Anda di halaman 1dari 98

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH WAKTU PADA PROSES HIGH CONCENTRATION


CARBURIZING TERHADAP KARAKTERISTIK BAJA SCM 440 PADA
KOMPONEN PIN RANTAI TIPE TIMING CHAIN

SKRIPSI

M DIMAS SANJAYA
0806331670

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JANUARI 2012

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

PENGARUH WAKTU PADA PROSES HIGH CONCENTRATION


CARBURIZING TERHADAP KARAKTERISTIK BAJA SCM 440 PADA
KOMPONEN PIN RANTAI TIPE TIMING CHAIN

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

M DIMAS SANJAYA
0806331670

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL


DEPOK
JANUARI 2012

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : M Dimas Sanjaya

NPM : 0806331670

Tanda Tangan :( )

Tanggal : 24 Januari 2012

ii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


Nama : M Dimas Sanjaya
NPM : 0806331670
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi :

PENGARUH WAKTU PADA PROSES HIGH CONCENTRATION


CARBURIZING TERHADAP KARAKTERISTIK BAJA SCM 440 PADA
KOMPONEN PIN RANTAI TIPE TIMING CHAIN

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. Ir. Myrna Ariati Mochtar, M.S. ( )

Penguji 1 : Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia, M.Sc ( )

Penguji 2 : Dwi Marta Nurjaya S.T., M.T. ( )

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 24 Januari 2012

iii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,


karena atas berkah dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan
Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan sampai
dengan penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua dan adik saya yang memberikan dukungan, semangat dan
perhatiannya yang tiada henti dalam skripsi ini serta keluarga besar Mirza
yang selalu memberikan tawa canda disaat berkumpul.
2. Ibu Dr. Ir. Myrna Ariati Mochtar, M.S., selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikiran untuk mengarahkan saya
dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Bapak Alfian Hamdan selaku Plant Engineering Head yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat melakukan tugas akhir di PT FSCM
Manufacturing Indonesia.
4. Fandy Irwanto, ST dan Fiki Arif Pramudya, ST sebagai pembimbing skripsi
II di PT FSCM Manufacturing Indonesia yang memberikan tema tugas
akhir, membimbing dan selalu memperhatikan perkembangan skripsi saya
5. Pak Choki, Pak Paul, Pak Ricky, Pak Deni, Pak Tohang, Pak Didik, dan Pak
Mawan serta seluruh karyawan PT FSCM Manufacturing Indonesia yang
telah membantu penelitian ini secara langsung dan tidak langsung.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia, M.Sc dan Bapak Dwi Marta Nurjaya S.T.,
M.T. sebagai penguji dalam sidang skripsi, yang telah memberikan banyak
saran untuk penulisan skripsi dan masukan-masukan lain untuk penelitian
selanjutnya.

iv Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


7. Bapak Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono M.Phil.Eng. sebagai pembimbing
akademis yang selalu memberikan perhatian dan dukungan penuh terhadap
perkembangan akademis saya sekaligus sebagai koordinator tugas akhir
Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
8. Bapak Prof. Dr.-Ing. Ir. Bambang Suharno sebagai Kepala Departemen
Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
9. Bapak Dr. Ir. Winarto, M.Sc. sebagai Sekretaris Departemen Teknik
Metalurgi dan Material FTUI.
10. Seluruh dosen, staf akademik dan karyawan Departemen Teknik Metalurgi
dan Material FTUI yang telah membantu kelancaran kuliah, praktikum, dan
administrasi saya dsini.
11. Saudari Vidya Rina Wulandari, sebagai rekan tugas akhir yang selalu
memberikan semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.
12. Saudara Heri Multi, sebagai asisten Laboratorium Metalurgi Fisik, yang
telah mengajarkan bagaimana penggunaan mesin uji aus.
13. Saudara Akhmad Zakiyuddin, sebagai Laboran SEM yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar SEM.
14. Rekan-rekan teman seperjuangan Metalurgi 2008 tanpa terkecuali. Jargon
solid, tangguh ,tanggung jawab akan selalu terngiang.
15. Rekan-rekan Metalurgi 2006 sampai 2010 yang telah mewarnai kehidupan
saya di kampus.
16. Rekan-rekan pengurus TIS (Technique Informal School) FTUI 2009 sampai
2011 yang telah mengajarkan bagaimana untuk berkomunikasi dengan
masyarakat umum dan secara khusus dengan anak-anak.
17. Rekan-rekan panitia Kersos 2010 dan 2011, khususnya bidang nonfisik dan
workshop pendidikan.
18. Rekan-rekan pengurus IMAKABA UI (Ikatan Mahasiswa Pekalongan
Batang UI) yang telah membantu mengenalkan UI ke siswa-siswi SMA di
daerah Pekalongan dan sekitarnya.
19. Rekan-rekan pengurus IAIC (Ikatan Alumni Insan Cendekia) regional
Jakarta, yang selalu memberikan hiburan dan nostalgia saat berkumpul.

v Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


20. Penghuni Azel’s House seperti Wisnu dan Ahdiat yang selalu memberikan
keceriaan di kosan selama 3,5 tahun.
21. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat ditulis satu persatu. Kalian akan mendapatkan balasan yang lebih baik
daripada jasa kalian.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dimana saja.

Depok, Januari 2012

Penulis

vi Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : M Dimas Sanjaya


NPM : 0806331670
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Departemen : Teknik Metalurgi dan Material
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH WAKTU PADA PROSES HIGH CONCENTRATION


CARBURIZING TERHADAP KARAKTERISTIK BAJA SCM 440 PADA
KOMPONEN PIN RANTAI TIPE TIMING CHAIN

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di: Depok


Pada tanggal: 24 Januari 2012
Yang menyatakan

M Dimas Sanjaya

vii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


ABSTRAK

Nama : M Dimas Sanjaya


Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul : Pengaruh Waktu pada Proses High Concentration
Carburizing terhadap Karakteristik Baja SCM 440 pada
Komponen Pin Rantai Tipe Timing Chain

Persaingan yang ketat di dunia industri otomotif menuntut setiap perusahaan


manufaktur Indonesia untuk melakukan inovasi produknya agar kualitasnya
meningkat dengan biaya produksi yang sama. Inovasinya berupa proses high
concentration carburizing pada komponen pin rantai tipe timing chain berbasis
baja SCM 440. Rangkaian proses terdiri dari 2 proses karburisasi, yaitu
karburisasi primer dan karburisasi sekunder. Karburisasi primer dilakukan pada
950°C dengan karbon potensial 0,9% dan waktu 60 menit, lalu diturunkan menuju
690°C dengan furnace quenching. Karburisasi sekunder dilakukan pada 850°C
dengan karbon potensial 1,2%. Variabel waktu 30, 60 dan 90 menit digunakan
untuk melihat pengaruhnya dari proses ini, kemudian dilakukan pendinginan
dengan media oli ke 100°C. Proses ini bertujuan untuk membentuk karbida yang
tersebar merata pada permukaan dan sub-permukaan. Karakterisasi yang
dilakukan mencakup pengujian kekerasan permukaan, pengujian case depth
hardness, pengamatan struktur mikro, pengujian laju aus, dan pengujian SEM-
EDS. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin lama waktu karburisasi, kekerasan
yang dihasilkan meningkat dan laju ausnya semakin rendah. Kekerasan
permukaan untuk masing-masing variabel waktu adalah 63,77 HRC, 65,5 HRC,
dan 65,65 HRC. Sedangkan untuk komponen pin rantai tipe timing chain hasil
impor memiliki kekerasan 65,3 HRC. Berdasarkan pengamatan struktur mikro
dan pengujian SEM-EDS, terdapat karbida krom yang tersebar merata di area
permukaan dan sub-permukaan. Dari penelitian ini didapatkan bahwa proses high
concentration carburizing dapat diaplikasikan pada komponen pin rantai untuk
menggantikan produk impor.

Kata kunci: Baja SCM 440, high concentration carburizing, karburisasi gas,
waktu, karbida krom.

viii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


ABSTRACT

Name : M Dimas Sanjaya


Study Program : Metallurgy and Material Engineering
Title : Time Effect of High Concentration Carburizing Process
on Characteristics of SCM 440 Steel Pin of Timing Chain
Component

Very tight competition in the automotive industry requires every manufacturing


company in Indonesia to innovate on its products so that their quality increases
with the same production costs. The innovation is high concentration carburizing
process applied in the chain pin type timing chain based on SCM 440 steel. The
process consists of two carburization, primary carburization and secondary
carburization. Primary carburization performed at 950°C with carbon potential
0.9% and 60 minutes, so lowered to 690°C with furnace quenching. Secondary
quenching performed at 850 ° C with 1.2% CP. Time variable 30, 60 and 90
minutes are used to see the effects of this process, then performed oil quenching to
100 ° C. This process aims to form a uniformly dispersed carbides on the surface
and sub-surface. Characterization is performed include surface hardness testing,
case depth hardness testing, observation of the microstructure, the rate of wear
testing, and testing of SEM-EDS. The results showed that the longer time of
secondary carburization, which generated increased hardness and smaller the rate
of wear. Surface hardness for each variable of time is 63.77 HRC, HRC 65.5, and
65.65 HRC. Whereas for the import chain pin type timing chain has a hardness of
65.3 HRC. Based on microstructure observation and SEM-EDS testing, there are
dispersed chrome carbides evenly in the area of surface and sub-surface. From this
study it was found that the high concentration carburizing process can be applied
to the chain pin component to replace imported products.
Key words: SCM 440 steel, high concentration carburizing, gas carburizing,
time, chrome carbide

ix Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ......................... vii
ABSTRAK........................................................................................................ viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR PERSAMAAN ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Ruang Lingkup Masalah ............................................................................. 4
1.5 Sistematika Penulisan.................................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Baja Paduan Rendah SCM 440 (AISI 4140) ............................................... 6
2.2 Perlakuan Panas Logam .............................................................................. 6
2.2.1 Karburisasi ......................................................................................... 8
2.2.1.1 Karburisasi Gas .................................................................... 10
2.2.2 High Concentration Carburization ................................................... 13
2.2.3 Quenching ....................................................................................... 16
2.3 Struktur Mikro .......................................................................................... 17
2.3.1 Martensit.......................................................................................... 17
2.3.2 Bainit ............................................................................................... 20
2.3.3 Pearlit .............................................................................................. 21
2.3.4 Sementit (Fe3C) dan Karbida............................................................ 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 24
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 25
3.2.1 Alat ................................................................................................. 25
3.2.2 Bahan .............................................................................................. 28
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................... 28
3.3.1 Preparasi Sampel ............................................................................. 28
3.3.2 Karakterisasi Awal Sampel .............................................................. 29
3.3.3 Proses Perlakuan Panas ................................................................... 29
3.3.4 Pengamatan Struktur Mikro ............................................................. 29
3.3.5 Pengujian Kekerasan ....................................................................... 30
3.3.6 Pengujian Keausan .......................................................................... 31

x Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


3.3.7 Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy
Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) ........................................... 32

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN


4.1 Analisa Pengujian Kekerasan .................................................................... 35
4.1.1 Kekerasan Makro (Surface Hardness) ............................................ 35
4.1.2 Kekerasan Mikro (Case Depth Hardness) ....................................... 39
4.2 Analisa Struktur Mikro.............................................................................. 43
4.3 Analisa Laju Aus ...................................................................................... 51
4.4 Analisa Hasil Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) dan EDS
(Energy Dispersive Spectrometry) ............................................................. 54

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 62
5.2 Saran ......................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 64


LAMPIRAN ..................................................................................................... 66

xi Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Baja SCM 440[8] ............................................................... 6


Tabel 2.2 Karakteristik Tipikal dari Proses Difusi [4] ........................................ 10
Tabel 2.3 Grossman Quench Severity Factor (H) untuk Beberapa Media
Quench.[4] ........................................................................................ 17
Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Fasa pada Baja [13] ..................................... 22
Tabel 4.1 Kekerasan Permukaan Sampel Awal dan Hasil Perlakuan Panas ...... 36
Tabel 4.2 Spesifikasi Kekerasan Permukaan Pin Rantai Tipe Timing Chain..... 37
Tabel 4.3 Data Pengujian Case Depth Hardness .............................................. 40
Tabel 4.4 Data Pengujian Keausan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit.... 52
Tabel 4.5 Data Pengujian Keausan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit.... 52
Tabel 4.6 Data Pengujian Keausan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit.... 53
Tabel 4.7 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel
t = 30 Menit ..................................................................................... 56
Tabel 4.8 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel
t = 60 Menit ..................................................................................... 58
Tabel 4.9 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel
t = 90 Menit ..................................................................................... 60

xii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Fe3C[12] .............................................................. 7


Gambar 2.2 Diagram TTT Baja SCM 4140.[3] .................................................. 8
Gambar 2.3 Grafik Total Case Depth Vs Carburizing time pada Empat
Temperatur Berbeda.[4] ............................................................... 12
Gambar 2.4 Transformasi Struktur Kristal dari FCC Menjadi BCT [12]............ 18
Gambar 2.5 Komposisi Karbon didalam Baja Sebagai Fungsi Temperatur Ms
dan Membedakan Bentuk Martensit Bilah dan Plat [8] ................. 19
Gambar 2.6 Bentuk Martensite (a) Bilah dan (b) Plat[6] .................................. 20
Gambar 2.7 Skema Pembentukan Bainit Atas[12] ............................................. 20
Gambar 2.8 Skema Pembentukan Bainit bawah[12] .......................................... 21
Gambar 2.9 Skema Penyusunan Pearlit dari Austenit yang Terdiri dari Ferit dan
Sementit [12] ................................................................................ 21
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................................... 24
Gambar 3.2 Mesin Mesotom........................................................................... 25
Gambar 3.3 Unicase Oriental Batch Furnace ................................................. 25
Gambar 3.4 Mounting Set ............................................................................... 26
Gambar 3.5 Mesin Amplas dan Poles ............................................................. 26
Gambar 3.6 Mikroskop Optik Digital ............................................................. 26
Gambar 3.7 Rockwell Hardness Tester ........................................................... 27
Gambar 3.8 Vickers Hardness Tester .............................................................. 27
Gambar 3.9 Mesin Ogoshi .............................................................................. 27
Gambar 3.10 Scanning Electron Microscope .................................................... 28
Gambar 3.11 Dimensi Sampel Penelitian .......................................................... 28
Gambar 3.12 Penjejakan Metode Vickers [15] ................................................... 31
Gambar 3.13 Pengujian Keausan dengan Metode Ogoshi ................................. 32
Gambar 3.14 Skema dari Scanning Electron Microscope untuk Secondary
Electron dan Backscattered Electron [6] ....................................... 33
Gambar 3.15 Skema Terbentuknya Sinar-X ...................................................... 34
xiii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


