Anda di halaman 1dari 850

610.

255-99

HIMPUNAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG KESEHATAN
TAHUN 2009 - 2010

Diterbitkan Oleh:
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JAKARTA 2010
KATA PEN6ANTAR

PujI syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas telah


selesainya Buku Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Bidang Kesehatan Cetakan Tahun 2010. Himpunan peraturan
perundang-undangan bidang kesehatan in! memuat beberapa
Peraturan Perundang-undangan, balk dl bidang upaya kesehatan
maupun sumberdaya kesehatan.

Pencetakan buku himpunan Inl merupakan upaya kami dalam


menyebarluaskan InformasI peraturan perundang-undangan dl
bidang kesehatan kepada para pejabat/petugas dl bidang
kesehatan, para profesi kesehatan, dan masyarakat untuk diketahul
dan dllaksanakan.

DIharapkan melalul buku himpunan Inl, peraturan perundang-


undangan dl bidang kesehatan dapat tersoslallsasi dengan balk,
berdaya guna dan berhasll guna.

Jakarta, 0ktober2010
Kepala Biro Hukum dan OrganlsasI

ltd

BudI Sampurna
NIP. 19540703 198003 1 003
DAFTARISI

Nomor&Tanggai
No Bentuk Perihal/Tentang Hal
Peraturan

1 2 3 4 5

1. 307/Menkes/Per/V/2009 Permenkes Program Bantuan Sosial Dalam 1-6


Rangka Peningkatan Derajat
Kesehatan Masyarakat
2 657/Menkes/Per/VIII/2009 Permenkes Pengiriman dan Penggunaan 7-30
Spesimen Klinik, Mated
Biologik dan Muatan
Inlbrmasinya
3 658/Menkes/Per/VIII/2009 Permenkes Jejeraing Laboratorium 31-50
Diagnosis Penyakit Infeksi
New-Emerging dan Re
Emerging
4 659/Menkes/Per/VIII/2009 Permenkes Rumah Sakit Indonesia Kelas 51-66
Dunia

5 701/Menkes/Per/VIII/2009 Permenkes Pangan Iradiasi 67-82

6 833/Menkes/Per/IX/2009 Permenkes Penyelenggaraan Pelayanan 83-96


Sel Punca

7 971/Menkes/Per/XI/2009 Permenkes Standar Kompetensi Pejabat 97-112


Struktural Kesehatan

003/Menkes/Per/l/2010 Permenkes Saintifikasi Jamu Dalam 113-130


Peneiitian Berbasis Pelayanan
Kesehatan

9 039/Menkes/SK/l/2010 Permenkes Penyelenggaraan Pelayanan 131-152


Teknologi Reproduksi Berbantu
HK.02.02/Menkes/068/I/2010 Permenkes Kewajiban Menggunakan Obat 153-160
Generik di Fasltitas Pelayanan
Kesehatan Pemerlntah

a? 147/Menkes/Per/i/2010 Permenkes Penzlnan Rumah Sakit 161-178

12 156/Menkes/SK/I/2010 Permenkes Pemberian Insentif Bagi 179-192


Tenaga Kesehatan Dalam
Rangka Penugasan Khusus di
Puskesmas Daerah Terpencii,
Perbatasan dan Kepulauan

III
No Nomor&Tangga! Bentuk Perihal/Tentang Hal
Peraturan
1 2 3 4 5
HK.03.01/Menkes/159/I/2010 Permenkes Pedoman Pembinaan dan 193-212
Pengawasan Penggunaan Obat
Generik di Fasilitas Petayanan
Kesehatan Pemerintah
14 161/Menkes/Per/l/2010 Penmenkes Registrasi Tenaga Kesehatan 213-230
15 15Tahun2010dan Peraturan Pelaporan Kematian dan 231-238
162/Menkes/PB/I/2010 Bersama Penyebab Kematian
Mendagri &
Menkes
16 299/Menkes/Per/ll/2010 Permenkes Penyelenggaraan Program 239-250
Intemsip dan Penempatan
Dokter Pasca Intemsip
17 317/Menkes/Per/lll/2010 Permenkes Pendayagunaan Tenaga 251-270
Kesehatan Warga Negara
Asing di Indonesia
18 340/Menkes/Per/lli/2010 Permenkes Klasifikasi Rumah Sakit 271-390
421/Menkes/SK/lll/2010 Kepmenkes Standar Pelayanan Terapi dan 391 -438
Rehabilitasi Gangguan
-
Penggunaan NAPZA
422/Menkes/SK/lll/2010 Kepmenkes Pedoman Penatalaksanaan 439-518
Medik Gangguan Penggunaan
NAPZA

21 492/Menkes/Per/iV/2010 Permenkes Persyaratan Kualitas Air Minum 519-528


22 681/Menkes/Per/VI/2010 Permenkes Riset Kesehatan Nasional 529-546
23 736/Menkes/Per/VI/2010 Permenkes Tata Laksana Pengawasan 547-574
Kualitas Air Minum
24 812/Menkes/Per/VII/2010 Permenkes Penyelenggaraan Pelayanan 575-586
Dialisis Pada Pelayanan
Kesehatan

25 1087/Menkes/SK/Vill/2010 Kepmenkes Standar Kesehatan dan 587-646


Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit

1175/Menkes/Per/VIII/2010 Permenkes Izin Produksi Kosmetika 647-680

IV
No Nomor&Tanggal Bentuk Perihal/Tentang Hal
Peraturan
1 2 3 4 5

27 1176/Menkes/Per/VIII/2010 Permenkes Notifikasi Kosmetika 681-692

28. 1189/Menkes/Per/Vlli/2010 Permenkes Produksi Alkes dan Perbekalan 693-756


Kesehatan Rumah Tangga
29 1190/Menkes/Per/Vlll/2010 Permenkes Ijin Edar Aikes dan Perbekalan 757-806
Kesehatan Rumah Tangga
30 1191/Menkes/Per/VIII/2010 Permenkes Penyalur Alat Kesehatan 807-854
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 307/MENKES/PERA^/2009

TENTANG

PROGRAM BANTUAN SOSIAL


DALAM RANGKA PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN
MASYARAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam


rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
perlu peran serta aktif masyarakat yang didukung
oleh Pemerintah;
b. bahwa dukungan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada huruf a perlu diwujudkan dalam
bentuk pemberlan bantuan;
bahwa berdasarkan pertlmbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu mengatur
pelaksanaan bantuan soslal yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan.

Mengingat : 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Rl Tahun 1992 Nomor
100,Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 3495);

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara(Lembaran Negara Rl Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor
4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang


Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Rl
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Rl Nomor4355);

1
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang


Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara(Lembaran Negara Rl Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor
4400);

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang


Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun
Anggara 2009(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 171, Tambahan Lembaran
Negara Nomor Republik Indonesia 4920);

6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42


Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(Lembaran Negara Rl Tahun 2004 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Rl Nomor 4214)
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Repubiik Indonesia Nomor 72 Tahun 2004
(Lembaran Negara Rl Tahun 2004 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Ri Nomor4418);

7. Keputusan Presiden Repubiik indonesia Nomor 80


Tahun 2003 tentang Pedoman Peiaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran
Negara Rl Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan
Lembaran Negara Rl Nomor 4330) sebagaimana
teiah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor95Tahun 2007;

8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9


Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kaii diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor94Tahun 2006;
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10


Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon 1 Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 17Tahun 2007;

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/


2005 tentang Sistem Akutansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat;

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/l/2009;

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PROGRAM BANTUAN SGSIAL DALAM RANGKA
PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN
MASYARAKAT.

Pasal 1

Program bantuan sosial dalam rangka peningkatan derajat kesehatan


masyarakat adalah pemberian bantuan yang diberikan oleh Menteri
kepada masyarakat yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi bentuk bantuan, penerima


bantuan,prosedur pelaksanaan pemberian bantuan, penggunaan
bantuan,dan pelaporan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 3

(1) Bantuan sosial diberikan dalam bentuk hibah sarana, prasarana,


peralatan, perbekalan kesehatan,dan uang.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat(1) bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 4

(1) Penerima bantuan sosial adalah anggota masyarakat dan/atau


iembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya iembaga non
pemerintah.

(2) Anggota masyarakat penerima bantuan sosial sebagaimana


dimaksud pada ayat(1)adaiah masyarakat yang mengalami krisis di
bidang kesehatan, balk sebagai akibat bencana maupun akibat
keadaan keterbatasan sumberdaya.

(3) Lembaga kemasyarakatan penerima bantuan sosial sebagaimana


dimaksud pads ayat(1)meiiputi
a. Fasilitas peiayanan kesehatan publik;
b. Lembaga kemasyarakatan di bidang pendidikan dan keagamaan;
c. Lembaga kemasyarakatan di bidang kesehatan;dan
d. Lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 5

(1) Pemberian bantuan sosial harus memenuhi prosedur.


(2) Prosedur pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat(1)meiiputi:
a. Calon penerima bantuan harus mengajukan permohonan secara
tertuiis kepada Menteri dengan meiampirkan proposal yang
sekurang-kurangnya berisi
1) Latar belakang pengajuan yang berisikan alasan;
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2) Identitas dan profitcalon penerima bantuan;


3) Tujuan penggunaan bantuan;
4) Bentuk dan besar atau jumiah bantuan yang diajukan; dan 5)
Dampakyang diharapkan darl penggunaan bantuan.

b. Permohonan yang diterima dinilal kelayakannya oleh tim penilai


yang ditetapkan oleh Menteri.

c. Penerima bantuan ditetapkan oleh Menteri dengan


mempertimbangkan rekomendasi dari tim penilai.

(3) Dalam keadaan krisis di bidang kesehatan, baik sebagai akibat


bencana maupun akibat keadaan keterbatasan sumber daya, Menteri
dapat menetapkan penerima bantuan sosial diluar prosedur
sebagaimana dimaksud pada ayat(2).

Pasal 6

(1) Penerima bantuan wajib menggunakan bantuan sosial sesuai dengan


proposal yang telah diajukan dan mempertanggung Jawabkan
penggunaannya.

(2) Penerima bantuan berupa uang wajib menyampaikan laporan


penggunaannya kepada Menteri.

(3) Penerima bantuan berupa hibah sarana, prasarana, peralatan, dan


perbekaian kesehatan wajib menyampaikan laporan bantuan yang
diterima yang dibuktikan dengan berita acara penerimaan.

(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dilakukan


dalam bentuk laporan penggunaan bantuan sosial dan dampaknya
bagi peningkatan kesehatan masyarakat.

Pasal 7

(1) Kuasa Pengguna Anggaran wajib membuat pertanggungjawaban


pelaksanaan program bantuan sosial dalam bentuk laporan keuangan.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu kepada


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

(3) Kuasa Pengguna Anggaran wajib melaporkan penggunaan anggaran,


pencapaian tujuan dan sasaran program secara tepat guna dan tepat
sasaran kepada Menten Kesehatan setiap6(enam)bulan sekall.

Pasal 8

Hal-hal yang diperlukan sebagal pelaksanaan Peraturan Ini ditetapkan


oleh Sekretaris Jenderai, DIrektur Jenderal, atau Kepala Badan di
lingkungan Departemen Kesehatan sesual dengan tugasfungsinya.

Pasal 9

Peraturan Menteri ini mulai berlaku padatanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Mei 2009

MENTERI KESEHATAN,

FADILAH SUPARI,Sp.JP(K)
MENTERJ KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 657/MENKES/PERA/III/2009

TENTANG

PENGIRIMAN DAN PENGGUNAAN SPESIMEN KLINIK, MATERI


BIOLOGIK DAN MUATAN INFORMASINYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


732/Menkes/SKA/ll/2008 tentang Pedoman
Pengiriman Spesimen Untuk Keperluan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, perlu
diubah dan disesuaikan dengan diakuinya
kesehatan sebagai aspek penting ketahanan
. nasionai;

b. bahwa dalam rangka penelitian dan


pengembangan kesehatan. pelayanan
kesehatan, pendidikan kesehatan, dan
kepentingan lainnya, teijadi lalu lintas spesimen
klinik, materi bioiogik dan muatan informasinya
yang perlu diatur keseimbangan tujuan untuk
melindungi kekayaan hayati, hak individu, hak
institusi dan masyarakat, dengan tujuan
pembangunan kesehatan;

c. bahwa pengaturan spesimen klinik, materi


bioiogik dan muatan informasinya sebagai upaya
pengendalian dan pemberantasan penyakit
infeksi yang berpotensi pandemik lintas batas
negara menjadi salah satu faktor penentu derajat
kesehatan masyarakat dan upaya
* mempertahankan ketahanan nasionai;
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf


b dan huruf c tersebut di atas perlu ditetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik,
Mateii Biologik dan Muatan Informasinya;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3495);

2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang


Pengesahan United Nations Convention on
Biological Diversity (Konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang Keaneka Ragaman
* Hayati), (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3556);

3. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang


Peijanjian Intemasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185,
Tambahan Lembaran Negara Nomor4012);

4. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang


Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor4130);

5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang


Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
Penerapan llmu Pengetahuan dan Teknologi
. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4219);

8
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995


tentang Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1995
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3609):

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004


tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh
Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 106,Tambahan Lembaran Negara Nomor
4423);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005


tentang AlihTeknologi Kekayaan Intelektual serta
Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh
Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengembangan (Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4497);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006


tentang Perlzinan Meiakukan Kegiatan Dan
Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing,
Lembaga Penelitian Dan Pengembangan Asing,
Badan Usaha Asing Dan Orang Asing (Lembaran
Negara Tahun 2006 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4666);

10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005


tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Repubiik Indonesia
sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor50 Tahun 2008;
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 791/


Menkes/SK/Vll/1999 tentang Koordinasi
Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1179A/Menkes/SK/X/1999 tentang Kebljakan
Nasional Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan;

13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/


Menkes/SK/X/2002 tentang Persetujuan
Penelitian Kesehatan Terhadap Manusia;

14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1031/


Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Nasional
Etik Penelitian Kesehatan;

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1575/Menkes Per/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009.

16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


563/Menkes/SKA//2007 tentang Keanggotaan
Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Masa
Bakti 2007-2011;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENGIRIMAN DAN PENGGUNAAN SPESIMEN
KLINIK, MATERl BIOLOGIK DAN MUATAN
INFORMASINYA.

10
MENTERiKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Daiam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Pengiriman adalah proses pemindahan spesimen klinik dan materi


biologik dari suatu tempat/laboratorium/fasilitas pelayanan kesehatan
ke tempat /laboratorium/ fasilitas pelayanan kesehatan lain yang
dllakukan untuk tujuan tertentu daiam rangka penelitlan dan
pengembangan kesehatan, pelayanan, pendidikan,serta kepentlngan
lainnya.

2. Penelitlan adalah kegiatan yang dllakukan menurut kaldah dan


metode llmlah secara sistematis untuk memperoleh Informasl, data
dan keterangan yang berkaltan dengan pemahaman dan pembuktlan
kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsl dan/atau hipotesis dl
bidang llmu pengetahuan dan teknologi serta menarik keslmpulan
llmlah bagi keperluan kemajuan llmu dan teknologi.

3. Pengembangan adalah kegiatan llmu pengetahuan dan teknologi


yang bertujuan memanfaatkan kaldah dan teori llmu pengetahuan
yang telah terbuktl kebenarannya untuk menlngkatkan fungsl, manfaat
dan apllkasi llmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau
menghasllkan teknologi baru.

4. Pelayanan kesehatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk


menlngkatkan status kesehatan, mencegah penyakit, mendlagnosis
dan mengobati penyakit, memantau perkembangan penyakit,
mencegah kecacatan dan merehablltasi kesehatan paslen.

5. Pendidikan adalah kegiatan penlngkatan pengetahuan, keterampllan


dan penguasaan teknologi serta pelatlhan dl bidang kesehatan dan
kedokteran, termasuk dl dalamnya penelitlan daiam rangka
pendldlkan/pelatlhan kesehatan atau pendldlkan/pelatlhan
kedokteran.

11
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

6. Kepentingan iainnya adalah surveilans, investigasi Kejadian Luar


Biasa (KLB), baku mutu keselamatan dan keamanan laboratorium
kesehatan sebagai penentu diagnosis penyakit infeksi neweme^ing
dan re emerging, upaya koleksi mikroorganisme, koleksi materi dan
data genetik dari pasien dan agen penyebab penyakit dan
pemberdayaan segenap sumberdaya serta fasilitas pelayanan
kesehatan ma'syarakatdengan menggunakan bantuan dan kerjasama
dalam negeri dan luar negeri, untuk kepentingan kesehatan sebagai
ketahananan nasional.

7. Sun/eilans adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus


meneais terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi teijadinya peningkatan dan penularan
penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien
melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.

8. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
atau rehabilitatiftermasuk laboratorium kesehatan.

9. Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang


melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan
yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia
untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada kesehatan
perorangan dan masyarakat termasuk yang digunakan untuk
mendiagnosis penyebab new emerging dan re emerging.

10. Lembaga penelitian dan pengembangan adalah lembaga yang


melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan di bidang
kesehatan dapat berupa organisasi yang berdiri sendiri atau bagian
dari organisasi pemerintah, pemerintah daerah, institusi pendidikan,
perguruan tinggi, rumah sakit, badan usaha, lembaga penunjang dan
organisasi masyarakat.

12
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

11. Spesimen klinik adalah bahan yang berasal dan/atau diambil dari
tubuh manusia untuk tujuan diagnostik, penelitian, pengembangan,
pendidikan,dan/atau analisis lainnya,termasuk new-emerging dan re-
emerglng,dan penyakitinfeksi beri^tensi piandemik.
12. Materi biologik adalah bahan blologi yang terkandung dalam spesimen
klinik, spesimen hewan,tumbuh-tumbuhan, isolat virus, bakteri,jamur
dan jasad renik lain, parasit, vektor dan sumber daya alam lain yang
bagiannya dan atau derivatnya serta produk dari bagian dan atau
derivat tersebut termasuk yang mengandung materi dan informasi
sekuens genetik, seperti urutan nukleotida dalam molekul RNA dan
atau cDNA.

13. Muatan informasi adalah informasi yang didapat dari sistem


pengumpulan, pencatatan, penyimpanan, penelusuran,
pengaksesan, penggunaan lain data, termasuk pengubahan untuk
penyempumaan data dari spesimen klinik dan materi biologik dengan
menggunakan teknologi informatika dalam arti luas serta semua
informasi apapun yang dapat digunakan untuk merancang konstruksi
virus ataujasad renik baru lainnya.

14. Perjanjian Alih Material (Material Transfer Agreement/MTA) adalah


perjanjian tentang perpindahtanganan suatu spesimen klinik dan atau
materi biologik ataupun muatan informasinya antara dua
penyelenggara atau lembaga atau negara, di mana pihak pertama
sebagai pengirim/penyedia/ pembawa/negara asal dan pihak kedua
sebagai penerima/ pengguna/pengolah/negara penerima.

BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Pengaturan spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan


informasinya bertujuan untuk:

13
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

a. memberikan perlindungan kepada masyarakat, peneliti, pelaksana


dan fasilitas pelayanan kesehatan serta lembaga penelitian dan
pengembangan dari bahaya penyebaran dan gangguan kesehatan
penyebab penyakit infeksi new emerging dan re-emerging, termasuk
penyalahgunaannya sebagai senjata dan atau bahan senjata biologi;

b. memberikan kemanfaatan sebesar-besamya bag! potensi ditemukan


dan digunakannya llmu pengetahuan dan teknologi penanggulangan
penyakit infeksi new emerging dan re-emerging dalam menunjang
ketahanan Nasional;

c. memberikan dasar ilmiah bagi pelaksanaan program kesehatan dalam


keadaan yang berdampak pada kepedulian kesehatan dan
kedaruratan kesehatan masyarakat (Pubiic Heaith Emergency of
International Concern /PHEIC) di tingkat nasional maupun
intemasional sesuai Intemational Health Regulation 2004 dan
ketentuan yang beriaku

Pasal 3

(1) Ruang lingkup spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan


informasinya yang diatur dalam peraturan ini adalah spesimen klinik
yang memiliki aspek penting dalam Ketahanan Nasional yaitu;

a. Mempunyai potensi disalahgunakan sebagai senjata biologi


dan/atau bahan senjata biologi;
b. Mempunyai nilai komersial atau menghasilkan devisa negara yang
bermakna sebagai produk kedokteran/kesehatan seperti
bahan/alatdiagnostik,reagensia,vaksin dan produk lainnya;
c. Dapat menimbulkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan
kesehatan masyarakat. termasuk di dalamnya pandemik dan
potensi pandemik.

(2) Menteri menetapkan jenis penyakit yang berdampak penting pada


Ketahanan Nasional.

14
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB III
PERSYARATAN

Pasal 4

(1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan, lembaga penelitian dan


pengembangan atau lembaga iainnya yang mengirimkan, membawa
dan atau mengunakan spesimen klinik, mater! blologik dan/atau
muatan informasinya dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan serta
kepentingan Iainnya ke luar negeri atau sebaliknya, harus dilengkapi
dengan Perjanjian Alih Material dan dokumen pendukung yang
relevan.

(2) Pihak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
institusi/lembaga atau afiliasinya yang berada atau menjalankan
kegiatannyadi Indonesia.
(3) Pengiriman spesimen klinik untuk tujuan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) hanya dapat dilakukan apabila
ada pernyataan dokter yang berkompeten dan berwenang
memberikan pemyataan rujukantersebut.
(4) Untuk mengirimkan, membawa dan atau mengunakan spesimen
klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya ke luar negeri
atau sebaliknya, dari keadaan dan/atau penyakit infeksi yang
mempunyai potensi:
a. disalahgunakan sebagai senjata biologi atau bahan senjata
biologi;
b. universal nilai komersial atau menghasilkan devisa negara yang
bermakna sebagai produk kedokteran/kesehatan seperti
bahan/alat diagnostik, reagensia, vaksin dan produk Iainnya;
dan/atau;
c. dapat menimbulkan dampak kepedulian kesehatan dan
kedaruratan kesehatan masyarakat di tingkat nasional maupun
intemasional, termasuk di dalamnya pandemik dan potensi
pandemik;

15
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. selain harus dilengkapi dengan Perjanjian Alih Material


sebagaimana dimaksud pada ayat (1)juga harus mendapat izin
dari Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atas
nama Menterl.

(5) Adanya Peijanjian Alih Material tidak menjamin bahwa Menteri atau
pejabat yang ditunjuk memberikan izin pengiriman.
(6) Penetapan jenis keadaan dan penyakit sebagaimana dimaksud pada
ayat(3)diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 5

(1) Pengiriman spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan


informasinya ke Luar Negeri oleh fasilitas pelayanan kesehatan dalam
rangka rujukan spesimen klinik untuk menanggulangi penyakit non-
emerging yang bersifat darurat yang untuk itu diperlukan penegakan
diagnostik segera, tidak harus dilengkapi dengan Perjanjian Alih
Material pada waktu pengiriman.
(2) Perjanjian Alih Material sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
segera dibuat dan dilengkapi dalam jangka waktu 2 x 24jam setelah
pengiriman dan dikirimkan kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
(3) Perjanjian Alih Material sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
diperlukan persetujuan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan sepanjang pengiriman tersebut untuk tujuan sebagaimana
dimaksud pada pada ayat(1).
(4) Fasilitas pelayanan kesehatan yang mengirimkan spesimen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengirimkan laporan
secara berkala kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk pada tiap-
tiaptriwulan.
(5) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan yang mengirimkan
spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) terlebih dahulu harus memiliki
bukti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan atau lembaga penerima
spesimen klinik di luar negeri tersebut memiliki kompetensi dan
kewenangan yang lebih tinggi dari pengirim.

16
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 6

(1) Perjanjian Alih Material untuk kepentlngan selain pelayanan


kesehatan yang bersifat darurat, hams mendapat persetujuan Kepala
Badan Penelitlan dan Pengembangan Kesehatan atas nama Menteri.
(2) Prosedur untuk memperoleh persetujuan pada ayat(1)dl atas adalah
sebagal berikut:
a. Instltusi penglrim mengajukan permohonan persetujuan
Perjanjian Alih Material yang telah ditandatangani oleh pihak
penglrim dan penerima spesimen, ditujukan kepada Menteri
melalui Kepala Badan Penelitlan dan Pengembangan Kesehatan
dengan melampirkan protokol yang sudah disetujui Komjsi Etik,
fasilitas pelayanan kesehatan atau lembaga penelitlan;
b. Kepala Badan Penelitlan dan Pengembangan Kesehatan dibantu
oleh Tim Penelaah Perjanjian Alih Material menelaah usulan
pengiriman spesimen dan lampirannya',
c. Hasil telaah Tim Penelaah Perjanjian Alih Material bempa
persetujuan atau penolakan dengan menyebutkan alasannya;
d. Apabila disetujui, Perjanjian Alih Material akan ditandatangani oleh
Kepala Badan Penelitlan dan Pengembangan atas nama Menteri.

Pasal 7

(1) Ketentuan subtansi muatan dalam Perjanjian Alih Material minimal


meliputi:
a. Identitas pelaksana dan penyelenggara pihak penglrim, pihak
penerima, pihak pengguna,dan pembawa spesimen klinik, materi
biologikdan/atau muatan informasinya dengan institusinya;
b. deskripsi spesimen klinik,materi biologik dan/atau muatan
informasinya;
c. tujuan pengiriman, penggunaan spesimen klinik, materi biologik
dan/atau muatan informasinya;

17
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. hak dan kewajiban para pihak berkaitan dengan spesimen klinik,


materi biologikdan/atau muatan informasinya;
e. penerima spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan
informasinya berdasarkan ketentuan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual tidak berhak menggunakan dan
memindahtangankan spesimen klinik, materi biologik dan muatan
informasinya kepada pihak lain selain yang diaturdalam Perjanjian
Alih Material kedua belah pihak;
f. periakuan terhadap sisa spesimen klinik, materi biologik dan/atau
muatan informasinya;
g. kepemilikan spesimen klinik. materi biologik dan/atau muatan
informasinya dan hasil pemeriksaan dan periakuan;
h. pihak pertama /pengirim tidak dapat dituntut atas bahaya yang
mungkin timbul dari hasil pemeriksaan/penelitian spesimen klinik,
materi biologik dan muatan informasinya tersebut
I. pihak kedua/penerima bertanggung jawab atas segala tuntutan
pihak ketiga yang mungkin timbul karena penggunaan,
penyimpanan dan pembuangan spesimen klinik, materi biologik
dan/atau muatan informasinya tersebut;
j. para pihak setuju untuk mematuhi hukum dan peraturan yang
beriaku di Indonesia;
k. prinsip kerahasiaan spesimen klinik, materi biologik dan/atau
muatan informasinya serta data yang terkait;
I. pengaturan tentang pembagian kemanfaatan yang diperoleh
{benefit sharing) termasuk hak atas data, publikasi, kepemilikan
paten (Intellectual Property Right) dan keuntungan komersiai
sesuai dengan ketentuan peraturan yang beriaku;
m. untuk Perjanjian Alih Material dengan pihak luar negeri atau
perusahaan komersiai, hams dimuat ketentuan mengenai
mekanisme kepatuhan terhadap penelusuran kembali (tracking
system):
n. mengikuti syarat pengiriman dan penerimaan lainnya;

18
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

0. mengikuti ketentuan InternationalAir TransportAssociation(IATA),


atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
p. mekanisme penyelesaian perseiisihan para pihak.
(2) Perjanjian Alih Material (Material Transfer Agreement)terdiri dari tipe
sederhana, tipe antara dan tipe lengkap sebagaimana teriampir pada
Lampiran I, II dan III peraturan ini.
(3) Pengiriman spesimen klinik, materi blologlk dan/atau muatan
Informaslnya untuk kepentlngan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada pasal 5 ayat (1), digunakan Material Transfer
AgreementWpe sederhana.
(4) Pengiriman spesimen klinik, materi biologik dan muatan informaslnya
untuk kepentingan penelitian dan pengembangan kesehatan
digunakan Material TransferAgreementiipe lengkap.
(5) Pengiriman spesimen klinik. materi biologik dan/atau muatan
informaslnya untuk tujuan selain ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat((3)dan ayat(4)digunakan Material TransferAgreementfipe
antara.

Pasal 8

(1) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang mengirimkan, membawa


dan atau mengunakan spesimen klinik, materi biologik dan/atau
muatan informaslnya dalam rangka pelayanan kesehatan, surveilans
dan investigasi Kejadian Luar Biasa(KLB)di dalam negeri tidak harus
dilengkapidengan Perjanjian Alih Material.
(2) Pengiriman spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan
informaslnya untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan
pengembangan di dalam negeri harus dilengkapi dengan Perjanjian
Alih Material.

(3) Apabila tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkembang


menjadi tujuan penelitian dan pengembangan atau kepentingan
lainnya maka harus mengikuti ketentuan penelitian dan
pengembangan dan/atau peraturan yang berlaku.

19
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 9

(1) Sisa spesimen kllnik yang dikirim dalam rangka pelayanan kesehatan
harus dimusnahkan dengan dilengkapi berita acara pemusnahannya
oleh penyelenggara lembagapenerimaterakhir
(2) Sisa spesimen klinik yang tidak dimusnahkan tetapi dikirim atau
digunakan untuk pendidikan kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan serta kepentingan iainnya diperlakukan
sama seperti spesimen utuh dan harus mengikuti ketentuan peneiitian
dan pengembangan dan/atau peraturan yang berlaku.

Pasal 10

Penyelenggara fasiiitas pelayanan kesehatan, lembaga peneiitian dan


pengembangan dan/atau lembaga iainnya yang menangani penyimpanan,
pengolahan, pengubahan, pengelolaan, pengiriman, peneiitian dan
pengembangan spesimen kiinik, materi biologik dan/atau muatan
informasinya wajib mempunyai tenaga, sarana dan prasarana, standar
proseduroperasionai yang memenuhi persyaratan, dan memiliki peraturan
internal(bylaws)yang ditetapkan untukitu.

Pasal 11

(1) Pengiriman spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan


informasinya hanya dapat dilakukan oleh fasiiitas pelayanan
kesehatan,lembaga peneiitian dan pengembangan dan/atau lembaga
Iainnya yang di tanda tangani tenaga pelaksana setempat, merupakan
bagian jejaring dari fasiiitas pelayanan kesehatan atau lembaga
Iainnya yang memiliki peraturan internal dan kewenangan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(2) Tenaga pelaksana sebagalmana dimaksud pada ayat (1) harus
mempunyai kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang
berlaku dan bekerja sesuai standar prosedur operasional serta kode
etikprofesi.
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 12

Sarana dan prasarana, alat kesehatan, standar prosedur operasional,


tingkatan dan jejaring laboratorium penyeienggara dan tata hubungan
keija antar fasilitas peiayanan kesehatan dengan jejaring laboratorium
diagnosis untuk penyakit infeksi new emerging dan re emerging yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3ayat(1)diatur
dengan Peraturan Menteri.

Pasal 13

(1) Pengiriman dan penggunaan spesimen klinik, mated biologik dan/atau


muatan informasinya ke luar negeri hanya dapat dilakukan apabila
cara mencapai maksud dan tujuan pemeriksaan tidak mampu
dilaksanakan oleh tenaga maupun fasilitas peiayanan kesehatan atau
lembaga penelitian dan pengembangan di dalam negeri maupun untuk
kepentingan kendali mutu dalam rangka pemutakhiran akurasi
kemampuan standar diagnostik dan terapi oleh kelembagaan
dimaksud tingkat nasional dan/atau intemaslonal.
(2) Fasilitas peiayanan kesehatan atau lembaga penelitian dan
pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memberdayakan secara maksimal terlebih dahulu laboratorium yang
ada meliputi sistem manajemen, peningkatan kapasitas, kemampuan
memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan/atau
aplikasinya.
(3) Pengiriman spesimen klinik, mated biologik dan/atau muatan
informasinya untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
harus dilengkapi dengan MTA dan pernyataan ketidakmampuan
tenaga pelaksana, tenaga kesehatan/ peneliti masing-masing dad
peer groupnya bahwa penelitian tersebut belum dapat dilakukan di
dalam negeri.
(4) Orang atau lembaga yang menerima tidak akan mengubah spesimen
tersebut, sisa spesimen dimusnahkan, dan laporan khusus untuk
kendali mutu dan disampaikan kepada unit keija di Departemen
Kesehatan yang membidangiAkreditasi Laboratodum Kesehatan.

21
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(5) Lembaga penelitian dan pengembangan atau lembaga lainnya di luar


negeri penerima spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan
informasinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau hasil
olahannya hams memiliki peraturan internal khusus untuk Itu (term of
refference), terbukti terikatdaiam jejaring kerangka kerja World Health
Organization (WHO) atau badan dunia lainnya yang mementingkan
pembagian kemanfaatan (benefit sharing) atas penyerahan materi
biologik tersebut kepada pihakpengirim Dalam Negeri.
(6) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah menyatakan
kesediaannya untuk terlebih dahulu meminta persetujuan tertulis
kepada pihak pengirim Dalam Negeri apabila lembaga tersebut
hendak mengirimkan spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan
informasinya semula ke pihak ketiga lainnya, dan bersedia melakukan
penelusuran ulang asal muasal spesimen klinik dan/atau materi
biologik semula ke pihak ketiga tersebut dalam rangka penentuan
kepemilikan untuk pelaksanaan pembagian kemanfaatan kepada
pihak pengirim Dalam negeri.
(7) Jumlah dan jenis spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan
informasinya yang dikirim dan digunakan dibatasi seminimal mungkin
sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku dan dipilih
lembaga penyelenggara yang paling memberikan pembagian
kemanfaatan terbanyak.
(8) Pengiriman dan penggunaan spesimen ke luar negeri dalam rangka
penelitian bersama dengan institusi di luar negeri hanya dapat
dilakukan apabila telah mendapat persetujuan dari Menteri atau
pejabatyang ditunjuk.

Pasal 14

(1) Dalam kondisi pre-pandemik, pandemik atau Kejadian Luar Biasa


(KLB) penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging dan/atau
berpotensi pandemik, Menteri benvenang mengatur pengiriman
seluruh spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya
di seluruh Indonesia untuk penentuan diagnostik.
(2) Dalam rangka penerapan kesehatan mendukung ketahanan nasional,
Menteri membentuk Komisi Nasional Penelitian Penyakit Infeksi.

22
MENTERJ KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Komisi Nasional Penelitian Penyakit Infeksi dapat memberikan


rekomendasi pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Menteri yang meliputi:
a. Penetapan risiko(risk assesment);
b. Penetapan kandldat vaksin, sedlaan farmasi, reagensia dan alat-
alatdiagnostik, bahan dan reagensia penentu baku mutu;
c. Penetapan laboratorium rujukan penentu diagnosis dan anggota
jejaringnya termasuk kriteria keamanan (biosecurity) dan
keselamatannya (biosafety);
d. Pedoman jaminan ketenagaan untuk mengatasi pandemik
dengan memperhatikan kaderisasi sumber daya manusia dan alih
teknologi untuk kemampuannya;
e. Penetapan stockpile obat yang diperlukan;
f. Penentuan orang yang akan diberi vaksin dan obat sesuai
ketentuan yang berlaku serta mengatasi kejadian ikutan pasca
imunisasinya
g. Penetapan produksi dan peredaran vaksin serta harganya yang
sesuai kepentingan rakyat;
h. Pemeriksaan ulang spesimen kiinik dan/atau materi biologik,
pembatalan atau pengukuhan keputusan yang dibuat oleh Tim
Penelaah Peijanjian Alih Material;
I. Penetapan hal-hal baru sesuai dengan perubahan tatanan
Internasional;
j. Penetapan tenaga ahli, dana dan fasilitas dalam mendukung
program nasional di bidang penyakit infeksi;
k. Koordinasi dengan instansi dalam dan luar negeri yang
membidangi masalah penyakit infeksi;
I. Hal-hal lain yang akan ditetapkan Menteri.

(4) Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat(2) berwenang pula:


a. Menyelidiki, melakukan penelusuran ulang, dan memberi
rekomendasi terhadap materi biologik dan/atau muatan
informasinya;
b. Menyelesaikan sengketa antar pelaksana dan atau
penyelenggara yang berasal dari Dalam Negeri.

23
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

5) Dalam menjalankan kewenangannya, KomisI Nasional Penelitian


Penyakit Infeksi dapat meminta bantuan ahli secara ad hoc.

BAB IV
TIM PENELAAH PERJANJIAN ALIH MATERIAL
(MATER/AL TRANSFER AGREEMENT)

Pasal 15

(1) Untuk menelaah permohonan pengiriman spesimen klinik, materi


biologik dan/atau muatan informasinya serta penanganan masalah
Perjanjian Alih Material sehari-hari dibentuk Tim Penelaah Perjanjian
Alih Material oleh Menteri.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menelaah
kelengkapan dan kesesuaian persyaratan prosedur, substansi
muatan, kepemilikan, penelusuran kembali dan pembagian
kemanfaatan, proses pengiriman, penggunaan, monitoring dan
evaluasi seluruh dan/atau sebagian spesimen klinik, materi biologik
dan/atau muatan informasinya serta memberikan masukan kepada
Menteri melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, agar sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup masing-
masing sebagaimana dimaksud pada pasal 2dan pasal 3.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) bertugas sebagai
penyaring terhadap potensi yang dapat ditimbulkan suatu
pengiriman/penerimaan yang mencakup ruang lingkup spesimen
klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3.
(4) Dalam keadaan pre-pandemik dan pandemik atau untuk kepentingan
ketahanan nasional, Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2)
dan (3) harus berkonsultasi ke Komisi Nasional Penelitian Penyakit
Infeksi.

24
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BABV
KEPEMILIKAN
Pasal 16

(1) Kepemilikan spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan


informasinya penyebab penyakit infeksi yang memenuhi ruang iingkup
sebagaimana dimaksud daiam pasal 3 yang dikirim ke Luar Negeri
harus tetap berada pada peiaksana/penyeienggara di Daiam Negeri
serta harus tetap dipertahankan sepanjang tidak termasuk daiam
kategori penyebab kedaruratan kesehatan masyarakat.
(2) Peiepasan kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1) daiam
keadaan tertentu dapat diiakukan, namun tetap mempertimbangkan
adanya hak akses terhadap informasi tersebut oieh peiaksana atau
penyelenggara semuia.
(3) Menteri dapat menetapkan pengaturan spesimen klinik, materi
biologik dan/atau muatan informasinya sebagaimana ayat (1) daiam
keadaan pandemikdemi kepentingan Nasional.
(4) Ketentuan kepemilikan hak kekayaan intelektual atas penelitian dan
pengembangan kesehatan yang menggunakan materi biologik
dan/atau muatan informasinya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan hak kekayaan intelektual yang
disepakati kedua belah pihak dengan tetap menjaga dan
memperhatikan Ketahanan Nasional.

BAB VI
PENELUSURAN KEMBALI(TRACKING SYSTEM)
Pasal17

(1) Penelusuran kembali (tracking system) spesimen klinik, materi


biologik dan/atau muatan informasinya diiakukan oleh Komisi Nasional
Penelitian Penyakit Infeksi sebagai upaya pengumpulan data dan
fakta pada saat terjadi sengketa antara pihak pengirim dan pihak
penerima yang sama-sama berasal dari Daiam Negeri.

25
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi


penelusuran asal muasal spesimen kiinik dan atau materi biologik dan
muatan informasinya, pembaglan kemanfaatan, isi Perjanjian Alih
Material atau kepemilikan antara pihak pengirim dengan pihak
penerima dalam rangka keseimbangan perlindungan kekayaan hayati
sebagai wujud penghormatan terhadap hak individu/hak institusi
penyelenggara dengan upaya mengatasi kepedulian/kedaruratan
kesehatan masyarakatsebagai wujud ketahanan Nasional.
(3) Rekomendasi Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dihasiikan
secara imparsial dan independen serta mengikat bagi pihak pengirim
dan penerima Dalam Negeri.
(4) Bila diperlukan, Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berhak
melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan bukti-bukti,
pemeriksaan saksi-saksi, termasuk menggunakan data muatan
informasi materi biologik.
(5) Rekomendasi Komisi dapat dipergunakan Menteri ataupun pihak-
pihak berkepentingan Dalam Negeri untuk membela kepentingan
pihak pengirim atau penerima Dalam Negeri ketika bersengketa
dengan pihak Luar Negeri.
(6) Semua rekomendasi Komisi dilaporkan dan dipertanggungjawabkan
kepada Menteri.

BAB VII
KETENTUAN PEMBAGIAN KEMANFAATAN BERSAMA
(BENEFIT SHARING)
Pasal18

(1) Apabila spesimen kiinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya


atau hasil ikutannya dipatenkan dan dikomersialisasikan maka dalam
MTA harus diperjanjikan pembagian kemanfaatan bersama( benefit
sharing)sebagai berikut:

a. Pembagian kemanfaatan bersama tersebut merupakan suatu


kesepakatan untuk memberikan manfaat /keuntungan bagi setiap

26
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

pihak yang terlibat di dalam proses penerimaan dan pengoiahan


spesimen kiinik,materi biologik dan/atau muatan informasinya
sehingga menjadi produkyang menghasilkan keuntungan.
b. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan pembagian
kemanfaatan bersama antara lain:

1) Peneiiti lembaga penelitlan dan pengembangan/fasilitas


pelayanan kesehatan;
2) Manajemen pendanaan Kekayaan Intelektual;
3) UnitalihteknologI;
4) Pengelola dana penelitlan yang khusus untuk itu;

(2) Ketentuan pembagian kemanfaatan bersama pelbagai pihak


sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang diperjanjikan para pihak
harus sesuai dengan peraturan hak kekayaan intelektual yang berlaku.

(3) Semua perselisihan atau sengketa tentang pembagian kemanfaatan


bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh
Komisi Nasional Penelitlan Penyakit Infeksi.

BAB VIM
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 19

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan, lembaga penelitlan dan


pengembangan kesehatan dan lembaga lainnya harus melakukan
pencatatan mengenai pengiriman spesimen klinik, materi biologik
dan/atau muatan informasinya yang dilakukan balk di dalam maupun
dari dan ke luar negeri.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan. lembaga penelitlan dan
pengembangan kesehatan dan lembaga lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) harus melaporkan pada tiap triwulan kepada
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

27
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20

(1) Menteri, Kepaia Dinas Kesehatan Propinsi, Kepaia Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota, dan organisasi profesi terkait melakukan pembinaan
dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagalmana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan pada perolehan pembaglan kemanfaatan, dipatuhlnya
Perjanjian Alih Material, syarat pengiriman dan penerimaan serta
keseimbangan antara perlindungan kekayaan hayati dalam rangka
menghormati hak individu dan masyarakat dengan pencapaian tujuan
kesehatan masyarakat dalam rangka ketahanan Nasional;

Pasal 21

(1) Dalam rangka.pembinaan dan pengawasan Menteri dapat mengambil


tindakan administratifterhadap pelanggaran peraturan ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa peringatan lisan, tertulis, dikirim untuk diperiksa adanya
pelanggaran etika oleh majeiis kehormatan etika masing-masing serta
pencabutan/rekomendasi pencabutan persetujuan/ izin pengiriman
spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya bagi
fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan dan lembaga
penelitian dan pengembangan.

BABX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

(1) Pengiriman spesimen yang telah dilaksanakan sebelum


diberiakukannya peraturan ini, dilaksanakan berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 732/Menkes/SKA/ll/2008 tentang

28
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pedoman Pengiriman Spesimen Untuk Keperluan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan dan peraturan lainnya yang terkait yang
telah ditetapkan, dan harus disesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan ini jika ada perpanjangan jangka waktu perjanjian dan atau
pembuatan Material TransferAgreementyang baru.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan, lembaga penelitian dan
pengembangan kesehatan dan lembaga lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) harus melaporkan pada tiap triwulan kepada
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20

(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota, dan organisasi profesi terkait melakukan pembinaan
dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan pada perolehan pembagian kemanfaatan, dipatuhinya
Perjanjian Alih Material, syarat pengiriman dan penerimaan serta
keseimbangan antara perlindungan kekayaan hayati dalam rangka
menghormati hak individu dan masyarakat dengan pencapaian tujuan
kesehatan masyarakat dalam rangka ketahanan Nasional;
Pasal 21

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Menteri dapat mengambil


tindakan administratifterhadap pelanggaran peraturan ini,
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa peringatan lisan, tertulis, dikirim untuk diperiksa adanya
pelanggaran etika oleh majelis kehormatan etika masing-masing serta
pencabutan/rekomendasi pencabutan persetujuan/ izin pengiriman
spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya bagi

29
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

fasilitas pelayanan kesehatan, institusi pendidikan dan lembaga


penelitian dan pengembangan.

BABX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22

Pengiriman spesimen yang telah dilaksanakan sebelum diberlakukannya


peraturan ini, dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor732/Menkes/SKA/ll/2008 tentang Pedoman Pengiriman Spesimen
Untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan peraturan
lainnya yang terkait yang telah ditetapkan, dan harus disesuaikan dengan
ketentuan dalam * peraturan ini jika ada perpanjangan jangka waktu
perjanjian dan atau pembuatan Material TransferAgreementyang baru.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23

Dengan ditetapkannya Peraturan Ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor 732/Menkes/SKA/ll/2008 tentang Pedoman Pengiriman Spesimen
Untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, dinyatakan
tidakberlakulagl.

Pasal 24

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta:
^ada tanggal 14 Agustus 2009

lENTER] KESEHATAN,

•| FADILAH SUPARI,Sp. JP(K)


MENTERt KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 658/MENKES/PERA/III/2009

TENTANG

JEJARING LABGRATGRIUM DIAGNOSIS PENYAKIT INFEKSI


NEW'EMERGING DAN RE-EMERGING

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang bahwa dalam rangka penangguiangan penyakit


infeksi new-emerging dan re-emerging yang dapat
menimbulkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan
kesehatan masyarakat di Indonesia dan untuk
penentuan diagnosis dini penyebabnya secara cepat,
tepat, akurat dan berjenjang diperlukan pemeriksaan
laboratorium terhadap spesimen klinik tersangka
kasus atau pasien penderitanya;

bahwa sehubungan dengan pertimbangan


sebagaimana dimaksud pada hurufa perlu ditetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Jejaring
Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New-
Emerging dan Re-Emerging;

Mengingat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang


Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun
1984 Nomor 20,Tambahan Lembaran Negara Nomor
3273);

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor ICQ, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor3495);

31
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang


Sistem Nasionai Penelitian, Pengembangan,
Penerapan llmu Pengetahuan dan Teknologi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4219);

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4844);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang


Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 49,Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3447);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 67,Tambahan
Lembaran Negara Nomor3609);

8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang


Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah

32
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

diubah terakhirdengan Peraturan Presiden Nomor 50


Tahun 2008;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 32Tahun 1996 tentang


Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3637);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);

11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 560/Menkes/PerA/lll/1989 tentang Jenis
Penyakit Tertentu Yang Dapat menimbulkan Wabah,
Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara
Penanggulangan Seperlunya;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1244/Menkes/


SK/XII/1994 tetang Pedoman Keamanan
Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis;

13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/


SK/111/2003tentang Laboratorium Kesehatan;

14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang
Penetapan Flu Burung Sebagai Penyakit Yang
Dapat Menimbulkan Wabah Serta Pedoman
Penanggulangannya;

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

33
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah


terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/I/ 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organlsasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1647/Menkes


/SK/XIJ/2005 tentang Pedoman Jejaring Pelayanan
Laboratorium Kesehatan;

17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 300/Menkes


/SK/IV/2009 tentang Pedoman Penangguiangan
Episenter Pandemi Penyakit Infeksi;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PiERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


JEJARING LABORATORIUM DIAGNOSIS PENYAKIT
INFEKSI NEW-EMERGING DAN RE-EMERGING.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan:


1. Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi new-emerging dan
reemerging adalah laboratorium kesehatan yang fungsinya
melaksanakan pemeriksaan untuk menentukan diagnosis dan
identifikasi etiologi penyakit infeksi new-emerging dan re emerging.
2. Penyakit Infeksi new-emerging dan re-emerging adalah penyakit
infeksi yang memerlukan penelaahan risiko karena dapat
menimbulkan risiko kepedulian dan kedaruratan kesehatan

34
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

masyarakat dan /atau keresahan masyarakat, menyebar secara cepat


lintas wilayah maupun lintas negara, berpotensi dipergunakan sebagai
senjata biologi dan mampu memberikan dampak besar ekonomi bagi
negara dan masyarakat, sehlngga memerlukan tanggap nasional
secara terkoordinasi.

3. Spesimen klinik adalah bahan yang berasal dan atau diambil dari
tubuh manusia untuk tujuan diagnostik, penelltian, pengembangan,
pendidikan,dan/atau analisis lainnya,termasuk new-emerging dan re-
emerging dan penyakit infeksi berpotensi pandemik.
4. Mater! biologlk adalah bahan blologi yang terkandung dalam spesimen
kllnik, spesimen hewan,tumbuh-tumbuhan, Isolat virus, bakterl,jamur
dan jasad renik lain, parasit, vektor dan sumber daya alam lain yang
baglannya dan atau derlvatnya serta produk darl baglan dan atau
derlvat tersebut termasuk yang mengandung materl dan InformasI
sekuens genetik, seperti urutan nukleotlda dalam molekul RNA dan
atau cDNA.

5. Muatan InformasI adalah InformasI yang didapat darl sistem


pengumpulan, pencatatan, penylmpanan, penelusuran,
pengaksesan, penggunaan lain data, termasuk pengubahan untuk
penyempurnaan data darl spesimen kllnik dan materl biologlk dengan
menggunakan teknologi Informatlka dalam art! luas serta semua
InformasI apapun yang dapat digunakan untuk merancang konstruksl
virus dan/ataujasad renlkbaru lainnya.
6. Laboratorium Penelltian Kesehatan adalah laboratorlum yang
melaksanakan penelltian dan pengembangan kesehatan sesual
dengan kaldah llmlah yang baku.
7. Laboratorlum Kesehatan adalah laboratorlum yang menunjang
pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat sesual dengan
kaldah dengan kaldah praktik laboratorlum yang benar;
8. Sistem Manajemen InformasI Laboratorlum adalah suatu sistem
pencatatan, penelusuran, dan pengaksesan spesimen dengan
menggunakan teknologi Informatlka, yang dikelola oleh Badan
Penelltian dan Pengembangan Kesehatan.

35
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 2

Jenis penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging ditetapkan oleh


Menteri.

BAB II
TUJUAN

Pasal 3

Tujuan pengaturan jejaring laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-


emerging dan re-emerging adalah:
a. Membangun sistem nasional untuk deteksi etiologi penyakit infeksi
new-emerging dan re-emerging secara akurat dan cepat, sehingga
dapatsegera ditindak lanjuti;
b. Memperiuas jangkauan, meningkatkan mutu dan efisiensi dalam
upaya identifikasi karakteristik etiologi penyakit infeksi new-emerging
dan re-emerging;
c. Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap spesimen klinik
dan materi biologik yang berpotensi menimbulkan kepedulian
kesehatan dan kedaruratan kesehatan masyarakat, dapat
disaiahgunakan menjadi atau sebagai senjata biologi, dan/atau
memiliki dampak besarniiai ekonomi bagi negara dan masyarakat.

BAB III
PEMBENTUKAN DAN KLASIFIKASI

Pasal 4

(1) Untuk melaksanakan deteksi dini etiologi penyakit infeksi new-


emerging dan re-emerging dibentuk jejaring laboratorium diagnosis
penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging di tingkat pusat dan
tingkatdaerah.
(2) Laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-

36
nilENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

emerging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklaslflkasikan


dalam:
a. Laboratorium Rujukan;
b. Laboratorium Pelaksana;

(3) Laboratorium diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf a


adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan yang
berfungsi sebagai laboratorium pusat rujukan Nasional dan pusat
kerjasama laboratorium penyakit infeksi new-emerging dan re-
emerging dengan dunia intemasional.
(4) Laboratorium diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf b
dibentuk di setiap provinsi atau kabupaten/kota yang berfungsi
sebagai laboratorium pelaksana.
(5) Laboratorium diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat(4) dapat
berupa: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran,
Laboratorium Rumah Sakit, Balai Besar/Balai Laboratorium
Kesehatan, Balai Besar/Balai Teknik Kesehatan Lingkungan-PPM dan
laboratorium lainnya sepanjang memenuhi syarat.
(6) Laboratorium.sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diutamakan
laboratorium milik Pemerintah/Pemerintah Daerah.

Pasal 5

Jejaring laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-


emerging adalah entitas laboratorium di Indonesia yang mengelola
spesimen klinik, materi biologik dan/atau muatan informasinya yang
dikoordinasikan secara terpusat oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.

Pasal 6

(1) Anggota jejaring laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-


emerging dan re-emerging harus memenuhi persyaratan yang meliputi
bangunan/ruangan, peralatan,sumberdaya manusia yang kompeten,
kaidah praktik laboratorium yang benar, tingkat keamanan

37
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(biosecurity) dan keselamatan (biosafety) baik teknis maupun sistem


manajemen dan peraturan internal(term ofreference/bylaws) masing-
masing yang sesuai dengan tugas dan fungsinya,serta sesuai dengan
penilaian risiko yang tercantum dalam Pedoman Keamanan dan
Keselamatan Laboratorium MIkrobiologi dan Biomedis yang
ditetapkan oleh Menteri.

(2) Anggota jejaring laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dapat dikeluarkan dari keanggotaan jejaring apabila secara sengaja
dengan itikad tidak baik melakukan pemeriksaaan tidak sesuai
ketentuan kaidah pemeriksaan laboratorium yang benar, tidak sesuai
dengan ketentuan keamanan dan keselamatan. serta terdapat
pelanggaran standar profesi peneliti dan standar prosedur operasional
kelembagaan,yang tidak mendukung ketahanan Nasional.

BAB IV
PERSYARATAN

Pasal 7

Penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging harus diutamakan


penanganannya di laboratorium milik Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah.

Pasal 8

(1) Setiap laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-


emerging harus memenuhi persyaratan keamanan (biosecurity) dan
keselamatan (biosafety)sesuai tugas dan fungsinya.
(2) Ketentuan tentang persyaratan keamanan dan keselamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilaksanakan sesuai Pedoman
Keamanan dan Keselamatan Laboratorium Mikrobiologi dan
Biomedis.

38
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

Pasal 9

(1) Laboratorium diagnosis penyakit infeksl new-emerging dan re-


emerging rujukan nasional harus memenuhi persyaratan.
a. memiliki 1 (satu) orang tenaga dokter spesialis 9'
atau dokter spesialis patologi klinik atau dokter ahli biomedik atau
ahli biomedik yang tersumpah,sebagai penanggung jawab,
b. memiliki lebih dari 3(tiga) tenaga pemeriksa berkompeten dan
bersertifikat;

c. memiliki SOP pengambilan. pengelolaan dan pemeriksaan


penyakit infeksl;
d. memiliki fasilitas sarana dan peralatan pemeriksaan penyakit
infeksl yang sesuai standar;
e mempunyai kemampuan melakukan pemeriksaan baku yang
dipersyaratkan ilmuwan bidang mikrobiologi klinik dan biomedik,
termasuk namun tidak terbatas pada bidang biomolekuler
(Poiymerase Chain Reaction/PCR) dan DNA sequencing untuk
analisisvirologikdanbakteriologik;
f sanggup menerima dan memeriksa spesimen sesegera mungkin
(kurang dari 24 jam)setelah spesimen ditenma dan mengirimkan
hasilnya selambat-lambatnya 24 jam kemudian setelah selesai
diperiksa;
q. melakukan sendiri atau berkoordinasi dengan laboratorium
rujukan dalam negeri dan menganalisis virologik/baktenologik
adanya risiko pandemlk atau risiko penyakit yang dapat
menimbulkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan kesehatan
masyarakat;
h. memiliki pengakuan internasional yang dibuktikan dengan
sertifikat Eksternal Quality Assurance Scheme (EQAb)
Internasional secara periodik dengan hasil baik,
1. membina kompetensi kelembagaan dan sumber daya manusia
laboratorium pelaksana dan calon laboratorium pelaksana,
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

j. memiliki pengakuan dari dan kerjasama dengan laboratorium


sejenis dari organlsasi internasional terkait.

(2) Laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-


emerging rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas:

a. PemeriKsaan konfirmasi basil untuk basil positif atau negatif


diskordan;
b. Berkoordinasi dengan unit kerja Departemen Kesebatan yang
membidangi laboratorium klinik, dalam pembinaan anggota
jejarlng laboratorium, peningkatan kualitas pemeriksaan
laboratorium meliputi pemantapan mutu eksternal, pembinaan
teknis, petunjukteknis;
c. Penelitian, penapisan dan pengembangan teknologi untuk
diagnostik;
d. Memfasilitasi pengadaan kebutuban baban dan reagen dalam
rangka standarisasi mutu;
e. Melakukan standarisasi baban dan reagen dalam rangka
menjamin kualitas basil pemeriksaan;
f. Melakukan pemantapan mutu internal dan mampu
menyelenggarakan Externai Quality Assessment System(EQAS)
untuk anggotajejaring

Pasal 10

(1) Setiap laboratorium pelaksana diagnosis penyakit infeksi new-


emerging dan re-emerging barus memenuhi persyaratan:
a. memiliki 1 (satu) orang tenaga dokter spesialis mikrobiologi klinik
atau dokter spesialis patologi klinik atau dokter abli biomedik atau
abli biomedik yang tersumpab,sebagai penanggungjawab;
b. minimal memiliki 1 (satu) orang tenaga pemeriksa berkompeten
dan bersertifikat;
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

c. memiiiki SOP pengambilan, pengelolaan dan pemeriksaan


penyakitinfeksi;
d. memiiiki fasiiitas sarana dan peralatan pemeriksaan penyakit
infeksi yang memenuhi syarat.
e. sanggup mengirim satu bagian spesimen klinik ke laboratorium
rujukan nasional dan memeriksa satu bagian spesimen yang sama
lainnya sesegera mungkin (kurang dari 24jam)setelah spesimen
diterima serta mengirim hasil pemeriksaannya ke laboratorium
rujukan dalam 24jam berikutnya;
f. mempunyai kemampuan melakukan pemeriksaan baku yang
dipersyaratkan ilmuwan bidang mikrobiologi klinik dan biomedik,
termasuk namun tidak terbatas pada bidang biomolekuler
(Polymerase Chain Reactlon/PCR);
g. telah memperoleh pengakuan secara nasional berdasarkan
evaluasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik , Ditjen Bina
Pelayanan Medik;
h. telah melakukan QC internal dan mengikuti EQAS dari
Laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-
emerging rujukan nasional secara periodik dengan nilai balk.

(2) Laboratorium pelaksana diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan


re-emergingsebagamana dimaksud pada ayat(1)mempunyaitugas:
a. Pemeriksaan spesimen pasien atau rujukan spesimen pasien
tersangka penyakit infeksi dari sarana pelayanan kesehatan dan
masyarakat
b. Mengirim spesimen ke laboratorium rujukan untuk konfirmasi;
0. Memberikan dan mengirimkan laporan hasil pemeriksaan
spesimen ke laboratorium rujukan dalam waktu 24jam;
d. Dapat melakukan kajian penyakit terkait di bawah koordinasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
e. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan keamanan laboratorium
termasuk vaksinasi petugas

41
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Melalui koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen


Kesehatan sebagai laboratorium rujukan nasional, laboratorium
pelaksana dapat berpartisipasi dalam surveilans sentinel penyakit
yang berpotensi atau berguna untuk analisa/penelaahan risiko dan
tanggap risiko penyakit new-emerging dan re-emerging, termasuk
Influenza Like Illness (ILI) dengan cara menerima spesimen dari
daerah sentinel terdekat tertentu untuk diperiksa terhadap materi
biologik penyebabnya.

BABV
TATA KERJA

Pasal 11

(1) Pengambilan, penyimpanan, pengepakan, pengiriman sebagian atau


seluruh, penerimaan, pemeriksaan, cara pemberian dan pengiriman
basil pemeriksaan spesimen klinik dan/atau materi biologik penyakit
infeksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(2) Spesimen klinik dan/atau materi biologik penyakit infeksi new-
emerging dan re-emerging meliputi usap hidung, usap tenggorok,
darah, sputum, dan cairan saluran nafas bagian bawah lainnya serta
nekropsijaringan paru.
(3) Laboratorium pelaksana harus mengirimkan setiap sebagian yang
sama spesimen klinik dan/atau materi biologik yang akan diperiksa
kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan untuk
penetapan basil.
(4) Pemeriksaan setiap sebagian yang sama spesimen klinik dan/atau
materi biologik dilakukan oleh laboratorium pelaksana dan
laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(5) Terhadap sisa pengambilan spesimen klinik dan/atau materi biologik
oleh laboratorium pelaksana yang sudah tidak digunakan untuk
pemeriksaan diagnosis harus dikirim secara berkala untuk disimpan
oleh laboratorium rujukan nasional/Badan Penelitian dan

42
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pengembangan Kesehatan, dengan disertai identitas masing-masing


sesuai ketentuan yang beriaku.
(6) Sisa spesimen klinik dan/atau materi biologik penyakit infeksi new-
emerging dan re-emerging yang tidak memungkinkan untuk disimpan
sebagaimana ayat(5)di atas hams dimusnahkan,disertai berita acara
yang menerangkannya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam Pedoman Keamanan dan Keselamatan Laboratorium
Mikrcbioiogi dan Biomedis.
(7) Laboratorium pelaksana yang melakukan penelitian dengan
menggunakan sisa spesimen klinik dan/atau materi biologik
sebagaimana dimaksud pada ayat(5)harus memperoleh persetujuan
etik dari Komisi Nasional Etik Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

(8) Spesimen klinik dan/atau materi biologik tidak boleh dikirim ke luar
negeri dan atau ke institusi lain kecuali dengan rekomendasi Tim
Penelaah Perjanjian Alih Material (Materiai Transfer Agreement)
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan dan
dilengkapi dengan formulir Materiai Transfer Agreement sesuai
ketentuan yang beriaku.
(9) Pengiriman spesimen klinik dan/atau materi biologik diantara anggota
jejaring yang telah memiliki peraturan internal (term of
reference/byiaws) masingmasing tidak diperlukan Perjanjian Alih
Material.

(10)Pengiriman spesimen klinik dan/atau materi biologik yang satu


anggota jejaringnya belum memiliki peraturan internal sebagaimana
dimaksud pada ayat(9) harus menggunakan Perjanjian Alih Material
tipesederhana.

Pasal 12

(1) Data setiap spesimen klinik. materi biologik dan/atau muatan informasi
penyakit infeksi dilakukan pendokumentasian oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan melalui Sistem Manajemen Informasi
Laboratorium Nasional(SMILN).

43
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Setiap spesimen klinik dan/atau materi biologlk penyakit infeksi new-
emerging dan re-emerging yang diambll/diterima harus dicatat
identitasnya(nama lengkap, nama wall/orang tua untuk subjek berusia
dl bawah 15 tahun,jenis kelamin, umur, alamat lengkap), gejala klinis,
tanggal mula-timbul (onset) penyakit, tanggal dan jam pengambilan
spesimen, asal lembaga pengirim, identitas tenaga kesehatan
pengirim, data riwayat penularan, data kemungkinan kluster dan data
lainnya sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan selaku laboratorium rujukan Nasional.
(3) Pencatatan dilakukan oleh laboratorium pelaksana diagnosis yang
melakukan pemeriksaan sesuai prosedur baku berdasarkan data dari
lembaga pengirimnya masing-masing.
(4) Pelaporan hasil pemeriksaan spesimen klinik dan/atau materi biologik
secara PGR dilakukan daiam waktu 1 x 24jam setelah hasil diperoleh
dengan menggunakan dokumen resmi dan secara on-line (Sistem
Manajemen Informasi Laboratorium Nasional).
(5) Pelaporan dan informasi hasil pemeriksaan spesimen klinik dan/atau
materi biologik penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging
dilaksanakan sesuai alur sebagaimana tercantum dalam lamplran I
Peraturan Inl.
(6) Tata cara pemeriksaan dan pelaporan materi biologik dan muatan
Informaslnya secara DMA sequencing untuk kepentlngan diagnostik
dan anallsis genomik lengkap diatur oleh Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan dengan mempertimbangkan usulan
Komlsl Nasional Penyakit Infeksi.
(7) Yang benwenang menandatangani laporan hasil pemeriksaan
laboratorium adalah ahll yang melakukan pemeriksaan, diketahul oleh
Kepala Laboratorium.
(8) Laporan hasil pemeriksaan di laboratorium Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan ditandatangani oleh ahll yang melakukan
pemeriksaan, diketahui oleh penanggung jawab laboratorium, dlsertai
dengan surat pengantar darl Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan atau pejabatyang ditunjuk untuk Itu.

44
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(9) Data yang menyangkut rahasia pasien wajib dijaga kerahasiaannya


sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

(10)Kewajiban menjaga rahasia sebagaimana dimaksud ayat (8) tidak


menghalangi hak pemerintah mengatasi keadaan kedaruratan
kesehatan masyarakatdalam rangka ketahanan nasional.
(11)Alur rujukan laboratorium penyakit infeksi new-emerging dan re-
e/nerg/ngsebagaimana tercantum daiam lampiran 11 Peraturan ini.

BAB VI
PENETAPAN HASIL

Pasal 13

(1) Laboratorium pelaksana dilarang menetapkan hasil pemeriksaan


tersendiri terhadap spesimen klinik dan/atau materi biologik yang
diperiksanya.
(2) Untuk menetapkan hasil harus dilakukan oleh dua laboratorium yang
berbeda terhadap spesimen klinik dan/atau materi biologik yang sama
dan aliquot yang sama dengan metode pemeriksaan yang sama.
(3) Hasil pemeriksaan spesimen klinik dan/atau materi biologik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan positif penyakit
infeksi bila:

a. Satu laboratorium pelaksana dan satu laboratorium rujukan


nasional menyatakan hasil positif infeksi, atau
b. Hasil pemeriksaan Laboratorium Tingkat Nasional menyatakan
hasil positif bilamana hasil pemeriksaan dua laboratorium
pelaksana berbeda.

(4) Penetapan hasil pemeriksaan spesimen klinik dan/atau materi biologik


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penanggung
jawab laboratorium rujukan Nasional Badan Penelitian
Pengembangan Kesehatan.

45
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 14

(1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada pasal 13


dikcordinasikan oleh para pejabatyang berwenang.
(2) Pengumuman hasil laboratorium penyakit new-emerging dan re-
emerging dilakukan terpusat oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
khususuntukitu.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menunda atau
tidak mengumumkan hasil laboratorium atas alasan kesehatan
sebagai ketahanan nasional.
(4) Saling koordinasi pejabat benwenang sebagaimana dimaksud ayat(1)
akan diatur lebih lanjut melalui peraturan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
(5) Pasien atau ahli warisnya berhak mengetahui hasil laboratorium
terhadap spesimen klinik yang diperoleh dari tubuhnya tetapi dilarang
mengumumkan hasil tersebut ke pihak manapun kecuali atas ijin
Menteri.

(6) Ketentuan teknis pemberitahuan hasil laboratorium penyakit infeksi


new-emerging dan re-emerging sebagaimana dimaksud ayat(5)diatur
lebih lanjut dalam peraturan Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.

BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 15

(1) Setiap laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-


emerging harus melakukan pencatatan dan pelaporan pemeriksaan
laboratorium dalam rangka mengidentifikasi etiologi penyakit infeksi.

(2) Hasil pemeriksaan laboratorium yang diperoleh dari pencatatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai standar
yang telah ditetapkan,dengan menggunakan buku register baku terdiri

46
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

dari:
a. Buku register penerimaan dan pengiriman speslmen kiinik/pasien;
b. Buku register induk berisi substansi data pasien dan
pengirimannya secara lengkap serta hasil pemeriksaan spesimen
kliniknya; -
c. Buku register pemeriksaan rujukan spesimen klinik dan materi
biologik beserta kelengkapan PeijanjianAlih Materialnya masing-
masing.;
d. Buku ekspedisi dari ruangan/rujukan;
e. Buku registertentang perawatan/kerusakan alat;
f. Bukustokalat/reagen;
g. Buku register catatan kalibrasi peralatan.
h. Buku catatan lainnya sesuai perkembangan teknis dan
medikolegal proses dan hasil pemeriksaan, termasuk aspek
keselamatan dan keamanannya.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 16

Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota beserta jajarannya seperti direktur rumah sakit rujukan,
kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan, kepala laboratorium pelaksana, dan
pimpinan organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan
pengawasan secara berjenjang terhadap pelaksanaan penyelenggaraan
laboratorium diagnosis penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging.

Pasal 17

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri dapat mengambil


tindakan administratifterhadap pelanggaran peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk
melaporkan peneliti, penyelenggara dan atau tenaga kesehatan terkait
ke majeiis etika dan disiplin masing-masing.

47
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


berupa peringatan lisan, tertulis pengukuhan sanksi etik dan sanksi
dislplln terhadap peneliti, penyelenggara atau tenaga kesehatan
terkait sampai dengan rekomendasi/pencabutan Izin
penyelenggaraan laboratoiium kesehatan.

BAB IX
PEMBIAYAAN

Pasal 18

Pembiayaan dalam rangka penetapan diagnosis penyakit Infeksl new


emerging 6an re-emerging, Insentif petugas pelaksana; dan pemantapan
mutu pemeiiksaan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berdasarkan
kewenangan maslng-masing sesual ketentuan yang berlaku.

BABX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal19
Peraturan Menteri Inl mulal berlaku pada tanggal ditetapkan.

DItetapkan dl Jakarta
pada tanggal 14 Agustus 2009

MENTERI KESEHATAN,

ITI FADILAH SUPARI,Sp.JP(K)

48
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 658/MENKES/PERA^Iil/2009
TANGGAL14 AGUSTUS 2009

ALUR PELAPORAN TERTULIS DAN INFORMASI

MENKES

Kepala Badan
DIrjen P2PL Dirjen Yanmedik
Litbangkes

^ ! 1
\/
Kepala Puslltbang Kepala Pusat
Blomedis & FarmasI PUBLIK
KomunikasI Publik

1.^
DInas Kesehatan
Laboratorium
ProplnsI Terkait RS Rujukan
Pelaksana
Kasus

: Umpan balik
-► : Informasi

-► : Laporan Tertulis

49
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 658/MENKES/PEIWIII/2009
TANGGAL14 AGUSTUS 2009

ALUR RUJUKAN LABORATORIUM PEMERIKSA PENYAKITINFEKSI

Tersangka Penyakit

Pengambiian spesimen oleh


petugas yang sudah terlatih

Spesimen dikirim ke Lab


Pelaksana dan Laboratorium
Rujukan Badan Litbangkes

Pemeriksaan dl Laboratorium
Pelaksana dan Laboratorium
Rujukan Badan Litbangkes

Hasil Positif atau Negatif Hasil Positif atau Negatif


Diskordan Diskordan

Spesimen dirujuk oleh Badan


LitbangkQS ke
Laboratorium Setara

Hasil Positif atau Negatif


Definitif

50
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR:659/MENKES/PERA/III/2009

TENTANG

RUMAH SAKIT INDONESIA KELAS DUNIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan pelayanan


kesehatan rumah sakit Indonesia yang bermutu dan
setara dengan pelayanan kesehatan rumah sakit
kelas dunia, perlu dilaksanakan pembinaan,
akreditasi dan sertifikasi terhadap rumah sakit yang
akan mengembangkan diri menuju rumah sakit
Indonesia kelas dunia.
b. bahwa untuk pelaksanaan pembinaan, akreditasi dan
sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam butir (a)
perlu diaturoleh Pemerintah.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu ditetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia.

Mengingat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Rl Tahun 1992 Nomor
100,Tambahan Lembaran Negara Nomor,3495);
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Rl Tahun 2004 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Nomor4389)
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran(Lembaran Negara Rl Tahun 2p04
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4437);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Rl Tahun
2004 Nomor 925. Tambahan Lembaran Negara

51
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir


dehgan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Rl. Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nornor4844);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan(Lembaran Negara Rl Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3637);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Rl Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Nomor4593);.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Dekonsentrasi(Lembaran Negara,
Rl Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Nomor4095);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Rl Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Nomor4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor41 Tahun,2007 teritang
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Rl
Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara
Nomor4741);
10. Peraturan Memteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun
2007 tentang Penataan Organisasi Perangkat
Daerah.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


RUMAH SAKITINDONESIAKELAS DUNIA

52
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan.ini yangdimaksuddengan:


1 Rumah Sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat map, rawat jalan dan
2 Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia adalah rumah sakit yang telah
memenuhi persyaratan. standar dan kriteria rumah sakit Indonesia
kelas dunia serta telahyang
bertaraflnternasional disertifikasi oleh Badan Akreditasi Rumah Sakit
telah ditunjukolehMenteri.
3 Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang dibenkan cMeh
Pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standar dan
4 Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang
dibenkan oleh Pemerintah dan/atau Badan Akreditasi
bertaraf Internasional yang bersifat independen setelah memenuhi
standardan kriteria yang ditentukan.
5. Badan Akreditasi Rumah Sakit adalah badan independen yanpJ fk"'
oleh Pemerintah dan mempunyai kewenangan untuk melakukan
akreditasi terhadap Rumah Sakit. , j• u
6 Badan Akreditasi Rumah Sakit bertaraf Internasional adalah Badan
Akreditasi Rumah Sakit yang bersifat ^
Internasional. telah diakui oleh Pemerintah dan mempunyai
kewenangan untuk melakukan akreditasi Internasional terhadap
7 Standar adalah pemyataan yang menjelaskan mengenal harapan
tentang performa oleh komponen-komponen struktur atau proses,
yang harus ada pada suatu organisasi yang memlsen asuhan,
pengobatan dan pelayanan yang aman dan berrnutu tinggi.
8. Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan
S0SU3tU
9 Tim Pembina Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia adalah Tim yang
dibentuk oleh Menteri untuk membina rumah sakit agar sesuai standar
dan kriteria Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
53
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

10. Organisasi Profesi adalah organisasi profesi dl bidang kesehatan.


11. Asosiasi Perumahsakltan adalah organisasi yang mewadahi rumah
sakit- rumah sakit Pemerintah,Pemerintah Daerah dan/atau swasta
12. Pemerintah adalah Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13. Pemenntah Daerah adalah Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah
Daerah setempat.
14. Menteri adalah Menteri yang membidangi, dan bertanggung jawab
dalam bidang Kesehatan. »» a j
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung iawab di
bidang pelayanan medik.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang Lingkup dalam Peraturan Menteri ini meliputi persyaratan,


standar, kriteria, tatacara pengajuan dan pembinaan Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia.
(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat 1, mengaturtentang
komponen struktur, proses, output dan outcome sesuai dengan
standardan kriteria Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia

BAB III
PERSYARATAN

Pasal 3

(1) Setiap Rumah Sakit dapat dikategorikan sebagai rumah sakit kelas
dunia setelah memenuhi persyaratan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari:
a. Rumah sakit telah beroperasi sekurang-kurangnya 2 /dua)
tahun. '
b. Izin operasional masih berlaku.
0. Surat penetapan kelas rumah sakit
d Terakreditasi pelayanan lengkap r" ari badan akreditasi rumah sakit
di Indonesia yang ditetapkan Menteri.

54
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

e. Menjadi anggota asosiasi perumahsakitan.


f. Tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tergugat masalah
hukum.
g. Terakreditasi dan tersertifikasi oleh badan akreditasi rumah sakit
yang bertaraf Intemasional yang diakui oleh Menteri.
(3) Rumah Sakit dapat diusuikanisebagai Rumah Sakit Indonesia Keias
Dunia seteiah teriebih dahuiu dilakukan pembinaan oieh Tim Pembina
Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia berdasarkan standar dan kriteria
Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia.

Pasal 4

Badan Akreditasi Rumah Sakit bertaraf intemasional yang meiaksanakan


akreditasi dan sertifikasi Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia ditunjuk oieh
Menteri atas usuianTim Pembina Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia.
BAB IV
STANDAR DAN KRITERIA

Pasal 5

(1) Standar dan kriteria Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia ditetapkan
dalam Peraturan Menteri.
(2) Standar dan Kriteria Rumah Sakit Indonesia Keias Duma
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 teriampir dalam peraturan
ini.
Pasal 6

Pedoman Penyeienggaraan Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia


ditetapkan dalam Keputusan Menteri. .
BABV
TIM PEMBINA RUMAH SAKIT INDONESIA KELAS DUNIA
Pasal 7

(1) Dalam peiaksanaan pembinaan terhadap Rumah Sakit yang akan


mengembangkan diri sebagai Rumah Sakit Indonesia Keias Dunia,
55
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Menteri dapat membentukTim Pembina Rumah Sakit Indonesia Kelas


Dunla.
(2) Tim Pembina sebagaimana dimaksud ayat 1 terdiri darl Ketua, Wakil
Ketua, Sekretaris dan anggota yang membidangi standarisasi,
bimbingan teknis seila monitoring dan evaluasi.
(3) Tim Pembina sebagaimana dimaksud ayat 1 terdiri dan unsur:
a. 3(tiga)orang dari Departemen Kesehatan.
b. 2(dua)orang dari Organisasi Profesi.
0. 4(empat)orang dari Asosiasi Perumahsakitan.
(4) Tim Pembina dimaksud memiliki tugas:
a. Melakukan kajian dan analisa terhadap kelayakan rumah sakit
yang mengajukan penetapan menjadi Rumah Sakit Indonesia
Kelas Dunia.
b. Melakukan kajian terhadap badan akreditasi internasional rumah
sakit sebagai bahan pertimbangan Menteri Kesehatan dalam
menunjuk badan Internasional akreditasi rumah sakit yang akan
melakukan akreditasi dan sertifikasi rumah sakit menjadi Rumah
Sakit Indonesia Kelas Dunia.
c. Melakukan kajian terhadap standar dan kriteria Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia.
d. Melakukan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan standar dan
kriteria Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
e. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
f. Tim Pembina mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan
secara berkala hasil pembinaan kepada Menteri.

Rasa!8

Tim Pembina Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia dalarn melaksanakan


tugasnya dapat dibantu oleh Sekretariat.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur, fungsi, tugas, dan kewenangan


Tim Pembina Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia ditetapkan oleh Direktur
Jenderal yang bertanggungjawabdi bidang pelayanan medik.

56
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB VI
TATA LAKSANA PENGAJUAN
RUMAH SAKIT INDONESIA KELAS DUNIA

Pasal 10

(1) Pemilik Rumah Sakit dan/atau Pimpinan Rumah Sakit mengajukan


permohonan akreditasi Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang
pelayanan medikdengan melampirkan:
a. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 2 a
sampai denganf.
b. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Propinsi setempat
c. Rekomendasi Asosiasi Perumahsakitan
(2) Menteri menugaskan Tim Pembina untuk melakukan verifikasi
dan/atau pembinaan.
(3) Hasil verifikasi dan/atau pembinaan direkomendasikan oleh Tim
Pembina kepada Menteri.
(4) Menteri menerbitkan rekomendasi kepada rumah sakit untuk
diakreditasi oleh Badan Akreditasi Rumah Sakit bertaraf Internasional.
(5) Menteri menetapkan sebagai Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia
setelah lulus pasal 3ayat2g.

Pasal 11

(1) Rumah Sakit yang telah mendapatkan sertifikasi sebagai Rumah Sakit
Indonesia Kelas Dunia tetap dilarang menggunakan kata kelas
dunia/lnternasional/global atau yang sejenis sebagai nama rumah
sakit.
(2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya berlaku sesuai
masa berlaku sertifikat akreditasi Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
(3) Apabila masa berlaku sertifikat akreditasi telah habis, rumah sakit
dilarang menggunakan predikat akreditasi Rumah Sakit Indonesia
Kelas Dunia sebagai media promosi rumah sakit.

57
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 12

(1) Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia wajib melakukan pencatatan dan
pelaporan secara berkala sesuai ketentuan yang beriaku.
(2) Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia wajib menyampaikan laporan
hasil audit berkaia dari Badan Akreditasi rumah sakit bertaraf
Internasional kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang
bertanggung jawab di bidang pelayanan medik.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 13

(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap


Penyelanggaraan Rumah Sakit indonesia Kelas Dunia.
(2) Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud pada ayat 1 berupa
standarisasi, bimbingan teknis serta monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia.
(3) Pembinaan dan pengawasan rumah sakit indonesia kelas dunia
dilakukan minimal 2 kali setahun.
(4) Biia diperlukan Pemerintah Daerah dapat membentuk Tim Pembina
dan Pengawas bekerjasama dengan Tim Pembina dan Pengawas
Pusat.

BAB IX
TINDAKAN ADMINISTRATIF

Pasal 14

(1) Menteri dapat melakukan tindakan administratif kepada Rumah Sakit


indonesia Kelas Dunia yang melanggar ketentuan perundang-
undangan yang beriaku

58
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat I dapat


berupa pemberian teguran secara tertulis hingga pencabutan ijin
operasional/penyelenggaraan rumah sakit.

BABX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 8

(1) Rumah sakit yang telah mendapatkan akreditasi Rumah Sakit


Indonesia Kelas Dunia wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan ini paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
peraturan ini ditetapkan.
(2) Rumah sakit yang menggunakan kata kelas dunia Internasional/global
dan sejenis sebagai nama wajib melepaskan kata kelas dunia
internasional/global dan sejenis serta menyesuaikan dengan
ketentuan dalam peraturan ini paling lambat dalam jangka waktu 1
(satu)tahun sejak peraturan in! ditetapkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan ini mulai berlaku padatanggal ditetapkan.


Ditetapkan di: Jakarta
pada tanggal: 14 Agustus 2009

ENTER! KESEHATAN Rl,

iti Fadilah Supari,SpJP(K)

59
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Keputusan Mentari Kesehatan
Nomor :659/MENKES/PERA/lll/2009
Tanggal:14Agustus2009

STANDAR DAN KRITERIA


RUMAH SAKIT INDONESIA KELAS DUNIA

Standar 1: Legalitas Rumah Sakit


Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai izin operasional pelayanan kesehatan,


iaboratorium, apotik, radioaktif, pengelolaan limbah yang masih
berlaku dan pihakyang benA/enang.
2. Rumah sakit mempunyai ikatan kerjasama dengan Fakuitas
Kedokteran setempat daiam rangka pendidikan kedokteran/spesialis
(Sp1 maupun Sp2)sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasionai Rl.
3. Rumah sakit mempunyai Hospital Bylaws dan Madical staf bylaws
yang telah dievaluasi dan ditindak lanjuti.

Standar 2:Visi, MisI,Tujuan dan Nilai-Nllal Rumah Sakit


Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai visi, misi, tujuan serta nilai-nilai rumah sakit
meliputi bidang pelayanan pendidikan dan peneiitian yang telah
dievaluasi dan ditindak lanjuti;
2 Rumah sakit mempunyai rencana strategis untuk mencapai visi dan
misi untuk ketiga bidang (pelayanan, pendidikan dan peneiitian) yang
mengacu kepada Sistem Kesehatan Nasionai dan Sistem Pendidikan
Nasionai telah dievaluasi dan ditindak lanjuti.

Standar 3:Administrasi dan Manajemen Rumah Sakit


Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai struktur organisasi dan uraian tentang fungsi,


tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab setiap unit dalam

60
bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian serta telah disahkan oieh
Dewan Pengawas dan pemiiik rumah sakit serta telah disosialisasikan,
dipahami,dievaluasi dan ditindak lanjuti.
2. Rumah sakit mempunyai kebijakan tentang mekanisme pengambilan
keputusan secara tertulis telah disahkan oleh pimpinan/pemilik
institusi.
3. Rumah sakit memberikan umpan balik {feed back)secara tertulis dan
rutin mengenai pelayanan, pendidikan dan penelitian kepada pihak
terkait serta telah dievaluasi dan ditindak lanjuti.

Standar4:Program Rumah Sakit


Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai Proyram Efisiensi Biaya Pelayanan


Kesehatan telah dievaluasi dan ditindak lanjuti.
2. Rumah sakit mempunyai Program Layanan Kesehatan Terpadu telah
dievaluasi dan ditindak lanjuti.
3. Rumah sakit mempunyai Program Keselamatan Pasien telah
dievaluasi dan ditindak lanjuti.
4. Rumah sakit mempunyai Pedoman Pelayanan Kesehatan yang telah
disahkan pimpinan RS.
5. Rumah sakit mempunyai Program Pendidikan Dokter yang mengaou
kepada Program Pendidikan Dokter FK setempat dan Standar
Pendidikan Profesi Dokter dari Kolegium terkait yang telah disahkan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia telah dievaluasi dan ditindak lanjuti.
6. Rumah sakit mempunyai Program Pendidikan Dokter Spesialis(Sp1)
yang mengaou kepada Program Pendidkan Dokter Spesialis(Sp1)FK
setempat dan Standar Pendidikan Profesi Dokter dari Kolegium terkait
yang telah disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia telah dievaluasi
dan ditindak lanjuti.
7. Rumah sakit mempunyai Program Pendidikan Dokter Spesialis
Konsultan (Sp2) yang mengaou kepada Program Pendidkan Dokter
Spesialis Konsultan (Sp2) FK setempat dan Standar Pendidikan
Profesi Dakter dari Kolegium terkait yang telah disahkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia telah dievaluasi dan ditindak lanjuti
8. Rumah sakit mempunyai Program Penelitian Kesehatan (Kedokteran;
Keperawatan dan Manajemen RS)telah dievaluasi dan ditindak lanjuti
9. Rumah sakit mempunyai Portofolio atau Log Book Kinerja
{Performance)bagi seluruh staf RS
10 Rumah sakit mempunyai Log Book untuk peserta didik, mengaou
kepada Panduan Pendidikan Dokter/Spesialis Sp1/Sp2 di institusi
tersebut dan kurikulum pendidikan dokter/spesialis yang dikeluarkan
oleh Kolegium terkait telah dievaluasi dan ditidak lanjuti.
11. Portofolio atau Log Book Kinerja dan Log Book peserta didik tersebut
diimplementasikan seoara kontinyu dan konsisten

61
Standar 5:Peniiaian Kinerja(Performance)Rumah Sakit
Kriteria:
1. Rumah sakit melaksanakan pengadaan alat kedokteran dan bahan
habis pakal berdasarkan pendekatan hasil kajian peniiaian teknologi
kesehatan {Health TechnologyAssessment)
2. Rumah sakit menggunakan obat-obatan sesuai dengan Daftar
Formuiarium Rumah Sakit yang telah disusun dalam 3 tahun
terakhir.
3. Rumah sakit menggunakan antibiotik secara azas manfaat dan selektif
(>80%)
4. Rumah sakit memberikan pelayanan pasien sesuai dengan kegiatan
Dokter Penanggung Jawab Pasien(DPJP)(>80%)
5. Rumah sakit memberikan pelayanan pasien sesuai dengan Standar
Pelayanan Medis(>80%)
6. Rumah sakit mempunyai Clinical Pathways dalam memberikan
pelayanan pasien(>80%)
7. Rumah sakit melaksanakan program cud tangan dalam memberikan
pelayanan pasien(>80%)
8. Utilisasi ruang operasi rumah sakit(<5%)
9. Operasi sectio caesaria rumah sakit(< 15%)
10. Penggunaan antibiotik profilarosis operasi rumah sakit(<10%)
11. Kasus operasi ulang rumah sakit(<2%)
12. Kasus rawat inap ulang rumah sakit{readmissiony.uniuk kasus serupa
(<1%)13.Attack Rate Infeksi Aliran Darah Primer(lADP)Rumah Sakit
(<2%)
14. Attack Rate Plebitis Rumah Sakit(<2%)
15. Attack Rate Infeksi Saluran Kemih (ISK) pasca pemasangan kateter
urin rumah sakit(<15%)
16. Attack Rate Infeksi Luka Operasi(ILO)Rumah Sakit(2.5%)
17. Attack Rate Pneumonia Ventilator {Ventilator Associated
PneumoniaA/AP)Rumah Sakit(<10%)
18. Rumah sakit melaksanakan peniiaian terhadap peserta didik
dokter/dokter spesialis sesuali dengan Standar Pendidikan Profesi
Dokter/Dokter Spesialis dari Kolegium terkait yg telah disahkan oleh
Konsil Kedokteran Indonesia(KKI)
19. Log Book peserta didik di RS mencerminkan ?ktifitas peniiaian yg akan
dinilai dari peserta didik dan mengacu kepada Panduan Pendidikan
Dokter/Dokter Spesialis di Institusi tst :.an Standar Pendidikan Profesi
Dokter/Dokter Spesialis dari Kolegium terkait

62
20. Rumah sakit sebagal mitra institusi pendidikan dokter/dokter spesialis
mempergunakan metoda Mini-CEXdalam peniiaian peserta didik
21. Rumah sakit sebagal mitra institusi pendidikan dokter/dokter spesialis
mempergunakan metoda ujian OSCE dalam peniiaian peserta didik
22. Rumah sakit sebagal mitra institusi pendidikan dokter/dokter spesialis
mempergunakan metoda ujian DOPS dalam peniiaian peserta didik
23. Rumah sakit sebagal mitra institusi pendidkan dokter/dokter spesialis
mempergunakan metoda ujian PORTOFOLIO dalam peniiaian
peserta didik
24. Rumah sakit melakukan penelitian kedokteran dan mempublikasikan
di majalah ilmiah kedokteran nasional dan internasional
25. Hasil penelitian kedokteran di rumah sakit terdaftar di lembaga hak
paten yang diakui pemerintah dan lembaga hak paten internasional

Standar6:Sumber Daya Manusia(SDM)Rumah Sakit


Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai panduan tentang mekanisme proses


rekrutmen dan kriteria penerimaan serta pemberhentian staf sesuai
sistem kepegawaian atau kurikulum dari Kolegium telah disahkan oleh
pimpinan institusi
2. Kriteria SDM tenaga profesi ( medis, keperawatan dan apoteker)
rumah sakit lulusan dari institusi dalam rangking 300 dunia {Top QS
Institutes)(>80%)
3. Kriteria SDM pengelola rumah sakit (direksi/manajer) lulusan dari
institusi dalam rangking 300dunia {Top QSInstitute)(>80%)
4. Rumah sakit mempunyai dokumentasi kualifikasi dan lisensi setiap
staf profesi sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Rumah sakit mempunyai dokumentasi kualifikasi dan lisensi pengelola
rumah sakit (direksi/manajer) sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku.
5. Kemampuan SDM tenaga profesi(medis, keperawatan dan apoteker)
rumah sakit berkomunikasi mempergunakan bahasa Internasional
dan bersertifikat nilai minimal TOEFL550 atau lELTS 21(> 80%) ,
6. Kemampuan SDM pengelola rumah sakit (direksi/manajer)
berkomunikasi mempergunakan bahasa Internasional dan
bersertifikat nilai minimal TOEFL550 atau lELTS 21(> 80%)
7. Rumah sakit mempunyai staf sebagal pembimbing konselor bagi
pasien/keluargadan peserta didik yang mempunyai masalah.

