Anda di halaman 1dari 146

i

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SITI FATIMAH PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2020

Oleh

ERNAWATI
18.13101.10.17

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2020
ii

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SITI FATIMAH PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2020

Tesis ini Diajukan Sebagai


Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh

ERNAWATI
18.13101.10.17

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2020

ii
iii
iv
v

ABSTRAK
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
Tesis, 21 Agustus 2020

Ernawati

Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah
Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020

(121 halaman, 15 tabel, 3 skema, 15 daftar ringkasan,7 lampiran)

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting obstetri berkaitan dengan
penyulit seperti lahir prematur, infeksi korionamnionitis dan sepsis yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas ibu. Beberapa faktor resiko yang mempengaruhi KPD seperti
paritas, usia, inkompetensi serviks, sefalopelvik disproporsi, infeksi genitalia, trauma,
riwayat KPD, kelainan letak, kehamilan ganda, hidramnion, pekerjaan dan defisiensi gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara paritas, usia ibu, status anemia
dan status pekerjaan dengan KPD.
Penelitian ini adalah analitik dengan desain penelitian cross sectional yang diambil
dengan teknik total sampling dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini dianalisis
dengan uji chi-square dan regresi logistik. Hasil uji chi-square menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara paritas ibu (p=0,000; OR=3.301), usia (p=0,000; OR=0.074), status
anemia (p=0,000; OR=3.817) dan status pekerjaan (p=0,000; OR=3.916) dengan kejadian
ketuban pecah dini. Hasil uji regresi logistik menunjukan bahwa status pekerjaan memiliki
nilai odds ratio tertinggi, yaitu 3.916.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kejadian ketuban pecah dini tahun 2020
berhubungan dengan paritas, usia, status anemia dan status pekerjaan, sedangkan status
pekerjaan memiliki pengaruh paling dominan terhadap kejadian ketuban pecah dini.

Kata kunci : Ketuban Pecah Dini, Paritas, Usia Ibu, Status Anemia, Status Pekerjaan

v
vi

ABSTRACT
BINA HUSADA COLLEGE OF HEALTH SCIENCES
MAGISTER OF HEALTH STUDY PROGRAM
Thesis, 21st August 2020

Ernawati

Analiysis Of Factors Associated With Premature Rupture Of Membranes At Rsud


Siti Fatimah South Sumatera Province In 2020

(121 pages, 15 tables, 3 charts, 15 summary list 7 appendices)

Premature rupture of membrane (PROM) was an important obstetric problem


associated with complication such as preterm birth, choriomnionitis infection, and sepsis,
which increased maternal morbidity and mortality. Several factors that influence PROM
such as parity, age, cervical incompetence, cephalopelvic disproportion, genital infection,
trauma, PROM history, position abnormalities, multiple pregnancy, hydramnion,
occupational, nutritional deficiency.
This study aimed to investigate the relation between maternal parity (p=0,000;
OR=3.301), age (p=0,000; OR=0.074), anemia status (p=0,000; OR=3.817) dan
occupational status (p=0,000; OR=3.916) with PROM. This study was an analytical
research with cross-sectional design which taken by total sampling technique from
secondary data. This study was analyzed with chi-square and logistic regression test. Chi-
square test results showed that there was a relation between parity, age, anemia status, and
occupational status with PROM. Logistic regression test results showed that occupational
status had highest odds ratio, that was 3.916.
The conclusion of this study was prevalence of PROM period at 2020 was related
to parity, age, status anemia, and occupational status, while occupational status had the
most dominant influence on prevalence of PROM.

Keyword : Premature rupture of membrane, Parity, Maternal Age, Anemia Status,


Occupational Status.

vi
vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Ernawati, STr.Keb


NPM : 18.13101.10.17
Tampat, Tanggal Lahir : Lubuklinggau, 22 Mei 1990
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Karyawan
Alamat Kantor : RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Alamat Rumah : Jl. Kolonel H. Burlian Kec Sukarami Palembang
Nama Orang Tua : Ayah (H. M. Japri), Ibu (Hj. Rosita (Almh)
Nama Suami : Yudi Sutrisno, SE, M.Si
Nama Anak : 1. Wahyuni Desta Lestari
2. Callista Zahra Aqila Putri
Email : ernawatimkes@gmail.com
Riwayat pendidikan :
1. SD Negeri 30 Lubuklinggau, Lulus tahun 2002
2. SMP Negeri 2 Lubuklinggau, Lulus tahun 2005
3. SMA Negeri 2 Lubuklinggau, Lulus tahun 2008
4. D-III AKBID ’Aisyiyah Palembang, Lulus tahun 2011
5. DIV Mitra Adiguna Palembang, tahun 2017
6. PPSKM STIK BinaHusada Palembang, 2018/2019
Judul Tesis : Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah
Dini Di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2020
Pembimbing : 1. Dr. Dianita Ekawati, SKM. M.Kes
2.Dr. Can. Akhmad Dwi Priyatno, S.Pd. M.Kes. HIMu

vii
viii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO

Kupersembahkan untuk
 Suamiku tersayang Yudi Sutrisno, SE. M.Si dan Buah hati kami(Wahyuni Desta Lestari dan
Callista Zahra Aqila Putri). Engkau anugerah terindah, dengan semangatnya memberikan
ridho, arahan, motivasi dan segalanya demi terselesainya tesis ini, semoga Allah Swt selalu
memberkahi dan melindungi kita, (amiin).
 Kedua orang tuaku Bak, emak (Almh) kusayangi, ibu dan emak selalu mensupportku dan
mendoakanku, semoga allah selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya kepada mereka
(amiien).
 Kedua orang mertuaku yang kusayangi, opa dan oma yang selalu mensupportku dan
mendoakanku. Semoga allah selalu melimphkan rahmat dan kasih sayangnya kepada mereka
(amien).
 All my sisters yang selalu Mendo’akan dan memberi semangat.
 All my friends PPSKM 2018/2019 yang selalu mensupport dan selalu mendukung untuk kita
bersama-sama maju sampai ke titik ini. Semoga kita bisa sukses bersama-sama.

MOTTO
 Long Life Education…!!!
 Sebaik-baik teman duduk sepanjang zaman adalah buku (Mahfudzot)
 Apa yang membuatku terus berjuang adalah tujuan (Muhammad Ali)

viii
ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamuaikum.Wr. Wb

Segala puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat mengikuti pendidikan di

Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat STIK Bina Husada Palembang dan dapat

menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik untuk

memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat.

Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan banyak terdapat

kekurangannya, sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaan tesis ini.

Selanjutnya Peneliti juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Amar Muntaha, SKM., M.Kes., selaku Ketua STIK Bina Husada Palembang.

2. Ibu Dr. Nani Sari Murni, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Pascasarjana Kesehatan

Masyarakat STIK Bina Husada Palembang.

3. Ibu Dr. Dianita Ekawati, SKM, M.Epid, selaku pembimbing I yang banyak memberikan

saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Dr. Can. Akhmad Dwi Priyatno, S.Pd, M.Kes, HIMu., selaku pembimbing II

yang banyak memberikan saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan Baik.

5. Ibu Hellen Evelina, SST, M.Keb selaku penguji tesis yang telah memberikan saran

sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan Baik.

ix
x

6. Ibu Dian Eka Anggreny, SKM, M.Kes, selaku penguji tesis yang telah memberikan

saran sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan Baik.

7. Bapak dr. Syamsuddin Sp.OG., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Derah Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan yang telah mengizinkan sebagai tempat penelitian.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan demi kelancaran penyusunan tesis ini,

yang tidak bisa peneliti sebutkan namanya satu persatu. Semoga segala bantuan dan

dorongan yang diberikan akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT,

Amin.

Peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

kesempurnaan tesis ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Palembang, 21 Agustus 2020

Peneliti

x
xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ......................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii
PANITIA SIDANG UJIAN TESIS ............................................................. iv
ABSTRAK.................................................................................................... v
ABSTRCT .................................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS .................................................................... vii
PERSEMBAHAN DAN MOTTO ............................................................... viii
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................ ix
DAFTAR ISI ..................... ............................................................................. xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR SKEMA ...................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ....................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 9
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 10
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................ 10
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 10
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 11
1.6 Ruang Lingkup Masalah ................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ketuban Pecah Dini ......................................................................... 13
2.1.1 Pengertian............................................................................ 13
2.1.2 Etiologi Ketuban Pecah Dini ................................................ 16
2.1.3 Gejala dan Tanda ................................................................. 18
2.1.4 Diagnosis Ketuban Pecah Dini ............................................. 18
2.1.5 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini ........................................ 21
2.1.6 Komplikasi Ketuban Pecah Dini .......................................... 23
2.1.7 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini ................................... 24
2.1.8 Pencegahan Ketuban Pecah Dini .......................................... 32
2.2 Konsep Dasar Persalinan ................................................................ 32
2.2.1 Faktor yang mempengaruhi persalinan ................................. 33

xi
xii

2.2.2 Pembagian Tahap Persalinan ............................................... 33


2.3 Faktor Resiko Ketuban Pecah Dini .................................................. 35
2.3.1 Gemelli ................................................................................ 35
2.3.2 Paritas.................................................................................. 36
2.3.3 Anemia ............................................................................... 41
2.3.4 Riwayat KPD Terdahulu ...................................................... 43
2.3.5 Umur .................................................................................. 44
2.3.6 Pekerjaan ............................................................................ 45
2.4 Landasan Teori ............................................................................... 47
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................ 48
2.6 Penelitian Terkait …………………………………………………… 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ............................................................................. 50
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 51
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 51
3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 51
3.5 Variabel dan Definisi Operasional .................................................... 52
3.6 Metode Pengolahan Data ................................................................. 53
3.7 Teknik Pengolahan Data …………………………………………… 54
3.8 Tehnik Analisis Data ………………………………………………. . 56

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 . Profil Rumah Sakit …………………………………………………. 57
4.2 . Analisa Univariat …………………………………………………… 76
4.3 . Analisa Bivariat …………………………………………………….. 78
4.4 . Analisa Multivariat …………………………………………………. 83
4.5 . Pembahasan ………………………………………………………… 75
4.6 . Implikasi hasil Penelitian …………………………………………… 98
4.7 . Keterbatasan Penelitian ……………………………………………... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ………………………………………………………….. 100
5.2 Saran ………………………………………………………………… 101

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Diagnosis Cairan Vagina .............................................................. .. 18

Tabel 2.2 Penatalaksanaan Pecah Dini .......................................................... 24

Tabel 2.3 Skor Serviks ................................................................................. 26

Tabel 3.1 Definisi Operasional ..................................................................... 52

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Paritas dengan kejadian KPD ........................ 76

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia dengan kejadian KPD ........................... 77

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Status Anemia dengan kejadian KPD............ 77

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan dengan kejadian KPD ........ 78

Tabel 4.5 Analisis Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian KPD ...... 78

Tabel 4.6 Analisis Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Kejadian KPD.......... 79

Tabel 4.7 Analisis Hubungan Antara Status Anemia Dengan Kejadian KPD 79

Tabel 4.8 Analisis Hubungan Antara Status Pekerjaan Dengan Kejadian KPD 80

Tabel 4.9 Hasil Analisa Bivariat Variabel Independen .................................. 80

Tabel 4.10 Hasil Analisa Model Pertama Hub Antara Variabel Dgn KPD ...... 81

Tabel 4.11 Hasil Analisis Model Akhir Multivariat ........................................ 82

xiii
xiv

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema2.1 Penatalaksanaan KPD ...................................................................... 31

Skema2.2 Kerangka Teori ................................................................................ 47

Skema2.3 Kerangka Konsep Penelitian ………………………………………… 48

xiv
xv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

WHO : World Health Organitation


AKI : Angka Kematian Ibu
AKB : Angka Kematian Bayi
ANC : Antenatal Care
KPD : Ketuban Pecah Dini
USG : Ultrasonografi
BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Hb : Hemoglobin
Studi retrospektif : Penelitian yang berusaha melihat kebelakang
Coding : Pengkodean
Cleaning : Pembersihan Data
Editing : Pengeditan Data
Entri : Pemasukan Data
Evaluation : Evaluasi
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
Univariat : Dilakukan analisis tiap variabel dari hasil penelitian
Bivariat : Analisis yang menunjukan hubungan antara satu
variabel indevenden dengan satu variabel dependen
Multivariat :Mengetahui pengaruh variabel dependen dengan
beberapa variabel independen yang diperkirakan
mempunyai pengaruh berdasarkan analisis
multivariat dapat diketahui variabel independen yang
mana yang paling dominan berpengaruh dengan
variabel dependen.

xv
xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat izin pendahuluan ke Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi

Sumater Selatan

Lampiran 2 : Surat izin penelitian ke Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi

Sumater Selatan

Lampiran 3 : Surat penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi

Sumater Selatan

Lampiran 4 : Master Tabel Penelitian

Lampiran 5 : Hasil penelitian analisa Univariat

Lampiran 6 : Hasil penelitian analisa Bivariat

Lampiran 7 : Hasil penelitian analisa Multivariat

xvi
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketuban pecah dini merupakan masalah kehamilan yang dapat mengakibatkan

berbagai komplikasi bahkan kematian ibu dan bayi. Ketuban pecah dini (KPD) atau

Premature Rupture of Membrane (PROM) merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban

sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut sebagai

ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of

Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan

perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstrasel amnion, korion

dan apoptosis membran janin. KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.

Komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu sehubungan dengan KPD ialah terjadinya

korioamnionitis dengan atau tanpa sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas

perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi. Risiko pada bayi dengan KPD ialah

kelahiran prematur dengan segala akibatnya yaitu infeksi, gawat janin, dan persalinan

traumatik. Bila masa laten >24 jam, maka angka kematian perinatal meningkat dan insiden

amnionitis meningkat >50% (Anjarwati, 2017).

Ketuban pecah dini sangat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.

Insidensi ketuban pecah dini terjadi 8- 10% pada semua kehamilan. (Prawirahardjo, 2016)

Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. (Marmy,dkk.

1
2

2012) Sekitar 30 – 40% persalinan prematur didahului oleh pecah ketuban. Komplikasi ini

merupakan faktor yang signifikan terhadap kemungkinan persalinan dan kelahiran

prematur. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam dan pada

kehamilan aterm 90% akan memulai persalinan dalam 24 jam setelah ketuban pecah

(Prawirahardjo, 2016).

Faktor penyebab ketuban pecah dini belum diketahui secara pasti, namun

kemungkinan disebabkan karena infeksi mpetensia, kelainan letak janin, paritas, riwayat

abortus atau ketuban pecah dini sebelumnya, ketegangan rahim yang berlebihan, ukuran

panggul yang sempit, aktivitas dan trauma yang di dapat seperti hubungan seksual

(Nugroho T, 2012).

Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu dilakukan secara

teratur. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan

anak selama kehamilan, persalinan dan nifas sehingga didapatkan ibu dan anak yang

sehat.Selain itu juga untuk mendeteksi dini adanya kelainan, komplikasi dan penyakit yang

biasanya dialami oleh ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah ataupun diobati.

Dengan demikian maka angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat berkurang

(Marmy dkk, 2012).

Komplikasi pada proses kehamilan, persalinan dan nifas juga merupakan salah

satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Komplikasi kebidanan adalah kesakitan

pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan atau janin dalam kandungan, baik langsung

maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat

mengancam jiwa ibu dan atau janin. Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan
3

kematian bayi maka dilakukan pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan.

Pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu hamil, bersalin

,atau nifas untuk memberikan perlindungan dan penanganan definitif sesuai standar oleh

tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Sutarjo, 2016).

KPD preterm masih merupakan masalah di dunia termasuk Indonesia dan

memerlukan perhatian yang besar, karena prevalensinya yang cukup tinggi. Menurut

Human Development Report (2010), angka kejadian KPD di dunia mencapai 12,3% dari

total angka persalinan, semuanya tersebar di negara berkembang di Asia Tenggara seperti

Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, dan Laos. Menurut World Health Organization

(WHO) angka kejadian KPD di dunia pada tahun 2013 sebanyak 50-60% (WHO, 2014).

KPD di Indonesia berkisar 4,4 – 7,6% dari seluruh kehamilan. Angka kejadian KPD

berkisar antara 3-18% yang terjadi pada kehamilan preterm, sedangkan pada kehamilan

aterm sekitar 8-10% (Human Development Report, 2010). Menurut WHO, kejadian KPD

di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 35% (WHO, 2014).

Ketuban pecah dini merupakan masalah yang masih banyak terjadi dalam

kebidanan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhinya dan faktor tersebut merupakan

faktor yang menjadi penyebab kematian ibu dan bayi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau

bersalin. Artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Mortalitas dan

morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah besar di negara

berkembang. Kematian wanita usia subur di negara miskin sekitar 25-50% disebabkan hal
4

yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor

utama mortalitas wanita usia muda pada masa puncak produktivitasnya (Saifuddin, 2014).

Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), di Indonesia terjadi sejak tahun 1991

sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun demikian, Sumber Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peningkatan Angka Kematian Ibu

(AKI) yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Angka

Kematian Ibu (AKI) kembali menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per

100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.

Meski di tahun 2015 sudah mengalami penurunan, tetap saja angka kematian ibu lebih

tinggi dibandingkan penury unan Angka Kematian Ibu (AKI) di tahun 2007 yaitu 228

kematian (Sutarjo, 2016).

Angka Kematian Ibu menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu

penyebab kematian yang terkait dengan gangguan kehamilan atau peranannya selama

kehamilan, melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan). Berdasarkan hasil

Survei Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Provinsi Sumatera Utara dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara tahun 2010 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu Sumatera Utara sebesar 268

per Kelahiran Hidup. Berdasarkan estimisi Angka Kematian Ibu tidak mengalami

penurunan sampai tahun 2013.

Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi

penting karena kematian neonatal memberi konstribusi terhadap 59% kematian bayi.

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka
5

Kematian Neonatal (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Angka

ini sama dengan Angka Kematian Neonatal (AKN) berdasarkan SDKI tahun 2007 dan

hanya menurun 1 poin di banding SDKI tahun 2002/2003 yaitu 20 per1.000 kelahiran

hidup. Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan

yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia,

tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan,

dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada

pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Komplikasi yang menjadi

penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi

Indonesia merupakan Negara dengan Angka Kematian Ibu tertinggi di ASIA

yaitu nomor 3 di ASEAN. Sedangkan untuk Angka Kematian Bayi, Indonesia merupakan

negara dengan Angka Kematian Bayi tertinggi nomor 4 di ASEAN. Salah satu

penyumbang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi adalah ketuban pecah dini.

Ketuban pecah dini dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan bayinya sampai

pada kematian.

Dari hasil penelitian Eka Purwanti “Faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2014”

Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini diRSUD Ungaran,

Kabupaten Semarang 2014 Berdasarkan uji Chi Square didapatpvalue 0,030. Oleh karena

p-value = 0,030 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas

dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di ruang rawat inap kebidanan RSUD

Ungaran. Untuk ibu bersalin multipara yang mengalami KPD yaitu 17 responden (16,9%).
6

Pada ibu bersalin multipara tidak terlalu rentan untuk mengalami ketuban pecah dini,

karena kekuatan dari serviks masih bagus. Faktanya di RSUD Ungaran Kabupaten

Semarang tahun 2014 masih terdapat ibu multipara yang mengalami KPD, hal ini

dikarenakan pada ibu bersalin multipara akan mempengaruhi proses embriogenesis

sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan ketuban

mudah pecah (Eka Purwanti, 2014).

