Anda di halaman 1dari 30

IMPLEMENTING HALAL SUPPLY CHAIN IN INDONESIA:

PEST ANALYSIS APPROACH

Bandung

2017
Statement of Authorship

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama lengkap : Adzie Ahmad Fauzie

Nama perguruan tinggi: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Dengan ini menyatakan naskah/paper yang saya ikut sertakan dalam paper
konferensi “The 17th Sharia Economic Days” yang berjudul:

“Implementing Halal Supply Chain in Indonesia: PEST Analysis Approach”

Merupakan hasil karya sendiri, bukan terjemahan, belum pernah diikutkan dalam
konferensi atau kompetisi lain, dan belum pernah dimuat dimedia apapun. Saya
bersedia menanggung segala tuntutan jika dikemudian hari ada pihak yang merasa
dirugikan, baik secara pribadi maupun secara hukum. Demikian surat pernyataan
ini. Apabila terbukti ada pelanggaran, kami bersedia untuk didiskualifikasi dari
konferensi ini.

Bandung, 7 Desember 2017

Adzie Ahmad Fausie

i
Implementing Halal Supply Chain in Indonesia: PEST Analysis Approach

Oleh: Adzie Ahmad Fauzie

Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,


Bandung, Indonesia, Adzie67@gmail.com

Hari ini, produk halal tidak hanya digemari oleh masyarakat muslim tetapi juga
masyarakat nomuslim. Ini karena produk halal memberikan jaminan kualitas
produk, terutama pada isi kandungan yang dijamin higienitasnya, yang membuat
produk halal diterima semua golongan dan menyebabkan pasar produk halal kian
membesar. Karenanya membuat proses penyediaannya juga semakin kompleks,
tidak terkecuali di Indonesia. Perkembangan pasar halal indonesia dari tahun
ketahun semakin meningkat, terlebih semenjak dikeluarkannya peraturan Undang-
undang tentang Jaminan Produk Halal yang membuat semua sektor yang berkaitan
dengan produk halal diberikan kepastian hukumnya.
Meski aturannya sudah dibuatkan, tidak serta merta menjamin sebuah industri halal
menjadi kompetitif. Agar produk halal tetap kompetitif dan berkesinambungan,
diperlukan sebuah konsep manajemen yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir,
dalam hal ini halal supply chain, yang merupakan sebuah konsep yang memiliki
pengaturan tentang pengaliran produk, keuangan dan informasi pada rantai pasokan
halal yang sesuai dengan syariat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi halal supply chain di
Indonesia, dengan metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan analisis PEST, yang mana faktor-faktor eksternal yang penting dan
berkaitan dengan halal supply chain (HSC) akan dielaborasi dan dianalisis. Hasil
dari penelitian ditemukan bahwa ada beberapa faktor penting yang bisa berpotensi
menjadi peluang dan ancaman ketika HSC diterapkan di indonesia.
Keyword: Halal Supply Chain, SWOT, Industri Halal, Kompetitif.

Kategori: Sharia Research Paper

ii
Daftar Isi

Lembar pernyataan orisinalitas..................................................i


Abstrak..........................................................................................ii
Daftar isi........................................................................................iii
1. Pendahuluan........................................................................1
2. Tinjauan Pustaka.................................................................3
2.1. Halal supply chain........................................................3
2.2. Analisis PEST...............................................................7
3. Metode Penelitian................................................................8
4. Pembahasan.........................................................................8
4.1. Faktor politik.................................................................8
4.2. Faktor ekonomi............................................................10
4.3. Faktor sosial dan budaya..............................................12
4.4. Faktor teknologi...........................................................13
4.5. Matriks T-O Implementasi HSC..................................15
5. Kesimpulan.........................................................................18
Daftar Pustaka..............................................................................19

iii
1. Pendahuluan

Indonesia yang telah dianugerahi sebagai negara pemenang dari


beberapa kategori halal tingkat dunia sebenarnya memiliki potensi untuk
mengembangan sektor halal menjadi lebih berkembang dan menghasilkan
dikancah global (Jaelani, 2017b). Selain karena ditopang oleh mayoritas
penduduk muslim terbesar dunia, jumlah produk halal yang tersertifikasi di
Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat (Kemendag, 2015).
Tingkat kesadaran masyarakat dan trend halal global menjadi penyebab
terjadinya hal ini. Bahkan diperkirakan nilai industri halal global yang pada
tahun 2010 bernilai 2.3 trilyun dollar ini, memiliki potensi pertumbuhan
dengan rata-rata 20% pertahunnya (GIFR, 2010).

Karenanya, perusahaan berbondong-bondong mengarah pangsa


pasar potensial ini. Salahsatu langkah awalnya yaitu dengan melakukan
sertifikasi halal terhadap setiap produknya. Lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan sertifikasi halal di Indonesia adalah Badan Pemeriksa
Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang sebelumnya berada dibawah
kewenangan LPPOM-MUI (Artharini, 2016).

Namun beberapa hal masih menjadi kendala. Nyatanya, dalam


beberapa penelitian ada indikasi menunjukkan bahwa sertifikasi halal
ternyata tidak berpengaruh terhadap efisiensi perusahaan, bahkan
cenderung meningkatkan biaya (Nor, Jaafar, & Ahmad, 2016) Hal ini
dikarenakan sertifikasi halal hanya sebatas berfungsi untuk memberi label
dan informasi kepada konsumen bahwa produk tersebut tidaklah haram atau
dengan kata lain tidak mempengaruhi terhadap efisiensi. Padahal dalam
persaingan, efisiensi sangat berperan terhadap kompetitif suatu perusahaan
atau industri (Fernando, Ariffin, Wahid, Othman, & Hanim, 2010).

1
Halal Supply Chain (HSC) dalam hal ini bisa jadi salahsatu solusi
pemecahan masalahnya. Karena dengan pasar produk halal yang semakin
kompleks—dan mengingat indonesia merupakan jumlah penduduk muslim
terbanyak didunia—dibutuhkan integrasi supply yang memadai kedalam
satu jaringan dimasing masing sektornya. Misalnya saja kebutuhan akan
industri logistik halal yang saat ini masih banyak menggunakan industri
logistik konvensional sebagai alat pendistribusi barang. Padahal industri
logistik yang telah tersertifikasi berperan penting dalam menjaga agar
produk halal tidak tercecer dengan produk haram ketika melakukan proses
distribusi(Ngah, Zainuddin, & Thurasamy, 2014).

