Anda di halaman 1dari 17

A.

Tanggal percobaan awal :


akhir :
B. Judul Praktikum
PENENTUAN KADAR Cu(II) DALAM CUPLIKAN LIMBAH MENGGUNAKAN
INSTRUMEN AAS DENGAN METODE ADISI STANDAR
C. Tujuan Praktikum
1. Menguasai prisip preparasi sampel yang akan ditentukan kadar ion logamnya dengan
alat spectrometer serapan atom (AAS)
2. Menyiapkan larutan kerja untuk sampel yang akan ditentukan kadarnya dengan metode
adisi standar
3. Menjelaskan prinsip peentuan kadar ion logam dalam suatu sampel dengan instrument
AAS dan metode adisi standar
D. Prinsip Dasar
Metode AAS adalah metode spektrometri yang didasari oleh adanya
serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu unsur
dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap
berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar sebanding
dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan hukum Lambert-Beer yang secara sederhana
dirumuskan sebagai berikut:
A=abC
Keterangan:

A = absorbansi/ daya serap


a = absorftivitas
b = lebar kuvet (cm)
C = konsentrasi

Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi (sumbu Y) dan
konsentrasi (sumbu X), kita dapat menentukan konsentrasi suatu sampel.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa
nyala api dari pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan; (2) sumber energi,
berupa hollow cathode; dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang
dapat mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.
(Tim Kimia Pemisahan dan Pengukuran, 2020)
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang metode-metode untuk
menghasilkan dan menganalisis spektrum. Interpretasi spektrum yang dihasilkan dapat
digunakan untuk analisis unsur kimia, meneliti arus energi atom dan molekul, meneliti
struktur molekul, dan untuk menentukan komposisi dan gerak benda-benda langit.
Dikenal dua kelompok utama spektroskopi, yaitu spektroskopi atom (emisi) dan
spektroskopi molekul (absorpsi). Dasar dari spektroskopi atom adalah tingkat energi
elektron terluar suatu atom atau unsur yang melibatkan energi elektronik, vibrasi, dan
rotasi. sedangkan dasar dari spektroskopi molekul adalah tingkat energi molekul radiasi
yang terabsorpsi.
(Hendayana, 1994)
Spektrometer merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran spektroskopi
yaitu untuk mengukur absorbansi sinar monokromatis oleh suatu larutan dengan cara
melewatkan cahaya pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube oleh suatu obyek kaca
atau kuarsa yang disebut kuvetdengan sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan
sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
(Khopkar, 1990)
Prinsip dasar spektrofotometer serapan atom (AAS) yakni atom-atom suatu logam
dalam suatu nyala dan serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu
lampu katoda rongga. Lampu katoda rongga dilapisi dengan logam tertentu yang sedang
ditentukan.
(Watson, 2005)
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis untuk menentukan
konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada proses penyerapan
radiasi sumber oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar. Proses penyerapan
energi terjadi pada panjang gelombang yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur.
Proses penyerapan tersebut menyebabkan atom penyerap tereksitasi, dimana elektron dari
kulit atom meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang
diserap sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar yang
menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat absorbansi atau radiasi yang
diteruskan (transmitansi), maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan.
(Alvian, 2007)
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas penguapan
larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas.
Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu
katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya
penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis
logamnya
Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi
eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang
memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi.
(Budiasih, 1999)
Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
1. Sumber cahaya, lampu katoda berongga yang dilapisi unsur yang dianalisis.
2. Nyala, biasanya berupa udara yang menghasilkan suhu ±2500⁰C atau asetilen yang
dapat menghasilkan suhu sampai 3000⁰C.
3. Monokromator, digunakan untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang
diperiksa sehingga diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang
dipancarkan oleh lampu katoda rongga ini.
4. Detector, berupa sel fotosensitif.
(Watson, 2005)
Skema instrument
(Brenner, 1997)

Analisis kuantitatif AAS didasarkan pada kalibrasi eksternal standar. Dalam


serapan atom, penyimpangan dari linearitas ditemui lebih sering daripada dalam
penyerapan molekul. Dengan demikian, analisis tidak boleh didasarkan pada pengukuran
standar tunggal dengan asumsi bahwa Hukum Beer sedang fol-lowed. Selain itu, produksi
dari uap atom melibatkan cukup label variable yang tidak terkontrol untuk menjamin
mengukur absorbansi setidaknya satu larutan standar setiap kali analisis dilakukan.

(Skoog, 2004)
Kelebihan yang dimiliki AAS yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan
yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap
contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis. AAS juga peka dibandingkan
dengan SEA (metode analisis yang sangat spesifik yang bermanfaat dalam beberapa aspek
pengendalian mutu). Keterbatasan AAS yaitu hanya dapat diterapkan pada unsur logam
saja dan tiap unsure memerlukan lampu katoda rongga yang berbeda untuk penentuannya.
(Watson, 2005)

Bagian-Bagian pada AAS

1. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa
pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang
akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu,
hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
- Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur
- Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam
sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk
memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket
pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-
empat besi lainnya.
Lampu katoda berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi
sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan,
agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari
dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada
lingkungan sekitar.
Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu
dilepas dari soket pada main unit AAS, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di
dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai
penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.
2. Copper

Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber sinar
menjadi berselang-seling. Isyarat selang-seling oleh detector diubah menjadi isarat
bolak-balik, yang oleh amplifier akan digandakan. Sedang emisi kontinyu bersifat
searah dan tidak digandakan oleh amplifier.

3. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen.
Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga tabung gas yang
berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30.000K.
Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang
akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung.
Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada
di dalam tabung. Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas
tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit
air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa
tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu
dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada
gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor.
Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak
akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar
karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat
membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
4. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran
pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar pada atap
bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi lingkungan
sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah sedemikian rupa di
dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara
horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau
binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau
binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting
tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring,
karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi
untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya
melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting
5. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi
untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu
pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada
bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah
merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai
pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakantombol pengaturan untuk
mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada
belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai
penggunaan AAS.
Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan,
merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang
dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi
basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya
ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah dan uap air akan terserap ke lap.
6. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner
berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur
merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lobang yang
berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lobang inilah awal
dari proses pengatomisasian nyala api.
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator
dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan
proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator
digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji.
Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan
burner. Sedangkan selang yang kiri, merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen.
Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan
terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di
dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi.
Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang
dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila
warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api
paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas.
7. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada AAS.
Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa,
agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat
mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga
kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen)
ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu
indicator menyala, menandakan bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian
menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu,
papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki.
Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan
sedikit, agar tidak kering.
8. Monokromator
Berfungsi mengisolasi salah satu garis resonansi atau radiasi dari sekian banyak
spectrum yang dahasilkan oleh lampu piar hollow cathode atau untuk merubah sinar
polikromatis menjadi sinar monokromatis sesuai yang dibutuhkan oleh pengukuran.
Macam-macam monokromator yaitu prisma, kaca untuk daerah sinar tampak, kuarsa
untuk daerah UV, rock salt (kristal garam) untuk daerah IR dan kisi difraksi.

9. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas
biasa dipakai untuk mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan
bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi yang diteruskan dan
telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran detector
dilakukan penguatan dan dicatat oleh alat pencatat yang berupa printer dan pengamat
angka. Ada dua macam deterktor sebagai berikut:
- Detector Cahaya atau Detector Foton
Detector foton bekerja berdasarkan efek fotolistrik, dalam halini setiap foton
akan membebaskan elektron (satu foton satu electron) dari bahan yang sensitif
terhadap cahaya. Bahan foton dapat berupa Si/Ga, Ga/As, Cs/Na.
- Detector Infra Merah dan Detector Panas
Detector infra merah yang lazim adalah termokopel. Efek termolistrik akan
timbul jika dua logam yang memiliki temperatur berbeda disambung jadi satu.
(Pavia,2009)
Interferensi pada AAS adalah sebagai berikut.
 Interferensi matrix, di mana sampel lebih kental dapat menyebabkan
perbedaan dalam tingkat serapan sampel karena perubahan dalam efisiensi
nebulisasi. Dapat diatasi dengan mencocokkan sedekat mungkin komposisi
matriks standar dan sampel.
 Interferensi kimia, sampel mengandung spesies yang membentuk senyawa
termal stabil dengan analit yang tidak sepenuhnya terurai oleh energi yang
tersedia dalam api. Dapat diatasi dengan menggunakan suhu nyala yang lebih
tinggi (asetilena) dan pelepasan agen (release agents).
 Interferensi ionisasi, sering terjadi pada panas api. Kelebihan energi api dapat
menyebabkan eksitasi atom keadaan dasar ke keadaan ionik oleh hilangnya
elektron sehingga mengakibatkan penipisan atom keadaan dasar. Dapat
ditekan dengan menambahkan elemen yang lebih mudah terionisasi.
 Interferensi spectra, karena adanya garis serapan atom lain dengan garis
spectral. Dapat diatasi dengan mengukur dan mengurangi penyerapan latar
belakang dari total penyerapan diukur untuk menentukan serapan atom yang
benar.
(Day, 1989)
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
o Udara – Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800℃) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala
ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah
terionisasi seperti Na, K, Cu.
o Udara – Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini
menghasilkan temperatur sekitar 2300℃ yang dapat mengatomisasi hamper semua
elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan
jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas
pengoksidasi.
o Nitrous oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000℃), dan sangat baik digunakan untuk
menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si.
Ti, W.
(Hendayana, 1994)
Tahap atomisasi pada Spektrometri Serapan Atom (SSA)
1. Tahap pengeringan (drying stage)
Pemanasan pada suhu rendah (<100oC) untuk menghilangkan pelarut.
2. Tahap pengabuan (ashing stage)
Suhu dinaikkan menjadi 1500oC sehingga molekul senyawa organic dan senyawa
organic mengalami proses pirolisis. Uap hasil pirolisis keluar dari alat atomisasi dan
yang tertinggal adalah senyawa anorganik yang tidak stabil.
3. Tahap atomisasi (atomization)
Suhu dinaikkan hingga 3000oC untuk menguraikan senyawa yang belum terurai dan
untuk menggerakkan atom-atom bebas ke dalam berkas sinar agar dapat diukur
absorban atom-atom.
(Noor, 1991)
Analisis logam tembaga dengan AAS

Salah satu aplikasi dari spektroskopi serapan atom adalah penentuan kadar tembaga dari
suatu limbah. Limbah yang mengandung tembaga ini kebanyakan dihasilkan oleh industri
persenjataan, industri paduan logam, industri kertas dan lain-lain.

Tembaga termasuk logam berat yaitu logam dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3.
Logam – logam berat berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme,
maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia.

Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat tersebut yaitu :

1. Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan


keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari
konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena
pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke
dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu
tertentu.Pada konsentrasi 2,3 – 2,5 mg/l tembaga dapat mematikan ikan dan akan
menimbulkan efek keracunan, yaitu kerusakan pada selaput lendir. Tembaga dalam
tubuh berfungsi sebagai sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam
urine karena sebagian terikat dengan protein, sebagian dieksresikan melalui empedu
ke dalam usus dan dibuang kefeses, sebagian lagi menumpuk dalam hati dan ginjal,
sehingga menyebabkan penyakit anemia dan tuberkulosis.

Jika kadar Cu sampel belum melebihi batas (ambang batas) yang ditetapkan
pemerintah yaitu 20 ppm untuk Cu, maka sesuai Keputusan Dirjen POM No.
03725/B/SK/VII/89[7] sampel air tersebut aman untuk dikonsumsi.

(K.Muhammad Frisla, 2012)


E. Alat dan Bahan
1. Alat
- Labu takar 50 mL 1 buah
- Gelas kimia 600 mL 1 buah
- Gelas ukur 10 mL 1 buah
- Batang Pengaduk 1 buah
- Pipet gondok 10 mL 1 buah
- Labu takar 100 mL 1 buah
- Labu takar 25 mL 1 buah
- Buret 10 mL 1 buah
- Corong kecil 1 buah
- Pipet tetes 1 buah
- Pipet gondok 5 mL 1 buah
2. Bahan
- Larutan HNO3 Pekat
- Larutan stock Cu(II) 1000 ppm
- Cuplikan/sampel limbah
3. Spesifikasi Bahan

No Nama Bahan Sifat Fisika Sifat Kimia

1. Aquades 1. Cairan tak berwarna tak 1. Pelarut polar


berbau 2. pH = 7
(H2O)
2. Massa molar : 18 g/mol 3. Stabil dibawah suhu dan
3. Titik didih : 100°C tekanan normal
4. Titik leleh : 0°C
Massa jenis : 0,998 g/mL

Bahaya Penanggulangan

Bereaksi kuat jika bertemu Jauhkan dari logam alkali


dengan logam alkali

2. Asam Nitrat Sifat Fisika Sifat Kimia


Pekat
1. Caira tak berwarna berbau 1. pH < 1 (pada suhu 20°C)
(HNO3) menyengat 2. Polar
2. Titik didih : 121 °C 3. Larut dalam air
3. Densitas 1,39 g/mL pada 4. Stabil dibawah kondisi ruang
suhu 20°C standar
4. Massa molar : 63 g/mol 5. Oksidator
Bahaya Penanggulangan

1. Menyebabkan kulit terbakar 1. Bilas dengan air selama 15


dan kerusakan mata menit bila terkena mata atau
2. Korosif terhadap logam kulit
3. Dapat mengintensifkan api 2. Hindari kontak dengan logam
4. Toksik bila terhirup dan sumber api
5. Korosif terhadap saluran 3. Hirup udara segar bila terhirup
pernafasan atau menggunakan bantuan
oksigen
APD :

Sarung tangan pelindung, jas lab,


pelindung mata, dan pelindung
wajah
3. Larutan Stok Sifat Fisika Sifat Kimia
Cu (II) 1. Larutan berwarna biru tak 1. Larut dalam air, methanol,
berbau glycerol
(CuSO4.5H2O)
2. Massa molar : 249,68 g/mol 2. pH 4,0 (3,2%)
3. Densitas : 2286 kg/m3 3. Higroskopis
4. Bereaksi hebat dengan asam
kuat dan basa kuat
Bahaya Penanggulangan
1. Menyebabkan iritasi bila 1. Bilas dengan air selama 15
terkena mata/kulit menit bila terkena mata/kulit
2. Toksik bagi lingkungan 2. Hindari pelepasan ke
perairan lingkungan
3. Beracun bila tertelan 3. Minum sebanyak 2-4 gelas air
atau susu bila tertelan

Sumber :

LabChem. (2013). Safety Data Sheet. Tersedia : www.labchem.com. Diakses dari [14
November 2020].

MerckMillipore. (2020). Lembaran Data Keselamatan Bahan. Tersedia :


www.merckmillipore.com. Diakses dari [14 November 2020]

F. Langkah Kerja

No. Prosedur Kerja


1. Pembuatan Larutan Blanko

Larutan HNO3 pekat


- Dimasukkan + 500 mL aquades ke dalam gelas kimia.
- Diukur 6,25 mL HNO3 pekat menggunakan gelas ukur 10 mL. Dimasukkan
HNO3 tersebut ke dalam aquades dan diaduk dengan batang pengaduk sampai
homogen.

Larutan Blanko pH 2

2. Pembuatan Larutan Stok Cu(II) 10 ppm

Larutan stock
- Diambil 1,0 mL larutan stok Cu(II) 1000 ppm menggunakan pipet gondok dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.
- Diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas
- Dikocok sampai homogen.
Larutan kerja Cu (II)
3. Preparasi Cuplikan Limbah

Sampel Limbah
- Diambil cuplikan limbah air sungai sebanyak 50 mL secara kuantitatif.
- Ditambahkan 0,625 mL (12 - 13 tetes) HNO3 pekat, lalu diaduk dengan batang
pengaduk sampai homogen.
- Dihitung berapa kira-kira pH dari larutan cuplikan limbah.
Larutan Cuplikan Limbah
4. Pembuatan Larutan yang Akan Diukur Absorbansinya

Sampel Limbah
- Disiapkan 5 buah labu takar 25 mL yang bersih dan telah dibilas dengan larutan
blanko, labeli labu 1, 2, 3, 4, dan 5.
- Dimasukkan 5 mL cuplikan limbah (Vx) ke dalam labu takar 1 sampai 5
- Dimasukkan secara berturut-turut 0,00; 1,00; 2,00; 3,00; dan 4,00 mL larutan
stok Cu(II) 10 ppm ke dalam labu takar 1 sampai 5.
- Diencerkan larutan dalam labu takar 1 sampai 5 dengan larutan blanko sampai
tanda batas, dikocok sampai homogen.

Larutan Sampel Homogen


4. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel

Spektrofotometer Serapan Atom

- Diurutkan larutan yang telah dibuat pada langkah 3 dimulai dari konsentrasi
terendah.
- Diukur absorbansi masing-masing larutan yang telah dibuat pada langkah 3
dengan instrumen SSA.
- Dibuat grafik hubungan absorbansi vs. volume standar stok Cu(II) 10 ppm (Vs)
dengan program Excell,
- Ditentukan persamaan matematik hubungan linier antara absorbansi dengan
Volume.
- Ditentukan konsentrasi (ppm) tembaga(II) dalam cuplikan limbah (Cx),

Hasil

G. Cara Pembuatan Larutan


1. Pembuatan larutan blanko HNO3 pekat
Mr HNO3 : 63 g/mol
V. larutan : 500 mL ρ HNO3 : 1,39 g/mL

% HNO3 : 65% = 65 ml
N HNO3 = m/Mr m=ρxV

N HNO3 = 1,39 g/ml x 65 ml : 63 g/mol = 1,434 mol

[HNO3 ] = n / V = 1,434 mol / 0,1 L

M = 14,34 M

V1.M1 = V2.M2
6,25 mL x 14,34 M = 500 mL x M2
M2 = 0,179 M

pH = - log [M]
pH = - log [0,179]
pH = 0,7

2. Pembuatan Larutan stok Cu(II) 10 ppm


Pembuatan larutan standar Cu(II) 10 ppm dari larutan stok Cu(II) 100 ppm
V1.M1 = V2.M2
V1.1000 ppm =100 mL . 10 ppm
100 𝑚𝐿 𝑥 10𝑝𝑝𝑚
V1 = = 1,0 mL
1000 𝑝𝑝𝑚

3. Preparasi cuplikan limbah


Menghitung Konsentrasi cuplikan limbah
V1.M1 = V2.M2
14,34 M x 0,625 mL =M2 x 50 mL
M2 = 0,179 M

H. Daftar Pustaka
Alvian, Z. (2007). Pengaruh pH dan Penambahan Asam Terhadap Penentuan Kadar
Unsur Krom dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal
Sains Kimia: Vol 11 (1), Hal 37-41.
Brenner. (1997). Atomic Spectroscopy. Australia: Varian Australia Pty Ltd.
Budiasih, Endang, dkk. (1999). Individual Textbook Analisis Instrumentasi. Malang: Jica
UNM.
Day, dkk. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif. ( ditejermahkan oleh: Pujaatmaka ). Jakarta:
Erlangga.
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa: Saptorahardjo.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
K. Muhammad Frisla.dkk. (2012). Penentuan Kadar Tembaga (Ii) Dalam Sampel Air
Sawah Dengan Metode Spektrometri Serapan Atom (SSA). Bandung: FPMIPA UPI.
LabChem. (2013). Safety Data Sheet. Tersedia : www.labchem.com. Diakses dari [14
November 2020].
MerckMillipore. (2020). Lembaran Data Keselamatan Bahan. Tersedia :
www.merckmillipore.com. Diakses dari [14 November 2020]
Noor. (1991). Kimia Bahan, Monografi Kuliah Kimia Laboratorium Kimia Radiasi.
Makasar: Universitas Hasanudin
Pavia, D. L., Lampman, G. M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J. R. (2009). Introduction to
Spectroscopi. Sauders College: Philladelphia.
Skoog, dkk. (2004). Fundamentals Of Analytical Chemistry. Canada: Eight Edition,
Thomson Learning Inc.
Tim Kimia Pemisahan dan pengukuran. (2020). Penuntun Praktikum Kimia Pemisahan
dan Pengukuran. Bandung : Departemen Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Watson, D. (2005). Pharmaceutical Analysis. Oxford: Elsevier Limited.

Anda mungkin juga menyukai