Dari hasil penelitian Revalthi, dkk, Insiden PROM adalah (7.86%). pada

kelompok sosial ekonomi rendah sebanyak (62%), lebih tinggi dari kejadian kelompok

sosial ekonomi tinggi yaitu sebanyak (10%).(17%) kejadian KPD memiliki riwayat abortus,

20% kasus KPD memiliki riwayat KPD pada kehamilan sebelumnya, 10% memiliki

riwayat kelahiran premature karena KPD. 15 kasus memiliki riwayat koitus 48 jam sebelum

KPD. Diantara 52 primigravida, 27 persalinandilakukan secara pervaginam, 6 persalinan

dengan vakum atau forceps dan 19 kasus persalinan dilakukan secara seksio sesarea.

Diantara 48 multigravida, 34 kasus persalinan dilakukan secara pervaginam, 14 kasus

dengan vakum dan 10 kasus dilakukan persalinan dengan cara seksio sesarea. Diantara 100

kasus dengan KPD, 10 kasus yang diambil untuk operasi darurat adalah pada kehamilan

malpresentasi dan oligohidramnion. Indikasi seksio sesarea yaitu pada keadaan gawat janin

(24,13%), oligohidramnion (17,24%), persalinan macet (41,37%), letak lintan (3,44%),

sungsang (13,79%), komplikasi pada ibu termasuk korioamnionitis (4%), infeksi (22%),

solusio placenta (2%), dan infeksi luka (14%). 82 neonatus lahir dengan apgar >5 dan 18

neonatus lahir dengan apgar <5. Penyebab morbiditas perinatal yaitu asfiksia lahir (2%),

hiperbilirubrnrmia (2%), septicemia (10%), meningitis (1%), dan pneumonia (5%).


7

Penyebab kematian perinatal yaitu septicemia (1%), meningitis (10%), pneumonia (2%)

dan asfiksia lahir (1%) (Revalthy dkk, 2015).

Dari hasil penelitian Suriani Tahir, dkk hasil analisis data menunjukkan bahwa

rasio mengalami KPD pada ibu yang pekerjaannya menyebabkan kelelahan dan lama

kerja>3 jam/hari adalah 3,6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang bekerja tidak kelelahan

dan lama kerja ≤3 jam/hari, dan juga merupakan faktor yang paling dominan terhadap KPD

(wald=18,94). Ibu yang pernah mengalami KPD berisiko 4,7kali lebih besar dibandingkan

yang tidak pernah mengalami, ibu yang hamil kembar berisiko 3,0 kali lebih besar

dibandingkan yang tidak hamil kembar. Adapun jumlah paritas bukan merupakan faktor

risiko walaupun paritas ≤1 dan >3 berisiko 1,5 kali lebih besar dibandingkan paritas 2-

3,dan status hubungan seksual merupakan faktor protektif terhadap ketuban pecah dini

(Tahir, 2017).

Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan adalah rumah

sakit milik pemerintah provinsi sumatera selatan tipe B bintang lima (Paripurna) yang

memberikan pelayanan yang juga menampung pelayanan rujukan provinsi dari rumah sakit

tipe C di seluruh wilayah provinsi sumatera selatan, puskesmas dan bidan praktik swasta.

Berdasarkan survei pendahuluan penelitian yang dilakukan dengan melihat data persalinan

yang diambil 30 kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera

Selatan, diketahui semua persalinan dilakukan dengan induksi dan seksio sesarea.

Persalinan dengan KPD banyak terjadi pada ibu usia 21 sampai 35 tahun yaitu sebanyak 45

orang. Persalinan ketuban pecah dini banyak terdapat pada ibu primi yaitu sebanyak 25
8

orang. Begitu pula dari status pekerjaan, ibu yang statusnya bekerja lebih besar risiko

mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 35 orang.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini

dengan melakukan pengamatan pada ibu anak pertama dengan usia ibu 21 sampai 35

tahun. Begitu pula saat saya mendatangi rumah sakit, saya melihat bahwasannya ibu yang

mengalami ketuban pecah dini dominan ibu dengan anak pertama daripada ibu yang sudah

memiliki beberapa anak. Begitu pula dengan beberapa faktor lainnya seperti faktor

pekerjaan, ibu yang statusnya bekerja lebih banyak yang mengalami ketuban pecah dini

dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Pada faktor usia, ibu yang mengalami

ketuban pecah dini mengalami ketuban pecah dini banyak terdapat pada usia ibu 21 sampai

35 tahun. Berdasarkan dari hal itu saya ingin melihat apakah hal tersebut berpengaruh

terhadap kejadian ketuban pecah dini.

Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit

Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

1.2 Rumusan Masalah

Dari data uraian di atas secara nasional masih tingginya angka kematian ibu (AKI)

berkisar 305 per 100.000 menurut Survei Angka Sensus (Supas) tahun 2015. Angka

Kematian Ibu di rumah sakit 77%, di rumah 15,6%, di perjalanan ke fasilitas pelayanan

kesehatan 4,1%, di fasilitas kesehatan lainnya 2,5% dan kematian ibu di tempat lainnya

sebanyak 0,8%. sehingga target MDG’s di tahun 2015 belum sesuai dengan target yang
9

harapkan, kejadian tersebut salah satu penyebab utama pada Neonatal dengan komplikasi

adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan

dan atau kematian. Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia,

bayi berat lahir rendah, dan infeksi Komplikasi yang menjadi penyebab kematian

terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi.

Dari hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa masih tinggi angka

kejadian kasus Ketuban Pecah Dini dan terdapat ada hubungan yang signifikan ataupun

ada pengaruh antara faktor predisposisi penyebab ketuban pecah dini yaitu paritas, status

anemia, usia ibu, status pekerjaan. Sehingga penelitian ini dapat dirumuskan masalah

“Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum

Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020?”

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang ada, maka yang menjadi pertanyaan :

1. Bagaimana distribusi frekuensi paritas, usia, status anemia dan status pekerjaan

dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

Tahun 2020?

2. Bagaimana analisis hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini diRSUD

Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020?

3. Bagaimana analisis hubungan usia dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020?


10

4. Bagaimana analisis hubungan status anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020?

5. Bagaimana analisis hubungan status pekerjaan dengan kejadian ketuban pecah dini di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020?

6. Apa faktor dominan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2020?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji distribusi frekuensi paritas, usia, status anemia dan status pekerjaan

dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2020.

2. Menganalisis hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

3. Menganalisis hubungan usia dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

4. Menganalisis hubungan status anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.


11

5. Menganalisis hubungan status pekerjaan dengan kejadian ketuban pecah dini di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

6. Menganalisis faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian ketuban pecah

dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat secara teoritis maupun

secara praktis.

1.5.1 Secara Teoritis

1. Bagi Penulis

Untuk menerapkan teori-teori dan pengetahuan yang didapat di bangku

kuliah ke dalam masalah yang sebenarnya terjadi pada suatu instansi atau

Rumah Sakit.

2. Bagi Akademik

Digunakan sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi penelitian lain

yang berminat mengembangkan topik bahasan ini dan melakukan penelitian

lebih lanjut.

1.5.2 Secara Praktis

1. Bagi Manajemen Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan dan informasi yang

berharga bagi Rumah Sakit mengenai ketuban pecah dini.


12

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat menjadi informasi bagi masyarakat mengenai faktor

risiko kejadian Ketuban Pecah Dini sehingga dapat bertindak segera ketika

terjadi kelainan pada kehamilan.

1.6 Ruang Lingkup

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, maka ruang lingkup

penelitian ini dibatasi pada analisis faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini dan

pada ibu-ibu yang melahirkan dengan riwayat ketuban pecah dini, jenis penelitian ini

adalah deskriptif analitik, data yang diambil merupakan data sekunder (rekam medis dan

status pasien) dengan metode yang digunakan cross sectional.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketuban Pecah Dini

2.1.1 Pengertian Ketuban pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia 37 minggu disebut

ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10%

perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini

prematur terjadi pada 2% kehamilan (Prawirahardjo S, 2016).

Ketuban pecah prematur dini (KPPD, PPROM = Preterm Premature

Rupture of Membrane) adalah terminologi yang digunakan untuk menjelaskan

ruptur spontan ketuban janin sebelum persalinan (prematur) dan sebelum cukup

bulan (preterm). Faktor risiko yang diketahui yang diketahui untuk ketuban pecah

dini termasuk kelahiran preterm sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi,

janin multipel dan solusio plasenta (Kennet J dkk, 2016).

Pecah ketuban sebelum persalinan adalah pecahnya ketuban sebelum

persalinan dimulai. Pecahnya ketuban sebelum persalinan dapat terjadi pada janin

imatur (prematur atau gestasi kurang dari 37 minggu) maupun janin matur (aterm)

(Handayani, S. 2012).

Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of the Membranes (PROM)

adalah pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan/sebelum inpartu,

13
14

pada pembukaan <4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan

maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini preterm adalah

ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah dini yang

memanjang adalah ketuban pecah dini yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum

waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang

berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai konstribusi yang

besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan

ketuban pecah dini pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek,

bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas (Nugroho T.

2012).

Ketuban Pecah Dini (KPD) atau Ketuban Pecah Sebelum Waktunya

(KPSW) atau Ketuban Pecah Prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan

lahir/vagina sebelum proses persalinan. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya

membran khorio - amniotik sebelum proses persalinan atau disebut juga

Premature Rupture of Membrane (PROM). Ketuban pecah prematur pada preterm

yaitu pecahnya membran chorio - amniotik sebelum proses persalinan pada usia

kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture of

Membrane (PPROM) (Marmi, Suryaningsih. 2015).

Ketuban pecah dini (Premature Rupture Of The Membrane) ada

bermacam-macam batasan teori atau definisi, yaitu:


15

1. Ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu yaitu pecahnya

ketuban sebelum tanda-tanda persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum

dimulainya tanda-tanda persalinan ( Marmi, 2015).

2. Ada yang mengatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I,

misalnya pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu apabila selaput ketuban

pecah saat pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dari pada multi kurang

dari 5 cm (Prawirahardjo, 2016).

3. Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada

sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William, 2015).

4. Ada yang mengatakan dari usia kehamilan, misalnya keluar cairan berupa

air-air dari vagina setelah usia kehamilan berusia 22 minggu dan sebelum

proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm

sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifuddin, 2014).

5. Ketuban dinyatakan pecah bila terjadi sebelum proses persalinan

berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya

kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua

faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi

yang dapat berasal dari vagina serviks (prawirahardjo, 2016).

6. Ruptur Kantung air (RKK) 12 jam atau lebih sebelum awitan persalinan.

Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat

terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak

(Maryunani, 2015).
16

Air ketuban berfungsi untuk memberi ruang kepada janin untuk bergerak sehingga

tidak terjadi flaksi ditasototekstrimitas dan berkembangnya paru. Pada kehamilan

preterm pecahnya ketuban akan merangsang persalinan dan kelahiran (50%

persalinan preterm dengan KPD akan berakhir dengan kelahiran).

2.1.2 Etiologi Ketuban Pecah Dini

Walaupun banyak publikasi tentang Ketuban Pecah Dini, namun penyebab

sebelumnya belum diketahui dan tidak dapat di tentukan secara pasti. Beberapa

laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan Ketuban Pecah

Dini, namun faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang

menjadi faktor presdisposisi yaitu :

1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban biasa menyebabkan terjadinya ketuban

pecah dini.

2. Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan

pada serviks uteri (akibat persalinan dan kuretase). Serviks yang tidak

mengalami kontraksi atau inkompeten sering menyebabkan kehilangan

kehamilan pada trimester kedua, hal ini juga dapat menyebabkan ketuban pecah

dini oleh karena serviks yang telah membuka

3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion dan gemelli, hal ini dapat

menyebabkan peregangan yang berlebihan dari selaput ketuban sehingga mudah

sobek.
17

4. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun

amniosintesis menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini karena biasanya

disertai infeksi.

5. Kelainan letak, misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.

6. Keadaan sosial ekonomi

7. Faktor lain:

1) Faktor golongan darah akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai

dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit

ketuban.

2) Faktor disproporsi antara kepala janin dan panggul ibu

(sevalopelvicdisproporsi).

3) Faktor multi graviditas, dimana pada kehamilan yang terlalu sering akan

mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang

terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah

sebelum ada tanda-tanda inpartu. Paritas yang tinggi dapat mengakibatkan

ketuban pecah dini dikarenakan selaput ketuban yang terbentuk semakin

tipis sedangkan ibu primipara juga rentan terhadap ketuban pecah dini akibat

stres saat kehamilan karena merupakan pengalaman pertama.

4) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C) (Nugroho T,

2012)
18

2.1.3 Gejala Dan Tanda

1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina

2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak mungkin cairan

tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna

merah.

3. Jika duduk atau berdiri, kepala lainnya yang sudah terletak di biasanya

mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.

4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri parut, denyut jantung janin

bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.(Nita ND, 2015)

2.1.4 Diagnosis Ketuban Pecah Dini

Tabel 2.1
Diagnosis cairan vagina

Gejala dan tanda Gejala dan tanda kadang- Diagnosis


selalu Ada kadang ada Kemungkinan

 Keluar cairan • Ketuban pecah tiba-tiba Ketuban pecah


ketuban • Cairan tampak di introitus Dini
 Cairan vagina • Tidak ada his dalam 1 jam
berbau
 Demam/menggigil • Riwayat keluarnya cairan Amnionitis
 Nyeri perut • Uterus nyeri
• Denyut jantung janin
cepat
 Cairan vagina • Perdarahan pervaginam Vaginitis
 Berdarah Sedikit
 Tidak ada • Gatal
riwayat Ketuban • Keputihan
Pecah • Nyeri perut
• Disuria
19

 Cairan  Nyeri perut Perdarahan


 vagina  Gerak janin berkurang Antepartum
 Berdarah  Perdarahan banyak
 Cairan berupa  Pembukaan dan Awal persalinan
darah pendataran serviks aterm atau preterm
 Lendir  Ada HIS
(Saifuddin, 2014)

Menegakkan diagnosa Ketuban Pecah Dini secara tepat sangat penting.

karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan

bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya.

Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin

mempunyai risiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya.

Oleh karena itu, di perlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa Ketuban Pecah

Dini di tegakkan dengan cara:

1. Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak

secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas dan perlu diperhatikan

warna, keluarnya cairan sebelum ada his atau his belum teratur dan belum ada

pengeluran lendir darah.

2. Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila

ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan

lebih jelas.
20

3. Pemeriksaan dengan spekulum

Pemeriksaan dengan spekulum pada Ketuban Pecah Dini akan tampak keluar

cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), apabila belum juga tampak keluar

maka fundus uteri di tekan, penderita di minta batuk, mengejan atau

mengadakan manuvover valsava atau bagian terendah digoyangkan, akan

tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks anterior.

4. Pemeriksaan dalam

Didapat cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan toucher perlu di pertimbangkan,

pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu

diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari

pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang

normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi pathogen.

Pemeriksaan dalam vagina yang dilakukan apabila ketuban pecah dini yang

sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan di batasi

sedikit mungkin.

5. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini

1) Pemeriksaan Laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi, bau

dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban

mungkin juga urin atau sekret vagina.


21

(1) Tes lakmus (tes nitrazin) yaitu jika kertas lakmus merah berubah

menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan yang bersifat basa

menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5

darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

(2) Mikroskopik (tes pakis) yaitu memasang speculum steril

menggunakan kapas lidi untuk mengumpulkan specimen, baik dari

cairan vorniks vagina posterior maupun cairan dari orifisium

serviks karena lendir serviks juga berbentuk pakis, hapus specimen

pada objek mikroskop dan biarkan seluruhnya kering minimal 10

menit kemudian lihat di bawah mikroskop untuk memeriksa pola

pakis.

2) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan

ketuban yang sedikit (Nugroho T, 2012).

2.1.5 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini

Mekanisme terjadinya Ketuban Pecah Dini yaitu :

1) Terjadinya pembukaan prematur serviks

2) Membran terkait dengan pembukaan terjadi :

(1) Devaskularisasi

(2) Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

(3) Jaringan ikat yang menyanggah membran ketuban makin berkurang


22

(4) Melemahnya daya tahan ketuban di percepat dengan infeksi yang

mengeluarkan enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu

terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan

karena seluruh selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas

kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor risiko untuk

terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah:

(1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

(2) Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu

persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi

proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi

proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi

proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana

terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga

selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada


23

hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan gerakan janin. Pada

trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Ketuban pecah

dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal,

misalnya infeksi menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi

pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio placenta. (Prawirahardjo S, 2016)

2.1.6 Komplikasi Pada Ketuban Pecah Dini

Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini berpengaruh terhadap

ibu dan janin :

1) Terhadap ibu

(1) Infeksi intrapartal/ dalam persalinan

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan

sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka

morbiditas dan mortalitas.

(2) Infeksi puerperalis/masa nifas

(3) Dry labour/partus lama

(4) Perdarahan postpartum

(5) Meningkatnya tindakan operatif obstetrik (khususnya SC)

(6) Mordibitas dan mortalitas maternal

2) Terhadap Janin

3) Prematuritas
24

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah

respiratory distress syndrome, hypothermia, neonatal feedingproblem,

hyperbilirubenemia, anemia, sepsis

4) Prolaps funiculli/penurunan tali pusat

5) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)

Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/partus, lama,

apgar skor rendah, ensefalopaty, perdarahan intrakranial, respiratory distress.

6) Sindrom deformitas janin

7) Mordibitas dan mortalitas perinatal. (Marmi, Suryaningsih. 2015)

2.1.7 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

1. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini I

Tabel 2.2
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Ketuban Pecah Dini


< 37 Minggu ≥ 37 Minggu
Infeksi Tidak ada infeksi infeksi Tidak ada
Infeksi

Berikan penicillin, Amoksisillin+eritro Berikan penisilin, Lahirkan


Gentamicin dan misin untuk 7 hari gentamicin dan Bayi
Metronidazole Steroid untuk metronidazole
Lahirkan bayi pematangan Paru Lahirkan bayi
Antibiotic Setelah Persalinan
Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi
Stop antibiotic Lanjutkan untuk 24-48 Penisilin atau ampisillin
jam setelah bebas panas
(Saifuddin, 2014)

1) Konservatif

(1) Rawat di rumah sakit dengan tirah baring.


25

(2) Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak

tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari)

(3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, di rawat selama air ketuban

masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.

(4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu tidak ada infeksi,

tes busa negatif berikan dexametason, observasi tanda-tanda infeksi

dan kesejahteraan janin. Terminasi pada umur kehamilan 37

minggu.

(5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,

berikan tokolitik (salbutamol), dexametason, dan induksi sesudah

24 jam.

(6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotik dan

lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-

tanda infeksi intra uterin).

(7) Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu

kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar

lesitin dan spingo\mielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg

sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason I.M 5 mg setiap 6

jam sebanyak 4 kal

2) Aktif
26

(1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal

seksio sesarea dapat pula di berikan misoprostol 25-50 mg

intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

(2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan

persalinan diakhiri jika :

a) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian

induksi Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio

sesarea.

b) Bila skor pelvik > 5, Induksi persalinan partus pervaginam

3) Skor Serviks

Table 2.3
Skor Serviks (BISHOP)

Skor Skor Skor Skor

Faktor 0 1 2 3
Pembukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 <5
Panjang serviks (cm) <4 3-4 1-2 <1
Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak -
Posisi Posterior Tengah Anterior -

(1) Skor/nilai Bishop adalah suatu cara untuk menilai kematangan

serviks dan responnya terhadap suatu induksi persalinan, karena

telah diketahui bahwa serviks dengan skor Bhisop rendah (artinya

serviks belum matang) memberikan angka kegagalan yang lebih

tinggi dibanding serviks yang matang.

(2) Kondisi yang dinilai dari serviks, antara lain:


27

1. Pembukaan (dilatation)

2. Pendataran (effacement)

3. Konsistensi (consistency)

4. Posisi ostium uteri (position)

2. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini II

Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba tentang penatalaksanaan ketuban

pecah dini adalah :

1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas

paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang

sehat.

2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu

sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas.

3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan

berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga

kematangan paru janin dapat terjamin.

4) Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat

janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,

dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.

5) Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga

sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin

dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin

harus mengorbankan janinnya.


28

6) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur

distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk

melakukan pemeriksaan kematangan paru.

7) Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-

24 jam bila tidak terjadi his spontan. (Manuaba, 2014)

3. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini III

1) Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada Umur kehamilan

dan tanda infeksi.

2) Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan ketuban

pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang berumur >37 minggu

dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil risiko infeksi

intera uterin.

3) Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya

pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan

dalam). Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan

seksio sesarea (SC) ataupun partus pervaginam.

4) Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan

apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu

mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas

perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan,

fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan

kemampuan finansial keluarga.


29

5) Untuk usia kehamilan < 37 minggu dilakukan penanganan konservatif

dengan mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur.

6) Untuk usia kehamilan 37 minggu atau lebih dilakukan terminasi dan

pemberian profilaksis streptococcus grup B. untuk kehamilan 34-36

minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm.

7) Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan

konservatif/expectan manajemen kecuali jika paru-paru sudah matur

(maka perlu dilakukan tes pematangan paru), profilaksis streptokokkus

grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus namun

direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.

8) Untuk previabel aterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan

tindakan konservatif, pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single

course kortikosteroid, tokolisis (belum ada konsensus), dan pemberian

antibiotik selama fase laten (jika ada kontra indikasi)

9) Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu) lakukan

konseling pasien dan keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi

persalinan, tidak direkomendasikan profilaksis streptokokkus grup B dan

kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena belum ada

data untuk pemberian yang lama.

10) Rekomendasi klinik untuk PROM, yaitu pemberian antibiotik karena

periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus diberikan antara 24-

32 minggu (untuk mencegah terjadinya risiko perdarahan intraventrikuler,


30

respiratory distress syndrome dan necrotizing examination), tidak boleh

dilakukan digital cervical examination jadi pilihannya adalah dengan

spekulum, tokolisis untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan

sedangkan untuk jangka pendek dapat dipertimbangkan untuk

memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan transportasi

maternal, pemberian kortikosteroid 34 minggu dan pemberian multiple

course tidak direkomendasikan.

11) Pematangan paru dilakukan dengan pemberian kortikosteroid yaitu

deksamethasone 2x6 mg (2 hari) atau betamethasone 1x12 mg (2hari).

12) Tindakan epitelisasi masih kontroversial, walaupun vitamin c terbukti

berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah dini terutama dalam

metabolisme kolagen untuk maintenance integritas membran korio-

amniotik, namun tidak terbukti menimbulkan epitelisasi lagi setelah

terjadi PROM.

13) Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis,

terdapat tanda-tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan

pertimbangan antara usia kehamilan, lamanya ketuban pecah dan risiko

menunda persalinan.

14) Ketuban pecah dini pada kehamilan 37 minggu tanpa infeksi, berikan

antibiotik eritromicin 3x250 mg, amoksisillin 3x500 mg dan kortisteroid.

15) Ketuban Pecah Dini pada usia kehamilan > 37 minggu tanpa infeksi

(ketuban pecah <6 jam) berikan ampisillin 2x1 gr IV dan penicillin G 4x2
31

juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin,

jika serviks tidak matang lakukan seksio sesar.

16) Ketuban Pecah Dini dengan infeksi (kehamilan <37 minggu ataupun >37

minggu, berikan antibiotik ampisillin 4x2 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB,

jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika

serviks tidak matang lakukan seksio sesarea (Marmi, 2015).

KETUBAN PECAH
MASUK RUMAH
SAKIT
Antibiotik KEHAMILAN ATERM
Batasi pemeriksaan dalam
Observasi tanda infeksi dan
distress janin
HAMIL PREMATUR KELAINAN OBSTETRI LETAK KEPALA
 Observasi  Distress Janin
 Suhu Rektal  Letak Sungsang
 Distress Janin  CPD
INDIKASI INDUKSI
 Kortikosteroid  Grandemultipara
 Elderly Primigravida  Infeksi
 Infertilitas  Waktu
 Persalinan Obstruksi

GAGAL INDUKSI BERHASIL


SECTIO CESSAREA  Reaksi uterus tidak ada Persalinan Vaginal
 Kelainan LetKep
 Fase Laten dan Aktif
Memanjang
 Distress Janin
 Rupture Uteri Imminens
(Marmi, 2015)
 Ternyata CPD
Skema 2.1 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
32

2.1.7 Pencegahan Ketuban Pecah Dini

Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti

cukup efektif. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal

triwulan ketiga dianjurkan. Ada 3 macam bentuk solusio berdasarkan jumlah plasenta

yang terlepas, bila plasenta terlepas seluruhnya disebut solusio plasenta totalis. Bila

sebagian disebut solusio plasenta parsialis. Dan bila hanya sebagian kecil pinggir

plasenta disebut ruptura sinus marginalis.

Perdarahan yang terjadi pada solusio tidak selalu terlihat dari luar. Pada

kasus yang jarang, darah dapat tidak mengalir, tetapi tertahan diantara bagian

plasenta yang lepaas dan uterus sehingga terjadi perdarahan tersembunyi. Bahkan

perdarahan dapat menembus selaput ketuban lalu masuk ke dalam kantong ketuban

(Manuaba, 2014).

2.2 Konsep Dasar Persalinan

Menurut Sarwono persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42minggu) lahir spontan dengan

presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada

ibu maupun janin. Menurut Saifuddin, persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil

konsepsi (janin dan uri), yang dapat hidup ke dunia dan diluar rahim melalui jalan lahir

atau dengan jalan jalan lain. Berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

persalinan adalah pengeluaran janin dan uri yang cukup bulan atau hampir cukup bulan

dan dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain.
33

2.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan:

1) Power

(1) His atau kontraksi otot rahim

(2) Kontraksi otot dinding perut

(3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan

(4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotundum

2) Passage

3) Passanger

Janin dan plasenta

2.2.2 Pembagian Tahap Persalinan

1) Kala I atau Kala Pembukaan Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir

bercampur darah atau bloodshow, karena serviks mulai membuka atau dilatasi

dan mendatar efficement. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler

sekitar 4 Jurnal Midpro, kanalis servikaslis karena pergeseran ketika serviks

mendatar dan membuka. Kala pembukaan dibagi atas 2 fase yaitu :

(1) Fase laten. Pembukaan serviks berlangsung lambat, sapaipembukaan 3

cm berlangsung dalam 7-8 jam.

(2) Fase aktif. Berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 sub fase :

a. Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.

b. Periode dilatasi maksimal atau steady : selama 2 jam pembukaan

berlangsung cepat menjadi 9 cm.


34

c. Periode deselerasi : berlangsung lambat, waktu 2 jam, pembukaan jadi

10 cm atau lengkap.

2) Kala II atau kala pengeluaran janin. Pada pengeluaran janin, his terkoordinir,

kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun

masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan otot dasar panggul yang

secara reflekstoris menimbulkan mengedan. Karena tekanan pada rektum, Ibu

merasa seperti mau buang air besar, dengan tanda anus terbuka pada waktu his,

kepala janin mulai kelihatan. Vulva membuka dan perinium menegang dengan

his, mengedan yang terpimpin akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan

janin. Kala II pada primi 1 ½ - 2 jam dan pada multi ½ - 1 jam.

3) Kala III atau Kala pengeluaran uri. Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat

sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi

plasenta yang tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his

pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta

terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan ataudengan sedikit

dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri seluruh proses biasanya

berlangsung 5-10 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai

dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.

4) Kala IV atau Kala pengawasan. Adalah kala selama 1 jam setelah bayi dan uri

lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post

partum. Pada saat proses persalinan berlangsung, ada beberapa faktor yang

harus diamati, diawasi oleh tenaga kesehatan (bidan dan dokter) yaitu nyeri,
35

lama pembukaan, lama meneran, robekan perinium, lama pelepasan plasenta

dan volume perdarahan (Aisyah, 2013).

2.3 Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini

2.3.1 Gemelli

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada

kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan

adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya

berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil

sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput

ketuban tipis dan mudah pecah (Saffaruddin,2014).

Suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus.

Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau

apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini hingga membentuk dua embrio

yang sama pada stadium massa sel dalam atau lebih awal (Nugraha,2012).

Ketuban yang ada di dalam rahim ibu memang disediakan untuk satu orang

janin saja, namun ada pula kemungkinan terjadinya anak kembar. Maka terjadinya

hamil kembar ini memicu risiko air ketuban pecah sebelum waktunya. Sebab selaput

akan terdorong, dan ada kemungkinan besar untuk luruh dan keluar. Inilah sebabnya

mengapa hamil kembar memiliki risiko 2x lipat lebih besar dari pada hamil yang

hanya 1 janin saja. Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih tinggi
36

terhadap ibu dan janin, salah satunya berisiko terjadi Ketuban Pecah Dini (Marmi,

2015).

Pada kehamilan ganda terjadi regangan uterus yang disebabkan oleh ukuran

janin, air ketuban dan plasenta, serta komplikasi saat inpartu dapat menyebabkan

ketuban pecah dini atau pada saat pembukaan kecil. Semakin banyak cairan amnion,

maka selaput ketuban semakin tipis, rapuh dan mudah pecah (Notoadmojo,2013).

Dari hasil penelitian Nurul, faktor gemelli menunjukkan bahwa sebanyak 4

responden (3,2%) sedangkan yang tidak mengalami gemeli sebanyak 121 (96,8%)

dari total keseluruhan 125 responden. Dari 4 reponden tersebut mencakup

keseluruhan kelahiran, yang menunjukkan semua gemeli mengalami ketuban pecah

dini. Hal ini sejalan dengan teori dari Varney yang menyatakan wanita dengan

kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami KPD. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang dapat memungkinkan

ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu selaput ketuban dapat pecah secara tiba-

tiba yang dapat diidentifikasi sebagai ketuban pecah dini (Sugiyono, 2014).

2.3.2 Paritas

Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang

dilahirkan. Paritas anak kedua dan anak ketiga merupakan paritas yang paling aman

ditinjau dari sudut kematian maternal. Pada paritas tinggi lebih dari 3 mempunyai

angka kematian maternal lebih tinggi. Maka oleh sebab itu ibu-ibu yang sedang

hamil anak pertama dan lebih dari anak ketiga harus memeriksakan kehamilan

sesering mungkin agar tidak berisiko terhadap kematian maternal. Pada paritas
37

rendah, ibu-ibu hamil belum begitu mengerti tentang kehamilan dan pentingnya

pemeriksaan kehamilan.

Ibu - ibu yang mempunyai anak <3 (paritas rendah) dapat dikategorikan

pemeriksaan kehamilan dengan kategori baik. Hal ini dikarenakan ibu paritas rendah

lebih mempunyai keinginan yang besar untuk memeriksakan kehamilannya, karena

bagi ibu paritas rendah kehamilannya ini merupakan sesuatu yang sangat

diharapkannya. Sehingga mereka sangat menjaga kehamilannya tersebut dengan

sebaik-baiknya. Mereka menjaga kehamilannya tersebut dengan cara melakukan

pemeriksaan kehamilan secara rutin demi menjaga kesehatan janinnya. Penelitian

Juwaher menunjukkan bahwa ibu yang memiliki paritas rendah ≤ 2 sebagian besar

melakukan pemeriksaan kehamilan dibandingkan ibu yang memiliki paritas tinggi >

2. Hal ini dikarenakan ibu paritas rendah kehamilannya ini merupakan sesuatu yang

sangat diharapkannya. Sehingga mereka sangat menjaga kehamilannya derngan

sebaik-baiknya. Mereka menjaga kehamilannya tersebut dengan cara melakukan

pemeriksaan kehamilan secara rutin demi menjaga kesehatan janinnya (Walyani ES,

2015).

Ketuban pecah dini sering ditemukan pada wanita multipara dibanding

wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena endometrium pada wanita yang sudah

pernah melahirkan akan lebih bermasalah daripada wanita yang baru satu kali atau

bahkan belum pernah. Ketika seorang wanita yang sudah pernah mengalami

kehamilan/persalinan lebih dari satu kali berarti mengalami letak plasenta yang
38

berbeda. Hal tersebut dapat menyebabkan plasenta pada kehamilan-kehamilan

seterusnya rentan terjadi ketuban pecah dini (Prawirahardjo, 2016).

Dari hasil penelitian Eka Purwanti “Faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang Tahun 2014”

Hubungan antara Paritas dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini diRSUD Ungaran,

Kabupaten Semarang tahun 2014” Berdasarkan uji Chi Squaredidapat pvalue 0,030.

Oleh karena p-value = 0,030 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di

ruang rawat inap kebidanan RSUD Ungaran. Untuk ibu bersalin multipara yang

mengalami KPD yaitu 17 responden (16,9%). Pada ibu bersalin multipara tidak

terlalu rentan untuk mengalami ketuban pecah dini , karena kekuatan dari serviks

masih bagus. Faktanya di RSUD Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2014 masih

terdapat ibu multipara yang mengalami KPD, hal ini dikarenakan pada ibu bersalin

multipara akan mempengaruhi proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang

terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan ketuban mudah pecah (Eka P,

2014).

1) Konsep Dasar Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang

mampu hidup diluar rahim (28 minggu), paritas adalah wanita yang pernah

melahirkan bayi aterm (Manuaba, 2014).

(1) Primipara
39

Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup

besar untuk hidup di dunia luar.

(2) Multipara

Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari

satu kali. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan viabel (hidup)

beberapa kali (Manuaba, 2014).

Multigravida adalah wanita yang sudah hamil dua kali atau lebih.

(3) Grandemultipara.

Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau

lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan

(Manuaba, 2014). Grandemultipara adalah wanita yang pernah

melahirkan 6 kali atau lebih baik hidup ataupun mati. Grandemultipara

adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih (Manuaba,

2014).

2) Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada Ibu Bersalin Primipara dan

Multipara

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Faktor

yang menyebabkan pecahnya selaput ketuban ada hubungannya dengan

adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah,

kelainan ketuban yaitu selaput ketuban terlalu tipis, faktor presdiposisi seperti

multipara, malposisi, disproporsi, serviks inkompetensi dan ketuban pecah


40

diniartifisial. Yang menyebabkan kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi

dalam selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan

air ketuban (Manuaba, 2014).

Faal air ketuban saat kehamilan berlangsung adalah memberi

kesempatan berkembangnya janin dengan bebas ke segala arah, menyebarkan

tekanan bila terjadi trauma, sebagai penyangga terhadap panas dan dingin,

saat inpartu air ketuban dapat menyebarkan kekuatan his sehingga serviks

dapat membuka, membersihkan jalan lahir karena mempunyai kemampuan

sebagai disinfektan, dan sebagai pelicin. Ketuban pecah dini merupakan

masalah penting dalam obtetrik berkaitan dengan penyakit kelahiran prematur

dan terjadi yang karioamnionity sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas

dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

Menurut penelitian Aisyah, Hasil uji statistik yang dilakukan dengan

menggunakan rumus Chi-Square didapatkan bahwa nilai p = 0,000 dengan

tingkat kepercayaan 95% (CI = 0,95) berarti taraf kesalahannya adalah 5% ( α

= 0,05 ). Apabila didapatkan nilai p < α maka Ho ditolak dan H1 diterima

yang artinya terdapat perbedaan secara signifikan antara kejadian ketuban

pecah dini pada ibu bersalin primipara dan ibu bersalin multipara.

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar (65 %) responden

pada ibu bersalin primipara tidak mengalami kejadian ketuban pecah dini

(KPD). menunjukkan bahwa kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin

primipara angka kejadiannya hanya sedikit. Hal tersebut dikarenakan Ibu


41

bersalin primipara belum pernah mengalami trauma akibat riwayat persalinan

yang lalu sehingga tidak terjadi inkompetensia serviks, suatu kondisi dimana

mulut rahim mengalami pembukaan dan penipisan sehingga tidak bisa

menahan janin dan selaput ketuban. Ibu yang baru pertama kali hamil dan

sangat mengharapkan kehadiran seorang anak dalam pernikahannya dia akan

sangat menjaga kehamilannya agar selalu sehat, keadaan ini juga dipengaruhi

juga oleh beberapa faktor seperti usia dan pekerjaan.

Hasil penelitian didapatkan data bahwa hampir seluruh (80 %)

responden pada ibu bersalin multipara mengalami kejadian ketuban pecah

dini (KPD). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu bersalin multipara

hampir seluruhnya mengalami ketuban pecah dini.Pada multipara

sebelumnya sudah terjadi persalinan lebih dari satu kali yang dapat

mempengaruhi berkurangnya kekuatan otot, uterus dan abdomen; keadaan ini

mempengaruhi kekuatan membran untuk menahan cairan ketuban sehingga

tekanan intra uterin meningkat dan menyebabkan selaput cairan ketuban

lebih rentan untuk pecah. Ketuban pecah dini pada multipara juga disebabkan

oleh beberapa faktor yang saling berkaitan yaitu pendidikan, usia dan

pekerjaan atau aktifitas (Aisyah S, 2013).

2.3.3 Anemia

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika

persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi persediaan zat

besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif terjadi anemia
42

karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan

volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.

Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat,

cepat lelah, mata berkunang-kunang. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali

selama kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia

pada janin antara lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan

lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat

mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis dan

ketuban pecah dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio

plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri (Manuaba, 2014).

Anemia pada ibu hamil didefenisikan bila kadar HB dibawah 11 gr/dL. HB

kurang dari 11 g/dL pada semester 1 dan 3 dan HB kurang dari 10,5 g/dL pada

semester 2. Menurut WHO ibu hamil tidak boleh memiliki HB kurang dari 11 g/dL

selama kehamilan. Seseorang menderita anemia bila kadar hemoglobin(Hb) kurang

dari 10 gr% disebut anemia berat, atau bila kurang dari 6 gr% disebut anemia gravis

(Marmi, 2015).

Anemia dapat menyebabkan hipoksia dan defisiensi besi sehingga dapat

meningkatkan konsentrasi norepinefrin serum yang dapat menginduksi stres ibu dan

janin, yang merangsang sintesis Corticotropin Releasing Hormone ( CRH ).

Konsentrasi CRH merupakan peningkatan faktor risiko utama untuk persalinan

dengan ketuban pecah sebelum waktunya. CRH juga meningkatkan produksi kortisol

janin, dan kortisol dapat menghambat pertumbuhan longitudinal janin . Mekanisme


43

alternatif bisa jadi bahwa kekurangan zat besi meningkatkan kerusakan oksidatif pada

eritrosit dan unit fetoplasenta. Kekurangan zat besi juga dapat meningkatkan risiko

infeksi ibu yang mengakibatkan pecahnya ketuban terlalu dini. Hasil penelitian Nurul

Huda distribusi responden menurut faktor anemia menunjukkan bahwa sebanyak 82

responden (65,6%) sedangkan yang tidak mengalami anemia sebanyak 43 (34,4%)

dari total keseluruhan 125 responden. Hal ini sejalan dengan teori dari Manuaba yang

menyatakan bahwa anemia selama kehamilan menyebabkan ibu hamil tidak begitu

mampu untuk menghadapi kehilangan darah dan membuatnya rentan terhadap

infeksi. Anemia juga dapat menimbulkan hipoksia fetal dan persalinan prematur.

Bahaya terhadap janin, sekalipun tampaknya janin mampu memungkinkan

ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu selaput ketuban dapat pecah secara tiba-

tiba yang dapat diidentifikasi sebagai ketuban pecah dini (Nurul Huda, 2013).

2.3.4 Riwayat KPD Kehamilan Sebelumnya

Riwayat ketuban pecah pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin

dengan kejadian ketuban dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi

kehamilan. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami

ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat

ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu

terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah

mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada

kehamilan berikutnya akan lebih berisiko dari pada wanita yang tidak pernah

mengalami ketuban pecah dini sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi
44

rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya

(Tahir S, 2012).

Dari hasil penelitian Suriana tahun dari 30 responden yang mengalami

kelainan letak janin dengan riwayat ketuban pecah dini sebelumnya pernah

mengalami kejadian ketuban pecah dini sebanyak 6 orang (20,0%) dan yang tidak

pernah sebanyak 16 orang (53,3%), sedangkan dari 30 responden dengan riwayat

ketuban pecah dini sebelumnya yang pernah mengalami kejadian ketuban pecah dini

sebanyak 8 orang (26,7%) dan yang tidak pernah 0 orang (,0%). Hasil uji statistik

diperoleh nilai p=0,001 atau α<0,05 dengan demikian maka Ho ditolak artinya ada

hubungan antara riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dengan kejadian ketuban

pecah dini di RSUD Labuang Baji Makassar. Hal ini menunjukkan bahwa angka

kejadian dengan ketuban pecah dini masih cukup tinggi dari seluruh persalinan,

sehingga memerlukan adanya pengawasan yang intensif dan penangan yang tepat

pada kasus kegawat daruratan ( Nurul Huda, 2013).

2.3.5 Umur

Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan. Umur sangat

menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan berisiko tinggi apabila ibu hamil

berusia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Umur berguna untuk mengantisipasi

diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh juwaher cakupan yang memiliki umur 20-25 tahun tidak resiko

tinggi sebagian besar melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar

dibanding dengan yang berumur < 20 atau > 35 tahun (risti) (Walyani, 2015).
45

Diambil dari penelitian Eka, Usia > 35 tahun atau terlalu tua kesehatan dan

keadaan Rahim ibu sudah menurun, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun

melemah sejalan pertambahan usia hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi

menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, sehingga ada kemungkinan

terjadinya persalinan lama, perdarahan, pre-eklampsi ringan, kelainan letak, ketuban

pecah dini dan risiko kecacatan pada bayi yang dikandungnya. Di usia terlalu muda <

20 tahun, rahim dan tulang panggul, uterus yang belum matur serta sirkulasi darah

sekitarnya belum berkembang dengan sempurna, sehingga akan mengalami

keracunan kehamilan seperti ketuban pecah dini, persalinan prematur/keguguran,

perdarahan setelah melahirkan, gangguan pertumbuhan janin, dan lain-lain (Eka P,

2014).

Dari hasil penelitian Leihitu, Distribusi kejadian ketuban pecah dini dengan

usia ibu Hasil analisis hubungan melalui uji statistik Kendal Tau didapatkan nilai

Asymp Sig (2-tailed) dengan nilai p = 0,000 < 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha

diterima yaitu terdapat hubungan antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini

pada ibu bersalin di RSUD Sleman Yogyakarta. (Femmy, 2014)

Dari hasil penelitian Eka Purwanti, dkk bahwa ibu dengan umur < 20 tahun

atau > 35 tahun berisiko 2,929 kali lebih besar mengalami ketuban pecah dini

dibanding ibu dengan umur 20-35 tahun (Eka P, 2014).

2.3.6 Pekerjaan

Status pekerjaan reponden dalam penelitian dibagi menjadi 2 yaitu:

responden bekerja dan tidak bekerja. Defenisi bekerja dalam penelitian ini adalah
46

responden melakukan kegiatan dirumah atau tempat lain secara rutin atau berkala

dengan tujuan mendapatkan uang. Seorang wanita hamil boleh melakukan pekerjaan

sehari-hari asal hal tersebut tidak memberikan gangguan rasa tidak enak. Bagi wanita

pekerja, ia bisa boleh masuk bekerja sampai menjelang partus, pekerjaan jangan

sampai dipaksakan sehingga istirahat cukup selama kurang lebih 8 jam sehari.

Penelitian juwaher didapatkan bahwa ibu yang tidak bekerja sebagian besar

melakukan pemeriksan kehamilan sesuai dengan standart dibandingkan ibu yang

bekerja. Berdasarkan teori Tahir yang menyatakan bahwa kerja fisik pada saat hamil

yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat

kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga

selaput ketuban mudah pecah (Angga W, 2013).

Dari hasil penelitian Leihutu, kejadian ketuban pecah dini preterm dengan

status pekerjaan ibu bekerja sebanyak 12 (17%) orang dan yang status pekerjaannya

ibu tidak bekerja sebanyak 59 (83%) orang sehingga totalnya 71 orang. Sedangkan

kejadian ketuban pecah dini aterm dengan status pekerjaan ibu bekerja sebanyak 14

(12%) orang dan yang status pekerjaannya ibu tidak bekerja sebanyak 105 (88%)

orang sehingga totalnya 119 orang. Hasil analisis hubungan melalui uji statistik chi

square didapatkan nilai Asymp. Sig (2-sided) dengan nilai p = 0,319 > 0,05 yang

berarti Ho diterima dan Ha ditolak yaitu tidak ada hubungan antara kejadian ketuban

pecah dini dengan status pekerjaan pada ibu bersalin (Femmy Yolanda, 2014).

Berdasarkan dari hasil penelitian Tahir menunjukkan bahwa sebagian besar

ibu yang mengalami ketuban pecah dini bekerja sebagai ibu rumah tangga dan
47

wiraswasta masing-masing 73,2% dan 20,5%. Pekerjaan ini ditunjang oleh tingkat

pendidikan ibu yang mayoritas tamat SLTP sehingga tidak mampu untuk bekerja

sebagai PNS atau pegawai swasta lainnya. Namun demikian, pekerjaan sebagai IRT

dapat menguras energi, oleh karena seorang ibu hamil harus bekerja sepanjang hari

tanpa pamrih mengurus rumah tangga demi kebahagiaan suami dan anak-anaknya

(Tahir S, 2012).

2.4 KerangkaTeori

Faktor Bayi
1. GEMELLI
2. Malposisi / Malpresentasi Janin

Faktor Ibu
1. Paritas
KEJADIAN KETUBAN
2. Anemia
3. Perilaku Merokok
PECAH DINI
4. Riwayat KPD
5. Serviks yang tidak Kompeten
6. Faktor keturunan
7. Infeksi
8. Usia
9. Riwayat Hubungan Sex baru-
baru ini
10. Asma
11. Status pekerjaan

( Manuaba, 2014)

Skema 2.3. Kerangka Teori


48

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini yang ingin diketahui adalah bagaimana gambaran faktor risiko kejadian

ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan. sebagaimana dalam

gambar kerangka konsep penelitian berikut ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

FAKTOR IBU

1 Paritas KETUBAN PECAH DINI


2 Usia
3 Anemia
4 Status Pekerjaan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Penelitian Terkait

No Judul Penelitian Nama Peneliti Hasil Penelitian


1 Gambaran ketuban pecah Lowing Kehamilan dengan KPD
dini di RSUP Prof, Dr. terbanyak pada kelompok umur
R.D, Kandou Manado 20-24 tahun sejumlah 24 kasus
Tahun 2015 dan terendah pada umur 30-34
tahun sejumlah 6 kasus. KPD
lebih banyak ditemukan pada
primigravida yaitu 32 kasus. KPD
terbanyak pada ibu rumah tangga
(IRT) yaitu sebanyak 48 kasus.
(Lowing,AGJ. 2015)
2 Faktor-faktor yang Eka P Berdasarkan hasil uji statistik
berhubungan dengan disimpulkan bahwa ada hubungan
kejadian ketuban pecah antara umur ibu dengan kejadian
dini di RSUD Ungaran ketuban pecah dini, ada hubungan
kabupaten Semarang antara paritas dengan kejadian
tahun 2014 ketuban pecah dini, dan tidak ada
hubungan antara kelainan letak
49

janin dengan ketuban pecah


dini.(Eka P, 2014)
3 Karakteristik ibu bersalin Natasya Menunjukkan
dengan ketuban pecah multigraviditas/paritas 1
dini di RSUD Muna mempunyai angka kejadian
tahun 2015 ketuban pecah dini lebih tinggi.
Sedangkan paritas 2 sampai 3
merupakan paritas yang aman di
tinjau dari kejadian ketuban pecah
dini.(Natasya A. 2015)
5 faktor-faktor yang Nurul Huda Bahwa responden yang
mempengaruhi ketuban mengalami kejadian ketuban
pecah dini di RSU PKU pecah dini yaitu responden
Muhammadiyah dengan preeklamsi, responden
Surakarta tahun 2013 dengan anemia, responden dengan
gemelli, responden dengan
hidramnion dan responden dengan
sungsang. Anemia merupakan
faktor yang dominan yang
menjadi penyebab ketuban pecah
dini di RS PKU Muhammadiyah
Surakarta.(Nurul Huda, 2013)
50

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain studi atau rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional.

Cross sectional yaitu desain penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari

adanya suatu dinamika antara faktor resiko dengan efek. Peneliti melakukan pengukuran

variable independen dan variable dependen pada subyek penelitian secara simultan (dalam

waktu yang bersamaan) (Notoadmojo,2010).

Cross sectional mempelajari hubungan antara kejadian ketuban pecah dini dengan

faktor penyebabnya. Observasi dan pengukuran terhadap variable independen (Paritas,

anemia, usia dan status pekerjaan) dan variable dependen (ketuban pecah dini) dilakukan

sekali dan dalam waktu yang sama.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik. Deskriptif Analitik merupakan suatu

metode penelitian yang menghubungkan anatara variable. Dengan cara melihat dan

mencatat kembali data dari catatan rekam medis pasien. Pasien ketuban pecah dini yang

pernah dirawat di bagian Obstetri dan Gynekologi yang tercatat di RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020.

50
51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi

Sumatera Selatan di Jalan Kolonel H. Burlian Sukabangun, kecamatan Sukarami

Palembang, Sumatera Selatan pada bulan Juli 2020

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi Penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti tersebut (Notoadmodjo,2010) Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Setiawan dkk, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan pada april 2019-april 2020 sebanyak

245 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (setiawan dkk, 2011).

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan pada april 2019 – april 2020 sebanyak 245 orang

(Total Sampling)
52

3.4 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca

dalam mengartikan makna penelitian.

Defenisi operasional ini berguna untuk mengarahkan kepada pengukuran atau

pengamatan terhadap variable - variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen

atau alat ukur. Batasan yang digunakan untuk mendefenisikan variabel-variabel

(Notoadmojo, 2011).

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
Variable Dependen
Ketuban Pecah ketuban yang pecah Dokumentasi 1. Ya: Nominal
Dini sebelum waktunya Mengalami
ditandai dengan KPD
belum adanya 2. Tidak: Tidak
pembukaan serviks mengalami
setelah satu jam KPD
Variabel Independen
Paritas Jumlah anak yang Dokumentasi 1. Primipara: Nominal
telah dilahirkan ibu Hamil pertama
baik hidup maupun 2. Multipara :
mati kehamilan >1
Usia Lama hidup Dokumentasi 1. Beresiko : Nominal
responden terhitung < 20 Thn dan
mulai dari saat > 35 Th
dilahirkan 2. Tidak
Beresiko :
20-35Th
Status Anemia Ibu dengan suatu Dokumentasi 1. Beresiko : Nominal
kondisi jumlah sel HB < 10
darah merah berada 2. Tidak
di bawah normal. Beresiko :
> 10
53

Status Pekerjaan Suatu kegiatan ibu Dokumentasi 1. Ya : Ibu Nominal


sehari-hari saat ibu Bekerja
hamil 2. Tidak : ibu
tidak bekerja

3.5 Hipotesis

1. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

2. Ada hubungan antara usia dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

3. Ada hubungan antara status anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD

Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

4. Ada hubungan antara status pekerjaan dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD

Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Dalam hal ini digunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan data

sekunder yang diambil dari laporan perawatan dan rekam medis pada ruang bersalin di

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan.

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung

diperoleh peneliti dari subyek penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data

laporan yang telah tersedia (Setiawan dkk, 2011).


54

3.7 Tehnik Pengolahan Data

Proses pengolahan data ini melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Coding

Setelah semua data rekam medis disunting selanjutnya dilakukan peng ”kodean”

Koding/kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

1) Ibu Bersalin Tidak Mengalami Ketuban Pecah Dini

Kategori ibu bersalin tidak mengalami ketuban pecah dini dibuat kode pada

masing-masing lembar checklist yaitu:

(1) Mengalami Ketuban Pecah dini (KPD)

(2) Tidak Mengalami Ketuban Pecah dini (KPD)

2) Paritas

Kategori paritas diberi kode pada masing-masing lembar checklist yaitu:

(1) Berisiko jika paritas ibu lebih dari dua

(2) Tidak berisiko ibu dengan paritas satu

3) Status Anemia

(1) Berisiko jika HB kurang dari 10 gr

(2) Tidak berisiko juika HB lebih dari 10 gr

4) Usia

(1) Berisiko jika usia ibu kurang dari 20 tahun atau di atas 35 tahun

(2) Tidak berisiko jika usia ibu 20 sampai 35 tahun

5) Status pekerjaan

(1) Berisiko jika ibu berstatus bekerja


55

(2) Tidak berisiko jika ibu todak berstatus bekerja

2. Memasukkan Data (Data Entry) atau Processing

Data sekunder berupa data dari rekam medis dalam bentuk “kode” (angka atau huruf)

dimasukkan kedalam program atau “software” computer.

3. Pembersihan Data (Cleansing)

Setelah semua data dari rekam medis selesai dimasukkan, kemudian dilakukan

pengecekan kembali guna melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan lainnya, untuk dilakukan pengeditaan.

3.8 Tehnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian berupa :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi variable

independen yaitu paritas, usia, status anemia dan status pekerjaan serta variabel

dependen berupa ketuban pecah dini.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menggunakaan uji chi squre. Dengan melihat hasil uji

dari P value jika hasil uji lebih besar dari (α = 0.05) maka tidak ada hubungan antara

kedua varibel begitupun sebaliknya. Setelah melihat nilai p value kemudian melihat

nilai Odd Ratio OR). Gunanya untuk menunjukkan besarnya keeratan hubungan

antara dua variabel yang diuji.

Dalam penelitian ini derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95%


56

dengan α sebesar 5%. Sehingga bisa diasumsikan jika Pvalue ≤ 0,05 disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakan (signifikan) atau menunjukkan ada

hubungan antara variabel yang diteliti sedangkan, jika Pvalue >0,05 berarti hasil

perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara variabel yang diteliti.

3. Analisis Multivariat

Uji statistik yang digunakan adalah analisis regresi logistik berganda karena

untuk mengetahui variabel dominan yang mempengaruhi Ketuban Pecah Dini.

Selanjutnya dilakukan langkah pembuatan model. Model terakhir terjadi apabila

semua variabel independen dengan dependen sudah tidak mempunyai nilai p > 0,05.
57

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis

dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,

rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan

standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Menurut Azwar (1996), pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan

kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan

tingkat kepuasan rata rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan

standart dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.

Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah hadir di Provinsi Sumatera

Selatan, sebagai upaya memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan berkualitas bagi masyarakat. RSUD Siti Fatimah tumbuh dan

berkembang sesuai dengan perjalananan untuk menjadi Rumah Sakit Umum

Daerah yang terbaik, memberikan pelayanan prima, kompherensif dan bermutu.

RSUD Siti Fatimah yang dapat sebagai tempat rujukan provinsi pelayanan

kesehatan, didukung oleh tenaga medis berpengalaman dan profesional serta

kompeten di bidangnya.Dengan berpegang pada prinsip sosial dan perbaikan yang

57
58

kontinu terhadap pelayanan yang kami berikan dan ikut mendukung program

pemerintah dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

A. Tujuan

Mengetahui tentang perkembangan dan kepuasan pasien yang berobat di

Rumah Sakit, serta mengemukan dalam pelayanan yang bermutu dan

berkualitas dalam menangani pasien.

1. Tujuan Umum

Mengemukakan dalam penanganan pasien dan mutu yang berkualitas yang

diterapkan dalam pelayanan di rumah sakit.

2. Tujuan Khusus

Pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi dalam mendukung

program pemerintah.