HSC merupakan suatu proses yang concern pada integrasi dari hulu
sampai ke hilir suatu produk halal. Dimulai dari pengumpulan raw material
(perusahaan bahan baku utama/mentah), proses produksi, penyimpanan,
distribusi, dan retail bahkan sampai akhirnya ke tangan konsumen dengan
usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariat islam kedalam satu
aliran jaringan yang terintegrasi, termasuk didalamnya aliran produk,
finansial dan informasi (Azlan et al., 2016). HSC adalah proses rantai yang
bertujuan untuk memisahkan antara produk yang haram dan tidak diketahui
kejelasannya (Omar, 2011). Tujuannya, selain demi menjaga kepercayaan
para konsumen terhadap industri halal, juga untuk meningkatkan tingkat
efektivitas dan efisiensi suatu industri.(Mohamad, Tebal, & Pinang, 2014).

Karena didorong oleh kompetisi bisnis yang semakin ketat menuntut


setiap perusahaan untuk melakukan efisiensi demi memaksimalkan
produksinya dan mempertahankan usahanya diindustri halal. Sekarang ini
konsep Supply Chain Management (SCM) menjadi salahsatu dari faktor
yang mempengaruhi efektivitas bisnis setiap perusahaan. Banyak studi telah
menunjukkan bahwa SCM memberikan dampak positif pada kenaikan
profit dan efektifitas suatu perusahaan (Saad, Jones, & James, 2002).
Konsep dari SCM sendiri sudah diakui oleh para akademisi, konsultan, dan

2
manajer bisnis sebagai sesuatu yang bisa meningkatkan performa setiap
perusahaan yang tergabung kedalam supply chain.

Penelitian ini mencoba untuk meneliti konsep manajemen integrasi


seluruh sektor halal kedalam satu rantai dengan menggunakan pendekatan
analisis PEST. Secara umum, masih sedikit penelitian yang dilakukan di
Indonesia terkait HSC. Sehingga dengan adanya studi ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang
ekonomi islam. Penelitian ini akan berfokus pada eksporasi potensi
sekaligus ancaman dalam penerapan HSC di Indonesia.

2. Tinjauan pustaka
2.1. Halal Supply Chain

Pada prinsipnya, dalam bidang muamalah, segala sesuatunya dihukumi


boleh kecuali jika ada yang dilarang oleh agama. Hal ini menandakan bahwa
lapangan ini begitu luas untuk dieksplor. Kuncinya, asalkan sepanjang tidak
dilarang. Berbeda halnya ketika menyangkut masalah peribadatan yang
merupakan kebalikan dari masalah muamalah. Mereka dihukumi haram
untuk dilakukan, kecuali apa apa yang telah diperintahkan oleh allah dan
rasulnya (Qardhawi, 1993).

Untuk itu maka umat islam tidak perlu direpotkan harus mengetahui
segala jenis barang yang dibolehkan, cukup dengan mengetahui apa yang
diharamkan, maka sisanya adalah boleh (Karim, 2006). Dalam hal ini,
setidaknya ada dua kategori yang mesti diperhatikan. Pertama dilihat dari
dzatnya (dzatihi) atau kandungannya, apakah barang itu mengandung unsur
yang diharamkan seperti daging babi, anjing, dan yang kedua adalah selain
dari dzatnya (lighairi dzatihi), seperti jenis transaksinya apakah
menggunakan transaksi yang dilarang seperti riba, gharar, maysir, cara
pembuatannya apakah sudah sesuai dengan standar syariah atau tidak
(Karim, 2006). Sedangkan halal, secara sederhana merupakan segala
sesuatu yang dibolehkan menurut hukum syara (Omar, 2011). Di Indonesia,

3
term halal sudah menjadi kata yang berhubungan erat dengan perdagangan
dan selalu diaplikasikan pada term makanan. Seperti ‘makanan halal’, yang
berarti makanan tersebut secara sah menurut islam aman dan boleh di
konsumsi.

Untuk mengetahui produk mana yang sudah dijamin halal, MUI sudah
membuat rincian dan standar prosedur untuk membuat sertifikasi halal. Bagi
perusahaan yang ingin membuat sertifikasi halal mereka cukup mengikuti
persyaratan halal seperti yang tercantum dalam HAS 23000 dan panduan
sertifikasi halal (Aminuddin, 2016; MUI, 2008). Dengan adanya sertifikasi
halal, maka konsumen akan mendapatkan jaminan atas halalnya suatu
produk yang mereka makan atau gunakan. Ketika konsumen yakin atas
produk yang mereka konsumsi, maka akan meningkatkan minat konsumen
untuk membeli produk halal (Yusoff, Yusoff, 2015).

Karenanya berbagai penelitian tentang halal pun bermunculan, dengan


spektrum dan luas cakupan yang berbeda-beda, terutama dalam hal
sertifikasi produk. Ternyata secara umum masalah yang banyak
mengemuka adalah dalam hal proses pemenuhan dan penyelenggaraan
sertifikasi halal (Azlan et al., 2016). Kebanyakan mengatakan dikarenakan
kurangnya sumber daya manusia yang mumpuni dan tingkat teknologi yang
bisa dikatakan belum memadai, membuat penyelenggaraan sertifikasi halal
kurang optimal sampai saat ini (Azlan et al., 2016). Selain itu, adanya gap
antara penyelenggaran sertifikat halal dan realisasi dilapangan menjadi
masalah utama industri halal (Azlan et al., 2016).

Masalah lainnya lagi adalah adalah ketika sumber bahan baku yang
digunakan berasal dari sumber dan lokasi yang berbeda-beda, apalagi jika
berasal dari luar negeri, yang memungkinkan adanya sertifikasi halal yang
dikeluarkan oleh lembaga lain selain lembaga resmi yang telah pemerintah
tetapkan (Azlan et al., 2016). Diperlukan integrasi antar lembaga sertifikasi
diberbagai negara, yang bisa mengurai kompleksitas sertifikasi produk halal

4
agar bisa menjangkau lebih dalam lagi pasar halal di tingkat global. Karena
dengan adanya proses sertifikasi yang terintegrasi akan semakin
mempermudah perusahaan dalam melakukan sertifikasi pada produk halal
yang berdampak pada efisiensi perusahaan dan meningkatkan hubungan
antar supplier (Omar, 2011).

Dalam menganalisa hubungan ini suatu perusahaan menggunakan


informasi yang terintegrasi dengan entitas eksternal. Proses ini dilakukan
melalui sebuah konsep yang terjaring dalam Supply Chain Management
(SCM). Menurut Global Supply Chain Forum (GSCF) pengertian SCM
adalah:

“Supply chain management is integration of key business procesess


from end user through original suppliers that provides product,
services, and information that add value for customers and other
stakeholders.”(Lambert, Cooper, & Pagh, 1998).

Fakta menunjukkan ketika suatu perusahaan mengadopsi model suply


chain management kedalam sistem organisasinya terjadi peningkatan pada
efektifitas dan profitabilitas perusahaan (Miles & Snow, 2007). Tidak hanya
untuk perusahaan besar, perusahaan kecil dan menengah juga mengalami
peningkatan yang signifikan yang sama terhadap performa operasionalnya
ketika sistem manajemen ini digunakan (Lenny Koh, Demirbag, Bayraktar,
Tatoglu, & Zaim, 2007), yang mana menandakan bahwa ada hubungan
positif antara tingkat SCM dengan tingkat kompetitifnya suatu perusahaan
(Li, Ragu-nathan, Ragu-nathan, & Rao, 2006).

Sedangkan untuk HSC menurut Halal Industry Development


Corporation (HDC), merupakan segala sesuatu termasuk segala aktivitas,
seperti penyediaan, persiapan bahan halal untuk perusahaan, dan
pengiriman produk akhir sampai ketangan konsumen yang tidak
bertentangan dengan syariah.

5
Banyak peneliti yang mencoba untuk meneliti dan membuat contoh
desain HSC, seperti Azlan (2016) yang memfokuskan pada pengaruh label
halal dan respon para perusahaan terkait masalah HSC. Ia menemukan
bahwa masalah utama terkendalanya HSC dimalaysia karena perusahaan
halal dimalaysia memiliki keterbatasan dalam informasi tentang spesifikasi
halal dan penyediaan barang halal, selain itu kurangnya data perusahaan
supply dan manufaktur menyebabkan terhambatnya proses penyediaan
suatu produk. Lalu banyaknya para pengusaha yang masih minim
pengetahuan tentang HSC. Lalu Omar (2010) dengan fokus studi HSCnya
pada perusahaan ternak. Yusoff (2015) yang meneliti pengaruh penerapan
HSC terhadap keinginan untuk membeli.

Sedangkan Rahman (2016) meneliti keterkaitan antara HSC dan


pengaruhnya terhadap halal treacibilty. Ia menemukan bahwa penerapan
HSC akan mempermudah suatu perusahaan dalam melacak setiap data
transaksi dan kegiatan yang dilakukan antar perusahaan. Adapun tentang
faktor kunci dalam membentuk HSC dijelaskan oleh Saifudin (2016) bahwa
setidaknya ada 13 kunci utama pembentuk HSC.

Tabel 1 perbedaan prinsip supply chain konvensional dan Halal supply


chain (sumber Omar:2010)

Elemen Supply chain konvensional Halal Supply Chain

Definisi koordinasi dalam produksi, menjaga segala proses


penyimpanan, lokasi, penyelenggaraan produk halal
transportasi diantara suatu industri dari supplier
partisipan supply chain, sampai konsumen akhir
untuk mendapatkan efisiensi

Objek Maksimalisasi laba dan Menjamin suatu makanan yang


meminimalisasi biaya halal dan toyib

Konsep Tercampurnya antara barang Memisahkan barang halal dan


halal dan haram haram sepanjang rantai supply

6
2.2. PEST Analisis

PEST merupakan akronim dari faktor politik, ekonomi, sosial, dan


teknologi yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi suatu
perusahaan di setiap industri (Yüksel, 2012). PEST juga merupakan sebuah
alat strategi dan instrumen untuk memonitor trend lingkungan eksternal yang
tidak bisa diprediksi pengaruhnya terhadap perusahaan dengan tepat
(Yüksel, 2012). Mudahnya, PEST merupakan analisis terhadap faktor yang
tidak bisa dikontrol yang mana bisa jadi peluang bahkan ancaman bagi suatu
perusahaan. Ada beberapa ekstensi dan variasi dari PEST, seperti
PESTEL(dengan penambahan faktor Environment dan Legal), STEEPLE
(sosio-cultural, teknologi, ekonomi, environment, politik, legal dan etik)
(FME, 2013). Kegunaan analisis PEST secara garis besar ada dua, pertama
adalah menganalisa kondisi dan posisi industri yang berkaitan, kedua untuk
menganalisis kemungkinan solusi manajemen secara umum didalam
lingkungan bisnis.(Syazwan et al., 2017) PEST berguna untuk
mengidentifikasi faktor eksternal yang memiliki dampak langsung terhadap
kelangsungan sebuah perusahaan dan kebanyakan dari faktor tersebut berada
diluar kontrol organisasi (FME, 2013). Penggunaan PEST jika dielaborasi
mampu menghasilkan analisis dua faktor eksternal yaitu Oppotunity (O) dan
Threat (T) (FME, 2013) Selain itu, PEST biasanya selalu digunakan ketika
suatu perusahaan akan meluncurkan produk baru, memasuki wilayah atau
kawasan pasar baru dan perencanaan proyek strategis perusahaan (FME,
2013). Dalam hal ini HSC bisa dibilang merupakan sebuah konsep yang
tahun-tahun belakangan ini penelitian tentangnya berkembang dan masih
banyak yang mesti digali, sehingga peneliti menggunakan analisis PEST
terhadap implementasi HSC di indonesia peneliti anggap cocok.

7
3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dibagi kedalam dua bagian. Pertama


dengan mengumpulkan data dan review dari berbagai jurnal, artikel, dan
literatur yang berkaitan dengan HSC. Literatur diambil dari berbagai
sumber referensi seperti Scopus, Emeralinsight, Google Schoolar, dsb,
dengan menggunakan kata kunci Halal Supply Chain, PEST, SWOT
Penelitian ini digarap dengan menggunakan teknik survey literatur yang
tepat dengan menghilangkan hal-hal yang tidak relevan.

Kedua, setelah data terkumpul selanjutnya mengklasifikasikannya


kedalam berbagai faktor dan memasukkannya kedalam kategori PEST.
Dimana setiap dari kategori tersebut akan dipilah kedalam faktor-faktor
yang termasuk peluang atau ancaman (T-O).

4. Hasil penelitian
4.1. Faktor politik

Tidak bisa dinafikan jika peranan politik memegang peran yang


sentral dan utama. Hal ini karena dinegara seperti indonesia, setiap
kebijakan tidaklah terlahir dari ruang yang vakum. Ada dinamika dan proses
yang harus dan mesti dilalui.

Hasil-hasil dari proses politis ini kemudian adalah timbulnya sebuah


aturan—kebijakan dan regulasi. Seperti dalam bidang industri halal, yaitu
keluarnya UU No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Peraturan
baru ini bisa dikatakan merupakan kemajuan yang berarti setelah beberapa
dekade lamanya indonesia tidak memiliki regulasi tersendiri tentang halal.
Namun sejauh mana peran politik bisa mengafeksi terhadap proses
implementasi HSC di Indonesia. Dibawah ini akan dipaparkan secara jelas.

Untuk masalah regulasi, seperti yang sudah di singgung diatas


pemerintah sudah membuat UU tentang JPH tahun 2014 yang merupakan

8
sebuah kemajuan bagi perkembangan industri indonesia, meski ada
beberapa kendala yang terjadi. Salahsatunya adalah Peraturan Pemerintah
yang merupakan turunan dari UU JPH sampai saat ini tak kunjung juga
disahkan. Padahal undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa aturan
tersebut mesti disahkan paling lama 2 tahun semenjak undang-undang
tersebut ditetapkan pada 2 Oktober 2014 (Suryowati, 2017). Hal ini
disebabkan karena adanya lembaga dan stakeholder yang masih keberatan
dengan beberapa poin dalam UU JPH ini, contohnya kementerian kesehatan
yang meminta agar mengecualikan produk kesehatan dan obat-obatan
kedalam sertifikasi halal (Republika, 2016).

Akibat dari polemik yang berkepanjangan ini akhirnya membuat PP


JPH menjadi ngaret. Padahal kepastian seluruh rangkaian regulasi sangat
mempengaruhi terhadap iklim bisnis suatu industri. Ketidakpastian ini
kemungkinan akan membuat para investor menjadi was-was untuk
menanamkan modalnya kedalam industri halal (Agenor, Alper, & Pereira
da Silva, 2014).

Selain itu bisa dibilang support pemerintah terhadap industri halal di


indonesia juga cenderung terlambat dilakukan. Sejak disahkannya
perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2003 di Bali,
baru tahun-tahun belakangan ini pemerintah serius dalam mengembangkan
industri halal (Jaelani, 2017) . Keterlambatan ini membuat perkembangan
industri halal indonesia tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara
tetangga seperti malaysia. Dari segi perencanaan saja misalnya, malaysia
sudah memiliki roadmap industri halal untuk tahun periode 2008-2020,
sedangkan indonesia sampai saat ini masih belum memilikinya.

Rasio antara total produk beredar dan total produk yang telah
tersertifikasi juga masih rendah. Dari 259.984 jumlah produk yang beredar
saat ini, hanya 7.764 saja yang telah disertifikasi atau sekitar 3% dari total
produk yang ada. Sedangkan untuk MUI wilayah provinsi dari total 150.156

9
produk yang ada sebanyak 33.310 yang telah tersertifikasi atau sekitar
22.1% (LPPOM, 2017).Talib dalam penelitiannya mengatakan sertifikasi
halal merupakan faktor pertama dalam membentuk HSC. Tanpa adanya
sistem sertifikasi yang memadai proses HSC akan sulit untuk dilakukan(Ab
Talib, Abdul Hamid, & Thoo, 2015).

Optimisme mulai tumbuh ketika pemerintah membentuk Komite


Nasional Keuangan Syariah (KNKS) dalam salahsatu upaya untuk
mengembangkan potensi industri di indonesia termasuk industri halal.
Fungsi dari lembaga ini untuk memberikan rekomendasi terhadap arah
kebijakan keuangan syariah.

Secara garis besar peran pemerintah sangat penting terhadap


prospek perkembangan industri halal indonesia. Mereka selain mempunyai
peran perencanaan, juga termasuk pengembangan, impelementasi, regulasi,
promosi bahkan edukasi halal kepada produsen dan konsumen halal (Ramli,
2006).

4.2. Faktor ekonomi

Dengan potensi pengeluaran konsumsi untuk produk halal terbesar


dan jumlah muslim terbanyak di dunia yaitu 230 juta jiwa, Indonesia
memiliki potensi besar mengekspansikan pasar produk halalnya didalam
negeri bahkan ditingkat global (GIFR, 2010). Mengonfirmasi hal ini,
laporan Global Islamic Economic Report (GIFR) menyatakan bahwa total
pengeluaran produk halal indonesia adalah sekitar 70 miliar dollar dengan
potensi pertumbuhan 7-10% pertahunnya. (GIFR, 2010).

Ditingkat global pun juga demikian. Pada tahun 2010 persentase


muslim dari total penduduk dunia mencapai 23,4% dan diperkirakan akan
menjadi 35% dalam dua dekade mendatang (PEW Forum, 2011). Ditunjang
dengan prospek pertumbuhan industri halal yang diperkirakan akan tumbuh
sampai 20% pertahun dari 2.3 trilyun dolar nilai sekarang. Maka tak

10
mengherankan jika banyak pakar menyebutkan bahwa industri halal
merupakan prospek industri masadepan.

Namun potensi ini bagi indonesia alih-alih menjadi peluang bisa


juga jadi ancaman jika tidak segera diatasi. Alih-alih merebut pasar,
indonesia malah akan menjadi tujuan pasar bagi negara-negara lain.
Meskipun memiliki jumlah penduduk muslim dan expenditure yang besar
dalam produk halal, nyatanya dalam hal daya saing indonesia masih
terbilang lemah.

Dalam laporan yang disampaikan di World Economic Forum (WEF)


dari 138 negara yang ada indonesia berada pada peringkat 41. Sedangkan
negara tetangga seperti Thailand berada diperingkat (34), Malaysia (25),
jauh dengan Singapura yang menduduki peringkat (2) dunia—hanya
dikalahkan oleh Inggris yang berada di posisi puncak (WEF, 2016). Dalam
hal daya saing Infrastruktur, logistik, perdagangan, dan UMKM, indonesia
juga berada dikategori rendah diantara negara-negara lainnya, minus
investasi yang berada pada kategori sedang bersama Malaysia dan Filipina.
Secara umum daya saing indonesia berada pada kategori lemah (PKRB,
2014). Padahal tingkat kompetisi sangat berpengaruh terhadap proses
implementasi proses halal suatu perusahaan(Ngah et al., 2014).

Namun dari segi produktivitas di negara-negara ASEAN, Indonesia,


Malaysia dan Filipina merupakan salahsatu negara dengan produktivitas
tertinggi (Kao, 2013). Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dari tahun ke
tahun relatif tinggi dibanding negara-negara lain (Elias & Noone, 2011).

Adanya tren peningkatan konsumsi halal dan gaya hidup halal juga
mulai merambah dimasyarakat indonesia dewasa ini, terutama remaja.
Jangankan indonesia, negara dengan kawasan minoritas muslim saja
mengalami tren peningkatan didalam produksi dan konsumsi produk halal
(Lanigan, 2010). Ini disebabkan karena produk halal tidak hanya
menawarkan kepastian kehalalannya saja tapi juga jaminan kesehatan dan

11
keamanannya. Sehingga menyebabkan produk halal digemari tidak hanya
oleh muslim, tetapi juga nonmuslim (Anggara, 2017).

4.3.Faktor Sosial dan budaya

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekarang ini


masyarakat sudah semakin sadar pada barang yang mereka konsumsi. Yang
menarik adalah khusus kasus indonesia beberapa alasan yang
melatarbelakangi meningkatnya tingkat kesadaran pada produk halal
ternyata bukanlah disebabkan oleh peranan pemerintah, namun semata
karena tingkat ketaatan mereka pada hukum syariat (Soesilowati, 2010).
Dikatakan bahwas faktor lingkungan, kebiasaan, budaya nilai-nila dan
norma setempat yang ditambah dengan pengetahuan tentang islam
membentuk preferensi konsumsi ini(Lada, Tanakinjal, & Amin, 2008).

Hasil ini justru berbeda dengan penelitian Masithoh yang


mengatakan bahwa justru pemerintahlah yang memiliki peran penting
dalam meningkatkan tingkat kesadaran halal masyarakat (Mashitoh, Rafida,
& Alina, 2013). Demikian karena menurutnya segala perangkat yang
dibutuhkan untuk mencapainya ada pada pemerintah. Sehingga peran
pemerintah tidak bisa dinafikan adanya. Selain itu, ia mengatakan selain
pemerintah, kesadaran halal juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
ekonomi seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ekonominya,
maka semakin tinggi tingkat pula kesadaran akan produk halalnya (Alam &
Sayuti, 2011; Mashitoh et al., 2013; Ngah et al., 2014).

Namun adanya peningkatan kesadaran halal masyarakat nyatanya


tidak berbanding lurus dengan kesadaran akan penerapan HSC. Dikalangan
pengusaha ada ketidakkonsistenan tejadi ketika ingin menerapkan konsep
ini, bahkan beberapa diantaranya menyatakan kebingungannya. Bagi
mereka, penerapan HSC berarti ada penambahan ongkos produksi lainnya,
sama seperti halnya ketika ingin melakukan sertifikasi halal (Omar, 2011).
Sebagian lagi bahkan tidak tahu menahu sama sekali dan baru pertama kali

12
mendengarnya (Azlan et al., 2016). Sehingga selain diperlukan sosialisasi
lebih lanjut dan insentif-insentif kebijakan yang akan memudahkan
pengusaha dalam menerapkan HSC juga diperlukan (Syazwan et al., 2017).
Tidak hanya dari kalangan pengusaha, dari sudut pandang konsumen pun
juga demikian. Proses-proses yang terjadi selama HSC nyatanya tidak
terlalu berpengaruh dalam membuat keputusan mereka untuk membeli
(Ngah et al., 2014). Meskipun hal ini dibantah oleh penelitian lainnya yang
mengatakan sebaliknya (Yusoff, Yusoff, 2015). Tapi bisa disimpulkan
bahwa kesadaran masyarakat pada umumnya tentang penerapan konsep
HSC di indonesia masihlah terbilang lemah (Wachidah, 2007).

Potensi indonesia sebenarnya terlihat dari sektor demografi. GIFR


(2010) melaporkan bahwa penduduk muslim tertinggi didunia ditempati
oleh negara indonesia. Artinya cukup dengan mengoptimalkan konsumsi
halal dalam negeri saja, sektor industri halal indonesia akan menjadi
terbesar didunia. Selain itu, indonesia juga diuntungkan dengan tingkat
kesadaran konsumen yang semakin tinggi akan pentingnya penggunaan
produk halal (Widodo, 2015; Yusoff, Yusoff, 2015).

4.4. Faktor Teknologi

Perusahaan mestinya waspada dengan tingkat teknologi dimana


mereka mengoperasikan bisnisnya (Syazwan et al., 2017). Karena
perubahan dalam teknologi begitu cepat terjadi, temasuk didalam
manajemen supply chain. Pentingnya penggunaan teknologi dalam produksi
suatu usaha sangatlah penting karena dengan sistem operasi yang telah
terkomputerisasi mampu meningkatkan performa suatu industri (Rina,
Khanapi, & Hasan, 2013), mengurangi biaya (Azlan et al., 2016), dan
mengurangi waktu pengiriman dan penyimpanan (Thomas I. Schoenfeldt,
2008). Selain itu, karena supply chain merupakan konsep yang
menghubungkan seluruh aliran mata rantai produksi, pilihan penggunaan
teknologi yang tepat menjadi keputusan yang penting dan mendesak

13
dilakukan (Lu, 2011). Senada dengan Chen, penggunaan IT menjadi
salahatu kunci keberhasilan dalam manajemen supply chain.

Kaitannya dengan HSC, penggunaan IT bisa diaplikasikan pada


berbagai kategori rantai mulai dari supplier, manufaktur, penyimpanan,
bahkan sampai retail dan konsumen akhir (Syazwan et al., 2017). Menurut
Lam dan Alhashmi (2008) IT dapat meningkatkan dan mengefisienkan
inspeksi halal, senada dengan Lam, Talib (2015) juga mengamininya,
menurutnya karena sekarang ini proses produksi dan konsumsi menjadi
semakin kompleks, penggunaan IT menjadi sangat diperlukan karena akan
membantu industri halal dalam meningkatkan efisiensi produksinya. Pada
tataran aplikasi, Norman (2008) mencoba menawarkan penggunaan
teknologi Radio Frequenty Information (RFID) sebagai alat yang akan
digunakan untuk HSC dalam tracking system. Namun sebagian kecil
pengusaha malah ada yang mengeluhkan ketika dicoba untuk menggunakan
teknologi teranyar pada produksinya. Mereka kebanyakan takut terhadap
penggunaan teknologi baru, katanya cenderung susah untuk dipahami oleh
para karyawannya (Syazwan et al., 2017). Masalah lainnya adalah adanya
kemungkinan antara konsumen dan produsen menggunakan teknologi yang
berbeda, karena ini akan menimbulkan inkonsistensi (Syazwan et al., 2017).

Sedangkan bagi konsumen penggunaan teknologi yang inovatif


akan memudahkan mereka dalam melakukan pengecekan produk-produk
yang telah tersertifikasi, bahkan jika hanya dengan menggunakan gadget
yang mereka miliki. Junaini dan abdullah (2008) mengatakan dengan lebih
jauh bahwa penggunaan ini bisa dimaksimalkan dengan penyediaan
teknologi barcode untuk mengecek status halal sebuah produk.

Sayangnya perkembangan penggunaan IT di indonesia kurang


memuaskan dilihat dari data statistik, laporan WEF menunjukkan bahwa
indonesia memegang posisi buncit ke 91 dari 138 negara dalam hal kesiapan
teknologi (WEF, 2016).

14
Namun yang perlu dicatat adalah, ada upaya LPPOM untuk menuju
kearah itu—peningkatan mutu dalam teknologi halal. Seperti dalam bidang
kajian dan riset, yakni LPPOM telah memiliki jurnal kajian akademik halal
research. Dalam hal peningkatan teknologi pelayanan sertifikasi sudah
memulai menggunakan aplikasi online (Cerol 23000), pelatihan halal juga
via online (Halo LPPOM MUI), lalu tagging barcode juga tersedia untuk
teknologi berbasis android yang diselenggarakan dengan menggandeng
GSI. Lembaga ini juga membangun teknologi berbasis QR Code Scanner,
yang mana dapat membantu konsumen untuk mengecek apakah produk itu
halal atau tidak.

Adanya perkembangan yang pesat dalam teknologi halal menjadi


salahsatu peluang untuk indonesia dalam mengembangkan sistem
manajemen HSC. Karena dengan bantuan teknologi arus informasi,
keuangan, dan produk menjadi lebih cepat dan akurat. Selain itu juga akan
mengurangi biaya produksi karena efisiensi. Ini pun pada akhirnya akan
menguntungkan baik supplier, produsen, retailer bahkan konsumen.

4.5.Matriks O-T (Peluang dan Ancaman) Impelementasi HSC

Tabel dibawah ini merupakan ringkasan dari faktor-faktor eksternal


yang terdiri dari politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan teknologi, yang
mempengaruhi terhadap penerapan praktik HSC diindonesia.

Tabel 2 ringkasan Analisis faktor PEST Halal Supply Chain

Faktor Sumber
Politik
 Disahkannya UU JPH (Ab Talib et al., 2015;
 Belum mempunyai roadmap halal Agenor et al., 2014;
 Membentuk lembaga KNKS Republika, 2016;
 Rendahnya sertifikasi produk halal Suryowati, 2017)

15
Ekonomi (Anggara, 2017; Elias &
 Peningkatan konsumsi halal Noone, 2011; GIFR, 2010;
ditingkat nasional maupun global Ngah et al., 2014; PEW
 Potensi pasar market ASEAN Forum, 2011; PKRB, 2014;
(MEA)
WEF, 2016; Yusoff,
 Lemahnya dayasaing industri
Yusoff, 2015)
 Produktivitas yang tinggi

Sosial dan budaya


 Ketaatan terhadap hukum syariah (Azlan et al., 2016; Lada et
 Peningkatan kesadaran dan al., 2008; Mashitoh et al.,
pengetahuan konsumen terhadap 2013; Omar, Jaafar, &
produk halal
Osman, n.d.; Soesilowati,
 Perubahan preferensi konsumen
pada produk halal 2010; Syazwan et al., 2017;
 Lemahnya pengetahuan HSC Wachidah, 2007)
 Populasi muslim terbesar dunia

Teknologi (Syazwan et al., 2017;


 Rendahnya kesiapan teknologi
WEF, 2016)
 Upaya inovatif dalam sertifikasi
halal
 Peningkatan penggunaan IT dalam
penyelenggaraan produk halal
 resistensi teknologi HSC

Faktor PEST merupakan analisis terhadap faktor eksternal yang mana


mampu mempengaruhi kondisi internal sebuah perusahaan. Kondisi ekternal ini
termanifestasikan kedalam bentuk peluang dan ancaman. Dibawah ini adalah
matriks peluang dan ancaman dari implementasi HSC di indonesia.

Tabel 3 ringkasan O-T dan PEST halal supply chain in indonesia


PEST/O-T Opportunity (O) Threat (T)

16
Politik Adanya UU JPH, Rendahnya tingkat sertifikasi
dibentuknya lembaga halal, belum mempunyai
KNKS, roadmap halal,
Ekonomi Meningkatnya konsumsi Lemahnya daya saing industri
produk halal baik
nasional maupun global,
terbukanya pasar market
ASEAN(MEA),
produktivitas tinggi
Sosial dan Ketaatan pada hukum Kurangnya pengetahuan
Budaya syariah, peningkatan tentang HSC
kesadaran dan
pengetahuan produk
halal, populasi muslim
terbesar didunia.
Teknologi Peningkatan mutu dalam Rendahnya kesiapan teknologi,
penggunaan IT, upaya resistensi pengusaha dalam
inovasi dalam sertifikasi penggunaan teknologi baru,
halal terutama HSC

Analisis PEST, seperti yang dikatakan Gupta (2013) merupakan alat yang
biasanya digunakan ketika ada sebuah produk atau konsep baru yang ditawarkan,
dengan melihat faktor-faktor eksternal sebagai acuan untuk strategi yang dilakukan
oleh sebuah usaha. Dalam hal ini faktor-faktor PEST terhadap implementasi HSC
yang telah disebutkan diatas menjadi acuan bagi para stakeholder dan lembaga
terkait untuk menganalisis dampak eksternal terutama ancaman yang dihadapi HSC
di indonesia.

Jika fokus terhadap ancaman, ternyata tingkat sertifikasi produk halal yang
masih rendah yang membuat konsep HSC sedikit sulit untuk digunakan, ini sesuai
dengan temuan Talib (2015) bahwa sertifikasi memang sangat berpengaruh dan
merupakan faktor kunci dari HSC. Selain itu adanya kekurangfahaman dan
pengetahuan dikalangan pengusaha tentang konsep HSC juga merupakan
ancaman(Tieman & Ghazali, 2014), dan menjadi penyebab perusahaan enggan
untuk menerapkan konsep HSC (Saidon, Mat Radzi, & Ab Ghani, 2015).
Rendahnya kesiapan teknologi juga mestinya dicegah melalui sosialisasi dana
bimbingan teknis yang digalakan oleh pemerintah bekerjasama dengan lembaga
terkait seperti MUI (Jaelani, 2017b). Ini agar membuat pengetahuan para pengusaha

17
tentang HSC meningkat dan mengurangi tingkat resistensi mereka terhadap konsep
baru tentang HSC.

5. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor makro dari implementasi


halal supply chain diindonesia dan hasilnya menunjukkan bahwa ada 17 faktor
yang berpengaruh terhadap HSC. Analisis PEST merupakan alat yang berguna dan
penting dalam proses manajemen strategi suatu industri (Gupta et al., 2013). Selain
ditambah dengan penggunaan matrix O-T yang akan memperkaya dan membuat
metode ini menjadi semakin sistematis, karena mampu menyisir seluruh potensi
suatu industri untuk meminimalisir ancaman (Gupta et al., 2013). Bagaimanapun
juga, faktor politik memegang peranan penting dalam implementasi HSC disebuah
negara. Agar konsep HSC dapat terealisasi, pertama-tama industri halal mestilah
memiliki tujuan yang jelas. Pemerintah bersama seluruh elemen yang ada bisa
memulainya dengan membuat roadmap industri halal. Adanya jumlah sertifikasi
yang masih minim juga menjadi batu sandungan bagi realisasi ini, yang mana perlu
digalakan lagi oleh pemerintah terhadap semua stakeholder diindustri halal.

