Economy Report 2019). Dukungan pemerintah juga menjadi potensi besar
industri makanan halal di Indonesia. Dukungan pemerintah ini terlihat dari pembentukan
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai amanat dari Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. BPJPH disahkan pada tanggal 27
Oktober 2017 dan memiliki kedudukan di bawah Kementerian Agama. Pembentukan BPJPH
telah mentransformasi penyelenggaraan jaminan produk halal di Indonesia dari yang awalnya
bersifat sukarela (voluntary) menjadi kewajiban (mandatory). Hal ini dilakukan dalam rangka
memberi keamanan dan kenyamanan kepada konsumen muslim serta untuk melejitkan
industri halal di Indonesia, khususnya industri makanan halal.
sektor keuangan syariah. Sektor keuangan syariah menjadi gerbang pembuka industri
halal di Indonesia. Semenjak terbentuknya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992,
sektor keuangan syariah telah membawa perkembangan yang cukup baik bagi industri
keuangan syariah. Aset keuangan syariah terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya.
Pada tahun 2018, aset keuangan syariah mengalami kenaikan sebesar 13,97% (yoy) menjadi
Rp1.287,65 triliun (Otoritas Jasa Keuangan 2019). Indonesia menempati peringkat ketujuh
dalam pasar aset keuangan Islam di dunia dengan total nilai aset sebesar USD 86 miliar.
Indonesia juga menempati urutan ke-5 dalam Top 10 Islamic Finance (State of Global
Islamic Economy Report 2019). Pada tahun 2019, market share industri keuangan mencapai
angka 8,69%. Angka tersebut merupakan total dari market share perbankan syariah sebesar
5,94% ditambah market share Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sebesar 2,75% (CNN
Indonesia 2019).
sektor wisata halal. Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya
serta kaya akan sejarah dan tradisi-tradisi keagamaan. . Ada banyak objek wisata yang bisa
dikunjungi oleh halal traveller, diantaranya masjid,keraton, makam, benda-benda pusaka,
hingga kuliner halal (Jaelani 2017) Potensi wisata halal Indonesia mendapat apresiasi yang
luar biasa, sebab Indonesia berhasil meraih peringkat pertama bersama Malaysia pada
kategori utama Top 10 OIC Destinations dengan skor 78. Selain itu, Indonesia juga meraih
peringkat pertama dua kategori lainnya, seperti Top 10 Destinations-Communications dan
Top 10 Destinations-Services (Crescent Rating 2019). Selain itu, Indonesia juga meraih
peringkat ke-4 dalam Top10 Muslim-Friendly Travel (State of Global Islamic Economy
Report 2019).
sektor busana muslim. Potensi busana muslim di Indonesia juga tidak kalah besarnya.
Industri busana muslim terus mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019,
ekspor sektor busana muslim telah menembus angka USD 9,2 miliar atau setara dengan 9,8%
total ekspor dari industri pengolahan. Bila dilihat dari pasar domestik,konsumsi dari produk
busana muslim sudah mencapai angka USD 20 miliar dengan laju pertumbuhan rata-rata 18,2%
(Redaksi FIN 2019). Indonesia menepati posisi ke-3 dalam Top 10 Modest Fashion dan Top

5
10 Fashion Muslim Consumer Markets dengan total spending sebesar USD 21 miliar (State
of Global slamic Economy Report 2019).
E. SetrategiPeningkatan Produk Halal di Internasional
1. Ekspor impor produk halal indonesia
Meski memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia
belum menjadi ekspotir terbesar produk halal dunia. Menteri Perdagangan
menyampaikan bahwa kinerja ekspor halal Indonesia masih tertinggal
dibandingkan negara lainnya. 1 Sebagai contoh, ekspor produk halal, peringkat
Indonesia berada di urutan 20 dunia dengan pangsa pasar hanya 1,86%. Namun
demikian, selama periode 2015-2019, perkembangan ekspor produk makanan asal
Indonesia ke negara OKI meningkat sebesar 5,51%. Selama periode Januari – Juli
2020, nilai ekspornya mencapai USD 454,16 juta.
Hal ini menujukkan bahwa produk Indonesia makin digemari oleh masyarakat
luar negeri. Sedangkan untuk ekspor produk kosmetik, ekspotir utamanya adalah
Perancis dengan pangsa pasar 17,38%, Amerika Serikat 7,57%, dan Jerman 7%,
sedangkan Indonesia berada di peringkat 19 dunia, dengan pangsa pasarnya hanya
1,21 persen, jauh dibawah pangsa pasar Singapura yang mencapai 5,87 persen 2.
Ekspor produk kosmetik asal Indonesia selama periode 2015-2019 tercatat
menurun tipis sebesar 0,77%. Oleh karena itu, perlu adanya strategi yang efektif
meningkatkan nilai ekspor dan pangsa pasar produk Indonesia.
Untuk produk obat-obatan, eksportir utama ke negara OKI adalah Jerman,
Perancis dan Swiss dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 13,84 %, 13,58%
dan 9,47%. Indonesia sendiri menempati peringkat 48 dunia dengan pangsa pasar
sebesar 0,12%. Meski demikian, ekspor produk obat-obat pada periode Januari-
Juli 2020 senilai USD 31,31 juta atau meningkat 12,33% dibandingkan periode
yang sama tahun 2019. Sementara itu, pada periode JanuariJuli 2020, Indonesia
juga masih mengimpor produk obat-obat sebesar USD 5,5 juta, sehingga
Indonesia mampu mencetak surplus necara perdagangan sebesar USD 25,81 juta 3.
2. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan produk halal
Di dalam Industri halal selama beberapa dekade terakhir kini terus
berkembang pesat. Dari laporan dari The International Trade Centre, peluang
sektor makanan dan miniman halal diperkirakan senilai USD 1 triliun dan
diperkirakan akan terus meningkat pertumbuhannya 4. Jadi Hal ini didorong oleh
meningkatnya kebutuhan dan preferensi penduduk muslim dunia. Namun,
sebagaian penduduk dengan muslim terbesar, Indonesia belum menjadi market
leader produsen dan pengekspor produk halal. Hal ini menunjukkan masih

1
K. Perdagangan, "Kementerian Perdagangan," Diakses: 2022. [Online]. Tersedia: https://e-
ska.kemendag.go.id/home.php/home/form.
2
Admin, "Bisnis.com," Diakses: 10 February 2022. [Online]. Tersedia:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201024/9/1309419/dari-10-produk-saja-potensi -ekspor-makanan-halal-
ri-bisa-capai-ratusan-juta-dolar.
3
S. Ramalan, "Okezone.com," [Online]. Tersedia: https://economy.okezone.com/read/
2020/10/24/320/2298876/ekspor-indonesia-ke-negara-oki-diacungi-jempol-tapi.
4
The International Trade Centre,"From Niche to Mainstream” Tersedia: 15 Januari 2022. [Online]. Tersedia:
https: //www.intracen.org/uploadedFiles/intracenorg /Content/Publications/Halal_Goes_Global-web(1).pdf.
6
terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan ekspor
produk halal, yaitu:
a. Kurang fokus dalam pengembangan produk halal
Komoditas unggulan ekspor Indonesia namun hingga saat ini masih
didominasi oleh komoditas yang berbasis pertambangan, dan perkebunan.
Namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, komoditas utama ekspor
nonmigas Indonesia adalah lemak dan minyak hewan/nabati; bahan bakar
mineral; serta besi dan baja. Dalam periode Triwulan III-2021, ekspor non
migas Indonesia mencapai USD 58 miliar, yang terdiri dari sektor industri
pengolahan (USD 46,6 miliar), pertambangan (USD 10,7 miliar) dan pertanian
(USD 1 miliar) 5 . Namun pada saat ini produk halal Indonesia yang telah
diekspor ke internasional adalah produk makanan seperti saus olahan, pasta,
ikan olahan, kopi dan makanan olahan; produk kosmetika seperti shampoo,
produk perawatan rambut, produk perawatan kulit, bedak dan deodoran; serta
produk obat-obatan yaitu produk yang mengandung vitamin A dan antibiotik 6.
Untuk negara tujuan ekspor untuk produk makanan dan kosmetik adalah Malaysia, Arab
Saudi dan Uni Emirat Arab, namun untuk produk obat-obatan terbanyak diekspor ke Nigeria,
Malaysia dan Arab Saudi. Disisi lain, Indonesia masih memiliki potensi untuk
mengembangkan produk halal serta peluangnya masih terus meningkat. Berdasarkan data the
stage of global economic Report 2019/2020, pengeluaran konsumen muslim untuk makanan
halal meningkat 3,1% di tahun 2019, dari sebelumnya USD 1,13 triliun di 2018 menjadi USD
1,17 triliun dan diperkirakan akan meningkat menjadi USD 1,38 triliun pada tahun 2024.
Potensi pengembangan industri halal di Indonesia sebenarnya sangatlah besar, hal ini karena
beberapa faktor pendukung antara lain besarnya jumlah penduduk Indonesia, pertumbuhan
industri halal lainya seperti sektor keuangan, dan pariwisata 7. Selain itu, Menteri Keuangan
juga menyampaikan bahwa total nilai potensi ekspor makanan halal Indonesia baru mencapai
US$229 juta dan jumlah ini dapat ditingkatkan lagi seiring meningkatnya kebutuhan
makanan masyarakat muslim dunia 8 . Hal ini karena banyak produk makanan Indonesia
seperti margarine, wafer, biskuit, nanas olahan, kopi kemasan, ekstrak kopi, ekstrak malt,
saus, makanan bayi, roti dan kue merupakan produk yang seringdikonsumsi oleh negara OKI
yang mayoritas memiliki penduduk muslim. Oleh sebab itu, Indonesia perlu fokus dalam
pengembangan produk halal untuk memenuhi kebutuhan konsumen global.
a. Adanya pesaing dari negara non-muslim yang mengembangkan industri halal
Produk halal menjadi konsumsi masyarakat muslim, tidak hanya diproduksi
oleh negara muslim. Fathoni dan Syahputri menyampaikan bahwa terdapat 2
tantangan dalam mengembangkan industri halal Indonesia yaitu dari sisi internal dan
eksternal, dimana salah satu faktor eksternalnya adalah adanya beberapa negara Islam
lainnya yang menjadi pesaing seperti Malaysia. Namun Bahkan banyak produk
muslim yang justru diproduksi dan dieskpor oleh negara yang mayoritas penduduknya
non-muslim. Sebagai contoh, eksportir terbesar makanan halal masih dipegang oleh
5
BPS, “Berita Resmi Statistik Triwulan IV 2021”, 2021.
6
BPS, Berita Resmi Statistik Triwulan II 2020, 2020.
7
BPS, “Berita Resmi Statistik Triwulan III 2020”, 2020.
8
Admin, "Bisnis.com," Diakses: 10 February 2022. [Online]. Tersedia:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201024/9/1309419/dari-10-produk-saja-potensi -ekspor-makanan-halal-
ri-bisa-capai-ratusan-juta-dolar.
7
Brazil, Thailand dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan pangsa pasar masing-
masing sebesar 10,51%, 8,15 % dan 4,97%. Pada produk halal yang diekspor ke
berbagai negara OKI banyak diproduksi oleh negara yang minoritasnyaMuslim,
seperti Brazil, Amerika Serikat, dan Australia 9 . Hal ini mempengaruhi perspektif
masyarakat global bahwa halal merupakan isu internasional dan bukan hanya untuk
masyarakat muslim saja. Selain itu, beberapa negara non-OKI juga bermitra dengan
negara yang mayoritas berpenduduk muslim seperti Brazil dan Uni Emirat Arab guna
memasarkan produknya ke pasar halal yang sedang berkembang. Beberapa
perusahaan multinasional juga berinvestasi untuk pengembangan produk halal. Salah
satu contohnya adalah Ajinomoto, perusahaan penyedap rasa dari Jepang, dilaporkan
menanamkan modalnya ke perusahaan Malaysia untuk memproduksi makanan halal.
Menurut data The State of Global IslamicEconomyReport 2019/2020 Indonesia,
Malaysia, dan Uni Emirat Arab merupakan negara yang mendapat investasi tertinggi
dalam ekonomi Islam, dan makanan halal merupakan salah satu sektor yang
mendapatkan investasi tertinggi 10 . Potensi peningkatan permintaan makanan halal
yang semakin besar telah mendorong banyak negara untuk memproduksi dan
mengekspor makanan halal. Oleh karena itu, persaingan antar negara pengekspor
produk halal menjadi semakin ketat, sehingga diperlukan strategi dalam
memenangkan persaingan.
b. Kurangnya pemahaman pelaku UMKM
tentang pentingnya sertifikasi halal Beberapa pelaku UMKM masih belum
menyadari pentingnya sertifikasi halal, padahal sertifikasi halal dapat meningkatkan
nilai jual produk dan daya saing produknya di pasar global. KADIN menyebutkan
bahwa salah satu tantangan dalam pengembangan produk halal di pasar global adalah
kurangnya pemahaman dari pelaku UMKM tentang potensi produk halal serta
perlunya sertifikasi halal yang dapat meningkatkan pertumbuhan bisnisnya. Padahal
sertifikasi halal telah diterima oleh masyarakat dunia sebagai suatu standar produk
yang perlu dipenuhi untuk memastikan jaminan kehalalannya. Selain itu, sebagian
masyarakat juga kurang memiliki awareness tentang konsep halal sehingga hal ini
berpengaruh pada pengembangan industri halal 11 . Menteri Perdagangan juga
menyampaikan bahwa 90% makanan dan produk yang beredar di Indonesia sudah
halal, namun demikian banyak yang belum memiliki sertifikat halal atau bahkan
belum mengurusnya. Oleh karena itu, pengurusan sertifikasi halal perlu dipermudah
agar semakin banyak pelaku usaha yang mengurusnya 12.
F.SetategiPeningkatan EksporProdukduk Halal
1. Peningkatan daya sing produk halal indonesia.
produk ekspor Indonesia masih memiliki daya saing yang bisa untuk
berkompetisi dengan produk negara ASEAN lainnya. Salah satu produk unggulan
berdaya saing Indonesia adalah kopi, sedangkan produk yang paling kurang
berdaya saing adalah buah-buahan dan kacang-kacangan. Saat ini komoditas kopi
9
T. H. S. M. A. Fathoni, "Potret Industri Halal Indonesia: Peluang dan Tantangan", Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
vol. 6 , pp. 428-435., 2020.
10
BPS, Berita Resmi Statistik Triwulan II 2020, 2020.
11
BPS, “Berita Resmi Statistik Triwulan III 2020”, 2020.
12
KADIN, "Indonesia Halal Products In The Global Market Competition” [Online]. Tersedia:
https://isef.co.id/wp-content/uploads/2019/11/INHALIFE-2019-.pdf.
8
merupakan barang bebas ekspor, seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri
Perdagangan No. 19 Tahun 2021 yang Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor
yang menghapus ketentuan tentang Eksportir Terdaftar (ET) Kopi, sehingga
pelaku usaha dapat langsung mengekspor kopi ke mancanegara. Berdasarkan data
BPS, nilai ekspor kopi di tahun 2020 sebesar USD 809 juta atau turun sekitar 7%
dibandingkan tahun lalu yang mencapai USD 872juta. Namun demikian, secara
volume ekspor kopi mengalami kenaikan dari sebelumnya sebanyak 355.766ton
menjadi 375.555 ton di tahun 2020 13.
Salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing produk yaitu dengan
mengembangkan penelitian agar tercipta produk halal yang berkualitas. Wakil
Presiden RI, KH Ma’ruf Amin menyampaikan bahwa beberapa langkah strategis
dalam upaya meningkatkan ekspor produk halal adalah: memperkuat riset bahan
dan material halal untuk menghasilkan produk halal berkualitas, membangun
Kawasan Industri Halal (KIH) yang dengan menyediakan insentif dan regulasi
pendukungnya, dan membangun Sistem Informasi Manajemen Perdagangan
Produk yang Halal untuk memuat data dan informasi produk yang telah
teregistrasi halal 14 . Pembangunan halal center sebagai pusat penelitian dan
pengembangan produk halal dapat menjadi strategi yang dapat dilakukan untuk
pengembangan industri produk halal. Jadi, prinsip ketertelusuran dalam rantai
pasok halal dapat membuat produk indonesia lebih berdaya saing dan dapat
diterima oleh negara lain, terutama negara anggota OKI 15.
Untuk penerapan sertifikasi halal juga dapat meningkatkan daya saing produk
halal. Komite Nasional Keuangan Syariah juga tengah mendorong strategi
nasional yaitu peningkatan halal awareness kepada masyarakat luas agar
masyarakat selaku konsumen maupun produsen makanan dan minuman, dapat
lebih diperhatikan sertifikasi halalnya. Selain itu, untuk penerapan sertifikasi halal
tidak hanya akan meningkatkan ekspor Indonesia namun juga dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat khususnya penduduk muslim yang ada di dunia. Jadi oleh
karena itu, diharapkan pemerintah dapat mendukung peningkatan ekspor produk
halal Indonesia dengan pemberian literasi kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) tentang sertifikasi halal. Selain itu, pemerintah juga dapat
memberikan bantuan dan pendampingan kepada pelaku UMKM untuk dapat
meningkatkan kualitas produk, desain dan pengemasan produk halal, agar produk
yang dihasilkan menjadi lebih menarik16.
2. Memaksimalkan akses pasar ekspor indonesia
Untuk potensi pasar industri halal dunia diperkirakan akan terus meningkat.
Menurut data dari TheState of the Global Islamic Economy Report 2020-2021,
dari total pengeluaran umat muslim dunia di tahun 2019 mencapai sekitar USD
2,02 milyar, yang dibelanjakan untuk kebutuhan di sektor makanan, farmasi,
kosmetik, fashion, pariwisata, dan sektor-sektor syariah lainnya, diperkirakan