B. Data Dasar :

1. Data Dasar RSUD Siti Fatimah

Nomor Kode RS : 167 13 47

Nama Rumah Sakit : RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

JENIS RUMAH SAKIT

Kelas Rumah Sakit :C

Nama Direktur RS : dr. Asep Xainuddin, Sp.PK

Penyelenggara : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan

Alamat / Lokasi RS : Jl. Kolonel H Burlian KM. 6

Kab / Kota : Palembang


59

Kode Pos : 30151

Telepon / Fax / Email : 0711-5718889

Fax : 0711-7421333

Email : rsudprovsumsel@gmail.com

No Telepon Bag Umum : 0711-5718889

LUAS RUMAH SAKIT

Luas Lahan : 41.600,00 M2

Luas Bangunan : 52.956,11 M2

Luas Parkiran : 6.925,00 M2

Luas Landscape : 25.270,75 M2

Tinggi Bangunan : 51,00 M2

Surat Izin Operasional

Nomor : 0522/DPMPTSP.V/IV/2018

Tanggal : 17 September 2018

Oleh : Kepala DPMPTSP

Sifat : Tetap

Masa Berlaku : 5 (lima) Tahun

Pentahapan : 6 (Enam) Tahun

Status : Ter- Akreditasi Paripurna

Tanggal Akreditasi : 2019

RSUD Siti Fatimah merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera selatan dan ibukotanya adalah Palembang.


60

RSUD Siti Fatimah beralamat di Jl. Kol. H Barlian KM 6 Palembang dibangun

diatas lahan seluas 41.600,00 M2 dan memiliki 11 lantai.

2. Sejarah Singkat RSUD Siti Fatimah

Perencanaan Pembangunan RSUD Siti Faitimah Provinsi Sumatera Selatan

dimulai pada tahun 2011 mulai dilaksanakan pembangunan fisik tahap pertama dimulai

pada tahun 2013 s.d tahun 2019 pengerjaan fisik tersebut sudah selesai sampai tahap 6

dengan pekerjaan sampai dengan lantai 5 dari 11 lantai yang direncanakan.

Pendirian RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan tidak terlepas dari

adanya kebutuhan yang mendasar terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang bermutu

yang terus meningkat seiring dengan semakin membaiknya perekonomian dan derajat

kesehatan masyarakat Indonesia. Disamping itu, Sumatera Selatan pada Tahun 2011

kekurangan 1200 lebih tempat tidur untuk pasien-pasien yang membutuhkan perawatan.

Disamping itu, untuk memenuhi cita-cita dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan

dimana Provinsi Sumatera Selatan berkeinginan untuk mempunyai suatu rumah sakit

yang modern, dengan alat kesehaatn yang lengkap dan canggih serta sumber daya

manusia yang teruji yang berdaya saing dari rumah sakit yang ada dan rumah sakit –

rumah sakit di negara tetangga lainnya.

Sesuai dengan program pemerintah pusat yang tertuang dalam 9 agenda

prioritas Nawacita, terutama agenda ke-5 yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia serta mendukung program JKN (BPJS), Provinsi Sumatera Selatan turut

berperan aktif dengan membangun Rumah Sakit untuk masyarakat Sumatera Selatan.
61

Pembangunan Rumah Sakit ini juga bertujuan untuk menyambut program

pemerintah Indonesia dalam menyambut Asian Games 2018 dan upaya dalam

menindaklanjuti program Medical Tourism yang dicanangkan oleh Pemerintah.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan juga telah bersiap menjadi tuan rumah event

olahraga internasional tersebut sehingga perlu adanya peningkatan kualitas dan

kuantitas infrastruktur penunjang pelaksanaan event tersebut, termasuk sarana

pelayanan kesehatan.

Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan

untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi sebagai salah

satu bentuk kepedulian yang dapat diwujudkan untuk melayani kebutuhan akan

kesehatan bagi masyarakat khususnya di wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan

sekitarnya.

Kemudian Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mendirikan RSUD Provinsi

Sumatera Selatan yang memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit Umum Rujukan Nasional,

dan Rumah Sakit Pendidikan yang Mampu Mewujudkan Pelayanan yang Bermutu,

Profesional, Efisien dengan Standar Pelayanan Kelas Dunia” sebagai wujud dari

inovasi dan keinginan untuk mendukung dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat khususnya di bidang kesehatan.

Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan berdiri di

atas lahan seluas 14 hektar dan mulai dibangun pada Tahun 2013 dengan pendampingan

langsung dari Gubernur Sumatera Selatan pada saat itu. Rumah Sakit ini juga didirikan

sebagai Rumah Sakit Tipe B Pendidikan yang berkaitan erat dengan perkembangan
62

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya yang ada tepat di samping Rumah Sakit

Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan.

Tanggal 22 Agustus 2017, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Nomor

061/6212/OTDA sebagai persetujuan pembentukan unit pelaksana teknis dinas Rumah

Sakit Umum Daerah atas permohonan pembentukan unit pelaksana teknis dinas Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi Sumatera Selatan dari Pemerintah Provinsi Sumatera

Selatan.

Pada Tanggal 8 September Tahun 2018, Gubernur Sumatera Selatan

mengeluarkan Peraturan Gubenur Sumatera Selatan Nomor 38 Tahun 2017 tentang

Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

Sumatera Selatan.

Tepat pada tanggal 23 Juni Tahun 2018, Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M (K) bersama Gubernur Sumatera

Selatan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan meresmikan Rumah

Sakit Umum Daerah Provinsi Sumatera Selatan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah

terbesar di Indonesia.

Seiring dengan berjalannya pelayanan, Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

Sumatera Selatan belum memiliki nama yang akan menjadi ciri khas Rumah Sakit ini,

maka atas dasar masukan dan saran para tokoh masyarakat, legislatif, veteran, dan

seluruh pemerintah daerah, dikeluarkanlah Surat Keputusan Gubernur Nomor

491/KPTS/DINKES/2018 Tanggal 4 September Tahun 2018 yang menetapkan bahwa

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sumatera Selatan berubah nama menjadi Rumah
63

Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan yang diresmikan oleh

Gubernur Sumatera Selatan tepat pada Tanggal 17 September 2018.

Dengan mengusung motto dan nilai dasar jiwa orgaisasi yaitu WE PROTECT

(Welcome, Emphaty, Profesional, Respect, One Stop Service Hospital Curative and

Rehabilitative, Team Work, Embrace Innovation, Consumens Oriented and Cost

Effectivness, dan Time Respons). Rumah Sakit Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

terus berupaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan, sarana dan prasarana,

serta sumber daya manusia dengan mengutamakan kecepatan tindakan, ketelitian

diagnosa, dan kenyamanan bagi pasien, adanya peralatan yang lengkap dan canggih

serta didukung dengan SDM yang professional dan teruji serta bangunan yang

representatif sehingga RSUD Siti Fatimah optimis mampu mewujudkan visi dan misi

yang ada.

3. RSUD Siti Fatimah Menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, profesional,

efisien, dengan standar pelayanan kelas dunia, serta guna meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat, perlu memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan dan

kemandirian kepada RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan untuk mengelola

keuangan melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan layanan Umum Daerah (PPK-

BLUD). Rumah sakit ini merupakan milik pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan

akan dikelola sebagai badan layanan umum daerah yang mempunyai kewenangan

dalam mengelola rumah sakit secara mandiri. Sehingga dengan status BLUD tersebut
64

diharapkan Rumah Sakit ini dapat memberikan pelayanan kesehatan yang professional

dan bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Pasal 7 ayat (3) bahwa Rumah Sakit Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk unit pelaksanan teknis dari instansi yang

bertugas dibidang kesehatan, instansi tertentu atau lembaga teknis daerah dengan

pengelolaan badan layanan umum atau badan layanan umum daerah sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan, maka RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Sumatera Selatan, No. 45 Tahun 2018,

tanggal 7 Juli 2018, tentang Pola Tata Kelola Badan Layanan Umum Daerah RSUD

Provinsi Sumatera Selatan.

Pada Tanggal 21 Juni 2018 telah resmi menjadi Badan Layanan Umum Daerah

berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor : 336/KPTS/Dinkes/2018,

tanggal 21 Juni 2018, tentang : Penetapan Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi

Sumatera Selatan Sebagai Unit Pelaksana Tehnis Dinas yang menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) dengan status

Badan Layanan Umum Daerah secara penuh.

VISI, MISI. MOTO, CORE VALUE TUJUAN DAN SASARAN

1. Visi

RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan mengemban visi sebagai

berikut:
65

“Menjadi Rumah Sakit Umum Rujukan Regional dan Rumah Sakit Pendidikan yang

mampu mewujudkan pelayanan yang bermutu, profesional, efisien dengan standar

pelayanan kelas dunia”

Ketetapan Visi adalah sangat penting karena merupakan acuan dalam

mencapai tujuan Rumah Sakit, Visi merupakan sesutu yang diinginkan rumah sakit

di masa yang akan datang. Visi yang efektif yang dapat memunculkan inspirasi

dimana hal itu dihubungkan dengan keinginan rumah sakit untuk mencapai sesuatu

tujuan yang diinginkan.

2. Misi

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut RSUD Siti Fatimah Provinsi

Sumatera Selatan menetapkan misi yaitu:

1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, prima, informatif, dan

efektif dengan tetap memperhatikan aspek sosial kemasyarakatan.

2) Menyelenggarakan pelayanan yang mengutamakan keramahan, kecepatan,

keselamatan, keamanan, kemudahan, dan kenyamanan

3) Memberikan pelayanan rujukan yang berfungsi sebagai pusat rujukan Provinsi

Sumatera Selatan dengan menggunakan teknologi modern dan pelayanan

kesehatan secara komprehensive kepada masyarakat

4) Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan sesuai

dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan & Teknologi

5) Menciptakan SDM yang mempunyai daya saing tinggi dan loyal terhadap

organisasi.
66

6) Mengembangkan Pendidikan, Pelatihan, dan penelitian yang terintegrasi untuk

meningkatkan kualitas pelayanan

4) Menjalin kerja sama dengan institusi terkait baik dalam dan luar negeri untuk

memperluas jaringan dan meningkatkan kinerja Rumah Sakit

5) Mewujudkan sistem manajemen Rumah Sakit yang mampu meningkatkan

kesejahteraan seluruh karyawan dan menjamin kepastian hukum secara

transparan, akuntabel dan auditable

6) Membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekitar

3. Motto dan Core Value

Motto dan Core Value (Nilai dasar atau jiwa dari organisasi rumah sakit).

Nilai tersebut harus dijujung tinggi, dihargai dan dijalankan dan dapat menjadi dasar

penyemangat seluruh karyawan dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan

keluarga termasuk seluruh pelanggan yang membutuhkan layanan di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan, adapun moot dan nilai tersebut yaitu :

Motto : ”Kami selalu terdepan melayani kesehatan anda”

Core Value : “WE PROTECT” , singkatan dari :

1) Welcome

2) Empathy

3) Professional

4) Respect

5) One Stop Service Hospital (Curative and Rehabilitative)

6) Team Work
67

7) Embrace Innovation

8) Customer Oriented, Cost Effectiveness

9) Time Respons

4. Tujuan

Dalam upaya mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi di atas, RSUD Siti

Fatimah Sumatera Selatan menerapkan tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam waktu

5 tahun kedepan sebagai berikut :

1) Keberhasilan mencapai mutu pelayanan dengan mendapatkan akreditasi

internasional (JCI)

2) Memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat Palembang tanpa melihat status

sosial.

3) Mendapatkan kesan Positif kepada konsumen mengenai pelayanan yang

diberikan kepada konsumen.

4) Menjadi Pusat Rujukan no. 1 di Provinsi Sumatera Selatan karena ketersediaan

teknologi yang mumpuni.

5) Menjadi RSUD dengan mutu pelayanan yang baik, yang sigap, cepat, dan akurat

dengan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi secara optimal.

6) Menjadi RSUD dengan mutu pelayanan yang baik dalam analisis hasil

pemeriksaan dan mapping hasil pemeriksaan.

7) Menjadi RSUD dengan kualitas SDM yang profesional dan loyal.


68

8) Menjadikan RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan sebagai pusat Ilmu

Manajemen Rumah Sakit, dan segala macam Ilmu Kesehatan khususnya di

Palembang atau bahkan di skala Indonesia.

9) Memperluas jaringan kemitraan baik dalam dan luar negeri yang dapat

menunjang kesempurnaan layanan.

10) Meningkatkan kualitas manajemen RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera

Selatan.

11) Berkontribusi dalam menyehatkan masyarakat Palembang maupun provinsi

Sumatera Selatan.

5. Sasaran

Sasaran jangka menengah RSUD Siti Fatimah Sumatera Selatan dijabarkan

sebagai berikut di bawah untuk memastikan pencapaian tujuan yang diharapkan

seperti diatas dapat diukur dan berkualitas.

1. Menghasilkan kompetensi pelayanan Rumah sakit yang sigap, konsisten, baik

dan bertaraf internasional.

2. Menghasilkan pelayanan yang sama baiknya terhadap masyarakat tanpa melihat

status sosial.

3. Menjadikan keramahan, kecepatan, keselamatan, keamanan, kemudahan, dan

kenyamanan sebagai hal utama yang ada dipikiran entitas RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan dalam memberikan pelayanan.

4. Terintegrasinya Sistem Informasi dinkes yang menjadikan RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan sebagai rujukan utama.


69

5. Terintegrasinya Sistem informasi teknologi internal.

6. Menjadi support system dalam bagian besar integrasi IT di Dinas Kesehatan.

7. Tersedianya pengelolaan limbah mandiri.

8. Meningkatnya kompetensi SDM dalam pelayanan sesuai perkembangan IPTEK.

9. Menjadi Rumah Sakit yang dapat secara dinamis mengembangkan ilmu dengan

cara bertukar ilmu dengan pihak terkait lainnya.

10. Meningkatnya mitra perusahaan yang bekerjasama dengan RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan.

11. Meningkatkan jumlah pelanggan /konsumen dan pendapatan.

12. Meningkatnya pelayanan langsung kepada pelanggan.

13. Meningkatnya kondisi ruangan yang lebih bersih dan nyaman bagi pelanggan

dan karyawan.

14. Terwujudnya kerja tim yang solid.

15. Terjaminnya kepastian hukum untuk seluruh entitas RSUD Siti Fatimah Provinsi

Sumatera Selatan.

16. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

JENIS PELAYANAN

Berdasarkan existing condition, pasien utama yang dilayani RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan secara komprehensif adalah pasien umum. RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan saat ini memberikan pelayanan yang terdiri atas :

1. Pelayanan Gawat Darurat menerima semua jenis gawat darurat.


70

Pelayanan dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Pelayanan

Gawat Darurat yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan.

2. Pelayanan Medik Spesialis Dasar meliputi:

1) Penyakit dalam

2) Kesehatan anak

3) Bedah

4) Obstetri dan ginekologi

3. Pelayanan Medik Spesialis Penunjang meliputi :

1) Kamar Operasi dan Anestesiologi

2) Radiologi

3) Patologi klinik

4) Patologi anatomi

5) Rehabilitasi medik

4. Pelayanan Medik Spesialis Lain meliputi :

1) Mata

2) Telinga hidung tenggorokan

3) Syaraf

4) Jantung dan pembuluh darah

5) Kulit dan kelamin

6) Kedokteran jiwa

7) Paru
71

8) Orthopedi

9) Bedah syaraf

5. Pelayanan Medik Subspesialis meliputi :

1) Spesialisasi Bedah : Bedah Digestif dan Jantung

2) Spesialisasi Penyakit Dalam : Ginjal dan Hipertensi, dan Endokrin

3) Spesialisasi Anak : Jantung Anak (Kardiologi Pediatrik)

4) Spesialisasi Obstetri dan Gynecologi : Fetomaternal dan Fertility

Dan pelayanan spesialis/subspesialis lainnya yg ditetapkan oleh Direktur

Pelayanan Rawat Inap meliputi;

1) Rawat Inap ; dan

2) Rawat Intermediate

3) Rawat Intensif yang meliputi :

a. ICU

b. ICCU

c. PICU

d. NICU

e. Perinatologi

Pelayanan Penunjang Medik dan Penunjang Non Medik meliputi ;

1. Radiologi ;

2. Laboratorium;

3. Rehabilitasi Medis;
72

4. Farmasi;

5. Gizi;

6. Ambulan;

7. Laundry

8. CSSD;

9. Pemulasaraan jenazah;

10. Rekam Medik

11. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana RS

Beberapa pelayanan penunjang yang memberikan kontribusi cukup penting di

Rumah Sakit, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Instalasi Farmasi - Pelayanan Penunjang ini memberikan pelayanan 24 jam,

mengelola kebutuhan belanja perbekalan farmasi Rumah sakit yang meliputi belanja

alat kesehatan habis pakai, obat-obatan didistribusi secara sentralisasi di satu lantai

yang didukung stock floor di ruangan. Instalasi farmasi menerapkan sistem

dispensing berdasarkan resep dokter dan konseling terhadap obat yang diberikan

farmasi.

2. Laboratorium – Laboratoirum RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

melayani (1) Pemeriksaan hematologi, kimia klinik, serologi/imunologi, (2)

Pemeriksaan urinalisis, (3) Pemeriksaan narkoba.

3. Radiologi – Pelayanan radiologi RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

meliputi radiologi konvensional berupa foto-foto thoraxs, musculoskeletal, abdoen,

kepala, pelvis, dan saluran cerna (apendikogram). Pelayanan ini juga melayani
73

pemeriksaan USG, abdomen, dan kandungan serta pemeriksaan CT-Scan, tanpa

kontras.

4. Rehabilitasi Medik – Pelayanan penunjang ini menyediakan layanan yang bersifat

preventif, kuratif, rehabilitatif. Berbagai pelayanan preventif berbentuk program

exercise seperti berbagai macam senam, seperti senam osteoporosis, senam

pencegahan osteoporosis, lansia, revitalisasi otak, back exercise, diabetes, dan stroke.

Untuk pelayanan kuratif yang disediakan diantaranya elektroterapi, Hydrotherapy,

exercise, okupasi terapi, terapi bicara, brain rehabilitation. Selanjutnya untuk

pelayanan rehabilitative antara lain berupa koreksi kelainan bawaan seperti kelainan

kaki, flat foot, pembuatan sepatu koreksi, brace, korset, ortose protese extremitas

(alat bantu).

5. Rekam Medik – Instalasi penunjang kini sudah didukung dengan sistem

komputerisasi. Rekam medic memiliki tanggungjawab untuk mengatur manajemen

pelayanan penerimaan pasien, penyimpanan status, pencatatan dan pelaporan, serta

admission pasien. Harapannya pengkodean dan segala sistem pendukung untuk

kegiatan rekam medik sudah terintegrasi dengan Sistem informasi Manajamen

Rumah Sakit (SIMRS) sehingga integrated hospital management system sehingga

dapat mendukung pemberian pelayanan yang optimal secara tepat, cepat, integrated,

sistematis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien umum dan hukum.

6. Instalasi Gizi dan Gizi Klinis – Pelayanan gizi bertanggungjawab terhadap

pengelolaan kebutuhan gizi dan makanan lain di Rumah sakit. Diantaranya meliputi

screening pasien rawat inap, penentuan kebutuhan pasien berdasarkan kebutuhan


74

individu dan penyakit yang diderita, screening kepada staf penjamah makanan dan

alat dapur, dan penjaminan kualitas makanan sesuai standar kesehatan dan tidak

adanya kontaminasi. Untuk pengadaan bahan makanan saat ini dilaksanakan oleh

pihak ketiga. Pelayanan ini terbagi menjadi shift pagi, shift sore, shift malam, dan

petugas jaga dengan kapasitas gizi untuk pasien dan staf Rumah sakit. Untuk tahap

pertama penyediaan gizi di Rumah Sakit akan bekerjasama dengan pihak lain

terlebih dahulu, paralel dengan penyiapan sarana dan prasarana di Instalasi Gizi.

7. Electronic Data Processor (EDP) – EDP menyediakan informasi secara akurat dan

tepat guna meenuhi kebutuhan Direktur dan jajaran Manajemen dalam organisasi dan

pengambilan keputusan di Rumah sakit. Dalam waktu dekat, EDP RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan akan memiliki Billing System yang terintegrasi,

dan computer radiologi serta CT-Scan. Disamping itu, juga akan dilakukan

penambahan kecepatan internet dan pembuatan hotspot area, penyempurnaan

website, serta Electronic Medical Records (EMR). Ditargetkan pada pengembangan

yang akan datang, RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan akan menyiapkan

integrated information system untuk meminimalisir pekerjaan manual seperti: rawat

jalan, rawat inap, farmasi, laboratorium, kepegawaian, logistic, akuntansi, Public

Relation, Report Mangement Support System, dan Decision Support System.

8. Bagian Rumah Tangga, Bagian Gedung dan mechanical Electrical, serta Bagian

alat Kedokteran dan Kalibrasi – Bagian Rumah Tangga bertanggung jawab pada

pengadaan barang dan pemeliharaan barang inventaris, cleaning service, taman, juga

ATK. Gedung dan mechanical Electrical bertanggungjawab pada pemeliharaan


75

gedung dan sarana prasarananya, termasuk lift, AC, dan listrik. Alat kedokteran dan

Kalibrasi bertanggungjawab terhadap pemeliharaan alat kedokteran dan kalibrasi.

9. Instalasi Penunjang Lainnya – Terdiri dari tiga penanggung jawab yaitu Laundry,

Kamar Jenazah, dan Kesehatan Lingkungan. Laundry, Kamar Jenazah, dan

Kesehatan Lingkungan. Laundry dilakukan oleh pihak ketiga. Kamar jenazah

bekerjasama dengan Dinas Sosial untuk pemakaman jenazah terlantar (Dinas

Pemakaman Sumatera Selatan). Kesehatan Lingkungan mengatur penanganan

limbah medis aupun limbah domestik, limbah cair, dan pengendalian vektor

penyakit, pengadaan air bersih, sterilisasi, serta sanitasi ruang dan bangunan.

PELAYANAN UNGGULAN

Selain pelayanan tersebut diatas, RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan

juga menyelenggarakan pelayanan Medical Chek Up (MCU. Unit ini merupakan unit

pelayanan satu pintu dalam artian terkait dengan pasien yang akan menjalani Medical Chek

Up (MCU), maka semua kegiatan ; pelayanan dan pemeriksaan, peralatan dan pelayanan

administrasi lainnya akan terkonsentrasi dalam unit tersebut, Pelayanan Medical Chek Up

(MCU) ini akan menjadi salah satu pelayanan unggulan Rumah Sakit Umum Daerah Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan,

Adapun pelayanan unggulan utama lainnya yaitu ; 1). Pelayanan Jantung, 2).

Pelayanan Ortopaedic Trumatology dan 3). Pelayanan Sport Medicine.


76

4.2 Analisa Univariat

Hasil analisa univariat dihasilkan pada jenis data numerik terdapat empat variabel

yaitu paritas, umur, status anemia dan status pekerjaan maka dengan melaporkan ukuran

tengah dan sebarannya. Ukuran yang digunakan adalah mean dan median, sedangkan

ukuran sebarannya (variasi) yang digunakan adalah range, standar deviasi, minimal dan

maksimal. Pada SPSS ada dua cara untuk mengeluarkan analisis deskriptif yaitu dapat

melalui perintah “Frequencies” atau perintah “Expolre”. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan perintah pertama.

Pada jenis data katagorik maka untuk melihat hasil perhitungan yang dimasukan

dalam distribusi frekuensi yaitu variabel dependen (ketuban pecah dini) dan variabel

independen (paritas, usia, status anemia dan status pekerjaan).

4.2.1 Paritas Ibu

Dari hasil penelitian pada variabel paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah

dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020. Dapat dilihat

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Paritas Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
diRSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020

No Paritas Ibu Frekuensi (F) Fersentase (%)


1 Primipara 128 52.2
2 Multipara 117 47.8
Total 245 100

Berdasarkan tabel 4.1 dari 245 responden diketahui bahwa jumlah

responden yang primipara sebesar 128 (52.2 %) responden.


77

4.2.2 Usia Ibu

Dari hasil penelitian pada variabel usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini

di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020. Dapat dilihat dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Usia Ibu dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
diRSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020

No Usia Ibu Frekuensi (F) Fersentase (%)


1 Beresiko 92 37.6
2 Tidak Beresiko 153 62.4
Total 245 100

Berdasarkan tabel 4.2 dari 245 responden diketahui bahwa jumlah responden

yang beresiko sebesar 92 (37,6 %) responden

4.2.3 Status Anemia

Dari hasil penelitian pada variabel status anemia ibu dengan kejadian ketuban

pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020. Dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Status Anemia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
diRSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020

No Status Anemia Frekuensi (F) Fersentase (%)


1 Beresiko 113 46.1
2 Tidak Beresiko 132 53.9
Total 245 100
78

Berdasarkan tabel 4.3 dari 245 responden diketahui bahwa jumlah

responden yang beresiko sebesar 113 (46.1 %) responden

4.2.4 Status Pekerjaan Ibu

Dari hasil penelitian pada variabel status pekerjaan ibu dengan kejadian

ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

Dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
diRSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020

No Status pekerjaan Frekuensi (F) Fersentase (%)


1 Ya 123 50.2
2 Tidak 122 49.8
Total 245 100

Berdasarkan tabel 4.4 dari 245 responden diketahui bahwa jumlah

responden yang bekerja sebesar 123 (50.2 %) responden.

4.3 Analisa Bivariat

Analisa Bivariat dengan tabulasi silang (crosstabs) dan uji Chi-Square untuk

menemukan bentuk analisis statistik antara variable independen (paritas, umur, status

anemia, status pekerjaan) dan variabel dependen (kejadian ketuban pecah dini) sebagai

berikut:
79

4.3.1 Analisis Hubungan Antara Paritas dengan Kejadian ketuban pecah dini di RSUD

Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020

Dari hasil analisis hubungan antara paritas ibu dengan kejadian kejadian

ketuban pecah dini di rsud siti fatimah provinsi sumatera selatan tahun 2020. Dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.5
Analisis Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Kejadian ketuban pecah dini di
RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020

No Paritas Ketuban Pecah Dini Tingkat OR


Ya Tidak Total kemaknaan
B N ( p-value)
N % N %
e1 Primipara 107 60.1 21 31.3 128 0.000 3.301
2 Multipara 71 39.9 46 68.7 117
Jumlah 178 100 67 100 245

Berdasarkan tabel 4.5 dari 128 responden Primipara pada kejadian ketuban

pecah dini sebanyak 107 (60.1%) responden, lebih tinggi dibandingkan dengan 71

(39.9%) responden yang mengalami ketuban pecah dini dari 117 responden yang

multipara.

Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji Chi Square

dimana p-value = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara paritas ibu dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud siti fatimah

provinsi sumatera selatan tahun 2020.

Hasil analisis uji keeratan hubungan diperoleh nilai OR = 3.301 artinya

responden yang primipara beresiko 3.301 kali lebih besar mengalami kejadian

ketuban pecah dini dibandingkan dengan responden yang multipara.


80

4.3.2 Analisis Hubungan Antara Usia dengan Kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020

Dari hasil analisis hubungan antara paritas dengan kejadian

ketuban pecah dini di rsud siti fatimah provinsi sumatera selatan tahun 2020. Dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6
Analisis Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini Di Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020

No Usia Ketuban Pecah Dini Tingkat OR


Ya Tidak Total kemaknaan
N ( p-value)
1 Beresiko 39 21.9 53 78.1 92 0.000 .074
2 Tidak 139 78.1 14 20,9. 153
Beresiko
Jumlah 178 100 67 100 245
Berdasarkan tabel 4.6 dari 153 responden yang usia nya tidak beresiko

mengalami ketuban pecah dini sebanyak 139 (78.1%) responden, lebih tinggi

dibandingkan dengan 39 (21.9%) responden yang mengalami kejadian ketuban

pecah dini dari 92 responden yang usia beresiko.

Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji Chi Square

dimana p-value = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara usia dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud siti fatimah

provinsi sumatera selatan tahun 2020.

Hasil analisis uji keeratan hubungan diperoleh nilai OR = 0.074 artinya

responden yang usia tidak beresiko 0.074 kali lebih besar mengalami kejadian

ketuban pecah dini dibandingkan dengan responden yang usia nya beresiko.
81

4.3.3 Analisis Hubungan Antara Status Anemia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di

Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020

Dari hasil analisis hubungan antara status anemia dengan kejadian

ketuban pecah dini di rsud siti fatimah provinsi sumatera selatan tahun 2020. Dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.7
Analisis Hubungan Antara Status Anemia Ibu Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini Di Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020

No Status Ketuban Pecah Dini Tingkat OR


Anemia Ya Tidak Total kemaknaan
N ( p-value)
1 Beresiko 97 54.5 16 23.9 113 0.000 3.817
B2 Tidak 81 45.5 51 76.1 132
Beresiko
e
Jumlah 178 100 67 100 245
Berdasarkan tabel 4.7 dari 113 responden yang status anemia beresiko pada

ketuban pecah dini sebesar 97 (54.5%) responden, lebih tinggi dibandingkan

dengan 81 (45.5%) responden yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dari

132 responden yang status anemia tidak beresiko

Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji Chi Square

dimana p-value = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara status anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.

Hasil analisis uji keeratan hubungan diperoleh nilai OR = 3.817 artinya

responden yang mengalami anemia beresiko 3.817 kali lebih besar mengalami
82

kejadian ketuban pecah dini dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami

anemia.

4.3.4 Analisis Hubungan Antara Status Pekerjaan dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

Di Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020

Dari hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan kejadian ketuban

pecah dini di rsud siti fatimah provinsi sumatera selatan tahun 2020. Dapat dilihat

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.8
Analisis Hubungan Antara Status Pekerjaan dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini Di Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun
2020

No Status Ketuban Pecah Dini Tingkat OR


Pekerjaan Ya Tidak Total kemaknaan
N % N % N ( p-value)
1 Ya 105 59.0 18 26.9 123 0.000 3.916
2 Tidak 73 41.0 49 73.1 122
Jumlah 178 100 67 100 245

Berdasarkan tabel 4.8 dari 123 responden yang bekerja pada kejadian

ketuban pecah dini sebanyak 105 (59.0%) responden, lebih tinggi dibandingkan

dengan 73 (41.0%) responden yang mengalami kejadian ketuban pecah dini dari

122 responden yang tidak bekerja

Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji Chi Square

dimana p-value = 0.000 lebih kecil dari α = 0.05 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara status pekerjaan dengan kejadian ketuban pecah dini di Rsud Siti

Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020.


83

Hasil analisis uji keeratan hubungan diperoleh nilai POR = 3.916 artinya

responden yang bekerja beresiko 3.916 kali lebih besar mengalami kejadian

ketuban pecah dini dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja.

4.4 Analisa Multivariat

Penelitian ini menggunakan Analisis Regresi logistik model prediksi dengan

tingkat kemaknaan (nilai p) sebesar 0,05 artinya apabila p value< 0,05 berarti secara

signifikan analisis ini untuk melihat faktor mana yang dominan. Adapun tahapan

permodelannya sebagai berikut:

4.4.1 Menyeleksi Variabel

Variabel yang dimasukkan dalam analisis adalah variable pada analisa

bivariat mempunyai nilai p value> 0,25 tidak diikut sertakan ke multivariat

namun secara substansi penting maka variable tersebut dapat dimasukkan dalam

model multivariat, seleksi ini menggunakan uji regresi logistik ganda (Hastono,

2006).

Adapun hasil seleksi bivariat dari penelitian ini dapat dilihat pada table

4.9 sebagai berikut:

Tabel 4.9
Hasil Analisa Bivariat pada variabel Independen

( NO Variabel p Value OR
1 Paritas 0.000 3.301
2 Usia 0.000 0.047
3 Status Anemia 0.000 3.817
4 Status Pekerjaan 0.000 3.916
84

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa semua variabel mempunyai nilai 0.000 p

value tidak > 0.25 maka dalam seleksi bivariat semua variabel dapat dimasukkan.

Pada variabel (paritas, usia, status anemia, status pekerjaan) mempunyai

nilai lebih besar nilai p value < 0,25 sehingga semua variabel tersebut dapat

dimasukkan dalam analisis multivariat.

4.4.2 Faktor Penentu Kejadian Ketuban Pecah Dini

Analisis multivariat bertujuan mendapatkan model yang terbaik dalam

menentukan faktor kejadian Ketuban Pecah Dini. Analisis regresi logistic tahap

atau model yakni dengan prediktor semua variabel bebas yang bermakna secara

statistik pada analisis bivariat.

Hasilnya analisis model pertama hubungan semua variabel independen yang

meliputi (paritas, usia, status anemia, status pekerjaan) terlihat pada tabel berikut ini

Tabel. 4.10
Hasil Analisis Model Pertama Hubungan Variabel Paritas, Usia, Status Anemia,
Status Pekerjaan Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini

No Variabel Independen p value Exp (B) 95 % CI

1 Paritas 0.000 2.511 1.147-5.498


2 Usia 0.000 0.087 0.041-.185
3 Status Anemia 0.000 2.268 0.759-6.776
5 Status Pekerjaan 0.000 3.094 1.010-9.476
Cox and snell R Square 0.317
Nagelkerke R Square 0.459

Dari tabel 4.10 di atas semua variabel memiliki nilai p value < 0.005, tetapi nilai

yang paling tinggi yaitu Usia 3.094.


85

Tabel 4.11
Hasil Analisis Model Akhir Multivariat

No Variabel Independen B P Value Exp (B) CI 95% Exp (B)


1 Paritas 0.921 0.000 2.511 1.147-5.498
2 Usia -2.446 0.000 0087 0.041-0.185
3 Status Anemia 0.819 0.000 2.268 0.759-6.776
4 Status Pekerjaan 1.129 0.000 3.094 1.010-9476

Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa hasil analisis model akhir multivariate pada

kejadian ketuban pecah dini, variabel penentu atau yang paling besar hubungannya dengan

kejadian ketuban pecah dini adalah status pekerjaan dengan OR = 3.098, artinya responden

yang bekerja mempunyai resiko 9.476 kali lebih besar mengalami terjadinya ketuban

pecah dini dibandingkan dengan tidak bekerja.

Secara statistik hasil analisis multivariat menunjukan bahwa faktor yang paling

dominan terjadinya ketuban pecah dini adalah variabel pekerjaan, Berdasarkan teori yang

menyatakan bahwa kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja

melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja

menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga selaput ketuban mudah pecah (Angga W,

2013).

4.5 Pembahasan

4.5.1 Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSUD Siti Fatimah

Ketuban pecah dini merupakan suatu keadaan pecahnya selaput ketuban

sebelum persalinan, dapat terjadi pada usia kehamilan prematur ataupun aterm.
86

Ketuban pecah dini terjadi 8% sampai 10% pada semua kehailan dan 2% terjadi

pada kehamilan premature. (Prawirahardjo,2014)

Ketuban pecah dini adalah merupakan masalah kehamilan yang

menimbulkan berbagai komplikasi lainnya bahkan sampai pada kematian, dan

hal ini sangat berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.

Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun penyebab

sebelumnya belum diketahui secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan

faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor

mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor

risiko ketuban pecah dini yaitu: adanya infeksi, serviks inkompeten, tekanan

intra uterin, trauma, kelainan letak, keadaan sosial ekonomi, faktor golongan

darah, panggul sempit, faktor multigradivitas/paritas dan defesiensi vitamin C.

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Siti Fatimah bahwa ibu

yang mengalami ketuban pecah dini ada 178 orang, dari 178 orang keseluruhan

ibu mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan preterm dan aterm

semua persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan normal dengan cara

induksi. Pada kejadian ketuban pecah dini 10% dari semua persalinan dimana

sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm diatas 37

minggu, sedangkan di bawah 36 minggu atau prematur tidak terlalu banyak.

Pada trimester tiga kehamilan selaput ketuban mudah pecah karena

melemahnya selaput ketuban, hal ini sesuai dengan data yang didapat bahwa

semua kejadian ketuban pecah dini terjadi pada usia kehamilan aterm.
87

Di RSUD Siti Fatimah hamper semua persalinan dengan ketuban pecah

dini dilakukan dengan seksio sesarea. Hal ini dipengaruhi karena banyaknya

kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Sebagian besar pasien dengan

ketuban pecah dini merupakan rujukan dari praktik bidan ataupun dari klinik

bersalin yang pada awalnya sudah dilakukan tindakan dan observasi. Namun

setelah dilakukan tindakan sesuai dengan prosedur, dari hasil pemantauan

kemungkinan pasien tidak bisa ditangani secara normal kemudian pasien

dirujuk ke Rumah Sakit untuk dilakukan penanganan lebih lanjut lagi. Karena

sudah tidak dapat ditangani secara normal makanya pasien dirujuk ke rumah

sakit untuk dilakukan seksio sesarea. Itu sebabnya di rumah sakit lebih banyak

pasien diseksio sesarea dibanding dengan persalinan normal.

Namun ada juga pasien yang ketika mengalami hal yang tidak biasa

dengan dirinya dicurigai sebagai tanda bahaya kehamilan, datang langsung ke

rumah sakit tanpa perantara bidan atau dokter. Dan ada juga yang dari

pemeriksaan kehamilan dengan dokter atau bidan, didapat ibu ada masalah

dalam kehamilannya. Biasanya hal seperti ini sudah dijadwalkan oleh dokter

kapan dan dimana persalinannya, dan ketika sebelum jadwal yang ditetapkan

ibu merasa ada hal yang dapat membahayakan kehamilannya maka ibu segera

datang ke rumah sakit

4.5.2 Hubungan Paritas terhadap kejadian Ketuban Pecah Dini

Paritas merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini. Namun dalam penelitian ini terdapat adanya
88

hubungan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini, ditunjukkan dengan hasil

analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,000 < 0,05 dengan odd

ratio 3.301 (95% CI) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

paritas dengan kejadian ketuban pecah dini, namun ibu primipara lebih berisiko

3.301 kali lebih besar terjadi ketuban pecah dinin dibandingkan dengan ibu

multipara.

Penelitian ini tidak sejalan dengan teori Prawirahardjo, ketuban pecah

dini sering ditemukan pada wanita multipara dibanding wanita primipara. Hal

ini disebabkan karena endometrium pada wanita yang sudah pernah melahirkan

akan lebih bermasalah dari pada wanita yang baru satu kali atau bahkan belum

pernah. Ketika seorang wanita yang sudah pernah mengalami kehamilan /

persalinan lebih dari satu kali berarti mengalami letak plasenta yang berbeda.

Hal tersebut dapat menyebabkan plasenta pada kehamilan-kehamilan

seterusnya rentan terjadi ketuban pecah dini.

Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah anak yang

dilahirkan. Paritas anak kedua dan anak ketiga merupakan paritas yang paling

aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Pada paritas tinggi lebih dari 3

mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Maka oleh sebab itu ibu-ibu

yang sedang hamil anak pertama dan lebih dari anak ketiga harus

memeriksakan kehamilan sesering mungkin agar tidak berisiko terhadap

kematian maternal. Pada paritas rendah, ibu-ibu hamil belum begitu mengerti

tentang kehamilan dan pentingnya pemeriksaan kehamilan.


89

Menurut Manuaba, persalinan dengan Ketuban Pecah Dini biasanya

dapat di sebabkan oleh multi/grandemulti, overdistensi (hidroamnion,

kehamilan ganda), disproporsio sefalo pelvis, kelainan letak (lintang dan

sungsang). Oleh sebab itu, Ketuban Pecah Dini memerlukan pengawasan yang

ketat dan kerjasama antara keluarga dan penolong (bidan dan dokter) karena

dapat meyebabkan bahaya infeksi intra uterin yang mengancam keselamatan

ibu dan janinnya. Dengan demikian, akan menurunkan atau memperkecil risiko

kematian ibu dan bayinya.(Manuaba,2014)

Teori ini tidak sesuai dengan penelitian ini yang hasilnya ibu primipara

lebih dominan mengalami ketuban pecah dini daripada ibu multipara. Penelitian

ini sama dengan hasil penelitian Firdhaus Yang dilakukan di RSUD

Panembahan Senopati Bantul tahun 2015 bahwa mayoritas ibu yang mengalami

ketuban pecah dini adalah ibu primipara. Hal tersebut memberikan arti bahwa

wanita yang baru sekali mengalami persalinan akan lebih berisiko mengalami

ketuban pecah dini daripada wanita yang berstatus paritas multipara

dikarenakan keadaan kandungan yang masih terkesan baru sekali digunakan

untuk mengandung janin, sehingga penyesuaian dibutuhkan pada kandungan

wanita.

Penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Alice, dari 431 yang

multipara terdapat 61 (14,2%) responden dengan KPD dan dari 171 yang primi

terdapat 47 (27,5%) responden yang KPD. Uji chi-square p-value dengan OR


90

2,299 artinya responden primi memiliki kecenderungan 2,299 kali lebih besar

dibanding dengan yang multi.(Alice,2014)

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Natasya dengan judul

Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit Umum

dengan hasil paritas 1 mempunyai angka kejadian ketuban pecah dini lebih

tinggi. Sedangkan paritas 2 sampai 3 merupakan paritas yang aman di tinjau

dari kejadian ketuban pecah dini. Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap

aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan

paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai risiko terjadinya ketuban pecah dini

lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul masih kaku

(kurang elastis) dari pada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan banyak

anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan

(Natasya,2013).

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa paritas memiliki pengaruh

terhadap kejadian ketuban pecah dini, mayoritas paritas primipara berisiko

lebih banyak yang mengalami ketuban pecah dini yaitu sebanyak 107 orang

(60.2%) dari pada yang multipara yaitu 71 orang (39.9%). Pendidikan

kesehatan atau informasi tentang kehamilan dan tanda bahaya sangat

diutamakan dalam memberikan pelayanan antenatal terutama pada ibu primi.

Pada kehamilan pertama merupakan pengalaman baru yang dapat menjadi

faktor yang dapat menimbulkan stress bagi ibu, beberapa stres ada yang dapat

diduga dan ada yang tidak dapat diduga atau tidak terantisipasi sehingga dapat
91

terjadi komplikasi persalinan seperti ketuban pecah dini. Hormon kortisol

adalah hormon yang berpengaruh saat stres yang menghasilkan Corticothropin

Releasing Hormone (CRH), dan CRH ini yang menimbulkan kontraksi uterus

yang dapat mengakibatkan pecahnya ketuban. Begitu juga dengan kondisi

kandungan yang masih terkesan baru sekali digunakan untuk mengandung

janin, sehingga penyesuaian dibutuhkan pada kandungan wanita. Pada

penelitian ini, paritas merupakan pengaruh terhadap kejadian ketuban pecah

dini di RSU Sundari Medan, namun responden primi memiliki kecenderungan

2,299 lebih besar untuk mengalami ketuban pecah dini dibandingkan dengan

yang multi.

4.5.3 Hubungan Usia terhadap kejadian Ketuban Pecah Dini

Usia merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini. Pada penelitian ini tidak mempunyai pengaruh

terhadap kejadian ketuban pecah dini. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji

statistik chi-square diperoleh nilai p = 0.000 > 0,05 dengan nilai odd ratio

0.704 (95%CI) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia

dengan kejadian ketuban dini. Namun dilihat dari nilai odd ratio ibu yang

usianya 20-35 Tahun tahun berisiko 0.704 kali lebih besar terjadi ketuban

pecah dini dibandingkan dengan ibu yang usianya <20 tahun dan > 35 tahun.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Leihitu, Distribusi

kejadian ketuban pecah dini dengan usia ibu Hasil analisis hubungan melalui

uji statistic Kendal Tau didapatkan nilai Asymp. Sig (2-tailed) dengan nilai p =
92

0,000 < 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima yaitu terdapat hubungan

antara usia ibu dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD

Sleman Yogyakarta.

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian anjarwati berjudul

Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD)

Pada Ibu Bersalin Di RSUD Wates Kulon Progo, berdasarkan hasil analisis data

menggunakan Kendall Tau pada faktor usia didapatkan angka Tau sebesar

0,089. Jadi 0,089 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara faktor usia dengan kejadian KPD.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Natasya bahwa ketuban

pecah dini di rumah sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2009 bahwa

sebagian besar responden adalah ibu bersalin yang berumur 20-35 tahun yaitu

sebanyak 113 ibu bersalin (87,6%). Pada penelitian ini ibu bersalin yang

berumur 20-35 dengan KPD lebih tinggi dibandingkan dengan ibu bersalin

yang berumur <20 tahun dan >35 tahun.

Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan. Umur sangat

menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan berisiko tinggi apabila ibu

hamil berusia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Umur berguna untuk

mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juwaher cakupan yang memiliki

umur 20-25 tahun tidak risiko tinggi sebagian besar melakukan pemeriksaan
93

kehamilan sesuai dengan standar dibanding dengan yang berumur < 20 atau >

35 tahun (resti) (Maryunnani,2016).

Ketuban pecah dini ini dapat disebabkan oleh Penyebab lainnya adalah

kelainan letak janin dalam rahim, baik itu letak sungsang ataupun letak lintang.

Kemungkinan kesempitan panggul yaitu: perut gantung, bagian terendah belum

masuk pintu atas panggul, sefalopelvik disproforsi juga bisa menyebabkan

ketuban pecah dini. Selain itu, kelainan bawaan dari selaput ketuban dan infeksi

yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban alam

bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.(Nita ND, 2015)

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa usia memiliki pengaruh terhadap

kejadian ketuban pecah dini. Mayoritas ibu yang mengalami ketuban pecah dini

adalah ibu yang berusia 20-35 tahun (tidak berisiko) yaitu sebanyak 139 orang

(78.1%) dan yang berusia <20 dan >35 tahun (berisiko) sebanyak 39 orang

(21.9%). Hal ini menunjukkan bahwa ketuban pecah dini lebih banyak terjadi

pada usia yang tidak berisiko. Hal ini kemungkinan disebabkan karena semakin

meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tidak menikah dan hamil di usia

muda dan semakin sadar bahwa hamil/bersalin di usia lanjut dapat

menimbulkan penyulit-penyulit yang dapat membahayakan ibu dan bayi.

Menurut peneliti hal ini berhubungan dengan angka kejadian ketuban pecah

dini paling banyak terjadi pada ibu primipara yang mayoritas berusia 20-35

tahun. Pada ibu primi, kehamilan pertama merupakan pengalaman baru dan
94

tidak biasa yang dapat menjadi faktor pemicu stress yang dapat mengakibatkan

ketuban pecah dini.

4.5.4 Hubungan Status Anemia terhadap kejadian Ketuban Pecah Dini

Anemia merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian ketuban pecah dini. Namun pada penelitian ini anemia tidak

berpengaruh pada kejadian ketuban pecah dini. Hasil uji chi-square diperoleh

nilai p = 0,000 < 0,05 dengan OR 3.817 (95% CI) maka dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh antara anemia dengan kejadian ketuban pecah dini, namun

ibu yang mengalami anemia beresiko 3.817 kali kemungkinan mengalami

ketuban pecah dini dibanding dengan ibu yang tidak anemia

Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian Asimijati “Pengaruh

Anemia Terhadap Kejadian Ketuban Pecah DiniDi RSUD Cibinong” Variabel

Anemia : dari 547 responden yang tidak anemia terdapat 67 (12,2%) responden

yang mengalami KPD, dan dari 55 responden anemia terdapat 41 (74,5%) yang

KPD. Uji chi square p-value 0,000 < 0,05 artinya ada pengaruh antara anemia

dengan KPD. OR 20,981 artinya responden yang anemia memiliki

kecendrungan KPD dibandingkan dengan yang tidak.(Asimijati,2015)

Penelitian ini juga sejalan dengan teori dari Manuaba yang menyatakan

bahwa anemia selama kehamilan menyebabkan ibu hamil tidak begitu mampu

untuk menghadapi kehilangan darah dan membuatnya rentan terhadap infeksi.

Anemia juga dapat menimbulkan hipoksia fetal dan persalinan prematur.

Bahaya terhadap janin, sekalipun tampaknya janin mampu memungkinkan


95

ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu selaput ketuban dapat pecah

secara tiba-tiba yang dapat diidentifikasi sebagai ketuban pecah dini.(Manuaba,

2014)

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Jika

persediaan zat besi minimal, maka setiap kehamilan akan mengurangi

persediaan zat besi tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan

relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi atau

pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya

pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Pada ibu hamil yang mengalami anemia

biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada

trimester pertama dan trimester ke tiga. Dampak anemia pada janin antara lain

abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah,

cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat

mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman dekompensasikordis

dan ketuban pecah dini. Pada saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan

his, retensio plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri

(Marni,2015).

Menurut analisa peneliti mayoritas responden lebih banyak yang

mengalami anemia dengan ketuban pecah dini. Hal ini ada kemungkinan

terlihat dari status ibu yang bekerja yang sudah dapat memenuhi ekonominya

sehingga dengan ekonomi yang baik maka taraf hidup juga akan lebih baik
96

terutama dalam pemenuhan nutrisi. Ibu hamil yang sudah dapat memenuhi

nutrisinya, cukup gizi dan energi akan terhindar dari anemia.

4.5.5 Hubungan status pekerjaan terhadap kejadian Ketuban Pecah Dini

Berdasarkan hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p =

0,000> 0,05 dengan nilai odd ratio 3.916 (95% CI) maka dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian ketuban pecah dini.

Namun peluang terjadinya ketuban pecah dini pada ibu yang statusnya bekerja

lebih besar 3.916 kali lebih berisiko dari ibu yang statusnya tidak bekerja.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tahir yang menunjukkan

bahwa sebagian besar ibu yang mengalami KPD adalah ibu yang bekerja. Dari

hasil analisis data menunjukkan bahwa rasio mengalami KPD pada ibu yang

pekerjaannya menyebabkan kelelahan dan lama kerja >3 jam/hari adalah 3,6

kali lebih besar dibandingkan ibu yang bekerja tidak kelelahan dan lama kerja

≤3 jam/hari, dan juga merupakan faktor yang paling dominan terhadap

KPD.(Tahir,2012)

Menurut Notoatmodjo Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap

kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan

lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan

dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban

pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun

pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan


97

kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun

janin.(Notoadmojo,2012)

Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Leihutu, kejadian

ketuban pecah dini preterm dengan status pekerjaan ibu bekerja sebanyak 12

(17%) orang dan yang status pekerjaannya ibu tidak bekerja sebanyak 59 (83%)

orang sehingga totalnya 71 orang. Sedangkan kejadian ketuban pecah dini

aterm dengan status pekerjaan ibu bekerja sebanyak 14 (12%) orang dan yang

status pekerjaannya ibu tidak bekerja sebanyak 105 (88%) orang sehingga

totalnya 119 orang. Hasil analisis hubungan melalui uji statistik chi square

didapatkan nilai Asymp. Sig (2-sided) dengan nilai p = 0,319 > 0,05 yang

berarti Ho diterima dan Ha ditolak yaitu tidak ada hubungan antara kejadian

ketuban pecah dini dengan status pekerjaan pada ibu bersalin.(Leihutu, 2014)

Berdasarkan dari hasil asumsi penelitian menunjukkan bahwa sebagian

besar ibu yang mengalami ketuban pecah dini bekerja dan sebagian ibu tidak

bekerja masing-masing 59.0% dan 41.0%. Ibu dengan berstatus bekerja

memiliki peran ganda yaitu bekerja sebagai wanita karir diluar rumah dengan

tujuan untuk menambah penghasilan keluarga dan ketika di rumah bekerja juga

mengurus rumah tangganya, itu sebabnya ibu yang statusnya bekerja memiliki

pekerjaan yang sangat berat karena selain bekerja di luar rumah, harus bekerja

lagi di rumah sehingga sangat menguras energi. Tidak seperti ibu yang

statusnya tidak bekerja, mereka hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja di

rumah. Namun kelelahan dalam bekerja dalam penelitian ini bukan merupakan
98

faktor risiko yang dapat mengakibatkan ketuban pecah dini, hal ini dpt dilihat

dari uji chi square nilai p = 0,000 > 0,05 dengan nilai odd ratio 3.916 (95% CI).

4.6 Implikasi Hasil Penelitia

Hasil penelitian ini memberikan implikasi untuk kemampuan ibu dalam

mengetahui dini gejala awal ketuban pecah dini dan diharapkan dapat mencegah

terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilannya. Hal ini juga menjadi acuan bagi

bidan yang ada di masyarakat dalam penatalaksanaan asuhan kebidanan dengan

pencegahan ketuban pecah dini, terutama dalam hal meningkatkan pengetahuan ibu

melalui pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan secara teratur terkait bahaya

ketuban pecah dini.

4.7 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dengan semaksimal mungkin, namun demikian

masih ditemui keterbatasan dalam penelitian ini.

1) Pada penelitian ini peneliti hanya menggunakan data sekunder dan hanya meneliti

beberapa faktor risiko, diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk menambah

faktor risiko lainnya seperti faktor risiko stres, kelainan letak dan infeksi.

2) Tidak adanya sampel gemelli sehingga peneliti tidak bisa memasukkan gemelli ke

dalam variabel faktor risiko pada kejadian ketuban pecah dini.


99

3) Terbatasnya data di rumah sakit seperti tidak adanya data riwayat ketuban pecah

dini di status pasien sehingga peneliti tidak dapat meneliti faktor risiko riwayat

ketuban pecah dini di kehamilan sebelumnya.


100

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Distribusi frekuensi pada kejadian ketuban pecah dini sebagian besar dari

paritas yang primipara sebesar 128 (52,2%), Usia yang beresiko sebesar 92

(37,6%), status anemia yang beresiko sebesar 113 (46,1%), dan status

perkerjaan yang ibu nya bekerja sebesar 123 (50,2%) di RSUD Siti Fatimah

Provinsi Sumatera Selatan.

2. Ada hubungan yang signifikan antara Paritas dengan kejadian ketuban

pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020 (

pvalue 0,000 dan OR 3,301).

3. Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian ketuban pecah

dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020 (p value

0,000 dan OR 0.074)

4. Ada hubungan yang signifikan antara status anemia dengan kejadian

ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun

2020 (p value 0,000 dan OR 3,817)

100
101

5. Ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan kejadian

ketuban pecah dini di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun

2020 (p value 0,000 dan OR 3,916)

6. Status pekerjaan merupakan faktor yang paling dominan terhadap kejadian

ketuban pecah dini di RSUD SIti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan.

5.2 Saran
1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti terutama dalam

melakukan penelitian dan dapat dikembangkan bagi peneliti lain yang ingin

melakukan penelitian yang sama, namun diharapkan dicari faktor risiko

yang belum pernah diteliti untuk mengembangkan hasil yang lebih baik lagi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan sebagai bahan masukan bagi institusi sekolah dalam proses

belajar mengajar serta menambah referensi di perpustakaan sebagai bahan

bacaan di STIKES Bina Husada Palembang

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan disarankan lebih memahami faktor risiko pada ibu

bersalin dan memberikan penatalaksanaan sesuai kewenangan dengan

mengikuti SOP yang sudah ada dan meningkatkan pelayanan pada kejadian

persalinan dengan ketuban pecah dini dan meningkatkan pelayanan pada

pasien dengan masalah persalinan di RSU dan klinik dengan memantau

persalinan-persalinan.
102

4. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat diharapkan para ibu-ibu hamil untuk senantiasa

memeriksakan kehamilannya secara teratur di tempat pelayanan tenaga

kesehatan. Selain itu lebih banyak mencari informasi tentang perawatan

kehamilan agar komplikasi kebidanan dapat terdeteksi dini dan dipantau

secara dini sehingga persalinan dapat berjalan baik dan tidak mengalami

komplikasi saat persalinan.


103

DAFTAR PUSTAKA

Abidinsyah S. Kebijakan aprogram Kependudukan, Keluarga Berencana, dan


Pembangunan Keluarga dalam Mendukung Keluarga Sehat (BKKBN) tahun
2016.http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/rakerkesnas_gel2_2
016/Kepala%20BKKBN.pdf. Diakses tanggal 11 Januari 2017.

Aisyah S, Oktarina A. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini Antara Primipara


dan Multipara.

Alice L, Asmijati. Pengaruh Anermia Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSUD
Cibinong:https://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/717%20Alice_Pengar
uh%20Anemia%20Terhadap%20Kejadian%20Ketuban%20Pecah%20Dini.pdf.
Tahun 2014. Diakses tanggal 11 Januari 2017.

Anjarwati, Suryaputri A. Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Ketuban


Pecah Dini (KPD) Pada Ibu Bersalin Di RSUD Wates Kulon Progo :
http://opac.unisayogya.ac.id/1321/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Tahun 2013.
Diakses 2 Mei 2017.

Angga W, Gede NHWS. Gambaran Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan Aterm di
RSUP Sanglah.http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/viewFile/24707/15956.
Tahun 2013. Diakses tanggal 11 Januari 2017.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. William
Obstetric, 23th ed. United States of America: McGraw-Hill; 2014:

Femmy Yolanda Leihutu. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ketuban


Pecah Dini pada Ibu Bersalin di RSUD Sleman Yogyakarta:
opac.unisayogya.ac.id/15/1/NASKAH%20PUBLIKASI_femmy%20leihutu.p df.
2014. Diakses tanggal 19 Januari 2017. Eka P, Luvi DA, Rosalina. Faktor-faktor
Yang Berhubungan denga Kejadian Ketuban Pecah Dini di RSUD Ungaran
Kabupaten Semarang:perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/4239.pdf. 2014.
Diakses tanggal 9 Januari 2017.

Handayani, S. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta:


EGC; 2012.

Iman, M. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan Menggunakan


Metode Ilmiah. Bandung: Ciptapustaka Media Perintis; 2016.

Iman, M. Pemanfaatan SPSS dalam penelitian Bidang Kesehatan dan Umum. Bandung:
Ciptapustaka Media Perintis;2016.
104

Kennet J, Leveno MD. Manual Komplikasi Kehamilan William edisi 23. Jakarta:
EGC;2016.

Lowing AGJ, Lengkong R, Mawengkang M. Gambaran Ketuban Pecah Dini di RSUP


Prof. Dr. R.D, Kandou Manado. (dokumen di internet). 2015. Tersedia di;
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/9418

Marmi, Suryaningsih ARM, Fatmawaty E. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar; 2015.

Manuaba, IBG. Ilmu Kandungan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC; 2014

Maryunani A, Puspita E. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.


Yogyakarta: Nuha Medika; 2015.

Maryunani A. Manajemen Kebidanan Terlengkap. Jakarta: EGC; 2016

Natasya A. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini Di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2015:
https://www.slideshare.net/WarnetRaha/karakteristik-ibu-bersalin-dengan-
ketuban-pecah-dini-di-rumah-sakit-umum-daerah-kabupaten-muna-tahun-
2015.Tahun 2015. Diakses 2 Mei 2017.

Nita ND, Mustika DS. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Nuha Medika; 2015

Nugroho T. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2012

Nurul Huda. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini di RSUP


Muhammadiyah Surakarta
:eprints.ums.ac.id/27201/2702_NASKAH_PUBLIKASI.pdf. 2013. Diakses
tanggal 9 Februari 2017.

Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: rineka Cipta;


2012.

Prawirahardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka sarwono


Prawirahardjo;2016

Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2014. (Dokumen di internet). 2015 (diunduh 19
Januari 2017 ). Tersedia di ;
www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_20
14/102_Sumut_2014.pdf
105

Revalthy V, Sowjanya R, Lavanya S. Maternal and Perinatal Outcome in Premature


Rupture of Membrane at Term. (dokumrn di internet). 2015. (diunduh 30 Januari
2017). Tersedia di; www.iosrjournals.org/iosr-jdms/papers/vol14-issue/version-
4/DO14441215.pdf

Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo;2014.

Sugiyono. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta; 2014.

Sutarjo US. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta: Kemenkes R; 2016.

Suriana, Arhdian A. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ketuban Pecah


Dini pada Ibu Hamil di RSUD Labung Baji Makassar:
https://jurnalstikesnh.files.wordpress.com/2016/11/5615733737_2301_1721.p df.
2016. Diakses tanggal 9 Februari 2017.

Suroyo RB. Disertasi Implementasi Konsep Pendidikan Shalat Dalam Pelaksanaan


Antenatal Care dan Natal Care di Rumah Sakit Kota Medan (Studi Kasus di
Rumah Sakit Mitra Medika). 2016

Tahir S, Seweng A, Abdullah Z. Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh
Yusuf Kabupaten Gowa. (dokumen di internet). 2012. (diunduh 19 Januari 2017).
Tersedia di; pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/abdbde934df5c895d7deebd756ceo4e1.pdf

Walyani ES. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press;
2015
106
107
108
109
110
111
112
1

DATA HASIL PENELITIAN

Nama : Ernawati
NPM : 18.13101.10.17
Judul Penelitian : Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ketuban Pecah
Dini Di Rsud Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan
Variable : Ketuban Pecah Dini, Paritas, Usia, Status Anemia, Status Pekerjaan

No Ketuban Pecag Dini Paritas Usia Status Status Pekerjaan

Anemia

1 Ya G1P0A0 18 9,8 Ya

2 Ya G1P0A0 20 9,3 Ya

3 Ya G1P0A0 36 9,2 Ya

4 Ya G1P0A0 37 9,3 Ya

5 Ya G1P0A0 18 9,4 Ya

6 Ya G1P0A0 19 9,6 Ya

7 Ya G1P0A0 20 9,6 Ya

8 Ya G1P0A0 38 9,8 Ya

9 Ya G1P0A0 19 9,2 Ya

10 Ya G1P0A0 17 9,0 Ya

11 Ya G1P0A0 19 9,2 Ya

12 Ya G1P0A0 19 8,8 Ya

13 Ya G1P0A0 18 8,9 Ya

14 Ya G1P0A0 36 8,6 Ya
2

15 Ya G1P0A0 38 8,7 Ya

16 Ya G1P0A0 36 8,8 Ya

17 Ya G1P0A0 37 8,9 Ya

18 Ya G1P0A0 17 8,9 Ya

19 Ya G1P0A0 19 8,8 Ya

20 Ya G1P0A0 20 9,2 Ya

21 Ya G1P0A0 36 9,3 Ya

22 Ya G1P0A0 38 9,3 Ya

23 Ya G1P0A0 32 9,2 Ya

24 Ya G1P0A0 37 9,2 Ya

25 Ya G1P0A0 18 9,3 Ya

26 Ya G1P0A0 19 9,4 Ya

27 Ya G1P0A0 20 9,6 Ya

28 Ya G1P0A0 36 9,6 Ya

29 Ya G1P0A0 18 9,8 Ya

30 Ya G1P0A0 19 9,2 Ya

31 Ya G1P0A0 20 9,0 Ya

32 Ya G1P0A0 37 9,2 Ya

33 Ya G1P0A0 38 9,2 Ya

34 Ya G1P0A0 42 9,3 Ya

35 Ya G1P0A0 37 9,3 Ya

36 Ya G1P0A0 18 9,2 Ya
3

37 Ya G1P0A0 37 9,2 Ya

38 Ya G1P0A0 18 9,3 Ya

39 Ya G1P0A0 19 9,4 Ya

40 Ya G1P0A0 27 9,6 Ya

41 Ya G1P0A0 26 9,6 Ya

42 Ya G1P0A0 25 9,8 Ya

43 Ya G1P0A0 23 9,2 Ya

44 Ya G1P0A0 24 9,0 Ya

45 Ya G1P0A0 22 9,2 Ya

46 Ya G1P0A0 26 9,2 Ya

47 Ya G1P0A0 25 9,3 Ya

48 Ya G1P0A0 24 9,8 Ya

49 Ya G1P0A0 22 9,7 Ya

50 Ya G1P0A0 28 9,4 Ya

51 Ya G1P0A0 36 9,2 Ya

52 Ya G1P0A0 27 9,4 Ya

53 Ya G1P0A0 26 9,5 Ya

54 Ya G1P0A0 25 9,6 Ya

55 Ya G1P0A0 23 9,2 Ya

56 Ya G1P0A0 24 9,3 Ya

57 Ya G1P0A0 22 9,4 Ya

58 Ya G1P0A0 26 9,6 Ya
4

59 Ya G1P0A0 25 9,6 Ya

60 Ya G1P0A0 24 9,8 Ya

61 Ya G1P0A0 21 9,2 Ya

62 Ya G1P0A0 27 9,0 Ya

63 Ya G1P0A0 26 9,2 Ya

64 Ya G1P0A0 25 9,3 Ya

65 Ya G1P0A0 23 9,4 Ya

66 Ya G1P0A0 24 9,2 Ya

67 Ya G1P0A0 22 9,3 Tidak

68 Ya G1P0A0 26 9,3 Tidak

69 Ya G1P0A0 25 9,2 Tidak

70 Ya G1P0A0 24 9,2 Tidak

71 Ya G1P0A0 34 9,3 Tidak

72 Ya G1P0A0 33 9,4 Tidak

73 Ya G1P0A0 34 9,6 Tidak

73 Ya G1P0A0 27 9,6 Tidak

75 Ya G1P0A0 32 9,8 Tidak

76 Ya G1P0A0 20 9,2 Tidak

77 Ya G1P0A0 29 9,0 Tidak

78 Ya G1P0A0 32 9,2 Tidak

79 Ya G1P0A0 26 9,2 Tidak

80 Ya G1P0A0 25 9,3 Tidak


5

81 Ya G1P0A0 34 9,3 Tidak

82 Ya G1P0A0 30 9,2 Tidak

83 Ya G1P0A0 32 9,2 Tidak

84 Ya G1P0A0 32 9,3 Tidak

85 Ya G1P0A0 22 9,4 Tidak

86 Ya G1P0A0 21 9,6 Tidak

87 Ya G1P0A0 34 9,6 Tidak

88 Ya G1P0A0 33 9,8 Tidak

89 Ya G1P0A0 34 9,2 Tidak

90 Ya G1P0A0 27 9,0 Tidak

91 Ya G1P0A0 32 11 Tidak

92 Ya G1P0A0 20 11,2 Tidak

93 Ya G1P0A0 29 11,6 Tidak

94 Ya G1P0A0 32 11 Tidak

95 Ya G1P0A0 26 10,8 Tidak

96 Ya G1P0A0 25 10,6 Tidak

97 Ya G1P0A0 34 11,2 Tidak

98 Ya G1P0A0 30 11,4 Tidak

99 Ya G1P0A0 32 10,6 Tidak

100 Ya G1P0A0 32 10,7 Tidak

101 Ya G1P0A0 28 11 Tidak

102 Ya G1P0A0 24 11,2 Tidak


6

103 Ya G1P0A0 23 11,6 Tidak

104 Ya G1P0A0 22 11 Tidak

105 Ya G1P0A0 25 10,4 Tidak

106 Ya G1P0A0 25 10,6 Tidak

107 Ya G1P0A0 24 9,2 Tidak

108 Ya G2P1A0 31 9,4 Tidak

109 Ya G4P3A0 34 9,6 Tidak

110 Ya G3P2A0 36 9,8 Tidak

111 Ya G4P2A1 30 11,2 Tidak

112 Ya G2P1A0 24 11,6 Tidak

113 Ya G4P3A0 32 11 Tidak

114 Ya G3P2A0 31 10,8 Tidak

115 Ya G5P3A1 34 11,4 Tidak

116 Ya G2P1A0 22 11,2 Tidak

117 Ya G4P3A0 36 11,6 Tidak

118 Ya G3P2A0 38 11,2 Tidak

119 Ya G4P2A1 42 10,7 Tidak

120 Ya G2P1A0 37 10,6 Tidak

121 Ya G2P1A0 24 10,7 Ya

122 Ya G4P3A0 38 11,4 Ya

123 Ya G2P1A0 36 11,2 Ya

124 Ya G3P2A0 33 10,8 Ya


7

125 Ya G4P3A0 40 11,4 Ya

126 Ya G3P2A0 36 11,2 Ya

127 Ya G5P3A1 42 11,6 Ya

128 Ya G2P1A0 25 11,2 Ya

129 Ya G4P3A0 34 10,7 Ya

130 Ya G3P2A0 36 10,6 Ya

131 Ya G4P2A1 38 10,7 Ya

132 Ya G2P1A0 42 11,6 Ya

133 Ya G4P3A0 37 11,2 Ya

134 Ya G3P2A0 37 10,8 Ya

135 Ya G4P2A1 32 11,4 Ya

136 Ya G4P3A0 33 11,2 Ya

137 Ya G2P1A0 37 11,6 Ya

138 Ya G2P1A0 24 11,2 Ya

139 Ya G4P3A0 41 10,7 Ya

140 Ya G3P2A0 38 10,6 Ya

141 Ya G4P2A1 38 10,7 Ya

142 Ya G4P3A0 42 11,8 Ya

143 Ya G2P1A0 37 11,2 Ya

144 Ya G3P2A0 29 12,2 Ya

145 Ya G4P3A0 33 12 Ya

146 Ya G3P2A0 32 11 Ya
8

147 Ya G5P3A1 34 10 Ya

148 Ya G2P1A0 23 10,7 Tidak

149 Ya G4P3A0 29 10,6 Tidak

150 Ya G3P2A0 38 10,7 Tidak

151 Ya G4P2A1 39 11,8 Tidak

152 Ya G2P1A0 34 11,2 Tidak

153 Ya G4P3A0 33 12,2 Tidak

154 Ya G3P2A0 34 12 Tidak

155 Ya G4P2A1 27 12,1 Tidak

156 Ya G3P2A0 32 12,4 Tidak

157 Ya G2P1A0 20 10,6 Tidak

158 Ya G4P3A0 29 10,7 Tidak

159 Ya G2P1A0 32 11,8 Tidak

160 Ya G3P2A0 26 11,2 Tidak

161 Ya G4P3A0 25 12,2 Tidak

162 Ya G3P2A0 34 12 Tidak

163 Ya G5P3A1 30 12,1 Tidak

164 Ya G2P1A0 32 10,6 Tidak

165 Ya G4P3A0 32 10,7 Tidak

166 Ya G3P2A0 34 11,8 Tidak

167 Ya G4P2A1 33 11,2 Tidak

168 Ya G3P2A0 34 12,2 Ya


9

169 Ya G4P2A1 27 12 Ya

170 Ya G2P1A0 32 12,1 Ya

171 Ya G4P3A0 20 12,3 Ya

172 Ya G2P1A0 29 11,4 Ya

173 Ya G3P2A0 32 11,6 Ya

173 Ya G4P3A0 26 12,1 Ya

174 Ya G3P2A0 25 12,3 Ya

175 Ya G5P3A1 34 11,6 Ya

176 Ya G2P1A0 30 11,2 Ya

177 Ya G4P3A0 32 12,2 Ya

178 Ya G3P2A0 32 12 Ya

179 Tidak G4P2A1 39 12,1 Ya

180 Tidak G4P3A0 38 12,4 Ya

181 Tidak G3P2A0 36 10,6 Ya

182 Tidak G4P2A1 38 10,7 Ya

183 Tidak G2P1A0 36 11,8 Ya

184 Tidak G2P1A0 37 11,2 Ya

185 Tidak G4P3A0 37 12,2 Ya

186 Tidak G2P1A0 39 12 Ya

187 Tidak G3P2A0 40 12,1 Ya

188 Tidak G4P3A0 36 10,6 Ya

189 Tidak G3P2A0 36 10,7 Ya


10

190 Tidak G5P3A1 37 11,8 Ya

191 Tidak G2P1A0 36 11,2 Ya

192 Tidak G4P3A0 38 12,2 Ya

193 Tidak G3P2A0 37 12 Ya

194 Tidak G4P2A1 38 12,1 Ya

195 Tidak G2P1A0 36 12,3 Ya

196 Tidak G1P0A0 17 11,4 Ya

197 Tidak G1P0A0 18 11,6 Ya

198 Tidak G1P0A0 36 12,1 Ya

199 Tidak G1P0A0 37 12,3 Ya

200 Tidak G1P0A0 36 11,6 Ya

201 Tidak G1P0A0 18 9,8 Ya

202 Tidak G1P0A0 37 9,3 Ya

203 Tidak G1P0A0 38 9,2 Ya

204 Tidak G1P0A0 36 9,3 Ya

205 Tidak G1P0A0 17 9,4 Ya

206 Tidak G1P0A0 18 9,6 Ya

207 Tidak G1P0A0 19 9,6 Ya

208 Tidak G1P0A0 20 9,8 Ya

209 Tidak G1P0A0 16 9,2 Ya

210 Tidak G1P0A0 18 9,0 Ya

211 Tidak G1P0A0 19 9,2 Ya


11

212 Tidak G1P0A0 20 8,8 Ya

213 Tidak G1P0A0 17 8,9 Ya

214 Tidak G1P0A0 18 8,6 Ya

215 Tidak G1P0A0 19 8,7 Ya

216 Tidak G1P0A0 37 8,8 Ya

217 Tidak G4P2A1 38 12,4 Ya

218 Tidak G4P3A0 39 10,6 Ya

219 Tidak G4P2A1 40 10,7 Ya

220 Tidak G4P3A0 36 11,8 Ya

221 Tidak G3P2A0 38 11,2 Ya

222 Tidak G4P2A1 39 12,2 Ya

223 Tidak G2P1A0 20 12 Ya

224 Tidak G2P1A0 37 12,1 Ya

225 Tidak G4P3A0 40 10,6 Ya

226 Tidak G2P1A0 36 10,7 Ya

227 Tidak G3P2A0 38 11,8 Ya

228 Tidak G4P3A0 39 11,2 Ya

229 Tidak G3P2A0 40 12,2 Ya

230 Tidak G5P3A1 37 12 Ya

231 Tidak G2P1A0 36 12,1 Ya

232 Tidak G4P3A0 34 12,3 Ya

233 Tidak G3P2A0 33 11,4 Ya


12

234 Tidak G4P2A1 34 11,6 Ya

235 Tidak G2P1A0 27 12,1 Ya

236 Tidak G4P2A1 32 12,3 Ya

237 Tidak G4P3A0 20 11,6 Ya

238 Tidak G3P2A0 29 10,6 Ya

239 Tidak G4P2A1 32 10,7 Ya

240 Tidak G2P1A0 26 11,8 Ya

241 Tidak G2P1A0 25 11,2 Ya

242 Tidak G4P3A0 34 12,2 Ya

243 Tidak G2P1A0 30 12 Ya

244 Tidak G3P2A0 32 12,1 Ya

245 Tidak G4P3A0 32 10,6 Ya


1

MATRIK REVISI UJIAN TESIS


PRODI PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK BINA HUSADA PALEMBANG

Nama Mahasiswi : Ernawati


NPM : 18.13101.10.17
Hari /Tanggal : Jum’at, 21 Agustus 2020
Pukul : 17.30– 18.30 WIB
Aplikasi : Menggunakan Google Meet
Penguji : 1. Dr. Dianita Ekawati, SKM, M.Epid
2. Dr. Can. Akhmad Dwi Priyatno, S.Pd, M.Kes, HIMu
3. Helen Evelina Siringiringo, SST, M.Keb
4. Dian Eka Anggreny, SKM, M.Kes

No. Pertanyaan Komentar Saran dan Rekomendasi Tindak lanjut/Revisi Tesis Halaman Hasil
Revisi Tesis
1 Bab 4 Untuk Tabel hasil Univariat Penjelasan dari tabel Tabel univariat telah diperbaiki Telah diperbaiki
diperbaiki univariat yang dijelaskan dan dijelaskan sesuai arahan sesuai arahan
adalah hasil dari yang penguji
negative saja bukan yang nilai
nya terbesar.
2 Bab 4 Di bagian hasil data Data diperbaiki sesuai dengan Hasil telah diperbaiki sesuai Telah diperbaiki
Multivariat berbaiki yang hasil data spss dengan hasil spss sesuai arahan
keliru penguji
3 Pembahasan Alasan dari hasil penelitian Pembahasan di lengkapi Pembahasan telah diperbaiki dan Telah diperbaiki
yang hasil nya tidak sesuai dengan argument yang kuat dilengkapi sesuai arahan
dengan teori diperjelas tentang hasil yang tidak penguji
dibagian pembahasan sesuai dengan teori.
2

CXy7hn ju]
Ddd/t3221a
1
2
3
4

Anda mungkin juga menyukai