Indonesia sudah memiliki modal yang tak dimiliki oleh negara muslim
manapun, yaitu jumlah penduduk muslim terbesar didunia. Jika potensi ini
dioptimalkan oleh pemerintah, apalagi indonesia memiliki tingkat produktivitas
yang tinggi, hambatan-hambatan untuk menerapkan HSC nampaknya sedikit
berkurang. Ditambah dengan adanya kesadaran masyarakat akan konsumsi produk
halal yang sekarang ini cenderung meningkat membuat potensi-potensi
implementasi HSC semakin terbuka. Meski terlihat seperti itu namun faktanya
segala tren positip industri halal nyatanya tidak selalu berbanding lurus dengan
HSC. Meski pengetahuan tentang produk halal tinggi namun pengetahuan dalam
HSC masihlah rendah. Masih banyak masyarakat yang nyatanya tidak mengetahui

18
konsep ini (Yusoff, Yusoff, 2015), bahkan beberapa dikalangan pengusaha
cenderung menghindari konsep ini ketika digunakan baik dalam sistem
manajemennya maupun teknologinya (Syazwan et al., 2017). Tapi MUI dan
lembaga terkait lainnya tetap mengupayakan terhadap adanya peningkatan mutu
terutama dalam bidang teknologi. Banyak penelitian juga menunjukkan bahwa
tingkat teknologi tidak hanya akan merubah terhadap profit perusahaan, tetapi juga
persepsi dan pemahaman banyak muslim.

Nyatanya banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan baik itu oleh
pemerintah, pengusaha, bahkan masyarakat jika konsep ini ingin diterapkan secara
menyeluruh. Selain itu terdapat beberapa batasan dalam penelitian ini. Salahsatunya
analisis PEST tidak merefleksikan seluruh faktor eksternal makro suatu industri dan
dimungkinkan selalu ada perubahan disetiap waktunya (Gupta et al., 2013). Kedua
penelitian in menggunakan pendekatan kualitatif yang mana kekurangan dalam hal
pembuktian bukti empiris. Sehingga diharapkan kedepannya penelitian lainnya bisa
fokus pada pendekatan kuantitatif.

19
Daftar Pustaka

Ab Talib, M. S., Abdul Hamid, A. B., & Thoo, A. C. (2015). Critical success
factors of supply chain management: a literature survey and Pareto analysis.
EuroMed Journal of Business, 10(2), 234–263.
https://doi.org/10.1108/EMJB-09-2014-0028

Agenor, P. R., Alper, K., & Pereira da Silva, L. A. (2014). Sudden floods,
macroprudential regulation and stability in an open economy. Journal of
International Money and Finance, 48(PA), 68–100.
https://doi.org/10.1016/j.jimonfin.2014.07.007

Alam, S. S., & Sayuti, N. M. (2011). Applying the Theory of Planned Behavior (
TPB ) in halal food purchasing. International Journal of Commerce and
Management, 21(1). https://doi.org/10.1108/10569211111111676

Aminuddin, M. Z. (2016). Sertifikasi Produk Halal : Studi Perbandingan


Indonesia dan Thailand. SHAHIH LP2M IAIN Surakarta, 1.

Anggara, F. S. A. (2017). Development of Indonesia Halal Agroindustry Global


Market in ASEAN : Strategic Assesment. Al Tijarah, 3(1), 65–78. Retrieved
from http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/altijarah

Anir, N. A., Mohd, N., Nizam, H., & Masliyana, A. (2008). The Users
Perceptions and Opportunities in Malaysia in Introducing RFID System for
Halal Food Tracking, 5(5), 843–852.

Artharini, I. (2016, November 24). Apakah kewenangan sertifikat halal dialihkan


dari MUI ke Kementerian Agama? Retrieved from
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38080372

20
Azlan, W., Hassan, W., Mohd, R., Raja, T., Ahmad, L., Hamid, A., & Megat, N.
(2016). The Perception on Halal Supply Chain Management Systems
Implementation of SMEs in Selangor, 9(September).
https://doi.org/10.17485/ijst/2016/v9i34/100843

Elias, S., & Noone, C. (2011). The Growth and Development of the Indonesian
Economy. Reserve Bank of Australia, 33–44. Retrieved from
http://www.rba.gov.au/publications/bulletin/2011/dec/pdf/bu-1211-4.pdf

Fernando, Y., Ariffin, Z., Wahid, N., Othman, R., & Hanim, S. (2010).
RECOMMENDATIONS TO STRENGTHEN HALAL FOOD SUPPLY
CHAIN FOR FOOD INDUSTRY IN MALAYSIA. Journal of Agribusiness
Marketting, 91–105.

FME. (2013). PESTLE Analysis. Retrieved October 19, 2017, from www.free-
management-ebooks.com

GIFR. (2010). Global Halal Industry : An Overview. Global Islamic Finance


Report 2013. Retrieved from http://www.gifr.net/gifr2013/ch_13.PDF

Gupta, A., Officer, A., & Kalan, W. (2013). Environment & PEST Analysis : An
Approach to External Business Environment. International Journal of
Modern Social Sciences, 2(1), 34–43.

Jaelani, A. (2017a). Halal tourism industry in Indonesia: Potential and prospects.


Munich Personal RePEc Archive, (76237).

Jaelani, A. (2017b). Industri wisata halal di Indonesia: Potensi dan prospek,


(March). https://doi.org/10.13140/RG.2.2.29350.52802

Kao, C. (2013). National Productivity of the Southeast Asian. European Scientific


Journal, 1(December), 252–258.

Karim, A. (2006). Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan (5th ed.). Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

Kemendag. (2015). Hidup Sehat dengan Produk Halal. Kementerian

21
Perdagangan, Vol.56 Jul. Retrieved from
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca
d=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiShYuG-
9TXAhWBN48KHdveARgQFggmMAA&url=http%3A%2F%2Fdjpen.keme
ndag.go.id%2Fapp_frontend%2Fadmin%2Fdocs%2Fpublication%2F622144
8614980.pdf&usg=AOvVaw32iMlw54y9ZcBqO61fGS

Lada, S., Tanakinjal, G. H., & Amin, H. (2008). Predicting intention to choose
halal products using theory of reasoned action. International Journal of
Islamic and Middle Eastern Finance and Manageme, 2(1).
https://doi.org/10.1108/17538390910946276

Lambert, D. M., Cooper, M. C., & Pagh, J. D. (1998). Supply Chain Management:
Implementation Issues and Research Opportunities. International Journal of
Logistics Management. https://doi.org/10.1108/09574099810805807

Lanigan, N. (2010). France: French halal market now up to four times bigger than
organic. Retrieved November 9, 2017, from http://halalfocus.net/2010/09/0

Lenny Koh, S. C., Demirbag, M., Bayraktar, E., Tatoglu, E., & Zaim, S. (2007).
The impact of supply chain management practices on performance of SMEs.
Industrial Management & Data Systems, 107(1), 103–124.
https://doi.org/10.1108/02635570710719089

Li, S., Ragu-nathan, B., Ragu-nathan, T. S., & Rao, S. S. (2006). The impact of
supply chain management practices on competitive advantage and
organizational performance, 34, 107–124.
https://doi.org/10.1016/j.omega.2004.08.002

Lu, D. (2011). Fundamentals of Supply Chain Management Fundamentals of


Supply Chain Management. Ventus Publishing ApS. Retrieved from
www.bookboon.com

Mashitoh, A. S., Rafida, A. R. N., & Alina, A. R. (2013). Perception Towards


Halal Awareness and its Correlation with Halal Certification among Muslims

22
Faculty of Leadership and Management , Universiti Sains Islam Malaysia (
USIM ),. Middle-East Journal of Scientific Research, 13, 1–4.
https://doi.org/10.5829/idosi.mejsr.2013.16.s.10021

Miles, R. E., & Snow, C. C. (2007). Organization theory and supply chain
management : An evolving research perspective. Journal of Operations
Management, 25, 459–463. https://doi.org/10.1016/j.jom.2006.05.002

Mohamad, N., Tebal, N., & Pinang, P. (2014). A Framework for the Development
of Halal Food Products in, 693–702.

Mohamed, Y. H., Rahman, A., Rahim, A., Binti, A., & Ghazli, M. (2016). Halal
Traceability in Enhancing Halal Integrity for Food Industry in Malaysia – A
Review.

MUI. (2008). Panduan Umum Sistem Jaminan Halal Lppom – Mui, 1–36.

Ngah, A. H., Zainuddin, Y., & Thurasamy, R. (2014). Barriers and enablers in
adopting Halal transportation services : A study of Malaysian Halal
Manufacturers. International Journal of Business and Management, 2(2),
49–70. https://doi.org/10.1108/JIMA-03-2014-0027

Nor, H. M., Jaafar, H. S., & Ahmad, N. (2016). Establishing a Logistics Cost
Concept in Halal Logistics : From Perspective of Logistics Service Providers
Point of View, 6, 59–63.

Omar, E. N. (2011). Halal Supply Chain in the Food Industry - A Conceptual


Model. In IEEE Symposium on Business, Engineering and Industrial
Applications (ISBEIA (pp. 384–389). Langkawi.

Omar, E. N., Jaafar, H. S., & Osman, M. R. (n.d.). Halalan Toyyiban Supply
Chain of the Food Industry, 1–12.

Omar, E. N., Jaafar, H. S., & Osman, M. R. (2010). Halal Supply Chain : A
Preliminary Study of Poultry Industry. Advance in Business Research
International Journal.

23
PEW Forum. (2011). The future of the Global Muslim Population- Projections for
2010-2030. Retrieved November 12, 2017, from
http://www.pewforum.org/The-Future-of-the-Global-Muslim-
Population.aspx

PKRB. (2014). Analisa Daya Saing dan Produktivitas Indonesia Menghadapi


MEA. Jakarta. Retrieved from
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/kajian daya saing dan
produktivitas indonesia menghadapi mea.pdf

Qardhawi, Y. (1993). HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM. Bangil: PT. Bina
Ilmu.

Republika. (2016). UU JPH terabaikan. Retrieved November 16, 2017, from


http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/10/17/of6jg15-uu-jph-
terabaikan

Rina, R., Khanapi, M., & Hasan, A. S. (2013). Novel Computerized Halal
Pharmaceuticals Supply Chain Framework for Warehouse and Procurement.
International Journal of Computer Applications, 70(10), 22–27.

Saad, M., Jones, M., & James, P. (2002). A review of the progress towards the
adoption of supply chain management (SCM) relationships in construction.
European Journal of Purchasing and Supply Management, 8(3), 173–183.
https://doi.org/10.1016/S0969-7012(02)00007-2

Saidon, I., Mat Radzi, R., & Ab Ghani, N. (2015). Food Supply Chain Integration:
Learning from the Supply Chain Superpower. International Journal of
Managing Value and Supply Chains, 6(4), 1–15.
https://doi.org/10.5121/ijmvsc.2015.6401

Saifudin, A. M., Othman, S. N., & Elias, E. M. (2016). Exploring in Setting a


Model for Islamic Supply Chain in Malaysia, 7(August), 27–28.

Soesilowati, E. S. (2010). Business Opportunities for Halal Products in the Global


Market : Muslim Consumer Behaviour. Journal of Indonesian Social

24
Sciences and Humanities Vol., 3(May 2007), 151–160. Retrieved from
http://www.kitlv-journals.nl/index.php/jissh/index

Suryowati, E. (2017). Molor, Belum Satu Pun Peraturan Pelaksana Jaminan


Produk Halal Rampung. Retrieved November 14, 2017, from
http://nasional.kompas.com/read/2017/10/30/21135511/molor-belum-satu-
pun-peraturan-pelaksana-jaminan-produk-halal-rampung

Syazwan, M., Talib, A., Bakar, A., Hamid, A., Zulfakar, M. H., & Jeeva, A. S.
(2017). Halal Logistics PEST Analysis : The Malaysia Perspectives, 10(14),
119–131. https://doi.org/10.5539/ass.v10n14p119

Thomas I. Schoenfeldt. (2008). A Practical Application of Supply Chain


Management Principles. (M. T. Meinholz, Ed.) (Six). Winconsin: ASQ
Quality Press. Retrieved from
http://web.tecnico.ulisboa.pt/~mcasquilho/CD_Casquilho/suggested/Schoenf
eldt.pdf

Tieman, M., & Ghazali, M. C. (2014). Halal control activities and assurance
activities in halal food logistics. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
121(September 2012), 44–57. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.1107

Wachidah, Ri. N. (2007). Pandangan konsumen ibu rumah tangga terhadap label
halal pada produk pangan di kota tangerang. Institut Pertanian Bogor.

WEF. (2016). The Global Competitiveness Report 2016–2017. World Economic


Forum Reports 2016. https://doi.org/92-95044-35-5

Widodo, T. R. I. (2015). Pengaruh labelisasi halal dan harga terhadap keputusan


pembelian konsumen pada produk indomie (Studi Kasus Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Surakarta). Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Yüksel, İ. (2012). Developing a Multi-Criteria Decision Making Model for


PESTEL Analysis. International Journal of Business and Management,
7(24), 52–66. https://doi.org/10.5539/ijbm.v7n24p52

25
Yusoff, Yusoff, & H. (2015). Halal Food Supply Chain Knowledge and Purchase
Intention. International Journal of Economics and Management, 9(9), 155–
172. Retrieved from http://www.econ.upm.edu.my/ijem%0AHalal

26

Anda mungkin juga menyukai