Abstrak : Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi model pengembangan Tobaku Halal,
sebuah toko bahan baku halal di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Penelitian
lapangan ini mengadopsi pendekatan kualitatif dengan paradigma non-positivisme,
fokus pada pemahaman mendalam terhadap realitas sosial dalam konteks keberlanjutan
dan kehalalan produk. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
berbagai pihak terkait, sementara data sekunder bersumber dari studi kepustakaan.
Analisis data melibatkan tahap reduksi data, deskriptif, evaluatif, dan penarikan
kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tobaku Halal telah berhasil
menerapkan model pengembangan yang responsif terhadap kebutuhan konsumen,
sekaligus menjaga kepatuhan terhadap standar kehalalan. Strategi pemasaran,
diversifikasi produk, dan integrasi dengan komunitas lokal merupakan poin-poin kunci
dalam model ini. Secara teoritis, studi ini memberikan wawasan yang berharga bagi
peneliti dan akademisi yang tertarik pada pengembangan model bisnis berbasis
kehalalan. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi pemilik
bisnis serupa untuk meningkatkan kualitas layanan dan produk mereka, mencapai
keberlanjutan, dan memperkuat hubungan dengan konsumen dan komunitas lokal.
1. Latar Belakang
Pertumbuhan industri halal menjadi salah satu pergerakan dibidang ekonomi yang
beberapa tahun terakhir dikembangkan dibanyak negara termasuk Indonesia. Pasalnya,
kebutuhan pasar akan bahan baku halal semakin meningkat secara global (Waharini &
Purwantini, 2018). Peristiwa ini menjadi dasar atas tingginya potensi pengembangan
toko bahan baku halal untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Departemen Komunikasi
Bank Indonesia (2018) menjelaskan bahwa laju pertumbuhan industri halal dalam
beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan (Gunawan, 2022). Tahun 2015
Pendapatan global pada sektor industri halal mencapai angka 7,5 % setelah itu pada tahun
2016 naik menjadi diatas 8%. Pemaparan data oleh majlis Global menunjukkan bahwa
jumlah keseluruhan penduduk muslim di dunia tahun 2012 mencapai 1,8 miliar jiwa.
Diperkirakan sampai tahun 2030 terus bertambah hingga mencapai 2,2 miliar jiwa
(Gunawan, 2022).
Thomson Reuters (2015) menjelaskan bahwa pada tahun 2019, pasar makanan
halal nilai penjualannya mencapai USD 2,537 miliar setara dengan 21% dari pengeluaran
global, pasar kosmetik halal sebanyak USD 73 miliar atau 6,78% dari pengeluaran
global, dan kebutuhan halal secara personal sebanyak USD 103 miliar (Aisya Isnaeni,
2020). Compound Annual Growth Rate juga memaparkan bahwa perkiraan peningkatan
sector halal hingga tahun 2024 adalah sebesar 62% dengan jumlah nilai USD 3,4 triliun
(Gunawan, 2022). Indonesia, khususnya disektor konsumsi menduduki peringkat pertama
sebagai konsumen terbesar produk halal pada sektor makanan dan minuman sebesar USD
155 miliar (Aisya Isnaeni, 2020). Maka berdasarkan data tersebut dapat diproyeksikan
bahwa industry halal memiliki prospek yang bagus dan berpotensi tinggi.
Legalitas halal juga merambah pada pemanfaatan teknologi dan inovasi yang
semakin modern diantaranya Sistem sertifikasi halal, pelacakan produk, dan kontrol
mutu. Penentuan standar kehalalan dan regulasi yang jelas menjadi tumpuan dalam
implementasi halal value chain untuk memastikan keberlanjutan industri halal
(Kurniawati, 2018). Halal value chain membawa dampak positif pada pengembangan
ekosistem bisnis di berbagai sektor. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk produsen,
distributor, toko ritel, dan lembaga sertifikasi, menciptakan suatu jaringan kerja yang
saling mendukung.
Pengembangan Toko Bahan Baku (Tobaku) Halal Toserba Ponpes Sunan Drajat di
Lamongan, termasuk di wilayah Kalitengah dan Babat, serta Ponpes Sunan Drajat 7 di
Kecamatan Palang, Tuban, menunjukkan transformasi luar biasa dalam bidang ekonomi
pesantren. Dengan tujuh Toserba yang beroperasi, Bidang Perekonomian Pondok
Pesantren Sunan Drajat telah mencapai omset sebesar Rp115 miliar, menandai
pertumbuhan yang pesat dari Rp20 miliar pada tahun pertama.
Keberhasilan Tobaku Halal tidak hanya dilihat dari aspek finansial, tetapi juga
dari dampak sosialnya. Pengembangan model Halal Value Chain yang melibatkan
pesantren sebagai pusat kegiatan ekonomi memunculkan sinergi antara sektor perbankan,
pemerintah, koperasi, dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ini juga
sejalan dengan target pemerintah dalam meningkatkan potensi ekonomi syariah, terutama
pada sektor pangan.
Berdasarkan perkembangan positif ini, penelitian ini bertujuan untuk mendalami
"Pengembangan Model Halal Value Chain melalui Toko Bahan Baku Halal di Lamongan,
Jawa Timur." Melalui pendekatan ini, akan dieksplorasi integrasi toko bahan baku halal
ke dalam Halal Value Chain untuk memahami dampaknya pada ekonomi lokal,
kemandirian pesantren, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Penelitian ini tidak
hanya melihat aspek kehalalan produk, tetapi juga merinci aspek-aspek ekonomi, sosial,
dan lingkungan yang terlibat dalam pengembangan model ini. Dengan demikian,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan wawasan mendalam terkait efektivitas dan
potensi pengembangan model Halal Value Chain di Lamongan, Jawa Timur.
Model pengembangan toko bahan baku halal menjadi relevan untuk memastikan
bahwa rantai nilai dari hulu ke hilir terjaga sesuai dengan prinsip-prinsip kehalalan.
Model pengembangan toko bahan baku halal akan dapat meningkatkan aksesibilitas
terhadap bahan baku yang telah bersertifikasi halal (Aisya Isnaeni, 2020). Toko bahan
baku halal mencakup tata cara pengelolaan stok dan penyimpanan yang efisien. Hal ini
tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan produk, tetapi juga dengan pengendalian mutu
dan kehalalan produk selama proses penyimpanan. Bentuk promosi dan pegelolaan toko
harus menerapkan nilai-nilai Islam sebagai bentuk integritas bisnis (Kurniawati, 2018).
Dengan mengintegrasikan model pengembangan toko bahan baku halal ke dalam halal
value chain, harapannya adalah dapat menciptakan suatu ekosistem yang kokoh,
memajukan ekonomi lokal, dan memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan industri
halal secara keseluruhan.
2. LITERATUR REVIEW
A. Konsep Halal
Kata "halal" berasal dari bahasa Arab dan berarti apa pun yang boleh dilakukan
karena tidak dilarang oleh syariah atau sesuai dengan ajaran Islam(Susanti, 2022). Selain
itu, kata "halal" juga berarti semua hal yang boleh dilakukan karena tidak terikat dengan
aturan yang melarangnya(Susanti, 2022). Dalam Islam, halāl adalah salah satu dari lima
tindakan al-ahkām al-khamsah, yang menentukan moralitas tindakan manusia(Amsori,
2017). Tindakan yang berlawanan dengan halāl, atau yang dilarang, ialah harām(Novriati,
2022). Namun, menurut Halal Lifestyle Center Indonesia, "Halal adalah hak untuk setiap
Muslim, tetapi halal juga hak istimewa bagi semua orang(Hendri Hermawan Adinugraha,
2019)." Salah satu hal yang diberikan Allah kepada manusia adalah hal-hal yang halal,
sehat, aman, sehat, dan menyenangkan(Tahari, 2019). Halal adalah kepercayaan,
kehormatan, dan tanggung jawab; itu bukan hanya produk akhir(Ilmiah, 2020). Istilah
"ḥalāl" secara luas mengacu pada segala sesuatu atau perbuatan yang ṭayyib (baik) yang
diizinkan atau diperbolehkan oleh syariat Islam(Arif et al., 2019). Dengan demikian,
istilah halal mencakup setiap produk yang sesuai dengan hukum Islam, dari minuman dan
makanan hingga perbankan dan keuangan, farmasi, pekerjaan, perjalanan, teknologi dan
layanan transportasi, dan lainnya(Alfarizi, 2023). Oleh karena itu, menurut ajaran Islam,
seorang Muslim harus berperilaku sesuai dengan syariah dan menghindari perilaku yang
bertentangan dengan Islam (harām)(Moh Nasuka & Subaidi, 2017). Hal ini disebabkan
pada dasarnya oleh fakta bahwa karakteristik halal adalah sesuai dengan rujukan
syariah(Azizah & Kewuel, 2021).
Halal produk adalah produk yang dinyatakan halal, dan sertifikat halal merupakan
jaminan hukum terhadap produk tersebut. Al-Qurán menyatakan makanan dan minuman
yang dilarang adalah Khamr, darah, babi, dan daging hewan yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah SWT(Maskur, 2023). Oleh karena itu, konsep halal dapat
didefinisikan sebagai barang atau jasa yang dibuat, dijual, dan didistribusikan sesuai
dengan aturan syariah Islam(Alya Fadhila, Nisah Handayani, Rahma Sari Zein, Safitri
Winarsih & Harahap, 2023). Dengan kata lain, ketika mereka membuat dan menjual
barang dan jasa mereka kepada konsumen Muslim, produsen selalu mengacu pada prinsip
syariah Islam(Isnaini, 2022). Sertifikasi halal sangat penting bagi konsumen untuk
mengakui produk mereka sebagai kontribusi global untuk kesehatan global, karena tidak
hanya memastikan kepatuhan dengan hukum Islam tetapi juga mendorong produsen
untuk mengikuti standar halal(Pramintasari & Fatmawati, 2017). Halal adalah proses
identifikasi dan sertifikasi produk untuk memenuhi standar tertentu, memastikan tidak
mengandung zat berbahaya, alkohol, atau makanan dari umat Muslim, dan diproduksi
sesuai dengan hukum Islam(Fuadah et al., 2022).
Rantai nilai halal mengacu pada proses memasukkan nilai-nilai dalam semua
proses, mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi, untuk memastikan kepatuhan
terhadap prinsip dan nilai-nilai Islam(Anne Charina & Charisma, 2023). Hal ini
melibatkan penyelarasan produksi dan distribusi dengan nilai-nilai Islam, dan
pengelolaan sumber daya keuangan Islam. Hal ini juga menghubungkan pasokan dan
permintaan, sehingga memerlukan koordinasi antara berbagai pemangku
kepentingan(Sakinah et al., 2022). Halal dalam hukum Indonesia mengacu pada suatu
produk yang digunakan atau dikonsumsi sesuai ajaran Islam, seperti makanan atau
minuman(Ilham et al., 2023). Rantai nilai harus menjadi link antara rantai pasokan dan
permintaan, yang terakhir lebih kompleks. Rantai pasokan harus dikendalikan oleh
produsen, operator, distributor, dan pemasok, sementara rantai permintaan harus dikelola
oleh organisasi seperti produsen.
Halal Value Chain merujuk pada proses produksi dan distribusi produk dan
layanan yang mematuhi prinsip-prinsip halal dalam Islam, mulai dari bahan baku hingga
konsumen akhir(Rohaeni & Sutawidjaya, 2020). Rincian tentang Halal Value Chain
meliputi beberapa aspek penting, termasuk sertifikasi, produksi, distribusi, dan
pemasaran produk halal(Kholifatul Husna Asri & Ilyas, 2022). Sertifikasi halal adalah
langkah pertama dalam membangun Halal Value Chain(Putro et al., 2023). Sertifikasi ini
diperoleh melalui proses pemeriksaan dan verifikasi oleh lembaga sertifikasi yang diakui
oleh otoritas halal(Karimah, 2018). Proses sertifikasi melibatkan audit terhadap bahan
baku, proses produksi, fasilitas, dan sumber daya manusia untuk memastikan kesesuaian
dengan prinsip halal(Nurhayani et al., 2023). Pada tahap produksi, bahan baku harus
dipilih dengan cermat untuk memastikan kehalalannya(Munthe et al., 2023). Proses
produksi harus mematuhi standar halal yang meliputi sanitasi, pemrosesan, dan
penggunaan bahan tambahan(Munthe et al., 2023). Tenaga kerja juga harus terampil
dalam memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip halal selama proses
produksi(Febriyanni, 2022). Distribusi produk halal melibatkan manajemen rantai
pasokan yang ketat untuk memastikan produk tetap dalam keadaan halal selama
transportasi dan penyimpanan(Agushinta, 2019). Penyimpanan yang benar dan
transportasi yang sesuai perlu diperhatikan agar produk tetap memenuhi standar halal
hingga sampai ke tangan konsumen(Ruchiyani & Aisyah, 2023). Dalam pemasaran
produk halal, informasi mengenai kehalalan produk perlu disampaikan secara jelas
kepada konsumen(Alfa et al., 2023). Hal ini dapat dilakukan melalui labelisasi yang jelas,
sertifikasi halal yang terlihat, dan komunikasi pemasaran yang transparan(Maksudi et al.,
2023).
Industri halal biasanya dikaitkan dengan usaha untuk membuat produk atau jasa
yang sesuai dengan syariat Islam(Waharini & Purwantini, 2018). Definisi industri halal
baru-baru ini muncul karena popularitas produk dan jasa halal di seluruh dunia(Thamrin
et al., 2022). Sebelum ini, telah diketahui bahwa industri halal terkait dengan ekonomi
halal, dan bahwa pemberitahuan tentang ekonomi halal lebih cepat dikenal daripada
tentang industri halal itu sendiri(Yulia, 2015). Kemajuan bisnis halal di Indonesia akan
difokuskan pada perencanaan keterbatasan saat ini dengan mengumpulkan 5 aspek,
khususnya bagian utama dari strategi yang terdiri dari belum lengkapnya pelaksanaan
Jaminan Produk Halal (JPH) tidak ada konfermasi dan normalisasi kehalalan barang dan
juga kurangnya pedoman bagi kemajuan usaha halal(Widianingsih, 2022).
Proses menuju halal dapat dimulai dari persiapan awal hingga akhir. Misalnya,
untuk produk daging halal, persiapan dapat dimulai dengan pemotongan, yang kemudian
dilanjutkan dengan pengepakan (halal packaging), dan pengiriman yang dilakukan
dengan baik(Nurdin et al., 2019). Karena permintaan pasar internasional terhadap produk
halal, kebutuhan akan layanan pengiriman halal (halal logistic) saat ini semakin
meningkat(Agushinta, 2019). Pengiriman produk halal tidak boleh dicampur dengan
produk non-halal(Febriyanni, 2022). Jika dikirim bersamaan, makanan halal harus dijaga
agar tidak tercampur dengan barang non-halal Produk halal adalah produk yang
memenuhi syarat syar'i yang mencegah keharaman, baik dari segi zatnya maupun selain
zatnya(Nurhasanah S, Munandar JM, 2017). Menurut Al-Ghazali, ini berarti bahwa
makanan (benda) dapat menjadi haram karena jenisnya (seperti khamar, babi, dll.), serta
produk turunannya (seperti alkohol, gelatin, dll.), dan karena cara memperolehnya
(termasuk harta untuk memperolehnya dan proses pembuatan)(Maftuhah, 2014). Menurut
UU, produk halal adalah barang dan jasa yang dianggap halal oleh syariat Islam. Kategori
ini mencakup makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, biologi, rekayasa
genetik, dan barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat
(www.kemenperin.go.id, 2019).
Pasokan adalah barang atau bahan yang disimpan yang akan digunakan untuk
tujuan tertentu, seperti untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, dijual
kembali, atau digunakan sebagai suku cadang untuk mesin atau peralatan(Bunfa et al.,
2023). Bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, atau suku
cadang dapat termasuk dalam kategori pasokan(Kinanthi et al., 2016).
Pasokan/Persediaan ini sangat penting bagi akuntan sehingga mereka memasukkannya
dalam neraca sebagai salah satu pos aktiva lancar(Peilouw, 2023).
3. Metode Penelitian
Sebelum membuka Tobaku Halal, dilakukan studi kelayakan dan analisis pasar
untuk memahami lebih baik kebutuhan dan preferensi konsumen di wilayah tersebut.
Melalui pengamatan dan perbandingan dengan toko-toko sekitar, Tobaku berhasil
mengidentifikasi preferensi khusus konsumen yang mungkin belum terpenuhi. Respons
terhadap temuan ini termasuk inovasi dalam tata letak produk untuk menciptakan
pengalaman berbelanja yang lebih menarik.
Penelitian ini menemukan bahwa strategi diversifikasi bahan baku halal menjadi
pendekatan efektif dalam memenuhi preferensi dan kebutuhan konsumen di wilayah
Lamongan. Metodologi penelitian mencakup penggunaan observasi, wawancara, dan
angket untuk mengeksplorasi tingkat keberagaman bahan baku halal dan tanggapan
konsumen terhadap ketersediaan produk.
Pentingnya menyajikan katalog yang mencakup berbagai jenis bahan baku untuk
memasak menjadi sorotan utama hasil penelitian ini. Konsumen cenderung mencari toko
yang menawarkan pilihan yang luas, termasuk daging, ikan, rempah-rempah, hingga
produk olahan. Keberagaman produk tidak hanya menciptakan kenyamanan bagi
konsumen, tetapi juga merangsang minat mereka terhadap toko tersebut.
Temuan lain menunjukkan bahwa strategi promosi khusus, paket hemat, dan
penawaran harga menarik dapat berperan sebagai faktor daya tarik tambahan. Strategi ini
tidak hanya merangsang pembelian dalam jumlah besar, tetapi juga memberikan insentif
kepada konsumen untuk menjelajahi variasi bahan baku yang ditawarkan.
Di samping promosi melalui media sosial, Tobaku Halal juga menerapkan strategi
pemasaran lokal melalui distribusi brosur di wilayah sekitar tokonya. Pendekatan ini
memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan komunitas lokal,
memperkenalkan dan menyoroti keberadaan Tobaku Halal di lingkungan sekitar. Brosur
yang disebarkan menyajikan informasi mendalam mengenai berbagai aspek produk,
penawaran promosi, dan nilai tambah lainnya, bertujuan untuk menarik perhatian dan
partisipasi dari konsumen lokal
Melalui penyelarasan upaya promosi di media sosial dan distribusi brosur secara
lokal, Tobaku Halal mengembangkan pendekatan pemasaran yang holistik dan terukur.
Strategi ini diarahkan untuk tidak hanya memperkuat kesadaran merek, tetapi juga
menggugah interaksi yang positif dan partisipasi dari konsumen. Dengan demikian,
Tobaku Halal berupaya menjadi destinasi utama dalam memenuhi kebutuhan bahan baku
halal, merangkul peran strategis dalam mengembangkan preferensi konsumen, serta
memperkuat posisinya di komunitas sekitar sebagai entitas bisnis yang responsif dan
terkemuka.
Penting untuk dicatat bahwa seluruh staf Tobaku Halal juga mengenakan seragam
yang mempertahankan ciri khas pesantren, mencakup penggunaan pakaian syar'i seperti
hijab dan peci. Hal ini tidak hanya mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai
keislaman, tetapi juga menciptakan lingkungan yang konsisten dengan identitas dan
nilai-nilai yang dijunjung oleh Tobaku Halal.
Manajemen stok yang efektif juga dilakukan untuk mencegah kerusakan dan
pemakaian produk melebihi batas waktu. Tobaku Halal mengimplementasikan
praktik-praktik terbaik dalam pengelolaan stok, termasuk pemantauan tanggal
kedaluwarsa produk dan penanganan yang cermat terhadap barang yang mendekati batas
waktu. Hal ini tidak hanya memastikan kepatuhan terhadap standar halal, tetapi juga
menjamin keberlanjutan bisnis dengan menghindari kerugian yang disebabkan oleh stok
yang tidak termanajemen dengan baik.
Tobaku Halal secara sistematis menerapkan evaluasi rutin terhadap kinerja toko,
kepuasan pelanggan, dan kepatuhan terhadap standar halal sebagai bagian integral dari
manajemen operasionalnya. Kegiatan ini diarahkan untuk memastikan kelancaran
operasional, meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, dan memastikan kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip kehalalan. Rapat evaluasi mingguan menjadi forum reguler di
mana kinerja dan strategi toko dievaluasi dengan cermat. Forum ini memberikan ruang
bagi tim manajemen untuk membahas temuan evaluasi dan merancang strategi eksekusi
untuk memperbaiki atau meningkatkan aspek-aspek tertentu yang diidentifikasi.
Selain itu, Tobaku Halal juga memfokuskan perhatian pada identifikasi peluang
pengembangan lebih lanjut. Dengan mengawasi perubahan pasar dan menggali
kebutuhan konsumen, Tobaku Halal dapat menyesuaikan model bisnisnya secara
proaktif. Fleksibilitas dalam mengadaptasi strategi dan model bisnis berdasarkan
perubahan pasar dan dinamika konsumen menjadi inti dari upaya Tobaku Halal untuk
tetap relevan dan berdaya saing di pasar yang terus berkembang. Pendekatan ini
mencerminkan komitmen Tobaku Halal untuk tidak hanya mempertahankan, tetapi juga
meningkatkan pelayanan dan nilai yang ditawarkan kepada konsumen.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, Tobaku Halal di wilayah Lamongan, Jawa Timur,
sukses menerapkan model pengembangan yang efektif dalam kerangka halal value chain.
Rantai nilai halal yang terintegrasi ini mencakup keseluruhan proses produksi, distribusi,
hingga konsumsi, dengan tunduk pada prinsip-prinsip syariah. Keberhasilan ini tercermin
dalam sinergi yang cermat antara aktivitas utama dan pendukung, membentuk produk
halal di setiap unit usaha dan menunjukkan tingkat koordinasi yang luar biasa untuk
menjaga keberlanjutan rantai nilai halal.
Daftar Pustaka
Alfa, B. N., Widayat, P. D., Ismail, A., Industri, S. T., Teknik, F., & Buana, U. M. (2023).
Proses Penanganan Produk Halal Bagi Pelaku UMKM. TEKNOVOKASI: Jurnal
Pengabdian Masyarakat, 1(1), 63–69.
Alya Fadhila, Nisah Handayani, Rahma Sari Zein, Safitri Winarsih, M., & Harahap, I.
(2023). Analisis Perkembangan Industri Halal Melalui Pasar Modal Syariah Studi
Literatur. Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen (JIKEM), 3(2),
3389–3405.
Arif, S., Jahar, A. S., & Jamal, M. (2019). EPISTEMOLOGI HALAL DAN
APLIKASINYA. Dirasat, 14(02), 1–24.
Azizah, R. N., & Kewuel, H. K. (2021). CENTRAL VERSUS REGIONAL :
MEMBACA KONSEP PARIWISATA HALAL KOTA BATU. Kusa Lawa, 1(2),
16–35. https://doi.org/10.21776/ub.kusalawa.2021.001.02.02
Bunfa, L., Rakhman, A., & Fuad, M. (2023). Sosialisasi Pengelolaan Manajemen
Persediaan pada UMKM. SANISKALA: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2),
53–57.
Fuadah, D. K., Firdausi, H. M., & Bagus, M. A. (2022). The Potential of Halal Food
Business in Asia and Europe with Majority of Nonmuslim Communities.
Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah, 4(1), 1–15.
https://doi.org/10.47467/alkharaj.v4i1.396
Ilham, M., Saifullah, & Kartika, N. R. (2023). Perlindungan Konsumen Terhadap Upaya
Labelisasi Halal Di Indonesia. Indonesia of Journal Business Law, 2(2), 58–66.
https://doi.org/10.47709/ijbl.v2i2.2326
Ilmiah, D. (2020). Peran perbankan syariah dalam implementasi wakaf uang untuk
pengembangan industri halal di jawa timur. Dinamika, 5(2), 1–20.
Indah, D. R., Purwasih, L., & Maulida, Z. (2018). Pengendalian Persediaan Bahan Baku
pada PT . Aceh Rubber Industries Kabupaten Aceh Tamiang. JURNAL
MANAJEMEN DAN KEUANGAN, 7(2), 157–173.
Kholifatul Husna Asri, & Ilyas, A. (2022). Penguatan Ekosistem Halal Value Chain
sebagai Pengembangan Industri Halal Menuju Era 5.0. ALIF: Sharia Economics
Journal, 01(01), 37–47.
Kinanthi, A. P., Herlina, D., & Mahardika, A. (2016). Analisis Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Menggunakan Metode Min-Max ( Studi Kasus PT . Djitoe Indonesia
Tobacco ). Performa, 15(2), 87–92.
Maftuhah. (2014). Halal Food in the Perspective of al-Quran , Science and Health
Makanan Halal dalam Perspektif al-Qur ’ an , Sains dan Kesehatan. Jurnal Bimas
Islam, 7(II), 369–405.
Moh Nasuka, & Subaidi. (2017). Maqāṣid Syarī‟ah sebagai Koridor Pengelolaan
Perbankan Syariah. Iqtishoduna, 6(2), 222–260.
Munthe, Y., Dwi, D., Ritonga, P., & Amelia, R. (2023). Analisis Proses Produksi Dalam
Perspektif Islam ( Studi Kasus Home Industry Bakso Di Tembung ). Digital Bisnis:
Jurnal Publikasi Ilmu Manajemen Dan E-Commerce, 2(3).
Novriati, S. (2022). Manhaj Al-Was ṭ iyyah Yûsuf Al-Qara ḍ âwi dalam Kitab Fatawa Mu
ˋ â ṣ irah. SYARAH: JURNAL HUKUM ISLAM DAN EKONOMI, 11, 181–200.
Nurdin, N., Novia, N., Rahman, A., & Suhada, R. (2019). Potensi Industri Produk
Makanan Halal Di Kota Palu. Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Islam, 1(1).
Nurhayani, N. Y., Sholeh, A., Pelita, B. N., & Supriyadi, D. (2023). Analisis Konsep
Independensi dan Profesionalisme Majelis Ulama Indonesia terhadap Sertifikasi
Jaminan Halal pada Industri Makanan Olahan di Jawa Barat. Al-Muamalat: Jurnal
Ekonomi Syariah, 10(2), 143–158.
Putro, H. S., Lailun, Y., Wilujeng, S. A., & Budi, S. (2023). Membangun Industri Halal
dalam Mendukung Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia melalui Program
Gerakan Menuju Sertifikasi Halal ( GEMESH ). SEWAGATI, Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 7(4).
Ruchiyani, Y., & Aisyah, S. (2023). Analisis Implementasi Halal Supply Chain
Management Pada Industri Pengolahan Makanan ( Studi Kasus : Mumubutikue
Medan ). Economic and Business Management International Journal, 5(2),
157–165.
Sakinah, N., Nabila, P. S., & Aisyah, S. (2022). Analisis Peran Stakeholders dalam
Supply Chain Management. Jurnal Ilmu Komputer, Ekonomi Dan Manajemen
(JIKEM), 2(1), 1841–1851.
Sri Rahayu, Zainul Hakim, M. (2019). Sistem Informasi Pengendalian Persediaan Bahan
Baku Material Mentah. Jurnal Sisfotek Global, 9(1).
Subhan, Hasan, M. T., & M. Nazar. (2015). Peningkatan Sistem Kerja Produksi Untuk
Meningkatkan Efekti vitas Industri Kecil di Kota Langsa ( Studi Kasus pada UD .
Cita Rasa , Pabrik. JURNAL ILMIAH JURUTERA, 02(1).
Thamrin, H., Nugraha, Z., & Putra, T. (2022). Overview Industri Halal di Perdagangan
Global. SYARIKAT : Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah, 5, 72–81.
Waharini, F. M., & Purwantini, A. H. (2018). Model Pengembangan Industri Halal Food
di Indonesia. Muqtasid, 9(1), 1–13.
Wati, V., Sulaiman, & Gasim. (2022). PENGARUH PERSEDIAAN BAHAN BAKU
TERHADAP PROSES PRODUKSI DENGAN VOLUME PENJUALAN
SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi Pada Royal Bakery Alif TDM
Kupang). Jurnal Akuntansi, 9(1), 1–7.