Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEHALALAN PENDAPATAN DARI MEDIA SOSIAL


PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM
Ditulis untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Yulis Sulistiana Dewi,S.PD,.M.PD.I.

Oleh :

Eka Rahmah Yuniardi ( 1209230058 )

Elya Nur Awaliyah ( 1209230059 )

Erlangga Nur Hidayat ( 1209230060 )

Fadila Nurjanah ( 1209230061 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI


BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat,


nikmat serta karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga
kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah yang
berjudul ” Kehalalan Pendapatan Dari Media Sosial Perspektif Hukum
Ekonomi Islam ” ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa
Indonesia.
Terima kasih kami haturkan kepada Ibu Yulis Sulistiana Dewi yang
senantiasa membimbing kami di dalam kelas dan penyusunan makalah ini.
Tanpa adanya bimbingan dari beliau, kami kiranya tidak akan mampu
menyelesaikannya.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan
dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat
memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami
bisa membuat makalah yang lebih sempurna lagi. Akhir kata, kami ucapkan
terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Bandung, November 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................ii

ABSTRAK ....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................3

D. Manfaat Penelitian ......................................................................3

BAB II KAJIAN TEORI

A. Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam....................................4

B. Sistem Ekonomi Islam....................................................................5

C. Sistem Upah / Gaji Tenaga Kerja ................................................10

BAB III PEMBAHASAN

A. Kehalalan pendapatan dari media sosial sesuai syariah islam ... 13

B. Perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari media

sosial.................................................................................................16

ii
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ......................................................................................20

B. Saran ...........................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................22

iii
ABSTRAK

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi tidak lepas bagaimana kita melakukan aktifitas


transaksi guna memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, mensejahterakan
keluarga dan membantu orang lainyang membutuhkan baik berupa pangan,
sandang dan papan. Apabila tidak terpenuhi ketigaalasan ini dapat
“dipersalahkan” menurut agama. Konteks ini menganjurkan untuk
kitaseimbangkan dalam melaksanakan perintah Allah SWT dari sisi ibadah
(hablum minallah)dan juga sisi muamalah (hablum minannas).

Dalam mempertahankan hidup seseorang diberi keleluasaan dalam


mengambil sikap guna memenuhikebutuhan- kebutuhan. Keleluasaan atau
kebebasan merupakan fitrah sebagai manusia mengatur dalam memenuhi
kebutuhan yang ada. Manusia dapat memaksimalkan dalam memanfatakan
sumber daya yang ada bila manusia memiliki kesadaran yang sama maka
manusia beramai-ramai usaha apapun yang lebih sistematis efisien.Dan
efektif dalam rangka mengelola sumber daya yang tidak terbatas.

Dalam perspektif ekonomi islam kebebasan disini dibatasi oleh aturan main
yang jelas dan kebutuhan terbatas dan sumber daya yang tidak terbatas,
yang tidak terbatas bukan kebutuhan namun keinginan.

Dalam hukum islam tidak boleh melakukan macam usaha yang batil atau
tidak syar’i seperti riba,judi dan berbagai hal serupa yang penuh tipu
daya.dan telah ditegaskan juga memperoleh rizki tidak boleh dengan cara

1
yang bathil yaitu bertentangan dengan hokum islam dan dalam jual beli
harus di dasari saling rela merelakan.Tidak boleh menipu,tidak boleh
berbohong, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.

Salah satu fenomena mu’amalah dalam bidang ekonomi adalah


transaksi jual beli yang menggunakan media elektronik. Aktivitas
perdagangan melalui media internet ini popular disebut dengan electronic
commerce atau yang disingakat dengan e-commerce. E-commerce seringkali
diartikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik,
khusunya melalui internet.Di Indonesia sistem e-commmerce ini sedikit
terabaikan karena krisis ekonomi namun hingga saat ini e-commmerce tetap
menjadi fenomena yang menarik perhatian meski tetap terbatas pada
minoritas masyarakat Indonesia yang mengenal teknologi. Berbagai
kendala yang dihadapi dalam pengembangan ecommerce ini seperti
keterbatasan infrastruktur, ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan
transaksi dan terutama sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus
dengan upaya pengembangan pranata e-commerce itu .