63
Standar 7:Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai sarana peralatan penunjang diagnostik dan


terapeutik yang dibutuhkan untuk bidang pelayanan, pendidikan dan
penelltian untuk tingkat tersier dan bertungsi balk sesuai standar.
(>80%)
2. Rumah sakit mempunyai sarana teknologi informasi dan audiovisual
dan telah terdokumentasi dengan balk dan sistematik serta berfungsi
balk sesuai standar.(>80%)
3. Rumah sakit mempunyai sarana perpustakaan dengan berbagai
bentuk kompilasi (buku, jumal, VCD, CD, DVD dsb) dan telah
terdokumentasi dengan balk dan sistematik.
4. Rumah sakit mempunyai sarana tempat pertemuan iimiah untuk
seluruh staf dan peserta didik di institusi tersebut dan mempunyai
rencana induk {masterplan) untuk pengembangan dan telah disetujui
oleh pimpinan/pemilik institusi, tertuang dalam rencana biaya
anggaran(RBA)institusi.
5. Rumah sakit mempunyai sarana media komunikasi lengkap antar staf
(termasuk staf pengajar dan peneliti) dan peserta didik serta.
mempunyai rencana induk {master plan) untuk pengembangan dan
telah disetujui oleh pimpinan/pemilik institusi, tertuang dalam rencana
biaya anggaran(RBA)institusi.
6. Rumah sakit mempunyai sarana dan tempat pengaduan staf,
pasien/keluarga dan peserta didik untuk bidang pelayanan, pendidikan
dan penelltian termasuk hal akademis maupunn non akademis serta
mempunyai rencana induk {master plan) untuk pengembangan dan
teiah disetujui oleh pimpinan/pemilik institusi, tertuang dalam rencana
biaya anggaran(RBA)institusi.
7. Rumah sakit mempunyai sarana dan prasarana rumah sakit yang
berwawasan ramah lingkungan atau Green Hospital.

Standar 8:Program Monitoring dan Evaiuasi Rumah Sakit


Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai program monitoring dan evaiuasi pelayanan


telah disahkan oleh pimpinan institusi serta telah disosialisasikan,
dipahami,dievaluasi dan ditindak lanjuti.
2. Rumah sakit mempunyai program monitoring dan evaiuasi pendidikan
dokter/dokter spesialis telah disahkan oleh pimpinan institusi serta
telah disosialisasikan,dipahami,dievaluasi dan ditindak lanjuti.
3. Rumah sakit mempunyai program monitoring dan evaiuasi penelltian
telah disahkan oleh pimpinan institusi serta telah disosialisasikan,
dipahami,dievaluasi dan ditindak lanjuti.

64
StandarS:Program Peningkatan Mutu{QualityImproyemenf)
Kriteria:

1. Rumah sakit mempunyai kebijakan tentang pertemuan rutin tingkat


unit dan institusi yang terjadwal mengenai perkembangan pelayanan,
pendidikan dan penelitlan rumah sakit, peserta didlk dan saran serta
proses yang diiaksanakan di institusi tersebut serta telah dievaluasi
dan ditindakianjuti.
2. Rumah sakit mempunyai program upaya perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan, pendidikan dan penelitlan ditingkat unit maupun
institusi telah dievaluasi dan ditindakianjuti.

MENTERI KESEHATAN Rl,

.SIti Fadilah Supari,SpJP(K)

65
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 701/MENKES/PERA/III/2009

TENTANG

PANGAN IRADIASI

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

a. bahwa penggunaan radiasi untuk kepentingan


komersial periu dikembangkan dan dimanfaatkan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, termasuk pemanfaatannya di bidang
pangan;

b. bahwa pemanfaatan radiasi dalam produk makanan


yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 826/Menkes/Per/XM/1987 tentang Makanan
Iradiasi sebagalmana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 152/Menkes/SI^II/1995
tentang Perubahan Atas Lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987, peiiu
disesuaikan dengan perkembangan teknologi,
kebutuhan masyarakat maupun perubahan
perundang-undangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud huruf a dan b, periu mengatur kembaii
pangan iradiasi dengan Peraturan Menteri
Kesehatan;

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Repubiik Indonesia Nomor 3495);
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang


Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 99,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3564);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang


Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3676);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

5. Peraturan Pemerintah Nomor69 Tahun 1999 tentang


Label Dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4424);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang


Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radiaktif (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4730);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2008 tentang


Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan
Bahan Nuklir(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4839);

68
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes


Per/XI/2005 tentang Organisast dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/l/2009,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PANGANIRADIASi.

BABl
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan in! yang dimaksud dengan :


1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayatl dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan
makanan atau minuman;
2. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik
dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk
mencegah teijadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan
pangan darijasad renik patogen serta mencegah pertumbuhan tunas;
3. Fasilitas iradiasi adalah setiap bangunan dan fasilitas lain, termasuk
seluruh peralatan penunjang yang digunakan, untuk maksud
mengiradiasi pangan;
4. Penanggung jawab fasilitas iradiasi adalah pimpinan atau orang yang
diserahi tanggungjawab pengelolaan suatu fasilitas iradiasi;

69
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

5. Pangan Iradiasi adalah setiap pangan yang dengan sengaja dikenai


radiasi pengion tanpa memandang sumber atau jangka waktu iradiasi
ataupun besarenergi yang digunakan;
6. Sertifikat iradiasi adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang di bidang pangan iradiasi di negara
asal/tempat iradiasi dilakukan.
7. Dosis serap adalah jumlah energi radiasi pengion yang diserap oleh
pangan;

8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir, yang selanjutnya disebut BAPETEN


adalah institusi yang bertugas melaksanakan pengawasan melaiui
peraturan perizinan dan inspeksi terhadap segala kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir;
9. Badan pengawas obat dan makanan, yang selanjutnya disingkat
BPOM adalah lembaga pemerintah non kementerian yang
bertanggungjawab di bidang pengawasan obatdan makanan;
10. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.

BAB II
PERSYARATAN

Pasal 2

Setiap pangan iradiasi yang beredardi wilayah Indonesia harus memenuhi


persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan.

Pasal 3

(1) Jenis pangan yang diizinkan untuk dilradiasi, tujuan iradiasi dan dosis
serap maksimum untuk masing-masing Jenis pangan, tercantum
dalam Lampiran I Peraturan Ini.
(2) Pangan yang telah dilakukan iradiasi, dilarang dilakukan iradiasi ulang,
kecuali untuk tujuan tertentu.

70
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Pangan yang diiradiasi ulang untuk tujuan tartentu sebagainriana


dimaksud pada ayat(2)dapat beaipa pangan:
a. yang telah diiradiasi dengan dosis rendah sampai dengan 1 kGy,
yang diiradiasi lagi untuk tujuan teknologi lain;
b. yang mengandung bahan yang telah diiradiasi kurang dari 5 %;
atau
c. dengan dosis radiasi maksimum yang dibutuhkan untuk
memperoleh efek yang di inginkan, diberikan secara berulang
lebih dari satu kali untuk memenuhi tujuan teknis tertentu.
(4) Dosis serap total pangan iradiasi ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat(3)tidak boleh melebihi dosis serap maksimum 10 kGy.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pangan yang diiradiasi ulang untuk
tujuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat(2)ditetapkan oleh
Kepala BPOM.

Pasal 4

Sumber radiasi yang digunakan dalam proses iradiasi pangan untuk jenis
pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal3ayat(1)meliputi:
a. Iradiator Gamma dengan zat radioaktif®°Co atau"'Cs;
b. Mesin pembangkit sinar-X dengan energi sama dengan atau di
bawah 5 MeV; atau
c. Mesin berkas elektron dengan energi sama dengan atau di bawah 10
MeV.

Pasal 5

(1) Pangan yang menggunakan kemasan dalam proses iradiasi harus


menggunakan bahan kemasan yang diizinkan untuk digunakan pada
proses pangan iradiasi.
(2) Bahan kemasan yang diizinkan untuk digunakan pada proses iradiasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini.

71
MENTERi KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

Pasal 6

(1) Iradiasi pangan hanya dapat dilakukan pada fasilitas iradiasi yang
telah memiliki izin pemanfaatan tenaga nuklir dari BAPETEN.
(2) Fasilitas iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
melaksanakan iradiasi pangan harus berpedoman pada Cara Iradiasi
Pangan Yang Baik.
(3) Ketentuan Cara Iradiasi Pangan Yang Baik sebagaimana dimaksud
pada ayat(2)ditetapkan oleh Kepala BPOM.

Pasal 7

Penanganan pangan sebelum dan sesudah iradiasi harus memenuhi


persyaratan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.

BAB III
TANGGUNG JAWAB FASILITAS IRADIASI

Pasal8

(1) Penanggung jawab fasilitas iradiasi harus melakukan pencatatan pada


setiap batch pangan yang dilakukan iradiasi.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
harus memuat keterangan tentang:
a. Jenis dan jumlah pangan iradiasi;
b. Nomor batch pangan iradiasi;
c. Tujuan iradiasi;
d. Jenis kemasan yang digunakan,jika pangan dikemas;
e. Tanggal pelaksanaan iradiasi;
f. Sumber radiasi dan dosis radiasi yang digunakan;
g. Dosis maksimum yang diserap;
h. Penyimpangan yang terjadi selama iradiasi;
I. Nama dan alamat produsen pangan yang diiradiasi;
j. Nama dan alamatfasilitas iradiasi;

72
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

k. Nomor izin pemanfaatan dari BAPETEN


I. Nomor kode internasional fasilitas iradiasi, untuk pangan impor;
(3) Penanggung jawab fasilitas iradiasi harus menyampaikan catatan
sebagaimana dimaksud pada ayat(2)secara berkala kepada Kepala
BPOM.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian catatan


sebagaimana dimaksud pada ayat(3)diatur oleh Kepala Badan POM.

Pasal 9

Penanggung jawab fasilitas iradiasi wajib menyimpan seluruh catatan atau


dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan iradiasi pangan sekurang-
kurangnya untukjangka waktu 5(lima)tahun.

BAB IV
SERTIFIKAT IRADIASI

Pasal 10

(1) Pangan iradiasi yang dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari


wilayah Indonesia harus disertai dengan sertifikat iradiasi yang berlaku
untuk batch pangan yang bersangkutan.
(2) Sertifikat iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) untuk pangan
diiradiasi yang dilakukan di Indonesia diterbitkan oleh Kepala BPOM
berdasarkan catatan pada batch pangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8.

(3) Sertifikat iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) untuk produk


pangan yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia diterbitkan
oleh lembaga/instansi yang ben^/enang di negara asal.
I(4) Permohonan untuk mendapatkan sertifikat iradiasi sebagaimana
I dimaksud pada ayat(2) disampaikan kepada Kepala BPOM dengan
i mencantumkan jenis dan jumlah pangan yang bersangkutan, negara
tujuan ekspor dan dengan melampirkan catatan pada batch pangan
dari fasilitas iradiasi.

73
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(5) Tata cara permohonan sertifikasi pangan iradiasi diatur oleh Kepala
BPOM.

BABV
PELABELAN PANGAN IRADIASI

Pasal 11

(1) Setiap pangan iradiasi yang dikemas dan diedarkan di wilayah


Indonesia harus diberi label.
(2) Label sebagaimana dimaksud pada ayat(1) selain hams memenuhi
ketentuan pelabelan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan,juga hams memuat:

a. Tulisan"PANGAN IRADIASI";
b. Tujuan iradiasi;
0. Tulisan 'TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG" apabila tidak boleh
diiradiasi ulang;
d. Nama dan alamat penyelenggara iradiasi, apabila iradiasi tidak
dilakukan sendiri oleh pihakyang memproduksi pangan;
e. Tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun;
f. Nama negara tempat iradiasi dilakukan;
g. Logo khusus pangan iradiasi dan tulisan"RADURA".
(3) Logo khusus pangan iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat(2)
humfg sebagaimana contoh berikut:

vS/
RADURA

74
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 12

Dalam hai pangan yang mengalami perlakuan iradiasi merupakan bahan


yang digunakan dalam suatu produk pangan,tulisan pangan iradiasi cukup
dicantumkan pada bahan yang diiradiasi tersebut dalam daftar bahan yang
digunakan.

Pasal 13

(1) Pangan iradiasi yang diperdagangkan dalam bentuk curah atau dalam
keadaan tidak dikemas harus diberi informasi yang jelas bahwa
pangan tersebut merupakan pangan iradiasi.

(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi:


a. Tulisan" PANGAN IRADIASI';
b. Tujuan iradiasi;
c. Logo iradiasi.

(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditempatkan


sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dan harus berada dalam
wadah atau berdekatan dengan wadah tempat penjualan pangan
tersebut.

(4) Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditempatkan


terpisah dari pangan sejenis yang tidak diiradiasi.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 14

Menten, Kepala BPOM serta pimpinan instansi terkait melakukan


pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini sesuai
dengan tugasfungsi masing-masing.

75
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 15

Dengan tidak mengurangi ancaman pidana sebagaimana diatur dalam


Undangundang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dalam rangka
pembinaan dan pengawasan, Menteri dan/atau Kepala BPOM dapat
mengambll tindakan adminlstratif terhadap peianggaran ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

Pasal 16

Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat


berupa peringatan tertulis, pencabutan surat persetujuan pendaftaran
sampai dengan penankan produkdari peredaran.

BAB Vli
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 17

Setiap pangan iradiasi yang telah diedarkan hams menyesuaikan dengan


ketentuan dalam Peraturan ini paling lama 12(dua belas)bulan.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang Makanan Iradiasi dan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 152/Menkes/SK/ll/1995 tentang
Perubahan atas Lampiran Permenkes Nomor 826/Menkes/Per/XII/1987
tentang Makanan Iradiasi. dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

76
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 19

Peraturan in! mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkandi Jakarta
pada tanggal 28Agustus 2009

$ ^MENTERI KESEHATAN,

FADILAH SUPARI,Sp.JP(K)

77
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran I
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 701/menkes/perA^III/2009
Tanggal 28 Agustus 2009

JENIS PANGAN,TUJUAN IRADIASI DAN DOSIS SERAP MAKSIMUM

DOSIS SERAP
NO JENIS PANGAN TUJUAN IRADIASI MAKSIMUM
(kGv)
1. Umbi lapis dan Menghambat pertunasan 0,15
umbi akar selama penylmpanan.

2. Sayur dan buah segar a. Menunda Pematangan. 1.0


(selain yang termasuk b. MembasmI serangga. 1.0
kelompok 1)dan 0. Memperpanjang masa 2.5
simpan.
d. Perlakuan karantina*. 1.0
3. produk olahan sayur Memperpanjang masa 7.0
dan buah** simpan
4. Mangga Memperpanjang masa 0,75
simoan
5. Manggis a. membasmi serangga. 1.0
b. perlakuan karantina. 1.0
6. Serealiadan produk a. membasmi serangga. 1.0
has!! b. mengurangi jumlah 5.0
penggilingannya. mikroba.
kacang-kacang, blji-
bijlan penghasil
minyak, poiong-
polonq, buah kering
7. Ikan, pangan laut a. mengurangi jumlah 5.0
(seafood segar mikroorganisme
maupun beku). pathogen tertentu**.
b. memperpanjang masa 3,0
simpan.
0. Mengontrol infeksi oleh 2,0
parasit tertentu**.

78
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

8. Produk olahan ikan, a. mengurangi jumlah 8


dan pangan laut mikroorganisme
pathogen tertentu**.
b. memperpanjang masa 10
simpan.
9. Gaging dan unggas a. mengurangi jumlah 7.0
Serta hasil mikroorganisme
olahannya (segar pathogen tertentu**.
maupun beku) b. memperpanjang masa 3.0
simpan.
0. mengontrol infeksi oleh 2.0
parasit tertentu**.
d. menghilangkan bakteri 7.0
9. Sayuran kering, a. mengurangi jumlah 10.0
bumbu, rempah, mikroorganisme 1.0
rempah kering (dry pathogen tertentu**.
herbs) dan herbal b. membasmi serangga.
tea
10. Pangan yang a. membasmi serangga. 1.0
berasal dari hewan b. membasmi mikroba, 5,0
yang dikeringkan. kapang dan khamir;
11. pangan olahan siap Sterilisasi dan membasmi 65
saji berbasis mikroba pathogen termasuk
hewani *** mikroba berspora serta
memperpanjang masa
simpan

dosis serap minimum dapat disesuaikan untuk membasmi


organisme pertunasan pengganggu tumbuhan/organisme
pengganggu tumbuhan karantina, Untuk lalat buah:0,15 kGy.
Dikombinasi dengan pencelupan dalam air hangat pada suhu
55°C selama 5 menit

79
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Dosis minimum dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan


tujuan perlakuan untuk menjamin mutu higienis pangan.
Wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh institusi
berwenang tentang iradiasi pangan dosis diatas 10 kGy

MENTERI KESEHATAN,

FADILAH SUPARI,Sp.JP(K)

80
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Lampiran II
Peraturan Menterl Kesehatan
Nomor 701/menkes/perA/lll/2009
Tanggai 28 Agustus 2009

BAHAN KEMASAN YANG DIIZINKAN UNTUK DIGUNAKAN PADA PROSES IRADIASI


DOSISSERAP
NO JENIS BAHAN KEMASAN MAKSIMUM
(kGy)
1. Nitrocellulose-coated cellophane 10
2. Vinylidene chloride copoiymer-coated cellophane 10
3. Glassine oaoer 10
4. Wax-coated paperboard 10

5. Polyolefin filem 10

6. Polyolefin film containing coatings comprising a


vinylidene chloride copolymerwith one or more ofthe
10
following CO -monomers:Acrylic acid, acrylonitrile,
itaconic acid, methylacrylate and methyl methacrylate.
7. Kraft paper(flor packaaing only) 0,5
8. Polyethylene terephthalate film 10
9. Polyethylene terphthalate film containing coatings
comprising a vinylidene chloride copolymerwith one
10
or more of the following co-monomers:Acrylic acid,
acrylonitrile, itaconic acid, methylacrylate
10. Polyethylene terephthalate film containing coatings 10
consisting ofpolyethylene
11. Polystvrene film 10
12. Rubber hydrochloride film 10
13. Vinylidene Chloride-vinyl chloride copolymer 10
14. Nylon-11 10
15. Ethylene-vinyl acetate copolymer film 30
16. Vegetable parchment 10

MENTERI KESEHATAN,

H SITI FADILAH SUPARI,Sp. JP(K)


/NOO^^
81
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 833/MENKES/PER/IX/2009

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN SEL PUNCA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa penggunaan sel punca dalam upaya


penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
khususnya penyakit-penyakitdegeneratif dan genetik
sejaian dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran telah dapat dimanfaatkan dalam
upaya pelayanan kesehatan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a, dan dalam rangka
memberikan perlindungan hukum kepada pemberi
dan penerlma pelayanan, perlu mengatur
penyelenggaraan pelayanan sel punca dengan
Peraturan Menteri Kesehatan.

Menglngat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
100,Tambahan Lembaran Negara Nomor3495);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang


Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 42,Tambahan Lembaran Negara Nomor
3821);

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang


Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 84,Tambahan
Lembaran Negara Nomor4219);

83
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4431);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang
Bedah Mayat Anatomis serta TransplantasI Mat dan
atau Jarlngan Tubuh Manusia (Lembaran Negara
Tahun 1981 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor3195);
6. Peraturan Pemerintah Nomor32Tahun 1996 Tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor3637);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/
Per/XII/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan
Swasta di Bidang Medik;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/
SK/XII/1999 Tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/


Per/I11/2008 tentang Rekam Medis;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/
Per/lll/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;

11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerNI/2009.

84
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERl KESEHATAN TENTANG


PENYELENGGARAAN PELAYANAN SELPUNCA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan ;


1. Sel punca adalah sel tubuh manusia dengan kemampuan istimewa
memperbaharui atau meregenerasi dirlnya sendiri (self
regenerate/self renewal)dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain
(differentiate);
2. Sel punca embrionik adalah sel punca yang berasal dari blastosit
bempa sisa embrio dari in vitro fertilization(IVF)ataupun dari sel blank
(unspesialized);
3. Sel punca non-embrionik adalah sel punca dewasa yang berasal dari
darah tali pusat (cord blood), sumsum tulang (Bone Marrow
Punction/BMP), dan darah tepi (Penpheral Blood) serta berbagai
jaringan lain;
4. Pelayanan sel punca adalah tindakan medis yang dilakukan dalam
rangka pengambilan, penyimpanan. pengolahan, pendistribusian,
pemusnahan dan pemberian terapi sel punca non embrionik;
5. Fasilitas pelayanan adalah sarana kesehatan tempat dilakukannya
pelayanan sel punca dan risetterapan;
6. Bank Sel Punca adalah unit di dalam rumah sakit atau di luar rumah
sakit yang memenuhi persyaratan untuk menerima, melakukan
seleksi, menyimpan, mendistribusikan dan atau memusnahkan sesuai
dengan prosedurstandaryang ditetapkan oleh instalasi sel punca;

85
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

7. Laboratorium riset terapan sel punca adalah laboratorium penunjang


yang memenuhi persyaratan untuk melakukan uji saring infeksi, uji
kualitas, uji diferensiasi dan berbagai penelitian terapan sel punca;
8. Donor sel punca adalah orang yang menyumbangkan sel punca untuk
kepentingan penyembuhan penyakltdan pemulihan kesehatan.
9. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawabdi bidang kesehatan.

BAB II
PERSYARATAN PELAYANAN SEL PUNCA

Bagian Kesatu
Sumber Sel Punca

Pasal 2

(1) Sumber sel punca yang dipergunakan untuk kepentingan pelayanan


kesehatan adalah sel punca non-embrionik yang berasal dari donor
manusla.

(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperjualbelikan.

Bagian Kedua
Donor Sel Punca

Pasal 3

(1) Donor sel punca adalah bersifatsukarelatanpa pamrih.


(2) Sel punca hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan
medik bagi donor itu sendiri atau orang lain atau untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Penggunaan sel punca untuk kepentingan orang lain atau kepentingan
peneiitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat(2)hams mendapat persetujuan dari donor yang
bersangkutan.
(4) Pemanfaatan sel punca untuk kepentingan peneiitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)dilaksanakan sesuai ketentuan pemndang-undangan.

Bagian Ketiga
Pengambilan Sel Punca

Pasal 4

(1) Setiap pengambilan sel punca dari donor terlebih dahulu hams
mendapatan persetujuan tertulis dari donor.
(2) Ketentuan tentang pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan pemndang-undangan
yang beriaku.

Pasal 5

(1) Pengambilan sel punca hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit yang
telah memiliki kemampuan dan persyaratan dalam pelayanan medik
sel punca.
(2) Pengambilan sel punca hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis
yang mempunyai keahlian dan kompetensi,serta dilaksanakan sesuai
standarprofesi dan standaropersional proseduryang ditetapkan.
(3) Pengambilan sel punca hams memperhatikan keselamatan donor dan
etika profesi.
(4) Sel punca hanya dapat diambil dari donor sukarela yang telah
memenuhi kriteria seleksi donor.

87
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(5) Ketentuan teknis pelaksanaan pegambilan sel punca sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai
pedoman pelayanan yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat
Penyimpanan dan Penggunaan Sel Punca

Pasal 6

(1) Sel punca yang diambil dari donor dapat dislmpan pada Bank Sel
Punca Rumah Sakit atau pada Bank Sel Punca dlluar Rumah Saklt.
(2) Penyimpanan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai standar dan persyaratan teknis yang meliputi
suhu, tempat atau wadah, lama penyimpanan dan persyaratan teknis
lainnya.
(3) Ketentuan tentang standar dan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat(2)dikmaksudkan agar mutu sel punca tetap terjamin pada
saatdiperlukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang standar dan persyaratan teknis
penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat(2)dan ayat
(3)ditetapkan oleh Menteri

Pasal 7

(1) Bank Sel Punca dl luar Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
Pasal 6 ayat (1) yang menyelenggarakan penyimpanan sel punca
harus mendapat izin dari Menteri Kesehatan.
(2) Izin penyelenggaraan penyimpanan sel punca sebagaimana
dimaksud pada ayat(2) hanya diberikan kepada Bank Sel Punca yang
mempunyai kerjasama dengan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
Pasal5 ayat(1).
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 8

(1) Bank sei punca yang menyimpan sel punca dari donor harus
diiaksanakan berdasarkan suatu peijanjian tertulis.
(2) Peijanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya harus memuat:
a. Identitas para pihak;
b. jumlah dan lama penylmpanan;
c. hak dan kewajiban para pihak;dan
d. sumbersel punca.
(3) Sel punca yang telah habis masa penyimpanannya pada Bank sel
punca apabila tidak digunakan berdasarkan kesepakatan para pihak
dapat diserahkan kepada Negara untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
(4) Penggunaan sel punca untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan dibawah koordinasi Rumah Sakit Pendidikan yang
ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penylmpanan sel punca ditetapkan
oleh Menteri.

Pasal 9

(1) Sel punca yang disimpan pada Bank Sel Punca hanya dapat
dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan rekomendasi
dari Instalasi Sel Punca Rumah Sakit Pendidikan dan Jejaringnya.
(2) Sel Punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
digunakan dalam pelayanan medis spesialistis khusus sebagai terapi
sel punca dan terdaftardi Instalasi Sel Punca Rumah Sakit Pendidikan
jejaringnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana
dimaksud pada ayat(2)mengacu pada pedoman pelayanan sel punca
yang ditetapkan oleh Menteri.

89
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB 111
PENYELENGGARAAN PELAYANAN

Pasal 10

(1) Penyelenggaraan pelayanan medis sel punca hanya dapat dilakukan


di Rumah Sakit Pendidikan yang memiliki fasilitas pelayanan sesuai
standar dan persyaratan yang d'ltetapkan.
(2) Fasilitas pelayanan dan standar persyaratan pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)meliputi:
a. fasilitas instalasi sel punca;
b. fasilitas Bank Sel Punca;
c. fasilitas riset terpadu
d. tenaga medis yang memiliki keahlian dan kewenangan dalam
bidang sel punca dan tenaga ahli terkait lainnya;
e. memiliki penanggung jawab instalasi pelayanan sel punca.
(3) Ketentuan lebih lanjut persyaratan fasilitas sebagaimana dimaksud
pada ayat(1)dan ayat(2)ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11

(1) Dalam rangka menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan sel punca
Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1)dapat membetukjejaring pelayanan sel punca.
(2) Pembentukan jejaring sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan
melalui Kerjasama antar Rumah Sakit Pendidikan dan/atau dengan
Bank Sel Punca di luar Rumah Sakit.
(3) Keijasama sebagaimana dimaksud pada ayat(2)harus didukung oleh
suatu sistem informasi yang efektif dan efisien sesuai kebutuhan dan
perkembangan teknologi.

90
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 12

(1) Sel punca yang digunakan untuk pelayanan kesehatan hams melalui
proses pengoiahan dan uji saring terhadap infeksi penyakit menular,
penentuan HLA (Human Leucocyte Antigen), ujl kualltas, uji
diferensiasi dan kionasi terapeutik.
(2) Proses pengoiahan dan uji saring sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hams dilaksanakan sesuai standaryang ditetapkan.
(3) Standar pengoiahan dan uji saring terhadap infeksi penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan evaluasi secara
berkala sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk menyiapkan sel punca yang aman dan siap pakai.
(4) Sel punca yang tidak memenuhi standar dan syarat kemanan
sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dilakukan pemusnahan sesuai
ketentuan standar pemusnahan yang ditetapkan.

Pasal 13

(1) Pelaksanaan pelayanan sel punca hanya dapat dilakukan untuk


penyakit-penyakit yang sudah terbukti klinis (evidence based) dapat
disembuhkan dengan transplantasi sel punca.
(2) Pelaksanaan pelayanan sel punca hanya boleh dilakukan oleh Dokter
Spesialis yang kompetensinya diakui oleh organisasi profesi.
(3) Pelaksanaan pelayanan sel punca dimaksud pada ayat (2) hanya
dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan sel punca yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
(4) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan pelayanan sel punca pengacu
pada pedoman pelayanan yang ditetapkan oleh Menteri.

91
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB IV
PEMBIAYAAN

Pasal 14

(1) Biaya penyaringan sel punca dibebankan kepada donor atau keluarga
donor sesuai dengan ketetapan yang berlaku di Rumah Sakit yang
bersangkutan.
(2) Biaya pengolahan dan penyimpanan sel punca dibebankan kepada
pengguna sel punca sesuai dengan ketetapan yang berlaku di Rumah
Sakit yang bersangkutan.
(3) Biaya pengganti pengolahan sel punca dapat diperoleh dari pasien
dengan dengan tidak untuk mencari keuntungan(nirlaba).
(4) Biaya pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan
berdasarkan pola perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri dan
besarnya ditetapkan oleh fasilitas yang bersangkutan dengan
memperhatikan kemampuan masyarakatsetempat.

BABV
AUDIT

Pasal 15

(1) Dalam rangka menjamin mutu pelayanan sel punca, pada setiap
fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan audit secara berkala minimal
2(dua)kali setahun oleh Komite Nasional Sel Punca.
(2) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pedoman teknis yang ditetapkan
oleh Menteri.

92
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB VI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Pasai 16

(1) Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan peningkatan ilmu


pengetahuan dan teknoiogi kedoideran dalam penyelenggaraan
pelayanan sei puncadapatdilakukan penelitian dan pengembangan.
(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
hanya dapat dilakukan pada Rumah Sakit Pendidikan tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri dibawah koordinasi Unit Bio Etik, Komite
Medik Rumah Sakit dan Dewan Riset Nasional.
(3) Dalam rangka penelitian dan pengembangan apabila memerlukan
pengiriman dan atau penerimaan sel punca dari dan ke Indonesia
hams mendapatizin Menteri.
(4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan setelah
memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri.

BAB Vil
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasai 17

(1) Setiap fasilitas pelayanan medis sel punca hams melakukan


pencatatan dan pelaporan semua kegiatan yang berhubungan dengan
donasi, pengambilan,pengelolaan, penyimpanan, pendistribusiandan
pemberian sel punca dalam penyelenggaraan pelayanan sel punca.
(2) Catatan dan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara berkala kepada Instalasi Sel Punca Rumah Sakit
Pendidikan mjukannya dan Komite Nasional Sel Punca.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan
sebagaimana dimaksud ayat(1)dan ayat(2)ditetapkan oleh Menteri.

93
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 18

(1) Pembinaan dan pengawasan pelayanan medis sel punca dilakukan


oleh Menteri, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi terkait sesuai tugas, fiingsi
dan tanggungjawabnya masing-masing
(2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri dapat
membentuk suatu Komite Naslonal Sel Punca.
(3) Komite Nasional Sel Punca sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdiri unsur wakil dari Departemen Kesehatan, wakil Departemen
Pendidikan, Organisasi profesi terkait, Perhimpunan Rumah Sakit,
dan wakil Komite Bio Etik Nasional,serta Para Ahli.
(4) Ketentuan lebih ianjut mengenal pembentukan Komite Nasional Sel
Punca sebagaimana dimaksud pada ayat(3)d'ltetapkan oleh Menteri.

Pasal 19

(1) Dalam rankga pelaksanaan pembinaan dan pengawasan,Menteri


dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan
dan atau fasilitas kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)) dapat
berupa teguran lisan, teguran tertulis sampal dengan pencabutan izin
praktik dan/atau izin fasilitas penyelenggaraan pelayanan sel punca.

94
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20

Rumah Sakit atau Bank Sel Punca di Luar Rumah Sakit yang telah
menyeienggarakan kegiatannya selambat-lambatnya dalam jangka waktu
1 (satu)tahun sejak beriakunya peraturan ini hams menyesuaikan dengan
ketentuan sebagaimana diaturdalam Peraturan ini.

BABX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Peraturan Menten Kesehatan in! mulal berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DItetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 September 2009

MENTERI KESEHATAN,

ITI FADILAH SUPARI,SpJP(K)

95
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 971/MENKES/PER/XI/2009

TENTANG

STANDAR KOMPETENSI PEJABAT STRUKTURAL KESEHATAN

MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pengangkatan dan penempatan Sumber


Daya Manusia dalam suatu jabatan strukturai
bidang kesehatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai dengan standar kompetensi
yangjelas;

b. bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan


Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
mengamanatkan pemerintah untuk mengatur
Norma, Standar, Prosedur, Kriteria Bidang
Kesehatan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Standar Kompetensi Pejabat Strukturai Kesehatan.

Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

97
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999


Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3890);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4844);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996


tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

7. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000


tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor4019);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4194);

9. Peraturan Pemerintah Nomor9Tahun 2003tentang


Wewenang pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian pegawai negeri sipil (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4263);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005


tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor4502);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4593);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007


tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

99
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4737);
is. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4741);
14. Keputusan Kepala BKN Nomor 46A Tahun 2003
tentang Pedoman Penyusunan StandarKompetensi
Jabatan Struktural PNS.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR KOMPETENSI PEJABAT STRUKTURAL
KESEHATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang
berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang beriaku.
2. Jabatan Struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukan tugas
snggungjawab, wewenang dan hak seorang pegawai dalam rangka
memimpin suatu satuan organisasi.
100
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. Kompetensi adaiah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oieh


seorang pegawai berupa pengetahuan. keterampilan, dan sikap
perilaku yang-diperlukan pada tugas jabatannya sehingga pegawai
tersebut dapat meiaksanakan tugasnya secara profesional,efektifdan
efisien.

4. Kompetensi Dasar adaiah kompetensi yang wajib dimiliki oleh setiap


pejabatstruktural.
5. Kompetensi Bidang adaiah kompetensi yang diperlukan oleh setiap
pejabat stmktural sesuai dengan bidang pekeijaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
6. Kompetensi Khusus adaiah kompetensi yang hams dimiliki oleh
pejabat stmktural dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya
sesuai denganjabatan dan kedudukannya.
7. Direktur Rumah Sakit adaiah kepala atau pejabat tertinggi di Rumah
Sakit

8. Lembaga Teknis Daerah selanjutnya disingkat LTD adaiah unsur


penunjang Pemerintah Daerah yang meiaksanakan tugas tertentu
yang karena s'ifatnya tidaktercakup oleh Sekretariat Daerah dan Dinas
Daerah

9. Unit Pelaksana Teknis selanjutnya disingkat UPT adaiah organisasi


yang bersifat mandiri yang meiaksanakan tugas teknis operasional
kesehatan dan/atau tugas teknis penunjang kesehatan dari organisasi
induknya. Nomenklatur UPT meliputi Balai, Loka, Pos atau
nomenklatur lain yang spesifik sesuai dengan karakteristik UPT yang
bersangkutan atau berdasarkan ketentuan dan/atau kelaziman yang
telah berlaku.

10. Unit Pelaksana Teknis Daerah selanjutnya disingkat UPTD adaiah unit
organisasi di lingkungan Dinas Kesehatan yang meiaksanakan tugas
teknis operasional dan/atau tugasteknis penunjang Dinas Kesehatan.
11. Tenaga Medis adaiah Dokter, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan Dokter
Gigi Spesialis.
12. Tenaga Kesehatan adaiah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan

101
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu


memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
13. Kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan adalah
kemampuan dan keahlian yang didapatkan melalui pendidikan
Sarjana Strata 2(dua)bidang perumahsakitan.
14. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kesehatan.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang iingkup Peraturan Menteri ini meliputi kualifikasi dan standar


kompetensi pejabat struktural di Rumah Sakit, Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan UPT/ UPTD.

STANDAR KOMPETENSI PEJABAT STRUKTURAL KESEHATAN

Pasal 3

(1) Pengangkatan pegawai ke dalam suatu jabatan struktural kesehatan


dilakukan setelah memenuhi persyaratan kualifikasi serta standar
kompetensi jabatan yang akan dipangkunya melalui proses rekruitmen
dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Standar kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi dasar, kompetensi bidang dan kompetensi
khusus.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 4

(1) Kompetensi Dasar harus dimiliki cieh Pejabat Struktural sesuai


ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kompetensi Bidang didapat melalui pendidikan dan pelatlhan teknis
dan fungsional kesehatan sesuai dengan bidang pekerjaannya
(3) Kompetensi Khusus hams dimiliki oleh pejabat stmktural dalam
mengemban tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan jabatan dan
kedudukannya.

Pasal 5

Kompetensi dasar sebagaimana dimaksud daiam Pasal4ayat(1)meliputi:


a. Integritas;
b. Kepemimpinan;
c. Perencanaan;
d. Penganggaran;
e. Pengorganisasian;
f. Kerjasama;dan
g. Fleksibel.
Pasal 6

Kompetensi Bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)


meliputi:
a. Orientasi pada pelayanan;
b. Orientasi pada kualitas;
c. Berpikiranalitis;
d. Berpikirkonseptual;
e. Keahlian tehnikal, manajerial,dan profesional; dan
f. Inovasi.

Pasal 7

Kompetensi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)


meliputi:
a. Pendidikan;
b. Pelatihan; dan/atau
c. Pengalaman jabatan.

103
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 8

KompetensI pejabat struktural kesehatan yang diatur dalam peraturan ini


adalah kompetensi khusus.

BAB IV
KOMPETENSI
PEJABAT STRUKTURAL KESEHATAN RUMAH SAKIT
Bagian kesatu
Umum

Pasal 9

Pejabat struktural kesehatan Rumah Sakit meiiputi;


a. DIrektur;
b. Wakll Direktur Pelayanan Medis, AdministrasI Umum, Keuangan
SumberDayaManusia,Pendidikan; *
c. Kepala BIdang dan/atau Kepala Bagian;dan
d. Kepala Seksi dan/atau Kepala Sub bagian.

Bagian Kedua
Kompetensi Direktur

Pasal 10

(1) Direktur Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
(2) Direktur Rumah Sakit telah mengikuti pelatihan perumahsakitan
meiiputi Kepemimpinan, Kewirausahaan, Rencana Strategis Bisnis
Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi dan Rencana
Tahunan,Tatakelola Rumah Sakit,Standar Pelayanan Minimal,Sistem
Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit, Pengelolaan Sumber'
Daya Manusia.

104
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Peiatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi


sebelum atau paling lama satu tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.
(4) Pengalamanjabatan Direkturdiutamakan mellputi:
a. Direktur Rumah Sakit Kelas A pemah memimpin Rumah Sakit
Kelas B dan/atau pemah menjabat sebagai Wakil Direktur Rumah
Sakit KelasA paling singkatselama 3(tiga)tahun.
b. Direktur Rumah Sakit Kelas B pemah memimpin Rumah Sakit
Kelas C dan/atau pemah menjabat sebagai Wakil Direktur Rumah
Sakit Kelas B paling singkatselama 3(tiga)tahun.
c. Direktur Rumah Sakit Kelas C pemah memimpin Rumah Sakit
Kelas D dan/atau pernah menjabatsebagai Kepala Bidang Rumah
Sakit Kelas C paling singkatselama 1 (satu)tahun.
d. Direktur Rumah Sakit Kelas D pemah memimpin Puskesmas
paling singkatselama 1 (satu)tahun.

Bagian Ketiga
Kompetensi Wakil Direktur

Pasai11

(1) Wakil Direktur yang membidangi Pelayanan Medis Rumah Sakit yang
menyelenggarakan pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya
berlatar belakang pendidikan Dokter Spesialis atau Dokter dengan
pendidikan Sarjana Strata 2(dua)bidang kesehatan.
(2) Wakil Direktur yang membidangi Pelayanan Medis Rumah Sakit yang
tidak menyelenggarakan pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya
berlatar belakang pendidikan tenaga medis dengan pendidikan
Sarjana Strata 2(dua)bidang kesehatan.

105
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Wakil DIrektur telah mengikuti pelatihan perumahsakitan meliputi


Kepemimpinan, Kewirausahaan, Rencana Strategis Bisnis, Rencana
Aksl Strategis, Rencana Impiementasi dan Rencana Tahunan,
Tatakeioia Rumah Sakit, Standar Pelayanan Minimal, Sistem
Akuntabilitas, Sistem Remunerasi Rumah Sakit, dan Pengelolaan
Sumber Daya Manusia.
(4) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hams dipenuhi
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatanstmktural.
(5) Wakil Direkturdiutamakan memiliki pengalamanjabatan paling singkat
3(tiga)tahun di bidang pelayanan medik/kesehatan.

Pasal 12

(1) Wakil Direktur Administrasi Umum berlatar belakang pendidikan


Sarjana dengan pendidikan Sarjana Strata 2(dua)bidang Kesehatan.
(2) Wakil Direktur Administrasi Umum telah mengikuti pelatihan
Kepemimpinan dan Kewirausahaan, Rencana Aksi Strategis,
Rencana Impiementasi dan Rencana Tahunan, Sistem Rekmitment
Pegawai,dan Sistem Remunerasi.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams dipenuhi
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatanstmktural.
(4) Wakil DireWur Administrasi Umum diutamakan memiliki pengalaman
Jabatan paling singkat 3(tiga)tahun dalam bidang tugasnya.
Pasal 13

(1) Wakil Direktur Keuangan berlatar belakang pendidikan paling sedikit


Saijana Ekonomi atau Akuntansi.
(2) Wakil Direktur Keuangan telah mengikuti pelatihan Rencana Aksi
Strategi, Rencana Implementation dan Rencana Tahunan, Laporan
Pokok Keuangan, Akuntansi, Rencana Bisnis Anggaran, dan Sistem
Informasi.

106
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams


sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan stmktural.
(4) Wakil Dlrektur Keuangan diutamakan memlliki pengalaman jabatan
paling singkat3(tiga)tahun dalam bidang keuangan.
Pasal 14

(1) Wakil Direktur Sumber Daya Manusia beriatar belakang pendidikan


Sarjana dengan pendidikan Saijana Strata 2(dua)bidang kesehatan.
(2) Wakil Direktur Sumber Daya Manusia telah mengikuti pelatihan
Kepemimpinan dan Kewirausahaan, Rencana Aksi Strategis,
Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan, Sistem Rekruitment
Pegawai,dan Sistem Remunerasi.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams dipenuhi
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan stmktural.
(4) Wakil Direktur Sumber Daya Manusia diutamakan memiliki
pengalaman jabatan paling singkat 3 (tiga) tahun dalam bidang
Sumber Daya Manusia.

Pasal 15

(1) Wakil Direktur Pendidikan beriatar belakang pendidikan tenaga medis


dengan pendidikan Sarjana Strata 2bidang kesehatan.
(2) Wakil Direktur Pendidikan telah mengikuti pelatihan Kepemimpinari
dan Kewirausahaan, Rencana Aksi Strategis, Rencana Implementasi
dan Rencana Tahunan, Sistem Rekmitment Pegawai, dan Sistem
Remunerasi.

(3) Peiatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams dipenuhi


sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan stmktural.
(4) Wakil Direktur Pendidikan diutamakan memiliki pengalaman jabatan
paling singkat3(tiga)tahun dalam bidang pendidikan dan penelitian.

107
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Keempat
Kompetensi Kepala Bidang dan/atau Kepala Bagian

Pasal 16

(1) Kepala Bidang dan/atau Kepala Bagian berlatar belakang pendidikan


paling sedikitSarjana sesuai dengan bidang keijanya.
(2) Kepala Bidang dan/atau Kepala Bagian telah mengikuti pelatihan
Kepemimpinan dan Kewirausahaan, Rencana Aksi Strategis,
Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan, Sistem Rekruitment
Pegawai,dan Sistem Remunerasi.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.
(4) Kepala Bidang dan/atau Kepala Bagian diutamakan memiliki
pengalaman jabatan paling singkat 3 (tiga) tahun sesuai dengan
bidang tugasnya.

Bagian Keiima
Kepaia Seksi dan/atau Kepaia Subbagian

Pasai 17

(1) Kepala Seksi dan/atau Kepala Sub bagian berlatar belakang


pendidikan paling sedikit Sarjana sesuai dengan bidang keijanya.
(2) Kepala Seksi dan/atau Kepala Subbagian telah mengikuti pelatihan
Kepemimpinan dan Kewirausahaan, Rencana Aksi Strategis,
Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan, Sistem Rekruitment
Pegawai,dan Sistem Remunerasi.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.

108
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABV
KOMPETENSI PEJABAT STRUKTURAL
DINAS KESEHATAN PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 18

Pejabatstruktural Dinas Kesehatan Provlnsi/Kabupaten/Kota mellputi:


a. Kepala;
b. Sekretaris;
c. Kepala Bidang dan/atau Bagian;dan
d. Kepala Seksi dan/atau Kepala Sub bagian.
Bagian Kedua
Kompetensi Kepala dan Sekretaris DInas Kesehatan
Pasal 19

(1) Kepala dan Sekretaris DInas Kesehatan berlatar belakang pendldlkan


Sarjana Kesehatan dengan pendldlkan Sarjana Strata 2 dl bidang
Kesehatan Masyarakat.
(2) Kepala dan Sekretaris telah menglkuti pelatlhan mellputi
Kepemlmplnan, Rencana Strategis, SIstem Manajemen InformasI
Kesehatan, Pengembangan Komunltas. Survellans, EpIdemlologI,
dan Manajemen Bencana,serta Early Warning Outbreak Recognition
System(EWORS).
(3) Pelatlhan sebagalmana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhl
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.
(4) Kepala dan Sekretaris diutamakan memlllkl pengalaman jabatan
paling singkat 3 (tiga) tahun sebagal Kepala Bidang dl Dinas
Kesehatan PropinsI/ Kabupaten/ Kota, atau Kepala DInas Kesehatan
dl PropinsI/ Kabupaten/ Kota lalnnya.

109
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Ketiga
Kompetensi Kepala Bidang dan/atau Bagian

Pasal 20

(1) Kepala Bidang dan/atau Bagian beriatar belakang pendldikan paling


sedlkit Sarjana Kesehatan.
(2) Kepala Bidang dan/atau Bagian telah mengikuti pelatlhan sesual
dengan bidang tugasnya.
(3) Pelatlhan sebagalmana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhl
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.

Bagian Keempat
Kompetensi Kepala Seksi dan/atau Kepala Subbagian

Pasai 21

(1) Kepala Seksl dan/atau Kepala Subbagian beriatar belakang


pendldikan paling sedlkit Sarjana Kesehatan.
(2) Kepala Seksl dan/atau Kepala Subbagian telah mengikuti pelatlhan
sesual dengan bidang tugasnya.
(3) Pelatlhan sebagalmana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhl
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.

BAB VI
KOMPETENSI PEJABAT STRUKTURAL PUSKESMAS

Pasal 22

(1) Kepala Puskesmas beriatar belakang pendldikan paling sedlkittenaga


medls atau sarjana kesehatan lalnnya.
(2) Kepala Puskesmastelah mengikuti pelatlhan Manajemen Puskesmas,
dan Pelatlhan Fasllltator Pusat Kesehatan Desa.

110
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhj


sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatanstruktural.

BAB VII
KOMPETENSI PEJABAT STRUKTURAL UPT/UPTD

Pasal 23

(1) Kepala UPT/UPTD berlatar belakang pendidikan tenaga media atau


Sarjana Kesehatan dengan pendidikan Sarjana Strata 2 di bidang
kesehatan.

(2) Kepala UPT/UPTD telah mengikuti pelatihan Rencana Strategis,


Pelatihan teknis dibidangnya, Kepemimpinan, dan Sistem Informasi
Manajemen Kesehatan.
(3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi
sebelum atau paling lama 1 (satu)tahun pertama setelah menduduki
jabatan struktural.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

Pengangkatan dan penetapan pejabat struktural kesehatan yang


ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

(1) Pada saat peraturan ini mulai berlaku, sernua peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan standar kompetensi pejabat struktural

111
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

kesehatan yang tidak bertentangan dengan peraturan Ini dinyatakan


masihtetapberiaku.

(2) Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menyesuaikan


ketentuan dalam peraturan ini ke dalam peraturan daerah.
Pasal 26

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal5 November2009

MENTERI KESEHATAN.

Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH

112
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR:003/MENKES/PER/I/2010

TENTANG

SAINTIFIKASIJAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN


KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa penelitian dan pengembangan kesehatan


merupakan salah satu sumberdaya kesehatan
dalam rangka pembangunan kesehatan;
b. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang jamu periu dilakukan
saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah, akademisi, dunia usaha maupun
masyarakat;
c. bahwa dalam rangka mengantisipasi persaingan
global di bidang Jamu dan tersedianya jamu yang
aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara
ilmiah, perlu dilakukan saintifikasi jamu dalam
penelitian berbasis pelayanan kesehatan yang
berhasil guna dan berdaya guna;
d. bahwa jamu yang aman. bermutu dan bermanfaat
hasil saintifikasi dapat dimanfaatkan untuk
pelayanan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a. huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis
Pelayanan Kesehatan;

113
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang


Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3478);

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang


Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3694);

3. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang


Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
Penerapan llmu Pengetahuan dan Teknologi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4219);

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4301);

5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

114
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4844);

7. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);

8. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5072);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995
tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3609);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3637);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998


tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Aiat
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor3781);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009
tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
2009 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara
Nomor4975);

115
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
13. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmaslan (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 124. Tambahan Lembaran
Negara Nomor5044);
14. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 Tentang
Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementiian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
50Tahun 2008;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0584/Menkes/
SIWI/1995 tentang Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional;
16; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 791/Menkes/
SK/VII/1999 tentang Koordinasi Penyeienggaraan
Peneiitian dan Pengembangan Kesehatan;
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1179A/
Menkes/SK/X/1999 tentang Kebijakan Nasional
Peneiitian dan Pengembangan Kesehatan;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/
SK/X/2002 tentang Persetujuan Peneiitian
Kesehatan Terhadap Manusia;
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/Menkes/
SKA/ll/2003 tentang Penyeienggaraan Pengobatan
Tradisional;
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1031/Menkes/
SKA/I1/2005 tentang Pedoman Nasional Etik
Peneiitian Kesehatan;
116
MENTERIKESEHATAN ■
REPUBUK INDONESIA ^

21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Keija
Departemen Kesehatan sebagaimana teiah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor439/Menkes/PerA/l/2009;

22. Peraturan Menteri Kesehatan Republlk Indonesia


Nomor 491/Menkes/Per/VII/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Baial Besar Penelltlan dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradlslonal;

23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/Menkes/


SKyill/2007 tentang Kebljakan Obat Tradlslonal
Naslonal;

24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/


Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
PraktlkKedokteran;

25. Peraturan Menteii Kesehatan Nomor 1109/Menkes/


Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer Altematif dl Fasllltas Pelayanan
Kesehatan;

26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 121/Menkes/


SK/ll/2008 Tentang Standar Pelayanan Medlk
Herbal;

27. Peraturan Menteri Kesehatan No.1200/Menkes/


Per/XII/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Baial Kesehatan Tradlslonal Masyarakat;

28. Peraturan Menteri Kesehatan No.1201/Menkes/


Per/Xil/2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Loka Kesehatan Tradlslonal Masyarakat;

117
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS
PELAYANAN KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. SaintifkasI Jamu adalah pembuktian llmlah jamu melalui penelltlan
berbasis pelayanan kesehatan.
2. Jamu adalah obattradlsional Indonesia.
3. ObatTradlsional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sedlaan saiian (galenik),
atau campuran daii bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesual dengan
norma yang berlaku dl masyarakat.
4. Tenaga Kesehatan adalah setlap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memlllkl pengetahuan dan/atau keterampllan
melalui pendldlkan dl bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
5. Fasllltas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, balk promotif, preventif, kuratif maupun rehabllitatif yang
dllakukan oleh Pemerintah, pemeiintah daerah,dan/atau masyarakat.
6. Pengobatan Komplementer-Alternatif adalah pengobatan non
konvenslonal yang ditujukan untuk menlngkatkan derajat kesehatan
masyarakat mellputi upaya promotif. preventif, kuratif, dan rehabllitatif
yang diperoleh melalui pendldlkan terstruktur dengan kualltas,
keamanan, dan efektlfltas yang tinggi yang berlandaskan ilmu
pengetahuan blomedlk, yang belum diterlma dalam kedokteran
konvenslonal.

118
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

7. Ilmu Pengetahuan Biomedik adalah ilmu yang meiiputi anatomi,


biokimia, histologi, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi,
imunologi yang dijadikan dasarilmu kedokteran klinik.
8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kemampuan seorang dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
lalnnya untuk menjalankan praktik.
9. Surat Buktl Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-Altematif
yang selanjutnya disebut SBR- TPI^ adalah buktl tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekeijaan tenaga pengobatan
komplementer-altematif.
10. Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer-Altematif yang
selanjutnya disebut ST-TPKA adalah buktl tertulis yang diberikan
kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki Surat Izin Praktik/Surat
Izin Kerja untuk pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-
altematif.

11. Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer-Altematif yang


selanjutnya disebut SiK-TPKA adalah buldi tertulis yang diberikan
kepada tenaga pengobatan komplementer-alternatif dalam rangka
pelaksanaan praktik pengobatan komplementer-alternatif.

BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Tujuan pengaturan saintifikasijamu adalah:


a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu
secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
b. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif,
promotif, rehabilitatifdan paliatif melalui penggunaan jamu.
0. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan
penggunaanjamu.

119
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. Meningkatkan penyediaan jamu yang aman. memiliki khasiat nyata


yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara iuas baik untuk
pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasal3

(1) Ruang lingkup saintifikasi jamu diutamakan untuk upaya preventif


promotif, rehabilitatifdan paliatif.
(2) Saintifikasi Jamu dalam rangka upaya kuratif hanya dapat dilakukan
atas permintaan tertulis pasien sebagai kompiementer-aitematif
setelan pasien memperoleh penjelasan yang cukup.

BAB III
PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1) Jamu hams memenuhi knteria:


a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;
b. klaim khasiatdibuktikan berdasarkan data empin's yang ada;dan
c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.
(2) Kriteria sebagaimana ditnaksud pada ayat (2). sesuai dengan
ketentuan peraturan pemndang -undangan yang berlaku.
Pasal5
Jamu dan/atau bahan yang digunakan dalam penelitian berbasis
pelayanan kesehatan hams sudah terdaflar dalam vademicum atau
mempakan bahan yang ditetapkan oleh Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.

120
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Pasal 6

Saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan hanya


dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah mendapatkan
Izin atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
beiiaku.

Pasal 7

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk saintifikasi


jamu dapat diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta.

(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)


meliputi:
a. Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan,Departemen Kesehatan.
b. Klinik Jamu.
c. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
(SP3T).
d. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat(BKTM)/Loka Kesehatan
Tradisional Masyarakat(LKTM).
e. Rumah Sakit yang ditetapkan.

(3) Klinik pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan ditetapkan
sebagai Klinik Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan berdasarkan
Peraturan Menteri ini dan mengikuti ketentuan persyaratan Klinik
JamuTipeA.

(4) Klinik jamu dapat merupakan praktik perorangan dokter atau dokter
gigi maupun praktik berkelompok dokter atau dokter gigi.

121
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(5) Fasilltas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk salntifikasijamu


sebagaimana dimaksud pada ayat(1)huruf b,c,d,dan e dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dengan tipe klinik
ditetapkan sesuai pemenuhan persyaratan.
Pasal 8

(1) Klinik Jamu terdiri dari:


a. Klinik Jamu TipeA
b. Klinik Jamu Tipe B

(2) Klinikjamu tipe A hams memenuhi persyaratan:


a. Ketenagaan yang meliputi:
1) Doktersebagai penanggungjawab
2) AsistenApoteker.
3) Tenaga kesehatan komplementer altematif lainnya sesuai
kebutuhan.
4) Diploma (03) pengobat tradisional dan/atau pengobat
tradisional ramuan yang tergabung dalam Asosiasi Pengobat
Tradisional yang diakuiDepartemen Kesehatan.
5) Tenaga administrasi.

b. Sarana yang meliputi:


1) Peralatan medis
2) Peralatanjamu
3) Memiliki mangan:
a) Ruangtunggu.
b) Ruang pendaftaran dan rekam medis(medical record).
c) Ruang konsultasi/pelaksanaan penelitian.
d) Ruang pemeriksaan/tindakan.
e) Ruang peracikanjamu.
f) Ruang penyimpananjamu.
g) Ruang diskusi.
h) Ruang laboratorium sederhana.
i) Ruang apotekjamu.

122
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Klinik Jamu tipe B hams memenuhi persyaratan:


a. Ketenagaan yang meliputi:
1) Doktersebagaipenanggungjawab
2) Tenaga kesehatan komplementer - altematif lainnya sesuai
kebutuhan.
3) Diploma (D3) pengobat tradisional dan/atau pengobat
tradlslona! ramuan yang tergabung dalam AsoslasI Pengobat
Tradisional yang diakui Departemen Kesehatan.
4) Tenaga administrasi.

b. Sarana yang meliputi:


1) Peralatan medis.
2) Peralatanjamu.
3) Memiliki mangan:
a) Ruang tunggu dan pendaflaran.
b) Ruang konsultasi, pemeriksaan/tindakan/penelitian dan
rekam medis(medical record).
c) Rliangperacikanjamu.

(4) Tenaga pengobat tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dan (3) hanya mempakan tenaga penunjang dalam pemberian
pelayananjamu.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman Klinik Jamu ditetapkan


dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

Pasal 9

(1) Klinik Jamu hams memiliki izin dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Kota setempat.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dibenkan selama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi
persyaratan.

Pasal 10

(1) Klinik Jamu hams memiliki keijasama mjukan pasien dengan mmah
sakit.

123
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Untuk rujukan pelayanan jamu dilakukan di rumah sakit yang


memberikan pelayanan dan peneiitian komplementer-altematifsesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Untuk rujukan pengobatan pasien dapat dilakukan di rumah sakit pada
umumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(4) Dalam menangani pasien santifikasi jamu, dokter atau dokter gigi di
rumah sakit rujukan wajib mendiskusikan penyakit pasiennya dengan
dokter atau dokter gigi klinikjamu yang merujuknya.
(5) Dalam hal diperlukan, dokter atau dokter gigi penerima rujukan di
rumah sakit dan dokter atau dokter gigi pengirim rujukan di klinik jamu
dapat meminta konsultasi kepada Komisi Daerah dan/atau Komisi
Nasional Saintifikasi Jamu.

Bagian Ketiga

Ketenagaan

Pasal11
(1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang
membenkan pelayanan jamu pada fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada pasal7ayat(2)harus memiliki-
a. Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia
untuk dokter atau dokter gigi, STRA untuk apoteker dan surat
izin/registrasi dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi bagi tenaga
kesehatan lainnya. »
b. Memiliki surat izin praktik bagi dokter atau dokter gigi dan surat izin
kerja/surat izin praktik bagi tenaga kesehatan lainnya dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
c. Memiliki surat bukti registasi sebagai tenaga pengobat
komplementer alternatif (SBR-TPKA) dari Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi.
d. Memiliki surat tugas sebagai tenaga pengobat komplementer
altematif (ST-TPKA/SIK-TPKA) dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

124
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(2)diiaksanakan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12

Untuktenaga pengobattradisional hams memiliki surat terdaftar/surat izin


sebagai tenaga pengobattradisional di Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
setempat sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan yang
berlaku.

Bagian Keempat

Persetujuan Tindakan

Pasal 13

(1) Jamu yang diberikan kepada pasien dalam rangka penelitian


berbasis pelayanan kesehatan hanya dapat diberikan setelah
mendapatkan persetujuan tindakan(informed consent)dari pasien.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapatkan penjelasan dan diberikan secara lisan
atau tertulis sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan
yang berlaku.

Bagian Kelima

Pencatatan

Pasal 14

(1) Tenaga kesehatan dan tenaga lainnya yang melakukan penelitian


berbasis pelayanan jamu kepada pasien hams melakukan pencatatan
dalam rekam medis(medical record).
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dibuat tersendiri
sesuai dengan pedoman pelayananjamu di fasilitas kesehatan.

125
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Keenam

Persetujuan Etik

Pasal 15

Pelaksanaan kegiatan penelitian dan etical clearance penelitian jamu


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang beriaku.

Bagian Ketujuh

Tarif

Pasal 16

(1) Tarif yang ditetapkan di fasilitas pelayanan kesehatan yang


mempunyai kegiatan saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis
pelayanan kesehatan harus murah dan terjangkau oleh masyarakat.
(2) Pendapatan yang diperoleh oleh fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah harus merupakan pendapatan Negara bukan pajak dan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang beriaku.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 17

(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota bersama organisasi/asosiasi terkait melakukan
pembinaan dan pengawasan Saintifikasi Jamu;

(2) Dalam rangka pembinaan dan peningkatan saintifikasi jamu dalam


penelitian berbasis pelayanan, Menteri membentuk Komisi Nasional
Saintifikasi Jamu.

126
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Komisi Nasional Saintifikasi Jamu sebagaimana dimaksud pada avat


(2)bertugas:
a. Membina pelaksanaan saintifikasijamu.
b. Meningkatkan pelaksanaan penegakan etik penelitian jamu.
c. Menyusun pedoman nasional berkaitan dengan pelaksanaan
saintifikasijamu.
d. Mengusulkan kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan bahan jamu, khususnya segi
budidaya, foimulasi, distribusi dan mutu serta keamanan yang
layakdigunakan untuk penelitian.
e. Melakukan koordinasi dengan peneliti, lembaga penelitian dan
universitas serta organisasi profesi dalam dan luar negeri,
pemerintah maupun swasta di bidang produksijamu.
f. Membentuk jejaring dan membantu peneliti dokter atau dokter gigi
dan tenaga kesehatan lainnya yang melakukan praktikjamu dalam
seluruh aspek kepenelitiannya.
g. Membentukfoaim antartenaga kesehatan dalam saintifikasijamu.
h. Memberikan pertimbangan atas proses dan hasil penelitian yang
aspek etik, hukum dan metodologinya perlu ditinjau secara khusus
kepada pihak yang memerlukannya.
I. Melakukan pendidikan berkelanjutan meliputi pembentukan
dewan dosen, penentuan dan pelaksanaan silabus dan kurikulum,
serta sert'ifikasi kompetensi.
j. Mengevaluasi secara terpisah ataupun bersamaan hasil
penelitian-pelayanan termasuk perpindahan metode/upaya
antara kuratif dan non kuratif hasil penelitian-pelayanan
praktik/Klinik Jamu.
k. Mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi program sinergi,
integrasi dan rujukan pelayanan jamu kepada Menteri melalui
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
I. Membina Komisi Daerah Santifikasi Jamu di propinsi atau
kabupaten/kota.
m. Memberikan rekomendasi perbaikan dan keberlanjutan program
Saintifikasi Jamu kepada Menteri.
n. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Menteri.

127
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(4) Dalam rangka pembinaan dan peningkatan saintifikasijamu di daerah


dapat dibentuk Komisi Daerah Saintifikasi Jamu sesuai dengan
kebutuhan.

(5) Komisi Daerah Saintifikasi Jamu sebagaimana dimaksud pada ayat(4)


benA/enang dan bertugas:
a. Meiakukan pembinaan dalam pelaksanaan saintifikasi jamu di
daerah.
b. Berkoordinasi dengan Komisi Nasional Saintifikasi Jamu.
c. Meiakukan pendidikan berkelanjutan di Provinsi.

(6) Keanggotaan Komisi Nasional/Daerah Saintifikasi Jamu


beranggotakan pakar/ahli bidang masing-masing berasal dari
berbagai disiplin ilmu, dari berbagai Institusi yang berkaitan dengan
jamu dan organisasi profesi kedokteran/kedolderan gigi yang khusus
untuk itu,serta wakil produsen dan konsumen.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komisi Nasional Saintifikasi Jamu


ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

Pasal 18
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif kepada
fasilitas pelayanan kesehatan/ tenaga pengobatan komplementer-
alternatif /tenaga pengobat tradisional yang meiakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Peraturan ini.

(2) Tindakan administratifsebagaimana dimaksud pada ayat(1)dilakukan


melalui:
a. Teguranlisan;atau
b. Tegurantertulis.dan
c. Pencabutan izin/registrasi tenaga atau fasilitas.

128
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19
(1) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang ditugaskan
memberikan penelitian dan pelayanan jamu di Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradlsional
(B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dan
Klinik Jamu yang dicanangkan Menteri, dinyatakan telah memiliki
SBR-TPKA dan ST-TPKA/SIK-TPKA berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.
(2) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan iainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)harus memiliki SBR-TPKA dan ST-TPKA/SIK-
TPKA dalam jangka waktu 3(tiga)bulan sejak peraturan ini ditetapkan.
Pasal 20
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus memfasilitasi pembenan
Surat Bukti Registrasi Tenaga Kesehatan Komplementer Altematif
(SBR-TPKA) bagi dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya yang telah melaksanakan kegiatan penelitian dan pelayanan
kesehatan jamu di Klinik pada Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT)
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan sebelum peraturan
ini ditetapkan, dan dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya yang ditunjuk memberikan pelayanan pada Klinik Jamu yang
ditetapkan oleh Menteri dalam kegiatan pencanangan saintifikasi
jamu.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus memfasilitasi
pembenan Surat Tugas Tenaga Pengobatan Komplementer Altematif
Altematif / Surat Izin Kerja Tenaga Pengobatan Komplementer
AltematifAltematif(ST-TPKA/SIK-TPKA)bagi dokter atau dokter gigi
dan tenaga kesehatan lainnya yang telah melaksanakan penelitian
berbasis pelayanan kesehatan di Klinik pada Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TOOT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

129
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

sebelum peraturan Ini ditetapkan, dan dokter atau dokter gigi dan
tenaga kesehatan lainnya yang ditunjuk memberikan pelayanan pada
Klinlk Jamu yang ditetapkan oleh Menteri dalam kegiatan
pencanangan salntifikasijamu.
(3) Sertifikat kompetensi / rekomendasi organlsasi profesi terkait
berkaitan dengan ketentuan sebagalmana dimaksud pada ayat (1)
dapat dipenuhi segera dalam Jangka waktu 3(tiga) bulan setelah SBR
TPKAdan ST-TPKA/SIK-TPKA ditetapkan.
(4) Dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat(1)dan ayat(2)hanya melengkapi:
a. Fotokopi ijazah pendidikan dokter atau dokter gigi dan tenaga
kesehatan yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
pendidikan yang bersangkutan.
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Dokter atau Dokter Gigi atau
Surat Izin Tenaga Kesehatan yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
0. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP.
d. Pasfoto terbaru ukuran 4x6cm sebanyak4(empat)lembar.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasai 21

Peraturan ini mulai beiiaku padatanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal4Januari 2010

MENTERI

HAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH

130
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 039/MENKES/SK/I/2010

TENTANG
PENYELENGGARAAN PELAYANAN TEKNOLOGI REPRODUKSI
BERBANTU
MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang bahwa kemajuan TeknologI Reproduksi Berbantu(TRB)


khususnya dalam bidang In Vitro Fertilization (IVF)
berkembang secara pesat;
bahwa Teknologi Reproduksi Berbantu diselenggarakan
dalam rangka membantu pasangan suami Istri yang
tidak subur untuk meningkatkan kuaiitas hidup
masyarakat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b periu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatantentang Penyelenggaraan
Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu.

Mengingat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor4431);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Nomor4437),
sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
108,Tambahan Lembaran Negara Nomor4548);
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Nomor5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Nomor5072);

131
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

5. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3609);
6. Peraturan Pemenntah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor49,Tambahan Lembaran Negara Nomor3952j;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembaglan Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah. Daerah
Kabupaten/Kota(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
82,Tambahan Lembaran Negara Nomo4737);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Namor 512/Menkes/
PER/IV/2007 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan
Praktek;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/
PER/I11/2008tentang Rekam Medis;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomar 290/Menkes/
PER/lll/2007 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENYELENGGARAAN PELAYANAN TEKNOLOGI
REPRODUKSIBERBANTU

BAB!
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Teknologi Reproduksi Berbantu adalah upaya medis, agar pasangan
suami istri yang sukar memperoleh keturunan, dapat memperoiehnya
melalui metoda fertilisasi in-vitro dan pemindahan embrio (FiV-PE)
dengan menggunakan peralatan dan cara-cara yang mutakhir;

132
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

2. Persetujuan tindakan medik(Informed Consent)adalah persetujuan yang


diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien;
3. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
Identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
kesehatan.
5. Direktur jenderal adalah Direktur Jenderal yang membidangi Pelayanan
Medik.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Dalam penyelenggaraannya Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu


hanya dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang telah
ditetapkan oleh Menteri dan dilaksanakan berdasarkan Pedoman
Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi persyaratan, izin
penyelenggaraan, pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan
pengawasan serta penelitian dan pengembangan.
(3) Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu hanya dapat diberikan kepada
pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagal
upaya akhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu
indikasi medik.

BAB III
PERSYARATAN

Pasal 3

(1) Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu


dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi
persyaratan ketenagaan,sarana dan prasarana serta peralatan.

133
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi pimpinan,tenaga pelaksana,tenaga ketaboratoriuman.
(3) Persyaratan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi sarana fisik Unit Pelayanan Teknoiogi Reproduksi
Berbantu dan sarana laboratorium Embriologi serta seluruh prasarana
yang mendukung Pelayanan Teknoiogi Reproduksi Berbantu.
(4) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi
peralatan medis dan peralatan non medis.
(5) Ketentuan leblh lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat(1). ayat(2), ayat(3)dan ayat(4)teriampir dalam peraturan
Menteri ini.

BAB IV
IZIN PENYELENGGARAAN

Rasa!4

(1) Izin penyelenggaraan Pelayanan Teknoiogi Reproduksi Berbantu


diberikan oleh Menteri.
(2) Dalam rangka pemberian izin menteri melakukan pemeriksaan
mengenai kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut yang
meliputi ketenagaan, sarana dan prasarana serta persyaratan lain
yang perlu diperhatikan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat(2)dilaksanakan oleh
Tim Pelaksana Penliaian Perizinan Pelayanan Teknoiogi Reproduksi
Berbantu(TP4TRB)yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Izin berlaku untuk jangka waktu 5(lima)tahun dan dapat diperbaharui
sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(5) Bila dalam pelaksanaan pelayanan terdapat kekeliruan, izin dapat
ditinjau kembali oleh Tim Pelaksana Penliaian Perizinan Pelayanan
Teknoiogi Reproduksi Berbantu (TP4TRB)dan hasil pemeriksaannya
akan merupakan masukan bagi Menteri Kesehatan Rl untuk mencabut
izin operasi.

134
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABV
TATALAKSANA PERIZINAN

Pasal 5

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan mengajukan


pormohonan Izin kepada Menteri Kesehatan Rl cq, Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik, dengan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dan organisasi profesi yang nnenribldangi TeknologI
Reproduksi Berbantu(TRB).
(2) Peimohonan tersebut disertai dengan persyaratan-persyaratan yang
terdiri darl:
a. ketenagaan, meiiputi jumlah dan nama tenaga ahli serta
kualifikasinya.
b. sarana dan prasarana, meiiputi : ruangan, peralatan medis dan
non medis.
c. tatalaksana/metoda yang dipergunakan
(3) Permohonan berikut persyaratan tersebut akan dipelajari oleh Tim
Pelaksana Penilaian Perizinan Pelayanan Teknologi Reproduksi
Berbantu (TP4TRB), untuk kemudian memberikan masukan kepada
Menteri Kesehatan Rl akan kemungkinannya dalam pemberian izin
pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu(TRB)tersebut.
(4) Dalam proses penilaian tersebut Tim Pelaksana Penilaian Perizinan
Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu (TP4TRB) akan
mengadakan kunjungan langsung ke Fasilitas Pelayanan TRB yang
bersangkutan,guna melihat pemenuhan persyaratan.

BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 6

(1) Setiap Unit Pelayanan TRB hams memberikan laporan tingkat


keberhasilannya kepada Departemen Kesehatan termasuk
pencatatan terhadap kasus,gamet,dan embrio secarajelas.

135
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Laporan dikirim setiap6(enam)bulan sekali dan ditembuskan kepada


Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
(3) Segaia bentuk pencatatan dan peiaporan yang dilakukan merupakan
dokumen yang hams dijaga kerahaslaannya.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 7

(1) Menteri meiakukan pembinaan dan pengawasan terhadap


penyelenggaraan pelayananTeknologl Reproduksi Berbantu(TRB).
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diiaksanakan oieh Direktur Jenderal bersama Tim Pelaksana
Penilaian Perizinan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu
(TP4TRB) serta wakil-wakil organisasi profesi dan para pakar lain
untuk membantu pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
nenyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu(TRB).
(3) Dalam hal ditemukannya pelanggaran etik dalam penyelenggaraan
pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, maka Izin
penyelenggaraan pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu pada
fasilitas pelayanan yang bersangkutan akan dicabut.

BAB VIII
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Pasal 8

(1) Penyelenggaraan Penelitian dan pengembangan teknologi reproduksi


berbantu hanya dapat dilakukan pada Rumah Sakit Pendidikan yang
menyelenggarakan pelayananTeknologl Reproduksi Berbantu(TRB).

136
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Untuk dapat menyelenggarakan penelitian dan pengembangan


Teknologi Reproduksl Berbantu (TRB), Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)setelah mendapat persetujuan dari Menteri cq
DirekturJenderal.

(3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan Teknologi


Reproduksl Berbantu (TRB), dilakukan sesual dengan ketentuan
peraturan perundangan-undangan.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 9

Rumah Sakit yang teiah memberikan pelayanan Teknologi Reproduksl


Berbantu (TRB) sebelum ditetapkannya peraturan ini, berdasarkan
peraturan ini harus menyesualkan diri dengan ketentuan peraturan ini
seiambat lambatnya6(enam)bulan sejakditetapkan peraturan ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor 73/Menkes/Per/lli1999 tentang Penyetenggaraan
Pelayanan Teknologi Reproduksl Buatan dinyatakan tidak berlaku lagi.

137
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 12

Peraturan ini mulal berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Januari 2010

MENTERI KESEHATAN Rl,

Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH


MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 039/Menkes/SK/V2010
Tanggal 12 Januari 2010

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TEKNGLOGIREPRODUKSIBERBANTU:


Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu, hams memenuhi
aspek:
A. Administrasi dan Manajemen
B. Pelayanan
C. Ketenagaan
D. Sarana dan Prasarana
E. Peialatan

A. ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN


NO ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN ADA KET
StfukturOfganisasi
Tatalaksana /Tata Kerja/ Uralan Tuqas
StandarOperasional Prosedur
Administrasi Kepegawaian E)okter& Peravyat SIP. SIK, Ijazah
Pelaporgi

B. PELAYANAN

NO JENIS PELAYANAN ADA KET


1. FIV-PE (Fertllisasi In Vitro-Pemindahan Embrio) +
2. TAGIT(Tandur Alih Garnet Intra Tuba) +
3. Simpan Beku +

C. BNAGA
NO JENIS TENAGA Jml
Sertifikat Ket
1. Ahli Endokrinoloai Reoroduksi 1 +
2. Ahli Kebidanan & Peny. 1 + Ahli dalam hal USG &
Kandungan Endoskopi GInekologi
(Laparoskopl, HlsteroskoDl)

139
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Ahli Embridogi Kiinik / Biakan 1 + Ahii dan pengalaman


Jaringan praktis daiam biakan
jaringan, pematangan
gamet, pembuahan dan
pembelahan zigot dalam
system tubuh manusia
4. AhliAndrologi 1 + Ahli dan pengalaman
dalam bidang reproduksi
pria (khususnya
semenologi)
5. Ahli Bedah Urologi 1 + Ahli dan pengaiaman
dalam bidang reproduksi
pria khususnya dalam
semenologi dan operasi
PESA. MESA&TESE
6. Paramedik Khusus 2 + Memiiiki pengetahuan dan
pengalaman dasar bidang
reproduksi manusia dan
teknik operasi(1
paramedik di Polikiinik & 1
di kamartindakan)
7. Ahli Konseiing 1 + Psikolog atau Ahli llmu
Jiwa
TENAGALABORATORiUM
8. Ahli Laboratorium 1 -i- Seorang saijana dengan
dasar Biokimia dan Biologi
(Sebagai kepala
Laboratorium) memiiiki
kontrol kualitas vanq baik.
9. SeorangdoktBryang 1 -1- Sebagai koordkiator
kompeten dalam bidang iaboratorium
Laboratorium TRB
10. Ahli Biokimia atau Biologi 1 •I- Sebagai supervisor
laboratorium dengan
pelatihan khusus dalam
Embriologis

140
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

11. Analisis/Teknisi iaboratorium 1 + Memiliki pengetahuan


untuk membantu ahli
biakanjaringan&
Iaboratorium andrologi

PELATIHAN KHUSUS DAN PENGALAMAN


NO PELATIHAN KHUSUS DAN PENGALAMAN ADA KET
1. Tenaga pelaksana hams memiliki pengalaman di bidang +
Endokrinologi Reproduksi dan Aspirasi Folikel.
sekurang-kurangnya 20 kasusdalam 1 tahun
2. Tenaga pelaksana untuk pengambilan oos'it hams +
memiliki pengalaman 20 kali aspirasi oositdibawah
pengawasan. Pengalaman ini harus dipertahankan
dengan melaukan hal yang sama sekurang -kurangnya
20 kali dalam 1 tahun
3 Koordinator Iaboratorium telah mendapatkan pelatihan +

khusus mengenai Biokimia, Biotogi Sel, Fisiologi Alat


Reproduksi, Statistik, Penanganan kesulitan dalam
program, memiliki pengal aam FIV sekurang -kurangnya
2tahun yang meliputi control kualitas Iaboratorium.
4 Koordinator Laboratorium Embriologi atau Supervisor +
telah mendapatkan pelatihan yang telah diakreditasi
oleh Tim secara periodic sekurang -kurangnya selama 6
bulan dan ber pengalaman melakukan sekurang
kurangnya 60 pro^urTRB.Selanjutnya di dalam
pelayanan sekurang -kurangnya 10% kelahiran hidup.
Prosedur tersebut terdiri dari Aspirasi Folikel,
Inseminasi, mencatat teijadinya Ferilisasi dan Persiapan
Embrio Transfer. Pelat ihan yang baik periu diberi
sertifikat oleh Koordinator Laboratorium.
5 Tenaga Ahli Laboratorium teriatih dalam bidang Biakan +

Jaringan, Teknik Sterilisasi dan melakukan sejumlah 30


prosedur FIV di bawah pengawasan Koordinator
Laboratorium atau Supervi sor. Pengalaman dalam
bidang interaksi antara Spermatozoa dan Oosit,
misalnya pada hewan percobaan

141
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

D. SARANADANPRASARANA

NO SARANAFiSiK ADA KET


Pelayanan TRB diiaksanakan di suatu + Ruangan tersendlri
gedung di dalam kompiek Rumah Sakit tidak merangkap
dengan pelayanan lain
1. Ruang Tunggu +

2. Ruang Pendaflaran +

3. Ruang Konsuitasi +

4. Ruang Periksa/Ultrasonografi +

5. Ruang Pengambilan Darah dan Kamar Suntik +

NO SARANAFISIK ADA KET


6. Ruang Khusus Pengambilan Sperma / +

MasturbasI
7. Ruang Laboratorium AndrologI +

8. Ruang Laboratorium EndokrinologI +

9. Ruang Laboratorium Embriologi / Kuitur +

10. Ruang OperasI Khusus +

11. Ruang SteriilsasI Alat OperasI +

12. Ruang GantI Pakalan +

13. Kamar Kecll/Toilet +

D.2. PRASARANA
NO PRASARANA ADA KETERANGAN
1. Llstiik + Tambahan UPS(Unlnterupted Power System)
/ cadangan sumber listrik / generator set.
2. Air Berslh + Ada saluran pembuangan yang memenuhl
syarat.
3. Gas Medlk + Ada tempat penampungan yang memenuhl
persyaratan llngkungan.

142
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

D.2. PRASARANA
NO JENISAIAT ADA KETERANGAN
1. Uitrasonografi Dengan transduser vaginal dan + Teraturdikalibrasi
abdominal
2. Peralatan Laparoskopi + Teraturdikalibrasi
3. Meja Ginekologi dengan kelengkapan + Teraturdikalibrasi
pemeriksaan ginekologis(spekulum, tenakulum,
sonde)
4. Peralatan Kamar Operasi + Teraturdikalibrasi
5. Peralatan Anastesi + Teraturdikalibrasi
6. Peralatan untuk ovum pick up(CPU)/ + Teraturdikalibrasi
pengambilan sel telur(PST)dan pemindahan
embrio, pompa isap s el telur,jarum pungsi,
kateter embrio transfer
7. Peralatan Laboratorium Embriologi:
- Unit arus udara laminar(laminar air flow unit) + Teraturdikalibrasi
- Pengelolaan air steril (Mili Q RO water +

system)
- Mikroskop (inverted, stereozoom,fase +

kontras)
- Incubator kultur(3 gas atau 2 gas) minimal 2 +

buah
- Swing out centrifuge +

- Thermostatic controlled heating plate & blok +

- Cyropreservatlon set +

- Micromanipulator dengan kelengkapannya +

- Dan Iain-Iain sesuai dengan pengembangan +

8. Peralatan Laboratorium Andrologi + Teraturdikalibrasi


9. Peralatan Laboratorium Endokrinologi + Teraturdikalibrasi
10. Peralatan sterilisasi + Teraturdikalibrasi
11. Peralatan Non Medis + Teraturdikalibrasi

143
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

MUTU LABORATORIUM EMBRIOLOGI


Mutu Laboratorium Embriologi merupakan komponen panting ADA KET
dalam pelayanan TRB
Penilaian laboratorium meliputi
Kontroi kualitas untuk material kontak(semua bahan yang
secara langsung kontak dengan gamet,embrio:
a. Pengukuran pada medium kuitur dengan embrio terhadap
bahan toksik, konsentrasi ion, kontaminasi mikroba atau
bahan-bahan lain.
b. Rancangan upaya kontroi kualitas, misalnya dengan
bioassay FIV siklus perkembangan embrio tikus atau human
sperm survival assay
c. Pada pembuatan dan peng olahan medium biakan harus
disertakan: jumlah tanggai pembuatan, bioassay,
osmolaritas, pH, metode sterilisasi, tanggai kadaluarsa dan
nomor batch
d. Pencatatan nomor batch pada setiap penggunaan bahan
atau medium kuitur
Fasilitas Laboratorium;
a. Bersih, memiliki kontroi suhu, kontroi kelembaban udara
(humidity) dan penyaringan udara dengan ukuran jumiah
pertukaran udara setiap jam
b. Dinding dan lantai harus terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan
c. Ada larangan pemakaian ba han-bahan toksik di
Laboratorium En.briologi
d. Laboratorium ditempatkan disebuah kamar operasi(operasi
oosit), tidak boleh ada hubungan langsung (pintu)an^'
kedua kamar tersebut. Sebagai altemative, identifikasi oosit
dapat dilakukan di kamar operas i memakai meja khusus
dengan kontroi suhu dan kontroi lingkungan(inkubator unit)
e. Penanganan gamet dan embrio dilakukan di dalam laminar
aliran udara (airflow) atau dalam inkubator unit

144
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pemeliharaan Alat Laboratorium: ADA KET


a. Semua alat dlrawat dengan jadwal tertulis atau dengan +

sertifikasi servis
b. Alat yang besar(laminar airflow) diservis tiap 6 -12 bulan +

dan diberi sertifikat


c. Timbangan, pipet, thermometer, pH meter, centrifuge, +

lemari pendingin dilakukan kalibrasi secara teratur


Embrio Cryopreservation;
a. Ada fasiiitas embryo freezing dan secara teratur dikalibrasi +

b. Pencatatan embrio beku terdiri dari; Tahap perkembangan +

embrio saat dilakukan pembekuan, protokol pembekuan


yang dipakai, protokol pe ncairan embrio beku,tempat
embrio(semua harus jelas nama, nomor dan tanggal
pembekuannya)

Keamanan:
a. Petugas harus memakai sarung tangan yang tidak toksik +

saat menangani gamet atau embrio


b. Prosedur pencatatan dilakukan dengan dua kali +

pengecekan( double checking )tentang nama pasien,


identifikasi gamet dan embrio. Hal ini dilakukan terutama
pada saat inseminasi, pencairan embrio beku dan pada saat
transfer embrio.

145
MENTERt KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

FORMULIR LAPORAN PELAYANAN TEKNOLOGi REPRODUKSi BERBANTU

Prosedur Nilai
Normal fertilization rate >60%
Polyspesmic rates < 10%
ICSI degeneration rates < 15%
Embryo cleavage rates >80%
Cryopreservation survival rates >50%
Ongoing pregnancy rates >40%
Implantation rates >20%

Tabel 2:Jenis Penanganan / TIndakan Si Kehamilan


Siklus Pengobatan & Kehamilan FTV SSI TAGIT
Siklus awal
Siklus sampal PST/OPU
Siktus sampai PE/ET
Kehamilan
Kehamilan dengan satu atau tebih
bay) hidup

Tabel 3: Jumlah Siklus PST dan Kehamilan Berdasarkan Usia Istri Penyebab
Infertilitas dan Jenis Induksi Ovulasi
FTV SSI (ICSI) TAGIT
Karakteristik Kehamil Kehamil Kehamil
PST PST an
PST
an an

n n n N n n

Usia Istri pada awal


mengikuti
tind^kan/program
<25
25-29
30-34
35-39
>40 .

146
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Tabel 4. Penyebab Infertilitas

Penyebab Infertilitas PST Hamil PST Hamil PST Hamil


• Hanyafaktortuba
• Faktor lain pd wanita selain
tuba
• Faktor pria
• Banyak faktor
• Penyebab tak diketahui
Induksi OvutasI
• GnRH + obat lain
• Tanpa GnRH analog
• CC + obatlain
• Obat lain
• Siklus aiamiah

Tabel 5. Jumlah Embrio yang ditransfer

Jumlah embrio yang FTV SSI(ICSI) TAG T


ditransfer Siklus PE Keha- Siklus PE Keha- Siklus PE Keha-
(transfer) milan (transfer) milan (transfer) milan
N N N N N N
Satu

Dua

Tiga

Empat

147
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Tabel 6. Hasil Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan(TRB)

Hasil Pelayanan TRB FTV SSi TAGiT


N N N
Abortus Spontan
Kehamilan Ektopik
Abortus(kurang dr 20 mg kehamilan)
Lahir meninggal: 20-27 mg
Lahir meninggal: 28 mg atau lebih
Lahir hidup
Jumiah

Tabei 7. Lahir Hidup, lahir meninggal dan kematian bayi setelah lahir/Neonatal
Kelahiran FTV SSI TAGIT
N N N
Satu
• Lahir hidup
• Lahir meninggal 20-27mg
• Lahir meninggai 28 mg atau iebih
• Kematian seteiah iahir
Kembardua
• Lahir hidup
• Lahir meninggal : 20-27 mg
• Lahir meninggal :28 mg atau lebih
KembarTiga
• Lahir hidup
• Lahir meninggal :20-27mg
• Lahir meninggal : ^28 mg atau lebih
• Kematian dini setelah lahir
Kembarempat
• Lahir hidup
• Lahir meninggai 20-27mg
• Lahir meninggal ^ 28 mg atau iebih
• Kematian seteiah lahir

148
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Tabel 8: Siklus Pengambilan Sel Telur(PSD),Siklus PE dan Kehamllan dengan


Menggunakan Teknik Khusus untuk Pengambilan Sperma dan atau
Penetasan Buatan {fissisted Hatching

Teknik Siklus Siklus Kehamilan Kehamilan


PST PE dengan
lahirhidup
N - N N N
• Aspirasi spermatozoa
epididlmis(ASE)/ MESA
(MIcroepidldyma / Sperm
Aspiration)
• Ekstraksi Spermatozoa Testis
(EST)/TESE (Testicular
Sperm Extraction)
• Teknik latnnya
• Assisted Hatching
(Penetasan Buatan)

Tabei9: Usia Kehamilan

Usia Kehamilan (Minggu) Satu Kembar Kembar Kembar


Dua Tiga Empat/
Lebih
N N N N
FIV:20-27
28-31
32-36
37-41
^42
Tidak Diketahui
Jumlah

149
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

SSI:20-27
28-31
32-36
37-41
S42
Tidak Diketahui
Jumlah
TAGiT:2Q -27
28-31
32-36
37-41
S42
Tidak Diketahui
Jumlah

label 10.Berat bayi ketika lahir hidup dan lahir meninggal

Berat Bayi Satu Kembar Kei


Dua T
FIV
>2500g
^ 2500 g
Tidak dicatat
Jumlah

>2500^
s 2500 g
Tidak dicatat
Jumlah

>2500g
2 2500 g
Tidak dicatat
Jumlah
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Tabel 11. Kehamilan setelah pemindahan embrio(PE)yang dibekukan I dicairkan


(tidak termasuk SSI)

Siklus dan Kehamilan Jumlah


Siklus PE(pemindahan embrio)
Kehamilan
Abortus spontan(< 20 mg kehamilan)
Kehamilan ektopik

Tabel 12.Usia Kehamilan

Usia Kehamilan ^ 20 mg Satu Kembar Kembar Kembar


Dua Tiga Empat/
Lebih
Usia Kehamilan
FIV : 20-27
28-31
32-36
37-41
^42
Tidak diketahiu
Lahir hidup
Lahirmeninggal ;
20-27mg
Lahir meninggal:
^28 mg
Kematian dini setelah lahir
Berat janin
• < 2500 g
• ^ 2500 g
• Tidak tahu

151
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Tabel 13.Simpan beku embrio

Berapa Jumlah Pusat Pelayanan Bayl Tabung


yang melakukan simpan beku embrio?
Jumlah Pusat Pelayanan Bay! Tabung
Jumlah siklus PST yang sebaglan sel telumya
dislmpan beku
Jumlah embrio yang dislmpan beku pada th.
Total lumlah embrio yang dislmpan beku

Teknik TRB Jumlah Kelahiran dan Jumlah janin dan bayl


AborsI abnormal
FIV (FertillsasI In Vitro)
FIV; embrio yang dislmpan beku
SSI(ICSI)
SSI ; Embrio yang dislmpan beku
Teknik mikroinsemlnasl lain
Assisted hatching
Donor sel telur

Keterangan:
PST : Pengambilan Sel Telur
OPU : Ovum Pick Up
PE : Pemindahan Embrio
ET : Embrio Transfer
FIV : Fertilisasi lnVitro
SSI : Suntuk Spermatozoa intrasltoplasmlk
TAGIT : Tandur Allh Gamet Intra Tuba

152
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010

TENTANG

KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK


Dl FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa ketersediaan obat genehk dalam jumlah


dan jenisyang cukup,terjangkau oleh masyarakat
serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu
digerakkan dan didorong penggunaannya di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah;
b. bahwa agar penggunaan obat generik dapat
berjalan efektif perlu mengatur kemball ketentuan
Kewajiban Menuliskan resep dan/atau
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan;

Mengingat 1. Undang-Undang Obat Keras (Stb. 1949 Nomor


419);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437);

153
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437)sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4844);
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5062);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3637);

154
HEFTTERIKESEHATAN
E%EPUBUK INDONESIA

8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998


tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3781):
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor5044);
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 068/Menkes/
SK/ll/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 314/Menkes/
SKA//2009;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/
SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 791/Menkes/
SKA/lll/2008 tentang Daftar Obat Esensial
Nasional 2008;
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK Df
FASILITASsiPELAVANAN KESEHATAN
PEMERINTAH.

BAB I
K^ENtUAN^UMUM

^Pasalt.' . r
Dalam Peraturan MenterjiniyancjdjrpaksMddengan:
r.

2:, Pibat Generik^ deDgan nahiaTfesmi International Non


Prbpietary Names (j[^N))-:yang;'ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia atau buku standar lainnya untul$ zat berkhasiat yang
dikanduhgnya.
Qbgt.Generik Bernier^l^Bernama: obat generik
dengan nama dagapg yang: menggunakatt:nama milik produsen
bbatyang bersangkutan;- r 3^/
4. Obat Esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk
pel^y^nan kesehatan bagi masyarakatrrtencakup upaya diagnosis,
profilaksis, terapi dao[teic^ntum dalSfifDdflar Obat Esensial yang
ditetapkan oleh Menteri.

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah siiatti alat dan/atau tempat


yang digunakan untuk menyetenggatakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.

156
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adaiah instalasi rumah sakit yang


mempunyai tugas menyediakan, mengelola, mendistribusikan
informasi dan evaluasi tentang obat.
7. Dokter adaiah dokter, dokter gigi, dokter spesiaiis, dokter gigi
spesialls.
8. Apotek adaiah fasilitas pelayanan kefarmasian tempat dllakukan
praktik kefarmasian olehApoteker.

BAB II
TUGAS DAN KEWAJIBAN

Pasal 2

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah wajib


menyediakan obat generik untuk kebutuhan pasien rawat jalan dan
rawat inap dalam bentuk formularium.

Pasal 3

Dinas Kesehatan Provinsldan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib


menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan
Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya sesuai kebutuhan.
Pasal 4

(1) Dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah


wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi
medis.

(2) Dokter dapat menulis resep untuk diambil di Apotek atau di luar
fasilitas pelayanan kesehatan dalam hal obat generik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 5

(1) Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib mengeiola obat di Rumah


Sakitsecara berdaya guna dan berhasii guna.
(2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib membuat prosedur
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
pemantauan obatyang digunakan ^silitas pelayanan kesehatan.

Pasal 6

(1) Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota wajib membuat


perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyediaan,
pengelolaan dan pendistribusian obat kepada puskesmas dan
pelayanan kesehatan lain.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Apoteker dapat m'engganti obat merek dagang/obat paten dengan obat


generik yang sama komponen aktifhya atau obat merek dagang lain
atas persetujuan dokterdan/atau pasien.

Pasal 8

Dokter di Rumah Sakit atau Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis


lainnya dapat menyetujui pergantian resep obat generik dengan obat
generik bermerek/bermerek dagang dalam hal obat generik tertentu
belumtersedia.

158
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 9

Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan


pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Pasal 10

(1) Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memberi


peringatan lisan atau tertulis kepada dokter, tenaga kefarmasian
dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini.

(2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat(1)


diberikan paling banyak 3(tiga)kali dan apabila peringatan tersebut
tidak dipatuhi, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/
Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepegawaian kepada
yang bersangkutan.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Pada saat Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku, Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor085/Menkes/PER/l/1989tentang Kewajiban
Menuliskan Resep dan/atau Menggunakan Obat Generik di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

159
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 12

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 14 Januari 2010

Menteri,

Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

160
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 147/MENKES/PER/I/2010

TENTANG

PERIZINAN RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk meiaksanakan ketentuan pasal 28 Undang-


Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Perizinan Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan
kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4438);

161
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang


Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4724);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 62,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4095);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4593);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

11. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentang


Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang
Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal sebagaimana teiah diubah
terakhirdengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun
2007tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan dl
Bidang Penanaman Modal;

12. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang


Pelayanan Terpadu Satu PIntu Dl Bidang Penanaman
Modal;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/Menkes/


Per/XI/ 2006 tentang OrganlsasI Rumah Sakit Dl
LIngkungan Departemen Kesehatan;

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang OrganlsasI dan Tata Keija
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang OrganlsasI dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1244/Menkes/


Per/1/2009 tentang Pendelegaslan Wewenang
Pemberian Izin dl Bidang Kesehatan Dalam Rangka
Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu PIntu dl
Bidang Penanaman Modal Kepada Kepala Badan
KoordlnasI Penanaman Modal;

163
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN MENTERl KESEHATAN TENTANG


PERIZINAN RUMAH SAKIT.

BAB!
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyedlakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawatdarurat.
2. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
3. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya.
4. Rumah Sakit Publik adalah Rumah Sakit yang dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat
nirlaba.
5. Rumah Sakit Privat adalah Rumah Sakit yang dikelola oleh badan
hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau
persero.
6. Izin mendirikan Rumah Sakit adalah izin yang diberikan untuk
mendirikan Rumah Sakit setelah memenuhi persyaratan untuk
mendirikan.

7. Izin operasional Rumah Sakit adalah izin yang diberikan untuk


menyelenggarakan pelayanan kesehatan setelah memenuhi
persyaratan dan standar.

164
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Registrasi Rumah Sakit adalah pencatatan resmi tentang status


Rumah Sakit di Indonesia.
9. Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan yang dibeiikan oleh
pemerintah kepada manajemen Rumah Sakit yang telah memenuhi
standaryang telah ditetapkan.
10. Upaya Pengelolaan Lingkungan yang selanjuthya disingkat UKL
adalah upaya yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha
dan/kegiatan dalam penanganan komponen Ingkungan hidup yang
terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan.
11. Upaya Pemantauan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UPL
adalah upaya yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha
dan/kegiatan dalam pemantauan komponen lingkungan hidup yang
terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan.
12. Analisis Dampak Lingkungan yang selanjutnya disingkat AMDAL
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
13. Program Kementerian Kesehatan adalah program pemerintah yang
dilaksanakan di Rumah Sakit.
14. Menten adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
kesehatan.

BAB II
PERIZINAN RUMAH SAKIT

Baglan Kesatu
Umum

Pasai 2

(1) Setiap Rumah Sakit harus memiliki izin.


(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat(1)terdiri atas izin mendirikan
Rumah Sakit dan izin operasional Rumah Sakit.

165
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Izin operasicnal sebagaimana dimaksud pada ayat(2)terdiri atas izin


operasional sementaradan izin operasicnal tetap.

Pasal 3

(1) Permohonan izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit


diajukan menurutjenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
(2) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah
Sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam negeri
diberikan oleh Menteri setelah mendapatkan rekomendasi dari
pejabat yang ben/venang di bidang kesehatan pada Pemerintah
Daerah Provinsi.

(3) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan
oleh Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi
dari pejabat yang ben/venang di bidang kesehatan pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C dan kelas D
diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah mendapat
rekomendasi dari pejabat yang benwenang di bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(5) Tata cara pemberian izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Kedua

Izin Mendirikan

Pasal 4

(1) Untuk memperoleh izin mendirikan, Rumah Sakit hams memenuhi


persyaratan yang meliputi:
a. studi kelayakan;
b. masterplan]

166
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. status kepemilikan;
d. rekomendasi izin mendirikan;
e. izin undang-undang gangguan(HO);
f. persyaratan pengolahan iimbah;
g. iuastanah dan sertifikatnya;
h. penamaan;
i. Izin Mendirikan Bangunan(IMS);
j. Izin Penggunaan Bangunan(IPB);dan
k. Surat Izin Tempat Usaha(SITU).

(2) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai persyaratan izin mendirikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran
Peraturan ini.

Pasal 5

(1) Rumah Sakit harus mulai dibangun setelah mendapatkan izin


mendirikan.

(2) Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 2(dua)tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu)tahun.
(3) Pemohon yang teiah memperoleh izin mendirikan Rumah Sakit,
apabiia dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum atau tidak melakukan pembangunan Rumah Sakit, maka
pemohon harus mengajukan izin baru sesuai ketentuan izin
mendirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal3dan Pasal4.

Bagian Ketiga

Izin Operasional

Pasal 6

(1) Untuk mendapatkan izin operasional, Rumah Sakit harus memenuhi


persyaratan yang meliputi:
a. sarana dan prasarana;
b. peralatan;

167
MENTERI KESEKATAN
REPUBUK INDONESIA

sumberdaya manusia;dan
Administrasi dan manajemen.(2) Ketentuan teknis lebih lanjut
mengenai persyaratan izin operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat(1)tercantum dalam lamplran Peraturan ini.

Pasal 7

(1) Izin operasional sementara diberlkan kepada Rumah Sakit yang


belum dapat memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal6 ayat(1)dan lamplran Peraturan ini.
(2) Izin operasional sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan untuk jangka waktu 1 (satu)tahun.

Pasal 8

(1) Rumah Sakit yang telah memiliki izin operasional sementara harus
mengajukan surat permohonan penetapan kelas Rumah Sakit kepada
Menteri.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diajukan dengan


melampirkan:
a. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas
Kesehatan Provinsi;
b. Profii dan data Rumah Sakit; dan
c. Isian Instrument Se/Mssessmenf penetapan kelas.
(3) Dalam rangka penetapan kelas Rumah Sakit, Menteri membentukTim
penilai klasifikasi Rumah Sakit.
(4) Berdasarkan hasil penilaian Tim sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Menteri menetapkan klasifikasi Rumah Sakit.
Pasal 9

(1) Rumah sakit yang telah memiliki izin operasional sementara dan
mendapatkan penetapan kelas Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7dan Pasal 8,diberikan izin operasional tetap.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Izin operasional tetap sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berlaku


untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dlperpanjang kembali
selama memenuhi persyaratan.

Pasal 10

(1) Setiap Rumah Sakit yang telah mendapakan izin operasional harus
diregistrasi dan diakreditasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi dan akreditasi
diiaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat

Izin Rumah Sakit Dalam Rangka Penanaman Modal

Pasal 11

(1) Izin Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau
Penanaman Modal Asing(PMA)diberikan oleh Menteri.
(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat(1)rumah
sakit Penanaman Modai Asing (PMA) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas(FT);
b. mengadakan kerjasama dengan badan hukum Indonesia yang
bergerak di bidang perumahsakitan;
c. hanya untuk menyelenggarakan Rumah Sakit;
d. peiayanan yang diberikan adalah pelayanan spesialistik dan/atau
subspesialistik;
8. jumiah tempat tidur minimal 200 buah untuk PMA yang berasai
dari negara-negara ASEAN dan minimal 300 buah untuk PMA
yang berasai darl negara-negara Non ASEAN.
f. lokasi diseluruh wilayah Indonesia
g. besaran modal asing maksimai 67%
h. direktur Rumah Sakit harus Warga Negara Indonesia
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat(2) humf f ditetapkan oleh


Menteri berdasarkan hasil evaluasi lokasi yang dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan.

Pasal 12

Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri(PMDN)atau Penanaman


Modal Asing (PMA)selain memenuhi persyaratan Pasal 3, Pasal 5, dan
Pasal 11 juga hams memenuhi ketentuan Perundang-undangan tentang
Penanaman Modal.

Pasal 13

Rumah Sakit Penanaman Modal Dalam Negeri(PMDN)atau Penanaman


Modal Asing(PMA)wajib mengikuti program-program Pemerintah sesuai
kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

Pasal 14

(1) Permohonan diajukan kepada Departemen Kesehatan c.q. Direktorat


Jenderal Bina Pelayanan Medikdengan melampirkan data-data:
a. Studi kelayakan {feasibilitystudy);dan
b. Formulir isian mendlrikan Rumah Sakit yang telah dilengkapi
(2) Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik mengeluarkan surat
rekomendasi apabila permohonan memenuhi persyaratan.
(3) Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
atas, pemohon mengajukan persetujuan penanaman modal ke Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/ Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah(BKPMD).
(4) Setelah diterbitkannya persetujuan, maka pemohon wajib
mengajukan izin mendirikan dan operasional Rumah Sakit sesuai
ketentuan.

170
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB 111
PENINGKATAN KELAS RUMAH SAKIT

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 15

(1) Setiap Rumah Sakit dapat mengajukan permohonan peningkatan


kelas secara tertulis.
(2) Peningkatan kelas sebagalmana dimaksud pada ayat (1) diajukan
denganmelamplrkan:
a. RekomendasI darl DInas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas
Kesehatan ProvlnsI;
b. Profil dan data Rumah SakIt;
c. Islan instrument Se/fAssessmentpeningkatan kelas;dan
d. sertlflkat lulus akreditasi kelassebelumnya.
(3) Dalam rangka peningkatan kelas Rumah SakIt, Menteri membentuk
Tim penllal klaslflkasi Rumah SakIt.
(4) Berdasarkan hasll penllalan Tim sebagalmana dimaksud pada ayat
(3), Menteri menetapkan kelas Rumah SakIt.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 16

(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota meiakukan pemblnaan dan


pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Inl terhadap Rumah
SakItdlwllayahnya.
(2) Pemerintah daerah provlnsi meiakukan pemblnaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan inl pada pemerintah daerah
kabupaten/kota dlwllayahnya.

171
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap


pelaksanaan Peraturan tni pada pemerintah daerah provinsi.
(4) Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud pada ayat (1) berupa
pemberian bimbingan, supen/isi, konsultasi, pendidikan dan latlhan
dan kegiatan pemberdayaan lain.

Pasal 17

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Pemerintah


Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dapat mengambiltindakan adminlstratif.
(2) Tindakan adminlstratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa:
a. teguran lisan,
b. teguran tertulis, atau
c. pencabutan izin.
(3) Tindakan adminlstratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BABV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasai 18

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai beriaku, Izin Rumah Sakit yang
teiah ada tetap beriaku sampai habis masa beriakunya.
(2) Pada saat peraturan ini muiai beriaku, izin Rumah Sakit yang sedang
dalam proses, dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/ll/1988tentang Rumah Sakit.

172
MENTERJ KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 159b/Menkes/Per/ll/1988 tentang Rumah Sakit beserta
pembahannya,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 20

Peraturan ini mulai berlaku padatanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Januari 2010

Menteri,

Rahayu Sedyanlngsih, MPH, Dr.PH

173
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor :147/MENKES/PER/1/2010
Tanggal :27 Januari2010

A. PERSYARATANIZIN MENDIRIKAN RUMAH SAKIT

1. Studi Kelayakan Rumah Sakit pada dasarnya adalah suatu awal


kegiatan perencanaan rumah sakit secara fisik dan non fisik yang
berisitentang:
a. Kajian kebutuhan pelayanan rumah sakit, meliputi;
1) Demografi, yang mempertlmbangkan luas wilayah dan
kepadatan penduduk,serta karakteristik pendudukyang
meliputi umur,jenis kelamin dan status perkawinan);
2) Sosio-ekonomi, yang mempertlmbangkan kultur/
kebudayaan, tingkat pendidikan, angkatan kerja,
lapangan pekerjaan, pendapatan domestic rata-rata
bruto;
3) Morblditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan 10
penyakit utama (Rumah Sakit, Puskesmas □ Rawat
jalan, Rawat inap), angka kematian (GDR, NDR), angka
persalinan, dan seterusnya;
4) Sarana dan prasarana kesehatan yang mempertimbangkan
jumlah, jenis dan kinerja layanan kesehatan , jumlah
spesialisasi dan kualifikasi tenaga kesehatan, jumlah
dan jenis layanan penunjang (canggih, sederhana dan
seterusnya); dan
5) Peraturan perundang-undangan yang mempertimbangkan
kebljakan pengembangan wilayah pembangunan sektor
non kesehatan, kebljakan sektor kesehatan dan
perumahsakitan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

b. Kajian kebutuhan sarana/fasilitas dan peralatan medik/non


medlk,dana dan tenaga yang dibutuhkan untuk layanan yang
akan diberikan, meliputi:
1) Sarana dan fasilitas fisik yang mempertimbangkan
rencana cakupan,jenis layanan dan fasilitas lain dengan
mengacu dari kajian kebutuhan dan permintaan
(program fungsi dan pogram ruang);
2) Peralatan medik dan non medik yang mempertimbangkan
perkiraan peralatan yang akan digunakan dalam
kegiatan layanan;
3) Tenaga/sumber daya manusia yang mempertimbangkan
perkiraan kebutuhan tenaga dan kualifikasi; dan
4) Pendanaan yang mempertimbangkan perkiraan
kebutuhan dana investasi.

0. Kajian kemampuan pembiayaan yang meliputi:


1) Prakiraan pendapatan yang mempertimbangkan
proyeksi pendapatan yang mengacu dari perkiraan
jumlah kunjungan dan pengisian tempat tidur;
2) Prakiraan biaya yang mempertimbangkan proyeksi
biaya tetap dan biaya tidak tetap dengan mengacu pada
perkiraan sumberdaya manusia;
3) ProyeksiArus Kas(5-10tahun);dan
4) Proyeksi Laba/Rugi(5-10tahun).

Master plan adalah strategi pengembangan aset untuk sekurang-


kurangnya sepuluh tahun kedepan dalam pemberian pelayanan
kesehatan secara optimal yang meliputi identifikasi proyek
perencanaan, demografis, tren masa depan, fasilitas yang ada,
modal dan pembiayaan.

Status kepemilikan.
Rumah Sakitdapatdidirikan oleh:
a. Pemerintah, harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari
Instansi yang bertugas di bidang kesehatan dan instansi
tertentu dengan pengelolaan Badan Layanan Umum,

175
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. Pemerintah Daerah, hams berbentuk Lembaga Teknis


Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah,
atau

c. Swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan


usahanya hanya bergerakdi bidang pemmahsakitan
1) Badan hukum dapat berbentuk Yayasan, Perseroan,
perseroan terbatas, Perkumpulan dan Perusahaan
Umum.
2) Badan hukum dalam rangka penanaman modal asing
atau penanaman modal dalam negeri harus mendapat
rekomendasi dari instans! yang melaksanakan umsan
penanaman modal asing atau penanaman modal dalam
negeri.

4. Persyaratan pengolahan limbah meliputi Upaya Kesehatan


Lingkungan (UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan
atau Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilaksanakan
sesuai jenis dan klasifikasi Rumah Sakit sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Luas tanah untuk Rumah Sakit dengan bangunan tidak
bertingkat, minimal V/z (satu setengah) kali luas bangunan dan
untuk bangunan bertingkat minimal 2(dua) kali luas bangunan
lantai dasar. Luas tanah dibuktikan dengan akta kepemilikan
tanah yang sah sesuai ketentuan peraturan pemndang-
undangan.
6. Penamaan Rumah Sakit:
a. harus menggunakan bahasa Indonesia,dan
b. tidak boleh menambahkan kata "internasional","kelas dunia",
"world class", "global" dan/atau kata lain yang dapat
menimbulkan penafsiran yang menyesatkan bagi
masyarakat.

176
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONEStA

7. Memiliki Izin undang-undang gangguan (HO), Izin Mendirikan


Bangunan(1MB),Izin Penggunaan Bangunan(IPB)dan Surat izin
Tempat Usaha(SITU) yang dikeluarkan oleh Instansi berwenang
sesuai ketentuan yang bertaku.

B. PERSYARATAN IZIN OPERASIONAL RUMAH SAKIT

Untuk mendapatkan izin operasional RS hams memiliki persyaratan:


1. Memiliki izin mendirikan.
2. Sarana prasarana
Tersedia dan berfungsinya sarana dan prasarana pada rawat
jalan, rawat inap, gawat darurat, operasi/bedah, tenaga
kesehatan, radiologi, mang laboratorium, mang sterilisasi, mang
farmasi, mang pendidikan dan latihan, mang kantor dan
administrasi, mang ibadah, mang tunggu, mang penyuluhan
kesehatan masyarakat mmah sakit; mang menyusui, mang
mekanik, mang dapur, laundry, kamar jenazah, taman,
pengolahan sampah, dan pelataran parkir yang mencukupi
sesuai denganjenis dan klasifikasinya.
3. Peralatan,
a. Tersedia dan berfungsinya peralatan/periengkapan medik
dan non medik untuk penyelenggaraan pelayanan yang
memenuhistandar pelayanan, persyaratan mutu,keamanan,
keselamatan dan laik pakai sesuai dengan jenis dan
klasifikasinya.
b. Memiliki izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai
ketentuan yang beriaku untuk peralatan tertentu, misalnya;
penggunaan peralatan radiologi hams mendapatkan izin dari
Bapeten.

4. Sumberdayamanusia,
Tersedianya tenaga medis, dan keperawatan yang puma waktu,
tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan telah terpenuhi
sesuai denganjumlah,jenis dan klasifikasinya.

177
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

5. Administrasi manajemen
a. Memiliki organisasi paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah
Sakit atau DIrektur Rumah Saklt,unsur peiayanan medls,
unsur keperawatan, unsure penunjang medls, komlte medls,
satuan pemeriksaan Internal, serta administrasi umum dan
keuangan.
1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medls yang
mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan.
2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai
pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia.
3) Pemilik Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi
kepala Rumah Sakit.
b. Membuat daftar tenaga medls yang melakukan praktik
kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan
lainnya.
c. Memiliki dan menyusun dan melaksanakan peraturan
intemal Rumah Sakit {hospital by laws dan medical staf by
laws).
d. Memilik standar prosedur operasional peiayanan Rumah
Sakit.

MENTERI,

Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH

178
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 156/MENKES/SK/I/2010

TENTANG

PEMBERIAN INSENTIF BAGITENAGA KESEHATAN DALAM


RANGKA PENUGASAN KHUSUS Dl PUSKESMAS DAERAH
TERPENCIL,PERBATASAN DAN KEPULAUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang; a. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan


kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan
kepulauan dibutuhkan ketersediaan tenaga
kesehatan yang memadai;
b. bahwa untuk meningkatkan akses pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat perlu diberikan
Insentif bagi tenaga kesehatan yang melaksanakan
penugasan khusus di daerah terpencil, perbatasan,
dan kepulauan;
0. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan
Pemberian Insentif Bagi Tenaga Kesehatan Daiam
Rangka Penugasan Khusus di Daerah Terpencil,
Perbatasan dan Kepulauan dengan Keputusan
Menterl Kesehatan.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang


Pokok Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3041), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);

179
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara(Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor5,Tambahan Lembaran Negara Nomor
4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4400);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3637);
7. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);

180
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007


tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
9. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1994 tentang
Pengangkatan Bidan Sebagai Pegawai TidakTetap
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 77 Tahun 2000;
10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan,Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau KecilTerluar;
12. Keputusan Bersama Menteri Pertahanan
Keamanan dan Menteri Kesehatan Nomor 1122/
Menkes/SKB/1999 dan Nomor NKB/01/IX/1999
tentang Kerjasama Pembinaan Kesehatan dalam
Rangka Pertahanan Keamanan Negara;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 508/Menkes/
SK/IV/2007 tentang Penetapan Lama Penugasan
Dan Besaran Insentif Bagi Tenaga Medis Dan Bidan
Pegawai Tidak Tetap Yang Bertugas Pada Sarana
Pelayanan Kesehatan;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/
PerA/ni/2007 tentang Kriteria Sarana Pelayanan
Kesehatan Terpencil Dan Sangat Terpencil
sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1239/Menkes/Per/XII/2007.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1231/Menkes/
Per/XI/2007 tentang Penugasan Khusus Sumber
Daya Manusia Kesehatan;
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1235/


Menkes/SK/XII/2007 tentang Pemberian Insentif
Bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan Yang
Melaksanakan Penugasan Khusus;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/
Menkes/Per/ XI/2005 tentang Organisast dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor439/Menkes/Per/VI/2009.

MEMUTUSKAN ;

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PEMBERIAN INSENTIF BAGI TENAGA KESEHATAN
DALAM RANGKA PENUGASAN KHUSUS Dl
PUSKESMAS DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN
DAN KEPULAUAN.

Kriteria penentuan besaran insentif bagi tenaga


kesehatan yang bertugas di puskesmas daerah
terpencil, perbatasan, dan kepulauan sebagaimana
dimaksud pada Diktum Kesatu tercantum dalam
Lampiran I Keputusan ini.
Tenaga kesehatan penerima insentif sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kesatu terdiri atas perawat,
kesehatan lingkungan, glzi, analis kesehatan dengan
kualifikasi pendidikan Diploma III, dan D-lll kesehatan
lainnya selain bidan sesuai dengan kebutuhan daerah
tersebut.

Daftar puskesmas penerima insentif bagi tenaga


kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Kesatu tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.
Daftar puskesmas penerima insentif sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Keempat dapat diubah sesuai
dengan kebutuhan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Keenam Alokasi biaya untuk pembayaran insentif sebagaimana


dimaksud dalam Diktum Kedua dibebankan pada
anggaran Kementerian Kesehatan.

Ketujuh Keputusan ini muiai berlaku padatanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggai 28 Januari 2010

Menteri,

ayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

183
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran I
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor :156/Menkes/SK/l/2010
Tanggal :28Januari 2010

BESARAN INSENTIF BAGITENAGA KESEHATAN DALAM RANGKA


PENUGASAN KHUSUS Dl OAERAH TERTINGGAL,PERBATASAN
DAN KEPULAUAN

INSENTIF DAN JENIS TENAGA KESEHATAN

A. Jenis Insentif
Insentif yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang bertuqas
di DTPK berupa uang.
B. Penentuan Besaran Insentif
Besaran insentif pelaksanaan tugas ditentukan berdasarkan
wllayah tempat tugas, jenjang pendidlkan dan status
kepegawalan.

1. Pembagian Wllayah
Besaran Insentifdibedakan berdasarkan wllayah tempattugas
sebagai berikut:

a. Regional I
BagI tenaga kesehatan yang ditugaskan pada
Kabupaten/Kota dl wllayah Indonesia Tlmur sebagai
berikut;
ProvlnsI Papua
ProvlnsI Papua Barat
ProvlnsI Maluku
ProvlnsI Maluku Utara
ProvlnsI NusaTenggaraTimur
ProvlnsI Sulawesi Barat
ProvlnsI Sulawesi Tengah
ProvlnsI Sulawesi Tenggara

184
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

9} Provinsi Sulawesi Utara khusus Kabupaten Sangihe,


Kabupaten Talaud, Kabupaten Minahasa Utara dan
Kabupaten Sitaro
10) Provinsi Sulawesi Selatan khusus Kepulauan Selayar.

b. Regional II
Bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan pada
Kabupaten/Kota di luarwilayah Jawa Bali, sebagai berikut:
1) Provinsi Sumatera Utara
2) Provinsi Bengkulu
3) Provinsi Kepulauan Riau
4) Provinsi Kalimantan Barat
5) Provinsi Kalimantan Timur

2. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan tenaga kesehatan penerima insentif
adalah D-lll bidang kesehatan.

3. Status Kepegawaian
Status pegawai tenaga kesehatan penerima insentif adalah
pegawai kontrak untuk penugasan khusus.

C. Besaran Insentif
Besaran biaya insentif finansial yang diberikan bagi tenaga
kesehatan yang di tugaskan dl DTPK sebagai berikut:
Jenjang Besar 1 Besaran Insentif
Pendidikan Penghasiian
(D-lll) Pokok
Regional 1 Regional II
Perawat 1.700.000 2.700.000 2.700.000

Kesehatan 1.700.000 2.700.000 2.700.000


LIngkungan
1.700.000 2.700.000 2.700.000
GizI
1.700.000 2.700.000 2.700.000
Analls Kesehatan
1.700.000 2.700.000 2.700.000
D-lll Kesehatan
lalnnya selain bidan
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BssBrsn insontif ysng diberikan disBsuaikan dongan gaji/honor yang


diterima, agarjumlah biaya yang di bawa pulang(Take HomePay)per
bulan berdasarkan jenjang pendidikan adalah sama. Besaran biaya
THP hanya dibedakan berdasarkan regionalisasitempat penugasan.
Total biaya yang diperoieh bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan di
DTPK didapatdengan metode penghitungan sebagai berikut:
Komponen Biaya Jumlah Total
Status Kepegawaian Besar Insentif
Penghasilan
Pokok

Pegawai Kontrak Besar Penghasilan Pokok +


Insentif

Menteri,

g Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr. PH

186
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Lampiran II
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor :156/Menkes/SK/I/2010
Tanggal :28 Januarl 2010
DAFTAR PUSKESMAS PRIORITAS PROGRAM YANKES
DAERAH TERPENCIL,PERBATASAN DAN KEPULAUAN TAHUN 2010

NAMA JUMUH DESA/


NO PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PUSKESMAS KELURAHAN

REGIONAL!
1 NH 1. Kupang
1 Naikliu 6 Perbatasan
2 Oepoli 5 Perbatasan
2.™
3 Eban 14 Perbatasan
4 Tasinifu 4 Perbatasan
5 Nunpene 15 Perbatasan
6 Bitefa 12 Perbatasan
7 Oeolo 15 Perbatasan
8 Win! 9 Perbatasan
3.Belu
9 Wedomu 14 Perbatasan
10 Weluli 9 Perbatasan
11 Nualain 8 Perbatasan
12 Halilulik 12 Perbatasan
13 Nanvalus 12 Perbatasan
14 Haekesak 6 Perbatasan
15 Atapupu 8 Perbatasan
16 Haliwen 7 Perbatasan
17 Webora 9 Perbatasan
4.Alor
18 PadangAlang 8 Pulau Terluar
19 Maritaing 6 Pulau Terluar
20 Buraga 8 Pulau Terluar
21 Kalunan 5 Pulau Terluar
2 SULUT 5. Kep. Talaud
22 Miangas 1 Perbatasan
23 Karatung 9 Pbtsn&PPKT
24 Dapalan 1 Pbtsn & PPKT
25 Gemeh 1 Pbtsn&PPKT
26 Kakomtan 1

187
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

NAMA JUMLAH DESA/


NO PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PUSKESMAS KELURAHAN

6. Minahasa Utara
27 Won 18 PulauTerluar

7. Sangihe
28 Kendahe 1 Pulau Terluar
29 Marore 1

8. Sitaro
30 Ondong 10 Pulau Terluar

3 SULTENG 9.ToIi-Toli
31 Ogutua 8 Pulau Terluar

4 MALUKU 10. Maluku Tenggara Barat


32 SaumlakI 9 Pulau Terluar
33 Adaut 3 Pulau Terluar
34 Namtabung 3 Pulau Terluar
35 Larat 8 PulauTerluar

11. Maluku Barat Daya


36 Marsala 11 Pulau Teiiuar
37 Leiang 5 Pulau Teiiuar
38 Serwaru 7 Pulau Teiiuar
39 Wonreli 12 Pulau Terluar
40 llwaki 12 Pulau Terluar
41 Ustutun 11 Pulau Terluar

12. KepulauanAru
42 KoijabI 0 Pulau Terluar
43 Meisiang 19 Pulau Teiiuar

5 MALUT 13. Malmahera Utara


44 Daruba 20 Perbatasan
45 Wayabula 17 Perbatasan
46 Bere-Bere 27 Perbatasan

14. Morotai

188
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

NAMA JUMLAH DESA/


NO PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PUSKESMAS KELURAHAN

6 PAPUA 15. Kota Jayapura


47 Koya 6 Perbatasan

16. Sam! 48 Sam! Puiau Terluar

17. Merauke
49 Ulilin 9 Perbatasan
50 Bupul 12 Perbatasan
51 Sota 5 Perbatasan
52 Rimba Jaya 8 Perbatasan
53 Kimaam 32 Puiau Terluar

18. Supiori
54 Sabarmiokre 7 Pulau Terluar
55 Sorendlweri 10 Puiau Terluar

• . 19. Peg. Bintang


56 Oksibil 14 Perbatasan
57 Iwur 11 Perbatasan
58 Batom 9 Perbatasan

20. Boven Oigoe


59 Mindiptanah 13 Perbatasan
60 Waropko 9 Perbatasan

21. Keerom
61 Arso Timur 7 Perbatasan
62 Waris 6 Perbatasan
63 Senggi 6 Perbatasan
64 Ubrub 6 Perbatasan

7 IRJABAR 22. RajaAmpat 65 Dorekar


- Pustu Yenkawir 12
- Pustu Rutum
- Pustu Reni

TOTAL REGIONAL! 689

189
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

NAMA JUMLAHDESA/
NO PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PUSKESMAS KELURAHAN

8 SUMUT 23. Nias Selatan


66 Pulau Tello 35 Pulau Teriuar

9 BENGKULU 24. Bengkulu Utara


67 Enggano 6 Pulau Teiiuar

10 KEPRI 25. Natuna


68 Pulau Laut 3 Perbatasan
69 Sub! 8 Pbtsn&PPKT
70 Serasan 9 Perbatasan

26. Karimun
71 Tebing 7 Pulau Teriuar

27. Batam
72 BIk Padang 6 Pulau Teriuar

11 KALBAR 28. Sambas


73 Paloh 5 Perbatasan
74 Sajlngan 5 Perbatasan

29. Sanggau
75 Entikong 5
76 Balai Karangan 10

30. Sintang
77 Senaning 18 Perbatasan
78 Merakai 20 Perbatasan

31. Kapuas Hulu


79 Nanga Kantuk 6
80 Puring Kencana 5 Perbatasan
81 Badau 9 Perbatasan
82 Lanjak 9 Perbatasan
83 Benua Martinus 10 Perbatasan

190
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

NAMA JUMUHDESA/
NO PROPINSI KABUPATEN KETERANGAN
PUSKESMAS KELURAHAN

32. Bengkayang
84 Siding 8 Perbatasan
85 Jagoi Babang 7 Perbatasan

12 KALTIM 33. Kutai Barat


86 Tiong Chang 10 Perbatasan
87 Long Pahangal 11 Perbatasan
34. Mallnau
88 Lg. Nawang 5 Perbatasan
89 Data DIan 5 Perbatasan
90 Lg. Pujungan 9 Perbatasan
91 LongAmpung 5 Perbatasan
92 LongAlango 6 Perbatasan
35. Nunukan
93 Long Bawan 65 Perbatasan
94 LongAvu 22 Perbatasan
95 Mansalong 77 Perbatasan
96 Nunukan 6 Perbatasan
97 Setabu 4 Pbtsn&PPKT
98 Aji Kuning 2 Pbtsn&PPKT
99 Sungai Nyamuk 4 Pbtsn&PPKT
100 Pembeliangan 21 Perbatasan

36. Berau
101 Maratua 4 Pulau Terluar
TOTAL PUS<ESMAS 101
TOTAL REGIONAL! 447
TOTAL REGIONAL II 1036

MENTERI,

RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH

191
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR HK.03.01/MENKES/159/I/2010

TENTANG

PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGGUNAAN OBAT


GENERIK Dl FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka penggunaan obat generik di


fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, telah
ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/068/1/2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah;

b. bahwa agar penggunaan obat generik di fasilitas


pelayanan kesehatan pemerintah dapat berjalan
dengan efektif, perlu dilakukan pembinaan dan
pengawasan;

0. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu disusun
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan
Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Kesehatan;

Mengingat 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

193
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5062);

4. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

5. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang


Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Registrasi Indonesia
Nomor 5044);

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerNI/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

194
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

9 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1009/Menkes/


SK/X/1995 tentang Pembentukan Komite Nasional
FarmasidanTerapi;

10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 068/Menkes/


SK/11/2006 tentang Pedoman Pencantuman Mama
Generik Pada Label Obat;

11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/


SK/V/2006tentang Kebijakan Obat Nasional 2006;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 791/Menkes/


SKA/I11/2008 tentang Daftar Obat Esensial Nasional
2008;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/


Menkes/068/1/2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

Kesatu KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PENGGUNAAN OBAT GENERIK DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH.

Kedua Pedoman sebagalmana dimaksud dalam Diktum Kesatu


sebagaimanatercantum dalam Lampiran Keputusan Inl.
Ketiga Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua
agar digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah,

195
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Propinsi, Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota. Rumah Sakit dan pihak yang terkaif
da am rangka penggunaan obat gener^ d"Sas
pelayanan kesehatan milik pemerintah.
Keempat Keputusan ini mulai beriaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
la tanggal 28 Januari 2010

Menteri

ahayu Sedyaningslh, MPH, Dr. PH

196
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor :HK.03.01/MENKES/159/1/2010
Tanggal :28Januari2010

PEDOMAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGGUNAAN OBAT


GENERIK 01 FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH
I. PENDAHULUAN

Pedoman pembinaan dan pengawasan penggunaan obat generik di


fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah dimaksudkan untuk
menjadi pedoman bagi petugas pelaksana di Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota.

Ketersedlaan obat di pelayanan kesehatan pemerintah merupakan


tanggungjawab Pemerintah Pusat,Propinsi dan Kabupaten/Kota:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, pemerintah daerah
wajib menyediakan obat generik untuk pasien rawat jalan dan
rawatinap
2. Penyediaan obat generik sebagaimana dimaksud pada butir (1)
berdasarkan pada formularium yang disusun oleh fasilitas
pelayanan kesehatan dimaksud.
3. Formularium sebagaimana yang dimaksud pada butir (2)
mengacu kepada Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN).
il. TATACARA PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
A. Pembinaan Pelaksanaan Penullsan Resep dan Penyediaan
Obat Generik
1. Pembinaan pelaksanaan penulisan resep obat generik
dilakukan melalui komunikasi, informasi dan edukasi dengan
bimbingan teknis dan pertemuan berkala secara berjenjang
2. Pembinaan dilaksanakan oleh Pemerintah dan organisasi
profesi terkait.
3. Pembinaan pelaksanaan penyediaan obat generik dilakukan
dengan menyusun pedoman penyediaan obat generik dan
diseminasikan melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi
kepada unit terkait.

197
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

B. Pemantauan Pelaksanaan Penulisan Resep ObatGenerik


Pemantauan pelaksanaan penulisan resep obat generik dllakukan
di Rumah Sakit, Puskesmas dan jarlngannya, serta sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
1. Pemantauan pelaksanaan dllakukan oleh:
a. Instalasi Farmasi Rumah Sakit untuk penulisan resep di
Rumah Sakit
b. Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota untuk penulisan resep
di Puskesmas dan jarlngannya serta sarana pelayanan
kesehatan lainnya.
2. Hasil pemantauan dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh
format Lampiran(1-1)atau Lampiran(2-1).
3. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan
rekap hasil pemantauan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dengan menggunakan contoh format Lampiran (1-2)
atau Lampiran (2-2).
4. Rekapitulasi hasil pemantauan pelaksanaan penulisan resep
obat generik di Rumah Sakit dikirimkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui
mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku, dengan
menggunakan contoh format Lampiran (1-3);
5. Rekapitulasi hasil pemantauan pelaksanaan penulisan resep
obat generik di Puskesmas dan jarlngannya serta sarana dan
pelayanan kesehatan lainnya dikirimkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
melalui mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku,
dengan menggunakan contoh format Lampiran(2-3)

C. Pemantauan Pelaksanaan Penyediaan Obat Generik


1. Pemantauan pelaksanaan penyediaan obat generik dllakukan
oleh:
a. Satuan Pengawasan Internal untuk penyediaan obat
generik di Rumah Sakit.

198
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

b. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk penyediaan obat


generik di Puskesmas dan jaringannya serta sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Hasil pemantauan dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh
format Lampiran(3-1)atau Lampiran (4-1).
3. Kepaia Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan
rekap hasil pemantauan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dengan menggunakan contoh format Lampiran (3-2)
atau Lampiran(4-2).
4. Rekapitulasi hasil pemantauan penyediaan obat generik di
rumah sakit dikiiimkan oleh Kepala Dinas Propinsi kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan
sistem pelaporan yang berlaku.
5. Rekapitulasi hasil pemantauan penyediaan obat generik di
Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan
kesehatan lainnya dikirimkan oleh Kepala Dinas Propinsi
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui mekanisme dan
sistem pelaporan yang berlaku.

III. SANKSI
Pelanggaran terhadap ketentuan kewajiban menggunakan obat
generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat dikenakan
tindakan administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30
tahun 1980tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Menteri,

Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

199
Lampiran 1-1
FORMULIR
LAPORAN PEMANTAUAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK D1 RUMAH SAKIT

Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Kabupaten/Kota

Periode :Jan-Maret I April-Juni I Juli-Sept I Okt-Des 201....


R/Obat
Jumlah % R/ Generik
Dokter Total R/ Obat
Lember Resep Total HI thd Total R/
Generik
-.5 6 = 5/4
Lampiran 1-2
FORMULIR
LAPORAN PEMANTAUAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK Dl RUMAH SAKIT

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


PROVINSI

Periode : Jan-Maret I April-Juni I Juli-Sept I Okt-Des 201....


R/Obat
7 Jumiah —r: ■—
Rumah Sakit Total R/ Obat % R/ Generik
Lember Resep Total RI
Generik thd Total R/
5 6 = 5/4
Lampiran 1-3
FORMULIR
LAPORAN PEMANTAUAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK D1 RUMAH SAKIT

Periode :Jan-Maret / April-Juni I Juli-Sept I Okt-Des 201


R/Obat
Jumlah ^ Total R/ Obat % R/ Generik
Kabupaten/Kota Lember Resep Total HI Generik thd Total R/
5 . 6 = 5/4
Lampiran 2-1
FORMULIR
PEMANTAUAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Kabupaten/Kota

Periode : Jan-Maret I April-Juni I Juli-Sept I Okt-Des 201....


R/Obat
Jumlah
Dokter Total R/ Obat % RJ Generik
Lember Resep Total R/
Generik thd Total R/
5... .- ,.6 =,5/4
Lampiran 2-2
FORMULIR
PEMANTAUAN PENULISAN RESEP OBAT GENERIK Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Kabupaten/Kota

Periode :Jan-Maret I April-Juni I Juli-Sept I Okt-Des 201....


R/Obat
Jumlah ^
Rumah Sakit Total R/ Obat % R/ Generik
Lember Resep Total R/
Generik thd Total R/
5 6 = 5/4
Lampiran 2-3
FORMULIR
PEMANTAUAN PENUUSAN RESEP OBAT GENERIK Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Dinas Kesehatan Provinsi.

Periode : Jan-Maret I April-Juni I Juli-Sept / Okt-Des 201....


R/Obat
IX t- X X Jumlah Total R/ Obat % R/ Generik
No Kabupaten/Kota LemberResep Total R/
Generik thd Total R/
5 6 = 5/4
Lampiran 3-1
FORMULIR
LAPORAN PEMANTAUAN PENYEDIAAN OBATA GENERIK D1 RUMAH SAKIT

Satuan Pengawasan Internal RS

Perlode:Jan-Maret I April-JunI I Jull-Sept I Okt-Des 201....


Belanja Obat I Belanja Item "Obat
Total Belanja Obat Generik I Belanja Otiat Generik
No' Rumah Sakit Kab/Kota Belanja Rp % thd Total iteSjenis Jumlah Item % thd Total
(Rp)
3 4 5 = 4/3 6 7 8 = 7/6
Lampiran 3-2
FORMULIR
LAPORAN PEMANTAUAN PENYEDIAAN OBATA GENERiK Di RUMAH SAKIT

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Periode : Jan-Maret/ April-Juni I Juli-Sept / Okt-Des 201....

Belanja Obat - I Belanja Item Obat


Total ■ . Belanja Obat Generik Belanja Obat Generik
Rumah Sakit Kab/Kota
: Belanja Total
Rd % thd Total Jumlah Item % thd Total
Item/Jenis
3 5 = 4/3 6 7 8 = 7/6
Lampiran 3-3
FORMULIR
LAPORAN PEMANTAUAN PENYEDIAAN OBATA 6ENERIK Dl RUMAH SAKiT

Dinas Kesehatan Provinsi

Periode : Jan-Maret I April-Juni I Juii-Sept I Okt-Des 201....

Belanja Obat I1 Belanja Item Obat


1 Belanja Obat Genehk 1 Belanja Obat Generik
Rumah Sakit Kab/Kota
ia Total
Rp % thd Total Jumlah Item % thd Total
Item/Jenls
1 2 4 5 = 4/3 6 7 8 = 7/6
Lampiran 4-1
FORMULIR
PEMANTAUAN PENYEDIAAN OBATGENERIK DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota


PROVINSI

Periode :Jan-Maret I Aprii-Juni I Juli-Sept I Okt-Des 201....


Beianja Obat I Belanja Item Obat
Total Belanja Obat Generik ~1 Belania Obat Generik
Rumah Sakit Kab/Kota
Belanja % thd Total Jumlati Item % thd Total
8 = 7/6
Lampiran 4-2
FORMULIR
PEMANTAUAN PENYEDIAAN OBAT GENERIK Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota


PROVINSl

Periode : Jan-Maret/April-Juni I Juli-Sept/ Okt-Des 201....


Belanja Obat ' 1 Belanja Item Obat
Total : Belanja Obat Generik Belanja Obat Generik
Rumah Sakit Kab/Kota
Belanja - Rp %thd Total Jumlahltem
Jumlah Item %thdToti
% thd Total
(RP).-. . Item/Jems
3 4 5 = 4/3 6 7 8 = 7/6
Lampiran 4-3
FORMULIR
CD
PEMANTAUAN PENYEDIAAN OBAT GENERIK Dl PUSKESMAS DAN JARINGANNYA
II

00

Dinas Kesehatan Provinsi

Periode:Jan-Maret/April-Juni I Juli-Sept/ Okt-Des 201....


Belania Obat Belanja item Obat
Total Be ania Obat Generik '" Belania Obat Generik
No Rumah Sakit Kab/Kota Total
Belanja Jumlah Item % thdTbtaljo
Rp ,' "% thd Total ,
,. ■ Item/Jenis
(RP) I ^ 5

2 3 4 5 = 4/3 6 7
1

lo
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 161/MENKES/PER/I/2010

TENTANG

REGISTRASITENAGA KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Tibang ; bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 23 ayat (5)


Undang-Undang Nomor 36 tahun 2Q09 tentang Kesehatan,
peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan, dan dalam rangka pemberian izin, perlu
mengatur registrasi tenaga kesehatan dengan Peraturan
Menteri Kesehatan;

lingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomcr 59, Tambahan Ler ')cran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negarc Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Ncn.:5r 3637);
i

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor4737);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/XI/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/
Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

WIenetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


REGISTRASITENAGA KESEHATAN.

BAB i
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, balk promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah,dan/atau masyarakat.
3. Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan,dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi.
4. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan
praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus
uji kompetensi.

214
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang


telah memiliki sertlfikat kompetensi dan telah mempunyal kualifikasi
tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik
dan/atau pekerjaan profesinya.
6. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang
diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, selanjutnya disingkat MTKI adalah
lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan.
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, selanjutnya disingkat MTKP adalah
lembaga yang melaksanakan uji kompetensi di daerah dalam rangka
proses registrasi.
9. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kesehatan.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
SumberDaya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan.

BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI

Baglan Kesatu
Umum

Pasal 2

(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan


keprofesiannya wajib memiliki STR.
(2) Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga
Kesehatan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan
persyaratan meliputi:
a. fotokopi ijazah pendidikan di bidang kesehatan yang dilegalisir;
b. fotokopi transkrip nilai akademik yang dilegalisir;
0. fotokopi Sertifikat Kompetensi yang dilegalisir;
d. surat keterangan sehatdari dokteryang memiliki Surat Izin Praktik;
e. pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi; dan
f. pas foto terbaru dan berwarna ukuran 4 X 6 cm sebanyak 2(dua)
lembar
(3) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
diperoleh melalui Uji Kompetensi.

215
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(4) STIR berlaku selama 5(lima)tahun dan dapat diregistrasi uiang setiap 5
(lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagalmana
dimaksud pada ayat(2).

Pasal 3

Dalam rangka pelaksanaan Reglstrasi dan Uji Kompetensi, Menteri


membentuk MTKI dan MTKR

Bagian Kedua Uji Kompetensi

Pasal 4

(1) Uji Kompetensi dilaksanakan oleh MTKR


(2) Untuk mengikuti Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Tenaga Kesehatan hams mengajukan permohonan dengan melampirkan
persyaratan meliputi:
a. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
b. memiliki surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin
Praktik;
c. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi atau melampirkan fotokopi surat bukti angkat sumpah;
dan
d. pasfoto terbaru dan berwarna ukuran 4X6sebanyak 3(tiga)lembar.
Pasal 5

(1) Untuk melaksanakan Uji Kompetensi, MTKR membentuk Tim Renguji


Kompetensi.
(2) Tim Renguji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat(1)terdiri dari
sekelompok orang yang telah mengikuti pelatihan menguji, dan teruji
kompetensinya, serta telah memiliki sertifikat dari MTKI atas nama
Menteri.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan untuk menjadi penguji kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat(2)diatur dalam pedoman teknis MTKI.
Pasal 6

Reserta Uji Kompetensi terdiri dari peserta yang telah menyelesaikan


pendidikan Tenaga Kesehatan atau peserta yang akan melakukan Uji
Kompetensi ulang.

216
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 7

Waktu pelaksanaan Uji Kompetensi disesuaikan dengan jadwal Uji


Kompetensi nasional dan tempat Uji Kompetensi yang tersedia di setiap
daerah yang ditetapkan MTKI.

Pasal 8

Peralatan Uji Kompetensi yang meliputi bahan dan aiat uji hams disediakan
dan diiengkapi sesuai dengan mated Uji Kompetensi.

Pasal 9

(1) Uji Kompetensi dilakukan di institusi pendidikan tenaga kesehatan yang


terakreditasi atau tempat lain yang ditunjuk.
(2) Mated Uji Kompetensi disusun oleh MTKI sesuai dengan standar
kompetensi yang telah ditetapkan dalam standar profesi.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara Uji Kompetensi ditetapkan oleh
MTKI.

Pasal 10

(1) Tenaga Kesehatan yang telah lulus Uji Kompetensi dibedkan Sertifikat
Kompetensi.
(2) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
olehKetuaMTKP.
(3) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan Uji Kompetensi kembali
setelah habis masa beriakunya.
(4) Berdasarkan Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3),Tenaga Kesehatan harus segera mengajukan permohonan
memperoleh STR.
(5) Contoh Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Formulir I terlampir.

Pasal 11

Bagi Tenaga Kesehatan asing dan/atau lulusan luar negeri berlaku ketentuan
Uji Kompetensi sesuai ketentuan peraturan pemndang-undangan.

217
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Ketlga
Registrasi

Pasal12

(1) Untuk memperoieh STR, Tenaga Kesehatan hams mengajukan


permohonan kepada Ketua MTKI melalui MTKR
(2) Contoh surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
(3) MTKI melakukan Registrasi secara nasional dan memberikan nomor
P®serta kepada Kepala DInas Kesehatan ProvinsI melalui
MTKR
(4) Kepala Dinas Kesehatan ProvinsI selaku registrar menandatangani STR
atas nama MTKI dan STR berlaku secara nasional dl selumh wllavah
Indonesia. '
(5) Contoh STR sebagaimana tercantum dalam Formulir 111 terlampir.
(6) MTKI menyampalkan pembukuan Registrasi kepada Menteii melalui
Kepala Badan.

Pasal 13

(1) Tenaga Kesehatan asing dan/atau lulusan luar negeri yang bekerja dl
wllayah Negara Kesatuan Republlk Indonesia wajib memlllkl STR.
(2) Untuk rnemperoleh STR, Tenaga Kesehatan asIng sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)harus memenuhl persyaratan mellputi:
a. memlllkl Ijazah pendldlkan dl bidang kesehatan;
b. memlllkl SertlflkatKompetensI;
c. memlllkl surat keterangan telah menglkuti program adaptasi /
evaluasi;
d. memlllkl surat keterangan sehat dari dokter yang memlllkl Surat Izin
Praktik;
e. pernyataan akan mematuhl dan melaksanakan ketentuan etika
profesi; dan
f. rekomendasi organlsasi profesi dari negara asal.
(3) Untuk memperoieh STR.lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang merupakan Warga Negara Indonesia harus memenuhl
persyaratan mellputi:
a. memlllkl Ijazah pendldlkan dl bidang kesehatan;
b. memlllkl Sertlfikat KompetensI;
c. memlllkl surat keterangan telah menglkuti program adaptasl/evaluasi;
d. memlllkl surat keterangan sehat dari dokter yang memlllkl Surat Izin
Praktik;dan
e. pemyataan akan mematuhl dan melaksanakan ketentuan etIka
profesi.
218
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(4) Tenaga Kesehatan warga negara asing dan/atau lulusan luar negeri seiain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 14

SIR tidak berlaku apabiia .


a. dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya;
c. atas permintaan yang bersangkutan; atau
d. yang bersangkutan meninggal dunia.

BAB III
MTKI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 15

(1) Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh


Tenaga Kesehatan dibentuk MTKI.
(2) MTKI bertanggungjawab kepada Menterl.

Bagian Kedua
Tugas

Pasal 16

MTKI mempunyal tugas;


a. membantu Menterl dalam menyusun kebijakan,strategi, dan tata laksana
RegistrasI;
b. melakukan upaya pengembangan mutu Tenaga Kesehatan;
c. melakukan kaji banding mutu Tenaga Kesehatan;
d. menyusun tata caraUjIKompetensi.penguji.dan monitoring MTKP;
e. memberikan nomor RegistrasI Tenaga Kesehatan;
f. menerbitkan dan mencabutSTR;
g. melakukan sosialisasi RegistrasI Tenaga Kesehatan;dan
h. melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan RegistrasI.

219
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal17

(1) Susunan organisasi MTKI terdiri atas:


a. Ketua;
b. Divisi Profesi;
c. Divisi Standarisasi;dan
d. Divisi Evaiuasi.

(2) Keanggotaan MTKI ditetapkan oleh Menteri atas usul Kepala Badan vana
terdiri dari unsur-unsur:
a. Kementerian Kesehatan sebanyak4(empat)orang;
b. Perwakilan organisasi profesi perawatsebanyak 3(tiga)orang*
c. Perwakilan organisasi profesi bidan sebanyak 2(dua)orang*
d. Perwakilan organisasi profesi lainnya sebanyak 1 (satu) orang dari
masing-masing profesi;dan
e. Perwakilan unsur pendidikan sebanyak 1(satu)orang.
(3)Persyaratan keanggotaan MTKI meliputi:
a. WargaNegaraRepublik Indonesia;
b. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh waktu;
c. latar belakang pendidikan minimal Strata 1 (satu)bidang kesehatan*
d. berusia
e. mernilikidedikasiyangtinggiterhadapmutupelayanan kesehatan;'
antara 45(empat puluh lima) tahun sampai dengan 60(enam
puluh)tahun;
f. sehatjasmani dan rohani;
g. memiliki pengalaman bekerja sebagai profesional di bidang
kesehatan sesuai dengan kualifikasinya minimal selama 3 (tiga)
tahun;dan
h. berdomisili di ibukota negara Republik Indonesia.
(4) Masa bakti keanggotaan MTKI adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih
kembali maksimal 1(satu)periode.
(5) Ketua MTKI dan Divisi dijabat oleh salah satu wakil dari Kementerian
Kesehatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan MTKI ditetapkan oleh
Ketua MTKI.

220
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 18

(1) Divisi Profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b
bertugas:
a. memberikan masukan dalam pelaksanaan Uji KompetensI yang
meliputi mekanisme, mated, penguji,dan tempat;dan
b. menunjuk perwakilan anggota organisasi profesi untuk dicalonkan
dalam penyelenggaraan Uji Kompetensi.
(2) Divisi Standarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1) huruf
cmempunyaitugas:
a. menyusun standar mated Uji Kompetensi;
b. mengembangkan standar mated Uji Kompetensi;
0. menyusun kriteria penguji;
d. menyusun standar mated pelatihan tim penguji; dan
e. menetapkan standar prosedur operasional Uji Kompetensi.

(3) Divisi Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat(1) huruf d


mempunyai tugas:
a. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Uji Kompetensi;
dan
b. melaksanakan monitoring dan evaluasi pendidikan, pelatihan,
penelitian dan pengembangan.

Pasal 19

MTKI dalam melaksanakan tugasnya dibantu:


a. Sekretariat, yang merupakan unit Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian
Kesehatan;dan
b. TimAd hoc yang dibentukoleh MTKI.

Pasal 20

(1) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dipimpin oleh


seorang Sekretaris.
(2) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diusulkan oleh Kepala
Badan dan bertugassebagai pelaksana administrasi MTKI.

221
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Sekretariat MTKI mempunyai tugas:


a. melakukan sinkronisasi dan harmonisasi tugas MTKI dengan
kebijakan Pemerintah;
b. penatausahaan SIR;dan
c. mengelola keuangan, kearsipan, personalia, dan kerumahtanggaan
MTKI.

BAB IV
MTKP

Baglan Kesatu
Umum

Pasal 21

(1) MTKP merupakan unit fungsional dari Badan Pengembangan dan


Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian
Kesehatan di bawah koordinasi MTKI.
(2) MTKP dibentuk di setiap provinsi dan berkedudukan di ibukota provinsi.
(3) MTKP bertanggungjawab kepada Kepala Badan melalui MTKI.

Baglan Kedua
Tugas, dan Wewenang

Pasal 22

MTKP mempunyai tugas:


a. melakukan rekrutmen calon peserta Uji Kompetensi;
b. meneliti kelengkapan dan keabsahan terhadap persyaratan calon peserta
Uji Kompetensi;
0. melaksanakan Uji Kompetensi;
d. menerbitkan sertifikat Uji Kompetensi;
e. memberikan rekomendasi kepada institusi pendidikan yang terakreditasi
untuk melakukan pendidikan dan pelatihan bagi peserta yang tidak lulus
Uji Kompetensi;
f. melaksanakan kebijakan Uji Kompetensi;
g. melaksanakan pemantauan Uji Kompetensi;dan
h. mempublikasikan hasil Uji Kompetensi.

222
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 23

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, MTKP


mempunyai wewenang:
a. menyetujul atau menolak permohonan Uji Kompetensi;
b. melaksanakan sosialisasi Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan di Provinsi;
c. memberikan Sertifikat Kompetensi kepada peserta yang iulus ujian
kompetensi;
d. meiakukan koordinasi pelaksanaan Uji Kompetensi dengan MTKI;
e. membuat laporan berkaia kepada MTKI dengan tembusan Pemerintah
Daerah Provinsi; dan
f. meiakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan di Provinsi.

Bagian Ketiga
Susunan OrganisasI dan Keanggotaan

Pasal 24

(1) Susunan organisasi MTKP terdiri dari:


a. Ketua;
b. Divisi Registrasi;
0. Divisi Uji;
d. Divisi Pendidikan,Pelatihan dan Pembinaan;dan
e. Divisi Evaluasi.
(2) Ketua MTKP dijabat oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi.(3)
Keanggotaan MTKP ditetapkan oleh Kepala Badan.

Pasal 25

(1) Keanggotaan MTKP terdiri dari unsur-unsuryang berasal dari:


a. Dinas Kesehatan;dan
b. penA/akilan organisasi profesi.
(2) Persyaratan keanggotaan MTKP meliputi:
a. Warga Negara Indonesia;
b. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh waktu;
0. latar belakang pendidikan minimal Strata 1 (satu) bidang kesehatan
atau setara;
d. memiliki dedikasi yang tinggi terhadap mutu pelayanan kesehatan;
e. berusia antara 40 (empat puluh) tahun sampai dengan 60 (enam
puluh)tahun;

223
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

f. sehatjasmanidanrohani;dan . u -j
g. memiliki pengalaman bekerja sebagai profesional di bidang
kesehatan minimal3(tiga)tahun. ^ .. u
(3) Masa bakti keanggotaan MTKP adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipiiih
kembali maksimal 1 (satu)periode.
Pasal 26

MTKP dalam meiaksanakan tugasnya dibantu:


a. Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris;dan
b. Tim Ad hoc yang dibentuk oleh MTKP
Pasal 27

Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja MTKP di tetapkan
oleh Ketua MTKI.

BABV
PEMBIAYAAN

Pasal 28

(1) Pembiayaan kegiatan MTKI dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara. r. j *
(2) Pembiayaan kegiatan MTKP dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara,Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Proyinsi,
dan/atau peran serta masyarakatdalam pelaksanaan Uji Kompetensi.
(3) Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan pelaksanaan
Registrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan


pengawasan dengan mengikutsertakan organisasi profesi.

224
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan Tenaga
Kesehatan;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan Tenaga
Kesehatan;dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga
Kesehatan.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30

(1) Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi dan mendapatkan bukti tertuiis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan kesehatan di
seluruh wiiayah Indonesia dinyatakan telah memiliki STIR sampai dengan
masa berlakunya berakhir.
(2) Bukti tertuiis pemberian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)meliputi:
a. SIB untukTenaga Kesehatan Bidan
b. SIP untuk Tenaga Kesehatan Perawat
c. SIF untuk Tenaga Kesehatan Fisioterapis
d. SIPG untukTenaga Kesehatan Perawat Gigi
e. SIRO untukTenaga Kesehatan Refraksionis Optisien
f. SITW untuk Tenaga Kesehatan Terapis Wicara
g. SIR untukTenaga Kesehatan Radiografer
h. SIOT untukTenaga Kesehatan Okupasi Terapis
(3) Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi yang
diperoleh sebelum terbentuknya MTKI dan MTKP berdasarkan Peraturan
ini, dan belum memiliki bukti tertuiis pemberian kewenangan dinyatakan
telah memiliki Sertifikat Kompetensi berdasarkan Peraturan ini.
(4) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
mengajukan permohonan Registrasi berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 31

(1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, proses Registrasi Tenaga
Kesehatan sebelum terbentuknya MTKP dan MTKI,untuk:

225
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

a. Perawat dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor 1239/Menkes/SK^I/2001 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat;
b. Fisioterapis dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1363/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Praktik
Fisioterapis;
c. Perawat gigi dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Perawat Gigi;
d. Refraksionis Optisien dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 544/Menkes/SKA/l/2002 tentang Registrasi dan
Izin Kerja Refraksionis Optisien;
e. Bidan dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SKA/l1/2002tentang Registrasi dan Praktik Bidan;
f. Terapis wicara dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 8671 Menkes/Per/VII1/2004 tentang Registrasi dan Praktik
Terapis Wicara;
g. Radiografer dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Radiografer; dan
h. Okupasi terapis dilaksanakan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 548/Menkes/Per/V/2007 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Okupasi Terapis.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila
MTKI dan MTKPsetempattelahterbentuk.
(3) MTKP yang telah terbentuk pada saat Peraturan ini mulai berlaku, harus
menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Peraturan ini.

BAB Vlil
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Ketentuan Registrasi Tenaga Kesehatan dalam Peraturan ini tidak berlaku


bagi tenaga medis dan tenaga kefarmasian.

Pasal 33

(1) MTKI harus dibentuk paling lambat 6(enam) bulan sejak Peraturan ini
ditetapkan.

226
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) MTKP hams dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini
ditetapkan.

Rasa! 34

Pada saat Peraturan ini muiai beriaku, maka:


1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/Menkes/SK/Xli/2001 tentang
Registrasi dan izin Praktik Fisioterapis;
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/Menkes/SK/Xi1/2001 tentang
Registrasi dan izin Kerja Perawat Gigi;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/Menkes/SK/VI/2002 tentang
Registrasi dan izin Kerja Refraksionis Optisien;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/Vii//2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 867/Menkes/Per/Vlil/2004 tentang
Registrasidan Praktik Terapis Wicara;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 357/Menkes/Per/V/2006 tentang
Registrasi dan izin Kerja Radiografer;dan
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 548/Menkes/Per/V/2007 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Okupasi Terapis, sepanjang yang mengatur
peiaporan dan registrasi. dicabut dan dinyatakan tidak beriaku, apabiia
MTKi dan MTKPteiah terbentuk.

Pasal 35

Peraturan ini muiai beriaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggai 28 Januari 2010

MENTERI KESEHATAN

Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH

227
Formulir I

KOP
MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROVINSI

SERTIFIKASI KOMPETENSI (SESUAUENIS TENAGA KESEHATAN)


Nomor

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


161/MENKES/PER/i/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, bahwa
kepada:

Mama
Tempat,tangga!lahir
Lulusan
Tahun

dinyatakan teiah lulus ujl kompetensi sebagal tenaga kesehatan pada Majells
Tenaga Kesehatan Provinsi dengan nomor sertifikat dan diberl wewenang
untuk melakukan pekerjaan keprofeslannya dl seluruh wllayah Indonesia
sesuai dengan kompetensi pendidikannya.
Surat tanda lulus sertifikasi tenaga kesehatan ini berlaku sampai denqan
tanggal (5tahun).

Pas foto

Ketua
Majells Tenaga Kesehatan Provinsi

( )

228
Formulir II

Perlhal : PermohonanSuratTandaRegistrasi
{SesuaiJenis Tenaga Kesehatan)

Yangterhormat,

KetuaMTKI

di

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama lengkap
Alamat
Tempat,tanggal lahir
Tahun Lulusan

dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Tanda


Registrasi {SesuaiJenis tenaga kesehatan).
Sebagai bahan pertimbangan terlampir;
a. Fotokopjijazah yang dilegallsir oleh institusi pendidlkan;
b. Fotokopi transkrip nilai akademik yang dilegalisir oleh Institusi pendidlkan;
c. Fotokopi Sertlfkat KompetensI yang dilegallsir oleh Majells Tenaga
Kesehatan Provlnsl
d. Surat keterangan sehatdarl dokter;
e. Peryataan akan mematuhl dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
dan
f. Pasfoto berwama ukuran 4x6cm sebanyak2(dua)lembar.
Atas perhatlan Bapak/lbu,diucapkan terlma kaslh.

Pemohon

229
Formulir III

KOP
MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROVINSI

SERTIFIKASI KOMPETENSI (SESUAIJENIS TENAGA KESEHATAN)


Nomor

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


161/MENKES/PER/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, biahwa
kepada:

Nama
Tempat,tanggal lahir
Lulusan
Tahun

dinyatakan telah teregistrasi sebagai tenaga kesehatan pada MTKI dengan


nomor registrasi dan diberi wewenang untuk melakukan pekerjaan tenaga
kesehatan di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undnagan yang beriaku.

Surat Tanda Registrasi Tenaga Kesehatan ini beriaku sampai dengan


tanggal....

Pasfoto MTKI
Registrar

( )

Tembusan; . .
1. Kepaia Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan.
2. Kepaia Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri
Badan PPSDM Kesehatan.
3. Pengurus PusatOrganisasi ProfesiTenaga Kesehatan.

230
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA
MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR15TAHUN2010
NOMOR162/MENKES/PB/l/2010

TENTANG

PELAPORAN KEMATIAN DAN PENYEBAB KEMATIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA

MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI KESEHATAN,

Menimbang: a, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan


kesehatan dipeilukan data kematian dan penyebab
kematian;

b. bahwa data kematian dan penyebab kematian pada


tingkatdesa/kelurahan sampai tingkat nasional belum
dapatdiperoleh secara akuratdan tepat waktu;

c. bahwa data kematian dan penyebab kematian


dibutuhkan untuk menyusun kebijakan, prioritas, dan
pengembangan program kesehatan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Kesehatan tentang Pelaporan
Kematian dan Penyebab Kematian;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

231
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 4437) sebagaimana teiah diubah beberapa
kali, terakhir dengan Undang Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32Tahun 2004tentang Pemerintahan
Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4844);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang


Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4674);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang


Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4916);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang


Pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4736);

6. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang


Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk
danPencatatanSipil;

232
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI


DAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAPORAN
KEMATIAN DAN PENYEBAB KEMATIAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:


1. Pencatatan Kematian adalah pencatatan kejadian kematian yang
dialami oleh seseorang dalam register pada Instansi Pelaksana untuk
pengelolaan data kependudukan.
2. Instansi Pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota
yang bertanggung jawab dan ben/venang melaksanakan pelayanan
dalam urusan Administrasi Kependudukan.
3. Pencatatan Penyebab Kematian adalah pencatatan beberapa
penyakit atau kondisi yang merupakan suatu rangkaian peijalanan
penyakit menuju kematian atau keadaan kecelakaan atau kekerasan
yang menyebabkan cederadan berakhir dengan kematian.
4. Autopsi Verbal adalah suatu penelusuran rangkaian peristiwa,
keadaan, gejala, dan tanda penyakit yang mengarah pada kematian
melalui wawancara dengan keluarga atau pihak lain yang mengetahui
kondisi sakitdari almarhum.

BAB II
PELAPORAN KEMATIAN

Pasal 2

(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili
kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana paling
lambat 30(tiga puluh)hari sejaktanggal kematian.

233
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams


melampirkan persyaratan:
a. surat pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan surat
keterangan kepala desa/lurah; dan/atau
b. KK dan/atau KTP yang bersangkutan;
c. Surat keterangan kematian dari dokter yang benA/enang dari
fasilitas peiayanan kesehatan terdekat.
(3) Dalam ha! tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
surat keterangan kematian dapatdiberikan oleh perawat atau bidan.
(4) Dalam ha! kematian terjadi ditempat domisili, pelaporan kematian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Instansi
Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana melalui petugas registrasi di
desa/kelurahan.

Pasal 3

(1) Berdasarkan laporan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal2


Pejabat Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana atau UPTD instansi
pelaksana mencatat pada register akta kematian dan menerbitkan
kutipan akta kematian.
(2) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang
atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan pada register
akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah adanya penetapan
pengadilan.
(3) Dalam hal teijadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya,
pencatatan pada register akta kematian dan penerbitan kutipan akta
kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan keterangan dari kepolisian.
(4) Dalam hal kematian seseorang diduga tidak wajar, pencatatan pada
register akta kematian dan penerbitan kutipan akta kematian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat
keterangan kematian dari kepolisian.

234
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 4

Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(4) dan


pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan
dengantatacara:
a. pelapor mengisi dan menyerahkan fomnulir pelaporan kematian
dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada petugas registrasi di kantor desa/kelurahan untuk
diteruskan kepada instansi pelaksana;
b. kepala desa/lurah menerbitkan surat keterangan kematian dan
disampaikan kepada yang bersangkutan;
c. pejabat pencatatan sipil pada instansi pelaksana mencatat pada
register akta kematian dan menerbitkan kutipan akta kematian;
d. instansi pelaksana sebagaimana dimaksud pada huruf c
memberitahukan data hasil pencatatan kematian kepada instansi
pelaksana tempat domisili yang bersangkutan;
e. instansi pelaksana tempat domisili sebagaimana dimaksud pada huruf
d mencatat dan merekam dalam database kependudukan.

Pasal 5

Instansi pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal


4 khusus DKI Jakarta adalah perangkat pemerintah provinsi yang
bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam
urusan Administrasi Kependudukan.

BAB III
PENCATATAN PENYEBAB KEMATIAN

Pasal 6

(1) Setiap kematian yang terjadi diluar fasilitas pelayanan kesehatan


harus dilakukan penelusuran penyebab kematian.
(2) Penelusuran penyebab kematian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)dilakukan dengan metode autopsi verbal.

235
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh
dokter.

(4) Dalam ha! tidak ada dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
autopsi verbal dapat dilakukan oleh bidan atau perawat yang terlatih.
(5) Autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4)
dilakukan melalui wawancara dengan keluarga terdekat dari
almarhum atau pihak lain yang mengetahui perist'iwa kematian.
(6) Pelaksanaan autopsi verbal sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dikoordinasikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
setempat.

Pasal 7

(1) Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan harus


melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab kematian wajar
maupun tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat setiap bulan sekali, dengan tembusan disampaikan kepada
Instansi Pelaksana.

(2) Rumah sakit melalui Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi


kamar Jenazah melaporkan data peristiwa kematian dan penyebab
kematian tidak wajar kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
(3) Unit/bagian/departemen forensik atau instalasi kamar jenazah di
Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi
dengan Instansi Kepolisian setempat.
(4) Instansi Kepolisian yang berwenang harus melaporkan data peristiwa
kematian dan penyebab kematian tidak wajar kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
(5) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),ayat(2)dan ayat(4)mengolah data menjadi data statistik kematian
dan statistik penyebab kematian.
(6) Data sebagaimana dimaksud pada ayat(5)antara lain:
a. angka kematian umum;

236
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

b. angkakematianibu;
c. angkakematianbayi;
ed. angka kematian anak balita; dan
aSkemSmelr^lt^niUdank^
kematian kepada Dlnas Kesehaten Provlnsi dengan
unit yang membidangi pengelolaan data kesehatan di e
Kesehatan setiaptriwulan sekali.
(8) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(5) melaporkan data statlstik kematian kepada Instansi Pelaksana
setiaptriwulan sekali,tanpa disertai data penyebab kematian.
Pasal 8

i<<.rv.ifl Dinas Kesehatan KabupatenA<ota memberikan data statistik


kematian dan staUstik penyebab kematian sesuai permintaan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pasal 9

Petugas yang meiaksanakan peiaporan dan


kematian dan penyebab kematian menyimpan kerahasiaan identitas
almarhum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 10

n) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ^nwtatan


kematian dan penyebab kematian dilakukan oleh Menten Daiam
Neaeri dan Menteri Kesehaten baik secara sendin-sendin ateupun
tomamaf^nte sesuai dengan tugas, fungsi. dan kewenangan
masing-masing.

237
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap


pelaksanaan pencatatan kematian dan penyebab kematian di
kabupaten/kota.
(3) Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pencatatan kematian dan penyebab kematian di
desa/kelurahan.

BABV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11

Peraturan Bersama ini mulai berlaku padatanggalditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Januari 2010
MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KESEHATAN,

TTD TTD

GAMAWAN FAUZI ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

dengan aslinya
SEK L KEMENTERIAN KESEHATAN
INDONESIA
sBftseaiaAii m dan Organisasi,
JENOERAL

AMPURNA

238
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA
NOMOR 299/MENKES/PER/II/2010
TENTANG
PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DAN
PENEMPATAN DOKTER PASCA INTERNSIP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk memantapkan mutu profesi dokter yang
bam lulus program stud! pendldikan kedokteran
berbasis kompetensi, perlu diselenggarakan program
Internsip di fasilitas pelayanan kesehatan;
b. bahwa penyelenggaraan program intemsip perlu
disinergikan dengan program Pemerintah dalam
rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat melalui penempatan dokter pasca
intemsip difasilitas pelayanan kesehatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam humf a dan humf b, perlu mengatur
Penyelenggaraan Program Internsip dan
Penempatan Dokter Pasca Internsip dengan
Peraturan Menteri Kesehatan;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor8Tahun 1974tentang Pokok-
pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
239
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara (Lembaran Negara Republlk
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor4286);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republlk Indonesia Tahun 2003 Nomor78,Tambahan
Lembaran Negara Republlk Indonesia Nomor4301);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4400);
5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5072);

240
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang


Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);

11. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang


Kedudukan,Tugas, Fungsi,Susunan Organisasi,dan
Tata Kepa Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor94Tahun 2006;

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/


Per/IV/2007 tentang Ijin Praktik dan Pelaksanaan
Praktik Kedokteran;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/l1/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Per/Menkes/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DAN
PENEMPATAN DOKTER PASCA INTERNSIP.

241
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk
menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan secara
KeooKTeran keluarga, dalam
k^oWeran' rangka pemahiran dan Denveiara<5an
menggunakan pendekatan
antara hasii pendidikan dengan praktik dl lapangan.
adalah dokter yang baru lulus Prooram
^ 'katan DInas adalah program Internsip vane diikuti
Kementenan Kesehatan setelah menyelesaikan program internsip.
disebut STR Untuk KewenanganKewenangan Internsip,
Internsip adalah selanjutnya
bukti tertulis vano
dibenkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter yanq akan
menjalankan praktik kedokteran selama internsip.
6.
7. Komite Internsip Dokter Indonesia, selanjutnya disingkat KIDI adalah
lembaga non-struktural di dalam Badan Pengem^bl^^^^
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan yana
melaksanakan program internsip.
KgtelehttaT"'®" tanggungjawabnya di
242
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB II
INTERNSIP DOKTER

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2

(1) Setiap dokter yang bam luius program pendidikan dokter berbasis
kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/atau
mengikuti pendidikan dokter spesialis hams mengikuti program
internsip.
(2) Doktersebagaimana dimaksud pada ayat(1)hams telah memiliki STR
Untuk Kewenangan internsip yang dikeiuarkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia.
(3) STR Untuk Kewenangan Internsip sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)merupakan persyaratan untuk memperoleh SIP Internsip.
(4) SIP Internsip sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dikeiuarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(5) Biaya untuk memperoleh SIP Internsip ditanggung oleh Pemerintah.
Pasal 3

(1) STR Untuk Kewenangan Internsip dan SIP Intemsip hanya berlaku
selama menjalani intemsip.
(2) Setiap dokter yang telah menyelesaikan program Internsip
memperoleh SuratTanda Selesai Intemsip.
Bagian Kedua
KIDI

Pasal 4

(1) Dalam rangka melaksanakan program intemsip dokter dibentuk KIDI


yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Keanggotaan KIDI berjumlah 9(sembilan) orang dokter yang terdiri
dan unsur-unsur: / » / »
a. Kementerian kesehatan sebanyak 3(tiga) orang;
b. Konsil Kedokteran sebanyak 1 (satu) orang;
c. Kolegium Dokter sebanyak 1 (satu) orang;

243
i

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

d. Asosiasi Instltusi Pendidikan Kedokteran sebanyak 1 (satu)oranq*


e. Asosiasi Perumahsakitan sebanyak 1 (satu)orang;dan
f. Ikatan Dokter Indonesia(ID!)sebanyak 2(dua)orang.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, KID! dibantu oleh Sekretariat.
Pasal 5

(1) Untuk diangkat menjadl anggota KID! wajib memenuhi persyaratan


sebagaibenkut: k jr a•
a. Warga Negara Indonesia;
b. sehatjasmani dan rohani;
c. berusia sekurang-kurangnya 30(tiga puluh)tahun;
telah nielakukan praktek kedokteran sekurang-kurangnya 5(lirna)
tahun dan memlliki registrasi sebagai dokter, dikecualikan untuk
unsur Kementerian Kesehatan;dan
e. memlliki pengetahuan dan/atau pengalaman yang berkaitan
derigan standarisasi, sertifikasi serta pendidikan dan pelatihan
profesi.

(2) Anggota KIDI diberhentikan apabila:


a. berakhirmasabaktinya.
b. mengundurkan diri.
c. meninggal dunia.
dapat melaksanakan tugassebagaimana mestinya
e. Mengalami gangguan kesehatan sehingga tidak mampu
melaksanakan tugasnya.
f. Melakukan pelanggaran hukum yang dinyatakan oleh pengadilan.
(3) Dalanj^rangka menjaga keberlangsungan tugas dan fungsi KIDI, waktu
berakhirnya masa bakti anggota KIDI sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) butir a, dilakukan dalam dua tahap yang berjarak waktu 1
(satu)tahun.

Pasal 6

(1) KIDI mempunyai tugas :


a. mempersiapkan wahana program internsip untuk ditetapkan oleh
Menteri;
b. mempersiapkan tim pendamping di wahana program internsip;

244
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

c. menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan program


internsipdokter;
d. menyusun rencana tahunan pelaksanaan internsip;
e. melaksanakan pendataan, pendaftaran dan menetapkan calon
peserta intemsip dokter;
f. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan internsip
dokter yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan
fungsi masing-masing;
g. mengawasi pengelolaan keuangan program internsip dokter yang
dilaksanakan oleh sekretariat; dan
h. membuat sistem pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan
internsipdokter.

(2) Dalam menjalankan tugasnya,KIDI mempunyaifungsi:


a. perencanaan dan penganggaran',
b. penetapan pelaksanaan program Intemsip dokter;
c. seleksi dan penetapan peserta intemsip dokter;
d. penetapan tim pendamping;
e. pemantauan, pengawasan,dan pembinaan; dan
f. pelaporan.

(3) KIDI dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen.


Pasal 7

Ketentuan iebih lanjut tentang organisasi dan tatalaksana KIDI ditetapkan


oleh Kepala Badan Pengembangan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan.

Pasal 8

|(1) diDalam menjalankan tugas dan fungsinya, KIDI dapat membentuk KIDI
Propinsi.
(2) Keanggotaan KIDI di Propinsi berjumlah 5 (lima) orang dokter yang
terdiri dari unsur dinas kesehatan, asosiasi institusi pendidikan
i kedokteran, asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi.
(3) KIDI di Propinsi memiliki tugas dan fungsi melaksanakan kebijakan
KIDI di propinsi yang bersangkutan.

245
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 9
(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas KIDI di Pusat dan Kini hi

Pengembangan Pemberdayaan SumberDaya Manusia Kesehatan.

BAB III
PELAKSANAAN INTERNSIP
Pasal 10

Dinas dan
(2) Calon peserta program intemsip dapat menentukan oilihan Dmnram
intemsip sebagaimana dimaksud pada ayat(1)secara sukarela.
P^°3ram intemsip dilaksanakan di fasiiitas pelayanan

Pasal 11

(1) Program Intemsip Ikatan DInas dilaksanakan berdasarkan


permohonan dan penerimaan calon peserta intemsip.
(2) Biaya hidup dan transportasi selama mengikuti Program Intemsio
Ikatan Dinas ditanggung oleh Pemerintah.
dan tjesaran biaya sebagaimana dimaksud pada avat(2)
teuangan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang
(4) Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara penerimaan Proaram
denKraluraStlf

246
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 12

(1) Program Internsip Mandiri dilaksanakan atas permohonan calon


peserta program yang dilengkapi dengan fasilitas pelayanan
kesehatan yang dipilih oleh peserta Internsip dari fasilitas pelayanan
kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) KID! menentukan fasilitas pelayanan kesehatan yang akan dipakai
untuk pelaksanaan Program Internsip Mandiri.
(3) Biaya hidup dan transportasi peserta Program Internsip Mandiri
ditanggung oleh peserta.
(4) Ketentuan persyaratan dan tata cara penerimaan Program Internsip
Mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 13

(1) Setiap dokter yang telah menyelesaikan program internsip akan


mendapat surat laporan pelaksanaan internsip dari pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan tempat menjalani program internsip, untuk
memperoleh SuratTanda Selesai Internsip yang diberikan oleh KIDi.
(2) Ketentuan tentang tatacara pemberian surat laporan pelaksanaan
internsip sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diatur lebih lanjut oleh
KIDI.

BAB IV
PENEMPATAN DOKTER PASCA INTERNSIP IKATAN DINAS

Pasal 14

(1) Dokter peserta Program Internsip Ikatan Dinas wajib melaksanakan


tugas pasca internsip melalui penempatan di fasilitas pelayanan
kesehatan publikyang ditunjukoleh Menteri.
(2) Penempatan dokter pasca internsip sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan selama 1 (satu) tahun dalam rangka pemerataan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
(3) Ketentuan tentang pelaksanaan penempatan dokter peserta Program
Internsip Ikatan Dinas di fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)diatur dengan Peraturan Menteri.

247
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 15

(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan program intemsip dengan mengikutsertakan organisasi
profesi, asosiasi pondidikan sesuai dongan tugas dan fungsinya.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
diarahkan untuk: / \ /
a. meningkatkan mutu peiayanan kesehatan yang dllakukan oleh
dokter intemsip;dan
b. melindungi masyarakat atas peiayanan yang dilakukan dokter
intemsip.

Pasal 16

(1) Dalam rangka pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan


Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
menetapkan sanksi administratif terhadap dokter intemsip vano
melanggarketentuan Peraturan ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa: ^ x / r
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; atau
0. pencabutan STR Untuk Kewenangan Intemsip.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

248
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berlta Negara Republik
Indonesia. ,

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2010
Menteri,

ng Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH.

249
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010

TENTANG

PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING


01 INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menlmbang a. bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan Warga


Negara Asing telah ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 441/Per/XI/1980
tentang Penggunaan Tenaga Kesehatan Warga
Negara Asing pada Unit Kesehatan di Indonesia,
namun sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
lapangan sehingga perlu diambil iangkah-
iangkah perubahan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga
NegaraAsing Di Indonesia;

Menglngat 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang


Keimigrasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3474);

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4279);
251
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4431);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437)sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomgr 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4548;

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);

6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);

252
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1994


tentang Visa, Ijin Masuk dan Ijin Keimigrasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3563) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 tahun 2005 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 95,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4541);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996


tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3637);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007


tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009


tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);

11. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995


tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga
NegaraAsing Pendatang;

253
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

12. Keputusan Menteri Tenaga Keija dan Transmigrasi


Nomor. KEP-249/MEN/82 tahun 1982 tentang
Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan Tenaga
Kerja WNA Pendatang pada sektor Kesehatan sub
sektorPelayanan Kesehatan;

13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor Kep-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu
Ijin Mempekeijakan Tenaga Kerja Warga Negara
Asing Pendatang;

14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/


Menkes/SK/11/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional;

15. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Azazi


Manusia Nomor M.01-IZ.01.10 tahun 2007
tentang perubahan kedua atas keputusan
menteri kehakiman Nomor M.02-iZ.01.10 tahun
1995 tentang visa singgah, visa kunjungan, visa
tinggal terbatas,ijin masukdan ijin keimigrasian;

16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/


Menkes/Per/l/2007 tentang Izin Praktik dan
pelaksanaan Praktik Kedokteran;

17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor PER.02/MEN/III/2008 tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

254
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA
NEGARAASING Di INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Tenaga kesehatan warga negara asing yang selanjutnya disingkat TK-
WNA adalah warga negara asing pemegang izin tinggal terbatas yang
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
dibidang kesehatan dan bermaksud bekerja atau berpraktik di fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia.
2. Tenaga Pendamping adalah tenaga kesehatan Indonesia dengan
keahlian yang sesuai yang ditunjuk sebagai pendamping TK-WNAdan
dipersiapkan sebagai calon penggantiTK-WfslA.
3. TK-WNA Pemberi Pelatihan adalah tenaga kesehatan warga negara
asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka
alih teknologi dan ilmu pengetahuan yang berhubungan secara
langsung dengan pasien.
4. TK-WNA Pemberi Pelayanan adalah tenaga kesehatan warga negara
asing yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan yang berhubungan
secara langsung dengan pasien.
5. Rencana Penggunaan Tenaga Keija Asing yang selanjutnya disingkat
RPTKA adalah rencana penggunaan TK-WNA pada jabatan tertentu
yang dibuat oleh pemberi kerja TK-WNA untuk jangka waktu tertentu
yang disahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau
pejabat yang ditunjuk.

255
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

6. Izin Mempekeijakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat


IMTAadalah izin tertuiis yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TK-
WNA.

7. Alih teknologi dan alih keahlian adaiah proses pemindahan


pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional TK-WNA kepada
tenaga pendamping.
8. Evaluasi adaiah proses penyesuaian kompetensi tenaga kesehatan
iulusan luar negeri agar memenuhi kebutuhan kompetensi yang tepat
untuk bekerja di wiiayah Indonesia.
9. Sertifikasi kompetensi adaiah suatu proses pengakuan terhadap
kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap
seorang tenaga kesehatan melalui uji kompetensi.
10. Uji Kompetensi adaiah suatu proses untuk mengukur apakah
seseorang telah memiliki kemampuan dan/atau keterampilan sesuai
dengan standaryang telah ditetapkan.
11. Registrasi adaiah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang
telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan
pekerjaan profesinya.
12. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat SIR adaiah bukti
tertuiis yang diberikan oleh KKI atau MTKI kepada TK-WNA yang telah
diregistrasi.
13. Konsil Kedokteran Indonesia yang selanjutnya disingkat KKI adaiah
suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat independen
yang mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta
pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik
kedokteran,dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.
14. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI
adaiah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga
kesehatan selain dokter dan dokter gigi yang memberikan pelayanan
kesehatan.

256
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

15. Menteri adalah menteri yang bertanggungjawabdi bidang kesehatan.


Pasal 2

Pendayagunaan TK-WNAdipertimbangkan sepanjang terdapat hubungan


bilateral antara Negara Republik Indonesia dengan Negara asal TK-WNA
yang bersangkutan, yang dibuktikan dengan adanya hubungan diplomatik
dengan Indonesia.

Pasal 3

(1) TK-WNA hanya dapat bekeija di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu


atas permintaan pengguna TK-WNA.
(2) TK-WNA dilarang berpraktik secara mandiri, termasuk dalam rangka
kerja sosial.
(3) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan pada
pemberian pertolongan pada bencana atas izin pihak yang
benwenang.

Pasal 4

(1) TK-WNA dilarang menduduki jabatan personalia dan jabatan tertentu


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) TK-WNA dilarang melaksanakan tugas dan pekerjaan yang tidak
sesuai dengan keahlian, jabatan, fasilitas pelayanan kesehatan dan
tempatatau wilayah kerja yang telah ditentukan dalam IMTA.

Pasal 5

Bidang pekeijaan yang dapat ditempati TK-WNA meliputi:


a. Pemberi pelatihan dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan.
b. Pemberi pelayanan.

257
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB II
JENIS, KUALIFIKASI PENDIDIKAN
DAN PERSYARATAN TK-WNA

Pasal 6

(1) Jenis TK-WNA Pemberi Pelayanan ditetapkan oleh Menteri setelah


mendapat rekomendasi dari KKI, atau MTKI, dengan memperhatikan
kebutuhan pelayanan dan ketersediaantenaga kesehatan Indonesia.
(2) Jenis TK-WNA Pemberi Pelatihan ditentukan oleh Menteri
berdasarkan kebutuhan akan alih teknologi dan ilmu pengetahuan
serta harus mendapatkan rekomendasi dari kolegium bagi dokter dan
doktergigl WNAatau organisasi profesi bagi TK-WNA lain.

Pasal 7

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan berkualifikasi minimal dokter spesialis


dan atau dokter gigi spesialis atau yang setara, serta S1 bagi tenaga
kesehatan lainnya.
(2) TK-WNA Pemberi Pelatihan berkualifikasi minimal dokter subspesialis
atau konsultan, dokter gigi subspesialis atau konsultan atau yang
setara,serta S2 bag!tenaga kesehatan lainnya.

Pasal 8

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan harus memiliki STR yang dikeluarkan


oleh KKI untuk dokter dan dokter gigi atau oleh MTKI untuk tenaga
kesehatan lain serta memiliki Surat Izin Praktik(SIP).
(2) TK-WNA Pemberi Pelatihan harus memiliki surat keterangan referensi
keahlian yang dikeluarkan oleh kolegium bagi dokter dan dokter gigi
WNA atau organisasi profesi bagi TK-WNA lain serta mendapatkan
persetujuan dari KKI bagi dokter dan dokter gigi WNA atau dari MTKI
bagi TK-WNA lain.

