Anda di halaman 1dari 3

PERKEMBANGAN DAN OUTLOOK INDUSTRI HALAL

Oleh Rahmi Rahmawati (Wakoor. div. Keilmuan)

1. PENDAHULUAN

Berdasarkan data Sensus Penduduk Indonesia tahun 2010, penduduk Indonesia yang memeluk
agama Islam tercatat sekitar 87 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah dan proporsi ini di
prediksi akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Sedangkan untuk tataran global,
Pew Research Center’s Forum on Religion & Public Life memproyeksikan total penduduk
muslim dunia akan meningkat dari 1,6 milyar jiwa di tahun 2010 menjadi 2,2 jiwa di tahun 2030.

Dilihat dari sisi ekonomi, Negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim yang tergabung
dalam OIC (Organization of Islamic Cooperation) merepresentasikan 11,3 persen dari total
Global Gross Domestic Product dengan ekspektasi tingkat pertumbuhan rata-rata 6,3 persen
setiap tahunnya. Indonesia merupakan Negara yang menduduki peringkat pertama sebagai
Negara anggota OIC dengan GDP tertinggi. Dengan bermodalkan tingginya populasi umat
Muslim di Indonesia dan dunia, ditambah lagi dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang
cukup menjanjikan, Negara-negara islam akan menjadi target pasar yang potensial dengan
market size yang besar bagi berbagai sektor industri non keuangan khususnya pada consumer
goods, fashion dan pariwisata.

1. ANALISA PERKEMBANGAN

Thomas Reuters dalam laporannya yang berjudul State of the Global Islamic Economy 2013
Report melaporkan bahwa total pengeluaran global dari konsumen Muslim untuk sektor
makanan dan lifestyle mencapai 1,62 triliun US Dollar pada tahun 2012 dan diperkirakan akan
mencapai 2,47 triliun US Dollar pada tahun 2018. Angka tersebut menggambarkan besarnya
potensi industri non keuangan syariah bagi berbagai Negara dengan mayoritas penduduk
Muslim, khususnya Indonesia sebagai Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di
dunia.

Untuk total pengeluaran sektor makanan Indonesia menempati peringkat pertama dengan total
pengeluran sebesar 197 milyar us Dollar atau sekitar 18 persen dari total pengeluaran global
untuk sektor makanan. Sedangkan untuk total pengeluaran sektor pakaian dan produk fashion
dan sektor pharmaceutical, Indonesia menempati peringkat ketiga. Dari data tersebut dapat
dikatakan bahwa industri makanan halal dan industri pakaian (industri hijab) merupakan industri
non keuangan syariah yang paling potensial di Indonesia.

Sebagai Negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, sudah seharusnya Indonesia
menjadi pusat industri makanan dan minuman halal di dunia. Tingginya total pengeluaran global
pada sektor makanan halal yaitu 1.088 Milyar USD atau sekitar 17 persen dari total pengeluaran
global mengindikasikan terbuka lebarnya peluang pasar untuk memasarkan produk makanan
halal tidak hanya di dalam negeri namun juga ke pasar Negara-negara dengan mayoritas
penduduk muslim.
Selain itu, dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH)
pada tanggal 25 september 2014 juga menjadi dorongan untuk para pengusaha dan produsen
untuk bergerak menuju industri halal. Berdasarkan Undang-undang JPH, terhitung tahun 2019,
seluruh produk yang beredar wajib memiliki sertifikat halal. Selain itu, sanksi akan diberlakukan
bagi perusahaan yang sudah memenuhi kriteria untuk sertifikasi halal namun mengulur waktu
untuk melakukan sertifikasi halal. Implementasi Undang-Undang JPH ini secara potensial akan
meningkatkan kepercayaan dunia terhadap jaminan kehalalan produk Indonesia.

Salah satu Negara yang berpotensi besar untuk menjadi tujuan ekspor produk pangan halal
Indonesia adalah Malaysia. Namun sayangnya sampai dengan sekarang Indonesia masih
menduduki peringkat keempat setelah Australia, Tiongkok dan Selandia Baru dalam hal ekspor
produk makanan dan minuman halal ke Malaysia. Padahal Indonesia sangat berpeluang besar
untuk memasarkan produk makanan dan minuman halal di Malaysia karena sertifikasi halal yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah diakui oleh otoritas halal di Malaysia.
Negara-negara lain yang dibidik untuk menjadi tujuan ekspor Indonesia adalah Negara-negara
OIC. Dalam sektor makanan khususnya komoditas meat and live animal , Negara-negara OIC
setiap tahunnya mengimpor komoditas tersebut sebesar 15,4 Milyar US Dollar setiap tahunnya
dan 91 persen dari impor tersebut datang dari Negara yang bukan tergabung dalam OIC. Dengan
peluang yang ada, sudah seharusnya produsen makanan dan minuman halal di Indonesia untuk
masuk ke pasar Negara-negara tersebut.

Selain Negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Negara dengan penduduk Muslim minoritas
juga dapat dibidik sebagai target pasar yang potensial. Salah satu contoh Negara yang potensial
adalah Amerika Serikat. Imarat Consultants dalam laporannya yang berjudul “An Overview of
the Global Halal Market” melaporkan bahwa sari seluruh konsumen yang membeli produk
makanan berlogo kosher, 16 persennya adalah konsumen Muslim. Konsumen Muslim di
Amerika secara total mengeluarkan 16 Milyar US Dollar setiap tahunnya untuk membeli produk
kosher karena ketiadaan atau terbatasnya produk makanan dan minuman halal yang di jual di
pasar makanan dan minuman di Amerika Serikat. Keterbatasan produk makanan dan minuman
halal juga terjadi di Inggris. Hanya 0,5 persen dari produk daging halal yang dijual di
supermarket padahal kebanyakan konsumen muslim yang berasal dari Negara Asia berbelanja di
supermarket. Hal tersebut mengindikasikan peluang pasar yang terbentang lebar untuk produsen
makanan dan minuman halal di Indonesia untuk masuk ke pasar-pasar potensial tersebut.

Selain itu, persaingan dengan Negara pengekspor bersertifikat halal lainnya menjadi tantangan
yang cukup penting untuk dikaji dengan baik. Pasar untuk produk bersertifikat halal tidak hanya
dibidik oleh Negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, tapi juga dibidik oleh Negara-
negara lain. Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru dan Kanada adalah contoh Negara
pengekspor produk bersertifikat halal dengan kualitas dan mutu yang tinggi, terutama untuk
produk pangan seperti daging, produk pangan olahan kemasan dan makanan siap saji.

Selandia baru sebagai contoh, menajadi Negara pengekspor daging halal utama melalui berbagai
upaya sertifikasi halal yang dilakukan oleh Federation of Islamic Association (FIANZ) dan New
Zealand Islamic Meat Management (NZIM). Sedangkan untuk Negara ASEAN lainnya,
Malaysia dan Thailand adalah Negara yang sangat gencar dalam hal produksi dan ekspor produk
pangan halal. Malaysia sendiri sudah memposisikan diri sebagai ASEAN Halal-hub dan
International Halal Food-Hub. Industri makanan halal di Malaysia terus tumbuh sekitar 9 persen
sejak tahun 2006-2008 dan diperkirakan akan terus tumbuh dalam beberapa tahun mendatang.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, dengan berbagai potensi dan peluang yang
telah dipaparkan diatas sudah seharusnya Indonesia menjadi pusat Industri makanan dan
minuman halal di dunia. Terlebih lagi Indonesia memiliki MUI yang fatwa dan setifikat halalnya
sudah diakui oleh dunia. Ditambah lagi dengan telah disahkannya Undang-Undang Jaminan
Produk Halal pada September 2014 kemarin diharapkan mampu menjadi motor penggerak
industri halal Indonesia.

Sumber : Buku Sharia Economic Outlook 2014 – Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

Anda mungkin juga menyukai