Gambar 4.1 Grafik Nilai Kekerasan Permukaan.............................................. 38
Gambar 4.2 Grafik Case Depth Hardness ....................................................... 40
Gambar 4.3 Foto Mikro Permukaan Komponen Pin Rantai Tipe Timing Chain
Nital 3% ..................................................................................... 43
Gambar 4.4 Foto Mikro Bagian Inti Komponen Inti Pin Rantai Tipe Timing
Chain. Nital 3% .......................................................................... 44
Gambar 4.5 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit.
Nital 3% ..................................................................................... 45
Gambar 4.6 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit.
Nital 3% ..................................................................................... 45
Gambar 4.7 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit.
Nital 3% ..................................................................................... 46
Gambar 4.8 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit.
Nital 3% ..................................................................................... 47
Gambar 4.9 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit.
Nital 3% ..................................................................................... 47
Gambar 4.10 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit.
Nital 3% ...................................................................................... 48
Gambar 4.11 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit.
Nital 3% ..................................................................................... 49
Gambar 4.12 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit.
Nital 3% ...................................................................................... 49
Gambar 4.13 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit.
Nital 3% ...................................................................................... 50
Gambar 4.14 Foto Mikro Material Baja Nickel - Chromium Hasil Proses
Karburisasi. Nital 2%. 550X[6] .................................................... 51
Gambar 4.15 Grafik Laju Aus........................................................................... 53
Gambar 4.16 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel
t=30 menit ................................................................................... 55
Gambar 4.17 Grafik Pengujian SEM-EDS Hasil Karburisasi Sekunder t = 30
menit ........................................................................................... 56
Gambar 4.18 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel
t=60 menit .................................................................................. 57
Gambar 4.19 Grafik Pengujian SEM-EDS Hasil Karburisasi Sekunder t = 60
menit ........................................................................................... 58
xiv Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


Gambar 4.20 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel
t=90 menit ................................................................................... 59
Gambar 4.21 Grafik Pengujian SEM-EDS Hasil Karburisasi Sekunder t = 90
menit ........................................................................................... 60

xv Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


DAFTAR PERSAMAAN

Persamaan 2.1 Hukum Fick I ....................................................................... 8


Persamaan 2.2 Hukum Fick II ...................................................................... 9
Persamaan 2.3 Persamaan Turunan Hukum Fick II ...................................... 9
Persamaan 2.4 Persamaan Menentukan nilai Koefisien Difusi (D) ............... 9
Persamaan 2.5 - 2.9 Persamaan Reaksi Selama Proses Karburisasi Gas .............. 11
Persamaan 2.10 Persamaan Temperatur Martensite Start ............................. 18
Persamaan 3.1 Persamaan Vicker Hardness Number (VHN) ...................... 30
Persamaan 3.2 Persamaan Volume Material Terabrasi ............................... 32
Persamaan 3.3 Persamaan Laju Aus ........................................................... 32

xvi Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Quenching Media SEMI-HOT BW-2110..................................... 66


Lampiran 2 Dokumen PT FSCM Manufacturing Indonesia ............................ 69
Lampiran 3 Tabel Konversi Nilai Kekerasan .................................................. 71
Lampiran 4 Hasil Pengujian EDS (Energy Dispersive X-Ray Spectrometry) t =
30 menit ...................................................................................... 72
Lampiran 5 Hasil Pengujian EDS (Energy Dispersive X-Ray Spectrometry) t =
60 menit ...................................................................................... 75
Lampiran 6 Hasil Pengujian EDS (Energy Dispersive X-Ray Spectrometry) t =
90 menit ...................................................................................... 78

xvii Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebijakan perdagangan bebas telah dilakukan pemerintah Indonesia sejak
dahulu. Secara bertahap pemerintah membuka lebar-lebar peluang bagi produsen
luar negeri untuk memasarkan produknya di Indonesia dengan mengeluarkan
berbagai kebijakan penurunan tarif dan menghilangkan kebijakan lain yang
selama ini menjadi penghambat masuknya barang impor. Hal ini didukung oleh
kerjasama perdagangan regional melalui ASEAN Free Trade Agreement (AFTA)
yang disetujui pemerintah Indonesia. Lebih jauh, kebijakan liberisasi perdagangan
semakin meningkat tajam sejalan dengan derasnya arus globalisasi dan masuknya
Indonesia dalam kerjasama internasional melalui World Trade Organization
(WTO).[1]
Salah satu indikator terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah adanya
kenaikan volume penjualan pada sektor otomotif, seperti sepeda motor. Hal ini
ditunjukkan oleh angka penjualan sepeda motor selama Januari-Mei 2011
melebihi pencapaian pada periode yang sama pada Januari-Mei 2010.
Berdasarkan data AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia), jumlah
penjualan sepeda motor seluruh merek dan varian di Indonesia mencapai
3.397.258 unit. Pencapaian itu melebihi pencapaian pada periode yang sama tahun
2010 dimana volume penjualan sepeda motor mencapai 2.945.932 unit.[2]
Persaingan industri otomotif di Indonesia sangat kompetitif dimana setiap
perusahaan harus memiliki kualitas dan daya saing untuk memasarkan produknya
ke publik. Selain kualitas, kuantitas produksi industri otomotif meningkat setiap
tahunnya karena tingginya permintaan produk otomotif dari konsumen. Akibatnya
kebutuhan komponen otomotif juga meningkat, termasuk komponen rantai
kendaraan bermotor beserta kelengkapannya. Jumlah industri komponen otomotif
yang juga terus meningkat serta masuknya produk impor terutama yang berasal
dari Cina dengan harganya yang rendah, mengharuskan industri untuk inovasi
pada produknya.

1 Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


2

Salah satu komponen penting dalam rantai adalah pin, di mana material
yang digunakan untuk aplikasi tersebut harus memiliki ketahanan aus dan
ketangguhan yang baik. Sehingga dibutuhkan material yang keras di bagian
permukaan namun masih cukup ulet di bagian dalam. Selama ini PT X
Manufacturing Indonesia masih bergantung pada pemasok dari luar negeri untuk
kebutuhan material yang digunakan untuk pin rantai tipe timing chain. Oleh sebab
itu inovasi sangatlah diperlukan agar material dengan spesifikasi tersebut dapat di
produksi secara lokal sehingga ketergantungan terhadap pasokan luar negeri dapat
diminimalisasi dan biaya produksi dapat ditekan.
Di PT X Manufacturing Indonesia, umumnya digunakan material baja
karbon rendah sebagai bahan baku untuk proses perlakuan panas. Baja karbon
rendah dapat dilakukan beberapa proses perlakuan panas seperti normalisasi, anil,
tempering, case hardening, pengerasan langsung, dan lain-lain.[3] Salah satu
proses case hardening adalah karburisasi. Karburisasi adalah proses pendifusian
atom karbon ke permukaan baja, yang selanjutnya diikuti oleh proses pendinginan
cepat (quenching) dan tempering.[4] Proses pengerasan langsung pada baja karbon
rendah akan menghasilkan fasa yang lebih keras pada permukaan baja karbon
rendah, namun baja jenis ini tidak dapat memperoleh kekerasan yang maksimal
karena sifat harden ability pada baja karbon rendah terlalu buruk yang disebabkan
sulitnya terbentuk fasa martensit. Hal ini akan memberikan hasil yang berbeda
apabila digunakan baja karbon medium dimana hardenability nya lebih baik.
Contohnya kekerasan baja SAE 1025 dengan pengerasan langsung hanya
mencapai kekerasan sekitar 45 HRC dan setelah ditemper pada temperatur sekitar
320 oC, kekerasan mencapai sekitar 38 HRC. Sedangkan untuk SAE 1050 dengan
proses pengerasan langsung mencapai kekerasan antara 56 – 62 HRC tanpa proses
tempering[3]. Oleh karena itu PT X Manufacturing Indonesia mengembangkan
penggunaan baja karbon medium.
Selain penggunaan baja karbon medium, PT X Manufacturing Indonesia
juga mengembangkan proses perlakuan panas high concentration carburizing
sebagai inovasi untuk menghasilkan pin rantai tipe timing chain yang sesuai
spesifikasi produk luar negeri. Proses high concentration carburizing ini berbeda
dengan karburisasi konvensional dimana konsentrasi karbon di permukaan

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


3

material uji melebihi titik eutectoid baja (≥ 0,8 %). Proses ini berguna untuk
membentuk atau mengendapkan karbida atau fasa cementite atau Fe3C pada
permukaan material uji. Pengendapan karbida ini tidak didapatkan apabila
menggunakan proses karburisasi dengan konsentrasi karbon dibawah titik
eutectoid baja. Karbida atau fasa cementite (Fe3C) ini memiliki nilai kekerasan
yang melebihi fasa martensit, yaitu fasa cementite memiliki kekerasan 650 BHN
dan martensit 550 BHN[5].Hal ini terjadi karena fasa cementite memiliki struktur
kristal berupa orthorhombic, sedangkan martensit BCT (body centred
tetragonal)[6]. Sehingga proses high concentration carburizing ini akan
menghasilkan kekerasan yang melebihi proses karburisasi konvensional.
Dengan tingkat kekerasan tinggi yang dihasilkan pada permukaannya dan
tetap mengandalkan sifat keuletan dari bagian dalam (interior) material uji, proses
high concentration carburizing ini cocok untuk komponen permesinan secara
umum seperti gear dan bearing yang memerlukan kekuatan kontak fatik yang
tinggi dan ketahanan aus yang baik, dan secara khusus cocok untuk komponen
otomotif yang mengalami penurunan kekerasan akibat gesekan dan panas karena
gaya rotasi dan sliding.[7]

1.2 Perumusan Masalah


Dengan persaingan yang sangat ketat tersebut maka fokus terhadap
efisiensi produksi sangatlah penting. Salah satunya adalah proses perlakuan panas
untuk menghasilkan produk dengan spesifikasi yang diinginkan. Baja SCM
440/AISI 4140 merupakan baja paduan rendah (low alloy steel). Untuk
meningkatkan ketahanannya terhadap aus dan fatik, baja SCM 440 akan coba
diterapkan perlakuan panas berupa high concentration carburizing yang berguna
untuk membentuk atau mengendapkan karbida. Proses ini terdiri dari 2 tahapan
proses karburisasi, yaitu karburisasi primer dan karburisasi sekunder. Karburisasi
primer menggunakan variabel karbon potensial, temperatur, media quenching dan
waktu yang tetap serta tidak ada variabel bebas. Sedangkan pada karburisasi
sekunder, variabel tetapnya berupa karbon potensial, temperatur dan media
quenching, sedangkan waktu menjadi variabel yang akan diamati. Dengan adanya
variabel waktu pada karburisasi sekunder, akan diamati perbedaan ukuran dan

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


4

penyebaran karbida yang terbentuk pada bagian yang mengalami karburisasi dan
efeknya terhadap karakteristik baja SCM 440 pada komponen rantai tipe timing
chain.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari mekanisme pengerasan permukaan pada produk pin rantai
baja SCM 440 dengan metode high concentration carburizing
2. Menganalisa karakteristik dari produk pin rantai baja SCM 440 hasil high
concentration carburizing yang meliputi kekerasan (permukaan dan inti),
case depth, penyebaran karbida dan cementite (Fe3C), fasa-fasa yang
terbentuk, dan ketahanan aus
3. Mendapatkan waktu optimal dari proses high concentration carburizing
dengan carbon potential tinggi

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini, ruang lingkupnya berupa
1. Material
Raw Material: Baja paduan rendah SCM 440 berbentuk rod dengan
diameter 320 mm dan tinggi 5 mm
2. Proses Perlakuan Panas
• Karburisasi primer: T = 950°C; t = 60 menit; CP = 0,9%
• Quenching: Furnace Quenching (I); Oil quenching(II)
• Karburisasi sekunder: T = 850°C; CP = 1,3%
3. Pengujian
• Pengujian kekerasan mikro (Vickers) dan makro (Rockwell);
• Pengamatan struktur mikro
• Pengujian Keausan
• Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) - Energy
Dispersive Spectrometry (EDS)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


5

1.5 Sistematika Penulisan


Dalam sistematika penulisan ini, peneliti hendak memberikan gambaran
umum mengenai apa yang diuraikan dalam masing-masing bab, sehingga isi dari
Tugas Akhir ini dapat terlihat dengan jelas tanpa melupakan hubungan antara bab
yang satu dengan bab yang lainnya.
Pembahasan dalam lima bab secara ringkas dapat diuraikan sebagai
berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar
belakang dibuatnya penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan penelitian serta sistematika dari penulisan
tugas Akhir ini.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang teori-teori umum yang relevan dengan penelitian
sehingga dapat diperoleh pengertian dan pengetahuan yang menunjang
analisis permasalahan dalam penelitian ini.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


Dalam bab ini dijelaskan mengenai rancangan penelitian, prosedur
pelaksanaan, spesifikasi peralatan, dan spesifikasi material uji.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Merupakan inti dari penelitian yang berisi data-data yang diperoleh selama
penelitian dan pembahasan tentang data yang ada sesuai dengan
permasalahan yang ditetapkan pada penelitian.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Dalam bab terakhir ini diuraikan mengenai simpulan dari hasil penelitian
yang dilakukan dan pemberian saran-saran yang diharapkan akan berguna
bagi semua pihak yang memiliki kepentingan serupa terhadap topik
penelitian ini.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja Paduan Rendah SCM 440 (AISI 4140)


Sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis baja paduan
Chromium-Molybdenum dengan kandungan mencapai 1,1% dan 0,25 % berturut-
turut . Berikut ini adalah kandungan unsur yang terdapat dalam baja karbon
medium SCM 440 (AISI 4140):

Tabel 2.1 Komposisi Baja SCM 440.[8]


Spesifikasi Komposisi Kimia
Baja Karbon
C (%) Mn (%) P (%) S (%) Si (%) Cr (%) Mo (%)
Medium
SCM 440 0,38 - 0,75 - 0,035 0,04 0,15 - 0,8 - 0,15 -
(AISI 4140) 0,43 1,0 max max 0,35 1,1 0,25

Baja jenis ini merupakan baja yang sering digunakan diantara jenis baja
karbon paduan. Kemampu-tempaan (forgeability) dari baja ini sangatlah baik,
tetapi sifat permesinan (machinability) yang cukup dan sifat kemampu-lasan
(weldability) yang buruk karena rentan terhadap retak las (weld cracking).[3] Baja
paduan rendah ini digunakan secara umum untuk aplikasi-aplikasi tertentu yang
membutuhkan sifat mekanis yang didapatkan dari proses perlakuan panas,
diantaranya peralatan permesinan, gears, shafts, sprockets, otomotif, dll.[8]

2.2 Perlakuan Panas Logam


Dalam memahami fenomena perlakuan panas di material, khususnya
material logam, diperlukan keahlian untuk memahami diagram fasa material
tersebut. Diagram fasa atau diagram kesetimbangan fasa adalah suatu grafik yang
menampilkan kandungan paduan unsur dengan temperatur dimana paduan itu
berada. Diagram fasa memberikan informasi tentang berbagai macam fasa paduan
pada berbagai temperatur, titik leleh, titik kristalisasi, dan fenomena lainnya.
Diagram fasa menjadi pedoman utama dalam merekayasa material karena
6 Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


7

terdapatnya hubungan antara struktur mikro dengan sifat-sifat mekanis material


tersebut. Berikut contoh diagram fasa Fe-C.

Gambar 2.1 Diagram Fasa Fe-Fe3C[12]

Proses perlakuan panas merupakan suatu tahapan proses yang penting


dalam pengerjaan logam yang bertujuan untuk mendapatkan atau memperbaiki
sifat-sifat mekanis seperti kekerasan, ketangguhan,
ketangguhan, keuletan dan sebagainya
sesuai sifat-sifat yang diinginkan dalam penggunaannya. Perlakuan panas diawali
dengan proses austenisasi atau pemanasan hingga temperatur austenit di atas
temperatur kritis (A1). Kemudian logam mengalami penahanan temperatur selama
waktu tertentu, lalu disusul dengan pendinginan dengan
dengan beragam laju
pendinginan. Laju pendinginan ini akan berpengaruh pada fasa akhir yang
dihasilkan. Apabila laju pendinginan lambat, akan terbentuk struktur mikro berupa
perlit dan ferit. Namun, dengan ditingkatkannya laju pendinginan, maka akan
terbentuk struktur mikro bainit. Kemudian, apabila laju pendinginan yang sangat
cepat akan menghasilkan struktur mikro martensit. Semua fenomena pembentukan
fasa-fasa tersebut berdasarkan laju pendinginannya dapat dilihat di diagram
isothermal atau Temperatur-Time Transformation (TTT) Diagram. Berikut ini
adalah diagram TTT untuk baja SCM 440 atau AISI 4140.
Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


8

Gambar 2.2 Diagram TTT Baja SCM 440.[3]

2.2.1 Karburisasi
Karburisasi adalah proses penambahan karbon ke dalam permukaan baja
karbon rendah pada temperatur austenisasi (biasanya antara 850 s.d. 950°C)
dimana fasa austenit stabil dengan kelarutan karbon yang tinggi.[4] Proses ini
dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan kadar karbon pada permukaan
baja. Proses karburisasi merupakan pengaplikasian proses difusi atom karbon
kedalam lapisan permukaan dari baja karbon rendah pada temperatur austenisasi.
Proses difusi pada karburisasi mengikuti persamaan Fick I sebagai berikut[5]

     (2.1)
Dimana J = Jumlah substansi yang lewat dalam satuan waktu melalui area
dalam bidang normal terhadap sumbu x (kg/m2.s)
D = Koefisien difusi (m2/s)
c = Konsentrasi substansi yang berdifusi (kg/m3)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


9

x = Koordinat (m)
Dan juga persamaan Fick II sebagai berikut[5]
 


  
(2.2)

Peningkatan kandungan karbon dibawah permukaan dari baja tersebut


menghasilkan peningkatan dalam kekerasan, kekuatan dan ketahanan aus yang
tinggi. Pengerasan didapatkan ketika permukaan dengan kandungan karbon tinggi
didinginkan cepat untuk membentuk martensit sehingga memiliki ketahanan aus
dan fatik yang baik, serta ditambah dengan bagian dalam baja karbon rendah
menjadikan material ini menjadi tangguh. Untuk menentukan parameter waktu,
kedalaman, konsentrasi karbon, dan temperatur proses karburisasi, digunakan
turunan dari hukum Fick II, menjadi
 
         (2.3)
  

       (2.4)


Dimana Cx = Konsentrasi karbon di kedalaman x setelah karburisasi


Cs = Konsentrasi karbon di permukaan sampel setelah karburisasi
Co = Konsentrasi karbon awal sebelum karburisasi
D = Koefisien difusi (m2/s)
x = Kedalaman penetrasi (m)
t = Waktu karburisasi (s)
Do = Koefisien difusi saat temperatur ruang (m2/s)
Qd = Energi aktivasi untuk difusi (J/mol atau eV/atom)
R = Konstanta Gas, 8,31 J/mol-K atau 8,62 x 10-5 eV/atom-K
T = Temperatur Absolut (K)
Proses karburisasi sendiri dibagi menjadi 4, yaitu[4]
1. Karburisasi Padatan
2. Karburisasi Gas
3. Karburisasi Cairan
4. Karburisasi Vakum
Dari 4 jenis karburisasi diatas, karburisasi gas merupakan proses yang
banyak dipergunakan. Masing-masing jenis karburisasi memiliki karakteristik
sendiri-sendiri pada pengaplikasiannya, seperti pada tabel 2.2 di bawah ini

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


10

Tabel 2.2 Karakteristik Tipikal dari Proses Difusi [4]


Proses Peristiwa Tempera Kedala Kekera Material Karakteristik
Karbur di tur man san Dasar Produk
isasi permuka Proses (HRC)
an (°C)
Padata Karbon 815- 125µm- 50-63 Baja Peralatan
n Terdifusi 1090 1.5 mm Karbon murah, sulit
Rendah, mengontrol
Baja kedalaman
Paduan
Rendah
Gas Karbon 815-980 75µm- 50-63 Baja Bagus dalam
Terdifusi 1.5 mm Karbon kontrol
Rendah, kedalaman,
Baja Cocok untuk
Paduan proses
Rendah kontinyu,
berbahaya
Cairan Karbon 815-980 50µm- 50-65 Baja Lebih cepat
Terdifusi 1.5 mm Karbon dari
dan Rendah, karburisasi gas
kemungk Baja dan padatan,
inan Paduan masalah
Nitrogen Rendah pembuangan
limbah
Vakum Karbon 815- 75µm- 50-63 Baja Kontrol proses
Terdifusi 1090 1.5 mm Karbon sangat bagus,
Rendah, lebih cepat
Baja dari
Paduan karburisasi
Rendah gas, peralatan
mahal

2.2.1.1 Karburisasi Gas


Karbusasi gas merupakan proses karburisasi dengan media penambahan
karbon dalam fasa gas yang biasanya berasal dari gas hidrokarbon, contohnya
metana (CH4), propana (C3H8) dan butana (C4H10). Gas hidrokarbon ini disebut
gas pengaya. Pada proses ini, gas pengaya harus dicampur dengan gas pembawa
untuk menghindari pembentukan jelaga (sooting) pada tungku yang digunakan.
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas endotermik, yang tidak larut,
tetapi berfungsi sebagai pengakselerasi reaksi karburisasi pada permukaan
material uji. Gas endotermik merupakan campuran dari karbon monoksida,

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


11

hidrogen, dan nitrogen dan dalam jumlah sedikit karbon dioksida, uap air dan
metana.[4]
Dalam atmosfer tungku dari proses karburisasi gas, terdapat gas CO, N2,
H2, CO2, H2O dan CH4. Dari semua gas-gas tersebut, N2 bersifat inert dan
berperan sebagai pelarut (diluent). Gas CO dan CH4 berperan dalam proses
karburisasi, sedangkan H2, CO2 dan H2O berperan dalam proses dekarburisasi.
Untuk mengatur karbon potensial dalam atmosfer, digunakan gas hidrokarbon
untuk memperkaya carrier gas dengan cara mengurangi H2O dan CO2 menurut
reaksi-reaksi berikut
CH4 + H2O  CO + 3H2 (2.5)
CH4 + CO2  2CO + 2H2 (2.6)
Reaksi ini menghasilkan campuran antara gas karbon monoksida (CO),
gas hydrogen dan nitrogen (sedikit). Gas karbon monoksida inilah yang akan
terdifusi menjadi karbon pada permukaan material melalui reaksi bolak-balik
berikut
2CO ↔ C (in Fe) + CO2 (2.7)
CO + H2 ↔ C (in Fe) + H2O (2.8)
Namun terkadang reaksi yang berlangsung tidak melibatkan adanya reaksi
3 dan 4, sehigga menjadi
CH4  C (in Fe) + 2H2 (2.9)
Dalam proses karburisasi gas, ada 3 variabel penting [4] yaitu
1. Temperatur
Laju maksimum dari karbon yang dapat ditambahkan ke baja dibatasi oleh
laju difusi dari karbon dalam austenit. Laju difusi meningkat dengan cepat
dengan meningkatnya temperatur. Temperatur yang biasa digunakan untuk
karburisasi adalah 925°C. Pada temperatur ini terjadi laju karburisasi yang
cukup cepat tanpa adanya kerusakan pada peralatan tungku (terjadinya
pertumbuhan butir pada material tungku). Terkadang temperatur
karburisasi meningkat sampai 955-980°C untuk mempersingkat waktu dari
karburisasi untuk memenuhi kedalaman dari penetrasi. Sebaliknya
karburisasi dengan kedalaman yang lebih kecil, seringnya dilakukan pada
temperatur dibawahnya karena kedalamannya dapat dikontrol lebih akurat

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


12

dengan laju karburisasi yang lebih kecil yang didapatkan dengan


penurunan temperatur.
Untuk hasil yang maksimal dalam proses karburisasi, temperatur harus
seragam pada seluruh komponen. Gradien temperatur pada komponen
akan terjadi untuk beberapa waktu saat komponen memasuki tungku. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara komponen dengan
tungku, oleh karena itu dibutuhkan waktu lebih untuk menstabilkan
temperatur sebelum proses karburisasi terjadi dengan karbon potensial
yang diinginkan. Setelah temperatur stabil dan sesuai dengan temperatur
karburisasi, maka proses karburisasi dilakukan sesuai karbon potensial
yang diinginkan. Proses menstabilkan temperatur ini disebut purge. Pada
waktu purge ini, proses karburisasi terjadi dengan karbon potensial
ditentukan sesuai kandungan karbon material sehingga tidak terjadi proses
difusi.
2. Waktu
Pengaruh dari waktu dan temperatur terhadap total kedalaman penetrasi
dari karbon dapat dilihat di gambar berikut

Gambar 2.3 Grafik Total Case Depth Vs Carburizing time pada Empat Temperatur
Berbeda.[4]

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa semakin lama waktu karburisasi
maka ketebalan lapisan terkarburisasi akan semakin dalam (tebal). Dapat

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


13

dilihat juga bahwa dengan peningkatan temperatur maka waktu yang


diperlukan untuk mencapai kedalaman lapisan terkarburisasi yang sama
akan lebih singkat. Atau dengan kata lain waktu karburisasi menurun
dengan adanya peningkatan temperatur karburisasi.
3. Komposisi Atmosfer
Komposisi atmosfir akan berpengaruh terhadap carbon potential, yang
akan menentukan seberapa besar atom karbon yang terdifusi ke dalam
komponen yang dikarburisasi. Komposisi atmosfir karburisasi juga harus
dijaga keseimbangannya agar tidak terbentuk jelaga baik dalam furnace
maupun pada komponen yang dikarburisasi, Untuk terjadinya proses
karburisasi, karbon potensial dari atmosfer tungku harus lebih besar
daripada karbon potensial dari permukaan baja yang digunakan.