13
BPS, Berita Resmi Statistik Triwulan II 2020, 2020.
14
Q. A'yun, "Comparative Analysis of Potential Halal Product Exports of Indonesia In Asean Countries," Jurnal
Fidusia, vol. 4, 2021.
15
M. Amin, "Wapresri.go.id," [Online]. Tersedia: https://www.wapresri.go.id/kuasaipasar-halal-dunia-
indonesia-perlu-perkuat-riset-produk-halal/.
16
D. P. A. Yustinus, "Bisnis.com", Diakses: 03 Februari 2022. [Online]. Tersedia: https://
ekonomi.bisnis.com/read/20201031/12/1311740/indonesia-incar-negara-okisebagai-tujuan-ekspor-potensial.
9
jumlahnya akan mencapai USD 2,3 triliun di tahun 2024. Hal ini didorong oleh
kebutuhan masyarakat yang adadi dunia akan produk halal, tidak hanya
masyarakat muslim saja, namun telah menjadi tren gaya hidup dan berpengaruh
terhadap perdagangan global atau internasional 17.
Namun, sebagian pelaku UMKM masih kesulitan untuk mendapatkan informarsi
tren permintaan pasar, dan untuk peluang pasar di luar negeri, jadi sehingga
mencari-cari calon pembeli dari luar negeri. Karena itu, pemerintah dapat
membantu dengan menyediakan informasi peluang pasar ekspor dengan
mengoptimalkan peran dari perwakilan pemerintah di luar negeri, yaitu Atase
Perdagangan, Indonesian Trade Promotion Center, Kedutaan Besar Republik
Indonesia dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Perwakilan negara juga
dapat mengatur pertemuan (business meeting dan business matching) dengan
mengundang calon pembeli dari negara setempat dan pelaku UMKM, sehingga
dapat terjadi transaksi perdagangan.
Selain itu, pemerintah dapat memfasilitasi untuk pelaku usaha dalam
mengembangkan usahanya dengan mengikutsertakan UMKM pada pameran
perdagangan yang di luar negeri agar dapat lebih memperkenalkan produk halal
Indonesia di pasar internasional. Salah satunya adalah World Dubai Expo 2021
yang diselenggarakan pada bulan Oktober 2021 hingga Maret 2022. Jadi untuk
dapat meningkatkan akses pasar produk halalnya di pasar global, yaitu pelaku
usaha juga dapat memanfaatkan perjanjian perdagangan internasional yang telah
disepakati, seperti ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) dan ASEAN-
China Free Trade Agreement, agar untuk mendapatkan preferensi tarif, sehingga
produk halal di Indonesia dapat mengajukan pengurangan atau pembebasan tarif
bea masuk di negara tujuan ekspor. Preferensi tarif tersebut dapat diajukan dengan
menyerahkan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) yang menyatakan bahwa
produk tersebut merupakan barang yang berasal, dihasilkan dan atau diolah dari
Indonesia 18.
3. Mendukung UMKM ekspor dalam rantai pasok global
Dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2924 disebutkan bahwa
salah satu strategi utama untuk mendorong ekspor produk halal Indonesia semakin
berkembang yaitu dengan meningkatkan kapasitas UMKM agar menjadi bagian
dari global value chain atau rantai pasok global dalam industri halal. Penguatan
UMKM ini dapat dilakukan melalui 4 program utama antara lain yaitu: (i)
pemberian edukasi kepada pemilik usaha mikro, (ii) pemberian fasilitas
pembiayaan, (iii) pembangunan database UMKM, dan pemberian literasi kepada
UMKM. Jadi hal ini penting untuk memacu pertumbuhan usaha UMKM tersebut
yang dapat meningkatkan ketahanan ekonomi. Dengan mempertimbangkan hal itu,
perlu dibangun pusat inkubasi bisnis di beberapa daerah yang sebagai tempat
pembinaan dan pelatihan, yang dapat membantu UMKM untuk dapat menjadi
bagian dari rantai nilai industri halal. The International Trade Center juga
menekankan bahwa pelaku UMKM dapat berpartisipasi dalam rantai pasok global

17
N. Masruroh, "The Competitiveness of Indonesian Halal Food Exports in Global Market Competition Industry",
Jurnal Ekonomi Islam, vol. 11, no. 1, pp. 25 - 48 , 2020.
18
K. Perdagangan, "Kementerian Perdagangan," Diakses: 2022. [Online]. Tersedia: https://e-
ska.kemendag.go.id/home.php/home/form.
10
di sektor halal, karena untuk potensi pertumbuhan makanan halal yang semakin
besar 19.
Selain itu, beberapa strategi lainnya yang dapat dilakukan untuk
pengembangan industri produk halal yaitu peningkatan kemampuan sumber daya
manusia yang memiliki keahlian di bidang sertifikasi dan produksi produk halal,
meningkatkan edukasi dan komunikasi kepada masyarakat, dan mengembangkan
keterlibatan pelaku usaha dalam jaringan perdagangan produk halal di pasar
global atau global value chain. Jadi oleh sebab itu, keterlibatan UMKM dalam
rantai pasok global perlu didorong dengan melakukan sinergi dengan perusahaan
besar, dan memberikan pelatihan dan pendampingan untuk mendapatkan
informasi terkait tren produk yang sedang digemari, akses pasar dan prosedur
ekspor dan impor di negara tujuan ekspor produk halal.
4. Optimalisasi penggunaan e-commerce
Salah satu strategi untuk dapat memaksimalkan peluang ekspor produk halal
adalah dengan mengoptimalkan penggunaan e-commerce. Hal ini karena
kemajuan digitalisasi telah mampu menembuh batas perdagangan antar negara.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan
menyampaikan bahwa e-commerce dapat menjadi sarana promosi dan berdagang
bagi pelaku UMKM karena adanya kemudahan transaksi dan menjadi salah satu
solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak pembatasan ekonomi di
masa pandemi. Penggunaan e-commerce juga dapat memotong rantai distribusi
sehingga dapat mengurangi biaya dan menjadikan harga produk lebih terjangkau 20.
Namun demikian, pemanfaatan e-commerce masih minim di kalangan pelaku
UMKM. Kementerian Koperasi dan UKM menyampaikan bahwa hanya 13,7 juta
atau 21% dari total 64 juta UMKM yang memanfaatkan teknologi digital, oleh
karena itu Kemenkop UKM menargetkan 30 juta pelaku usaha dapat terhubung
dengan teknologi digital di tahun 2024. Selain itu, digitalisasi UMKM di
Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lainnya 21 . Hal ini
karena jumlahnya kurang dari 15% dari total pelaku UMKM yang ada di
Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dapat mendorong pemanfaatan e-commerce
dengan memberikan pelatihan, dan pendampingan kepada pelaku UMKM yang
memproduksi produk halal agar dapat mengakses pasar digital. Hal ini penting
agar produkhalal buatan Indonesia dapat diekspor ke pasar global.
G.Perkembangan ekonomi Islam di bidang produk halal di Indonesia
Potensi ekonomi Islam di Indonesia semakin berkembang karena mengingat jumlah
penduduk muslim yang terbesar. Strategi dan inovasi yang tepat harus diterapkan supaya
ekonomi Islam mampu berkontribusi terhadap sektor perekonomian nasional. 22 Dibandingkan
dengan negara muslim lainnya peringkat Indonesia belum mengalami peningkatan signifikan

19
The International Trade Centre,"From Niche to Mainstream” Tersedia: 15 Januari 2022. [Online]. Tersedia:
https: //www.intracen.org/uploadedFiles/intracenorg /Content/Publications/Halal_Goes_Global-web(1).pdf.
20
K. Tiofani, "Kompas.com," Diakses: 23 January 2022. [Online]. Tersedia: https://www.
kompas.com/food/read/2021/09/22/091200675/apa-itu-makanan-halal-menurutmajelis-ulama-indonesia.
21
K. P. P. N. B. P. P. Nasional, "Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024," 2018.
22
11 Haryo Limanseto, “Potensi Besar Ekonomi Berbasis Syariah Indonesia,” Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian RI, 2021.
11
dalam Top 15 Global Islamic Economy Indicator. 23Beberapa indikator yang menjadi kategori
diantaranya yaitu keuangan Islami, makanan halal, pariwisata ramah muslim, fesyen islami,
obat-obatan, kosmetik halal, dan media serta rekreasi halal. 24 Disamping ruang interaksi
ekonomi yang mengalami pertumbuhan, ternyata pemerintah sudah menyiapkan visi untuk
menjadi pusat ekonomi Islam terkemuka di dunia. Maka yang dapat dilakukan mulai saat ini
adalah penguatan program ekonomi dan keuangan syariah. Tidak hanya itu, penting dalam
adanya pembiayaan syariah untuk usaha UMKM untuk melihat prospek ekonomi Islam di
Indonesia.25
Upaya pemerintah terlihat dari kebijakan Sesmenko Susijiwo yang menyatakan
bahwa saat ini mempunyai komitmen dan sedang mengkoordinasikan ke sektor riil salah
satunya industri halal. Pengembangan dan optimalisasi industri halal, mendorong Kawasan
Industri Halal (KIH) diantaranya Halal Modern Vallery di Cikande, kemudian terbentuk KIH
Safe & Lock Sidoarjo serta KIH Bintan Inti Halal Hub. 26 Salah satu konstruksi besar besaran
yang melibatkan kerjasama dengan halal park luar negeri dan riset kebutuhan industri halal.
Dari sini peran generasi dan pemikiran praktisi muncul melalui riset dan penelitian untuk
menemukan sebuah pembaharuan halal di Indonesia.Meskipun masyarakat Indonesia terbagi
menjadi 6 keyakinan yang beragama, tetapi produk halal ini mampu menjamin keasliannya.
Kebutuhan konsumen akan sertifikasi halal saat membeli barang makanan halal menjadi
prioritas. Jika seseorang mengetahui dan memahami pentingnya sertifikasi halal dalam suatu
produk makanan, maka mereka akan lebih memilih produk tersebut. Untuk menjamin barang
yang dibeli pelanggan aman dikonsumsi oleh seluruh konsumen, pemerintah Indonesia
melalui BPJPH melakukan sertifikasi produk Halal. 27 Ketertarikan masyarakat untuk
membeli dan mengkonsumsi makanan halal dapat dipengaruhi oleh kualitas produk yang
disebut Halalan Thoyyiban. 28Alasannya adalah bahwa makanan halal hadir dengan jaminan
kualitas, sanitasi, dan keamanan. Produk Makanan yang dikonsumsi harus baik untuk tubuh.
juga, kesehatan Bagi manusia, keamanan pangan sangat penting. Segala produk buatan
Indonesia tetap menjaga nilai dan mutu gizi, sebab antara kementerian agama dan
kementerian ekonomi menjalin kerja sama. Pokok kerjasama ini merupakan
memanifestasikan misi wakil presiden RI. Harapan kedepan Indonesia bukan hanya sekedar
memproduksi, melainkan mampu menjadikan halal value chain ke tingkatnasional. Strategi
ini pemerintah mencoba memperkenalkan kepada dunia kualitas produk halal di Indonesia.
Pada setiap kesempatan lain halal value chain membutuhkan struktur halal supply chain
management. UMKM halal juga harus memperhatikan struktur jaringan untuk pemangku
kepentingan termasuk pemasok, produsen, distributor, pengecer, dan pelanggan. 29 Prosedur

23
Kementerian Perindustrian Ri, “Indonesia Pertahankan Posisi Keempat Dalam Sgie 2022,” 1 April, 2022.
24
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, “Program Kerja Prioritas KNEKS - April 2022,” 13 April, 2022
25
Feti Fatimah et al., “Manajemen Inovasi Bernafaskan Islam Melalui Analisis SWOT Pada UMKM Kuliner,”
Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia 6, no. 1 (2020), https://doi.org/10.32528/jmbi.v6i1.3534
26
Eri Sutrisno, “Menyiapkan 3 Kawasan Industri Halal Di Indonesia,” 19 Mei, 2021.
27
Ridwan Arifin, “Legal Analysis of Halal Product Guarantee for Development of Small and Medium

Enterprises (SMEs) Business in Indonesia,” Jurnal Hukum Islam, 2020, https://doi.org/10.28918/jhi.v18i1.2693.


