Oleh :
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah........................................................................3
sosial.................................................................................................16
ii
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ......................................................................................20
B. Saran ...........................................................................................20
iii
ABSTRAK
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perspektif ekonomi islam kebebasan disini dibatasi oleh aturan main
yang jelas dan kebutuhan terbatas dan sumber daya yang tidak terbatas,
yang tidak terbatas bukan kebutuhan namun keinginan.
Dalam hukum islam tidak boleh melakukan macam usaha yang batil atau
tidak syar’i seperti riba,judi dan berbagai hal serupa yang penuh tipu
daya.dan telah ditegaskan juga memperoleh rizki tidak boleh dengan cara
1
yang bathil yaitu bertentangan dengan hokum islam dan dalam jual beli
harus di dasari saling rela merelakan.Tidak boleh menipu,tidak boleh
berbohong, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.
Adaptasi secara langsung ketentuan jual beli biasa akan kurang tepat
dan tidak sesuai dengan konteks jual beli di social media. Oleh karena itu
perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam hukum islam sudah
cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat jual beli di social media atau
perlu pemahaman khusus tentang hukum bertransaksi jual beli secara online
ini.Beberapa permasalahan yang muncul dalam jual beli online antara lain:
2
obyek transaksi yang diperjualbelikan terkadang tidak sesuai dengan
gambar yang ada dalam iklan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan mengenai kehalalan pendapatan dari media
sosial sesuai syariah islam.
2. Menambah wawasan mengenai perspektif hukum ekonomi islam
pada pendapatan dari media sosial.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman mengenai pandangan hukum Islam mengenai jual beli on-
line dan mendapatkan pendapatan halal dari media sosial. Dan
diharapakan dapat memperkaya khazanah pemikiran Keislaman pada
3
umumnya, civitas Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, khususnya
pada jurusan Manajemen Keuangan Syariah.
2. Secara Praktis penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas guna
memenuhi nilai mata kuliah Bahasa Indonesia oleh Ibu Yulis Sulistiana
Dewi,S.PD,.M.PD.I
BAB 2
KAJIAN TEORI
4
mengalami perubahan. Prinsip ekonomi Islam dapat dirangkum dalam
empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung
jawab. Produksi tidak berarti hanya menciptakan secara fisik sesuatu yang
tidak ada, melainkan juga membuat barang-barang yang dihasilkan dari
beberapa aktivitas produksi memiliki daya guna. Tujuan kebahagiaan dunia
dan akhirat dalam produksi berkaitan dengan maqashid al-syari‟ah sebagai
prinsip produksi antara lain kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai
islam sehingga dalam memproduksi barang/jasa tidak boleh bertentangan
dengan penjagaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas
produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat
dan tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan,
sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam secara
optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak lingkungan serta
distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan pengelola, manajemen
dan karyawan. Produksi tidak bisa lepas dari faktor sebagai alat produksi
berupa faktor alam/tanah, faktor tenaga kerja, faktor modal (kapital), faktor
manajemen, teknologi serta bahan baku.
5
serta faktor manajemen. Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan
kebutuhan (need) (Gitosudarmo, 2002). Produksi berarti memenuhi semua
kebutuhan melalui kegiatan bisnis karena salah satu tujuan utama bisnis
adalah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan (needs and wants)
manusia. Untuk dapat mempertahankan hidupnya, manusia membutuhkan
makan, minum, pakaian dan perlindungan (Zaki Fuad Chalil, 2009).
6
merusak masyarakat (Afzalur Rahman, 1995).Di bawah sistem ekonomi
Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan
langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran
kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik (Afzalur
Rahman, 1995). Prinsip yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam dapat
dirangkum dalam empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak
bebas, dan tanggung jawab.
1. Tauhid
Prinsip tauhid melahirkan prinsip-prinsip yang menyangkut segala
aspek kehidupan dunia dan akhirat (M. Quraish Shihab, 2006).
Ketika seseorang mengesakan dan menyembah Allah Swt. Hal itu
akan berimplikasi pada adanya niat yang tulus bahwa segala
pekerjaan yang dikerjakan adalah dalam rangka beribadah kepada
Allah SWT karena pada dasarnya segala sesuatu bersumber serta
kesudahannya berakhir pada Allah Swt.
2. Keadilan dan Keseimbangan
Prinsip keadilan merupakan landasan untuk menghasilkan seluruh
kebijakan dalam kegiatan ekonomi sehingga berdampak positif bagi
pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan seluruh
lapisan masyarakat. Prinsip keseimbangan mencerminkan kesetaraan
antara pendapatan dan pengeluaran, pertumbuhan dan
pendistribusian dan antara pendapatan kaum yang mampu dan yang
kurang mampu (Abuddin Nata, 2014).
3. Kehendak bebas
Ajaran Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. memiliki kebebasan
mutlak dalam berkehendak, begitupun dengan manusia yang
memiliki hak untuk memilih apa yang akan diperbuatnya bahkan
dalam mengambil pekerjaan atau memanfaatkan kekayaannya, setiap
orang diberikan kebebasan dengan cara yang ia sukai (Afzalur
7
Rahman, 2000). Namun demikian, manusia yang baik adalah
manusia yang mampu menggunakan kebebasan itu dalam rangka
penerapan tauhid dan keseimbangan dalam hidupnya (M. Quraish
Shihab, 2006).
4. Tanggung Jawab
Dalam prinsip ekonomi Islam, kebebasan yang diberikan pada setiap
orang untuk berbuat sesuatu dalam mengambil pekerjaan apapun
atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang ia sukai tentunya
harus tetap bertanggungjawab terhadap apa yang menjadi pilihannya
(M. Quraish Shihab, 2006).
8
Ekonomi islam menyertakan pengawasan yang melekat bagi semua
manusia yang dimulai dari diri masing-masing sebagai leader
(khalifah) bagi dirinya sendiri. Pengawasan selanjutnya yaitu dari
luar yang melibatkan institusi, lembaga ataupun seorang pengawas.
4. Al-Jam’u bayna al-tsabat wa al-murunah (penggabungan antara yang
tetap dan yang lunak).
Islam membolehkan manusia untuk beraktivitas ekonomi sebebas-
bebasnya selama tidak bertentangan dengan larangan yang sudah
ditetapkan, yang sebagian besar berakibat pada kerugian orang lain.
5. Al-Tawazun bayna al-maslahah al-fard wa al-jama’ah
(keseimbangan antara kemaslahatan individu dan masyarakat)
Segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Islam bertujuan
untuk membangun harmonisasi kehidupan sehingga kesejahteraan
masyarakat bisa tercapai yang berawal dari ketercapaian
kesejahteraan masing-masing individu dalam suatu golongan
masyarakat.
6. Al-Tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah (keseimbangan antara
materi dan spiritual)
Islam memotivasi manusia untuk mencari rezeki serta
memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan bukan untuk berlebih-
lebihan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. karena
Allah menyandingkan seseorang yang berprilaku berlebih-lebihan
(mubadzir) dengan setan sebagai saudaranya.
7. Al-Waqi’iyah (realistis)
Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam
masyarakat serta dapat mengadopsi segala sistem yang ada dengan
menghilangkan unsure keharaman yang ada di dalamnya.
8. Al-Alamiyyah (universal)
Ekonomi Islam merupakan ajaran universal yang dapat dipraktekkan
oleh siapa pun dan dimana pun memiliki tujuan win-win solution
9
yang dapat dideteksi dengan tersebarnya kemaslahatan diantara
manusia dan meniadakan kerusakan di muka bumi.
10
Upah dibayarkan dalam bentuk uang berdasarkan jumlah waktu
yang digunakan untuk bekerja. Sedangkan gaji adalah kompensasi atau
imbalan dalam bentuk uang sebagai imbalan atas pelaksanaan tanggung
jawab suatu pekerjaan (Ricki W. Griffin, 2003).
11
Sistem upah borongan adalah pekerja dibayar atas apa yang
mereka hasilkan tanpa didasarkan pada waktu yang digunakan.
Dalam sistem ini ditetapkan pekerjaan tertentu dan harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
4. Sistem upah bonus
Upah bonus atau upah premi (hadiah) adalah rencana insentif
perusahaan yang memberikan penghargaan terhadap perbaikan
produktifitas karyawan yang karena pekerjaannya telah
memberikan suatu keuntungan kepada perusahaan. Buchari
Alma mengatakan teori tentang upah terbagi dua yaitu (Buchari
Alma, 2007):
a. Teori tawar menawar, yaitu:
Teori ini menyatakan bahwa tingkat upah ditentukan oleh tawar
menawar di pasar tenaga kerja. Pembeli adalah pengusaha yang
membutuhkan tenaga kerja, dan penjual adalah calon karyawan,
mungkin juga melalui organisasi tenaga kerja sebagai perwakilan
mereka.
b. Teori standar hidup, yaitu:
Teori ini didasarkan atas keyakinan bahwa buruh harus dibayar
secara layak, dapat memenuhi kebutuhan standar hidupnya. Standar
hidup ini diartikan cukup untuk membiayai keperluan hidup, seperti:
makanan, pakaian, perumahan, rekreasi, pendidikan dan
perlindungan asuransi. Ini adalah suatu aspek tanggung jawab sosial
dari bisnis terhadap masyarakat. Pada umumnya penetapan upah ini
merupakan kombinasi dari berbagai pertimbangan.
