Anda di halaman 1dari 24

KEWIRAUSAHAAN

HASIL ANALISIS STUDI KASUS

Dosen Pengampu :

Nihayatu Aslamatis Solekah, S.E., M.M.

Disusun Oleh :

1. Faizzatin Y. W. (15640006)
2. Intan Indana B (16540007)
3. Habibah Fairuz H. (16540008)

JURUSAN S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang melimpahkan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik.Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi
besar kita, Nabi Muhammad SAW. Penutup para nabi dan rosul, karena dengan
jasa beliaulah kita dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan dan penyusunan tugas ini.
Khususnya, kepada Ibu Nihayatu Aslamatis Solekah, S.E., M.M., selaku Dosen
Pengampu Mata Kewirausahaan yang senantiasa dengan sabar dan ikhlas
membimbing kami
Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan karena keterbatasan kemampuan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca.
Akhirnya kata, kami berharap semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Malang, Februari 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

ANALISIS STUDI KASUS.................................................................................... 1

KASUS 1...................................................................................................... 1

KASUS 2...................................................................................................... 6

KASUS 3.................................................................................................... 10

KASUS 4.................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii

ii
ANALISIS STUDI KASUS

 KASUS 1
Berdasarkan data profil penduduk pada tahun 2010, diketahui jumlah penduduk
di Indonesia yakni sebanyak 230 juta jiwa dengan rincian:
 Sebanyak 27,6 juta orang dari penduduk Indonesia termasuk dalam
golongan ekonomi atas, dengan prosentase sebesar 12%
 Sebanyak 92 juta orang dari penduduk Indonesia termasuk dalam golongan
ekonomi menengah, dengan prosentase sebesar 40%
 Sebanyak 110,4 juta orang dari penduduk Indonesia termasuk dalam
golongan ekonomi bawah, dengan prosentase sebesar 48%
Berdasarkan data diatas, menurut anda apakah yang harus dilakukan oleh
pemerintah agar golongan ekonomi bawah yang jumlahnya cukup besar, supaya
mereka dapat berpindah kelas ke lapisan ekonomi menengah atau bahkan
ekonomi atas?
ANALISA PENDAPAT
Yang harus dilakukan oleh pemerintah, agar golongan ekonomi bawah dapat
berpindah kelas ke golongan ekonomi menengah bahkan ekonomi atas yaitu
dengan beberapa alternatif dibawah ini:
1. Memberdayakan UMKM dan peningkatan UMKM dari sisi kualitas dan
kuantitas.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan yang
penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Disamping itu, UMKM juga
berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang menjadi katup pengaman
mengatasi masalah pengangguran dan juga berperan dalam mendistribusikan
hasil-hasil pembangunan. Eksistensi UMKM sendiri telah terbukti pada saat
krisis ekonomi tahun 1997-1998, dimana pada saat itu banyak perusahaan besar
yang tidak mampu bertahan. Justru, UMKM sendiri masih berdiri kokoh dan
menjadi segmen bisnis vital karena mayoritas usaha berskala kecil ini tidak
terlalu bergantung kepada modal besar atau pinjaman dari luar mata uang asing.
Sehingga, ketika ada fluktuasi terhadap nilai tukar, perusahaan besarlah yang

1
paling berpotensi terkena imbas krisis dikarenakan secara umum selalu
berurusan dengan mata uang asing.
Dengan adanya pemberdayaan UMKM untuk mengangkat status ekonomi
penduduk Indonesia golongan bawah, diharapkan pemerintah dapat
memberdayakan UMKM dengan semaksimal mungkin, dikarenakan UMKM
sendiri eksistensinya tidak bergantung kepada hal-hal yang berkaitan dengan
mata uang asing. Serta UMKM sendiri merupakan wadah bagi masyarakat untuk
turut membantu pemerintah dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik memperlihatkan bahwa jumlah
UMKM pada pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998 tidak berkurang, justru
meningkat terus dan mampu menyerap 85 juta hingga 107 juta tenaga kerja
sampai pada tahun 2012. Pada tahun itu pula, berdasarkan data dari
Kementerian Koperasi dan Usaha Menengah (Kemenkop dan UKM), jumlah
UMKM di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 2,41% menjadi 56,5 juta
unit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa UMKM sendiri memiliki proporsi yang
besar dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia. Untuk mengetahui
perbandingan perkembangan antara usaha besar dan UMKM, dapat dilihat
dalam grafik berikut.

2
Saatnya pemerintah harus serius memberikan perhatian terhadap
perkembangan sektor UMKM. Setelah diketahui bahwa UMKM sendiri
jumlahnya terus meningkat tiap tahunnya dan berkembang dengan baik. Apabila
sektor UMKM ini diperhatikan dengan baik dan juga dimaksimalkan dengan
cermat, di masa mendatang bisa jadi UMKM ini menjadi segmen bisnis vital di
Indonesia yang menonjolkan produk dalam negeri sendiri.
Dalam perspektif usaha, UMKM diklasifikasikan dalam empat kelompok
diantaranya yaitu: (1)UMKM sektor informal, seperti pedagang kaki lima;
(2)UMKM Mikro, adalah kemampuan sifat pengrajin namun kurang memiliki
jiwa entrepreneur; (3)Usaha Kecil Dinamis, adalah kelompok UMKM yang
mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama dan melakukan kegiatan
ekspor; (4)Fast Moving Enterprise adalah UMKM yang mempunyai
kewirausahaan yang cakap dan siap menjadi usaha besar.
Dengan demikian, selain memberdayakan UMKM, pemerintah juga harus
meningkatkan kualitas dan kuantitas dari sektor UMKM itu sendiri. Karena
dilihat dari sisi kuantitas, UMKM merupakan suatu potensi yang besar untuk
dikembangkan. Namun apabila dilihat dari sisi kualitas, UMKM sendiri masih
jauh dari memuaskan. Dengan harapan agar penduduk Indonesia mampu
mencapai kesejahteraan yakni pemerataan pendapatan tiap penduduknya dan
juga tidak adanya kesenjangan ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa
penduduk Indonesia makmur dan mayoritas penduduknya tergolong dalam
ekonomi atas.
Adapun cara untuk meningkatkan kualitas sektor UMKM ini yaitu dengan
adanya Rumah Kreatif BUMN (RKB) yang merupakan salah satu program dari
Kementerian BUMN bersama perusahaan milik negara yang mewadahi para
pelaku UMKM untuk menjadi UMKM Indonesia yang berkualitas. Dalam RKB
ini, para pelaku UMKM akan didampingi dan didorong dalam hal kompetensi,
peningkatan akses pemasaran dan kemudahan akses permodalan. Di dalam RKB
ini pula, para pelaku UMKM akan diberi pelatihan sesuai dengan tingkat
klasifikasi usahanya.
UMKM dengan klasifikasi medium dan high, akan diarahkan oleh para ahli
dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kualitas produk, standarisasi

3
bahan baku, standarisasi produksi, bimbingan pengembangan produk baru,
packaging, branding, quality control, dan bimbingan pendanaan. Sedangkan
untuk UMKM dengan klasifikasi low dan medium, akan mendapatkan pelatihan
tentang Bisnis dan Keuangan, Permodalan, Segmentasi, dan Target Pasar, Proses
Produksi, dan Pemasaran serta Total Quality Management. Setelah mereka
mendapatkan pelatihan, para pelaku UMKM ini kemudian akan diarahkan oleh
para pendamping ahli untuk melakukan digitalisasi produk dan proses usaha
secara online (e-commerce).
Dengan adanya RKB ini, diharapkan sektor UMKM dapat meningkatkan
kualitasnya menjadi UMKM yang termasuk dalam klasifikasi Kelompok Usaha
Kecil Dinamis yang kemudian menjadi kelompok UMKM yang Fast Moving
Enterprise. Sehingga, keuntungan yang mereka peroleh akan mengalami
peningkatan dari keuntungan mereka sebelumnya. Dengan demikian, tingkat
perekonomian masyarakat ini bisa jadi naik ke lapisan ekonomi atas secara
bertahap.
2. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai modal untuk
mendirikan UMKM
Sejatinya, potensi besar UMKM selama ini tidak didorong oleh akses
pembiayaan yang memadai. Alasannya, pelaku UMKM ini masih dianggap tidak
memenuhi kriteria perbankan (unbankable). Disamping itu, jaminan yang
digunakan untuk pengajuan pembiayaan nilainya tidak terlalu besar, sehingga
tidak dipriorotaskan oleh pihak perbankan.
Melihat perkembangan UMKM yang jumlahnya meningkat secara terus
menerus, pemerintah akhirnya meluncurkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang
UMKM, dan juga memiliki program khusus untuk membantu para pelaku
UMKM dalam mengakses pembiayaan, yaitu berupa Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Dengan adanya peraturan yang menjadi payung hukum dari UMKM
dan program KUR ini, lembaga perbankan akhirnya mulai agresif menyalurkan
kredit kepada UMKM.
Sampai 14 juni 2013, realisasi penyaluran KUR melalui tujuh bank nasional
dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) baru mencapai 19 triliun rupiah dari
target.

4
Gambar diatas merupakan data tahun 2014 menjelaskan mengenai penyaluran
kredit UMKM. Porsi terbesar masih dipegang oleh Bank Persero, yakni sebesar
50%, sementara Bank Swasta Nasional sekitar 40%, BPD 7%, dan Bank Asing
serta campuran yakni sekitar 3%
Dengan demikian, sudah seharusnya untuk pemerintah memberikan bantuan
dana berupa Kredit Usaha Rakyat bagi penduduk Indonesia dalam rangka
membantu mereka untuk membuka UMKM. Dengan catatan bahwa, dalam
penyaluran dana KUR, harus tepat sasaran, tidak hanya kerja target saja.
Sehingga penyaluran dana KUR ini merata dan adil kepada semua pelaku
UMKM.
3. Mendorong tumbuhnya wirausaha baru, disamping memberdayakan
UMKM
Selain memberdayakan UMKM, pemerintah ini juga harus mendorong
penduduk Indonesia agar mempunya jiwa wirausaha yang baru. Untuk fokus
pada pembentukan karakter wirausaha ini, dikhususkan kepada masyarakat
pedesaan yang masih belum sepenuhnya paham tentang konsep wirausaha dan
juga untuj kalangan pemuda. Usia produktif harus diarahkan mulai dari sekarang
dengan menumbuhkan sifat kewirausahaan dalam pengembangan diri tiap
individu.
Adapun untuk kasus ini lebih ditujukan kepada pelaku UMKM yang masih
awam terhadap konsep kewirausahaan atau masih dalam klasifikasi mikro dan
sektor informal. Mereka bisa mengikuti program pelatihan yang diadakan oleh
RKB guna untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan mereka. Sehingga hasil
yang diharapkan setelah mengikuti pelatihan tadi yaitu para pelaku UKM dapat

5
mengembangkan usaha mereka menjadi usaha yang maju dan mempunyai nama
tersendiri.