2.2.2 High Concentration Carburization


Proses high concentration carburizing adalah proses karburisasi dengan
kadar karbon potensial yang digunakan diatas titik eutectoid yaitu 0,8%C yang
berguna untuk membentuk atau mengendapkan fasa sementit atau Fe3C pada
permukaan material yang diuji. Material yang didapatkan dari proses high
concentration carburizing mengandung karbida keras yang tersebar pada struktur
permukaannya. Oleh karena itu, material ini memliki ketahanan abrasi dan
kekuatan fatik yang lebih tinggi dari material dengan proses karburisasi
konvensional dengan karbon potensial dibawah titik eutectoid.[9]
Namun karakteristik sifat material yang dihasilkan dari proses high
concentration carburizing sangatlah dipengaruhi oleh tingkat penyebaran karbida.
Karbida yang diinginkan adalah karbida dengan penyebaran merata (finely
disperse) dalam bentuk yang bola pada jumlah yang besar didaerah butir sehingga
didapatkan kekuatan yang tinggi. Sedangkan karbida kasar yang mengendap di
batas butir dapat mengakibatkan penurunan kekuatan.[9]
Proses pengendapan karbida yang tersebar secara merata dan berbentuk
bulat atau spherical sangat sulit didapatkan apabila dengan satu proses karburisasi
biasa. Oleh karena itu, proses high concentration carburizing dilakukan dari 2
proses karburisasi, karburisasi primer dan karburisasi sekunder. Karburisasi

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


14

primer berguna untuk mengendapkan karbida pada ukuran yang sangat kecil
dalam jumlah yang banyak, sedangkan karburisasi sekunder dilakukan untuk
membuat karbida tumbuh.[9]
Proses high concentration carburizing terdiri dari 2 tahap karburisasi,
yaitu karburisasi primer dan karburisasi sekunder. Karburisasi primer adalah
proses perlakuan panas berupa karburisasi pada daerah austenisasi (γ) dimana
konsentrasi karbon terlarut yang digunakan melebihi titik eutectoid pada diagram
fasa Fe – C (≥ 0,8 %C). Setelah karburisasi primer selesai, pendinginan dilakukan
sampai temperatur di bawah transformasi A1 (T < 723°C) pada diagram fasa Fe –
C untuk mengendapkan inti (nuclei) karbida pada butir austenit yang terbentuk
selama proses karburisasi primer.[10] Lalu, dilakukan proses pemanasan kembali
untuk melakukan karburisasi sekunder. Karburisasi sekunder tetap menggunakan
karbon potensial melebihi titik eutectoid baja dan temperatur yang digunakan
harus dibawah garis Acm atau berada daerah austenit dan sementit (γ + Fe3C).
Setelah proses karburisasi sekunder selesai, proses high concentration carburizing
diakhiri dengan pendingingan melalui media minyak (oil quenching) atau gas (gas
quenching).[9]
Perbedaan temperatur pada kedua karburisasi ini harus dibuat cukup besar
agar efek karbida yang terbentuk berupa bulat dan menyebar. Jika temperatur dari
karburisasi primer dinaikkan untuk memperbesar perbedaan dengan temperatur
karburisasi sekunder, tungku akan semakin cepat mengalami degradasi dan
material uji akan mengalami kerusakan. Kemudian, jika temperatur karburisasi
sekunder diturunkan, untuk memperbesar perbedaan temperatur, laju difusi pada
karburisasi sekunder akan berkurang sehingga akan membutuhkan waktu yang
lebih lama dan membuat produktivitas proses berkurang. Namun, apabila
temperatur karburisasi primer diturunkan dan temperatur karburisasi sekunder
dibuat tetap sehingga perbedaan temperatur menjadi lebih kecil, maka yang akan
terbentuk berupa karbida kasar dengan bentuk tidak beraturan dan dapat
mengurangi kekuatan material saat pengaplikasian.[9] Machida,et al [10]
dan
[9]
Morita, et all menyarankan perbedaan temperatur antara kedua tahapan
karburisasi ini berjarak 100°C atau lebih. Hal yang penting pada karburisasi
sekunder ini adalah dilakukan pada daerah fasa γ+Fe3C.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


15

[9] [10]
Pada proses karburisasi primer, Morita, et al dan Machida, et al
menyarankan untuk melakukan proses ini pada rentang 900-1100°C. Hal ini
dilakukan karena kedua proses tersebut pada daerah austenisasi dimana atom
karbon dapat berdifusi ke permukaan material. Sedangkan konsentrasi karbon
[10]
yang digunakan menurut Machida, et al pada tingkat 0,8% atau lebih tinggi
[9]
dan Morita, et al menggunakan konsentrasi karbon melebihi titik eutectoid.
Untuk kecepatan pendinginan dari karburisasi primer menuju titik dibawah A1,
[10]
Machida, et al melakukan pendinginan pada kecepatan 3-15°C/detik menuju
[9]
400°C atau kurang, sedangkan menurut Morita, et al melakukan pendinginan
pada kecepatan minimal 1°C/min sampai pada 700°C atau kurang.
Pada proses karburisasi sekunder, konsentrasi karbon yang digunakan
[9]
haruslah diatas titik eutectoid (>0,8%). Menurut Morita, et al konsentrasi
karbon yang digunakan berkisar antara 1,25-1,4%C, sedangkan Machida, et all [10]
menyarankan antara 1-2%C. Karburisasi sekunder ini merupakan sebuah tahapan
dimana karbida yang telah terbentuk selama karburisasi primer, akan mengalami
pertumbuhan. Menurut Morita, et al [9] waktu minimal untuk karburisasi sekunder
ini adalah 30 menit dengan pertimbangan karbida yang terbentuk mancapai
ukuran 1,0-3,3 µm.
Pada penelitian ini dilakukan 2 kali tahapan karburisasi. Pada karburisasi
primer, konsentrasi karbon yang digunakan adalah 0,9%C dan dilakukan pada
daerah austenisasi yaitu 950°C selama 60 menit.. Kemudian, temperatur
diturunkan sampai 690°C dengan laju penurunan cepat. Setelah penurunan
temperatur ini, terbentuk inti karbida pada permukaan dan sub-permukaan sampel.
Sedangkan pada karburisasi sekunder, konsentrasi karbon yang digunakan 1,2%C
dan dilakukan pada daerah fasa γ+Fe3C pada temperatur 850°C, sedangkan waktu
menjadi variabel, yaitu 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Pemilihan karbon
potensial 1,2%C didasarkan pada teori kelarutan karbon maksimal yang dapat
terjadi pada temperatur 850°C, yaitu 1,19% .[11]
Proses high concentration carburizing ini cocok untuk komponen
permesinan secara umum seperti gear dan bearing yang memerlukan kekuatan
kontak fatik yang tinggi dan ketahanan aus yang baik, dan secara khusus cocok

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


16

untuk komponen otomotif yang mengalami penurunan kekerasan akibat gesekan


dan panas karena gaya rotasi dan sliding.[7]

2.2.3 Quenching
Quenching adalah proses pendinginan cepat suatu komponen logam dari
temperatur austenisasi ke temperatur dimana fasa yang kita inginkan dapat
terbentuk, pada baja umumnya adalah struktur mikro martensit. Quenching
dikatakan berhasil jika kita telah mampu mendapatkan struktur mikro, kekerasan,
kekuatan maupun ketangguhan yang kita inginkan dengan tetap meminimalisasi
tegangan sisa, distorsi dan kemungkinan terjadinya retak (cracking).[4] Pemilihan
media quench yang tepat tergantung pada hardenability material, ketebalan dan
geometri komponen, serta kecepatan pendinginan untuk mendapatkan struktur
mikro yang diinginkan. Media quench atau quenchant yang biasa digunakan
antara lain:
1. Air
2. Oli / minyak
3. Lelehan garam
4. Lelehan logam
5. Larutan Polimer
Kemampukerasan adalah kemampuan material untuk mengalami
pengerasan dengan membentuk martensit. Baja karbon rendah memiliki
kemampukerasan yang rendah karena kelarutan karbonnya yang rendah.
Sebaliknya pada baja karbon menengah dan tinggi akan mudah membentuk
martensit karena kelarutan karbonnya cukup tinggi untuk memudahkan
terbentuknya martensit.
Selama proses quenching, bentuk maupun ketebalan juga akan
mempengaruhi kecepatan pendinginan dari komponen. Hal ini terjadi karena
energi panas di dalam komponen akan terlebih dahulu mengalir ke permukaan
komponen sebelum nantinya dibuang ke media quench. Inilah yang menyebabkan
kecepatan pendinginan antara di dalam dan di permukaan komponen berbeda
tergantung dari ketebalan dan geometri bentuknya.[4]

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


17

Penggunaan media quench yang tepat juga ikut berpengaruh pada


kecepatan pendinginan. Semakin tinggi kecepatan pendinginan maka semakin
dalam juga efek dari pengerasan/pembentukan martensit. Pengaruh media quench
dapat diketahui dengan menggunakan grossman quench severity factor, H, pada
tabel dibawah ini.

Tabel 2.3 Grossman Quench Severity Factor (H) untuk Beberapa Media Quench.[4]
Circulation or Grossman Quench Severity Factor (H)
Agitation
Brine Water Water Oil and Salt Air
None 2 0,9 – 1,0 0,25 – 0,3 0,02
Mild 2 – 2,2 1,0 – 1,1 0,3 – 0,35 ….
Moderate …. 1,2 – 1,3 0,35 – 0,40 ….
Good …. 1,4 – 1,5 0,4 – 0,5 ….
Strong …. 1,6 – 2,0 0,5 – 0,8 ….
Violent 5 4 0,8 – 1,1 ….

2.3 Struktur mikro


2.3.1 Martensit
Martensit merupakan struktur metastabil yang terbentuk selama kondisi
athermal (tidak isothermal). Hal ini lah yang menyebabkan martensit tidak
nampak di diagram kesetimbangan fasa pada gambar 2.1. Martensit terbentuk
melalui mekanisme diffusionless dan terjadi pada kecepatan pendinginan tinggi
yang mampu menekan perubahan secara diffusion-controlled dari austenit menjadi
ferit, perlit maupun bainit. Pada baja, martensit akan tumbuh dari dalam austenit
sebagai fasa induknya. Mekanisme diffusionless akan membuat karbon tidak
berubah menjadi ferit dan sementit, melainkan akan terperangkap di dalam bentuk
oktahedral dari struktur kristal BCC. Ketika martensit terbentuk, kelarutan karbon
di dalam struktur BCC akan menjadi jenuh. Ini yang akan membentuk struktur
kristal baru berupa struktur BCT.[6]

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


18

Gambar 2.4 Transformasi Struktur Kristal dari FCC Menjadi BCT [12]

Transformasi martensit tergantung pada 2 temperatur, yaitu temperatur


dimana martensit mulai terbentuk (temperatur Ms) dan transformasi tambahan
ketika martensit berhenti terbentuk (temperatur Mf).[6] Martensit mulai terbentuk
pada temperatur kritis atau temperatur martensite start (Ms). Temperatur Ms
adalah fungsi dari karbon dan unsur paduan yang terkandung di dalam baja.
Temperatur Ms logam paduan Fe dapat dicari dengan menggunakan rumus
perhitungan komposisi sederhana seperti persamaan (2.9) dibawah ini[6]

Rumus: Temperatur Ms (oC) = 512 – 453C – 16,9Ni + 15Cr – 9,5Mo + 217(C)2 –


71,5(C)(Mn) – 67,6 (C)(Cr) (2.10)

Hampir semua paduan akan menyebabkan penurunan temperatur Ms dari


baja. Contohnya ditunjukkan oleh gambar dibawah ini, yang menerangkan
penurunan temperatur Ms dengan bertambahnya komposisi karbon didalam baja
seperti yang terdapat pada gambar 2.5 dibawah ini

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


19

Gambar 2.5 Komposisi Karbon didalam Baja Sebagai Fungsi Temperatur Ms dan Membedakan
[8]
Bentuk Martensit Bilah dan Plat

Secara umum, transformasi martensit dapat terjadi pada beberapa material,


seperti material logam, non-logam, dan mineral, jika laju pendinginan cukup
cepat. Contoh yang paling umum adalah fasa martensit pada baja. Martensit baja
dibagi menjadi dua jenis, yaitu martensit bilah dan plat.[12] Martensit bilah akan
terbentuk jika baja tersebut mengandung persen karbon kurang dari 0,6%.
Martensit bilah ini berbentuk seperti bilah-bilah halus yang diantaranya terdapat
sedikit austenit sisa. Beberapa baja dengan struktur Martensit bilah memiliki
bentuk yang sangat halus sehingga sulit dilihat menggunakan mikroskop optik
biasa. Sedangkan untuk martensit plat terbentuk pada baja karbon tinggi. Bentuk
dari jenis ini berupa struktur seperti jarum yang tersusun secara acak. Martensit
plat tersebut terkadang dikelilingi oleh sejumlah besar austenit sisa dikarenakan
semakin tinggi kandungan karbon maka temperatur Ms akan semakin rendah
sehingga transformasi dari austenit menjadi martensit semakin sulit. Gambar
dibawah berikut menerangkan tentang perbedaan struktur dari martensit bilah
dengan martensit plat.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


20

Gambar 2.6 Bentuk Martensit (a) Bilah dan (b) Plat [6]

2.3.2 Bainit
Bainit merupakan fasa metastabil selain martensit, karena didapatkan
dengan melakukan pendinginan cepat. Bainit memiliki bentuk umum berupa non-
lamellar yang terdiri dari bilah atau ferit plat dengan terdapat endapan karbida di
dalam maupun di antara bilah atau ferit plat. Pada temperatur transformasi kritis
yang lebih rendah, mekanisme difusi antar atom yang terjadi seperti pembentukan
fasa perlit, sudah sangat sulit terjadi. Atom besi akan membentuk kristal baru
dengan mekanisme geser/shearing. Perubahan mekanisme transformasi ini akan
menghasilkan struktur mikro baru yaitu bainit. Bainit ini memiliki ferit yang
bentuknya memanjang dan bentuk dari sementit yang tidak lagi continuous dan
lamelar.
Bainit dibagi dua berdasarkan bentuk dan temperatur pembentukannya.
Bainit yang terbentuk pada temperatur tepat di bawah temperatur pembentukan
perlit adalah bainit atas atau bainit atas. Pada bainit atas ini, ferit terbentuk pada
batas butir austenit akibat pendinginan melalui mekanisme geser / shearing. Atom
karbon berdifusi ke antar muka ferit-austenit dimana fine sementit bernukleasi dan
tumbuh. Bainit atas berbentuk seperti plat (plate-like).[12]

Gambar 2.7 Skema Pembentukan Bainit Atas. [12]

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


21

Sementara itu, bainit yang terjadi pada temperatur yang lebih rendah atau
tepat di atas temperatur Ms adalah bainit bawah atau bainit bawah. Bainit bawah
terbentuk karena tidak adanya waktu bagi atom karbon untuk berdifusi menuju
antar muka ferit-austenit. Sementit halus bernukleasi dan tumbuh dalam ferit bilah
dengan orientasi tertentu. Bainit bawah ini memiliki bentuk seperti jarum-jarum
plat. Sementit maupun karbida di dalam bainit bawah ini letaknya tidak hanya
berada di antara plat tapi juga berada di dalam ferit dalam butiran-butiran halus
yang kerapatannya tinggi.[12]

Gambar 2.8 Skema Pembentukan Bainit Bawah. [12]

2.3.3 Perlit
Perlit merupakan struktur mikro akibat transformasi eutektoid pada baja
dari austenit (γ) yang menghasilkan fasa ferit (α) dalam bentuk koloni berlapis-
lapis dan sementit (Fe3C). Struktur perlit dapat dilihat di gambar dibawah ini.

Gambar 2.9 Skema Penyusunan Perlit dari Austenit yang Terdiri dari Ferit dan Sementit.[12]

Pembentukan perlit didapatkan ketika baja didinginkan secara normal atau


lambat dari temperatur kritis (A1) sampai mengenai hidung perlit dalam diagram
isotermalnya, seperti gambar 2.2. Perlit akan bernukleasi dan tumbuh di batas
butir austenit, seperti gambar 2.7 diatas. Mekanisme pengaturan ulang atom besi
dari struktur kristal FCC austenit menuju struktur BCC ferit terjadi pada antar
Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


22

muka austenit-ferit. Sementara itu atom karbon karena kelarutannya rendah akan
masuk ke dalam austenit sisa yang tidak bertransformasi menjadi sementit di
dalam ferit.

2.3.4 Sementit (Fe3C) dan Karbida


Sementit (Fe3C) merupakan fasa metastabil yang sangat keras.[6] Berikut
perbandingan kekerasan fasa sementit dengan fasa-fasa lainnya

Tabel 2.4 Sifat Mekanis Beberapa Fasa pada Baja [13]

No Fasa Kelarutan max C Elongasi Kekerasan


(%) (BHN)
1 Ferit 0,02 pada 723oC 40 100
0,005 pada 0oC
2 Austenit 2,00 pada 1140oC 2 369
o
0,85 pada 723 C
3 Sementit C=6,8, Fe 93,3 0 650
4 Bainit - - 469
5 Martensit = Kelarutan C saat 0 550
austenisasi

Karbida merupakan senyawa yang terbentuk dari suatu unsur tertentu


(pembentuk karbida) dengan atom karbon. Karbida pada umumnya terbentuk di
batas butir.[4] Karbida pada umumnya meningkatkan sifat dari material yang
mengandungnya, tergantung dari unsur yang membentuknya. Misalkan karbida
krom (Cr23C6) untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan aus, ketahanan korosi
temperatur tinggi, meningkatkan kekuatan luluh (creep). Karbida Tungsten
(M6C/Fe4W2C) berguna untuk meningkatkan ketahanan terhadap pelunakan
(softening) pada temperatur tinggi (hot hardness), ketahanan partikel abrasi.
Karbida Molibdenum (M6C/Fe4Mo2C) untuk meningkatkan kekuatan pada
temperatur tinggi, ketangguhan dan hot hardness. Karbida Vanadium (VC/V4C3)
untuk meningkatkan ketangguhan dan hot hardness. Karbida pada umumnya

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


23

terdapat pada baja paduan khusus seperti baja perkakas, baja tahan panas, baja
tahan aus, baja tahan karat dan paduan super.[14]
Unsur pembentuk karbida (carbide-forming elements) pada umumnya juga
unsur pembentuk ferit. Unsur pembentuk karbida dibagi menjadi 2, yaitu unsur
pembentuk karbida kuat (strong carbide former) dan unsure pembentuk karbida
lemah (weak carbide former). Unsur pembentuk karbida kuat diantaranya Krom
(Cr), Tungsten (W), Molibdenun (Mo), Vanadium (V). Sedangkan untuk unsure
pembentuk karbida lemah yaitu Titanium (Ti), Niobium (Nb), Tantalum (Ta) dan
Kobalt (Co).[14]

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian


Berikut diagram alir dari penelitian ini:
Preparasi sample

Karburisasi
CP 0,9 %
950°C; 60 menit
Uji Kekerasan
(Rockwell C)
Furnace Quenching T
= 690°C

Karburisasi Karburisasi Karburisasi


CP 1,2 % CP 1,2 % CP 1,2 %
850°C; 30 menit 850°C; 60 menit 850°C; 90 menit

Komponen Pin Oil Quenching


rantai Impor T = 100°C

Pengamatan Uji Kekerasan makro Pengujian Pengujian


Struktur dan Keausan SEM-EDS
Mikro mikro (case depth)

Data

Data

Analisa dan Pembahasan

Studi Literatur

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.


24 Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


25

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan selama penelitian ini meliputi:
1. Alat pembentukan sampel
Bandshaw Machine, Grinding Machine, dan Mesin Mesotom

Gambar 3.2 Mesin Mesotom

2. Alat perlakuan panas

Gambar 3.3 Unicase Oriental Batch Furnace

3. Alat metalografi
a. Mesin Prestopress (Mounting set)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


26

Gambar 3.4 Mounting Set

b. Mesin Amplas dan Poles

Gambar 3.5 Mesin Amplas dan Poles

c. Peralatan Etsa
Cawan petri, tissue, pengering (Hair Dryer)
d. Mikroskop Optik Digital

Gambar 3.6 Mikroskop Optik Digital

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


27

4. Alat pengujian
a. Rockwell Hardness Tester

Gambar 3.7 Rockwell Hardness Tester

b. Vickers Hardness Tester

Gambar 3.8 Vickers Hardness Tester

c. Mesin Ogoshi (Pengujian Keausan)

Gambar 3.9 Mesin Ogoshi


Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


28

d. Mesin Pengujian SEM-EDS

Gambar 3.10 Scanning Electron Microscope

3.2.2 Bahan
Bahan penelitian terdiri dari
1. Sampel uji, baja SCM 440 (AISI 4140) dengan komposisi pada tabel 2.1
2. Bahan proses perlakuan panas
Quenching Media SEMI-HOT BW-2110 (lampiran 1)
3. Bahan uji metalografi
Terdiri dari bakelit, kertas amplas #400, #600, #800, #1200, #2400, kain
beludru, air, Titanium Oxide 0,04 µm,[6] 100 ml Larutan nital 3% (4,61
ml asam nitrat 65% dan 95,39 ml etil alcohol).[6]

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Preparasi Sampel
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel
berbentuk rod dengan dimensi diameter 32 mm dan tinggi 5mm. Pembuatan
sampel ini dilakukan di bagian workshop Departemen Metalurgi dan Material
FTUI. Dimensi sampel seperti yang terlihat pada gambar

Gambar 3.11 Dimensi Sampel Penelitian


Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


29

3.3.2 Karakterisasi Awal Sampel


Karakterisasi awal yang digunakan adalah pengujian kekerasan makro
dengan menggunakan Rockwell hardness test C dengan beban indentor intan 150
kg berbentuk kerucut dengan sudut 120°[16].

3.3.3 Proses Perlakuan Panas


Proses perlakuan panas yang dilakukan adalah high concentration
carburizing dengan 2 tahap karburisasi, yaitu:
• Karburisasi primer: T = 950°C; t = 60 menit; CP = 0,9%
• Quenching: Furnace Quenching (I); Oil quenching(II)
• Karburisasi sekunder: T = 850°C; CP = 1,2%

3.3.4 Pengamatan Struktur Mikro


Dalam melakukan pengamatan struktur mikro dari suatu material dan
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka perlu melakukan beberapa preparasi
sampel uji terlebih dahulu dari mounting, pengamplasan, pemolesan dan etsa.
Untuk memudahkan penanganan sampel uji, dilakukan mounting. Media
mounting yang digunakan adalah bakelit dengan alat hot press mounting seperti
pada gambar 3.4. Kemudian preparasi selanjutnya berupa pengamplasan yang
berguna untuk mendapatkan permukaan yang bebas gores dalam. Pengamplasan
dilakukan dari kertas amplas ukuran kasar (#400) hingga halus (#2500). Hal yang
penting untuk diperhatikan saat proses pengamplasan adalah pemberian air secara
kontinyu. Dalam proses ini, air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil
kerusakan akibat panas yang timbul, dan memperpanjang masa pemakaian kertas
amplas. Selain itu, ketika melakukan perubahan ukuran kertas amplas maka
perubahan arah goresan yang baru harus 45o atau 90o dari arah sebelumnya
sehingga tidak akan menyebabkan scratch baru pada permukaan. Pada penelitian
kali ini, digunakan kertas amplas dari mesh #400, #600, #800, #1200, #2400.
Kelanjutan preparasi sampel adalah pemolesan (polishing). Pemolesan
dilakukan untuk menghaluskan permukaan hingga ukuran ± 0,5 mm, sehingga
didapatkan permukaan yang bebas goresan dan siap dilakukan pengetsaan. Tahap
terakhir dari proses preparasi sampel untuk pengujian metalografi adalah etsa atau

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


30

etching. Tahapan ini dilakukan agar struktur mikro dari sampel dapat terlihat pada
mikroskop optik atau SEM. Pada penelitian ini, untuk mengamati mikrosturktur
yang diinginkan, digunakan zat etsa nital 3%. Penggunaan zat etsa nital 3% yang
berfungsi untuk mendapatkan fasa perlit, ferit, martensit, bainit dan karbida dari
sampel.[6] Pembuatan zat etsa nital 3% 100ml dibuat dengan asam nitrat 65%
sejumlah 4,61 ml dan 95,39 ml alkohol. Pengetsaan dilakukan sekitar 7-8 detik.

3.3.5 Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan pada sampel menjadi 2, yaitu pengujian secara mikro
dan makro. Tujuan dilakukan pengujian secara mikro adalah untuk melihat secara
lebih spesifik kekerasan pada beberapa titik dengan jarak dari permukaan sampai
ke inti. Sedangkan pengujian secara makro bertujuan untuk mengetahui kekerasan
permukaan material.
1. Pengujian Kekerasan Mikro
Untuk pengujian mikro akan dihitung dengan menggunakan
metode Vickers sesuai dengan standar ASTM E 92 “Standard Test
Method for Vickers Hardness of Metallic Materials”. Metode ini
menggunakan beban 200 grf dalam waktu 10 detik. Indentor yang
digunakan adalah intan berbentuk piramida dengan sudut 136°. Prinsip
pengujiannya sama dengan metode kekerasan Brinell, namun jejak yang
dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal.[15] Panjang diagonal
diukur dengan skala pada mikroskop pengukur jejak. Perhitungan nilai
kekerasan ini sesuai dengan rumus:


  
(3.1)
dimana:
VHN = Vickers Hardness Number
P = Beban yang diberikan (dalam kg)
D = diameter jejak rata-rata (dalam mm)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


31

Gambar 3.12 Penjejakan Metode Vickers [15]

2. Pengujian Kekerasan Makro


Pengujian makro dilakukan dengan metode Rockwell C Pengujian
makro dilakukan dengan metode Rockwell C sesuai dengan standar
ASTM E 18”Standard Test Methods for Rockwell Hardness of Metallic
material”. Metode ini menggunakan beban 150 kgf dengan indentor
intan berbentuk kerucut dengan sudut 120°. Metode Rockwell C sesuai
bila digunakan untuk baja karbon rendah medium ataupun tinggi.[16]

3.3.6 Pengujian Keausan


Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan
teknik, yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual.
Salah satunya adalah metode Ogoshi[17] dimana benda uji memperoleh beban
gesek dari cincin yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan
menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya
akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak
permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat
keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin
tinggi volume material yang terabrasi dari benda uji. Berikut ilustrasi mesin
Ogoshi yang digunakan

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


32

P
ω
r

h
b

Gambar 3. 13 Pengujian Keausan


dengan Metode Ogoshi

Berdasarkan pengujian, besarnya volume material yang terabrasi dapat


diketahui dengan rumus:

  (3.2)

Dimana W = volume material yang terabrasi (mm3)
B = tebal revolving disc (mm)
b = lebar celah material yang terabrasi (mm)
R = jari-jari disc (mm)
ω = kecepatan putar
Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi
(W) dengan jarak luncur (x) (setting pada mesin uji):
  
  (3.3)
 
Pengujian keausan yang dilakukan menggunakan sampel dari baja SCM
440. Alat yang digunakan untuk melakukan pengujian keausan adalah mesin
Ogoshi yang terdapat di Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.

3.3.7 Pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive


X-Ray Spectroscopy (EDS)
Pengujian SEM-EDS pada sampel dilakukan di Center of Material
Processing and Failure Analysis Departemen Metalurgi dan Material FTUI.
Pengujian ini dilakukan karena dalam penelitian ini terdapat karbida yang tersebar
di permukaan dan sub-permukaan dari material SCM 440 setelah proses

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


33

karburisasi. Adanya pengujian SEM-EDS akan semakin memperjelas dan juga


mempertajam analisa mengenai inti permasalahan dari penelitian ini.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau
dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar topogorafi
diperoleh dari penangkapan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh
spesimen. Prinsip kerja SEM adalah scanning yang berarti bahwa berkas elektron
menyapu permukaan spesimen, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis
demi garis. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkannya adalah dari titik pada
permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh detektor secondary electron dan
kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (TV). Berikut skema alat dari
Scanning Electron Microscope (SEM) yang ada di gambar 3.14 dibawah ini.

Gambar 3.14 Skema dari Scanning Electron Microscope untuk Secondary Electron dan
Backscattered Electron.[6]

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


34

Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) adalah sebuah teknik yang


digunakan untuk melakukan analisis unsur-unsur atau karakterisasi kimiawi dari
sebuah sampel. Pengujian ini didasarkan pada adanya interaksi antara suatu
sumber energi yang menyebabkan terjadinya eksitasi elektron dengan sampel.
Elektron yang lebih rendah energinya diemisikan dari atom selama proses
penembakan, kulit didalamnya (energi yang lebih rendah) menjadi kosong.
Karena kekosongan itulah, elektron yang berasal dari kulit yang lebih luar
(energinya lebih tinggi) dapat mengisi kekosongan itu dan memancarkan sisa
energinya yang berlebihan dalam bentuk sinar-x. Ilustrasi lengkapnya dapat
dilihat di gambar dibawahini.

