Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Ramadhani

NPM : 1813031010
Mata Kuliah : Ekonomi Syariah

Sektor Keuangan

Dalam dekade terakhir, keuangan Islam telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan
tercepat di industri keuangan global, melampaui pasar keuangan konvensional. Global Islamic
Economic Report (2020) memperkirakan nilai aset keuangan syariah meningkat 13,9 persen pada
2019, dari $2,52 triliun menjadi $2,88 triliun. Selanjutnya, di tahun 2021, sejalan dengan tren
global yang meningkat, keuangan syariah di Indonesia tumbuh positif di tengah pandemi. Dari sisi
perbankan pada Mei 2021, aset perbankan syariah tumbuh 15,6 persen (year-on-year) atau
mencapai Rp598,2 triliun. Di sektor keuangan syariah lainnya, seiring dengan berkembangnya
ekosistem financial technology (fintech), aset fintech syariah di Indonesia tumbuh mencapai 134
miliar rupiah pada Juni 2021 yang mewakili 3 persen dari total aset fintech di Indonesia. Meski
kontribusi terhadap keseluruhan aset fintech relatif kecil, aset fintech syariah telah meningkat lebih
dari 50 kali lipat dalam 2,5 tahun terakhir. Global Islamic Fintech Report (2021) menyebutkan
bahwa Indonesia merupakan salah satu negara terbesar dalam hal market size transaksi fintech
syariah yang mencapai USD 2,9 miliar selama tahun 2020. Indonesia berada di posisi 5 besar, di
belakang Arab Saudi (USD 17,9 miliar), Iran (USD 9,2 miliar), Uni Emirat Arab (USD3,7 miliar),
dan Malaysia (USD3 miliar). Arah strategis pengembangan keuangan syariah di Indonesia
mengacu pada Rencana Induk Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI). Presiden Republik
Indonesia, Joko Widodo, selaku Ketua Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) meluncurkan
Rencana Induk (MEKSI) pada tahun 2019, sebagai peta jalan pertama negara untuk
mengembangkan ekonomi syariah, yang bertujuan untuk memperkuat ekonomi nasional. Visi dari
masterplan ini adalah untuk mewujudkan “Indonesia yang mandiri, sejahtera, dan beradab dengan
menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka dunia”. Pada tahun 2020, masterplan tersebut
diturunkan menjadi Rencana Pelaksanaan dan Rencana Kerja 2020-2024 berdasarkan koordinasi
yang kuat antara pemangku kepentingan Komite Ekonomi dan Keuangan Syariah Nasional
(KNEKS) dari pemerintah, akademisi, pelaku industri, LSM, dan masyarakat. Rencana tersebut
terdiri dari 30 program strategis dengan fokus pada pengembangan dan penguatan: (i) industri
halal, (ii) keuangan syariah, (iii) keuangan sosial syariah, dan (iv) bisnis dan kewirausahaan
syariah.

Sumber Menteri Keuangan, https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-peran-


keuangan-syariah-dalam-pemulihan-ekonomi-nasional-indonesia/
Sektor Sosial

Perlu pengembangan yang optimal sektor keuangan sosial syariah yang meliputi zakat, infak,
sedekah, dan wakaf (ziswaf). Karena untuk memperbaiki tata kelola keuangan sosial syariah agar
dana sosial syariah tersebut dapat dikelola secara lebih efektif. Pengembangan sektor filantropi
Islam ini memiliki potensi yang sangat besar dan juga merupakan sektor yang sangat strategis
dalam mengurangi kesenjangan ekonomi, meningkatkan produktivitas ekonomi, serta menunjang
pembangunan infrastruktur ekonomi dan keuangan syariah. Sektor dana sosial memiliki potensi
besar dalam rangka mendukung upaya besar masalah pembangunan, kemiskinan, dan
kesejahteraan masyarakat.

Peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang diharapkan dapat meningkatkan literasi dan kesadaran
masyarakat untuk berwakaf. Aspek literasi masyarakat merupakan salah satu tantangan terbesar
yang dihadapi dalam pengembangan ekonomi syariah. Bank Indonesia (BI) juga menyatakan
sektor keuangan sosial syariah sebenarnya memiliki potensi yang portensi. Sektor ini mencakup
zakat, wakaf, dan lembaga keuangan mikro nirlaba. Gubernur BI Agus DW Martowardojo
mengatakan, meskipun perkembangan di sektor keuangan sosial syariah tidak terdokumentasi
dengan baik secara global, namun data-data di berbagai negara mengindikasikan potensi yang
menjanjikan.

Sumber Kompas.com,

https://money.kompas.com/read/2016/10/27/160000426/ini.potensi.besar.sektor.ekonomi.sosial.s
yariah.menurut.bi

Halal Food

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbanyak di dunia. Oleh sebab itu,
Indonesia memiliki tingkat konsumsi halal food tertinggi di dunia. Menurut salah satu atikel dalam
website katadata.co.id yang berjudul “Analisis Data: Industri Halal untuk Semua”, pada tahun
2017, Indonesia menduduki peringkat pertama Muslim Food Expenditure dengan nilai US$ 170
miliar. Dengan adanya beberapa fakta tersebut, kita merasa miris apabila masyarakat Indonesia
masih merupakan eksportir halal food yang rendah. Menurut artikel dalam CNBC Indonesia,
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa menurut The Global
Economic Report, tahun 2018-2019 ekonomi Syariah Indonesia baru menduduki peringkat 10
dunia. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, alih-alih menempati tempat tertinggi,
Indonesia malah menjadi konsumen terbesar di dunia untuk produk halal.

Seharusnya, Indonesia bisa memanfaatkan potensi pasar yang ada karena Indonesia masih
menyandang predikat mayoritas terbanyak muslim di dunia sehingga halal food bisa dipasarkan
secara besar-besaran, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Selain itu, potensi pasar juga
didapatkan tidak hanya dari kaum muslim, tetapi juga dari kaum nonmuslim yang memilih halal
food karena kualitas, kebersihan, kesehatan, dan keamanan yang terjamin.

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah lebih gencar untuk meningkatkan produksi halal food dan
memasarkannya di pasar nasional maupun internasional agar Indonesia tidak hanya menjadi
konsumen terbesar saja, tetapi juga merupakan produsen terbesar. Hal tersebut ditujukan agar PDB
riil Indonesia dapat meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat pun juga meningkat.

Sumber dari SEF FEB UGM, https://sef.feb.ugm.ac.id/halal-food-peluang-ekonomi-bagi-


indonesia/

Anda mungkin juga menyukai