Anda di halaman 1dari 18

Model pengembangan toko bahan baku halal di wilayah Lamongan Jawa Timur sebagai

salah satu bentuk halal value chain

Abstrak : Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi model pengembangan Tobaku Halal,
sebuah toko bahan baku halal di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penelitian
lapangan ini mengadopsi pendekatan kualitatif dengan paradigma non-positivisme,
fokus pada pemahaman mendalam terhadap realitas sosial dalam konteks keberlanjutan
dan kehalalan produk. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
berbagai pihak terkait, sementara data sekunder bersumber dari studi kepustakaan.
Analisis data melibatkan tahap reduksi data, deskriptif, evaluatif, dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tobaku Halal telah berhasil
menerapkan model pengembangan yang responsif terhadap kebutuhan konsumen,
sekaligus menjaga kepatuhan terhadap standar kehalalan. Strategi pemasaran,
diversifikasi produk, dan integrasi dengan komunitas lokal merupakan poin-poin kunci
dalam model ini. Secara teoritis, studi ini memberikan wawasan yang berharga bagi
peneliti dan akademisi yang tertarik pada pengembangan model bisnis berbasis
kehalalan. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi pemilik
bisnis serupa untuk meningkatkan kualitas layanan dan produk mereka, mencapai
keberlanjutan, dan memperkuat hubungan dengan konsumen dan komunitas lokal.
1. Latar Belakang

Pertumbuhan industri halal menjadi salah satu pergerakan dibidang ekonomi yang
beberapa tahun terakhir dikembangkan dibanyak negara termasuk Indonesia. Pasalnya,
kebutuhan pasar akan bahan baku halal semakin meningkat secara global (Waharini &
Purwantini, 2018). Peristiwa ini menjadi dasar atas tingginya potensi pengembangan
toko bahan baku halal untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Departemen Komunikasi
Bank Indonesia (2018) menjelaskan bahwa laju pertumbuhan industri halal dalam
beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan (Gunawan, 2022). Tahun 2015
Pendapatan global pada sektor industri halal mencapai angka 7,5 % setelah itu pada tahun
2016 naik menjadi diatas 8%. Pemaparan data oleh majlis Global menunjukkan bahwa
jumlah keseluruhan penduduk muslim di dunia tahun 2012 mencapai 1,8 miliar jiwa.
Diperkirakan sampai tahun 2030 terus bertambah hingga mencapai 2,2 miliar jiwa
(Gunawan, 2022).

Thomson Reuters (2015) menjelaskan bahwa pada tahun 2019, pasar makanan
halal nilai penjualannya mencapai USD 2,537 miliar setara dengan 21% dari pengeluaran
global, pasar kosmetik halal sebanyak USD 73 miliar atau 6,78% dari pengeluaran
global, dan kebutuhan halal secara personal sebanyak USD 103 miliar (Aisya Isnaeni,
2020). Compound Annual Growth Rate juga memaparkan bahwa perkiraan peningkatan
sector halal hingga tahun 2024 adalah sebesar 62% dengan jumlah nilai USD 3,4 triliun
(Gunawan, 2022). Indonesia, khususnya disektor konsumsi menduduki peringkat pertama
sebagai konsumen terbesar produk halal pada sektor makanan dan minuman sebesar USD
155 miliar (Aisya Isnaeni, 2020). Maka berdasarkan data tersebut dapat diproyeksikan
bahwa industry halal memiliki prospek yang bagus dan berpotensi tinggi.

Pasar internasional turut mendukung dalam memaksimalkan pemenuhan


permintaan produk halal dengan menggiatkan pelaku industri untuk mengoptimalkan
seluruh rantai nilai produksi mereka agar sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan.
Jaminan dan legalitas kehalalan sebuah produk sangat krusial untuk menjaga kepercayaan
konsumen serta menjaga daya saing dan kelangsungan bisnis. Konsumen tentunya lebih
memilih produk atau layanan yang dapat dipertanggungjawabkan kehalalannya, dan hal
ini menjadi landasan bagi pengembangan halal value chain (Abdus Salam & Wasman,
2021).

Legalitas halal juga merambah pada pemanfaatan teknologi dan inovasi yang
semakin modern diantaranya Sistem sertifikasi halal, pelacakan produk, dan kontrol
mutu. Penentuan standar kehalalan dan regulasi yang jelas menjadi tumpuan dalam
implementasi halal value chain untuk memastikan keberlanjutan industri halal
(Kurniawati, 2018). Halal value chain membawa dampak positif pada pengembangan
ekosistem bisnis di berbagai sektor. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk produsen,
distributor, toko ritel, dan lembaga sertifikasi, menciptakan suatu jaringan kerja yang
saling mendukung.

Pertumbuhan industri halal telah menjadi fenomena signifikan, terutama dengan


meningkatnya kebutuhan global akan produk halal. Inisiatif kolaborasi antara Lembaga
Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah
(LPDB-KUMKM) dengan Bank Indonesia (BI) bersama Pondok Pesantren Sunan Drajat
di Lamongan, Jawa Timur, menjadi contoh nyata langkah strategis dalam memperkuat
ekosistem ekonomi syariah.

Pengembangan Toko Bahan Baku (Tobaku) Halal Toserba Ponpes Sunan Drajat di
Lamongan, termasuk di wilayah Kalitengah dan Babat, serta Ponpes Sunan Drajat 7 di
Kecamatan Palang, Tuban, menunjukkan transformasi luar biasa dalam bidang ekonomi
pesantren. Dengan tujuh Toserba yang beroperasi, Bidang Perekonomian Pondok
Pesantren Sunan Drajat telah mencapai omset sebesar Rp115 miliar, menandai
pertumbuhan yang pesat dari Rp20 miliar pada tahun pertama.

Keberhasilan Tobaku Halal tidak hanya dilihat dari aspek finansial, tetapi juga
dari dampak sosialnya. Pengembangan model Halal Value Chain yang melibatkan
pesantren sebagai pusat kegiatan ekonomi memunculkan sinergi antara sektor perbankan,
pemerintah, koperasi, dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ini juga
sejalan dengan target pemerintah dalam meningkatkan potensi ekonomi syariah, terutama
pada sektor pangan.
Berdasarkan perkembangan positif ini, penelitian ini bertujuan untuk mendalami
"Pengembangan Model Halal Value Chain melalui Toko Bahan Baku Halal di Lamongan,
Jawa Timur." Melalui pendekatan ini, akan dieksplorasi integrasi toko bahan baku halal
ke dalam Halal Value Chain untuk memahami dampaknya pada ekonomi lokal,
kemandirian pesantren, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Penelitian ini tidak
hanya melihat aspek kehalalan produk, tetapi juga merinci aspek-aspek ekonomi, sosial,
dan lingkungan yang terlibat dalam pengembangan model ini. Dengan demikian,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan mendalam terkait efektivitas dan
potensi pengembangan model Halal Value Chain di Lamongan, Jawa Timur.

Model pengembangan toko bahan baku halal menjadi relevan untuk memastikan
bahwa rantai nilai dari hulu ke hilir terjaga sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan.
Model pengembangan toko bahan baku halal akan dapat meningkatkan aksesibilitas
terhadap bahan baku yang telah bersertifikasi halal (Aisya Isnaeni, 2020). Toko bahan
baku halal mencakup tata cara pengelolaan stok dan penyimpanan yang efisien. Hal ini
tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan produk, tetapi juga dengan pengendalian mutu
dan kehalalan produk selama proses penyimpanan. Bentuk promosi dan pegelolaan toko
harus menerapkan nilai-nilai Islam sebagai bentuk integritas bisnis (Kurniawati, 2018).
Dengan mengintegrasikan model pengembangan toko bahan baku halal ke dalam halal
value chain, harapannya adalah dapat menciptakan suatu ekosistem yang kokoh,
memajukan ekonomi lokal, dan memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan industri
halal secara keseluruhan.

2. LITERATUR REVIEW

A. Konsep Halal

Kata "halal" berasal dari bahasa Arab dan berarti apa pun yang boleh dilakukan
karena tidak dilarang oleh syariah atau sesuai dengan ajaran Islam(Susanti, 2022). Selain
itu, kata "halal" juga berarti semua hal yang boleh dilakukan karena tidak terikat dengan
aturan yang melarangnya(Susanti, 2022). Dalam Islam, halāl adalah salah satu dari lima
tindakan al-ahkām al-khamsah, yang menentukan moralitas tindakan manusia(Amsori,
2017). Tindakan yang berlawanan dengan halāl, atau yang dilarang, ialah harām(Novriati,
2022). Namun, menurut Halal Lifestyle Center Indonesia, "Halal adalah hak untuk setiap
Muslim, tetapi halal juga hak istimewa bagi semua orang(Hendri Hermawan Adinugraha,
2019)." Salah satu hal yang diberikan Allah kepada manusia adalah hal-hal yang halal,
sehat, aman, sehat, dan menyenangkan(Tahari, 2019). Halal adalah kepercayaan,
kehormatan, dan tanggung jawab; itu bukan hanya produk akhir(Ilmiah, 2020). Istilah
"ḥalāl" secara luas mengacu pada segala sesuatu atau perbuatan yang ṭayyib (baik) yang
diizinkan atau diperbolehkan oleh syariat Islam(Arif et al., 2019). Dengan demikian,
istilah halal mencakup setiap produk yang sesuai dengan hukum Islam, dari minuman dan
makanan hingga perbankan dan keuangan, farmasi, pekerjaan, perjalanan, teknologi dan
layanan transportasi, dan lainnya(Alfarizi, 2023). Oleh karena itu, menurut ajaran Islam,
seorang Muslim harus berperilaku sesuai dengan syariah dan menghindari perilaku yang
bertentangan dengan Islam (harām)(Moh Nasuka & Subaidi, 2017). Hal ini disebabkan
pada dasarnya oleh fakta bahwa karakteristik halal adalah sesuai dengan rujukan
syariah(Azizah & Kewuel, 2021).

Halal produk adalah produk yang dinyatakan halal, dan sertifikat halal merupakan
jaminan hukum terhadap produk tersebut. Al-Qurán menyatakan makanan dan minuman
yang dilarang adalah Khamr, darah, babi, dan daging hewan yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah SWT(Maskur, 2023). Oleh karena itu, konsep halal dapat
didefinisikan sebagai barang atau jasa yang dibuat, dijual, dan didistribusikan sesuai
dengan aturan syariah Islam(Alya Fadhila, Nisah Handayani, Rahma Sari Zein, Safitri
Winarsih & Harahap, 2023). Dengan kata lain, ketika mereka membuat dan menjual
barang dan jasa mereka kepada konsumen Muslim, produsen selalu mengacu pada prinsip
syariah Islam(Isnaini, 2022). Sertifikasi halal sangat penting bagi konsumen untuk
mengakui produk mereka sebagai kontribusi global untuk kesehatan global, karena tidak
hanya memastikan kepatuhan dengan hukum Islam tetapi juga mendorong produsen
untuk mengikuti standar halal(Pramintasari & Fatmawati, 2017). Halal adalah proses
identifikasi dan sertifikasi produk untuk memenuhi standar tertentu, memastikan tidak
mengandung zat berbahaya, alkohol, atau makanan dari umat Muslim, dan diproduksi
sesuai dengan hukum Islam(Fuadah et al., 2022).

B. Halal Value Chain

Rantai nilai halal mengacu pada proses memasukkan nilai-nilai dalam semua
proses, mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi, untuk memastikan kepatuhan
terhadap prinsip dan nilai-nilai Islam(Anne Charina & Charisma, 2023). Hal ini
melibatkan penyelarasan produksi dan distribusi dengan nilai-nilai Islam, dan
pengelolaan sumber daya keuangan Islam. Hal ini juga menghubungkan pasokan dan
permintaan, sehingga memerlukan koordinasi antara berbagai pemangku
kepentingan(Sakinah et al., 2022). Halal dalam hukum Indonesia mengacu pada suatu
produk yang digunakan atau dikonsumsi sesuai ajaran Islam, seperti makanan atau
minuman(Ilham et al., 2023). Rantai nilai harus menjadi link antara rantai pasokan dan
permintaan, yang terakhir lebih kompleks. Rantai pasokan harus dikendalikan oleh
produsen, operator, distributor, dan pemasok, sementara rantai permintaan harus dikelola
oleh organisasi seperti produsen.

Halal Value Chain merujuk pada proses produksi dan distribusi produk dan
layanan yang mematuhi prinsip-prinsip halal dalam Islam, mulai dari bahan baku hingga
konsumen akhir(Rohaeni & Sutawidjaya, 2020). Rincian tentang Halal Value Chain
meliputi beberapa aspek penting, termasuk sertifikasi, produksi, distribusi, dan
pemasaran produk halal(Kholifatul Husna Asri & Ilyas, 2022). Sertifikasi halal adalah
langkah pertama dalam membangun Halal Value Chain(Putro et al., 2023). Sertifikasi ini
diperoleh melalui proses pemeriksaan dan verifikasi oleh lembaga sertifikasi yang diakui
oleh otoritas halal(Karimah, 2018). Proses sertifikasi melibatkan audit terhadap bahan
baku, proses produksi, fasilitas, dan sumber daya manusia untuk memastikan kesesuaian
dengan prinsip halal(Nurhayani et al., 2023). Pada tahap produksi, bahan baku harus
dipilih dengan cermat untuk memastikan kehalalannya(Munthe et al., 2023). Proses
produksi harus mematuhi standar halal yang meliputi sanitasi, pemrosesan, dan
penggunaan bahan tambahan(Munthe et al., 2023). Tenaga kerja juga harus terampil
dalam memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip halal selama proses
produksi(Febriyanni, 2022). Distribusi produk halal melibatkan manajemen rantai
pasokan yang ketat untuk memastikan produk tetap dalam keadaan halal selama
transportasi dan penyimpanan(Agushinta, 2019). Penyimpanan yang benar dan
transportasi yang sesuai perlu diperhatikan agar produk tetap memenuhi standar halal
hingga sampai ke tangan konsumen(Ruchiyani & Aisyah, 2023). Dalam pemasaran
produk halal, informasi mengenai kehalalan produk perlu disampaikan secara jelas
kepada konsumen(Alfa et al., 2023). Hal ini dapat dilakukan melalui labelisasi yang jelas,
sertifikasi halal yang terlihat, dan komunikasi pemasaran yang transparan(Maksudi et al.,
2023).

C. Model Pengembangan Indistri Halal

Industri halal biasanya dikaitkan dengan usaha untuk membuat produk atau jasa
yang sesuai dengan syariat Islam(Waharini & Purwantini, 2018). Definisi industri halal
baru-baru ini muncul karena popularitas produk dan jasa halal di seluruh dunia(Thamrin
et al., 2022). Sebelum ini, telah diketahui bahwa industri halal terkait dengan ekonomi
halal, dan bahwa pemberitahuan tentang ekonomi halal lebih cepat dikenal daripada
tentang industri halal itu sendiri(Yulia, 2015). Kemajuan bisnis halal di Indonesia akan
difokuskan pada perencanaan keterbatasan saat ini dengan mengumpulkan 5 aspek,
khususnya bagian utama dari strategi yang terdiri dari belum lengkapnya pelaksanaan
Jaminan Produk Halal (JPH) tidak ada konfermasi dan normalisasi kehalalan barang dan
juga kurangnya pedoman bagi kemajuan usaha halal(Widianingsih, 2022).

Proses menuju halal dapat dimulai dari persiapan awal hingga akhir. Misalnya,
untuk produk daging halal, persiapan dapat dimulai dengan pemotongan, yang kemudian
dilanjutkan dengan pengepakan (halal packaging), dan pengiriman yang dilakukan
dengan baik(Nurdin et al., 2019). Karena permintaan pasar internasional terhadap produk
halal, kebutuhan akan layanan pengiriman halal (halal logistic) saat ini semakin
meningkat(Agushinta, 2019). Pengiriman produk halal tidak boleh dicampur dengan
produk non-halal(Febriyanni, 2022). Jika dikirim bersamaan, makanan halal harus dijaga
agar tidak tercampur dengan barang non-halal Produk halal adalah produk yang
memenuhi syarat syar'i yang mencegah keharaman, baik dari segi zatnya maupun selain
zatnya(Nurhasanah S, Munandar JM, 2017). Menurut Al-Ghazali, ini berarti bahwa
makanan (benda) dapat menjadi haram karena jenisnya (seperti khamar, babi, dll.), serta
produk turunannya (seperti alkohol, gelatin, dll.), dan karena cara memperolehnya
(termasuk harta untuk memperolehnya dan proses pembuatan)(Maftuhah, 2014). Menurut
UU, produk halal adalah barang dan jasa yang dianggap halal oleh syariat Islam. Kategori
ini mencakup makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, biologi, rekayasa
genetik, dan barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat
(www.kemenperin.go.id, 2019).

D. Pasokan Bahan Baku

Pasokan adalah barang atau bahan yang disimpan yang akan digunakan untuk
tujuan tertentu, seperti untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, dijual
kembali, atau digunakan sebagai suku cadang untuk mesin atau peralatan(Bunfa et al.,
2023). Bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, atau suku
cadang dapat termasuk dalam kategori pasokan(Kinanthi et al., 2016).
Pasokan/Persediaan ini sangat penting bagi akuntan sehingga mereka memasukkannya
dalam neraca sebagai salah satu pos aktiva lancar(Peilouw, 2023).

Perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan kegiatan penting yang


mendapat perhatian khusus dari manajemen perusahaan karena merupakan salah satu aset
penting dalam perusahaan dan biasanya memiliki nilai yang signifikan serta
mempengaruhi besar kecilnya biaya operasi(Rini Septiani Sukanda, 2018). Dalam hal
fungsi produksi perusahaan industri, bahan baku merupakan salah satu subsistem
masukan (input subsystem)(Nurhayati & Komara, 2013). Subsistem ini akan diproses
oleh subsistem lainnya (tenaga kerja, modal, mesin, dll.) untuk menghasilkan keluaran
(output subsystem)(Subhan et al., 2015). Oleh karena itu, bahan baku adalah bagian yang
sangat penting dari proses produksi(Indah et al., 2018). Pasokan bahan baku
memengaruhi seberapa lancar proses produksi(Wati et al., 2022). Apabila terjadi
kekurangan ketersediaan bahan baku, akan menyebabkan proses produksi terhambat(Sri
Rahayu, Zainul Hakim, 2019). Sehingga, produk yang dihasilkan pun akan terganggu dan
berdampak pada penjualan(Intan Purwatianingsih Sihadi, Sifrid S. Pangemanan, 2018).

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah analisis


kualitatif-deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk membangun pengetahuan
melalui pemahaman dan penemuan, dengan harapan dapat mengungkap berbagai
informasi yang teliti dan penuh makna. Walaupun demikian, penelitian ini tidak menolak
informasi kuantitatif dalam bentuk angka (Batubara, 2017).

Informasi diperoleh melalui metodeobservasi dan telaah literatur (literature


review) dari berbagai penelitian, tulisan, dan kebijakan sebelumnya terkait Ekosistem
Halal Value Chain. Data yang digunakan bersifat sekunder dan diperoleh dari berbagai
sumber seperti jurnal, buku, dokumentasi, dan publikasi, termasuk lembaga-lembaga
terpercaya seperti Bank Indonesia (BI), Kementerian Perindustrian, dan Badan Pusat
Statistik (BPS).

Proses analisis data dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan


karakteristik data, kualitas data, dan keterkaitan antar informasi. Selain itu, data juga
dibandingkan dengan konsep dan teori yang relevan untuk memberikan informasi yang
tepat mengenai peran pondok pesantren dalam mengembangkan ekosistem halal value
chain dalam konteks Lamongan, Jawa Timur.

4. Hasil dan Pembahasan

A. MODEL PENGEMBANGAN TOBAKU HALAL

1. Studi Kelayakan dan Analisis Pasar:

Sebelum membuka Tobaku Halal, dilakukan studi kelayakan dan analisis pasar
untuk memahami lebih baik kebutuhan dan preferensi konsumen di wilayah tersebut.
Melalui pengamatan dan perbandingan dengan toko-toko sekitar, Tobaku berhasil
mengidentifikasi preferensi khusus konsumen yang mungkin belum terpenuhi. Respons
terhadap temuan ini termasuk inovasi dalam tata letak produk untuk menciptakan
pengalaman berbelanja yang lebih menarik.

Wawancara dan pengisian angket juga dilakukan untuk lebih mendalam


memahami kebiasaan konsumen. Hasilnya membantu Tobaku dalam melakukan
segmentasi konsumen dan menyempurnakan produk berdasarkan feedback yang diterima.

Analisis potensi pesaing membuka peluang untuk menjalin kemitraan strategis


dengan toko-toko langganan dan menyesuaikan strategi harga untuk menciptakan
diferensiasi yang menarik bagi konsumen. Observasi terhadap toko-toko langganan
membantu Tobaku mengidentifikasi kebijakan atau layanan unggulan pesaing yang dapat
diadopsi atau ditingkatkan.

Evaluasi terhadap keunggulan pesaing menjadi landasan fokus untuk


penyempurnaan dalam berbagai aspek, dari produk hingga pelayanan. Melalui riset
periodik, Tobaku tetap berupaya memahami dan mengevaluasi keunggulan pesaing untuk
tetap bersaing di pasar yang dinamis.
Temuan ini memberikan dasar yang kokoh bagi Tobaku Halal dalam merancang
model bisnis yang responsif, memahami kebutuhan konsumen, dan bersaing efektif di
pasar lokal.

2. Sertifikasi Halal dan Kualitas Produk:

Tobaku Halal, sebagai entitas bisnis yang beroperasi setelah pemberlakuan


Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, telah mengambil
langkah-langkah tegas dalam menjaga kehalalan produk yang dijualnya. Sebagai bagian
dari kebijakan yang diterapkan, seleksi ketat terhadap produk menjadi praktek umum,
memastikan bahwa setiap produk yang tersedia telah melewati proses sertifikasi halal
yang ketat.

Dalam praktik kolaborasinya dengan mitra bisnis, Tobaku Halal menjalankan


aturan yang ketat, memerlukan setiap mitra bisnis untuk menunjukkan bukti sertifikat
kehalalan produknya sebelum bekerja sama. Langkah ini bukan hanya sejalan dengan
peraturan yang berlaku, melainkan juga menciptakan jaminan kualitas dan kehalalan
produk yang dapat diandalkan oleh konsumen. Keberlakuan kebijakan ketat terkait
sertifikasi halal ini menciptakan landasan yang kuat untuk integritas bisnis Tobaku Halal
di pasar yang semakin memperhatikan kebutuhan konsumen yang mengutamakan
kehalalan produk.

Penting untuk dicatat bahwa sebelum adanya Undang-Undang No 33 Tahun 2014,


proses sertifikasi halal di Indonesia dikelola oleh LPPOM MUI, sebuah lembaga
non-pemerintah. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, regulasi terkait
sertifikasi halal semakin diperkuat, memberikan dasar hukum yang kokoh dan
memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat. Sertifikasi halal, yang
dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal MUI, kini menjadi prasyarat esensial
bagi setiap produk yang akan beredar di pasar Indonesia.

Proses implementasi UU No 33 Tahun 2014 lebih lanjut diatur oleh Peraturan


Pemerintah No 31 Tahun 2019, yang memberikan panduan lebih rinci tentang
pelaksanaan undang-undang tersebut. Pemberlakuan peraturan ini pada Oktober 2019
menegaskan komitmen pemerintah untuk mengawal dan memastikan kepatuhan seluruh
pelaku bisnis terhadap standar kehalalan produk.

3. Pemilihan Lokasi dan Infrastruktur

Sebelum Tobaku Halal diresmikan di Kabupaten Lamongan, dilakukan penelitian


lokasi secara sistematis oleh tim riset, dengan fokus utama pada Kecamatan Kalitengah
dan Babat. Riset pasar ini mencakup evaluasi kelayakan lokasi dan preferensi kebutuhan
masyarakat setempat. Analisis mendalam terhadap kepadatan penduduk, pola lalu lintas,
dan geografi lokasi menjadi landasan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik
lokasional. Dari hasil riset ini, dua lokasi diidentifikasi sebagai optimal berdasarkan
potensi pasar dan aksesibilitas yang memadai.

Dalam menjaga kualitas kehalalan produk, Tobaku Halal menetapkan standar


kebersihan yang tinggi, terutama pada tahap penyimpanan bahan baku. Proses pemilihan
tempat penyimpanan yang cermat dan praktek pembersihan rutin diimplementasikan
untuk mencegah kontaminasi silang. Selanjutnya, penggunaan pembersih yang memiliki
label halal diintegrasikan sebagai langkah konkret dalam menunjukkan komitmen
terhadap prinsip-prinsip kehalalan, menciptakan keseimbangan yang optimal antara aspek
produksi dan fasilitas.

Secara holistik, penentuan lokasi berdasarkan temuan riset pasar yang


komprehensif dan fokus pada menjaga kebersihan dan kehalalan bahan baku menciptakan
dasar yang solid untuk kesuksesan Tobaku Halal di Kabupaten Lamongan. Keselarasan
inisiatif ini dengan harapan dan kebutuhan masyarakat lokal menjadi elemen kunci dalam
meraih akseptabilitas dan integritas di pasar yang bersangkutan. Dengan demikian,
Tobaku Halal dapat membangun fondasi yang kuat untuk keberlanjutan dan pertumbuhan
di lingkungan bisnis yang berorientasi pada nilai-nilai kehalalan.

4. Diversifikasi Produk dan Inovasi

Penelitian ini menemukan bahwa strategi diversifikasi bahan baku halal menjadi
pendekatan efektif dalam memenuhi preferensi dan kebutuhan konsumen di wilayah
Lamongan. Metodologi penelitian mencakup penggunaan observasi, wawancara, dan
angket untuk mengeksplorasi tingkat keberagaman bahan baku halal dan tanggapan
konsumen terhadap ketersediaan produk.

Pentingnya menyajikan katalog yang mencakup berbagai jenis bahan baku untuk
memasak menjadi sorotan utama hasil penelitian ini. Konsumen cenderung mencari toko
yang menawarkan pilihan yang luas, termasuk daging, ikan, rempah-rempah, hingga
produk olahan. Keberagaman produk tidak hanya menciptakan kenyamanan bagi
konsumen, tetapi juga merangsang minat mereka terhadap toko tersebut.

Temuan lain menunjukkan bahwa strategi promosi khusus, paket hemat, dan
penawaran harga menarik dapat berperan sebagai faktor daya tarik tambahan. Strategi ini
tidak hanya merangsang pembelian dalam jumlah besar, tetapi juga memberikan insentif
kepada konsumen untuk menjelajahi variasi bahan baku yang ditawarkan.

Dari perspektif pengembangan produk, penelitian menekankan perlunya


terus-menerus memperbarui katalog bahan baku sesuai dengan tren pasar terkini.
Kemampuan toko untuk menyesuaikan diri dengan perubahan selera dan preferensi
konsumen diidentifikasi sebagai faktor kunci keberhasilan operasionalnya.
Melalui penyampaian informasi produk yang jelas dan komprehensif, toko dapat
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemampuan konsumen dalam membuat
keputusan yang didasarkan pada informasi. Informasi tersebut mencakup panduan terkait
cara penggunaan dan penyimpanan bahan baku, meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap kehalalan produk yang tersedia.

Untuk meningkatkan kualitas layanan, penelitian menyarankan agar toko secara


aktif menerima umpan balik dan masukan dari pelanggan. Interaksi yang dinamis melalui
mekanisme umpan balik ini dapat berfungsi sebagai landasan untuk menyesuaikan stok
dan penawaran produk yang lebih sesuai dengan preferensi konsumen.

5. Pemasaran dan Promosi

Tobaku Halal mengimplementasikan sejumlah strategi promosi yang sistematis


dan terukur guna memastikan efektivitas dan terjangkaunya pesan oleh masyarakat. Salah
satu pendekatan yang ditempuh adalah eksploitasi platform media sosial, termasuk
Instagram, TikTok, WhatsApp, dan Facebook. Keputusan untuk memanfaatkan media
sosial sejalan dengan pengakuan akan penetrasi yang signifikan dari platform-platform
tersebut di kalangan masyarakat saat ini. Dengan menyusun konten yang tidak hanya
menarik tetapi juga relevan, Tobaku Halal dapat menjangkau audiens yang luas dan
heterogen, membangun interaksi positif, serta memupuk ikatan konsumen potensial

Di samping promosi melalui media sosial, Tobaku Halal juga menerapkan strategi
pemasaran lokal melalui distribusi brosur di wilayah sekitar tokonya. Pendekatan ini
memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan komunitas lokal,
memperkenalkan dan menyoroti keberadaan Tobaku Halal di lingkungan sekitar. Brosur
yang disebarkan menyajikan informasi mendalam mengenai berbagai aspek produk,
penawaran promosi, dan nilai tambah lainnya, bertujuan untuk menarik perhatian dan
partisipasi dari konsumen lokal

Melalui penyelarasan upaya promosi di media sosial dan distribusi brosur secara
lokal, Tobaku Halal mengembangkan pendekatan pemasaran yang holistik dan terukur.
Strategi ini diarahkan untuk tidak hanya memperkuat kesadaran merek, tetapi juga
menggugah interaksi yang positif dan partisipasi dari konsumen. Dengan demikian,
Tobaku Halal berupaya menjadi destinasi utama dalam memenuhi kebutuhan bahan baku
halal, merangkul peran strategis dalam mengembangkan preferensi konsumen, serta
memperkuat posisinya di komunitas sekitar sebagai entitas bisnis yang responsif dan
terkemuka.

6. Pelatihan dan Keterampilan Karyawan

Tobaku Halal menerapkan inisiatif pelatihan khusus kepada karyawan dengan


fokus pada tiga aspek utama, yakni kehalalan, etika bisnis Islam, dan pelayanan
pelanggan. Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman staf
terkait prinsip-prinsip kehalalan, nilai-nilai etika bisnis Islam, dan penerapan pelayanan
pelanggan yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Selain itu, dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan, Tobaku Halal mengimplementasikan tradisi 5S, yaitu
senyum, salam, sapa, sopan, dan santun, sebagai fondasi utama interaksi positif dan
berkualitas.

Penting untuk dicatat bahwa seluruh staf Tobaku Halal juga mengenakan seragam
yang mempertahankan ciri khas pesantren, mencakup penggunaan pakaian syar'i seperti
hijab dan peci. Hal ini tidak hanya mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai
keislaman, tetapi juga menciptakan lingkungan yang konsisten dengan identitas dan
nilai-nilai yang dijunjung oleh Tobaku Halal.

Pemastian bahwa staf memiliki pengetahuan yang memadai untuk memberikan


informasi dan bimbingan kepada konsumen terkait produk halal menjadi prioritas.
Tobaku Halal menyadari bahwa kualitas layanan yang kompeten dan informatif adalah
kunci dalam membangun kepercayaan konsumen terhadap produk dan merek mereka.

Di samping itu, Tobaku Halal menerapkan beberapa standar operasional prosedur


(SOP) yang unik. Sebagai contoh, sebelum membuka toko setiap harinya, setiap
karyawan diwajibkan untuk melaksanakan sholat duha dan membaca asmaul husna serta
sholawat nariyah. Tradisi ini, yang mengakar dalam budaya pesantren, diintegrasikan ke
dalam SOP sebagai bentuk praktik keagamaan yang diterapkan untuk menciptakan
suasana kerja yang harmonis dan penuh keberkahan. Pendekatan ini mencerminkan
komitmen Tobaku Halal terhadap nilai-nilai keislaman tidak hanya dalam aspek produk
tetapi juga dalam tata kelola internal dan budaya organisasionalnya.

7. Pengelolaan Stok dan Sistem Pelacakan

Tobaku Halal mengadopsi strategi manajemen stok yang cermat dengan


menerapkan sistem pelacakan yang efektif untuk memastikan kepatuhan terhadap standar
halal. Dalam upaya mengontrol kuantitas dan persediaan stok produk dengan ketelitian,
Tobaku Halal mengimplementasikan sistem integrasi yang terhubung dengan server
online. Sistem ini memungkinkan pemantauan real-time terhadap setiap produk,
memberikan kemampuan untuk melakukan pengawasan jarak jauh, dan menyimpan
informasi stok secara terpusat dalam server online. Keberadaan sistem terintegrasi ini
memudahkan identifikasi produk yang telah habis dan memerlukan pemesanan ulang.
Selain itu, seluruh aktivitas keluar masuk barang dapat dipantau secara real-time,
memberikan transparansi yang optimal terhadap status stok.

Manajemen stok yang efektif juga dilakukan untuk mencegah kerusakan dan
pemakaian produk melebihi batas waktu. Tobaku Halal mengimplementasikan
praktik-praktik terbaik dalam pengelolaan stok, termasuk pemantauan tanggal
kedaluwarsa produk dan penanganan yang cermat terhadap barang yang mendekati batas
waktu. Hal ini tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap standar halal, tetapi juga
menjamin keberlanjutan bisnis dengan menghindari kerugian yang disebabkan oleh stok
yang tidak termanajemen dengan baik.

Dengan menerapkan sistem pelacakan stok yang canggih dan prinsip-prinsip


manajemen stok yang berorientasi pada keberlanjutan, Tobaku Halal menunjukkan
komitmen terhadap kualitas dan kehalalan produk, sekaligus memastikan kelancaran
operasional dan kepuasan pelanggan.

8. Kerjasama dengan Komunitas Lokal dan Lembaga Terkait

Tobaku Halal proaktif dalam membangun kerjasama strategis dengan produsen


lokal, petani, dan pemasok yang memenuhi standar halal di wilayahnya. Kerjasama ini
didirikan dengan tujuan memastikan pasokan bahan baku halal yang berkualitas dan
berkelanjutan. Melibatkan produsen lokal, petani, dan pemasok halal tidak hanya
mendukung ekonomi lokal tetapi juga mendukung komunitas setempat. Kemitraan ini
tidak hanya menciptakan saling menguntungkan dalam rantai pasok, tetapi juga
meningkatkan keberlanjutan dan integritas produk halal yang ditawarkan oleh Tobaku
Halal.

Lebih lanjut, Tobaku Halal merancang kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait


yang memiliki peran penting dalam memastikan kehalalan dan keberlanjutan produknya.
Ini termasuk bekerjasama dengan lembaga sertifikasi halal untuk memastikan bahwa
seluruh produk yang dijual telah memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan.
Kolaborasi dengan dewan ulama dan organisasi Islam setempat juga diperkuat untuk
memastikan bahwa praktik bisnis Tobaku Halal selaras dengan nilai-nilai etika Islam dan
mendapatkan dukungan dari otoritas keagamaan setempat.

Dengan membangun jaringan kerjasama yang solid dengan pemangku


kepentingan lokal dan lembaga-lembaga terkait, Tobaku Halal menerapkan pendekatan
holistik dalam mendukung keberlanjutan bisnisnya. Keterlibatan dengan produsen lokal
dan lembaga-lembaga keagamaan setempat bukan hanya tentang bisnis, tetapi juga
tentang membangun kepercayaan, menghormati nilai-nilai budaya dan keagamaan, dan
menjadi bagian integral dari ekosistem masyarakat yang lebih luas.

9. Evaluasi dan Pengembangan Berkelanjutan

Tobaku Halal secara sistematis menerapkan evaluasi rutin terhadap kinerja toko,
kepuasan pelanggan, dan kepatuhan terhadap standar halal sebagai bagian integral dari
manajemen operasionalnya. Kegiatan ini diarahkan untuk memastikan kelancaran
operasional, meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, dan memastikan kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip kehalalan. Rapat evaluasi mingguan menjadi forum reguler di
mana kinerja dan strategi toko dievaluasi dengan cermat. Forum ini memberikan ruang
bagi tim manajemen untuk membahas temuan evaluasi dan merancang strategi eksekusi
untuk memperbaiki atau meningkatkan aspek-aspek tertentu yang diidentifikasi.

Dalam menjaga kepuasan pelanggan, Tobaku Halal tidak hanya menerapkan


budaya 5S yang melibatkan senyum, salam, sapa, sopan, dan santun, tetapi juga
mengintegrasikan komunikasi khusus melalui fitur "Suara Konsumen." Fitur ini
memungkinkan pelanggan untuk dengan mudah berkomunikasi dan memberikan umpan
balik dengan cara yang inovatif, yaitu dengan memindai barcode yang disediakan di
Tobaku Halal. Hal ini menciptakan jalur komunikasi yang terbuka dan transparan antara
pelanggan dan toko, memungkinkan Tobaku Halal untuk merespons cepat terhadap
kebutuhan dan harapan konsumen.

Selain itu, Tobaku Halal juga memfokuskan perhatian pada identifikasi peluang
pengembangan lebih lanjut. Dengan mengawasi perubahan pasar dan menggali
kebutuhan konsumen, Tobaku Halal dapat menyesuaikan model bisnisnya secara
proaktif. Fleksibilitas dalam mengadaptasi strategi dan model bisnis berdasarkan
perubahan pasar dan dinamika konsumen menjadi inti dari upaya Tobaku Halal untuk
tetap relevan dan berdaya saing di pasar yang terus berkembang. Pendekatan ini
mencerminkan komitmen Tobaku Halal untuk tidak hanya mempertahankan, tetapi juga
meningkatkan pelayanan dan nilai yang ditawarkan kepada konsumen.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, Tobaku Halal di wilayah Lamongan, Jawa Timur,
sukses menerapkan model pengembangan yang efektif dalam kerangka halal value chain.
Rantai nilai halal yang terintegrasi ini mencakup keseluruhan proses produksi, distribusi,
hingga konsumsi, dengan tunduk pada prinsip-prinsip syariah. Keberhasilan ini tercermin
dalam sinergi yang cermat antara aktivitas utama dan pendukung, membentuk produk
halal di setiap unit usaha dan menunjukkan tingkat koordinasi yang luar biasa untuk
menjaga keberlanjutan rantai nilai halal.

Optimalisasi pengelolaan sumber daya yang dimiliki pesantren merupakan


keunggulan utama Tobaku Halal. Meskipun demikian, tantangan ketersediaan produk
konsumen dan tingkat keterlibatan anggota dalam strategi pemasaran menjadi fokus
pengembangan. Meskipun Tobaku Halal telah berhasil mengimplementasikan manajemen
halal value chain yang komprehensif, termasuk kontrol produk, pengemasan,
penyimpanan, dan transportasi sesuai dengan maqashid syariah, terdapat potensi
pengembangan lebih lanjut pada aspek ini.

Selain memberikan dampak positif secara ekonomi, Tobaku Halal juga


berkontribusi pada tingkat lokal melalui kemitraan strategis dengan produsen lokal,
petani, dan lembaga terkait. Namun, keterbatasan sumber daya menjadi fokus perhatian.
Dalam menghadapi dinamika tersebut, Tobaku Halal dapat meningkatkan sinergi antar
anggota dan melakukan rekrutmen karyawan untuk memastikan keberlanjutan
operasionalnya.

Kesimpulannya, Tobaku Halal bukan hanya mampu mengimplementasikan model


pengembangan yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat, tetapi juga menjamin
keberlanjutan produk halal. Kontribusinya pada ekonomi lokal dan sinergi yang cermat
menjadikan Tobaku Halal sebagai entitas bisnis yang berdaya saing di pasar yang terus
berkembang. Untuk memastikan kesuksesan di masa mendatang, evaluasi terus-menerus
terhadap tantangan dan peluang menjadi suatu keharusan dalam menghadapi lingkungan
bisnis yang dinamis.

Daftar Pustaka

Agushinta, L. (2019). Efektifitas pelaksanaan logistik halal. Jurnal Manajemen Bisnis


Transportasi Dan Logistik (JMBTL), 5(3), 319–330.

Alfa, B. N., Widayat, P. D., Ismail, A., Industri, S. T., Teknik, F., & Buana, U. M. (2023).
Proses Penanganan Produk Halal Bagi Pelaku UMKM. TEKNOVOKASI: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 1(1), 63–69.

Alfarizi, M. (2023). PERAN SERTIFIKASI HALAL DAN KEPATUHAN PRAKTIK


HALAL TERHADAP KINERJA BISNIS BERKELANJUTAN : INVESTIGASI
PEMODELAN EMPIRIS SEKTOR UMKM THE ROLE OF HALAL
CERTIFICATION AND COMPLIANCE OF HALAL PRACTICES TO
SUSTAINABLE BUSINESS PERFORMANCE : INVESTIGATION OF .
Harmoni, 22(1), 93–116.

Alya Fadhila, Nisah Handayani, Rahma Sari Zein, Safitri Winarsih, M., & Harahap, I.
(2023). Analisis Perkembangan Industri Halal Melalui Pasar Modal Syariah Studi
Literatur. Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen (JIKEM), 3(2),
3389–3405.

Amsori. (2017). AL-AHKAM AL-KHAMS SEBAGAI KLASIFIKASI DAN. Pakuan


Law Review, 3, 33–55.

Anne Charina, & Charisma, D. (2023). THE EFFECTIVENESS OF THE


IMPLEMENTATION OF THE HALAL VALUE CHAIN ( HVC ) ECOSYSTEM.
Mimbar Agribisnis, 9(2), 1858–1878.

Arif, S., Jahar, A. S., & Jamal, M. (2019). EPISTEMOLOGI HALAL DAN
APLIKASINYA. Dirasat, 14(02), 1–24.
Azizah, R. N., & Kewuel, H. K. (2021). CENTRAL VERSUS REGIONAL :
MEMBACA KONSEP PARIWISATA HALAL KOTA BATU. Kusa Lawa, 1(2),
16–35. https://doi.org/10.21776/ub.kusalawa.2021.001.02.02

Bunfa, L., Rakhman, A., & Fuad, M. (2023). Sosialisasi Pengelolaan Manajemen
Persediaan pada UMKM. SANISKALA: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2),
53–57.

Febriyanni, R. (2022). Perkembangan Logistik Halal mempengaruhi permintaan akan


produk halal . Banyak negara fokus pada. Balanca: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis
Islam, 4(1), 21–30.

Fuadah, D. K., Firdausi, H. M., & Bagus, M. A. (2022). The Potential of Halal Food
Business in Asia and Europe with Majority of Nonmuslim Communities.
Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah, 4(1), 1–15.
https://doi.org/10.47467/alkharaj.v4i1.396

Hendri Hermawan Adinugraha, M. S. (2019). HALAL LIFESTYLE DI INDONESIA.


An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah, 05(April), 57–81.

Ilham, M., Saifullah, & Kartika, N. R. (2023). Perlindungan Konsumen Terhadap Upaya
Labelisasi Halal Di Indonesia. Indonesia of Journal Business Law, 2(2), 58–66.
https://doi.org/10.47709/ijbl.v2i2.2326

Ilmiah, D. (2020). Peran perbankan syariah dalam implementasi wakaf uang untuk
pengembangan industri halal di jawa timur. Dinamika, 5(2), 1–20.

Indah, D. R., Purwasih, L., & Maulida, Z. (2018). Pengendalian Persediaan Bahan Baku
pada PT . Aceh Rubber Industries Kabupaten Aceh Tamiang. JURNAL
MANAJEMEN DAN KEUANGAN, 7(2), 157–173.

Intan Purwatianingsih Sihadi, Sifrid S. Pangemanan, H. G. (2018). IDENTIFIKASI


KENDALA DALAM PROSES PRODUKSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP
BIAYA PRODUKSI PADA UD. RISKY. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern,
13(4), 602–609.

Isnaini, N. (2022). KONSEP PEMBENTUKAN ISLAMIC BRANDING TINJAUAN


ETIKA BISNIS ISLAM. Jurnal Ekonomika Dan Bisnis Islam, 5(3), 127–144.

Karimah, I. (2018). PERUBAHAN KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA YANG.


Journal of Islamic Law Studies : Sharia Journal, 1(1).

Kholifatul Husna Asri, & Ilyas, A. (2022). Penguatan Ekosistem Halal Value Chain
sebagai Pengembangan Industri Halal Menuju Era 5.0. ALIF: Sharia Economics
Journal, 01(01), 37–47.
Kinanthi, A. P., Herlina, D., & Mahardika, A. (2016). Analisis Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Menggunakan Metode Min-Max ( Studi Kasus PT . Djitoe Indonesia
Tobacco ). Performa, 15(2), 87–92.

Maftuhah. (2014). Halal Food in the Perspective of al-Quran , Science and Health
Makanan Halal dalam Perspektif al-Qur ’ an , Sains dan Kesehatan. Jurnal Bimas
Islam, 7(II), 369–405.

Maksudi, Bahrudin, & Nasruddin. (2023). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sertifikasi


Halal dalam Upaya Pemenuhan Kepuasan Konsumen. Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, 9(01), 825–840.

Maskur. (2023). ANALISIS KAREKTERISTIK PRODUK HALAL PADA MAKANAN


DALAM PERSPEKTIF AYAT AHKAM. Aksioma Al-Musaqoh, 6(1), 11–23.

Moh Nasuka, & Subaidi. (2017). Maqāṣid Syarī‟ah sebagai Koridor Pengelolaan
Perbankan Syariah. Iqtishoduna, 6(2), 222–260.

Munthe, Y., Dwi, D., Ritonga, P., & Amelia, R. (2023). Analisis Proses Produksi Dalam
Perspektif Islam ( Studi Kasus Home Industry Bakso Di Tembung ). Digital Bisnis:
Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen Dan E-Commerce, 2(3).

Novriati, S. (2022). Manhaj Al-Was ṭ iyyah Yûsuf Al-Qara ḍ âwi dalam Kitab Fatawa Mu
ˋ â ṣ irah. SYARAH: JURNAL HUKUM ISLAM DAN EKONOMI, 11, 181–200.

Nurdin, N., Novia, N., Rahman, A., & Suhada, R. (2019). Potensi Industri Produk
Makanan Halal Di Kota Palu. Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(1).

Nurhasanah S, Munandar JM, S. M. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat


Beli Produk Makanan Olahan Halal pada Konsumen Saniatun Nurhasanah Jono M
Munandar * Muhammad Syamsun Pendahuluan Produk halal mengacu pada
produk- ‰ Œ } µl Ç vP u u vµZ ] • Ç Œ š • Ç Œ [ ] Ç vP mencegah keharaman , b.
Jurnal Manajemen Dan Organisasi, VIII(3).

Nurhayani, N. Y., Sholeh, A., Pelita, B. N., & Supriyadi, D. (2023). Analisis Konsep
Independensi dan Profesionalisme Majelis Ulama Indonesia terhadap Sertifikasi
Jaminan Halal pada Industri Makanan Olahan di Jawa Barat. Al-Muamalat: Jurnal
Ekonomi Syariah, 10(2), 143–158.

Nurhayati, Y., & Komara, H. A. (2013). PENGARUH PASOKAN BAHAN BAKU


TERHADAP PROSES PRODUKSI DAN TINGKAT PENJUALAN PADA
INDUSTRI ROTAN KABUPATEN CIREBON Yayat Nurhayati H. Acep Komara.
Edunomic, 1.
Peilouw, C. T. (2023). Penerapan Akuntansi Persediaan Barang Dagang Pada Online
Shop Jumun . Id. JAMIN:Jurnal Aplikasi Manajemen Dan Inovasi Bisnis, 5,
103–111.

Pramintasari, T. R., & Fatmawati, I. (2017). Pengaruh Keyakinan Religius , Peran


Sertifikasi Halal , Paparan Informasi , dan Alasan Kesehatan Terhadap Kesadaran
Masyarakat Pada Produk Makanan Halal. 8(1), 1–33.

Putro, H. S., Lailun, Y., Wilujeng, S. A., & Budi, S. (2023). Membangun Industri Halal
dalam Mendukung Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia melalui Program
Gerakan Menuju Sertifikasi Halal ( GEMESH ). SEWAGATI, Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 7(4).

Rini Septiani Sukanda, A. S. D. (2018). TINJAUAN ATAS PENGELOLAAN


PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA DIVISI KENDARAAN KHUSUS PT
PINDAD PERSERO KOTA BANDUNG Rini Septiani Sukanda Amelia Sinta
Dewi PENGARUH BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA
LANGSUNG T. Jurnal Riset Akuntansi, X(1).

Rohaeni, Y., & Sutawidjaya, A. H. (2020). PENGEMBANGAN MODEL


KONSEPTUAL MANAJEMEN RANTAI PASOK HALAL STUDI KASUS
INDONESIA. J@ti Undip: Jurnal Teknik Industri, 15(29), 177–188.

Ruchiyani, Y., & Aisyah, S. (2023). Analisis Implementasi Halal Supply Chain
Management Pada Industri Pengolahan Makanan ( Studi Kasus : Mumubutikue
Medan ). Economic and Business Management International Journal, 5(2),
157–165.

Sakinah, N., Nabila, P. S., & Aisyah, S. (2022). Analisis Peran Stakeholders dalam
Supply Chain Management. Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen
(JIKEM), 2(1), 1841–1851.

Sri Rahayu, Zainul Hakim, M. (2019). Sistem Informasi Pengendalian Persediaan Bahan
Baku Material Mentah. Jurnal Sisfotek Global, 9(1).

Subhan, Hasan, M. T., & M. Nazar. (2015). Peningkatan Sistem Kerja Produksi Untuk
Meningkatkan Efekti vitas Industri Kecil di Kota Langsa ( Studi Kasus pada UD .
Cita Rasa , Pabrik. JURNAL ILMIAH JURUTERA, 02(1).

Susanti, S. (2022). Istithmar : Jurnal Studi Ekonomi Syariah Analisis Pandangan


Masyarakat Bangkalan terhadap Produk dengan Label Halal. Istithmar : Jurnal
Studi Ekonomi Syariah, 6, 146–158.
Tahari, D. A. (2019). PENGARUH NILAI-NILAI ISLAMI TERHADAP PREFERENSI
KONSUMEN DALAM MENGGUNAKAN PRODUK KOSMETIK WARDAH
(Studi Pada Mahasiswi Muslimah di Pulau Jawa).

Thamrin, H., Nugraha, Z., & Putra, T. (2022). Overview Industri Halal di Perdagangan
Global. SYARIKAT : Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah, 5, 72–81.

Waharini, F. M., & Purwantini, A. H. (2018). Model Pengembangan Industri Halal Food
di Indonesia. Muqtasid, 9(1), 1–13.

Wati, V., Sulaiman, & Gasim. (2022). PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU
TERHADAP PROSES PRODUKSI DENGAN VOLUME PENJUALAN
SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi Pada Royal Bakery Alif TDM
Kupang). Jurnal Akuntansi, 9(1), 1–7.

Widianingsih, D. (2022). Model Pengembangan Industri Halal Food UMKM Di


Jombang. JIES : Journal of Islamic Economics Studies, 3, 100–108.

Yulia, Lady. (2015). Halal Products Industry Development Strategy Strategi


Pengembangan Industri Produk Halal. Jurnal Bimas Islam, 8(1), 121–162.

Anda mungkin juga menyukai