Gambar 3.15 Skema Terbentuknya Sinar-X

Jumlah dan energi dari sinar-x yang diemisikan dari spesimen tersebut
dapat dikalkulasikan oleh energy-dispersive spectrometer. Karena energi sinar-x
tersebut adalah spesifik, yaitu berasal dari perbedaan energi antara dua kulit, dan
juga dari struktur atomik unsur yang diemisikan, hal ini dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran komposisi unsur-unsur dalam sebuah material.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan dilakukan menggunakan dua metode pengujian yaitu
kekerasan makro (surface hardness) dan kekerasan mikro (case depth hardness).
Pengujian kekerasan makro digunakan untuk pengujian kekerasan permukaan
sampel, yang bertujuan supaya data kekerasan yang didapatkan mewakili area
yang lebih luas. Sedangkan pengujian kekerasan mikro digunakan untuk
pengujian case depth hardness, yang bertujuan supaya kekerasan sampel dari dari
permukaan sampai kedalaman tertentu dapat diketahui.

4.1.1 Kekerasan Makro (Surface Hardness)


Pengujian kekerasan makro dilakukan menggunakan metode Rockwell C
dengan pembebanan sebesar 150 kgf. Penjejakan dilakukan terhadap tiga sampel
untuk setiap variabel proses. Setiap sampel dilakukan penjejakan sebanyak 8 kali,
sehingga secara total didapatkan 24 data kekerasan. Hal ini bertujuan agar data
yang didapatkan bisa mewakili kekerasan setiap produk dalam variabel proses
tertentu. Sedangkan untuk perbandingan, dilakukan pengujian kekerasan
permukaan komponen pin rantai tipe timing chain hasil proses high concentration
carburizing sebanyak 20 kali dengan menggunakan metode Vickers. Berikut hasil
pengujian kekerasan makro yang didapatkan.

35 Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


36

Tabel 4.1 Kekerasan Permukaan Sampel Awal dan Hasil Perlakuan Panas

Raw Karburisasi Karburisasi Karburisasi


No. Material t = 30 menit t = 60 menit t = 90 menit
(HRC) (HRC) (HRC) (HRC)
1 27 63 62,5 64,5
2 28 63 65 64
3 28 63 65 64
4 28,5 63 64,5 66
5 28,5 63,5 64,5 65
6 28,5 62 66 65
7 27,5 63,5 65,5 66,5
8 29 62,5 66,5 65
9 29 64 65 66
10 28,5 63 68 68
11 27 63 65 69
12 27,5 62,5 66 70,5
13 27 64,5 65,5 63,5
14 28 66 66 65,5
15 27 63,5 66,5 68
16 28 64 65 64
17 27 64,5 66 62,5
18 27,5 66 65,5 64,5
19 29 64 65 66,5
20 28,5 64 67,5 65
21 28,5 64,5 66,5 64
22 28,5 64,5 65,5 64
23 28 64 64 65,5
24 28 65 65,5 69
Rata-rata 28 63,77 65,5 65,65

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


37

Tabel 4.2 Spesifikasi Kekerasan Permukaan Pin Rantai Rantai Time Timing Chain

Sampel Surface Hardness Vickers (HVN)


1 814
2 851
3 864
4 853
5 807
6 829
7 851
8 865
9 869
10 813
11 872
12 812
13 832
14 890
15 805
16 841
17 864
18 870
19 812
20 840
Rata-rata 842,7 (65,3 HRC)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


38

Grafik Nilai Kekerasan Permukaan


70
65.5 65.65 65.3
63.77
65
60
Sampel Awal
Kekerasan (HRC)

55
30 menit
50
60 menit
45
90 menit
40
Pin Timing Chain
35
30 28

25

Gambar 4.1 Grafik Nilai Kekerasan Permukaan

Data yang disajikan di tabel 4.1 diatas berupa data kekerasan dari sampel
awal (raw material), sampel setelah karburisasi sekunder selama 30 menit, 60
menit, dan 90 menit. Dari tabel 4.1 diatas, dapat diamati bahwa kekerasan rata-
rata sampel awal tanpa proses (raw material SCM 440) adalah 28 HRC.
Kemudian untuk nilai kekerasan permukaan sampel dengan variabel waktu
karburisasi sekunder 30 menit sebesar 63,77 HRC, 60 menit sebesar 65,5 HRC,
dan 90 menit sebesar 65,65 HRC. Sedangkan dari tabel 4.2 didapatkan nilai
kekerasan sampel komponen pin rantai tipe timing chain hasil proses high
concentrating carburizing yang bernilai 842,7 HVN atau 65,3 HRC. Persentase
kenaikan nilai kekerasan pada sampel variabel waktu 30 menit adalah 127,7%,
untuk variabel 60 menit bernilai 133,9%, dan untuk variabel 90 menit 134,5%.
Pada baja setelah proses high concentration carburizing, kekerasan
permukaannya mengalami peningkatan signifikan seperti data diatas. Hal ini
disebabkan adanya proses perlakuan panas berupa difusi atom karbon ke dalam
permukaan dari sampel yang dilanjutkan dengan pendinginan cepat didalam oli
(oil hardening). Hal ini diakibatkan terbentuknya fasa martensit dan karbida di
permukaan dan sub-permukaan sampel. Kekerasan sampel yang dihasilkan
berbeda-beda untuk setiap variabel waktu proses karburisasi sekunder. Menurut
gambar 4.1 diatas, kekerasan sampel yang paling tinggi dihasilkan oleh sampel

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


39

dengan variabel waktu 90 menit, yaitu 65,65 HRC. Kemudian untuk variabel
waktu yang lebih singkat, kekerasan yang dihasilkan akan lebih kecil. Hal ini
sesuai dengan teori karburisasi, yang menyatakan bahwa semakin lama waktu
proses karburisasi, maka akan menghasilkan karbida yang semakin banyak,
penetrasi atom karbon semakin dalam dan akan meningkatkan nilai kekerasan
sampel.[4] Penampakan banyaknya karbida akan diperlihatkan di sub-bab analisa
struktur mikro. Berdasarkan kandungan komposisi SCM 440 dari tabel 2.1,
karbida yang dapat terbentuk yaitu karbida krom dan karbida molybdenum.
Ada perbandingan antara sampel penelitian high concentration
carburizing dengan sampel komponen pin rantai tipe timing chain. Perbedaan itu
tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan sampel variabel karburisasi sekunder
60 menit dan 90 menit, hanya sekitar 0,20-0,35 HRC. Sehingga untuk variabel 60
menit dan 90 menit, sudah memenuhi kriteria kekerasan permukaan dari
komponen pin rantai tersebut. Sedangkan jika dibandingkan dengan sampel
variabel 30 menit, terdapat perbedaan 1,53 HRC. Perbedaan ini diakibatkan oleh
kurangnya waktu saat karburisasi sekunder 30 menit untuk membentuk karbida
yang lebih besar sehingga mencapai kekerasan sekitar 65 HRC.

4.1.2 Kekerasan Mikro (Case Depth Hardness)


Pengujian kekerasan mikro dilakukan untuk memetakan kekerasan sampel
dari permukaan sampai kedalaman tertentu. Metode ini disebut juga dengan
pengujian case depth hardness. Data yang didapatkan memberikan informasi
mengenai kemampuan atom karbon dalam melakukan difusi di permukaan sampel
akibat proses karburisasi. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode Vickers
dengan pembebanan sebesar 200 grf selama 5 detik. Penjejakan dilakukan
terhadap satu sampel setiap variabel proses dari jarak 0 mm sampai 0,50 mm
dengan rentang 0,05mm pada tiga titik yang berbeda, yang selanjutnya hasilnya
dirata-rata. Hal ini dilakukan untuk melihat keseragaman proses karburisasi pada
setiap sisi dari sampel. Sedangkan untuk perbandingan, dilakukan pengujian
kekerasan mikro (case depth hardness) komponen pin rantai tipe timing chain
hasil proses high concentration carburizing. Berikut hasil pengujian kekerasan
mikro (case depth harness) yang didapatkan.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


40

Tabel 4.3 Data Pengujian Case Depth Hardness

Kedalaman Karburisasi Karburisasi Karburisasi Pin Rantai


(mm) t = 30 menit t = 60 menit t = 90 menit Timing
(VHN) (VHN) (VHN) Chain
Surface 798,10 848,50 855,00 842,7
0,05 792,10 829,60 819,40 737
0,10 766,80 752,90 795,60 696
0,15 740,60 744,50 772,40 687
0,20 727,60 737,40 752,30 639
0,25 712,20 730,20 741,80 614
0,30 712,00 725,60 734,20 546
0,35 711,10 721,50 704,10 516
0,40 698,10 682,80 693,90 482
0,45 686,60 662,00 692,80 444
0,50 687,30 653,60 687,50 447

Grafik Case Depth Hardness


900
Kekerasan (VHN)

800

700 30 menit
600 60 menit

500 90 menit
Pin Timing Chain
400
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5
Kedalaman (mm)

Gambar 4.2 Grafik Case Depth Hardness

Pada tabel 4.3 diatas disajikan hasil pengujian kekerasan mikro case depth
hardness menggunakan metode Vickers dari sampel setelah karburisasi sekunder
selama 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan sampel komponen pin rantai tipe timing

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


41

chain. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kekerasan dari
permukaan menuju kedalaman 0,50 mm. Hal ini menunjukkan adanya perilaku
perlakuan panas permukaan, dimana bagian permukaan sampel akan memiliki
kekerasan yang lebih tinggi daripada bagian kedalaman tertentu dan inti.[4] Hal ini
diakibatkan oleh terdifusinya atom karbon yang terkandung dalam tungku menuju
permukaan sampel, sehingga terjadi gradasi kandungan karbon pada sampel dari
permukaan sampel sampai ke kedalaman tertentu dan inti
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa nilai kekerasan semakin
menurun seiring dengan semakin besar kedalaman serta tidak menunjukkan
adanya peningkatan dari grafik tersebut. Hal ini sudah sesuai dengan literatur,
bahwa bagian permukaan sampel akan memiliki kekerasan yang paling tinggi dan
akan terus menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman dari permukaan
sampel. Dari ketiga variabel dan sampel komponen pin rantai, dapat diamati
bahwa untuk sampel variabel 30 menit, grafik penurunannya tidak terlalu curam
atau jarak nilai kekerasan permukaan dengan kedalaman 0,50 mm sempit.
Penurunan nilai kekerasan dari setiap titik kedalaman ke titik berikutnya tidak lah
besar dan cenderung stabil Kemudian untuk sampel variabel 90 menit, jarak nilai
kekerasan permukaan dengan kedalaman 0,50 mm lebih besar karena kekerasan
permukaan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel variabel 30 menit.
Penurunan nilai kekerasan setiap titik juga tidak terlalu signifikan. Sedangkan
untuk sampel variabel 60 menit penurunan yang cukup signifikan saat mencapai
kedalaman 0,10 mm dan 0,40 mm.
Ada perbedaan antara sampel penelitian high concentration carburizing
dengan sampel komponen pin rantai yang telah mengalami high concentration
carburizing, dimana kekerasan yang ada pada komponen pin menurun secara
drastis dari permukaan sampai titik 0,50mm. Grafik penurunannya sangat curam
jika dibandingkan dengan variabel sampel penelitian. Jarak nilai kekerasan
permukaan antara satu titik dengan titik lainnya sangat jauh. Misalkan untuk
perbedaan kekerasan pada permukaan dengan kedalaman 0,05 mm sebesar 105,7
VHN. Perbedaan kekerasan juga terjadi saat kedalaman 0,25 mm dengan 0,30 mm
sebesar 68 VHN. Perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan ketebalan lapisan

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


42

yang mengalami karburisasi antara sampel penelitian dengan sampel komponen


pin rantai.
Terjadi penurunan yang cukup signifikan antara kedalaman 0,25 mm dan
0,30 mm pada sampel komponen pin rantai sebesar 68 HVN dari 614 HVN ke
546 HVN. Menurut tabel 2.4, nilai kekerasan martensit adalah 550BHN atau
sekitar 590 HVN, sehingga setelah kedalaman 0,30 mm hanya terdapat fasa
martensit saja dan di area inilah batas lapisan karburisasi berada. Sedangkan untuk
ketiga variabel sampel penelitian, tidak didapatkan nilai kekerasan yang mencapai
590 HVN sampai kedalaman 0,50 mm. Nilai kekerasan yang lebih kecil terdapat
sampel variabel 60 menit, yaitu 653,60 HVN. Sehingga untuk ketiga variabel
sampel penelitian, batas lapisan karburisasi berada di kedalaman yang melebihi
0,50 mm.
Menurut literatur[11], karburisasi yang dilakukan selama penelitian ada 2
jenis (karburisasi primer dan karburisasi sekunder) yang menghasilkan kedalaman
melebihi 0,50 mm untuk ketiga variabel sampel penelitian, sedangkan untuk
spesifikasi komponen pin rantai hanya mencapai 0,25-0,30 mm, sehingga
terjadilah perbedaan kekerasan yang diakibatkan perbedaan lapisan ketebalan
karburisasi. Perbedaan kedalaman juga diakibatkan oleh pendinginan setelah
proses karburisasi primer, yaitu dari temperatur 950°C ke temperatur 690°C. Pada
saat penurunan temperatur, karbon tetap terdifusi ke permukaan sampel sampai
temperatur 800°C yang berlangsung selama 120 menit. Pada kedalaman 0,50 mm,
pada komponen pin rantai sudah tidak terpengaruh proses karburisasi, sedangkan
pada ketiga variabel sampel penelitian pada kedalaman 0,50 mm masih
mengalami proses karburisasi dan terdapat karbida di dalamnya. Untuk melihat
batas lapisan karburisasi berada, dapat dilihat pada sub-bab analisa struktur mikro
Dari data yang didapatkan, bahwa pada proses karburisasi ini, tidak terjadi
proses dekarburisasi (pengambilan kandungan karbon yang terdapat di permukaan
sampel), karena proses dekarburisasi ditandai dengan peningkatan nilai kekerasan
pada sub-permukaan, jika dibandingkan dengan kekerasan pada permukaan
diatasnya.[5] Proses dekarburisasi terjadi akibat adanya peningkatan kadar karbon
pada kedalaman tertentu, atau pengurangan kadar karbon pada permukaan akibat

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


43

adanya gas CO2 yang berlebihan dalam tungku. Gas CO2 ini berperan dalam
proses dekarburisasi menurut persamaan (2.6).

4.2 Analisa Struktur Mikro


Pengamatan struktur mikro pada penelitian ini menggunakan zat etsa nital
3%. Sebelum pengamatan struktur mikro, telah dilakukan preparasi terlebih
dahulu, berupa mounting, pengamplasan, pemolesan, dan pengetsaan. Pengamatan
struktur mikro dilakukan pada sampel dengan 3 variabel waktu dengan
menggunakan alat mikroskop optik digital dengan perbesaran 100X dan 500X.
Sedangkan untuk perbandingan, dilakukan pengamatan struktur mikro untuk
komponen pin rantai tipe timing chain hasil proses high concentration
carburizing. Zat etsa nital 3% digunakan untuk melihat fasa yang terbentuk dan
bentuk morfologinya dari setiap variabel proses perlakuan panas. Berikut struktur
mikro untuk komponen pin rantai tipe timing chain seperti pada gambar 4.3 dan
4.4 dibawah ini.

Gambar 4.3 Foto Mikro Permukaan Kompone Pin Rantai Tipe Timing Chain. Nital 3%.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


44

Gambar 4.4 Foto Mikro Bagian Inti Kompone Pin Rantai Tipe Timing Chain. Nital 3%.

Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel komponen pin


rantai tipe timing chain hasil proses high concentration carburizing. Penggunaan
zat etsa nital 3% memperlihatkan fasa-fasa yang terdapat pada sampel. Gambar
4.3 adalah gambar struktur mikro untuk area permukaan dari sampel pin dan
gambar 4.4 berupa gambar struktur mikro untuk area core (bagian inti) dari
material dasar.
Dari gambar 4.3 diatas, di area dekat permukaan ini terdapat campuran
fasa martensit dengan karbida yang tersebar merata sampai kedalaman tertentu.
Adanya karbida diperlihatkan dengan anak panah di sekitar area permukaan dan
sub-permukaan. Hal ini dibuktikan dengan pengujian Vickers case depth hardness
pada sub-bab 4.1.2 sampai kedalaman antara 0,25 mm dan 0,30 mm. Menurut
tabel 2.4, kekerasan fasa martensit adalah 550 BHN atau sekitar 590 VHN, dan
rentang nilai kekerasan antara kedalaman 0,25 mm dan 0,30 mm berada pada 614
VHN dan 546 VHN. Kemudian untuk area yang lebih dalam lagi, terdapat fasa
gabungan fasa martensit dan bainit.
Gambar 4.4 merupakan area material dasar (core) dari sampel komponen
pin rantai. Fasa martensit kasar terlihat dengan jelas pada bagian ini yang ditandai
dengan adanya jarum-jarum tajam berwarna hijau. Fasa bainit juga terlihat dengan
jarum yang berwarna agak gelap. Namun jumlah fasa bainit lebih dominan pada
Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


45

area ini jika dibandingkan dengan fasa martensit. Hal ini dibuktikan dengan
percobaan Vickers pada daerah tengah yang bernilai sekitar 460 BHN atau 490
HVN, sesuai dengan kisaran nilai kekerasan fasa bainit yang ada di tabel 2.4.
Gambar 4.5, 4.6, dan 4.7 dibawah merupakan struktur mikro dari variabel
sampel 30 menit pada daerah permukaan dan daerah inti.

Gambar 4.5 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit. Nital 3%.

Gambar 4.6 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit. Nital 3%.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


46

Gambar 4.7 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit. Nital 3%.

Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel hasil proses high
concentration carburizing dengan variabel waktu 30 menit. Penggunaan zat etsa
nital 3% memperlihatkan fasa-fasa yang terdapat pada sampel. Gambar 4.5 dan
4.6 adalah gambar struktur mikro untuk area permukaan dari sampel dan gambar
4.7 berupa gambar struktur mikro untuk area core (bagian inti) dari material dasar.
Dari gambar 4.5 didapatkan besarnya area lapisan karburisasi pada sampel
variabel 30 menit dengan ditandai dengan perbedaan warna antara biru dan coklat.
Gambar 4.6 didapatkan struktur mikro berupa karbida yang berwarna putih yang
ditunjukkan oleh anak panah. Karbida ini berbentuk bulatan kecil yang nampak
tersebar cukup merata pada bagian permukaan dan sub-permukaan sampel. Fasa
martensit halus juga terlihat disekitar karbida yang ditunjukkan dengan
keberadaan jarum-jarum halus tajam berwarna biru. Sedangkan gambar 4.7
merupakan struktur mikro dari material dasar sampel penelitian proses high
concentration carburization. Dari gambar tersebut, fasa martensit terlihat dengan
jelas, dengan ditandai adanya jarum-jarum hijau yang tajam dan fasa ferit dengan
jumlah yang kecil yang berwarna putih. Pada area ini tidak terdapat adanya
karbida, dikarenakan difusi atom karbon tidaklah mencapai area ini.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


47

Gambar 4.8, 4.9, dan 4.10 dibawah merupakan struktur mikro dari variabel
sampel 60 menit pada daerah permukaan dan daerah inti.

Gambar 4.8 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit. Nital 3%.

Gambar 4.9 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit. Nital 3%.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


48

Gambar 4.10 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit. Nital 3%.

Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel hasil proses high
concentration carburizing dengan variabel waktu karburisasi sekunder 60 menit.
Penggunaan zat etsa nital 3% digunakan untuk mengamati fasa-fasa yang terdapat
pada sampel. Gambar 4.8 dan 4.9 adalah gambar struktur mikro untuk area
permukaan dari sampel dan gambar 4.10 berupa gambar struktur mikro untuk area
core (bagian inti) dari material dasar.
Dari gambar 4.8 didapatkan besarnya area lapisan karburisasi pada sampel
variabel 60 menit yang diperlihatkan dengan perubahan warna menjadi coklat dan
tidak adanya karbida.Terdapat perbedaan ketebalan area karburisasi pada sampel
variabel 60 menit dengan 30 menit dan persebaran karbida pada sampel variabel
60 menit lebih merata dan lebih dalam. Gambar 4.9 didapatkan struktur mikro
berupa karbida yang berwarna putih yang ditunjukkan oleh anak panah. Karbida
yang terbentuk menjadi seperti sebuah partikel kecil yang tersebar merata. Fasa
martensit halus juga terlihat di sekitar karbida yang ditunjukkan dengan
keberadaan jarum-jarum halus tajam. Gambar 4.10 merupakan struktur mikro dari
material dasar sampel penelitian proses high concentration carburization. Dari
gambar tersebut, tidak berbeda jauh dengan sampel variabel 30 menit, dimana
terdapat fasa martensit kasar.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


49

Gambar 4.11, 4.12, dan 4.13 dibawah merupakan struktur mikro dari
variabel sampel 90 menit pada daerah permukaan dan daerah inti.

Gambar 4.11 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit. Nital 3%.

Gambar 4.12 Foto Mikro Permukaan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit. Nital 3%.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


50

Gambar 4.13 Foto Mikro Bagian Inti Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit. Nital 3%.

Gambar diatas menunjukkan struktur mikro dari sampel hasil proses high
concentration carburizing dengan variabel waktu karburisasi sekunder 90 menit.
Penggunaan zat etsa nital 3% digunakan untuk mengamati fasa-fasa yang terdapat
pada sampel. Gambar 4.11 dan 4.12 adalah gambar struktur mikro untuk area
permukaan dari sampel dan gambar 4.13 berupa gambar struktur mikro untuk area
core (bagian inti) dari material dasar.
Dari gambar 4.11 didapatkan besarnya area lapisan karburisasi pada
sampel variabel 90 menit yang ditandai dengan perbedaan warna biru dan coklat.
Penyebaran karbida untuk sampel variabel 90 menit pada area permukaan dan
sub-permukaan telihat merata. Gambar 4.12 didapatkan struktur mikro berupa
karbida yang berwarna putih yang ditunjukkan oleh anak panah. Karbida yang
terbentuk terlihat lebih tersebar merata jika dibandingkan dengan sampel 30 dan
60 menit untuk area dan perbesaran yang sama. Fasa martensit juga terlihat
disekitar karbida yang ditunjukkan dengan keberadaan jarum berwarna hijau.
Gambar 4.13 merupakan struktur mikro dari material dasar sampel penelitian
proses high concentration carburization. Gambar tersebut tidak berbeda jauh
dengan sampel variabel 30 menit dan 60 menit.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


51

Gambar 4.12 menunjukkan permukaan karburisasi yang terdiri dari fasa


martensit dari karbon tinggi dengan area gelap dan martensit dari karbon rendah
di bagian bawahnya dengan area lebih terang. Hal tersebut juga ditunjukkan pada
gambar 4.14[6] untuk baja Ni-Cr. Namun pada gambar tersebut, fasa martensit
tampak lebih kasar, tidak adanya karbida dan austenit sisa tampak lebih banyak
jumlahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa karburisasi pada literatur
berlangsung dengan karbon potensial yang lebih rendah

Gambar 4.14 Foto Mikro Material Baja Nickel-Chromium Hasil Proses Karburisasi. Nital 2%.
550X [6]

4.3 Analisa Laju Aus


Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara
progresif atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu
hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Pada
penelitian ini pengujian keausan dilakukan dengan metode Ogoshi dimana benda
uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (Revolving disc) dengan
menggunakan beban aus sebesar 3,16 kg dan kecepatan 1,97 m/detik.
Berdasarkan persamaan (3.2) dan (3.3) mengenai volume material yang terabrasi
(W) dan laju aus (V), nilai tebal revolving disc (b) adalah 3 mm, jari-jari disc (R)
adalah 15 mm, dan jarak luncur (x) adalah 200000 mm. Pengujian dilakukan pada
satu sampel untuk setiap variabel waktu, dimana setiap permukaan sampel
dilakukan pengujian aus di 4 tempat yang berbeda, sehingga didapatkan 8
Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


52

penjejakan aus untuk setiap variabel waktu. Berikut hasil perhitungan jejak aus
untuk masing-masing variabel.

Tabel 4.4 Data Pengujian Keausan Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit

Lebar Volume Laju Aus (V)


Variabel Celah Aus Terabrasi V V rata-rata
(b) (mm) (W) (mm3) ( x 10-7mm3/mm) ( x 10 -7 mm3/mm)
1,74 0,08 4,41
1,74 0,08 4,42
1,79 0,09 4,77
1,86 0,10 5,37
4,95
30 menit
1,61 0,06 3,49
1,76 0,09 4,60
1,73 0,08 4,35
2,14 0,16 8,18

Tabel 4.5 Data Pengujian Keausan Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit

Lebar Volume Laju Aus (V)


Variabel Celah Aus Terabrasi V V rata-rata
(b) (mm) (W) (mm3) ( x 10-7mm3/mm) ( x 10 -7 mm3/mm)
1,84 0,10 5,27
1,65 0,07 3,80
1,66 0,07 3,85
1,47 0,05 2,64
60 menit 3,94
1,73 0,08 4,37
1,67 0,07 3,89
1,52 0,06 2,96
1,78 0,09 4,75

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


53

Tabel 4.6 Data Pengujian Keausan Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit

Lebar Volume Laju Aus (V)


Variabel Celah Aus Terabrasi V V rata-rata
(b) (mm) (W) (mm3) ( x 10-7mm3/mm) ( x 10 -7 mm3/mm)
1,41 0,05 2,37
1,61 0,07 3,49
1,60 0,07 3,43
1,48 0,05 2,71
90 menit 3,23
1,59 0,06 3,38
1,66 0,07 3,78
1,53 0,06 2,98
1,64 0,07 3,67

Grafik Laju Aus


5E-07
Laju Aus (mm3/mm)

4.5E-07

4E-07

3.5E-07

3E-07
30 menit 60 menit 90 menit
Waktu

Gambar 4.15 Grafik Laju Aus

Hasil pengujian keausan yang didapatkan berupa jejak yang diakibatkan


oleh perputaran cincin yang mengabrasi permukaan sampel. Kemudian jejak
tersebut diukur dimensinya sehingga didapatkan lebar jejak aus yang terbentuk.
Jejak aus ini selanjutnya dikonversikan menjadi laju aus berdasarkan persamaan
(3.3) dan hasilnya dapat dilihat di tabel-tabel diatas. Semakin besar nilai jejak aus

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


54

(b), maka akan menghasilkan volume logam yang terabrasi (W) lebih besar dan
meningkatkan laju aus (V) nya
Hasil penjejakan aus ini berhubungan dengan nilai kekerasan sampel,
karena pengujian aus ini dilakukan pada bagian permukaan sampel yang
mengalami perlakuan panas, sehingga nilai kekerasan sampel menjadi acuan
utama dalam memperkirakan hasil laju aus untuk setiap variabel waktu yang
digunakan. Berdasarkan data diatas, laju aus paling besar dimiliki oleh sampel
dengan variabel waktu 30 menit dengan nilai 4,956 x 10-7 (mm3/m), lalu diikuti
oleh sampel dengan variabel waktu 60 menit dengan nilai 3,941 x 10-7 (mm3/m)
dan 90 menit, yaitu 3,226 x 10-7 (mm3/m). Hasil yang didapatkan menunjukkan
hubungan antara ketahanan aus dan kekerasan permukaan, yaitu semakin keras
suatu permukaan material, maka laju ausnya akan semakin rendah. Hubungan
yang sama juga dinyatakan dalam literatur.[17] Hasil dari pengujian kekerasan
makro juga menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu semakin lama waktu
proses karburisasi sekunder, maka kekerasan permukaan akan semakin
meningkat.
Pengujian aus ini tidak dapat menentukan besarnya koefisien gesek dari
material yang digunakan, melainkan hanya laju aus material itu saja berdasarkan
pada pembebanan dan kecepatan perputaran cincin yang telah diatur sebelumnya.
Semakin besar pembebanan dan kecepatan putaran, maka akan semakin besar pula
laju aus yang akan terjadi di permukaan material. Tujuan dari pengujian aus ini
hanya untuk melihat perbandingan laju aus yang dialami sampel untuk setiap
variabel waktunya saja.

4.4 Analisa Hasil Pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) dan EDS
(Energy Dispersive X-Ray Spectrometry)
Pengujian SEM-EDS dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang
terdapat pada sampel penelitian high concentration carburizing yang disertai
dengan topografi gambar sampel. Pengujian SEM ini menyajikan gambar lokasi
bagian sampel yang mengalami penembakan untuk pengujian EDS, sedangkan
pengujian EDS ini menyajikan data puncak (peak) unsur-unsur yang terkandung
dalam sampel pada lokasi tertentu. Semakin tinggi puncak yang terbentuk, maka

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


55

semakin banyak kandungan unsur dari puncak pada lokasi tersebut. Pada
penelitian ini, pengujian EDS dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya karbida
pada sampel yang telah disebutkan pada sub-bab analisa struktur mikro. Karbida
yang dimaksud adalah karbida krom (chrome carbide). Untuk menentukan adanya
karbida krom yang terbentuk, dilakukan perbandingan kandungan elemen krom
antara sampel awal dengan kandungan 0,8-1,1% Cr dan sampel setelah penelitian.
Apabila ditemukan perbandingan yang cukup besar, maka dapat disimpulkan
bahwa ada karbida krom yang terbentuk di lokasi tersebut. Berikut pengujian
SEM-EDS untuk sampel variabel waktu 30 menit, seperti yang tertera di gambar
4.16 , 4.17, dan tabel 4.7.

Gambar 4.16 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel t = 30 menit

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


56

Gambar 4.17 Grafik Pengujian SEM-EDS Hasil Karburisasi Sekunder t = 30 menit

Tabel 4.7 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel t = 30 Menit

Element Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Rata-rata


C 0,42 % 0,85 % 0,44 % 0,57%
O 15,76 % 7,20 % 6,88 % 9,95%
Cr 2,21 % 1,92 % 2,31 % 2,15%
Fe 81,61 % 90,03 % 90,38 % 87,34%

Gambar 4.16 merupakan hasil foto SEM yang menampilkan permukaan


dan sub-permukaan dari sampel penelitian high concentration carburizing dengan
variabel waktu 30 menit. Karbida krom terlihat sangat jelas berada di area ini
yang ditandai dengan adanya pulau-pulau putih, yang selanjutnya dilakukan
pengujian EDS sebanyak 3 kali, yang urutannya berdasarkan nomor yang ada.
Gambar 4.17 merupakan hasil pengujian EDS pada lokasi 3 seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.16. Berdasarkan gambar 4.17, puncak dari unsur Cr
dan C terlihat. Hal ini menandakan terdapat kedua unsur Cr dan C pada lokasi
tersebut. Untuk jumlah kandungan dari lokasi pengujian EDS, dapat diamati dari

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


57

tabel 4.7 diatas.Berdasarkan nilai persen elemen yang dikandung pada lokasi
tersebut, terdapat perbedaan yang cukup besar pada unsur Cr. Unsur Cr yang
terbentuk mencapai 2,21%, 1,92%, dan 2,31%, sedangkan kandungan awal unsur
Cr pada sampel adalah 0,8-1,1% sebelum proses high concentration carburizing.
Sehingga dapat disimpulkan pada lokasi tersebut, terdapat karbida krom (chrome
carbide) yang sudah terlihat pada sub-bab analisa struktur mikro. Sedangkan
gambar 4.18, 4.19 dan tabel 4.8 dibawah ini merupakan hasil pengujian SEM-
EDS untuk sampel variabel waktu 60 menit.

Gambar 4.18 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel t = 60 menit

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


58

Gambar 4.19 Grafik Pengujian SEM-EDS Hasil Karburisasi Sekunder t = 60 menit

Tabel 4.8 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel t = 60 Menit

Element Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Rata-rata


C 0,52 % 0,79 % 0,92 % 0,74%
O 9,99 % 5,56 % 8,03 % 7,86%
Cr 2,49 % 5,84 % 4,11 % 4,15%
Fe 87,00 % 87,81 % 86,95 % 87,25%

Gambar 4.18 merupakan hasil foto SEM yang menampilkan permukaan


dan sub-permukaan dari sampel penelitian high concentration carburizing dengan
variabel waktu 60 menit. Seperti pada sampel variabel 30 menit, pada sampel
variabel 60 menit, karbida krom terlihat sangat jelas berada di area ini yang
ditandai dengan adanya pulau-pulau putih, yang selanjutnya dilakukan pengujian
EDS sebanyak 3 kali, yang urutannya berdasarkan nomor yang ada. Gambar 4.19
merupakan salah satu hasil pengujian EDS pada lokasi 2 seperti yang ditunjukkan
pada gambar 4.18. Berdasarkan gambar 4.19, puncak dari unsur Cr dan C terlihat.
Hal ini menandakan terdapat kedua unsur Cr dan C pada lokasi tersebut. Untuk
Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


59

jumlah kandungan dari lokasi pengujian EDS, dapat diamati dari tabel 4.8 diatas.
Berdasarkan nilai persen elemen yang dikandung pada lokasi tersebut, terdapat
perbedaan yang cukup besar pada unsur Cr. Unsur Cr yang terbentuk mencapai
2,49%, 5,84%, dan 4,11%, sedangkan kandungan awal unsur Cr pada sampel
adalah 0,8-1,1% sebelum proses high concentration carburizing. Sehingga dapat
disimpulkan pada lokasi tersebut, terdapat karbida krom (chrome carbide) yang
sudah terlihat pada sub-bab analisa struktur mikro. Kemudian gambar 4.20, 4.21
dan tabel 4.8 dibawah ini merupakan hasil pengujian SEM-EDS untuk sampel
variabel waktu 90 menit.

Gambar 4.20 Lokasi Penembakan Pengujian SEM-EDS untuk Sampel Variabel t = 90 menit

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


60

Gambar 4.21 Grafik Pengujian SEM-EDS Hasil Karburisasi Sekunder t = 90 menit

Tabel 4.9 Hasil Pengujian EDS pada 3 Lokasi Berbeda untuk Sampel Variabel t = 90 Menit

Element Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Rata-rata


C 0,73 % 0,56 % 0,36 % 0,55%
O 5,31 % 8,35 % 3,07 % 5,58%
Cr 2,10 % 2,57 % 3,22 % 2,63%
Fe 91,86 % 88,52 % 93,34 % 91,24%

Gambar 4.20 merupakan hasil foto SEM yang menampilkan permukaan


dan sub-permukaan dari sampel penelitian high concentration carburizing dengan
variabel waktu 90 menit. Seperti pada sampel variabel 30 dan 60 menit, pada
sampel variabel 90 menit ini, karbida krom terlihat sangat jelas berada di area ini
yang ditandai dengan adanya pulau-pulau putih, yang selanjutnya dilakukan
pengujian EDS sebanyak 3 kali, yang urutannya berdasarkan nomor yang ada.
Gambar 4.21 merupakan salah satu hasil pengujian EDS pada lokasi 3 seperti
yang ditunjukkan pada gambar 4.20. Berdasarkan gambar 4.21, puncak dari unsur
Cr dan C terlihat. Hal ini menandakan terdapat kedua unsur Cr dan C pada lokasi
Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


61

tersebut. Untuk jumlah kandungan dari lokasi pengujian EDS, dapat diamati dari
tabel 4.9 diatas.Berdasarkan nilai persen elemen yang dikandung pada lokasi
tersebut, terdapat perbedaan yang cukup besar pada unsur Cr. Unsur Cr yang
terbentuk mencapai 2,10%, 2,57%, dan 3,22%, sedangkan kandungan awal unsur
Cr pada sampel adalah 0,8-1,1% sebelum proses high concentration carburizing.
Sehingga dapat disimpulkan pada lokasi tersebut, terdapat karbida krom (chrome
carbide) yang sudah terlihat pada sub-bab analisa struktur mikro.
Berdasarkan data yang didapatkan dari pengujian SEM-EDS, bahwa
proses high concentration carburizing dapat menghasilkan karbida. Karbida yang
terbentuk yaitu Karbida Krom. Jenis karbida krom berdasarkan perbandingan dari
persen elemen unsur karbon dan Krom dari ketiga jenis sampel adalah Cr23C6.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Kekerasan permukaan awal baja SCM 440 adalah 28 HRC. Setelah
dilakukan proses high concentration carburizing terjadi peningkatan
kekerasan menjadi 63,77 HRC untuk sampel variabel waktu 30 menit, 65,5
HRC untuk variabel 60 menit, dan untuk 90 menit bernilai 65,65 HRC.
Sedangkan sampel komponen pin rantai memiliki nilai kekerasan 842,7
HVN atau 65,3 HRC. Sehingga pada sampel variabel 60 dan 90 menit,
sudah memenuhi spesifikasi komponen pin rantai produk impor
2. Ketebalan difusi atom karbon pada baja SCM 440 hasil proses high
concentration carburizing melebihi 0,50 mm. Sedangkan pada sampel
komponen pin rantai memiliki ketebalan pada kisaran 0,25 – 0.30 mm.
3. Proses high concentration carburizing dapat menghasilkan martensit dan
karbida krom di area permukaan dan sub-permukaan baja SCM 440, yang
dibuktikan dengan pengamatan struktur mikro dan pengujian SEM
(Scanning Electron Microscope) – EDS (Energy Dispersive X-Ray
Spectrometry).
4. Dengan meningkatnya waktu karburisasi sekunder pada proses high
concentration carburizing, akan menghasilkan kekerasan permukaan yang
lebih tinggi, persebaran karbida yang merata dan menghasilkan laju aus
yang lebih rendah untuk baja SCM 440.
5. Penelitian ini menunjukkan bahwa proses high concentration carburizing
baja SCM 440 dapat diterapkan pada komponen pin rantai untuk
menggantikan produk impor dengan perbedaan kedalaman lapisan
karburisasi.
6. Berdasarkan penelitian ini, waktu optimal karburisasi sekunder untuk proses
high concentration carburizing adalah 60 menit.

62 Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


63

5.2 Saran
1. Untuk mendapatkan kedalaman lapisan karburisasi yang seperti pada
komponen pin rantai produk impor, laju pendinginan setelah proses
karburisasi primer ditingkatkan dan diperlukan penelitian lebih lanjut
tentang waktu karburisasi secara total.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


DAFTAR PUSTAKA

[1]. Koeswoyo, Moch (2003). Industri Komponen Otomotif Harus Kembangkan


Merek Sendiri. http://www.tempointeraktif.com. Diakses 17 Oktober 2011.

[2]. PT Yahoo Indonesia.2011. 3,3 Juta Motor Baru Terjual Selama Januari-
Mei 2011. http://id.berita.yahoo.com/3-3-juta-motor-baru-terjual-selama-
januari-141723738.html. Diakses 10 Oktober 2011.

[3]. Unterweiser, Paul M. Heat Treater’s Guide Standard Practices and


Procedures for Steel. American Society for Metals. Ohio. 1982. p. 319-325

[4]. ASM Handbook Volume 4. Heat Treating. ASM International;USA, 1991.


p. 607-617, p. 721-748, p. 827-854

[5]. Krauss, George. Steels: Heat treatment and Processing Principles. ASM
International, Ohio;1990. p. 239-250

[6]. ASM Handbook Volume 9, Metallography and Microstructure. ASM


International;USA, 2004. p. 1486-1526

[7]. Nakamura, S and Kuwayama, N, 2002, Method for high concentration


carburizing and quenching of steel and high concentration carburized and
quenched steel part, US,0050307.

[8]. ASM Handbook Volume 1, Properties and Selection: Irons, Steels, and
High Performance Alloys. ASM International:USA, 1990. p. 340-350

[9]. Morita, T, Saruyama, M, Tsuyuzaki, H, 2010, Manufacturing method for


high-concentration carburized steel, US, 0126632.

[10]. Machida, I, Abe, H, Fukushima, T, Horikiri, K, 2008, High-concentration


carburized/low-strain quenched member and process for producing the
same, US, 0156399.

64 Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


65

[11]. Dokumen PT FSCM Manufacturing Indonesia (lampiran 2)


[12]. Callister, William D. Jr. An Introduction Materials Science and
Engineering.7th Edition. Mc-Graw Hill. 2007. p. 110-124, p.290-299,
p.325-334

[13]. R.W.K. Honeycombe, Steels-Microstructure and Properties, American


Society for Metals, 1982. p. 250

[14]. Thelning, Karl-Erik. Steel and its heat treatment. Butterworths. 1984. p.
149-171.

[15]. ASTM E 92-00, Standard Test Method for Vickers Hardness of Metallic
Materials. ASTM International, USA. 2000.

[16]. ASTM E 18-03, Standard Test Methods for Rockwell Hardness of Metallic
Material. ASTM International, USA. 2003.

[17]. Yuwono, Ahmad Herman. Buku Panduan Praktikum Karakterisasi Material


1 Pengujian Merusak (Destructive Testing). Departemen Metalurgi dan
Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 2009.

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


66

Lampiran 1 Quenching Media

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


67

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


68

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


69

Lampiran 2 Dokumen PT FSCM Manufacturing Indonesia

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


70

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


71

Lampiran 3 Tabel Konversi Nilai Kekerasan

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


72

Lampiran 4 Hasil Pengujian EDS (Energy Dispersive X-Ray Spectrometry) t = 30


menit

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


73

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


74

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


75

Lampiran 5 Hasil Pengujian EDS (Energy Dispersive X-Ray Spectrometry) t = 60


menit

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


76

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


77

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


78

Lampiran 5 Hasil Pengujian EDS (Energy Dispersive X-Ray Spectrometry) t = 90


menit

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


79

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012


80

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Pengaruh waktu ..., M Dimas Sanjaya, FT UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai