Anda di halaman 1dari 33

MATA KULIAH KELOMPOK 2

PEREKONOMIAN INDONESIA

DOSEN PENGAMPU
ULFIAH NOVITA, SE,M.Si

PELUANG PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH SEBAGAI


PERTUMBUHAN BARU (INDUSTRI MAKANAN HALAL DAN
KEUANGAN SYARIAH)

Disusun Oleh :
ANISA HASANAH ( 12070123254 )
DONY ARMANSYAH ( 12170112091 )
INDAH PERTIWI ( 12170121661 )
MUHAMMAD FAUZAN ( 12170114554 )
NURUL RIZKIYAH ( 12170121603 )
RISKA AMELIA PUTRI ( 12170124645 )

KELAS 5E
PRODI S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKAN BARU 2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan atas kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Perekonomian Indonesia, dengan judul “ Peluang Pengembangan
Ekonomi Syariah Sebagai Pertumbuhan Baru ( Industri Makanan Halal dan
Keuangan Syariah)”

Shalawat serta salam kita panjatkan kepada nabi besar kita nabi
Muhammad SAW Yang telah membawa kita dari alam kegelapan dan
menuju alam yang terang menerang seperti kita rasakan pada saat ini.
Makalah ini diperuntukkan untuk mahasiswa dan mahasiswi tingkat
khususnya yang membutuhkan wawasan lebih tinggi, selain itu diharapkan
bisa membantu pembaca lebih mengetahui tentang makalah.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan


tentang “Peluang Pengembangan Ekonomi Syariah Sebagai Pertumbuhan
Baru” khususnya pada sektor makanan halal dan keuangan syariah .Ucapan
terimakasih kepada Ibu Ulfiah Novita, SE,M.si selaku dosen mata kuliah
Perekonomian Indonesia atas bimbingan dan kepercayaannya kepada kami
untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Makalah ini bukanlah akhir dari
penulisan melainkan awal dari sebuah penulisan yang tentunya
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, demi perbaikan penulisan yang
akan datang.

Pekanbaru, 02 Desember 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 3
BAB II .............................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
2.1 Pengertian Ekonomi Syariah.............................................................................. 5
2.2 Ruang Lingkup Ekonomi Syariah...................................................................... 6
2.3 Lembaga Keuangan Syariah .............................................................................. 6
2.4 Perbankan Syariah ............................................................................................. 7
2.5 Pasar Modal Syariah ........................................................................................ 10
2.6 Jaminan Sosial ................................................................................................. 13
2.7 Zakat dan Waqaf .............................................................................................. 16
2.8 Industri Makanan Halal ................................................................................... 22
BAB III ........................................................................................................................... 26
PENUTUP ...................................................................................................................... 26
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 26
4.2 Saran ..................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim
mencapai 87,18 persen dari populasi 232,5 juta jiwa (Global Islamic
Economy Report 2018-2019). Ini adalah ukuran pangsa pasar produk dan
jasa berbasis ekonomi syariah yang sangat besar. Menurut laporan yang
sama, Indonesia termasuk 10 besar konsumen pada setiap sub-sektor dalam
industri halal. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Peringkat pertama pada top muslim food expenditure.
2. Peringkat kelima pada kategori top muslim travel expenditure.
3. Peringkat ketiga pada top muslim apparel expenditure
4. Peringkat kelima pada top muslim media expenditure.
5. Peringkat keenam pada top muslim pharmaceuticals expenditure.
Namun, pada kelima industri tersebut, Indonesia menempati posisi 10
besar menurut pemeringkatan Global Islamic Economy (GIE) Index hanya
pada kategori pariwisata halal dan fesyen Muslim. Kondisi industri syariah
di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar konsumsi produk
yang sesuai syariah atau halal1 di Indonesia masih dipasok dari produk-
produk impor. Pasokan produk halal yang diimpor untuk memenuhi
kebutuhan permintaan dalam negeri juga secara tidak langsung
mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang saat ini terus
mengalami peningkatan defisit.
Hal ini berarti industri halal Indonesia juga memegang peranan penting
untuk dapat menekan defisit neraca perdagangan dengan membesarkan sisi
produksi industri halal. Penerbitan UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal merupakan salah satu upaya membesarkan ukuran produksi
industri halal. Caranya dengan mewajibkan produk tertentu untuk memiliki
sertifikasi halal. Secara keseluruhan, konsumsi industri halal di Indonesia
pada tahun 2017 mencapai lebih dari USD 200 miliar atau lebih dari 36

1
persen dari total konsumsi rumah tangga dan lembaga non profit yang
melayani rumah tangga.
Angka ini juga mencapai lebih dari 20 persen dari total PDB
Indonesia. Dari USD 200 miliar yang disumbang oleh konsumsi industri
halal di Indonesia, sebanyak USD 169,7 miliar 984,85 persen) disumbang
oleh konsumsi makanan halal. Meskipun demikian, dalam hal produksi
makanan halal, Indonesia masih belum menempati posisi 10 besar
peringkat GIEI sejak tahun 2014. Berdasarkan peringkat GIEI, Indonesia
memiliki kecenderungan stagnan di peringkat 10 sejak tahun 2014 hingga
2018. Bahkan pada 2017, peringkat GIEI Indonesia menurun satu
peringkat menjadi urutan ke-11. Stagnansi ini disebabkan enam sektor
industri halal yang menjadi bagian dalam pengukuran kompositnya, antara
lain halal food, islamic finance, halal travel, modest fashion, halal media &
recreation, dan halal pharmaceuticals & cosmetics.
Sektor makanan halal, kemudian media dan rekreasi ramah Muslim di
Indonesia secara konsisten tidak pernah memasuki peringkat 10 besar GIEI
sejak pelaporannya tahun 2014-2018. Bahkan skornya menurun pada 2018.
Sementara itu, meskipun sektor keuangan Islam selalu berada di peringkat
10 besar, namun progress yang diberikan dalam rentang waktu lima tahun
terakhir relatif stagnan pada peringkat kesembilan dan kesepuluh.
Perkembangan industri keuangan syariah di dunia juga terlihat begitu
pesat. System dan industri keuangan syariah tidak lagi menjadi isu local
yang sifatnya terbatas ada di antara negara-negara muslim saja, tetapi juga
telah menjadi trend global dimana negara-negara non-muslim sudah
mengambil posisi dan inisiatif untuk mengadopsi serta mengembangkan
sistem sekaligus industri keuangan syariah ini.
Negara-negara yang memiliki industri keuangan terkemuka seperti
Inggris, Prancis, Jepang, Hongkong dan Singapura terlihat berlomba-lomba
untuk menjadikan negara mereka sebagai pusat keuangan syariah, baik di
dunia maupun di kawasan regional. Bahkan lembaga-lembaga keuangan
dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF) telah

2
pula menyatakan bahwa pengembangan keuangan syariah telah menjadi
salah satu program utama mereka2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan ekonomi syariah?
2. Apa saja ruang lingkup ekonomi syariah?
3. Apa yang dimaksud dengan Lembaga keuangan syariah?
4. Apa yang dimaksud dengan perbankan syariah?
5. Bagaimana peluang dan perkembangan perbankan syariah?
6. Apa yang dimaksud dengan pasar modal syariah?
7. Bagaimana peluang dan perkembangan pasar modal syariah?
8. Apa yang dimaksud dengan jaminan sosial (syariah)?
9. Bagaimana peluang dan perkembangan jaminan sosial syariah?
10. Apa yang dimaksud dengan zakat dan waqaf?
11. Bagaimana peluang dan perkembangan zakat dan waqaf?
12. Apa yang dimaksud dengan industry makanan halal?
13. Bagaimana peluang dan perkembangan indusri makanan halal?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ekonomi syariah
2. Untuk mengetahui ruang lingkup ekonomi syariah
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Lembaga keuangan
syariah
4. Untuk mengetahahui apa yang dimaksud dengan perbankan syariah
5. Untuk mengetahui bagaimana peluang dan perkembangan
perbankan syariah di Indonesia
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pasar modal syariah
7. Untuk mengetahui peluang dan perkembangan pasar modal syariah

3
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan jaminan sosial
syariah
9. Untuk mengetahui bagaimana peluang dan perkembangan jaminan
sosial syariah
10. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan zakat dan waqaf
11. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan zakat dan waqaf di
Indonesia
12. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan industry makanan
halal
13. Untuk mengetahui bagaimana peluang dan perkembangan industry
makanan halal di indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekonomi Syariah


Ekonomi syariah diartikan sebagai sistem ekonomi yang
berlandaskan prinsip prinsip Islam (syariah). Cakupannya adalah seluruh
sektor perekonomian yang ada, baik keuangan maupun sektor riil. Sistem
ekonomi syariah juga harus memberikan manfaat (maslahah) yang merata
dan berkelanjutan bagi setiap elemen dalam perekonomian. Pengertian
ekonomi syariah dalam dokumen ini mengacu kepada Global Islamic
Economy Report 2013. Ini merupakan seri laporan global mengenai kinerja
perekonomian negara Muslim dunia.
Berdasarkan laporan tersebut, Islamic economy diartikan sebagai
semua sektor inti perekonomian beserta ekosistemnya yang secara
struktural dipengaruhi oleh gaya hidup konsumen dan praktik bisnis sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Definisi ini konsisten dengan yang diajukan oleh
ekonom, seperti Frederic Pryor (1985). Menurutnya, sistem ekonomi
syariah adalah konstruksi teoretikal dari sistem ekonomi industri, yang
pelakunya mengikuti ajaran Islam. Meski masih menganggap ekonomi
syariah sebatas konstruksi teori, namun Pryor menekankan bahwa sistem
ini dijalankan oleh umat Islam, konsisten dengan pengertian yang
ditawarkan oleh peneliti dan pemikir ekonomi syariah lain.
Timur Kuran (1986) misalkan, menjelaskan pelaku ekonomi Islam
membuat keputusan berlandaskan norma yang terkandung dalam Alquran
dan sunah. Yang menarik adalah bahwa ekonomi syariah bukan hanya
dijalankan oleh Muslim, sebagaimana pemahaman Pryor, melainkan siapa
saja yang keputusannya dipandu oleh prinsip ekonomi bersumber dari dua
sumber ajaran Islam tadi. Umer Chapra (1997) juga menjelaskan hal yang
sama.
Menurutnya, sistem ekonomi syariah adalah yang mengutamakan
keadilan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan antara kebutuhan materi

5
dan spiritual. Ini adalah definisi sistem ekonomi syariah yang universal dan
konsisten dengan arah pembangunan nasional, dasar negara Pancasila,
serta strategi pembangunan berkelanjutan yang telah diadopsi, seperti
tujuan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development goals/
SDGS).

2.2 Ruang Lingkup Ekonomi Syariah


Apapun aktivitas ekonomi yang berlandaskan Alquran dan sunah, serta
yang dilakukan oleh umat Islam secara benar dan komprehensif merupakan
aktivitas ekonomi syariah. Aspeknya bisa dikembangkan meliputi
keuangan, filantropi, dan sektor riil secara luas. Karakteristik utamanya
adalah bebas dari elemen riba, ketidakpastian (gharar), dan judi (maysir).
Dengan kata lain, ini adalah ekonomi yang halal. Dengan definisi yang
komprehensif ini, cakupan pembahasan rencana induk atau peta jalan
pengembangan ekonomi syariah meliputi seluruh sektor perekonomian
yang dikategorikan halal dan pastinya sesuai dengan tujuan (maqashid)
syariah. Fokus utama implementasi pengembangan ekonomi syariah adalah
sektor riil, terutama yang berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi secara nasional.
Secara lebih spesifik, yang dipilih adalah sektor produksi dan jasa.
Terutama yang sudah menerapkan label halal sebagai diferensiasi dari
produk lain. Kategori halal mempunyai cakupan yang sangat luas, karena
merupakan bagian tidak terpisahkan dari ekonomi syariah. Dalam
Undangundang No.33/2014, produk halal berarti yang telah dinyatakan
halal sesuai dengan syariat Islam.

2.3 Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya bidang
keuangan, melakukan penghimpunan, dan penyaluran dana kepada
masyarakat, terutama guna membiayai investasi perusahaan (SK Menkeu
RI No 792/90). Sering juga disebut sebagai suatu lembaga yang

6
melancarkan pertukaran barang dan jasa dengan penggunaan uang atau
kredit dan membantu menyalurkan tabungan sebagian masyarakat kepada
masyarakat yang membutuhkan pembiayaan dana untuk investasi Sedang
Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga
Keuangan Syari'ah adalah suatu lembaga keuangan yang prinsip
operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah.
Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam ini harus menghindari
unsur riba, gharar, maisir dan akad-akad yang bathil. Tujuan utama
pendirian lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah
Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan
masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam.
Untuk melaksanakan tugas mulia ini sekaligus untuk menyelesaikan
masalah yang memerangkap umat Islam, bukanlah hanya menjadi tugas
seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban
setiap muslim.

2.4 Perbankan Syariah


a. Pengertian Perbankan Syariah
Perbankan syariah merupakan subsektor industri keuangan
syariah. fungsinya menghimpun dana, menyalurkan dana, dan
memberikan pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya. Dalam
pelaksanaannya, industri perbankan syariah mengacu pada prinsip-
prinsip syariah yang diatur dan diawasi oleh beberapa lembaga dan
tim. Antara lain Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan, dan Dewan Pengawas Syariah yang terdapat
pada internal perusahaan.
Jika dilihat berdasarkan urutan aset keuangan syariah secara
global, seperti yang diungkapkan ICD Thomson Reuters pada tahun
2018, aset keuangan syariah Indonesia mengalami peningkatan dari
sebesar USD 47,6 miliar pada Tahun 2016 menjadi USD 81,8 miliar
pada tahun 2017, atau meningkat dari peringkat ke-9 menjadi ke-7 di

7
dunia pada periode tersebut. Masuknya Indonesia ke dalam 10 besar
pemilik aset keuangan syariah terbesar di dunia menjadi pertanda
bahwa Indonesia semakin kompeten untuk turut serta melejitkan
perkembangan keuangan syariah di dunia. Sektor perbankan syariah
menjadi salah satu sorotan dalam perkembangan industri keuangan
syariah.
Pencapaian pangsa pasar perbankan syariah Indonesia selama 20
tahun masih berada di angka 5%, walaupun sudah dilakukan berbagai
upaya yang dilakukan pemangku kepentingan melalui kebijakan-
kebijakan dalam rangka meningkatkan pangsa pasar sesuai dengan
yang ditargetkan.
b. Peluang Perbankan Syariah
Sebagai salah satu sektor unggulan dalam industri keuangan
syariah, perbankan syariah memiliki beberapa peluang dan
tantangan dalam praktik di lapangan. Peluang ini diidentifikasi dari
sudut pandang sumber daya manusia, regulasi dan tata kelola, riset
dan pengembangan (research and development), literasi, data, dan
teknologi.
1. Populasi dan pertumbuhan masyarakat Muslim Indonesia.
2. Program studi ekonomi syariah bermunculan di PT Negeri atau
PT swasta dapat memasok kebutuhan bank syariah akan SDM
yang mumpuni.
3. Terdapat dukungan regulasi/master plan dari regulator seperti
OJK, Bank Indonesia, Bappenas, Kemenkeu, Depag, dsb.
4. Pemerintah dan unsur regulator memiliki visi masingmasing
dalam pengembangan ekonomi syariah.
5. Regulasi terkait industri halal dan social Islamic finance
merupakan peluang bagi bank syariah untuk dapat meningkatkan
aspek pendanaan dan memperluas segmen/alokasi pembiayaan.
6. Program-program pemerintah.
7. Meningkatnya jumlah program studi terkait perbankan syariah di
tingkat perguruan tinggi.

8
8. Terdapat berbagai lembaga riset/training yang fokus
pengembangan ekonomi syariah.
9. Bemunculannya hasil-hasil riset dari PTS/PTN yang membuka
program studi syariah.
10. Dukungan regulator untuk meningkatkan inklusi keuangan
syariah, khususnya perbankan, contohnya dengan program laku
pandai.
11. Literasi keuangan yang dilakukan ke berbagai segmen
masyarakat.
12. Literasi dapat digunakan sebagai alat untuk lebih meningkatkan
pemahaman masyarakat akan perbankan syariah dalam upaya
memperbesar market size perbankan syariah.
13. Unit usaha syariah dapat memanfaatkan teknologi yang
dimiliki bank induk.
14. Berkembangnya financial technology (fintech) sebagai sarana
pengembangan industri perbankan syariah.
c. Quick Win Perbankan Syariah
1. Membentuk national halal fund.
National Halal Fund (NHF) adalah dana untuk
mendukung pengembangan industri halal di Indonesia
secara spesifik. Dana tersebut tidak menyediakan
pembiayaan secara langsung, namun menggunakan
mekanisme subsidi tingkat pembiayaan seperti praktik
dalam KUR. Subsidi ini diberikan kepada nasabah bank
syariah yang terlibat dalam pengembangan industri halal
dan memenuhi syarat ketentuan pemberian pembiayaan.
2. Membentuk investment bank syariah.
Pembentukan investment bank syariah hadir sebagai
solusi atas permasalahan perbankan syariah yang masih
berfokus pada segmen ritel, sehingga pengembangan dalam
segmen korporasi menjadi tidak signifikan. Kapasitas dan
kapabilitas yang terbatas dan kurang berkontribusi dalam

9
transaksi korporasi juga menjadi hal yang dinilai perlu
pengembangan walaupun pada dasarnya saat ini sudah
terdapat layanan investasi korporasi dan prioritas di industri
perbankan syariah nasional.
3. Menambah jumlah bank umum syariah yang terdaftar
menjadi lembaga penyalur kur syariah.
Sebagai tahap awal dalam program menjadikan bank
umum syariah sebagai lembaga penyalur KUR syariah,
maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan
bahwa fasilitas dan pelayanan yang selama ini ditawarkan
bank syariah terkait di pusat maupun daerah sudah sesuai
dengan hal-hal yang disyaratkan. Dengan demikian,
masing-masing bank syariah dalam jangka pendek dapat
memfokuskan diri untuk meningkatkan kinerja, fasilitas,
dan layanan yang dibutuhkan untuk menjadi lembaga
penyalur KUR syariah, sebelum akhirnya mengajukan diri.

2.5 Pasar Modal Syariah


a. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal syariah adalah salah satu subsektor dalam
industri keuangan syariah yang berfungsi sebagai intermediasi
sirkulasi modal. Secara global, industri pasar modal syariah
mencakup penerbitan saham syariah, obligasi syariah atau sukuk,
dan reksa dana syariah (Omar et al., 2013). Pasar modal syariah,
seperti halnya pasar modal konvensional, merupakan komponen
penting dalam sebuah sistem keuangan secara keseluruhan. Dalam
praktiknya, industri pasar modal syariah mengacu pada prinsip-
prinsip syariah yang operasionalnya secara umum sejalan dengan
konsep Islam dalam pemerataan dan peningkatan kemakmuran.
Pasar modal syariah di Indonesia telah berkembang selama
dua dekade sejak pertama kali diluncurkannya produk reksa dana
syariah pada tahun 1997. Perkembangan ini selanjutnya diikuti

10
dengan munculnya Jakarta Islamic Index (JII) pada tahun 2000 dan
diterbitkannya obligasi syariah mudharabah pada tahun 2002.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum, Bapepam – LK
selaku regulator pasar modal menerbitkan paket regulasi pasar
modal syariah pada tahun 2006 dan daftar efek syariah (DES) pada
tahun 2007. Pada tahun 2008, pemerintah pertama kali menerbitkan
surat berharga syariah negara (SBSN) (Roadmap Pasar Modal
Syariah 2015-2019).

b. Peluang Pasar Modal Syariah


Sebagai salah satu sektor unggulan dalam industri keuangan
syariah, pasar modal syariah memiliki beberapa peluang dalam
praktik di lapangan. Peluang ini diidentifikasi dari sudut pandang
regulasi, modal, teknologi, serta riset dan pengembangan.
1. Infrastuktur dan legal framework yang kuat dalam mendorong
industri pasar modal syariah
2. Dukungan pemerintah terhadap value chain industri halal
melalui instrumen sukuk negara
3. Integrasi ASEAN dengan MEA menciptakan peluang-peluang
bagi para pelaku industri pasar modal syariah Indonesia untuk
ekspansi atau kerja sama di ASEAN.
4. Teknologi finansial (tekfin) memberikan kemudahan Industri
pasar modal syariah untuk melakukan penetrasi pasar ke semua
level Masyarakat.
c. Quick Win Pasar Modal Syariah
1. Penerbitan SBSN waqf-linked
Sukuk Waqf-linked sukuk saat ini sudah memiliki
kerangka alur penerbitan atas dasar inisiatif Badan Wakaf
Indonesia dan Kementerian Keuangan. Badan Wakaf
Indonesia (BWI) selaku koordinator berperan untuk
mengumpulkan dana wakaf temporer dari lembaga
filantropi yang tersebar di Indonesia. BWI kemudian

11
meminta penerbitan sukuk negara melalui penempatan
khusus (private placement) ke Kementerian Keuangan
setelah dana yang dihimpun mencapai batas minimum
penerbitan sukuk.
2. Adanya undang-undang dan peraturan pelaksanaan dalam
rangka mendorong penerbitan sukuk daerah.
Aturan mengenai sukuk daerah saat ini telah diterbitkan
melalui Peraturan OJK (POJK) pada tahun 2017 silam,
yaitu POJK 61/POJK.04/2017, POJK 62/POJK.04/2017,
dan POJK 63/ POJK.04/2017. Meskipun demikian, POJK
tersebut perlu didukung oleh kerangka hukum yang lebih
kuat dari pemerintah, seperti penyusunan undang undang
(uu) dan peraturan pelaksanaan penerbitan sukuk daerah.
Kerangka hukum ini dapat berperan dalam memberikan
kesempatan bagi daerah-daerah yang ingin
mengembangkankan industri halalnya (misal, area
pariwisata halal) atau infrastruktur penunjangnya (misalnya
bandara, pelabuhan, dan jalan tol).
3. Greenlane/fast track penerbitan sukuk korporasi
Birokrasi perizinan untuk penerbitan sukuk korporasi
saat ini dilakukan terintegrasi dalam satu pintu dengan
penerbitan obligasi korporasi. Proses ini mengakibatkan
emiten sukuk diwajibkan untuk mengikuti antrean
perizinan penerbitan baik dengan obligasi korporasi dan
sukuk korporasi lain. Berdasarkan kondisi tersebut,
diperlukan adanya keterlibatan bagian teknis Otoritas Jasa
Keuangan untuk menyediakan spesialisasi jalur penerbitan
(greenlane atau fast track) untuk sukuk korporasi saja.
Adanya greenlane atau pemisahan loket khusus bagi
birokrasi sukuk korporasi merupakan salah satu insentif
administratif yang dapat dilaksanakan dalam jangka pendek
guna mendorong penerbitan sukuk.

12
2.6 Jaminan Sosial
a. Pengertian Jaminan Sosial
Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun
2004 Tentang Jaminan Sosial sebagai salah satu bentuk
perlindungan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Akses terhadap jaminan
sosial merupakan hak bagi setiap warga negara untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Jenis
perlindungan sosial meliputi jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian.
Sementara itu, penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia
telah dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan
swasta. Jaminan sosial melalui pemerintah dilaksanakan melalui
institusi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. Hingga bulan Juni 2018, BPJS
Ketenagakerjaan mengelola dana pekerja sebanyak Rp 327 triliun.
Selain jaminan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah,
terdapat beberapa program jaminan sosial yang dilaksanakan oleh
perusahaan swasta, termasuk di dalamnya yang menawarkan
produk jaminan sosial berbasis syariah. Jaminan sosial berbasis
syariah saat ini diselenggarakan secara formal dalam skema
asuransi syariah dan dana pensiun berbasis syariah. Asuransi
syariah sendiri telah berkembang sejak tahun 1994 melalui
pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia oleh Tim Pembentukan
Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).
Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah. Peraturan Menteri Keuangan
ini dibuat untuk memenuhi prinsip syariah dan kepastian hukum
dalam penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi
dengan prinsip syariah. Berbeda dengan perkembangan sektor

13
asuransi, sektor dana pensiun syariah baru mulai berkembang di
tahun 2016 melalui pendirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan
(DPLK) Bank Muamalat.
Perkembangan asuransi syariah di Indonesia dalam lima tahun
terakhir menunjukkan tren peningkatan dari sisi aset meskipun
terdapat perlambatan dari sisi pertumbuhannya. Data yang dilansir
OJK dalam Statistik IKNB Syariah menunjukkan bahwa hingga
Agustus 2018, asuransi syariah memiliki total aset sebesar Rp
41,68 triliun dengan rincian Rp 34,35 triliun pada asuransi umum,
Rp 5,48 triliun pada asuransi jiwa, dan Rp 1,85 triliun pada
reasuransi. Perlambatan pertumbuhan sendiri telah dimulai pada
tahun 2017 dengan pertumbuhan aset sebesar 21,89 persen dari
tahun sebelumnya. Angka ini lebih rendah daripada pertumbuhan
di tahun 2016 yang tercatat sebesar 25,36 persen.
b. Peluang Pengembangan Jaminan Sosial (Syariah)
Konsep dan praktik jaminan sosial berbasis syariah di
Indonesia telah lama berkembang. Oleh karenanya, perlu dilakukan
pemetaan terhadap kondisi di lapangan melalui analisis sederhana.
Lebih lanjut, peluang dan tantangan klaster jaminan sosial di
Indonesia diidentifikasi sebagai berikut:
1. Perkembangan middle class Muslim (MCM) di Indonesia
2. Indonesia memiliki penduduk mayoritas Muslim di dunia
3. Dari sisi pengambil kebijakan, pemerintah sudah membuat peta
jalan SJSN, namun pertumbuhan lembaga asuransi dan dana
pensiun belum melakukan banyak inovasi.
4. Integrasi pembayaran iuran asuransi dengan marketplace.
5. Pemasaran melalui media yang efisien.
6. Infrastruktur kelembagaan mendapat perhatian dari pemerintah
untuk melengkapi UU SJSN.
7. Adanya upaya dari regulator.
8. Adanya pengembangan seperangkat peraturan yang kuat dan
harmonis antral embaga,

14
9. Dukungan melalui peraturan otoritas jasa keuangan tentang
asuransi syariah dan dana pensiun berbasis syariah.
c. Quick Win Jaminan Sosial Syariah
Produk berbasis syariah pada institusi jaminan sosial
ketenagakerjaan merupakan turunan dari produk serupa yang
diimplementasikan di Malaysia. Pemerintah Malaysia melalui
institusi Employee Provident Fund (EPF) telah meresmikan produk
baru dengan nama Simpanan Shariah pada tahun 2016. Produk ini
memberikan opsi bagi nasabah untuk melakukan konversi akun
jaminan sosial awal mereka untuk dikelola sesuai syariah.
Setelah diimplementasikan, opsi konversi tersebut
menimbulkan efek domino bagi industri keuangan syariah lain
karena EPF memerlukan instrumen investasi yang besar. Investasi
tersebut, berdasarkan laporan dari Euromoney, diekspektasikan
mencapai rata-rata RM 25 miliar setiap tahun dan mengalokasikan
minimal 45 persen dari asetnya ke dalam instrumen investasi yang
sesuai dengan syariah. Oleh karenanya, industri keuangan syariah
selayaknya memaksimalkan potensi fund movement di Indonesia
melalui BPJS Ketenagakerjaan.
Meningkatkan jumlah produk DPLK berbasis Syariah
Regulasi terkait pendirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan
(DPLK) Syariah telah diresmikan sejak tahun 2016 melalui POJK
Nomor 33/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Program
Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah. Pasca berlakunya POJK
tersebut, produk DPLK Syariah pertama baru muncul dua tahun
kemudian di bawah Bank Muamalat sebagai penyelenggara.
Hingga akhir tahun 2018, pangsa pasar DPLK Syariah Bank
Muamalat baru mencapai 3,07 persen dari industri
konvensionalnya.
Hal ini menandakan adanya ruang pengembangan yang lebih
luas, utamanya apabila terdapat bank syariah lain yang masuk
sebagai penyelenggara. Oleh karenanya, pemerintah perlu

15
mendorong lembaga keuangan syariah yang memiliki kapabilitas
sehingga terjadi peningkatan produk DPLK Syariah di Indonesia,
baik dari jumlah institusi maupun aset dan pangsa pasar.

2.7 Zakat dan Waqaf


a. Pengertian Zakat dan Waqaf
Zakat berasal dari kata zakkaa – yuzakkii – tazkiyatan –
zakaatan yang secara harfiah berarti pertumbuhan, meningkat atau
menyucikan. Untuk konteks individu, zakat berarti meningkatkan
(to improve) atau menjadikan lebih baik (to make better). Sehingga
zakat juga diinterprestasikan sebagai berkah, pertumbuhan,
kebersihan, pujian dan perbaikan. Dalam perspektif fikih,
Qaradhawi (2000) menjelaskan bahwa zakat mengacu kepada
bagian harta secara khusus yang diberikan kepada orangorang yang
berhak menerima zakat (mustahiq) sebagaimana yang telah
ditentukan oleh Allah SWT.
Dalam sejarahnya, zakat merupakan salah satu instrumen
fiskal utama yang digunakan untuk membiayai berbagai keperluan
negara. Namun demikian, dalam perekonomian di negara-negara
Islam kontemporer termasuk Indonesia, zakat masih dipandang
sebagai instrumen keuangan sosial yang penyalurannya hanya
untuk kelompok tertentu dan karenanya tidak diberdayakan untuk
keuangan negara, terlepas dari potensi penghimpunannya yang
cukup besar
Saat ini di Indonesia, pengelolaan zakat sudah menjadi
kewenangan negara sebagaimana diatur dalam UU No. 23 tahun
2011. UU ini terdiri atas 11 bab dan 47 pasal. Bab 1 berisikan
definisi tentang beberapa peristilahan terkait pengelolaan zakat,
asas-asas dan tujuan pengelolaan zakat, jenis-jenis zakat, serta
prinsip tentang syarat dan tata cara penghitungan zakat.
Ditinjau dari trennya, penghimpunan zakat di Indonesia terus
menunjukkan peningkatan setiap tahun. Data BAZNAS

16
menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir (2008-2017), dana
zakat telah tumbuh sebesar 576 persen dari Rp 920 miliar pada
tahun 2008 menjadi Rp 6,22 triliun pada tahun 2017 atau tumbuh
rata-rata 57,6 persen per tahun. Namun demikian, tingkat
pertumbuhan ini cenderung fluktuatif. Hal ini karena realisasi
penghimpunan tiap tahun dapat bergantung pada peristiwa yang
terjadi di tahun-tahun tertentu. Misalnya pada tahun 2005 dan
2007.
Sedangkan wakaf berasal dari kata dasar Arab waqafa –
yaqifu yang berarti menahan atau berhenti. Secara istilah, menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, wakaf berarti benda bergerak atau
tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam)
sebagai pemberian yang ikhlas. Wakaf merupakan salah satu
institusi keuangan Islam yang dalam sejarahnya memiliki
kontribusi besar untuk pembangunan sebuah negara, utamanya
pembangunan infrastruktur. Pengelolaan wakaf yang profesional
dan kesadaran masyarakat Muslim untuk menyalurkan wakaf
merupakan dua faktor penting yang mendukung keberhasilan
wakaf dalam menopang berbagai sektor perekonomian. Namun
demikian, dalam perekonomian negara-negara Islam kontemporer,
peran signifikan wakaf dalam pembangunan negara masih belum
maksimal.
b. Peluang Pengembangan zakat dan waqaf
Peluang zakat dan wakaf dapat dilihat berdasarkan
ekosistemnya, yaitu awareness, riset dan penelitian, teknologi,
regulasi dan kelembagaan, serta SDM. Dari sisi awareness,
masyarakat pada dasarnya dinilai sudah memiliki pemahaman yang
cukup baik terkait zakat, meskipun pengetahuan masyarakat terkait
terminologi pada wakaf kontemporer seperti wakaf uang masih
terbatas. Adapun dari sisi riset, pengembangan, dan teknologi,
lembaga zakat dan wakaf masih dalam tahap pengembangan riset
dan penggunaan teknologi untuk penghimpunan dan pengelolaan,

17
meskipun secara umum dalam hal ini dan teknologi zakat sudah
lebih berkembang dibandingkan wakaf.
Awareness
Zakat:
1. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang cukup baik
mengenai zakat
Wakaf:
1. Masyarakat sudah cukup familiar dengan konsep wakaf harta
tidak bergerak
R&D dan Teknologi
Zakat:
1. Sudah terdapat Pusat Kajian Strategis oleh BAZNAS (Puskas
Baznas)
2. Secara umum sudah banyak BAZNAS dan LAZ pada tingkat
nasional yang menggunakan platform digital untuk
mempermudah penghimpunan
Wakaf:
1. Sudah mulai adanya inisiasi kegiatan wakaf yang
memanfaatkan platform digital (seperti tabung wakaf dan
kitawakaf.com)
Regulasi&Kelembagaan
Zakat:
1. Sudah terdapat UU Pengelolaan Zakat No. 23 tahun 2011.
2. Sudah terdapatnya regulasi pendukung, seperti standar
pengelolaan zakat, misalnya zakat core principle.
3. Sudah terdapat berbagai lembaga pendukung, seperti Asosiasi
Pengelola Zakat (Forum Zakat) dan organisasi sejenis lainnya.
Wakaf:
1. Sudah terdapatnya UU Wakaf No. 41 tahun 2004.
2. Sudah adanya waqf core principles (WCP) sebagai panduan
pengelolaan wakaf.

18
c. Quick Win Zakat dan Waqaf
Zakat :
1. Akselerasi implementasi peraturan Baznas No. 2 tahun
2018 Tentang Sertifikasi Amil Zakat
Pada tahun 2018 BAZNAS selaku regulator dalam
zakat telah mengeluarkan regulasi terkait Sertifikasi Amil
Zakat pada Peraturan Baznas No. 2 tahun 2018. Regulasi
ini merupakan salah satu regulasi yang penting pada sektor
dana sosial Islam seperti zakat terutama untuk
meningkatkan kualitas sumber daya amil zakat yang
profesional dan berkompetensi. Oleh karena itu, sebagai
salah satu bagian dari ekosistem, peningkatan kualitas
sumber daya manusia melalui implementasi Sertifikasi
Amil Zakat perlu segera dilakukan. Untuk mendukung
akselerasi implementasi Peraturan Baznas No. 2 tahun 2018
Tentang Sertifikasi Amil Zakat maka perlu disusun
kurikulum untuk standar kompetensi amil zakat,
peningkatan jumlah lembaga pelatihan amil zakat yang
memiliki kurikulum terstandardisasi yang sekaligus dapat
memberikan sertifikasi amil zakat dan melakukan dorongan
terhadap BAZNAS dan LAZ untuk meningkatkan jumlah
SDM yang memperoleh sertifikasi amil zakat.
2. Otomatisasi zakat bagi institusi, terutama institusi yang
berbasis pemerintahan
Zakat adalah salah satu kewajiban umat Muslim yang
tercantum di dalam rukun Islam nomor 3 dan oleh karena
itu memungut zakat dapat menjadi hak negara dalam upaya
untuk menegakkan hukum Islam sebagaimana yang
dilakukan di beberapa negara muslim. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan realisasi
penghimpunan zakat di Indonesia adalah dengan memungut
zakat melalui otomatisasi zakat penghasilan dari instansi-

19
intansi tertentu, terutama instansi berbasis pemerintahan
seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). Instansiinstansi lainnya
yang potensial untuk dipungut zakat penghasilannya secara
otomatis adalah Lembaga Keuangan Syariah dan lembaga-
lembaga di bawah Organisasi Masyarakat Berbasis Islam.
3. Harmonisasi dan revisi regulasi terkait zakat, termasuk UU
Zakat No 23/2011 dan UU No. 36 tahun 2008 Tentang
Pajak Penghasilan untuk mendorong zakat sebagai tax
credit
Salah satu strategi penting untuk meningkatkan realisasi
penghimpunan zakat di Indonesia adalah dengan
memberikan insentif bagi muzakki dalam membayar pajak.
Menjadikan zakat sebagai pengurang pajak (tax credit)
merupakan salah satu upaya insentif yang telah diterapkan
di Malaysia dan dirasa cukup efektif untuk meningkatkan
pembayaran zakat oleh muzakki. Namun demikian, dalam
regulasi di Indonesia, khususnya UU No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, zakat masih dijadikan sebagai
pengurang Pendapatan Tidak Kena Pajak dan oleh
karenanya revisi UU ini untuk menjadikan zakat sebagai
pengurang pajak sebagai bentuk insentif pembayaran zakat
perlu segera dilakukan. Selain itu, UU No 23/2011 juga
dipandangan masih memiliki berbagai kelemahan sehingga
perlu disempurnakan diharmoniskan dengan berbagai
regulasi yang ada. Strategi ini akan mendukung strategi
pada quick wins utama yaitu penguatan aspek hukum dan
koordinasi.

Waqaf :
1. Revisi UU No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf

20
Salah satu isu utama dalam pengelolaan wakaf adalah
masih banyaknya jumlah nazhir perorangan yang
pengelolaannya kurang profesional dan tidak tercatat secara
resmi oleh regulator. Hal ini dapat disebabkan oleh regulasi
wakaf di bawah UU No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf
yang memungkinkan pengelolaan wakaf dilakukan oleh
nazhir perorangan. Oleh karena itu, revisi UU No. 41 tahun
2004 untuk membatasi kriteria pengelola wakaf perlu
segera dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan
wakaf yang produktif dan profesional oleh lembaga.
2. Penyusunan dan pemberlakuan standar akuntansi wakaf
Hingga 2018, masih belum terdapat standar akuntansi
wakaf di Indonesia. Padahal, standar akuntansi ini sangat
diperlukan tidak hanya untuk menyusun laporan keuangan
bagi lembaga pengelola wakaf namun juga untuk berbagai
keperluan lainnya seperti merencanakan pengumpulan
wakaf dan mengukur dampak wakaf secara lebih akurat dan
efektif. Oleh karenanya, sangat penting untuk mempercepat
penyusunan dan pemberlakukan standar akuntansi wakaf di
Indonesia.
3. Akselerasi riset dan pengembangan bidang wakaf
Melalui pembentukan puskas BWI dan pengalokasian
dana riset khusus di bidang wakaf Riset dan pengembangan
merupakan salah satu ekosistem penting yang perlu
dibentuk dalam tiap institusi ekonomi syariah, termasuk
lembaga wakaf. Namun demikian, hingga Badan Wakaf
Indonesia (BWI) sebagai regulator pada sektor wakaf di
Indonesia belum memiliki Pusat Riset dan Pengembangan.
Pembentukan pusat riset dan pengembangan bagi BWI
merupakan hal yang penting, terutama untuk
pengembangan basis data, penguatan kerjasama strategis
baik pada tingkat nasional mapun internasional, penguatan

21
riset dan pengembangan program dan studi terkait
penghimpunan, pengelolaan dan penyaluran wakaf. Lebih
dari itu, upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk
mendukung riset dan pengembangan pada bidang wakaf
adalah dengan melakukan kerjasama dengan
Kemenristekdikti untuk mengalokasikan dana riset khusus
di bidang wakaf melalui skema riset Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan (LPDP) atau melalui skema riset
Kementerian Agama.

2.8 Industri Makanan Halal


a. Pengertian Makanan Halal
Industri makanan dan minuman mencakup serangkaian
kegiatan industri yang mengarah pada pengolahan, konversi,
persiapan, pengawetan dan pengemasan bahan makanan. Industri
makanan saat ini telah terdiversifikasi.
Dalam Alquran, kata-kata halal adalah istilah umum yang
mengacu pada kategori dibolehkan. Sedangkan haram berarti
dilarang berdasarkan Hukum Islam (Lowry, 2006). Produk halal
tersebar di beberapa industri, termasuk bahan makanan, kosmetik,
fesyen, dan perawatan kesehatan. Namun, sensitivitas halal akan
meningkat ketika menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan
makanan. Ruang lingkup makanan halal mencakup daging, unggas,
manisan, makanan kaleng dan beku, susu, roti, makanan organik,
produk herbal, serta minuman.
Halal ditafsirkan lebih luas. Tidak hanya dibolehkan, tapi juga
sehat sehingga layak dikonsumsi. Bagi konsumen Muslim,
makanan halal adalah produk yang telah melalui proses sertifikasi
halal. Hal itu ditandai dengan pencantuman lambang halal pada
kemasan. Bagi Muslim, lambang halal menandakan produk
tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum
syariah sehingga layak dikonsumsi. Sedangkan untuk non-Muslim,

22
logo halal mewakili simbol kebersihan, kualitas, kemurnian dan
keamanan (Ambali dan Bakar, 2012).
b. Perkembangan Industri Makanan Halal
Industri makanan dan minuman nasional semakin kompetitif
karena jumlahnya semakin banyak. Tidak hanya meliputi
perusahaan skala besar, tetapi juga industri kecil dan menengah
yang telah menjangkau tingkat kabupaten. Namun, menurut
laporan LPPOM MUI, Indonesia adalah negara pengimpor pangan
halal terbesar ke-4 di dunia. Belum menjadi pemain utama dalam
industri makanan halal secara keseluruhan. Yang memimpin pasar
makanan halal di Indonesia adalah Industri besar (GIEI, 2018/19).
c. Peluang Industri Makanan Halal
Permintaan dan Pasar
1. Pertumbuhan jumlah umat Muslim Indonesia dan dunia
2. Target pasar di Indonesia sangat besar, dengan pertumbuhan
masyarakat kelas menengah 7-8% per tahun sehingga daya beli
pun meningkat
3. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi
makanan halal
Teknologi dan Informasi
1. Perkembangan teknologi yang pesat
2. Bekembangnya e-commerce dan media
Regulasi
1. Dukungan pemerintah terhadap industri makanan dan halal
secara umum melalui UU no 33 tahun 2014.
Kerjasama dengan sektor lain
1. Peluang co-branding dengan sektor pariwisata halal.
2. Peluang co-marketing dengan sektor media dan rekreasi.
Pembiayaan
1. Semakin banyak platform alternatif pembiayaan

23
2. Peluang kolaborasi dengan lembaga perbankan dan keuangan
syariah 3. Semakin banyaknya skema pembiayaan yang ramah
IKM (KUR, LPEI, Ventura)
d. Quick Wins Makanan Halal
1. Pelaksanaan percepatan regulasi terkait halal industri
seperti rancangan peraturan pemerintah terkait BPJPH
Sesuai dengan quick wins utama, pengembangan
industri makanan dan minuman halal perlu didukung oleh
penguatan aspek hukum dan koordinasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat regulasi yang melindungi
industri untuk bekerja. Salah satu regulasi yang paling
penting dan sangat berpengaruh dalam pengembangan
Industri halal adalah peraturan pemerintah terkait BPJPH.
Operasional resmi BPJHP akan mendorong peningkatan
sertifikasi yang dapat memberikan efek domino bagi
industri makanan dan minuman halal. Namun, sampai saat
ini peraturan pemerintah terkait dengan BPJPH belum juga
disahkan dan masih dalam proses penyetujuan pihak –
pihak yang terlibat di dalamnya.
2. Sistem informasi halal
Permasalahan mengapa Indonesia belum menjadi
pemain utama dalam industri makanan dan minuman halal
adalah karena produk-produk Indonesia belum
terstandardisasi dengan sertifikasi halal. Makanan dan
minuman halal ditopang oleh industri kelas mikro, kecil,
dan menengah, yang belum memprioritaskan sertifikasi
halal. Padahal, efektifitas proses sertifikasi halal menjadi
sangat dibutuhkan untuk menunjang pengembangan
industri makanan dan minuman halal. Untuk itu perlu
adanya sistem informasi yang dapat mempermudah
pengusaha, terutama UMKM dalam mengakses informasi
terkait halal. Contohnya informasi mengenai sertifikasi

24
halal. Hal ini juga sebagai bentuk pendampingan dalam
proses standardisasi halal suatu produk. Sistem informasi
ini juga dapat dijadikan media penyampaian produk apa
saja yang sudah memiliki sertifikasi halal. Jadi tidak hanya
diperuntukan bagi pengusaha, namun juga konsumen
sehingga mereka mudah mendapatkan informasi produk
halal.
3. Halal center dan lembaga penjamin halal untuk
mempercepat proses sertifikasi halal.
Pendirian halal center dan LPH (lembaga penjamin
halal) di seluruh Indonesia dilakukan dengan melibatkan
berbagai pemangku kepentingan terkait. Antara lain
perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan instansi
pemerintah terkait. Mereka dapat berperan sebagai garda
terdepan dalam pengembangan industri makanan dan
minuman halal. Contohnya kerja sama dengan halal center
universitas dapat menjadi fondasi penguatan industri
makanan dan minuman halal. Pusat halal universitas
menjadi penyambung antarpemangku kepentingan dalam
industri makanan dan minuman halal.

25
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pengertian Ekonomi Syariah
Ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berlandaskan prinsip-
prinsip Islam dan mencakup seluruh sektor perekonomian, termasuk
keuangan dan sektor riil.
Prinsip ekonomi syariah harus memberikan manfaat merata dan
berkelanjutan bagi semua elemen dalam perekonomian.
Global Islamic Economy Report 2013 dan definisi oleh Frederic Pryor,
Timur Kuran, dan Umer Chapra memberikan pandangan tentang
pelaksanaan ekonomi syariah.
2. Ruang Lingkup Ekonomi Syariah
Aktivitas ekonomi syariah melibatkan keuangan, filantropi, dan sektor
riil yang berlandaskan Alquran dan sunah.
Ekonomi syariah harus bebas dari riba, ketidakpastian (gharar), dan judi
(maysir), dengan fokus utama pada sektor produksi dan jasa, terutama
yang sudah menerapkan label halal.
3. Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah Islam dan memiliki tujuan untuk membebaskan masyarakat
Islam dari kegiatan yang dilarang oleh agama Islam.
Lembaga keuangan syariah harus menghindari unsur riba, gharar,
maisir, dan akad-akad yang bathil.
5. Peluang Perbankan Syariah
Terdapat peluang signifikan bagi perbankan syariah dalam pertumbuhan
masyarakat Muslim, dukungan regulasi, program pemerintah, dan
literasi keuangan.
Penggunaan teknologi, dukungan lembaga riset, dan berkembangnya
fintech juga menjadi peluang bagi perbankan syariah.

26
6. Peluang Pasar Modal Syariah
Terdapat peluang signifikan dalam infrastruktur, dukungan pemerintah
terhadap industri halal, integrasi ASEAN, dan pemanfaatan teknologi
(fintech) untuk meningkatkan penetrasi pasar.
7. Peluang Pengembangan Jaminan Sosial (Syariah)
Terdapat peluang dalam pertumbuhan middle class Muslim, integrasi
pembayaran iuran asuransi dengan marketplace, serta dukungan dari
pemerintah dan otoritas jasa keuangan.
8. Peluang Pengembangan Zakat dan Waqaf
Awareness masyarakat terhadap zakat sudah baik, sementara riset dan
teknologi zakat sudah berkembang. Wakaf memerlukan revisi regulasi
dan standar akuntansi, serta perluasan riset dan pengembangan.
9. Perkembangan Industri Makanan Halal
Industri makanan halal di Indonesia masih perlu lebih berkembang
untuk mencapai posisi pemimpin di pasar global.
Saat ini, industri besar mendominasi pasar makanan halal di Indonesia.
10. Peluang Industri Makanan Halal
Pertumbuhan jumlah umat Muslim dan meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap konsumsi makanan halal menciptakan peluang
pertumbuhan yang besar.
Dukungan pemerintah melalui regulasi (UU no 33 tahun 2014) menjadi
faktor positif bagi industri makanan halal.
Kolaborasi dengan sektor pariwisata, media, dan rekreasi memberikan
peluang co-branding dan co-marketing.
Platform pembiayaan alternatif dan kolaborasi dengan lembaga
perbankan syariah dapat mendukung pertumbuhan industri ini.

4.2 Saran
1. Penguatan Literasi Keuangan:
Peningkatan literasi keuangan masyarakat, terutama terkait dengan
prinsip-prinsip ekonomi syariah, dapat menjadi langkah penting.
Program literasi keuangan yang fokus pada pemahaman perbankan

27
syariah dan manfaatnya dapat membantu memperbesar pasar perbankan
syariah.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Mendukung program-program studi ekonomi syariah di perguruan
tinggi untuk memastikan ketersediaan sumber daya manusia yang
mumpuni di sektor keuangan syariah. Kerjasama antara industri dan
lembaga pendidikan juga dapat diperkuat untuk memastikan
keterampilan yang dibutuhkan oleh industri.
3. Dukungan Regulasi dan Kebijakan
Pemerintah perlu terus memberikan dukungan regulasi yang jelas dan
kondusif untuk perkembangan ekonomi syariah. Langkah-langkah
kebijakan yang mendukung, seperti insentif fiskal atau regulasi yang
mendukung perkembangan industri halal, dapat menjadi dorongan bagi
perbankan syariah.
4. Pengembangan Teknologi
Perbankan syariah dapat lebih aktif mengadopsi teknologi untuk
meningkatkan efisiensi operasional dan memberikan layanan yang lebih
baik kepada nasabah. Pemanfaatan fintech dan inovasi teknologi dapat
membantu perbankan syariah bersaing lebih baik di pasar.
5. Penguatan Riset dan Pengembangan
Mendukung lembaga riset/training yang fokus pada pengembangan
ekonomi syariah untuk meningkatkan pemahaman dan mendukung
inovasi di sektor ini. Riset-riset ini dapat menjadi landasan untuk
perubahan kebijakan dan praktik terbaik di industri keuangan syariah.
7. Pertimbangan Strategis di Bidang Investasi dan Pembiayaan
Mengembangkan investment bank syariah dapat menjadi langkah
strategis untuk mendukung transaksi korporasi dan memperluas dampak
perbankan syariah di segmen korporasi.
8. Kolaborasi Antar Lembaga dan Pihak Terkait
Mendorong kolaborasi yang lebih erat antara lembaga keuangan syariah,
pemerintah, regulator, dan lembaga-lembaga pendidikan untuk

28
menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan ekonomi syariah
secara keseluruhan.
Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu mendorong
kerjasama antar sektor, seperti kerjasama dengan sektor pariwisata,
media, dan rekreasi. Inisiatif co-branding dan co-marketing dapat
meningkatkan daya tarik produk makanan halal.
9. Penguatan Sertifikasi Halal
Percepatan regulasi terkait BPJPH perlu diwujudkan secepat mungkin
untuk mempercepat proses sertifikasi halal. Ini akan memberikan
keyakinan kepada konsumen Muslim dan memperkuat posisi industri
makanan halal.
10. Peningkatan Kesadaran UMKM
Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran UMKM akan
pentingnya sertifikasi halal. Program edukasi dan dukungan teknis dapat
membantu UMKM memprioritaskan dan memahami proses sertifikasi
halal.
11. Implementasi Sistem Informasi Halal
Pembangunan dan implementasi sistem informasi halal dapat
memudahkan akses informasi terkait sertifikasi halal bagi pengusaha
dan konsumen. Platform ini dapat menjadi alat efektif dalam
mendukung standarisasi produk dan meningkatkan transparansi industri.
12. Dukungan Pembiayaan
Mendorong lebih banyak platform pembiayaan alternatif dan kolaborasi
dengan lembaga perbankan dan keuangan syariah akan membantu
UMKM dalam mengembangkan usaha mereka di industri makanan
halal.
13. Pendirian Halal Center
Pemerintah dan lembaga terkait perlu mendukung pendirian halal center
dan lembaga penjamin halal di seluruh Indonesia. Hal ini dapat menjadi
langkah strategis dalam memperkuat industri makanan halal melalui
kolaborasi dengan perguruan tinggi dan pemerintah daerah.

29
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad.Manajement Bank Syari’ah. (Yogyakarta: Unit Penerbit dan


Percetakan, 2012).

Veithzal Rival. Islamic financial Management. Jakarta: Galia Indonesia 2010.

Andri Soemitro, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, KPM Group, Jakarta, 2009.

Thomson Reuter. 2017. State of The Global Islamic Economy Report, 2016-2017.
Diakses pada (https://www.salaamgateway.com) tanggal 21 Desember 2017

Ab Talib, Mohamed Syazwan dkk. 2016. Emerging Halal Food Market: AN


Institutional Theory of Halal Certificate Implementation. Journal of Management
Research Review Vol. 39 Issue: 9, pp.987-99.

Marzuki, S. N. (2018). Bank Syariah Dindonesia (Peluang Dan Tantangan Di Era


Globalisasi). Jurnal Ekonomi Syariah, 79–90.

Undang-Undang Republik Indonesia No.33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk


Hala

30

Anda mungkin juga menyukai