28
Hery Purwanto et al., “Developing Model of Halal Food Purchase Intention among Indonesian Non-Muslim
Consumers: An Explanatory Sequential Mixed Methods Research,” Systematic Reviews in Pharmacy 11, no. 10
(2020): 396–407, https://doi.org/10.31838/srp.2020.10.63.
29
Ita Ulfin et al., “Sosialisasi Halal Dan Pendampingan Sertifikasi Halal Untuk UMKM Kelurahan Simokerto,”
SEWAGATI 6, no. 1 (February 13, 2022): 10–17, https://doi.org/10.12962/j26139960.v6i1.14.
12
yang berlangsung dapat dioptimalkan dengan struktur jaringan yang kuat serta mampu
meningkatkan keuntungan yang dihasilkan. UMKM halal dapat mengambil manfaat dari
menciptakan struktur jaringan yang kuat untuk mengiklankan barang mereka. Selain itu dapat
lebih memuaskan pelanggan dengan menjalin kerja sama menggunakan strategi rantai
pasokan yang solid. Pertumbuhan penjualan akan dipengaruhi oleh kepuasan konsumen.
Peningkatan penjualan niscaya akan langsung berkorelasi dengan peningkatan laba. Untuk
saat ini secara garis besar, prospek ekonomi Islam di Indonesia lebih mengoptimalisasikan
pada sektor halal. Konsep yang akan digagas pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai
pusat produk halal di dunia.
H.Peningkatan Daya Saing Produk Halal Indonesia
Indonesia mempunyai potensi sangat besar dalam menangkap peluang industri halal, baik
di tingkat nasional, regional, maupun global. Laporan terakhir dari State of The Global
Islamic Economy pada tahun 2018, sebagaimana disampaikan Mubarok & Imam (2020),
menempatkan Indonesia sebagai urutan pertama untuk konsumen produk makanan halal di
dunia. Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar, yakni mencapai 209,1 juta
jiwa atau 87,2 persen dari total penduduk Indonesia (Mubarok & Imam, 2020). Angka
tersebut mewakili 13,1 persen total populasi muslim di dunia. Pada skala global, potensi
pasar industri halal juga tercermin dari jumlah penduduk muslim yang akan meningkat
menjadi 2,2 milliar jiwa pada tahun 2030, padahal tahun 2010 masih sebesar 1,6 milliar
(Mubarok & Imam, 2020). Selain itu, pada tahun 2017, Indonesia merupakan negara yang
mampu menghabiskan USD 218,8 milliar untuk perekonomian syariah. Data tersebut menjadi
cerminan bahwa Indonesia berpotensi sebagai negara dengan pangsa pasar produk halal
terluas di dunia.Salah satu yang ditekankan pengaruh industri halal terhadap perekonomian
adalah dampak terhadap daya saing wilayah.Penguatan industri halal akan mengembangkan
sektor industri yang ditekankan pada jenis industri halal, sehingga multiplier yang
dimunculkan bisa lebih ditonjolkan. Pemerintah sebenarnya sudah mengupayakan
pengembangan industri halal melalui penyusunan regulasi, salah satunya adalah penerbitan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
a. Konsep Industri Halal
Industri halal mempunyai konsep produksi hasil industri yang harus sesuai
dengan hukum syariah (dibolehkan dalam Islam). Berdasarkan konsep syariah,
apapun yang dikonsumsi oleh muslim, baik makanan maupun nonmakanan harus
berasal dari sumber yang halal. Tujuan industri halal menurut UndangUndang Nomor
33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah Negara harus memberikan
perlindungan dan jaminan tentang status kehalalan suatu produk (Mohammad &
Backhouse, 2014). Pelabelan halal dari hasil industri mempunyai peran penting dalam
melihat kualitas suatu produk, karena halal mencerminkan kebaikan dari nilai
instrinsik, baik dari prosesnya maupun hasil akhir barang atau jasa yang
diproduksi.Konteks halal bukan hanya terbatas pada konsumsi, namun juga seluruh
proses produksi dan layanan, yang terhubung dalam rantai pasokan (Mohamad &
Backhouse, 2014). Industri halal harus mencakup semua lini kegiatan operasi, baik
pengemasan, pemasaran, manufaktur, logistik, pasokan, pemeliharaan, penyembelihan,
dan beragam kegiatan mulai dari hulu hingga hilir . 019).
Dalam perkembanganya, produksi industri halal juga mencakup dimensi yang
lebih luas, seperti orientasi pada kelestarian lingkungan dan sosial. Sertifikasi halal
13
berfokus pada aspek higienitas, kualitas, dan keamanan produksi dan persiapannya.
Sedangkan orientasi kelestarian lingkungan berfokus pada pengurangan dampak
negatif dari aktivitas industri terhadap lingkungan. Green management atau dikenal
dengan Environmental Management System (EMS) merupakan salah satu bagian
integral dari industri halal. Tujuannya untuk memberikan jaminan kepada para
pemangku kepentingan bahwa operasi bisnis halal sesuai dengan kepatuhan
lingkungan, yakni dikelola dan dikendalikan sesuai dengan pedoman EMS. Proses
tersebut mampu mengurangi biaya pengelolaan limbah, penghematan konsumsi
energi, biaya distribusi yang rendah, dan peningkatan citra perusahaan (Nisha & Iqbal,
2017). Dengan proses tersebut, pelabelan halal dapat membantu perusahaan dalam
membangun kepercayaan dan menarik konsumen untuk membeli produk halal.
Saat ini, industri dengan pelabelan halal dari suatu produk bukan hanya terkait
dengan pelabelan syariah, namun konsep halal telah menjadi model keunggulan
produk secara komprehensif. Ini terbukti dengan partisipasi dan keterlibatan negara
dan organisasi nonmuslim dimana halal dengan cepat muncul sebagai standar pilihan
konsumen. Banyak negara Barat (Eropa dan Amerika) telah mengenali tren global
yang muncul dalam konsumerisme terhadap produk dan layanan halal, dan sekarang
berlomba untuk mendapatkan pijakan dalam industri halal. Syarat utama untuk
menguatkan industri halal adalah komitmen dari level manajemen puncak melalui
kebijakan halal yang menjadi dasar bagi penguatan organisasi rantai pasok (Saad, et.al,
2016). Rangkaian tersebut menegaskan bahwa industri halal telah diakui atas
kelebihan yang ditawarkan, namun pengembangannya harus didasarkan pada
penguatan regulasi dan dukungan dari beragam pemangku kepentingan.
b. Ekosistem Pendukung Industri Halal
Ekosistem merupakan tatanan kesatuan secara menyeluruh dan utuh yang
saling mempengaruhi antar segenap unsur lingkungan hidup (Annisa, 2019).
Ekosistem industri halal dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan yang
mempengaruhi dinamika perkembangan dan tingkat pertumbuhan industri halal, yakni
mencakup pedoman, kontrol, pengaturan, prosedur tata kelola, karakter pemangku
kepentingan, dan regulasi. Ekosistem industri halal juga dimaknai sebagai
seperangkat pengaturan kelembagaan dan organisasi, kebijakan, proses, prosedur,
peraturan dan hukum yang mengarahkan organisasi atau perusahaan pelaku industri
halal menuju kepatuhan syariah (Annisa, 2019). Selain beberapa komponen tersebut,
ekosistem industri halal dipengaruhi oleh (Fauzi et.al, 2017) : (i) perkembangan
demografi umat muslim; (ii) gaya hidup masyarakat yang terdorong pada prinsip
syariah yang mengedepankan kebaikan dan menghindari keburukan; (iii)
pertumbuhan perdagangan berbasis syariah; (iv) perkembangan pelaku industri halal;
(v) perkembangan regulasi yang mampu memberikan peluang kuat untuk
pertumbuhan penawaran dan permintaan industri halal; dan (vi) perkembangan
teknologi informasi, termasuk Financial Technology atau Fintech.
Ekosistem industri halal dikatakan sebagai instrumen logistik agar lingkungan
penentu keberhasilan industri halal dapat meningkatkan daya kompetisinya.
Ekosistem yang baik harus mampu merubah keunggulan komparatif menuju
keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif adalah keunggulan yang hanya
didasarkan pada kepemilikan sumberdaya (contoh bonus demografi muslim dan
kekayaan SDA), namun minim inovasi dan peningkatan nilai tambah (value added).

14
Sementara keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang mampu meningkatkan
nilai tambah berbasis inovasi dan teknologi, serta keunggulan sumberdaya manusia.
Dalam konteks tersebut, ekosistem industri halal dikatakan sebagai pengaturan
kelembagaan dan pengaturan hierarkis untuk memastikan bahwa terdapat pengawasan
otonom yang layak atas konsistensi prinsip kepatuhan syariah berorientasi keunggulan
kompetitif (Rachman & Syamsuddin, 2019).
c. Konsep Daya Saing Wilayah
Pengembangan industri halal tidak bisa dilepaskan dari upaya penguatan daya
saing wilayah. Pengertian daya saing adalah berbagai upaya untuk menciptakan
daerah yang mempunyai kekuatan kompetisi sebagai bagian dari pengembangan
inovasi dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut
menyiratkan pentingnya inovasi sebagai bagian penting dari sebuah pelaksanaan
pembangunan. Penguatan industri (termasuk industri halal) tidak bisa dilepaskan dari
pendekatan regional, salah satunya adalah leading sector approach, yaitu sektor
pengungkit sebagai bagian penting pembentuk daya saing regional. Hal ini dilandasi
oleh pendekatan kewilayahan, dimana daya saing suatu daerah dilandasi oleh faktor
endowment sebagai kekuatan internal pembentuk daya saing spasial. Industri adalah
salah satu jenis endowment yang diharapkan menciptakan multiplier bagi
perekonomian daerah. Leading sector approach merupakan konsep yang mendasari
pembangunan ekonomi pada multiplier effect pembangunan key sector(unggulan)
terhadap sektor-sektor yang lain. Key sector menjadi suatu obyek yang penting atau
diutamakan untuk dibangun, yang kemudian dari hasil pembangunan tersebut
diharapkan dapat menggerakkan pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Dalam kasus
tersebut, industri halal diharapkan mampu menjadi key sector dan berimplikasi pada
sektorsektor lain, seperti perdagangan, jasa, dan industri pendukung. Alasan dasar
implementasi leading sector adalah adanya keterbatasan sumber daya dan biaya
pembangunan yang tersedia, disinilah kelebihan dari pada leading sector approach.
Konsep dasar pembentuk leading sector approach kaitannya dengan
pengembangan industri halal sangat dipengaruhi oleh model economic base, yaitu
konsep yang menjadi rujukan untuk mengetahui potensi ekonomi suatu daerah, yang
dalam banyak kasus sangat dipengaruhi oleh industri. Model basis ekonomi
merupakan salah satu alat untuk mendeteksi mengenai potensi basis ekonomi suatu
daerah. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan
ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa
dari luar daerah. Pada intinya, teori basis ekonomi ini merupakan teori multiplier
regional yang berusaha menjelaskan perubahan-perubahan struktur ekonomi regional
dengan menekankan hubungan antara struktur yang terdapat dalam perekonomian
regional dan penambahan kekuatan-kekuatan pendorong yang berasal dari salah satu
sektor ke sektor lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsep
economic base sangat berguna bagi peningkatan daya saing suatu daerah melalui
pemetaan sektor basis sebagai salah satu kekuatan internal.
d. Kondisi Industri Halal
Perkembangan industri halal harus disertai dengan ekosistem yang mendukung,
baik dari sisi regulasi, kondisi makro ekonomi, pelaku industri, pertumbuhan pasar,
pembiayaan, dan beragam aspek pendukung lainnya. Salah satu ekosistem pendukung
percepatan industri halal adalah perkembangan sektor industri kontribusinya bagi

15
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai representasi kondisi makro
ekonomi. Industri halal merupakan bagian integral dari perkembangan sektor industri,
yang berfungsi untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari sektor primer
maupun sekunder. Secara agregat, struktur PDRB dapat menjadi salah satu indikator
untuk melihat seberapa jauh peranan sektor industri terhadap perekonomian nasional.
Ketika peranan sektor industri tinggi, maka terdapat probabilitas yang juga tinggi
dalam menghasilkan jenis-jenis industri halal, begitu sebaliknya.
pengembangan industri halal di Indonesia sangatlah tinggi, termasuk peranan
sektor perdagangan sebagai salah satu sektor pendukung. Karakteristik perekonomian
yang didominasi oleh sektor industri pengolahan menjadi cerminan terdapat kegiatan
peningkatan nilai tambah, sehingga mampu mendongkrak kinerja perekonomian
nasional. Sama dengan industri secara umum, industri halal merupakan konsep
peningkatan nilai tambah perekonomian yang dipandang lebih mempunyai
keunggulan, karena konsep halal adalah menjaga kualitas (baik) dan menghindari
yang buruk (haram) .Strategi peningkatan peranan industri halal terhadap PDRB harus
didekati berdasarkan jenis-jenis pelaku industri, yakni apakah didominasi oleh skala
mikro, kecil, menengah, atau pelaku industri skala besar. Dominasi sektor industri
pengolahan di Indonesia dapat dieksplorasi berdasarkan karakteristik pelaku usahanya,
dimana sampai saat ini didominasi oleh jenis pelaku usaha UMKM (Panel B). Selama
lima tahun terakhir (2015-2019), rata-rata jumlah pelaku UMKM mencapai 93 persen,
sementara jumlah pelaku Usaha Besar (UB) rata-rata per tahun hanya sebesar 7 persen.
Data ini menjadi cerminan bahwa pelaku industri halal di Indonesia juga mempunyai
probabilitas tinggi didominasi oleh skala UMKM. Oleh karena itu, strategi
pengembangan industri halal ke depan harus berorientasi bagi kepentingan UMKM.
Pelaku UMKM didorong untuk menyesuaikan karakteristik kegiatan usaha dari hulu
hingga hilir sesuai dengan prinsip syariah, meningkatkan kualitas produk, dan
menciptakan efisiensi dan efektivitas rantai pasok.
e. Tantangan Pengembangan Industri Halal : Perspektif Regiona
Meskipun Indonesia sudah mempunyai ekosistem industri halal yang relatif
terus meningkat, namun pengembangan industri halal masih dihadapkan dengan
beragam tantangan. Hal ini sejalan dengan beragam kasus di berbagai negara dalam
menghadapi tantangan pengembangan industri halal yang sangat beragam (Rahmayati,
2019). Beberapa temuan penting menyimpulkan bahwa tantangan yang tidak mudah
justru berasal dari aspek demografi, dimana terdapat populasi muslim yang tinggi
dengan mazhab yang beragam. Dalam perspektif regional, demografi mampu menjadi
faktor determinan karena mempengaruhi mobilitas penduduk dan selera pasar. Anutan
mazhab mempunyai implikasi terhadap cara mereka menanggapi produk barang dan
jasa hasil industri halal, sehingga juga berdampak pada pola konsumsi yang
berpengaruh terhadap tingkat permintaan agregat (Omar, 2013). Meski dalam
keyakinan (koridor) yang sama, namun mereka juga mempunyai perbedaan budaya,
corak, preferensi, dan karakteristik regional maupun lokal. Hal ini karena masing-
masing muslim yang tinggal di setiap negara di dunia mewakili sebagian besar ras dan
berasal dari setiap lapisan sosial dan ekonomi yang berbeda (Hamid, et.al,
2017).Selain dari aspek demografi dan sosial, tantangan pengembangan industri halal
juga dapat dipetakan berdasarkan 2 (dua) aspek kegiatan(Fauzi et.al, 2017), yaitu: (i)
aspek produksi dari hulu hingga hilir; dan (ii) dari aspek regulasi. Dari level hulu,

16
produsen industri halal biasanya kurang mempunyai pemahaman yang baik terkait
informasi penyediaan produk halal yang mencakup aspek pembiayaan, bahan baku,
produksi, pemasaran, dan penguasaan rantai pasok. Divisi produksi rata-rata tidak
berasal dari ahli syariah, sehingga pemahaman mengenai proses pengolahan produk
halal rata-rata masih sangat terbatas.
Kondisi tersebut menyebabkan lemahnya inovasi di level produsen, sehingga
pengembangan inovasi industri halal sejauh ini masih belum sebaik dengan industri
konvensional. Kegiatan inovasi sangat dipengaruhi oleh kapasitas SDM yang
memahami konsep dan praktik produksi berbasis halal. Permasalahan inovasi juga
menyebabkan hambatan pertumbuhan industri halal yang salah satunya disebabkan
rendahnya hak kekayaan intelektual sehingga membatasi penguatan inovasi.
Dampaknya, sejauh ini, sifat dari industri halal hanya berorientasi bagi pemenuhan
prinsip keagamaan, belum pada orientasi inovasi bisnis secara berkelanjutan,
khususnya bagi pemanfaatan potensi spasial.Selain itu, sejauh ini belum tercipta
model integritas industri halal dari hulu hingga hilir. Belum dilakukan upaya protektif
dan preventif untuk memastikan bahwa produk industri halal tetap terjaga
kehalalannya meskipun telah melalui beragam proses maupun jarak tempuh
(distribusi) dengan berbagai aktivitas penanganan rantai pasok (Noordin, et.al, 2009).
Persoalan ini lebih didominasi oleh aspek regulasi, disamping masih rendahnya
pengetahuan SDM pelaku industri terkait integritas rantai pasok. Persoalan tersebut
terutama dihadapi oleh industri halal jenis makanan minuman, yang secara ideal harus
memperhatikan keterjaminan halal dari hulu hingga hilir. Padahal secara ideal, semua
pihak dalam rantai pasokan, dari hulu hingga hilir, harus mengambil tanggung jawab
individu maupun kolektif untuk melindungi produk industri halal dari kontaminasi
nonhalal, baik disengaja maupun tidak disengaja. Dalam rantai pasokan industri halal,
tujuan utamanya tidak hanya untuk memastikan ketercapaian kepuasan pelanggan,
tetapi juga untuk memastikan bahwa status halal produk industri tetap utuh di seluruh
proses rantai pasokan. Sampai saat ini Indonesia dipandang belum optimal dalam
mengupayakan integritas produk halal di sepanjang rantai pasokan. Padahal secara
ideal, peran pemerintah dalam memastikan integritas rantai pasokan industri halal
sebenarnya sangat dibutuhkan. Selama ini, peran pemerintah dipandang belum
komprehensif dalam mencakup kegiatan rantai pasok, mulai dari perencanaan,
pengembangan, penerapan, pengaturan, promosi, dan edukasi terhadap produsen
maupun konsumen industri halal. Selain itu, peran pemerintah belum mencakup
pembentukan lembaga, kolaborasi antar lembaga publik, dan melatih auditor
profesional untuk memastikan integritas rantai pasokan industri halal yang dapat
dipercaya. Kondisi tersebut mencerminkan konsep rantai pasokan belum banyak
dipahami sebagai variabel yang sangat penting bagi pengembangan industri halal
Secara ideal, integritas produk industri halal seharusnya dilindungi dengan segala cara
dan semua langkah yang diperlukan dan harus diambil oleh semua pihak yang terlibat
dalam rantai pasokan. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi silang yang akan
menyebabkan produk menjadi non-halal (haram). Produk industri halal tidak hanya
harus halal di titik awal, tetapi di seluruh rantai pasokan hingga mencapai tujuan
akhirnya. Masalahnya, tidak semua pelaku industri maupun regulator memahami
konsep integritas halal tersebut. Persoalan integritas rantai pasokan industri halal
disebabkan oleh masih minimnya rujukan literatur yang selama ini masih terfokus

17
pada studi konsumen. Literatur industri halal masih memfokuskan pada perilaku
pembelian konsumen muslim dengan pendekatan Planned Behavior dan masih hanya
mengkonsentrasikan pada kesadaran konsumen terhadap produk halal (Yunos et.al,
2014).
Selain aspek regulasi, belum terciptanya integritas rantai pasok industri halal
salah satunya disebabkan oleh rendahnya komitmen pelaku industri. Hal ini dapat
dilihat dari masih rendahnya investasi pada kekhususan aset yang melayani kebutuhan
pemenuhan produk halal, khususnya berorientasi ekspor (Mohamad & Backhouse,
2014). Investasi dibutuhkan untuk membentuk ekosistem daerah sehingga mampu
menjadi pendorong inovasi para pelaku industri halal.Secara konseptual, penguatan
industri halal harus diiringi dengan kesediaan para pelaku industri untuk menyediakan
aset khusus untuk memenuhi permintaan konsumen halal, kesediaan menerapkan
sertifikasi halal, dan kesediaan melakukan pelatihan terhadap karyawan terkait proses
produksi dari hulu hingga hilir. Masih rendahnya komitmen mayoritas pelaku industri
menjadikan rantai pasokan industri halal belum memainkan peran bersama dalam
melindungi dan memastikan integritas halal. Tantangan untuk menghasilkan standar
halal universal juga berlaku dalam hal menjaga integritas halal di seluruh rantai
pasokan dan manajemen logistik. Kurangnya kesadaran dan ketidakseimbangan rantai
pasok dapat menjadi penghambat pengembangan industri halal.
Sejauh ini masih dibutuhkan penguatan jaminan kualitas halal yang
komprehensif dan ketat yang dipraktikkan di departemen produksi masing-masing
pelaku industri halal. Jaminan kualitas halal juga mencakup aspek pembiayaan,
dimana regulasi pengajuan produk halal di Indonesia sendiri belum mengarah pada
pemanfaatan lembaga keuangan syariah dalam hal penilaian sertifikasi. Indikator
keuangan harus menjadi salah satu indikator dalam sertifikasi produk halal karena
keuangan merupakan salah satu sumber awal (hulu / input) terciptanya produk halal.
Salah satu cara agar ekosistem syariah di Indonesia berkembang pesat adalah dengan
memperbaiki ekosistem halal (halal value chain) melalui penguatan regulasi.
Tantangan lainnya adalah menetapkan standar dan akreditasi halal yang diakui
secara internasional, terutama di bidang pangan. Tidak adanya standar halal
menjadikan kondisi pasar menjadi bias, baik yang terjadi di tingkat produsen maupun
konsumen. Sampai saat ini dipandang masih belum terdapat skema internasional
untuk mengakreditasi Badan Sertifikasi Halal di masing-masing negara, termasuk di
Indonesia. Terlalu banyak badan pengembangan standar membuat kebingungan untuk
memutuskan mana yang akan memberikan akses pasar, dan dalam banyak kasus
banyak sertifikat diperlukan untuk eksportir. Tantangan tersebut sering dialami
berbagai negara yang menyatakan adanya kesenjangan kapasitas dan kapabilitas
diantara lembaga penerbit sertifikasi halal. Dalam kasus tersebut, standar dan
akreditasi halal merupakan persoalan yang terjadi di tingkat gloal, namun mempunyai
dampak terhadap perkembangan industri halal di Indonesia. Persoalan yang tidak
kalah besar adalah masih minimnya literasi halal. Bagaimanapun, cakupan lain dalam
penguatan ekosistem halal adalah proses literasi halal untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas produsen maupun konsumen halal. Konsep literasi halal merupaka n
bentuk pemahaman masyarakat, regulator, investor, dan pelaku industri halal dalam
mengetahui dan memahami kemampuan untuk mengetahui, mengonsumsi, mengelola,
dan menganalisis produk halal. Konsep literasi halal didasarkan pada pengertian

18
literasi yang berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, memahami, dan
meningkatkan keterampilan terkait operasional bisnis halal. Konsep literasi dalam
industri halal juga mencakup proses dan upaya pencapaian pengetahuan dan
pemahaman tentang industri halal. Proses literasi dapat berkembang seiring dengan
berkembangnya industri halal itu sendiri, sehingga dapat meningkatkan pengaruh
konsumsi masyarakat terhadap produk industri halal.