Sebagaimana dalam konsep perdagangan, e-commerce


menimbulkan perikatan antara para pihak untuk memberikan suatu prestasi.
Implikasi dari perikatan itu adalah timbulnya hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh para pihak yang terlibat.Lalu bagaimana pandangaan islam
mengenai pendapatan dari sistem e-commerce ini.

Adaptasi secara langsung ketentuan jual beli biasa akan kurang tepat
dan tidak sesuai dengan konteks jual beli di social media. Oleh karena itu
perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam hukum islam sudah
cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat jual beli di social media atau
perlu pemahaman khusus tentang hukum bertransaksi jual beli secara online
ini.Beberapa permasalahan yang muncul dalam jual beli online antara lain:

2
obyek transaksi yang diperjualbelikan terkadang tidak sesuai dengan
gambar yang ada dalam iklan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kehalalan pendapatan dari media sosial sesuai syari’ah


islam ?
2. Bagaimana perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari
media sosial ?

C. Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan mengenai kehalalan pendapatan dari media
sosial sesuai syariah islam.
2. Menambah wawasan mengenai perspektif hukum ekonomi islam
pada pendapatan dari media sosial.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman mengenai pandangan hukum Islam mengenai jual beli on-
line dan mendapatkan pendapatan halal dari media sosial. Dan
diharapakan dapat memperkaya khazanah pemikiran Keislaman pada

3
umumnya, civitas Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, khususnya
pada jurusan Manajemen Keuangan Syariah.
2. Secara Praktis penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas guna
memenuhi nilai mata kuliah Bahasa Indonesia oleh Ibu Yulis Sulistiana
Dewi,S.PD,.M.PD.I

BAB 2

KAJIAN TEORI

A. PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Ekonomi Islam merupakan istilah untuk sistem ekonomi yang


dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan Al-Sunnah dengan
tujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia, sehingga secara konsep
dan prinsip ekonomi Islam adalah tetap, namun pada prakteknya untuk hal-
hal yang situasi dan kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes bahkan bisa

4
mengalami perubahan. Prinsip ekonomi Islam dapat dirangkum dalam
empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung
jawab. Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang
tidak ada, melainkan juga membuat barang-barang yang dihasilkan dari
beberapa aktivitas produksi memiliki daya guna. Tujuan kebahagiaan dunia
dan akhirat dalam produksi berkaitan dengan maqashid al-syari‟ah sebagai
prinsip produksi antara lain kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai
islam sehingga dalam memproduksi barang/jasa tidak boleh bertentangan
dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas
produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat
dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan,
sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara
optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan serta
distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen
dan karyawan. Produksi tidak bisa lepas dari faktor sebagai alat produksi
berupa faktor alam/tanah, faktor tenaga kerja, faktor modal (kapital), faktor
manajemen, teknologi serta bahan baku.

Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas


yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya dengan
cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan Allah SWT
sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi kebutuhan manusia, oleh
karenanya aktifitas produksi hendaknya berorientasi pada kebutuhan
masyarakat luas. Sistem produksi berarti merupakan rangkaian yang tidak
terpisahkan dari prinsip produksi serta faktor produksi. Prinsip produksi
dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan
akumulasi dari semua proses produksi mulai dari sumber bahan baku
sampai dengan jenis produk yang dihasilkan baik berupa barang maupun
jasa. Sedangkan faktor-faktor produksi berarti segala yang menunjang
keberhasilan produksi seperti faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal

5
serta faktor manajemen. Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan
kebutuhan (need) (Gitosudarmo, 2002). Produksi berarti memenuhi semua
kebutuhan melalui kegiatan bisnis karena salah satu tujuan utama bisnis
adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan (needs and wants)
manusia. Untuk dapat mempertahankan hidupnya, manusia membutuhkan
makan, minum, pakaian dan perlindungan (Zaki Fuad Chalil, 2009).

B. SISTEM EKONOMI ISLAM

Islam merupakan ajaran universal bukan hanya berbicara tentang


ibadah secara vertical kepada Allah SWT. melainkan juga berbicara tentang
semua aspek kehidupan termasuk ekonomi di dalamnya. Ekonomi yang
dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah
SAW. kemudian dikenal dengan istilah Ekonomi Islam. Sehingga secara
konsep dan prinsip ekonomi Islam adalah tetap, tetapi pada prakteknya
untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes
bahkan bisa mengalami perubahan (Zaki Fuad Chalil, 2009).

Sistem ekonomi Islam yang bertujuan maslahah (kemaslahatan) bagi


umat manusia merupakan pelaksanaan ilmu ekonomi yang dilaksanakan
dalam praktek sehari-hari dalam rangka mengorganisasi faktor produksi,
distribusi serta pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan dengan tidak
menyalahi Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai acuan aturan perundangan dalam
sistem perekonomian Islam (Suhrawardi K, 2000). Dengan demikian, sistem
ekonomi Islam mampu memberikan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat
karena memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis
yang memberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada individu dan
menggalakkan usaha secara perorangan, tidak pula dari sudut pandang
sosialis yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menjadikan
mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi Islam
membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya

6
merusak masyarakat (Afzalur Rahman, 1995).Di bawah sistem ekonomi
Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan
langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran
kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik (Afzalur
Rahman, 1995). Prinsip yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam dapat
dirangkum dalam empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak
bebas, dan tanggung jawab.

1. Tauhid
Prinsip tauhid melahirkan prinsip-prinsip yang menyangkut segala
aspek kehidupan dunia dan akhirat (M. Quraish Shihab, 2006).
Ketika seseorang mengesakan dan menyembah Allah Swt. Hal itu
akan berimplikasi pada adanya niat yang tulus bahwa segala
pekerjaan yang dikerjakan adalah dalam rangka beribadah kepada
Allah SWT karena pada dasarnya segala sesuatu bersumber serta
kesudahannya berakhir pada Allah Swt.
2. Keadilan dan Keseimbangan
Prinsip keadilan merupakan landasan untuk menghasilkan seluruh
kebijakan dalam kegiatan ekonomi sehingga berdampak positif bagi
pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan seluruh
lapisan masyarakat. Prinsip keseimbangan mencerminkan kesetaraan
antara pendapatan dan pengeluaran, pertumbuhan dan
pendistribusian dan antara pendapatan kaum yang mampu dan yang
kurang mampu (Abuddin Nata, 2014).
3. Kehendak bebas
Ajaran Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. memiliki kebebasan
mutlak dalam berkehendak, begitupun dengan manusia yang
memiliki hak untuk memilih apa yang akan diperbuatnya bahkan
dalam mengambil pekerjaan atau memanfaatkan kekayaannya, setiap
orang diberikan kebebasan dengan cara yang ia sukai (Afzalur

7
Rahman, 2000). Namun demikian, manusia yang baik adalah
manusia yang mampu menggunakan kebebasan itu dalam rangka
penerapan tauhid dan keseimbangan dalam hidupnya (M. Quraish
Shihab, 2006).
4. Tanggung Jawab
Dalam prinsip ekonomi Islam, kebebasan yang diberikan pada setiap
orang untuk berbuat sesuatu dalam mengambil pekerjaan apapun
atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang ia sukai tentunya
harus tetap bertanggungjawab terhadap apa yang menjadi pilihannya
(M. Quraish Shihab, 2006).

Ajaran Islam yang rahmatan lil„alamin tentunya akan melahirkan


sistem perekonomian yang rahmatan lil‟alamin pula, oleh karenanya
karakteristik ekonomi Islam mencakup aspek normatif – idealis – deduktif
serta historis – empiris – induktif (Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir
Riyadi, 2014). Karakteristik ekonomi Islam tersebut antara lain:

1. Rabbaniyah Mashdar (bersumber dari Allah)


Ekonomi Islam merupakan ajaran yang bersumber dari Allah Swt.
dimana kegiatan ekonomi yang diajarkan adalah bertujuan untuk
memperkecil kesenjangan diantara masyarakat sehingga umat
manusia bisa bisa hidup dalam kesejahteraan di dunia dan akhirat.
2. Rabbaniyah al-Hadf (bertujuan untuk Allah)
Ekonomi Islam juga bertujuan kepada Allah Swt. sehingga segala
aktivitas ekonomi merupakan suatu ibadah yang diwuudkan dalam
hubungan antar manusia untuk membina hubungan dengan Allah.
Islam mensyariatkan agar selalu beraktivitas ekonomi sesuai dengan
ketentuan allah, tidak mendzalimi orang lain dan bertujuan
memberikan kemaslahatan bagi semua manusia.
3. Al-Raqabah al-Mazdujah (control di dalam dan di luar)

8
Ekonomi islam menyertakan pengawasan yang melekat bagi semua
manusia yang dimulai dari diri masing-masing sebagai leader
(khalifah) bagi dirinya sendiri. Pengawasan selanjutnya yaitu dari
luar yang melibatkan institusi, lembaga ataupun seorang pengawas.
4. Al-Jam’u bayna al-tsabat wa al-murunah (penggabungan antara yang
tetap dan yang lunak).
Islam membolehkan manusia untuk beraktivitas ekonomi sebebas-
bebasnya selama tidak bertentangan dengan larangan yang sudah
ditetapkan, yang sebagian besar berakibat pada kerugian orang lain.
5. Al-Tawazun bayna al-maslahah al-fard wa al-jama’ah
(keseimbangan antara kemaslahatan individu dan masyarakat)
Segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Islam bertujuan
untuk membangun harmonisasi kehidupan sehingga kesejahteraan
masyarakat bisa tercapai yang berawal dari ketercapaian
kesejahteraan masing-masing individu dalam suatu golongan
masyarakat.
6. Al-Tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah (keseimbangan antara
materi dan spiritual)
Islam memotivasi manusia untuk mencari rezeki serta
memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan bukan untuk berlebih-
lebihan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. karena
Allah menyandingkan seseorang yang berprilaku berlebih-lebihan
(mubadzir) dengan setan sebagai saudaranya.
7. Al-Waqi’iyah (realistis)
Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam
masyarakat serta dapat mengadopsi segala sistem yang ada dengan
menghilangkan unsure keharaman yang ada di dalamnya.
8. Al-Alamiyyah (universal)
Ekonomi Islam merupakan ajaran universal yang dapat dipraktekkan
oleh siapa pun dan dimana pun memiliki tujuan win-win solution

9
yang dapat dideteksi dengan tersebarnya kemaslahatan diantara
manusia dan meniadakan kerusakan di muka bumi.

Zaenul Arifin merangkum prinsip ekonomi Islam adalah:

1. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang


sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
termasuk alat produksi dan faktor produksi. Kepemilikan individu
dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan Islam menolak setiap
pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah Kerjasama.
4. Kepemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital
produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
6. seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari kiamat.
7. seorang muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab)
diwajibkan membayar zakat.
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk
pinjaman.

C. SISTEM UPAH/GAJI TENAGA KERJA

Upah merupakan kompensasi atau imbalan yang diterima pekerja


atas jasa kerja yang diberikannya dalam proses memproduksi barang atau
jasa di perusahaan sehingga berfungsi untuk menjamin kehidupan yang
layak bagi pekerjaan dan keluarganya, dapat mencerminkan imbalan dan
hasil kerja seseorang serta menyediakan insentif untuk mendorong
peningkatan produktivitas (Payaman Simanjuntak, 2003).

10
Upah dibayarkan dalam bentuk uang berdasarkan jumlah waktu
yang digunakan untuk bekerja. Sedangkan gaji adalah kompensasi atau
imbalan dalam bentuk uang sebagai imbalan atas pelaksanaan tanggung
jawab suatu pekerjaan (Ricki W. Griffin, 2003).

Selain upah/gaji pokok pekerja juga dapat memperoleh


komisi/insentif dari hasil penjualan sebagai bentuk penghargaan terhadap
karyawan dengan suatu presentase volume penjualan yang dihasilkannya.
Gaji/upah ini digunakan karyawan dalam dua fungsi yaitu sebagai alat untuk
membeli barang dan jasa guna memenuhi kebutahannya serta sebagai alat
pendorong untuk bekerja lebih giat, lebih baik dan lebih produktif.

Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1. Sistem upah waktu


Besarnya kompensasi (gaji, upah) pada pengupahan dengan
menggunakan sistem waktu ditetapkan berdasarkan standar
waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Besarnya kompensasi
sistem waktu ini didasarkan pada lamanya bekerja bukan
dikaitkan pada prestasi bekerjanya. Kebaikan sistem waktu ini
adalah administrasi pengupahan mudah dan besarnya
kompensasi yang dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu ini
adalah pekerja yang malas pun kompensasinya tetap dibayar
sebesar perjanjian (Malayu S.P. Hasibuan).
2. Sistem prestasi (potongan) atau satuan produk
Upah menurut prestasi atau satuan produk adalah imbalan yang
diberikan kepada pekerja untuk setiap jumlah produk yang
dihasilkan sistem upah prestasi didasarkan atas unit produk yang
diselesaikan.
3. Sistem upah borongan

11
Sistem upah borongan adalah pekerja dibayar atas apa yang
mereka hasilkan tanpa didasarkan pada waktu yang digunakan.
Dalam sistem ini ditetapkan pekerjaan tertentu dan harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
4. Sistem upah bonus
Upah bonus atau upah premi (hadiah) adalah rencana insentif
perusahaan yang memberikan penghargaan terhadap perbaikan
produktifitas karyawan yang karena pekerjaannya telah
memberikan suatu keuntungan kepada perusahaan. Buchari
Alma mengatakan teori tentang upah terbagi dua yaitu (Buchari
Alma, 2007):
a. Teori tawar menawar, yaitu:
Teori ini menyatakan bahwa tingkat upah ditentukan oleh tawar
menawar di pasar tenaga kerja. Pembeli adalah pengusaha yang
membutuhkan tenaga kerja, dan penjual adalah calon karyawan,
mungkin juga melalui organisasi tenaga kerja sebagai perwakilan
mereka.
b. Teori standar hidup, yaitu:
Teori ini didasarkan atas keyakinan bahwa buruh harus dibayar
secara layak, dapat memenuhi kebutuhan standar hidupnya. Standar
hidup ini diartikan cukup untuk membiayai keperluan hidup, seperti:
makanan, pakaian, perumahan, rekreasi, pendidikan dan
perlindungan asuransi. Ini adalah suatu aspek tanggung jawab sosial
dari bisnis terhadap masyarakat. Pada umumnya penetapan upah ini
merupakan kombinasi dari berbagai pertimbangan.

Dengan adanya penetapan kesepakan besaran upah serta dibayarkan


tepat waktu dapat menghilangkan keraguan/kekhawatiran pekerja tidak
terbayarkannya upah mereka atau mengalami keterlambatan tanpa adanya
alasan yang dibenarkan. Namun demikian, Islam memberikan kebebasan

12
untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai dengan kesepakatan
antara pekerja dengan yang memperkerjakan sehingga kedua belah pihak
sama-sama mengerti dan tidak ada yang merasa dirugikan (Edwin Hadiyan,
2014). Sistem pengupahan dalam Islam juga berpedoman pada nilai
keadilan dan kelayakan sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap
orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri, majikan membayar
para pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai dengan
pekerjaannya (Afzalur Rahman, 1995) serta berdasar pada tingkat kelayakan
upah yang ditetapkan pemerintah.

BAB 3

PEMBAHASAN

A. Kehalalan pendapatan dari media sosial sesuai syariah islam

Dalam KBBI, kata investasi memiliki arti sebagai penanaman uang


maupun modal di sebuah perusahaan atau proyek guna bisa mendapatkan
keuntungan. Jadi, dengan berinvestasi, seseorang bisa menambah
pendapatannya secara pasif. Sedangkan untuk syariah, makna kata tersebut
adalah hukum yang ada pada agama Islam. Hukum syariah meliputi aturan
dalam hidup manusia. Hukum tersebut meliputi hubungan antara manusia,

13
manusia dengan Tuhan, maupun manusia dengan alam yang didasarkan
pada Kitab Suci Al Quran dan juga hadis.

Para ulama sepakat bahwa transaksi yang disyaratkan tunai serah


terima barang dan uang tidak dibenarkan untuk dilakukan secara telepon
atau internet (online), seperti jual beli emas dan perak karena ini termasuk
riba nasi`ah. Kecuali objek yang diperjual belikan dapat diserahterimakan
pada saat itu juga, seperti penukaran uang asing melalaui ATM maka
hukumnya boleh karena penukaran uang rupiah dengan Dollar harganya
sesuai dengan kurs pada hari itu.

Jadi, Transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama
menghalalkannya selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan, dengan
memberikan spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model
dan yang mempengaruhi harga barang.

Dalam islam berbisnis melalui on-line diperbolehkan selagi tidak


terdapat unsur unsur riba, kezaliman, monopoli dan penipuan. Bahaya riba
(usury) terdapat dalam Al – Quran diantaranya di (QS.Al-Baqarah [2]: 275,
278 dan 279, QS. Ar Rum [30]:39, QS. An Nisa [4]:131)

Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba
fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih
banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya.
Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang
umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

Rasulullah mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka


sama suka (Antaradhin). Karena jual beli atau berbisnis seperti melalui
online memiliki dampak positif karena dianggap praktis, cepat, dan mudah.

14
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah [2] : 275: “...Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”. Al Bai’ (Jual beli)
dalam ayat termasuk didalamnya bisnis yang dilakukan lewat online.
Namun jual beli lewat online harus memiliki syarat-syarat tertentu boleh
atau tidaknya dilakukan.

Adapun syarat-syarat mendasar diperbolehkannya jual beli lewat


online diantaranya. Yaitu:

1. Tidak melanggar ketentuan syari’at agama, seperti transaksi bisnis


yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan monopoli
2. Terdapat perjanjian antara pembeli dan penjual, jika terdapat sesuatu
yang tidak diinginkan
maka melakukan pembatalan.
3. Adanya sanksi, dan aturan hukum yang tegas dari pemerintah untuk
menjamin diperbolehkannya bisnis melalui jual beli online.

Sebagaimana kaidah Fiqih menyebutkan “Alahkam Tattabi” Almashalih :


Hukum [undang-undang dan peraturan] bertujuan untuk kemaslahatan. Al-
quran juga menyebutkan dalam Surah Almuthaffifin [83]:1-3 : Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam berbisnis). Pada ayat Quran
di atas, menunjukan bahwa Allah Swt melaknat bagi orang yang
menjalankan bisnis dengan kecurangan (Limuthaffifin).

Langkah-langkah yang harus kita laksanakan dan di tempuh agar dalam


jual beli online diperbolehkan,sah dan Halal menurut syariah islam :
1. Produk halal. Mengingat islam mengharamkan hasil peniagaan barang
atau jasa yang haram,
Sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga hukum haram-halal
dalam peniagaan objek.
2. Kejelasan status. Dianatara poin penting dalam jual beli yaitu, harus
memperhatikan kejelasan status barang.

15
3. Kesesuaian harga dengan kualitas barang. Dalam jual beli online kerap
kita menjumpai orang-orang yang merasa tidak puas dengan barang
yang mereka beli, dikarenakan harga yang mahal tidak sesuai dengan
kualitas barang yang diberikan.
4. Kejujuran. Dalam berniaga secara online, walaupun memiliki
keunggulan dan kemudahan, bukan berati tidak ada masalah yang
terjadi.

Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan langkah-
langkah yang telah dijelaskan diatas, maka hukumnya adalam “Haram”
yang artinya tidak diperbolehkan. Akan tetapi jika melaksanakan sesuai
yang dijelaskan diatas maka tentu saja hukumnya “Halal”. Kemaslahatan
dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus dalam
perlindungan negara atau lembaga yang berkompeten. Agar tidak terjadi
hal-hal yang membawa kemudharatan, penipuan dan kehancuran bagi
masyarakat dan negaranya.

B. Perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari media sosial

Penjualan on-line merupakan salah satu jenis transaksi jual-beli yang


menggunakan media internet dalam penjualannya, yang saat ini paling
banyak dilakukan ialah dengan berbasis kepada media sosial seperti
facebook, twitter, dan berbagai media sosial lainnya untuk memasarkan
produk yang mereka jual. Saat ini penjualan on-line salah satu jenis
transaksi yang banyak dipergunakan dalam jual beli. Perspektif ekonomi
Islam dalam memandang penjualan on-line yang berbasis kepada media
sosial. Dalam penjualan on-line harus memenuhi rukun-rukun akad yaitu:

16
(a) ada pihak-pihak yang berakad; (b) ijab qabul; (c) Al-ma’qud alaih atau
objek akad; (d) tujuan pokok akad tersebut dilakukan.

Pihak-pihak yang berakad dalam penjualan online telah jelas,


yaitu ada yang bertindak sebagai penjual dan ada yang bertindak sebagai
pembeli. Sighab dalam penjualan online biasanya berupa syarat dan kondisi
yang disetujui oleh konsumen. Syarat dan kondisi yang disetujui oleh
konsumen (term and conditions) yang telah disetujui oleh kedua belah pihak
yaitu produsen dan konsumen dapat dipahami sebagai sebuah sighab yang
harus dipahami oleh produsen maupun konsumen.

Dalam hal penjualan online bentuk sigab yang dilakukan adalah


dengan cara tulisan. Contohnya saat kita membeli suatu program melalui
telepon pintar (smartphone) akan ada pilihan bahwa konsumen telah
membaca dan menyetujui aturan dan perjanjian yang telah dibuat. Syarat
dan kondisi yang disetujui ini merupakan sighab yang harus dipahami baik
oleh produsen maupun konsumen pada penjualan on-line. Begitu pula
apabila kita melakukan transaksi dengan menggunakan media sosial,
penjual harus menulis syarat dan kondisi apa saja yang terdapat dalam
transaksi tersebut, sehingga terjadi keterbukaan antara penjual dan pembeli.

Terkait dengan rukun akad, penjualan online yang berbasis media


sosial atau media yang lainnya akan menjadi haram hukumnya apabila
memenuhi beberapa kriteria dibawah ini : Pertama, Sistemnya haram,
contohnya ialah perjudian online. Kedua, barang maupun jasa yang
ditawarkan merupakan barang dan jasa yang diharamkan dalam hukum
syariat Islam. Ketiga, terdapat pelanggaran perjanjian atau adanya unsur
penipuan. Hal ini sering terjadi dalam penjualan online, dimana barang yang
ditawarkan dalam media sosial seringkali berbeda dengan apa yang
konsumen terima. Jika terdapat unsur penipuan maka jual beli online
tersebut maka hukumnya adalah haram.

17
Adapun bentuk akad transaksi jual beli yang dapat diadopsi dalam
sebuah transaksi online ialah bay`al-murahabah (biasa disebut murabahah)
dan bay`al-salam (biasa disebut salam).

Bai` al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bay`al-murabahah, penjual
harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Pada saat inilah produk akad jual beli
yang paling banyak digunakan, dikarenakan inilah praktik yang paling
mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan produk pembiayaan
yang lainnya. Adapun dasar hukum dari bai`al-murabahah:

“Orang-orang yang makan(mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
terus berhenti (dari larangan riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada allah.
Orang yang telah kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya” (QS Al-
Baqarah;275).

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan


harga perolehan dan

keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini
merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam
murabahah ditentukan berapa required rate of profitnya (keuntungan yang
ingin diperoleh). Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan
yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi

18
tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Besaran harga jual harus
sama-sama disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga terjadi transaksi
yang ridha sama ridha antara si penjual dan si pembeli.

Syarat Bay’ al-murabahah adalah: a) Penjual harus memberi tahu


biaya modal kepada nasabah. b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan
rukun yang ditetapkan. c) Kontrak harus bebas dari riba d) Penjual harus
menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian. e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian. Secara prinsip, jika syarat (1), (4), atau (5) tidak
dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: melanjutkan pembelian seperti apa
adanya; kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas
barang yang dijual dan membatalkan kontrak.

Baiy` al-murabahah memeberikan banyak manfaat kepada para


penjual. Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga
beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ini
juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya oleh penjual. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu alasas
mengapa akad bay’ al-murabahah dapat dipergunakan dalam penjualan on-
line berbasis media sosial. Salah satu hal yang perlu dihindari oleh
konsumen ialah apabila ada penjual yang menawarkan produk yang
harganya jauh di bawah harga pasar.

19
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan transaksi jual beli kontemporer, tidak lagi semata
mengandalkan penjualan dengan tatap muka. Transaksi jual beli
kontemporer seiring dengan perkembangan teknologi, telah memunculkan
bentuk penjualan lainnya yaitu penjualan on-line. Penjualan on-line
merupakan salah satu bentuk penjualan yang memanfaatkan teknologi

20
seperti telepon pintar, tablet, gawai, dan yang memanfaatkan jaringan
internet.

Jual beli melalui online diperbolehkan dan halal apabila tidak


melanggar ketentuan syariat agama, terdapat perjanjian antara pembeli dan
penjual, dan adanya sanksi dan aturan hukum yang tegas dari pemerintah
untuk menjamin diperbolehkannya bisnis melalui jual beli online.

Menurut perspektif hukum ekonomi islam dalam penjualan on-line


harus memenuhi rukun rukun akad yaitu: (a) ada pihak-pihak yang berakad;
(b) ijab qabul; (c) Al-ma’qudalaih atau objek akad; (d) tujuan pokok akad
tersebut dilakukan.

Jadi solusi yang harus kita laksanakan dan ditempuh dalam jual beli
online agar sah menurut agama islam dan mendapatkan pendapatan yang
halal adalah dengan menjual produk yang halal, kejelasan produk yang
dijual, kesesuaian harga dengan kualitas barang, dan yang paling penting
adalah kejujuran.

B. Saran
1. Bagi Penjual, hendaknya berbisnis dengan memperhatikan
prinsip hukum ekonomi islam. Jika bisnis melalui on-line
tidak sesuai dengan syarat-syarat dan langkah-langkah yang telah
ditentukan dalam islam, maka hukumnya adalam “Haram” yang
artinya tidak diperbolehkan.
2. Bagi pembeli, hendaknya lebih selektif dalam membeli
barang di sosial media.

21
DAFTAR PUSTAKA
Norazlina Zainul., dkk. E-Commerce From An Islamic Perspective, Dikutip
dari http:// sciencedirect.com

Al-Arif, M. Nur Rianto. 2011. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Solo: PT Era


AdicitraIntermedia,
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/ISLAMADINA/article/view/1528

22
23

Anda mungkin juga menyukai