Anda di halaman 1dari 13

IMPLEMENTASI MODEL PENGEMBANGAN HALAL LIFESTYLE DI

INDONESIA
Nama penyusun (tapi jika penyusun lebih satu orang, ditulis berurutan menyamping ke kanan)
email: …@uinsby.ac.id

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama islam.
Hal ini dapat dimanfaatkan dalam penerapan model pengembangan halal
lifestyle yang sudah mulai diminati oleh seluruh masyarakat di penjuru dunia.
Halal lifestyle bukan berarti produk yang hanya bisa digunakan oleh umat
muslim, akan tetapi seluruh umat dapat menggunakan produk tersebut
karena sudah terjamin kebersihan dan kandungannya yang tidak
menyimpang dari nilai-nilai syariah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi model pengembangan halal lifestyle di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan data
sekunder yang dihimpun melalui data kepustakaan (library research). Hasil
dalam penelitian ini yaitu dalam perkembangannya produk yang bertaraf
“Halal Lifestyle” yang sudah diproduksi oleh negara Indonesia diantaranya
halal food, halal fashion, halal travel, halal cosmetics and pharmaceuticals,
halal media and recreation, islamic finance. Pengimplementasian model
pengembangan produk halal lifestyle di Indonesia dapat dikatakan mampu
menarik perhatian dunia terhadap berbagai produk yang dihubungkan
dengan kata “halal”. Akan tetapi, besarnya peluang dan potensi yang dimiliki
oleh negara Indonesia tidak berjalan secara optimal karena kurangnya
sosialiasi dan pengembangan model dalam memperkenalkan halal lifestyle
ini. Padahal jika dilihat dari jumlah milenial Indonesia yang menjadi potensi
bagi penerapan halal lifestyle, negara Indonesia menempati posisi pertama
dibandingnya dengan negara lainnya. Selain itu, apabila dilihat dari segi
perekonomian Indonesia, model pengembangan berbasis halal lifestyle
sangat diminati oleh masyarakat secara luas. Tim Publikasi Katadata pada
tahun 2025, diperkirakan tingkat konsumsi produk halal Indonesia akan
mencapai USD 330,5 milia. Oleh karena itu, sebagai upaya mengoptimalkan
model pengembangan halal lifestyle ini tentunya dibutuhkan dukungan
secara penuh dari masyarakat maupun pemerintah dalam memperkenalkan
tren halal lifestyle.
Kata Kunci: Produk, Halal Lifestyle, Pasar dan Konsumen
PENDAHULUAN
Kata “Halal” pada suatu produk tidak hanya diartikan sebagai suatu produk yang hanya
dapat digunakan maupun dikonsumsi oleh umat muslim saja, akan tetapi makna kata
“Halal” disini bermaksudkan bahwa produk tersebut dapat digunakan oleh semua kalangan
baik umat muslim maupun non-muslim secara global yang didasarkan pada keinginan untuk
mewujudkan gaya hidup sehat. Makna halal dalam suatu produk disini berarti segala
sesuatu yang yang pasti baik, bersih, dan sehat, sehingga kalangan non-muslim juga bisa
menggunakan produk halal tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang
mayoritas penduduknya adalah umat muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak
237,57 juta jiwa terhitung pada tanggal 31 Desember 2021. Hal ini tidak mengherankan
apabila Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk beragama islam
terbesar di dunia.
Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap produk halal tentunya sangat besar.
Proyeksi dari Compound Annual Growth Rate (CAGR) menjelaskan bahwa industri halal akan
meningkat hingga mencapai 6,2% dalam kurun waktu 2018 hingga 2024 (Fathoni 2020).
Adanya hal tersebut dapat dimanfaatkan dengan menjadikan Indonesia sebagai pasar
potensial bagi produsen barang maupun jasa khususnya dalam industri produk halal.
Tingginya peminat produk halal di Indonesia menjadikan Indonesia masuk sebagai peringkat
lima besar negara dengan industri halal terbesar setelah Malaysia, UEA, Bahrain, dan Arab
Saudi (DinarStandard 2018). Peringkat tersebut dirilis dalam State of The Global Economy
Report 2019/2020 dalam kegiatan Indonesia Sharia Economy Festival (ISEF) 2019 di Jakarta.
Dalam menciptakan peningkatan ekonomi melalui produk halal pemerintah Indonesia
menjadikan pengembangan industri halal sebagai sektor prioritas melalui Master Plan
Komite National (Rohim and Priyatno 2021). Oleh karena itu sebagai upaya untuk
merealisasikan program pengembangan produk halal, masyarakat muslim di Indonesia
sepakat menjadikan kata “Halal” sebagai lifestyle yang melekat pada kehidupan masyarakat
di Indonesia. Terkait konsepsi halal lifestyle tersebut para ahli pemasaran memaknai halal
lifestyle tidak dimaksudkan untuk pembatasan atau pemaksaan, melainkan untuk
memperkenalkan kembali rahmatan lil’alalminnya ajaran Allah SWT dari sudut pandang
syariah yang sudah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist (Boediman 2017).
Halal lifestyle dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, menurut Agustina
dkk menyatakan bahwa produk halal lifestyle tidak hanya bergerak dalam bidang makanan
akan tetapi juga ada dunia jasa keuangan, wisata, obat-obatan yang berbahan dasar halal,
makanan-minuman, pakaian sehari-hari, komestik bagi penampilan, serta pola hidup lainnya
yang berbasis prinsip syariah yakni halal (Agustina et al. 2019). Dalam perkembangannya
produk yang bertaraf “Halal Lifestyle” yang sudah diproduksi oleh negara Indonesia
diantaranya halal food, halal fashion, halal travel, halal cosmetics and pharmaceuticals,
halal media and recreation, islamic finance (Muflihin Dliyaul 2019). Implementasi halal
lifestyle tentunya menjadi peluang sekaligus tantangan khususnya bagi bangsa Indonesia,
sehingga diperlukan cara agar dapat memanfaatkan peluang yang ada sekaligus menjawab
tantangan pada perkembangan halal lifestyle di Indonesia.
Dengan adanya uraian di atas, maka rumusan masalah yang diambil dalam penelitian
ini yaitu “Bagaimana implementasi model pengembangan Halal Lifestyle yang ada di
Indonesia?” Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh apa implementasi model
pengembangan Halal Lifestyle yang sudah dijalanakan di Indonesia hingga saat ini. Penelitian
ini diharapkan mampu dijadikan sebagai acuan pengetahuan terkait produk Halal Lifestyle
yang sudah dilakukan oleh Indonesia, agar pemangku kebijakan mampu memberikan
kebijakan serta mendorong peningkatan gaya hidup halal di masyarakat lebih baik lagi. Oleh
karena itu dipilihlah judul “Implementasi Model Pengembangan Halal Lifestyle di Indonesia”.

KAJIAN PUSTAKA
a. Konsep Halal Lifestyle
Halal lifestyle terdiri dari dua kata yaitu “Halal” dan “Lifestyle” yang masing-masing
memiliki makna yang berbeda. Menurut Rachim dkk menjelaskan bahwa halal memiliki
dua pandangan yaitu secara vertical dan horizontal. Secara vertikal halal merupakan
upaya untuk memenuhi kewajiban seorang beragama Islam kepada Tuhannya, sedangkan
secara horizontal makna halal dinyatakan selain dimaknai sebagai sebuah prinsip dan
kualitas hidup, juga dapat dimaknai dalam konteks bernilai bisnis (Rachim 2021). Berbeda
dengan kata halal, lifestyle merupakan sebuah pola dalam penggunaan, pemahaman,
maupun penghargaan terhadap suatu benda/jasa. Lifestyle ciri sebuah dunia modern
karena dunia modern gaya hidup akan membantu mendefinisikan sikap, nilai-nilai, dan
menunjukan kekayaan serta posisi social (Agustina et al. 2019).
Produk halal merupakan segala sesuatu baik berupa barang maupun jasa yang
terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, wisata dan lain sebagainya yang
dapat digunakan/dipakai atau dimanfaatkan oleh masyarakat yang dapat di pertanggung
jawabkan kebersihan dan kesehatannya sesuai dengan syariat Islam sebagai pedoman
produk halal tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Muflin yang menjelaskan bahwa
pengertian produk halal yaitu produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan
syariat Islam (Muflihin Dliyaul 2019). Fungsi dan kegunaan yang ada pada produk
tentunya dapat digunakan sesuai dengan masing-masing gaya hidup (Lifestyle)
masyarakat. Dalam hal ini produk halal dapat dijadikan sebagai lifestyle oleh masyarakat
karena di dalam gaya hidup halal (halal lifestyle) terdapat unsur kesehatan, keselamatan
dan keamanan, kemakmuran dan martabat manusia (Adinugraha and Sartika 2019).
Definisi Halal lifestyle dapat diartikan sebagai kebiasaan seseorang dalam kehidupan
sehari-harinya untuk mengkonsumsi, memanfaatkan dan menggunakan barang/jasa yang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai serta prinsip-prinsip agama Islam (Adinugraha and
Sartika 2019). Berbeda dengan pendapat tesebut Halal lifestyle menurut Muslim Judicial
Halaal Trust (MJCHT) merupakan tingkah laku seseorang yang dilakukan sesuai dengan
kemampuannya secara benar, jujur, berintegritas, bermartabat, berkeadilan dan tidak
menyimpang dari ajaran Islam (Adinugraha and Sartika 2019). Adanya pendapat para ahli
tersebut dapat disimpulkan bahwa Halal Lifestyle merupakan kebiasaan atau gaya hidup
masyarakat yang tidak menyimpang dari ajaran islam yang berupa kebersihan, kejujuran,
keadilan, dan lain sebagainya. Sebagai sebuah lifestyle, cara untuk bergaya hidup halal
meliputi beberapa aspek dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan tiga aspek halal,
yaitu halal memperoleh, halal mengkonsumsi dan halal memanfaatkan (Sari and
Ratnasari 2021).
b. Macam-Macam Produk Halal Lifestyle
Halal Lifestyle memiliki beraneka macam bidang produk yang telah banyak dikenal
oleh kalangan masyarakat khususnya umat muslim di seluruh dunia, misalnya dalam
bidang fashion, makanan, wisata, ekonomi/bank, kosmetik, travel, dan masih banyak lagi.
Hal ini sejalan denga napa yang dijelaskan oleh Agustina dalam penelitianya bahwa Halal
Lifestyle meliputi beberapa hal yang mampu mendifinisikan suatu pola kehidupan yang
islami, yaitu fashion, makanan-minuman, wisata halal, dan penggunaan kosmetik dan
obat-obatan (Agustina et al. 2019). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Fashion Halal
Halal lifestyle dalam dunia fashion dapat dijadikan sebagai sebuah identitas bagi
para penggunannya khususnya bagi umat muslim. Busana Islami telah diatur dalam
pedoman al-Quran surat (QS. Al-A’raf [7]: 26). Halal lifestyle memberikan pengaruh
pada fashion pakaian yang saat ini digunakan, sehingga perlu ditekankan bahwa
pakaian harus sesuai dengan ketentuan dan aturan Allah SWT. Dalam hal ini
Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama islam
memiliki peluang dan potensi yang cukup besar untuk menjadi negara penghasil
produk fashion halal. Hal ini didasarkan karena menurut GEMA pada tahun 2018
Indonesia mempunyai penduduk muslim terbesar di dunia, banyak komunitas dan
desainer, serta cukup rajin menyelenggarakan acara fesyen bertemakan modest
wear (Sari and Ratnasari 2021).
2) Makanan Minuman Halal
Makanan dan minuman juga telah diatur Islam. Kewajiban umatlah mengkonsumsi
sesuatu yang halal dan juga bersifat toyyiban atau higienis (QS. Baqarah [2]: 168).
Dalam hal ini produk halal berupa makanan dan minuman tidak hanya dapat
dikonsumsi oleh umat muslim saja, akan tetapi umat non-muslim juga bisa
mengkonsumsinya dengan alasan makanan dan minuman produk halal ini lebih
sehat dan bersih dibandingkan dengan makanan atau minuman dengan produk
haram.
3) Wisata Halal
Wisata halal merupakan perwujudan dari nuansa religius dalam kehidupan sosial
budaya dan sosial ekonomi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (Baca 2021).
Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah wisata baik alam maupun buatan
yang cukup banyak dapat dijadikan sebagai peluang munculnya perkembangan
wisata halal. Wisata halal disini dapat diciptakan dengan orientasi pengembangan
ekosistem pariwisata untuk meningkatkan kepedulian pengunjung/masyarakat
terhadap lingkungan alam maupun buatan. Agama islam di Indonesia memiliki
kesan yang sangat baik dalam kanca internasional. Dimana umat islam yang berada
di Indonesia dianggap sebagai islam yang ramah dan damai. Tentunya hal tersebut
dapat dimanfaatkan dalam strategi menarik perhatian pengunjung dari manca
negara untuk menungunjungi wisata halal berorientasi ekosistem yang ada di
Indonesia. Meskipun Indonesia tidak menempati peringkat pertama dalam
kunjungan wisata halal, ini dapat menjadi potensi besar bagi Indonesia karena
memiliki banyak tempat wisata yang dapat menjadi kunjungan ke komunitas dunia
(Iflah 2020).
4) Kosmetik dan Obat-obatan Halal
Produk kosmetik dan obat-obatan yang sering digunakan oleh umat muslim
tentunya sangat mengandalkan label halal dalam produk tersebut. Oleh karena itu,
dengan adanya Halal lifestyle tentunya memberikan kemudahan bagi pengguna
produk untuk mengetahui kandungan dalam produk kosmetik atau obat-obatan
tersebut aman digunakan/dikonsumsi atau tidak. Komestik dan obat-obatan yang
telah melewati BPOM maka layak untuk diedarkan dengan baik, agar memberikan
rasa nyaman kepada pengguna, label halal diperlukan oleh MUI untuk menjamin
produk halal dan aman yang digunakan oleh umat Islam.
c. Indikator Produk Halal Lifestyle
Produk halal lifestyle dapat dikatakan sebagai produk yang halal sesuai dengan
syariat islam apabila sudah melalui proses awal produksi hingga menjadi suatu produk
siap dipasarkan yang sesuai dengan nilai-nilai agama islam dan tidak bertentangan
dengan syariat islam. Adapun indikator dari produk halal lifestyle diantaranya sebagai
berikut:
a. Proses produksi yang sesuai dengan syariat Islam
Dalam sistem produksi barang halal dalam ekonomi islam memiliki prinsip untuk
menjaga dan membahagiakan konsumen baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini
berarti bahwa produk halal tersebut telah melalui proses produksi yang sudah sesuai
dengan syariat islam. Kegiatan produksi dalam produk halal akan dilandasi dengan
nilai-nilai islam dan tentunya sesuai dengan syariat-Nya. Prioritas produksi harus
sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajiyyat dan tahsiniyat. Kegiatan
produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak dan
wakaf, mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan
serta tidak merusak lingkungan, distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan
pengelola, manajemen dan karyawan (Turmudi 2017).
b. Penyimpanan Produk atau Bahan Baku Halal
Dalam proses penyimpanan produk atau bahan baku yang berstandart halal tentunya
tidak bisa diletakkan disembarang tempat. Bahan atau produk halal yang disimpan
pada tempat penyimpanan tidak boleh tercampur dengan bahan atau produk haram.
Apabila penyimpanannya pada suhu ruang yang dingin maka harus segera dipisahkan
karena akan berakibat pada tercampurnya unsur yang akan dibawa oleh suhu dingin
(Tieman, van der Vorst, and Che Ghazali 2012).
c. Distribusi produk yang sesuai syariah
Distribusi produk halal yang sesuai dengan syariah islam didasarkan atas prinsip
pemenuhan kebutuhan setiap individu. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh
Muflihin dalam penelitiannya bahwa adapun kesejahteraan dalam Ekonomi Islam
diukur berdasarkan prinsip pemenuhan kebutuhan setiap individu masyarakat, bukan
atas dasar penawaran dan permintaan, pertumbuhan Ekonomi, cadangan devisa, nilai
mata uang ataupun indeks harga-harga di pasar non-riil, sebagaimana dialami dalam
sistem Ekonomi Kapitalisme (Muflihin Dliyaul 2019)
d. Pemasaran yang sesuai dengan syariah
Pemasaran yang sesuai dengan syariah islam harus mempertimbangkan berbagai
aspek maupun unsur didalamnya. Pemasaran dalam al-Qura’an meliputi tiga unsur,
yaitu: Pertama adalah pemasaran beretika, Kedua adalah pemasaran profesional,
Ketiga adalah transparan dalam pemasaran.

PEMBAHASAN
Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya merupakan umat islam yaitu sebesar
80% tentunya menjadi peluang bagi pemerintah untuk mengembangkan model produk halal
lifestyle di Indonesia. Pengimplementasian model pengembangan produk halal lifestyle di
Indonesia dapat dikatakan mampu menarik perhatian dunia terhadap berbagai produk yang
dihubungkan dengan kata “halal”. Akan tetapi, besarnya peluang dan potensi yang dimiliki
oleh negara Indonesia tidak berjalan secara optimal karena kurangnya sosialiasi dan
pengembangan model dalam memperkenalkan halal lifestyle ini. Hal ini terbukti dengan
masuknya Indonesia sebagai peringkat ke-10 dari 15 negara lainnya yang memberikan
sumbangan yang signifikan untuk model pengembangan halal lifestyle. Peringkat tersebut
diukur dengan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) melalui indikator-indikator makanan
halal, jasa keuangan Islam, wisata halal, fashion halal, media halal, kosmetik dan farmasi
halal (Agustina et al. 2019). Data tersebut dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Global Islamic Economy Indicator beberapa negara


GIE Halal
Top15 Halal Halal Islamic Modest Halal
indicator Media and
countries Food Travel Finance Fashion Cosmetics
score Recreation
Malaysia 121 55 70 139 25 38 61
UEA 86 92 81 92 67 137 78
Bahrain 66 90 30 90 26 68 36
Saudi
63 83 35 83 17 33 48
Arabia
Oman 48 51 36 51 16 40 40
Pakistan 45 47 11 47 19 8 52
Kuwait 44 51 29 51 13 45 29
Qatar 43 47 35 47 15 46 32
Jordan 37 36 39 36 19 31 49
Indonesia 36 38 35 38 21 9 41
Singapore 32 22 44 22 26 75 56
Brunei 32 27 22 27 12 30 39
Sudan 28 30 23 30 5 17 23
Iran 28 30 36 30 10 20 27
Banglades
26 31 10 31 25 3 25
h
Sumber: State of the Global Economic Report (2018)

Pengimplementasian model halal lifestyle di Indonesia sudah berjalan cukup baik,


akan tetapi jika dilihat pada tabel 1 Indonesia masih menunjukkan kurang optimalnya model
pengembangan dan kurangnya upaya yang mampu menarik tren halal lifestyle ini. Padahal
jika dilihat dari jumlah milenial Indonesia yang menjadi potensi bagi penerapan halal
lifestyle, negara Indonesia menempati posisi pertama dibandingnya dengan negara lainnya.
Oleh karena itu, sebagai upaya mengoptimalkan model pengembangan halal lifestyle ini
tentunya dibutuhkan dukungan secara penuh dari masyarakat maupun pemerintah dalam
memperkenalkan tren halal lifestyle. Hal ini juga dijelaskan oleh Rohim dkk bahwa ntuk
optimalisasi implementasi hal tersebut, diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak,
baik dari regulator, akademisi, maupun masyarakat sendiri (Rohim and Priyatno 2021). Data
mengenai interaksi jumlah milenial Indonesia yang mampu menjadi potensi penerapan halal
lifestyle dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Volume dari interaksi millenial per negara dan sektor


Islamic Halal
Halal Modest Halal Halal
Countries Financ Cosmetic Total
Food Fashion Travel Media
e s
4.20 128.80
Indonesia 37.500 68.500 4.600 4.200 7.800
0 0
7.40
Malaysia 60.600 5.300 1900 1.400 8.100 84.700
0
1.20 48.50
Pakistan 4.000 1.500 500 200 55.900
0 0
6.80
USA 2.500 1.100 1500 2.200 500 14.600
0
7.70
Filipina 400 1.200 100 200 4.300 13.900
0
2.50
India 1.800 500 300 5.200 - 10.300
0
Saudi
900 600 900 100 5.300 - 7.800
Arabia
2.70
UK 600 400 300 1.000 100 5.100
0
Turkey - - - - 4.900 - 4.900
UAE 300 300 200 - 3.000 - 3.800
Sumber: State of the Global Economic Report (2018)
Implementasi halal lifestyle ini sangat terkait dengan tingkat kesejahteraan sosial
masyarakat mengenai produk halal tersebut. Sehingga produk tersebut dapat memberikan
rasa aman dan tenang secara spiritual serta mendorong tingkat mobilitasnya secara fisik
dalam memenuhi kebutuhan sosialnya. Apabila dilihat dari segi perekonomian Indonesia,
model pengembangan berbasis halal lifestyle sangat diminati oleh masyarakat secara luas.
Oleh karena itu sektor produk halal lifestyle ini mempunyai peluang sangat besar di
Indonesia akibat adanya kesadaran komunitas muslim yang hidupnya lebih sesuai dengan
syariah islam. Hal ini terbukti dengan dalam pangsa pasar ekonomi halal global pada tahun
2017 yang jumlahnya sekitar 2,1 triliun dolar AS, Indonesia adalah negara yang menempati
posisi pertama sebagai negara konsumen ekonomi halal, yakni sekitar 10% (Faried 2019).
Menurut Tim Publikasi Katadata pada tahun 2025, diperkirakan tingkat konsumsi produk
halal Indonesia akan mencapai USD 330,5 miliar (Fathoni 2020). Selain itu, kebutuhan
produk halal sudah diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal. Kebutuhan akan halal lifestyle dapat dilihat dari pengeluaran
masyarakat muslim di Indonesia pada tabel 2.
Tabel 2. Pengeluaran Muslim Indonesia Untuk Gaya Hidup Halal
Sektor Halal Lifestyle Muslim Indonesia Muslim Global Market Share (%)
Makanan US$ 190,4 Milyar US$ 1,292 Milyar 14,7%
Keuangan US$ 36 Milyar US$ 1,214 Milyar 3%
Perjalanan US$ 7,5 Milyar US$ 140 Milyar 0,6%
Mode US$ 18,8 Milyar US$ 266 Milyar 7%
Media dan Rekreasi US$ 9,37 Milyar US$ 185 Milyar 5%
Farmasi US$ 4,88 Milyar US$ 72 Milyar 6,7%
kosmetik US$ 3,44 Milyar US$ 46 Milyar 7.4%
Sumber: State of the Global Islamic Economy 2014-2015 (Adinugraha and Sartika 2019)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengeluaran masyarakat muslim di


Indonesia sebagian besar terletak pada sektor makanan halal. Hal ini berarti kesadaran
masyarakat mengenai Kesehatan dan kebersihan dari suatu makanan sangat
dipertimbangkan. Dengan meningkatnya daya beli produk halal ini akan mengembangkan
tren halal lifestyle dan perdagangan islam di Indonesia. Selain itu, dapat dilihat pada sector
keuangan, perjalanan/travel, dan mode/fashion menjadi sektor yang cukup diminati oleh
masyarakat Indonesia setelah sektor makanan. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh
Sahir dkk bahwa pada dua dekade terakhir gaya hidup masyarakat di Indonesia mengacu
pada
nilai-nilai Islam terbukti dengan perkembangan busana hijab, penambahan hotel
syariah, meningkatnya ibadah haji dan umrah, perkembangan penjualan kosmetik
halal, serta wisata halal (Sahir, Ramadhan, and Tarigan 2018).
Bentuk pengimplementasian model halal lifestyle di Indonesia dapat dilihat pada
beberapa sektor di bawah ini:
1. Sektor Makanan dan Minuman
Makanan dan minuman yang beranekaragam ada di Indonesia sebagian besar
merupakan produk halal. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang
mayoritas merupakan umat islam. Makanan dan minuman dalam produk halal
sudah melalui proses penjaminan produk halal yang dilakukan oleh BPJPH. Dalam
undang-undang no. 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal, pemerintah
harus dapat menjamin kehalalan produk yang beredar di Indonesia. Maka
dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan tugas dan
fungsi untuk
memastikan produk yang masuk dan beredar serta diperdagangkan di Indonesia
adalah produk yang halal (Baca 2021).
2. Sektor Keuangan/Ekonomi Syariah
Dalam proses pengembangan halal lifestyle sektor keuangan, Indonesia sudah
mulai mendirikan sektor ekonomi yang sesuai dengan syariah islam. Dunia
keuangan syari’ah sudah menggunakan dual banking system yang artinya
penduduk Indonesia dapat memilih untuk menggunakan bankkonvensional
maupun syariah. Ekonomi syariah ini terbukti mampu memberikan kontribusi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar USD 3,8 miliar setiap tahunnya
menurut Kementerian Keuangan Republik Indonesia tahun 2019 (Fathoni 2020).
Bukti dukungan lainnya dalam proses pengembangan halal lifestyle dalam sektor
ekonomi dapat dilihat dari Bank Indonesia (BI) ketika menyelenggarakan Indonesia
International Halal Seminar & Workshop yang dilaksanakan oleh Indonesia Halal
Lifestyle Center (IHLC) untuk mendorong perkembangan potensi industri syariah di
Indoensia.
3. Sektor Fashion
Produk fashion Muslimah menjadi yang paling menarik diminati di negara muslim
terutama di Indonesia. Berdasarkan laporan State of The Global Islamic Economy
tahun 2013, Indonesia menempati peringkat ketiga teratas, yakni mencapai $18,8
milyar. Terbukti dengan online hijab store (Vanilla Hijab dan Hijab Princess yang
mengantongi omzet tiap bulan hingga 450-500 juta .
4. Sektor Pariwisata
Dalam sektor pariwisata, Indonesia sudah mulai mengembangkan model wisata
halal. Hal ini dapat dilihat pada wilayah wisata Nusa Tenggara Barat yang sudah
diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nomor 2 Tahun 2016
Tentang Pariwisata Halal. Selain itu, juga dapat dilihat pada wilayah Provinsi Aceh
yang merupakan salah satu wilayah Indonesia yang sangat menjunjung tinggi
syariat Islam. Wisata halal di Aceh sudah dideklarasikan sebagai sebagai daerah
destinasi wisata halal unggulan oleh Menteri Pariwisata (Menpar) RI, Arief Yahya
(Adinugraha and Sartika 2019).
5. Sektor Farmasi/Obat-obatan
Sektor pengobatan atau farmasi halal di Indonesia sudah mulai dikembangkan
dengan dibentuknya rumah sakit syariah sebanyak sepuluh rumah sakit sudah
beroperasi dan produsen obat-obatan yang sudah memiliki sertifikasi halal.
6. Sektor Kosmetik
Sektor kosmetik yang berlandaskan produk halal sudah mulai dikembangkan oleh
masyarakat Indonesia dengan menjadikan kata “Halal” sebagai daya tarik
produknya. Misalnya produk kosmetik Wardah yang memiliki jargon halal untuk
meraih pangsa pasarnya dengan didukung oleh halal fashion melalui jargon hijaber
bagi endorsernya.

Pemerintah Indonesia berupaya dalam memberikan kenyamanan kepada seluruh


masyarakatnya mengenai produk halal melalui kegiatan sertifikasi halal khususnya pada
sektor makanan dan minuman, obat-obatan, kosmetik, jasa keuangan dan lain sebagainya.
Hal tersebut berfungsi agar masyarakat merasa tenang dan terjamin kesehatannya pada
saat menggunakan atau mengkonsumsi produk bersertifikasi halal tersebut. Pengetahuan
mengenai kehalalan suatu produk merupakan langkah awal dalam mengimplementasikan
halal lifestyle ini. Implementasi gaya hidup halal diawali dari upaya membangun kesadaran
dan pengetahuan akan kehalalan produk yang dikonsumsi, melalui berbagai kegiatan
(Khasanah, 2020). Telah dijelaskan di atas bahwa pemerintah Indonesia membentuk badan
penyelenggaran sertifikasi produk halal melalui BPJPH. Secara spesifik tugas BPJS adalah
melakukan registrasi halal, mengeluarkan sertifikasi halal, sertifikasi halal, membina serta
mengawasikehalalan produk, bekerjasama dengan seluruh seluruh stakeholder yang terkait,
dan menetapkan standar halal pada sebuah produk (Baca 2021).

Gambar 1. BPJPH sebagai badan penyelenggara sertifikasi halal MUI

Sumber: Akuratnews.com

Data Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan badan atau lembaga yang berwenang
mengeluarkan serrtifikasi halal terhadap produk yang telah diproduksi sesuai dengan nilai-
nilai syariah islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih menemukan jutaan UMKM yang
memproduksi makanan atau minuman, dan sektor lainnya belum melaksanakan sertifikasi
halal ini. Berdasarkan data Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2014-2015 telah terbit
sertifikat halal nasional untuk 6.231 perusahaan dan UMKM. Sedangkan untuk perusahaan
yang berasal dari luar negeri, MUI telah menerbitkan sertifikat halal untuk 683 perusahaan
(Tirto, 2016). Hal ini tentunya sangat disayangkan, ditambah dengan pamahaman
masyarakat yang menganggap bahwa semua yang diproduksi atau dibuat di Indonesia
merupakan produk halal. Ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Fathoni bahwa
pemahaman masyarakat Indonesia terhadap konsep halal masih dirasa kurang (Fathoni
2020).
Kurangnya halal awareness pada masyarakat Indonesia merupakan sebuah tantangan
yang dapat mengancam penerapan halal lifestyle di Indonesia. Halal awareness memiliki
keterkaitan dengan religiusitas dan pengetahuan mengenai konsep halal. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Nusran, dkk, 2018), religiusitas memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap perilaku konsumsi produk halal dibanding pengetahuan terhadap suatu
produk halal. di media sosial. Tingginya permintaaan mengenai produk halal dari pasar
domestik dan luar negeri yang tidak mampu menjamin kehalaan suatu produk melalui
sertifikasi halal ini tentunya akan membuat kurangnya nilai jual produk tersebut. Hal ini
dikarenakan label halal memberikan pengaruh sangat besar terhadap pertimbangan
konsumen dapat membeli produk tersebut. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
para ahli yaitu faktor seperti label halal dan islamic branding berpengaruh terhadap
peningkatan minat masyarakat dalam membeli produk halal (Hidayat & Resticha, 2019;
Octaviani & Puspita, 2021). Label halal dalam kemasan makanan merupakan salah satu
pertimbangan utama dalam keputusan pembelian produk bagi sebagian besar konsumen
rumah tangga (Edi Wibowo and Diah Madusari 2018). Oleh karena itu, sebagai Langkah
memperkenalkan halal lifestyle kepada masyarakat, seharusnya sertifikasi halal ini harus
terus digiatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap produk semakin meningkat sehingga
produk tersebut akan terus diminati oleh masyarakat secara luas.
Maka untuk meningkatkan halal awareness di Indonesia, pihak terkait seperti
pemerintah dan masyarakat dapat melakukan sosialisasi dalam memperkenalkan halal
lifestyle sebagai Langkah masyarakat dalam memahami produk halal itu sendiri. Sosialisasi
harus dilakukan secara terus menerus. Sosialisasi secara langsung bisa dilakukan dengan
membuat kajian keagamaan tentang konsep halal, mengadakan seminar bertemakan
industri halal, mengadakan kunjungan ke lembaga pendidikan, serta mengadakan event dan
pameran industri halal. Sementara itu, sosialisasi secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan perantara berbagai media. Pada media cetak, sosialisasi bisa dilakukan dengan
membuat artikel pada koran dan majalah, membuat buku dan komik mengenai konsep halal
seperti yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) (Nusran, 2018). Melalui media
elektronik, sosialisasi bisa dilakukan dengan membuat siaran mengenai konsep dan industri
halal. Sosialisasi juga bisa dilakukan melalui media siber, seperti dengan membuat konten
pada website dan media sosial, membuat challenge di media sosial, serta melakukan siaran
online.

DAFTAR REFERENSI

Adinugraha, Hendri Hermawan, and Mila Sartika. 2019. “Halal Lifestyle Di Indonesia.” An-
Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah 5(2):57–81. doi: 10.21274/an.2019.5.2.layout.
Agustina, Ativa Hesti, Risky Dwi Afriadi, Ceasar Pratama, and Ade Lestari. 2019. “Platform
Halal Lifestyle Dengan Aplikasi Konsep One Stop Solution.” Falah: Jurnal Ekonomi
Syariah 4(1):56. doi: 10.22219/jes.v4i1.8699.
Baca, Bahatma. 2021. “Halal Life Style Sebagai Dakwah Determinasi Diri Dan Sosial
Masyarakat Indonesia.” Jurnal Al-Hikmah 19(01):1–12. doi:
10.35719/alhikmah.v19i01.41.
Boediman, Eko Putra. 2017. “Halal Lifestyle in Marketing Communication of Tourism and
Hospitality.” International Journal of Economic Research 14(4):429–38.
DinarStandard. (2018). State of the Global Islamic Economy Report 2019/20. In
DInarStandard in Partnership with Salaam Gateway.
https://haladinar.io/hdn/doc/report201 8.pdf
Edi Wibowo, Dwi, and Benny Diah Madusari. 2018. “Pengaruh Labelisasi Halal Terhadap
Keputusan Pembelian Oleh Konsumen Muslim Terhadap Produk Makanan Di Kota
Pekalongan.” Indonesia Journal of Halal 1(1):73. doi: 10.14710/halal.v1i1.3400.
Faried, Annisa Ilmi. 2019. “Implementasi Model Pengembangan Industri Halal Fashion Di
Indonesia.” Jurnal Kajian Ekonomi Dan Kebijakan Publik 4(2):9–19.
Fathoni, Muhammad Anwar. 2020. “Potret Industri Halal Indonesia: Peluang Dan
Tantangan.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 6(3):428. doi: 10.29040/jiei.v6i3.1146.
Hidayat, R., & Resticha, D. (2019). ANALISIS PENGARUH VARIASI PRODUK DAN LABELISASI
HALAL TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELI ULANG
PADA KOSMETIK WARDAH. JOURNAL OF APPLIED BUSINESS ADMINISTRATION, 3(1),
40-52. https://doi.org/10.30871/jaba.v3i1.1282
Iflah, Iflah. 2020. “Wisata Halal Muslim Milenial.” Jurnal Common 3(2):153–66. doi:
10.34010/common.v3i2.2601.
Muflihin Dliyaul. 2019. “Indikator Halal Dalam Industri Halal Fashion.” Jurnal Saujana 01:53–
69.
Rachim AH, Santoso Budiarti Meilanny. 2021.” MAINSTREAMING THE HALAL LIFESTYLE:
BETWEEN OPPORTUNITIES AND CHALLENGES OF SOCIAL PROTECTION CAPACITY IN
GLOBAL TRENDS”. AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis
dan Kewirausahaan Vol.6, No. 2, Agustus 2021, DOI :
https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v6i2.33085, hal. 151-161
Rohim, Ade Nur, and Prima Dwi Priyatno. 2021. “Pola Konsumsi Dalam Implementasi Gaya
Hidup Halal.” Maro: Jurnal Ekonomi Syariah Dan Bisnis 4(2):26–35. doi:
10.31949/maro.v4i2.1302.
Sahir, Syafrida Hafni, Atika Ramadhan, and Eka Dewi Setia Tarigan. 2018. “Pengaruh Gaya
Hidup, Label Halal Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Kosmetik Wardah Pada
Mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area
Medan.” Jurnal Bisnis Dan Manajemen 2(031):130.
Sari, Novi Sekar, and Ririn Tri Ratnasari. 2021. “Nilai Pengalaman Pada Halal Fesyen Dan
Kepuasan Pengalaman Terhadap Niat Berperilaku.” Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan
Terapan 8(3):374. doi: 10.20473/vol8iss20213pp374-383.
Tieman, Marco, Jack G. A. J. van der Vorst, and Maznah Che Ghazali. 2012. “Principles in
Halal Supply Chain Management.” Journal of Islamic Marketing 3(3):217–43. doi:
10.1108/17590831211259727.
Turmudi, Muhammad. 2017. “Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam.” Islamadina: Jurnal
Pemikiran Islam 37–56.

Anda mungkin juga menyukai