KESIMPULAN
Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk halal sangat besar, bahkan termasuk
yang terbesar di dunia. Tercatat pada tahun 2017 total konsumsi produk halal di Indonesia
sebesar USD 200 miliar atau lebih dari 36% total konsumsi rumah tangga. Jumlah ini juga
setara dengan 20% PDB Indonesia Konsumsi produk halal ini akan terus tumbuh dengan
rata-rata pertumbuhan 5,3%. Pada tahun 2025, diperkirakan tingkat konsumsi produk halal
Indonesia akan mencapai USD 330,5 miliar .
Namun, bila kita meningkatkan produksi pada sektor industri halal, kita bisa menekan
angka defisit pada neraca perdagangan . Bahkan, bukan hal yang mustahil bila kita juga bisa
melakukan peningkatan ekspor produk halal. Dari segi eskpor, industri halal sangat
berpeluang menambah nilai ekspor Indonesia. Nilai ekspor yang bisa dihasilkan dari industri
halal berkisar pada USD 5,1 miliar hingga USD 11 miliar setiap tahunnya.
Pada tahun 2018, industri halal telah menghasilkan USD 7,6 miliar. Indonesia
memiliki halal export opportunity produk halal sebesar 3,8% secara global . Angka ini bisa
ditingkatkan lagi dengan cara meningkatkan kualitas produk halal yang diekspor. Jika produk
halal dari Indonesia sudah bisa bersaing di pasar dunia, maka tentu saja Indonesia bisa
menjadi kiblat industri halal dunia.
Industri keuangan syariah bisa digunakan untuk mendukung akses permodalan Usaha
Mikro Kecil Menengah yang bergerak di sektor halal melalui pembiayaan. Dalam
mengembangkan potensi industri halal di Indonesia, tentunya kita akan mendapatkan
tantangan. Selain itu, pemahaman masyarakat Indonesia terhadap konsep halal masih dirasa
kurang. Ada banyak masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa semua produk di pasar
adalah produk halal .
Disisi lain, Indonesia masih memiliki potensi untuk mengembangkan produk halal
serta peluangnya masih terus meningkat. Berdasarkan data the stage of global economic
Report 2019/2020, pengeluaran konsumen muslim untuk makanan halal meningkat 3,1% di
tahun 2019, dari sebelumnya USD 1,13 triliun di 2018 menjadi USD 1,17 triliun dan
diperkirakan akan meningkat menjadi USD 1,38 triliun pada tahun 2024. Potensi
pengembangan industri halal di Indonesia sebenarnya sangatlah besar, hal ini karena
beberapa faktor pendukung antara lain besarnya jumlah penduduk Indonesia, pertumbuhan
industri halal lainya seperti sektor keuangan, dan pariwisata. Selain itu, Menteri Keuangan
juga menyampaikan bahwa total nilai potensi ekspor makanan halal Indonesia baru mencapai
US$229 juta dan jumlah ini dapat ditingkatkan lagi seiring meningkatnya kebutuhan
makanan masyarakat muslim dunia.

19
Oleh sebab itu, Indonesia perlu fokus dalam pengembangan produk halal untuk
memenuhi kebutuhan konsumen global.

20
Daftar pustaka
K. Perdagangan, "Kementerian Perdagangan," Diakses: 2022. [Online]. Tersedia: https://e-
ska.kemendag.go.id/home.php/home/form.

Admin, "Bisnis.com," Diakses: 10 February 2022. [Online]. Tersedia:


https://ekonomi.bisnis.com/read/20201024/9/1309419/dari-10-produk-saja-potensi -
ekspor-makanan-halal-ri-bisa-capai-ratusan-juta-dolar.

S. Ramalan, "Okezone.com," [Online]. Tersedia: https://economy.okezone.com/read/


2020/10/24/320/2298876/ekspor-indonesia-ke-negara-oki-diacungi-jempol-tapi.

The International Trade Centre,"From Niche to Mainstream” Tersedia: 15 Januari 2022.


[Online]. Tersedia: https://www.intracen.org/uploadedFiles/intracenorg
/Content/Publications/Halal_Goes_Global-web(1).pdf.

BPS, “Berita Resmi Statistik Triwulan IV 2021”, 2021.

BPS, Berita Resmi Statistik Triwulan II 2020, 2020.

BPS, “Berita Resmi Statistik Triwulan III 2020”, 2020.

Admin, "Bisnis.com," Diakses: 10 February 2022. [Online]. Tersedia:


https://ekonomi.bisnis.com/read/20201024/9/1309419/dari-10-produk-saja-
potensiekspor-makanan-halal-ri-bisa-capai-ratusan-juta-dolar.

T. H. S. M. A. Fathoni, "Potret Industri Halal Indonesia: Peluang dan Tantangan", Jurnal


Ilmiah Ekonomi Islam, vol. 6 , pp. 428-435., 2020.

BPS, Berita Resmi Statistik Triwulan II 2020, 2020.

BPS, “Berita Resmi Statistik Triwulan III 2020”, 2020.

KADIN, "Indonesia Halal Products In The Global Market Competition” [Online]. Tersedia:
https://isef.co.id/wp-content/uploads/2019/11/INHALIFE-2019-.pdf.

BPS, Berita Resmi Statistik Triwulan II 2020, 2020.

Q. A'yun, "Comparative Analysis of Potential Halal Product Exports of Indonesia In Asean


Countries," Jurnal Fidusia, vol. 4, 2021.

M. Amin, "Wapresri.go.id," [Online]. Tersedia: https://www.wapresri.go.id/kuasaipasar-


halal-dunia-indonesia-perlu-perkuat-riset-produk-halal/.

D. P. A. Yustinus, "Bisnis.com", Diakses: 03 Februari 2022. [Online]. Tersedia: https://


ekonomi.bisnis.com/read/20201031/12/1311740/indonesia-incar-negara-okisebagai-
tujuan-ekspor-potensial.

N. Masruroh, "The Competitiveness of Indonesian Halal Food Exports in Global Market


Competition Industry", Jurnal Ekonomi Islam, vol. 11, no. 1, pp. 25 - 48 , 2020.

21
K. Perdagangan, "Kementerian Perdagangan," Diakses: 2022. [Online]. Tersedia: https://e-
ska.kemendag.go.id/home.php/home/form.

The International Trade Centre,"From Niche to Mainstream” Tersedia: 15 Januari 2022.


[Online]. Tersedia: https: //www.intracen.org/uploadedFiles/intracenorg
/Content/Publications/Halal_Goes_Global-web(1).pdf.

K. Tiofani, "Kompas.com," Diakses: 23 January 2022. [Online]. Tersedia:


https://www.kompas.com/food/read/2021/09/22/091200675/apa-itu-makanan-halal-
menurutmajelis-ulama-indonesia.

K. P. P. N. B. P. P. Nasional, "Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024," 2018.

11 Haryo Limanseto, “Potensi Besar Ekonomi Berbasis Syariah Indonesia,” Kementerian


Koordinator Bidang Perekonomian RI, 2021.

Kementerian Perindustrian Ri, “Indonesia Pertahankan Posisi Keempat Dalam Sgie 2022,” 1
April, 2022.

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, “Program Kerja Prioritas KNEKS - April
2022,” 13 April, 2022

Feti Fatimah et al., “Manajemen Inovasi Bernafaskan Islam Melalui Analisis SWOT Pada
UMKM Kuliner,” Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia 6, no. 1 (2020),
https://doi.org/10.32528/jmbi.v6i1.3534

Eri Sutrisno, “Menyiapkan 3 Kawasan Industri Halal Di Indonesia,” 19 Mei, 2021.

Ridwan Arifin, “Legal Analysis of Halal Product Guarantee for Development of Small and
Medium

Enterprises (SMEs) Business in Indonesia,” Jurnal Hukum Islam, 2020,


https://doi.org/10.28918/jhi.v18i1.2693.

Hery Purwanto et al., “Developing Model of Halal Food Purchase Intention among
Indonesian Non-Muslim Consumers: An Explanatory Sequential Mixed Methods
Research,” Systematic Reviews in Pharmacy 11, no. 10 (2020): 396–407,
https://doi.org/10.31838/srp.2020.10.63.

Ita Ulfin et al., “Sosialisasi Halal Dan Pendampingan Sertifikasi Halal Untuk UMKM
Kelurahan Simokerto,” SEWAGATI 6, no. 1 (February 13, 2022): 10–17,
https://doi.org/10.12962/j26139960.v6i1.14.

22

Anda mungkin juga menyukai