12
untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai dengan kesepakatan
antara pekerja dengan yang memperkerjakan sehingga kedua belah pihak
sama-sama mengerti dan tidak ada yang merasa dirugikan (Edwin Hadiyan,
2014). Sistem pengupahan dalam Islam juga berpedoman pada nilai
keadilan dan kelayakan sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap
orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri, majikan membayar
para pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai dengan
pekerjaannya (Afzalur Rahman, 1995) serta berdasar pada tingkat kelayakan
upah yang ditetapkan pemerintah.
BAB 3
PEMBAHASAN
13
manusia dengan Tuhan, maupun manusia dengan alam yang didasarkan
pada Kitab Suci Al Quran dan juga hadis.
Jadi, Transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama
menghalalkannya selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan, dengan
memberikan spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model
dan yang mempengaruhi harga barang.
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba
fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih
banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya.
Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang
umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
14
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah [2] : 275: “...Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”. Al Bai’ (Jual beli)
dalam ayat termasuk didalamnya bisnis yang dilakukan lewat online.
Namun jual beli lewat online harus memiliki syarat-syarat tertentu boleh
atau tidaknya dilakukan.
15
3. Kesesuaian harga dengan kualitas barang. Dalam jual beli online kerap
kita menjumpai orang-orang yang merasa tidak puas dengan barang
yang mereka beli, dikarenakan harga yang mahal tidak sesuai dengan
kualitas barang yang diberikan.
4. Kejujuran. Dalam berniaga secara online, walaupun memiliki
keunggulan dan kemudahan, bukan berati tidak ada masalah yang
terjadi.
Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan langkah-
langkah yang telah dijelaskan diatas, maka hukumnya adalam “Haram”
yang artinya tidak diperbolehkan. Akan tetapi jika melaksanakan sesuai
yang dijelaskan diatas maka tentu saja hukumnya “Halal”. Kemaslahatan
dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus dalam
perlindungan negara atau lembaga yang berkompeten. Agar tidak terjadi
hal-hal yang membawa kemudharatan, penipuan dan kehancuran bagi
masyarakat dan negaranya.
16
(a) ada pihak-pihak yang berakad; (b) ijab qabul; (c) Al-ma’qud alaih atau
objek akad; (d) tujuan pokok akad tersebut dilakukan.
17
Adapun bentuk akad transaksi jual beli yang dapat diadopsi dalam
sebuah transaksi online ialah bay`al-murahabah (biasa disebut murabahah)
dan bay`al-salam (biasa disebut salam).
Bai` al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bay`al-murabahah, penjual
harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Pada saat inilah produk akad jual beli
yang paling banyak digunakan, dikarenakan inilah praktik yang paling
mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan produk pembiayaan
yang lainnya. Adapun dasar hukum dari bai`al-murabahah:
keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini
merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam
murabahah ditentukan berapa required rate of profitnya (keuntungan yang
ingin diperoleh). Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan
yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi
18
tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Besaran harga jual harus
sama-sama disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga terjadi transaksi
yang ridha sama ridha antara si penjual dan si pembeli.
19
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan transaksi jual beli kontemporer, tidak lagi semata
mengandalkan penjualan dengan tatap muka. Transaksi jual beli
kontemporer seiring dengan perkembangan teknologi, telah memunculkan
bentuk penjualan lainnya yaitu penjualan on-line. Penjualan on-line
merupakan salah satu bentuk penjualan yang memanfaatkan teknologi
20
seperti telepon pintar, tablet, gawai, dan yang memanfaatkan jaringan
internet.
Jadi solusi yang harus kita laksanakan dan ditempuh dalam jual beli
online agar sah menurut agama islam dan mendapatkan pendapatan yang
halal adalah dengan menjual produk yang halal, kejelasan produk yang
dijual, kesesuaian harga dengan kualitas barang, dan yang paling penting
adalah kejujuran.
B. Saran
1. Bagi Penjual, hendaknya berbisnis dengan memperhatikan
prinsip hukum ekonomi islam. Jika bisnis melalui on-line
tidak sesuai dengan syarat-syarat dan langkah-langkah yang telah
ditentukan dalam islam, maka hukumnya adalam “Haram” yang
artinya tidak diperbolehkan.
2. Bagi pembeli, hendaknya lebih selektif dalam membeli
barang di sosial media.
21
DAFTAR PUSTAKA
Norazlina Zainul., dkk. E-Commerce From An Islamic Perspective, Dikutip
dari http:// sciencedirect.com
22
23