Referensi :

1. Aunur Rofiq, Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan , Republika Penerbit, Jakarta , 2014, hlm
122-125
2. Profil Bisnis, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), diunduh dari:
http://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/Documents/Profil%20Bisnis%20UM
KM.pdf
3. Tentang Rumah Kreatif BUMN (RKB), http://rkb.id/about, diakses pada 19 Februari 2018

 KASUS 2
Silvia Mila Arlini dan Barnadett Dwi Suatmi menyebutkan, “semakin
memburuknya kondisi di sektor industri manufaktur berdampak pada rendahnya
penciptaan kesempatan kerja.” Kesempatan kerja disektor perdagangan
mengalami penurunan terbesar, sejumlah 341 ribu orang. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena semakin terpuruknya lapanga usaha perdagangan skala kecil yang
jumlahnya banyak digantikan oleh pesatnya ekspansi/perkembangan perdagangan
besar (hypemarket). Bahkan pemerintah sangat mudah memberikan fasilitas bagi
pengusaha hypemarket tanpa mempertimbangkan bangkrutnya pedagang-
pedagang / pengusaha kecil yang telah berdiri sebelumnya di sekitarnya.
Menurut pendapat anda, apa upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar
pedagang atau pengusaha kecil, baik karena faktor permodalan maupun
manajemen yang kurang profesional sehingga tidak terjepit oleh pesatnya
pertumbuhan pengusaha hypemarket?
ANALISA PENDAPAT
Persaingan antara ritel tradisional dengan ritel modern merupakan fenomena
global sejak paruh pertama tahun 1990-an, yang dipicu oleh liberalisasi
penanaman modal asing, perdagangan, dan tuntutan gaya hidup penduduk
menengah ke atas di negaranegara berkembang. Pangsa pasar ritel tradisional
tendensinya makin menurun, bersamaan dengan makin meningkatnya jumlah dan
kapitalisasi bisnis ritel modern. Menurut Reardon (2006), pangsa pasar ritel
modern dalam komoditas makanan di KoreaSelatan, Thailand, Meksiko, Polandia,
dan Hungaria mencapai lebih dari 50%; sementara di Brazil dan Argentina
mencapai 60-70%; dan Eropa Barat mencapai 70-85%. Reardon mengingatkan,

6
bahwa penguasaan pasar sebesar sepertiga sampai setengahnya oleh ritel modern
sangat rawan mendatangkan potensi biaya ekonomi dan politik yang tinggi
dimana akan berdampak pada kesejahteraan sosial masyarakat di suatu negara.

Demikian halnya yang terjadi di Indonesia, pangsa pasar dan kinerja usaha
pasar tradisional menurun, sementara pada saat yang samapasar modern
mengalami peningkatan. Penelitian Lembaga ACNIELSEN menemukan fakta,
bahwa pada tahun 2011, kontribusi pasar tradisional sekitar 69,9%, menurun dari
tahun sebelumnya yaitu 73,7% (2010), 74,8% (2009), 75,2% (2008), dan 78,1%
(2007). Kondisi sebaliknya terjadi pada supermarket dan hypermarket, kontribusi
mereka kian hari kian besar. Sementara penelitian SMERU Research Institute
(2007) menyimpulkan, bahwa keberadaan supermarket memberikan pengaruh
terhadap penurunan kontribusi dan kinerja pasar tradisional. Namun secara
kuantitatif, tidak terbukti adanya pengaruh yang nyata. Penurunan pasar
tradisional lebih diakibatkan oleh faktor internal yang mengakibatkan kurangnya
daya saing dibanding pasar modern. Lebih lanjut SMERU (2007) melaporkan,
bahwa pasar tradisional yang berada dekat dengan supermarket terkena dampak
yang lebih buruk dibanding yang berada jauh dari supermarket.

Berdasarkan penelitian CPIS (2010), jumlah toko tradisional pada tahun 2010
turun sebesar 1,5%. Namun yang paling terasa dampaknya adalah jumlah toko
tradisional di pedesaan turun sebesar 5,8% dibandingkan dengan tahun 2009.
Jumlah toko tradisional tahun 2009 mencapai 2,558 juta. Adapun tahun 2010
jumlah toko tradisional turun menjadi sebanyak 2,524 juta toko. Sementara itu
berdasarkan data dari Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI)
menunjukkan bahwa jumlah pedagang pasar tradisional di wilayah DKI Jakarta
mengalami penurunan dari 96. 000 orang menjadi 76. 000 pedagang. APPSI juga
menyebutkan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisonal tutup setiap tahunnya.

Selain itu, lemahnya aspek pengelolaan, pembinaan, pengawasan, dan


pelaporan pasar tradisional di daerah belum mendorong dilaksanakannya tata
kelola yang baik (goodgovernance) di bidang perpasaran. Orientasi pengelolaan
pasar cenderung lebih mengejar pencapaian PAD berupa retribusi dibanding
upaya peningkatan sistem pengelolaan sebuah entitas bisnis yang mandiri dan

7
tanggap terhadap perubahan situasi ekonomi dan selera konsumen. Tidak padunya
peran lembaga pembina (Dinas Pasar) dan lembaga pengawas (Bagian
Perekonomian) memberikan andil besar terhadap kondisi tersebut.

Peran pasar tradisional (toko atau warung) lebih besar dibandingkan peran
pasar modern (supermarket) dalam memberikan kontribusi terhadap Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Non Migas pada harga konstan tahun 2008,
namun tidak dari sisi PAD. Pasar tradisional mempunyai keunggulan non
ekonomi dari sudut pandang kepentingan ekonomi makro, yaitu penyediaan
pilihan kesempatan usaha, penyediaan lapangan kerja, dan kontribusi output,
meskipun keunggulan ekonomi tersebut dapat berbenturan dengan kepentingan-
kepentingan pemda untuk meningkatkan perolehan PAD, dimana Pasar Modern
lebih menghasilkan PAD dari sisi pajak/ retribusi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan Pasar Tradisional.

Berikut ini beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan:

1. Regulasi tentang Zonasi Ritel. Mendasarkan zonasi pada Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dinilai rawan
mendatangkan konflik kepentingan di daerah, karena itu harus diimbangi
dengan ketentuan yang lebih bermuatan pertimbangan ekonomi. Ketentuan
zonasi wajib mempertimbangkan aspek ekonomi dan kaidah bisnis
sedemikian sehingga terjaga iklim usaha yang sehat antara seluruh pelaku
usaha, serta kaidah tata ruang sedemikian sehingga dapatmenjaga kelancaran
aktivitas bisnis dan layanan kepada masyarakat.
2. Regulasi tentang Hubungan Pemasok dan Toko Modern. Bagian ini dinilai
paling menuntut pemahaman aspek-aspek teknis perpasaran dan praktik
bisnis di lapangan, termasuk pemahaman terhadap klausul-klausul perikatan
hukum (legal dan administratif) bagi segenap pemangku kepentingan di
daerah. Terhindarnya hubungan afiliasi antara pemasok dengan toko modern,
syarat standar kualitas barang agar dapat dipenuhi oleh pemasok, syarat dan
kondisi perdagangan (tradingterms) dalam perjanjian pasokan, adalah
beberapa perhatian utama dalambagian ini.

8
3. Regulasi tentang Perijinan Ritel. Aspek perijinan inilah yang bisa
dikembangkan lebih komprehensif dan detail untuk ”mengimbangi”
kemungkinan celah yang muncul dari ”kerawanan” regulasi zonasi dalam
kerangka RTRW/RDTR. Aspek perijinan akan lebih mengedepankan
pertimbangan ekonomi pendirian pasar dan toko modern.
4. Regulasi tentang Pembinaan dan Pengawasan. Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional harus bisa dijabarkan lebih konkrit dengan salah satu penekanan
pada aturan mengenai pengembangan pasar tradisional agar mampu
meningkatkan daya saing.
5. Pembentukan Badan Regulasi Ritel (BRR). Lembaga BRR diarahkan
mengembanperan untuk mengkonsolidasikan seluruh pelaku ritel dan
menjembatani aspirasi pelaku ritel dengan pemerintah; dan sebaliknya,
membantu penegakan regulasi dalam praktik.
6. Pengembangan Pasar Tradisional. Pengembangan pasar tradisional harus
lebih memperhatikan aspek kelangsungan usaha dan perbaikan kinerja bisnis
bagi pedagang yang sebelumnya telah menempati pasar bersangkutan. Oleh
karena itu, penting dipertimbangkan mengenai daya dukung ekonomi di
wilayah pasar dan kemampuan pedagang. Analisis kelayakan renovasi pasar
harus menitikberatkan pada aspek manajemen bisnis perpasaran sebagai suatu
entitas yang mandiri dan menguntungkan setelah pasar pasca renovasi
beroperasi. Diperlukan sebuah studi khusus yang ditujukan untuk menyusun
model usaha (business model, termasuk financial model) pasar tradisional.
Penataan pasar bukan berarti pembangunan gedung fisik yang megah,
melainkan pada pencapaian atribut-atribut layanan yang dianggap penting
bagi konsumen, yakni: keamanan, kenyamanan, kebersihan, kedekatan lokasi
dengan pemukinan, dan terjaganya kualitas barang yang diperdagangkan.
Kerja sama dengan pihak swasta hendaknya dibangun dengan sistem KSO
(kerja sama operasi) atau Bangun Serah Guna (BSG) yang dilanjutkan dengan
KSO

Referensi :
Bagas Haryotejo, “Dampak Ekspansi Hypermarket terhadap Pasar Tradisional di Daerah”, Jurnal
Bina Praja, Vol 6 No. 3, September 2014, hal 237-248

9
 KASUS 3
Apakah yang harus dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia,
apakah dengan BLT, atau upaya lainnya sebab selama ini dengan BLT, JPS
(Jaring Pengaman Sosial) dan berbagai program penanganan sosial lain yang
diupayakan oleh pemerintah tidak mampu secara signifikan dapat menanggulangi
atau mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia?

ANALISA PENDAPAT
Masalah kemiskinan selalu menjadi perhatian utama di Indonesia. Hal ini
dikarenakan adanya kesadaran pemerintah bahwa kegagalan dalam mengatasi
kemiskinan dapat mengakibatkan berbagai persoalan lainnya seperti sosial,
ekonomi, dan sebagainya. Upaya serius pemerintah untuk mengatasi kemiskinan
dimulai saat masa Orde Baru. Hasilnya, selama periode 1976-1996 tingkat
kemiskinan di Indonesia menurun secara drastis, dari 40%menjadi 11%
(Mubyarto,2003). Catatan gemilang tersebut tidak dapat dilepaskan dari
keberhasilan bangsa Indonesia dalam melaksanakan berbagai program
pembangunan ekonomi. Selama tiga dekade pembangunan tersebut, ekonomi
Indonesia rata-rata tumbuh di atas 7 persen tiap tahunnya.

Keberhasilan Indonesia dalam melakukan pembangunan ekonomi dan


mengurangi angka kemiskinan ini kemudian mendapat banyak pujian dari
masyarakat dunia. Laporan World Bank (1993) yang bertajuk The East Asian
Miracle, menempatkan Indonesia menjadi salah satu macan Asia dalam daftar The
HighPerforming Asian Economies (HPAEs) sejajar dengan Korea Selatan,
Taiwan, Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Sayangnya, tidak lama setelah World Bank mempublikasikan laporanya,


krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997. Krisis ini pada awalnya hanya
merupakan persoalan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dolar
Amerika Serikat. Tanpa diduga, krisis yang sulit dikendalikan oleh pemerintah
kemudian memicu munculnya krisis politik yang ditandai dengan kejatuhan rezim
Orde Baru. Hantaman badai krisis tersebut kemudian menyebabkan Indonesia
benar-benar jatuh dalam titik terendah, dari negara yang memiliki prestasi

10
pembangunan yang penuh keajaiban menjadi negara yang membutuhkan
keajaiban untuk dapat keluar dari krisis ekonomi.

Berikut adalah tabel jumlah dan persentase penduduk miskin dalam Maret
2014 – September 2017.

Jumlah Penduduk Miskin (Juta


Persentase Penduduk Miskin
Tahun Orang)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Maret 10,65 17,94 28,59 8,29 14,21 11,22
2015
September 10,62 17,89 28,51 8,22 14,09 11,13
2015
Maret 10,34 17,67 28,01 7,79 14,11 10,86
2016
September 10,49 17,28 27,76 7,73 13,96 10,70
2016
Maret 10,67 17,10 27,77 7,72 13,93 10,64
2017
September 10,27 16,31 26,58 7,26 13,47 10,12
2017
Tabel 1. Jumlah dan persentase penduduk miskin dalam Maret 2014 – September 2017 (Sumber :
www.bps.go.id)

Melalui data diatas dapat kita lihat bahwa kebanyakan penduduk miskin
berada di wilayah pedesaan. Sedangkan di perkotaan jumlah penduduk miskin
tidak sebanyak jumlah yang berada di pedesaan. Selain itu, penduduk miskin
dapat pula dilihat dari aspek pendidikan. Bagan berikut menunjukkan bahwa rata-
rata penduduk miskin berasal dari tingkat pendidikan Tidak tamat SD, dan
SD/SMP.
Penduduk Miskin Usia 15 Tahun ke
Atas Menurut Pendidikan pada 2015

17%
31% Tidak tamat SD
SD/SMP
SMA keatas
52%

Bagan 1 Tingkat pendidikan penduduk miskin pada 2015

11
Sedangkan pengertian Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan
secara ekonomi untukmemenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu
daerah.Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan
pendapatan untukmemenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang,
maupun papan.Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak
berkurangnyakemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar
kesehatanmasyarakat dan standar pendidikan.Kemiskinan memiliki konsep yang
beragam. World Bank mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan ukuran
kemampuan atau daya beli, yaitu US $1 atau US $2 per kapita per hari. Sementara
itu, BPS mendefinisikan kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan
(povertyline).

Selama ini banyak program kerja yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah BLT
(Bantuan Langsung Tunai) yang dilakukan pada era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Tujuan dilaksanakannya BLT adalah memberikan kompensasi atas
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kepada rumah tangga miskin.

Program BLT dilaksanakan melalui koordinasi lintas sektoral yang bekerja


sama berdasarkan fungsi dan tugas pokok masing-masing lembaga. Sebagaimana
disebutkan dalam Inpres No. 3 Tahun 2008 yang menjadi dasar hukum
pelaksanaan Program BLT 2008, penanggung jawab penyaluran dana BLT adalah
Depsos yang bekerja sama dengan
berbagai instansi pemerintah terkait.
Melalui Kepmensos No. 28/HUK/2008,
Menteri Sosial menunjuk PT Pos
Indonesia dan BRI sebagai pelaksana
penyaluran dana BLT 2008 kepada RTS.

Bagan 2 Struktur Organisasi Program Bantuan


Langsung Tunai

12
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, BLT ternyata mengalami banyak kritikan
utamanya dari para penerima bantuan ini. Antara lain besarnya dana yang diterima
kurang memadai dan tidak tepat sasarannya pembagian BLT (hal ini dikarenakan
penetapan rumah tangga sasaran BLT tidak ditentukan berdasarkan pencacahan
baru, tetapi berdasarkan hasil verifikasi data penerima BLT sebelumnya).

Kemudian program pemerintah selanjutnya yakni JPS (Jaring Pengaman


Sosial)Dalam acara dialog TVRI dengan Gunawan Sumodiningrat, Haryono
Soyono dan Sarjono Jatiman pada tanggal 7 Januari (Kompas, 24 Februari 1999)
menyatakan bahwa program jaring pengaman sosial (JPS) adalah istilah
internasional yang dijadikan sebagai gerakan nasionaluntuk dapat keluar dari
krisis ekonomi. JPS yang dilaksanakan diIndonesia mencakup 5 bidang, yaitu
pangan, tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, dan modal usaha. Total anggaran
yang dialokasikan untuk program itu selama tahun 1998 adalah Rp 17,5 triliun.
Dana itu dihimpun dariADB, Bank Dunia, UNICEF, masyarakat danpemerintah.
Sampaiakhir tahun 1998 dana JPS yang terserap dimasyarakatbaru sekitar
30%.Disebutkan bahwaBadan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) mengakui, sebesar 8 triliun dari Rp. 17,9 triliun dana JPS pada
tahun anggaran 1998/1999 telah salah alamat atau menyimpang dari tujuan
semula.

Penyimpangan dan salah alamat dana JPS, antara lain disebabkan tidak
adanyakontrol danpelaksana tidak menjalankan peran dengan baik. Selain itu,
tidaksedikit program tersebut yang tidak mencapai atau salah sasaran atau
tumpang tindih. Kelemahan lain yang ditemukan, pengelola program JPS belum
menguasai banyak hal karena belum berpengalaman. Dalam administrasi
misalnya, meski sudah mengikuti pelatihan kemampuannya masih nol. Bahkan
situasi dan kondisi daerahnya sendiri belum mereka pahami.

Dari sekian program pemerintah yakni JPS (Jaring Pengaman Sosial) dan
BLT (Bantuan Langsung Tunai) dianggap belum mampu untuk mengentaskan
masalah kemiskinan yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih adanya
penyimpangan-penyimpangan yang ada dalam proses penyaluran JPS (Jaring
Pengaman Sosial) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Selain itu lingkaran

13
kemisikinan yang terjadi di Indonesia diakibatkan kurangnya masyarakat miskin
untuk mendapatkan modal yang dapat digunakan untuk berwirausaha atau
membuka bisnis. Rendahnya rasio wirausahawan terhadap jumlah penduduk di
Indonesia mengakibatkan rendahnya penciptaan lapangan kerja yang tidak
sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang besar, pada akhirnya hal ini
mengakibatkan tingginya pengangguran dan tingkat kemiskinan.

Maka diperlukan suatu upaya selain mengadakan program JPS (Jaring


Pengaman Sosial) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) untuk mengentaskan
kemiskinan. Yakni program pengentasan kemiskinan melalui program zakat
produktif. Dalam Kitab Fiqih Zakat (Qardhawi, 2000), bahwa tujuan dan dampak
zakat bagi si penerima (mustahik) antara lain:

1. Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa


hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadah kepada Tuhannya.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. Karena sifat ini akan
melemahkan produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan
semata-mata nasihat dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya
dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan
persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain.
Akan tetapi konsep zakat disini adalah dalam bentuk modal yang disertai
dengan pelatihan-pelatihan yang diharapkan bisa membantu pemerintah dalam
menanggulangi dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia, karena zakat akan
dapat memberikan dampak yang lebih luas (multipliereffect), dan menyentuh
semua aspek kehidupan, apabila pendistribusian zakat lebih diarahkan pada yang
kegiatan bersifat produktif
Berdasarkan riset Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pada 2011 potensi
zakat secara nasional mencapai angka Rp 217 triliun atau setara dengan 3,40 %
dari total Produk Domestik Bruto (PDB)dan terus mengalami peningkatan di 2016
yang menyentuh angka Rp 286 triliun. Angka ini akan semakin meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah PDB.Agar pendapatan mustahik meningkat
diperlukan upaya kecermatan dalam memilih mustahik dengan harapan dana
tersebut akan dimanfaatkan untuk kegiatan berwirausaha dengan menghindari

14
tingkat pengembalian modal usaha yang macet, yang kemudian dana tersebut akan
digulirkan kepada mustahik lain. Disamping itu, agar efektif dapat mencapai
tujuan dalam meningkatkan kemandirian usaha mustahik, diperlukan program
yang tepat sasaran dan berdaya guna dimana dana yang ada dialokasikan kepada
mustahik dengan mengetahui kondisi sosial ekonomi dan kemampuannya dalam
penggunaan dana.
Agar program zakat produktif dapat berjalan dengan efektif dan terjadi
peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin secara signifikan, diperlukan upaya
dari seluruh umat Islam baik pemerintah, badan amil zakat, masyrakat di
Indonesia, dalam mengembangkan zakat sesuai dengan potensinya, sehingga
zakat dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Disamping itu, agar efektif
dapat mencapai tujuan dalam meningkatkan kemandirian usaha mustahik,
diperlukan program yang tepat sasaran dan berdaya guna dengan salah satunya
melakukan pendampingan dalam mengelola dana bagi yang membutuhkan,
sehingga dana yang dialokasikan kepada mustahik pada akhirnya akan
meningkatkan kesejehteraannya dan membawanya keluar dari kemiskinan.

 KASUS 4
Menurut Anda, langkah-langkah apakah yang harus dilakukan untuk mengubah
paradigma agar setelah lulus dari sekolah/bangku kuliah, seseorang tidak lagi
bercita-cita untuk menjadi pegawai/"priyayi"/orang gajian, namun mampu
mengubah paradigma pikiran mereka bahwa setelah selesai kuliah harus dan akan
menjadi seorang wirausahawan atau menjadi pencipta lapangan kerja baru bagi
orang lain?

ANALISA PENDAPAT
Dalam web Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik
Indonesia, menjelaskan tentang Ratio Wirausaha Indonesia yang naik menjadi 3,1
persen.
RATIO WIRAUSAHA INDONESIA NAIK JADI 3,1 PERSEN
SATURDAY, 11-MARCH-2017 22:29 | SIARAN PERS, NEWS TICKER
BOGOR : Menkop dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan
Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) adalah gerakan yang tumbuh dari

15
bawah, sehingga memiliki fondasi yang kuat untuk berkembang. " Hal itu yang
antara lain membuat ratio wirausaha Indonesia yang pada 2013/2014 lalu masih
1,67 persen kini, berdasarkan data BPS sudah naik menjadi 3,1 persen," kata
Puspayoga dalam acara Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) 2017 dan
penyerahan penghargaan para pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2016, di
Graha Widya Wisuda Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu (11/3/2017).

Turut hadir dalam acara itu, Mentan Amran Sulaiman, Menteri BUMN Rini
Soemarno, Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo dan Rektor IPB Henri
Suhardianto.

Menkop Puspayoga menjelaskan, berdasarkan data BPS 2016 dengan jumlah


penduduk 252 juta, jumlah wirausaha non pertanian yang menetap mencapai 7,8
juta orang atau 3,1 persen. Dengan demikian tingkat kewirausahaan Indonesia
telah melampaui 2 persen dari populasi penduduk, sebagai syarat minimal suatu
masyarakat akan sejahtera.

Menkop mengakui, ratio wirausaha sebesar 3,1 persen itu masih lebih rendah
dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia 5 persen, China 10 persen,
Singapura 7 persen, Jepang 11 persen maupun AS yang 12 persen. " Namun
setidaknya sudah diatas batas minimal 2 persen dan itu akan terus berkembang,"
katanya.

Bertumbuhnya wirausaha tak lepas dari peran masyarakat bersama pemerintah


yang terus mendorong, juga swasta dan kalangan mahasiswa atau kampus.

Menkop Puspayoga mengajak mahasiswa peminat wirausaha untuk


memanfaatkan skim kredit murah seperti KUR dengan suku bunga 9 persen,
LPDB dengan suku bunga 0,2- 0,3 persen perbulan, maupun yang sekarang baru
diluncurkan kredit ultra mikro dengan maksimum pinjaman Rp 10 juta.

Menkop berpesan pada pengusaha muda untuk menjadi social entrepreneur, yang
tidak mengejar keuntungan semata namun juga bermanfaat bagi lingkungan
sekitar 34 Ribu wirausaha

16
Sementara itu Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan program
Wirausaha Muda Mandiri sudah melahirkan 34 ribu wirausaha muda yang mampu
memberikan manfaat pada 45 ribu orang.

"Bank Mandiri berusaha melahirkan wirausaha muda yang kreatif tangguh dan
bisa masuk ke pasar intenasional maupun sebagai pemberi lapangan kerja,"
katanya.

Acara ini memberikan 24 pemenang dari 12 kategori meliputi usaha perdagagan


dan jasa kreatif, boga, sosial tehnologi, dan fintech (financial
technology). Sedangkan Henri Suhardianto Rektor IPB mengatakan wirausaha
sudah menjadi hal penting dikampus IPB.

" Jika 10 tahun lalu, mahasiswa ingin cepat lulus atau cepat menikah, sekarang
ingin punya usaha sendiri dulu," katanya.

IPB kini sudah ada direktorat pengembangan karir dan wirausaha sebagai sarana
belajar wirausaha mahasiswa." Saat ini 5 persen lulusan IPB jadi wirausahawan,"
tambahnya. (**) (Bogor 11 Maret 2017) , Humas Kementerian Koperasi dan
UKM

Alasan sebagian besar masyarakat ingin menjadi pegawai atau orang digaji
dikarenakan beberapa faktor, yaitu bisa dari internal maupun eksternal. Faktor
internal, contohnya seperti kurangnya akan kreatifitas dalam diri masing-masing
pribadi; takutnya akan berbagai macam resiko yang akan terjadi, contohnya takut
ditipu, takut gagal, takut tidak laku di pasaran, takut bangkrut, dan lain-lain.
Kemudian contoh faktor eksternal seperti keinginan orang tua terhadap anak-
anaknya agar hidup enak, lancar, tidak sampai kekurangan, dan lain-lain;
kemudian mengenai biaya atau modal yang harus masyarakat dapatkan jika ingin
memulai sebuah usaha.

Cara bagaimana mengubah pikiran-pikiran atau paradigma mahasiswa atau


siswa setelah lulus sekolah atau kuliah agar memiliki keinginan untuk tertarik,
terjun, dan menggeluti dunia wirausaha yaitu dengan cara menghilangkan segala
ketakutan yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan cara diadakan sebuah

17
pelatihan-pelatihan mengenai berwirausaha secara gratis dan bersifat merakyat,
caranya yaitu disosialisasikan ke kampus-kampus yang ada di Indonesia. Atau
bahkan seperti kampus IPB yang mengadakan direktorat pengembangan karir dan
wirausaha sebagai sarana belajar wirausaha mahasiswa.

Pelatihan-pelatihan tersebut berisi tentang bagaimana cara-cara menggali


kreatifitas setiap orang, kemudian bagiamana cara mengatasi ketakutan seperti
gagal berwirausaha dan memberikan solusi-solusi nya agar masyarakat tidak patah
semangat dan tetap menggeluti dunia wirausaha. Kemudian memberikan
informasi mengenai program-program pemerintah tentang disediakannya dana
bagi masyarakat yang ingin memulai usahanya.

Cara agar daya tarik masyarakat meningkat untuk menjadi seorang wirausaha
yaitu dengan membiasakan agar masyarakat tidak membatasi pola pikir mereka
dengan cita-cita kecil yaitu sebagai karyawan saja. Namun, mengubah mindset
mereka untuk memiliki mimpi besar dengan menjadi pengusaha sekaligus
membuka lapangan kerja sendiri dan dapat mempekerjakan orang lain.

Jika dengan cara sosialisasi dan pelatihan-pelatihan untuk menjadi seorang


wirausaha belum bisa menyeluruh hingga sampai ke kampus-kampus bahkan ke
setiap mahasiswa, bisa dengan cara person by person yaitu dengan saling
mengajak antar teman, langkah-langkahnya yaitu mempengaruhi pikiran teman
agar mau memulai usaha bersama-sama dengan membuatnya tertarik untuk bisa
mendapatkan penghasilan sendiri atau mendapatkan uang saku tambahan,
kemudian mulai untuk memikirkan bisnis yang akan dijalankan, dan selanjutnya
menciptakan bisnis hingga banyak yang menyukai nya, kemudian jika usahanya
sudah sukses maka dapat mempekerjakan orang-orang atau masyarakat untuk
mengelola bisnisnya.

Salah satu informasi mengenai dana yang disediakan pemerintah untuk


masyarakat yang ingin memulai usahanya yaitu dengan menggunakan dana
PKBL, seperti yang tercantum dalam informasi Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah berikut :

18
WIRAUSAHA PEMULA BISA GUNAKAN DANA PKBL
TUESDAY, 13-JUNE-2017 19:35 | SIARAN PERS, NEWS TICKER

Jakarta - Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Braman


Setyo mengungkapkan, ada potensi Rp20 triliun dari 140 BUMN yang bisa
dijadikan sebagai alternatif pembiayaan bagi program Wirausaha Pemula (WP).
"Bila ada WP yang bagus dan memiliki prospek baik, maka mereka bisa menjadi
binaan dari salah satu BUMN dengan menggunakan dana Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan (PKBL). Para WP akan dibina selama tiga tahun. Bila ini bisa
dilakukan, tentunya akan sangat membantu. Tugas Kemenkop adalah
menciptakan alternatif pembiayaan bagi program WP, baik melalui APBN
maupun swasta", kata Braman pada sebuah diskusi mengenai Program Wirausaha
Pemula, di Jakarta, Selasa (13/6).

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengembangan SDM Prakoso BS


mengakui bahwa dana untuk pengembangan WP termasuk untuk pelatihan
kewirausahaan sangat terbatas. "Di awal program WP ada dana sekitar Rp80
miliar setahun saja kita masih merasa kurang. Apalagi sekarang dengan pola e-
Proposal hanya dengan anggaran Rp15 miliar untuk mencakup seluruh Indonesia.
Saya pikir, untuk ke depan, dana PKBL bisa menjadi alternatif pembiayaan bagi
Wirausaha Pemula", kata Prakoso.

Oleh karena itu, pihaknya sudah menggandeng sekitar 50 perusahaan baik BUMN
dan swasta dengan memanfaatkan dana PKBL. "Untuk pelatihan-pelatihan
kewirausahaan kita sudah bekerjasama dengan Sampoerna, IBM, Ciputra,
Indofood, PT Indosemen, Bank Mandiri, BNI, dan sebagainya. Dana PKBL bisa
digunakan untuk program pelatihan. Bila untuk pembiayaan WP, saya pikir itu
dikembalikan ke aturan yang ada di masing-masing perusahaan", jelas Prakoso.

Memang, lanjut Prakoso, Kemenkop UKM terus melakukan pembenahan dan


relaksasi bagi program WP, termasuk di dalamnya pelatihan kewirausahaan.
"Sinergi program antara Deputi Pembiayaan dengan Deputi Pengembangan SDM
akan terus berjalan. Kami ini sebagai penunjang seluruh program yang ada di
kementrian ini, termasuk bagi Wirausaha Pemula", tukas Prakoso lagi.

19
Braman menambahkan, program WP tahun 2017 ini (hingga Mei 2017) telah
direalisasikan sebanyak 485 WP (40,41%) dengan nilai Rp5,719 miliar dari total
alokasi sebanyak 1200 WP (15,6 miliar). Alokasi itu tersebar di tiga lokasi seperti
daerah tertinggal dan perbatasan sekitar 42 WP, kawasan ekonomi khusus (KEK)
39 WP, dan antar kelompok pendapatan (berpendapatan rendah/masyarakat
miskin) 404 WP. Sejak 2011 hingga 2015 sudah terealisasi kepada 17.105 WP
dengan anggaran mencapai Rp207,372 miliar. "Pada tahun 2018, diharapkan
program bantuan untuk wirausaha pemula dapat dilanjutkan dengan diperluas,
yaitu pada antar kelompok pendapatan", pungkas Braman. (Jakarta 13 Juni 2017),
Humas Kementerian Koperasi dan UKM

Referensi :

1. http://www.depkop.go.id/content/read/ratio-wirausaha-indonesia-naik-jadi-31-persen/
2. http://www.depkop.go.id/content/read/wirausaha-pemula-bisa-gunakan-dana-pkbl/

20
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia dan Lippi. (t.thn.). Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM).

BUMN, R. K. (t.thn.). Tentang Kami. Dipetik Februari 19, 2018, dari Rumah
Kreatif BUMN: http://rkb.id/about

Haryotejo, B. (2014). Dampak Ekspansi Hypermarket terhadap Pasar Tradisional


di Daerah. Jurnal Bina Praja , 6, 237-248.

Humas Kementerian Koperasi dan UKM. (2017, Juni 13). Berita / Siaran Pers.
Diambil kembali dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia: http://www.depkop.go.id/content/read/wirausaha-pemula-
bisa-gunakan-dana-pkbl/

Humas Kementerian Koperasi dan UKM. (2017, Maret 11). Berita / Siaran Pers.
Diambil kembali dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia: http://www.depkop.go.id/content/read/ratio-wirausaha-
indonesia-naik-jadi-31-persen/

Rofiq, A. (2014). Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan. Jakarta: Republika


Penerbit.

iii

Anda mungkin juga menyukai