A. LATAR BELAKANG
Rumah negara merupakan barang milik negara yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBN, sehingga merupakan bagian dari keuangan
negara. Sebagai aset negara yang pemanfaatannya ditujukan untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi
pemerintahan maka sudah sewajarnya diatur hal-hal mengenai pengadaan,
penghunian, pengelolaan dan pengalihan status hak atas rumah negara
tersebut, dalam peraturan perundang-undangan. Sebagaimana disebutkan
dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman,
Pemerintah dapat menyelenggarakan pembangunan perumahan untuk
memenuhi kebutuhan khusus dengan tetap memperhatikan ketentuan
undang-undang maka banyak instansi Pemerintah telah melakukan
kegiatan pengadaan rumah negara.
Namun seringkali dapat dilihat di media cetak maupun media
elektronik, terdapat berita-berita mengenai pengosongan rumah-rumah
dinas oleh suatu instansi pemerintahan yang mengakibatkan terjadi
kericuhan karena penghuni, umumnya janda atau keluarga pensiunan PNS
tidak terima dengan adanya pengosongan paksa tersebut. Bahkan ada
rumah negara yang tidak jelas harganya sehingga statusnya mudah
diturunkan untuk dimiliki secara pribadi. Semua berujung pada sengketa
dan ketidakpastian atas aset negara tersebut. Kondisi tersebut juga
diperparah dengan belum selesainya dilakukan inventarisasi atas barang
milik negara, sehingga menimbulkan kekhawatiran timbulnya
penyalahgunaan atas rumah-rumah negara padahal sebagai bahagian dari
keuangan negara, segala kegiatan yang menyangkut rumah negara harus
dapat dipertanggungjawabkan.
C. PEMBAHASAN
1. Definisi Rumah Negara
Definisi dari rumah negara dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara1, adalah bangunan yang
dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat
dan/atau Pegawai Negeri.
Ketika menghuni rumah negara, penghuni memiliki kewajiban untuk
membayar sewa rumah; memelihara rumah dan memanfaatkan rumah
sesuai dengan fungsinya; membayar pajak-pajak, retribusi dan lain-lain
yang berkaitan dengan penghunian rumah negara; membayar biaya
pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas; mengosongkan dan
menyerahkan rumah beserta kuncinya kepada Pejabat yang berwenang
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterima
Surat Izin Penghunian; dan mengajukan permohonan pengalihan hak paling
lambat 1(satu) tahun sejak ditetapkan menjadi rumah negara golongan III,
serta dilarang untuk :
a. menyerahkan sebagian atau seluruh rumah kepada pihak lain;
b. mengubah sebagian atau seluruh bentuk rumah ;
c. menggunakan rumah tidak sesuai dengan fungsinya ; dan
d. menghuni rumah negara dalam satu kota/daerah yang sama bagi
masing-masing suami/isteri yang berstatus pegawai negeri.
1
PP No. 40 Tahun 1994 telah diubah dengan PP No. 31 Tahun 2005 tentang Rumah Negara, dengan
perubahan dalam Pasal 12, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21.
Golongan I a. menduduki jabatan di instansi ybs sesuai Surat Izin Penghunian diberikan
dengan tersedianya rumah jabatan; dan dicabut oleh Pimpinan
b. mendapatkan izin penghunian; Instansi atau Pejabat yang
c. membuat surat pernyataan untuk ditunjuk.
mentaati kewajiban dan larangan; dan
d. untuk rumah negara berbentuk rumah
susun sudah mempunyai perhimpunan
penghuni rumah susun yang ditetapkan
Pimpinan Instansi.
a. Tipe Khusus (luas bangunan 400m2 dan luas Menteri, Kepala LPND, Kepala Lembaga Tinggi
tanah 1000m2) Negara, dan Pejabat-pejabat yang setingkat
Menteri
b. Tipe A (luas bangunan 250m2 dan luas tanah Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur
600m2) Jenderal, Kepala Badan, Deputi, dan Pejabat
setingkat Ess. I atau PNS Gol IV/e dan IV/d
c. Tipe B (luas bangunan 120m2 dan luas tanah Direktur, Kepala Biro, Inspektur, Kepala Pusat,
350m2) Kakanwil, Asisten Deputi, Sekretaris Direktorat
Jenderal, Sekretaris Badan, dan Pejabat setingkat
Ess. II atau PNS Golongan IV/d dan IV/e
d. Tipe C (luas bangunan 70m2 dan luas tanah Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala
120m2) Bidang, Pejabat Setingkat Ess.III atau PNS Gol.
IV/a sampai dengan IV/c
e. Tipe D (luas bangunan 50m2 dan luas tanah Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian, Kepala Sub
120m2) Bidang, Pejabat setingkat Ess.IV atau PNS Gol.
III/a sampai dengan III/b
f. Tipe E (luas bangunan 36m2 dan luas tanah Kepala Sub Seksi, Pejabat Setingkat atau PNS Gol.
100m2) II/d ke bawah
2
Pendaftaran adalah kegiatan pencatatan/inventarisasi rumah negara baik yang berdiri sendiri dan/atau
berupa satuan rumah susun beserta atau tidak beserta tanahnya yang dilaksanakan untuk tertib
administrasi kekayaan negara.
3
Penetapan Status Rumah Negara adalah keputusan yang menetapkan status golongan Rumah Negara
ke dalam Rumah Negara Golongan I, Rumah Negara Golongan II, atau Rumah Negara Golongan III yang
berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya.
4
Bersama-sama dengan tembusan tersebut, disampaikan juga daftar Rumah Negara Golongan I dan
Golongan II.
5
Pengalihan Status Rumah Negara adalah perubahan status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah
Negara Golongan III, atau perubahan status Rumah Negara Golongan I menjadi Rumah Negara
Golongan II atau sebaliknya yang berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau
tidak beserta tanahnya.
6
Pengalihan Hak Rumah Negara adalah Penjualan Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri
dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya kepada penghuni dengan
cara sewa beli.
7
Apabila penghuni lalai mengajukan permohonan akan dikenai sanksi membayar sewa 2 (dua) kali dari
sewa bulanannya.
8
Apabila terjadi keterlambatan melebihi 6 bulan maka Surat Keputusan Pengalihan Hak dan Penetapan
Harga Rumah akan ditinjau kembali dengan melakukan penaksiran/penilaian ulang oleh Panitia.
9
Penghapusan mengikuti Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara.
Selain rumah negara sebagai barang milik negara yang harus dibina
dan diawasi, seluruh pembayaran sewa rumah negara maupun pembayaran
harga Rumah Negara Golongan III (pengalihan hak) juga harus
dipertanggungjawabkan.
Referensi :
- PP No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara;
- PP No. 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara;
- Perpres No. 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan
Pengalihan Hak Atas Rumah Negara; dan
- Peraturan Menteri PU No : 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran,
Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara.