Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
ABSTRAK
Kata kunci: Nilai Halal
Rantai, Produk Halal Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang perlu dilakukan dalam
Peraturan Penjaminan, rangka penguatan industri halal di Indonesia menuju era society 5.0. dan
Program Sehati menentukan kriteria yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam penerapan
peraturan jaminan produk halal dalam rangka penguatan rantai nilai halal.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi
literatur dengan sumber data yaitu data primer yang diperoleh dari berbagai unsur
penting yaitu pemegang kebijakan, tokoh agama, produsen dan konsumen, serta
data sekunder yang diperoleh dari penelitian terdahulu, dan lainnya. sumber referensi.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi teori. Metode analisis data yang digunakan adalah teknik analisis
data deskriptif kualitatif, yaitu dimana data yang diperoleh dari tinjauan pustaka
dan website terkait disusun menjadi fakta aktual untuk kemudian dibahas. Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa guna memperkuat industri
halal di Indonesia menuju era society 5.0. Maka upaya yang perlu dilakukan
adalah dengan meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai produksi barang
halal dan percepatan sertifikasi halal gratis (Sehati), serta peningkatan ekspor
produk halal yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah
dunia. dan keuangan. Kriteria yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam
penerapan peraturan jaminan produk halal dalam rangka memperkuat rantai nilai
halal adalah kebijakan halal, tim manajemen halal, pelatihan, material, fasilitas
produksi, produk, prosedur tertulis untuk kegiatan kritis, dan ketertelusuran.
Kata Kunci: Rantai ABSTRAK
Nilai Halal, Regulasi Penelitian ini bertujuan untuk menentukan upaya-upaya yang perlu dilakukan
Jaminan Produk Halal, untuk memperkuat industri halal di Indonesia menuju era masyarakat 5.0. dan
Program Sehat menentukan kriteria yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam menerapkan
peraturan jaminan produk halal
dalam rangka memperkuat rantai nilai halal. Jenis penelitian dalam penelitian ini
adalah kualitatif dengan pendekatan studi literatur dengan sumber data, yaitu data
primer yang diperoleh dari berbagai unsur penting, yaitu pembuat kebijakan, tokoh
agama, produsen dan konsumen, serta data sekunder yang diperoleh dari
penelitian.
1
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
PERKENALAN
Pasca pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, memaksa para pelaku ekonomi untuk
segera bangkit dan lebih kreatif untuk membangkitkan pasar lokal sekaligus mengaktifkan produksi
dalam negeri untuk mendorong pemulihan perekonomian nasional. Salah satu upaya yang harus
dilakukan adalah dengan mengembangkan industri produk halal. Industri produk halal merupakan bagian
dari ekonomi syariah yang dikembangkan pemerintah dalam tiga dekade terakhir. Ekonomi Islam
pertama kali menyentuh pada aspek pelayanan yaitu jasa keuangan (Fathoni, 2020). Bank Indonesia
sebagai bank sentral mendukung penuh pengembangan industri halal melalui pendekatan komprehensif,
yakni melalui pengembangan ekosistem rantai nilai halal.
Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan industri halal menduduki posisi teratas dalam
laporan ekonomi. Meski wabah Covid-19 melanda Indonesia pada akhir tahun 2019, laporan Bank
Indonesia menyebutkan kurva industri halal masih stabil di angka 2,1%. Hal senada juga disampaikan
LPPOM MUI bahwa jumlah perusahaan halal meningkat dari tahun 2018 ke tahun 2019. (Razalia,
Ramadhan, Angga Syahputra, 2021). Jumlah produk yang dihasilkan pada tahun 2019 mencapai
274.496 yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Perkembangan industri halal semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini ditandai dengan industri
halal yang tidak hanya berkembang pesat di negara-negara Muslim. Namun, industri halal juga menjadi
favorit di negara-negara minoritas Muslim. Perkembangan yang pesat membangun paradigma bahwa
industri halal mempunyai peluang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (Henderson, 2016).
2
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
250
200
150
Jumlah Perusahaan
Nomor SH
100
Jumlah Produk
50
Rantai nilai halal merupakan strategi utama dalam pemulihan perekonomian yang mencakup
beberapa sektor industri halal. Berdasarkan data Global Islamic Economic Indicator Score tahun 2020,
Indonesia menempati peringkat keempat sektor industri halal yang meliputi keuangan syariah, fashion,
makanan halal, pariwisata halal, farmasi, dan kosmetik halal. Indonesia sendiri masih banyak menyimpan
potensi yang belum dikembangkan secara maksimal, baik di bidang sumber daya alam maupun jasa.
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim yang besar sudah seharusnya bisa menjamin
produk halal terbaik di dunia di masa depan. Hal ini menjadi salah satu peluang bagi industri halal di
Indonesia. Tantangan yang dihadapi adalah: Salah satu kendala eksternal adalah masuknya Indonesia ke
dalam Asean Economic Community (AEC) pada tahun 2015 dan bergabungnya Malaysia dan Brunei
Darussalam sebagai Halal Hubs, sehingga akan menambah panjang jalur perluasan pasar internasional
Indonesia. Selain tantangan eksternal, Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan internal, antara lain
lemahnya kesadaran masyarakat terhadap persaingan, belum sadarnya masyarakat Indonesia terhadap
standarisasi halal, dan rendahnya pemahaman terhadap hukum. Sebagai negara dengan populasi Muslim
terbesar di dunia, mencapai 87%, Indonesia memiliki pangsa pasar produk halal terbesar (Fathoni, 2020).
Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi Indonesia untuk menyediakan produk dalam negeri yang
bersertifikat halal. Hal ini dilakukan demi memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi penghuninya, khususnya bagi umat
Rantai nilai halal merupakan strategi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi
syariah dan industri halal dunia. Salah satu caranya adalah dengan menjadikan Indonesia sebagai produsen
halal global, yang dilakukan dengan memenuhi permintaan pasar halal dalam negeri yang saat ini didominasi
oleh pemain global. Pemenuhan permintaan pasar juga akan lebih efektif karena berkembangnya permintaan
domestik terhadap produk halal yang tinggi. Hal ini juga dapat berkontribusi pada penguatan neraca
pembayaran.
Produk makanan dan minuman yang telah bersertifikat halal, dapat ditandai dengan pencantuman
halal pada tempat atau kemasannya. Salah satu urgensi pencantuman sertifikasi label halal pada pangan
adalah sebagai sarana efektif bagi konsumen untuk lebih mudah memilah pangan halal dan merupakan
bentuk tanggung jawab produsen dalam berusaha dan perlindungan terhadap konsumen (Syafitri et al.,
2022). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan ada 4 hal penting yang harus dilakukan
3
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan rantai nilai halal, pertama adalah sertifikasi halal untuk mendorong produk Indonesia lebih mendunia, kedua adalah
pengembangan ekosistem pelaku usaha, ketiga adalah pengembangan setiap produk mulai dari bahan pangan mentah hingga pengolahan jadi, fesyen , pariwisata,
kosmetik, obat-obatan dan produk energi terbarukan lainnya, dan yang keempat adalah rantai nilai halal harus bersifat end-to-end, mulai dari produksi hingga pemasaran.
Hal ini bertujuan untuk mensinergikan Indonesia dalam mendukung pemulihan perekonomian nasional dengan harapan semakin kompetitif, produktif dan memberdayakan
perekonomian masyarakat Indonesia. Hal ini terkait dengan konteks industri halal dimana yang sangat diperlukan oleh masyarakat muslim adalah kesiapan masyarakat
muslim dalam menciptakan, mengawasi dan mengembangkan industri produk halal yang merupakan tantangan menghadapi era society 5.0. Manusia akan hidup
berdampingan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era society 5.0. Meski demikian, manusia akan tetap menjadi aktor utama dalam digitalisasi, meski
Dalam ajaran Islam, seorang muslim diperintahkan untuk mengonsumsi makanan halal sebagaimana tercantum dalam QS Al-Baqarah
ayat 168:
ÿ ÿ
ÿ
ÿ ÿÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ
ÿ ÿÿÿ
ÿ ÿ
ÿ ÿ
ÿ
ÿÿ
ÿ ÿ ÿ
ÿÿ
ÿÿ ÿÿ
ÿÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿÿÿ ÿÿ itu dan ÿ ÿÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿÿÿÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ
ÿ itu
ÿÿÿ ÿ ÿ ÿ ituÿ
ÿÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿÿÿ ÿ dan ÿ ÿÿ ÿÿ ÿÿ ÿ ÿ
ÿ ÿ ÿÿ ÿÿÿÿÿÿ ÿ ÿ
Terjemahannya: “Hai manusia, makanlah apa yang halal dan baik dari apa yang ada di muka bumi, dan janganlah kamu mengikuti jejak setan; karena sebenarnya iblis
Padahal ayat ini merupakan ajakan untuk memakan makanan yang halal dan baik, namun dilarang juga mengikuti jejak setan (apalagi menjadikan sesuatu
halal dan haram). Makanan dan minuman dikategorikan haram berdasarkan tiga hal, yaitu bahan, cara penyajian, dan cara memperoleh makanan/minuman tersebut.
Selain perintah Allah SWT dalam Al-Qur'an dan hadis, produk halal juga diatur dalam peraturan atau regulasi yaitu UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
(JPH) dimana produk harus bersertifikat halal untuk jangka waktu lima tahun.
Undang-undang ini mengatur bahwa setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia harus bersertifikat halal. Kebijakan ini melibatkan
Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang bertugas memeriksa dan menguji kehalalan produk, serta Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan fatwa kehalalan
produk (Irham Lynarbi et al., 2020). Dalam konteks industri halal yang merupakan kebutuhan mutlak bagi masyarakat muslim, dimana tantangan dalam menghadapi era
society 5.0 adalah kesiapan masyarakat muslim dalam menghadirkan, mengelola dan mengembangkan industri produk halal. Di era society 5.0, manusia akan hidup
berdampingan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meski begitu, harus diakui secanggih apapun teknologi, digitalisasi hanya sekedar sarana, manusia
Seperti yang disampaikan Kepala Pusat Pendaftaran dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal pada September 2017, bahwa dasar
penerapan undang-undang tersebut adalah melihat potensi banyaknya konsumen muslim di Indonesia atau dunia, produk. yang beredar di masyarakat belum terjamin
kehalalannya sehingga seseorang yang benar-benar paham tentang kehalalan thayyiban terhadap sesuatu yang dikonsumsi akan ragu dalam membeli dan
mengkonsumsinya, dampaknya terhadap permintaan akan menurun. Selain itu, banyak ditemukan kasus permasalahan kehalalan produk. Proses penataan dan
4
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
dikonsumsi oleh seseorang sangatlah penting, dengan adanya undang-undang ini sangat membantu dalam mengubah
paradigma masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi suatu produk yang halal thayyiban.
Pangan halal-haram tidak hanya menjadi permasalahan bagi umat Islam, namun juga berkaitan dengan
masyarakat luas pada umumnya. Hal ini sejalan dengan ketentuan hukum Islam yang menekankan bahwa tujuan
dan tugas hidup manusia yang pertama dan utama di muka bumi ini adalah untuk beribadah dan mengabdi kepada
Allah. Lalu bagaimana ibadah dan doa seseorang dapat diterima oleh Allah, jika makanan dan minumannya tidak suci dan baik
(Yusoff & Adzharuddin, 2017). Oleh karena itu, agar ibadah dan doa diterima di sisi Allah, seseorang harus berusaha
semaksimal mungkin agar makanan dan minuman yang dikonsumsi terjamin halal dan thayyib, sebagai syarat
diterimanya ibadah dan doa.
Industri makanan dan minuman merupakan pelaku penting dalam pasar global karena berperan sebagai
pengubah komoditas sektor pertanian menjadi barang jadi sehingga menjadi produk akhir berbagai jenis kebutuhan
manusia. Industri ini telah melakukan diversifikasi menjadi industri manufaktur kecil dan tradisional, bisnis keluarga
padat karya, dan proses mekanis
(Subianto, 2018) sehingga dapat diketahui bahwa ruang lingkup industri makanan dan minuman adalah serangkaian
kegiatan industri yang berorientasi pada pengolahan atau proses pengolahan, transformasi, penyiapan, konservasi
dan pengemasan bahan makanan (Salam & Makhtum , 2022).
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas halal, sebagaimana ditunjukkan oleh data
Global Islamic Economic Report 2018/2019, industri makanan dan minuman menjadi pemegang saham terbesar
dengan nilai USD 1,303 miliar dan diproyeksikan akan terus meningkat pada tahun 2023. Besarnya bisnis Potensi
industri makanan dan minuman halal menjadikan industri ini sebagai salah satu sektor halal yang diprioritaskan untuk
dikembangkan terlebih dahulu. Bukan hanya dilihat dari besarnya kebutuhan atau permintaan terhadap produk
makanan dan minuman halal, namun juga karena pengembangan sektor makanan dan minuman merupakan salah
satu upaya untuk mendukung penguatan ketahanan pangan. Bagi industri pangan dan pengolahannya, ketergantungan
terhadap bahan baku impor akan menimbulkan persoalan halal atau tidaknya bahan baku tersebut. Sementara itu,
perkembangan industri makanan dan minuman halal sangat bergantung pada halal atau tidaknya seluruh proses
produksi. Oleh karena itu, sertifikasi halal berlaku untuk setiap produk dan bahan baku dalam proses produksi dan
rantai pasok (Annisa, 2019)
Saat ini, industri makanan halal dinilai sebagai pasar yang sangat menjanjikan dan mempunyai pengaruh
signifikan terhadap dunia usaha dan membentuk gaya hidup. Di Indonesia makanan dan minuman masih termasuk
dalam industri pengolahan, namun dalam 5 tahun terakhir terus menunjukkan tren positif karena mampu memberikan
kontribusi terhadap PDB (Peristiwo, 2019). Industri produk halal saat ini sedang mengalami perkembangan, tidak
hanya produk halal tetapi juga gaya hidup halal yang harus diprioritaskan oleh pemerintah. Selain makanan dan
minuman, sandang, wisata halal, hiburan dan media, farmasi dan kosmetik merupakan beberapa sektor yang penting
untuk menjamin sertifikat halal dan terus meningkat setiap tahunnya. Jaminan penyelenggaraan Produk Halal ini
bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan Produk Halal bagi
masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha
dalam memproduksi dan menjual Produk Halal (Astuti , 2020).
Penguatan industri halal sangat diperlukan untuk meningkatkan perekonomian. Atas dasar itu, perlu adanya
peningkatan daya saing pelaku usaha dalam menghadapi era society 5.0, Indonesia dituntut untuk menggunakan
strategi digital dari berbagai lini seperti menciptakan platform ekonomi digital yang mampu mengakses rantai nilai
halal melalui Sehati. program. Program Sehati ditujukan kepada UMKM, karena sebagian besar belum memiliki
sertifikasi halal. Melalui halal gratis ini
5
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
sertifikasi, diharapkan semakin banyak UMK yang mampu menembus pasar halal global dan mencapai
kemampuan produksi halal sehingga mencapai skala global. Strategi ini dapat memaksimalkan potensi
pasar industri halal (Imfazu & Pradesyah, 2021)
TINJAUAN LITERATUR
1. Rantai Nilai Halal
Rantai nilai merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk
menghasilkan produk atau jasa (Porter, 1985). Salah satu strategi dalam mencapai visi Indonesia sebagai
pusat ekonomi syariah dunia adalah dengan memperkuat rantai nilai halal. Rantai nilai halal atau halal value
chain merupakan kegiatan yang mencakup beberapa sektor industri halal seperti makanan, kosmetik,
fashion, dan farmasi. Strategi rantai nilai memerlukan integrasi input, manufaktur, distribusi, pemasaran dan
konsumsi sebagai produk akhir. Semua itu harus menunjukkan nilai-nilai syariah (Subianto, 2018).
Agar rantai ekonomi halal Indonesia (Halal Value Chain) mampu bersaing dan mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional serta memberdayakan perekonomian masyarakat, diperlukan 4 hal penting.
Pertama, percepatan dan percepatan sertifikasi halal. Dalam forum Hybrid Event Khadijah ISEF 2021 yang
bertemakan “Menuju Sejuta Sertifikasi Halal Gratis Bagi UMKM” pada Kamis (28 Oktober 2021) Indonesia
mempunyai visi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia pada
tahun 2024. Kedua, membangun ekosistem Halal Value Chain melalui integrasi antar unit usaha, baik usaha
kecil, menengah, maupun besar. Pemerintah telah merencanakan program peningkatan UMKM di Indonesia.
Salah satu program pemerintah adalah PPUMI dimana organisasi ini fokus pada pemberdayaan perempuan
dengan melakukan edukasi dan sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kreativitas
perempuan tentang UMKM dan juga sertifikasi halal. Ketiga, mengembangkan fokus produk yang kompetitif
yaitu pangan halal (makanan olahan), fesyen muslim, pariwisata, kosmetik dan farmasi serta energi
terbarukan. Keempat, menyelesaikan produksi dan pemasaran end-to-end. Dengan adanya program
pemerintah terkait UMKM, masyarakat dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kualitas produksi dan
memperluas jangkauan pemasaran produk halal tersebut (Jakiyudin & Fedro, 2022). Mendag menyampaikan,
Kementerian Perdagangan mempunyai beberapa strategi untuk meningkatkan ekspor produk halal. Strategi
tersebut memadukan berbagai instrumen yang ada, yaitu memanfaatkan instrumen kebijakan, seperti
kebijakan relaksasi ekspor-impor produk halal untuk tujuan ekspor, penguatan akses pasar produk halal
Indonesia di pasar luar negeri, dan penyiapan berbagai program penguatan pelaku usaha ekspor produk
halal ( Kasanah & Sajjad, 2022).
Rantai nilai halal merupakan strategi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi
dan keuangan syariah dunia, melalui beberapa cara antara lain meningkatkan sosialisasi dan edukasi
mengenai produksi barang halal dan percepatan sertifikasi halal, serta peningkatan ekspor produk halal.
Dengan potensi yang kita miliki serta upaya dan kolaborasi semua pihak terkait, kita berharap ekonomi dan
keuangan syariah mampu menghidupkan kembali perekonomian umat dan memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap perekonomian nasional, serta visi Indonesia sebagai pusat perekonomian syariah
dunia. ekonomi dan keuangan dapat terwujud (Amir & TjibtoSubroto, 2019).
2. Peraturan Jaminan Produk Halal
Aturan dasar jaminan produk halal adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal didalamnya mengatur :
(Irham Lynarbi et al., 2020)
6
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
A. Jaminan ketersediaan Produk Halal, mengatur bahan produk yang dinyatakan halal, baik bahan yang
berasal dari hewan, tumbuhan, bahan baku mikroba, maupun bahan yang dihasilkan melalui
proses kimia, proses biologi, atau proses rekayasa genetika. Selain itu juga ditetapkan PPH
yang merupakan serangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk yang meliputi penyediaan
bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian produk.
B. Undang-Undang ini mengatur hak dan kewajiban Pelaku Usaha dengan memberikan pengecualian
kepada Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan terlarang
dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada
bagian tertentu Produk yang mudah dilihat. , terbaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian
integral dari produk.
C. Dalam rangka memberikan pelayanan publik, Pemerintah bertanggung jawab menyelenggarakan JPH
yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh BPJPH. Dalam menjalankan kewenangannya, BPJH bekerja
sama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, MUI, dan LPH.
D. Tata cara memperoleh Sertifikat Halal diawali dengan pengajuan permohonan Sertifikat Halal oleh Pelaku
Usaha kepada BPJPH. Selanjutnya BPJPH memeriksa kelengkapan dokumen. Pemeriksaan dan/atau
pengujian kehalalan Produk dilakukan oleh LPH.
LPH harus mendapatkan akreditasi dari BPJH yang bekerja sama dengan MUI. Penetapan kehalalan
produk dilakukan MUI melalui rapat fatwa halal MUI berupa keputusan penetapan kehalalan
produk yang ditandatangani MUI. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal berdasarkan keputusan MUI
untuk menetapkan Produk Halal.
e. Biaya sertifikasi halal ditanggung oleh Pelaku Usaha yang mengajukan Sertifikat Halal. Dalam rangka
percepatan pelaksanaan JPH, Undang-Undang ini memberikan peran kepada pihak lain seperti
Pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, pemerintah daerah melalui anggaran
pendapatan dan belanja daerah, perusahaan, lembaga sosial, lembaga keagamaan, perkumpulan,
dan masyarakat. untuk memfasilitasi biaya sertifikasi. Halal untuk usaha mikro dan kecil.
Untuk menjamin pelaksanaan JPH, BPJPH melakukan pengawasan terhadap LPH; masa
berlaku Sertifikat Halal; kehalalan produk; pencantuman Label Halal; pencantuman informasi
tidak halal; pemisahan lokasi, tempat dan peralatan pengolahan, penyimpanan, pengemasan,
pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan Produk tidak halal; adanya Pengawas
Halal; dan/atau kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.
F. Untuk menjamin penegakan hukum terhadap pelanggaran Undang-Undang ini ditetapkan sanksi
administratif dan sanksi pidana.
3. Urgensi Produk Halal di Era Society 5.0
Urgensi Kebijakan Hukum Jaminan Produk Halal dan Perlindungan Konsumen adalah untuk memberikan
keamanan, kenyamanan, keselamatan dan ketersediaan produk halal bagi seluruh warga negara khususnya
umat Islam. Memiliki sertifikasi dan label halal juga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing bagi
perusahaan dalam menjual dan memproduksi produknya.
Penelitian ini mengkaji tentang Penguatan Ekosistem Rantai Nilai Halal di Era Society 5.0 dimana
penerapan rantai nilai Halal menjadi topik utamanya. Penelitian mengenai Halal Value Chain dalam dunia
ekonomi masih sangat sedikit. Faktanya adalah rantai nilai halal itu sendiri adalah hal yang paling penting
7
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
Strategi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dan industri halal dunia sangat penting untuk dikaji dalam menghadapi Era Society 5.0.
Di era Society 5.0 nilai-nilai karakter harus dikembangkan, empati dan toleransi harus dipupuk seiring dengan pengembangan kompetensi berpikir kritis,
inovatif dan kreatif. Society 5.0 bertujuan untuk mengintegrasikan ruang virtual dan ruang fisik menjadi satu sehingga segalanya menjadi mudah dengan kecerdasan
buatan." Society 5.0 menawarkan masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial melalui
sistem yang sangat terhubung melalui dunia virtual dan dunia nyata. Menurut Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, dalam World Economic Forum (WEF) menjelaskan
bahwa di era masyarakat 5.0 yang penting bukan lagi modal, namun data yang menghubungkan dan menggerakkan segalanya, membantu mengisi kesenjangan
Islam adalah agama yang mengatur segala sesuatu dalam kehidupan, dalam Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber utama ajaran Islam dijelaskan
petunjuknya agar manusia mempersiapkan diri dan keluarganya untuk kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal agar terhindar dari siksa api neraka, dan masuk
surga, tempat puncak kenikmatan berada. tak ada bandingannya di akhirat. Firman Allah SWT dalam surat at-Tahrim/66: 6:
ÿ ÿ ÿ ÿÿ
ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
ÿ ÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
ÿ
ÿ ÿ ÿÿ ÿÿ
ÿÿ ÿÿ ÿÿÿÿ dan ÿÿ ÿÿ ÿÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿÿÿ ÿ ÿÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ya ÿ ÿ ÿÿ ÿ dan ya ÿÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
ÿ ÿ ÿ ÿÿÿÿÿ ÿ ÿ
ÿÿÿÿ ÿÿÿÿÿ ÿ ÿ ÿ
ÿÿÿ misalnya ÿÿÿ ÿ
ÿ ÿ ÿÿya
ÿ ÿÿÿ ÿÿ ÿ ÿÿ ÿ ÿÿ ÿ
ÿ ÿÿ dan ÿÿÿ
ÿ ÿ
ÿ
ÿ
ÿ ÿ ÿ
ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ ÿ
Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; para malaikat
pelindung yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan” (QS
Al-Tahrim/66: 6)”
Dapat dipahami dengan jelas dari ayat tersebut bahwa perintah untuk menaati perintah dan larangan Allah SWT, untuk menjaga diri dari siksa api neraka.
Kemudian perintah makan yang halal dan baik. Tentu saja untuk memperoleh sarana pemuasan kebutuhan berupa barang dan jasa adalah melalui produksi industri.
Hanya saja kegiatan industri dan produksi yang dituntut syariah adalah yang halal dan baik.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi literatur dengan sumber data yaitu data primer yang diperoleh dari berbagai unsur penting
yaitu pemegang kebijakan, tokoh agama, produsen dan konsumen, serta data sekunder yang diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu, dan sumber referensi
lainnya. . Studi pustaka merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau sumber yang berkaitan dengan topik yang diangkat dalam suatu
penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber, jurnal, buku dokumentasi, internet, dan perpustakaan. Penelitian ini mencoba menggambarkan harapan dan kenyataan
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sugiono, 2008:402). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu dan sumber referensi lain yang
mendukung kebutuhan
8
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
data primer seperti buku, penelitian terdahulu dan berbagai sumber bacaan terkait dengan pengaturan jaminan
produk halal atau industri halal.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi teori
dengan cara meninjau kebenaran data dengan menguji data pada sumber yang sama dengan menggunakan
beberapa teknik yang berbeda. Data atau informasi dari satu pihak diverifikasi dengan memperoleh informasi
dari sumber lain (Abdullah dan Saebani, 2014: 73). Tujuannya adalah untuk membandingkan informasi tentang
hal yang sama yang diperoleh dari berbagai referensi dan literatur sehingga ada jaminan tingkat kepercayaannya.
Metode analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif terkait rantai nilai
halal dengan Program Sehati dan Peraturan Jaminan Produk Halal yaitu data yang diperoleh dari tinjauan
literatur dan website terkait disusun menjadi fakta aktual untuk kemudian dibahas.
9
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
kewenangan mengambil kebijakan, evaluasi, produksi, distribusi dan konsumsi (Antonio et al., 2020)
Ekosistem yang dibutuhkan untuk meningkatkan industri halal mengacu pada pendekatan supply, demand
dan Enabler. Dari aspek supply, keberadaan sektor industri halal Indonesia (makanan, pariwisata, fashion, obat-
obatan, media dan energi terbarukan) telah menyiapkan berbagai produk yang dapat dikonsumsi masyarakat
dengan label halal. Keseluruhan sektor tersebut menggambarkan kegiatan industri mulai dari perolehan bahan
baku, pengolahan, hingga menghasilkan produk halal, yang harus menggunakan sumber daya dan cara yang
diperbolehkan menurut hukum Islam. Selain itu, adanya sertifikasi halal dari sektor-sektor tersebut membangun
kualitas suatu produk halal mulai dari bahan hingga proses pembuatannya, memberikan rasa aman, ketenangan
batin, dan menjamin kesesuaian suatu produk bagi masyarakat atau masyarakat, baik dari segi kesehatan dan
layak dari segi agama yaitu halal.
Dukungan yang diberikan pemerintah, baik sebagai regulator, eksekutor, dan evaluator sangat diperlukan sebagai
komponen penggerak dalam ekosistem industri halal (Rachman et al., 2023)
10
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
Halal value chain merupakan bagian dari upaya atau strategi di sektor industri halal agar produsen
mampu bersaing di industri yang sama, di Indonesia fokus rantai nilai halal pada 6 sektor antara lain
sektor makanan dan minuman halal, pariwisata halal, fesyen muslim. , media-rekreasi halal, obat-obatan-
kosmetik halal dan energi halal Tujuan dari rantai nilai halal ini adalah untuk menjaga dan menjaga
kehalalan produk di tangan konsumen atau pembeli khususnya makanan dan minuman (Imfazu &
Pradesyah, 2021).
Rantai nilai dapat digunakan untuk menentukan di titik mana dalam rantai nilai tersebut dapat
mengurangi biaya atau memberikan nilai tambah (valueadded). Sebaliknya, dalam perolehan bahan
baku atau proses periklanan dan promosi, langkah pertama; dalam rantai nilai bagi pemerintah atau
organisasi nirlaba adalah membuat pernyataan tentang misi sosial organisasi tersebut, termasuk
kebutuhan komunitas tertentu yang dilayaninya. Tahap Kedua; adalah mengembangkan sumber daya
bagi organisasi, baik personel maupun fasilitas. tahap ketiga dan tahap keempat; adalah menjalankan
operasional organisasi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan-
kegiatan tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling bergantung. Masing-masing pihak memerlukan
nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan. Perusahaan harus mengidentifikasi
posisi perusahaan dalam rantai nilai, apakah itu di departemen pemasok, manufaktur, pemasaran, atau penanganan pur
Penting untuk memahami karakteristik industri dan pesaing yang ada (Fuadi et al., 2022).
3. Peraturan Sertifikat Halal Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) merupakan akses yang diberikan pemerintah kepada pelaku
UMKM melalui skema deklarasi mandiri, selain memudahkan pelaku UMKM juga ada biaya yang harus
dikeluarkan dalam proses sertifikasi halal ini. Terdapat biaya sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah) yang dalam pelaksanaannya dianggarkan dari berbagai sumber, seperti
11
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
seperti APBN, APBD, dana kemitraan, hibah, dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat
(Pardiansyah dkk., 2022)
Peraturan yang mengatur tentang tata kelola, persyaratan administrasi dan sanksi mengenai Sehati
antara lain: “1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, 2) Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, 3) Peraturan Menteri Agama
Nomor 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal Bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, 4) Keputusan Kepala
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendamping
Proses Produk Halal dalam Penetapan Kewajiban Bersertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil
Berdasarkan Pernyataan Pelaku Usaha, 5) Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
Nomor 77 Tahun 2021 tentang Penetapan Petunjuk Teknis Fasilitasi Sertifikasi Halal Gratis Bagi Pelaku Usaha
Mikro dan Kecil Tahun 2021, dan 6)
Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 122 Tahun 2022 tentang Petunjuk
Teknis Fasilitasi Sertifikasi Halal Gratis Bagi Usaha Mikro dan Kecil Tahun 2022.”
Program Sehati yang digagas Kementerian Agama melalui BPJPH ini diselenggarakan dalam dua tahap.
Tahap 1 yang berlangsung pada pertengahan tahun 2021 hingga 11 Juli 2022 menyediakan 25.000 kuota dan
tahap 2 kuota yang dimulai pada 24 Agustus hingga 19 September 2022 menyediakan 324.834 kuota.
Mengutip informasi dari website Kemenag RI, terdapat lima syarat umum yang harus dipenuhi oleh pelaku UMK
untuk mengikuti program sertifikasi halal gratis, yaitu belum pernah mendapatkan Fasilitas Sertifikasi Halal dan
tidak sedang/akan mendapatkan Fasilitas Sertifikasi Halal. dari pihak lain, mempunyai aspek hukum yaitu
Nomor Usaha Utama (NIB), mempunyai modal/harta usaha dibawah Rp 2 Miliar, dibuktikan dengan data pada
NIB, menjalankan usaha dan berproduksi terus menerus minimal 3 tahun, mendaftarkan 1 jenis produk, dengan
maksimal 20 nama produk, dan produk berupa barang (bukan penjual/reseller).
Selain itu, pelaku UMK juga wajib memenuhi persyaratan khusus sebagai berikut:
A. Memiliki izin edar atau izin lain atas produk dari instansi/instansi terkait;
B. Memiliki outlet dan fasilitas produksi paling banyak 1;
C. Bersedia memberikan foto terbaru selama proses produksi;
D. Bersedia membiayai pengujian kehalalan produk di laboratorium independen apabila diperlukan
untuk menunjang proses pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal atau LPH.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) merupakan badan yang dibentuk di bawah
naungan Kementerian Agama. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
mengamanatkan bahwa produk yang beredar di Indonesia terjamin kehalalannya, oleh karena itu Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal mempunyai tugas dan fungsi menjamin kehalalan produk yang masuk,
beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal juga didukung dengan
tugas dan fungsi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, yaitu tentang Pendaftaran
Halal, Sertifikasi Halal, Verifikasi Halal, Melakukan pembinaan dan pemantauan kehalalan produk, Kerjasama
dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, dan menetapkan standar halal suatu produk. (Lynarbi, dkk:
2020).
KESIMPULAN
12
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa guna memperkuat industri halal di Indonesia menuju era society 5.0. Maka upaya yang perlu dilakukan
adalah dengan meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai produksi barang halal dan percepatan
sertifikasi halal gratis (Sehati), serta peningkatan ekspor produk halal yang kemudian akan menjadikan
Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia dan keuangan. Kriteria yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha
dalam penerapan peraturan jaminan produk halal dalam rangka memperkuat rantai nilai halal adalah kebijakan
halal, tim manajemen halal, pelatihan, material, fasilitas produksi, produk, prosedur tertulis untuk kegiatan kritis,
dan ketertelusuran.
REFERENSI
Amir, AS, & TjibtoSubroto, W. (2019). Penciptaan Rantai Nilai Halal: Suatu Pendekatan Teoritis. Jurnal Ekonomi
dan Keuangan IOSR, 10(1), 14–22. https://doi.org/10.9790/5933-
1001011422
Annisa, AA (2019). Rantai Nilai Halal Kopontren dan Ekosistem. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
5(01), 1.https://doi.org/10.29040/jiei.v5i01.398
Antonio, MS, Laila, N., Bandung, UI, & Marlina, L. (2020). RANTAI NILAI HALAL: TINJAUAN BIBLIOMETRIK
MENGGUNAKAN R RANTAI NILAI HALAL: TINJAUAN BIBLIOMETRIK MENGGUNAKAN R Yayat
Rahmat Hidayat. https://digitalcommons.unl.edu/libphilprac
Astuti, M. (2020). Pengembangan Produk Halal Dalam Menuhi Gaya Hidup Halal (Halal Lifestyle). Iuris Studia:
Jurnal Kajian Hukum, 1(1), 14–20. https://doi.org/10.55357/is.v1i1.16
Fathoni, MA (2020). Potret Industri Halal Indonesia: Peluang dan Tantangan. Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam, 6(3), 428. https://doi.org/10.29040/jiei.v6i3.1146
Fuadi, F., Razali, R., Juanda, R., Arliasnyah, A., Aulia, N., Ikram, M., & Ramadhani, P. (2022).
Implementasi Halal Value Chain pada Industri Halal Berbasis Blockchain di Provinsi Aceh.
Jurnal Internasional Ekonomi, Bisnis, Akuntansi, Manajemen Pertanian dan Administrasi Syariah 793–
802. (IJEBAS), 2(5), http://radjapublika.com/
index.php/IJEBAS/article/view/413
Henderson, JC (2016). Wisatawan Muslim, tanggapan industri pariwisata dan kasus Jepang.
Penelitian Rekreasi Pariwisata, 41(3), 339–347. https://doi.org/10.1080/02508281.2016.1215090
Imfazu, MY, & Pradesyah, R. (2021). Al-Muaddib : Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman ANALISIS
EKOSISTEM HALAL VALUE CHAIN PADA UMKM DI KOTA MEDAN Cut Ernita
Julistia1 , Aulia Syarif Nasution2 , Pendahuluan. 6(2), 247–255.
Irham Lynarbi, Marissa Grace Haque, Agus Purwanto, & Denok Sunarsi. (2020). Analisis Pengaruh Lahirnya
UU No. 33 Tahun 2014 tentang JPH dan Terbitnya PP No. 31 Tahun 2019 tentang JPH terhadap
Keputusan Melakukan MoUdan Perjanjian Kerja Sama Calon LPH dengan BPJPH. Jurnal Internasional
Kebijakan dan Hukum Sosial (Ijospl), 1(1), 88–110. http://www.halalmui.org
13
Machine Translated by Google
Syahidah Rahmah, Sri Wahyuni, Nur Yusaerah Al-Mashrafiyah Vol. 7, No.2, Oktober (2023)
halal-jadi-
Noviarita, H., Kurniawan, M., & Nurmalia, G. (2021). Analisis Pariwisata Halal dalam Meningkatkan Laju
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(1), 302. https://doi.org/
10.29040/jiei.v7i1.1574
Pardiansyah, E., Abduh, M., & Najmudin. (2022). Sosialisasi dan Pendampingan Sertifikasi Halal Gratis (Sehati)
Dengan Skema Self-Declare Bagi Pelaku Usaha Mikro di Desa Domas. Jurnal Pengabdian Dan
Indonesia,
Pengembangan Masyarakat 101–110. https://doi.org/10.56303/jppmi.v1i2.39 1(2),
Peristiwo, H. (2019). Industri Makanan Halal Indonesia: Perkembangan, Peluang dan Tantangan Rantai Pasokan
Halal. Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 4(2), 218–245. https://doi.org/10.21580/jish.42.5228
Rachman, A., Sunardi, S., Simatupang, ADR, Tidjani, S., & Azwar, M. (2023). Pendampingan Proses Produk
Halal Dalam Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) Bagi Pelaku UMKM Kedu Emas Tangerang. JAPI
(Jurnal Akses Pengabdian Indonesia), 8(1), 1–8. https://doi.org/10.33366/japi.v8i1.4558
Razalia, Ramadhan, Angga Syahputra, dan AKU (2021). Industri Halal di Aceh: Strategi dan https://e-journal.iain-
Perkembangan. Jurnal Al-Qardh, 6(1), 17–29.
palangkaraya.ac.id/index.php/qardh/article/view/2733
Salam, A., & Makhtum, A. (2022). Implementasi Jaminan Produk Halal Melalui Sertifikasi Halal Pada Produk
Makanan Dan Minuman Umkm di Kabupaten Sampang. Qawwam: Tulisan Pemimpin, 3(1), 11–13.
Subianto, P. (2018). Rantai nilai dan perspektif kesadaran masyarakat muslim akan makanan halal.
Konferensi Akuntansi dan Ekonomi Manajemen Islam, 1, 141–146.
Syafitri, MN, Salsabila, R., & Latifah, FN (2022). Urgensi Sertifikasi Makanan Halal Dalam Tinjauan Etika Bisnis
Islam. Al Iqtishod: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam, 10(1), 16–42. https://doi.org/10.37812/
aliqtishod.v10i1.305
Yusoff, SZ, & Adzharuddin, NA (2017). Faktor Kesadaran Pencarian dan Pembagian Produk Makanan Halal di
Kalangan Keluarga Muslim di Malaysia. Web Konferensi SHS, 33, 00075. https://doi.org/10.1051/shsconf/
20173300075
14