SKRIPSI
M DIMAS SANJAYA
0806331670
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JANUARI 2012
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
M DIMAS SANJAYA
0806331670
FAKULTAS TEKNIK
NPM : 0806331670
Tanda Tangan :( )
ii Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
1. Orang tua dan adik saya yang memberikan dukungan, semangat dan
perhatiannya yang tiada henti dalam skripsi ini serta keluarga besar Mirza
yang selalu memberikan tawa canda disaat berkumpul.
2. Ibu Dr. Ir. Myrna Ariati Mochtar, M.S., selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikiran untuk mengarahkan saya
dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Alfian Hamdan selaku Plant Engineering Head yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat melakukan tugas akhir di PT FSCM
Manufacturing Indonesia.
4. Fandy Irwanto, ST dan Fiki Arif Pramudya, ST sebagai pembimbing skripsi
II di PT FSCM Manufacturing Indonesia yang memberikan tema tugas
akhir, membimbing dan selalu memperhatikan perkembangan skripsi saya
5. Pak Choki, Pak Paul, Pak Ricky, Pak Deni, Pak Tohang, Pak Didik, dan Pak
Mawan serta seluruh karyawan PT FSCM Manufacturing Indonesia yang
telah membantu penelitian ini secara langsung dan tidak langsung.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia, M.Sc dan Bapak Dwi Marta Nurjaya S.T.,
M.T. sebagai penguji dalam sidang skripsi, yang telah memberikan banyak
saran untuk penulisan skripsi dan masukan-masukan lain untuk penelitian
selanjutnya.
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dimana saja.
Penulis
vi Universitas Indonesia
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
M Dimas Sanjaya
Kata kunci: Baja SCM 440, high concentration carburizing, karburisasi gas,
waktu, karbida krom.
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
xv Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
Salah satu komponen penting dalam rantai adalah pin, di mana material
yang digunakan untuk aplikasi tersebut harus memiliki ketahanan aus dan
ketangguhan yang baik. Sehingga dibutuhkan material yang keras di bagian
permukaan namun masih cukup ulet di bagian dalam. Selama ini PT X
Manufacturing Indonesia masih bergantung pada pemasok dari luar negeri untuk
kebutuhan material yang digunakan untuk pin rantai tipe timing chain. Oleh sebab
itu inovasi sangatlah diperlukan agar material dengan spesifikasi tersebut dapat di
produksi secara lokal sehingga ketergantungan terhadap pasokan luar negeri dapat
diminimalisasi dan biaya produksi dapat ditekan.
Di PT X Manufacturing Indonesia, umumnya digunakan material baja
karbon rendah sebagai bahan baku untuk proses perlakuan panas. Baja karbon
rendah dapat dilakukan beberapa proses perlakuan panas seperti normalisasi, anil,
tempering, case hardening, pengerasan langsung, dan lain-lain.[3] Salah satu
proses case hardening adalah karburisasi. Karburisasi adalah proses pendifusian
atom karbon ke permukaan baja, yang selanjutnya diikuti oleh proses pendinginan
cepat (quenching) dan tempering.[4] Proses pengerasan langsung pada baja karbon
rendah akan menghasilkan fasa yang lebih keras pada permukaan baja karbon
rendah, namun baja jenis ini tidak dapat memperoleh kekerasan yang maksimal
karena sifat harden ability pada baja karbon rendah terlalu buruk yang disebabkan
sulitnya terbentuk fasa martensit. Hal ini akan memberikan hasil yang berbeda
apabila digunakan baja karbon medium dimana hardenability nya lebih baik.
Contohnya kekerasan baja SAE 1025 dengan pengerasan langsung hanya
mencapai kekerasan sekitar 45 HRC dan setelah ditemper pada temperatur sekitar
320 oC, kekerasan mencapai sekitar 38 HRC. Sedangkan untuk SAE 1050 dengan
proses pengerasan langsung mencapai kekerasan antara 56 – 62 HRC tanpa proses
tempering[3]. Oleh karena itu PT X Manufacturing Indonesia mengembangkan
penggunaan baja karbon medium.
Selain penggunaan baja karbon medium, PT X Manufacturing Indonesia
juga mengembangkan proses perlakuan panas high concentration carburizing
sebagai inovasi untuk menghasilkan pin rantai tipe timing chain yang sesuai
spesifikasi produk luar negeri. Proses high concentration carburizing ini berbeda
dengan karburisasi konvensional dimana konsentrasi karbon di permukaan
Universitas Indonesia
material uji melebihi titik eutectoid baja (≥ 0,8 %). Proses ini berguna untuk
membentuk atau mengendapkan karbida atau fasa cementite atau Fe3C pada
permukaan material uji. Pengendapan karbida ini tidak didapatkan apabila
menggunakan proses karburisasi dengan konsentrasi karbon dibawah titik
eutectoid baja. Karbida atau fasa cementite (Fe3C) ini memiliki nilai kekerasan
yang melebihi fasa martensit, yaitu fasa cementite memiliki kekerasan 650 BHN
dan martensit 550 BHN[5].Hal ini terjadi karena fasa cementite memiliki struktur
kristal berupa orthorhombic, sedangkan martensit BCT (body centred
tetragonal)[6]. Sehingga proses high concentration carburizing ini akan
menghasilkan kekerasan yang melebihi proses karburisasi konvensional.
Dengan tingkat kekerasan tinggi yang dihasilkan pada permukaannya dan
tetap mengandalkan sifat keuletan dari bagian dalam (interior) material uji, proses
high concentration carburizing ini cocok untuk komponen permesinan secara
umum seperti gear dan bearing yang memerlukan kekuatan kontak fatik yang
tinggi dan ketahanan aus yang baik, dan secara khusus cocok untuk komponen
otomotif yang mengalami penurunan kekerasan akibat gesekan dan panas karena
gaya rotasi dan sliding.[7]
Universitas Indonesia
penyebaran karbida yang terbentuk pada bagian yang mengalami karburisasi dan
efeknya terhadap karakteristik baja SCM 440 pada komponen rantai tipe timing
chain.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Baja jenis ini merupakan baja yang sering digunakan diantara jenis baja
karbon paduan. Kemampu-tempaan (forgeability) dari baja ini sangatlah baik,
tetapi sifat permesinan (machinability) yang cukup dan sifat kemampu-lasan
(weldability) yang buruk karena rentan terhadap retak las (weld cracking).[3] Baja
paduan rendah ini digunakan secara umum untuk aplikasi-aplikasi tertentu yang
membutuhkan sifat mekanis yang didapatkan dari proses perlakuan panas,
diantaranya peralatan permesinan, gears, shafts, sprockets, otomotif, dll.[8]
2.2.1 Karburisasi
Karburisasi adalah proses penambahan karbon ke dalam permukaan baja
karbon rendah pada temperatur austenisasi (biasanya antara 850 s.d. 950°C)
dimana fasa austenit stabil dengan kelarutan karbon yang tinggi.[4] Proses ini
dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan kadar karbon pada permukaan
baja. Proses karburisasi merupakan pengaplikasian proses difusi atom karbon
kedalam lapisan permukaan dari baja karbon rendah pada temperatur austenisasi.
Proses difusi pada karburisasi mengikuti persamaan Fick I sebagai berikut[5]
(2.1)
Dimana J = Jumlah substansi yang lewat dalam satuan waktu melalui area
dalam bidang normal terhadap sumbu x (kg/m2.s)
D = Koefisien difusi (m2/s)
c = Konsentrasi substansi yang berdifusi (kg/m3)
Universitas Indonesia
x = Koordinat (m)
Dan juga persamaan Fick II sebagai berikut[5]
(2.2)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
hidrogen, dan nitrogen dan dalam jumlah sedikit karbon dioksida, uap air dan
metana.[4]
Dalam atmosfer tungku dari proses karburisasi gas, terdapat gas CO, N2,
H2, CO2, H2O dan CH4. Dari semua gas-gas tersebut, N2 bersifat inert dan
berperan sebagai pelarut (diluent). Gas CO dan CH4 berperan dalam proses
karburisasi, sedangkan H2, CO2 dan H2O berperan dalam proses dekarburisasi.
Untuk mengatur karbon potensial dalam atmosfer, digunakan gas hidrokarbon
untuk memperkaya carrier gas dengan cara mengurangi H2O dan CO2 menurut
reaksi-reaksi berikut
CH4 + H2O CO + 3H2 (2.5)
CH4 + CO2 2CO + 2H2 (2.6)
Reaksi ini menghasilkan campuran antara gas karbon monoksida (CO),
gas hydrogen dan nitrogen (sedikit). Gas karbon monoksida inilah yang akan
terdifusi menjadi karbon pada permukaan material melalui reaksi bolak-balik
berikut
2CO ↔ C (in Fe) + CO2 (2.7)
CO + H2 ↔ C (in Fe) + H2O (2.8)
Namun terkadang reaksi yang berlangsung tidak melibatkan adanya reaksi
3 dan 4, sehigga menjadi
CH4 C (in Fe) + 2H2 (2.9)
Dalam proses karburisasi gas, ada 3 variabel penting [4] yaitu
1. Temperatur
Laju maksimum dari karbon yang dapat ditambahkan ke baja dibatasi oleh
laju difusi dari karbon dalam austenit. Laju difusi meningkat dengan cepat
dengan meningkatnya temperatur. Temperatur yang biasa digunakan untuk
karburisasi adalah 925°C. Pada temperatur ini terjadi laju karburisasi yang
cukup cepat tanpa adanya kerusakan pada peralatan tungku (terjadinya
pertumbuhan butir pada material tungku). Terkadang temperatur
karburisasi meningkat sampai 955-980°C untuk mempersingkat waktu dari
karburisasi untuk memenuhi kedalaman dari penetrasi. Sebaliknya
karburisasi dengan kedalaman yang lebih kecil, seringnya dilakukan pada
temperatur dibawahnya karena kedalamannya dapat dikontrol lebih akurat
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Grafik Total Case Depth Vs Carburizing time pada Empat Temperatur
Berbeda.[4]
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu karburisasi
maka ketebalan lapisan terkarburisasi akan semakin dalam (tebal). Dapat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
primer berguna untuk mengendapkan karbida pada ukuran yang sangat kecil
dalam jumlah yang banyak, sedangkan karburisasi sekunder dilakukan untuk
membuat karbida tumbuh.[9]
Proses high concentration carburizing terdiri dari 2 tahap karburisasi,
yaitu karburisasi primer dan karburisasi sekunder. Karburisasi primer adalah
proses perlakuan panas berupa karburisasi pada daerah austenisasi (γ) dimana
konsentrasi karbon terlarut yang digunakan melebihi titik eutectoid pada diagram
fasa Fe – C (≥ 0,8 %C). Setelah karburisasi primer selesai, pendinginan dilakukan
sampai temperatur di bawah transformasi A1 (T < 723°C) pada diagram fasa Fe –
C untuk mengendapkan inti (nuclei) karbida pada butir austenit yang terbentuk
selama proses karburisasi primer.[10] Lalu, dilakukan proses pemanasan kembali
untuk melakukan karburisasi sekunder. Karburisasi sekunder tetap menggunakan
karbon potensial melebihi titik eutectoid baja dan temperatur yang digunakan
harus dibawah garis Acm atau berada daerah austenit dan sementit (γ + Fe3C).
Setelah proses karburisasi sekunder selesai, proses high concentration carburizing
diakhiri dengan pendingingan melalui media minyak (oil quenching) atau gas (gas
quenching).[9]
Perbedaan temperatur pada kedua karburisasi ini harus dibuat cukup besar
agar efek karbida yang terbentuk berupa bulat dan menyebar. Jika temperatur dari
karburisasi primer dinaikkan untuk memperbesar perbedaan dengan temperatur
karburisasi sekunder, tungku akan semakin cepat mengalami degradasi dan
material uji akan mengalami kerusakan. Kemudian, jika temperatur karburisasi
sekunder diturunkan, untuk memperbesar perbedaan temperatur, laju difusi pada
karburisasi sekunder akan berkurang sehingga akan membutuhkan waktu yang
lebih lama dan membuat produktivitas proses berkurang. Namun, apabila
temperatur karburisasi primer diturunkan dan temperatur karburisasi sekunder
dibuat tetap sehingga perbedaan temperatur menjadi lebih kecil, maka yang akan
terbentuk berupa karbida kasar dengan bentuk tidak beraturan dan dapat
mengurangi kekuatan material saat pengaplikasian.[9] Machida,et al [10]
dan
[9]
Morita, et all menyarankan perbedaan temperatur antara kedua tahapan
karburisasi ini berjarak 100°C atau lebih. Hal yang penting pada karburisasi
sekunder ini adalah dilakukan pada daerah fasa γ+Fe3C.
Universitas Indonesia
[9] [10]
Pada proses karburisasi primer, Morita, et al dan Machida, et al
menyarankan untuk melakukan proses ini pada rentang 900-1100°C. Hal ini
dilakukan karena kedua proses tersebut pada daerah austenisasi dimana atom
karbon dapat berdifusi ke permukaan material. Sedangkan konsentrasi karbon
[10]
yang digunakan menurut Machida, et al pada tingkat 0,8% atau lebih tinggi
[9]
dan Morita, et al menggunakan konsentrasi karbon melebihi titik eutectoid.
Untuk kecepatan pendinginan dari karburisasi primer menuju titik dibawah A1,
[10]
Machida, et al melakukan pendinginan pada kecepatan 3-15°C/detik menuju
[9]
400°C atau kurang, sedangkan menurut Morita, et al melakukan pendinginan
pada kecepatan minimal 1°C/min sampai pada 700°C atau kurang.
Pada proses karburisasi sekunder, konsentrasi karbon yang digunakan
[9]
haruslah diatas titik eutectoid (>0,8%). Menurut Morita, et al konsentrasi
karbon yang digunakan berkisar antara 1,25-1,4%C, sedangkan Machida, et all [10]
menyarankan antara 1-2%C. Karburisasi sekunder ini merupakan sebuah tahapan
dimana karbida yang telah terbentuk selama karburisasi primer, akan mengalami
pertumbuhan. Menurut Morita, et al [9] waktu minimal untuk karburisasi sekunder
ini adalah 30 menit dengan pertimbangan karbida yang terbentuk mancapai
ukuran 1,0-3,3 µm.
Pada penelitian ini dilakukan 2 kali tahapan karburisasi. Pada karburisasi
primer, konsentrasi karbon yang digunakan adalah 0,9%C dan dilakukan pada
daerah austenisasi yaitu 950°C selama 60 menit.. Kemudian, temperatur
diturunkan sampai 690°C dengan laju penurunan cepat. Setelah penurunan
temperatur ini, terbentuk inti karbida pada permukaan dan sub-permukaan sampel.
Sedangkan pada karburisasi sekunder, konsentrasi karbon yang digunakan 1,2%C
dan dilakukan pada daerah fasa γ+Fe3C pada temperatur 850°C, sedangkan waktu
menjadi variabel, yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Pemilihan karbon
potensial 1,2%C didasarkan pada teori kelarutan karbon maksimal yang dapat
terjadi pada temperatur 850°C, yaitu 1,19% .[11]
Proses high concentration carburizing ini cocok untuk komponen
permesinan secara umum seperti gear dan bearing yang memerlukan kekuatan
kontak fatik yang tinggi dan ketahanan aus yang baik, dan secara khusus cocok
Universitas Indonesia
2.2.3 Quenching
Quenching adalah proses pendinginan cepat suatu komponen logam dari
temperatur austenisasi ke temperatur dimana fasa yang kita inginkan dapat
terbentuk, pada baja umumnya adalah struktur mikro martensit. Quenching
dikatakan berhasil jika kita telah mampu mendapatkan struktur mikro, kekerasan,
kekuatan maupun ketangguhan yang kita inginkan dengan tetap meminimalisasi
tegangan sisa, distorsi dan kemungkinan terjadinya retak (cracking).[4] Pemilihan
media quench yang tepat tergantung pada hardenability material, ketebalan dan
geometri komponen, serta kecepatan pendinginan untuk mendapatkan struktur
mikro yang diinginkan. Media quench atau quenchant yang biasa digunakan
antara lain:
1. Air
2. Oli / minyak
3. Lelehan garam
4. Lelehan logam
5. Larutan Polimer
Kemampukerasan adalah kemampuan material untuk mengalami
pengerasan dengan membentuk martensit. Baja karbon rendah memiliki
kemampukerasan yang rendah karena kelarutan karbonnya yang rendah.
Sebaliknya pada baja karbon menengah dan tinggi akan mudah membentuk
martensit karena kelarutan karbonnya cukup tinggi untuk memudahkan
terbentuknya martensit.
Selama proses quenching, bentuk maupun ketebalan juga akan
mempengaruhi kecepatan pendinginan dari komponen. Hal ini terjadi karena
energi panas di dalam komponen akan terlebih dahulu mengalir ke permukaan
komponen sebelum nantinya dibuang ke media quench. Inilah yang menyebabkan
kecepatan pendinginan antara di dalam dan di permukaan komponen berbeda
tergantung dari ketebalan dan geometri bentuknya.[4]
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Grossman Quench Severity Factor (H) untuk Beberapa Media Quench.[4]
Circulation or Grossman Quench Severity Factor (H)
Agitation
Brine Water Water Oil and Salt Air
None 2 0,9 – 1,0 0,25 – 0,3 0,02
Mild 2 – 2,2 1,0 – 1,1 0,3 – 0,35 ….
Moderate …. 1,2 – 1,3 0,35 – 0,40 ….
Good …. 1,4 – 1,5 0,4 – 0,5 ….
Strong …. 1,6 – 2,0 0,5 – 0,8 ….
Violent 5 4 0,8 – 1,1 ….
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Transformasi Struktur Kristal dari FCC Menjadi BCT [12]
Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Komposisi Karbon didalam Baja Sebagai Fungsi Temperatur Ms dan Membedakan
[8]
Bentuk Martensit Bilah dan Plat
Universitas Indonesia
Gambar 2.6 Bentuk Martensit (a) Bilah dan (b) Plat [6]
2.3.2 Bainit
Bainit merupakan fasa metastabil selain martensit, karena didapatkan
dengan melakukan pendinginan cepat. Bainit memiliki bentuk umum berupa non-
lamellar yang terdiri dari bilah atau ferit plat dengan terdapat endapan karbida di
dalam maupun di antara bilah atau ferit plat. Pada temperatur transformasi kritis
yang lebih rendah, mekanisme difusi antar atom yang terjadi seperti pembentukan
fasa perlit, sudah sangat sulit terjadi. Atom besi akan membentuk kristal baru
dengan mekanisme geser/shearing. Perubahan mekanisme transformasi ini akan
menghasilkan struktur mikro baru yaitu bainit. Bainit ini memiliki ferit yang
bentuknya memanjang dan bentuk dari sementit yang tidak lagi continuous dan
lamelar.
Bainit dibagi dua berdasarkan bentuk dan temperatur pembentukannya.
Bainit yang terbentuk pada temperatur tepat di bawah temperatur pembentukan
perlit adalah bainit atas atau bainit atas. Pada bainit atas ini, ferit terbentuk pada
batas butir austenit akibat pendinginan melalui mekanisme geser / shearing. Atom
karbon berdifusi ke antar muka ferit-austenit dimana fine sementit bernukleasi dan
tumbuh. Bainit atas berbentuk seperti plat (plate-like).[12]
Universitas Indonesia
Sementara itu, bainit yang terjadi pada temperatur yang lebih rendah atau
tepat di atas temperatur Ms adalah bainit bawah atau bainit bawah. Bainit bawah
terbentuk karena tidak adanya waktu bagi atom karbon untuk berdifusi menuju
antar muka ferit-austenit. Sementit halus bernukleasi dan tumbuh dalam ferit bilah
dengan orientasi tertentu. Bainit bawah ini memiliki bentuk seperti jarum-jarum
plat. Sementit maupun karbida di dalam bainit bawah ini letaknya tidak hanya
berada di antara plat tapi juga berada di dalam ferit dalam butiran-butiran halus
yang kerapatannya tinggi.[12]
2.3.3 Perlit
Perlit merupakan struktur mikro akibat transformasi eutektoid pada baja
dari austenit (γ) yang menghasilkan fasa ferit (α) dalam bentuk koloni berlapis-
lapis dan sementit (Fe3C). Struktur perlit dapat dilihat di gambar dibawah ini.
Gambar 2.9 Skema Penyusunan Perlit dari Austenit yang Terdiri dari Ferit dan Sementit.[12]
muka austenit-ferit. Sementara itu atom karbon karena kelarutannya rendah akan
masuk ke dalam austenit sisa yang tidak bertransformasi menjadi sementit di
dalam ferit.
Universitas Indonesia
terdapat pada baja paduan khusus seperti baja perkakas, baja tahan panas, baja
tahan aus, baja tahan karat dan paduan super.[14]
Unsur pembentuk karbida (carbide-forming elements) pada umumnya juga
unsur pembentuk ferit. Unsur pembentuk karbida dibagi menjadi 2, yaitu unsur
pembentuk karbida kuat (strong carbide former) dan unsure pembentuk karbida
lemah (weak carbide former). Unsur pembentuk karbida kuat diantaranya Krom
(Cr), Tungsten (W), Molibdenun (Mo), Vanadium (V). Sedangkan untuk unsure
pembentuk karbida lemah yaitu Titanium (Ti), Niobium (Nb), Tantalum (Ta) dan
Kobalt (Co).[14]
Universitas Indonesia
Karburisasi
CP 0,9 %
950°C; 60 menit
Uji Kekerasan
(Rockwell C)
Furnace Quenching T
= 690°C
Data
Data
Studi Literatur
Kesimpulan
3. Alat metalografi
a. Mesin Prestopress (Mounting set)
Universitas Indonesia
c. Peralatan Etsa
Cawan petri, tissue, pengering (Hair Dryer)
d. Mikroskop Optik Digital
Universitas Indonesia
4. Alat pengujian
a. Rockwell Hardness Tester
3.2.2 Bahan
Bahan penelitian terdiri dari
1. Sampel uji, baja SCM 440 (AISI 4140) dengan komposisi pada tabel 2.1
2. Bahan proses perlakuan panas
Quenching Media SEMI-HOT BW-2110 (lampiran 1)
3. Bahan uji metalografi
Terdiri dari bakelit, kertas amplas #400, #600, #800, #1200, #2400, kain
beludru, air, Titanium Oxide 0,04 µm,[6] 100 ml Larutan nital 3% (4,61
ml asam nitrat 65% dan 95,39 ml etil alcohol).[6]
Universitas Indonesia
etching. Tahapan ini dilakukan agar struktur mikro dari sampel dapat terlihat pada
mikroskop optik atau SEM. Pada penelitian ini, untuk mengamati mikrosturktur
yang diinginkan, digunakan zat etsa nital 3%. Penggunaan zat etsa nital 3% yang
berfungsi untuk mendapatkan fasa perlit, ferit, martensit, bainit dan karbida dari
sampel.[6] Pembuatan zat etsa nital 3% 100ml dibuat dengan asam nitrat 65%
sejumlah 4,61 ml dan 95,39 ml alkohol. Pengetsaan dilakukan sekitar 7-8 detik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
P
ω
r
h
b
Universitas Indonesia
Gambar 3.14 Skema dari Scanning Electron Microscope untuk Secondary Electron dan
Backscattered Electron.[6]
Universitas Indonesia
Jumlah dan energi dari sinar-x yang diemisikan dari spesimen tersebut
dapat dikalkulasikan oleh energy-dispersive spectrometer. Karena energi sinar-x
tersebut adalah spesifik, yaitu berasal dari perbedaan energi antara dua kulit, dan
juga dari struktur atomik unsur yang diemisikan, hal ini dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran komposisi unsur-unsur dalam sebuah material.
Universitas Indonesia
35 Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Kekerasan Permukaan Sampel Awal dan Hasil Perlakuan Panas
Universitas Indonesia
Tabel 4.2 Spesifikasi Kekerasan Permukaan Pin Rantai Rantai Time Timing Chain
Universitas Indonesia
55
30 menit
50
60 menit
45
90 menit
40
Pin Timing Chain
35
30 28
25
Data yang disajikan di tabel 4.1 diatas berupa data kekerasan dari sampel
awal (raw material), sampel setelah karburisasi sekunder selama 30 menit, 60
menit, dan 90 menit. Dari tabel 4.1 diatas, dapat diamati bahwa kekerasan rata-
rata sampel awal tanpa proses (raw material SCM 440) adalah 28 HRC.
Kemudian untuk nilai kekerasan permukaan sampel dengan variabel waktu
karburisasi sekunder 30 menit sebesar 63,77 HRC, 60 menit sebesar 65,5 HRC,
dan 90 menit sebesar 65,65 HRC. Sedangkan dari tabel 4.2 didapatkan nilai
kekerasan sampel komponen pin rantai tipe timing chain hasil proses high
concentrating carburizing yang bernilai 842,7 HVN atau 65,3 HRC. Persentase
kenaikan nilai kekerasan pada sampel variabel waktu 30 menit adalah 127,7%,
untuk variabel 60 menit bernilai 133,9%, dan untuk variabel 90 menit 134,5%.
Pada baja setelah proses high concentration carburizing, kekerasan
permukaannya mengalami peningkatan signifikan seperti data diatas. Hal ini
disebabkan adanya proses perlakuan panas berupa difusi atom karbon ke dalam
permukaan dari sampel yang dilanjutkan dengan pendinginan cepat didalam oli
(oil hardening). Hal ini diakibatkan terbentuknya fasa martensit dan karbida di
permukaan dan sub-permukaan sampel. Kekerasan sampel yang dihasilkan
berbeda-beda untuk setiap variabel waktu proses karburisasi sekunder. Menurut
gambar 4.1 diatas, kekerasan sampel yang paling tinggi dihasilkan oleh sampel
Universitas Indonesia
dengan variabel waktu 90 menit, yaitu 65,65 HRC. Kemudian untuk variabel
waktu yang lebih singkat, kekerasan yang dihasilkan akan lebih kecil. Hal ini
sesuai dengan teori karburisasi, yang menyatakan bahwa semakin lama waktu
proses karburisasi, maka akan menghasilkan karbida yang semakin banyak,
penetrasi atom karbon semakin dalam dan akan meningkatkan nilai kekerasan
sampel.[4] Penampakan banyaknya karbida akan diperlihatkan di sub-bab analisa
struktur mikro. Berdasarkan kandungan komposisi SCM 440 dari tabel 2.1,
karbida yang dapat terbentuk yaitu karbida krom dan karbida molybdenum.
Ada perbandingan antara sampel penelitian high concentration
carburizing dengan sampel komponen pin rantai tipe timing chain. Perbedaan itu
tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan sampel variabel karburisasi sekunder
60 menit dan 90 menit, hanya sekitar 0,20-0,35 HRC. Sehingga untuk variabel 60
menit dan 90 menit, sudah memenuhi kriteria kekerasan permukaan dari
komponen pin rantai tersebut. Sedangkan jika dibandingkan dengan sampel
variabel 30 menit, terdapat perbedaan 1,53 HRC. Perbedaan ini diakibatkan oleh
kurangnya waktu saat karburisasi sekunder 30 menit untuk membentuk karbida
yang lebih besar sehingga mencapai kekerasan sekitar 65 HRC.
Universitas Indonesia
800
700 30 menit
600 60 menit
500 90 menit
Pin Timing Chain
400
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Kedalaman (mm)
Pada tabel 4.3 diatas disajikan hasil pengujian kekerasan mikro case depth
hardness menggunakan metode Vickers dari sampel setelah karburisasi sekunder
selama 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan sampel komponen pin rantai tipe timing
Universitas Indonesia
chain. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kekerasan dari
permukaan menuju kedalaman 0,50 mm. Hal ini menunjukkan adanya perilaku
perlakuan panas permukaan, dimana bagian permukaan sampel akan memiliki
kekerasan yang lebih tinggi daripada bagian kedalaman tertentu dan inti.[4] Hal ini
diakibatkan oleh terdifusinya atom karbon yang terkandung dalam tungku menuju
permukaan sampel, sehingga terjadi gradasi kandungan karbon pada sampel dari
permukaan sampel sampai ke kedalaman tertentu dan inti
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa nilai kekerasan semakin
menurun seiring dengan semakin besar kedalaman serta tidak menunjukkan
adanya peningkatan dari grafik tersebut. Hal ini sudah sesuai dengan literatur,
bahwa bagian permukaan sampel akan memiliki kekerasan yang paling tinggi dan
akan terus menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman dari permukaan
sampel. Dari ketiga variabel dan sampel komponen pin rantai, dapat diamati
bahwa untuk sampel variabel 30 menit, grafik penurunannya tidak terlalu curam
atau jarak nilai kekerasan permukaan dengan kedalaman 0,50 mm sempit.
Penurunan nilai kekerasan dari setiap titik kedalaman ke titik berikutnya tidak lah
besar dan cenderung stabil Kemudian untuk sampel variabel 90 menit, jarak nilai
kekerasan permukaan dengan kedalaman 0,50 mm lebih besar karena kekerasan
permukaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel variabel 30 menit.
Penurunan nilai kekerasan setiap titik juga tidak terlalu signifikan. Sedangkan
untuk sampel variabel 60 menit penurunan yang cukup signifikan saat mencapai
kedalaman 0,10 mm dan 0,40 mm.
Ada perbedaan antara sampel penelitian high concentration carburizing
dengan sampel komponen pin rantai yang telah mengalami high concentration
carburizing, dimana kekerasan yang ada pada komponen pin menurun secara
drastis dari permukaan sampai titik 0,50mm. Grafik penurunannya sangat curam
jika dibandingkan dengan variabel sampel penelitian. Jarak nilai kekerasan
permukaan antara satu titik dengan titik lainnya sangat jauh. Misalkan untuk
perbedaan kekerasan pada permukaan dengan kedalaman 0,05 mm sebesar 105,7
VHN. Perbedaan kekerasan juga terjadi saat kedalaman 0,25 mm dengan 0,30 mm
sebesar 68 VHN. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan ketebalan lapisan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
adanya gas CO2 yang berlebihan dalam tungku. Gas CO2 ini berperan dalam
proses dekarburisasi menurut persamaan (2.6).
Gambar 4.3 Foto Mikro Permukaan Kompone Pin Rantai Tipe Timing Chain. Nital 3%.
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Foto Mikro Bagian Inti Kompone Pin Rantai Tipe Timing Chain. Nital 3%.
area ini jika dibandingkan dengan fasa martensit. Hal ini dibuktikan dengan
percobaan Vickers pada daerah tengah yang bernilai sekitar 460 BHN atau 490
HVN, sesuai dengan kisaran nilai kekerasan fasa bainit yang ada di tabel 2.4.
Gambar 4.5, 4.6, dan 4.7 dibawah merupakan struktur mikro dari variabel
sampel 30 menit pada daerah permukaan dan daerah inti.
Gambar 4.5 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit. Nital 3%.
Gambar 4.6 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit. Nital 3%.
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit. Nital 3%.
Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel hasil proses high
concentration carburizing dengan variabel waktu 30 menit. Penggunaan zat etsa
nital 3% memperlihatkan fasa-fasa yang terdapat pada sampel. Gambar 4.5 dan
4.6 adalah gambar struktur mikro untuk area permukaan dari sampel dan gambar
4.7 berupa gambar struktur mikro untuk area core (bagian inti) dari material dasar.
Dari gambar 4.5 didapatkan besarnya area lapisan karburisasi pada sampel
variabel 30 menit dengan ditandai dengan perbedaan warna antara biru dan coklat.
Gambar 4.6 didapatkan struktur mikro berupa karbida yang berwarna putih yang
ditunjukkan oleh anak panah. Karbida ini berbentuk bulatan kecil yang nampak
tersebar cukup merata pada bagian permukaan dan sub-permukaan sampel. Fasa
martensit halus juga terlihat disekitar karbida yang ditunjukkan dengan
keberadaan jarum-jarum halus tajam berwarna biru. Sedangkan gambar 4.7
merupakan struktur mikro dari material dasar sampel penelitian proses high
concentration carburization. Dari gambar tersebut, fasa martensit terlihat dengan
jelas, dengan ditandai adanya jarum-jarum hijau yang tajam dan fasa ferit dengan
jumlah yang kecil yang berwarna putih. Pada area ini tidak terdapat adanya
karbida, dikarenakan difusi atom karbon tidaklah mencapai area ini.
Universitas Indonesia
Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10 dibawah merupakan struktur mikro dari variabel
sampel 60 menit pada daerah permukaan dan daerah inti.
Gambar 4.8 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit. Nital 3%.
Gambar 4.9 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit. Nital 3%.
Universitas Indonesia
Gambar 4.10 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit. Nital 3%.
Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel hasil proses high
concentration carburizing dengan variabel waktu karburisasi sekunder 60 menit.
Penggunaan zat etsa nital 3% digunakan untuk mengamati fasa-fasa yang terdapat
pada sampel. Gambar 4.8 dan 4.9 adalah gambar struktur mikro untuk area
permukaan dari sampel dan gambar 4.10 berupa gambar struktur mikro untuk area
core (bagian inti) dari material dasar.
Dari gambar 4.8 didapatkan besarnya area lapisan karburisasi pada sampel
variabel 60 menit yang diperlihatkan dengan perubahan warna menjadi coklat dan
tidak adanya karbida.Terdapat perbedaan ketebalan area karburisasi pada sampel
variabel 60 menit dengan 30 menit dan persebaran karbida pada sampel variabel
60 menit lebih merata dan lebih dalam. Gambar 4.9 didapatkan struktur mikro
berupa karbida yang berwarna putih yang ditunjukkan oleh anak panah. Karbida
yang terbentuk menjadi seperti sebuah partikel kecil yang tersebar merata. Fasa
martensit halus juga terlihat di sekitar karbida yang ditunjukkan dengan
keberadaan jarum-jarum halus tajam. Gambar 4.10 merupakan struktur mikro dari
material dasar sampel penelitian proses high concentration carburization. Dari
gambar tersebut, tidak berbeda jauh dengan sampel variabel 30 menit, dimana
terdapat fasa martensit kasar.
Universitas Indonesia
Gambar 4.11, 4.12, dan 4.13 dibawah merupakan struktur mikro dari
variabel sampel 90 menit pada daerah permukaan dan daerah inti.
Gambar 4.11 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit. Nital 3%.
Gambar 4.12 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit. Nital 3%.
Universitas Indonesia
Gambar 4.13 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit. Nital 3%.
Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel hasil proses high
concentration carburizing dengan variabel waktu karburisasi sekunder 90 menit.
Penggunaan zat etsa nital 3% digunakan untuk mengamati fasa-fasa yang terdapat
pada sampel. Gambar 4.11 dan 4.12 adalah gambar struktur mikro untuk area
permukaan dari sampel dan gambar 4.13 berupa gambar struktur mikro untuk area
core (bagian inti) dari material dasar.
Dari gambar 4.11 didapatkan besarnya area lapisan karburisasi pada
sampel variabel 90 menit yang ditandai dengan perbedaan warna biru dan coklat.
Penyebaran karbida untuk sampel variabel 90 menit pada area permukaan dan
sub-permukaan telihat merata. Gambar 4.12 didapatkan struktur mikro berupa
karbida yang berwarna putih yang ditunjukkan oleh anak panah. Karbida yang
terbentuk terlihat lebih tersebar merata jika dibandingkan dengan sampel 30 dan
60 menit untuk area dan perbesaran yang sama. Fasa martensit juga terlihat
disekitar karbida yang ditunjukkan dengan keberadaan jarum berwarna hijau.
Gambar 4.13 merupakan struktur mikro dari material dasar sampel penelitian
proses high concentration carburization. Gambar tersebut tidak berbeda jauh
dengan sampel variabel 30 menit dan 60 menit.
Universitas Indonesia
Gambar 4.14 Foto Mikro Material Baja Nickel-Chromium Hasil Proses Karburisasi. Nital 2%.
550X [6]
penjejakan aus untuk setiap variabel waktu. Berikut hasil perhitungan jejak aus
untuk masing-masing variabel.
Universitas Indonesia
4.5E-07
4E-07
3.5E-07
3E-07
30 menit 60 menit 90 menit
Waktu
Universitas Indonesia
(b), maka akan menghasilkan volume logam yang terabrasi (W) lebih besar dan
meningkatkan laju aus (V) nya
Hasil penjejakan aus ini berhubungan dengan nilai kekerasan sampel,
karena pengujian aus ini dilakukan pada bagian permukaan sampel yang
mengalami perlakuan panas, sehingga nilai kekerasan sampel menjadi acuan
utama dalam memperkirakan hasil laju aus untuk setiap variabel waktu yang
digunakan. Berdasarkan data diatas, laju aus paling besar dimiliki oleh sampel
dengan variabel waktu 30 menit dengan nilai 4,956 x 10-7 (mm3/m), lalu diikuti
oleh sampel dengan variabel waktu 60 menit dengan nilai 3,941 x 10-7 (mm3/m)
dan 90 menit, yaitu 3,226 x 10-7 (mm3/m). Hasil yang didapatkan menunjukkan
hubungan antara ketahanan aus dan kekerasan permukaan, yaitu semakin keras
suatu permukaan material, maka laju ausnya akan semakin rendah. Hubungan
yang sama juga dinyatakan dalam literatur.[17] Hasil dari pengujian kekerasan
makro juga menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu semakin lama waktu
proses karburisasi sekunder, maka kekerasan permukaan akan semakin
meningkat.
Pengujian aus ini tidak dapat menentukan besarnya koefisien gesek dari
material yang digunakan, melainkan hanya laju aus material itu saja berdasarkan
pada pembebanan dan kecepatan perputaran cincin yang telah diatur sebelumnya.
Semakin besar pembebanan dan kecepatan putaran, maka akan semakin besar pula
laju aus yang akan terjadi di permukaan material. Tujuan dari pengujian aus ini
hanya untuk melihat perbandingan laju aus yang dialami sampel untuk setiap
variabel waktunya saja.
4.4 Analisa Hasil Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) dan EDS
(Energy Dispersive X-Ray Spectrometry)
Pengujian SEM-EDS dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang
terdapat pada sampel penelitian high concentration carburizing yang disertai
dengan topografi gambar sampel. Pengujian SEM ini menyajikan gambar lokasi
bagian sampel yang mengalami penembakan untuk pengujian EDS, sedangkan
pengujian EDS ini menyajikan data puncak (peak) unsur-unsur yang terkandung
dalam sampel pada lokasi tertentu. Semakin tinggi puncak yang terbentuk, maka
Universitas Indonesia
semakin banyak kandungan unsur dari puncak pada lokasi tersebut. Pada
penelitian ini, pengujian EDS dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya karbida
pada sampel yang telah disebutkan pada sub-bab analisa struktur mikro. Karbida
yang dimaksud adalah karbida krom (chrome carbide). Untuk menentukan adanya
karbida krom yang terbentuk, dilakukan perbandingan kandungan elemen krom
antara sampel awal dengan kandungan 0,8-1,1% Cr dan sampel setelah penelitian.
Apabila ditemukan perbandingan yang cukup besar, maka dapat disimpulkan
bahwa ada karbida krom yang terbentuk di lokasi tersebut. Berikut pengujian
SEM-EDS untuk sampel variabel waktu 30 menit, seperti yang tertera di gambar
4.16 , 4.17, dan tabel 4.7.
Gambar 4.16 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel t = 30 menit
Universitas Indonesia
Tabel 4.7 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel t = 30 Menit
Universitas Indonesia
tabel 4.7 diatas.Berdasarkan nilai persen elemen yang dikandung pada lokasi
tersebut, terdapat perbedaan yang cukup besar pada unsur Cr. Unsur Cr yang
terbentuk mencapai 2,21%, 1,92%, dan 2,31%, sedangkan kandungan awal unsur
Cr pada sampel adalah 0,8-1,1% sebelum proses high concentration carburizing.
Sehingga dapat disimpulkan pada lokasi tersebut, terdapat karbida krom (chrome
carbide) yang sudah terlihat pada sub-bab analisa struktur mikro. Sedangkan
gambar 4.18, 4.19 dan tabel 4.8 dibawah ini merupakan hasil pengujian SEM-
EDS untuk sampel variabel waktu 60 menit.
Gambar 4.18 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel t = 60 menit
Universitas Indonesia
Tabel 4.8 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel t = 60 Menit
jumlah kandungan dari lokasi pengujian EDS, dapat diamati dari tabel 4.8 diatas.
Berdasarkan nilai persen elemen yang dikandung pada lokasi tersebut, terdapat
perbedaan yang cukup besar pada unsur Cr. Unsur Cr yang terbentuk mencapai
2,49%, 5,84%, dan 4,11%, sedangkan kandungan awal unsur Cr pada sampel
adalah 0,8-1,1% sebelum proses high concentration carburizing. Sehingga dapat
disimpulkan pada lokasi tersebut, terdapat karbida krom (chrome carbide) yang
sudah terlihat pada sub-bab analisa struktur mikro. Kemudian gambar 4.20, 4.21
dan tabel 4.8 dibawah ini merupakan hasil pengujian SEM-EDS untuk sampel
variabel waktu 90 menit.
Gambar 4.20 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel t = 90 menit
Universitas Indonesia
Tabel 4.9 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel t = 90 Menit
tersebut. Untuk jumlah kandungan dari lokasi pengujian EDS, dapat diamati dari
tabel 4.9 diatas.Berdasarkan nilai persen elemen yang dikandung pada lokasi
tersebut, terdapat perbedaan yang cukup besar pada unsur Cr. Unsur Cr yang
terbentuk mencapai 2,10%, 2,57%, dan 3,22%, sedangkan kandungan awal unsur
Cr pada sampel adalah 0,8-1,1% sebelum proses high concentration carburizing.
Sehingga dapat disimpulkan pada lokasi tersebut, terdapat karbida krom (chrome
carbide) yang sudah terlihat pada sub-bab analisa struktur mikro.
Berdasarkan data yang didapatkan dari pengujian SEM-EDS, bahwa
proses high concentration carburizing dapat menghasilkan karbida. Karbida yang
terbentuk yaitu Karbida Krom. Jenis karbida krom berdasarkan perbandingan dari
persen elemen unsur karbon dan Krom dari ketiga jenis sampel adalah Cr23C6.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
1. Kekerasan permukaan awal baja SCM 440 adalah 28 HRC. Setelah
dilakukan proses high concentration carburizing terjadi peningkatan
kekerasan menjadi 63,77 HRC untuk sampel variabel waktu 30 menit, 65,5
HRC untuk variabel 60 menit, dan untuk 90 menit bernilai 65,65 HRC.
Sedangkan sampel komponen pin rantai memiliki nilai kekerasan 842,7
HVN atau 65,3 HRC. Sehingga pada sampel variabel 60 dan 90 menit,
sudah memenuhi spesifikasi komponen pin rantai produk impor
2. Ketebalan difusi atom karbon pada baja SCM 440 hasil proses high
concentration carburizing melebihi 0,50 mm. Sedangkan pada sampel
komponen pin rantai memiliki ketebalan pada kisaran 0,25 – 0.30 mm.
3. Proses high concentration carburizing dapat menghasilkan martensit dan
karbida krom di area permukaan dan sub-permukaan baja SCM 440, yang
dibuktikan dengan pengamatan struktur mikro dan pengujian SEM
(Scanning Electron Microscope) – EDS (Energy Dispersive X-Ray
Spectrometry).
4. Dengan meningkatnya waktu karburisasi sekunder pada proses high
concentration carburizing, akan menghasilkan kekerasan permukaan yang
lebih tinggi, persebaran karbida yang merata dan menghasilkan laju aus
yang lebih rendah untuk baja SCM 440.
5. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses high concentration carburizing
baja SCM 440 dapat diterapkan pada komponen pin rantai untuk
menggantikan produk impor dengan perbedaan kedalaman lapisan
karburisasi.
6. Berdasarkan penelitian ini, waktu optimal karburisasi sekunder untuk proses
high concentration carburizing adalah 60 menit.
62 Universitas Indonesia
5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan kedalaman lapisan karburisasi yang seperti pada
komponen pin rantai produk impor, laju pendinginan setelah proses
karburisasi primer ditingkatkan dan diperlukan penelitian lebih lanjut
tentang waktu karburisasi secara total.
Universitas Indonesia
[2]. PT Yahoo Indonesia.2011. 3,3 Juta Motor Baru Terjual Selama Januari-
Mei 2011. http://id.berita.yahoo.com/3-3-juta-motor-baru-terjual-selama-
januari-141723738.html. Diakses 10 Oktober 2011.
[5]. Krauss, George. Steels: Heat treatment and Processing Principles. ASM
International, Ohio;1990. p. 239-250
[8]. ASM Handbook Volume 1, Properties and Selection: Irons, Steels, and
High Performance Alloys. ASM International:USA, 1990. p. 340-350
64 Universitas Indonesia
[14]. Thelning, Karl-Erik. Steel and its heat treatment. Butterworths. 1984. p.
149-171.
[15]. ASTM E 92-00, Standard Test Method for Vickers Hardness of Metallic
Materials. ASTM International, USA. 2000.
[16]. ASTM E 18-03, Standard Test Methods for Rockwell Hardness of Metallic
Material. ASTM International, USA. 2003.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia