Anda di halaman 1dari 76

Skripsi

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA

GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS BINAMU, KECAMATAN

BINAMU, KABUPATEN JENEPONTO, SULAWESI SELATAN

Oleh

Muh Zulfahmi

105421100216

Pembimbing

dr. Shelly Faradiana Sp.A, M.Kes

PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU

KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbil Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT, Ar-Rahman, Ar-Rahim, atas segala rahmat dan hidayah-Nya telah
memberikan kesabaran, kekuatan, dan keikhlasan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas
kepaniteraan pre- klinik di Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul: “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Terjadinya Gizi Buruk pada Balita di Puskesmas
Binamu, Kecamatan Binamu, Kab. Jeneponto, Sulawesi Selatan Tahun
2019”. Shalawat bertangkaikan salam semoga selalu kita haturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW Sang kekasih Allah, dengan syafaat dari
beliaulah kita dapat terbebas dari zaman kejahiliyahan.

Ungkapan terima kasih penulis tujukan kepada orang-orang yang kami


cintai, Ibunda Dra. Asriati A dan Drs Gassing serta istri tercinta Dwi Astuti
sebagai motivator, yang selalu memberikan doa dan dukungan moral serta
materil selama studi penulis.

Penelitian ini tidak akan terselesaikan sesuai dengan harapan penulis tanpa
adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.

Untuk itu, dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati penulis


mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar beserta


seluruh jajarannya.
2. dr. Shelly Faradiana Sp.A, M.Kes sebagai pembimbing yang dengan
kesabarannya telah banyak membantu dan memberikan bimbingan, saran, dan

ii
kritiknya kepada penulis.
3. Kepala Puskesmas Binamu berserta staf atas kelancaran yang diberikan
selama penelitian.
4. Sahabat-sahabat kami yang tidak dapat kami tujukan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
5. Teman-teman Rauvolfia Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar angkatan 2016, semoga tetap kompak selalu.

Akhir Kalam, penulis menyadari berbagai kekurangan, baik isi maupun


cara penyajian dalam skripsi ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapan demi kesempurnaan penulis di masa-
masa selanjutnya dan semoga skripsi ini dapat menjadi sesuatu yang berguna
bagi kita semua.

Semoga Rahmat dan Hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita semua. Amin

yaa Rabbal ‘alamin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Makassar, Februari 2020

Penulis

SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN

iii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Februari, 2020
Muh. Zulfahmi/ 105421100216
dr. Shelly Faradiana Sp.A, M.Kes
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Gizi Buruk pada
Balita di Puskesmas Binamu, Kecamatan Binamu, Kab Jeneponto, Sulawesi
Selatan Tahun 2020
(v+ 50 halaman + lampiran)

ABSTRAK
Latar Belakang : Permasalahan gizi masih menjadi masalah utama di dunia.
Malnutrisi dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit dan
mempengaruhi tumbuh kembangnya (Caulfield, et al., 2004 ). Insidensi gizi buruk
yaitu dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% tahun 2010. Namun, jumlah balita
gizi buruk dan gizi kurang meningkat 1,7% menjadi 19,6% pada tahun 2013
(Kemenkes RI, 2015)
Metode Penelitian :Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian analitik
dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan data primer yang
diperoleh dari kuisioner. Variabel yang digunakan adalah pedidikan ibu,
pengetahuan ibu tentang gizi, pendapatan kepala keluarga, imunisasi, BBLR dan
gizi buruk pada balita. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang
berkunjung di Puskesmas Binamu dan yang mengikuti posyandu. Teknik
sampling adalah Purposive sampling. Pengolahan dan analisis data menggunakan
SPSS statistic version 23. Penyajian data dalam bentuk tabel, frekuensi, dan
persentase disertai narasi.
Hasil : pada hasil penelitian didapatkan insidensi status gizi anak balita di Puskesmas
Binamu yaitu gizi baik 29.0%, gizi kurang 21.5% dan gizi buruk 46.2%. Balita berasal
dari keluarga yang pendidikan ibunya rendah yaitu 47.3%. Balita yang pengetahuan
ibunya kurang yaitu sebesar 40,5%. Balita yang berasal dari keluarga yang berpendapatan
rendah yaitu sebesar 68.8%. Balita yang imunisasi tidak lengkap yaitu sebesar 12.9%.
balita dengan lahir BBLR sebesar 9.7%. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
ibu dengan terjadinya gizi buruk pada balita dengan nilai p = 0,036 (p<0,05). Tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan terjadinya gizi buruk pada balita
dengan nilai p = 0,140 (p>0,05). Tidak ada hubungan antara pendapatan kepala keluarga
dengan terjadinya gizi buruk pada balita hal ini ditandai dengan dengan nilai p = 0,062
(p>0,05). Tidak ada hubungan antara imunisasi dengan terjadinya gizi buruk pada balita
dengan nilai p = 0.100 (p>0,05). Tidak ada hubungan antara BBLR dengan terjadinya
gizi buruk pada balita dengan nilai p = 0.670(p>0,05)
Kesimpulan : faktor pendidikan ibu berhubungan dengan kejadian gizi buruk,
faktor pengetahuan, imunisasi, BBLR dan pendapatan tidak berhubungan dengan
kejadian gizi buruk.
Kata Kunci : Status Gizi, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan kepala
keluarga, imunisasi, BBLR.

SKRIPSI
MEDICAL FACULTY

iv
MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF MAKASSAR
Februari, 2020
Muh. Zulfahmi/ 105421100216
dr. Shelly Faradiana Sp.A, M.Kes
Factors Associated with the occurrence of Severe Undernutrition in Children Under
Five in Puskesmas Binamu , Binamu District, Jeneponto, South Sulawesi
(v+ 50 pages + attachments)
ABSTRACT
Background: Nutritional problems are still a major problem in the world.
Malnutrition can increase child's susceptibility to disease and affect his growth
(Caulfield, et al., 2004). The incidence of severe undernutrition is 5.4% in 2007
and increase to 4.9% in 2010. However, the number of children under five years
old with undernutrition and severe undernutrition increased 1.7% to 19.6% in
2013 (RI Ministry of Health, 2015)
Research Methods: The type of the research that used is analytic research with a
cross sectional approach using primary data obtained from questionnaires. The
variables used were maternal education, maternal knowledge about nutrition,
household income, immunization, LBW and severe undernutrition in infants. The
sample of this study is mothers who had children under five who visited the
“Puskesmas Binamu” who attended the posyandu. The sampling technique that
used is Purposive sampling. The Program that used for data processing and
analysis is SPSS statistics version 23. Data are presentated in table form,
frequency, and percentage and accompanied by narration.
Results: The results showed that the nutritional status of children under five in
“Puskesmas Binamu” was 29.00% with good nutrition status, 21.5% with
undernutrition and 46.2% severe undernutrition. Children under five come from
families whose mother's education is low at 47.3%. Children under five whose
mother's knowledge is very low at 40.5%. Children under five from low income
families are 68.8%. Children under five who have had an uncomplete
immunization are 12.9%. Children under five who have had LBW are 9.7%.
There is correlation between the level of education of mothers and the occurrence
of malnutrition in children under five with a value of p = 0.036 (p< 0.05). There is
no relationship between the level of knowledge of mothers with the occurrence of
severe undernutrition in children under five with a value of p = 0.140 (p> 0.05).
There is no relationship between the household income and the occurrence of
severe undernutrition in children under five years, this is indicated by the value of
p = 0.062 (p> 0.05). There is no relationship between immunization and the
occurrence of severe undernutrition in infants with a value of p = 0.100 (p> 0.05).
There is no relationship between LBW and the occurrence of severe
undernutrition in infants with a value of p = 0.670 (p> 0.05).
Conclusion: maternal education factors can affect the occurrence of severe
undernutrition in children under five. knowledge, immunization, LBW and
income factors can’t affect the occurrence of severe undernutrition in children
under five in. Keywords: Nutritional Status, maternal education, maternal
knowledge, household income, immunization, LBW.
DAFTAR ISI

v
Kata Pengantar.......................................................................................................i
ABSTRAK.............................................................................................................iii
Daftar isi.................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................3
C. Tujuan Penelitian...............................................................................................3
D. Manfaat Penelitian............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................5
A. Status Gizi............................................................................................5
B. Klasifikasi Gizi....................................................................................7
C. Balita....................................................................................................8
D. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Status Gizi Balita..........................11
E. Kajian Keislaman.................................................................................17
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI
OPERATIONAL..................................................................................................27
A. Kerangka Teori ................................................................................................27
B. Kerangka Konsep..............................................................................................28
C. Hipotesis............................................................................................................30
D. Defenisi operational..........................................................................................30
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN..........................................................34
A. Desain Penelitian...............................................................................................34
B. Tempat dan Waktu............................................................................................34
C. Populasi dan Sampel.........................................................................................34
D. Jenis data dan instrumen penelitian..................................................................35
E. Manajemen data.................................................................................................35
F. Etika penelitian..................................................................................................36
G. Pengujian hipotesa............................................................................................36
H. Alur Penelitian..................................................................................................37
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN.......38

vi
A. Hasil Analisis Univariat......................................................................38
B. Hasil Analisis Bivariat........................................................................41

BAB VI PEMBAHASAN....................................................................................45
A. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Gizi Buruk pada Balita.........................46
B. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Gizi Buruk pada Balita.......................47
C. Hubungan Pendapatan Kepala Keluarga dengan Gizi Buruk pada Balita....48
D. Hubungan Imunisasi dengan Gizi Buruk pada Balita..................................50
E. Hubungan BBLR dengan Gizi Buruk pada Balita.......................................50

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN............................................................52


A. Kesimpulan.................................................................................................52
B. Saran............................................................................................................53
C. Keterbatasan................................................................................................54
Daftar Pustaka...............................................................................................................55

Lampiran..............................................................................................................57

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara nasional masalah gizi masih menjadi perhatian pemerintah,


Walaupun sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi pada balita dari 18,4%
tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi
buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007 menjadi 4,9% tahun 2010. Namun, jumlah
balita gizi buruk dan gizi kurang meningkat 1,7% menjadi 19,6% pada tahun 2013
(Kemenkes RI, 2015).
Prevalensi Balita Gizi Buruk di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun
2015, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan di
Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 5,1% dan telah mencapai
angka yang ditargetkan (5,2%). Angka ini mengalami Penurunan bila
dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 6,6%. (Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari bidang bina kesehatan masyarakat
status gizi untuk gizi buruk pada 2015 sebanyak 1,719 (2,10 %) dari 81,991 balita
menurun dari tahun 2014 dengan jumlah 2,052 (2,30%). Tahun 2013 terdapat
2,111 (2,66 %) balita gizi buruk. (Profil Kesehatan Kota Makassar tahun 2015)
Sebagai sebuah gejala sosial, gizi buruk bukanlah suatu gejala yang
berdiri sendiri. Gizi buruk memiliki relasi yang sangat erat dengan gejala sosial
yang lainnya termasuk sindrom kemiskinan dan masalah ketahanan pangan di
tingkat rumah tangga. Gizi buruk juga tak bisa dilepaskan dari aspek yang
menyangkut pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.

Kriteria Gizi buruk yang menjadi sasaran indikator kinerja program gizi
masyarakat yaitu status gizi diukur berdasarkan indeks berat badan menurut
panjang badan (BB/PB) atau Berat badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
dengan nilai z-score <-3 SD dan atau terdapat tanda klinis gizi buruk. Dan
selanjutnya seluruh gizi buruk dengan kriteria tersebut diatas harus
dilakukan perawatan.
Dua langkah pendekatan yang telah diambil Pemerintah dalam
pengembangan prosedur perawatan gizi buruk sesuai dengan Petunjuk teknis
Penatalaksanaan kasus Gizi Buruk yaitu:
a. Kasus gizi buruk yang disertai dengan salah satu atau lebih tanda komplikasi
medis seperti anoreksia, anemia berat, dehidrasi, demam sangat tinggi dan
penurunan kesadaran perlu penanganan secara rawat inap, baik di rumah sakit,
puskesmas maupun Therapeutic Feeding Centre (TFC).
b. Kasus Gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di
rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader (Dinas
kesehatan sulawesi selatan, 2015)
Masalah gizi pada balita menunjukkan ada kaitannya dengan tingkat
pendidikan kepala rumah tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan
keadaan ekonomi rumah tangga. Semakin baik tingkat pendidikan dan jenis
pekerjaan kepala rumah tangga serta keadaan ekonomi rumah tangga semakin
menurun prevalensi masalah gizi pada balita dan sebaliknya (Balitbangkes, 2010).
Permasalahan gizi masih menjadi masalah utama di dunia. Malnutrisi
dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit dan mempengaruhi
tumbuh kembangnya (Caulfield, et al., 2004 ). Pada tahun 2010, sebanyak 103
juta anak berusia di bawah lima tahun di negara berkembang mengalami
underweight atau berat badan terlalu rendah (Balitbangkes, 2010). Prevalensi
balita yang mengalami masalah gizi di Indonesia pada tahun 2010 yaitu gizi buruk
4,9% (Balitbangkes, 2010).
Kekurangan gizi dapat berakibat pada menurunnya tingkat kecerdasan
anak-anak. Menurunnya kualitas manusia usia muda berarti hilangnya sebagian
besar potensi pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa
(Balitbangkes, 2010). Dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan,
tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian (Rahim, 2014)

5
6

Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti tertarik untuk mengetahui


“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Gizi Buruk Pada Balita di
Puskesmas Binamu.”

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang
masalah maka dapat dirumuskan sebagai berikut “Faktor-Faktor Apa Sajakah
Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Gizi Buruk Pada Balita di Puskesmas
Binamu ?”
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Gizi Buruk Pada Balita di Puskesmas Binamu.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui insidensi Gizi Buruk pada Balita di
Puskesmas Binamu
2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dengan gizi
buruk di Puskesmas Binamu.
3. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu mengenai gizi
dengan gizi buruk di Puskesmas Binamu.
4. Untuk mengetahui hubungan pendapatan keluarga dengan gizi
buruk di Puskesmas Binamu.
5. Untuk mengetahui hubungan imunisasi pada balita dengan gizi
buruk di Puskesmas Binamu.
6. Untuk mengetahui hubungan BBLR pada balita dengan gizi
buruk di Puskesmas Binamu.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Peneliti
Menjadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan,
pengalaman, dan wawasan penelitian dalam hal melakukan penelitian dan
7

sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau ide-ide
baru dalam menerapkan pelayanan kesehatan, serta sebagai masukan bagi
peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

3. Ibu yang berpartisipasi dalam penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya gizi buruk pada
balita, sehingga masyarakat khususnya orangtua balita dapat mengantisipasi
faktor-faktor yang memungkinkan anak mengalami gizi buruk.
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. STATUS GIZI

a. Pengertian Status Gizi

Gizi merupakan bagian dari substansi pangan dan bagian tubuh


manusia. Istilah gizi atau nutrition, berasal dari bahasa latin “nutr” yang
berarti “to nuture”, yaitu memberi makan dengan baik. (Hardiansyah, MS,
Supariasa, I, D, N, 2016)
Sedangkan menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. & Fajar, I. (2002),
status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan
dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi intinya terdapat suatu
variable yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan) yang dapat
digolongkan ke dalam kategori gizi buruk.
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran
perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran
tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (status gizi). Oleh
karena itu pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari
perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah
direkomendasikan penggunaan baku rujukan World Health Organization-
National Centre for Health Service (WHO-NCHS). Berdasarkan baku
WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat, yaitu ( Kemenkes RI, 2011
& Sediaoetama, 2009) :
a. Gizi lebih
9

Gizi lebih adalah keadaan gizi yang melampaui batas normal


dalam waktu yang cukup lama dan dapat dilihat dari berat
badan yang berlebih. Kegemukan dan obesitas termasuk
kedalam gizi lebih. Dampak masalah gizi lebih tampak dengan
semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung
koroner, diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan penyakit hati.
b. Gizi baik
Gizi baik akan dicapai apabila jumlah makanan yang dimakan
dan yang dibutuhkan tubuh seimbang. Keadaan fisik yang
normal antara lain rambut berkilat dan tidak mudah lepas,
wajah tidak bengkak, mata bercahaya dan bersih, bibir dan
lidah halus dan tidak ada pembengkakan, kulit bersih dan tidak
ada pembengkakan serta tidak ada bercak, tonus otot baik,
irama jantung normal, pada sistem gastrointestinal tidak ada
massa yang teraba, dan sistem saraf stabil serta refleks normal.
c. Gizi kurang
Gizi kurang merupakan kurang gizi tingkat sedang yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein yang
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi kurang mencakup
kurang energi protein (KEP) tingkat ringan dan sedang.
d. Gizi buruk
Gizi buruk merupakan kurang gizi tingkat berat akibat
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-
hari yang terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gizi buruk
mencakup KEP tingkat berat yang meliputi marasmus,
kwashiorkor, dan marasmic-kwashiorkor.
10

B. Klasifikasi Gizi Buruk


Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian,
yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwasiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-
duanya (marasmic-kwashiorkor). Gizi buruk ini biasa terjadi pada balita (bawah
lima tahun) dan di tampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi
buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi atau
dengan ungkapan lain status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi
yang di maksud berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun ( Alamsyah & Muliawati, 2013).

a. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orang tua, tidak terlihat lemak dan otot
bawah kulit, rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan karena masih merasa lapar
(Alamsyah & Muliawati, 2013; Proverawati & Asfuah, 2011).

b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,
walaupun di bagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh
tubuh (Alamsyah & Muliawati, 2013;Proverawati & Asfuah, 2011).
11

c. Marasmic Kwashiorkor

Menurut Depkes RI 2009 gambaran klinis merupakan campuran dari


beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak
cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian di samping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan lainnya (Proverawati & Asfuah, 2011).

C. Balita

a. Pengertian Balita

Balita merupakan singkatan dari bawah lima tahun, yaitu usia 1 sampai 5
tahun. Salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi adalah
balita. Lebih dari setengah kematian anak di negara berkembang disebabkan oleh
kekurangan energi dan protein. Gangguan pada status gizi ini berhubungan
dengan asupan makanan yang dikonsumsi balita. Usia balita adalah periode
penting dalam tumbuh kembang anak (Sediaoetama, 2009).

b. Penilaian Status Gizi Balita

Penilaian status gizi (PSG) dapat diperoleh dari data yang telah
diinterpretasi menggunakan berbagai metode. Tujuan dari penilaian status gizi
yaitu memberikan gambaran umum mengenai metode yang digunakan dalam
menilai status gizi, memberikan penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan
dari metode-metode yang ada, dan memberikan gambaran singkat untuk menilai
status gizi yang meliputi pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi.
Metode dalam PSG dibagi menjadi tiga, yaitu metode secara langsung, tidak
langsung, dan penilaian dengan melihat variabel ekologi. Metode secara langsung
meliputi penilaian dengan melihat tanda klinis, tes laboratorium, metode fisik, dan
12

antropometri. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan melihat statistik


kesehatan. Penilaian dengan melihat variabel ekologi diperlukan untuk
mengetahui penyebab kurang gizi seperti dengan melihat faktor sosial ekonomi,
faktor yang berhubungan dengan makanan, aspek kesehatan, faktor demografi,
politik dan kebijakan, budaya, geografi dan iklim (Depgizkesmas, 2010).

a) Secara Langsung

1. Antropometri
Antropometri adalah salah satu metode PSG secara langsung yang paling
sering digunakan untuk menilai dua masalah utama mengenai gizi yaitu kurang
energi protein (KEP) dan obesitas. Pengukuran antropometri dapat digunakan
untuk melihat pertumbuhan balita yang meliputi massa tubuh, pengukuran linear
(panjang), dan komposisi tubuh. Pengukuran antropometri yang utama yaitu
tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, dan lipatan lemak. Salah satu
pengukuran antropometri yang paling sering digunakan untuk melihat
pertumbuhan yaitu berat badan. Untuk menilai status gizi, biasanya berat badan
dikaitkan dengan umur.
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dalam pemakaian untuk
penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan
dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

 Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang
13

mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan
penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.

 Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan
yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan
yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat
Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan
berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan
karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada
ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.

 Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat
badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan
dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks
BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena
perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun
sekali.
Dalam buku saku pelayanan kesehatan anak dirumah sakit, cara
untuk mengetahui atau mengkategorikan status gizi pada anak, yaitu status
gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan
dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).
14

Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika
BB/PB atau BB/TB < - 3 SD atau 70% median. Sedangkan anak didiagnosis
gizi kurang jika “BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”

 Berat Badan/Panjang Badan atau Berat Badan/Tinggi Badan


 Gizi Buruk : <-3.0 SD
 Gizi Kurang : ≥ - 3SD sampai < - 2 SD
 Gizi Baik : - 2 SD sampai + 2 SD
 Gizi Lebih : > + 2 SD

2. Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3. Biokimia
Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk mendeteksi keadaan terjadinya malnutrisi berat.

b) Secara tidak Langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey
konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi . Adapun uraian dari ketiga
hal tersebut adalah sebagai berikut (Dep.Gizi dan Kesmas, 2010) :
1. Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Statistik vital
15

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti


angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Ekologi.
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis,
dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita


UNICEF (1990) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai
salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka
tersebut di tunjukan bahwa masalah gizi buruk dapat disebabkan oleh sebagai
berikut (Alamsyah & Muliawati, 2013;Notoatmodjo, 2010):

1. Penyebab Langsung
Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Timbulnya gizi buruk tidak hanya karena makanan yang
kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan makanan cukup
baik, tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi
buruk. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita gizi buruk. Pada
kenyataannya keduanya baik makanan dan penyakit infeksi secara bersama-sama
merupakan penyebab gizi buruk.

2. Penyebab tidak Langsung (Alamsyah & Muliawati, 2013;Proverawati &


Asfuah, 2011)
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi buruk yaitu
sebagai berikut:
16

 Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga di


harapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu
gizinya.
 Pola pengasuhan anak keluarga memadai. Setipa keluarga dan masyarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik, baik fisik, mental dan
sosial.
 Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan. (Proverawati & Asfuah, 2011).

a. Asupan Nutrisi Pada Balita

Pemberian nutrisi atau asupan nutrisi adalah memberikan zat gizi melalui
makanan dan minuman untuk energi dan perbaikan jaringan yang diperlukan
untuk pertumbuhan yang melibatkan petambahan ukuran dari semua jaringan
dalam tubuh. Kualitas dan kuantitas makanan ditentukan dengan kadar zat gizi
yang dikandung makanan tersebut, yaitu kalori, protein, karbohidrat, lemak,
mineral dan vitamin (Proverawati & Asfuah, 2011).

a. Kalori
Kalori merupakan satuan panas dalam proses metabolisme dan dipakai
(Proverawati & Asfuah, 2011)

b. Protein
Secara biokima, susunan tubuh manusia terdiri dari protein. Pada waktu ini
dikenal 24 jenis merupakan asam amino yang essensial untuk bayi (treonin, valin,
leusin, isoleusin, lisin, triptofan, fenilalamin, metionin, dan histidin) dengan
tambahan 3 jenis diperkirakan esensial untuk BBLR (arginin, sistin dan taurin).
17

Kekhususan asam amino esensial ini adalah tidak dapat disintesis dalam tubuh dan
jaringan baru hanya akan terbentuk bila seluruh asam amino esensiaol tersedia
dalam satu saat yang bersamaan. (Proverawati & Asfuah, 2011).

c. Lemak
Lemak bersama bahan metabolismenya merupakan bagian penunjang
membran sel. Dalam masa pertumbuhan anak yang cepat, lemak dalam makanan
mempunyai peran sebagai berikut : 1) tempat menyimpan energi yang efisien, 2)
sumber asam lemak esensial, 3) sumber gliserida dan kolesterol yang tidak dapat
dibuat dari karbohidrat oleh bayi sekurang-kurangnya sampai umur 3 bulan, 4)
penambah lezat rasa makanan, bahkan juga bayi, 5) bahan perantara bagi absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak A,D,E,K (Proverawati & Asfuah, 2011).

d. Mineral
Meskipun hanya terdapat dalam jumlah yang kecil, mineral mempunyai
fungsi yang penting terhadap pertumbuhan dan homesotasis tubuh. Bobot mineral
pada fetus lebih kurang 3% dari berat badan lahir, kemudian jumlahnya akan
meningkat pada masa pertumbuhan anak berikutnya, sehingga pada orang dewasa
mencapai bobot sebesar 4,35% dari berat badan. Distribusi dalam tubuh adalah
83% dalam kerangka, 10% dalam jaringan otot dan sisanya pada jaringan tubuh
lainnya (Proverawati & Asfuah, 2011).

e. Vitamin
Vitamin merupakan senyawa organik yang jumlah sangat kecil diperlukan
untuk terjadinya proses metabolisme sel sebagai bagian dalam kelangsungan
hidup suatu organisme. Di Indonesia, salah satu diantara 4 jenis masalah utama
gizi adalah defisiensi vitamin (Proverawati & Asfuah, 2011).

f. Karbohidrat
Dalam bahan makanan karbohidrat didapatkan dalam bentuk
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa,
maltose, dan isomaltosa), dan polisakarida (tepung, dekstrin, glikogen, selulosa);
18

(Proverawati & Asfuah, 2011).

b. . Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi adalah penyakit yang terdapat dalam hospes hidup akibat
terdapatnya mikroorganisme dalam jaringan hidup. Penyakit infeksi dapat
menyebabkan gizi buruk dan sebaliknya, yaitu gizi buruk akan semakin
memperberat sistem pertahanan tubuh yang selanjutnya dapat menyebabkan
seorang anak lebih rentan terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi paling sulit
dicegah dari semua macam penyakit dan bervariasi dalam berat penyakitnya,
mulai dari batuk pilek biasa sampai pneumonia. Selain itu, diare juga merupakan
penyakit tersering yang diderita oleh anak. (Caulfield, et al, 2004).

c. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan orangtua terutama ibu, tentang gizi
sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita.
Pengetahuan tentang gizi yang penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan
kandungan makanan, cara pengolahan makanan, kebersihan makanan dan lain-
lain (Caulfield, et al, 2004).

d. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi menggambarkan tingkat penghidupan seseorang


atau keluarga yang ditentukan oleh unsur pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.
Status ekonomi juga berkaitan dengan konsumsi (pengeluaran) dan produksi
(pendapatan). Indikator status ekonomi bisa diukur melalui berbagai cara antara
lain dengan menghitung tingkat pengeluaran perkapita. Status ekonomi
19

mempengaruhi kebutuhan seseorang karena menentukan kemampuan keluarga


untuk memperoleh makanan, karena pemenuhan kebutuhan hidupnya tergantung
dari penghasilannya. Juga berpengaruh terhadap penyediaan bahan pangan, baik
kuantitas maupun kualitas. Keluarga dengan status ekonomi rendah kemampuan
untuk mempengaruhi konsumsi makanan keluarga yang berkaitan erat dengan
status gizi keluarga (Caulfield, et al, 2004).

e. . Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi sedangkan berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab terbanyak terjadinya
BBLR adalah kelahiran prematur. Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang
dari 37 minggu ini pada umumnya disebabkan oleh tidak mempunyai uterus yang
dapat menahan janin, gangguan selama kehamilan,dan lepasnya plasenta yang
lebih cepat dari waktunya. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang
belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin
muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan
prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan
komplikasi akibat kurang matangnya organ karena prematur. Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) juga dapat disebabkan oleh bayi lahir kecil untuk masa
kehamilan yaitu bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat berada di
dalam kandungan. Hal ini disebabkan oleh keadaan ibu atau gizi ibu yang kurang
baik. Kondisi bayi lahir kecil ini sangat tergantung pada usia kehamilan saat
dilahirkan. Peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi,dan
anak merupakan faktor utama yang disebabkan oleh BBLR. Gizi buruk dapat
terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti kekebalan kurang
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi.
Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan
yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi
20

buruk. Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten 21 Lombok Timur BBLR


terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian gizi buruk (95%CI) p=0.02.

f. Kelengkapan imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yaitu resisten atau kebal. Imunisasi
terhadap suatu penyakit hanya dapat memberi kekebalan terhadap penyakit
tersebut sehingga bila balita kelak erpajan antigen yang sama, balita tersebut tidak
akan sakit dan untuk menghindari penyakit lain diperlukan imunisasi yang lain.
Infeksi pada balita penting untuk dicegah dengan imunisasi. Imunisasi
merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan terhadap suatu antigen yang
dapat dibagi menjadi imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah
pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan untuk
merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri sedangkan imunisasi pasif
adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh
meningkat. Imunisasi juga dapat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian, menghilangkan kecemasan dan
psikologi pengobatan bila anak sakit, memperbaiki tingkat kesehatan,dan
menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan
negara. Kelompok yang paling penting untuk mendapatkan imunisasi adalah bayi
dan balita karena meraka yang paling peka terhadap penyakit dan sistem
kekebalan tubuh balita masih belum sebaik dengan orang dewasa. Sistem
kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit sakit.
Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan
berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang
tidak langsung dengan kejadian gizi. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu
kali tetapi dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit
untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi terhadap paparan
bibit penyakit.16 Macam- macam imunisasi antara lain:
21

a. BCG : vaksin untuk mencegah TBC yang dianjurkan diberikan saat


berumur 2 bulan sampai 3 bulan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang
dari 1 tahun dan 0,1 ml pada anak disuntikkan secara intrakutan.
b. Hepatitis B : salah satu imunisasi yang diwajibkan dengan diberikan
sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.Usia
pemberian dianjurkan sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir.
c. Polio : imunisasi ini terdapat 2 macam yaitu vaksi oral polio dan
inactivated polio vaccine.Kelebihan dari vaksin oral adalah mudah
diberikan dan murah sehingga banyak digunakan.
d. DPT : vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan serta bakteri pertusis yang diinaktivasi.
e. Campak : imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular.
Pemberian yang dianjurkan adalah sebanyak 2 kali yaitu pada usia 9
bulan dan pada usia 6 tahun.
f. MMR : diberikan untuk penyakit measles,mumps,dan rubella sebaiknya
diberikan pada usia 4 bulan sampai 6 bulan atau 9 bulan sampai 11
bulan yang dilakukan pengulangan pada usia 15bulan-18 bulan.
g. Typhus abdominal : terdapat 3 jenis vaksin yang terdapat di Indonesia
yaitu kuman yang dimatikan, kuman yang dilemahkan, dan antigen
capsular Vi polysaccharida.
h. Varicella : pemberian vaksin diberikan suntikan tunggal pada usia
diatas 12 tahun dan usia 13 tahun diberikan 2 kali suntikan dengan
interval 4- 8mg.
i. Hepatitis A: imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya
hepatitis A yang diberikan pada usia diatas 2 tahun.
j. HiB : Haemophilus influenzae tipe b yang digunakan untuk mencegah
terjadinya influenza tipe b dan diberikan sebanyak 3 kali suntikan.
Menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lombok Timur,
22

imunisasi yang tidak lengkap terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian
gizi buruk OR(95%CI) dari 10,3; p<0.001.

D. Tinjauan Islam

1. Makanlah Makanan yang Halal

Allah SWT berfirman memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang


mukmin untuk memakan dari rezeki yang baik yang telah diberikan-Nya kepada
mereka, dan hendaknya mereka bersyukur kepada Allah SWT atas hal tersebut,
jika mereka benar-benar mengaku sebagai hamba-hamba-Nya. Makan dari rezeki
yang halal merupakan penyebab bagi terkabulnya doa dan ibadah, sedangkan
makan dari rezeki yang haram dapat menghambat terkabulnya doa dan ibadah.
Seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad
telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-
Fudail ibnu Marzuq, dari Addi ibnu Sabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda :

Hai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha baik, Dia tidak menerima kecuali
yang baik-baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-
orang mukmin sama dengan apa yang diperintahkan-Nya kepada para rasul, maka
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Muminun Ayat 51
‫صالِح ًۖا إِنِّي بِ َما تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الرُّ ُس ُل ُكلُوا ِمنَ الطَّيِّبَا‬
َ ‫ت َوا ْع َملُوا‬
Artinya : “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”.
Q.S. Al Maa’idah Ayat 87
َ‫ت َما أَ َح َّل هَّللا ُ لَ ُك ْم َواَل تَ ْعتَدُوا ۚ إِ َّن هَّللا َ اَل يُ ِحبُّ ْال ُم ْعتَ ِدين‬
ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ َح ِّر ُموا طَيِّبَا‬
23

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa


yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
Pada ayat ayat ini Allah swt. menunjukkan firman-Nya kepada kaum
muslimin, yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala yang
baik yang telah dihalalkan-Nya seperti makanan, minuman, pakaian, pernikahan
dan lain-lainnya yang baik dan halal. Akan tetapi, walaupun Allah swt. telah
menyediakan dan menghalalkan barang-barang yang baik bagi hamba-Nya,
namun haruslah dilakukan menurut cara yang telah ditentukan-Nya. Maka firman
Allah dalam ayat ini melarang hamba-Nya dari sikap dan perbuatan yang
melampaui batas. Perbuatan yang melampaui batas dalam soal makanan,
misalnya, dapat diartikan dengan dua macam pengertian. Pertama seseorang tetap
memakan makanan yang baik, yang halal, akan tetapi ia berlebih-lebihan
memakan makanan itu, atau terlalu banyak. Padahal makan yang terlalu kenyang
adalah merusak kesehatan, alat-alat pencernaan dan mungkin merusak pikiran.
Dana dan dayanya tertuju kepada makanan dan minuman, sehingga kewajiban-
kewajiban lainnya terbengkalai, terutama ibadahnya. Pengertian yang kedua ialah
bahwa seseorang telah melampaui batas dalam hal macam makanan yang
dimakannya, dan minuman yang diminumnya tidak lagi terbatas pada makanan
yang baik dan halal, bahkan telah melampauinya kepada yang merusak dan
berbahaya, yang telah diharamkan oleh agama. Kedua hal itu tidak dibenarkan
oleh ajaran agama Islam.
Q.S. Al Maa’idah Ayat 88
َ‫َو ُكلُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل طَيِّبًا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي أَ ْنتُ ْم بِ ِه ُم ْؤ ِمنُون‬
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya”.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mereka makan
rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. “Halal”
di sini mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara memperolehnya.
24

Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu yang mengandung


manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan
sebagainya. Makanan tidak baik, selain tidak mengandung gizi, juga jika
dikonsumsi akan merusak kesehatan.
Ada makanan yang halal tapi tidak thayyib, misalnya Rasul mencontohkan kepala,
kulit dan jeroan binatang sembelihan dibuang. Bahkan beliau bersabda jangan
makan tulang karena tulang adalah makanan untuk saudaramu dari bangsa jin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian tersebut ternyata banyak
mengandung zat penyebab kadar kolestrerol darah dalam tubuh manusia cepat
meningkat

2. Surah Al-Mujadalah Ayat 11

Terjemahan :
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu berlapang-
lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah SWT akan
melapangkan (tempat) untukmu. Dan apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka
berdiri, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi Ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah SWT
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS.al- Mujadalah ayat : 11)
Ayat ini menerangkan tentang perintah untuk memberi kelapangan dalam
segala hal kepada orang lain. Ayat ini juga tidak menyebut secara tegas bahwa
Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Tetapi menegaskan
bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni yang lebih tinggi dari sekadar
beriman, tidak disebutkan kata meninggikan itu sebagai isyarat bahwa sebenarnya
25

ilmu yang dimiliki itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang
diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.Yang dimaksud dengan
yang diberi pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka
dengan pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman jadi
dua,nyang pertama sekadar beriman dan beramal saleh, yang kedua beriman,
beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kedua kelompok ini menjadi
lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan
pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan atau tulisan maupun
keteladanan. Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan hanya ilmu agama,
tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Dan dalam pandangan al-Qur'an ilmu tidak
hanya ilmu agama, tetapi juga yang menunjukan bahwa ilmu itu haruslah
menghasilkan rasa takut dan kagum pada Allah SWT, yang pada gilirannya
mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya
untuk kepentingan mahkluk.

3. Surah Thaha ayat 132

Terjemah :
Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi
rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang
bertakwa.
Ayat ini menjelaskan amanat berikutnya yang tidak kurang pen-tingnya
dari perintah sebelumnya ialah perintah Allah kepada Nabi saw menyuruh untuk
keluarganya mengerjakan salat dan sabar dalam melaksanakan salat dengan
menjaga waktu dan kesinambungannya. Perintah itu diiringi dengan perintah yang
kedua yaitu dengan peringatan bahwa Allah tidak minta rezeki kepada Nabi,
sebaliknya Allah yang akan memberi rezeki kepadanya, sehingga Nabi tidak perlu
26

memikirkan soal rezeki keluarganya. Oleh sebab itu keluarganya agar jangan
terpengaruh atau menjadi silau matanya melihat kekayaan dan kenikmatan yang
dimiliki oleh istri-istri orang kafir itu. Demikianlah amanat Allah kepada Rasul-
Nya sebagai bekal untuk menghadapi perjuangan berat, yang patut menjadi contoh
teladan bagi setiap pejuang yang ingin menegakkan kebenaran di muka bumi.
Mereka harus lebih dahulu menjalin hubungan yang erat dengan Khaliknya yaitu
dengan tetap mengerjakan salat dan memperkokoh batinnya dengan sifat tabah
dan sabar. Di samping itu haruslah seisi rumah tangganya mempunyai sifat seperti
yang dimilikinya. Dengan demikian ia akan tabah berjuang tidak
diombangambingkan oleh perhiasan kehidupan dunia seperti kekayaan, pangkat
dan kedudukan. Amanat-amanat inilah yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw
dan para sahabatnya sehingga mereka benar-benar sukses dalam perjuangan
mereka sehingga dalam masa kurang lebih 23 tahun saja Islam telah berkembang
dengan pesatnya di seluruh jazirah Arab dan jadilah kalimah Allah kalimah yang
paling tinggi dan mulia. Jika Rasul dan keluarganya menghadapi berbagai
kesuliltan, beliau mengajak keluarganya untuk salat, sebagaimana diriwayatkan
dari sabit, ia berkata : Apabila keluarga Nabi ditimpa kesusahan, beliau
memerintahkan mereka, "Ayo salatlah, salatlah," sabit berkata, "Para nabi jika
tertimpa kesusahan mereka segera menunaikan salat." (Riwayat Ibnu Abi hatim)

4. Ayat Tentang Kemiskinan

Terjemah :

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak tahan hanya
(makan) dengan satu macam makanan saja, maka mohonkanlah kepada Tuhanmu
27

untuk kami, agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-
mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah.” Dia (Musa)
menjawab, “Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu
yang baik? Pergilah ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu
minta.” Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka
(kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang
benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.

Ketika Bani Israil tersesat di padang pasir Sinai, mereka berkata kepada
Nabi Musa bahwa mereka tidak tahan terhadap satu jenis makanan saja, sedang
yang ada hanya mann dan salwa saja (al-Baqarah/2:57). Mereka berkata demikian
karena keingkaran mereka terhadap Nabi Musa a.s. dan kebanggaan terhadap
kehidupan mereka dahulu. Bani Israil kemudian meminta kepada Musa a.s. agar
berdoa kepada Tuhan semoga Dia mengeluarkan sayur-sayuran yang
ditumbuhkan bumi sebagai ganti mann dan salwa. Mereka tidak mau berdoa
sendiri, tetapi mengharapkan Musa yang berdoa kepada Tuhan, karena mereka
memandang Musa orang yang dekat kepada Tuhan dan lagi pula dia seorang Nabi
yang dapat bermunajat kepada Allah. Sayur-mayur dan lain-lain yang mereka
minta itu banyak terdapat di kota-kota, tapi tidak terdapat di padang pasir.
Sebenarnya permintaan itu tidak sukar dicari, karena mereka dapat
memperolehnya asal saja mereka pergi ke kota. Nabi Musa menolak permintaan
itu dengan penuh kekecewaan dan kejengkelan serta mencela sikap mereka karena
mereka menolak mann dan salwa, makanan yang sebenarnya mengandung nilai
gizi yang tinggi dan sangat diperlukan oleh tubuh, diganti dengan sayur-mayur
yang lebih rendah gizinya. Kemudian Nabi Musa menyuruh mereka keluar dari
gurun Sinai dan pergi menuju kota. Di sana mereka akan mendapatkan yang
mereka inginkan, sebab gurun Sinai tempat mereka tinggal sampai batas waktu
yang telah ditentukan Allah, tidak dapat menumbuhkan sayur-sayuran. Mereka
tinggal di gurun Sinai itu karena mereka lemah dan tidak tabah untuk
mengalahkan penduduk negeri yang dijanjikan bagi mereka. Mereka akan lepas
28

dari hal yang tidak mereka sukai, bilamana mereka memiliki keberanian
memerangi orang-orang yang di sekitar mereka, yaitu penduduk bumi yang
dijanjikan Allah dan menjamin memberi pertolongan kepada mereka. Oleh sebab
itu, hendaknya mereka mencari jalan untuk mendapatkan kemenangan dan
keuntungan. Setelah Allah menceritakan penolakan Musa terhadap permintaan
mereka dan sebelumnya telah membentangkan pula segala nikmat yang
dikaruniakan kepada mereka, dalam ayat ini Allah mengemukakan beberapa
kejahatan keturunan Bani Israil yang datang kemudian, yaitu mereka mengingkari
ayat-ayat Allah, membunuh nabi-nabi dan pelanggaran mereka terhadap hukum
Allah. Oleh sebab itu, Allah menimpakan kepada mereka kehinaan dan
kemiskinan sebagai wujud kemurkaan-Nya. Sudah semestinya mereka menerima
murka Ilahi, menanggung bencana dan siksaan di dunia dan azab yang pedih di
akhirat. Demikian pula mereka mendapatkan kehinaan dan kemiskinan karena
mereka selalu menolak ayat-ayat Allah yang telah diberikan kepada Nabi Musa
berupa mukjizat yang telah mereka saksikan sendiri. Kedurhakaan dan penolakan
mereka terhadap Nabi Musa adalah suatu bukti bahwa ayat-ayat Allah tidak
berpengaruh pada jiwa mereka. Mereka tetap mengingkarinya. Mereka
membunuh para nabi dari golongan mereka, tanpa alasan yang benar. Memang
sesungguhnya orang yang berbuat kesalahan kadang-kadang meyakini bahwa
yang diperbuatnya adalah benar. Perbuatan mereka yang demikian itu bukanlah
karena salah dalam memahami atau menafsirkan hukum, tetapi memang dengan
sengaja menyalahi hukum-hukum Allah yang telah disyariatkan di dalam agama
mereka. Kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah dan kelancangan mereka
membunuh para nabi, karena mereka banyak melampaui batas ketentuan agama
mereka. Seharusnya agama mempunyai pengaruh yang besar pada jiwa manusia,
sehingga penganutnya takut menyalahi perintah Allah. Apabila seseorang
melampaui peraturan-peraturan atau batas-batas agamanya berarti pengaruh
agama pada jiwanya sudah lemah. Semakin sering dia melanggar batas hukum
agama itu semakin lemah pulalah pengaruh agama pada jiwanya. Sampai akhirnya
pelanggaran ketentuan-ketentuan agama itu menjadi kebiasaannya, seolah-olah
29

dia lupa akan adanya batas-batas agama dan peraturan-peraturannya. Akhirya


lenyaplah pengaruh agama dalam hatinya.

Q.S Al-Isra 17:26

Terjemah :
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros.
Pada ayat ini, Allah swt memerintahkan kepada kaum Muslimin agar
memenuhi hak keluarga dekat, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam
perjalanan. Hak yang harus dipenuhi itu ialah: mempererat tali persaudaraan dan
hubungan kasih sayang, mengunjungi rumahnya dan bersikap sopan santun, serta
membantu meringankan penderitaan yang mereka alami. Sekiranya ada di antara
keluarga dekat, ataupun orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan itu memerlukan biaya untuk keperluan hidupnya maka hendaklah
diberi bantuan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang-orang
yang dalam perjalanan yang patut diringankan penderitaannya ialah orang yang
melakukan perjalanan karena tujuan-tujuan yang dibenarkan oleh agama. Orang
yang demikian keadaannya perlu dibantu dan ditolong agar bisa mencapai
tujuannya. Di akhir ayat, Allah swt melarang kaum Muslimin bersikap boros yaitu
membelanjakan harta tanpa perhitungan yang cermat sehingga menjadi mubazir.
Larangan ini bertujuan agar kaum Muslimin mengatur pengeluar-annya dengan
perhitungan yang secermat-cermatnya, agar apa yang dibelanjakan sesuai dengan
keperluan dan pendapatan mereka. Kaum Muslimin juga tidak boleh
menginfakkan harta kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya, atau
memberikan harta melebihi dari yang seharusnya. Keterangan lebih lanjut tentang
bagaimana seharusnya kaum Muslimin membelanjakan hartanya disebutkan
30

dalam firman Allah swt: Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha
Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar. (al-Furqan/25:
67) Adapun keterangan yang menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat
tentang larangan boros yang berarti mubazir dapat diperhatikan dalam hadis-hadis
Nabi sebagai berikut: Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata,
"Rasulullah saw bertemu Saad pada waktu berwudu, lalu Rasulullah bersabda,
"Alangkah borosnya wudumu itu hai Saad!" Saad berkata, "Apakah di dalam
berwudu ada pemborosan?" Rasulullah saw bersabda, "Ya, meskipun kamu
berada di sungai yang mengalir." (Riwayat Ibnu Majah) Diriwayatkan dari Anas
bin Malik bahwa ia berkata, "Datanglah seorang laki-laki dari Bani Tamim kepada
Rasulullah saw seraya berkata, "Wahai Rasulullah! Saya adalah seorang yang
berharta, banyak keluarga, anak, dan tamu yang selalu hadir, maka terangkanlah
kepadaku bagaimana saya harus membelanjakan harta, dan bagaimana saya harus
berbuat." Maka Rasulullah saw bersabda, "Hendaklah kamu mengeluarkan zakat
dari hartamu jika kamu mempunyai harta, karena sesungguhnya zakat itu
penyucian yang menyucikan kamu, peliharalah silaturrahim dengan kaum
kerabatmu, dan hendaklah kamu ketahui tentang hak orang yang meminta
pertolongan, tetangga, dan orang miskin. Kemudian lelaki itu berkata, "Wahai
Rasulullah! Dapatkah engkau mengurangi kewajiban itu kepadaku?" Rasulullah
saw membacakan ayat: Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Lalu lelaki itu berkata,
"Cukuplah bagiku wahai Rasulullah, apabila aku telah menunaikan zakat kepada
amil zakatmu, lalu aku telah bebas dari kewajiban zakat yang harus dibayarkan
kepada Allah dan Rasul-Nya," lalu Rasulullah saw bersabda, "Ya, apabila engkau
telah membayar zakat itu kepada amilku, engkau telah bebas dari kewajiban itu
dan engkau akan menerima pahalanya, dan orang yang menggantikannya dengan
yang lain akan berdosa." (Riwayat Ahmad)
38

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN
DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Teori

Secara Secara tidak


langsung langsung

Antropometri Survei langsung


makanan
Klinis Statistik vital

Ekologi

Pendidikan
Ibu
Pengetahuan
Ibu Tentang
Marasmus Gizi

Kwashiorkor
Gizi Buruk Pendapatan
Marasmic Kepala Rumah
Kwashiorkor tangga

Kelengkapan
imunisasi

BBLR

Infeksi
39

Gambar 1 Kerangka teori penelitian

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian kepustakaan sebelumnya, diketahui bahwa banyak

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk, namun dalam penelitian ini

tidak semua faktor dapat dianalisis. Dalam penelitian ini yang dianalisis yaitu :

1. Pendidikan ibu dan pengetahuan ibu tentang gizi karena Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2010);

2. Pekerjaan ibu

3. Pendapatan kepala rumah tangga karena Masalah gizi pada balita

menunjukkan ada kaitannya dengan tingkat pendidikan kepala rumah

tangga, jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan keadaan ekonomi

rumah tangga. Semakin baik tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan

kepala rumah tangga serta keadaan ekonomi rumah tangga semakin

menurun prevalensi masalah gizi pada balita dan sebaliknya

(Balitbangkes, 2010);

4. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir

kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat saat lahir

adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir (Manuaba et

al., 2007; Damanik, 2008). Pertumbuhan BBLR yang direfleksikan per

kilogram berat badan hampir dua kali lipat bayi cukup bulan, sehingga

BBLR membutuhkan dukungan nutrisi khusus dan optimal untuk

memenuhi kebutuhan tersebut (Nasar, 2004).


40

5. Imunisasi adalah proses merangsang sistem kekebalan tubuh dengan

cara memasukkan (bisa dengan disuntik atau diminumkan virus atau

bakteri hidup yang dilemahkan, virus atau bakteri hidup yang dibunuh,

bagian-bagian tubuh dari bakteri atau virus atau racun dari bakteri yang

sudah dimodifikasi. Tujuannya agar tubuh kita tidak “kaget” dan siap

untuk melawan bila bakteri atau virus sungguhan menyerang (Hanum,

2015).

Asupan makanan dan penyakit infeksi merupakan faktor penyebab

langsung dari status gizi, dimana keduanya merupakan faktor yang

saling mempengaruhi. Balita yang akan terkena penyakit infeksi

biasanya mengalami perubahan pola makan, sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan gizi. Jika hal

ini terjadi dalam waktu yang cukup lama maka terjadilah kekurangan

gizi (Direktur Gizi Kemenkes 2018).

Dari penjelasan sebelumnya kita dapat menyimpulkan bahwa ada beberapa

faktor balita lebih mudah terkena gizi buruk, Maka dapat disusun kerangka

konsep sebagai berikut:

Pendidikan Ibu

Pengetahuan Ibu
tentang Gizi
Gizi Buruk
Imunisasi pada Balita

Pendapatan kepala
rumah tangga Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian

BBLR
Pendidikan ibu

41

Keterangan:

Variabel dependen :

Variabel Independen :

C. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kerangka

konsep penelitian maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi buruk pada balita di

Puskesmas Binamu.

2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan gizi buruk pada

balita di Puskesmas Binamu.

3. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan gizi buruk pada balita di

Puskesmas Binamu.

4. Ada hubungan antara penyakit imunisasi dengan gizi buruk pada balita di

Puskesmas Binamu.

5. Ada hubungan antara penyakit BBLR dengan gizi buruk pada balita di

Puskesmas Binamu.

D. Definisi Operasional

a. Variabel Dependen : Gizi Buruk

Definisi : Gizi Buruk merupakan salah satu status gizi, dimana gizi buruk

adalah kelainan gizi berdasarkan BB/PB atau BB/TB yang diakibatkan

kurang seimbangnya keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian,


42

penyerapan dan penggunaan makanan.

Alat ukur : Pengukuran status gizi menggunakan timbangan berat badan

(dacin)

Cara ukur : setelah mengukur berat badan bagi umur (BB/PB atau BB/TB)

kemudian sesuaikan pada table antropometri.

Hasil ukur :

1. Gizi Buruk dan Kurang

 Gizi Buruk : <-3.0 SD

 Gizi Kurang : ≥ - 3SD sampai < - 2 SD

2. Gizi Baik dan Lebih

 Gizi Baik : - 2 SD sampai + 2 SD

 Gizi Lebih : > + 2 SD

b. Variabel Independen : Pendidikan Ibu

Definisi : pendidikan tertinggi yang pernah diikuti/diselesaikan oleh ibu

pada institusi atau lembaga pendidikan yang diakui oleh pemerintah.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Dinilai berdasarkan jawaban subjek pada kuesioner

Hasil ukur : Pendidikan Ibu dikelompokkan menjadi :

a) Pendidikan rendah: SD/SMP

b) Pendidikan tinggi: SMA/PT/Akademi

(Depdiknas, Wajib belajar 9 tahun)


43

c. Variable independen : Pengetahuan Ibu tentang Gizi

Definisi : tingkat pemahaman ibu mengenai gizi pada anak balita.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : dinilai berdasarkan jawaban subjek pada kuesioner

Hasil ukur : pengetahuan Ibu tentang gizi dikelompokkan menjadi :

a) Baik : Nilai uji pengetahuan pada kuisioner > 5

b) Kurang : Nilai uji pengetahuan pada kuisioner < atau = 5

d. Variabel Independen : Pendapatan kepala rumah tangga

Definisi : penghasilan kepala rumah tangga per bulan.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : dinilai berdasarkan jawaban subjek pada kuesioner

Hasil ukur : Berdasarkan Upah Kelayakan Hidup, dikelompokkan

menjadi:

a) Rendah: < Rp 2.722.641

b) Tinggi : ≥ Rp 2.722.641

Sumber : upah minimum regional Sulawesi Selatan tahun 2017

e. Variable independen : Imunisasi

a. Definisi : Imunisasi adalah proses merangsang sistem kekebalan tubuh

dengan cara memasukkan (bisa dengan disuntik atau diminumkan virus

atau bakteri hidup yang dilemahkan, virus atau bakteri hidup yang

dibunuh, bagian-bagian tubuh dari bakteri atau virus atau racun dari

bakteri yang sudah dimodifikasi.. Salah satu faktor risiko terjadinya


44

underweight dan gizi buruk disebabkan penyakit infeksi yang sangat

mudah terkena pada balita yang tidak ter-imunisasi.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : dinilai berdasarkan jawaban subjek pada kuesioner

Hasil ukur : imunisasi dinilai menjadi lengkap dan tidak Lengkap

a) Lengkap : Mengikuti setiap Imunisasi wajib oleh Puskesmas

(Program Pengembangan Imunisasi) sesuai dengan jadwal

pemberian imunisasi balita.

b) Tidak Lengkap : Tidak mengikuti setiap Imunisasi wajib oleh

puskesmas (Program Pengembangan Imunisasi) sesuai dengan

jadwal pemberian imunisasi balita.

f. Variabel Independen : BBLR

Definisi : Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan

lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi (Nasar, 2004).

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : dinilai berdasarkan jawaban subjek pada kuesioner

Hasil ukur : Berdasarkan Berat Badan Lahir

a) BBLR : < 2500 gram

b) Tidak BBLR: ≥ 2500 gram


45

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

dengan desain penelitian cross sectional yaitu penelitian untuk menentukan faktor

yang berhubungan dengan terjadinya gizi buruk pada balita. Dalam penelitian ini

variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian

diukur atau disebut juga variabel dependent dan independent akan dikumpulkan

dalam waktu yang bersamaan dan secara langsung (Soekidjo Notoatmodjo, 2010:

26-27).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di wilayah Puskesmas Binamu. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan 21 November tahun 2019- 19 Februari 2020

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah balita dan ibu balita pada umur 0-60

bulan yang berkunjung di Puskesmas Binamu.


46

2. Sampel

Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik purpose

sampling. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita umur 0-60

bulan yang berkunjung di Puskesmas Binamu yang mengikuti posyandu.

3. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini:

a. Ibu yang memiliki balita umur 0-60 bulan yang berkunjung di

Puskesmas Binamu yang mengikuti posyandu.

b. Menandatangani lembar persetujuan

4. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini:

a. Pasien yang tidak mengembalikan kuisioner dan tidak bersedia

di wawancarai

b. Pasien dengan status gizi kurang

c. Pasien dengan status gizi lebih

D. Jenis Data dan Instrumen Penelitian

1. Jenis Data

Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara kepada


47

responden berdasarkan kuesioner yang telah disediakan.

2. Instrumen Penelitian

Kuesioner digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk

memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Manajemen Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara wawancara langsung dan

menggunakan kuisioner.

2. Pengeditan Data

Pengeditan data dilakukan dengan mempertimbangkan, memilih

dan memasukkan data yang penting dan benar-benar diperlukan.

3. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan

menggunakan SPSS.

4. Penyajian Data

Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

F. Etika Penelitian

a. Sebelum memberikan persetujuan tertulis peneliti akan memberikan


48

penjelasan secara lisan.

b. Setiap subjek akan dijamin kerahasiaan akan informasi yang diberikan.

c. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin

institusi terkait.

G. Pengujian Hipotesa

a) Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan secara deskriptif pada tiap-tiap variabel

penelitian untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari

tiap-tiap variabel yang diteliti.

b) Analisa Bivariat

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui uji statistik hubungan antara

variable dependen dan independen. Pada analisa data hubungan tersebut

dengan menggunakan program SPSS 23.

H. Alur Penelitian

Perizinan

Pengambilan Data
(Kuisioner) 93 orang responden

Ekslusi : 23 data
Pengelolaan data Inklusi : 70 data
49

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Binamu mulai tanggal 21

November 2019 - 19 Februari 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang

responden. Berdasarkan data kuesioner yang telah dikumpulkan dan dianalisis,

hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan

dalam paparan di bawah ini. Adapun hasil penelitian sebagai berikut.


50

A. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif pada tiap-

tiap variabel penelitian untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase

diantaranya status gizi, pendidikan ibu, pengetahun ibu tentang gizi, pendapatan

kepala rumah tangga, BBLR balita dan imunisasi pada balita maka diperoleh hasil

yang disajikan dalam tabel 1.


45

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel

NO Variabel Kategori Frekuensi Persen (%)


Gizi Buruk 43 46.2%
Gizi Baik 27 29.0%
1 Status Gizi
Gizi Kurang 20 21.5%
Gizi Lebih 3 3.2%

Rendah 44 47.3%
2 Pendidikan
Tinggi 49 52.7%
     
Kurang 64 68.8%
3 Pengetahuan
Baik 29 31.2%
     
Rendah 59 63.4%
4 Pendapatan
Tinggi 34 36.6%
     
Tidak 84 90.3%
5 BBLR
Ya 9 9.7%

6 Imunisasi Lengkap 81 87.1%


Tidak Lengkap 12 12.9%

Tabel 1 menunjukkan gambaran sebaran data menganai status gizi balita

yang mengunjungi Puskesmas Binamu. pada tabel 1 ditunjukkan bahwa sebagian

balita yang mengunjungi puskemas Binamu ataupun posyandu memiliki status

gizi buruk dan gizi kurang dengan jumlah responden sebesar 43 dan 47 atau

sebesar 43% dan 21.5% dari total sampel. Sedangkan responden yang memiliki

gizi baik sebesar 27 atau 29% . Gizi lebih sebesar 3 atau sebesar 3.2% dari total

responden.
46

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi Gizi Buruk pada balita

adalah Pendidikan ibu. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian ibu berpendidikan

tinggi (SMA atau PT) dengan jumlah responden sebanyak 49 atau 52.7% dari

total sampel yang lebih banyak daripada ibu yang berpendidikan rendah (SMP

atau SD). Rendahnya Pendidikan ibu tidak terlalu mempengaruhi kualitas dan

kuantitas makanan yang diberikan kepada balita.

Berdasarkan faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada

balita adalah pengetahuan ibu mengenai gizi. Pada tabel 1 menunjukkan bahwa

pengetahuan ibu mengenai gizi sebagian besar berada pada kategori baik dengan

jumlah responden sebanyak 29 atau 31.2% dari total sampel. Selain itu,

pengetahuan ibu dalam kategori kurang cukup tinggi sebanyak 64 ibu atau

sebesar 68.8% dari total sampel. Hal ini menujkkan bawha pengetahuan ibu

mengenai gizi sangat mempengaruhi kecukupan gizi yang diterima oleh balita.

Faktor lainnya yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita

adalah pendapatan kepala keluarga. Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa

pendapatan kepala keluarga sebagian besar berada pada kategori rendah sebanyak

59 responden atau 63.4% dari total sampel. Tinggi atau rendahnya pendapatan

keluarga sangat mempengaruhi keputusan ibu dalam menentukan gizi keluarga

terutama anak. Apabila suatu keluarga memiliki pendapatan kepala keluaraga

yang besar maka semakin mudah ibu memenuhi kebutuhan keluarga terutama

balita.

Berdasarkan tabel 1 juga ditunjukkan faktor lainnya yang berpengaruh


47

terhadap gizi buruk balita, yaitu BBLR dan Imunisasi. Pada tabel 1 menujukkan

bahwa sebagian besar balita tidak mengalami BBLR dengan 84 responden atau

90.3% dari total sampel dan riwayat imunisasi yang lengkap dengan 81 responden

atau sebesar 87.1% dari total sampel.

B. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariate dilakukan untuk menguji antara variabel bebas, yaitu

Pendidikan ibu, Pengetahuan ibu tentang gizi, Pendapatan kepala rumah tangga,

imunisasi dan BBLR yang diderita balita dengan variabel terikat yaitu gizi buruk

pada pada anak di bawah lima tahun di Puskesmas Binamu. Uji bivariate yang

digunakan adalah analisis crosstab dengan uji Chi-Square. Diperoleh hasil

bivariate sebagai berikut:

Tabel 1 Hubungan Faktor Determinan dengan Status Gizi pada Balita

Kategori Status Gizi


P-value Keterangan
Variabel Gizi Buruk Gizi Baik
N % N %
Kurang 28 40,0 22 31,4 Tidak
Pengetahuan 0,140
Baik 15 21,4 5 7,1 signifikan
Pendidikan Rendah 16 22,9 17 24,3
0,036 Signifikan
Terakhir Ibu Tinggi 27 38,6 10 14,3
Rendah 24 34,3 21 30,0 Tidak
Pendapatan 0,062
Tinggi 19 27,1 6 8,6 signifikan
Ya 3 4,3 3 4,3 Tidak
BBLR 0,670
Tidak 40 57,1 24 34,3 signifikan
6 8,6 4 5,7
Tidak Lengkap Tidak
Imunisasi 1,000
signifikan
Lengkap 37 52,9 23 32,9
48

Berdasarkan Tabel (2) menunjukkan hubungan antara pengetahuan dengan

status gizi pada balita di Puskesmas Binamu. Jumlah balita gizi buruk dengan

pengetahuan kurang sebanyak 28 sampel (40,0%), sedangkan balita gizi buruk

dengan pengetahuan ibu baik sebanyak 15 sampel (21,4%). Jumlah balita gizi

baik dengan pengetahuan ibu kurang sebanyak 22 sampel (31,4%), sedangkan

balita gizi baik dengan pengetahuan ibu baik sebanyak 5 sampel (7,1%). Setelah

dianalisis, diperoleh nilai p sebesar 0,140 (bermakna bila nilai p ≤ 0,05). Maka

dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan

dengan status gizi pada balita di Puskesmas Binamu.

Pada Tabel (2) juga ditunjukkan hubungan antara pendidikan terakhir ibu

dengan status gizi pada balita di Puskesmas Binamu. Jumlah balita gizi buruk

dengan pendidikan terakhir ibu rendah sebanyak 16 sampel (22,9%), balita gizi

buruk dengan pendidikan terakhir ibu tinggi sebanyak 27 sampel (38,6 %).

Jumlah balita gizi baik dengan pendidikan terakhir ibu rendah sebanyak 17 sampel

(24,3%), sedangkan balita gizi baik dengan pendidikan terakhir ibu tinggi

sebanyak 10 sampel (14,3%). Setelah dianalisis, diperoleh nilai p sebesar 0,036

(bermakna bila nilai p ≤ 0,05). Maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang

bermakna antara pendidikan terakhir ibu dengan status gizi pada balita di

Puskesmas Binamu.

Pada Tabel (2) juga ditunjukkan hubungan antara pendapatan dengan status

gizi pada balita di Puskesmas Binamu. Jumlah balita gizi buruk dengan

pendapatan rendah sebanyak 24 sampel (34,3%), balita gizi buruk dengan


49

pendapatan tinggi sebanyak 19 sampel (27,1 %). Jumlah balita gizi baik dengan

pendapatan rendah sebanyak 21 sampel (30,0%), sedangkan balita gizi baik

dengan pendapatan tinggi sebanyak 6 sampel (8,6%). Setelah dianalisis, diperoleh

nilai p sebesar 0,062 (bermakna bila nilai p ≤ 0,05). Maka dapat disimpulkan

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan status gizi

pada balita di Puskesmas Binamu.

Pada Tabel (2) juga ditunjukkan hubungan antara BBLR dengan status gizi

pada balita di Puskesmas Binamu. Jumlah balita gizi buruk dengan BBLR

sebanyak 3 sampel (4,3%), balita gizi buruk dengan tidak BBLR sebanyak 40

sampel (57,1%). Jumlah balita gizi baik dengan BBLR sebanyak 3 sampel (4,3%),

sedangkan balita gizi baik dengan tidak BBLR sebanyak 24 sampel (34,3%).

Setelah dianalisis, diperoleh nilai p sebesar 0,670 (bermakna bila nilai p ≤ 0,05).

Maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara BBLR

dengan status gizi pada balita di Puskesmas Binamu.

Pada Tabel (2) juga ditunjukkan hubungan antara imunisasi dengan status

gizi pada balita di Puskesmas Binamu. Jumlah balita gizi buruk dengan imunisasi

tidak lengkap sebanyak 6 sampel (8,6%), balita gizi buruk dengan imunisasi

lengkap sebanyak 37 sampel (52,9%). Jumlah balita gizi baik dengan imunisasi

tidak lengkap sebanyak 4 sampel (4,3%), sedangkan balita gizi baik dengan

imunisasi lengkap sebanyak 23 sampel (32,9%). Setelah dianalisis, diperoleh nilai

p sebesar 1,0 (bermakna bila nilai p ≤ 0,05). Maka dapat disimpulkan tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara imunisasi dengan status gizi pada balita
50

di Puskesmas Binamu.
51

BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Binamu mulai tanggal 21 November

2019 - 19 Januari 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 93 orang responden.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor-faktor yang berhubungan

dengan terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Puskesmas Binamu.

Penelitian ini terfokus pada gizi buruk dan gizi kurang pada balita di

Puskesmas Binamu , informasi faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya

gizi buruk pada balita di Puskesmas Binamu berdasarkan pendidikan ibu,

pengetahuan ibu tentang gizi, pendapatan kepala keluargan, Imunisasi dan BBLR.

A. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Gizi Buruk pada Balita

Dari hasil penelitian didapatkan hubungan tingkat pendidikan ibu dengan

terjadinya gizi buruk pada analisis bivariat didapatkan nilai p = 0,036. Nilai p ini

secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan ibu dengan terjadinya gizi buruk pada balita di Puskesmas Binamu.

Hal ini menunjukkan bahwa peran seorang ibu sangat penting dalam

kesehatan dan pertumbuhan anaknya. Seorang anak dari ibu yang mempunyai

latar belakang berpendidikan tinggi maka akan mendapatkan kesempatan hidup

serta tumbuh dan mudah menerima wawasan yang lebih luas mengenai gizi

(Supariasa, 2012). Anak dengan ibu yang mempunyai pendidikan rendah

memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dari pada anak dengan ibu
52

berpendidikan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan ibu menyebabkan

berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan keluarga serta anak

balitanya (Herman,2009).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Miftakhul Jannah

dan Siti Maesaroh (2014) yang menyatakan adanya hubungan antara tingkat

pendidikan ibu dengan status gizi balita di posyandu bangunsari semin gunung

kidul. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ranityas

Kinasih, Era Revika dan Diyah Yuliantina (2016) yang menyatakan adanya

hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita di puskesmas pleret.

Para ahli tafsir umumnya berpandangan bahwa Q.S. al-Ahzâb ayat 34

ditujukan bagi istri-istri Nabi Muhammad saw. Istri-istri Nabi Muhammad saw.

diinstruksikan untuk belajar apa-apa yang telah dibacakan di rumah mereka dari

al-Qur'an dan hikmah. Istri-istri Nabi Muhammad saw. menjadi sosok ”Ibu” bagi

umat Islam baik ketika Nabi Muhammad saw. masih hidup ataupun ketika beliau

sudah wafat. Istri-istri Nabi merupakan sosok yang dalam kesehariannya banyak

mendapatkan pengajaran langsung dari Nabi Muhammad saw. dan di antara

mereka banyak yang meriwayatkan hadits dan diminta pendapatnya tentang suatu

hukum. Namun secara tidak langsung apa yang Allah swt firmankan dalam ayat

tersebut berlaku juga secara umum bagi wanita muslimah dalam memperoleh

pendidikan dan mendapatkan pengajaran. Ini dikarenakan seorang wanita akan

menjadi ibu nantinya. Dan peran seorang ibu dalam Islam sangat vital karena

mereka mendidik dan membina anak-anak agar tercipta generasigenerasi penerus

yang dapat dibanggakan baik akhlak dan kepribadiannya maupun ilmu agama dan
53

ilmu pengetahuan yang dimiliki. (Mulyono, 2009). ini sangat berhubungan dengan

gizi buruk yang terjadi, tingkat pendidikan yang rendah membuat pembinaan dan

pola asuh kepada anak menjadi kurang baik, termasuk ketika mengatur nutrisi dari

anak.

B. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Gizi Buruk pada Balita

Dari hasil penelitian didapatkan hubungan pengetahuan ibu mengenai gizi

dengan terjadinya gizi buruk pada analisis bivariate didapatkan nilai p = 0,140

Nilai p ini secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan ibu dengan terjadinya gizi buruk pada balita di Puskesmas

Binamu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Firmana

(2015) yang menunjukkan bahwa balita dengan status gizi kurang lebih banyak

berasal dari kelompok ibu yang berpengetahuan tinggi dibandingkan dengan

kelompok ibu yang berpengetahuan rendah.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurul

(2014), yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan gizi

ibu dengan status gizi pada balita.

Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi

pada anak balita karena pengetahuan gizi dipenagaruhi oleh beberapa faktor.

Diantaranya adalah faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak dengan media

massa. Serta dalam ilmu pengetahuan dikenal aspek kognitif, afektif dan

psikomotor, pengetahuan yang baik adalah pengetahuan yang ketiga aspek diatas

sejalan satu sama lain. Pengetahuan Gizi adalah apa yang diketahui oleh
54

seseorang tentang suatu hal tentang gizi yang secara formal maupun informal,

pengetahuan gizi adalah segala sesuatu yang diketahui Ibu tentang sikap dan

perilaku seseorang dalam memilih makanan, serta pengetahuan dalam mengolah

makanan dan menyiapkan makanan pengetahuan yang dimiliki sangat penting

untuk membentuk sikap dan tindakan.

Berdasarkan QS. al-Mujâdilah ayat 11, niscaya Allah akan memberikan

derajat yang tinggi serta penghargaan kepada orang-orang yang memiliki ilmu

pengetahuan. QS. Ali Imrân ayat 18 memasukkan orang-orang yang berilmu di

antara mereka yang menyatakan tentang Keesaan Allah. Menurut sebuah hadits,

derajat orang yang berilmu lebih tinggi dari ahli ibadah. Menurut hadits lainnya

juga bahwa seseorang yang pergi belajar mencari ilmu maka ia akan dianggap

sedang berada di jalan Allah (berjihad) sampai ia kembali lagi. Walaupun tidak

sejalan dengan hasil penelitian, perlu diperhatikan, sebaik-baiknya seorang ibu

adalah ibu yang berpendidikan tinggi karena ibu adalah madrasah pertama bagi

anaknya. (Mulyono, 2009)

C. Hubungan Pendapatan Kepala Keluarga dengan Gizi Buruk pada


Balita

Dari hasil penelitian didapatkan hubungan pendapatan kepala keluarga

dengan terjadinya gizi buruk pada analisis bivariat didapatkan nilai p = 0,062.

Nilai p ini secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendapatan keluarga dengan terjadinya gizi buruk pada balita di Puskesmas

Binamu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Alfriani (2013)


55

bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita di

wilayah Kerja Posyandu Teratai Desa Tumale Kecamatan Ponrang Kabupaten

Luwu. Penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Aeda

Ernawati (2003) yang menyatakan tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga

dengan gizi buruk.

Totalitas pendapatan keluarga tidak semuanya digunakan untuk memenuhi

kebutuhan makan, sehingga secara langsung pendapatan tidak mempunyai

korelasi yang nyata dengan status gizi balita. Hal ini disebabkan tidak ada

kecendrungan bahwa responden yang mempunyai pendapatan tinggi dialokasikan

untuk pemenuhan kebutuhan pangan yang tinggi pula, demikian juga sebaliknya

tidak ada kecendrungan bahwa dengan pendapatan yang rendah alokasi untuk

kebutuhan pangan yang rendah.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurul (2014) bahwa ada

hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi pada balita.

Q.S. Al Maa’idah Ayat 88


َ‫َو ُكلُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل طَيِّبًا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي أَ ْنتُ ْم بِ ِه ُم ْؤ ِمنُون‬
Artinya : “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-
Nya”.
Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mereka

makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka.

“Halal” di sini mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara

memperolehnya. Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu yang

mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein

dan sebagainya. Makanan tidak baik, selain tidak mengandung gizi, juga jika
56

dikonsumsi akan merusak kesehatan.

D. Hubungan Imunisasi dengan Gizi Buruk pada Balita

Dari hasil penelitian didapatkan hubungan Imunisasi dengan terjadinya

gizi buruk dan gizi kurang pada analisis bivariat didapatkan nilai p = 1.0. Nilai p

ini secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

imunisasi dengan terjadinya gizi buruk pada balita di Puskesmas Binamu.

Hasil ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maya,

Nova, dan Shirley (2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara

Imunisasi dengan status gizi balita Di Desa Mopusi Kecamatan Lolayan

Kabupaten Bolaang Mongondow.

Hal ini desebabkan karena gizi buruk disebabkan oleh banyak faktor.

Tidak lengkapnya imunisasi tidak menjamin bahwa pengetahuan akan gizi ibu itu

baik. Mungkin saja imunisasi baik tetapi pendapatan dan pengetahuan ibu akan

gizi sangat jelek sehingga cara ibu memberikan asupan gizi ke anaknya tidak

adekuat. Tidak adekuatnya pemberian nutrisi akan memengaruhi status gizi balita.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Vidya Vindriana dkk

(2012) yang menyatakan bahwa Ada hubungan yang signifikan antara Imunisasi

dengan Status Gizi Balita .

E. Hubungan BBLR dengan Kejadian Gizi Buruk dan Kurang

Dari hasil penelitian didapatkan hubungan BBLR dengan terjadinya gizi

buruk dan gizi kurang pada analisis bivariat didapatkan nilai p = 0.670. Nilai p ini

secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

pendapatan keluarga dengan terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada balita di
57

Puskesmas Binamu.

Hal ini berbeda dengan arnisam (2007) yang menyatakan bahwa bayi

dengan BBLR, mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih lambat. BBLR

mempunyai resiko 3.34 kali lebh besar untuk mengalami status gizi kurang

dibandingkan dengan anak yang tidak BBLR.

Tidak semua balita yang lahir dengan riwayat BBLR akan mengalami

gangguan pertumbuhan. Hal ini utama jika BBLR mendapatkan penanganan yang

tepat pada saat persalinan, neonatus, masa bayi dan masa balita sehingga anak

dengan BBLR tersebut tidak mengalami komplikasi, mendapat asupan gizi yang

ada kuat dan tidak disertai penyakit penyerta. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

wiknjosastro (2007), bahwa prognosis BBLR tergantung dari berat ringannya

masalah perinatal, masa gestasi, BB lahir, keadaan sosial ekonomi, pendidikan

orang tua, perawatan saat kehamilan, persalinan dan nifas (pengaturan suhu

lingkungan, pencegahan infeksi, penanganan gangguan pernapasan) dll.


58

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan

terjadinya gizi Buruk dan Kurang pada balita di Puskesmas Binamu maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Status gizi balita di Puskesmas Binamu yaitu gizi baik 29.0%, gizi lebih

3.2%, gizi kurang 21.5% dan gizi buruk 46.2%.

2. Terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan gizi buruk dan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Binamu.

3. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan ibu mengenai gizi dengan

gizi buruk dan gizi kurang pada balita di Puskesmas Binamu..

4. Tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan gizi buruk

dan gizi kurang pada balita di Puskesmas Binamu..

5. Tidak terdapat hubungan yang imunisasi dengan gizi buruk dan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Binamu.

6. Tidak terdapat hubungana antara BBLR dengan gizi buruk dan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Binamu.


57

Saran

Mengingat bahwa gizi buruk dan kurang pada anak balita mengganggu

ketahanan kesehatan tubuh dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan balita

maka disarankan kepada:

1. Pihak Puskesmas Binamu

a. Berdasarkan data-data yang didapatkan dari penelitian ini maka disarankan

kepada pihak Puskesmas untuk meningkatkan kegiatan monitoring dan penilaian

status gizi secara berkala oleh pos gizi, dan memberikan bimbingan konsultasi

gizi terhadap ibu balita yang dilakukan secara rutin pada tiap posyandu.

Mengingat bahwa anak balita sangat membutuhkan asupan kecukupan gizi

untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dan dapat memberikan

dampak positif dalam peningkatan keluarga sadar gizi.

b. Mengadakan penyuluhan kesehatan secara rutin dengan memasukkan materi

gizi berisi tentang kebiasaan makan sehari-hari, kebutuhan gizi yang seharusnya

dipenuhi, dan penjelasan tentang kandungan zat gizi pada makanan, sebagai

upaya pencegahan agar pola hidup bersih dan sehat, dan pola makan tercipta.

Sehingga dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit infeksi dan penyebaran

infeksi yang lebih luas.

2. Bagi Keluarga atau Ibu balita

a. Disarankan Ibu balita untuk lebih memperhatikan pola makan dan asupan

konsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak balita. Dalam

mengkonsumsi makanan sehari-hari biasakan dengan menu seimbang, yaitu nasi

lengkap dengan lauk-pauk, sayuran dan buah.

b. Sebaiknya ibu balita dengan anak gizi buruk dan gizi kurang lebih rajin

berkunjung ke puskesmas sehingga kondisi berat badannya dapat tepantau


58

dengan baik.

c. Sebaiknya orang tua balita lebih giat mencari informasi tentang merawat anak

balita dan pemberian makanan yang bergizi dan seimbang melalui petugas

kesehatan di posyandu, di puskesmas, maupun media masa atau media informasi

lainnya. Sehingga pengetahuan tentang gizi menjadi meningkat dan penyakit

infeksi pada anak tidak terjadi.

3. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain, apabila akan mengembangkan penelitian ini, disarankan untuk

meneliti faktor-faktor lain yang kemungkinan juga dapat mempengaruhi status gizi

pada balita.

4. Bagi instansi terkait

Diharapkan lebih banyak membuka lapangan kerja dan menurunkan tingkat

perekonomian utamanya pada masyarakat dikalangan rendah.

B. Keterbatasan

1. Data kelengkapan Imunisasi beberapa anak tidak tercatat oleh petugas

2. Data BBLR hanya didapatkan melalui Kuisioner

3. Banyaknya faktor yang memengaruhi kejadian gizi buruk

DAFTAR PUSTAKA
59

Alamsyah D, Muliawati R, 2013. Pilar dasar ilmu kesehatan masyarakat.

Yogyakarta: Nuha Medika. Hal 48-82.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2010.Retrieved

fromhttp://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/TabelRiskesd

as2010.pdf.

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Dirumah Sakit tahun 2009. Retrieved

fromhttp://www.searo.who.int/indonesia/documents/9789791947701-

buku-saku-kesehatan-anak-indonesia.pdf?ua=1

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2010. Gizi dan kesehatan

masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 46-77.

Departemen Kesehatan RI. Sistem kesehatan nasional. Jakarta. Retrieved

fromhttp://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/KEPMENKES_374-

2009_TTG_SKN-2009.pdf.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Retrieved

fromhttps://sulselprov.go.id/upload/files/BAB%20I,II%20&%20III,

%20IV.pdf

Hardiansyah, MS, Supariasa, I, D, N, 2016. Ilmu gizi teori dan aplikasi.

Jakarta : EGC. Hal 3.

Kementerian Kesehatan RI.Informasi Kementerian Kesehatan RI. Retrieved


58

fromhttp://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-

kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf

Kementerian Kesehatan RI.Informasi Kementerian Kesehatan RI. Retrieved

fromhttp://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/i

nfodatin-gizi.pdf.

Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar

antropometri penilaian status gizi anak. Retrieved

fromhttp://gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2012/11/buku-sk-

antropometri-2010.pdf.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman kader seri kesehatan anak. Retrieved

fromhttp://www.gizikia.depkes.go.id/wp-

content/uploads/downloads/2011/01/Buku-Kader-Seri-Kesehatan-

Anak.pdf.

Dhinul A, 2016. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada

Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontomarannu. Makassar: Hal 50-

55. Retrieved

fromhttp://repositori.uinalauddin.ac.id/4913/1/Muh.%20Dhinul

%20Almushawwir_opt.pdf

Nurul I, 2016. Hubungan Pola Asuh, Pola Makan Dan Penyakit Infeksi

Dengan Kejadian Gizi Buruk Pada Balita Di Kabupaten Magetan Tahun:

Magetan: Hal 6-7. Retrieved

fromhttp://eprints.ums.ac.id/44524/27/naskah%20publiaksi
%20NURUL.pdf
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan Dan Keserasian
Al-Qur'an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 79.
Mulyono.2009.KEDUDUKAN ILMU DAN BELAJAR DALAM
ISLAM.Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang;hal209

Notoatmodjo S, 2010. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Hal 23-34

Nengsi Uki dkk.2016. Hubungan Riwayat BBLR dengan Pertumbuhan

Balita. Cimahi.

Proverawati, Asfuah, 2011. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi

Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Hal 89-101.

Rahim, F, 2014. Faktor Risiko Underweight Balita Umur 7-59 Bulan.

Jurnal Kesehatan Masyarakat. Retrieved

fromhttp://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/28

38.

Sediaoetama A, 2009. Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I.

Jakarta: Dian Rakyat. Hal 37-56.

Suja’i Sarifandi: Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi

59
Lampiran
A. Hasil Uji Bivariat

1. Hubungan Variabel Pengetahuan dan Status Gizi

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan * Status Gizi 70 100.0% 0 0.0% 70 100.0%

Pengetahuan * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Gizi Buruk Gizi Baik Total

Pengetahuan Kurang Count 28 22 50

% of Total 40.0% 31.4% 71.4%

Baik Count 15 5 20

% of Total 21.4% 7.1% 28.6%


Total Count 43 27 70

% of Total 61.4% 38.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 2.177a 1 .140


b
Continuity Correction 1.449 1 .229
Likelihood Ratio 2.265 1 .132
Fisher's Exact Test .179 .113
Linear-by-Linear
2.145 1 .143
Association
N of Valid Cases 70

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.71.

b. Computed only for a 2x2 table

60
2. Hubungan Pendidikan Terakhir Ibu dan Status Gizi
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan Terakhir Ibu *


70 100.0% 0 0.0% 70 100.0%
Status Gizi

Pendidikan Terakhir Ibu * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Gizi Buruk Gizi Baik Total

Pendidikan Terakhir Ibu Rendah Count 16 17 33

% of Total 22.9% 24.3% 47.1%

Tinggi Count 27 10 37

% of Total 38.6% 14.3% 52.9%


Total Count 43 27 70

% of Total 61.4% 38.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 4.415a 1 .036


b
Continuity Correction 3.442 1 .064
Likelihood Ratio 4.452 1 .035
Fisher's Exact Test .050 .032
Linear-by-Linear
4.352 1 .037
Association
N of Valid Cases 70

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.73.
b. Computed only for a 2x2 table

3. Hubungan Pendapatan dan Status Gizi

61
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendapatan * Status Gizi 70 100.0% 0 0.0% 70 100.0%

Pendapatan * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Gizi Buruk Gizi Baik Total

Pendapatan Rendah Count 24 21 45

% of Total 34.3% 30.0% 64.3%

Tinggi Count 19 6 25

% of Total 27.1% 8.6% 35.7%


Total Count 43 27 70

% of Total 61.4% 38.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.485 1 .062
b
Continuity Correction 2.594 1 .107
Likelihood Ratio 3.614 1 .057
Fisher's Exact Test .076 .052
Linear-by-Linear
3.435 1 .064
Association
N of Valid Cases 70

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.64.
b. Computed only for a 2x2 table

4. Hubungan BBLR dan Status Gizi

62
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BBLR * Status Gizi 70 100.0% 0 0.0% 70 100.0%

BBLR * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Gizi Buruk Gizi Baik Total

BBLR Ya Count 3 3 6

% of Total 4.3% 4.3% 8.6%

Tidak Count 40 24 64

% of Total 57.1% 34.3% 91.4%


Total Count 43 27 70

% of Total 61.4% 38.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .362 1 .548
b
Continuity Correction .027 1 .871
Likelihood Ratio .353 1 .552
Fisher's Exact Test .670 .425
Linear-by-Linear
.357 1 .550
Association
N of Valid Cases 70

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.31.
b. Computed only for a 2x2 table

5. Hubungan Imunisasi dan Status Gizi

63
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Imunisasi * Status Gizi 70 100.0% 0 0.0% 70 100.0%

Imunisasi * Status Gizi Crosstabulation

Status Gizi

Gizi Buruk Gizi Baik Total

Imunisasi Tidak Lengkap Count 6 4 10

% of Total 8.6% 5.7% 14.3%

Lengkap Count 37 23 60

% of Total 52.9% 32.9% 85.7%


Total Count 43 27 70

% of Total 61.4% 38.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .010a 1 .920


Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .010 1 .920
Fisher's Exact Test 1.000 .591
Linear-by-Linear
.010 1 .921
Association
N of Valid Cases 70

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.86.
b. Computed only for a 2x2 table

B. Kuisioner
KUISIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

64
TERJADINYA GIZI BURUK PADA BALITA DI PUSKESMAS BINAMU

KECAMATAN BINAMU KABUPATEN JENEPONTO

SULAWESI SELATAN TAHUN 2019

Tujuan:

Kuisioner ini dirancang untuk mengidentifikasi: Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Terjadinya Gizi Buruk pada Balita di Puskesmas Binamu.

Petunjuk:

1. Beri tanda silang (X) pada kotak pertanyaan yang ibu/saudara anggap

benar.

2. Jika ibu/saudara salah mengisi jawaban, coret jawaban tersebut (#) dan

beri tanda silang (X) pada jawaban yang dianggap benar.

A. Identitas Ibu

1. Inisial Nama Responden :…………………………

2. Usia :…………………………

3. Agama :…………………………

4. Suku Bangsa :…………………………

5. Pendidikan Terakhir : ( ) Tamat SD

( ) Tamat SMP

( ) Tamat SMA

( ) Tamat Perguruan Tinggi (PT)

( )

Lainnya…………………………………..

65
6. Pekerjaan : ( ) Tidak Bekerja

( ) Bekerja

Jika bekerja disebutkan:

………………………

B. Pendapatan Kepala Keluarga: ( ) < Rp. 2.722.641

( ) ≥ Rp. 2.722.641

C. Data Identitas Anak

1. Nama Balita :

2. Jenis Kelamin : (Laki-Laki) / (Perempuan)

3. Umur : Bulan

4. Berat Badan : Kg

5. Tinggi Badan/Panjang Badan : cm

6. BBLR

7. Kelahiran di usia kehamilan bulan berapa :

D. Pengetahuan Ibu tentang Gizi Anak Balita

1. Menu makanan yang baik untuk anak adalah?

a. Nasi serta sayur-sayuran

b. Nasi, sayur, ikan, susu

c. Nasi, ikan, sayur, buah

d. Nasi, ikan, sayur, buah dan susu

2. Makanan yang termasuk sumber karbohidrat adalah?

a. Ikan dan ayam

66
b. Nasi dan ikan

c. Nasi dan ubi

d. Ubi dan sayur

3. makanan yang termasuk sumber protein adalah?

a. Ikan dan telur

b. Nasi dan ikan

c. Nasi dan ayam

d. Ubi dan sayur

4. Makanan yang termasuk sumber vitamin C adalah?

a. Nasi

b. Sayur bayam

c. Ikan laut

d. Buah jambu

5. Kandungan gizi terbesar dalam ikan adalah?

a. Karbohidrat

b. Protein

c. Mineral

d. Lemak

6.      Sebagai bagian dari suatu enzim, mempertahankan fungsi berbagai

jaringan, mempengaruhi pertumbuhan dan pembentuk sel baru, membantu

pembuatan zat tertentu dalam tubuh.

Hal tersebut diatas merupakan?

a. Fungsi protein

67
b. Fungsi lemak

c. Fungsi karbohidrat

d.Fungsi vitamin

 7. Memelihara keseimbangan asam tubuh, mengkatalisasi reaksi yang

bertalian dengan pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein serta

pembentukan lemak dan protein tubuh.

Hal tersebut diatas merupakan fungsi?

a. Fungsi mineral

b. Fungsi lemak

c. Fungsi karbohidrat

d. Fungsi vitamin

8.  Zat gizi yang diperlukan tubuh untuk membentuk sel-sel baru adalah?

a. Vitamin

b. Protein

c. Karbohidrat

d. Lemak

9. Kelebihan energi yang ada dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk?

a. Lemak

b. Otot

68
c. Kulit

d. Keringat

10.  Fungsi lemak dalam tubuh antara lain: kecuali?

a. Sebagai pembangun/pembentuk

b. Sebagai penangkal radikal bebas   

c. Penghasil asam lemak esensial

d. Pelarut Vit A,D,E dan K

69

Anda mungkin juga menyukai