258
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 9

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan hams mengikuti proses evaluasi.


(2) Proses evaluasi sebagalmana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesual peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan bekerja selama 1 (satu)tahun dan dapat


diperpanjang untukjangka waktu 1 (satu)tahun.
(2) TK-WNA Pemberi Pelatihan bekeija untuk jangka waktu 6 (enam)
bulan dan dapat diperpanjang.

BAB III
PERSYARATAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
PENGGUNA TK-WNA

Pasal 11

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan hanya dapat bekeija di Rumah Sakit


Kelas A dan Kelas B yang telah terakreditasi serta fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) TK-WNA pemberi pelayanan sebagalmana dimaksud pada ayat (1)
harus melakukan alih teknologi dan pengetahuan.
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang akan mempekerjakan TK-
WNA pemberi pelayanan sebagalmana dimaksud pada ayat(1) harus
memiliki izin operasional tetap dan minimal telah berjalan 2 (dua)
tahun.

Pasal 12

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menggunakan TK-WNA


harus memiliki RPTKAdan IMTA.

259
i

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Menteri mengeluarkan rekomendasi untuk pengesahan RPTKA dan


IMTA.

(3) Tata cara permohonan pengesahan RPTKA dan IMTA sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Untuk mendapatkan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 12 ayat (2), fasilitas pelayanan kesehatan mengajukan
permohonan secara tertulis dengan melampirkan:
a. Akte badan hukum;
b. Sertifikat akreditasi bagi Rumah Sakit;
c. surat izin operasionai tetap minimal telah berjalan 2(dua) tahun
bagi fasilitas pelayanan kesehatan tertentu;
d. surat keterangandomisili;
e. bagan struktur organisasi;
f. surat bukti wajib lapor ketenagakeijaan yang masih berlaku;dan
g. surat keterangan memenuhi kesehatan lingkungan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat


(1)ditujukan kepada:
a. Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah
Kabupaten/Kota atau swasta;
b. Menteri atau Pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas
kesehatan Propinsi bagi fasilitas pelayanan kesehatan milik
pemerintah Propinsi;
c. Menteri atau pejabat yang ditunjuk bagi fasilitas pelayanan
kesehatan milik Departemen Kesehatan.

(3) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Kepala Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan:

260
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

a. pengkajlan RPTKA berdasarkan kebutuhan daerah;


b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan sarana pelayanan
kesehatan milik pemeiintah kabupaten/kota dan swasta;dan
c. menyampaikan hasil pengkajian dan peninjauan lapangan kepada
Pemerintah Propinsi.

(4) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Kepala Dinas


Kesehatan Propinsi melakukan:
a. pengkajian RPTKA berdasarkan kebutuhan daerah;
b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan sarana pelayanan
kesehatan milik pemerintah propinsi;
0. penilaian dokumen yang diajukan oleh pemerintah
kabupaten/kota;
d. penyampaian hasil pengkajian dan peninjauan lapangan dan
penilaian dokumen kepada Pemerintah.

(5) Dalam rangka penerbitan rekomendasi RPTKA, Menteri atau pejabat


yang ditunjuk melakukan:
a. pengkajian RPTKA berdasarkan kebutuhan nasional;
b. peninjauan lapangan dan menilai kelayakan fasilitas pelayanan
kesehatan;dan
c. penilaian dokumen yang diajukan oleh pemerintah propinsi dan
kabupaten/kota.

Pasal 14

(1) Untuk mendapatkan Rekomendasi IMTA sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 12 ayat (2), fasilitas pelayanan kesehatan mengajukan
permohonan secara tertulis dengan melampirkan:
a. Sertifikat kompetensi dari negara asal;
b. Surat Tanda Registrasi atau surat keterangan telah teregristrasi
sebagai tenaga kesehatan dari Instansi yang ben/venang di bidang
kesehatan di negara asal;
c. Fotocopy ijasah pendidikan tenaga kesehatan yang diakui oleh
negara asal;

261
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

d. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah ataujanji profesi;


e. Surat keterangan sehatfisik dan mental dari negara asal;
f. Surat keterangan pengalaman keija paling singkat 5(lima)tahun
sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
g. Surat rekomendasi (letter of performance) dari Instansi yang
benA^enang di bidang kesehatan di negara asal;
h. Surat keterangan berkelakuan balk dari instansi yang benA/enang
di negara asal;
i. Surat keterangan tidak pemah melakukan pelanggaran etik dari
organisasi profesi negara asal;
j. Surat izin praktik dari negara asal yang masih berlaku;
k. Surat pernyataan bersedia mematuhi peraturan perundang-
undangan, sumpah profesi kesehatan, dan kode etik profesi
kesehatan yang berlaku di Indonesia;
i. Surat pernyataaan bersedia melakukan alih teknologi dan ilmu
pengetahuan kepada tenaga kesehatan Warga Negara Indonesia
khususnyatenaga pendamping;
m. Surat pernyataan dari fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia
dengan menunjukkan bukti bersedia dan mampu menanggung
biaya hidup minimal untuk jangka waktu 2 (dua) tahun di
Indonesia;
n. Mampu berbahasa Indonesia dengan baik yang dibuktikan
dengan sertifikat bahasa Indonesia dari lembaga yg ditunjuk oleh
pemerintah;
o. surat pernyataan bersedia melakukan evaluasi bagi TK-WNA
Pemberi Pelayanan;
p. surat persetujuan (letter of acceptance) dari kolegium terkait di
Indonesia;
q. fotocopy keputusan pengesahan RPTKAyang masih berlaku;
r. daftar riwayat hidup calon TK-WNA;dan
s. fotocopy paspor calon TK-WNA.

262
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Permohonan rekomendasi IMTAsebagaimana dimaksud pada ayat(1)


ditujukan kepada:
a. Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
bag! fasiiitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah
Kabupaten/Kota atau swasta;
b. Menteri atau pejabat yang ditunjuk melalui Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi bag! fasiiitas pelayanan kesehatan milik
Pemerintah Propinsi;
c. Menteri atau pejabat yang ditunjuk bagi fasiiitas pelayanan
kesehatan milik Pemerintah.

Pasal 15

(1) Penyelenggara pelatihan yang dapat menggunakan TK-WNA Pemberi


Pelatihan meliputi:
a. institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi;
b. rumahsakit pendidikan;
c. organisasi profesi;
d. rumah sakit non pendidikan.

(2) Rumah Sakit non pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d hams bekeija sama dengan institusi pendidikan tenaga
kesehatan yang terakreditasi, rumah sakit pendidikan, dan/atau
organisasi profesi.

Pasal 16

(1) Penyelenggara pelatihan mengajukan permohonan Persetujuan


kepada KKI bagi dokter dan dokter gigi WNA atau Menteri bagi TK-
WNA lain.
(2) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan setelah memperoleh pengesahan RPTKAdan IMTA.

263
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 17

Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15,


penyelenggara pelatihan mengajukan permohonan dengan melampirkan:

a. proposal/kerangka acuan pelaksanaan kegiatan pelatihan;


b. ijasah pendidikan TK-WNAyang diakul oleh negara asal;
c. surat keterangan pengalaman kerja paling singkat 5 (lima) tahun
sesuai denganjabatan yang akan diduduki;
d. surat rekomendasi dari Instansi yang ben/venang di bidang kesehatan
di negara asal;
e. daftar riwayat hidup TK-WNA (pengalaman dalam bidang terkait dan
publikasi);
f. surat keterangan berkelakuan baik dari instansi yang berwenang di
negara asal; dan
g. surat keterangan referensi keahlian dari kolegium atau organisasi
profesi terkait di Indonesia.

BAB IV
SERTIFIKASI DAN REGISTRASI TK-WNA

Pasal 18

(1) TK-WNAPemberi Pelayanan harus memiliki sertifikat kompetensi.


(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diperoleh
sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan harus memiliki STR.


(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diberikan oleh KKI untuk
dokterdan doktergigi atau oleh MTKI untuk tenaga kesehatan lainnya
sesuai peraturan perundang-undangan.

264
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BABV
TATA CARA PERPANJANGAN PENDAYAGUNAAN TK-WNA

Pasal 20

(1) TK-WNA Pemberi Pelayanan yang telah berakhir masa kerjanya dapat
diperpanjang selama 1 (satu)tahun setelah memenuhl persyaratan.
(2) Dalam hal perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan
melakukan;

a. permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja


TK-WNA Pemberi Pelayanan paling lama 3(tiga) bulan sebelum
berakhir masa kerja TK-WNA sebagai pemberi pelayanan;
b. permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja
TK-WNA Pemberi Pelayanan ditujukan kepada Menteri atau
pejabat yang ditunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 13ayat(2);
c. permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja
TK-WNA Pemberi Pelayanan sebagaimana dimaksud pada huruf
b dengan melampirkan:
1) surat persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA sebagai
pemberi pelayanan;
2) surat rekomendasi dari organisasi profesi yang menyatakan
tidak ada pelanggaran dalam pelayanan yang sudah
dilaksanakan;
3) laporan hasil kerja TK-WNA pemberi pelayanan selama 6
(enam)bulan terakhir; dan
4) rencana kerja TK-WNA pemberi pelayanan 1 (satu) tahun
yang akan datang.
(3) Dalam hal permohonan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa
kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2)Menteri atau pejabat yang ditunjuk melakukan:

265
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. peniiaian permohonan perpanjangan masa kerja TK-WNA


sebagai pembeh pelayanan dengan melibatkan Konsil
Kedokteran Indonesa atau MTKI;
b. menerbitkan rekomendasi persetujuan perpanjangan masa kerja
TK-WNA Pemberi Pelayanan;
c. menerbitkan surat keterangan penolakan perpanjangan masa
kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan;
d. mengirimkan rekomendasi persetujuan atau surat keterangan
penolakan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelayanan
kepadafasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan.

Rasa! 21

(1) Penyelenggara Pelatihan dapat mengajukan permohonan


perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi Pelatihan ditujukan
kepada KKI bagi dokter dan dokter gigi WNA atau Menteri bagi TK-
WNA lain.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diajukan dengan


melampirkan:
a. surat persetujuan perpanjangan masa kerja TK-WNA Pemberi
Pelatihan;
b. surat rekomendasi dari organisasi profesi yang menyatakan tidak
ada pelanggaran dalam pelayanan yang sudah dilaksanakan;
c. iaporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan selama 6(enam)
bulanterakhir;dan
d. rencana pelaksanaan pendidikan dan pelatihan 6(enam) bulan
yang akandatang.

Rasa! 22

Tata cara perpanjangan IMTA dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan.

266
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING

Pasai 23

(1) TK-WNA berhak mendapatkan kompensasi dari fasilitas pelayanan


kesehatan yang mempekerjakan sesuai kontrak.
(2) TK-WNA berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan pekeijaan yang sesuai standar profesinya sesuai
dengan peraturan perundangan.

Pasai 24

(1) TK-WNA berkewajiban menyampaikan laporan kegiatan atau


pekerjaan sesuai dengan kompetensinya secara periodik kepada
organisasi profesi dengan tembusan kepada Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kabupaten/kota. 12
(2) TK-WNA berkewajiban menaati standar profesi, standar pelayanan
dan etika profesi.

BAB VII
KEWAJIBAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

Pasai 25

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban menunjuk 2(dua) orang


tenaga kesehatan Indonesia sebagai tenaga pendamping.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban memberikan kompensasi
yang sesuai atas setiap TK-WNA yang dipekerjakan.
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban melaporkan secara
berkala hasil kerja TK-WNA kepada Dinas Kesehatan setempat.
(4) Fasilitas pelayanan kesehatan berkewajiban melaporkan TK-WNA
setelah hubungan kerja berakhir.

267
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 26

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Proplnsi, dan Pemerintah daerah


kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan ini.
(2) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Pemerintah
Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.

Pasal 27

(1) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat


(2)dapatberupa:
a. teguran lisan,
b. teguran tertulis, atau
c. pencabutan izin, antara lain: izin fasilitas pelayanan kesehatan,
IMTAdan/atau SIR.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 28

Fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan TK-WNA pada saat


ditetapkannya peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan peraturan ini
paling lama6(enam)bulan sejak peraturan ini ditetapkan.

268
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku maka Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 441/Menkes/Per/XI/1980 tentang Pembatasan
Penggunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing pada unit kesehatan
di Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagl.

Pasal 30

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Maret 2010

dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH

269
i

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 340/MENKES/PER/III/2010

TENTANG

KLASIFIKASI RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang; bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-


Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,
perlu mengatur Klaslfikasi Rumah Sakit dengan Peraturan
Menteri Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 116 Tahun 2004, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);

271
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Kewenangan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

6. Peraturan Pemerintah Nomor41 Tahun 2007 tentang


Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/
SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/!/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 355/Menkes/


Per/V/2006 tentang Pedoman Pelembagaan
Organisasi Unit Peiaksana Teknis;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/Menkes/


Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan;
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


KLASIFIKASIRUMAH SAKIT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan in! yang dimaksud dengan;

1. Rumah Sakit adalah institusi peiayanan kesehatan yang


menyeienggarakan peiayanan kesehatan perorangan secara
paripuma yang menyediakan peiayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawatdamrat.
2. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan peiayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
3. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan
peiayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,organ ataujenis penyakit.
4. Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas Rumah Sakit
berdasarkan fasilitas dan kemampuan peiayanan.
5. Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut sarana,
prasarana maupun alat(balk alat medik maupun aiat non medik) yang
dibutuhkan oleh rumah sakit dalam memberikan peiayanan yang
sebaik-baiknya bagi pasien.
6. Sarana adalah segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi
oleh mata maupun teraba oleh panca-indera dan dengan mudah dapat
dikenali oleh pasien dan (umumnya) merupakan bagian dari suatu
bangunan gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri.
7. Prasarana adalah benda maupun jaringan/instansi yang membuat
suatu sarana yang ada bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.

273
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Tenaga tetap adalah tenaga yang bekeija di rumah sakit secara puma
waktu dan berstatus pegawai tetap.

BAB II

PENETAPAN KELAS

Pasal 2

(1) Setiap rumah sakIt wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri.
(2) Rumah sakit dapat ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan
pelayanan akreditasi kelas dibawahnya.

Pasal 3

Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-


kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan
keperawatan. rawat jalan, rawat Inap, operasi/bedah, pelayanan medik
spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasl, rekam medik,
pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance,
pemeliharaan sarana rumah sakit,serta pengolahan llmbah.

BAB III

KLASIFIKASI RUMAH SAKIT UMUM

Pasal 4

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum


diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum KelasA;


b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C;
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.

274
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 5

Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan:


a. Pelayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan;
d. Sarana dan Prasarana;dan
e. Administrasi dan Manajemen.

BAB IV
RUMAH SAKIT UMUM

Baglan Kesatu

Rumah Sakit Umum Kelas A

Pasal 6

(1) Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan


kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
MedikSpesialis Dasar,5(lima)Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas)
Pelayanan Medik Sub Spesialis.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik
Umum,Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar,
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis
Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik
Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan
Penunjang Klinik,dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar,
Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak
/Keluarga Berencana.

275
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(4) Peiayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat


darurat 24(dua puluh empat)jam dan 7(tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit
Dalam, KesehatanAnak,Bedah,Obstetrldan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan
PatologiAnatomi.
(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari
Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan
Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru,
Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran
Forensik.

(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah
Mulut, Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti,
Pedodonsi dan Penyakit Mulut.
(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(10)Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah,
Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata,
Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah,
Kulit dan Kelamin,Jiwa,Paru,Orthopedi dan Gigi Mulut.
(11)Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan
Darah,Gizi, Farmasi,Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(12)Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah,
Pemadam Kebakaran,Pengelolaan Gas Medik dan PenampunganAir
Bersih.

276
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 7

(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat


pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 18(delapan belas)
orang dokter umum dan 4(empat) orang dokter gigi sebagai tenaga
tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing
minimal 6 (enam) orang dokter spesialis dengan masing-masing 2
(dua)orang dokter spesialis sebagaitenaga tetap.
(4) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-
masing minimal 3(tiga)orang dokter spesialis dengan masing-masing
1 (satu)orang dokter spesialis sebagaitenaga tetap.
(5) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing
minimal 3(tiga)orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu)
orang dokter spesialissebagaitenaga tetap.
(6) Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-
masing minimal 1 (satu) orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga
tetap.
(7) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing
minimal 2(dua) orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1
(satu)orang doidersubspesialis sebagai tenaga tetap.
(8) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1
dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di
Rumah Sakit.

(9) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.


Pasal 8

(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang


ditetapkan oleh Menteri.
(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang
ditetapkan oleh Menteri.

277
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir harus memenuhi standar


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Jumlah tempat tidur minimal 400(empat ratus) buah.

Pasal 9

(1) AdminlstrasI dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana.

(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling


sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum
dan keuangan.
(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional
prosedur(SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit(SIMRS),
hospital by laws dan Medical Staff by laws.

Bagian Kedua

Rumah Sakit Umum Kelas 8

Pasal 10

(1) Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan


kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2(dua)
Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik
Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis
Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik
Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan
Penunjang Klinikdan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar,


Pelayanan Medik Gig! Muiut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak
/Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat hams dapat memberikan pelayanan gawat
damrat 24(dua puluh empat)jam dan 7(tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
damrat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesual dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit
Dalam,Kesehatan Anak,Bedah,Obstetri dan Ginekolcgi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8(delapan)dari
13(tiga belas) pelayanan meliputi Mata,Telinga Hidung Tenggorokan,
Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran
Jiwa, Pam, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan
Kedokteran Forensik.

(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah
Mulut, Konservasi/Endodonsi,dan Periodonti.
(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(10)Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis
dasar yang meliputi : Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak,
Obstetri dan Ginekologi.
(11)Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instmmen dan Rekam Medik. (12)
Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah,
Pemadam Kebakaran,Pengelolaan Gas Medik dan PenampunganAir
Bersih.

279
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 11

(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat


pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 12(dua belas)orang
dokter umum dan 3(tiga)orang dokter gig!sebagaltenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialls Dasar masing-masing minimal 3
(tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang
sebagai tenaga tetap.
(4) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-
masing minimal 2(dua)orang dokter spesialis dengan masing-masing
1 (satu)orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
(5) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 4
orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang
berbeda.

(6) Pada Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing
minimal 1 (satu)orang doktergigi spesialis sebagaitenaga tetap.
(7) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter subspesialis dengan 1 (satu) orang
dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.
(8) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1
dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di
Rumah Sakit.

(9) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.

Pasal 12

(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang


ditetapkan oleh Menteri.
(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang
ditetapkan oleh Menteri.

280
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir hams memenuhi standar


sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan.
(4) Jumlah tempat tidurminimal 200(dua ratus)buah.

Pasal 13

j(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana.

(2) Stmktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling


sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeiiksaan internal, serta administrasi umum
dan keuangan.
(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional
prosedur(SPO),Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit(SIMRS),
hospital by laws dan Medical Staff by laws.

Bagian Ketiga

Rumah Sakit Umum Keias C

Pasal 14

(1) Rumah Sakit Umum Kelas C hams mempunyai fasilitas dan


kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan
Medik Spesialis Dasar dan 4(empat)Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik.

(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik
Umum,Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar,
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis
Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan
Penunjang Klinikdan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

281
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar,


Pelayanan Medik Gig! Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak
/Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
darurat, melakukan resusitasi dan stabillsasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit
Dalam,Kesehatan Anak,Bedah,Obstetridan Ginekologi.
(6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu)pelayanan.
(7) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
(8) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(9) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan
Darah,Gizi, Farmasi,Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik
(10)Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan PenampunganAir
Bersih.

Pasal 15

(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat


pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9(sembilan) orang
dokter umum dan 2(dua)orang dokter gigi sebagaitenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing
minimal 2 (dua) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2
(dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan
yang berbeda.

282
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(4) Pada setiap Pelayanan Spesialis Penunjang Medik masing-masing


minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2
(dua) orang dolder spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan
yang berbeda.
(5) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3
dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di
RumahSakit.

(6) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.

Pasal 16

(1) Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang


ditetapkan oleh Menteri.
(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Peralatan radiologi harus memenuhistandarsesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Jumlah tempattidur minimal 100(seratus)buah.

Pasal 17

(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana.

(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling


sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit.
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum
dan keuangan.
(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
tatalaksana organisasi. standar pelayanan, standar operasional
prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMS)
dan hospital by laws dan Medical Staff by laws.

283
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Keempat

Rumah Sakit Umum Kelas D

Pasal 18

(1) Rumah Sakit Umum Kelas D hams mempunyal fasilltas dan


kemampuan pelayanan medlk paling sedikit 2(dua)Pelayanan Medik
Spesialis Dasar.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik
Umum, Pelayanan Gawat Damrat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar,
Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik
dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar,
Pelayanan Medik Gigl Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak
/Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Damrat harus dapat membeiikan pelayanan gawat
darurat 24(duan puluh empat)jam dan 7(tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2(dua)dari 4
(empat)jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit
Dalam,Kesehatan Anak,Bedah,Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan
Radiologi.
(7) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(8) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan High Care Unit,
Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instmmen dan Rekam
Medik

284
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(9) Pelayanan Penunjang Non Klinikterdiri dari pelayanan Laundry/Linen,


Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunlkasi, Kamar Jenazah,
Pemadam Kebakaran,Pengelolaan Gas Medikdan PenampunganAIr
Bersih.

Pasal 19

(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesualkan dengan jenis dan tingkat


pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal hams ada 4 (empat) orang
dokterumumdan 1 (satu)orang doktergigisebagai tenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter spesialis dari 2(dua)jenis pelayanan
spesialis dasar dengan 1 (satu)orang dokter spesialis sebagai tenaga
tetap.
(4) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3
dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di
Rumah Sakit.

(5) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.

Pasal 20

(1) Sarana prasarana Rumah Sakit hams memenuhi standar yang


ditetapkan oleh Menteri.
(2) Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit hams memenuhi standar yang
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Peralatan radiologi harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Jumlah tempattidur minimal50(lima puluh)buah.

285
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 21

(1) Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata
laksana.
(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum
dan keuangan.
(3) Tatakelola sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi tatalaksana
organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur(SPO),
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMS), hospital by laws
dan Medical Staff by laws.

Pasai 22

Kriteria klasifikasi Rumah Sakit Umum sebagaimana tercantum dalam


lampiran I Peraturan ini.

BABV

RUMAH SAKIT KHUSUS

Pasai 23

Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak,
Jantung, Kanker, Orthopedi. Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan
Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut. Rehabilitasi
Medik,Telinga HidungTenggorokan,Bedah,Ginjal, Kulitdan Kelamin.
Pasal 24

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus


diklasifikasikan menjadi:

286
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

a. Rumah Sakit Khusus KelasA;


b. Rumah Sakit Khusus Kelas B;
c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

Pasal 25

(1) Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan:


a. Peiayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan;
d. Sarana dan Prasarana;dan
e. Administrasi dan Manajemen.

(2) Kriteria klasifikasi Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada


ayat(1)sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan ini.

Pasal 26

Klasifikasi dari unsur peiayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


meliputi Peiayanan Medik Umum, Peiayanan Gawat Darurat sesuai
kekhususannya, Peiayanan Medik Spesialis Dasar sesuai kekhususan,
Peiayanan Spesialis Penunjang Medik, Peiayanan Medik Spesialis Lain,
Peiayanan Keperawatan, Peiayanan Penunjang Klinik, Peiayanan
Penunjang Non Klinik.

Pasal 27

Kriteria klasifikasi dari unsur sumber daya manusia sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 24 meliputi ketersediaan sumber daya manusia
pada Peiayanan Medik Dasar, Peiayanan Medik Spesialis sesuai
kekhususannya, Peiayanan Medik Subspesialis, Peiayanan Spesialis
Penunjang Medik,Peiayanan Keperawatan dan Penunjang Klinik.

Pasal 28

(1) Kriteria klasifikasi dari unsur administrasi dan manajemen


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 meliputi struktur organisasi
dan tata laksana.

287
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Stmktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling


sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit,
unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis,
komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum
dan keuangan.

(3) Tata laksana sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi tugas dan
fungsi, susunan dan uraian jabatan, tata hubungan kerja, standar
operasional prosedur, hospital bylaws & medical staff by laws.

Pasal 29

Rumah Sakit Khusus harus memenuhi jumlah tempat tidur sesuai dengan
klasifikasinya berdasarkan kebutuhan sebagaimana tercantum dalam
lampiran Peraturan ini.

Pasal 30

Penamaan Rumah Sakit Khusus harus mencantumkan kekhususannya.

BAB VI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31

(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan dalam peraturan


menteri ini kepada pemerintah daerah provinsi.
(2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan dalam klasifikasi
Rumah Sakit kepada pemerintah daerah Kabupaten /Kota.
(3) Apabila Gubernur belum mampu melakukan pembinaan dan
pengawasan dalam kebijakan klasifikasi setelah dilakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud ayat (1) maka untuk sementara pembinaan
dan pengawasan dilakukan oleh Menteri.

288
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(4) Pembinaan dan pengawasan yang dimaksud pada ayat (1) berupa
pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan latihan
dan kegiatan pemberdayaan lain.

BAB IX

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32

(1) Rumah sakit yang tidak memenuhi kriteria klaslflkasi sebagaimana


diatur dalam ketentuan ini akan disesuaikan kelasnya dengan
Keputusan Menteri Kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan mengenai Kriteria Klaslflkasi Rumah Sakit
Umum ini dikecualikan bagi Daerah Perbatasan dan Daerah terpencii
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
(3) Pelaksanaan ketentuan mengenai Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit
Umum ini dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

BABX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum
Swasta,dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 34

Peraturan ini mulai berlaku padatanggal ditetapkan.

289
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Agar setiap orang mengetahulnya, memerintahkan pengundangan


peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Maret 2010

Menteri,

ahayu Sedyaningsih, MPH,Dr. PH

290
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

LampiranI
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: 340/MENKES/PER/III/2010
Tanggal: 11 Maret2010

KRITERIA KLASIFIKASIRUMAH SAKIT UMUM


KRITERIA KELASiKEU!iKELAiiKELAi KETERANGAN
1. PELAYANAN A B C D
A Pelayanan Medik Umum
1 Pelayanan medik dasar + + + +

2 Pelayanan medik gigi mulut + + + +

3 Pelayanan KIA/KB + + + +
B. Pelayanan Gawat Darurat
1 24 Jam & 7 hari seminggu + + + +

C. Pelayanan Medik Dasar


1 PenyakitDalam + + + ■»/- Untuk kelas D minimal
2 Kesehatan Anak + + ada 2 dari 4 Pelayanan
+ ■H-
4 Bedah + + Medik Spesiaiis Dasar
+

4 Obstetri & Ginekologi + + +

D. Pelayanan SpesiallsPenunJang Medik


1 Radiologi + + + +

2 Patologi klinik + + + +

3 Anestesiologi + + +

4 Rehabiiitasi Medik + + .

5 Patologi Anatomi + - .

E. Pelayanan Medik Spesialis Lain


1 Mata + .

Untuk kelas B minimal 8


2 Telinga Hidung Tenggorokan + dari 13 Pelayanan Medik
3 Syaraf + ■»/. _
Spesialis
4 Jantung dan Pembuluh Darah + W- _

5 KulitdanKelamin +

6 Kedokteran Jiwa + *1-


7 Paru + *1- _

8 Orthopedi + _

9 Urologi + •»/-
10 Bedah Syaraf + *1- _

11 Bedah Plasfk + _

12 Kedokteran Forensik +
4/- - •

291
F, Pelayanan Medik Spesialis Gig! Mulut lUntukkelas C minimal
1 Bedah Mulut
4/.
|ada1 dan 7Pelayanan
2 Konsetvasi/Endodonsi iMedik Spesialis GIgi
3 Orthodonti IMulut
Periodonti
5 Prosthodonti :±.
6 Pedodonsi
7 Penyakit Mulut
G. Pelayanan Medik Subspesialls
lUntuk kelas B minimal
1 Bedah lada 2 dari 4 Pelayanan
2 Penyakit Dalam Isutispeslatis Dasar
3 KesehatanAnak
4 Otjstetri dan Ginekologi
5 Mata
6 Telinga Hidung Tenggorokan
Syaraf
8 Jantung dan Pembuluh Darah
9 KulitdanKelamin
10 Jiwa
11 Paru
12 Orthopedi
13 Gigi Mulut
H Pelayanan keperawatan dan kebidanan
1 Asuhan keperawatan
2 Asuhan kebidanan
1 Pelayanan penunjang kllnlk
iKelasDcukupHCU
1 Perawatan intenslf
2 Pelayanan darah
3 Gizi
4 Farmasi
5 Sterifisasl instrumen
6 Rekam medik
j Pelayanan penunjang non klinik
1 laundry/linen
2 JasaBoga/Dapur
3 Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas
4 Pengelolaan Limbah
5 Gudang
6 Ambulance
Komunlkasi
8 KamarJenazah
9 PemadamKebakaran
10 Pengelolaan Gas Medik
11 Penampungan Air Bersih

292
1 II SUMBERDAYAMANUSIA
1 A Pelayanan medlk dasar,(naslng^masfng minimal
* 18dokterumum&4doktergigi + . ,
Tenagatetap
• 12 dolcter umum &3dokter gigi - + .
Tenagatetap
* 9dokter umum &2 dokter gigl ■ - .

Tenagatetap
• 4 dokter umum & 1 dokter gigl - -
+ Tenagatetap
j b. 4 peiayanan medlk spesiiias dasar, ma$lng*ma$ing minimal:
1 • DOOKterspesiails + -

Ma8tanaga totap dot24tenaga


' 3dokter speslalis - +

1 * 2 dokter speslalis - - .

Mia 4 tenaga tetap dari 8tenaga


1 • 1 dokter speslalis(2 darl4 speslalis dasar) - -
+ Min.2tenagatetap
j u". 1/ peiayanan medlk speslalis lain, maslng«maslng minimal:
1 * 3aoKter speslalis 1 .
+ .
Mn 12Isnaga tstap dari 36 tenaga
1 • 1 dokter speslalis(8 darl 12 peiayanan spes) - J + .

Min 8tanaga tetap dari 12tenaga


j u. 13 peiayanan medlk sub speslalis, masing>masing minimal:
j • /Gower speslalis + 1 . .
Mn 13 tanaga Istap dari 26tsnaga
1 * 1 dokter speslalis(2 dari 4sub speslalis dasar) 1 +-

h. Fcidytfimn medlk speslalis penunjang, masing-masing minimal:


1 ■ 3dokter speslalis(darl 5 yan spes) +

1 * 2 dokter speslalis(dari 4 yan spes) +

j • 1 dokter speslalis(dari 2 yan spes) + Min 2tenaga tetap


j r. / Feiayanan medlk speslalis gigl mulut, maslng-masing
1 * 1 ookterqiql speslalis +
Min 7 tenaga tetap
j • 1 dokter gigi spesialis(3 dan 7 peiayanan spes +
Min 3tenaga tetap
1 • 1 dokter gigi spesialis(1 dari 7 peiayanan spes + Min 1 tenaga tetap

1 G Sumber Daya Manusia RS


1 Keperawatan(PerawatdanBidan) 1:1 1:1 2:3 2:3
1 2 Kefannasian + + + +

1 3 Gizi + + + +

1 4 Keterapian Fisik + + + +
1 5 Keteknisian Medis + + + +

1 6 Petugas Rekam medik + + + +

1 7 Petuqas IPSRS + + + +
1 8 Petuqas Penqelola Limbah + + + +
1 9 Petuqas KamarJenazah + + + +

|lll. PERALATAN
1 i Peralatan medis di Instalasi Gawat Damrat + + + +

+ + + +
1 3 Peralatan medis di Instalasi Rawat Inap + + + +

+ + + - F(elas0cukup HCU
1 5 Peralatan medis di Instalasi Tindakan Opeiasi + + + +

1 6 Peralatan medis di Instalasi Persalinan + + + +

1 7 Peralatan medis di Instalasi Radioloqi + + + +

1 8 Peralatan medis di instalasi Anestesi + + +


-

293
+
9 Peralatan medis Laboratorium Klinik + -

+ + + +
10 Peralatan medis Farmasi
11 Peralatan medis di Instalasi Pdayanan Darat) + + + -

+
12 Peralatan medis Rehabilitasi Medik + + +

+ +
13 Peralatan medis di Instalasi Gizi +

+
14 Peralatan medis Kamar Jenazah + + +

IV.SARANA & PRASARANA


1 Bangunan / Ruang Gawat Danirat + + + +

2 Bangunan / Ruang Rawat Jalan + + + +

3 Banqunan 1 Ruanq Rawat Inap + + + +

4 BanqunanI Ruanq Bed ah + + + +

5 Banqunan / Ruanq Rawat Intensif + + + +

6 Banqunan 1 Ruanq Isolasi + + + -

7 Banqunan 1 Ruanq Radioloqi + + + -

8 Banqunan / Ruanq Laboratorium Klinik + + + +

9 BanqunanI Ruanq Farmasi + + + +

10 Banqunan 1 Ruanq Gizi + + + +

11 Banqunan 1 Ruanq Rehabilitasi Medik + + + +

12 Banqunan / Ruanq Pemeliharaan Sarana Prasarana + + +

13 Banqunan 1 Ruanq Pen qelolaan Umbah •f + +

14 Ruanq Sterilisasi + + + + Kelas A&B harus CSSD


IS Banqunan 1 Ruanq Laundry + + + +

16 Bangunan 1 Ruang Pemulasaraan Jenazah + + + +

17 Bangunan 1 Ruang Ad minisirasi + + + +

18 BangunanI Ruang Gudang + + + +

19 Bangunan 1 Ruang Sanitasi + + + +

20 Banqunan 1 Rumah Din as As rama + + + +

+ + +
21 Ambulan +

22 Ruanq Komite Medis + + + +

23 Ruang PKMRS + + + +

24 Ruanq Perpustakaan + •W- - - Khusus RS Pendidikan


25 Ruang JagaKo Ass + iy- - - Khusus RS Pendidikan

26 Ruanq Pertemuan + + + +

27 Banqunan 1 Ruanq Diklat + +/- - -

28 Ruang Diskusi + t/- - -

29 Skill Lab clan Audio Visual + - - - Khusus RS Pendidikan


30 Sistem Informasi Rumah Sakit + + + +

31 Sistem Dokumentasi Medis Pendidikan + - - -

+ + + +
32 Listrik
+ + +
33 Air
+ +
34 Gas Medis + +

+ +
35 Limb ah Cair + +

+
36 Limb ah Pad at + + -

+
37 Penanqanan Kebakaran + + +

38 Peranqkat Komunikasi(24 Jam) + + + +

39 TempatTidur 2400 2200 2100 250

294
V ADMINISTRASI&WIANAJFMFm
1 Status Badan Hukum

3 Tatalaksana/Tata KeijaAJraian Tuqas


4 Peraturan Internal Rumah Sakft(HBL & MSBL)

6 KomiteEtik& Hukum
7 Satuan Pemeriksa Intemal(SPI)
8 Surat Izin Prakiek Dokter
9 Peijanjian Ketjasama Rumah Sakit & Dokter
10 AkreditasiRS

G RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH,Dr.PH


MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Lampiranll
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 340/MENKES/PER/III/2010
Tanggal : 11 Maret2010

KRITERIAKLASIFIKASIRUMAH SAKIT KHUSUS

1. KRiTERIAKLASIFIKASI RUMAH SAKIT KUSTA


A. JenisPelayanan

NO JENISPELAYANAN KELASA KELASB KELASC

A. PELAYANAN KUSTA
1 Pelayanan Poliklinik Kusta:
a. Spesialistik Esensial + - -

+ +
•KulitdanKelamin
+ + +
-Mata
+ + +
-Bedah
+ +
•Neurologi +

+ + +
b. Umum
+ H" +
2 Perawatan Luka
3 Pelayanan Bedah Kusta;
+
a. Bedah Plasb'k - -

+ +
b. Bedah Rekonstruksl -

+ +
c. Bedah Septik -

4 Rehabilitasi Kusta:
+ +
a. Fisioterapi: +

+ + +
b. Prothesa
+ + +
c. Ortetik
+ + +
d. Terapl OkupasI
+
- ADL(Activity Daily Living) + +

•Setelah operas! + - -

e. Pelayanan PsikologI + - -

5 Rawat Inap:
+
- Intensive Care - -

+
- High Care/ Intermediate + -

+ + +
•WardBiasa
+
6 Rehabilitasi Sosial dan Karya + -

296
B. PELAYANAN UMUM
1 Poliklinik + + .

2 Rawat Inap + .

D. PELAYANAN SPESIALISTIK UIN


1 PenyakitDalam + .

2 KesehatanAnak + .

3 Bedah + + .

4 Obstetri Ginekologi + .

5 Anestesi + + .

6 Patologi Klinik + + +
7 Radiologi + + _

E PELAYANAN GAWAT DARURAT + + +

F PEUYANAN PENUNJANG
KLINIK
1 Perawatan High Care + + +
2 Bedah Sentral(Kamar Operas!) + + +
3 Pelayanan Gizi Klinik + + +
4 Pelayanan Farmasi + + +
5 Rekam Medik + + +

G PELAYANAN PENUNJANG NGN


KLINIK
1 Laundry + + +
2 Pelayanan Jasa Boga / Dapur + + +
3 IPSRS + + +
4 PengelclaanLimbah/IPAL + + +
5 Ambulans 1 TransportasI + + +
6 Komunikasi Medik + + +
7 Pemulasaraan Jenazah + + +

H. PEUYANAN ADMINISTRASI
1 Pemasaran + + +
2 Keuangan + + +
3 Personalia + + +
4 <eamanan + + +

8. KETE NAGAAN

KelasA Kelas B Kelas0


NO JENIS KETENAGAAN
Tng Tng Tng
Total Total Total
Tetap Tetap Tetap
1. RllEDIS
A Esensial
1 Dokter Spesialis Wit & kelamin
2 1 1 . .

2 Dokterumum
10 5 5 2 1

297
3 Dokterumum dengan kemampuan bedah kusta 4 2 2 - -

4 DokterSpesialis Bedah Ortopedi 1 1 -

5 Dokter Speslalis Rehabilitasi Media 1 -


1 - -

6 Dokter Spesialis Mata 2 1 1 - -

7 Dokter Spesialis AnestesI 1 -


1 -
-

8 Saijana Psikologi 1 -
1 - -

9 Tenaga Keperawatan:
- Saijana Keperawatan 2 1 1

•D3 Keperawatan 1:3n 1:3tt 1:3tl

- Bidan 6 4 2
6 4 2
10 Ahli madya fisioterapis
11 Ahli madya terapisOkupasi 2 0 0
4 2 0
12 TeknisI ortotik prostetik
B. Optional 1
1 Dokter spesialis Bedah 2 1 0

2 DokterSpesialis PenyaldtDalam 2 1 0

3 Dokter Spesialis Anak 2 1 0

4 DokterSpesialis Obgyn 2 1 0

5 Dokter Spesialis Saraf 1 0

6 Dokter Spesiafs Patologi Klinik 1 1 0

7 Ddder Spesialis RadiologI 1 1 0

8 DokterSpesialis GizI 1 1 0

II. TENAGA KESEHATAN LAIN


2 1 1
1 Apoteker
2 Dokter gigi 2 1

3 Pengaturrawatrongent 2 1 0

4 Penata anastesi 2 1 0

5 Analis laljoratorium 4 1
4 1
6 Saijana mudagizi
7 Asisten apoteker 2 1 1

8 Ahli Madya Rekam Medis 2 1 1

III. TENAGA PENUNJANG


1 S2 Perumahsakitan/Manajemen 2 1 1

2 Saijana Ekonomi 2 1 0

3 Saijana Hukum 2 1 0
4 1
4 Saijana Administrasi
5 Akademi Komputer 2 1 0

6 Atem 2 1 0

7 Tenaga administrasi lainnya disesuaikan disesuaikan disesuailian

298
C. SARANADANPRASARANA

NO RUAN6AN KelasA KdasB KelasC

PEUYANAN KUSTA
Pelayanan PollkHnIk Kusta:

LoketPendaftaran
Loketpembayaran
R. Rekam Medis
R, Informasi
RTunggu
R. Penksa
R. Dokter
R.Paramedik/perawat
R.Pertetnuan/Diktat
R. Latwratoflum
R.Obat
Kamarkecilpaslen
Kamarkedlstaf
R.A!at
Ket:T&\da(-):Sarana dapat

Ruang Perawatan Luka:


R-Poliperawatanluka:
- R. Jatan
• R. Inap
R.Periksa
R.TIndakan medlk
R. Gips

Ruang Bedah Kusta:


R.BedatiAseptlk
R.Bedah Septik
R. Perslapan
R.PemuOtian
R.Tindakan gips
R.Alatsteffl
R.AIatnonster!!
R. Dokter
R.Perawat
R.Administrasl
R.Tunggu
KamarKecti
Tanda(-) dapat digabung

299
4 IRehabifitasi Kusta:
+
iRuangan periksa dokter + +

+
|r.Psikolog +

+
|r.Rsioterapi + +

+
|R.Okupasiterapi + +

lR.OrtotikPtostetik + + +

|r.Pekeija Sosial medik + + +

+
|r. Rehab Karya + +

iFas/fflas(dicopy dari SPM)


5o-ioon 25-50TT
5 |Ruang Rawat Inap: >ioon

|- Ruang Intensive Care +


- -

+ +
(Sama dengan RSU)
|- Ruang High Care / Intermediate
|(S3ma dengan RSU)
|-Ward6iasa + + +

B. {Ruang PELAYANANUMUM
+ +
1 R.Poliklinik(Sama dgn RSU) -

2|r. Rawat Inap + - -

1
C. PELAYANAN SPESIAUSTIK LAIN
+ +
1 {PenyakitDalam -

+
2 {KesehatanAnak - -

+ +
3 jsedah +

+
4 {Obstetri Ginekologi - -

+ +
5 |Anestesl +

6 |pato!ogl Klinik + +

+
-

7 iRadiologi + -

1
D Ipelayanangawatdarurat + + +

1
E Ipelayanan penunjang klinik
1 jperawatan High Care + + -

+ +
2 {Bedah Sentral(Kamar Operasi) -

+
3 |pelayanan Gizi Klinik + +

+ +
+
4 jPelayanan Farmasi
+
5 |Rekam Medik + +

1
F Ipelayanan penunjang non klinik + + +
1 Laundry
+ + +
2 Pelayanan Jasa Boga / Dapur
+ + +
3 IPSRS
+ + +
4 Pengelolaan Limbah / PAL
+ + +
5 Ambulans/Transportasi
+ +
6 iKomunikasi Medik +

+
+ +
7 IPemulasaraan Jenazah

300
G. SARANA PELAYANAN ADMINISTRASI
1 R. Pemasaran + + +

2 R. Keuangan + + +

3 R. Personalia + + +

4 R. Keamanan + + +

5 R. Sarana Ibadah + + +

6 R. Parkir + + +

7 R.Tunggu + + +

8 Sarana untuk Orang Cacat + + +

9 R. Ibu Menyusui + + +

10 Sarana untuk Anak + + +

11 Sarana untuk Orang lanjut usia + + +

D.PERALATAN
NO JENIS PELAYANAN KelasA Kelas B Kelas C

A. PEUYANAN KUSTA
1 Pelayanan Poliklinik Kusta:
a. Spesiallstik Esensial + • •

•KufitdanKelamin + + +

•Mata + +

- Bedah + + +

- NeurologI + + +

b. Umum + + +

2 Perawatan Luka + + +

3 Pelayanan Bedah Kusta:


a. Bedah Plastik + - -

b. Bedah Rekonstruksl + + -

c. Bedah Septik + + -

4 Poliklinik bedah kusta: + + 4

Meja periksa
Alat periksa senslbilitas kulit
Goniometer
Tensimeter
Stetoskop
Alat bedah minor
Sterilisator portable
5 Kamar bedah: + + +

Meja operas)
Lampu operas! utama
Lampu operas!sateiit
Pompa hisap
6 Rehabilitasl Kusta:
a. Fisioterapi: + + 4

b. Prothesa + + 4

c. Ortetik + + +

301
+ + +
d.Terapi Okupasi
+ + +
- ADL(Activity Daily Living)
+
•Setelati operasi - -

+
>. Pelayanan Psikologi - •

5 lawat Inap:
+
- Intensive Care - -

- High Care / Intermediate .engkap .engkap -

). Alat kesehatan untuk resusitasi


}. Alat untuk stabilisasi penderita
Alat periksa sensibilitas kulit
J. Goniometer
3. Stetoskop
[. Sterilisator portable
g.Pompatiisap
b. Set instrument periksa luka
.Set peraiatan-peralatan luka
.Sterilisator
k. Set bedah minor
Alattambahan untuk diagnosa dan Lengkap Lengkap Lengkap
terapi:
a. Psikoterapi
b. Fisioterapl
0. Okupasi Terapi
•Sarana komunikasi/telpon Lengkap Lengkap Lengkap
intern ekstern RS
•Farmasi 24 jam
•Ambulans24jam
• Radiologi Diagnostik 24 jam
+ + +
•Ward Biasa
R.Rawat Inap: Lengkap Lengkap Lengkap
a.Tempattidurpasien
b. Tiang infus
0. Kursi roda
d. Bed side cabinet
e.Tensimeter
f. Stetoskop
g. Sterilisator portable
h. Pompa tiisap
i. Set instruent periksa luka
j. Set peralatan - peralatan luka
>10011 50-100n 25-50n
JumlahTT
Alat tambahan untuk diagnosa dan Lengkat Lengkar Lengkap
terapi:
a. Psikoterapi
b. Fisioterapl
c. Okupasi terapi

302
•Laboratorium24jam Lengkap Lengkap Lengkap
• Radiologi Diagnostik 24jam
6 Rehabllltasi Soslal dan Karya + ♦ -

B. PEUYANANUMUM
1 Poliklbtik ♦ ♦ •

a. Meja periksa
b. Stetoskop
c. Tensimeter
d. Termometer
e.Tiang badan
2 R. Rawat Inap Lengkap Lengkap Lengkap
a.Tempattidurpasien
b. Tiang infus
c. Kursi roda
d. Bed side cabinet
e. Tensimeter
f. Stetoskop
g. Sterilisator portable
h. Pompa hisap
1. Set instnient penksa tuka
j. Set peralatan - peralatan
luka
D. PEUYANAN SPESIAUSTIK UIN
1 Penyakit Dalam + - -

a. Meja periksa
b. Stetoskop
c. Tensimeter
d. Termometer
e. Timbangan badan
f. Senter
g.EKG
h. USG
2 KeseltatanAnak + - -

a. Meja periksa
b. Stetoskop
c. Tensimeter
d. Pen light
e.Tongue spate!
f.AlatukurTT/BBanak
3 Bedah + * +

*Po!iklinikBedah:
a. Meja periksa
b. Tensimeter
c. Stetoskop
d. Mat bedah minor
e.Stentisator portable

303
'KamarBedah:
a. Meja operasi
b. Lampu operasi utama
c. Lampu operasi satelit
d. Pompa hisap
4 Obstetri Ginekologi Lengkap - -

a.Tempattidur
b. Gyn bed
0. Stetoskop
d. Tensimeter
e. USG
f. Alat kuret
g. Partus set
h. Tiang infus
i. Vacum set
j. Baby suction set
k.Bakcucitangan
1. Handuk kedl
m. Kursi
n. Meja
0. Kuikas
p. Sterilisator
q.Timbangan BB/TB
+ +
5 Anestesi
a. Ruangan yang dilengkapi
dengan penerangan yang
cukup dan adanya ventilasi
ke luar untuk menghindari
polusigas anestesi
b. Lemari pendingin untuk
menyimpan obat-obat
anestesi
+
6 Patologi Klinik + +

+
7 Radiologi + -

+ +
E PEUYANAN GAWAT DARURAT +

F PEUYANAN PENUNJANG KUNIK


1 Perawatan High Care + - -

2 Bedah Sentral(Kamar Operasi) + + +

3 Pelayanan Gizi Klinik + + +

4 Pelayanan Farmasi + + +

j RekamMedik + + +

304
G PELAYAHAN PENUNJANG NON KUNIK
1 Laundiy + + +

2 Pelayanan Jasa Boga / Dapur + + +

3 IPSRS + + +

4 Pengelotaan Umbah / PAL + + +

5 Ambulans / Transportasi + + +

6 Komunikasi Medik + +

7 Pemulasaraan Jenazah + +

H PELAYANAN AOMINISTRASI
1 Pemasaian + + +

2 Keuangan + + +

3 Pefsonalia + + +

4 Keamanan + + +

305
2. KRiTERIA KUSIFIKASIRUMAH SAKIT MATA

A. JENISPELAYANAN
No JENISPELAYANAN KEUSA KEUSB KELASC
A. MEDIS
1 Pelayanan Spesialistik Mata:
A. Reftaksl + + +

B. Infeksi dan Imunotogi mata + + +

C. Glaukoma + + +

D. Bedah Katarak + + +

E. Medical retina + + +

F. Oftalmologi Komunitas + + +

A. Refraksl dan Lensa Kontak + +

B. Infeksi dan Imunologi mata + +

C. Glaukoma + +

D. Bedah Katarak + +

E. Medical and simple surgical retina + +

F. Oftalmologi Komunitas + +

G. Pediatrik Oftalmologi + +

H. Bedah Plastik dan Rekonstruksi + +

1. Onkologi Mata + +

2 Pelayanan Sub Spesialistik Mata:


A. Refraksl dan Lensa Kontak +

B. Infeksi dan Imunologi mata +

C. Lensa dan Bedah refraktif +

D. Glaukoma +

E. Vltreo Retina +

F. Strabismus +

G. Neuro Oftamologi +

H. Plastik Rekontruksi +

1. Orbita Onkologi +

J. Pediatrik Oftamologi +

K. Oftamologi Komunitas +

3 Pelayanan Spesiaiis Anestesi + +

4 Pelayanan Rawat Inap + + +

5 Pelayanan Rawat Jalan + + +

6 Pelayanan Gawat Darurat Mata + + +

7 Pelayanan Bedah / Operasi + + +

8 Pelayanan Penunjang + + +

9 Pelayanan Farmasi + + +

10 Pelayanan Laboratorium Sedethana + + +

11 Optik + +

12 Gizi + + +

13 Sterilisasi + + -

14 Bank Mata + - -

15 Rekam Medik + + +

16 Laundry + + -

17 Pemulasaraan Jenazah + + -

18 Penanggulangan Bencana + - -

306
B. JENiSKETENAGAAN

KELASA KELASB KELASC


No JENISKETENAGAAN Tenaga Tenaga Tenaga
Total Total Total
Tetap Tetap Tetap
A. MEDIS
1 [}okter Spes'erisb'k Mata; 5 2 2 1 1 0
A.Refral6l SpesiaEs Spesialis
B. Infeksi dan ImunologI mata (fitambah (fitambah

C.Glautoma 1 sub- 1 sub

D.Bedah Kataiak spestafis spesialis


E. Medical retina
F. Oftalmologi Komunitas
A. Refraksi dan Lensa Kbntak 9 4 4 2 1 0
B.IrMsi dan Imunologi mata SpesiaBs Spesialis

C.Glautoma (ftamfaali (fitambah

0.Bedah Katarak ' 3sul>- 3sub

E Merfical and stmpie surgical spesiafis


rtiina
F.OftalmoiogI Komunitas
G.Pediatrik Ofialmoiogi
H.Bedah Piastik dan
Rekonstruksi
LOnkotoglMata
2 Dokter Sub SpesiaBsQr Mata: llstd)- 5 Ssub- 2 0 0
A.R^iaksl dan Lensa Kbntak
B.ItMst dan imundcgi mata
C.Lensa(to)Bedah refifaktif
D.GIaukoma
E.Vitr60 Retina
F.Strabismus
G-NeuroOflamologi
H.Plasttic Rekontruksi
LOrtxIaOnkologl
J.Pediatrik Oflamologi
K.Oflamoiogi Komunitas
11 RpwsbBg Anpsted 1 1 -

a KEPERAIKATAN
1 Keperawatan Ruang Rawat Inap 1/1TT 1/1 TT 1/1 n
2 Keperawatan Ruang Operas! 3/OK 3/OK 3/OK
3 KeperaMratan Ruang Rawat Jatan

C. TENAGA KESEHATAN LAIN


1 Apoteker 2 1 1
2 SMF/SAA 6 2 2
3 AhB Madya Kesehatan Lingkungan 1 1 1
4 Ahfi Madya Rekam Medis 2 1 1
5 AnafisAhO Kesehatan(AAK) 2 1 1
6 PerawatAnestesi 2 1 -

307
D. TENAGAPENUNJANG
1 S2 Penimahsakitan/ Manajemen 1 1 1

2 Satjana Ekonomi 3 1 1

3 Saijana Hukum 1 1 1

4 Akademi Komputer • 2 1 1

Catalan:*) Minimal on call

C. SARANA&PRASARANA
NO. NAMARUANGAN KELASA KEUSB KELASC
L BANGUNAN UTAMA
1 Ruang Administrasi + + +

2 Ruang RawatJalan
• Ruang pemerlksaan pelayanan mala + + +

speslalisfik(geneial optalmologi)
• Ruang Pemerlksaan pelayanan mala sub + + +

speslarsHk
5 Ruang Farmasi + + +

6 Ruang Labciatorium + +

+ +
7 UGDMata +

8 Ruang Rawat Inap >ioon 50-ioon 25-50TT


9 Ruang Tindakan + + +

10 Ruang Bedah + + +

11 Ruang PuIIh + +


14 Ruang Komite Medlk + +

15 Ruang Diagnostik Central + + -

17 Ruang Pemulasataan Jenazah(UURS) + + +

18 DapurlGlzl + + +

19 Laundry + + +

20 IPSRS/Bengkel + + +

22 Ruang Perpustakaan + + +

23 Ruang Diklat/ R. Pertemuan + + +

24 Ruang Pertemuan + - -

Catalan: Untuk kelas A maslng-masing


ruang hams terpisah.
[|. BANGUNAN PENUNJANG
1 Ruang Generator + + +

2 PAL + + +

3 Tempat Pembuangan Sampah sementara * +

Catalan; Ruang Inoenefatcr dapat dilakukan keija sama dengan rumah sakit dl sekitar.

308
D.PERAUTAN

1. Sarana Pelayanan Kesehatan Mata Primer minimal hams tersedia peralatan sebagai berikut:
No. NAMAPERAUVTAN KELASA KELASB KELASC
1 SDtLamp 20 12 6
2 Auto refraktermeter. 3 2 1
3 Oflalnwskop direk 20 12 6
4 Qftalmoskop indirek 10 3 1
5 Lens Meter 3 2 1
6 Trial Lens Set 10 4 2
7 Lup Binokuler 3-5 Dioptri 2 2 2
8 Streak retinoskopi 2 1 1
9 Buku Ishihara-Kanahera 2 2 1
10 Snellen test Projector 10 4 2
11 Basic ophtalmik instmmen 10 5 3
12 Rash light 10 5 3
13 Loup 10 5 3
14 TonometefSchiotz 10 5 3
15 Sterilizer table model 2 1 1
Obat diagnosb'c midriatikum
16 + + +

17 Anastatic Topical + + +

16 Lensa Gonometri dengan 3 cermin 5 3 2


19 Set dilator punctum 5 3 2

2. Sarana Pelayanan Kesehatan Mata Sekunder minimal harus tersedia peralatan sebagai berikut:

A Peralatan Diagnostic
1 Lembar optotip Snellen yang dilengkapi + + +

dock dial
2 Lembar kaitutesbaca + + +

3 Bingkai ujlcoba trial lens (trial fram)dan + + +

1 set lensa ujlcoba (trial lens set)


4 Buku Ishihara-Kanehara + + +

5 Lensometer + + +

6 Optalmoskop direk + + +

7 Optalmoskop indirek + + +'

8 Slit Lamp + + +

9 Tonometer Schiotz 5 3 3
10 Ton ometer Aplanasi + + +

11 Tonometer non contact + + +

12 Streak retinoscopy 2 2 1
13 Lensa gonioskopi dgn 3cermin 2 2 1
14 Refrakto Keratometer 3 1 1

309
B Peralatan Diagnostik pelengkap
1 Kampimeter Goldman 1 1 1
2 Kampimeter Automatic 1 1 -

3 BiometriA-scan 1 1
4 USG Mata 1 1 1
5 Retinometer 1 1
6 Fundus Camera+FFA 1 1 -

7 OCT 1 - -

8 Pachymetri 1 - -

9 Topografi Komea 1 - -

10 Trial Lens Contact(Fitting) 1 1 -

11 ERG 1 - -

12 VHP 1 - -

13 Syn ophtofore 1 - -

14 Straliismus Diagnostic Set 1 - - ■

15 Heftel Oftalmometer 1 1 -

16 SpekularMikroskop 1 - -

17 Portable Slit Lamp 1 1 -

18 Portable Keratometer 1 1 -

19 Lab. MikrobiologI sederhana 1 1 1


20 Contras sencittvity Test 1 - -

21 PeilyRobsonTest 1 - -

C Peralatan Bedah
1 Mikroskop opeiasi 7 4 2
2 Mikroskop operas!dgn Teaching Mirror/ CCTV 3 2 1
3 Portable Micrcscope 5-10 3 1
4 Set Peralatan bedat)
Katarakset 20 10 4
Glaukoma set 2 2 1
Keratoplasti 2 1 .

Fakoemulsifikasi Set 4 2 1
Bedah refraktif set 1 - .

Strabismus Set 1 1 .

HokuloplastI Set 1 1 .

Oibitotomy lateral Set 1 . _

DGRSet 1 - .

Vitreoreb'nal set: 1 1 .

- Simple vitrioretinal surgery


- Vitrectomy unit 1
-Endolaserunit 1 - .

- Cryosurgety 1 1 .

D Aiattindakan Iain
1 Laser Fotocoagulasi retina set 2 1 .

2 Laser Fotocoagulasi glaukoma set 1 1


3 TAG Laser set 1 1 1
4 Lasik set 1 - _

310
3. Satana Pelayanan Kesehatan Mata Tersier, setain peralatan diatas juga harus tersedia peralatan
sebagai berikut:
3 Katarakdan Bedah R^raktif + + +

A Peralatan Oiagnostik + + +

B Slit lamp + + +

C Keratometer + + +

D A-Scan + + +

No. NAMA PERALATAN KELASA KELASB KEUSC


1 Slit Lamp 20 12 6
2 Autoiabaktermeter. 3 2 1
3 Oftalmoskopdiiek 20 12 6
4 Oflalm(»kopindirek 10 3 1
5 LensM^ 3 2 1
6 TrialLensS^ 10 4 2
7 Lup Binokulo'3-5 Dioptri 2 2 2
8 Streak retinoskopi 2 1 1
9 Buku Ishibara-Kanahera 2 2 1
10 Snellen test Projector 10 4 2
11 Basic ophtaln^ instrumen + + +

12 Flash r^ht + + +

13 Loup + + +

14 TonometerSchiotz + + +

15 Sterilizef table mod^ + + +

16 Obat diagnostic midriatikum + + +

17 Anastetic Topical + + +

18 Lensa Gonometn dengan 3cermin + + +

19 Set dilator punctum + + +

tl.
1 Kampinreter + + +

2 Keratometer + + +

3 USGMata + + +

4 Worth Four Dot Test + + +

5 ReSnometer + + +

III.
1 Mikroskope Operas) + + +

2 Peralatan segmen anterior + + +

3 Peralatan bedah segmen + + +

4 posterioisederhana + + +

5 Peralatan adneksa dan Orfoita sederha + + +

311
IV.
1 iPeralatan bedah katarak danRefralctif
2 iPeratatansetfako emulsifikasi
3 Ip^Iatanset tembus komea
"4 IPeralatan refraksi dan tensa kontak
5 IPeralatan glaucoma
6 IPeralatan Diagnostik Retina
7 IPeralatan infeksl dan imunologi
8 IPeralatan Strabismus
V. ItNSTAUSI RADtOLOGI
1 -Ray denganFluoroscopy
2 llWtoblleX Ray(100 mA)
3 Automatic Film Processor
4 CT Scan
5 USG
6 C-Arm
Vi. IINSTAU^SI UBORATORIUM
1 IPeralatan Ganggili:
|a.Automatic Haematology Analyzer
lb. Automatic Blood Chemistry Analyzer
l^lood Gas Analyzer
Id. Electrolyte Analyser
3. EUSA automatic/semiautomatic Analyzer
f. Row Cytometer
g.PGR Machine
mTFiuoresence Microscope
i. Deepfreez Refrigerator(-20 0)
2 l^ralatan Sedang:
a. Binocular Miaoscope
b. Sentrifuge
c-lcubatoraerob
id^ Incubator anaerob
e. Autoclave
f. Perometer
|g. Biosafety Cabinet class II
h. Urine Analyzer
i. Inspisator
j. Refrigerator
k. EUSA Machine(Washer Reader -«• Incubator)
3 IPeralatan Sederhana:
la.RakdanTabung LED
lb. Haemotology Cell Counter
|c. Hb meter+Pipet eritrosit+pipet
teukosit bitik kantong
d. Glucose meter

312
VIL INSTALASIBEDAH SENTRAL
1 AnesthesI Machine 1 1 -

2 Patent Monitor 1 1
3 DC Shock 1 1
4 M^a Operas! 1 1
5 l^pu Operas! 1 1
6 Infusion/Syringe Pump 1 1
7 Rescusitation Kit 1 1
8 Peralatan Bedah Mata 1 1
VIII RUANGISQLASI
1 APD untuk petugas kesehatan:
(Masker,Sepatu Boots, Gaun/Sarung
tangan/Kaos kaki disposable, Kaca
mata goggles, tutup muka,apron.)
2 Peralatan untuk pasien:
Termometer
Stetoscope
Sphygmomanometer
Tourniquet
IVSet
Pole
Lei^kap Lengkap
Basin
Mobile Screen -

Bedpan
Bed iinen
Disposable patient gowns
Alat makan disposable dan food box khusus

DC INSTALASI REHABILITASl MEDiK


1 Exercises Treadmill 1 - -

2 Static Bicycle 1 Ergocycle 1 1 -

3 Shortwave Diathermy 1 1 -

4 Infrared 1 1 1
5 Nebulizer 1 1 1

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KEUSA KEUSB KELASC


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana / Tata Keija / Uralan Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSBL) + + +

5 Komite Medik + + +

6 Komite Eblr & Hukum + + +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 Surat Izin Praktik Dokter + + +

9 PerjanjIan Ketjasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 AkreditasiRS + + +

313
3.KRITERIA KLASIRKASIRUMAH SAKIT REHAB1UTA9 MEDIK
A. Ketenagaan Rumah Sakit RehabflitasI Mecfik

No JENiSPELAYANAN KelasA KelasB KelasC


1 Refiauiitasi Medik
a.RawatJalan
- KenaDilttasi Medik + + +
-baraf
+ + +
b. Rawat Inap + + +
2 GawatDarurat + + +
3 ICU
+ + +
4 High Care Unit + +
5 Tlndakan Operasi
+ +
6 Spesialis Lainnya;
a. Penyakit Oalam + + +
b. Kesehatan Anak
+ + +
c.beaan
+ + +
d. Spesialis lainnya
7 Penunjang:
a. Peiayanan Radk)!ogi + +
b. PetayananAnestesi + +
c. Pelayanan LaDoratortum Patologi Winik + +
d. Pelayanan FarmasI + +
B.Pelayanan Patologi Anatomi + + +
f. Pelayanan eizi + + +
g. Pelayanan Stenlisasi + + +
fi. Poli Umum + + +
.Poli Gigi + + +
Keiayanan Psikologi + + +

314
B. KETENA6AAN RUMAH SAKIT REHABIUTASl KEDIK

KelasA KelasB Kelas C


NO. JENISTENAGA Tenaga Tenaga Tenaga
Total Total Total
Tetap Tetap Tetap
1. MEDIS
A Esensial
1 DokterSpesiaSs RehabSlasi MedOc 2 1 1 - - -

2 Doktefumum 10 5 5 2 2 1
3 Dokter umum dengan kenampuan tehad) mecSc 4 2 2 1 - -

4 DokterSpastaGs Bedah Oftopedi 1 - 1 - - -

5 DokterSpesialis Wit& kelamin 1 - 1 - - -

6 OokterSpesiaGs Mata 2 1 1 - - -

7 Odder Spesiafis Anestesi 1 -


1 - -

8 Saijana Psa(dogi 1 - 1 - - -

9 Tenaga K^)efawatan: 1:1TT 1:1 n 1:1 n


•Saijana Keperawatan 2 1 1
-03 Keperaivaian 1:3tt 1:3tt 1:3tt
-Bidan 6 4 2
10 AhQ madya fisnterapis 6 4 2
11 Ahli madya terapis Okupasi 2 0 0
12 Teknisi oitotik prosMk 4 2 0

8. Optional
1 DoklerspesiaOs Bedah 2 1 0
2 Dokter Spesiafis Penyakit Dalam 2 1 0
3 Odder Spesiafis Anak 2 1 0
4 Odder Spesiald Anestesi 1 0 0
5 Dokter Spesiafis Saiaf 1 0 0
6 Dokter Spesiafis Patdo^ KEnfic 1 1 0
7 DoMer Spesiafis Patdogi anafaxd 1 1 0
8 Odder Spesiafis RaddogI 1 1 0
9 Odder Spesiafis Gizi 1 1 0

315
II. TENAGA KESEHATAN LAIN
1 Apoteker 2 1 1
2 Doktergigi 2 2 1
3 Pengatur rawat rongent 2 1 0
4 Penata anastesi 2 1 0
5 Anafis laboratorium 4 2 1
6 Saijana muda gizi 4 2 1
7 Asisten apoteker/ tiamiasi 2 1 1
8 Ahli Madya Rekam Media 2 1 1
9 Keteknisan Media 1 1 0
10 Keaehatan maayarakat 1 1 0
11 Keterapian Fiaik 1 1 0

III. TENAGA PENUNJANG


1 S2Perumahaakitan/ Manajemen 2 1 1
2 Saijana Ekonomi 2 1 0
3 Sarjana Hukum 2 1 0
4 Saijana Adminiatraai 4 2 1
5 Akademi Komputer 2 1 0
6 Atem 2 1 0
7 Tenaga adminiatraai lainnya diaeauaikan diaeauaikan diaeauaikan

C. SARANA DAN PRASARANARUMAH SAKTT REHABIUTASt IIEDtK

NO. JENIS TENAGA KelasA KelasB KdasC


1 Bangunan / Ruang Rawat Jalan + + +

2 Bai^unan / Ruang Rawat Inap >100TT 50-100 TT 25-50n


3 Bangunan / Ruang Rawat Darurat + + +

4 Bangunan / Ruang Operatif + + +

5 Bangunan / Ruang Intenaif + + +

6 Bangunan / Ruang Rehatiililaai Medik + + +

7 Bangunan / Ruang Radidogi + +

8 Bangunan / Ruang Lalraratorium Patologi Ninik + +

9 Bangunan / Ruang Farmaai + +

10 Bangunan/Ruang Gizi + +

11 Bangunan / Ruang Pemetiharaan S/P/A RS +

12 Bangunan / Ruang Pemetiharaan L RS + +

13 Bangunan / Ruang Steriiisasi + +

14 Bangunan / Ruang Laundry + +

15 Bangunan / Ruang Remuiasaraan Jenazah + +

16 Bangunan 1 Ruang Administrasi RS + +

17 Bangunan / Ruang Rumah Dinas & Asrama + +

18 Bangunan/ Ruang Gudang + +

19 Kendaraan + +

20 Rekam medik + +

21 DOdat + + -

316
NO. NAMAPERALATAN KelasA KelasB KelasC
1 InstalasiRawatJalan
a.Peralatan Klinik Spesialis Rehabilitasi Medik + + +

b. Peralatan Klinik Umum + +

a Peralatan Gigi + -

Spesiails^nya:
a.Peralatan pemeriksaan Penyakit Daiam + •f +

b.Peralatan pemeriksaan Anak + + +

c. Peralatan pemeriksaan Bedali + + +

2 InstalasiRawatlnap
a.Peralatan perawatan umum •f + +

b. Peralatan perawatan rehab medik + + +

3 Instalasi Gawat Darurat


a. Peralatan untuk pemeriksaan + + +

b. Peralatan untuk b'ndakan + +

a Peralatan untuk Resusitasi + +

d.Peralatan Mobilisasi + + +

4 Instalasi Tindakan Operas!


a. Peralatan medis bedah dasar + + -

b.Peralatan medis bedah kedl(minor) + + -

5 Instalasi Rawat Intensif


a.Peralatan ICU + + -

b. Peralatan HCU + + -

6 Instalasi RadiologI
a Peralatan Rotgen 100-200 MA + + -

b. Peralatan Ro^en 500 MA • + + -

a Peralatan CT Scan + + -

d. Kelengkapan Peralatan Kamar Gelap + + -

e. Peralatan Proteksl RadiasI + + -

7 Instalasi Laboratorium
a Peralatan pemeriksaan mikrotxologi + + -

b. Poalatan pemeriksaan Hematologl Manual/Otomatik + + -

c. Peralatan pemeriksaan urinalisis + + -

d. Peralatan pemeriksaan seroimundogl + + .

e. Peralatan penyimpanan darah + + -

8 Instalasi Pemulasaraan Jenazah


a. Peralatan untuk pemulasaraan Jenazah + + .

b. Lemari Pendingin + + -

9 Instalasi GIzi
a.Peralatan pemeriksaan mikrobiologi + + -

b. Peralatan pemeriksaan Hematologl Manuai/Otomatik + + -

c. Peralatan pemeriksaan urinalisis + + -

d. Peralatan pemeriksaan seroimunologi + + -

9. Peralatan penyimpanan darah + +


-

317
10 Instalasi Farmasi
+ +
a. Peralatan pengujtan obat -

+ +
b. Peralatan peradkan -

+ +
c.Peralatan penyimpanan suhu dingin -

+ +
d. Peralatan penyimpanan Narkotik -

11 Instalasi Rehabiiitasi medic


+
a. Peralatan fisioterapi dasar -

+ +
b. Peralatan fisioterapi khusus -

12 Instalasi Anestesi
+ +
a. Peralatan anastesi umum sesuai standar -

+ +
b. Peralatan observasi dan monitor paslen -

KEU\S KEUS KEUS


E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
A B C
+ + +
1 Status Badan Hukum
+ + +
2 Struktur Organisasi
+ +
3 Tatalaksana / Tata Keija 1 Uraian Tugas +

+ +
Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSBL) +

+ + +
5 KomiteMedik
+ + +
6 Komite Etik & Hukum
+ + +
7 Satuan Pemenksaan Internal
+ + +
8 Surat izin Praktik Dokter
+
9 V geijanjian Keijasama Rumah Sakit& Dokter
+ +

+ + +
Akreditasi RS

318
4. KRfTERIA KUSIFIKASIRUMAH SAKIT JIWA

A. PELAYANAN

NO JENIS PELAYANAN KelasA KelasB KelasC


1 Pelayanan kesehatan tumbuh kembang + + +

anak dan remaja


2 Pelayanan kesehatan jiwa dewasa + + +

3 Pelayanan kesehatan jiwa lansia + + •f

4 Pelayanan gangguan mental organik + + +

5 Pelayanan psikologi dan psikometri + + +

6 Pelayanan ketergantungan obat/ NAPZA + + +

7 Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat + + +

8 Pelayanan konseling dan psikoterapi + + +

9 Pelayanan Rehab Mental + + +

10 Pelayanan Rehab Medik + + -

11 Pelayanan Spesialis Saraf + + -

12 Pelayanan SpesiaHs Radtologi + + -

13 Pelayanan Spesialis Anak + - -

14 Pelayanan Spesiafts Anestesi + - -

15 Pelayanan Laboratorium + + +

16 Pelayanan Spesialis Penyakit Dalam + + -

17 Pelayanan Gawat Oarurat + + +

18 Pelayanan Kesehatan Umum + + +

19 Pelayanan Kesehatan Gigi + + -

20 Pelayanan Rawat Inap + + +

21 Pelayanan Rawat Intensif + + +

B. SUMBER DAYA MANUSIA(SDM)


KelasA KelasB KelasC
NO JENIS TENAGA Tenaga Tenaga Tenaga
Total Total Total
Tetap Tetap Tetap
A. MEDiS
1 Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa 5 2 2 1 1 1
2 Dokter Subspesialis Kedokteran Jiwa 1 1 - - -

3 Dokter Spesialis Saraf 1 - 1 - - -

4 Dokter Spesialis Radiologi 1 - 1 - - -

5 Ddcter Spesialis Anak 1 - - - -

6 Dokter Spesialis Anestesi 1 - - - -

7 Dokter Spesialis Patologi Klinik 1 -


1 - - -

8 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1 -


1 - - -

9 Dokter Spesialis Rehab Medis 1 - - - -

10 Dokter Umum 5 2 3 2 2 -

11 Dokter Gigi 2 - 1 - - -

319
B. KEPERAWATAN
1 Keperawatan Ruang Rawat Inap i/in 1/1TT i/in
2 Keperawatan Ruang Rawat Intensif 1/1 tt 1/1 tt 1/1 tt
3 Keperawatan Ruang Gawat Damrat(per shift) 3/shift 2/shift 2/shift
4 Keperawatan Ruang Rawat Jalan 4/100 pasien 4/100 pasien 4/100 pasien

C. TENAGA KESEHATAN UVIN


1 Apoteker 3 2 1 1
2 Psikdog Klinis 2 1 1 1
3 Pekeija Sosial 3 2 1 1
4 SKM 2 1 0 0
5 SMFISAA 5 3 2 2
6 AhliMadyaGizi/SPAG 3 2 1 1
7 Ahli Madya Kesehatan Lingkungan 2 1 1 1

8 Ahli Madya Rekam Media 3 2 1 1


9 Ahli Madya Fisioterapis 3 2 1 1

10 Ahli Madya Anatis Kesehatan(AAK) 4 3 2 2


11 Perawat An estesi 1 1 1 1
12 Ahli Madya Radiografer 2 1 1 1
13 Ahli Madya Elektromedis 2 1 1 1
14 Petugas Proteksi Radiasi(PPR) 1 1 1 1

D. TENAGA PENUNJANG
1 S2 Perumahsakitan Manajemen 3 2 1 1

2 Saijana EkonomI/Akuntansi 2 1 1 1
3 Sarjana Hukum 1 1 1 1
4 SarjanaAdministrasi 1 1 1 1
5 AkademI Komputer 3 1 1 1
6 D3UmumlSLTA1STM 30 10 5 5

4 SarjanaAdministrasi 1 1 1 1
5 AkademI Komputer 3 1 1 1

6 D3UmumlSLTA1STM 30 10 5 5
Catalan: Minimal on call.

0. SARANA DAN PRASARANA


NO NAMARUANGAN KelasA Kelas B Kelas C
1. BANGUNAN UTAMA
1 Ruang Administrasi + + +

2 Ruang Rawat Jalan:


- Kiinik tumbuh kembang anak dan remaja + + +

-Klinikjiwadewasa + + +

- Kiinik psikogeriatri + + -

- Kiinik gangguan mental organik + + -

•Kiinik psikometrl + - -

•Kiinik ketergantungan obat/ NAPZA + + +

- Kiinik spesialtsasi lain + -

- Kiinik konseling + + +

320
3 Ruang Rekam Med9( + + +

4 UGD + + +

5 Ruang Rawat Inap >100 n 50-100IT 25-50IT


6 Ruang Rawat Inap FoiensSc + + -

7 Ruang Tcndakan + + +

8 Ruang RehabiGlasi Medik + + -

9 Ruang Rdiatiilitasi Mental & Sosial + + -

10 Ruang Rawat Jiwa Intenslf + + +

11 Ruang Kesehatan Jiwa Masyarakat + + +

12 Ruang Radiologi + + -

13 Ruang Fannasi + + ■ +

14 Ruang Laixxatofium + + +

15 Ruang Komite Medik dan SPI + + +

16 Ruang Penyuluhan PKMRS + + +

17 Ruang Pemulasaiaan Jenazah + + +

18 Dapur/Gizi + + +

11. BANGUHANPENUNJAN6
1 Ruang Generator Set*) + + +

2 PAL + + +

3 Tempat Peintxiangan Sampali sementara + + +

4 Gudang Fannasi + + +

5 GudangBarang + + +

6 Laundiy + + +

7 IPSRS/Bengkel + + +

8 Ruang Perpustakaan + + +

9 Ruang Diklat + - -

10 Ruang Peitemuan + + +

11 Tempat Oiadali + + +

D.Peralatan
NO NAMAPERAUTAN KelasA KelasB KelasC
1 INSTALASIGAWAT DARURAT
1 DiagnostikS^ + + +

2 Alatfiksasi + + +

3 Tatxing Oxygen + + +

4 Minor Suigety Set + + +

5 SteiSsator + + +

6 Vacuum Sucfion + -

7 O^nbrilator + + -

8 ResusitasIS^ + + -

9 Etectrocanfiography + + -

IL INSTALASI RAWATJALAN
1 ECG 1 1 1
2 EOT Kit 1 1
3 Periengkapan diagnos3( 1 1 1
4 PeralatanRsioterapi 1 1 1
5 EEG Brain mappkig 1 1

321
ALATDIAGNOSTIK
Psikometri
Psikodiagnostik
IV. ELEKTROMEDIK
EKG
EEG
EEG Brain mapping
INSTALASIRAWATINAP
Suction
Stenlizator
Electronic Convulsion Therapy(EOT)
VI. INSTALASIRADIOLOG!
X-Ray
VII. INSTALASILABORATORIUM
1 Peralatan Canggih:
a.Automatic Haematology Analyzer
b.Automatic Blood Chemistry Analyzer

c. EUSA automaticI semiautomatic Analyzer


Peralatan Sedang:
a. Binocular Microscope
b. Sentrifuge
c. Autoclave
Peralatan Sederhana:
a.RakdanTabungLED
b. Haemotology Cell Counter
c. Hb meter -t- Pipet eritrosit+pipet leukosit ■«• biiac kantong
d. Glucose meter
VIII. RUANGISOLASIJIWA
APD untuk petugas kesehatan
(Masker, Sepatu Boots, Gaun / Saning tangan I Kaos
kaki, disposable, Kaca mata, goggles, tutup wayah,
apron.)
Peralatan untuk pasten:
• Termometer
Stetoscqje
Sphygmomanometer
Toumiquet
» IV Set
> Pole
• Basin

322
• Mobile Screen + + +

• Bedpan + + +

• Bed Linen + + +

DC INSTALASIREHABIUTASIMEDIK 1 -

1 Exercises Treadmiil 1 1
2 Static Bicycle / Ergocycle 1 1 -

3 Sltortwave Diathenny 1 1 1
4 Infrared 1 1 1
5 Nebulizer
X. INSTAUSI REHABIUTASI MENTAL
1 AlatOlahRaga + + +

2 AlatMusik + + +

3 AlatTataBoga + + +

4 AlatTata Busana + + +

5 AlatPertukangan + + +

6 AlatMelukis + + +

7 Alat Pertamanan / Pertanian / Perikanan /Petemakan + + +

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KELASA KELASB KELASC


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana /Tata Keija / Uraian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSBL) + + +

5 Komite Medik + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 Surat Izin Praktik Dokter + + +

9 Perjanjian Keijasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 Akreditasi RS + + +

323
5. KRITERIA KLASIHKASIRUMAH SAKIT BEDAH

A. PELAYANAN

PELAYANAN KELASA KELASB KEUSC


1. Pelayanan Bedah
a.RawatJalan
-Klinik Bedah Umum + + +

- KItnik Sub Spesialis Bedah + + -

b. Rawat Inap
- Perawatan Bedah + + +

-OK + + +

Z Pelayanan Umum
Pelayanan dokter untuk life saving dan terapi awal + + +

3.Pelayanan Medis Spesialistik Penunjang


- Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi + + -

- Pelayanan Rehabilitasi Medik + + -

- Pelayanan Patoiogi KBnik + + .

- Pelayanan RadiologI + + +

4.Pelayanan Gawat Danirat + + +

5.Perawatan Intensif(HCU/ICU) + + -

6.Pelayanan Penunjang Klinik


•Pelayanan Gizi + + +

- Pelayanan Oarah + + -

- Pelayanan Farmasi + + +

- Pelayanan Sterifisasl Instnnnen + + -

•RekamMe(fik + +

7.Pelayanan Penunjang Non KItnIk


•Laundiy + + +

- Pelayanan Tekndc dan pemeGharaan fasifitas + + +-

- Pelayanan Sanitasi Engkungan dan Pengelolaan Umbah + +

- Pelayanan bansporiasl(ambulance} + + +

-Komunikasi Medik + + +

- Pelayanan Pemulasaraan Jenazah + + -

- Pemadam kebakaran + +

- Penampungan air bersih + + +

8.Pelayanan Administiasi
- Informasi dan peneiimaan pasien + + +

-Keuangan + +

-Personalia + + +

- Keamanan + + +

-Sistem Informasi Rumah Sakit + + +

324
B.SUMBERDAYAMANUSIA
NO. JENISTENAGA KelasA KelasB KelasC
a. MEDiS
OokterSpesiaHs Bedah Umum 2 1 1
Dokter Sub Spesialis Bedab Oitopedi 2 1 0
Dokter Sub SpesiaHs Bedah Saraf 1 0 0
- -
Dokter Sub Spesialis Bedah Urologi 1
Dokter Sub Spesiafis Bedah Plasfk 1 -
Dokter Sub Spesialis Bedah Anak 1
-
DokterSub Spesialis Bedah Digestif 1
DokterSub SpesiaBs Bedah KardioTotaks 1
Dokter Sub Spesialis Bedah OnkiAigi 1
Ddcter Sub Spesialis Bedah Vaskuler 1 - -
Dokter Spesialis Anestesi 3 2 1
Konsultan Intensive Care 2 1
Dokter Umum 5 3 1
Konsultan:
Dokter Spesialis Penyakit Dalam 2 1 1
Dokter Spesialis Anak 1 -
Dokter Spesialis Obgyn 2 1 1
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa 1 -
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik 2 1 1
Dokter SpesiaBs Patologi Klinik 1 1 1
-
Dokter Spesialis Patologi Anatomi 1 1
Dokter Spesialis Radiologi 1 1 1
-
Odder Spesiafis Gizi 1 1
Tenaga Kepeiawatan: 1:1TT 1:1TT 2:3TT
-SaijanaKeperawatan + + +
-D3Keperawatan + + +
- Ahli madya fisioterapis + + +
- AhB madya terapis Okupasi + + +
- Teknisi ottotik prostetik + + +
b. TENAGA KESEHATAN LAIN
Apoteker + + +
Ahli madya penata rontgen + + +
Ahli madya penata anested + + +
Ahli madya laboratorium 1 analis medis + + +
Ahli madya gizi + + +
Asisten apoteker + + +
Ahli madya rekam medis + + +
Ahli madya kesehatan lingkungan + + +
Ahli madya eiektro medik + + +
325
c. TENAGA PENUNJANG ADMINISTRASI
+ +
1 Magister Pemmah sakitan / Manajemen +

+
2 Sarjana Perumah sakitan / Manajemen + -

+
3 Sarjana Ekonomi - -

+
4 Sarjana Hukum -
-

+
5 Sarjana AdministrasI + +

+ +
6 Akademi Komputer -

+ +
7 Tenaga administrasi lainnya +

C.SARANA DAN PRASARANA

Pelayanan Kelas A Kelas B Kelas C

A. Pelayanan Rawat Jalan


+ + +
•R. Periksa Bedah Umum dan sub speslalis
+ +
- R. TIndakan
+ +
- Ruang tunggu +

+ +
•Toilet
B.Pelayanan Rawat map
>ioon 50-ioon 25-50n
•Ruang tindakan
+ + +
- Ruang Isolasi
+ + +
- Ruang rawat
+ + +
- Gudang alat
+ + +
- Ka mar man dl
+ + +
- PCS perawat
+ + +
• Kamarcuci alat
+ + +
- Ruang petugas kebersihan
+ + +
- Ruang istirahat(1 toilet)
+ + +
- Ruang tunggu (1 toilet)
+ + +
- Dapur
+ + +
- Ruang simpan troli
C.Pelayanan Bedah / OK
- Ruang sterilisasi+lemari instrumen + + +

+ + +
• Ruang operasi utama
+ + +
-Kamargantistaf
+ + +
- Ruang ganti brankar
+ + +
- Toilet Gumlah)
+ + +
- Tempat anfisepsislcuci tangan operator
+ + +
- Ruang gas medis
+ + +
- Ruang Dokter
+ + +
•Ruang perawat
+ + +
• Ruang pemulihan
+ + +
- Kantor

326
D. Pelayanan Rehabilttasi Medik
•Ruang Fisioterapi + + +

• Ruang Ortotik prostefk + - -

- Ruang Terapi Okupasi + + +

•Ruang Pelayanan Soslal Medik + + -

E.Pelayanan Laboratorlum
■ Ruang pengambllansampel + + +

- Ruang Pemeriksaan Sampel + + +

• Gudang periengkapan habis pakai + + + •;

- Gudang periengkapan tidak habis pakai + + +

+ +
- Kamarmandi +

+ +
- Kamarcucialat
+
- Ruang steriiisasi-Hentari instrumen + +

+ + +
-Toilet
F. Pelayanan RadiologI + + +

G. Pelayanan GawatOanirat + + +

• Ruang Triage
- Ruang Resusitasi + + +

• Ruang tindakan + + +

+ + +
- Tenet
H. Pelayanan ICU / HCU
• Ruang paslen + + +

+ + +
-R.isolasi
+
• R. Dapur + +

• Ruang dokterjaga + + +

- Ruang Perawatjaga + + +

+
- Kamarmandi +

- Gudang periengkapan habis pakai + + +

- Gudang periengkapan tidak habis pakai + + +

- Ruang sterilisasi-rtemari instrumen + + +

1. Pelayanan Gizi + + +

J. Pelayanan Farmasl + + +

K. Pelayanan SterilisaslSential + + +

L Pelayanan Pemeliharaan FasHitas RS + + +

M. Pelayanan Pengelolaan Umbah + + +

N. Pelayanan Laundry + + +

0. Pelayanan Pemulasaraan Jenazah + + +

P. Pelayanan Rekam Medis + +

R. Penyelenggataan Diklat + + +

S. Pelayanan Ambulan + + +

327
D. PERAUTAN

KelasA Kelas B Keias C

Pelayanan Rawat Jalan


A.Uinum
•Mejaperiksa + + +

•Alat Diagnostic Dasar + + +

•Instrumen pengobatan dasar + + +

B.SpesiaIlstik + +

1.Alat diagnostk speslallstlk + + +

2.Instrumen pengobatan spesiallsb'k + + +

Pelayanan Rawat Inap + + +

+ + +
A.Umum
•Tempat tdur pasien dengan pedengkapannya + + +

•Oxygen + + +

•Troley pengobatan + + +

•Troteyemegensi' + + +

Bedah Spesialistik
•Peralatan dtsesuatkan dengan kebutuhan. + + +

Ruang Bedah
Peralatan Umum:
• Meja operas!standar + + +

• Lampu operas! + + +

+ + +
• Peralatan anestes!-^ Monitor Pasien
+ + +
• Gasmedik
+ + +
• Suction
+ + +
• Set bedah dasar
• M^a instrumen + + +

+ + +
• DC Shock
+ + +
• Diatermi
+ + +
• Kontainer linen
+ + +
• Kontainer/tromol instrument
+
• Peralatan Spesiaiisfik: + +

• Disesuaikan dengan kebutuhan


masing-masing spesiaiis(lihat lami^tan) + + +

Peralatan Penunjang
+
•Air Conditioner(AC)dengan posib'p pressure + +

•HepaRiter + + +

•SterilisatOTRuangan + + +

+ 4 +
•Jam
•Termometerruangan + + +

•Sistem pencegahan & penanggulangan kebakaran, + + +

antaia lain:Alat Pemadam Api Ringan(APAR)

328
+ + +
• BrankasOK
+
• Obat-obat dan alat penunjang lainnya + +

+
• Baju bedah dan kelengkapannya + +

+ + +
• Linen
+
• Bak cuci tangan + +

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KELASA KELASB KELASC


+ + +
1 Status Badan Kukum
+
2 StrukturOrganisasi + +

+ +
3 Tatalaksana / Tata Kerja / Uraian Tugas +

+
4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & HSBL) + +

+ + +
5 Komite Medik
+ + +
6 Komite Etik & Kukum
+ + +
7 Satuan Pemeriksaan Intemal
+ + +
8 Surat Izin Praktik Dokter
9 Peijanjian Keijasama Rumah Sakit & Dokter + + +

+ +
10 Akredltasi RS

329
KRITRIA KLASIFIKASIRUMAH SAKIT PARU

Peayanan

NO NAMABARANG/RUANGAN KEUSA KEUSB KELASC

Pelayanan Medik
+ + +
1 Infeksl paru
+ + +
2 Asma dan PPOK
+ + +
3 Onkologi paru
+ +
4 Faal paru klinik
+ + +
5 Penyakit paru akitiat kerja
+ + +
6 Imunoloqi paru
+ + +
7 IntervensI paru

+ +
II. Pelayanan Keperawatan +

III. Pelayanan Laboratorium


+ + +
1 Hematologi rutin
+ + +
2 Hematologi lengkap
+ + +
3 Kimia kemih sederhana
+ + +
4 Kimia kemih lengkap
+ + +
5 Hemostatis lengkap
+ + +
6 Henrastatis sederhana
+ + +
7 Urine dan feses sederhana
+ +
8 Urine dan feses lengkap +

+ + +
9 Elektrolit sederhanan(Na, K,01)
10 Elektrolit lengkap - - -

+ +
11 Analisagasdarah +

+ + +
12 Analisa cairan tubuh
+
13 Sitdogi - -

+ + +
14 Gram
+ +
15 Kultur+resistensi MO aerob
+
16 Kultur+resistensi MO anaerob - -

+
17 BTA mikroskopik biasa - -

+ + +
18 BTA mikroskopik fluoresens
+ + +
19 Kultur mikrobakterium
+ + +
20 ELISA+ lmunologi test
+ + +
21 ELISA rapid test
+
22 PGR • -

+
23 CD4-CD8 - -

+
24 Jamur.Amuba - -

+
25 Kultur jamur - -

Catalan:
ELISA+ImunlsasI test antara lain: HIV, Hepatitis B, Hepatitis 0,Tumor market.

330
B. SumberDayaManusia
KELASA KELASB KEUSC
NO JENISKETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Tenaga

1 MEDIS 23 3 12 1 4

1 DokterSpesialisParu 4 2 2 1 1
2 Dokter Sub Spesialis Paru 2 1 - - -

3 Dokter Spesiafis RadiologI 1 - 1 - -

4 Deleter Spesialis Radiotefapi 1 - - - -

5 Dokter Spesialis Anak 1 - 1 - -

6 Dokter Spesialis Patologi Klinik 1 - 1 - -

7 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1 - 1 - -

8 Dokter Spesialis Jantung 1 - - - -

9 Dokter Spesialis Patologi Anatomi 1 - - - -

10 Dokter Spesialis Bedati Ttioraks 1 - 1 - -

11 Dokter Spesialis Anestesi 1 - 1 - -

12 Dokter Spesialis Rehab Medis 1 - - - -

13 Dokter Umum 7 - 4 - 3

[| KEPERAWATAN
1 Keperawatan Ruang Rawatinap 1/1 tt 1/1 tt 1/1 tt
Keperawatan Ruang Raat Intensif 1/1 tt 1/1 tt 1/1 tt
Keperawatan Ruang Gawat Darurat(per shift) 1/1 paslen 1/1 pasien 1/1 pasien
2 Keperawatan Ruang Rawat Jalan 4/100 pasien 4/100 pasien 4/100 pasien

III TENAGAKESEHATANLAIN 32 20 11
1 Apoteker 1 1 1

2 SKM 1 1 -

3 Smf/saa 5 3 2
4 AKZl/SPAG 3 2 1
5 ATRO/APRO 4 2 1
6 ATEM 2 1 1
7 Ahli Madya Kesehatan Ungkungan 1 1 1
8 Ahli Madya Rekam Medis 1 1 1
9 Fisioterapis 3 2 1
10 Analis Ahii Kesehatan(AAK) 8 5 2
11 Perawat Anestesi 3 1 -

IV TENAGAPENUNJANG 38 15 8
1 S2 Peruniahsakitan/ Manajemen 1 1 -

2 Sarjana Ekonomi 2 1 1
3 Sarjana Hukum 1 1 -

4 SaijanaAdministrasi 1 1 1
5 Akademi Komputer 3 1 1
6 D3/SLTA/STM 30 10 5

331
C. Sarana daan Prasarana
NO NAMABARANG/RUANGAN KELASA KELASB KELASC
1 BANGUNAN UTAMA
1 RuangAdministrasi + + +

2 Ruang Rawat Jalan + + +

3 Ruang Radiologi + + +

4 Ruang Radiotherapy + - -

5 Ruang Farmasi + + +

6 Ruang Lalx)ratonum + + +

7 UGD + + +

8 Ruang Perawatan Utama/ VIP + + -

9 Ruang Rawatinap >100 TT 50-100 TT 250-50 TT


10 Ruang Tindakan + + +

11 Ruang Bedah + + +

12 Ruang Pullh + + +

13 Ruang IRCU + + +

14 Ruang RehabilitasI Medik + + +

15 Ruang Komite Medik + + +

16 Ruang Giagnostik Central + - -

17 Ruang Penyuluhan PKMRS + + +

18 Ruang Pemulasaiaan Jenazah + + +

19 Dapur/Gizi + + +

20 Laundry + + +

21 iPSRS 1 Bengkel + + +

22 IPLRS/lab. IPAL + + +

23 Ruang Perpustakaan + + +

24 Ruang Diktat + - -

25 Ruang Pertemuan + +

(1. BANGUNAN PENUNJANG


1 Ruang Generator + + +

2 IPAL + + +

3 Tempat Pembuangan Sampah sementara + + +

D. Peralatan

NO NAMABARANG/RUANGAN KELASA KELASB KELASC


1 INSTALASi GAWAT DARURAT
1 Bedside Monitor 2 1
2 Suction 1 1 1
3 Autoclave 1 1 1
4 Nebulizer 1 1 1
5 DC Shock 1 1 1
6 Resuscitation Kit 1 1 1
7 Ventilator 1 -

332
II INSTALASIRAWATJALAN
1 Splrometer 2 1 1
2 Nebulizer 1 1 1
3 ECG 2 1 1
4 Bronchoscopy 1 1 1
5 Bodv Plathysmograph 1 -

6 Sleep Lab 1 - -

7 Pulmonary Exercise Set 1 - -

8 Bronchial Provocation Test 1 - -

III NSTAUSIRAWATINAP
1 Suction 1/10 TT 1/10 1/10
2 Sterilizator 1/RR 1/RR 1/RR
3 Nebulizer 1/10 2/10 1
4 WSD(Water Seal Drainage)Set 4 1 1
5 Tro!carcl(20,24,28,32) 4 2 1

IV RUANGIRCU
1 Oxygen Central 1/TT 1/TT -

2 Nebulizer 1 1 -

3 Ventilator Mechanic 1 2 -

4 AntI Oecubitus Mattras 4 - -

5 Bedside Monitor 4 2 -

6 IRCU Bed 4 2 -

7 Resuscitation Kit 4 1 -

8 Continuous Suction 1 1 -

9 Infusion/Syringe Pump 2 2 -

10 DC Shock 4 1 -

11 Bronchoscopy 1 - -

12 Mobile X-Ray(40mA) 1 - -

V INSTALASIRADIOLOGI
1 X-Ray dengan Fluoroscopy 1 1 1
2 Mobile XRay(100mA) 1 1 ■ -

3 Automatic Film Processor 1 1 -

4 CTScan 1 - -

5 USG 1 - -

6 C-Arm 1 - -

VI INSTALASILABORATORIUM
1 Peralatan Canggih:
a. Automatic Haematology Analyzer 1 1
b. Automatic Blood Chemistry Analyzer 1 1
c. Blood Gas Analyzer 1 1
d. Electrolyte Analyser 1 1
e. ELISA automatic/semiautomatic Analyzer 1 -

f. Flow Cytometer 1 -

333
g. PGR Machine 1 . _

h. Fluoresence Micfoscope 1 - .

1. Deepfreez Refrigerator(-2CrC) 1 - .

2 Peralatan Sedang;
a. Binocular Microscope 4 3 2
b. Sentrifuge 3 2 1
c. Iciibatoraerob 3 2 1
d. incubator anaerob 1 -

e.Autoclave 2 1 1
f. Perometer 1 1 1
g. Biosafety Cabinet dass i 2 1 1
h. Urine Analyzer 1 1
1. Inspisator 1 1 1
j. Refrigerator 3 2 1
k. ELISA Machine(Washer+Reader+Incubator) 1 1

3 Peralatan Sederhana;
a.RakdanTabung LED 5 3 1
b. Haenictology Cell Counter 2 1 1
c. Hb meter Pipet erftrosit+pipot leukosit+bilik kantonq - .
1
d. Glucose meter 2 1 1

VII INSTAUSi BEDAH SENTRAL


1 Anesthesi Machine 1 1
2 Patient Monitor 1 1
3 DC Shock 1 1
4 Meja Operas! 1 1
5 5 Lampu Operas) 1 1
6 6 Infusion/Syringe Pump 1 1
7 Rescusitafon Kit 1 1 .

8 Peralatan Bedah Paru/Toraks 1 1 .

VIII RUANGiSOLASI
1 APD untuk petugas kesehatan;
Masker,Sepatu Boots, Gaun/Sarung tangan/Kaos kaki Lengkap Lengkap Lengkap
isposable, Kaca mata goggles,tutup muka,apron.)
2 Peralatan untuk paslen: + + +

a. Termometer + + +

b.Stetoscope + + +

c. Sphygmomanometer + + +

d.Toumiquet + + +

e.iVSet + + +

f. Pole + + +

g. Basin + + +

h. Mobile Screen + + +

.Badpan + + +

.Bed Linen + + +

334
k. Disposable patuent growns + + +

1. Atet matan dnpoubto dan food box khusus + + +

IX INSTAUSIREHABILITASIMEDIK
1 Exercises Treadmili 1 - -

2 Static Bicyde / Ergocyde 1 1 -

3 Stiortwave Diathermy 1 1 -

4 Infrared 1 1 1
5 Nebulizer 1 1 1

E ADMINISTRAS! DAN MANAJEMEN


1 Status Badan Hukum + + +

2 Struktur Organisasi + + +

3 Tatalaksana / Tata Kerja / Uraian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSBL) + + +

5 Komite Medik + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 Surat Izin PrakUk Dokter + + +

9 Perjanjian Keijasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 AkreditasI RS + + +

335
7. KRITERIA KLASiFIKASI RUMAH SAKIT BERSALIN

A. Pelayanan

NO JENiS PELAYANAN KELASA KELASB KELASC


1 Lingkup pelayanan Ibu + + +

A Pelayanan Kesehatan Maternal dan Perinatal Fisiologis + +

1 Pelavanan Kehamilan + + +

2 Pelavanan Persalinan + + +

3 Pelayanan NIfas + + +

4 Asuhan Bay!Baru Lalilr(Level 1) + + +

5 ImmunisasI bay! baru lahir + +

8 Perinatal dengan Masalah


1. Masa antenatal
a Perdarahan pada kehamilan muda dan kehamilan + + +

trisemesterketiga
b Nyeri perut dalam kehamilan muda dan lanjut + + +

c Gerak janin tidak dirasakan atau berkurang dalam 24jam + + +

d Demam dalam kehamilan + + +

e Kehamilan ektopik(KE)& Kehamilan Ektopik Terganggu(KET) + + +

f Kehamilan dengan Nyeri kepala, gangguan penglihatan, + + +

kejang dan/komn, tekanan darah tinggi


1 Masa Inbanatal
Pelayanan Persalinan
a. Perdarahan
- Retensio Plasenta + + +

• Atonia Uteri + + +

- Periukaanjalan lahir dan uterus + + +

b. Sepsis + + +

c. Ekiampsia + + +

d. Partus lama
* Persalinan dengan parut uterus + + +

* Persalinan dengan distensi utenis + + +

* Gawat ianin dalam persalinan + + +

* Ketuban pecah dini + + +

* Induksi dan akselerasi Persalinan + + +

* MalpresentasI dan malposlsl + + +

* DIstosia bahu + + +

* Fetopelvic disproportion(FPO) + + +

* Kematian bayi dalam kandunqan (lUFO) + + +

•Stillbirth + + +

e. Pelayanan Persalinan dengan operatif


•Sectiosesarea + + +

336
* Kranlotomi dan kranlosentesls + + +

* R^xjslat Inversip Ulert + + +

* Ekstraksl vakum dan cunam + + +

*Aspirasi vakum manual + + +

* DilatasI dan kuretase + + +

(bila memertukan pemenksaan spesiaSsGk,dinijuk ke RSIA/RSU)


3..MasaP(»tNatal
* Masa ni^ + + +

* Demam paisca petsalinan + + +

* Peidarahan pasca persalinan + +

* Nyeri perut pasca persalinan + + +

* Keluarga Berencana + + +

c Pelayanan Ginekologis Dan Kebidanan


* Pemasangan lUD . + + +

*Pemasangan Susuk/ Implant + +

* Infeksl + + +

* Deteksl Din! Keganasan/1VA + + +

* Pelayanan berbagai hormonal; pil: suntik + + +

II Lingkup pelayanan Anak

Level 1 (Dasar)
*
mampu merawat bay!lahlr dengan usla kehamilan 35 minggi + + +

atauberatlahlr 2000 gram, melaksanakan tesusitasi


neonatal dengan kompetensi yang diakul secara normal oleh
profesl-Level la.

*
Mampu mempersiapkan/ menstabilkan bay!dengan usla + + +

kehamilan antara 35-37 mingg (berat lahir 2000-2500 gram)


dalam keadaa klinis tidak stabtl dalam masa transis
Kurang dari 24jam)untuk dioijukan kejenjang pelayanan
yang lebih bnggi - Level lb.

337
L evelll
+ +
4ampu merawat bayl bain lahir usla gestasl 32 minggu +

berat lahir > 1500 gram)dengan masalah Imatuiitas


isiologis(apne pada bay! prematur,gangguan suhu,
oleransi nutrlsi secara enteral), dengan fingkat penyakit
ringan(hanya membutuhkan tunjangan medikasi, cairan/
stekbplit dan nutrlsi secara parenteral, tetapl tidak
membutuhkan tunjangan ventHatordan pemantauan
hemodinamik secara. Intensrf).
+
Personil terdiri dari SpA yang bekerja aktif 6-12jam sehari. + +

jerawat(pendidikan tan^han untuk perawatan intensif


perinatal), perbandingan parawat; bayl = 1:4.

D. Sumber Daya Manusia

KELASA KELASB KEUSC


Tenaga Tenaga Tenaga
NO J^NISKETENAGAAN Total Total T^p Total T^p

1. Medts
5 2 3 1 1 1
1 Dokter Spes. Obstetri-glnekologI
3 1 3 1 1 1
2 DokterSpes.Anak
Dokter Spes.Anesthesi 2 1 2 1 1 -

3
Dokter Spes. Patologi Klinik 2 1 1 -

4
Dokter Spes. RadiotogI 2 1 1 -

5
Dokter Spes. Bedah 2 1 1 -

6
2 1 1
Dokter Spes. Penyakit Dalam
-

7
Dokter umum 1 -

8 -

Dokter gigl 1 -

9 -

II. Keperawatan dan Bidan


2 2 1
1 SI Keperawatan
3 2 1
2 D4/S1 Kebidanan teriatih
9 4 1
3 Akper/D3 Keperawatan
10 5 1
4 D3 Kebidanan teriatih PONED + PONEK
4 2 1
5 Bidan teriatih PONED+PONEK

III. Kefarmasian
1 1 1
1 Apoteker
2 1 "

2 D3 Farmasi / Asisten Apoteker


2 1
Tenaga kefarmasian lainnya

338
IV Laboratorium
1 S1 Analis Kesehatan 2 2 1
2 DSAnalis Kesehatan 2 1 1

V. GizI
1 D4Glzi/Olelision 2 1 1
2 03 GIzi/Dielision 2 1 -

3 01 Gizi/Olelision 2 1 -

C. SaranadanPrasarana

NO NAMA BANGUNAN / RUANGAN KELASA KELASB KELASC

A InstalasI Perawatan
1 Ruang tindakan + + +

2 Ruang Isoiasi + + +

3 Ruang rawat + + +

4 Gudang alat + + +

5 Kamarmandi + + +

6 Pos perawat + + +

7 Kamar cud alat + + +

8 Ruang pesuruh + + +

9 Ruang lstirahat(1 toilet) + + +

10 Ruang tunggu (1 toilet) + + +

11 Oapur + + +

12 Pojok trolli + + +

13 Tempat tidur perawatan >100TT 50-100 TT 25-50 TT

B Instalasi Bayi Bermasalah


1 Ruang Menyusui + + +

2 Ruang Isoiasi ♦ + +

3 Ruang Tindakan + + +

4 Ruang ObservasI(lamp) + + +

5 Pos perawat + +

6 R. Oapur ASI + + +

7 Gudang alat + + +

8 Kamar mandl + + +

9 Kamar cud alat + + +

10 Oapur + + +

11 Pojok troll + + +

C Instalasi Rawat Jalan


1 R. Periksa Obstetrik & Gynaecologi + + +

2 R. Periksa Bayi Sakit + + +

C R. Bayi Sehat + + +

4 Ruang tunggu + + +

5 Ruang menyusui + + +

6 Toilet + + +

339
D InstalasI Bersalln
1 Ruang adminstrasl + + +

2 Ruanq persiapan pasien + + +

3 Ruanp bersalin + + +

4 Ruang observasi + + +

5 Ruang IsolasI + + +

6 Kamarcud alat + + +

7 Ruang bidan/perawat/dokter + + +

8 Ruang pemeriksaan + + +

9 Ruang alat pemberslh + + +

10 Gudang pertengkapan habis pakai + + +

11 Gudang pertengkapan tidak habis pakai + + +

12 Kamarmandi + + +

13 Ruang pulih(iumlahTT) + + +

E InstalasI Gawat Oarurat


1 Ruang Triage + + +

2 Ruang Resusitasi + + +

3 Ruang tindakan + + +

4 Toilet + + +

F InstalasI Laboratorium
1 Ruang pengambilansampel + + +

2 Ruang Pemeriksaan Sampel + + +

3 Gudang pertengkapan habis pakai + + +

4 Gudang pertengkapan tidak habis pakai + + +

5 Kamar mandi + + +

6 Kamarcucialat + + +

7 Ruang sterilisasi + lemari Instrumen + + +

8 Toilet + + +

G InstalasI High Care Unit(HCU)


1 Ruang pasien dewasa + +

2 Ruang Resusitasi & tindakan + +

3 R. Isolasi + +

4 R. Dapur ASI + +

5 Ruang Dokterjaga + +

6 Ruang Perawatjaga + +

7 Kamar mandi + +

8 Gudang pertengkapan habis pakai + +

9 Gudang pertengkapan tidak habis pakai + +

10 Ruang sterilisasi lemari instrumen + +

H Ruang Operasi
1 Ruang sterilisasl-Hemari instrumen + +

2 Ruang persiapan operasi + +

3 Ruang operasi utama + +

4 Kamar gantistaf + +

5 Ruang ganti brankar + +

6 Toilet(jumlah) + +

7 Tempat antisepsis/cuci tangan operator + +

8 Ruang gas medis + +

9 Ruang Dokter . + +

10 Ruang Perawat + +

11 Ruang pemulihan + +

12 Kantor + +

340
D. Peralatan

NO NAMAPERAUTAN KEUSA KELASB KELASC


1 KLINIK
1 SDiamomanometer + + +

2 Statoskop + + +

3 Body welQhinci/hlqh scale + + +

4 Doppler/fetal monitor + + +

5 Fcreeps l^psv + + +

6 GvnaecolOQical table + + +

7 Examination lamp + + +

8 USG (convex & vaainal probe) + + +

9 Kolposkope + + +

10 lUOHook + + +

11 IKOKit + + +

12 Pap Smear Kit + + +

13 PtwneEndoscope + + +

14 instnimen for obqyn examination + + +

15 Formskorkehamilan + + +

16 Formrisikotinqqi + +

17 FormqravidoQram + + +

18 Bodyweiqhinq + + +

19 Doppler + + +

20 Electrocardiooraoli + + +

21 IVDdanlniekslset + + +

22 Implant + + +

23 Pap smear set + + +

24 Microkurettanq + + +

25 BiopsI tanq + + +

26 SteriiisatorBasah + + +

II KAMARBERSAUN

1 Sphyqmomanometer + + +

2 Stetoskop + + +

3 Body weiqhinq/hiqh scale + + +

4 Doppler/fetal monitor + + +

5 Forceps Naeqele, Kieilan + + +

6 Gynaecoloqk:al table + + +

7 Examination Lamp + + +

8 USG (convex probe) + +

9 Suction Pump + + +

10 Vacuum Extractor + + +

11 Partus set + +

12 Delivery table + + +

13 Curretaqeset + + +

14 Instrumen for obqyn examinab'ons + + +

15 Oxyqen set -i-flowmeter + + +

16 Resuscitation setfor aduit + + +

17 Infusion pump + + +

18 Intent weiqhinq scale + + +

19 Steriiisator + + +

20 Resuscitation for infant + + +

21 Vacuum extractor + + +

22 Infusion set + + +

23 Minor surqery Instrument set + + +

24 CTG + + +

25 Emeiqency liqht + + +

26 Troily emetqency + + +

341
III KARAAROPERASI
1 Peralatan reoarasi vaaina / serviks + + +

2 Peralalan eksbasi vakum / ekstiasi cunam + + +

3 Peralatan laDaratomi/seksio saesnnea + + +

4 Peralatan kraniotomi + + +

5 Peralatan evakuasi uterus + + +

6 Peralatan mini laoaratomi + + +

7 Peralatan anestesia + + +

8 Peralatan transfusi darah + + +

9 Peralatan laboratorium + + +

10 Peralatan resusitasi dewasa + + +

11 Peralatan resusitasi bavl + + +

IV. RUANGPULIHSADAR + + +

+ + +

V. HCU
1 SDhvmomanometer + + .

2 StetoskoD + + .

3 Bed Side monitor + + .

4 Sumber okskien sentral + +

5 EKG + +

6 Aonoea Monitor + +

7 Alatvaskular access + +

8 Suction tximo + +

9 Inkubator + +

10 PhototheraDV (flourescent Ikihtsl + +

11 Perinatal Ambulance + +

12 Mela untuk resusitasi dan radiant warmer + +

13 Svrinoe Pumo + +

14 Obat-obatan emeraensi + +

15 Infusion devices + +

VI. KAMARPERAWATAN

1 Sovamoma + + +

2 Nometer + + +

3 StetoskOD + + +

4 Body wekihinQ/hiah scale + +

5 Flash Ikiht + +

6 Intusion set + + +

7 Nebulizer + + +

8 Examination Lamo + + +

9 Oxvaen set flow meter + + +

10 Suction Dumo + + +

11 Rim Viewer '+ + +

12 Nebulizer + + +

13 Minor suraerv Instrument set + + +

14 Resuscitation set for adult + +

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KEUSA KEUSB KEUSC


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOnianisasI + + +

3 Tatalaksana /Tata Keria / Uraian Tuaas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSB + + +

Komite Medik + + +
5
Komite Efk & Hukum + + +
6
7 Satuan Pemeriksaan Intemal + + +

+
8 Surat Izin PrakUk Dokter + +

9 Perianiian Keriasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 AkreditasI RS + + +

342
8. KRITERIA KUSIFIKASIRUMAH SAKIT GtGI DAN MULUT

A Pelayanan

NO JENISPEUYANAN KELASA KELASB KELASC


1. 1 Pelayanan Medik Gigi Dasar + + +

2 Pelayanan Medik Gigi Spesialistik:


1. a. Bedah Mulut + + +

b. Orthondonti + + +

c. Periodontil + + -

d. ProsthodontI + + -

e. KonservasI Gigi + + +

f. Oral Medicine + + -

g. PedodontI + + -

3 P^yanan Gawat Danirat Kesehatan Gig!dan Mulut + + +

4 Pelayanan Penunjang Klinlk + + +

a. Pelayanan Kefarmasian + + +

b. Pelayanan Laboratorium:
- Laboratorium Klinik + + +

- Laboratorium Teknik Gigi + + +

0. Pelayanan RadiologI Gigi + + +

d. Pelayanan Anesthesi + + +

e. Rekam Medik + + +

f. Pelayanan Steriiisasi Instrumen + + +

B Sumber Daya Manusia

KELASA KELASB KELASC


NO JENISKETENAGAAN Tenaga Tenaga Tenaga
Total Tetap Total T^p Total Tetap

1 TENAGA MEDIS KEDOKTERAN GIGI


1 DokterGigi Spesialis
a Bedah Mulut 4 2 2 1 1 -

b Orthodonsi 3 1 3 1 1 -

c KonservasI 2 1 2 1 1 -

d ProsthodontI 2 1 1 - - -

e Pedodonsi 2 1 1 - - -

f Periodonsi 2 1 1 - - -

g Penyakit Mulut 2 1 1 - - -

343
Dokterahll lainnya:
h <esehatan Gigi Masyarakat(Dental Public Health) 1 1 -

1 Dental Material 1 1 -

j Oral Bidogi 1 - -

k Dental Radiologi 1 - -

2 Dokter Spesialis lainnya


1 Anesthesi 1 - -

m Patdogi Klinik 1 - -

n Dokter dengan peiatihan PPGD 1 - -

3 Dokter gigi 10 7 3

4 Dokter umum 1 1

II Keperawatan
1 Perawat Gigi 10 7 3

III Kefarmasian
1 AsistenApoteker 1 1 1

IV. Ketdoiisian Medls


1 Radiografer 1 1 1
2 TeknisiGigi 3 2 1

V. Laboratorium
1 D3 Anaiis Kesehatan 1 - -

VI. Rekam Medis


1 D3 Rekam Medis 1 - -

2 TenagaTeriatih 1 1 1

VII. Tenaga Non Kesehatan


1 Administrasi 3 2 1

2 Kebersihan 8 5 3

344
C Sarana dan Prasarana

NO NAMA BANGUNAN / RUANGAN KEUVSA KELASB KELASC

1. Sarana
1 R. Rawat Jalan
+ +
a. R. Rawat Jatan Medik Gigi Dasar +

b R. Rawat Jalan Medik Gigi Spesialis:


+ + +
a). Bedati Mulut
- R. Bedati Minor
- R. Bedati Mayor
* R. Persiapan GK/Scrubbing Room
* R. Pemulitian
* R. Cud dan sterilisasi
* R. Ganti Baju
* Set Tang Cabut
* Set instrument bedati minor
* Set resusitasi dan darurat medic
* Hand instniment
+ +
b). Orttiodonsi +

* Set Tang Orto


* Sendok Cetak
* Negatoskop
* Hand instrument
+ + +
c). Konservasi
• Ligtitcured Unit
•Amalgamator
•Hand instrument
•Sendok Cetak
•Set Alat Endodontik
+ +
d). Prosttiodonti
•Micromotor
•Polisti mesin
•Trimmer
•Articular &Ocdudator
•Set Tang Klamer
•Hand Instrument
+ +
e). Pedodonsi
•Set Tang Cabut Gigi Anak
•Set Tang Cabut Gig! Dewasa
•Set Tang SSC(Stainless Steel Crown)
•Ligtit Cured Unit
•Amalgamator
•Hand Instrument
+ +
f). Periodonsi
•Ultrasonic Scaiier
•Instrumen Bedati periodonti
• Moutti Retractor
•Alat dan Bahan untuk Splinting
•Hand Instrument

345
g) Penyakit Mulut + + -

* Hand instrument
*A!at untuk Punch biopsy
h). Kesehatan Gig! Masyarakat(Dental Public Health) + + -

1). Dental Material + + -

j). OralBioiogI + + -

k). Dental RadiologI + + +

2 R. Gawat Damrat + + +

a. R.Tindakan + + +

b. R.Tunggu + + +

3 R. Pemullhan(Recovery Room) + + -

4 R. Operas!;
a. Mayor + + -

b. Minor + + +

5 Farmasi dan Bahan Kedokteran Gigi + + +

6 Laboratorium Klinik + + -

7 Laboratorium Teknik Gigi


a. Lab. Kering + + +

b. Lab. Basah + + +

8 R. Dental Material + + -

9 Ruang Sterilisasi + + -

10 R. RadiologI + + +

11 R. Tunggu + + +

12 R. Rekam Medik + + +

13 R. Diklat + + -

14 R. Dokter + + +

15 R. Perawat + + +

16 R.Administrasi
a. R. DIreksi + + +

b.R.Staf + + +

17 R. Perpustakaan + - -

18 R. Locker + - -

19 R. Makan/Kantin + - -

20 R. Toilet + + +

II Prasarana
1 Tenaga Listrik + + +

2 Air Bersih + + +

3 Instalasi Pengeiolaan Limbah + + +

4 AlatKomunikasi + + +

5 Ruang Instalasi
a. Ruang Genset + + +

b. Ruang Kompresor + + +

c. Alat Pemadam Kebakaran + + +

6 Tempat Parkir + + +

346
D Peralatan

NO NAMA PERALATAN KELASA KELASB KELASC

1 Dental Unit 75 25 25

2 Dental Ctiair 75 25 25

3 TempatTidur 3 2 2

4 Peralatan Medik Gig!;


* Intra Oral Camera 1 1 -

* Dental X-Ray 3 2 1
* Panoramic X-Ray 1 1 -

*CephalometriX-Ray 1 1 -

* Sterilisator 8 5 3
* Autoclave 3 2 1
* Camera Digital 1 1 1

5 Peralatan Medik Gjgl;


* Ultrasonic sealer 10 - -

* Radlografi(Radio Visio Graphi)


* Mikroskop Endodontik
* Dental Implant
•Digital X-Ray 1 - -

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KELAS A KELAS 8 KELAS C


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana /Tata Keija / Uraian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSB + + +

5 Komite Medik + + +

8 Komite Etik& Hukum + + +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 Surat Iztn Praktik Dokter + + +

9 Perjanjian Kerjasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 Akredltasi RS + + +

347
9 KRITERIA KLASIFiKASI RS KETERGANTUNGAN OBAT

A. Pelayanan
1 Pelayanan Medik, yang terdiri dari:
NO JENIS PELAYANAN KELAS A KELAS B KELAS C
1.
A Pelayanan Oetoksifikasl NAPZA + + +

B Pelayanan Gawat Danjrat NAPZA + + +

C Pelayanan Rehabilltasl NAPZA + + -

D elayanan Rawat Jalan:


a)Non Rumatan Substitusi + + +

b)Rumatan Substitusi + + +

E Pelayanan Pasca Rawat(Aftercare) + + -

F Pelayanan Komorbiditas + + +

G Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan + + +

2 Pelayanan Rawat Jalan:


- Pelayanan Psikososial + + -

- Pelayanan Ketergantungan Obat/ + + +

- Pelayanan SpeslalisasI Penyakit Dalam + + -

- Pelayanan Penyakit Syaraf + + -

- Pelayanan Penyakit Jlwa + + +

- Pelayanan Terapl Rumatan Metadon + + -

- Pelayanan Terapi Rumatan + + +

- Pelayanan Konseling + + -

- Pelayanan Radiologi + - -

- Pelayanan Farmasi + + +

- Pelayanan Laboratorium Klinik + + +

- Pelayanan Laboratorium Toksikologi + - -

- Pelayanan Fisioterapi + + -

- Pelayanan Umum + + +

- Pelayanan GIgi + + +

3 Pelayanan UGD + + +

4 Pelayanan Perawatan Utama / VIP + + -

5 Pelayanan Rawat Inap:


- Pelayanan Perawatan Detoksifikasi + + +

- Pelayanan Rehabilitasi NAPZA + -

- Pelayanan Komplikasi Medik + + +

- Pelayanan HCU + + -

6 Pelayanan Isolast Pasien Gaduh Gelisah + + +

7 Instalasi Laboratorium:
- Lab. Klinik + + +

- Lab. Toksikologi + + -

8 Instalasi Farmasi + + +

9 Instalasi Radiologi + + -

10 Instalasi Gizi + + +

11 Rehabilitasi Medik +
- -

348
11. PELAYANAN RAWAT JALAN
1 Poll Napza + + +

2 PoliPenyakitDalam + + +

3 Poll Penyakit Syaraf + + +

4 PoliPenyakltJiwa + + +

5 Poll Metadon + + +

6 Poll Psikologi + + +

7 Pol! Umum + + +

8 Poll Gigi + + +

III. PELAYANAN GAWAT DARURAT


1 Pelayanan Umum + + +

2 Pelayanan Psikiatri dan Napza + + +

3 Pelayanan Ambulan + + +

IV. PELAYANAN RAWAT INAP


1 Ruang Perawatan Non-Napza + + +

2 Ruang Perawatan Napza + + +

3 Ruang RehabllitasI Halmahera + + +

4 Ruang KompllkasI Medlk + + +

V. PELAYANAN PENUNJANG •

1 Instalasi Laboratorium + + +

2 Instalasi FarmasI + + +

3 Instalasi Radiologi + + +

4 Instalasi Gizi + + +

5 RehabllitasI Medik + + +

VI. PELAYANAN PENDIDIKAN DAN PENEUTIAN


1 Pelatihan dan pendidikan + + +

2 Penelitian dan pengembangan + + +

II. Pelayanan Keperawatan.

III. Pelayanan Penunjang Medik (Laboratorium, FarmasI dan Radiologi)


Berikut adalah jenis pelayanan di Instalasi Laboratorium RSKO:
NO JENIS PELAYANAN KEUS A KEUS B KEUS C
1 HematologI tutln + + +

2 HematologI lengkap + + -

3 Kimia kemih sederhana + + +

4 Kimla kemih lengkap + + -

5 Hemostatis lengkap + - -

6 Hemostatis sederhana + + +

7 Urine dan feses sederhana -


+ +

a Urine dan feses lengkap + + -

9 Elektrolltsederhanan(Na, K, Cl) + - -

10 Elektrolit lengkap -
+ +

349
+ +
11 Analisagasdarah -

+ + +
12 Analisa cairan tubuh
+
13 Sitologi -
-

+ + +
14 Gram
+ +
15 Kultur*resistensi MO aerob -

+
16 Kultur+resistensi MO anaerob - -

17 STAmikroskcpik biasa + • -

+ +
18 STA mikroskopik fluorensens +

+ + +
19 Kultur mikrobakterium
20 ELISA •«-lmunologi test + + -

21 ELISA rapid test + + +

+
22 PGR - -

+
23 CD4-CD8 - -

24 Jamur.Amuba + - -

25 Kultur jamur + - -

Catatan: ELISA+Imunisasi test antara lain: HIV, Hepatitis B, Hepatitis C,Tumor markel

B. Sumber Daya Manusia(SDM)


KELASA KEUSB KEUSC

NO KETENAGAAN Tenaga Tenaga Tenaga


Total Tetap Total Tetap Total Tetap

A. MEDIS
1 DokterSpesialisJiwa 5 2 2 1 1

2 DokterSpesialis Saraf 1 - 1 -

3 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 2 1 1 -

4 DokterSpesialis Kulitdan Keiamin 1 - -

5 DokterSpesialis Paru 1 - -

6 Dokter Spesialis Anestesi 1 - -

7 DokterSpesialis Radiologi 1 - -

8 DokterSpesialis Patologi Klinik 1 1 -

9 DokterSpesialis Rehab Medis 1 - -

10 Dokter Umum 10 5 7 3 4 2

11 Dokter gigi 2 1 1 - - -

B. KEPERAWATAN
1 Perawat Ruang Rawat Inap 1/2tt 1/2tt 1/3tt

2 Perawat Ruang Rawat Intensif 1/1tt 1/1tt 1/1tt

3 Perawat Ruang Gawat Darurat(per shift) 3/shift 2/shift 2/shift

4 Perawat Ruang Gawat Rawat Jalan Tambahan 4/100 4/100 4/100

C TENAGAKESEHATANLAIN
1 Apoteker 3 2 1

2 Psikolog Klinis 3 2 1

3 KonselorAddiot 20 10 5

4 Pekerja Sosial 5 3 2

5 SKM 3 2 1

350
6 Akademi Farmasi 8 8 3
7 Akademi Teknologi Elektromedis 3 2 1
8 Akademi Penata Rontgen 4 2 1
9 Akademi GIzI 3 2 1
10 Ahfi Madya Kesehatan Lingkungan 1 1 1
11 Ahll Madya Rekam Medis 3 2 1
12 FIsioterapis 2 1 1
13 Akademi Analls Kesehatan(AAK) 8 5 3
14 PerawatAnestesi 3 1 -

D. TENAGAPENUNJANG
1 S2 Perumahsakitan / Manajemen 2 1 1
2 Saijana Ekonomi 2 1 1
3 Sarjana Hukum 1 1 1
4 SarjanaAdministrasi 1 1 1
5 Akademi Komputer 3 1 1
6 D3/SLTA/STM 30 10 5

C. Sarana dan Prasaiana

NO NAMARUANGAN KEUS A KELAS B KELAS C


1. BANGUNAN UTAMA
1 RuangAdministrasi + + +

2 RuangRawatJalan:
- Ruang Psikososial + + -

- Ruang Ketergantungan Obat/ NAPZA + + +

- Ruang Spesialisasi Penyakit Dalam + + -

- Ruang PenyakitSyaraf + + -

- Ruang Penyakit Jiwa + + +

- Ruang Tempi Rumatan Metadon + + -

- Ruang Tetapi Rumatan + + +

- Ruang Konseling + + -

- Ruang Radiologi + + -

- Ruang Farmasi + + +

•Ruang Littwratorium Kiinik + + +

- Ruang Imlraratorium Toksikologi + + -

- Ruang Fisioterapi + + -

- Ruang Umum + + +

- Ruang Gigi + + +

3 Ruang UGD + + +

4 Ruang Perawatan Utama / VIP + + -

5 Ruang Rawat(nap: >10017 50-100 n 25-50 n


•Ruang Perawatan Detokalfikasi + + +

- Ruang Rehabilitasi NAPZA + + -

•Ruang Komptikasi Medik + + +

- Ruang HCU + + -

6 Ruang Isolasi Pasien Gaduh Getisah + + +

351
7 nstalasi Laboratorium:
+ + +
Lab. Kllnik
+ + -

Lab.Tokstkologi
+ + +

8 nstalasi Farmasi
+ -
-

9 nstalasi Radiologi
+ + +
10 Instalasi Radiologi
+ -
-

11 Rehabilitasi Medik
+ + +
12 Ruang Pemeriksaan Elektromedik(EEG,
+ +
13 Ruang Komite Medik
+ + +
14 Ruang Penyuluhan PKMRS
+ + +
15 Ruang Pemulasaraan Jenazah
+ + +
16 Dapur/Gizi
+ + +
17 Laundry
+ + +
18 PSRS/Bengkel
+ + +
19 Ruang Perpustakaan
+ -

20 Ruang Diktat/Litbang -

+ + +
21 Ruang Pertemuan
+ + -

22 Ruang Oneway Screen(Kamar Mandi)


+ -

Lapangan Olatr raga


-

23
+ + +
24 Ruang Rekreasi
+ + +
25 Tempat Ibadah

II. BANGUNAN PENUNJANG


+ + +
1 Ruang Generator
+ + -

2 Incenerator
+ + +
3 IPAL
+ + +
4 Tempat Pembuangan Sampah sementara

Catalan:

NAMAPERALATAN KELAS A KELAS B KELAS C


NO
1. INSTALASI GAWAT DARURAT
+ + +
1 Diagnostik Set
+ + +
2 Alatliksasi
+ + +
3 Tabung Oxygen+regulator
+ + +
4 Minor Surgery Set
+ + +
5 Sterilisator
+ + +
6 V^uum Suction
+ + +
7 Defrlbrilator
+ + +
8 Resusitasi Set
+ + +
9 Electrocardiography
+ + +
10 Bedside Monitor
+ + +
11 Obat-obat Lifesafing (misalnya: Nalokson, dIO

II. INSTALASI RAWATJALAN


1 1 1
1 EGG
1 1 1
2 Diagnosfik Set

352
3 Peralatan FIsioterapl 1 1 1

4 EEG 1 1 -

5 Dispensing Pump Metadon 1 1 -

6 Brankas Metadon 1 1 -

III. ALATDIAGNOSTIK
1 Psikodiagnostik Addiction Seventy Index 1 1 1

2 Test Pack Narkoba 1 1 1

IV. PSIKOLOGI
1 Psikometri 1 1 1

V. NSTALASIRAWATINAP
JumlahTempatTidur 100 50 25
1 Suction 1 1 1

2 Sterilizator 1 1 1

3 Oxygen+Regulator 1 1 1

4 Diagnostic Set 1 1 1

5 Infus Set 1 1 1

6 Restrain Set(alat Tiksasi pasien) 1 1 1

VI. RUANGICU
1 Oxygen Central l/TT 1/TT

2 Nebulizer 1 1

3 Bedside Monitor 1 2

4 iRCUBed 2 1

5 Resusdtadon Kit 2 1

6 Continuous Suction 2 1

7 Infusion/Syringe Pump 2 1

8 DC Shock 1 1
9 Mobile X-Ray(40mA) 2 2

10 Ventilator 2 1

Vli. INSTAUVSIRADIOLOGI
1 X-Ray dan Fluoroscopy 1 1 -

2 Mobile X-Ray(100- 300 mA) 1 1 -

3 USG 1 1 -

4 Alat Pelindung Radiasi(Apron) 2 1 -

VIII INSTALASILABORATORIUM
1 Peralatan Canggih: -

a. Gas Chromatograpy Mass System 1 - -

b. ETS(Pemeriksaan Urin Narkoba) 2 1 -

c.Automatic Haematdogy Analyzer 1 - -

d.Automatic Blood Chemitatry Analyzer 1 1 -

e. Blood Gas Analyzer 1 1 -

f. Electrolyte Analyzer 1 1 -

g. ELISA automatic/semiautomatic 1 - -

h. Flow Cytometer 1 - -

353
1
|i. Deepfrees Refrigerator(-20''C)
-
-

|j. CD4(Pemeriksaan T-Limposit) 1 -


-

1 -
-

icKimiaKlinik
2 IPeralatan Sedang:
4 3 2
a. Binocular Microscope
3 2 1
b. Sentrifuge
2 1 1
|c.Autoclave
1 -

d. Urine Analyzer
-

2 1
|e. Refrigerator -

1 1
f. EUSA Machine OAIasher+Reader)
-

3 Iperalatan Sederhana:
1 1 1
a.RakdanTabung LED
3 2 1
lb. Haemotology Cell Counter
1
jc. Hb meter+Pipet eritrosit+pipet 1 -

1
5 3
jd. Glucose meter
1
DC PERALATANRUANGINFEKSI0SOLASI)
Lengkap
1APD untuk petugas kesehatan:(Masker,Apron,Sarung Tangan) Lengkap Lengkap

2 jperalatan untuk penderita: + +


+
|-Termometer
+ + +
-Statoscope
+
j-Sphygmomanometer + +

+ + +
|-Toumiqu^
+ + +
-IV Set
+ + +
- Bedpan
+ +
j- Bed Linen +

1
X. INSTALASI REHABILITASi NAPZA
+ +
1 lAlat-alatolahraga +

+ + +
2 Alat-alatmusik
+ + +
3 lAlat-alat audiovisual
+
4 jperpustakaan + +

+
5 jperangkatkomputer + +

1
E. ADMINISTRASIDANMANAJEMEN
+
1 jstatus Badan Kukum + +

+
+ +
2 Istruktur Organisasi +
+ +
3 Tatalaksana/TataKeria/UraianTugas
4 1Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL& MSB +

+
+

+
+

+
5 IKomiteMedtk .
+ + +
6 IKomite Etik & Kukum
+ + +
7 Satuan Pemeriksaan Internal
+ + +
8 IsuratlzinPraktikDokter +
9 jperianjian Keriaaama Rumah Sakit & Dokter + +

+ +
+
10 lAkreditasi RS

354
10 KRITERIAKLASIRKASIRUMAHSAKITIBUDANANAK

A. Pelayanan
NO JENIS PELAYANAN KELAS A KELAS B KELAS C

1 Pelayanan Speslalistik Kebidananan dan Kandungan Umum + + +

2 Pelayanan Subspesialistik Kebidanan dan Kandungan:


a. Fetomatemal(Perinatologi kebidanan) + +

b. Onkologi Ginekologi + -

c. Kesehatan Reproduksi + -

d. Obgynsosial + -

e. Uro-ginekologi Rekonstruksl + -

3 Pelayanan Spesialis Anak Umum + + +

4 Pelayanan Subspesialistik Anak


a. Perinatologi + +

b. Neurotogi + -

c. Hematologi-Onkologi + -

d. Ilefrologi + -

e. Gastrohepatologi + -

f. Respirologi + -

g. Aleigllmunologi + - ^

h. Endokrinologi + -

i. Nutrisi dan Metabolic + -

. Kardiologi + -

k. GawatDaruratAnak + +

1. Infeksl dan Penyakit Ttopis + -

m.Tumbuh Kembang dan Pedlatri Sosial + -

5 Pelayanan Spesialis lainnya


a. Spesialis Bedah Anak + -

b. Spesialis Rehabilitasi Medik + +

c. Spesialis Mata + +

d. Spesialis THT + -

e. Spesialis KulitKelamin + -

f. Spesialis Bedah Umum + + +

g. Spesialis Penyakit Dalam + + +

h. Spesialis Anestesi + + +

1. Spesialis Radiologi + + +

. Spesialis Patologi Klinik + + +

k. Spesialis Patologi Anatomi + - -

6 Pelayanan Gigi + + -

7 Pelayanan Psikolog + - -

8 Pelayanan Rawat Inap + + +

355
9 Pelayanan Rawat Jatan + + +

10 Pelayanan Gawat Darurat + + +

11 Pelayanan Rawat Intensif(ICU, HGU,PICU, NICU) + +. HCU, NICU + HCU

12 Pelayanan Bersalin + + +

13 Pelayanan Operasl + + +

14 Pelayanan Darah + + -

15 Pelayanan Radiologi + + -

16 Pelayanan Laboratorium + +

17 Pelayanan FarmasI + + +

18 Pelayanan GIzI + + +

19 Pelayanan penunjang non medik;


+ + +
• Sterilisasi
• Laundry + + +

+
• Pemulasaran Jenazah - -

• IPSRS + + +

+ + +
• IPLRS

B Sumber Daya Manusia

KELASA KELASB KELASC


NO JENISKETENAGAAN Tenaga Tenaga Tenaga
Total Tetap Total Tetap Total Tetap

1 Media
1 Dokter Spesialls Obstetri-Glnekologl 4 2 2 1 1 -

Dokter Subspes.Fetomatemal 1 - - - - -

Dokter Sot)spes.Ot)sgin Sosial 1


Dokter Sut)spes. OnkologI Ginekologi 1
Dokter Sutspes.Uroginekologi konst 1
Dokter Sut)spes.Kesehatan reproduksi 1

2 Dokter SpestalisAnak 4 2 2 1 1 -

Dokter Sut)spes Aiergi Imunologi Subsp - Sub - - -

Dokter Subspes Endokrinologi es mln, spes

Dokter Subspes Gastrohepatolqgl 1 pilihan


sesuai min. 1
Dokter Subspes NutrisI dan Metabolik
pelaya
Dokter Subspes HematologI dan OnkologI
nan
Dokter Subspes Karciologi
Dokter Subspes Nefrologi
Dokter Subspes Neurologi
Dokter Subspes Gawat Darurat
Dokter Subspes Pencitraan Anak
Dokter Subspes Infeksl Tropis
Dokter Subspes Ferinologi
Dokter Subspes RespirologI
Dokter Subspes Tumbuh Kembang

356
3 DokterSpesialislainnya:
a. SpesialisBedahAnak 1 1 -

b. Spesialis Rehabilitasi Meciik 1 1 -

c. Spesialis Mata 1 1 -

d. Spesialis THT 1 -

e. Spesialis KulitKelamin 1 -

f. Spesialis Bedah Umum 1 1 1

g. Spesialis PenyakitOalam 1 1 1

h. Spesialis Anestesi 1 1 1

1. Spesialis Radiologi 1 1 1

j. Spesialis Patologi Klinik 1 1

k. Spesialis Patologi Anatomi 1 -

II. Keperawatan dan BIdan


Keperawatan 100 50 25
1 S2 Keperawatan+PONEK
2 S1 Keperawatan + PONEK
3 D3 Keperawatan +PONEK
Bidan 50 25 12

4 04 Kebidanan terlatih PONEK


5 03 Kebidanan terlatih PONEK
6 01 Kebidanan terlatih PONEK

III. Kefarmaslan
1 Apoteker 1 1 1
2 03 Farmasi /Asisten Apoteker 1 1 1

IV. Laboratorlum
1 SI Analis Kesehatan 1 1 -

2 03Analis Kesehatan 1 1 1

V. Glzl
1 Si Gizi Kiinik/dietisien 1 1 -

2 04 Gizi Kiinik/dietisien 1 1 -

3 03 Gizi Kiinik/dietisien 1 1 1
4 01 Gizi Kiinik/dietisien 1 1 1

VI Rekam Medls
1 SI Rekam Medis 1 - -

2 03 Rekam Medis 1 1 1

C SaranadanPrasarana

NO NAMA BANGUNAN / RUANGAN KEUS A KELAS B KELAS C

A.InstalasiRawatJalan
-Gigi + + -

■ KIA + + +

357
-Spesialis
-Subspesialis
■ Ruang menyusui
■ Ruang penyutuhan
■ Ruang konseling

|B.. Instaiasi Rawat Inap Ibu


• Total TTRawat Inap Ibu dan Anak >1001 50-100 TT 25-50n
• Ruang lindakan
■ Ruang isolasi
Ruang rawat gabung
|- Gudang alat
I- Kamarmandi

-Kamar cud alat


Ruang pekai^
- Ruang istirahat(1 toilet)
Ruang tunggu (Itoilet)
Pantiy
• Ruang penyuluhan
•Ruang DokterJaga

|C. Ruang Rawat Inap Anak


|- Ruang ram\
Ruang tindakan
Ruang obsenrasi
- Ruang isolasi

|D. Ruang Pendukung


Ruang noenyusui
Ruang tindakan
|- Ruang obseroasi(lamp)
|- Ruang perawat
Tempatpenyimpanan ASI

|E. Ruang Beisalin


> Ruang administrasi
• Ruang pereiapan pasien
Ruang bersalin
Ruang obsen^asi
- Ruang isolasi
{- Kamar pemrosesan alat
Ruang pemeriksaan
Ruang alatpembersih
■ Gudang periengkapan tiabis pakai
- Gudang periengkapan tidak habis
Kamarmandi
Ruang tunggu

358
F. InstalasI Gawat Darurat
+ + +
- Ruang resusitasi
+ + +
- Ruang tindakan
+ + +
• Ruang tunggu
+ + +
-Toilet

+ +
G. Instalasi Pusat Sterilisasi -

H. Instalasi l^traratorium
+ +
- Ruang pengambilan sampel +

+ +
- Ruang pemenksaan Sampel +

+ +
- Gudang perlengkapan habis pakai +

+ +
- Gudang perlengkapan tidak habis +

+ + +
-Kamarcuclalat
+ + +
- Lemari instrumen
+ + +
-Toilet

1. High Care Unlt(HCU)


+
- Ruang pasien dewasa + -

- Ruang pen'natal + +

- Ruang resusitasi & tindakan + +

+ +
- R. IsolasI
-R.dapurASI + +

- Ruang Dokter Jaga + +

- Ruang PerawatJaga + +

+ +
-Kamarmandi
- Gudang perlengkapan habis pakai + +

- Gudang perlengkapan tidak habis + +

- Ruang Sterilisasi +lemari instrumen + +

J. NICU/PICU + + -

K. ICU •f + -

L Ruang OperasI
•Mesin AnesthesI + + +

+ + +
- Bedside Monitor
-OC Shock + + +

•Ventlator + + +

-Ambubag :Dewasa,Anak dan + + +

- Peraiatan SO + Laparotomy + + +

- Ruang sterilisasi/lemari instrumen + + +

- Ruang operasi utama + + +

-Kamargantlstaf + +

- Ruang ganti brankas + +

- Toilet(jumlah) + + +

- Tempat antisepsis / cuci tangan + + +

- Ruang gas medis + + +

359
M. Instalasi Radiologi

0. Instalasi Patologi Anatomi

U.Rekam Medts
V. Ruang KDRT

D. Peralatan

NAMAPERAUTAN KEUS A KEUS B

Pdayanan Umum
Pelayanan Spesiafe Obstetri dan Ginekologi
Lapafpscopyoperatif set
Lapaiatomy set
Sectioset
Histerectomy set
Colposcopy
Alat kauterisasi
Alat punksi
Bone Densitometri
Peralatan khusus t)ayi tabunq
USG
Implant Kit
lUDKIt
Pap smear kit
Dilatasi can Curetase set
CTG

Pelatanan Spesialis Anak


Ventilator
Bedside monitor

lncul>ator
EGG
Phototerapy

360
+ + +
- Infusion dev^es
+ +
- Peritonea!dialysis +

+ + +
- Hemodialisis
+
- Brain mapping + +

+ + +
• EEG
- Endoscopy + + +

+
- Colonosccw + +

- pH meter + + +

- Echocardiography + + +

+ + +
- Oichtdom^
- Ottiumpemeriksaangula + + +

- Sptrometri + + +

+ + +
- BMP
+ + +
- Skin Prick Test
+
- Infant Wanner + +

+ +

4 Pelayanan Daiati + + +

5 RekamMedis + + +

6 Pelayanan Spesiaiis lainnya + + +

7 Pelayanan Spesiaiis Penunjang lainnya + + -

8 Pelayanan Rawat Inap + + -

9 Pelayanan Rawat Damrat + +

10 Pelayanan Operas! + + +

11 Pelayanan Rawat Intensif + + -

12 Pelayanan Peisafinan + + +

13 Pdayanan Radtologi + + +

14 Pdayanan Latraratmium Kllnik + + +

15 Pelayanan Gizi + + +

16 Pelayanan Fannasi + + +

17 Pelayanan Rehabilitasi Medis + + -

E. ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KEUS A KEUS B KEUS C


1 Status Badan Hukum + + +

2 StnikturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana /Tata Kerfa / Uraian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(KBL & MSB) + + +

5 KomiteMedik + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +

7 Satuan Pemenksaan Internal + + +

8 Surat Izin Praktik Dokter + + +

9 Perjanjian Ketjasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 AkieditasiRS + + +

361
11 KRITERIAKLASIRKASIRSPENYAKITINFEKSI

A. PELAYANAN
NO JENiS PELAYANAN KEUS A KEUS B KEUS 0
1 Infeksi + + +

2 InstalasiGawatOarurat + + +

3 InstalasiRawatJalan + + +

4 Instalasi Rawat Inap Isolasi + + +

5 Instalast Rawat Inap Biasa + + +

6 ICU ion 8n 4TT


7 Instalasi Bedah Central + + +

8 Lat)oratorium:
a.PK + + +

b. Mikrobiologi + + +

9 Radloloqi + + +

10 Cizi + + +

11 FarmasI + + +

12 CSSO + + +

13 Kesehatan Ungkungan + + +

14 IPSRS + + +

15 Gigldanmulut + +

OPTIONAL:
16 Rehab Medlk + + +

17 Konseling + + +

PEIAYANAN PENUNJANG
18 Rekam Medik + + +

19 SIRS + + +

B. SUMBERDAYAMANUSIA

NO KEUS A KEUSB KEUSC


JENIS KETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Toiaga
Telap Tdap Tetap
1 Dokter Spesialls Penyakit Dalam 4 2 2 1 1
2 Odder SpesialisAnak 6 3 2 1 1
3 Dokter Spesialls Bedah 1 -

4 Odder Spesialls Obgyn 3 -

5 Odder Spesialls Orthopedl 1 -

6 Odder SpeslaOsSaraf 1 1
7 Odder Spesialls Bedah saraf 1 -

8 Odder Spesialls Mata 2 1 1


9 Odder SpesiaQsTHT 2 1 1
10 Odder Spesialls Kuilt Kelamin 4 2 2 1
11 Odder Spesialls Paru 4 2 2 1 1
12 Odder Spesialls dengan PPGO dan AILS 5 2 3 1 1 •

13 Odder dengan AILS atau ACLS 2 2 1


14 Odder 9 7 3
15 Odder GqI 4 2 1

362
16 Perawat 1:1TT 1:1TT 2:3n

17 Perawat denaan PPGD/BTLS 2 1 1

18 SpesiaTisAnestesi 2 1

19 Perawat Anastesi 3 1 1

20 Perawat ICU 17 10

21 Perawat 6 -

22 Spesialis Patologi Klinik 2 1

23 Analis kesetiatan 8 5

24 Spesialis Radioiogi ; 2 1 1

25 Radiografer 5 3
26 PetugasKamarGelap 2 1 1

27 Spesialis Gizi Klinik 1 -

28 Pengatur Ahli Gizi(SPAG) 3 1 1

29 Apoteker 2 1 1

30 AsistenApoteker 10 6

31 Sanitarian 4 2 1

32 ATEM 8 4
33 STEIektio 1 1
34 Doktergigi 3 2 1

35 SpesiaTisRetiabMedik 1 1

36 Fisioterapis 2 1 1

37 Psikolog 1 -

38 Ahli Madya Rekam Medis 6 3


39 Tenaga teriatih Rekam Medik 20 10
40 SI Komp 1 1 1

41 Ahli Madya Komp 4 • 1

C. SARANADANPRASARANA

1 Sarana

NO NAMA BANGUNAN / RUANGAN KELAS A KELAS B KELAS C


1 Ruang Pemeriksa Infeksi + + +

2 InstalasiGawatDarurat + + +

3 InstalasiRawatJalan + •¥ +

4 Total jumlah TT rawat inap >10011 50-100 TT 25-50n


5 Instalasi RawatInap IsolasI + + +

6 Instalasi Rawat Inap Biasa + + +

7 ICU + +

8 Instalasi Bedah Central + + +

9 Ruang Latroratorium:
a.PK + + +

b. Mikrobiologi + + +

10 Ruanq Radioiogi + + +

11 Ruang Gizi + + +

12 Ruang Farmasi + +

13 Ruang CSSD + + +

14 Kesehatan Linqkungan + + +

15 Ruang pemeriksaan Gigi dan mulut + + +

363
OPTIMAL:
16 RehapMedlk + + +

17 KonseGng + +

PELAYANANPENUNJANG
18 Rekatn Medik + + +

19 SIRS + + +

2 Prasarana

NO NAMAPERALATAN KEUS A KELAS B KEUS C


1 Laundry + + +

2 Pemulasaiaan Jenazah/Rumah Ouka + + +

3 Ruang Generator + + +

4 Ruang Incenerator + + +

5 IPSRS + + +

6 IPAL + +

7 Tempat Pembuangan Sampah sementara + + +

8 Ambulance + + +

9 Komunikasi Medtk Internal + + +

10 KomunlkasI Medik Ekstemai + + +

D. PERAUTAN

NO NAMA PERAUTAN KEUS A KEUS B KEUS C


1 Splrometri 4 2 1
2 Nebulizer 4 2 1
3 EKG 4 2 1
4 Bronskoskopi 2 1
5 Body Plathysmography 2 1 1
8 Sleep Lab 1 1
7 Pulmonary excerslse set 4 2 1
8 Bronchial provocat'on test 1 0 0
9 Bed side monitor 1 0
10 Sucfon 1 1 1
11 Autoclave 1 1 1
12 Nebulizer 1 1 1
13 DCSyok 1 1 1
14 Rescucltation kit 1 1 1
15 Ventflator 1 0 0
18 Suction 10 8 4
17 Sterilisator 4 2 1
18 Nebulizer 4 2 1
19 WSDset 4 1 1
20 Troicard (20.24,28,32) 4 2 1
21 02 sentral 1 1 0
22 Nebulizer 1 1 0
23 Ventilator Mekanik 4 2 0
24 Anti decubltus Matras 4 0 0

364
25 Bed side monitor 4 2 0
26 RCU Bed 4 2 0
27 Rescudtation kit 1 1 0
28 Cutaneous suction 2 1 0
29 Infusion pump 4 2 0
30 DC syok 1 1 0
31 Bronkoskopi 1 0 0
32 X-Ray mobile 1 0 0
33 Mesin anestesi 1 1 0
34 patient monitor 1 1 0
35 DC syok 1 1 0
36 Meja Operasi 1 1 0
37 Lampu Operasi 1 1 0
38 Infuson pump 1 1 0
39 Rescudtation kit 1 1 0
40 Peralatan Bedati Paru / toraks 1 1 0
41 X-Ray dengan fluoroskopy 1 1 1
42 Mobile X-Ray 1 1 0
43 Automatic Film Processor 1 1 0
44 CTScan 1 0 0
45 USG 1 0 0
46 Carm 1 0 0
47 Treadmill 1 0 0
48 Static bicycle 1 1 0
49 Stiortwave diatermi 1 1 0
50 Infra merati 1 1

NO ADMINISTRAS! DAN MANAJEMEN KEUS A KELAS B KELAS C


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana /Tata Keija / Utaian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MS + + +

5 Komite Medik + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 Surat Izin Praktik Dokter + + +

9 Perjanjian Keijasama Rumati Sakil & Dokter + + +

10 Akreditasi RS + + +

365
12 KRITERIA KLASIFIKASIRUMAH SAKIT ORTHOPEDI

A PEUYANAN
NO JENiSPELAYANAN KEUS A KELAS B KEUS C
1 Spesialis Utama: Orlhopedi
a. RawatJalan
- Lower Extermite Surgery + + +

-Spine Surgery + + +

•Hand & Micro Surgery + + +

- Paediatric Surgery + + +

- Reconstruction Surgery + + +

a. Rawat Inap + + +

c. Rawat Damrat + + +

d. Rawat intensif + + +

e. Tindakan Operas! + + +

2 Spesialis dan sub spesialis Lainnya


a. Bedah Vaskuler + + .

b. Bedah Plastik + + -

c. Bedah Mulut + - -

d. Bedah Umum + - +

e, Saraf + + +

f. Anak + + +

g. Penyakit Oalam + + +

h. Lainnya + + +

3 Penunjang
a. Radiologi + + +

b. Rehabilitasi Medik + + +

b.Anestesi + + +

c. Patologi Klinik + + +

g. Gizi + + +

e. Patologi Anatomi + + +

d. Farmasi + + +

h. Sterilisasi + + +

1. Umum + + +

j. Gigi + + +

k. Bank darah + + +

B. SDM

KEUS A KEUSB KEUSC


NO JENiSKETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Tenaga
Tetap Tetap Tetap
1 Tenaga Medis
a. Bedah Ortopedi 10 5 5 2 1 1
b. Bedah vaskuler 3 1 1 1 - -

c. Bedah plastik 3 1 - - - -

d. Bedah Mulut 3 1 - - - -

366
e. BedahUmum 1 - 1 - 1 -

f. Saraf 1 • 1 - 1 -

g. Anak 1 - 1 - 1
h. Penyakit Dalam 1 - 1 - 1
i. Radlologi 3 1 1 -

j. Rehabiiitasi Medik 3 1 1 -

k.Anestesi 3 1 1 1
1. Patologi Klinik 2 -

m. Gizi Klinik 1 1 -

n. Patologi Anatomi 1 1 -

0. Umum 5 3 2
p. Gigi 2 1 1

2 Tenaga Keperawatan 1:1TT 1:in 2:3TT

3 Tenaga Kesehatan Non Keperawatan


a. Kefarmasian 3 2 1
b.Gizi 3 1 1
0. Keteknislan Medis 5 2 1
d. Kesehatan noasyarakat 3 1 1
e. Keterapian Fisik 3 1 1
f. Laboratorium 3 2 1
g. Kesehatan lainnya 3 1

C. SARANA DAN PRASARANA

NO NAIVIA BANGUNAN PRASARANA KEUS A KELAS B KEUS C


1 Bangunan / Ruang Rawat Jalan + + +

2 Bangunan / Ruang Rawat Inap >100T 50-100 TT 25-50 n


3 Bangunan / Ruang Rawat Darurat + + +

4 Bangunan / Ruang Tindakan Operatif + + +

5 Bangunan / Ruang Rawat Intensif + + +

6 Bangunan / Ruang Radiologi + + +

7 Bangunan / Ruang Rehabiiitasi Medik + + +

8 Bangunan / Ruang Laboratorium Klinik + + +

9 Bangunan/ Ruang Gizi + + +

10 Bangunan / Ruang Farmasi + + +

11 Bangunan /Ruang Pemeliharaan S/P/ARS + - -

12 Bangunan / Ruang Pemeliharaan L RS + - -

13 Bangunan / Ruang Sterliisasi + + +

14 Bangunan / Ruang Laundry + - -

15 Bangunan / Ruang Pemulasaraan Jenazah + + -

16 Bangunan / Ruang Rekam Medis + + +

17 Bangunan / Ruang Administrasi RS + + +

18 Bangunan / Ruang Rumah Dinas & Asrama + + -

19 Bangunan / Ruang Gudang + + -

20 Bangunan / Ruang Bengkel / Workshop Protesa + + +

367
D. PERALAAN

NO NAMAPERALATAN KELAS A KELAS B KELAS C


1 Instatasi Rawat Jalan + + +
2 Instalasi Rawat(nap + + +
3 Instalasi Gawat Darurat + + +
4 Instalasi Tindakan Operas! + + +
5 Instalasi Rawat Intenslf + + +
6 Instalasi Radiologi + + +
7 Instalasi RehabllltasI Medlk + + +
8 Instalasi AnestesI + + +
9 Instalasi Latjoratorium
+ +
10 Instalasi GIzI + + +
11 Instalasi Farmasl + + +
12 Instalasi Pemulasaraan Jenazah + +

13 Bengkel Protesa + + +

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KELAS A KEUS B KELAS C


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganlsasI + + +

3 Tatalaksana /Tata Kerja / Uralan Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSBL) + + +


5 Komite Medlk + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +


7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

S Surat Izin Praktik Dokter + + +

9 Peijanjian Kerjasama Rumah Sakit & Dokter + + +


10 ^kreditasl RS + + +

368
13 KRITERIA KLASIRKASi RS KHUSUS THT

A. PEUYANAN

NO JENISPELAYANAN KEUVSA KEU^SB KELASC

1 Spesialis Utama:
+ + +
HT
+ + +
Bedah
+ +
Saraf -

2 Subspesialts Utama:
+ + +
Bedah THT KL
+ + +
Aletgi dan Imunologi
+
Bedah Plastik - -

+ +
Bedah Mulut -

+
Bedah Saraf - -

+ +
Beta (Brain Evoke Response Audimetri) +

+ +
E.N.G (Electric Nistanrografi) +

+ + +
Audiovestibuler
+
Hearing Aid Center + -

3 Spesialis l^lnnya;
+ +
PenyakitDalam +

+
Jantung - -

4 Penunjang:
+
Radiologi + -

+ +
l^twratorium -

+ + +
Farmasi
+ +
Gizi
+ +
Sterilisasl -

+ + +
Rekam Medik
+ +
Rehabilitasi Medik -

+
Pemulasaraan Jenazah - -

5 Umum:
+ + +
Poll Umum
PoIiGlgi + + +

Emergensi + + +

B. SUMBERDAYAMANUSIA

KELASA KELASB KELASC


NO JENiSKETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Tenaga
Tetap Tetap T^p
A Tenaga Medis
Dokter Spesialis:
1 THT 4 2 2 1 1 -

2 Bedah 2 1 1 - - -

369
3 Saraf 1 1 - -

4 BedahTHTKL. 2 1 1 - -

5 Bedah Plastik 1 - -

6 Bedah Mulut 2 1 1 - -

7 Bedah Saraf 1 - - -

8 PenyakitDalam 3 1 2 1 1
9 Jantung 1 -

10 Radiologi 2 1 1 -
1
11 Patologi Klinik 2 1 1 -
1
12 PatoIogiAnatomi 1 1 - 1
13 Mikrobiologi 1 1 -

14 Rehabilitasi Medik 2 1 1 - 1

B. Tenaga Perawat: 1:1 TT 1:1 TT 2:3n

C. Tenaga Kesehatan lain:


1 Kefarmasian 3 2 1
2 Gizi 2 1 1
3 Keteknisian Medik 2 1 1
4 Kesehatan Masyarakat 1 1 1
5 Laboratorium 1 1 1

C. SARANA DAN PRASARANA


No SARANA dan PRASARANA KELASA KEUSB KEUSC

1 RawatJalan + + +

2 Rawat Inap >ioon 50-100 TT 25-50 n


3 RawatDarurat + + +

4 Ruang Operasi + + +

5 Rawatlntensif + + +

6 Radiotogi + + +

7 Laboratorium + + +

8 Farmasi + + +

9 Gizi + + +

10 Elektromedik Diagnostik + + +

11 Ruang Bera (Brain Evoke Response) + + +

12 Ruang E.N.G (Electric NietamografO + + +

13 Ruang Audiovestibuler + + +

14 Hearing Aid Center + + +

15 Rekam medik + +

16 IPSRS + + +

17 Sterilisasi + + +

18 Laundry + + +

19 Pemulasaraan Jenazah + + +

20 Administrasi + + +

21 Diklat + + +

22 DinasdanAsrama + + +

23 Ambulance + + +

370
D. PERAUTAN
No NARAA PERAUTAN KEUSA KEUSB KEUSC

1 RawatJaian
- Fiber Optic Otoscope + + -

• OtoskopMlni + + +

- Diagnostic Set + + +

- LaryngosotoeAnakDewasa + + +

- Tuning Fork RENZ(garpu tala)D F A C(4 items) + + +

- Hearing aid + + +

2 Rawatinap + + +

3 RawatDarurat + + +

4 RuangOperasi + + +

5 Rawat tntensif + + +

6 Radiologi + + .

7 Laboiatorium + + +

8 Farmasi + + +

9 GIzi ■ + + -

10 Eiektromedik Diagnosfk + + +

11 Alat Bern(Brain Evoke Response + + +

12 Alat E.N.G (Etectric Nistamografi) + + +

13 AlatAudtovestibuIer + + +

14 Hearing Aid Center + + +

E ADMINISTRASI DAN MANAJEHEM KEUSA KEUSB KEUSC


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOiganisasi + +

3 Tatalaksana /Tata Kerja / Uraian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Sakit(HBL & MSB + + +

5 KomiteMedik + + +

6 Komite EfikS Hukum + + +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 SuratlzinPraktikDokter + + +

9 Peijanjian Keriasama Rumah Ssddt & Dokter + + +

10 Akreditasi RS + + +

371
14 KRTTERIA KLASIFIKASi RUMAH SAKIT STROKE

H r
KELASA KELASB KELASC
NO JENISPEUYANAN

A Esensial
+ + +
1. Pelayanan Emergensi
+ + +
<

I PelavananlCU
+
1

Petayanan CT Scan -
-

+ -
-

t. Pelayanan Laboratorium
+ + -

5. Pelayanan Pemulihan stroke


+ + -

5. Pelayanan Rehabifitasi
+ -

7. Pelayanan Bedah Syaraf


B. Optonal:
+ -

Stroke dan Cerebro Vaskuler


+ -

Neurofistologi
+ -

Neuro emergency / intensive


+ -

Neuio restoiasi/fungsi luttur


+ -

Neuro optalmologi/ otologi


-

Neuro onkologi
+ -

Ei^lepsi
+ -

C. Tindakan Operas!

2 SpesiaHsLainnya:
+ + -

Pelayanan Penyakit Datam


+ + -

Pelayanan Jantung

3 Penunjang
+ + -

a.Rad!otog1
+ + -

b.Anestesi
+ + -

c.PatoiogiKiinik
-

d.Farmasi
+ + -

e.6lzl
+ -

f. Pelayanan Edukasi keluarga -

♦ -
-

g.Akupuntur
+ -
-

h. Kedokteran oloh raga


+ + ■

LUmum

B. SUMBERDAYAMANUSIA
KELASA KEUSB KELASC
NO JENISKETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Tenaga
Tetap Tetap Tetap

1 TenagaMedis
Esensial:
2 1 1
a. Dokter Spesialis saraf konsultan stroke - - -

2 1 1 1 1 1
b. Dokter SpeslaTis Saraf

372
Optional:
a. Penyakit Dalam 1 1
b. Jantung 1 1
c. BedahSyaraf 1 1
d. Radiologi 1 1
e. Anestesi 1 1 .

f. Patologi Klinik 1 1
g. RchabilitasI Medik 1 1
h. Kedokteran Olah raga 1
i. Umum 1

2 Tenaga Keperawatan 1:in 1:in 2:3n


a. Perawat mahir stroke 4 2 1
b. Perawat lain 6 6 3

3 Tenaga Kesehatan Non Keperawatan


a. Dietisien 1 1
b.Teraplfisik 2 1 1
c. Terapi ckupasl 1 1
d. Terapi wicara 1 1 1
f.Pekeijasosial 1 1 _

g. Kefarmasian 1
h. Laboratorium (Analis) 1
i. Keteknisan Media(Radiografer. TEM,RM) 1
. Kesehatan masyarakat(Sanitarian, penyuluh) 1
k. Kesehatan Lainnya(AkupunturPsikdog klinis, dll) 1 -

C. SARANA DAN PRASARANA

No BANGUNAN/RUANG KELASA KELASe KEUSC


1 Ruang Rawat Jalan + + +

2 Ruang Rawat Inap >1C0TT 50-100 TT 25-50 TT


3 Ruang Rawat Darurat + + +

4 Ruang Tindakan Operatif + + +

5 Ruang Rawat Intensif + .

6 Ruang Radiologi + +

7 Ruang Laboratorium Klinik + -

8 Ruang Farmasi + -

9 Ruang Gizi + +

10 Ruang Rehabilitasi Medik + +

11 Ruang Gymnasum + +

12 Bangunan / Ruang Pemeiiharaan SIP RS + -

13 Bangunan / Ruang Pemeiiharaan Limbah RS + .

14 Bangunan / Ruang Sterilisasi + -

15 Bangunan / Ruang Laundry + -

16 Bangunan / Ruang Pemulasaraan Jenazah + + .

17 Bangunan / Ruang Administrasi RS + . _

18 Bangunan 1 Ruang Rumah Dinas & Asrama + . .

19 Bangunan / Ruang Gudang +


-
-

373
D. PERALATAN

No NAMA PERALATAN KEUSA KEUSB KEUSC


1 Instalasi Rawat Jalan + + +

2 Instalasi Rawat Inap + + +

3 Instalasi Gawat Darurat + + +

4 Instalasi TIndakan OperasI + + +

5 Instalasi Rawat Intensif + + _

6 Instalasi Radlologl + + _

7 Instalasi Laboratofium + + _

8 Instalasi Pemutasaraan Jenazati + + _

9 Instalasi GIzI + + _

10 Instalasi FarmasI + + _

11 Instalasi RehabilltasI Medik + + _

12 Instalasi AnestesI +
-
-

NO ADMIN1STRASI DAN MANAJEMEN KEUSA KEUSB KEUSC


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOigantsasI + + +
3 Tatalaksana / Tata Kefja / Uralan Tugas + + +
4 Peraturan Internal Rumafi Sakit(HBL & MSBL) + + +

5 Komite Medik + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +


7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +
8 SuratlzlnPraktlkOokter + + +
9 Peijanjlan Kerjasama Rumah Sakit & Dokter + + +
10 AkreddasIRS + + +

374
15 KRITERIAKUSIRKASIRUMAHSAKITKANKER

A. PELAYANAN
No NAMAPERALATAN KELASA KELASB KELASC
1 Kanker
a. RawatJalan
Spesialis utama kanker:
PenyakitDalam + + +

Anak + + +

Ginekologi + + +

Bedah + + +

Subspeslalis utama kanker;


Anak + - .

Ginekologi + - -

Kulit + + -

Mata + - -

Payudara + + +

THT + - -

UrologI + - -

KepalaLeher + + -

PaiudanToraks + + -

Muskuloskeletal + + -

Darah dan Sistem Limfoid + + -

Susunan Saraf Pusat dan TepI + - -

Spesialis lalnnya:
Jiwa/Psikiatr: + - -

b. Rawat inap + + +

c.RawatDanjrat + + +

d. Rawat Intensif + + -

e.T(ndakanoper3si + + +

2 Penunjang
a. Radiologi + + +

b.Anestesi + + +

c. Labofatorium Patologi Klinik + + +

d.Patoiogi Anatomi + + +

e.Elekbomedik Diagnosb'k + - -

f.0pb1( + - -

g.Gizi + + +

h. Sterilisasi + -

LFamnasi + + +

i. Umum + + +

k. Rekam Medik + + +

1. Bank Darah + + -

m. Rehabilitasi Medik + +

n.Pemulasaraan Jenazah + + +

375
B. KETENAGAAN

KELASA KEUSB KEUSC


NO JENiS KETENAGAAN
Total Total Total Tenaga
Tetap Tetap Tetap
Tenaga Medis
a. PenyakitPalam
b. Anak
c. Ginekologi
d. Bedah Onkologi
e. Bedah Urologi
f. Mata
g. THT
h. KulitKelamin
i. NeufPlogi/Saraf
j. AnestesI
k. Radiotogi
I. PatotogiAnatomi
m.Patologi Kfinik
n. GizlMedik
0. Rehabintasi Medik
p. Umum
q. Gigi

Tenaga Keperawatan 1:in 1:1TT 2:3TT

Tenaga Kesehatan Non Medik


a. Kefonnasian
b, GIzi
c. Keteknisian Medis
d. Kesehatan ntasyarakat
e. Laboratorium
f. Kesehatan Lainnya

C. SARANA DAN PRASARANA


NO BANGUNAN/RUANGAN KEUSA KELASB KELASC
1 Bangunan / Ruang Rawat Jalan + + +

2 Bangunan / Ruang Rawat Inap >ioon 50-100 n 25-50 TT


3 Bangunan / Ruang Rawat Darurat + + +

4 Bangunan / Ruang Tindakan Opetatif + + +

5 Bangunan / Ruang Rawat Intensif + + +

6 Bangunan/ Ruang Radidogi + +

7 Bangunan /Ruang Lab. Patologi KGnik + + +

8 Bangunan 1 Ruang Lab. Patologi Anatoml + + +

9 Bangunan / Ruang Farmasi + + +

376
10 Bangunan/Ruang Gizi + + +

11 Bangunan / Ruang Elektromedik Diagnostik + + +

12 Bangunan/RuangOptik + + +

13 Bangunan / Ruang Rekam Medik + +

14 Bangunan / Ruang Pemeliharaan SIP RS + + +

15 Bangunan / Ruang Pemeliharaan L RS + + +

16 Bangunan / Ruang Sterllisasi + + +

17 Bangunan 1 Ruang Laundry + + +

18 Bangunan / Ruang Pemulasaraan Jenazah + +

19 Bangunan / Ruang Administrasi RS + + +

20 Bangunan / Ruang Pendidikan dan Pelatihan + + +

21 Bangunan 1 Ruang Rumah DInas & Asrama + + +

22 Bangunan / Ruang Gudang + + +

D. PERAUTAN

NO NAMAPERALATAN KELASA KELASB KEUSC


1 Speslaiis utama Ranker:
1. Penyakit Dalam + + +

2. Anak + + +

3. Ginekoiogi + + +

4. Bedah + + +

Subspesialis utama kanker:


1. Anak + .

2. Ginekoiogi + .

3. Kufit + +

4. Mata +

5. Payudara + +

6. THT +

7. Urologi +^

8. KepalaLeher + +

9. ParudanToraks + .

10. Muskuloskeletal + +

11. Darah dan Sistem Limfoid + + _

12. Susunan Saraf Pusat dan Tepi + _


+

2 Instalasi Rawat Inap + + +

3 Instates! Rawat Darurat +

4 Instalasi Tindakan Operasi + +

5 Instalasi Rawat Inap +


+

6 Instalasi Radiologi + +

7 Instalasi Latroiatorium + + +

8 Instalasi Pemulasaraan Jenazah + +

9 nstalasi Gizi +
+

10 nstalasi Farmasi + +

11 nstalasi Elektromedik Diagnostik +


+ .

12 nstalasi Anestesi + + -

377
E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KELASA KELASB KEUSC
1 Status Baoan Hukum + + +

2 StiukturOiganisasi + + +

3 Tatalaksana / Tata Keija / Uraian Tugas + + +

4 Petaturan internal RumaJi Sakit(HBL & MSBL) + + +

5 Komite Medik +

6 Komite Etik & Hukum + +


7 Satuan Pemeriksaan Internal + + +

8 SuratlzinPrakfikDokter + + +

9 Perjanjian Kerjasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 Akreditasi RS + + +

378
16 KRITERIA KLASIFIKASIRUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG

A. PELAYANAN
NO JENISPEUYANAN KELASA KEU\SB KELASC
Utama:
Penyakit Jantung konsetvatif + + +

Penyakit Jantung Intervensi + + +

Penyakit Jantung koroner + + -

Penvakit Gagal Jantung Kronik + - -

Hipertensi + - -

Aritmia dan reprogram alat pacu jantung + + +

Kardiometatioilk + + +

Vaskuler + -

Valvular + +

Pasca intervensi non bedah + +

Pasca Operas!CABG + +

Pasca operas! katup + -

Pasca operasi pediatrik + -

Penyakit Jantung Bawaan + +

Penyakit perikard + + -

Penyakit jantung pada kehamilan + + +

Hipertensi puimonal + + +

Speslalis Utama;
Jantung + + +

Bedah Thoraks + - .

Bedah Vaskular + - .

Paru + + .

Penyakit dalam + + +

Otegyn + + .

Anak + + .

Penunjang:
Radiologi + + +

Laiwratorium + + +

Farmasi + + +

Gizi + + +

Sterilisasi + + .

Rekam Medik + + +

Rehabiiitasi Medik + + .

Pemulasaraan Jenazah + - .

Jmum;
'oli Umum + + +

'oli Gigi + + +

Emergensi + + +

379
B. SUMBERDAYAMANUSIA

KEUSA KEUSB KEUVSC


NO JENiS KETENAGAAN
Total Tenaga Total Total
Tetap Tetap Tetap
Tenaga Medis:
Speslalisjantung
Sub spesialis lantunq Klinik
Aritmia
Rehabilitasijantung
Vaskular
Bedah thoraks
Saraf
Penyakit Dalam
Paru
Obgyn
PK
Radiologi
Anestesia
RehabilitasI medik
PA

Tenaga Perawat: 1:1Tr 1:in 1:1TT

Tenaga Kesehatan lain:


Kefannasian
GizI
Keteknisian Medik
Kesehatan Masyarakat
Laboratorium
Sterilisasi
Rekam Medik

C. SARANA DAN PRASARANA


NO SARANA dan PRASARANA KELASA KELASB KELASC

1 RawatJaian:
- kardio, EKG + - +

- Bedah jantung + + -

- Gagal jantung, transplantasi & hipertensi puimonal + + +

- Aritmia dan rprogram alat pacu lantung + + +

- Vaskular + + -

- Klinik koronef + + +

- Klinik kardiometabolik + + -

2 Rawat(nap >ioon 50-10017 25-50 TT


3 Rawat Darurat + + +

380
4 Ruang Operas! + + +

5 RawatlntensifiCU + + +

6 RawatlCCU + + +

7 Radiologi + + +

8 CTScan + - .

9 Laboratorium + + +

10 FarmasI + + +

11 Gizi + + +

12 Elektromedik Diagnostik + + +

13 Rekammedik + + +

14 IPSRS + + +

15 Sterilisasi + + +

16 Laundry + + +

17 Pemulasaraan Jenazah + + +

18 Administrasi + + +

19 Diktat + + +

20 DinasdanAsrama + + +

21 Ambulance + + +

D. PERALATAN

NO NAMAPERAUTAN KEUSA KEUSB KELASC

1 RawatJalan:
- EKG 5 2 1
- Defibriiator 5 2 1
- Kardioversi 3 1 1
- Alatresusitasijantung + + +

- Obatresusitasllengkap + + +

• Tabung oksiaen + + +

- Brankard + + +

- Noninvasif hemodinamik + + +

• Succton pump + + +

2 Rawat Inap + + +

3 RawatDarurat + + +

4 Ruang Operas! + + +

5 RawatlntensifiCU + + +

6 RawatlCCU + + .

7 Radiologi + + +

8 CTScan + - .

9 Laboratorium + + +

10 Farmasi + + +

11 Gizi + + +

12 Elektromedik Diagnostik + + +

13 Rekam medik + + +

14 PSRS + + +

381
15 Sterinsasi + + +

16 Laundry + + +

17 Pemulasaraan Jenazah + + +

E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KEUSA KEUSB KEUSC


1 Status Badan Hukum + + +

2 Struktur Organisasi + + +

3 Tatalaksana /Tata Kerja / Uraian Tugas + + +

4 Peraturao Internal Rumah SakK(HBL & MSI) + + +

5 KomKe Medik + + +

6 Komite Etik & Hukum + + +

7 Satuan Pemenksaan Internal + + +

8 Surat Izin Praktik Dokter + +

9 Peijanjian Ketjasama Rumah Sakit & Dokter + + +

10 Akreditasi RS + + +

382
17 KRfTERIAKLASlFKAStRUMAHSAKITKHUSUSJANTUNG

A. PELAYANAN
NO JENiS PELAYANAN KELASA KELASB KELASC
1 SpesiaBsUtama:
GmjaldanHipeftensi + + +

Hematoiosi + + +

Rheumatologi + + -

Endolcrin + . .

Gasbo + - .

Hepatotogi + - .

[nfeksi + -

Janbinq + -

CAPO + + +

2 Subspesiafis Ulama;
Bedah \ABiailer +

PsOciater + .

3 SpesiaBs Lainnya:
Parupaiu + + +

Mata + . .

Saraf + . .

Anak + +

Rehab Medik + + .

4 Pemnqang:
Radiologi + + .

Lsdxxatorium + + -

Fannasi + +

6izi + + +

SteriBsasi + + .

RekamMecBc + + +

Rehabitasi Medtk + +

Pemulasaraan Jenazah + - . -

5 Umum:
PoGDiaBsis + + +

PoIiGigt + + +

Emetgeflsi + +
*

383
B. SUMBERDAYAMANUSIA

KELASA KELASB KELASC


NO JENISKETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Tenaga
Tetap Tetap Tetap
1 Tenaga Medis:
PenyakK dalam 5 2 3 2 2 1
Bedah Vaskuler 1 -
1 - - .

Psikiater 1 -
1 - . .

Paruparu 1 -
1 - - -

Mata 1 - - . .

Saraf 1 -
1 - - -

Anak 1 1 - . .

Rehab Medik 1 -
1 - - -

Radiologi 1 -
1 -
1 .

PK 1 -
1 -
1 -

Tenaga Peiawat: 1:1TT 1:117 2:3n

Tenaga Kesehatan lain:


Kefarmaslan 3 2 1
Gizi 2 1 1
Keteknisian Medik 2 1 1
Kesehatan Masyarakat 1 1 1
Laboratorium 1 1 1
Sterillsasi 1 - -

Rekam Medik 1 1 1

C. SARANA DAN PRASARANA


NO SARANA dan PRASARANA KEUSA KELASB KELASC

1 RawatJalan + + +

2 Dializer + + +

3 Rawat Inap 100TT 50-10 TT 50n


4 Rawat Damrat + + +

5 Ruang Operasi + + +

6 Rawat IntensiflCU + + +

7 Radiologi + - -

8 CTScan + + +

9 laboratorium + + +

10 Farmasi + + +

11 Gizi + + +

12 Elektromedik Oiagnostik + + +

13 Rekam medik + + +

14 IPSRS + + +

15 Sterillsasi + + +

384
16 Laundry + + +

+
17 Pemulasataan Jenazah + +

18 Administiasi + +

19 Diktat + + +

20 +
DinasdanAsrama + +

21 AmiHilance + + +

D. PERALATAN

NO NAMA PERALATAN KEUSA KELASB KELASC

1 RawatJalan:
- Hemodialisa 15 10 5
2 Rawatlnap + + +

3 RawatDamiat + + +

4 Ruang Operasi + + +

5 Rawatlntensif + + +

6 Radiologi + + -

7 Latroratorium + + +

8 Fanmasi + + +

9 Gizi + + -

10 Elektromedik DIagnostik + + +

E ADMtNISTRASI DAN MANAJEMEN KELASA KELASB KELASC


1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana/Tata Ketja 1 Utaian Tugas + + +

4 Peratuian tnlemal Rumah Sakit(HBL& MSBL) + + +

5 KomiteMedlk + + +

6 Komite Etik & Hukum + + . +

7 Satuan Pemeriksaan internal + + +

8 Suiat Izin Piakfik Dokter + +

9 Perjanjian Keiiasama Rumah Sakit& Dokter + + +

10 Akieditasi RS + + +

385
18 KRITERIA KLASIRKASi RUMAH SAKIT KUUT DAN KELAMIN

A. PEUYANAN
NO JENfSPELAYANAN KEUSA KELASe KELASC
1 Utama:
Dermatoiogitropis + + +

Atergi + + +

Bedah + + -

Fotobiologi + + -

Kosmeb'ka + + +

Penyakit Menular Seksual + + +

2 Spesialis Lainnya;
Bedah mulut + + +

Penyakit Oatam + - -

Bedah plasblc + + -

THT + - -

Mata + - -

Saraf + - -

Rehabilitasi medik + + -

3 Penunjang;
RadiotogI + - -

Labofatorium + + -

Farmasi + + +

Gizi + + +

Sterilisasi + + -

Rekam Medik + + +

Rehabilitasi Medik + + -

4 Umum:
Poli Umum + + +

Poll Gigi + + +

Emetgensi + + +

B. SUNtBERDAYANlANUSIA
KELASA KELASE KELASC
NO JENISKETENAGAAN
Total Tenaga Total Tenaga Total Tenaga
T^p Tetap Tetap
1 Tenaga Medis:
DokterSpesiaHs:
1 KuIitdanKelamin 6 3 4 2 2 1
2 Bedah 2 1 1 - - -

3 Saraf 1 - 1 - . -

4 Bedah Plasbk 1 - - - - -

5 Bedah Mulut 2 1 1 - 1 -

6 Penyakit Dalam 1 -
1 - - -

386
7 Radlologi 1 .
1 . .

8 Patologi Winik 2 1 1 . . .

9 Mikrobiotogi 1 .
1 - . .

10 RehabOitasi Medik 1 .
1 - . .

2 Tenaga Perawat; 1:1TT 1:in 2:3Tr

3 Tenaga Kesehatan lain:


a. Kefermasian 3 2 1
b. GIzi 2 1 1
c. Keteknisian Medik 2 1 1
d. Kesehatan Masyarakat 1 1 1
d. Laboratorium 1 1 1

C. SARANADANPRASARANA
NO SARANAdanPRASARANA KEUSA KEUSB KELASC

1 RawatJalan + + +

2 Rawatlnap >ioon 50-100 TT 25-50 n


3 RawatDanjrat + + +

4 Ruang Operasi + +

5 RadiologI + + .

6 Laboratonum + + +

7 Fannasi + + +

8 GIzi + + +

9 Rekam medik + + +

10 IPSRS + + +

11 Sterilisasi + + +

12 Litundiy + + .

13 Administrasi + + +

14 Diktat + + +

15 DinasdanAsrama + + +

16 Ambulance + . _

D. PERALATAN
NO NAMA PERALATAN KELASA KELASB KEUSC

1 RawatJalan
a Dermatologl troplk:
Pemeriksaan KOH + + +

Lampu Wood + + +

Kultur/blakan + + +

b Alergi:
Tes tempel + + +

Tes fototempel + + +

Tes tusuk + + +

387
c Bedah:
bedah skalpel kosmetik, + + +

biopsi(skalpel dan punch), + + +

bedah kimiawl, + - -

bedah lisbik. + - .

bedah laser, + + -

bedah beku, + - -

dermabFasI, + + +

Injeksl Intraiesl, + + +

d Fotobiologi:
fbtoterapi, + + +

penentuan Minimal Eritemal Dose(MED), + + .

mengukur Sun Protecting Factor(SPR) + + -

e Kosmetika:
chemical peeling, + + +

skin n^uvinatlon, + + +

LHE + + +

f Penyakit Menular Seksual:


mikrokutturgonore dan chlamydia, + +

pengecatangram, + + +

preparatbasah, + + +

pemeriksaan acetowhitening, + + +

bedah kimiawi, dan bedah + + +

g Rawatlnap + + +

h RawatDarurat + + +

i Ruanq Operas! + + +

j Radiologi + + -

k l.abofatofium + +

1 Farmasi + +

m GizI + -

n Elektromedik DIagnostik + +

388
E ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN KELASA KEUSB KELASC
1 Status Badan Hukum + + +

2 StrukturOrganisasi + + +

3 Tatalaksana /Tata Kerja / Uraian Tugas + + +

4 Peraturan Internal Rumah Saklt(HBL & MSBL) + + +

5 KomiteMedik + + +

6 Komite Etik & Hukum +

7 Satuan Pemeriksaan Internal + +

8 Surat Izin Praktik Dokter + + +

9 Petjanjian Keijasama Rumah Saklt & Dokter + + +

10 Akreditasi RS + +

Menteri,

HAYU SEDYANINGSIH, MPH,Dr. PH

389
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 421/MENKES/SK/III/2010

TENTANG
STANDAR PELAYANAN TERAP! DAN REHABILITASI GANGGUAN
PENGGUNAAN NAPZA

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

iflenimbang: a. bahwa gangguan penggunaan NAPZA disebabkan


oleh multifaktor yang dapat mempengaruhi kondisi
fisik, psikologis dan sosial seseorang;
b. bahwa diperlukan pelayanan terapi dan rehabilitasi
yang berkualitas untuk pemulihan penderita
gangguan penggunaan NAPZA;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huaif a dan b, perlu menetapkan
Keputusan Menteri Kesehatan tentang Standar
Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan
Penggunaan NAPZA.

y/lengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang


Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika
dan Psikotroplka (United Nation Convention Againts
Illicit Trafic in Narcotic Drugs and Psycotropic
Substances)(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3673);
2. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-


Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
(Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Repubiik
Indonesia Nomor4844);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Repubiik Indonesia Nomor5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Repubiik Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit(Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Repubiik Indonesia Nomor5072);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Repubiik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Repubiik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Nomor4737);
8. Keputusan Presiden Repubiik Indonesia Nomor 17
Tahun 2002tentang Badan Narkotika Nasionai;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
996/Menkes/SK/VI11/2002 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabiiitasi

392
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika,


Psikotropika dan ZatAditif Lainnya;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/Xll/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/l/2009;

11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 486/Menkes/


SK/lV/2007tentang Kebijakan dan Rencana Strategis
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan ZatAditif Lainnya;
12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/
SK/ll/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/


Per/lll/2008 tentang Rekam Medis;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/
Per/ill/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
KESATU KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR PELAYANAN TERAPI DAN REHABILITASI
GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA.

KEDUA Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan


Penggunaan NAPZA sebagaimana dimaksud dalam
Diktum Kesatu tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan
Penggunaan NAPZA sebagaimana dimaksud dalam
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Diktum Kedua digunakan sebagai acuan bagi tenaga


kesehatan dalam memberikan pelayanan terapi dan
rahabilitasi gangguan penggunaan NAPZA di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Pembinaan dan pengawasan peiaksanaan Keputusan ini
dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dengan melibatkan organisasi profesi terkait sesuai
dengan tugas dan fungsl masing-masing.

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggai 31 Maret 2010

MENTERI KESEHATAN,
eJyyA

IG RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH


i

MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 421/MENKES/SK/III/2010
Tanggai : 31 Maret2010

STANDAR PELAYANAN TERAPI DAN REHABILITASI GANGGUAN


PENGGUNAAN NAPZA

I. LATARBELAKANG
A. Pendahuluan
Gangguan Penggunaan Narkotika Psikopropika dan Zat Adiktif
Lain (NAPZA) merupakan masalah yang menjadi keprihatinan
dunia intemasional dl samping masalah HIV/AIDS, kekerasan
(violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan
global dan kelangkaan pangan. Global Burden ofDiseases(GBD)
terkait gangguan penggunaan NAPZA adalah sebesar 8.9%
sedangkan Global Mortality Rate (GMR) adalah 12.4 % dan
Disable Adjusted Life Yeans(DALYs)sebesar8.9%.
Data pengguna NAPZA di Indonesia secara past! sulit untuk
diketahui jumlahnya. Berdasarkan hasil estimasi yang dllakukan
oleh Badan Narkotika Naslonal (BNN) pada tahun 2004
diperkirakan ada 3.2juta orang(1.5% populasi)di Indonesia yang
mempunyai riwayat menggunakan NAPZA. Dari jumlah tersebut
diperkirakan hanya 10% yang mendapat layanan terapi atas
gangguan penggunaan NAPZA yang dideritanya.
Gangguan penggunaan NAPZA merupakan masalah bio-psiko-
sosio-kultural yang kompleks, ditandai dengan penggunaan yang
intensif, disertai pula dengan perasaan nagih yang kuat yang
seringkali sulit dikontrol dan menggiring penggunanya berupaya
semaksimal mungkin untuk memperoleh NAPZAnya-tidak peduli
apapun risiko yang hams dihadapinya. Banyak pihak tidak
menyadari bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah penyakit
otak. Penggunaan yang berulang dan bersifat jangka panjang
(pada beberapa jenis zat malah tidak dibutuhkan penggunaan
jangka panjang), akan mengakibatkan perubahan fungsi otak.
Gangguan penggunaan NAPZA mempengamhi berbagai macam

395
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

sirkuit otak,diantaranya yang mengatur rasa senang dan motivasi,


beiajar dan mengingat, serta kontroi perilaku. Beberapa orang
lebih rentan untuk menjadi seorang pecandu dibandingkan orang
lainnya, tergantung pada banyak hal, diantaranya adalah faktor
genetik, usia keterpaparan NAP2A, pengaruh llngkungan dan
Interaksi atas berbagai faktor tersebut. Untuk itu daiam
penatalaksanaannya, periu ditangguiangi secara multidislpliner
dan lintas sektoral dalam suatu program yang Idealnya bersifat
menyeluruh(komprehensif)serta konsisten.
Sejauh ini penyelenggaraan terapi dan rehabiiitasi NAPZA (TR
NAPZA) dapat dilaksanakan pada sarana pelayanan kesehatan
yang telah memperoieh izin dengan pelaksana keglatan
sebagaimana yang telah disebutkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan No. 996/MENKES/SKA/III/2002 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabiiitasi
Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Penyelenggaraan
TR NAPZA dapat dilaksanakan pada tingkatan layanan primer,
sekunder, maupuntersier.
Sejak tahun 80-an Kementerian Kesehatan telah menetapkan
kebijakan bahwa 10% kapasitas tempat tidur Rumah Sakit Jtwa
(RSJ) dialokasikan untuk klien gangguan penggunaan NAPZA.
Dalam beberapa tahun terakhir hampir semua RSJ
mengembangkan pelayanan NAPZA. Selain itu sejalan dengan
perkembangan strategi pengurangan dampak buruk pada
pengguna NAPZA suntik (penasun), sudah sejak tahun 2006
puskesmas di beberapa propinsi di Indonesia menyelenggarakan
TR NAPZA, khususnya program rumatan metadon. Di luar sarana
kesehatan, banyak pula lembaga swadaya masyarakat (LSM)
maupun pihak-pihak perorangan dan swasta lainnya yang
menyelenggarakan TR NAPZA. Mengingat bahwa gangguan
penggunaan NAPZA adalah penyakit otak yang kompleks, dapat
dikatakan bahwa dalam penatalaksanaannya tidak dapat
dilepaskan dari profesi kesehatan. Untuk itulah dikeluarkan
Standar Pelayanan TR NAPZA yang mengatur bagaimana sebuah
layanan TR NAPZA diselenggarakan, termasuk indikator minimal
penyelenggaraan TR NAPZA dan kompetensi petugas yang
dibutuhkan.

396
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Standar Pelayanan TR NAPZA inl dibuat sebagai bahan acuan


dalam pengembangan dan penyelenggaraan layanan TR NAPZA
yang dilaksanakan di rumah sakit ketergantungan obat, unit-unit
layanan TR NAPZA di mmah sakit jiwa/mmah sakit umum,
maupun fasilitas layanan TR NAPZA lainnya yang melibatkan
profesi kesehatan. Dengan demikian segala bentuk layanan TR
NAPZA memiliki standar yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan. Ke depan, Standar Pelayanan TR
NAPZA ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan
proses akreditasi layanan TR NAPZA.

B. Tujuan Umum dan Khusus


Umum
Sebagai acuan bagi petugas kesehatan dalam pengembangan
dan pelaksanaan layanan terapi dan rehabilitasi gangguan
penggunaan NAPZA
Khusus;
- Tersedianya layanan terapi dan rehabilitasi NAPZA yang
terstandarisasi
- Tersedianya acuan yang dapat menjaga mutu layanan terapi
dan rehabilitasi NAPZA
- Tersedianya pedoman dalam mengembangkan layanan terapi
dan rehabilitasi NAPZA pada sarana kesehatan

C. Sasaran
Standar ini ditujukan bagi sarana kesehatan dan sosial serta
lembaga yang menyelenggarakan pelayanan terapi dan
rehabilitasi Gangguan penggunaan NAPZA.

D. Pengertian
1. NAPZA adalah akronim dari Narkotik, Alkohol, Psikotropika,
dan ZatAdiktiflainnya.
2. Substancesadalah segala bentuk zat kimia yang memiliki efek
spesifik terhadap otak dan tubuh.
3. Drugs adalah setiap zat kecuali makanan. minuman dan
oksigen yang apabila masuk ke dalam tubuh akan
mempengaruhifungsi fisik maupun psikologis individu.

397
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. Penggunaan NAPZA (Substance Use) adalah istilah


diagnostik sesuai dengan klasifikasi ICD-10.
5. Ketergantungan NAPZA adalah suatu pola maladaptif dari
penggunaan NAPZA, menimbulkan hendaya atau kesukaran
yang berarti secara kiinis, seperti timbulnya toleransi, gejala
putus NAPZA, sulit untuk menghentikan penggunaan,
hambatan pada dunia akademlkatau pekerjaan.
6. Gangguan penggunaan NAPZA (Substance abuse) adalah
suatu pola penggunaan NAPZA yang menimbulkan hendaya
atau penyulit/komplikasi yang berarti secara klinis dan atau
fungsi sosial, seperti kesulitan untuk menunaikan kewajiban
utama dalam pekeijaan/rumah tangga/sekolah, berada dalam
keadaan intoksikasi yang dapat membahayakan fisik ketika
mengoperasikan mesin atau mengendarai kendaraan,
melanggaraturan atau cekook dengan pasangan.
7. Sarana kesehatan: adalah tempat, balk rumah sakit, klinik
umum atau klinik khusus yang melaksanakan sebuah
program atau kegiatan yang berkaitan dengan masalah
gangguan penggunaan NAPZA
8. Sarana dan Lembaga sosial adalah tempat yang
melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial masalah
gangguan penggunaan NAPZA baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah ataupun masyarakat.
9. Terapi adalah suatu proses pemulihan dengan memberikan
intervensi secara fisik, psikologis maupun sosial kepada klien
gangguan penggunaan NAPZA.
10. Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan klien gangguan
penggunaan NAPZA baik dalam jangka waktu pendek
maupun panjang yang bertujuan mengubah perilaku untuk
mengembalikan fungsi individu tersebut di masyarakat.
11. Kompfehensif adalah suatu terapi yang diberikan secara
menyeluruh untuk gangguan penggunaan NAPZA dan
dampak lain yang ditimbulkannya.
12. Intoksikasi adalah suatu kondisi yang timbul akibat
menggunakan NAPZA sehinggaterjadi gangguan kesadaran,
fungsi kognitif, persepsi, afek/mood, perilaku atau fungsi dan
respon psikofisiologis lainnya.

398
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

13. Penggunaan Yang Merugikan adalah pola penggunaan


NAPZA yang merusak kesehatan. Kerusakan tersebut dapat
berupa fisik (seperti pada kasus hepatitis karena penggunaan
NAPZA melalui suntikan) atau mental (misalnya episode
gangguan depresi sekunder karena konsumsi berataikohol).
14. Sindrom Ketergantungan adalah suatu kelompok fenomena
fisiologis, perilaku, dan kognitif akibat penggunaan suatu
NAPZA tertentu yang digunakan secara rutin dan intensif.
Gambaran utama yang khas dari sindrom ketergantungan
iaiah adanya toleransi saat individu secara rutin
menggunakan NAPZA dan adanya gejala putus zat jika
NAPZA dihentikan. Sindrom ketergantungan juga sering
digambarkan dengan gambaran utama ketergantungan fisik
(adanya toleransi dan gejala putus zat) maupun
ketergantungan psikis (adanya rasa nagih) yang terjadi
setelah penghentian penggunaan NAPZA.
15. Toleransi adalah kondisi adanya kebutuhan dosis NAPZA
yang semakin meningkat untuk dapat menikmati efek yang
sebelumnya diperoleh.
16. Gejala Putus NAPZA adalah sekelompok gejala yang terjadi
akibat pengurangan/penghentian penggunaan NAPZA,
sesudah digunakan terus menerus, dalam jangka panjang
dan/atau dengan dosis relatif cukup tinggi. Awitan (onset)dan
perjalanan keadaan putus NAPZA itu biasanya waktunya
terbatas dan berkaitan dengan jenis dan dosis NAPZA yang
digunakan sebelumnya. Keadaan putus NAPZA tertentu
dapat disertai dengan komplikasi kejang.
17. Kompuisi (Compulsion) adalah sebuah dorongan kuat untuk
terus menerus menggunakan NAPZA.
18. Nagih (Craving) adalah keinginan untuk menggunakan
NAPZA yang menetap dan berulang. Secara teknis, nagih
adalah satu keadaan kognitif yang dipengaruhi oleh
mekanisme kerja otak dan berbagai faktor pencetus intemal
maupun esktemal. Pada kondisi ini biasanya individu mulai
berpikir tentang bagaimana mereka merasa sementara di
bawah pengaruh NAPZA dan betapa nikmatnya merasakan
perasaan itu lagi.

399
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

19. Abstinensia keadaan bebas dari NAPZA dalam suatu kurun


waktutertentu .. ,
20 Kambuh (Relapse) adalah kondisi kembali menggunakan
NAPZA setelah sebuah periode abstinensia. Beberapa ahli
menganggap kambuh hams mencakup hanya orang-orang
yang teiah menyelesaikan atau melengkapl ep^ode terapi
formal dan kemudian kembali menggunakan NAPZA denpn
pola yang serupa atau lebih buruk dari penggunaan sebelum
21 Waras (sober) adalah suatu kondisi dimana klien
* oenggunaan NAPZA telah bebas dari penggunaan NAPM,
berfungsi penuh dalam fungsi sosial dan pekerjaannya, serta
menialankan pola hidup dan pola pikirsehat.
22. Komorbiditas adalah dua penyakit atau lebih berada secara
bersama-sama pada seorang individu pada suatu saat.
23 Dual D/agnos/s/Diagnosis Ganda adalah kornbinasi adiksi dan
' masalah psikiatris; klien yang menderita
gangguan mental,dan yangjuga menyalahgunakan NAPZA.

400
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

II. PRINSIP-PRINSIP TERAPIGANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA

A. Pendahuluan
Bab ini mengulas secara khusus bagaimana sebaiknya layanan
terapi NAPZA diselenggarakan. Seluruh prinsip terapi yang diulas
merupakan hasil dari berbagai kajian (baik klinis maupun
epidemiologis), yang terangkum pada WHO / UNODC / UNAIDS
Discussion Paper 2008 dan Principles of Drug Addiction
Treatment Kertas kerja ini mempertimbangkan berbagai faktor
panting dalam merangkum prinsip terapi gangguan penggunaan
NAPZA,yaitu:
- Adanya rentang permasalahan gangguan penggunaan
NAP^ yang luas di masyarakat, baik dari jenis zat yang
digunakan, pola pemakaian, maupun faktor-faktor penyulit
yang bersifat medis, psikologis, maupun sosial;
Sumber daya yang terbatas

Untuk itu suatu perencanaan layanan terapi NAPZA memerlukan


pendekatan yang jelas dan koheren,sehingga dapat menjangkau
sebanyak mungkin orang dan memberikan efek yang maksimal
dengan pembiayaan yang serendah-rendahnya. Tujuan ini dapat
diraih apabila ada kerjasama antara pemerintah dan masyarakat
untuk proses terapi dan rehabilitasi NAPZA secara
berkesinambungan serta pemberdayaan layanan kesehatan
berbasis komunitas secara optimal.

B. Prinsip Dasar Gangguan Penggunaan NAPZA


Gangguan penggunaan NAPZA adalah masalah kesehatan
dengan penyebab multifaktor dan mempengaruhi kondisi fisik,
psikologis dan sosial seseorang. Gangguan penggunaan NAPZA
merubah struktur dan fungsi otak, sehingga dapat mengakibatkan
perubahan otak yang signifikan, bahkan perubahan ini tidak dapat
begitu saja diperbaiki sekalipun seseorang sudah berhenti
menggunakan NAPZA. Hal ini menjelaskan mengapa seorang
yang mengalami gangguan penggunaan NAPZA memiliki risiko
yang tinggi untuk kambuh setelah berada pada periode
abstinensia yang cukup lama dan berbagai konsekuensi yang

401
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

dihadapinya.Karena gangguan penggunaan


penyakit, maka dalam pelaksanaan TR NAPZA dibutuhkan
SmulaSgl oaiw"" penggunaai. IW2* wa
oentinq Sebagian besar masyarakat baik di tingkat lokal, nasional
maupun global maslh banyak yang '^®'?®"huk3m®PadlM
Denaqunaan NAPZAsebagai masalah moral dan hukum.Paaaha,
gangguan penggunaan NAPZA adalah penyaldt otak dan penlaku
vanq dapat dicegah dan dapat diterapi. Be rbagai macam
penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat
oenceqahan dan terapl yang relatif efektif. Hasil terbaik dapat
dipero?eh bila pendekatan multidisiplin yang komprehensif
dilaksanakan. Hal ini mencakup mtervensi farmakoiogi dan
pslkososial.

mengalamf gangguan penggunaan NAPZA. Artlnya. masing-


Sg mdivirLrnblhkan jenis dan renoana lerap. yang
Etentu persis sama satu sama lainnya. Hal in, karena sebap
orang memlliki karakteristik, jenis zat, kondisi lingkungan dan
kerentanan yang berbeda-beda. Menyesuaikan jams terap
dengan karakteristik individual adalah hal yang amat P®nt"]9 de^
tercapainya penatalaksanaan TR NAPZA yang efektif. Pen^ng
untuk dipahami bahwa klien sering datang
tuiuan yang tidak realistis. Terkadang mereka bersikukun
mengikuti suatu jenis terapi yang sesungguhnya tidak sesuai bagi
dirinya Oleh karena itu rencana terapi perlu ^tegakkan dan

gangguan penggunaan NAPZA,yaitu.


1. Informasidemografis mad7a\
2. Status medis(diluar masalah penggunaan NAPZA)

402
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Status pekerjaan/pendidikan
4. Status penggunaan NAPZA
5. Status legal
6. Rlwayatkeluarga/soclal
7. Status psikiatris

Penggunaan instaimen asesmen yang telah terstandarisasi


seperti Addiction Severity Index (ASI) dari McLellan dkk, dapat
membantu memperoleh gambaran klien secara komprehensif
untuk kepentingan pembuatan rencana terapi. Namun demikian
karena terbatasnya sumber daya yang ada, pengembangan
instrumen oleh masing-masing tempat TR NAPZA dengan
mengacu kepada domain-domain utama di atas disertai berbagai
modifikasi yang disesuaikan dengan kondlsl lokal, juga sangat
dimungkinkan.
Penyelenggaraan program TR NAPZA dapat dllakukan oleh sektor
pemerlntah, swasta maupun masyarakat secara umum. Bentuk
pendekatanpun bersifatvariatif, disesuaikan dengan sumber daya
yang ada. Idealnya, individu dengan gangguan penggunaan
NAPZA menerima layanan yang bersifat komprehensif pula,
mellputi layanan medis, psikologis, sosial dan spiritual. Namun
demikian disadari bahwa pada area dan daerah tertentu, belum
tentu tersedia layanan yang bersifat komprehensif. Untuk itu perlu
dibangun jejaring rujukan antara satu pendekatan dengan
pendekatan lainnya, sehingga dapat bersifat melengkapi.
Layanan TR berbasis spiritual, misalnya, perlu membangun
jejaring dengan profesi atau institusi kesehatah terdekat,sehingga
kebutuhan individu akan terapi medisnya dapat diakomodasi.

Semua penyelenggara program TR harus mencatatkan


kegiatannya dan memperoleh ijin dari Dinas Kesehatan, setelah
memperoleh tanda daftar sarana dari Dinas Sosial
Kabupaten/Kota dan tanda registrasi Badan Hukum dari instansi
yang berwehang.
Program TR NAPZA hendaknya tersedia di berbagai
daerah/provinsi. Segala hambatan yang membatasi aksesibifitas
perlu diminimalisasi agar masyarakat dapat memperoleh layanan
yang dibutuhkan, aksesibilitas mencakup:
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

• Aksesibilitas atas distribusilayanan dan keterkaitan geografis


• Ketepatan waktu dan jam operasional yang ditetapkan
dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada
. Jaminankonfidensialitesklien ^ , , . ,.
• Ketersediaan layanan yang tidak terlalu ketat dalam
menerapkan prasyarat masuk(lowtreshold)
. Keteijangkauanbiaya layanan
• Adanya program TR NAPZA pada seting lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan; hak azasi f'®®
program layanan TR NAPZA pada pengguna NAPZA tidak
hilanQ sakalipun ia barada dalam tahanan . ..
• Pelayanan yang non-diskriminatif: tidak membedakan jwis
kelamln ataupun later belakang lalnnya, termasuk tidak
mendiskrimlnasi kllen dengan rlwayat kekambuhan.
. Adanya layanan bag! populasi khusus ^perti Perempuan
hamil, remaja dan anak-anak, orang dengan HIV/AID^
(ODHA)dan orang dengan masalah kesehatenjiwa(ODMK)
Dalam rangka memperluas akseslblllltes layanan TR NAPZ/^
selain mengapreslasi Inlsiatlfmasyarakat dalam penyelenggaraan
f^anarTR NAPZA, pemerintah belakangan ini juga memacu
penyelengga^n b^bU® program TR NAPZA pada layarjan
primer (puskesmas), terutama untuk layanan terapi
metadon dan layanan kesehatan dasar bagi individu dengan
Agar pemb^^^ signifikan. klien perlu bertahan
pada program TR NAPZA dalam kurun waktu yang adekuat.
Beberapa penelitlan terdahulu balk yang dilakukan di ^menka
Seiikat ataupun yang di Indonesia, rnenunjukkan bahwa
setidaknya diperlukan waktu minimal 3 bulan berada dalam
program agar terjadi perubahan perilaku yang bermakna.
Berhentinya seseorang dari program TR sebelum 3 bulan terbukti
sama halnya seperti belum pemah menjalani program terapi.
Agar penyelenggaraanTRNAPZAdapatdipertanggungjawabkan.
maka pihak pengelola program maupun instan^ pembina
(khususnya Dinas Kesehatan) perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut:

404
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

• Pembuatan standar prosedur operasional kegiatan


• Mengembangkan program-program yang berbasis bukti,
sehingga efektivitas dan efisiensi program dapat diantisipasi
dengan lebih baik
• Monitoring dan evaluasi secara berkala, termasuk daiam ha!
ini adaiah evaluasi proses maupun evaluasi hasil.

Apabila sistem telah siap, proses akreditasi layanan TR NAPZA


yang diselenggarakan oleh instansi yang ben/venang juga akan
menjadi salah satu proses kendali mutu. Penatalaksanaan
program TR NAPZA memerlukan pendekatan multidisipliner dari
profesi kesehatan seperti dokter, perawat, psikolog klinis,juga dari
profesi pekerja sosial, ahii agama, termasuk peran serta individu
yang sedang dalam masa pemulihan(recovering addict)atau para
konselor adiksi. Intervensi farmakologis semata-mata tanpa
disertai intervensi psikososial yang memadai terbukti tidak dapat
merubah perilaku secara signifikan. Sementara intervensi
psikososial semata-mata tanpa mempedulikan kondisi fisik
biologis klien terbukti membuat perubahan perilaku tidak bersifat
langgeng.
Sehubungan dengan belum tersedianya program pendidikan dan
atau pelatihan dalam bidang Adiksi NAPZA yang bersifat regular di
Indonesia, maka peningkatan ketrampilan penatalaksanaan TR
NAPZA dapat dilakukan pada pusat-pusat TR NAPZA yang
berpengalaman, seperti misalnya, pada Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta (RSKO), ataupun pada Instalasi
NAPZA RS Marzoeki Mahdi, dengan menggunakan modui yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan,seperti misalnya Modul
Pelatihan Teknis Medis Penanggulangan Penyalahgunaan
NAPZA: bagi pengelola program tingkat provinsi dan modul-modul
lain yang tersedia.

D. Sistem Terapi
Pengembangan Kebijakan, Perencanaan Strategik dan
Koordinasi Pelayanan.
Pendekatan sistematik atas gangguan penggunaan NAPZA dan
individu yang membutuhkan terapi, termasuk dalam hal

405
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

perencanaan dan impiementasi layanan membutuhkan rangkaian


yang logis, langkah demi langkah yang mengaitkan kebijakan
dengan asesmen kebutuhan dan rencana terapi serta
impiementasi hingga monitoring dan evaluasi. Untuk itu
pelaksanaan sistem terapi hendaknya memenuhi prinsip berikut
ini;
• Adanya tim terpadu di pemerintahan yang merumuskan
kebijakan layanan terapi NAPZA. Perumusan ini hendaknya
mempertimbangkan berbagai fakta dan bukti. Selanjutnya
pemerintah menetapkan garis besar pengembangan terapi
NAPZA agar dalam perjalanannya dapat tetap berada dalam
jalur yang benar. Tim terpadu ini hendaknya terdiri dari sektor
kesehatan, kesejahteraan sosial, tenaga kerja, hukum dan
HAM serta masyarakat madani.
• Adanya dokumen kebijakan dengan filosofi, tujuan dan
pendekatan yang jelas, sebagaimana yang disasar oleh
dokumen ini.
• Program TR NAPZA hendaknya terkait dengan program
pencegahan
• Adanya standarisasi proses skrining dan asesmen individu
dengan gangguan penggunaan NAPZA.
• Koordinasi yang baik antar sektor dan keseimbangan program
pada tataran layanan kesehatan primer serta spesialistik.
• Peran pusat dan daerah perlu didefinisikan dengan jelas serta
harus relevan dengan kebutuhan masyakatsetempat.
• Standar kualitas layanan terapi NAPZA harus dibuat dan
kepatuhan untuk mengikuti standar ini dibutuhkan sebagai
syarat proses akreditasi dan mekanisme tata kelola klinis yang
baik(good clinicalgovernance)

E. Pengukuran Efektivitas Terapi Gangguan Penggunaan


NAPZA
Beberapa indikator dapat digunakan untuk melihat sejauh
mana program TR efektif bagi klien. Pada umumnya masyarakat
secara umum melihat keberhasilan terapi dari kemampuan
program tersebut membuat individu dengan gangguan
penggunaan NAPZA berhenti total menggunakan NAPZA ilegal.

406
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Namun demikian beberapa tahun belakangan ini indikator yang


digunakan adalah:

• Indikator 1: Pengguna NAPZA dirawat dalam program TR


NAPZA berbasis bukti, yaltu program TR NAPZA
yang telah terbuktl secara ilmlah dapat merubah
perllaku kllen secara signiflkan, seperti program
rumatan metadon, rehabilltasi resldensial, dan
lalnnya.
• Indikator2: Peningkatan status kesehatan klien selagi berada
dalam program
• Indikator 3: Penurunan penggunaan NAPZA secara Regal
selama berada dalam program.
• Indikator4: Penurunan keterlibatan dalam tindak kriminalitas
selama berada dalam program
• Indikator5: Peningkatan kualitas hidup klien selama dalam
program

Pengukuran indikator-indikator di atas dapat menggunakan


instrumen. yang telah terstandarisasi, seperti misalnya Addiction
Severity Index, WHO Quality ofLife, Opiate Treatment Index, dan
Iain-Iain yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh tim peneliti
RSKO beberapa waktu lalu dan dapat diunduh pada:
httD://www.who.int/substance abuse/research tools/en/.
Instrumen kepuasan klien atas program yang diikutinya pada
umumnya menggunakan instrumen terstandarisasi seperti
Treatment Perception Questionnaires (TPQ). Beberapa contoh
instrumen terdapat pada lampiran standar ini.

407
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

111. STANDARPELAYANANTERAPINAPZA
A. Pelayanan DetoksifikasI NAPZA

Pengertian Proses atau tindakan medis untuk membantu


kiien dalam mengatasi gejaia putus NAPZA.
Tempat penyedia layanan detoksifikasi
NAPZAdisebutsebagai Layanan Detoksifikasi
NAPZA.

Standar1 : Merupakan langkah awal dari proses panjang


Falsafah dan terapi gangguan penggunaan NAPZA dengan
Tujuan cara yang aman dan efektif. Tujuannya adalah
untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan fisik
dan atau psikis akibat dikurangi/dihentikannya
penggunaan NAPZA

Standar 2: Minimal:
Jenis a. Tindakan putuszat bertahap untuk opioida,
Penatalaksanaan benzodiazepin dan alkohoi
dan Pengelolaan b. Medikasi simtomatik untuk semuajeniszat
Pilihan lainnya : untuk detoksifikasi opioida,
apabila tersedia sarana dan prasarana yang
memadai dapatmenggunakan metode;
a. Medikasi agonis
b. Medikasi agonis parsial
0. Detoksifikasi cepat (menggunakan
clonidin dan naltrexone)

Standard 3: Untuk penatalaksanaan detoksifikasi tersebut


Sumber Daya diatas diperlukan sumber daya manusia yang
Manusia terdiri dari : dokter dan perawat dengan
pelatihan dasar penatalaksanaan medik
gangguan penggunaan NAPZA.
Yang dimaksud dengan terlatih adalah telah
menjalani pelatihan sesuai modul dan
sertifikasi Kementerian Kesehatan.

408
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Standar 4: • Detoksifikasi benzodiazepin dan alkohol


Fasilitas dan harus dilaksanakan secara rawatinap
Peralatan
• Detoksifikasi zat lain dapat dilaksanakan
secara rawat jalan maupun rawat inap
sesuai dengan kondisi klien.

Peralatan minimal rawat inap


1. Peralatan Medik.mencakup:
- Stetoskop
- Pen light
- Tensimeter
- Timbangan
- Tempattidur
- Oksigen
- Tiang infus dan infus set
- Peralatan pertolongan pertama;
peralatan resusitasi, alat suntik,
desinfektan, kapas dan obat-obat
gawatdarurat lain

2. Obat-obat gawat darurat:


- cairan infus koloid
- cairan dextrose
- mannitol
- naloxone HCL
-antagonis opiate
-anti psikotik chlorpromazine atau
haloperidol
• sedative hipnotik (termasuk
benzodiazepin)
- anti anxietas aiprazolam atau
clobazam
- anaigetik
- spasmolitik
- anti hipertensi

409
i

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Peralatan Nonmedik di ruangan


Keperawatan dan Konsultasi
- Meja,kursi
- Alattuliskantor
- Meja periksa
- Step stool
- Komputer Gika memungkinkan)
- Telepon
- Tempat khusus untuk menylmpan
status
- Lemari obat

Peralatan RawatJalan
1. Peralatan Medik,mencakup:
- Stetoskop
- Pen light
- Tensimeter
- Timbangan
- Tempattidur periksa
- Step stool
- Peralatan pertolongan pertama:
peralatan resusitasi, alat suntik,
desinfektan, kapas dan obat-obat
gawatdaruratlain

2. Obat-obat gawat darurat: sama dengan


obat-obat gawat darurat pada rawat inap di
atas

3. Peralatan Nonmedik di ruangan


Keperawatan
- Meja,kursi
- Alattuliskantor
- Komputer(jika memungkinkan)
- Telepon
- Lemari obat

410
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Prasarana
1. CahayadanVentilasi
Seluruh mangan dalam sarana pelayanan
detoksifikasi adalah ruangan yang memiliki
kecukupan cahaya , baik dengan listrik
maupun cahaya matahari serta memiliki
ventilasi yang memadai.
2. Limbah
Sarana pelayanan detoksifikasi harus
memiliki tatacara
pembuangan limbah sesuai pedoman
sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah
padatdancair.
3. Tempatcucitangan
Sarana pelayanan detoksifikasi harus
memiliki tempat cuci tangan sebagai salah
satu upaya kewaspadaan baku dan
kewaspadaan transmisi.

Standar 5: Kebijakan dan prosedur berdasarkan:


Kebijakan dan a. Pedoman Penatalaksanaan Medik
Prosedur Gangguan Penggunaan NAPZA
b. Pedoman Pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif Berbasis RS
c. Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Rehabilitasi

Standar 6: Untuk dokter pemberi medikasi agonis dan


Pengembangan parsial agonis: harus memiliki sertifikat
Staf- Program terkait.
Pendidikan
Kompetensi petugas kesehatan pemberi
layanan detoksifikasi harus diperbaharui
setiap5tahun oleh organisasi profesi
Petugas kesehatan pemberi layanan
detoksifikasi perlu mengikuti pelatihan
dengan modul dan sertifikat dari
Kementerian Kesehatan.

411
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Standar 7: Indikatormutu:
Evaluasi - - Kondisi fisik dan psikis akibat gejala putus
Pengendalian Opioida, alkohol dan - zat lainnya teratasi
Mutu pada minggu pertama perawatan
- Untuk kondisi fisik dan psikis akibat gejala
putus benzodiazepin teratasi pada minggu
kedua perawatan
- Mayoritas klien yang menjalani proses
detoksifikasi dirujuk untuk menjalani
proses TR NAPZA selanjutnya, baik rawat
jalan maupun rawat inap

Evaluasi:
- Menggunakan instrumen yang sudah
terstandarisasiiASI, WHOQoLdan OTI.
- Penilaian dilakukan pada awal dan akhir
perawatan.

B. Pelayanan Gawat Darurat NAPZA

Pengertian Proses atau tindakan untuk mengatasi kondisi


gawat dan darurat baik fisik maupun psikis
akibat penggunaan NAPZA yang dapat
mengancam kehidupan diri sendiri maupun
orang lain.

Standar 1 : Layanan gawat darurat gangguan


Falsafah dan penggunaan NAPZA harus dilakukan dengan
Tujuan cepat dan akurat dengan mengikuti prinsip-
prinsip Bantuan Hidup Dasar dan
penanggulangan kegawat daruratan dengan
tujuan:
• Mengatasi keadaan akut klien(termasuk
keadaan gaduh gelisah; klien)

412
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Memberikan bantuan hidup dasar klien


Meminimalisasi angka kecacatan klien
Menurunkan angka kematian akibat
kondisi akut yang diderita klien

Stamdar 2: Jenis penatalaksanaan:


Jenis Penyelamatan kehidupan (life saving)
Penatalaksanaan Pengendalian kegaduhgelisahan
dan Pengelolaan
Pengelolaan pada gawatdarurat meliputi:
• Kondisi gawatdarurat umumnya(Mengacu
padaSPMIDI)
• Kondisi Intoksikasi NAPZA
• Kondisi Putus NAPZA kriteria berat
(dengan skorskala Putus Zat)
• Kondisi gaduh gelisah akibat efek NAPZA
• Kondisi Medik lainnya yang diakibatkan
olehpenggunaa NAPZA

Pencatatan dan pelaporan hams dilakukan


secara detil dan dengan jarak waktu yang
pendek sampai klien masuk ke dalam kondisi
stabil. Yang dimaksud dengan jarak waktu
yang pendek tergantung pada kondisi klien.
Misalnya; klien dalam kondisi koma akibat
overdosis, observasi dilakukan secara ketat
dan pencatatan dilakukan pada saat terjadi
pembahan yang berarti secara klinis sesuai
dengan SOP yang tersedia di layanan.

Standar 3 Dalam melaksanakan tugasnya, keijasama


Sumber Daya antara staf dan pimpinan mempakan keija tim
Manusia yang solid mengingat instalasi gawat damrat
mempakan salah satu pintu masuk klien ke
dalam layanan lainnya.

413
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Kriteha yang perlu dimiliki oleh staf dan


pimpinanlGDadalah:
• Bagi pimpinan layanan gawat danjrat
diharapkan memiliki sertifikat PPGD
ditambah dengan ACLS (Advanced
Cardiac Life Support)danATLS(Advanced
Trauma Life Support)
• Staf dokter umum terlatih NAPZA dengan
sertifikat PPGD
• Perawat teriatih NAP2^ dengan sertifikat
PPGD
• Tenaga administrasi
Sertifikat tersebut harus diperbaharui sesuai
dengan masa berlakunya yaltu 2tahun

Penyediaan fasllitas dan peralatan minimal


sesuai dengan pedoman layanan IGD
Kementerlan Kesehatan secara umum,
dengan rincian sebagai berikut:
a. EKG
b. TabungOksigen
c. Suction
d. Peralatan resusitasi
e. Tianginfus
f. Alat fiksasi klien (baju, manset dan tempat
tidur)
g. Tempat tidur yang dapat dirubah posisi
ketinggian kepala dan kaki
h. Autoclave/Sterilisator
i. Peralatan bedah minor
j. Obat-obatan penyelamat kehidupan
k. Kursl roda
I. Tempat tidur yang dapat diubah berbagai
posisi
m. Mobil ambulans
n. Tempat sampah untuk medis dan non
medis
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Standar 5: Kebijakan dan prosedur daiam layanan gawat


Kebijakan dan darurat NAPZA berdasar pada:
Prosedur • Pedoman Penatalaksanaan Medik
Gangguan Penggunaan NAPZA
• Standar Pelayanan Medis IDI
• Standar Pelayanan Minimal RSJ
Kementerian Kesehatan

Dalam pembuatan prosedur layanan akan


disesuaikan dengan kegiatan dan aturan di
tempatlayanan masing-masing

Standar 6; Pengembangan ketrampilan diperlukan


Pengembangan sesuai dengan hasil : Training Need
Staf - Program Assessment,antara lain:
Pendidikan
• Penyegaran ilmu-ilmu medis terkait
psikofarmakoterapi dan intervensi
psikososial
• Penyegaran untuk PPGD dan pelatihan
"Life SaW/7g"pada umumnya

Sertifikat tersebut harus diperbaharui sesuai


dengan masa berlakunya yaitu 2tahun.

Standar 7: Indikatormutu:
Evaluasi -
Pengendalian • Kondisi fisik klien teratasi maksimal dalam
Mutu waktu kurang dari 2jam
• Kondisi psikologis klien teratasi maksimal
dalam waktu kurang dari48jam
• Mayoritas klien gawat darurat dirujuk untuk
menjalani proses TR NAPZA selanjutnya,
baik rawatjalan maupun rawatinap.

416
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

C. Pelayanan Rehabilitasi NAPZA

Pengertian Upaya terapi (intervensi) berbasis bukti yang


mencakup perawatan medis, psikososial, atau
kombinasi keduanya balk perawatan rawat
inapjangka pendekmaupun panjang

Standar 1 : Layanan lanjutan dari proses terapi gangguan


Falsafah dan penggunaan NAPZA I yang manusiawi dan
Tujuan profesional. Tujuannya adalah untuk
membantu ; klien mempertahankan kondisi
bebas NAPZA (abstinensia) dan memulihkan
fungsi fisik, psikologis dan sosial

Standar 2: Berbagai model penatalaksanaan rehabilitasi


Jenis dapat dilakukan pada sarana pemberi iayanan
Penatalaksanaan rehabilitasi, sesuai dengan jenis gangguan
dan Pengelolaan penggunaan NAPZAdan kebutuhan individu.
1. fAodelTC(TherapeuticCommunity):
Pendekatan dengan menggunakan komunitas
terapi yang umumnya dilakukan kepada klien
dengan gangguan penggunaan Heroin dan
Kokain. Pendekatan ini umumnya berdurasi
antara6sampai dengan 12 bulan.

2. Model Minnesota
Pendekatan dengan menggunakan filosofi
pemulihan dari program 12 langkah (AAdan
NA) ini lebih efektif dilakukan kepada klien
dengan kemampuan kognitif yang baik,
kondisi mental stabil dan motivasi pemulihan
yang kuat.

416
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. Model Medis
Pendekatan yang diselenggarakan pada
sating rumah sakit/iayanan kesehatan dengan
menggunakan model TC. Minnesota, atau
keduanya yang digabungan dengan Iayanan
medis bagi klien dengan komorbiditas dan
penyakitfisik lainnya

Standar 3: Tenaga (petugas) yang diperlukan dalam


Sumber Daya melakukan Iayanan rehabilitasi;
Manusia Model TC Konselor adiksi,
psikolog klinis, pekerja
sosial, dokter, perawat,
pengajar agama
maupun praktisi lain
yang terlatih dalam
model pendekatan TC
Model Minnesota Konselor adiksi,
pendidik, psikolog
klinis, pengajar agama,
pekerja sosial maupun
praktisi lain yang
terlatih dengan filosofi
program pemulihan 12
Langkah
Model Medis SDM dari model TC dan
Minnesota di atas
ditambah dengan
dokter. asisten
apoteker (apoteker),
ahli gizi maupun
praktisi lain yang
terlatih dalam bidang
rehabilitasi NAPZA

417
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Standar 4: Sarana dan pra-sarana meliputi:


Fasilitas dan a. Ruang kegiatan klien yang terpisah dari
Peralatan ruang kerja staf
b. Sarana olah raga dan rekreasi/kesenian
c. Ruang tamu atau ruang untuk berkunjung
d. Ruang tidur
e. Kamarmandi,toilet.
f. Dapurdangudang
g. Hall atau ruang serbaguna (ruang makan,
pertemuan,seminar,grup sesi,dll)
h. Ruang kantor
1. Ruang Ibadah
j. Peralatan dan fumlture yang sesuai
dengan setlap fungsi dari ; ruangan dan
program(termasukATK)

Standar 5: Kebijakan dan prosedur berdasarkan;


Kebijakan dan • Pedoman Penatalaksanaan Medlk
Prosedur Gangguan Penggunaan NAPZA;
• Pedoman Pelayanan Terapl dan
RehabllltasI Komprehensif; Berbasis RS
• Pedoman Penyelenggaraan Sarana
RehabllltasI

Standar 6: Petugas pemberi layanan rehabllltasi perlu


Pengembangan menglkuti pelatlhan penyegaran dengan
Staf - Program modul yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pendldlkan Kesehatan.

(SertlflkasI konselor adiksl diatur kemudlan


oleh badan yang berwenang)

Standar 7: Indlkatormutu:
EvaluasI • Kllen bertahan dalam program minimal 3
Pengendallan bulan
Mutu

418
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Kualitas hidup klien menunjukan


peningkatan dari kondisi awal masuk
setelah klien bertahan dalam program
minimal 3bulan
Kondisi depresi klien menunjukan
penurunan dari kondisi awal masuk
setelah klien bertahan dalam program
minimal 3bulan
Klien tidak menunjukkan penggunaan
NAPZA di luar resep pada pemeriksaan
urin, baik rutin maupun sewaktu-waktu
(random urinalysis)
Klien menunjukan kepuasan terhadap
pelaksanaan program

D. Pelayanan Rawal Jalan Non Rumatan

Pengertian Pemberian terapi sesuai dengan diagnosis


yang ditegakkan dengan memberikan terapi
simtomatis, terapi terkait kondisi fisik/psikis
dan intervensi psikososial untuk mencapai dan
mempertahankan kondisi pulih dari gangguan
penggunaan NAPZA

Standar1 : Layanan terapi gangguan penggunaan


Falsafah dan NAPZA berbasis rawat jalan yang
Tujuan berkesinambungan, manusiawi dan
profesional. Tujuannya adalah membantu
klien menuju dan mempertahankan kondisi
bebas NAPZA (abstinensia) dan memulihkan
fungsifisik, psikologis,sosial dan spiritual.

Standar 2; Berbagai jenis terapi gangguan penggunaan


Jenis NAPZA sesuai dengan diagnosis dan
Penatalaksanaan dilakukan di rawatjalan, yaitu:
dan Pengelolaan

419
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

1. Terapi simtomatik
2. Konseling adiksi / konseling individu
(termasuk pengurangan risiko)
3. Motivational Interviewing (motivational
enhancement therapy)
4. Pencegahan kekambuhan
5. Rujukan pelayanan spesialistik bilamana
perlu (psikiatri, penyakit dalam,
neurologi.dll) melihat pada standar
pelayanan komorbiditas

Pillhan Lainnya;
6. Cognitive Behaviour Therapy
7. Konseling keluanga
8. Konseling pasangan / marital
9. Konseling vokasional
10.Family Support Group

Tenaga (petugas) yang diperlukan dalam


melakukan layanan rehabilitasi:
1. Terapisimtomatik;Dokteryangterlatih
2. Konseling Adiksi ; Dokter, perawat,
psikolog klinis, pekerja sosial, konselor
adiksi, sarjana agama, pendidik yang
terlatih.
3. Motivational Interviewing : Dokter,
perawat, psikolog klinis, pekerja sosial,
konselor adiksi, sarjana agama, pendidik
yang terlatih.
4. Cognitive Behaviour Therapy : Dokter,
perawat, psikolog klinis, pekerja sosial,
konselor adiksi, sarjana agama, pendidik
yang bersertifikat.
5. Konseling individu ; Dokter, perawat,
psikolog klinis, pekerja sosial, konselor
adiksi, sarjana agama, pendidik yang
terlatih.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

6. Konseling keluarga : Psikolog klinis,


psikiater, dokter, perawatjiwa yang terlatih.
Konseling pasangan / marital:SDA
Konseling vokasional : Pekerja sosial,
psikolog klinis.
Pencegahan kekambuhan : Konselor
adiksi, . pekeija sosial, perawat, psikolog
klinis, dokter yang terlatih.
10. Rujukan pelayanan spesialistik: Dokter

Standar 4: Saranadan pra-sarana meliputi:


Fasilitas dan a. Ruang kegiatan klien yang terpisah dari
Peralatan ruang kerja staf
Sarana olah raga dan rekreasi/kesenian
Ruang tamu atau ruang untuk berkunjung
Ruang tidur
Kamarmandi: Toilet/refreshroom
Dapurdangudang
Hall atau ruang serbaguna (ruang makan,
pertemuan,seminar,grupsesi,dll)
Ruang kantor
Ruang ibadah
Peralatan dan furniture yang sesuai
dengan setiap fungsi dan ruangan dan
program.

Standar 5: Kebijakan dan prosedur berdasarkan:


Kebijakan dan • Pedoman Penatalaksanaan Medik
Prosedur Gangguan Penggunaan NAPZA
• Pedoman Pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif Berbasis RS
• Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Rehabilitasi

421
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Standar 6: Petugas pemberi layanan rehabilrtasi periu


Pengembangan mengikuti pelatihan penyegaran dengan
Staf - Program modul yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pendidikan Kesehatan.

Petugas pemberi layanan rehabilitasi periu


mengikuti pelatihan pelatihan tertentu dengan
modul yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan, yaitu:

• Pelatihan farmakoterapi gangguan


penggunaan NAPZA untuk terapi
simtomatik
• Pelatihan dasar adiksi NAPZA: konseling
adiksi dan pencegahan kekambuhan
• Pelatihan Motivational Interviewing
• Pelatihan Cognitive Behavioral Therapy
• Pelatihan Konseling Keluarga / Marital /
Kelompok

Indikatormutu

70% klien bertahan dalam program


minimal 3 bulan
Kualitas hidup klien meningkat dari kondisi
awal masuk setelah klien bertahan dalam
program minimal 3bulan
Kondisi depresi klien menurun dari kondisi
awal masuk setelah klien bertahan dalam
program minimal 3 bulan
Klien tidak menunjukkan penggunaan
NAPZA di luar resep pada pemeriksaan
urin acak(random urinalysis)
Klien menunjukan kepuasan terhadap
pelaksanaan program
HENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

E. Pelayanan Rawat Jalan Rumatan

Pengertian Merupakan suatu terapi jangka panjang


minimal 6 bulan bagi klien ketergantungan
opioida dengan menggunakan golongan
opioid sintetis agonis atau agonis parsial
dengan cara oral/sub-lingual dibawah
pengawasan dokter yang terlatih, dengan
merujukpada pedoman nasional.

Standar1: Layanan terapi ketergantungan opioida yang


Falsafah dan bersifat pragmatis dengan tujuan utama
Tujuan mengurangi dampak buruk yang disebabkan
gangguan penggunaan opioida.

Standar 2: 1. Agonis(Metadon):
Jenis • Merujuk pada pedoman nasional
Penatalaksanaan program terapi rumatan metadon.
dan Pengelolaan 2. Agonis Parsial (Buprenorfin /buprenorfin +
naloxon)
• Merujuk pada pedoman klinis
penatalaksanaan ketergantungan
opioid dengan buprenorfin (modul
Kementeiian Kesehatan).

Standar 3: Tenaga dan petugas yang sudah mengikuti


Sumt)er Daya pelatihan dalam terapi rumatan terdiri dari:
Manusia 1. Dokter umum dan atau spesialis
kedokteranjiwa
2. Perawat
3. Psikolog
4. Pekeijasosial
5. Apoteker/AsistenApoteker
6. Petugas Rekam Medis
7. Petugas Laboratorium

423
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Konselor
9. Petugas keamanan
Petugas no 1, 2, 3,4,5 dan 8 harus terlatih di
bidang terapi rumatan Petugas no 6, 7 dan 9
setidaknya mengetahui garis besar terapi
rumatan

Standar 4: Sarana dan prasarana yang menunjang


Fasilitas dan beijalannya terapi rumatan metadon di rawat
Peralatan jalan, yaitu:

Sarana
1. Lokasi: sebaiknya d'ltempatkan di area
yang tidak banyak bersinggungan
dengan pasien umum untuk
alasan privasi.

2. Ruangan: mengacu pada pedoman


nasional PTRM

Memiliki beberapa ruangan yang


terdiri dari ruangan untuk ruang
tunggu, pemeriksaan kesehatan,
konseling individual, konseling
kelompok, tempat memberikan
obat, penyimpanan sementara,
dan penyimpanan tetap. Ruang
tempat penyimpanan obat harus
aman dan terjaga, dekat dengan
pos petugas keamanan.

Ruang atau loket untuk pemberian


dosis hanya memungkinkan satu
orang diiayani pada satu saat.
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Loket tersebut harus ada


pengamanan khusus, yaitu
adanya pemisah antar pemberi
obat dengan penerima
metadon.

Prasarana

1. Cahaya
Seluruh ruangan dalam sarana pelayanan
PTRM adalah ruangan yang memiliki
kecukupan cahaya baik dengan listrik
maupun cahaya matahari serta memiliki
ventilasi yang memadai.

2. Limbah
Sarana pelayanan PTRM harus memiliki
tatacara pembuangan limbah sesuai
pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk
limbah padat dan cair (tempat untuk cud
gelas).

3. Tempatcud tangan
Sarana pelayanan PTRM harus memiliki
tempat cud tangan sebagai salah satu
upaya kewaspadaan baku dan
kewaspadaan transmisi.

Peralatan:
A. Rumatan Metadon
1. Peralatan medik
- Pompa pengukur dosis untuk metadon
- Sediaan metadon.
- Stetoskop
- Tensimeter
- Timbangan
- Tempattidur periksa

425
pi
'h*f

MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

- Step stool
- Peralatan pertolongan pertama:
semprit suntik, desinfektan, kapas,
obat-obat gawat darutat lain dan
nalokson(Narcan).

2. Peralatan Nonmedik
- Gelas+ aqua
- BotoluntukTHD
- Meja, kursi
- Alattuiiskantor
- Komputer(jikameniungkinkan)
- Telepon
- Tempat khusus untuk membawa
sedlaan metadon dari Instalasi farmasi
kePTRM

B. Rumatan Buprenorfin:
1. Peralatan medic mencakup
- Stetoskop
- Tensimeter
- Tlmbangan
- Tempattidurperiksa
- Step stool
- Peralatan pertolongan pertama:
sempritsuntik,desinfektan, kapas
2. Peralatan Nonmedik
- Meja, kursi
- Alattuiiskantor
- Komputer Qika memungkinkan)
- Telepon
- Lemariobat
Untuk rumatan buprenorfin dapat dilakukan
dengan setting pelayanan bersama rumatan
metadon atau terpisah di rawat jalan dengan
pengambilan obat di bagian farmasi.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Standar 5: Pedoman Penatalaksanaan Medik


Kebijakan dan Gangguan Penggunaan NAPZA.
Prosedur Pedoman Pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif Berbasis RS
Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Rehabilitasi
Pedoman Nasional Pelayanan Terapi
Rumatan Metadon
Pedoman Nasional Pemberian Terapi
Buprenorfin

Standar 6: Pelatihan yang wajib diikuti oleh petugas


Pengembangan kesehatan:
Staf- Program o Pelatihan dasar program terapi rumatan
Pendidikan metadon
o Pelatihan penatalaksanaan terapi
buprenorfin
Pelatihan penyegaran lain yang diselenggarakan
dengan modul dari Kementerian Kesehatan
atau ikatan profesi terkait

Standar 7: Indikatormutu:
Evaluasi - o Klien bertahan dalam program minimal 3
Pengendalian bulan
Mutu o Kualitas hidup klien meningkat dari kondisi
awal masuk setelah klien bertahan dalam
program minimal3bulan
o Kondisi depresi klien menurun dari kondisi
awal masuk setelah klien bertahan dalam
program minimal 3bulan
o Klien tidak menunjukkan penggunaan
NAPZA di luar resep pada pemeriksaan
urin acak(random urinalysis).
0 Klien menunjukan kepuasan terhadap
pelaksanaan program.

427
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

F. Pelayanan Penatalaksanaan Dual Diagnosis

Pengertian Pelayanan medikopsikiatrik terhadap


gangguan/penyakit kejiwaan yang secara
bersamaan terdapat pada individu yang
mengalami gangguan penggunaan NAPZA
dalam suatu periode, baik itu merupakan
penyakit primer maupun sekunder yang satu
sama lain saling terkait dan dapat
memperburuk kondisi klinis klien.

Standar1 : Perlakuan medikopsikiatri yang non


Falsafah dan diskriminatif pada kondisi dual diagnosis
Tujuan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
klien.

Standar 2; Pelayanan dapat dilaksanakan rawatjaian dan


Jenis rawat inap. Penatalaksanaan yang diberlkan
Penatalaksanaan disesuaikan dengan pelayanan yang tersedia
dan Pengelolaan pada layanan kesehatan.

Minimal:
> Farmakoterapi
1. Antipsikotik/Neuroleptika
a) Golongan dengan potensirendah
contoh:Chlorpromazine,Clozapine
b) Golongan dengan potensitinggi
contoh: Flufenazine, risperidone
Indikasi penggunaan obat anti
psikosis:
- Schizofrenia akut dan kronis
- Psikosis akut Lin; termasuk
psikosis organic
- Depresi berat dengan
gambaran psikosis yang jelas
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Antidepresan
a) yangbersifatsedatif
contoh:imipramin,amoxapene
b) yang bersifat aktivasi/non-sedatif
contoh:fluvoxamine,tianeptine
3. Obatanti mania
contoh:carbamazepine,clonazepam
4. Obatantlanxietas
contoh: golongan benzodiazepine
(diazepam), golongan non-
benzodiazepine(buspirone)
5. Ob^tantiinsomnia/hipnotlk
contoh: flurazepam, estazolam,
triazolam
6. ObaianWhiperaktivitas
contoh: metilfenidate
7. Obatantikonvulsl
contoh:fenobarbital,diazepam
8. Obatanti parkinsonisme
contoh:trihexyphenidyi,diphenhydramine

> Konseling individual

> Pendidikan keluarga


Layanan lainnya (disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya yang ada):
- Psikoterapi
- Terapi keluarga
- Terapi rekreasionai(seni,olah raga,dll)

Standar 3: Farmakoterapi dilakukan oleh:


Sumber Daya 1. dokterumum
Manusia 2. psikiater

429
HENTER]KESEHA1AN
REPUBUK INDOIffiSIA

Konseling dilakukan oleh:


1. psikiater
2. psikolog klinis
3. perawatjfwa
4. dokterumumtertafih
5. pekeqasosial

Psikoterapi dilakukan oleh:


6. psikiater
7. psikolog klinis
8. perawatjiwa

Terapi keluarga dilakukan oleh:


1. psikiater
2. psikolog klinis

Terapi rekreasionaidilakukan oleh:


1. instruktur
2. konselor
3. psikolog klinis
4. perawatjiwa
5. pekeqasosial

Standar4: • Fasilitas dasar/minimal:


Fasilitas dan 1. Ruangperiksa
Peralatan 2. Instrumendiagnostikpsikiatrik

• Fasilitas lanjutan:
1. BedRksasi
2. Aiat-alat fiksasi (Baju fiksasi, Manset
Rksasi)
3. Ruangisolasi
4. Ruangkonseling/psikoterapi
5. Alatterapi rekreasionai
6. Ruangrekreasi

430
^V/l

MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Standar 5: Pedoman Penatalaksanaan Penyalahgunaan


Kebijakan dan NAPZA dan Gangguan Jiwa di Sarana
Prosedur Pelayanan Kesehatan Umum
Pedoman Penatalaksanaan Medik
Gangguan Penggunaan NAPZA
Pedoman Pelayanan Terapi dan
Rehabilltasi Komprehensif Berbasis RS
Pedoman Penyelenggaraan Sarana
Rehabllitasi

Standar 6: Kualifikasi dasar/ minimal:


Pengembangan - pelatihan dasar adiksi NAPZA
Staf - Program - pelatihan diagnosis dan terapi gangguan
Pendidikan jiwa di pelayanan dasar
- pelatihan konseling dasar komorbiditas

Kualifikasi tambahan
- pelatihan terapi keluarga
- pelatihan psikoterapi
- pelatihan konseling
- pelatihan terapi rekreasional

Standar 7: Indikatormutu:
Evaluasi - o Klien bertahan dalam program minimal 3
Pengendalian bulan
Mutu o Situasi mental emoslonal klien mencapai
kondisi stabil dalam waktu 3 bulan berada
dalam program
0 Klien dapat mengikuti tugas-tugas yang
diben'kan dalam waktu setidaknya 3 bulan
berada dalam program
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

G. Pelayanan Tes Urin NAPZA

Pengertian Pengertian: tindakan pemeriksaan urin akan


adanya NAPZA (kecuali alkohol) pada tubuh
seseorang dengan menggunakan berbagai
metode, untuk menunjang penegakan
diagnosis dan tindakan. tidak untuk proses
penegakan hukum.

Standar 1 : Pelayanan pemeriksaan urin yang bersifat


Falsafah dan non-diskriminatifdan tidak menghakimi.
Tujuan
Tujuan dilakukan tes urin:
a. Membantu menegakkan diagnosis
b. Membantu menentukan terapi selanjutnya
c. Membantu memonitor kemajuan klien
dalam fase penyembuhan

Standar 2: Tes urine harus disertai dengan wawancara


Jenis dan pemeriksaan klinis yang dapat
Penatalaksanaan memperkuat hasil pemeriksaan tersebut.
dan Pengeloiaan Tlpedasar
- Tes cepat(menggunakan test pack)
Tipe lanjutan
- Tes menggunakan peralatan laboratorium
metode EMIT/ETS dengan konfirmasi
melalui GCMS bila sarana memadai.

Standar 3: Pemeriksaan cepat dapat dilakukan oleh:


Sumber Daya - Analis
Manusra - Dokter
- Perawat
- Konselor
- Psikolog
- Pekerjasosial
Interpretasi hasil dilakukan oleh:
- Dokter
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pemeriksaan laboratorium;
- Analis
- Dokter spesialis patologi klinik
Interpretasi hasil dilakukan oleh:
- Dokterspesialis patologi klinik
- Dokter

Pemeriksaan cepat:
- Test pack

Pemeriksaan laboratorium:
Reagensia NAPZA yang telah terdaftar di
Kementerian Kesehatan
- EMIT/ETS
- Ruangan laboratorium
- Sarungtangan
- Peralatan laboratorium terkait

Kebijakan dan prosedur berdasarkan:


o Pedoman Penatalaksanaan Medik
Gangguan Penggunaan NAPZA3
o Pedoman Pelayanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif Berbasis RS

Standar 6; Dokter pembaca hasil:


Pengembangan - Terlatih dalam membaca hasil tes urin
Staf - Program NAPZA
Pendidikan Analis
- Terlatih dalam pengambilan sampel unn
dan pemeriksaan laboratorium urin
NAPZA
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Standar 7: Indikatormutu:
Evaluasi - 0 Tingkat keluhan klien atas hasil tes urin
Pengendalian minimal
Mutu 0 Klien menunjukan kepuasan terhadap
pelaksanaan program

H. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Standar1 : Pencatatan dan pelaporan pada berbagai
Falsafah dan iayanan terapi dan rehabil'itasi Napza, baik
Tujuan yang berbasis lembaga kesehatan maupun
non-kesehatan, yang bersifat komprehensif
daninformatif.

Tujuan pencatatan dan pelaporan:


a. Sebagai alat untuk memantau pelayanan
kesehatan, baik bag! kepentingan klien
yang bersangkutan, maupun petugas
kesehatan yang melayani
b. Sebagai bahan masukan bagi pihak
perencana dan penyusun kebijakan.

Standar 2: Untuk lembaga kesehatan:sistem pencatatan


Administrasi dan dan pelaporan bersifat berjenjang dari
Pengelolaan Puskesmas/RSU/RSJ kepada Dinas
Kesehatan dan Kementerian Kesehatan
(tembusan kepada Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa).
Untuk lembaga non-kesehatan pelaporan
disampaikan kepada Dinas Kesehatan dan
Kementerian Kesehatan (tembusan kepada
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa).
Format disiapkan oleh masing-masing
lembagamengikuti contoh format pelaporan
yang tersedia(terlampir).

434
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Standar 3: 0 Penyelenggaraan kegiatan pencatatan


Staf- Pimpinan dan pelaporan dilakukan oleh staf khusus.
0 Kualifikasi staf diupayakan sesuai dengan
tugas yang dilaksanakan

Standar 4; Pencatatan dan petaporan pelayanan


Fasilitas dan gangguan penggunaan NAPZA pada
Peralatan lembaga layanan Terapi Rehabilitasi Napza
menggunakan Formulir Data Men Gangguan
Penggunaan NAPZAdan Dual Diagnosa.

Standar 5: Formulir Data Klien Gangguan Penggunaan


Kebijakan dan NAPZA dan Dual Diagnosa dilaporkan satu
Prosedur tahun sekali.

Standar 6; Staf bagian pencatatan dan pelaporan serta


Pengembangan petugas kesehatan yang menangani masalah
Staf - Program Gangguan penggunaan Napza perlu
Pendidikan mengikuti pelatihan penyegaran terkait
dengan sistem pencatatan dan pelaporan
yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan, Instansi terkait, serta Organisasi
Profesi.

Standar 7: Indikatormutu;
Evaluasi - 0 Tersedianya data yang sesuai dengan
Pengendalian kebutuhan pengisian formulir pada catatan
medik/catatan kasus klien
0 Terkirimnya laporan klien Gangguan
penggunaan Napza secara ajeg

435
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

IV. PERANPUSATDANPROVINSi

Reran Pusat dan Provinsi dalam pelaksanaan Standar Pelayanan


Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penggunaan NAPZA adalah
sebagai berikut:

A. Pengorganisasian:
a. Menteri Kesehatan/Gubernur bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan pelayanan Terapi dan Rehabilitasi
Gangguan Penggunaan NAPZA(TR NAPZA)sesuai Standar
Pelayanan TR NAPZA yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit
Ketergantungan Obat, Unit Layanan NAPZA Rumah Sakit
Jiwa Pusat / Provinsi/ RSUP/RSD/Puskesmas/RS
Swasta/Panti rehabilitasi sosial Napza.
b. Penyelenggaraan pelayanan TR NAPZA sesuai Standar
Pelayanan TR NAPZA sebagaimana dimaksud dalam butir a
secara operasional dimonitoring dan dievaluasi oleh Dinas
Kesehatan Provinsi.

B. Pelaksanaan dan Pembinaan


a. Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Unit Layanan NAPZA
Rumah Sakit Jiwa, dan Panti Rehabilitasi Sosial wajib
menyelenggarakan pelayanan TR NAPZA sesuai dengan
Standar Pelayanan TR NAPZA yang disusun oleh Pemerintah
Pusatdan diadopsi dan disahkan oleh Kepala Daerah.
b. Pemerintah Daerah wajib menyediakan sumber daya yang
dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
jiwa yang sesuai dengan Standar Pelayanan TR NAPZA.
c. Pemerintah Pusat dan Provinsi memfasilitasi penyelenggaraan
pelayanan TR NAPZA sesuai Standar Pelayanan TR NAPZA.
d. Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar
teknis, pedoman,bimbinganteknis, pelatihan, meliputi:
1). Perhitungan kebutuhan pelayanan rumah sakit
ketergantungan obatdan unit layanan NAPZA rumah sakit
jiwa sesuai StandarPelayanan TR NAPZA.

436
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2). Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja


pencapaian target Standar Peiayanan TR NAPZA.
3). Penilaian pengukuran kinerja.
4). Penyusunan laporan kinerja dalam menyeienggarakan
pemenuhan standar peiayanan TR NAPZA.

C. Pengawasan
a. Gubemur meiaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan
peiayanan TR NAPZA melalui Dinas Kesehatan sesuai Standar
Peiayanan TR NAPZA di daerah masing-masing.
b. Gubernur menyampaikan laporan pencapaian kinerja
peiayanan TR NAP^ di rumah sakit ketergantungan obat,
unit layanan NAPZA rumah sakit jiwa dan panti rehabiiitasi
sosiai sesuai standar peiayanan TR NAPZA yang ditetapkan,
melalui Dinas Kesehatan.

V. PENUTUP

Masaiah gangguan penggunaan NAPZA adalah penyakit otak yang


menimbulkan dampak fisik, psikoiogis dan sosiai. Gangguan
penggunaan NAPZA tergolong sebagai penyakit kronis kambuhan,
dimana untuk proses pemulihannya memakan waktu relatif cukup
lama dan melibatkan berbagai pendekatan dan latar belakang profesi.
Standar Peiayanan Terapi dan Rehabiiitasi Gangguan Penggunaan
NAPZA ini menjadi acuan dalam pengembangan dan
penyelenggaraan layanan TR NAPZA yang dilaksanakan di rumah
sakit ketergantungan obat, unit-unit layanan TR NAPZA di rumah sakit
jiwa/rumah sakit umum, maupun fasiiitas layanan TR NAPZA lainnya
yang melibatkan profesi kesehatan.

Standar Peiayanan Terapi dan Rehabiiitasi Gangguan Penggunaan


NAPZA ini mengatur bagaimana sebuah layanan TR NAPZA
diselenggarakan, termasuk indikator minimal penyelenggaraan TR
NAPZA dan kompetensi petugas yang dibutuhkan. Yang tidak kalah
penting, penyelenggaraan program TR NAPZA dapat dilakukan oleh

437
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

sektorpemerintah, swasta maupun masyarakatsecara umum. Bentuk


pendekatan pun bersifat variatif, disesuaikan dengan sumber daya
yangada.

Menyadari bahwa berbagai penelitian terkait gangguan penggunaan


NAPZA berkembang dengan sangat cepat, standar ini akan
senantiasa diperbaharui sehingga dapat mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan yang terkait dan dapat menyajlkan petunjuk
pelaksanaan yang selalu berbasis buktl{evidence basedpractices).

MENTERI KESEHATAN,

IG RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH


MENTERIKESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 422/MENKES/SK/III/2010
TENTANG
PEDOMAN PENATALAKSANAAN MEDIK GANGGUAN
PENGGUNAAN NAPZA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa gangguan penggunaan NAPZA merupakan


masalah kompleks yang penatalaksanaannya
melibatkan banyak bidang keilmuan baik medik
maupun non medik;

b. bahwa dipeiiukan suatu acuan dalam penatalaksanaan


medik gangguan penggunaan NAPZA sesuai dengan
standardan berdasarkan kebutuhan pasien;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada hurufa dan huruf b, periu menetapkan
Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan
Penggunaan NAPZA dengan Keputusan Menteri
Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang


Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika
dan Psikotropika (United Nation Convention Against
liiict Trafic in Narcotic Drugs and Psycotropic
Substances),(Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Repubiik Indonesia Nomor3673);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 1999
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Repubiik
Indonesia Nomor3848);

439
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3848);
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagatmana tetah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4844);
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran. Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17


Tahun 2002tentang Badan Narkotika Nasionai;
11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/Menkes/
SK/X/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/XI1/2005 tentang Organisasi dan Tata Keija
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
. terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/l/2009;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor486/Menkes/
SK/IV/2007 tentang Kebijakan dan Rencana
Strategis Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya
(NAPZA);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
KESATU : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PEDOMAN PENATALAKSANAAN MEDIK
GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA.
KEDUA Pedoman Penataiaksanaan Medik Gangguan
Penggunaan NAPZA sebagaimana dimaksud daiam
Diktum Kesatu tercantum dalam Lampiran Keputusan
ini.
KETIGA Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Kedua digunakan sebagai acuan oleh tenaga
kesehatan dalam penataiaksanaan medik penggunaan
NAPZAdifasilitas pelayanan kesehatan.
KEEMPAT Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
pedoman ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota,dengan melibatkan organisasi profesi
terkaitsesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

441
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

KELIMA Keputusan ini mulai beriaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Maret 2010

TERI KESEHATAN,

NDANG SEDYANINGSIH, MPH,Dr. PH

442
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor:422/MENKES/SK/III/2010
Tanggal:31 Maret2010

PEDOMAN PENATALAKSANAAN MEDIK GANGGUAN


PENGGUNAAN NAPZA

I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Masalah gangguan penggunaan NAPZA (narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain) mempakan problema kompleks yang
penatalaksanaannya melibatkan banyak bidang keilmuan (medik
dan non-Medik). Penatalaksanaan seseorang dengan
ketergantungan napza mempakan suatu proses panjang yang
memakan waktu relatif cukup lama dan meliba^an berbagai
pendekatan dan latar belakang profesl. Gangguan penggunaan
NAPZA mempakan masalah bio-psiko-sosio-kultural yang sangat
mm'itsehingga perlu ditanggulangi secara multidisiplinerdan lintas
sektoral dalam suatu program yang menyelumh (komprehensif)
serta konslsten. Pedoman ini hanya memfokuskan pembahasan
pada penataaksanaan medik-kedokteran.

Gangguan penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif


Lain (NAP^) mempakan masalah yang menjadi keprihatinan
dunia intemasional di samping masalah HIV/AIDS, kekerasan
(violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan
global dan kelangkaan pangan. WHO memperkirakan bahwa
jumlah pengguna tembakau sebanyak 1.1 milyar orang,
penggunaa alkohol sebanyak 250 juta orang, dan pengguna
NAPZA lain sebanyak 15 juta orang di selumh dunia. Global
Burden of Diseases (GBD) yang diakibatkan dan yang terkait
dengan pengunaan NAPZA adalah sebesar 8,9% sedangkan
Global Mortality Rate akibat penggunaan NAPZA sebesar 12.4%
dan Disable Adjusted Life Years (DALYs) sebesar 8.9 %.

443
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Gangguan penggunaan NAP2Adalam pola tertentu berkaitan erat


dengan penularan HIV/AIDS dan daiam batas tertentu juga
dengan kekerasan dan kemiskinan.

Menurut Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas)tahun 2007, perilaku


merokok di Indonesia secara nasional pada kelompok umur 10
tahun keatas adalah sebesar 29.2%, sedangkan perilaku minum
alkohol selama 12 bulan terakhir adalah 4.6% dan dalam 1 bulan
terakhir adalah 3.0%. Sememtara itu prevalensi penyalahgunaan
NAPZA lalnnya di Indonesia sulit untuk diketanui besarannya.
Namun berdasarkan hasil perhitungan estimasi yang dilakukan
oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) diperkirakan ada 3,2 juta
orang (1.5% dari total populasi) di Indonesia mempunyai riwayat
menggunakan NAPZA. Dari Jumlah tersebut diperidrakan hanya
10% yang mendapat layanan daritenaga kesehatan.

Dalam pedoman ini digunakan istHah Gangguan Penggunaan


karena alasan kepraktisan dan istilah NAPZA dipakai agar
konsisten dengan kebijakan Kementerian Kesehatan yang telah
memakai istilah NAPZA sebagai pengganti istilah zat psikoatif
yang dipakai oleh WHO dalam ICD X atau zat {substance) yang
digunakan dalam DSMIV/DSMIVTR.

Gangguan Penggunaan NAPZA pada pasien jarang ditemukan


berdiri sendiri melainkan terdapat bersama dengan gangguan lain
(komorbiditas) seperti depresi atau ansietas, yang dapat terjadi
karena kondisi predisposisi ataupun sebagai akibat penggunaan
NAPZA dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pola
penggunaan NAPZA itu sendiri, khususnya penggunaan dengan
cara suntik, dapat membuat seseorang menderita penyakit
penyulit (komplikasi) seperti HIV/AIDS, Infeksi Menular Seksual
(IMS), hepatitis B atau C dan Iain-Iain.

Pedoman ini diharapkan menjadi acuan bagi petugas kesehatan di


Puskesmas, Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Jiwa di
Indonesia dalam penatalaksanaan pasien dengan kondisifisik dan
psikiatrikterkait dengan gangguan penggunan NAPZA.Termasuk

444
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

didalamnya kasus kegawatdaruratan, intoksikasi dan


komorbiditas. Pedoman ini ]uga memberikan pedoman rujukan,
pencatatan dan pelaporan kasus terkait NAPZA dan prinsip
monitoring dan evaluasi penatalaksanaan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Sebagai acuan bagi petugas kesehatan dalam
penatalaksanaan medikgangguan penggunaan NAPZA.

2. Tujuan Khusus:
a. Memperluas pengetahuan petugas kesehatan tentang
efek klinis penyalahgunaan masing-masing NAPZA pada
diri pasien.
b. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang
penatalaksanaan medik gangguan penggunaan NAPZA
berdasarkan masing-masingjeniszatnya.

C. Sasaran
Sasaran pedoman ini adalah dokter di Puskesmas, Rumah Sakit
Umum dan Rumah Sakit Jiwa yang sudah atau akan
melaksanakan penatalaksanaan medik gangguan penggunaan
NAPZA.

D. Kebijakan
Kebijakan Penanggulangan Penyalahgunaan NAPZA
Kementerian Kesehatan berdasar Kepmenkes Nomor
486/Menkes/IV/2007:
a. Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyalahgunaan
NAPZA melalui upaya promotifdan preventif.
b. Komprehensif dan multi disiplin melalui upaya yang dilakukan
disesuaikan dengan kondisi budaya dan sosial masyarakat
setempat meliputi upaya promotif. preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
c. Pelayanan terapi terintegrasi pada sistem pelayanan
kesehatan yang ada. Rumah Sakit Jiwa milik pemerintah

445
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

menyediakan 10% dari tempat tidur untuk penderita


penyaiahguna NAPZA.
d. Mendukung upaya pemulihan oieh masyarakatdan ex-users
e. Melindungi hak asasi manusia dan keseiamatan klien,
f. Pengurangan dampak buruk{harm reduction)pada pengguna
NAPZAsuntik
g. Keseimbangan dan koordinasi iintas sektor.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, perlu adanya
kerjasama dari berbagai pihak, termasuk dengan LSM dan
swasta. Pemerintah Daerah mendukung dengan
menyediakan tempat dan terapi/obat penyalah penggunaan
NAPZA yang teijangkau, secara beijenjang dari Puskesmas
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Jiwa
h. Pengembangan sistem informasi
L Legislasi dan peraturan perundang-undangan.

E. Pengertian
Berbagai istiiah (terminologi) sering digunakan dalam
pembahasan gangguan berkaitan dengan penggunaan NAPZA.
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial menggunakan
istiiah NAPZA sebagai istiiah pengganti drugs atau substances.
Dunia penegakan hukum dan masyarakat secara umum lebih
mengenalnya dalam istiiah Narkoba.Istiiah substances digunakan
dalam pedoman diagnostik DSMIV-TR {Diagnostic and Statistical
Manual of Mental DisordersRevised), sementara istiiah drugs
digunakan dalam buku-buku WHO{WorldHealth Organization).
1. NAPZA adalah akronim dari Narkotik, Alkohol, Psikotropika,
dan ZatAdiktiflainnya.
2. Narkoba adalah akronim dari Narkotika, Psikotropika dan
Bahan Adiktif lainnya atau dapat pula menjadi Narkotika dan
Bahan Berbahaya lainnya.
3. Substances adalah segala bentukzat kimia yang memiliki efek
spesifik terhadap otak dan tubuh.
4. Drugs adalah setiap zat kecuali makanan, minuman dan
oksigen yang apabila masuk ke dalarn tubuh akan
mempengaruhifungsi fisik maupun psikologis individu,

446
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

5. Penggunaan NAPZA{Substance Use)mempakan istilah yang


berjalan dari sisi diagnostik sesuai dengan klasifikasi ICD-10
{International Classification of Diseases-IO, suatu klasifikasi
WHO). Gangguan Penggunaan NAPZA {substance abuse),
memjuk kepada istilah bahwa NAPZA itu tak patut digunakan,
suatu pandangan sosiokultural yang legal.
6. Pada PPDGJ II dikenal istilah: Gangguan mental organik
akibat NAPZA dan gangguan penggunaan NAPZA yang
mempakan terjemahan dari DSM III (APA1980)yaitu: mental
disorderdue to substance use dan substance use disorder.
7. Pada PPDGJ III dikenal istilah: gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan NAPZA psikoaktif yang mempakan
teijemahan dari ICQ X yaitu: mental and behavioral disorders
due to psychoactive substance use.
8. Ketergantungan NAPZA adalah suatu pola maladaptif dari
penggunaan NAPZA, menimbulkan hendaya atau kesukaran
yang berarti secara klinis, seperti timbulnya toleransi. gejala
putus NAPZA, sulit untuk menghentikan penggunaan,
hambatan pada dunia akademikatau pekerjaan.
9. Gangguan Penggunaan NAPZA; adalah suatu pola
penggunaan NAPZA yang menimbulkan hendaya atau
penyulit/komplikasi yang berarti secara klinis dan atau fungsi
sosial, seperti kesulitan untuk menunaikan kewajiban utama
dalam pekerjaan/mmah tangga/sekolah; berada dalam
keadaan intoksikasi yang dapat membahayakan fisik ketika
mengoperasikan mesin atau mengendarai kendaraan,
melanggaraturan atau cekcok dengan pasangan.
10. Toleransi adalah berkurangnya respons biologis atau perilaku
terhadap penggunaan yang bemlang dari NAPZA dengan
jumlah tertentu, atau kebutuhan meningkatnya jumlah
penggunaan NAPZA untuk mencapai efek yang sama.
Toleransi mencerminkan adaptasi homeostatis tubuh dalam
menghadapi efek dari NAPZAyang digunakan.
11. Toleransi Silang adalah suatu keadaan ketika seseorang yang
toleran terhadap suatu jenis NAPZA psikoaktif, juga toleran
terhadap NAPZA psikoaktif lain yang sifat farmakologinya
sama. Misalnya,orang yang sudah toleran terhadap minuman
kerasjuga toleran terhadap obattidur.

447
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

12. Adverse Tolerance (toleransi yang merugikan) adalah


keadaan ketika untuk timbuinya efek suatu NAPZA,
diperlukan jumlah atau dosis yang semakin sedikit. Hal in!
disebabkan oleh NAPZA yang dipakai tertimbun di dalam otak
cukup lama. MIsalnya, senyawa aktif tetra-hidro-kanablnol
yang terdapat di dalam ganja tertimbun lama di jaringan otak
sehingga dengan memakai ganja sedikit saja, sudah akan
memberi efek atau menimbulkan gejala. Adverse Tolerance
kadang-kadang disebutsensitisasi.
13. Gejala putus NAPZA atau withdrawal syndrome: adalah
timbuinya gangguan fisik dan atau psikologis akibat
dihentikannya penggunaan NAPZA yang sebelumnya
digunakan secara kontinyu.
14. IntoksikasiAkut
Suatu kondisi yang timbul akibat; menggunakan alkohol atau
NAPZA psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran,
fungsi kognitif, persepsi, afek/mood, perilaku atau fungsi dan
respon psikofisiologis lainnya.
15. Penggunaan Yang Merugikan
Pola penggunaan NAPZA psikoaktif yang merusak
kesehatan. Kerusakan tersebut dapat berupa fisik (seperti
pada kasus hepatitis karena penggunaan obat melalui
suntikan diri sendiri atau mental(misalnya episode gangguan
depresi sekunder karena konsumsi berataikohol).
16. Sindrom Ketergantungan
Suatu kelompok fenomena fisiologis, perilaku, dan kognitif
akibat penggunaan suatu NAPZA tertentu yang mendapat
prioritas lebih tinggi bagi individu tertentu ketimbang yang
pernah diunggulkan pada masa lalu. Gambaran utama yang
khas dari sindrom ketergantungan iaiah keinginan (sering
amat kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk menggunakan obat
psikoaktif(baik yang diresepkan maupun tidak), alkohol atau
tembakau. Mungkin ada bukti bahwa mereka yang
menggunakan kembali NAPZA setelah suatu periode
abstinensia akan lebih cepat kambuh daripada individu yang
sama sekali tidak ketergantungan.

448
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

17. Keadaan Putus NAPZA


Sekelompok gejala dengan aneka bentuk dan keparahan
yang teijadi pada penghentian pemberian NAPZA secara
absolut atau relatif sesudah penggunaan NAPZA yang terus
menerus dan dalam jangka panjang dan/atau dosis tinggi.
Onset dan perjalanan keadaan putus NAPZA itu biasanya
waktunya terbatas dan t}erkaitan dengan jenis dan dosis
NAPZA yang digunakan sebelumnya. Keadaan putus NAPZA
dapatdisertai dengan komplikasi kejang.
18. Ketergantungan Rslk adalah keadaan blla seseorang
mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA teitentu
yang biasa la gunakan, la akan mengalami gejaia putus
NAPZA. Selain ditandai dengan gejala putus NAPZA,
ketergantungan fislk juga dapat ditandai dengan adanya
toleransi.
19. Ketergantungan Psikis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA psikoaktif tertentu, seseorang akan
mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan
NAPZAtersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik,
20. Penyakit adiktif {Addictive Disease) adalah sebuah penyakit
dengan kategori kronik, progresif, dan secara potensial fatal
mencakup penggunaan NAPZAatau alkohol.
21. Alcoholism adalah sebuah penyakit adiktif ditandai oleh
penggunaan alkohol dan menggambarkan berbagai simtom
termasuk toleransi, gejala putus, deteriorasi organ, kompuisi,
kehilangan kontrol, dan penggunaan terus walaupun ada
konsekuensi yang merugikan.
22. Blackout adalah satu periode waktu ketika minum alkohol,
yang tidak dapat diingat kembali oleh peminum alkohol itu
keiika sober.
23. Kompuisi (Compulsion) adalah sebuah dorongan kuat untuk
terus menerus menggunakan NAPZA.
24. Nagih (Craving) adalah keinginan untuk menggunakan
NAPZA yang menetap dan berulang. Secara teknis, nagih
adalah satu keadaan kognitif, dimana individu mulai berpikir
tentang bagaimana mereka merasa sementara di bawah
pengaruh NAPZA dan betapa nikmatnya merasakan
perasaan itu iagi.

449
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

25. Abstinensia: keadaan bebas dari NAPZA dalam suatu kurun


waktutertentu
26. Treatment atau terapi, adalah dukungan untuk abstinen dari
zat ilegal. Unit detoksifikasi mendukung abstinen dengan
menolong mengelola simtom putus NAPZA. Program
rehabilltasi mendukung abstinen melaiui psikoterapi individual
dan kelompok. Kelompok anonimous mendukung abstinen
dengan memberikan kelompok teman sebaya yang waras
(sobei).
27. Kambuh {Relapse): kembali menggunakan NAPZA setelah
sebuah periode abstinensia. Beberapa ahli menganggap
kambuh harus mencakup hanya orang-orang yang telah
menyelesaikan atau melengkapi episode terapi formal dan
kemudian kembali menggunakan NAPZA dengan pola yang
serupa atau lebih buruk dari penggunaan sebeium
abstinensia.
28. Waras{sobei)adalah suatu kondisi dimana pasien gangguan
penggunaan NAPZA telah bebas dari penggunaan NAPZA,
berfungsi penuh dalam flingsi sosial dan pekerjaannya, serta
menjalankan pola hidup dan pola pikirsehat.
29. Komorbiditas adalah satu penyakit atau lebih berada secara
bersama-sama pada seorang individu pada suatu saat.
Biasanya merujuk pada adanya gangguan penggunaan
NAPZAsekaligus dengan gangguan mental.
30. Dual Diagnosis/Diagnosis Ganda: kombinasi adiksi dan
masalah psikiatris; pasien yang menderita satu bentuk
gangguan mental, dan yang juga menyalahgunakan NAPZA,
sering disebut pasien dual diagnosis. Seseorang mempunyai
masalah gangguan penggunaan NAPZA dan dapat
didiagnosa juga masalah psikiatris yang signifikan. Istilah ini
telah diterapkan pada masalah yang muncul bersama
{coexisting problems), termasuk kombinasi gangguan
penggunaan NAPZA dan anorexia, bulimia, berjudi,
penyalahgunaan pasangan,danAIDS.
31. Deteriorasi Organ adalah kerusakan yang terukur melaiui
pemeiiksaan medis pada hati atau organ lain karena
penggunaan alkohol atau NAPZA yang berlebihan.

450
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

II. MASALAH KLINIS GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA

A. Tembakau

Tembakau digunakan dalam bentuk rokok, cerutu,tembakau pipa,


tembakau kunyah, dan susur. Paling umum adalah penggunaan
rokok balk rokok putih, kretek maupun cerutu.
Zat berbahaya bag! kesehatan yang dikandung rokok adalah
nikotin, carbon monoksida, dan hydrogen slanida yang diserap
tubuh melalui paru. Nikotin, merupakan zat adlktif dalam
tembakau, karena efek toksiknya digunakan juga sebagai
insektisida.
Tembakau bersifat stimulan dan depresan. Perokok pemula akan
mengalami euforia, kepala terasa melayang, pusing, pening,
debar jantung dan pernafasan meningkat, dan sensasi tingling
pada tangan dan kaki. Perokok kronis akan kurang peka terhadap
cita rasa dan pembauan.
Tak semua perokok pemula menjadi adiksi di kemudian harl,
banyak yang berhenti merokok karena berbagai alasan. Perokok
ketergantungan mengalami masa tak nyaman ketika ia
menghentikan rokok, terjadi gejala putus rokok seperti gelisah,
anxietas, sulittidur, berkeringat, debar jantung dan tekanan darah
menurun,tak bisa konsentrasi, nafsu makan yang kompulsif, sakit
kepala dan sensitif, dapat terjadi. Simtom fisik putus nikotin terjadi
selama satu sampai tiga minggu.
Masalah medik terkait pengguna tembakau dirokok dalam jangka
panjang adalah gangguan pada sistim pernafasan, jantung dan
pembuiuh darah, kanker, sistem digestif, gangguan makan, dan
reaksi alergi. Penggunaan tembakau tanpa dirokok seperti
tembakau kunyah dan hidu,juga mengganggu kesehatan seperti
lesi mulut dan kanker.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

B. Aikohol

Pengguna aikohol dengan ketergantungan disebut juga


alkoholisme.
Aikohol adalah zat yang
£ memproduksl efek ganda

efek depresannya.
Kesadaran atas kedua efek
ini sangat tergantung pada kondisi susunan saraf pusat pada saat
penggunaan aikohol berlangsung. Dengan demlkian efek
penggunaan aikohol juga tergantung pada seting llngkungan
penggunaan dan kepribadian orang yang bersangkutan.

Masalah aikohol menyolok dibeberapa wilayah Indonesia. Media


massa memuat berita beberapa orang meninggal dalam acara
pesta aikohol akibat penggunaan aikohol lokal, atau didapatkan
dalam populasi tertentu penggunaan aikohol yang sulit dihentikan.
Alkoholisme merupakan penyakit dengan empat gambaran
utama:
a. Crawng- keinginan kuat untuk minum
b. Kehilangan kendali diri - tak mampu menghentikan kebiasaan
minum
0. Ketergantungan fisik - simtom putus aikohol seperti nausea.
berkeringat atau gemetar setelah berhenti minum
d. Toleran - kebutuhan untuk meningkatkan Jumlah minum untuk
mendapatkan efek"high"
Alkoholisme mempunyai dampak bahaya serius. Peminum berat
mempunyai risiko kanker, gangguan hati, otak dan organ lainnya
lebih besardaripada bukan peminum.

Bayi yang dilahirkan dari ibu pengguna aikohol dapat mengalami


kecacatan sejak lahir.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Mabuk ketika mengemudi mempunyai risiko besar kecelakaan lalu


lintas,juga nsiko membunuh orang lain atau diri sendlrl.
1. IntoksikasIAlkoholAkut
Intoksikasi dapatdikenall dengan gejala-gejala;
a. Ataksia dan bicara cadel/takjelas
b. Emosi labil dan disinhibisi
c. Napasberbaualkohol
d. Mood yang bervariasi
2. Kompllkasi akut pada intoksikasi atau overdosis:
a. paralisis pemapasan biasanya bila muntahan masuk
saluran pemapasan
b. obstructivesleep apnoea
0. aritmia jantung fatal ketika kadar alkohol darah lebth dari
0,4 mg/ml
3. Gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat
meliputi:
a. penurunan kesadaran,koma atau stupor
b. perubahan status mental
c. kulit dingin dan lembab,suhu tubuh rendah
4. Gejala putuszat alkohol:
Biasa terjadi 6-24 jam sesudah konsumsi alkohol yang
terakhir:
a. Putuszat ringan:
1). Tremor
2). Khawatir dan agitasi
3). Berkeringat
4). Mualdanmuntah
5). Sakitkepala
6). Takikardia
7). Hipertensi
8). Gangguantidur
9). Suhu tubuh meningkat
b. Putuszat berat:
1). Muntah
2). Agitasi berat
3). Disorientasi
4). Kebingungan
5). Paranoia
6). Hiperventilasi

453
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

7). Delirium tremens (DTs) adalah suatu kondisi


emergensi pada putus zat alkohoi yang tidak
ditangani, muncul 34 hari seteiah berhenti minum
alkohoi. DTs mencakup gejala agitasi, restlessness,
tremor kasar, disorientasi, ketidakselmbangan cairan
dan efektrollt, berkeringat dan demam tinggi,
halusinasi lihatdan paranoia,
c. Indlkator untuk kecurigaan putuszat alkohoi
1). ^80gram per hari untuk pria
2). ^60gram per hari untuk wanlta
3). Riwayat peminum berat untukjangka lama
4). Penggunaan depresan CNS lainnya
5). Episode putuszatsebelumnya
6). Adakah gambaran yang berka'itan dengan alkohoi?
7). Riwayat penyakitsebelumnya yang berkaitan alkohoi
8). Indikasi patologis dari pengguna alkohoi berat
9). Gejala (anxietas, berkeringat, tremor, nausea) atau
hal lainnya?
10).Kelainan fisik atau psikologis, cedera, kehamilan,
pembedahan terakhir,dll.
FetalAlcohol Syndrome(FAS)
a. Perempuan hamil yang meminum alkohoi akan membuat
janinnya juga mengkonsumsi alkohoi. Dengan demikian
alkohoi membuat perkembangannya terhambat,
sehingga mengakibatkan gangguan fisik dan perilaku
sepanjang hidupnya. Gangguan utama berat akibat
penggunaan alkohoi pada janin yaitu fetal alcohol
syndrome (FAS). FAS merupakan kelompok masalah
dengan gangguan:
1). Retardasi mental
2). Cacatbawaan
3). Bentukwajah abnormal
4). Masalah pertumbuhan
5). Gangguan sistem syaraf pusat
6). Gangguan memoridan belajar
7). Gangguan penglihatan dan pendengaran
8). Gangguan perilaku
b. FAS menetap selama kehidupan, tidak dapat diperbaiki.
Penderita FAS memerlukan sekolah khusus untuk
mengatasi hendayanya.

464
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. Gambaran Umum Pada Peminum Berat

FIsik Pslkososlal

Pemeriksaan Fisik Soslal


1 Nafas berbau alkohol 1 Problem perkawinan /
1 Hepatomegali/hepatitis pasangan
akut 1 Kekerasan dalam
1 Tanda lain dari peny. keluaiga (fisik/emosi)
Hat! krcnik 1 Absen keija / sekolah
1 kekuningan 1 Prestasi sekolah/keija
1 Palmar erythema buruk
1 Parotid swelling 1 Mengemudi sambil
1 Jaundiced Sdera mabuk
1 Tejangiektasis wajah 1 Kesulitan keuangan
(pelebaran kapiler 1 Depresi/problem perilaku
wajah) pada suami istr'i/anak/
anggota keluarga
Neurological
1 Tremor
1 Atspda
Musculoskeletal dan alat Pslkologls
gerak
1 Trauma 1 imsomnia
1 Keseleo dan tegang 1 fatigue
1 cedera Jaringan lunak 1 depresi
ketikajatuh 1 anxietas/agitasi
1 cedera/luka yang 1 blakcouts
diakibatkan tindak 1 pikiran paranoid/cemburu
kekeiBsan fisik 1 pikiran bunuh diri
(terrriasuk kekerasan
dalam rumah tangga)
1 jarini^an panit yang
tidak berka'itan dengan
pembedahan

455
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Reproduksi
I impotensi
I menstruasi tidak teratur
I infertilitas
I polyuria
Gastrointestinal Perilaku I kebiasaan
I gastritis I ingkarjanji
I mual muntah pagi hari I tidak menepati
I dyspepsia non spesifik kesepakatan rencana
I diare berulang perawatan
I pancreatitis I penyalahgunaan resep
I nafsu makan obat
berkurang
Kardiovaskular
I hipertensl
I stroke hemoragik
I tachyarrhythmias/
palpitations
I berkeringatmalam
I cardiomvoDathv
C. Metamfetamin

Disebut juga; Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, 88,
crank
mm
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Cara penggunaan:
1. Dalambentukpildlminum per oral
tlengan menggunakan kertas
dnnnrn m asapnya
engan menggunakan botoldiihisap
kaca (/nfra
yang nasa/) atau dibakar
dirancanq khusus
diinMas^denaall^S® ka^®"®"ya disebut
glassto,
berbentuk kristal
ice. crystal,
InfrL^vla®"'"" j"9a melalui
Metamfetamine mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmot
bagitu cepat, sehingga''®" "lenlngkatkan
peningkatan dosismood.
teriadiKecanduannya
dalam ianaka
pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irreguiaritas detek
Sososlii®"p»®"
psikososial. Penggunaan jangka panjangber^agar maSteh
akan membuat
seseorang tergariggu mentalnya seca/rLnl? mTnaatei^
?ii memorl
Metamfetamln leblhdan masalah
bersifat adiktifkesehatan mulut yano
dan cendemng berat
mempunvai
metamfeta^S d'bandlngkan amfetamin. Pengguna

KSSgSSS P"«
1 Club drug terdiri dari bermacam - macam zat. Biasanva
digunakan anak muda untuk pesta semalam suntuk pada klub
dansa dan bar. Yang termasuk dalam nninnno.iTJL:f^^^^

457
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

b. Gamma-hydrbxybutyrate (GHB), juga disebut Grievous


Bodily Harm,G,liquid Ecstasy dan Georgia Home Boy
0. Ketamine, nama lainnya Special K, K, Vitamin K, Cat
Valium
d. Metamfetamin, disebut juga Speed, Ice, Chalk, Meth,
Crystal,Crank,Fire, Glass
e. Lysergic Acid Diethylamide (LSD), atau Acid, Boomers,
Yellow Sunshines

2. Club drugs menjadi popular dan sering menjadi pemicu


teijadinya tindak perkosaan.Zat ini dikatakan lebih membawa
dampak serius dibanding alkohol.

D. Amfetamin

Merupakan golongan stimulansia. Nama generik amfetamin


adalah D-pseudo epinefrin yang di sintesa tahun 1887 dan
dipasarkan tahun 1932 sebagai dekongestan. Nama jalanannya
adalah speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate.
Bentuknya berupa bubukwarna putih dan keabu-abuan.
Ada dua jenis amfetamin:
1. MDMA {Methylene-dioxy-methamphetamlne), mulai di kenal
sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi yang
berbentuk pil atau kapsul.
Nama lain: xtc,fantasy pils, inex, cece,cein, i. Saat ini Ekstasi
tidak selalu berisi MDMA karena merupakan NAPZA yang
dicampur zat lain (designer drugs) untuk mendapatkan efek
yang diharapkan /dikehendaki.
2, Metamfetamin,yang telah di bahas lebih detail pada butir C di
atas.

458
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

EfekAmfetamin:
1. Efek Psikologis dan Fisik akut:
Dosis rendah Dosis tinggi
Susunan • Peningkatan Stereotipi atau perilaku
Saraf stimuiasi,i nsomn ia,d izzi yang sukar ditebak
Pusat, ness,tremor ringan Perilaku kasar atau
neurologi. • Euforia/disforia, bicara irasional, mood yang
perilaku berlebihan berubah-ubah,
• Meningkatkan rasa termasuk kejam dan
• percaya diri dan agresif
kewaspadaan diri Bicara tak jelas
• Cemas, panik Paranoid,kebingungan
• Supresi nafsu makan dan gangguan persepsi
• Dilatasi pupil Sakit kepala,
• Peningkatan energi. pandangan kabur,
stamina dan penurunan dizziness
rasa ielah Psikosis (haiusinasi,
• Dengan penambahan delusi, paranoia)
dosis,dapat Gangguan
meningkatkan libido cerebrovaskular
• Sakit kepala Kejang
• Gemerutuk gigi Koma
Gemerutuk gigi
Distorsi bentuk tubuh
secara keseiuruhan

Kardiovaskul Takikardia (mungkin Stimulasi kardiak


ar juga bradikardi (takikardia,angina.MI)
hipertensi) vasokonstriksi/
Palpitasi, aritmia hipertensi
kolaps kardiovaskuler
Pernapasan Peningkatan frekwensi Kesulitan bemapas /
napas dan kedalaman gaga) napas
pernapasan

459
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Gastrointesti • Mual dan muntah • Mulutkering


nal • Konstipasi, diare atau • Mual dan muntah
kram abdominal • kram abdominal

Kulit • kulit berkeringat pucat • kemerahan atau


• hiperpireksia flushing
• hiperpireksia.disfbresis

Olot • peningkatan refleks


tendon

2. Efekfisikdan psikoiogisjangka panjang:


a. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan
b. Gangguan makan,anoreksia atau defisiensi gizi
c. Kemungkinan atrofi otak dan cacatfungsi rieuropsikologis
d. Daerah injeksi: bengkak,skar,abses
e. Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan
partikel amfetamin pada pembuluh darah yang kecil.
f. Disfungsi seksua!
g. Gejala kardiovaskular
h. Delirium dan beberapa gejala psikosis seperti paranoia,
ansietas akut dan halusinasi. Gejala psikosis akibat
penggunaan amfetamin ini {amphetamines induced
psychosis) akan berkurang bila penggunaan zat
dihentikan, bersamaan dengan diberikan medikasijangka
pendek.
i. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau
adanya gangguan makan pada kondisi gejala putus zai;
yang berkepanjangan {protracted with drawal)-
I Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan
konsentrasi.

3. Gejala Intoksikasi;
a. Agitasi
b. Kehilangan berat badan
c. Takikardia
d. Dehidrasi

460
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

e. Hipertermi
f. Imunitas rendah
g. Paranoia
h. Delusi
i. Halusinasi
j. Kehilangan rasa lelah
k. Tidakdapattidur
I. Kejang
m. Gig!gemerutuk,rahang atas dan bawah beradu
n. Stroke
0. Masalah kardiovaskular
p. Kematian

4. Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:


a. Agresifi perkelahian
b. Penggunaan alkohol
c. Berani mengambll risiko
d. Kecelakaan
e. Sex tidak amen
f. Menghindar darl hubungan soslal dengan sekitamya
g. Penggunaan obat-obatan lain
h. Problem hubungan dengan orang lain

5. Gejalaputuszat:
a. Depresi
b. Tidak dapatberistirahat
c. Craving
d. Idebunuhdiri
e. Penggunaan obat-obatan
f. Masalah pekerjaan
g. Pikiran-pikiran yang bizzare
h. Mood yang deter
1. Ketergantungan
j. Fungsisosiafyangburuk

461
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Merupakan golongan opoida semi sintetik, disebut juga: putau,


ptw, etep, pete, H, Junk, Skag, Smack. Heroin dibuat dari getah
buah poppy. DIjual dalam bentuk bubuk putih atau coklat.
Digunakan dengan cara disuntik, di rokok ataupun dihirup.
Pengguna heroin di Indonesia menjadi ancaman besar
penyebaran HIV/AIDS, hepatitis C dan B.

Penggunaan heroin secara terus menerus berkesinambungan


mendorong terjadinya toleransi dan ketergantungan. Dosis yang
terus meningkat membuat penggunanya masuk dafam overdosis,
meskipun overdosis juga merupakan dorongan dari keinginan
bunuh diri. Jika pengguna dengan ketergantungan mengurangi
atau menghentikan penggunaannya akan mengalami gejaia putus
zat yakni gelisah, rasa nyeri otot dan tulang, diare, muntah dan
merinding.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

1. EfekOpioid
Sistim organ Efek
Sistim saraf • analgesi
• euforia
• sedasi, mengantuk, depresi pernapasan
• penekanan refleks batuk
• pupil konstriksi

Gastroitestinal • mual dan muntah


• konstlpasi
• spasme bilier (peningkatan tonus
sflngterOddl)
Endokrin • perubahan hormon sex pada wanita (
kadar FSH dan LH rendah peningkatan
kadar pnolaktin) berdampak pada
dangguan siklus menstruasi, penumnan
libido, galaktoritiea
• penumnan kadar testosterone pada
laki laki, penurunan libido
• meningkatnya hormon anti diuretik
(ADH), penurunan kadar ACTH

Lainnya • gatal-gatal, berkeringat kulit


kemerahan (reaksi histamin)
• kekeringan pada daerah mulut.mata
dan kulit
• pengeluaran urin yang sulit
• tekanan darah rendah

463
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Jarak waktu dari Gejala umum


suntikan
terakhir
6-12jam • mata dan hidung berair, menguap
• berkeringat
12-24 jam • agltasi dan Irltabel
• goosebumps
• berkeringat, perasaan panas dan dingin
• kehiiangan nafsu makan
Lebih dari 24 jam • keinginan kuat untuk menggunakan
heroin (craving)
• kram perut, diare
• kehiiangan nafsu makan,mual.muntah
• nyeri punggunci.nyeri persendian,tangan
atau kaki, sakit kepala
• sulit tidur
• letargi, fatigue
• tidak dapat istir,ahat, iritabel, agitasi
• sulit konsentrasi
• perasaan panas dan dingin, keringat
• meningkat

Hari ke 2 sampal 4 • semua gejala mencapai puncaknya

Harl ke 5 sampal 7 • kebanyakan gejala fisik mulai berkurang.


• nafsu makan mulai kembali

Minggu ke 2 * gangguan fisik mulai menghilang. Dapat


muncul keluhan lain seperti tidak dapat
tidur, rasa lelah, iritabel, craving
..

464
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Beberapa kembali ke poles tidur, level aktivitas dai


minggu sampai mood normal. Meningkatnya kesehatai
beberapa bulan secara umum dan peniarunan craving.

Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan heroin


overdosls.yang dapat berakibat fatal, aborsi spontan, kolaps vena,
gangguan akibat penyuntikan heroin sesama pengguna yakni
infeksi virus yang disebarkan lewat darah seperti HIV/AIDS dan
hepatitis.
Pada ibu hamil pengguna heroin akan memberikan risiko bayi lahir
dengan berat badan rendah dan gangguan perkembangan pada
anak.

Nama lain: Mariyuana. Grass, Hash, Herb, Pot. weed , Bubble


Gum, Northern Lights, Fruity Juice,Afghani#1,dan Skunk

Ganja merupakan kumpulan daun, tangkai, buah kanabis sativa


yang dikeringkan dan dirajang. Ganja dapat pula diolah dalam
bentuk minyak hashish yang merupakan cairan pekat berwarna
coklat. Penggunaannya adalah dengan cara dirokok dengan atau
tanpa tembakau (dilinting), dengan pipa, atau digunakan dalam
campuran dengan zat lainnya.
Penggunaan dengan cara dicampur makanan dan diseduh seperti
teh juga ditemukan di beberapa tempat, namun demikian
pengolahan ganja dengan cara dimasak seperti ini melarutkan
sebagian besarzat aktif ganja. Zat aktif dalam ganja adalah THC
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(delta9-tefrahydrocannablnol). Membran sel syaraftertentu dalam


otak yang mengandung reseptor protein akan mengikat eratTHC.
Baunya menyengat asam-manls. Penggunaan terus menerus
dalam waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan memori,
proses belajar dan perilaku sosial sohingga penggunanya
meninggalkan berbagai aktlvitas sekolah/kerja dan interaksi
sosial. Karena reaksi terhadap rangsang melambat, maka
pengguna sering mengalami kecelakaan,juga dapat terlibat pada
berbagai masalah hukum.
Penggunaan dirokok akan memberikan risiko kanker paru, dan
risiko infeksi dalam jangka panjang. Karena jumlah zat kimia serta
tar pada ganja lebih banyak dari tembakau, maka risiko
penggunaannya lebih besar dari penggunaan rokok tembakau itu
sendiri. Kanabis tidak menyebabkan overdosis yang fatal.
a. Ganja akan memberikan dampak sebagai berikut:
1. Sulitmengingatsesuatu
2. Waktu reaksi melambat
3. Sulitkonsentrasi
4. Mengantukdantidur
5. Anxietas
6. Paranoia
7. Mempengaruhi persepsi seseorang atas waktu
8. Mata merah
b. Dampak bagi fisik adalah sebagai berikut:
1. Tremor
2. Nausea
3. Sakitkepala
4. Menurunnya koordinasi
5. Gangguan pemafasan
6. Nafsu makan meningkat
7. Menurunkan aliran darah ke otak
8. Menurunkan aktivitas organ reproduksi
c. Komplikasi fisik dan psikososial
1). Efekakut
Seperti umumnya dengan zat psikoaktif, efek dari kanabis
tergantung dengan dosis yang digunakan, karakteristik
individu dan kondisi situasi saat penggunaan zattersebut.

466
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Beberapa hal dibawah ini dianggap sebagai efek positif


bagi pengguna,yaitu:
1.1. Perasaan tenang(relaksasi)
1.2.Euforla
1.3. Disinhibisi
1.4. Persepsi penglihatan dan pendengaran
1.5. Nafsu makan meningkat
1.6. Persepsi waktu yang salah
1.7.Gangguan konsentrasi
2). Sedangkan efek akut negatifadalah:
1.1.Ansletas dan panik
1.2. Paranoia
1.3. Haluslnasi pendengaran dan penglihatan
1.4. Gangguan koordinasi
1.5. Kehilangan memorijangka pendek
1.6. Takikardia dan aritmia supraventrikuler
d. Kondisi gejala putuszat kanabis adalah:
1. ansietas,tidak dapat beristirahat dan mudah tersinggung
2. anoreksia
3. tidurterganggu dan sering mengalami mimpi buruk
4. gangguan gastrointestinal
5. keringatmalamhari
6. tremor
Simtom-simtom yang terjadi biasanya ringan dan berakhir setelah
satu atau dua minggu. Pasien dengan putus zat kanabis hanya
memerlukan manajemen simtomatisjangka pendek.
G. Inhalan .

Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek


psikoaktif. Inhalan terkandung dalam barang yang lazim
digunakan dalam rumah tangga sehari-hari seperti lem, hair
sprays, cat, gas pemantik, bisa digunakan oleh anak-anak agar
cepat high. Kebanyakan anak-anak tidak mengetahui risiko
menghirup gas yang mudah menguap ini. Meski hanya dihirup
dalam satu waktu pendek, penggunaan inhalan dapat
mengganggu irama jantung dan menurunkan kadar oksigen, yang

467
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

keduanya dapat menyebabkan kematian. Penggunaan regular


akan mengaklbatkan gangguan pada otak, jantung, ginjai dan
hepar.
1. Inhaian digoiongkan atas4kategorl;
a. Volatile Solvents
1). Zat kimia mudah menguap dalam barang industri dan
rumah tangga atau produk mengandung solven,
masuk dalam golongan in! minyak cat (thinners ),
larutan pembersih cat kuku. degreasers, cairan untuk
drycleaning,gas,lem
2). Solven dalam peralatan kantor dan sen!, masuk
didalamnya cairan untuk koreksi tulisan yang salah,
cairan penanda dan pembersih alat elektronik
b. Aerosol
Aerosol rumah tangga dan cairan penyernprot lainnya
seperti semprotan tata rambut. deodoran, pelapis barang
rumah tangga, pembersih komputer, dan penyemprot
minyak sayur
c. Gas
1). Gas, termasuk gas pemantik api, propane tanks,
whipping cream aerosols dan gas yang dipergunakan
mesin pendingin
2). Gas medik anestesi seperti: ether, chloroform,
halothane,dan nitrous oxide("gas ketawa")
d. Nitrit
Nitrit organik yang mudah menguap termasuk cyclohexyl,
butyl, dan amyl nitrites, biasa disebut "poppers." Amyl
nitrite digunakan dalam prosedurr prosedur pemeriksaan
medik. Nitrit volatil biasanya dijual dalam botol gelas
benA/ama coklat gelap dan diberi label "video head
cleaner," "room odorizer," "leather cleaner," atau "liquid
aroma."
2. EfekbagiKesehatan
a. Jika terhirup dalam konsentrasi yang cukup,inhaian akan
membuat intoksikasi dalam waktu beberapa menit saja
dan tidak lama. Menghirup dengan sengaja untuk
beberapa jam, menyebabkan perasaan terstimulasi, jika

468
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

digunakan dalam jangka panjang akan membuat


penggunanya kehilangan kesadaran. Pengguna solven
kronis akan mengaiami kemsakan otak, hati dan ginjal
yang berat Menghirup semprotan aerosol dalam
konsentrasi yang tinggi akan langsung menyebabkan
kegagalan jantung dalam beberapa menit sampai
kematian. Sindroma ini dikenal sebagal "sudden sniffing
death", dapat terjadi pada satu kali penghiduan yang
dalam. Biasanya digunakan gas butane, propane,dan zat
aerosol kimia.
Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan sufokasi dan
kematian karena menurunnya muatan oksigen dalam
paru dan udara pemafasan. Pengguna biasanya sengaja
menutup wajah dan hidungnya dengan plastic diatas
kaleng aerosol, atau menutup pintu ruangan dan ventilasi
dalam upaya meningkatkan konsentrasizat volatile.
b. Dampak merugikan yang bersifat menetap karena
penggunaan solven adalah:
1). Tuli-toluene (cat semprot, lem, dewaxers) dan
trichloroethylene (zat kimiawi untuk dry-cleaning,
cairan koreksi)
2). Peripheral neuropathi, atau spasme tungkai-hexane
(lem, gas) dan nitrous oxide {whipped cream
dispensers,gas cyiinders)
3). Kerusakan susunan syaraf pusat - toluene (cat
semprot,lem,dewaxers)
4). Kerusakan sumsum tulang - benzene(gas)
c. Gangguan serius yang masih potensial dapat dipulihkan:
1). Kerusakan hati dan ginjal-toiuene-bensl zat dan
chlorinated hydrocarbons (cairan koreksi, cairan
uniuk dry-cieaning)
2). Deplesi oksigen darah-aliphatic nitrites (dikenal
dengan sebutan jalanan:poppers,boid,dan rush)dan
methylene chloride {vamish removers,thinners)
3. Tanda -Tanda Untuk Mendeteksi Penggunaan Yang Terakhir
a. Mata merah dan berair
b. Bersin dan batuk

469
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. Nafas berbau zat kimia


d. Lem,solvent, bekas cat tertinggal pada baju,jari tangan,
hidung.ataumulut
8. intoksikasi terlihat jelas/perliaku menyimpan/berani
mengambil resiko
f. Kebingungan
g. Koordinasi yang lemah
h. Mengeluarkan keringat yang berleblhan
I. Ada tanda-tanda tidak blasa/rash, iritasi Wit dl sekltar
mulutdanhidung
j. SekresI nasal yang berleblhan, secara langsung
menghirup
4. Efekyangdiharapkan:
a. Euforia
b. Rasaglrang
0. Rasamelambung
d. Rasa tidak dapatdilukai/disakiti
e. Disinhibisi
5. Efekjangka pendek/efek negative:
a. Mengantuk
b. "Flu-like"symptoms
0. Mual dan muntah
d. Sakitkepala
e. Diare, nyeri abdominal
f. Pemapasan tidak nyaman
g. Perdarahan hidung dan tenggorokan
h. Perilaku berisiko.
6. Efek Volatile pada dosis tinggi:
a. Berbicara tidakjelas
b. Koordinasi lemah
0. Disorientasi, kebingungan
d. Tremor
e. Sakitkepala
f. Delusi
g. Gangguan penglihatan atau halusinasi
h. Perilaku yang tidak dapat diprediksi:
1). ataxia

470
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

2). Stupor
3). final stages {seizures, coma cardiopulmonary arrest,
death).
Volatile-Overdosis
Dosis tinggi dapat menyebabkan paslen mengalami:
a. Convulsions,seizures,coma
b. Gangguan pernafasan
c. Cardiac arrhythmias
Gangguan atau kematian dapat terjadi karena:
a. Perilaku yang beresiko(tenggelam,jatuh, dll)
b. Suffocation
c. Aspirasimuntahan
d. Terbakar,ledakan
e. Keracunan,kegagalan organ tubuh(pengguna kronis)
f. Laryngeal Spasm (Butane)RespiratoryAriest
g. Keracunan logam (bensin/solar)
Putuszat:
Permulaan dan larnanya Tldak diklasifikasikain dalam DSMIV
tapi sifat dari gejala putus zat yang mernungkinkan dapat
terjadi pada 24-48jam sesudah penggunaan berakhir.
Gejala Putuszat
a. Gangguan tidur
b. Tremor
c. Mudah tersinggung dan depresi
d. Mual
e. Diaforesis
f. Ilusi hilang dengan cepat
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

LSD {lysergic add diethylamide) bentuknya dapat cair, kertas, pil


dan ditelan. LSD merupakan halusinogen kuat yang popular tahun
'60 dan sekarang popular lagi. Bahan kimia tak berbau, tak
berwarna dan dibuat oleh laboratorium gelap. Nama jalanan acid,
blotter acid, microdot, dan white lightning, berefek halusinogen
atau high seperti "trip."
Biasanya digunakan dalam dosis kecil, karena efeknya sangat
kuat. Tetesan kecif diatas kertas, atau di agar-agar atau benda lain
yang dapat meresap caitran lalu ditelan. Semua benda yang dapat
ditelan dan menyerap air dapat digunakan untuk menelan LSD.
Efek halusinogenik dari LSD dapat bertahan 2-12 jam. Selama
masa ini kemampuan pengguna dalam mengambil atau menilai
suatu keputusan dapat terganggu, persepsi visual mengalami
distorsi dan dapat mengalami halusinasi {daya nilai realita
terganggu). , ^ ^
Dampak fisik LSD adalah dilatasi pupil, suhu tubuh meningkat,
tekanan darah naik, halusinasi, dan disorientasi arah-jarak-dan
waktu. Penderita juga dapat mengalami kondisi yang disebut
sebagai bad trip, yaitu timbulnya reaksi panik. paranoia, anxietas.
hilangnya kendali. kekacauan dan psikosis. Pengguna LSD dapat
melukai diri dan orang lain karena simtom psikosisnya.
Efek samping LSD juga disebut "flashback". Penghentian zat ini
dalam beberapa tahun masih dapat memunculkan efek
halusinogen secara tidak menetap dan tanpa tanda-tanda
pendahulu.

Disebut iuga: Blow. C,Coke.Crack. Flake,Snow „


MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Kokain merupakan stimulan yang kuat dan mengakibatkan


ketergantungan kuat pada penggunanya. Dalam upaya
mendapatkan efek high, mereka menggunakan dosis yang makin
lama makin meningkat. Dalam peredarannya, kokain merupakan
bubuk berwarna putih, sebagai bentuk garam kokain hidroklorida
atau freebase. Kokain hidroklorida larut dalam air, digunakan
dengan disuntikan atau dihiou. Bentuk freebase digunakan
dengan cara dibakar seperti rokok. Crack adalah nama jalanan
untuk kokain yang dapat dirokok, bentuknya seperti kristal batu
karang.

Karena cara penggunaannya kokain menimbulkan efek fisik pada


tubuh sebagai berikut:
• Masalah jantung,termasuk serangan jantung
• Gangguan respirasi sampai kegagalan pemafasan
• Gangguan sistem syaraf,termasuk stroke
• Gangguan pencemaan,penurunan nafsu makan

Menggunakan kokain bercampur alkohol akan membentuk


komponen berbahaya yang dikenal sebagai KOKAETiLEN. Yang
membuat efek eforia menjadi kuat dan kemungkinan fatalitas
dengan kematian mendadak
Kokain dalam sistem syaraf pusat akan mengganggu proses
reabsorbsi dopamine, suatu chemical messenger terkait rasa
nyaman dan gerakan, Dengan mekanisme dopamine ini sistem
syaraf dirangsang untuk eforia. Peningkatan perasaan nyaman
membuat penggunanya tidak merasa lelah, dan kesiagaan
meningkat, tergantung rute penggunaan. Makin cepat diabsorbsi
tubuh , makin kencang perasaan high. Makin cepat absorbsi,
makin pendek aksi durasinya. Dengan snorting durasinya 15-30
menit, sementara dirokok durasi efeknya 5 - 10 menit.
Penggunaan yang meningkat membuat perasaan high makin
tinggi dan meningkatkan risiko adiksi
1. Efek yang diharapkan:
a. euforia
b. banyakbicara

473
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. bertambahnya percaya diri


d. energi
e. berkurang keinginan untuk tidur
f. meningkatnya nafsu makan
2. Efek akut pada dosis rendah:
a. anastesi lokal
b. dilatasi pupil
c. vasokonstriksi
d. peningkatan pernapasan
e. peningkatan denyutjantung
f. peningkatan tekanan darah
g. peningkatan suhu tubuh
3. Efek akut pada dosis tinggi(reaksi toksik):
a. stereotiphy, perilaku repetitif
b. ansietas/ agitasi berat/panik
c. agresif/buas
d. kedutan otot/tremor/hilang koordinasi
e. peningkatan refleks
f. gagal napas
g. peningkatan tekanan darah yang bermakna
h. nyeri dada/angina
i. edema paru
j. gagal ginjal akut
k. konvuisi
f. penglihatan kabur
m. stroke akut
n. kebingungan/delirium
o. halusinasi,lebih sering halusinasi dengar
p. dizziness
q. kekakuanotot
r. lemah.nadicepat
s. aritmiajantung
t. iskemi miokardial dan infark
u. berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi( suhu rektal bisa
mencapai41°C)
V. sakit kepaia
w. nyeri perut/mual/muntah

474
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. Efek pada penggunaan kronis:


a. insomnia
b. depresi
0. agresifatauliar
d. kehilangan nafsu makan dan penumnan berat badan
e. kedutan otot
f. ansietas
g. psikosis - delusi paranoid, halusinasi
h. hilang libido dan/atau impotensi
1. peningkatan refleks
j. peningkatan denyutnadi
5. Gejala Putus zat Kokain ( terjadi seteiah beberapa hari
penggunaan kokain)Menurut DSM-IV
a. Mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi)
dan paling sedikit mencakup dua dari gejala di bawah ini;
1). fatigue
2). insomnia atau hipersomnia
3). agitasi psikomotor atau retardasi
4). craving
5). peningkatan nafsu makan
6). mimpiburuk
b. Gejala putuszat mencapai puncaknya dalam 2-4 hari
Gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu. Rute
penggunaan yang berbeda membuat dampak merugikan
yang berbeda pula. Penggunaan dengan cara dihirup
berulang akan membuat perdarahan di hidung, kerusakan
syaraf penciuman, kesulitan menelan, suara serak, dan
pilek kronis. Menelan kokain akan dapat membuat
gangrene usus karena reduksi aliran darah ke usus.
Penggunaan lewat suntikan dapat membuat alergi beret,
dan risiko infeksi yang ditularkan melalui darah seperti
HIV.

J. Benzodiazepin .
Benzodiazepin sering disebut sebagai pil koplo. Benzodiazepin
yang wring disalahgunakan adalah lexotan (lexo), BK, rohypnol
(rohip), dumolit (dum), mogadon (MG) dan Iain-Iain. Semua

475
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

benzodiazepin bersifat:cedatif,ansiolitikdan anti konvulsan,


1. Efekjangka pendek
a. mengantuk,letargi,fatigue
b. gerakan yang tidak terkoordinasi, penurunan reaksi
terhadap waktu dan ataksia
c. penurunan fungsi kognisi dan memorl(terutama amnesia
anterograde)
d. kebingungan
e. kelemahan otot atau hipotoni
f. depresi
g. nistagmus,vertigo
h. disarthria, bicara cadel/tidakjeias
i. pandangan kabur, muiut kering
j. sakitkepala
k. euforia paradoksal, rasa girang, tidak dapat beristirahat,
hipomania dan perilaku inhibisi yang ekstrim (terutama
pengguna dosis tinggi dapat merasa tidak dapat dilukai,
kebal terhadap serangan atau pukulan dan dirinya tidak
dapat dilihat orang sekitarnya)
I. efek potensiasi dengan zat depresan SSP lainnya, misal
alkohol dan opioid yang dapat meningkatkan risiko
penekanan pemapasan

2. Efekjangka panjang
Mirip dengan efekjangka pendek,ditambah dengan:
a. toleransi terhadap efek sedatif/hipnotik dan psikomotor
b. emosi yang "tumpul"(ketidakmampuan merasa bahagia
atau duka sehubungan dengan hambatan terhadap
emosi)
c. sikius menstruasi tidak teratur, pembesaran payudara
d. ketergantungan (dapat terjadi setelah 3 sampai 6 bulan
dalam dosis terapi)
3. Gejalaputuszat
Umumnya mencakup:
a. insomnia
b. ansietas
c. ifitabel

476
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

d. tidakdapatberistirahat
e. agitasi
f. depresi
g. tremor
h. dizziness
4. Jarang terjadi,tapi perlu penanganan serius:
a. kejang (dosis tinggi + alkohoi)
b. delirium
5. Gejala lain mencakup:
a. kedutan otot dan nyeri
b. anoreksia, mual
c. fatigue
d. tinnitus
e. hiperakusis,fotofobia,gangguan persepsi
f. depersonalisasi,dereaiisasi
g. pandangankabur

PCP (phencyclidine) dikenal dengan jalanan sebagai angel dust,


supergrass, killer weed, K J, embalming fluid, rocket fuel dan
sherms, kristal Gangan keliru dengan metamfetamin). Biasanya
digunakan bersama rokok atau marijuana dengan cara dirokok.
PCP adalah zat halusinogenik. Di jalanan mempunyai 50 nama
alias yang menggambarkan efek bizarre sampai efek volatilnya.
PCP seringkali menggantikan mescaline, LSD,THC,atau kokain.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Dalam bentuk yang mumi, PCP berbentuk kristal warna putlh,


mudah larut dalam air. Kebanyakan PCP dibuat di pabrik geiap
sehingga kontamlnannya mengubah warna dari warna kulit
terbakar matahari sampai coklat dan konslstensinya dari bentuk
bubuk sampai seperti permen karet Lazimnya terlihat dalam
bentuk bubuk atau liquid, dan biasanya dibentuk rokok warna
coklat atau dalam bentuk potongan kecil-kecil daun seperti bumbu,
mint, oregano, marijuana, atau ternbakau, dan kemudian dirokok.
Dalam bentuk liquid, PCP dibungkus dalam vial kecil atau botol
gelas kecil. Tanda dan gejala penggunaan PCP:lepas dari realita,
merasa aneh diseputar dirinya. Gerak bola mata cepat dan tak
terkoordinasi, mondar-mandir, numbness, bicara cadel, bicara
terhambat, kehilangan koordinasi gerak.

PCP membuat seseorang mengalami psikosis superti skizofrenia.


Merasa diri kuat, tak peka, percaya diri sekali, distorsi imejsangat
ekstrim. Penggunanya dapat melakukan tindak kekerasan yang
dapat melukai diri sendiri atau orang lain. Psikosis dapat terjadi
pada penggunaan sekali ataupun berulang. Pengawasan ketat
pada pengguna PCP sangat diperlukan karena gejala psikosis
dengan kekerasannya membahayakan diri dan orang lain.
Episode PCP,atau flashbacks, dapat terjadi lama setelah PCP tak
lagidikandungtubuh.

L. Anabolik Steroid
Merupakan zat buatan manusia yang berkaitan dengan hormon
seks laki-laki.Anabolik steorid digunakan dalam dunia medik untuk
beberapa masalah hormonal laki-laki atau penyakit terkait
dengannya.Binaragawan atau atletsering menggunakan anabolic
steroid untuk mendapatkan bentuk otot yang 'jantan'.
Penyalahgunaan anabolik steroid memberikan masalah
kesehatan:
1. Jerawatdankista
2. Pembesaran buah dada dan pengkerutan teslis
3. Suara besar dan berat, tumbuhnya bulu-bulu badan pada
perempuan

478
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

4. Gangguan jantung,termasuk seranganjanturg


5. Penyakit hati,termasuk hepatoma
6. Perilaku agresif

III. PROSEDUR PENATALAKSANAAN GANGGUAN PENGGUNAAN


NAPZA

3.1 Prinsip DasarPenatalaksanaan Umum


Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa prinsip-prinsip
yang diterapkan dafam identifikasi, penatalaksanaan dan
intervensi pada pengguna NAPZA. Beberapa isu yang sangat
terkaitdengan hal Ini meliputi:
Intoksikasi
Penyalahgunaan
Ketergantungan
Tidak semua gangguan penggunaan NAPZA terkait dengan
masalah ketergantungan atau adiksl. Banyak masalah gangguan
penggunaan NAPZA berkaitan dengan pola penggunaan yang
tidak berada dalam taraf ketergantungan tetapi mempunyai risiko
untuk menjadi ketergantungan. Intervensi yang diberikan harus
disesuaikan dengan masalah, pengalaman dan faktor risko yang
ada pada seseorang.

A. Pengenalan Dan Skrining


1. Pengenalan Awal
Pengenalan awal sangat penting karena dapat mencegah
seseorang menjadi ketergantungan atau terjadi
perkembangan kerusakan yang menetap. Akan tetapi
masalah penggunaan NAPZA sangat sulit untuk dideteksi
secara dini, khususnya pada penggunaan tahap awal.
Beberapa alasan mengenai hal ini antara lain:
a. Tidak memahamiapa yang terlihat
b. Kurangwaspada
0. Malu untuk menanyakan masalah ini
d. Tidak tahu apa yang mesti diiakukan ketika mengenali
masalah ini
e. Individu menyangkal atau mengelak

479
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Deteksi Dini Dapat Ditingkatkan Dengan Melakukan:


a. Melakukan penyelidikan/wawancara rutin tentang
penggunaan NAPZA
b. Skrining dengan kuesioner
c. Skrining biologi(pemeriksaan laboratorium)
d. Seringkali melakukan presentasi klinis tentang
penggunaan NAPZA

3. Wawancara Rutin Tentang Penggunaan NAPZA


Dokter mempunyai kesempatan yang sangat bervariasi
untuk melakukan wawancara mengenai penggunaan
NAPZA,seperti dibawah ini:
a. Pasien baru, merupakan bagian dari pengambilan
data awal
b. Pengobatan pasien dengan gangguan kronis,
misalnya pengguna alkohol dengan keluhan
gangguan jantung,diabetes,depresi
0. Pengobatan pasien dengan kondisi akut, misalnya:
trauma, gangguan pencernaan, stress/kecemasan,
masalah psikologis
d. Asesmen sebelum tindakan pembedahan
e. Klinik ibu dan anak serta antenatal care
f. Orang yang akan mengikuti asuransi kesehatan
4. Kuesionir Skrining
Penggunaan kuesioner secara umum meliputi: isu-isu
tentang gaya hidup seperti merokok, diet, olahraga,
penggunaan NAPZA mungkin bukan ancaman bagi
mereka.
Banyak alat yang dapat digunakan untuk melakukan
skrining penggunaan NAPZA pada individu seperti
ASSIST {Alcohol, Smoking, Substance Involvement
Screening Test).

5. Skrining Biologik
a. Beberapa Jenis Pemeriksaan Darah
Beberapa jenis pemeriksaan darah dapat digunakan
untuk skrining penggunaan NAPZA. Namun demikian

480
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

hal ini sering kurang sensitif maupun spesifik daripada


penggunaan kuesloner. Tes untuk skrining bioloqik
termasuk:
1). Pemeriksaan darah perlfer lengkap termasuk
MCV
2). Tes Fungsl Hati termasuk gamma GT
3). Trigllserid
b. Tes Urin
Tes uriri dapat mendeteksi adanya penggunaan
berbagai jenis NAPZA (alkohol, kokaip, kanabis,
benzodia.zepin, barbituratdll.) berdasarkan sisa
metabolitnya. Namun demikian pemeriksaan urin
harus disertai dengan wawancara untuk mendeteksi
adanya penggunaan zat lain yang akan
mempengaruhl basil tes urin (misal: obat batuk yang
mengandung kodein, obat maag yang mengandung
benzodiazepin, obat flu yang mengandung fen
ilpropanolaminlefedrin):
c. Skrining Biologik Untuk Pengguna NAPZA
Termasuk:
1). Pemeriksaan darah perlfer leng.kap termasuk
hitunglekosit
2). Tes Fungsl hati
3). Hepatitis B,C dan HIV/AIDS
B. Asesmen
1. Asesmen secara khusus mempunyai beberapa tujuan:
a. mengidentifikasi perilaku penggunaan NAPZAawal
batas-batas masalah kesehatan akibat efek
iN/\r^^LJ\
c. untuk menilai konteks sosial penggunaan NAPZA balk
terhadap pasien maupun orang lain yang bermakna
d. untuk menentukan intervensi yang akan diberikan
2. Fase asesmen
Ada empat fase penting dalam melakukan asesmen yanq
harus terpenuhi: '^
a. mengembangkan hubungan berdasarkan saling percava
empati dan sikap yang tidak menghakimi

481
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. membantu pasien secara akurat untuk menilai kembali


penggunaan NAPZA mereka, yang mungkin akan
menfasllitasi mereka untuk berubah
c. menfasilitasi untuk mengingat kembali kejadian masa laiu
dan masa kini dan menghubungkarn dengan penggunaan
NAPZAnyasaatini
d. mendorong pasien untuk merefieksi pilihan menggunakan
NAPZA dan konsekuensi dari perilaku penggunaan
NAPZAnya.
3. Secara tradisional pengobatan berhasil dapat diukur dengan
kondisi abstinensia (bebas NAPZA),saat ini lebih ditekankan
pada:
a. Kesejahteraan
b. Pemahaman tentang minum minuman keras dan
penggunaan NAPZAIain
c. Kesiapan untuk berubah
d. Harapan yang terkait dengan penggunaan NAPZA
(penghentian)
e. Fungsi soslal dan dukungan sosial
Semua hal diatas merupakan prediktor keberhasilan daiam
pengobatan penggunaan NAPZA.

C. Penatalaksanaan Gangguan Penggunaan NAPZA Pada


Kondisi Non Gawat Darurat
Individu dengan masalah penggunaan NAPZA pada kondisi tidak
gawat darurat perlu menerima intervensi singkat ataupun
intervensi psikososial, tergantung dari derajat penggunaan yang
dilakukan individu tersebut. Bila diperlukan, pasien dengan
ketergantungan NAPZA tertentu juga dapat menerima
farmakoterapi rumatan ataupun simtomatik.
1. Intervensi Singkat
a. Intervensi singkat ditujukan untuk mencoba merubah
penggunaan NAPZA atau setidaknya mengajak pasien
berpikir ulang mengenai pola penggunaan NAPZAnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi biasanya antara
10 menit hingga 1,5jam.

482
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. Intervensi singkat khususnya dapat dipergunakan untuk


pelayanan dasardi puskesmas dan dapatjuga digunakan
di ruang emergensi, bangsal rumah sakit, dan berbagai
kondisi layanan kesehatan lain. Intervensi
direkomendasikan untuk beberapa kondisi seseorang
seperti dibawah ini:
1). Penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi
belum ketergantungan
2). Ketergantungan alkohol ringan sampaisedang
3). Ketergantungan nikotin/perokok
4). Ketergantungan ringan sampaisedang kanabis
c. Intervensi singkat tidak direkomendasikan untuk kondisi
dibawah ini:
1). Pasien yang kompleks dengan isu-isu masaiah
psikologis/psikiatrik
2). Pasien dengan ketergantungan berat
3). Pasien dengan kemampuan membaca yang rendah
4). Pasien dengan kesulitan terkait dengan gangguan
fungsi kagnitif
Pada kondisi ini direkomendasikan untuk melakukan
wawancara mendalam.

d. Intervensi singkat dapat mengambil berbagai bentuk


formattetapi seringkali termasuk:
1). asesmen singkat
2). mated self - help (materi yang membantu
pemahaman NAPZA pada pasien, contoh : leaflet
tentang penanganan overdosis, cara menyuntik yang
benar pada program harm reduction)
3). informasi tingkat penggunaan yang aman
4). anjuran untuk mengurangi konsumsi
5). pengurangandampakburuk
6). pencegahan kekambuhan
7). asesmen untuk kesiapan berubah termasuk
wawancara memotivasi

483
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8). konseling singkat termasuk pemecahan masalah dan


tujuan
9). follow-up

2. Interyensi Psikososial
Intervensi psikologik mempakan komponen panting dalam
pengobatan yang komprehensif. Dapat diberikan konseling
baik secara indivldu maupun dalam kelompok.
a. Konseling mempakan pendekatan melalui suatu
kolaborasi antara konselor dengan pasien dalam
perencanaan pengobatan yang didiskusikan dan disetujui
bersama. Tidak ada satu pemdekatan psikososial yang
superior, program pengobatan hams disesuaikan dengan
kebutuhan pasien secara individu dengan
mempertimbangkan budaya, jender dan komorbid'itas
yang ada.
b. Konseling secara umum hams meliputi;
1). menghubungkan pasien dengan layanan yang sesuai
dengan kebutuhan
2). mengantisipasi dan mengembangkan strategi
bersama pasien untuk menghadapi berbagai
kesulitan
3). memt>erikan intervensi yang spesifik t)erdasarkan fakta
A), fokus pada sumberdaya yang positif baik secara
intemal maupun ekstemal dan berhasil mengatasi
masalah maupun ketidakmampuan pasien
5). mempertimbangkan secara lebih luas untuk
membantu pasien dalam hal lain seperti makanan,
tempattinggal,keuangan
6). bila sesuai, libatkan dukungan lain untuk
mengembangkan kemungkinan pembahan perilaku
melalui lingkungan dalam layanan pengobatan
maupun lingkungan luar pengobatan
c. Kelompok mutual lainnya seperti Alcoholic Anonymous,
Narcotic Anonymous, Al-Anon (keluarga pengguna
NAPZA) dengan menerapkan terapi 12 Langkah akan
sangat membantu pasien dalam melakukan pembahan
perilaku.

484
MENTERJ KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3.2.Pcnatalaksanaan Medik Kegawatdaruratan Akibat Gangguan


Penggunaan NAPZA
A. Pedoman Umum:
Pasien harus dibedakan sesuai dengan kondisi kiinis, apakah
dalam kondisi emergensi, non emergensi, akut atau kronis.
Secara rinci kondisi kiinis pasien NAPZA dibagi menjadi:
a. Kondisi IntoksikasiAkut/Overdosis
b. Kondisi PutusZat/Putuszat
c. Kondisi Komorbiditas Fisik/Psikiatrik

1. Penatalaksanaan Umum Kondisi Kegawatdanjratan


Penggunaan NAPZA:
a.' llndakan terfokus pada masalah penyelamatan hidup
(life threatening) meialui prosedur ABC (Airway,
Breathing,Circulation)dan menjaga tanda-tanda vital
b. Bila mernungkinkan hindari pemberian obat-obatan,
karena dikhawatirkan akan ada interaksi dengan zat
yang digunakan pasien. Apabila zat yang digunakan
pasien sudah diketahui, obat dapat diberikan dengan
dosisyangadekuat.
0. Merupakan hal yang selalu penting untuk
memperoleh riwayat penggunaan zat sebelumnya
baik meialui auto maupun alloanamnesa (terutama
dengan pasangannya). Bila pasien tidak sadar
perhatikan alat-alat atau barang yang ada pada
pasien.
d. Sikap dan tata cara petugas membawakan diri
merupakan hal yang penting khususnya bila
berhadapan dengan pasien panik, kebingungan atau
psikotik
e. Terakhir, penting untuk menentukan atau meninjau
kembali besaran masalah penggunaan zat pasien
berdasarkategori dibawah ini:
1). Pasien dengan penggunaan zat dalam jumlah
banyak dan tanda-tanda vital yang membahayakan
berkaitan dengan kondisi intoksikasi.

485
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Kemungkinan akan disertai dengan gejala-gejala


halusinasi, waham dan kebingungan akan tetapi
kondisi ini akan kembali normal setelah gejala-
gejala intoksikasi mereda.
2). Tanda-tanda vital pasien pada dasamya stabil
tetapi ada gejala-gejala putus zat yang
diperlihatkan pasien maka bila ada gejala-gejala
kebingungan atau psikotik hal itu merupakan
bagian dari gejala putuszat.
3). Pasien dengan tanda-tanda vital yang stabil dan
tidak memperlihatkan gejala putus zat yang jelas
tetapi secara klinis menunjukkan adanya gejala
kebingungan seperti pada kondisi delirium atau
demensia. Dalam perjalanannya mungkin timbul
gejala halusinasi atau waham, tetapi gejala ini
akan menghilang bilamana kondisi klinis delirium
atau dementia sudah diterapi dengan adekuat.
4). Bilamana tanda-tanda vital pasien stabil dan
secara klinis tidak ada gejala-gejala kebingungan
atau putus zat secara bermakna, tetapi
menunjukkan adanya halusinasi atau waham dan
tidak memiliki insight maka pasien menderita
psikosis.

2. Asesmen/Pengkajian
Informasi yang diperlukan dalam melakukan asesmen
pada pasien yang diduga mengalami gangguan
penggunaan zat antara lain:
a. TujuanAsesmen;
1). Mengidentifikasi secara jelas dan akurat
gambaran klinis individu dengan adiksi
2). Menginisiasi interaksi dan dialog terapeutik
3). Meningkatkan kesadaran individu terhadap
gambaran masalah-masalah yang terjadi
4). Memberikan umpan balik yang obyektif
5). Menegakkan diagnosis

486
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

6). Melakukan kolaborasi dalam terapi yang sesuai


dengan maksud dan tujuan
7). Mendorong perubahan yang positif
8). Meningkatkan motivasi individu
b. Informasi yang diperlukan dalam asesmen:
1). Identitas pasien
2). Riwayatpenyakitsaatini
3). Riwayatpenyakitterdahuiu
4). Riwayat penggunaan NAPZA termasuk
pengobatan yang penah diperoieh
5). Riwayat keiuarga balk penyakit fisik, psikiatrik
maupun penggunaan NAPZA
c. Pertanyaan dalam asesmen:
1). apa yang diidentifikasi oleh klien sebagai suatu
masalah?
2). apa yang menjadi tujuan/harapan klien?
3). apa yang secara umum tersedia untuk membantu
klien mencapai tujuan/harapannya?
4). apa yang menjadi hambatan untuk kemajuan
klien?
5). sumber daya dan metode apa yang dapat
melindungi, meminimalkan atau menghindarkan
hambatan ini?
6). apakah pasien pernah mengaiami krisis
kehidupan,dan bagaimana pengaiaman itu dapat
membuatdirinya lebih yakin?
d. Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
1). Pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
neurologik
2). Pemeriksaan psikiatrik
3). Pemeriksaan psikologis
4). Evaluasi sosial
5). Pemeriksaan laboratorium j Darah perifer
lengkap, Kimia Darah, LFT, Fungsi ginjal dan tes
unn

487
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

6). Pemeriksaan penunjang lain sesual kondisi klinis


7). Pemeriksaan khusus:tes nalokson

B. Terapi Kondisi Intoksikasi


1. intoksikasllOverdosis Opiolda:
a. Mempakan kondisi gawat darurat yang memeriukan
penanganan secara cepat
b. Atasi tanda vital(Tekanan Darah,Pernafasan,Denyut
Nadi,Temperatursuhu badan)
0. Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba)
dengan dosis0,01 mg/kg.BB secara iv, im,so
d. Kemungkinan periu perawatan ICU, khususnya bila
terjadi penurunan kesadaran
e. Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas
tanda-tanda vital

2. IntoksikasiAmfetamin atau Zatyang menyerupai


a. Simtomatik tergantung kondisi klinis, iantuk
penggunaan oral ; merangsang muntah dengan
activated charcoal atau kuras lambung adalah
penting
b. Antipsikotik; Haloperidol 2-5: mg per N;ali pemberian
atau Chlorpromazine 1 mg/kg BB Oral setiap4-6jam
c. Antihipertensi bila periu,TDdiatas 1401100 mHg
d. Kontrol temperature dengan selimul dingin atau
Chlorpromazine untuk mencaegah temperature
tubuh meningkat
e. Aritmiacordis lakukan Cardiac monitoring ;
contoh untuk palpitasi diberikan Propanolol 20-80
mg/hari(perhatikan kontraindikasinya)
f. Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan
Benzodiazepin Diazepam 3x5 mg atau
Chlordiazepoxide 3x25 mg
g. Asamkan urin dgn Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg
atau Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai pH urin < 5 akan
mempercepatekskresizat

488
MENTERIKESJEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. IntoksikasiKanabis
a. Umumnya tldakiperlu farmakoterapi dapat diberikan
teiaplsupportifdengan talking down"
b. Biia ada gejalaansletas berat:
1). Lorazepam 1-2 mg oral
2). Alprazolam 0.5-1 mg oral
3). Chlordiazepoxide 10-50 mg oral
c. Bila terdapat gejala psikotik menonjol dapat diberikan
Haloperidol 1r2 mg oral atau i.m ulangi setiap 20-30
menit

4. IntoksikasiAlkobol
a. Bila terdapat kondisi Hipoglikemia injeksi 50 ml
Dextrose40%
b. Kondisi Koma:
1). Posisi menunduk untuk cegah aspirasi
2). Observasi ketattanda vital setiap 15 menit
3). Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis
teijadinya Wemicke Encephalopathy. Lalu 50 ml
Dextrose 40% iv (berurutan jangan sampai
terbalik)
c. Problem Perilaku(gaduh/gelisah)
1). Petugas keamanan dan perawat slap bila pasien
agresif
2). Terapis hams toleran dan tidak membuat pasien
takut atau merasa terancam
3). Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan
makan
4). Beri dosis rendah sedatif ; Lorazepam 1-2 mg
atau Halpperidol 5 mg oral, bila gaduh gelisah
berikan secara parenteral(i.m)

489
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Kadar alkohol dalam darah yang berhubungan

Konsentrasi Peminum Sporadik Penimum Kronik


(g/dl)
0.050-0.075 Euphoria, suka - tak tampak
(tarafpesta) berkumpul gejala
(gregarious), suka - sering masih
mengomel terlihat segar
(garroulous)
0.100 Tidak terkoordinasi Gejala minimal
(intoksikasi
secara
hukum*)
0.125-0.150 Periiaku tak Menyenangkan,
terkontrol mulai euforia,
kurana koordinasi
0.200-0.250 Hiiang Membutuhkan
kewaspadaan, usaha untuk
lethargy mempertahankan
emosi/control
motorik
0.300-0.350 Stupor sampai Mengantuk,lamban
koma
Lebih dari Fatal, mungkin Koma
0.500 membutuhkan
hemodial'isis

0.080 secara hukum sudah ditetapkan sebagai


intoksikasi.

490
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Intoslkasi Sedatif-Hipnotik(Benzodiazepin)
a. Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan:
1). Mengurangi efek obat dalam tubuh
2). Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
3). Mencegah komplikasijangka panjang
b. Langkah I: Mengurangi efek Sedatif- Hipnotik:
1) Pemberian Flumazenil (hanya bila diperlukan
berhubungan dengan dr. Anestasi) (Antagonis
Benzodiazepine) bila tersedia, dengan dosis 0.2
mg i.v kemudian setelah 30 detik diikuti dengan
0.3 mg dosis tunggal, setelah 60 detik diberikan
lagi 0.5 mg sampai total kumulatif 3.0 mg. Pada
pasien yang ketergantungan akan menimbulkan
gejala putuszat.
2) Untuk tingkatserum sedatif- hipnotik yang sangat
tinggi dan gejala - gejala sangat berat, pikirkan
untuk atau haemoperfusion dengan Charcoal
resin/Norit. Cara ini juga berguna bila ada
intoksikasi berat dari barbiturat yang lebih short
acting.
3). Tindakan suportiftermasuk:
a), pertahankan jalan nafas, pemafasan buatan
bila diperlukan
b). perbaiki gangguan asam basa
4). Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki
pengeluaran obat dan untuk diuresis berikan
Furosemide 20-40 mg atau Manitol 12,5 - 25 mg,
untuk mempertahankan pengeluaran urin.
c. Langkah II: Mengurangi absorbsi lebih lanjut;
Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Kalau
tidak, berikan Activated Charcoal. Perhatian selama
perawatan harus diberikan supaya tidak terjadi
aspirasi.
d. Langkah III: Mencegah komplikasi:
1). Perhatikan tanda-tanda vital dan depresi
pemafasan,aspirasi dan edema paru
2). Bila sudah terjadi aspirasi, berikan antibiotik

491
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3). Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka dia hams
segera ditangani di tempat khusus yang aman
dan peiiu pengawasan selama 24jam, bila perlu
dimjuk untuk masalah kejiwaannya

6. intoksikasi Halusinogen
a. Intervensi Non Farmakoicgik:
1). Lingkungan yang tenang,aman dan mendukung
2). Reassurance: bahwa obattersebut menlmbulkan
gejala-gejala itu dan in! akan hilang dengan
bertambahnya waktu {talking down)
b. Intervensi Farmakoicgik:
1). Pilihan untuk bad trip (rasa tidak nyaman) atau
serangan panik
2). Pemberian anti ansietas ; Diazepam 10-30 mg
oral/im/iv pelan atau Lorazepam 1-2 mg oral

7. intoksikasi Inhalansia
a. Pertahankan Oksigenasi
b. Tidak ada antidotum yang spesifik
0. Simfomatik
d. Pasien dengan gangguan neuralogik bermakna,
misalnya neuropati atau persistent ataxia, hams
mendapatkan evaluasi formal dan follow up yang
ketat.

C. Terapi Kondisi PutusZat

1. PutusZat Opioida
a. Putuszatseketika {Abrupt Withdrawal)
b. Simtomatik sesuai gejala klinis; Analgetika (Tramadol,
Asam Mefenamic, Paracetamol), Spasrnolitik
(Papaverin), Decongestan,Sedatif-Hipnotik.Antidiare
c. Subtitusi Golongan Opioida; Codein, Metadon,
Bufrenorfin yang diberikan secara tapering off. Untuk
Metadon dan Buprenorfin terapi dapat dilanjutkan untuk
Jangka panjang(Rumatan)

492
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. Subtitusi non opioida; Klonidin dengan dosis


17mcg/Kg.BB dibagi dalam 3-4 dosIs diberikan selama 10
haii dengan tapering of 10%/hari, perlu pengawasan
tekanan darah bila systole kurang dari ICOmmHg atau
diastole kurang 70 mmHg HARUS DIHENTIKAN.
e. Pemberian Sedatif-Hlpnotika, Neuroleptika (yeng
memberi efek sedative, misal; Clozaplne 25 mg, atau
Chlorpromazlne 100 mg) dapat dikomblnaslkan dengan
obat-obatlain

2. PutusZatAmfetamin atau Zat yang menyerupai


a. ObservasI 24jam untuk menllal kondlsl fislk dan psiklatrik
b. Rawatinap dlperlukan apablla gejala psikotik berat, gejala
depresl berat atau kecenderungan bunuh dirl, dan
kompllkaslflslklain
c. Terapl : Antlpslkotik (Haloperidol 3 x 1,5-5mg, atau
RIsperidon 2 x 1,5-3 mg), Antlansletas (Alprazolam 2 x
0,25-0,5 mg,atau DIazepam 3x5-10 mg,atau Clobazam
2 X 10 mg) atau AntldepresI golongan SSRI atau
Tiislkllk/Tetraslkllksesual kondlsl kllnis
3. PutusAlkohol
a. Pemberian calran atas dasar hasll pemeriksaan elektrollt
dan keadaan umum
b. AtasI kondlsl gellsah dan agltaslnya dengan golongan
Benzodlazepin atau Barblturat
c. Pemberian vitamin B dosIs besar (mis : Vitamin
neurotroplk) kemudlan dllanjutkan dengan vitamin B1
multlvltamin dan Asam Folat 1 mg oral
d. Blla ada riwayat kejang putus zat atasi dengan
Benzcdiazeplne(DIazepam 10 mg Iv perlahan)
e. Dapat Juga diberikan Thiamlne 100 mg ditambah 4 mg
Magnesium Sulfat dalam 1 liter dari 5% Dextrose/normal
saline selama 1-2jam
f. Blla terjadi Delirium Tremens HARUSADA ORANG YANG
SELALUMENGAWASI.

493
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. PutusZatSedatif-Hipnotik
a. Abrupt withdrawal ( pelepasan mendadak ) dapat
berakibatfatal karena itu tidak dianjurkan.
b. Gradual withdrawal(pelepasan bertahap)dianggap lebih
rasional, dimulai dengan memastikan dosis toleransi,
disusul dengan pemberian suatu sedatif Benzodiazepin
atau Barbiturat(Pentotal, Luminal)dalam jumlah cukup
banyak sampai teijadi gejala-gejala intoksikasi ringan,
atau sampai kondisi pasien tenang. In! diteruskan selama
heberapa hari sampai keadaan pasien stabil, kemudian
baru dimulai dengan penurunan dengan kecepatan
maksimal 10% per 24 jam sampai dosis sedatif nol. Bila
penurunan dosis menyebabkan pasien gelisah
limscimnia/agutatif atau kejang, ditunda sampai keadaan
pasien stabil,setelah itu penurunan dosis dilanjutkan.
c. Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat
yang biasa digunakan oleh pasien. Penurunan dosis total
10% per hari, maksimal 1GO mg/hari.
d. Teknik subst'itusi Fenobarbital(Luminal):
Digunakan Luminal sebagai substituent, atau Barbiturat
masa kerja lama yang lain. Sifat long acting akan
mengurangi fluktuasi pada serum yang terlalu besar,
memungkinkan digunakannya dosis kecil yang lebih
aman. Waktu paruhnya antara 12-24 jam , dosis tunggal
sudah cukup. Dosis lethal5 kali lebih besar daripada dosis
toksis dan tanda-tanda toksisitasnya lebih mudah diamati
{sustained nystagmus, slurred speech dan ataxia).
Intoksikasi Luminal biasanya tidak menimbulkan
disinhibisi, karenanya jarang menimbulkan problema
tingkah laku yang umum dijumpai pada Barbiturat short
acting. Kadang-kadang pasien tidak bersedia dberikan
Luminal. Dosis Luminal tidak boleh melebihi 500 gram
sehari II! Berapa besamya sekalipun dosis Barbiturat
yang diakui pasien dalam anmnesa. Rumus yang dipakai:
Satu dosis sedatif=satu dosis hipnotik(short acting Barbiturat yang dipakai)[

494
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Kalau timbul toksisltas, 1-2 dosis Lumlnal berikut dihapus,


laiu dosis harian dihitung kembali

Daftar dosis ekivalen = (untuk detoksifikasi sedatif


hipnotiklain)
30 mg Luminal kira-kira setara dengan:
lOOmgPhentonal
500 mg Chloralhydrate
- 400-600 mg Meprobamate
250-300 mg Methaquaione
100 mg Chlordiazepoxide
50 mg Chlorazepate
- 50 mg Diazepam
60 mg Fiurazepam

e. Penatalaksanaan dengan Benzodiazepine tapering off:


1). Berikan salah satu Benzodiazepine (Diazepam,
Klobazam,Lorazepam)dalam jumlah cukup.
2). Lakukan penurunan dosis (kira-kira 5 mg) setiap 2
hari
3). Berikan hipnotika malam saja (misainya ; Clozapine
25 mg,Estazolam 1-2mg)
4). Berikan vitamin B complex.
5). Injeksi Diazepam intramuskuler/intravena 1 ampul(10
mg) bila pasien kejang/agitasi : dapat diulangi
beberapa kali dengan selang waktu 3060 menit.
D. Penatalaksanaan Komorbiditas

Kasus ini cukup banyak di lapangan mencapai 10-30% dari


populasi penyalahguna NAPZA. Kelainan yang ada sangat
bervariasi. Komorbiditas sangat berhubungan dengan hasil terapi
yang tidak optimal dan angka kekambuhan yang cukup tinggi.
Pengobatan seringkali melibatkan layanan yang sangat berbeda,
tetapi hasil yang baik akan diperoleh dengan terapi yang
terintegrasi dan komprehensif.

495
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

label 1: Masalah gangguan kesehatan mental yang paling


Bering terkait dengan gangguan penggunaan
NAPZA

Jenis Ggn Ggn Ggn Ggn Ggn Fs. Gg.


Delirium
NAPZA Amnesia Cemas Mood Psikotik Seksual Tidur

CNS
Depresan
Opioids X X X X

Sedatif- X X X X X X
Hipnotik
Sdvent - X X X X X
Inhalansia

CNS
Simulant

Amfetamm X X X X X X

Kafein X X

Kokain X X X X X X

Nikotin X X

Halusinogen X X X X

1. Komorbiditas Pada Gangguan Penggunaan NAPZA


a. Alkohol dan Gangguan Mood
Seringkali berhubungan dengan gejala gangguan
depresi, depresi biasanya timbul setelah beberapa
minggu abstinen/berhenti dari alkohol. Gangguan Bipolar
juga cukup banyak dan relaps seringkali terjadi pada saat
Episode Manik
b. Alkohol dan Psikosis
1). Masalah penggunaan alkohol sangat terkait dengan
meningkatnya risiko terjadinya halusinasi dan waham
sebagai gangguan psikotik.
2). Penggunaan alkohol diantara penderita Skizofrenia
memberikan kontribusi dalam ketidakpatuhan dalam

496
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

pengobatan, meningkatkan gejala-gejala, meningkatnya


problem medikdan angka gangguan periiaku.
c. Kanabis/Ganja dan Psikosis
1). Pengaiaman yang paling sering pada pengguna
kanabis adalah gejala psikotik ringan seperti
Paranoia.
2). Kanabis dapat menginduksi terjadinya episode
psikotik setelah beberapa hari setelah gejala
intoksikasi menurun.
3). Kanabis dapat memancing timbulnya gejala
skizofrenia pada individu yang mempunyai faktor
predisposisi gangguan ini.
d. Opioid dan gangguan kesehatan jiwa
Laju gangguan jiwa pada pengguna opioid sangat tinggi,
khususnya terkait dengan gangguan depresi,fobia sosiai
dan gangguan cemas lain.
e. Stimulan dan gangguan kesehatanjiwa
1). Kondisi intoksikasi stimulan akan menimbulkan
beberapa gejala psikotik, beberapa hari sampai
beberapa minggu setelah periode intoksikasi
2). Kadangkala kondisi menyerupai skizofrenia kronik
dapat timbul setelah penggunaan Amfetamin kronik
yang berat

2. Komorbiditas Pada Kesehatan Mental


a. Gangguan Cemas dan Penggunaan NAPZA:
1). Individu dengan penggunaan alkohol akan
mempunyai risiko tinggi untuk menderita gangguan
cemas, dan gangguan cemas juga dapat timbul
sebagai bagian dari sindroma penggunaan alkohol
2). Gangguan panik dan fobia sosiai merupakan
gangguan yang paling sering pada pasien
ketergantungan alkohol
3). Menurunkan jumlah penggunaan alkohol akan
mengoptimalkan pengobatan gangguan cemas
pasien

497
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

4). Pertimbangkan penyalahaunaan Benzodiazepine


pada pengobatan gangguan cemas,apabiia:
a). Gejala-gejala masih menetap meskipun sudah
daiam pengobatan.
b). Pasien menolak untuk mendapatkan intervensi
danterapi.
c). Tetap menggunakan benzodiazepine untuk
mengatasi setiap situasi yang memprovokasi
timbulnya gangguan cemas.

b. Gangguan Kepribadian dan penggunaan NAPZA


1). gangguan kepribadian yang paling banyak berkaitan
adalah Gangguan kepribadian antisosiai
2). gangguan kepribadian lain yang banyak terkait antara
lain Histrionik, Borderline, Narsisistik, Avoidant, dan
Obsesive Compulsive.

c. Gangguan Psikotik dan Penggunaan NAPZA


1). Pasien dengan gangguan psikotik akan
meningkatkan tindakkekerasan,tidak memiliki rumah
(Tunawisma), psikosis yang memburuk, pemulihan
penggunaan NAPZA akan berjalan dengan lambat
danrelapstinggi
2). Penggunaan alkohol dan Kanabis dengan gangguan
psikotik kronis tiga sampai lima kali lebih tinggi akan
menjadi ketergantungan NAPZA
3). Kanabis akan menginduksi gejala psikotik akut bila
digunakan dalam dosis tinggi tetapi tidak
menimibulkan Gangguan Psikotik Kronis. Kanabis
dapat menjadi faktor presipitasi pada individu yang
mempunyai kerentanan untuk psikotik dan akan
mengeksaserbasi gejala-gejala psikotik yang sudah
ada
4). Stimulan dan halusinogen lebih disukai pasien
gangguan psikotik, tetapi zat tersebut akan
mengeksaserbasi gejala-gejala psikotik yang ada

498
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

d. Bunuh diri dengan penggunaan NAPZA


1). Bunuh diri lebih disebabkan karena kondisi
penggunan zat yang memburuk dan tidak
menemukan jalan keluar untuk abstinen
2). Memburuknya mood akibat psikogis yang diderita
pasien

3. Penatalaksanaan Komorbiditas:
a. Penatalaksanaan
1). Pendekatan terintegrasi dalam suatu layanan yang
dilakukan oleh terapis yang mempunyai ketrampiian
dan pengetahuan pada ke dua area(penyalahgunaan
NAPZA dan kesehatan mental) akan lebih efektif dan
dapat diterima
2). Tidak ada pendekatan konfrontatif, diperlukan
penatalaksanaan yang asertifdan sukarela

b. Prinsip-Prinsip Perawatan
1). Keamanan baik bagi petugas maupun pasien
2). Stabilisasi, untuk pasien dengan kondisi intoksikai,
putus zat, gejalagejala psikotik, krisis psikososial,
gejala-gejala kecemasan atau depresi berat
3). Asesemen komprehensif, sangat penting dan
dilakukan selama dalam perawatan
4). Manajemen kasus klinis, urnumnya diinisiasi oleh tim
kesehatan jiwa tetapi membutuhkan koordinasi dan
kesinambungan perawatan seianjutnya
5). Pengobatan yang terintegrasi, melibatkan terapis
yang mempunyai ketrampiian dalam area kesehatan
jiwa dan gangguan penggunaan NAPZA

c. Asesmen dan Penatalaksanaan


1). Melakukan skrining untuk kedua area gangguan
2). Kajian:
a). Diperoleh melalui asesmen yang seksama
b). Penatalaksanaan gejala putus zat dan asesmen
ulang bila diperlukan

499
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

c). Tinjauan ulang diperlukan dalam waktu tertentu


d). Tanyakan : mana yang iebih dahulu timbul?,
apakah gejala-gejala psikotik timbui selama
beberapa waktu seteiah periode abtinens?
e). Observasi kondisi mental sebagai efek seteiah
melewati fase intokslkasi, bilamana gejala
gangguan mental akibat "drug induced' akan
hllang dengan sendirinya

3). LIbatkan untuk pengobatanjangka panjang


Renting tetapi tidak mudah. Kekambuhan
penggunaan NAPZA dan gangguan kesehatan jiwa
sangatsering.

4). Pengobatan
a). Bangun motlvasi untuk berubah, tujuan dan hasil
pengobatan hams bersifatrealistik.
Misalnya ; pasien dengan Skizofrenia yang tidak
terkontrol akan sulit untuk membah kehidupan
mereka dan bebas dari penggunaan NAPZA
b). Motivational Enchanoement (dimodifikasi untuk
pendekatan pasien gangguan psikotik)
c). Terapkan strategi minimalisasi dampak buruk
{Harm Minimisation)
d). Gunakan tujuanjangka panjang

5). Memperbaiki kedua gangguan


a). Bila gangguan kesehatan mental membaik, maka
gangguan penggunaan zat akan berkurang
b). Pemberian farmakoterapi untuk kedua kondisi
tergantung dari jenis zat yang digunakan,
misalnya antidepresan trisiklik (Amiltriptilin) dan
penggranaan aikohol sebaiknya dihindari.
Perhatikan interaksi obat yang diberikan dengan
zat yang digunakan.
c). Umumnya penggunaan psikofarmaka seperti
antidepresan kurang efektif bila pasien masih
tetap menggunakan NAPZA seperti ; Aikohol,
Benzodiazepin.

500
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

6). Psikofarmakoterapi
a). Pemberian antldepresan golongan Trisklik dan
SSRI dapat dipertimbangkan bila gejala depresi
cukupsignifikan
b). Ansiolitik golongan Benzodlzepin (DIazepam,
Clobazam,Alprazolam, Lorazepam)untukjangka
pendek dapat dlberikan khususnya pada awal
kondlsl akut
c). KombinasI antara antipslkotik tipikal (generasi
barn) maupun atlplkal dengan ansiolitik maupun
antidepresan dapat diberikan untuk jangka
panjang apabila gangguan mental pasca
intoksikasi maupun putuszat masih menetap.
IV. PROSEDUR RUJUKAN GANGGUAN PENGGUNAAN NAPZA

1) Tujuan
Rumah Sakit Umum dan Puskesmas dapat memberikan
pelayanan untuk gangguan penggunaan NAPZA dengan kondisi
klinis tertentu sesuaisarana dan prasarana yang tereedia.
2) Ruang LIngkup
Layanan yang dapat dilakukan di Rumah Sakit Umum atau
Puskesmas sangat tergantung dengan kemampuan sumber daya
yang ada pada fasilitas layanan tersebut. Beberapa kondisi klinis,
psikologis maupun sosial harus diperhatikan oleh setiap petugas
rumah sakit dan puskesmas.
Beberapa kondisi klinis yang berkaitan dengan penyalahgunaan
NAPZAantaraiain:
1. Kondisi awal: pendidikan masalah NAPZA/KIE bagi remaja
yang mempunyai risiko tinggi dan pemakaian coba-coba
2. Kondisi emergensi/akut : putus zat yang berat, intoksikasi
(mabuk),overdosis, gaduh-gelisah
3. Kondisi kronis : kondisi ketergantungan dengan berbagai
komplikasi fisik maupun psikiatrik

501
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3) Sumber Daya Manusia


Jumlah dan jenis sumber daya manusia yang dibutuhkan sangat
tergantung dari jenis layanan yang akan diberikan atau
disediakan. Beberapa kriteria dari petugasyang akan memberikan
layanan NAPZA di RSU/RSJ/Puskesmas idealnya antara lain
adalah:
1. Mendapatkan pelatihan di bidang NAPZA baik untuk masalah
prevensi, terapi maupun rehabilitasi yang telah mendapat
sertifikasi Diklat(terakreditasi)
2. Melakukan magang di pusat layanan NAPZA baik rawat inap
maupun rawatjalan
3. Mempunyai latar belakang pendidikan terkait masalah medik.
keperawatan, psikologis maupun sosial
4. Mempunyai motivasi untuk memberikan layanan bagi
pengguna NAPZA
5. Berkeinginan terns menerus mengembangkan ilmu dan
ketrampilan penatalaksanaan gangguan penggunaan NAPZA

4) Layanan Yang Dapat Diberikan di Rumah Sakit Umurn


Provinsi atau Kabupaten/Kotamadya pada Gangguan
Penggunaan NAPZA antara lain:
1. Rawat Jalan-
a. Sarana : ruang konsultasi, alat medis minimal, status
catatan medik khusus NAPi^
b. SDM : 1 orang dokter umum terlatih NAPZA, 2 orang
perawatterlatih, 1 orang petugasadministrasi
c. Jenis layanan : pemberian farmakoterapi untuk kondisi
intoksikasi ringan maupun gejala putus zat, rumatan,
layanan dasar terkait kondisi penyalahgunaan NAPZA,
serta intervensi psikososial(termasuk VCT).
2. RawatInap- KondisiAkut Dan Detoksifikasi
a. Sarana: ruangan untuk 5-10 tempat tidur, 1 tempat tidur
untuk fiksasi, alatfiksasi(manset),Tensimeter,Stetoskop,
Obat-obat untuk kondisi emergensi fisik dan psikiatris
(Nalokson in], Haloperidol inj, Diazepam inj, beberapa
jenis larutan infus, Oksigen,dsb.)

502
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

b. SDM : 1 orang psikiater (optional), 2 orang dokter umum


terlatih,8 orang perawatterlatih, 1 orang psikolog, 1 orang
pekerja social

5) Layanan Yang Dapat Diberlkan di Puskesmas pada Gangguan


Penggunaan NAPZAantara lain:
1. RawatJalan
a. Sarana ; ruang konsultasi, alat medis minimal, status
catatan medik khusus NAP^
b. SDM ; 1 orang dokter umum terlatih NAPZA, 2 orang
perawatterlatih, 1 orang petugas administrasi
c. Jenis layanan : pemberian farmakoterapi untuk kondisi
intoksikasi ringan maupun gejala putus zat, rumatan,
layanan dasar terkait kondisi penyalahgunaan NAPZA,
serta intervensi psikososial(termasuk VCT).

6) Pasien Gangguan Penggunaan NAPZA Yang Dapat Dirawat di


Puskesmas:
1. Kondisi pasien dalam keadaan intoksikasi
2. Kondisi pasien putuszat ringan maupun sedang
3. Tidak memiliki kondisi komorbiditas fisik dan atau psikiatrik
yang berat
4. Tidak mengalami penurunan kesadaran yang berat

7) Pasien Gangguan Penggunaan NAPZA Yang Dapat Dirawat dl


RSU:
1. Kondisi pasien dalam keadaan intoksikasi
2. Kondisi pasien putuszat ringan sampai berat
3. Memiliki kondisi komorbiditas fisik dan atau psikiatrik yang
berat
4. Mengaiami penurunan kesadaran yang berat (bila tersedia
fasilitas ICU)

8) SIstem Rujukan:
1. Pasien perlu dirujuk apabila terdapat kondisi klinis yang sulit
diatasi baik secara fisik maupun psikiatris. Sistem rujukan -
untuk pengguna NAPZA lebih kepada fasilitas yang tersedia di

503
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

suatu layanan bukan karena pasien memerlukan tindakan


atau intervensi yang lebih canggih. Sebagai contoh bilamana
pasien dikirim oleh puskesmas ke rumah sakit, pengiriman
atau rujukan bukan untuk tindakan terapi terhadap NAPZA
tetapi karena ada kondisi fisik lain yang memerlukan sarana
yang lebih lengkap misalnya karena ada penurunan
kesadaran akibat gangguan mental organik sehingga
memerlukan ruang intensif atau pemeriksaan penunjang lain
yang tidaktersedia di puskesmas atau RSU tipe C.
2. Dalam merujuk pasien yang perlu diperhatikan adalah rumah
sakit yang kitajadikan rujukan memang menyediakan layanan
untuk kasus NAPZA karena kadangkala rumah sakit menolak
bila mengetahui pasien yang dikirim adalah pengguna
NAPZA. Untuk itu setiap rumah sakit maupun puskesmas
sebaiknya mempunyai informasi mengenai layanan
kesehatan yang bersedia menerima pasien dengan
penggunaan NAPZA seperti misalnya Rumah Sakit Jiwa
(RSJ)atau Rumah Sakit Ketergantungan Obat(RSKO).
3. Apabila pasien yang dirujuk sudah mendapatkan perawatan di
RSU atau RSJ/RSKO dan kondisi klinis sudah stabil maka RS
yang menjadi rujukan dapat mengirim kembali ke rumah sakit
awal/puskesmas yang mengirim agar pengobatan bisa
berlanjut. Dengan kata lain sistem rujukan ini dapat terjadi
secaratimbal balik.

504
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

ALUR RUJUKAN PADA PENGGUNAN NAPZA

RSU UMUM/
RS JIWA
RSKO

RS PROPINSI

RSU KAB/ PUSKESMAS/


KOTAMADYA KLINIKSWASTA

DARURAT / NON DARURAT

MASYARAKAT/
PENGGUNANAPZA

505
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

V. PENCATATANDANPELAPORAN
A. PENCATATANDANPELAPORAN
1. Pencatatan
a. Pencatatan
Pencatatan adalah cara yang dilakukan oleh petugas
kesehatan untuk mencatat data yang penting mengenai
peiayanan kesehatan atau pelayanan penggunaan
Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA),
dan selanjutnya disimpan sebagai arsip baik di
Puskesmas, RS/RSJ maupun di klinik layanan
penggunaan NAPZA.
b. Macam-macam pencatatan dalam pelayanan kesehatan:
1). Pencatatan rawat jaian untuk mencatat data
pengunjung atau pasien
2). Pencatatan harian rutin untuk mencatat data
pengunjung atau pasien yang dikumpuikan selama
sehari.
3). Pencatatan rawat inap untuk mericatat perhitungan
pasien rawat inap yang dilakukan setiap hari pada
suatu ruang rawat inap

2. Pelaporan
a. Pelaporan
Pelaporan adalah mekanisme yang digunakan oleh
petugas kesehatan untuk melaporkan kegiatan pelayanan
yang diiakukannya kepada institusi yang lebih tinggi
(dalam hal ini Kementerian Kesehatan)
b. Jenis-Jenis Pelaporan
1). Pelaporan bulanan
(a). Pelaporan bulanan rutin dari puskesmas, RS/RSJ
maupun klinik ke Kementerian Kesehatan
merupakan laporan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh Puskesmas, RS/RSJ maupun di
klinik selama satu bulan, sebagai hasil kornpilasi
atau pengolahan dari kumpulan pencatatan
harian selama satu bulan, kemudian dibuat
laporan bulanan seperti pada lampiran.

506
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(b). Pelaporan bulanan dari Dinas Kesehatan


(Dinkes) baik Kabupaten/Kota maupun Dinkes
Propinsi ke Pusat atau Kementerian Kesehatan,
yang merupakan hasil rekapitulasi yang
dilakukan oleh Dinkes baik Kabupaten/Kota
maupun Dinkes Propinsi sebagai hasil pelaporan
dari kumpulan pelaporan bulanan rutin setiap
Puskesmas, RSI/RSJ maupun klinik di
wilayahnya.
(c). Pelaporan bulanan dikirim ke Kementerian
Kesehatan cq: Direktorat Bina Pelayanan Medik
dan Gigi Spesialistik, Direktorat Pelayanan
Komunitas dan Program Informasi Diijen Bina
Pelayanan Medik.

2). Laporantiga bulanan


Pelaporan tiga bulanan dikirim ke Kementerian
Kesehatan cq: Direktorat Bina Pelayanan Medik dan
Gigi Spesialistik, Direktorat Pelayanan Komunitas
dan Program Informasi Dirjen Bina Pelayanan Medik.

3). Laporanenam bulanan


Pelaporan enam bulanan dikirim ke Kementerian
Kesehatan cq: Direktorat Bina Pelayanan Medik dan
Gigi Spesialistik, Direktorat Pelayanan Komunitas
dan Program Informasi Diijen Bina Pelayanan Medik.

4). Laporantahunan
Pelaporan tahunan dikirim ke Kementerian
Kesehatan cq: Direktorat Bina Pelayanan Medik dan
Gigi Spesialistik, Direktorat Pelayanan Komunitas
dan Program Informasi Dirjen Bina Pelayanan Medik,
Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa(SubditP2
NAPZA)

B. TUJUANPENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan di instahsi
kesehatan Puskesmas, RSU/RSJ maupun Klinik Layanan

507
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

penggunaan NAPZA meaipakan suatu aiat untuk memantau


pelayanan kesehatan, baik bagi kepentingan pasien yang
bersangkutan, maupun petugas kesehatan yang melayani
serta pihak perencana dan penyusun kebijakan.
2. Untuk memperoleh informasi semua pasien pengguna
NAPZA yang masukdan keluarrumah sakitselama 24jam.
3. Untuk mengetahui jumlah pasien pengguna NAPZA
masuk/keluar/meninggai dl Rumah Sakit sebulan, triwulan,
semester dan setahun.

C. BATASANOPERASIONAL
1. Pencatatan dan peiaporan pelayanan gangguan penggunaan
NAPZA dl RSU/RSJ memakal fcrmuilr RL2a (suatu sistem
pencatatan dan peiaporan terpadu dl RSU/RSJ yang seragam
untuk seluruh RSU/RSJ dl Indonesia)dan formullr data pasien
penyalahgunaan NAPZA
2. Diagnosis gangguan penggunaan NAPZA yang dipergunakan
adalah sepertl yang tercantum dalam formullr RL2a khusus
untuk penggolongan diagnosis gangguan penggunaan
NAPZA mellputi:
F10 ; Gangguan mental dan perllaku akibat penggunaan
alkohol
F11 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
opiold
F12 : Gangguan mental dan perllaku akibat penggunaan
kanabis
F13 ; Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
SedatlfHIpnotIk
F14 ; Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
kokain
F15 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
stimulansia lalnnya
F16 : Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
Haloslnogenik
F17 ; Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
tembakau

508
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

F18,F19: Gangguan mental dan periiaku akibat zat peiarut


yang mudah menguap, atau zat muitipel dan zat
psikoakt'iflainnya
3. Formuiir Data Paslen Penyalahgunaan NAPZA yang
dikeluarkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jlwa,
Ditjen Bina Pelayanan Medlk Kementerian Kesehatan Rl
dilaporkan satu kali dalam setahun meliputi nama, jenis
kelamin, umur, kasus bam/lama, pendidikan, pekarjaan,
pekerjaan orangtua, status perkawinan, zat yang sering
digunakan, cara penggunaan zat, mulai penggunaan, cara
masuk institusi, cara keluar institusi, sumber zat dan motivasi
penggunaan NAPZA.
4. Yang dimaksud dengan kasus baru adalah kasus gangguan
penggunaan NAPZA yang pertama kali datang berobat ke
RSU/RSJ
5. Yang dimaksud dengan kasus lama adalah kunjungan kedua
dari kasus gangguan penggunaan NAPZA yang belum pulih,
sedangkan kunjungan selanjutnya dari kasus tersebut pada
tahun yang sama selama pasien itu belum pulih sama dihitung
sebagai kunjungan kasus. Apabila ternyata pasien itu belum
sembuh dan berobat lagi pada tahun berikutnya, maka ia
diperhitungkan sebagai kasus lama dan kunjungan
selanjutnya disebut kunjungan kasus.

Sistem Pencatatan dan Pelaporan beijenjang dari Puskesmas


Kementerian Kesehatan, Format disiapkan, dari puskesmas ke
dinkes kabupaten/kota tembusan ke prov dan pusat / Direktorat
Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan.

D. JEJARING
1 Dalam pelaksanaan program penanggulangan gangguan
penggunaan NAPZA diperlukan kerjasama lintas program
maupun sektoral. Berbagai sumber doya yang tersedia pada
sektor dan program terkait dapat dikoordinasikan sehingga
hasil yang dicapai dapat optimal.
Instansi dan organisasi yang terkait dalam pelaksanaan
program penanggulangan gangguan penggunaan NAPZA,

509
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

antara lain : Badan Narkotika Propinsi/Badan Narkotika


Kabupaten, Komlte Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD),
Lembaga Swadaya Masyarakat yang bekerja di bidang
NAPZA dan HIV/AIDS, Dinas Pendidlkan, Kanwii
Kementerian Agama. Dinas Sosial, Tokoh Masyarakat dan
Organisasi Pemuda.

E. SISTEMPENCATATANDANPELAPORAN
1. Sistem pencatatan dan pelaporan berjenjang dengan alur dari
pelayanan kesehatan/pengguna NAPZA di Puskesmas,
RSU/RSJ dan Klinik ke Kementerian Kesehatan/ Direktorat
Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. Format disiapkan, dari
puskesmas ke dinkes kabupaten/kota tembusan ke prov dan
pusat / Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
Kementerian Kesehatan.
2. Alur Pelaporan Tahunan Penggun NAPZA:

Laporan Puskesmas, Kementerian Kesehatan


RSU/RSJ, Klinik(Form) (Dit. Keswa, Dit Spesialistik &
Data Pasien Penggunaan Gigi, Dit. Komunitas, PI
NAPZA) Dirjen Yanmedik)

\/ Dinas Kesehatan
Provinsi(TK1)
M

Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Penjelasan:
Garis panah hitam merupakan pelaporan asli langsung dikirim ke
Kementerian Kesehatan
Garis panah putus-putus merupakan tembusan dari pelaporan asli
Dikirim ke Dinkes Kabupaten/Kota/propinsi

510
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

F. PELAPORAN FORMULIR DATA KEGIATAN I DATA PASIEN


PENYALAHGUNAAN NAPZA

1. Pelaporan Formulir Data Kegiatan Subdit P2NAPZA, Rokok


dan Alkohol, DIt Bina Yankeswa, Dirjen Bina Yanmedik
Kementerian Kesehatan Rl, dengan Formulir Data Pasien
Penyalahgunaan NAPZA Laporan Tahunan terlampir.
2. Pelaporan Formulir Data Kegiatan Rumah sakit Dirjen Bina
Yanmedik, Kementerian Kesehatan Rl dengan Formulir RL
Laporan Triwulan, ada pada:
a. Formulir RL1 merupakan data kegiatan Rumah sakit,
pada;
1). Halaman 1 nomor 1. Pelayanan Rawat Inap pada item
26 penatalaksana penyalahguna NAPZA.
2). Halaman 2 nomor 3 Kunjungan Rawat Jalan pada
item 8jiwa NAPZA.
3). ^Halaman 3 nomor 11 Pemeriksaan Laboratorium
bagian C. Toksihofogi, jenis pemeriksaan Narkotika,
Psikotropika, ZatAdiktif untuk skrining dan konfirmasi
(item 1,2 dan 3).
4). Halaman 4 nomor 15 Kegiatan Penyuluhan
Kesehatan pada item 10 NAPZA.
5). Halaman 5 nomor 21 Penanganan Penyalahgunaan
NAPZA.
6). Halaman 6 nomor 24 Kegiatan Rujukan pada item 7
jiwa.

b. Formulir RL2a merupakan data keadaan morbiditas


pasien rawat inap Rumah Sakit, pada:
1). Halaman 4M0-F19 pada item 167-175 gangguan
mental dan perilaku akibat NAPZA.
2). Halaman 7 K70 pada item 311 penyakit hati alkohol
3). Halaman Z50 pada item 494 pelayanan melibatkan
gangguan prosedurrehabilitasi.
4). Halaman 13 Penyebab Kecelakaan X45 pada item 8
keracunan akibat pemaparan alkohol dan pada item
10 keracunan akibat pemaparan gasgas dan uap-uap
lainnya.

511
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. Formulir RL2b mempakan data keadaan morbiditas


pasien rawatjalan Rumah Sakit, pada:
1). Halaman 4F10-F19 pada item 167-175 gangguan
mental dan perilaku akibatpenggunaan NAPZA.
2). Halaman 7 K70 pada Item 311 penyakit hat!alkohoL
d. Formulir RL3 merupakan data dasar Rumah Sakit, pada:
1). Halaman 1 nomor 11 fasilitas tempat tidur rawat inap,
jenis palayanan rawat inap pada item 26
penataiaksana penyalahguna NAPZA.
2). Halaman 2 nomor 12 Fasilitas Unit Rawat Jalan pada
item 20 rehabilitasi medik.

3. Pelaporan Formulir Satelit FIRM, Dit Bina Medik Spesialistik


& Gigi, Dirjen Bina Yanmedik, Kementerian Kesehatan Rl
dengan Formulir i - VIII Laporan Harian dan Bulanan
(lihat/baca Buku Kep. Menkes Rl, Nomor
494/Menkes/SKA/l1/2006. Tentang Penetapan Rumah Sakit
Dan Sateiit Uji Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon
serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon), Ada
Pada:
a. Formulir II Lembar Kunjungan Harian dan Penggunaan
Metadon harian.
b. Formulir III Surat Persetujuan Peraturan Program Terapi
Rumatan Metadon.
c. Formulir IV Program Terapi Metadon Rumah Sakit.
d. Formulir V Laporan Bulanan Metadon Cair Apotik / Rumah
Sakit/Puskesmas/Satelit.
e. Formulir VI Laporan Bulanan Rumah Sakit Jumlah Pasien
dan Laporan triwulan Rincian Penyebab Kematian,
f. Formulir VII Laporan Bulanan Rumah Sakit Rekapitulasi
Pelayanan Penunjang Terapi Metadon.
g. Formulir VIII Pelaporan Insiden Rumah Sakit.

4. Pelaporan Formulir Data Kegiatan Puskesmas Direktorat Bina


Komunitas, Dirjen Bina Kesmas, Kementerian Kesehatan Rl
(Petunjuk Pengisian Formulir Pelaporan SP2TP, Dtijen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan
Rl, tahun 1997), tidak ada laporan baik Bulanan, Triwulan,

512
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Semester maupun Tahunan tidak ada disinggung laporan


tentang Penyalahgunaan NAPZA.

VI. MONITORING DAN EVALUASf

A. Prinsip:
Tujuan dari monitoring dan evaluasi tidak fokus pada kesalahan
dan keterbatasan tetapi terhadap aspek-aspek lain yang positif.
Sistem ini dapat melakukannya seperti mengidentifikasi kapan
kesalahan itu dilakukan dasar pengembangan sistem (monitoring
dan evaluasi)

B. Pengertian
Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis
informasi (berdasarkan indikator yg ditetapkan) secara
sistematis dan kontinyu tentang kegiatan program/proyek
sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
penyempurnaan program/proyek itu selanjutnya.
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan
pengungkapan masalah kinerja program/proyek untuk
memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja
program/proyek.

C. Pertanyaan kunci monitoring


Masalah-masalah apa yang timbul?
1. Apakah proyek berjalan sesuaijadwal?
2. Apakah proyek menghasilkan Output yang direncanakan?
3. Apakah anggarannya sesuai dengan rencana?
4. Apakah strateginya berjalan sesuai dengan rencana?
5. Apakah kelompok sasaran (target group) terlibat dalam
aktivitas proyek?

D. Tujuan Monitoring
1. Mengkaji apakah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan telah
sesuai dengan rencana.
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat
diatasi

513
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang


digunakan sudah tepat untuk mencapai tujuan proyek.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk
memperoleh ukuran kemajuan,
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah,
tanpa menyimpang dari tujuan.
1). Bag]pihak Penanggung Jawab Program:
- Salah satu fungsl manajemen yaltu pengendalian
atau supervisi.
- Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas)
kinerja
- Untuk meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan
- Membantu penentuan langkah-langkah yang
berkaitan dengan kegiatan proyeikselanjutnya.
- Sebagai dasar untuk melakukan monitorkig dan
evaluasiseianjutnya.
2). Bagi pihak Pengetola Proyek, yaitu:
Membantu untuk mempersiapkan laporan dalam
waktu yang singkat
Mengetahui kekurangan-kekurangan yang perlu
diperbaiki dan menjaga kinerja yang sudah baik.
Sebagai dasar (informasi) yang penting untuk
melakukan evaluasi proyek.

E. Tipe dan Jenis Monitoring


1. Aspek masukan (input) proyek antara lain mencakup:tenaga
manusia, dana, bahan, peralatan,jam kerja, data, kebijakan,
manajemen dsb. yang dibutuhkan untuk melaksanakan
kegiatan proyek.
2. Aspek proses 1 aktivitas yaitu aspek dari proyek yang
mencerminkan suatu proses kegiatan, seperti penelitian,
pelatihan, proses produksi, pemberian bantuan dsb.
3. Aspek keluaran (output), yaitu aspek proyek yang mencakup
hasil dari proses yang terutama berkaitan dengan kuantitas
(jumlah)

514
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

F. Pentingnya Evaluasi
1. Memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan proyek
2. Menunjukkan di mana dan bagaimana perlu dilakukan
perubahan-perubahan
3. Menentukan bagaimana kekuatan atau potensi dapat
ditingkatkan.
4. Memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan
pengambilan keputusan.
5. Membantu untuk dapat melihat konteks dengan febih luas
serta impllkasinya terhadap kinerja pembangunan.
G. Tujuan Evaluasi
Untuk mendapatkan informasi dan menarik pelajaran dari
pengalaman mengenai pengelolaan proyek, keluaran, manfaat,
dan dampak dari proyek pembangunan yang baru selesai
dilaksanakan, maupun yang sudah berfungsi, sebagai umpan
balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian proyek selanjutnya.
H. Jenis Evavuasi
1. Evaluasi awal keglatan, yaitu penilaian terhadap kesiapan
proyek atau mendeteksi kelayakan proyek.
2. Evaluasi formatif, yaitu penilaian terhadap hasil-hasil yang
telah dicapai selama proses kegiatan proyek dilaksanakan.
Waktu pelaksanaan dilaksanakan secara rutin (per bulan,
triwulan, semester dan atau tahunan) sesuai dengan
kebutuhan informasi hasil penilaian.
3. Evaluasi sumatif, yaitu penilaian hasil-hasil yang telah
dicapai secara keseluruhan dari awal kegiatan sampai akhir
kegiatan. Waktu pelaksanaan pada saat akhir proyek sesuai
dengan jarigka waktu proyek dilaksanakan. Untuk proyek
yang memiliki jangka waWu enam bulan, maka evaluasi
sumatif dilaksanakan menjelang akhir bulan keenam. Untuk
evaluasi yang menilai dampak proyek, dapat dilaksanakan
setelah proyek berakhir dan diperhitungkan dampaknya
sudah terlihatnyata.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

FAKTOR EKSTERNAL

KONDIS! N KOMPONEN KELU- MAN- DAMPAK


AWAL PROYEK IMPACTS
ARAN FAAT
PRE (out
(OUT +/-
EXISTING MASUKAN
PUTS) comes:
XONDITIONSy AKTIVITAS

FAKTOR INTERNAL

UMPAN BALIK

MODEL SISTEM MONEV

VIII.PENUTUP

Masalah gangguan penggunaan NAPZA adaiah penyakit otak yang


menimbulkan dampakfisik. psikoiogis dan sosial. Gangguan penggunaan
NAPZA tergolong sebagai penyakit kronis kambuhan, dimana untuk
proses pemulihannya memakan waktu relatif cukup lama dan melibatkan
berbagai pendekatan dan latar belakang profesi. Pedoman
Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA ini
memfokuskan pembahasan pada penatalaksanaan medik-kedokteran.
Tiap jenis NAPZA memberikan efek yang khas pada tubuh manusia,
sehlngga penatalaksanaan mediknya pun bervariasi. Pedoman ini
memberikan gambaran cukup detii tentang penatalaksanaan medik
masing-masing jenis zat. Juga penatalaksanaan yang harus dilakukan
terhadap pasien gangguan penggunaan NAPZA dengan komorbiditas
kejiwaan atau lebih dikenal dengan istilah diagnosis ganda (dual
diagnosis). Penggunaan pedoman ini disasarkan pada petugas medik
dari berbagai seting layanan, balk rumah sakit, puskesmas, praktek
swasta atau lembaga kesehatan lainnya.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pedoman penatalaksanaan medik ini mencakup prosedur rujukan


bilamana pasien tidak dapat ditangani pada suatu tempat layanan karena
berbagai sebab. Yang tidak kalah penting, pedoman Ini juga mencakup
petunjuk dalam ha! pencatatan dan pelaporan kasusyang perlu dilakukan
oleh pihak pemberi layanan terapi NAP2A,serta petunjuk monitoring dan
evaluasi atas pelaksanaan program yang perlu dilakukan oleh pihak
pemangku kepentingan.

Menyadari bahwa berbagai penelitian terkait gangguan penggunaan


NAPZAberkembang dengan sangatcepat, pedoman ini akan senantiasa
diperbaharui sehingga dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang terkait dan dapat menyajikan petunjuk
penatalaksanaan yang selalu berbasis bukti(evidence based practices).

MENTERI KESEHATAN,

RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH,Dr.PH

517
Fonnunri
Ol
LAPORAN TAHUNAN DATA RASIEN PENYALAH6UNAAN NAPZA
00
TAHtM
BUUU)
mSTITUSI RSUOffiS SWASTMRUMAH SAXIT JMffUPUSKESMASffiSKO T-
NMMtNSTITUSI
ALAMAT
OAERAWCOU
PROPtNSi

STATUS RASCN JEMS PEMRDKAN


STATUS PBMXAHAN
MODAUnSTEgAH KaAHM
HO.REO
rnsEM RUMATAN Dud* Tdk sm
mSEN DCIOKSI RUMATAH RSMSlUTAa SUP
BARU nR>R£NMPHNI Karin /Jwd* S«koM) SDK
nXASI MEMSON RWIWTOMP
HALOKSOM
"iT" "rT"

1) {* piSiHiahKlu
2) IV:lnnVulaia,NonlV;NanMnVasliiiw
3) StfiappBdtnagardulisiuaidongsivartafalodBlaaesuiilonneadatti
4) PadsbultnpecentAptlapanndttyaflgdldriroaMaliMinusdatapasiMiptdabiianimcM
5) Bi*r>ffi*mptlfT'^'^««««"gy"'a'»Y«'>9«aiiiinaifal«h'iiitaripaiian(pa»lonbwidinimi«ntafcart
6) o«U|)aionbau(lflaaAltsnkod:tttnRmU1,d9i[MatnulHlpillM)(p*^k«lua)kad)bmFORM2
7) Salivtiia)datapa]i(nWMbuiaoir(airimkaB*danNartoSaPtD«iR9i(BNP) aMBnmi
8) ("runin tkiJi{ari dbi Ma ada
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 492/MENKES/PER/IV/2010

TENTANG

PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa agar air minum yang di konsums! masyarakat


tidak menimbulkan gangguan kesehatan periu
ditetapkan persyaratan kesehatan kualitas air minum;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
907/Menkes/SKA/l1/2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Air Minum dipandang tidak memadai
lagi dalam rangka pelaksanaan pengawasan air
minum yang memenuhi persyaratan kesehatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud daiam huruf a dan huruf b, periu
menetapkan Persyaratan Kualitas Air Minum dengan
Peraturan Menteri Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menuiar (Lembaran Negara
Repubiik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,Tambahan
Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 3273);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Repubiik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Repubiik
Indonesia Tahun 2004, Nomor 32,Tambahan
Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor4377);

519
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4844);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4161);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4161);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4858);

520
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
10. Peraturan Preslden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
11. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan
Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan
Perdagangannya;
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan
Teknis DepotAir Minum;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/XI/2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor439/Menkes/Per/VI/2009;
14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/
M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/SK/
yill/2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota bidang
Kesehatan;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/
SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat;
17. Peraturan Menteri Pekeriaan Umum Nomor 01/PRT/
M/2009 tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum Bukan Jaringan
Perpipaan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM.
521
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
2. Penyelenggara air minum adalah badan usaha milik negara/badan
usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, usaha
perorangan, kelompok masyarakat dan/atau individual yang
melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum.
3. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
4. Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disingkat KKP adalah
unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan di wilayah pelabuhan,
bandara dan pos lintas batas darat.
5. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
6. Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat
BPOM adalah badan yang bertugas di bidang pengawasan obat dan
makanan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

Setiap penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang


diproduksinya aman bagi kesehatan.
Pasal 3

(1) Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika,
mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter
wajib dan parametertambahan.
(2) Parameter wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh
seluruh penyelenggara air minum.
(3) Pemerintah daerah dapat menetapkan parameter tambahan sesuai
dengan kondisi kualitas lingkungan daerah masing-masing dengan

522
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

mengacu pada parameter tambahan sebagaimana diatur dalam


Peraturan ini.

(4) Parameter wajib dan parameter tambahan sebagaimana dimaksud


pada ayat(2)sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 4

(1) Untuk menjaga kuaiitas air minum yang dikonsumsi masyarakat


dilakukan pengawasan kuaiitas air minum secara ekstemal dan secara
internal.
(2) Pengawasan kuaiitas air minum secara ekstemal merupakan
pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
atau oleh KKP khusus untuk wilayah kerja KKP.
(3) Pengawasan kuaiitas air minum secara internal merupakan
pengawasan yang dilaksanakan oleh penyelenggara air minum untuk
menjamin kuaiitas air minum yang diproduksi memenuhi syarat
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.
(4) Kegiatan pengawasan kuaiitas air minum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air,
pengujian kuaiitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium,
rekomendasi dan tindak lanjut.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatalaksana pengawasan kuaiitas air
minum ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 5

Menteri, Kepala BPOM, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.
Pasal 6

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri dan Kep^ BPOM


dapat memerintahkan produsen untuk menarik produk air minum dari
peredaran atau melarang pendistribusian air minum di wilayah tertentu
yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan
ini.

523
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 7

Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberikan


sanksi administratif kepada penyelenggara air minum yang tidak
memenuhi persyaratan kualitas air minum sebagaimana diatur dalam
Peraturan ini.

Pasal 8

Pada saat ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 907/Menkes/SKA/ll/2002 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum sepanjang mengenai persyaratan
kualitas air minum dicabutdan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 9

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2010
ENTER! KESEHATAN,

ahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

524
Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor :492/Menkes/Per/IV/2010
Tanggal:19April 2010
PERSYARATAN KUALITAS AIR MINUM

I. PARAMETERWAJIB

Kadar makslmum
No Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan

1 Parameter yang berhubungan


langsung dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi
1)E.Coli Jumlah per 0
100 ml sampel
2)Total Bakteri Koliform Jumlah per 0
100 ml sampel
b. Kimla an-organik
1)Arsen mg/1 0,01
2)Fluorida mg/1 1.5
3)Total Kromium mg/1 0,05
4) Kadmium mg/1 0,003
5) Nitrit,(Sebagai NCV) mg/1 3
6) Nitrat,(Sebagai NO^-) mg/1 50
7)Sianida mg/1 0,07
8)Selenium mg/1 0,01
2 Parameter yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Fisik
1)Bau Tidak berbau
2) Warna TCU 15
3)Total zat padat terlarut(TDS) mg/1 500
4) Kekeruhan NTU 5
5)Rasa Tidak berasa
6)Suhu "C suhu udara ± 3
b. Parameter Kimiawi
1)Aluminium mg/1 0.2
2)Besi mg/1 0,3
3) Kesadahan mg/1 500
4)Khiorida mg/1 250
5) Mangan mg/1 0,4
6)pH 6,5^,5

525
Kadarmaksimum
No Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
7)Seng mg/1 3
8)Sulfat mg/1 250
9)Tembaga mg/1 2
10)Amonia mg/1 1.5

li. PARAMETER TAMBAHAN

No Jenis Parameter Kadarmaksimum


Satuan
yang diperbolehkan
1 KIMIAWI

a. Bahan Anorganik
Air Raksa mg/1 0,001
Antimon • mg/1 0,02
Barium mg/1 0.7
Boron mg/1 0,5
Molybdenum mg/1 0,07
Nike! mg/1 0,07
Sodium mg/1 200
Timbal mg/1 0,01
Uranium mg/1 0,015

b. Bahan Organik
Zat Organik(KMnO^) mg/1 10
Deterjen mg/1 0,05
Chlorinated alkanes
Carbon tetrachloride mg/1 0,004
Dichloromethane mg/1 0,02
1,2-Dichloroethane mg/1 0,05
Chlorinated ethenes
1,2-Dichloroethene mg/1 0,05
Trichloroethene mg/1 0,02
Tetrachloroethene mg/1 0,04
Aromatic hydrocarbons
Benzene mg/1 0,01
Toluene mg/1 0.7
Xylenes mg/1 0,5
Ethylbenzene mg/1 0,3
Styrene mg/1 002

526
Chlorinated benzenes
1,2-Dichlorobenzene(1,2-DCB) mg/1 1
1,4-Dlchlorobenzene 1,4-DCB mg/1 0.3
Laln-iain
Di(2-ethylhexyl)phthalate mg/1 0,008
Acrylamlde mg/1 0,0005
Epichlorohydrin mg/1 '0,0004
Hexadilorobutadiene mg/1 0,0006
Ethylenediaminetetraacetic acid(EDTA) mg/1 0,6
Nitrilotriacetic acid(NTA) mg/1 0.2

c. Pestisida
Aiachior mg/1 0,02
Aidicarb mg/1 0,01
Aidrin dan dieidrin mg/1 0,00003
Atrazlne mg/1 0,002
Carix>furan mg/1 0,007
Chiordane mg/1 0,0002
Chiorotoiuron mg/1 003
DDT mg/1 0,001
1,2- Dibromo-3-chioropropane(DBCP) mg/1 0,001
2,4 Dichiorophenoxyacetic acid (2,4-D) mg/1 0,03
1,2-Dichioropropane* mg/1 0,04
isoproturon mg/1 0,009
Lindane mg/1 0,002
MORA mg/1 0,002
Methoxychior mg/1 0,02
Metoiachior mg/1 0,01
Moiinate mg/1 0,006
Pendimethaiin mg/1 0,02
Pentachiorophenoi(PGP) mg/1 0,009
Permethrin mg/1 0,3
Simazlne mg/1 0,002
Trifluraiin mg/1 0,02
Chiorophenoxry herbicides seiain 2,4-D dan MORA
2.4-DB mg/1 0,090
Dichlorprop mg/1 0,10
Fenoprop mg/1 0,009
Mecoprop mg/1 0,001
2,4,5-Trichiorophenoxyacetlc acid mg/1 0,009

527
d. Desinfektan dan Hasil Sampingannya
Desinfektan
Chlorine mg/1 5
Hasil sampingan
Bromate mg/1 0,01
Chlorate mg/1 0.7
Chlorite mg/1 0,7
ChloFophenols
2,4,6 -Trichlorophenol(2,4,6-TCP) mg/1 0.2
Bromoform mg/1 0,1
DIbromochloromethane(DBCM) mg/1 0.1
Bromodichloromethane(BDCM) mg/1 0,06
Chloroform mg/1 '0,3
Chlorinated acetic acids
Dichloroacetic acid mg/1 0,05
Trichloroacetic add mg/1 0,02
Chloral hydrate mg/1
Halogenated acetonitrilies mg/1
DIchloroacetorutrile mg/1 0,02
Dibromoacetonitrile mg/1 0,07
Cyanogen chloride(sebagai CN) mg/1 0,07

2 RADIOAKTIFITAS

Gross alpha activity Bq/I 0.1


Gross beta activity Bq/1 1

MENTERl KESEHATAN,

ng Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH

528
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 681/MENKES/PERA/I/2010

TENTANG

RISET KESEHATAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk mengetahui dan mengevaluasi


perkembangan status kesehatan masyarakat
Indonesia, perubahan masalah kesehatan, dan
perkembangan upaya pembangunan kesehatan
perlu dilakukan riset kesehatan nasional;

b. bahwa hasil riset kesehatan nasional yang akurat


dapat digunakan pemerintah untuk menyusun
program pembangunan kesehatan yang tepat
sasaran dan efisien;

c. bahwa mengingat pentingnya riset kesehatan


nasional, perlu pengaturan penyelenggaraan riset
kesehatan nasional terpadu yang aman, efektif,
efisien, dan akurat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, periu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Riset Kesehatan Nasional;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang


Sistem Nasionai Peneiitian, Pengembangan,
Penerapan iimu Pengetahuan dan Teknologi

529
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002


Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4219);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor67,Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3609);

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang


Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi tugas dan Fungsi Eselon I
Kementeraian Negara;

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 791/Menkes/


SKA/ll/1999 tentang Koordinasi Penyelenggaraan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;

6.. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1179A/Menkes/


SK/X/1999 tentang Kebijakan Nasional Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XII/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah,
yang terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 439/Menkes/PerA/l/ 2009 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

530
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG RISET


KESEHATAN NASiONAL

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan in! yang dimaksud dengan:


1. Riset Kesehatan Naslonal, yang seianjutnya disingkat RIskesnas
adalah kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan serta
penapisan teknologi kesehatan untuk mendukung pembangunan
kesehatan.
2. Penelitian kesehatan adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah
dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi,
data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan
pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau
hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan serta
menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan.
3. Pengembangan kesehatan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori
ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk
rneningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan yang telah ada, atau menghasitkan teknologi
baru.

4. Penapisan teknologi kesehatan adalah mekanisme penyaringan ilmu


pengetahuan dan teknologi kesehatan dalam rangka mencapai derajat
kesehatan masyarakatyang setinggi-tingginya.
5. Teknologi kesehatan adalah cara, metode, proses, atau produk yang

531
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan disiplin llmu pengetahuan


di bidang kesehatan yang menghasilkan nilal bagi pemenuhan
kebutuhan,kelangsungan,dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
6. Pelaksana Riskesnas adalah setiap orang yang ditunjuk dan/atau
bertugas melakukan Riskesnas;
7. Bahan kontak adalah bahan bempa* uang dan/atau barang berwujud
lainnya yang diberikan kepada responden sebagai kompensasi
ekonomis penggantlan waktu produktif yang hilang karena mengikuti
pelaksanaan Riskesnas.
8. Responden adalah setiap orang yang diteliti, ditanya,dan memberikan
jawaban dan/atau bahan contoh dari tubuhnya atas pertanyaan
penelitian yang dilakukan berdasarkan persetujuan baik secara lisan
dan/atau tulisan dari yang bersangkutan atau keluarga sah terdekat
setelah disampaikan penjelasan sebelumnya kepada yang
bersangkutan atau keluarga sah terdekattersebut.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang selanjutnya
disingkat Balitbangkes adalah institusi di bawah Kementerain
Kesehatan yang melaksanakan kegiatan penelitian dan
pengembangan kesehatan serta penapisan teknologi kesehatan.
10. Peraturan atau Keputusan Batitbangkes adalah peraturan atau
keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Balitbangkes.
11. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah, yang selanjutnya
disingkat BaHtbangda adalah lembaga pemerintah daerah yang
melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan kesehatan
serta penapisan teknoiogi kesehatan.
12. Asosiasi Peneliti Kesehatan Indonesia, yang selanjutnya disingkat
Apkesi adalah organisasi profesi peneliti kesehatan yang dibentuk
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

13. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut pemerintah adalah


perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
Presiden beserta para menteri dan jajaran di bawahnya sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan pusat.

532
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

14. Pemerlntah Daerah adatah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat


pemerintahan daerah sebagai, unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.

15. Menteri adalah menteri yang bertanggungjawabdi bidang kesehatan.


Pasal 2

Penyelenggaraan Riskesnas bertujuan untuk:


a. menyediakan informasi data status dan masalah kesehatan secara
berkala di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten / kota. yang
berbasis bukti ilmiah untuk perumusan dan analisis lebih lanjut
kebijakan pembangunan kesehatan di tingkat pusat, daerah, dan bagi
masyarakatyang memerlukan;
b. menyediakan informasi secara berkala untuk perencanaan kesehatan
termasuk aiokasi sumberdaya;
c. mengukur perkembangan secara berkala hasil upaya pembangunan
kesehatan, termasuk dan tidak terbatas pada indeks kinerja
pembangunan kesehatan;dan
d. memberikan indikator-indikator ilmiah terbaru secara berkala tentang
status kesehatan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi
perkembangan dan perubahan masalah kesehatan di tingkat nasional
provinsi,dan kabupaten /kota.

BAB II
KEGIATAN RISKESNAS

PasaL 3

(1) Jenis kegiatan Riskesnas meliputi:


a. nset berbasis komunitas, yang selanjutnya disingkat Rikom;
b. nset berbasis fasilitas pelayanan kesehatan, yang selanjutnva
disingkat Rifas;dan '
c. riset atas kepentingan khusus untuk mengatasi masalah
kesehatan, yang selanjutnya disingkat Rikus.

533
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
(2) Rikom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
kegiatan Riskesnas yang dilakukan terhadap masyarakat untuk
mengetahui informasi status kesehatan masyarakat dan evaluasi
perkembangan masalah kesehatan masyarakat.
(3) Rifas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
kegiatan Riskesnas yang dilakukan terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
untuk mengetahui informasi status kualitas dan kuantitas fasilitas
pelayanan kesehatan dan evaluasi kinerjanya.
(4) Rikus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
kegiatan Riskesnas yang dilakukan terhadap perorangan, institusi,
dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat berdasarkan prioritas kebijakan pernerintah
dalam rangka penanganan masalah kesehatan yang terjadi dalam
masyarakat.
Pasal 4
(1) Kegiatan Riskesnas diseienggarakan secara berkala setiap 3 (tiga)
sampai dengan 5(lima)tahun sekali.
(2) Penyelenggaraan
dimaksud pada ayatkegiatan Riskesnas
(l)ditentukan secara berkala sebagaimana
berdasarkan.
a. kondisi dan situasi terbaru perkembangan masalah kesehatan
nasional dan/atau internasional;
b. cara penanganan masalah kesehatan;dan
0. prioritas kebijakan pemerintah.
Pasal 5
(1) Kegiatan Riskesnas diseienggarakan oleh Balitbangkes.
(2) Balitbangkes dalam menyelenggarakan kegiatan Riskesnas dapat
bekerjasama dengan: .. •
a. Badan Pusat Statistik dan instansi pemenntah tainnya;
b. pemerintah daerah;
0. balitbangkesda;
534
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

d. perguruantinggi;
e. Asosiasi Peneiiti Kesehatan Indonesia(Apkesi);
f. organisasi profesi peneiiti kesehatan lain yang sah;dan/atau
g. lembaga swadaya masyarakat yang sah.
(3) Pelaksanaan -keija sama Riskesnas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 6

(1) PenyeLenggaraan kegiatan Riskesnas dilaksanakan oieh pelaksana


Riskesnas.
(2) Pelaksana Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
peneiiti pegawai negeri di lingkungan Batitbangkes dan dapat
metibatkan:
a. pegawai negeri non peneiiti di lingkungan Balitbangkes;
b. peneiiti pegawai negeri atau pegawai negeri non peneiiti di luar
Balitbangkes;
c. peneiiti pegawai negeri dan pegawai negeri non peneiiti
pemerintah daerah;
d. anggota Apkesi atau anggota organisasi profesi peneiiti kesehatan
yang sah;'
e. anggota lembaga swadaya masyarakat yang sah;dan/atau
f. peneiiti dan mahasiswa dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
(3) Pengorganisasian pelaksana Riskesnas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan membentuk Tim Riskesnas yang
terdiri dari:

a. Tim Penasehat,yang terdiri dari;


1) Menteri;dan
2) pejabat eselon satu dan eselon dua di lingkungan
Kementerian Kesehatan dan Badan PusatStatistik.
b. Tim Pengarah dan Penanggung Jawab, yang terdiri dari pejabat
eselon satu dan eselon dua di lingkungan Baiitbangkes

535
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

c. Tim Pakar, yang terdiri dari para ahii di bidangnya masing-masing


dan yangterkait;
d. Tim Teknis, yang terdiri dari peneliti pegawai negeri di lingkungan
Balitbangkes dan Badan Pusat Statistik;
e. Tim Manajemen, yang terdiri dari peneliti pegawai negeri dan
pegawai negeri non peneliti di lingkungan Balitbangkes,
f. Tim Riset Wilayah. yang terdiri dari:
1) peneliti pegawai negeri dan pegawai negeri non peneliti di
lingkungan Balitbangkes dan Kementerian Kesehatan selaku
koord[nator, penanggung jawab teknis, dan pengumpul data
atau enumerator,
2) penetiti pegawai negeri dan pegawai negeri non peneliti di
lingkungan pemerintah daerah selaku penanggung jawab
operasional; • • a , •
3) peneliti dari perguruan tinggi yang terakreditasi, Apkesi,
organisasi profesi peneliti kesehatan yang sah atau lernbaga
swadaya masyarakat yang sah selaku penanggung jawab
teknis; dan/atau
4) mahasiswa dan/atau lulusan perguruan tinggi yang
terakreditasi, anggota Apkesi, anggota organisasi profesi
peneliti kesehatan yang sah atau anggota lembaga swadaya
masyarakat yang sah selaku enumerator,dengan persyaratan
sekurang-kurangnya:
a) mahasiswa tingkat 3(tiga) atau lulusan program diploma
tiga dan strata satu, untuk Rikom;
b) mahasiswa tingkat 4(empat) atau lulusan program strata
satu, untuk Rifas;
c) mahasiswa tingkat 4(empat) atau lulusan program strata
satu, untuk Rikus.
(4) Tim Peneliti sebagaimana dimaksud pada ayat(3)ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 7

(1) Dalam penyelenggaraan Riskesnas, responden dapat diberikan


bahan kontak.

(2) Besaran bahan kontak sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diberikan


sesuai dengan standarbiaya khususdengan memperhatikan ietakdan
tingkat kesulitan geografis daerah tempattinggal responden.
(3) Penetapan besaran bahan kontak dalam standar blaya khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB 111
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal8

(1) Setiap Pelaksana Riskesnas mempunyai hakdan kewajiban.


(2) Hak pelaksana Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. menerima imbalan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. menerima penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. mendapatkan pelatihan pelaksanaan Riskesnas;
d. memasuki wilayah kerja yang telah ditentukan oleh pemerintah
atau pemerintah daerah;
e. mendapatkan peralatan penelitian sesuai pedoman penelitian
yang berlaku;
f. membuat tulisan ilmiah tentang objek yang diteliti dengan tetap
menjaga kerahasiaan Identitas hasil penelitian;
g. mendapatkan perlindungan hukum dan keamanan selama
pelaksanaan Riskesnas;dan

537
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

h. mendapatkan jaminan biaya atau penghargaan terhadap resiko


kecelakaan dan kematian selama pelaksanaan Riskesnas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Kewajiban pelaksana Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat


(1)meiiputi:
a. melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai pedoman
penelitian;
b. memperlihatkan surattugas dan atau tanda pengenal lainnya;
c. menaati nilai-niiai agama, adat istiadat setempat, tata krama, dan
ketertiban umum;
d. memberikan penjeiasan tentang kegiatan yang akan dilakukan
sebelum mendapatkan persetujuan {informed consent) untuk
dilakukan penelitian terhadap responden;
e. menghormatihakhak responden;
f. memegang teguh rahasia atas keterangan yang diberikan
responden dan yang diperoleh dari obyek penelitian;
g. melakukan entry data atau informasi yang diberikan oleh
responden pada tempat atau sarana yang telah ditentukan;
h. memberikan bahan kontak kepada responden;
i. memberikan laporan pelaksanaan kegiatan penelitian dan
pengumpulan data kepada atasan langsung;
j. merawat dan mengembalikan peralatan penelitian sesuai
pedoman penelitian; dan
k. mematuhi larangan memberikan data yang bersifat individual
kepada setiap orang t^ecuali berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Setiap Responden Riskesnas mempunyai hak dan kewajiban


(2) Hak responden Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:

538
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

a. menerlma bahan kontak sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan;dan
b. menerima hasll penelitian yang diiakukan terhadap dirinya.
(3) Kewajiban responden Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)meliputi:
a. memberikan keterangan atau data yang dipeilukan pelaksana
Riskesnas mengenai data kesehatan diri sendiri, anggota
keluarga, orang lain yang berkaitan, dan/atau kegiatannya secara
lengkap dan benar setelah mendapatkan penjelasan dan
memberikan persetujuan {informed consent).
b. memperlihatkan catatan tertulis, buku-buku, naskah-naskah, atau
informasi lainnya yang berkaitan dengan kesehatan yang
diperlukan oleh pelaksana Riskesnas;dan
c. bersedia diiakukan pemeriksaan klinis terhadap dirinya dan
pengambijan spesimen atau sampel tubuhnya sesuai dengan
protokol penelitian setelah mendapatkan penjelasan dan
memberikan persetujuan {informedconsent).

Pasal 10

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau institusi yang dijadikan objek


atau tempat pelaksanaan Riskesnas mempunyai hak untuk
mendapatkan hasil penelitian
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau institusi yang dijadikan objek
atau tempai pelaksanaan Riskesnas mempunyai kewajiban
memberikan keterangan-keterangan atau data yang diperlukan
pelaksana Riskesnas sesuai tujuan penelitian.

BAB IV
PENGELOLAAN RISKESNAS

Bagian Kesatu
Tahapan

539
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 11

Pengelolaan Riskesnas dilakukan melalui tahapan:


a. persiapan;
b. pelaksanaan;
c. manajemen data;
d. analisis data; dan
e. penulisan laporan dan publikasi.
Pasal 12

Tahap persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 hurufa meliputi:


a. pembentukan Tim Riskesnas;
b. pembuatan proposal dan protokol;
c. pembuatan disain penelitian;
d. penentuan sampel dan variabel penelitian;
e. penyusunan instrumen penelitian;
f. pemilihan perelatan penelitian;
g. pelatihan dan uji coba penelitian; dan.
h. perekrutan tenaga pengumpul data atau enumerator.
Pasal 13

Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b


meliputi:
a. pelaksanaan penelitian;
b. pengawasan dan pelaksanaan kendali mutu penelitian (quality
control); dan
0. studivalidasi.

Pasal 14

Tahap manajemen data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c


meliputi;
a. editing;
b. entry data; dan
0. cleaning data.

540
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 15

Tahap analisis data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d


merupakan kegiatan yang bersifat analisis deskriptlf.

Pasal 16

Tahap penulisan laporan dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 11 huaif e dllakukan sesual pedoman penelltlan yang berlaku dan
sesual dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang beriaku.

Pasal 17

Ketentuan leblh lanjut mengenal tata cara pengelolaan RIskesnas dlatur


dengan Peraturan Balltbangkes.

Bagian Kedua

Pengolahan Hasil RIskesnas

Pasal 18

(1) Pengolahan hasll RIskesnas dllakukan secara telltl dan akurat.


(2) Pengolahan hasll riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melaksanakan ketentuan:

a. menghlndarl dupllkasi pengolahan hasll;


b. menggunakan metode pengolahan yang sesual dengan pedoman
penelltlan yang berlaku;
c. memlllh variabel yang sesual dengan tujuan penelltlan;
d. menggunakan metode analisis yang sesual dengan pedoman
penelltlan yang berlaku;
e. merumuskan hasll penelltlan yang sesual dengan tujuan
penelltlan; dan
f. menerbltkan hasll penelltlan dalam bentuk policy paper.

541
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

Bagian Ketiga
Pengumuman, Penyebarluasan, dan Pemanfaatan Hasil Riskesnas

Pasal 19

(1) Pengumuman hasil Riskesnas dilakukan oleh Balitbangkes seteiah


mendapatkan izin dari Menteri.
(2) Pengumuman hasil Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus melibatkan satuan keija di lingkungan Kementerian Kesehatan
yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang komunikasi
pubiik dan promosi kesehatan.

Pasal20

(1) Penyebarluasan hasil Riskesnas dilakukan oleh pemerintah,


pemerintah daerah,dan masyarakat.
(2) Penyebarluasan hasil Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)seteiah pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasai 19.
(3) Penyebarluasan hasil Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)dapat dilakukan melalui:
a. pemberian advokasi kepada para pejabat pemerintahan
pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah dan para anggota
legislatif;
b. penyampaian dan penjelasan dalam simposium hasil penelitian
tingkat nasional dan internasional;
c. pemuatan dalam majalahilmiahnasionai;
d. pelaksanaansosialisasi hasil penelitian; dan
e. cara iimiah lainnya yang ditentukan Balitbangkes.

Pasal 21

(1) Hasil Riskesnas dimanfaatkan oleh pemerintah dan pemerintah


daerah untuk dasar penyusunan kebijakan pembangunan kesehatan..
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Hasil Riskesnas dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam rangka


ikut berperan serta dalam upaya pembangunan kesehatan.
(3) Masyarakat yang memanfaatkan hasil Riskesnas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BABV
PERLINDUNGAN HAKATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

Pasal 22

(1) Hasil Riskesnas merupakan milik Kementerian Kesehatan.


(2) Permintaan dan pemanfaatan data hasil Riskesnas oleh instansi
pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan sesuai petunjuk
penyebarluasan hasil Riskesnas kepada pemerintah dan pemerintah
daerah.

(3) Permintaan dan pemanfaatan data hasil Riskesnas oleh masyarakat


harus dilakukan melalui mekanisme permohonan pemanfaatan hasil
Riskesnas.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk penyebarluasan hasil


Riskesnas kepada pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat(2)diatur dengan Keputusan Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme permohonan
pemanfaatan hasil Riskesnas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Balitbangkes.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 23

(1) Pembinaan dan pengawasan Riskesnas dilakukan oleh:

543
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

a. Menteri;
b. Kepala Badan Pusat Statistik;
c. Gubemur;
d. Bupati, Walikota;
e. Kepala Balitbangkes;
f. Kepata Balitbangkesda;
g. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi;
h. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
I. Ketua Komlsl Etik Penelitian Kesehatan Balitbangkes;
j. Ketua Data Safety Monitoring Board dalam penelitian yang
bersangkutan;
k. Pimpinan institusi tempat penelitian ditakukan;
I. Pimpinan perguruan tinggi;
m. Ketua Apkesi dan ketua organisasi profesi peneliti kesehatan
lainnya;dan;
n. Masyarakat;

sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.


(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara berjenjang dan saling berkoordinasi sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing, tradisi ilmiah, etika
penetitian,dan ketentuan yang beriaku.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diarahkan untuk meningkatkan mutu Riskesnas.

(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan melalui;
a. bimbingan dan penyuluhan;
b. penyediaan jaringan informasi penelitian dan pengembangan
kesehatan;
c. pemberian bantuan tenaga ahli; dan/atau
d. bentuk lainnya.

544
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 24

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri dapat mengambil


tindakan administriatif berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan izin peneiitian;
d. penghentian kegiatan peneiitian; dan/atau
e. denda.

BAB VII
PENDANAAN

Pasal 25

(1) Pendanaan peiaksanaan Riskesnas bersumber dari Anggaran


Pendapatan Negara (APBN) Kementerian Kesehatan dan/atau
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan dana peiaksanaan Riskesnas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengacu pada petunjuk palaksanaan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Semua penyebutan Riset Kesehatan Dasar yang sudah ada sebelum


Peraturan ini berlaku, harus dibaca Riset Kesehatan Nasional.

545
MENTERi KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 27

Pads saat peraturan ini mulai berlaku, semua ketentuan teknis


pelaksanaan Riset Kesehatan DasarTahun 2010 dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan
ini.

Pasal 28

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Juni 2010

MENTERI KESEHATAN,

MPH, Dr. PH
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 736/MENKES/PEIWI/2010

TENTANG

TATA LAKSANA PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat


(5) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum, peiiu mengatur tatalaksana
pengawasan kualitas air minum;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
907/Menkes/SKA/ll/2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Air Minum dipandang tidak memadai
lagi dalam rangka pelaksanaan pengawasan kualitas
- air minum yang memenuhi persyaratan kesehatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Tata Laksana
Pengawasan Kualitas Air Minum dengan Peraturan
Menteri Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang


Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

547
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang


Sumber Daya Air (Lembaran Negara Repubilk
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4377);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4844);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4161);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4424);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4161);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);

548
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
10. Peraturan Pemerintah Nomor42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedu(^kan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi,Tugas, dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara;
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaganqan
Nomor 705/MPP/Kep/ 11/2003 tentang Persyaratan
Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan
Perdagangannya;
Menteri Kesehatan Nomor 267/Menkes/
SK/1 1/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 891/Menkes/Per/IX/2008 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 267/Menkes/SK/lll/2004 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penvakit
Menular; '
14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdaganqan
Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan
Teknis DepotAir Minum;
Kesehatan Nomor 1267/Menkes/
SK/XII/2004 tentang Standar Pelayanan
Laboratonum Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
pepartemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/XI/2009 tentang Perubahan Kedua
Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor18/PRT/


M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 356/Menkes/
Per/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesehatan Pelabuhan;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/Menkes/
PerA/ll/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
01/PRT/M/2009 tentang Penyelenggaraan
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Bukan
JaringanPerpipaan;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/
Per/ IV/2010 tentang Persyaratan KualltasAir Minum;

MEMUTUSKAN:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG TATA


LAKSANA PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:


1. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsungdiminum.
2. Penyelenggara air minum adalah badan usaha milik negara/badan
usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, usaha
perorangan, kelompok masyarakat dan/atau individual yang
melakukan penyelenggaraan penyediaan airminum.
3. Pengawasan ekstemal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap
air minum dengan sistem jaringan perpipaan, depot air minum, air
minum bukan jaringan perpipaan untuk tujuan komersial dan bukan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

komersial oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kantor


Kesehatan Pelabuhan khusus untuk wilayah kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan.
4. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap air
minum dengan sistem jaringan perpipaan, depot air minum, air minum
bukan jaringan perpipaan untuk tujuan komersial oleh penyelenggara
airminum.
5. Air minum dengan sistem jaringan perpipaan adalah air minum yang
didistribusikan melalui jaringan perpipaan kepada masyarakat/
pelanggan.
6. Air minum bukan jaringan perpipaan adalah air minum berasal dari
sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan,
terminal air, mobil tangki air, atau bangunan perlindungan mata air.
7. Depot air minum adalah usaha Industri yang melakukan proses
pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada
konsumen. *
8. Mobil tangki air adalah mobil tangki untuk mengangkut air minum dari
penyelenggara air minum dengan jaringan perpipaan maupun bukan
jaringan perpipaan ke terminal air dan/atau depot air minum isi ulang
yang memenuhi syarat tara pangan sesuai ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
9. Air minum dalam kemasan adalah air baku yang telah diproses,
dikemas dan aman untukdiminum.
10. Pengujian lapangan adalah pengujlan kuailtas air minum yang
dilakukan di lokasi pengambilan sampel.
11. Kantor Kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya disebut KKP adalah
unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dengan wilayah
kerja meliputi pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat.
12. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
Menular yang selanjutnya disingkat BTKLPPM adalah unit pelaksana
teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

13. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerindah adalah Presiden


Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
15. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.
16. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang lingkup pengaturan tata laksana pengawasan kualitas air


minum meliputi:
a. pengawasan ekstemal;dan
b. pengawasan intemal.
(2) Pengawasan ekstemal sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf a
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan KKP.
(3) Pengawasan intemal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan oleh penyelenggara air minum.
PasaL 3

Penyelenggara air minum yang menyelenggarakan penyediaan air minum


untuktujuan komersial wajib melakukan pengawasan internal.
Pasal 4

Pengawasan untuk kualitas air minum dalam kemasan dilaksanakan oleh


Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

552
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB III
TATA LAKSANA PENGAWASAN

Baglan Kesatu
Umum

Pasal 5

Untuk mencapai kualitas air minum sesuai persyaratan yang ditetapkan


berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dilakukan
pengawasan eksternal dan pengawasan internal.

PasaL 6

Pengawasan eksternal dan pengawasan internal dilakukan dengan 2(dua)


cara meliputi;
a. Pengawasan berkala; dan
b. Pengawasan atas indikasi pencemaran.

Pasal 7

(1) Pengawasan eksternal berkala untuk air minum dengan sistem


jaringan perpipaan dilakukan di titik terjauh pada unit distribusi.
(2) Pengawasan ekstemal berkala untuk depot air minum dilakukan di unit
pengisian galon/wadah air minum.
(3) Pengawasan eksternal berkala untuk air minum bukan jaringan
perpipaan dilakukan pada setiap sarana air minum.

Pasal 8

(1) Pengawasan internal berkala untuk air minum dengan sistem jaringan
perpipaan dilakukan di setiap unit produksi dan unit distribusi.
(2) Pengawasan internal berkala untuk depot air minum dilakukan di unit
produksi dan unit pengisian gaion/wadah air minum.
(3) Pengawasan intemal berkala untuk air minum bukan jaringan
perpipaan dilakukan di sarana air minum.

553
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 9

Pengawasan eksternal dan pengawasan internal atas indlkasi


pencemaran dilakukan pada seiuruh unit penyelenggaraan penyediaan air
minum.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Pengawasan

Pasal 10

(1) Kegiatan pengawasan kualitas air minum meliputi:


a. Inspeksi sanitasi dilakukan dengan cara pengamatan dan
penilaian kualitas fisik air minum dan faktor risikonya;
b. Pengambiian sampel air minum dilakukan berdasarkan hasil
inspeksi sanitasi;
c. Pengujian kualitas air minum dilakukan di laboratorium yang
terakreditasi;
d. Analisis hasil pengujian laboratorium;
e. Rekomendasi untuk pelaksanaan tindak lanjut; dan
f. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut.

(2) Penyelenggara air minum daiam melaksanakan pengawasan intemal


wajib melaksanakan analisis risiko kesehatan.
Pasal 11

(1) Peiaksanaan inspeksi sanitasi dilakukan melalui;


a. Penetapan lokasi titikdan frekuensi inspeksi sanitasi;
b. Pengamatan dan penilaian terhadap sarana air minum dengan
menggunakan formulir inspeksi sanitasi sarana air minum;dan
c. Menetapkan tingkat risiko pencemaran berdasarkan hasii
peniiaian.

(2) Ketentuan iebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan inspeksi


sanitasi sebagaimanatercantum daiam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 12

(1) Pengambiian sampel air minum hams memenuhi persyaratan sebagai


berikut:

554
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. Penetapan lokasi titik pengambtlan sampel dilakukan berdasarkan


hasil inspeksi sanitasi;
b. Titik-titik sampel menyebar dan mewakili kualitas air dari sistem
penyediaan airminum.
c. Sampel diambil, disimpan, dan dikirim dalam wadah yang sterll
dan bebas dari kontaminasi.
d. Pengiriman sampel dilakukan dengan segera.
e. Sampel yang diambil dilengkapi dengan data rind sampel dan
label.

(2) Dalam hal pengiriman sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, membutuhkan waktu yang lama, sampel hams diawetkan
terleblh dahulu guna mencegah terjadinya pembahan komposisi
sampel.

(3) Penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air minum pada
pengawasan ekstemal dan internal sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.

Pasal 13

(1) Pelaksanaan pengujian sampel air minum dilakukan di laboratorium


yang terakreditasi atau dilakukan pengujian lapangan dengan
menggunakan peralatan pengujian lapangan yang terkalibrasi.
(2) Metode pengujian sampel air minum mengacu kepada Standar
Nasional Indonesia atau metode yang ditetapkan oleh Komite
Akreditasi Nasional, atau metode lainnya berdasarkan referensi yang
dapat dipertanggungjawabkan keakuratan hasil pengujiannya.
(3) Dalam hal suatu Kabupaten/Kota tidak memiliki laboratorium
terakreditasi, pemerintah daerah menetapkan laboratorium sebagai
laboratorium penguji kualitas air
(4) Tatacara penetapan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat
(3)sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 14

Analisis hasil pengujian laboratorium dilakukan melalul:


a. Membandingkan hasil pengujian laboratorium dengan parameter
kualitas air minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
undangan;
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. Identifikasi dugaan sumber kontaminasi;dan


c. Identifikasi iangkah-langkah perbaikan.
Pasal 15

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Kepala KKP


mengeiuarkan rekomendasi sesuai dengan hasil analisis pengujian
iaboratorium.
(2) Apabila hasil analisis tidak sesuai dengan persyaratan kualitas air
minum,rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dilengkapi
dengan saran tindak lanjut perbaikan.
Pasal 16

(1) Penyelenggara air minum harus segera melakukan tindak lanjut


perbaikan kualitas air minum, apabila dalam pengawasan intemal
hasilnya tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum.
(2) Penyelenggara air minum harus melaksanakan tindak lanjut dari
rekomendasi atas pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal15.

Pasal 17

Pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16


dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau KKP.

Pasal 18

(1) Pelaksanaan inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air minum, dan


pengujian kualitas air minum dilaksanakan oleh tenaga terlatih.
(2) Tenaga terlatih sebagaimana dimaksud pada ayat(1) adalah petugas
Iaboratorium, sanitarian, dan tenaga lain yang memiliki keterampilan
untuk melakukan inspeksi sanitasi atau pengambilan sampel air
minum yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan.

Pasal 19

(1) Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Kepala KKP harus melakukan pengawasan
kualitas air minum.

556
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan


kondisi pada suatu kegiatan yang melibatkan masyarakat dalam
jumlah yang besar seperti kegiatan olahraga dan kegiatan kejuaraan
nasional.
(3) Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kondisi di iuar keadaan normal secara alami seperti bencana alam dan
keadaan luarbiasa.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan pada kondisi
sebagaimana dimaksud pada ayat(1)sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan ini.

Pasal 20

Dalam rangka pelaksanaan surveilans epidemiologi, analisis dampak


kesehatan lingkungan, penilaian dan respon cepat, kewaspadaan dini dan
penanggulangan keadaan Iuar biasa/wabah dan bencana, kesehatan
lingkungan dan kesehatan matra, BTKLPPM dapat melakukan
pengawasan kualitas airminum sesuai tugas pokokdan fungsinya.

BAB IV
TANGGUNG JAWAB PENGAWASAN

Pasal 21

Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya


pengawasan kualitas airminum.

Pasal 22

Dalam rangka pengawasan kualitas air minum, Pemerintah


bertanggungjawab:
a. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengawasan kualitas air
minum.
b. Melakukan pembinaan, pengendalian serta pemantauan terhadap
pelaksanaan pengawasan.
c. Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat mengambil langkah
antisipasi atau pengamanan terhadap airminum.
d. Memberikan bantuan teknisjika diperlukan.

557
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 23

Dalam rangka pengawasan kualitas air minum, Pemeiintah Provlnsi


bertanggungjawab;
a. Menetapkan kebijakan dan strategl daerah pengawasan kualitas air
minum.
b. Melakukan pembinaan dalam pelaksanaan pengawasan kualitas air
minum kepada kabupaten/kota.
c. Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat mengambil langkah
antisipasi/pengamanan terhadap air minum di wilayahnya.
d. Memberikan bantuan teknisjika diperlukan.

Pasal 24

Dalam rangka pengawasan kualitas air minum, Pemerintah


Kabupaten/Kota bertanggungjawab;
a. Menetapkan laboratorium penguji kualitas air minum.
b. Menetapkan parameter tambahan persyaratan kualitas air minum
dengan mengacu pada daftar parametertambahan.
c. Menyelenggarakan pengawasan kualitas air minum di wilayahnya.
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pengawasan kualitas air minum di wilayahnya.
e. Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat mengambil langkah
antisipasi/pengamanan terhadap air minum di wilayahnya.

BABV
PEMBIAYAAN

Pasal 25

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah harus mengalokasikan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah untuk pembiayaan pelaksanaan pengawasan
eksternal kualitas air minum.
(2) Selain sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pembiayaan pelaksanaan pengawasan eksternal kualitas air minum
dapat berasal dari sumber lain yang tidak mengikat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

558
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Sumber dana pemblayaan pengawasan internal berasal dari


penyeienggara air minum.

BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal26

(1) Has!! pengawa^n internal kualitas air minum dicatat dan dilaporkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil
pengawasan eksternal kualitas air minum kepada Bupati/Walikota
otrelrturJendeS tembusan kepada Menteri melalui
(3) Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan hasil pengawasan ekstemal

(4) Dalam kondisi khusus dan kondisi darurat, Kepala KKP waiib
mdaporkan pengawasan ekstemal kepada Menteri melalui Direktur
Jendera dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/ Kota setempat.
(5) Ketentuan mengenai pencatatan dan pelaporan dilaksanakan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

BAB Vll
PUBLIKASI

Pasal 27

(1) Pemerintah daerah harus mempublikasikan hasil pengawasan


n\ D Ki ?® "I'num di wilayahnya minimal 1 (satu)kali setahun.

559
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB VIII
KETENTUAN ADMINISTRATIF

Pasal 28

(1) Apabila penyelenggara air minum tidak melaksanakan tindak lanjut


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, maka Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dapat mengambiltindakan administratif.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berupa:
a. Peringatan lisan;
b. Peringatan tertulis; dan
c. Pelarangan distribusi air minum di wilayahnya.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 907/Menkes/SKA/l1/2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum, sepanjang yang mengatur mengenai
pengawasan,dicabutdan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30

Peraturan ini mulai berlaku padatanggal ditetapkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Juni 2010
MENTERI KESEHATAN Rl

RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH

560
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor :736/Menkes/PerA/l/2010
Tanggal: 18 Juni 2010

I. INSPEKSISANITASI

Inspeksi sanitasi diiakukan untuk air minum dengan sistem jaringan


perpipaan, depot air minum, air minum bukan jaringan perpipaan.
Apabila terjadi indikasi pencemaran, maka inspeksi sanitasi dapat
diiakukan di semua unit mulai dari unit air baku, unit produksi, unit
distribusi dan unit peiayanan.

Frekuensi inspeksi sanitasi diiakukan pada musim kemarau dan


musim hujan. Lokasi titik dan frekuensi inspeksi sanitasi, serta cara
penilaian ditentukan sebagai berikut:

a. Lokasi titik dan frekuensi minimal inspeksi sanitasi untukair minum


dengan sistem jaringan perpipaan.

Frekuensi
Lokasi titik inspeksi sanitasi sanitasi per
tahun

Daerah tangkapan {catchment area )


untuk airiDaku berasal dari mata air

Tempat penyadapan mata air


(broncaptering)
Daerah aliran sungai (DAS), untuk air
baku yang berasal dari air permukaan
Pipa distribusi
Tendon air {reservoir)
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

b. Lokasi titik dan frekuensi minimal inspeksi sanitasi untuk air minum
dengan sistem jaringan perpipaan.

Frekuensi
Lokasi titik inspeksi sanitasi sanitasi per
tahun

Tempat asal air baku


Alat pengangkut air baku (mobil tangki)
Tandon (untuk menyimpan air baku)
Pencucian galon (tempat dan cara
pencucian wadah/ galon yang akan diisi
air minum)
Pengisian galon (tempat dan cara
pengisian air minum ke dalam wadah /
galon)

0. Lokasi titik dan frekuensi minimal inspeksi sanitasi untuk air minum
bukan jaringan perpipaan

Frekuensi
Lokasi titik inspeksi sanitasi sanitasi per
tahun

Sumur gali/sumur dangkal


Sumur bor/sumur pompa tangan
Bak penampungan air hujan
Terminal air

Mobil tangki air


Bangunan perlindungan mata air
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. Cara penilaian

Penilaian diberikan terhadap semua pertanyaan pengamatan


pada sebuah obyek yang diamati dengan menjawab pertanyaan
dengan:YAatau TIDAK.

Hasil inspeksi sanitasi dilakukan dengan menghitung rata-rata


prosentase jawaban YAdari semua obyek yang diamati. Rata-rata
prosentase tersebut kemudian dikonversi ke dalam tingkat risiko
pencemaran dengan kategori sangattinggi(AT),tinggi(T),sedang
(S)danrendah(g).

Adapun konversi rata-rata prosentase ke tingkat risiko


pencemaran,adaiah sebagai berikut:

Rata-rata Tingkat risiko pencemaran


<25 Risiko pencemaran sangat tinggi(AT)
25-50 Risiko pencemaran tinggi (T)
51 -75 Risiko pencemaran sedang (S)
>75 Risiko pencemaran rendah (R)

Hasil inspeksi sanitasi dengan kategori AT dan T, pengambilan


sampel air minum tidak akan dilakukan sebelum dilakukan
tindakan perbaikan atas sarana tersebut. Sedangkan hasil
inspeksi sanitasi dengan kategori S dan R,dilakukan pengambilan
dan pengujian sampel air minum.

Dalam melakukan inspeksi sanitasi menggunakan formulir


sebagaimana tercantum pada contoh Formulir I.

563
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

II. PENETAPAN JUMLAH DAN FREKUENSI PENGAMBILAN


SAMPELAIRMINUM

A. Penetapan Jumlah dan Frekuensi Pengambilan Sampel Air


Minum Pada Pengawasan Eksternal.

Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan hasil


inspeksi sanitasi sebagaimana terurai di atas, yaitu terhadap air
minum dengan sistem jaringan perpipaan, depot air minum,dan air
minum bukan jaringan perpipaan dengan risiko pencemaran
sedang(S)dan rendah ®.

a. Airminum dengan sistem jaringan perpipaan.


Pengambilan sampel air minum dilaksanakan berdasarkan
hasil laporan pengawasan internal penyelenggara air minum.
Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum
harus dilaksanakan berdasarkan jumlah penduduk yang
dilayani pada jaringan distribusi sesuai dengan ketentuan
minimal sebagai berikut:

Jumlah sampel
Frekuensi Jumlah penduduk yang dilayani
Parameter
Pengujian
<5000 < 5000 - 100.000 > 100.000

1 per 5000 1 per 10.000


penduduk penduduk
ditambah 5
sampel
tambahan

Mikrobiologi 1 per 5000 1 per 10.000


penduduk penduduk
ditambah 5
sampel
tambahan
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Sisa chlor* Satu 1 1 per 5000 1 per 10.000


bulan penduduk penduduk
sekali ditambah 5
sampel
tambahan

Kimia wajib Enam 1 1 per 5000 1 per 10.000



Bulan penduduk penduduk
Sekali
Kimia Enam 1 per 5000 1 per 10.000
tambahan** bulan penduduk penduduk
sekali

Keterangan:
* Sisa chlor diuji pada outlet reservoir dengan nllal maksimal 1
mg/l dantitikterjauh unltdlstribusi minimal0,2 mg/1
** Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daerah.

b. Depot air minum


Jumlah sampel dan firekuensi pengujian sampel air minum
diiakukan terhadap air yang siap dimasukkan ke dalam
galon/wadah air minum sesuai kebutuhan dengan ketentuan
minimal sebagai berikut:

Parameter Frekuensi Jumlah Sanitasi


pengujian

Mikrobilogi Satu bulan sekali 1

Fisika Satu bulan sekali 1

Kimia Wajib Enam bulan sekali 1

Kimia Tambahan * Enam bulan sekali 1

Keterangan:
* Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daerah

565
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

c. Airminum bukanjaringan perpipaan

Jumlah sampei dan frekuensi pengujian sampel air minum


dilakukan sesuai kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai
berikut:

Parameter Frekuensi Jumlah Sanitasi


pengujian

Mikrobilogi Satu bulan sekali 1

Fisika Satu bulan sekali 1

Kimia Wajib Enam bulan sekali 1

Kimia Tambahan * Enam bulan sekali 1

Keterangan:
* Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daer^.

B. Penetapan Jumiah dan Frekuensi Pengambilan Sampel Air Minum


Pada Pengawasan Intemal

1. Air minum dengan sistem jaringan perpipaan

Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum minimal


yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani
padajaringan distribusi:

566
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Jumlah sampel
Frekuensi Jumlah penduduk yang dilayani
Parameter
Pengujian
<5000 <5000-100.000 > 100.000

Fisik Satu 1 1 per 5000 1 per 10.000


bulan penduduk penduduk
sekali ditambah 10
sampel
tambahan

Mikrobiologi Satu 1 1 per 5000 1 per 10.000


bulan penduduk penduduk
sekali ditambah 10
sampel
tambahan

Sisa chlor* Satu 1 1 per 5000 1 per 10.000


bulan penduduk penduduk
sekali ditambah 10
sampel
tambahan
Kimia wajib Tiga 1 1 per 5000 1 per 10.000
Bulan penduduk penduduk
Sekali
Kimia Tiga 1 per 5000 1 per 10.000
tambahan** bulan penduduk penduduk
sekali

Keterangan:
* Sisa chlor diuji pada outlet reservoir dengan nilai maksimal 1
mg/l dan titikterjauh unitdistrlbusi minimal 0,2 mg/l.
** Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daerah.

2. DepotAir Minum

Untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi


persyaratan, depot air minum wajib melaksanakan pengawasan
intemal terhadap kualitas air yang siap dimasukkan ke dalam
galon /wadah air minum.

567
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum


dllaksanakan sesual kebutuhan dengan ketentuan minimal
sebagai berikut:

1) Air Baku

Parameter Frekuensi Jumlah Sanitasi


pengujian

Mikrobiologi Satu bulan sekali

FIslka Satu bulan sekali

Kimia Wajib Enam bulan sekali

Kimia Tambahan * Enam bulan sekali 1

Keterangan;
* Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daerah.

2) Airyang siap dimasukkan ke dalam galon/wadah air minum

Parameter Frekuensi Jumlah Sanitasi


pengujian

Mikrobilogi Satu bulan sekali

Fisika Satu bulan sekali

Kimia Wajib Enam bulan sekali

Kimia Tambahan * Enam bulan sekali 1

Keterangan:
* Parameter kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daerah.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. Air minum bukan jaringan perpipaan


Jumlah sampel dan frekuensi pengujian sampel air minum
dilakukan sesuai kebutuhan dengan ketentuan minimal sebagai
benkut:

Parameter Frekuensi Jumlah Sanitasi


pengujian

Mikrobilogi Satu bulan sekali 1

Fisika Satu bulan sekali 1

Kimia Wajib Enam bulan sekali 1

Kimia Tambahan * Enam buian sekali 1

Keterangan:
Parametar kimia tambahan yang ditetapkan oleh Peraturan
Daerah

569
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

111. PENETAPANLABORATORIUM

Prosedur penetapan laboratorium untuk pengujian kualitas air minum


sebagai berikut;

a. Laboratorium Pemerintah

1) Memiliki Surat Keputusan Organisasi Instansi Pemerintah


yang bersangkutan sebagai unit kerja yang resmi.
2) Kepaia Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan usulan
penetapan Laboratorium Pemeriksa kualitas Air Minum
dengan dilampiri keterangan:
- Apabila terdapat beberapa laboratorium yang memenuhi
kriteria lampirkan skoring masing-masing laboratorium
dan dasar pertimbangan mengusulkan salah satu
laboratorium.
- Apabila hanya ada satu laboratorium yang memenuhi
kriteria, sertakan dasar pertimbangan mengusulkan
laboratorium yang bersangkutan.
3) Berdasarkan rekomendasi Kepaia Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota menerbitkan Surat
Penetapan Laboratorium Pemeriksa Kualitas Air Minum
maksimal 2(dua) tahun dan dapat diperpanjang sepanjang
masih memenuhi kriteria dan persyaratan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.

b. Laboratorium Swasta

1) Berbe'ntuk Badan Hukum


2) MemilikiAktaPendirian laboratorium.
3) Memiliki kontrak kerja antara Pemerintah Kabupaten/Kota
dengan Laboratorium yang bersangkutan.

IV. PENGAWASAN PADA KONDISI KHUSUS DAN KONDISI


DARURAT

1. Kondisl khusus

Contoh;Pekan Olahraga Nasional, Haji, Jambore Nasional, MTQ,


dan Iain-Iain.

570
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Tata cara pengawasan sebagai berikut:


a. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan koordinasi
dengan dinas/instansi terkait (Bappeda, Pekerjaan
Umum/Kimpraswil, Laboratorium Pengujian Air Minum),
Penyelenggara SPAM, Asosiasi Penyelenggara Air Minum
untuk menyusun rencana penanganan pengawasan kualltas
air pada kondisi khusus
b. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau KKP menyusun
rencana inspeksisanitasi, pengambilansampel air minum dan
pengujian kualitas air minum..
0. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau KKP
mengkoordinasikan tindakan pengawasan kualitas air minum
(instansi terkait, Penyelenggara Air Minum, Asosiasi
penyelenggara Air Minum, Organisasi Profesi terkait, LSM
terkait) pada kondisi khusus yang meliputi:
Pendataan lapangan tentang keadaan kualitas air minum;
Kompilasi data lapangan dan analisa hasil pengujian;
Penyusunan rencana penanganan kualitas air pada
kondisi khusus, oleh para pemangku kepentingan
(Instansi terkait, Penyelenggara Air Minum, Asosiasi
Penyelenggara Air Minum, Organisasi Profesi terkait,
LSM / Kelompok Masyarakat);
Pelaksanaan penanganan kondisi khusus oleh para
pemangku kepentingan;
Melakukan pemantauan penanganan kondisi khusus.
d. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyusun laporan
keadaan kualitas air minum, penanganan yang telah
dilakukan, kendala/hambatan yang dijumpai dan hasil yang
telah dicapai.

2. Kondisi Darurat

Contoh : bencana alam, keadaan luar biasa penyakit yang


ditularkan melalui air, dan Iain-Iain.

Tata cara pengawasan sebagai berikut:


a. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan koordinasi
dengan Dinas/lnstansi tekait (Bappeda. PU, Laboratorium
Pengujian Air Minum). Penyelenggara Air Minum. Asosiasi
Penyelenggara Air Minum, Organisasi profesi untuk
penyusunan rencana tindak mitigasi untuk mencegah
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

terjadinya kondisi darurat atau meminimalkan dampak apabila


terjadi kondisi darurat.
b. Apabila terjadi kondisi darurat, maka Dlnas Kesehatan
Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dengan Penyelenggara
Air Minum, Asosiasi Penyelenggara Air Minum, Organisasi
profesi terkait dan LSM/Kelompok Masyarakat peduli kualitas
air untuk melakukan:
Pendataan iapangan tentang keadaan kualitas air minum
dan penyebabnya;
Kompilasi data Iapangan;
Melakukan inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air
minum dan pengujian kualitas air minum, analisa hasil
pengujian;
Menyusun recana tanggap darurat dan rehabilitasi ;
Pelaksanaan penanganan tanggap darurat dan
rehabilitasi;
Melakukan pemantauan penanganan tanggap darurat
dan rehabilitasi.

c. Apabila diperlukan, mengajukan usulan kepada Bupati/


Walikota untuk permintaan bantuan ke Provinsi/Pemerintah
Pusat.
d. Dlnas Kesehatan Kabupaten/Kota menyusun laporan
keadaan kualitas air minum, penanganan yang telah
dilakukan, kendala/hambatan yang dijumpai dan hasil yang
telah dicapai.

V. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan untuk berbagai kegiatan terkait dengan


pengawasan kualitas air minum balk secara eksternal maupun internal
diperlukan dalam rangka pemantauan, evaluasi, dan perencanaan
oleh pihak penyelenggara air minum maupun Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau KKP.
A.Pencatatan

1. Pencatatan oleh Penyelenggara air minum


Setiap penyelenggara air minum melakukan pencatatan atas
setiap kegiatan pengawasan internal yaitu:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. Rencana pengambilan dan pengujian sampel air minum;


b. Detail setlap data sampel;
c. Inspeksl sanltasi; dan
d. Pengujian sampel air mlnum.
2. Pencatatan oleh DInas Kesehatan Kab/Kota dan/atau KKP
DInas Kesehatan Kab/Kota dan/atau KKP melakukan pencatatan
atas setlap hasll keglatan pengawasan ekstemal yaltu:
a. Inspeksl sanltasi;dan
b. Pengujian sampel air mlnum.
B. Pelaporan

1. Pelaporan oleh Penyelenggara air mlnum

Penyelenggara air mlnum harus menyusun dan menglrlmkan


laporan ke DInas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
kepada BupatI/Wallkota setempat.

Beberapa jenis laporan yang harus dllaporkan adalah sebagai


beiikut;
a. Hasll pengujian sampel air mlnum dl titik terjauh unit distribusi,
dllaporkan setlap bulan.
b. Temuan hasll pengawasan Internal kepada Kepala DInas
Kesehatan Kabupaten/Kota, apablla terdapat hal-hal yang
tidak dapat diperbalkl/dlatasi sendiri oleh Penyelenggara air
mlnum.
0. Penjelasan ringkas mengenal area bermasalah dan tindakan
perbalkan yang dllakukan

2. Pelaporan oleh DInas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau KKP


DInas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau KKP menyusun dan
menglrlmkan laporan pengawasan kualltas air mlnum
berdasarkan laporan dari penyelenggara air mlnum dan hasll
pengawasan ekstemal kepada Bupati/Wallkota setempat dengan
tembusan kepada DInas Kesehatan Provinsi dan Menteri
Kesehatan melalul DIrektur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan LIngkungan.

573
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Laporan kegiatan pengawasan eksternal dan internal mencakup


penjelasan ringkas mengenai area bermasalah dan tindakan
perbaikan yang dilakukan.

Frekuensi pelaporan adatah;


a. Pengawasan berkala dilaporkan 6(enam)bulan sekali
b. Khusus parameter mikrobiologi; dilaporkan 1 (satu)bulan sekali.
0. Apablla darl hasil pengawasan diperoleh parameter yang tidak
memenuhi syarat, maka dilakukan pemeriksaan kembali setlap
bulan.

Dalam pelaporan pengawasan eksternal dan internal menggunakan


formullr rekapitulasl hasll pengujian kualitas air minum sebagalmana
tercantum dalam contoh Formullr II.

MENTERI KESEHATAN,

/ iL dSP! J}:.

.HAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH


MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 812/MENKES/PEIWII/2010

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN DIALISIS PADA FASILITAS


PELAYANAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendekatkan akses dan


meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, periu
membuka kesempatan kepada masyarakat untuk
berperan serta aktif dalam pembangunan kesehatan
diantaranya melalul penyelenggaraan pelayanan
dialisis;

b. bahwa berdasarkan pertlmbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a, perlu mengatur
Penyelenggaran Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);

575
MENTERIKESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32Tahun 1996 tentang


Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/


SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 439/Menkes/
PerA/l/2009;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan Nomor 512/


Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran/Kedokteran Gigi;

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/


SK/11/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/


Per/I11/2008tentang Rekam Medis;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/


Per/lll/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;

576
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENYELENGGARAAN PELAYANAN DIALISIS PADA
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN.

BAB!
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Dialisis adalah tindakan medis pembeiian pelayanan terapi pengganti
fungsi ginjal sebagai bagian dari pengobatan pasien gaga!ginjal dalam
upaya mempertahankan kualltas hidup yang optimal yang terdiri dari
dialisis peritoneal dan hemodialisis.
2. Dialisis Peritoneal adalah salah satu terapi pengganti fungsi ginjal
yang mempergunakan peritoneum pasien yang bersangkutan sebagai
membran semipermeabel antara lain Continuous Ambulatory
PeritonealDialysis(CAPO)dan Ambulatory Peritoneal Dialysis(APD).
3. Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang
menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik
dan mengatur cairan,elektrolit tubuh.
4. Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu kondisi kerusakan ginjal yang
terjadi selama 3 bulan atau lebih berupa abnormalitas struktural atau
fungsional ginjal dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai keiainan patologis
atau kerusakan ginjal termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di
dalam darah atau uhn serta ada atau tidaknya gangguan hasil
pemeriksaan pencitraan; atau suatu kondisi kerusakan ginjal yang'
terjadi selama 3 bulan atau lebih berupa Laju Filtrasi Glomerulus(LFG)
yang kurang dari 60mL/menit/1,73 m lebih dari 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
5. Dialisis Kronik adalah dialisis atau terapi yang dilakukan pada pasien
penyakit ginjal kronik sebagai pengobatan pengganti ginjal.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

6. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan pelayanan kesehatan balk promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitatif yang dllakukan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat.
7. Fasilitas pelayanan dialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan dialisis, baik di dalam
maupun di luar rumah sakit.
8. Unit Pelayanan dialisis adalah fasilitas pelayanan dialisis di rumah
sakit.
9. Klinik Dialisis adalah faslitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan dialisis kronik di luar rumah sakit secara
rawat jalan dan mempunyai kerja sama dengan rumah sakit yang
menyelenggarakan pelayanan dialisis sebagai sarana pelayanan
kesehatan rujukannya.
10. Perawat mahir adalah perawat yang memiliki sertifikat pelatihan
hemodialisis di pusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh
organisasiprofesi.
11. Organisasi profesi adalah Perhimpunan Nefrologi Indonesia, yang
selanjutnya disebut PERNEFRI.
12. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang kesehatan.

BAB II
PENYELENGGARAAN PELAYANAN HEMODIALISIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2

(1) Penyelenggaraan pelayanan hemodialisis hanya dapat diiaksanakan


pada fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
dialisis harus memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua
Persyaratan Penyelenggaraan Pelayanan Hemodialisis

Pasal 3

(1) Setiap penyelenggaraan pelayanan hemodialisis hams memenuhi


ketentuan persyaratan yang ditetapkan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sarana
dan prasarana, peralatan,serta ketenagaan.

Pasal 4

(1) Persyaratan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud daiam


Pasal3ayat(2)sekurang-kurangnya meliputi:
a. mang peralatan mesin hemodialisis untuk kapasitas 4 (empat)
mesin hemodialisis;
b. ruang pemeriksaan dokter/konsultasi;
c. ruang tindakan;
d. mang perawatan, mang sterilisasi, mang penyimpanan obat dan
mang penunjang medik;
e. mang administrasi dan ruang tunggu pasien;dan
f. ruanganlainnyasesuaikebutuhan.

(2) Persyaratan peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat(2)


sekurang-kurangnya meliputi:
a. 4(empat)mesin hemodialisis siap pakai;
b. peralatan medik standarsesuai kebutuhan;
c. peralatan reuse dialiser manual atau otomatik;
d. peralatan sterilisasi alatmedis;
e. peralatan pengolahan air untuk dialisis yang memenuhi standar;
dan
f. kelengkapan peralatan lain sesuai kebutuhan.
(3) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2)sekurang-kurangnya meliputi:

579
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. Seorang Konsultan Ginja! Hipertensi (KGH) sebagai Supervisor


Unit Dialisis yang bertugas membina, mengawasi, dan
bertanggung jawab dalam kualitas pelayanan Dialisis suatu unit
dialisis yang menjadi afiliasinya.
b. Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi
(Sp.PD KGH) yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan atau
Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang terlatih bersertifikat
pelatihan hemodialisis yang dikeluarkan oleh organisasi profesi,
sebagai penanggung jawab.
c. Perawat mahir hemodialisis minimal sebanyak 3 orang perawat
untuk 4 mesin hemodialisis dari organisasi profesi;
d. Teknisi elektromedik dengan pelatihan khusus mesin dialisis; dan
e. Tenaga administrasi serta tenaga lainnya sesuai kebutuhan.
(4) Konsultan Ginjal Hipertensi(KGH)sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a merupakan dokter yang bekerja pada fasilitas pelayanan
kesehatan pemberi pelayanan dialisis.

(5) Dalam hal tidak ada tenaga Konsultan Ginjal Hipertensi(KGH) yang
bekerja pada fasilitas pelayanan kesehatan pemberi pelayanan dialisis
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut dapat menunjuk Konsultan Ginjal Hipertensi
(KGH)dari fasilitas pelayanan kesehatan lain sebagai pembina mutu.
(6) Konsultan Ginjal Hipertensi(KGH)sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) bertugas untuk melatih Dokter Spesialis Penyakit Dalam pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang menunjuknya.
Pasal 5

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan dialisis


wajib memiliki sistem pengelolaan limbah yang baik.
Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis sarana dan prasarana,


peralatan, dan ketenagaan serta pengelolaan limbah diiaksanakan sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB III
PERIZINAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN HEMODIALISIS

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Klinik Pelayanan Hemodiallsis

Pasal 7

(1) Izin penyelenggaraan klinik dialisis diberikan oleh Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berlaku untuk jangka waktu
5(lima)tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan
yang berlaku.
(3) Izin penyelenggaraan klinik pelayanan hemodialisis harus disertai
dengan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan organisasi
profesi sebagai kelayakan fasilitas pelayanan dialisis.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Unit Pelayanan Hemodialisis

Pasal 8

(1) Izin penyelenggaraan unit pelayanan dialisis melekat dan menjadi


bagian dari izin penyelenggaraan Rumah Sakit.
(2) Penyelenggaraan unit pelayanan dialisis di Rumah Sakit yang
mempakan pengembangan pelayanan setelah beroperasinya rumah
sakit harus terlebih dahulu mendapat izin Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat(2)diberikan setelah memenuhi
persyaratan.
Bagian Ketiga
Pelayanan Hemodialisis

Pasal 9

(1) Pelayanan dialisis hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 ayat(3)yang telah memiliki izin
praktik sesuai kompetensi yang dimiliki.
581
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam


memberikan pelayanan hams sesuai dengan standar profesi, standar
operasional prosedur yang ditetapkan dengan tetap memperhatikan
keselamatan dan kesehatan pasien.

Pasal 10

(1) Setiap pelaksanaan pelayanan dialisis hams mendapat persetujuan


pasien.
(2) Pelaksanaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dllakukan sesuai ketentuan peraturan pemndang-undangan.

Pasal 11

(1) Tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan dialisis hams


melakukan pencatatan dalam rekam medis.
(2) Ketentuan pencatatan dalam rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan pemndang-
undangan.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan penyelenggaraan


klinik hemodialisis dan unit pelayanan dialisis dan keselamatan pasien
dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

BAB IV
PELAYANAN DIALISIS PERITONEAL

Pasal 13

(1) Pelayanan dialisis peritoneal hanya dapat dllakukan pada pasien


dengan diagnosis penyakit ginjal kronik tahap 5 (lima) dan mampu
melaksanakan dialisis peritoneal secara mandiri.

582
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Pelaksanaan dialisis perltODsal secara mandiri sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasien setelah
mendapat persetujuan dokterdan didahulul dengan informed consent
(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams telah mengikuti
peiatihan intensif mengenai prosedur dialisis peritoneal dan
komplikasinya.

Pasal 14

(1) Pemasangan dan pelepasan kateter tenckhoff hanya dapat dilakukan


di unit pelayanan dialisis rumah sakit oleh Dokter Spesialis Bedah,
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi (Sp.PD
KGH)yang terlatih, atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam terlatih.
(2) Dialisis peritoneal dapat dilakukan dengan manual atau dengan
bantuan alat(mesin khusus dialisis peritoneal).

Pasal 15

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan dialisis


peritoneal wajib melakukan kunjungan rumah untuk pasien dialisis
peritoneal dalam rangka edukasi dan pemantauan.
(2) Dalam hal terjadi penemuan komplikasi pada pasien dialisis peritoneal
pada saat kunjungan mmah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tenaga kesehatan yang bertugas hams segera merujuk pasien ke
fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 16

Ketentuan lebih lanjut mengenai peiatihan pasien dialisis peritoneal dan


pelaksanaan dialisis peritoneal dilaksanakan sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri.

583
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABV
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 17

(1) Setiap penanggung jawab klinik dialisis hams melakukan pelaporan


atas pelayanan dialisis yang diselenggarakannya kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 1(satu)tahun.
(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi jumlah pasien, jenis penyakit dan pelayanan dialisis yang
diberikan sertajumlah rujukan yang dilakukan.

Pasal 18

(1) Setiap pasien dialisis peritoneal hams membuat catatan terapi yang
dijalaninya meliputi jumlah cairan masuk dan keluar, masalah yang
terjadi dalam proseduryang dijalaninya, kejemihan cairan yang keluar,
kelainan pada dialisat dan tanda-tanda infeksi.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams diperlihatkan
pada Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi
(Sp.PD KGH)atau dokter yang merawatnya pada setiap konsultasi.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 19

(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas


Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan pembinaan dan pengawasan
dengan melibatkan organisasi profesi sesuai dengan tugas,fungsi dan
kewenangannya masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
diarahkan untuk:

a. melindungi pasien dalam penyelenggaraan pelayanan dialisis


yang dilakukan tenaga kesehatan;

584
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan dialisis


sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran;dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien dan tenaga kesehatan.
Pasal 20

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 19, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan
administratif terhadap fasilltas pelayanan dialisis dan tenaga
kesehatan.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dapat


berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan surat izin praktik; dan/ atau
d. izin penyelenggaraan fasilitas pelayanan dialisis,

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21

(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, fasilitas pelayanan
kesehatan yang telah memperoleh izin penyelenggaraan pelayanan
dialisis dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa
berlakunya.
(2) Penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan ini dilaksanakan paling
lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya
Peraturan ini.

585
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal22

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 2010

/^^5iJ^£^\IVIE^^^ KESEHATAN,

'K
lHAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR:1087/MENKES/SIWfll/2010

TENTANG
STANDAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Dl RUMAH SAKIT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERl KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA;

Menimbang: a. bahwa bahaya potensial di Rumah Sakit yang


disebabkan oleh faktor biologi, faktor kimia, faktor
ergonomi, faktor fisik, faktor psikososiai dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja
bagi pekeija, pengunjung, pasien dan masyarakat di
lingkungan sekitamya;

b. bahwa pekerja Rumah Sakit mempunyai risiko lebih


tinggi dibanding pekeija industri lain untuk terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK), sehingga perlu dibuat standar
perlindungan bagi pekerja yang ada di Rumah Sakit;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a dan huruf b. perlu ditetapkan
Standar Kesehatan dan Kesefamatan Kerja di Rumah
Sakit(K3RS)dengan Keputusan Menteri Kesehatan;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang


Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2918);

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4729);

587
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK[NDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4431);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5072);
7. Peraturan Pemerintah Nomor63 Tahun 2000 tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan
Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 136. Tambahan
Lembaran Negara Repubfik Indonesia Nomor 3992);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan. Pemerintahan Antara
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan


Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Repubiik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia
Nomor4737);

9. Keputusan Presidan Nomor 22 Tahun 1993 tentang


PenyakitYangTimbul Karena Hubungan Keija;

10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor02/MEN/1980


tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;

11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5/MEN/1996


tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/


SK/XII/1999. tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit;

13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1075/Menkes/


SK/2003 tentang Sistem Informasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja(K3),

14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/


SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit;

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/PerA/l/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dark
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

589
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432/Menkes/


SKA//2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Keija(K3)di Rumah Sakit;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/
Per/1/2010tentang Peiizlnan Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan.

KESATU KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


RullllAH^^ keselamatan KERJADI
KEDUA Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah
Sakit (K3RS) sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.

KETIGA Standar K3RS sebagaimana dimaksud dalam Diktum


Kedua harus dijadikan acuan bagi pengelola kesehatan
dan keselamatan kerja di rumah sakit dan pekega rumah
sakit dalam melaksanakan upaya kesehatan dan
keselamatan kerja.
KEEMPAT Setiap Rumah Sakit harus memenuhi kualifikasi sesuai
dengan Standar K3RS danlatau memiliki sertifikasi dalam
bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
KELIMA Pelaksanaan Standar K3RS harus didokumentasikan dan
dilaporkan secara berkala sebagai salah satu indikator
dalam penilaian akreditasi rumah sakit.

590
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

KEENAM Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan


Standar K3RS sebagaimana dimaksud dalam DiWum
Keiima dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesual dengan fungsl dan tugasnya
masing-masing.

KETUJUH : Keputusan in! mulai beriaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10Agustus 2010

MENTERI KESEHATAN

HAYU SEDYANINGSIH, MPHi Dr. PH

591
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor :1087/MENKES/SKA/III/2010
Tanggal :10Agustus2010

STANDAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


01 RUMAH SAKIT

I. PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan


kesehatan oleh masyarakat maka tuntutan pengelolaan program
Kesehatan dan Keselamatan Kega di Rumah Sakit (K3RS)
semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah
Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat
sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi
sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak
memenuhistandar.

Di dunia Intemasional, program K3 telah lama diterapkan di


berbagai sektor industri (akhir abad 18), kecuali di sektor
kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan fokus
pada kegiatan kuratif. bukan preventif. Fokus pada kualitas
pelayanan bag! pasien. tenaga profesi di bidang K3 masih
terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah
melindungi di dalam bekega.

Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi


masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan. kemajuan teknologi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan


terjangkau oleh masyarakat agarterwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Selain ditiintut mampu memberikan pelayanan
dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga dituntut hams
melaksanakan dan mengembangkan program K3 di Rumah Sakit
(K3RS) seperti yang tercantum daiam buku Standar Pelayanan
Rumah Sakit dan terdapat daiam instmmen akreditasi Rumah
Sakit.

Daiam Undang-Undang Nomor36tahun 2009tentang Kesehatan,


khususnya Pasal 165. Pengelola tempat kerja wajib melakukan
segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja.
Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di Rumah
Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga
kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja
disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit hams menjamin
kesehatan dan keselamatan balk terhadap pasien, penyedia
layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai
potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit
dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan
Kerja(K3)yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyelumh
sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Akibat Kerja(KAK)di Rumah Sakit dapat dihindari.

K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu


pelayanan Rumah Sakit, khususnya daiam hal kesehatan dan
keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung /
pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini secara
tegas dinyatakan di daiam Undang-Undang Nomor44Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, Pasal 40 ayat (1) yakni "Daiam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali". K3
termasuk sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di
daiam akreditasi Rumah Sakit, disamping standar pelayanan
lainnya.

593
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Selain itu seperti yang tercantum dalam Pasal 7 ayat(1) Undang-


Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa
"Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan",
yang mana persyaratan-persyaratantersebutsalah satunya harus
memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit yang
tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan
izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional
Rumah Sakit(Pasal 17).

1. Data dan fakta K3RS:

a. Secara Global:
WHO:Dari 35juta pekerja kesehatan:
• 3 Juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus
HBV, 0,9 juta. terpajan virus HBC dan 170,000
terpajan virus HIV/AIDS).
• Dapatterjadi: 15,000 HBC,70,000 HBB & 1000 kasus
HIV.
• Lebih dari90%terjadi di negara berkembang.
• 8-12% pekerja Rumah Sakit,sensitifterhadap lateks
• ILO (2000): Kematian akibat penyakit menular yang
berhubungan dengan pekerjaan : Laki-laki 108,256
dan perempuan 517,404.

b. Diluarnegeri:
• USA:(per tahun)5000 petugas kesehatan terinfeksi
Hepatitis B,47 positif HIV dan setiap tahun 600.000-
1.000.000 luka tusuk jarum dilaporkan (diperkirakan
lebih dari60% tidak dilaporkan).
• SC-Amerika(1998) mencatat frekuensi angka KAK di
Rumah Sakit lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain
dengan angka KAK terbesar adalah cedera jarum
suntik{NSI-Needle Stickinjuries).
• Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi,
secara signifikan meningkatkan abortus spontan,
anak yang dilahirkan mengalami kelainan kongenital

594
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap


8.032 orang,tahun 1981-1985).
• 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang
belakang akibat kerja {occupational low back pain),
(HarberPeta1,1985).

c. Indonesia:
• Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata iebih
dari 20 kg. Keluhan subyektif low back pain didapat
pada 83.3% pekeija. Penderita terbanyak usia 30-49;
63.3%. (instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta
2006).
• 65.4% petugas pembersih suatu Rumah Sakit di
Jakarta menderita Dermatitis Kontak iritan Kronik
Tangan(2004).
• Penelitian dr. Joseph tahun 2005-2007 mencatat
bahwa angka KAK NSI mencapai 38-73% dari total
petugas kesehatan.
• Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada
perawat di suatu Rumah Sakit di Jakarta
berhubungan bermakna dengan stresor kerja.
• Insiden akut secara signifikan Iebih besar terjadi pada
Pekerja Rumah Sakit dibandingkan dengan seluruh
pekeija di semua kategori Jenis kelamin, ras, umur
dan status pekerjaan.(Gun 1983).

Berdasarkan data-data yang ada insiden akut secara


signifikan Iebih besar terjadi pada Pekerja RS dibandingkan
dengan seluruh pekerja di semua kategori(jenis kelamin, ras,
umur, dan status pekerjaan)(Gun 1983). Pekerja RS berisiko
1,5 kali Iebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas
penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko penularan HBV setelah
luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HBV 27- 37:100.
Risiko penularan HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang
mengandung HCV 3-10:100.

595
MENTER! KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

2. PerlunyapelaksanaanK3RS:

Kebijakan pemerintah tentang Rumah Sakit di Indonesia;


meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan yang aman di Rumah Sakit.
Perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi K3
Rumah Sakit serta tindak lanjut, yang merujuk pada SK
Menkes No. 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen K3 di Rumah Sakit dan OHSAS 18001
tentang StandarSistem Manajemen K3,
Sistem manajemen K3 Rumah Sakit adalah bagian dari
sistem manajemen Rumah Sakit.
Rumah Sakit kompetitif di era global tuntutan pengelolaan
program K3 di Rumah Sakit(K3RS)semakin tinggi karena
pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar
Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baiksebagai
dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun
karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah
Sakit yang tidak memenuhi standar.
Tuntutan hukum terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit
semakin meningkat. Tuntutan masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan yang terbaik.
Pelaksanaan K3 berkaitan dengan citra dan
kelangsungan hidup Rumah Sakit.
Karakteristik Rumah Sakit pelayanan kesehatan
merupakan Industri yang terdiri dari banyak tenaga kerja
{laborintensive), padat modal, padatteknologi, dan padat
pakar, bidang pekerjaan dengan tingkat keterlibatan
manusia yang tinggi, terbukanya akses bagi bukan
pekerja Rumah Sakit dengan leluasa serta kegiatan yang
terus menerus setiap hari.
Beberapa isu K3 yang penting di Rumah Sakit;
Keselamatan pasien dan pengunjung, K3 pekerja atau
petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan .
peralatan di Rumah Sakit yang berdampak terhadap
keselamatan pasien dan pekerja dan keselamatan
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

lingkungan yang berdampak terhadap pencemaran


lingkungan.
i. Rumah Sakit sebagai sistem peiayanan yang terintegrasi
meliputi:
• input : kebijakan, SDM, fasiiitas, system informasi,
logistik, keuangan dan Iain-Iain.
• Proses: peiayanan rawatjatan dan rawat inap {in and
outpatient), instalasi gawat darurat(IGD). peiayanan
kamar operasi, pemulihan, yang dilaksanakan
dengan balk dan benardan iain-lain.
• Keluaran {output): peiayanan dan. pengobatan prima
{excellence medicine andservices).
• Lingkungan.

B. Keadaandan Masalahdi Rumah Sakit

Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oieh


faktor biologi (virus, bakteri, Jamur, parasit); faktor kimia (antiseptik,
reagen, gas anestesi); faktor ergonomi lingkungan kerja, cara keija,
dan posisi kerja yang salah);faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik,
getaran dan adiasO: faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja,
hubungan sesama pekerja/atasan) dapat mengakibatkan penyakit
dan kecetakaan akibat kerja.

PAK di Rumah Sakit, umumnya berkaitan dengan faktor biologi


(kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia
(pemaparan dalam dosis kecjl yang terus menerus seperti antiseptik
pada kulit,gasanestesi pada hati);faktor ergonomi(cara duduk salah,
cara mengangkat pasien salah); faktor fisik (panas pada kulit,
tegangan tinggi pada sistem reproduksi, radiasi pada sistem
produksi sel darah); faktor psikologls. (ketegangan di kamar
bedah, penerimaan pasien gawat darurat, bangsal penyakit jiwa,
dan Iain-Iain).

Sumber bahaya yang ada di Rumah Sakit hams diidentifikasi dan


dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang mempakan tolok ukur
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.

597
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Bahaya-bahaya, potensiai di Rumah Sakit dapat dikelompokkan,


seperti dalam tabel berikut:

Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non-


Bahaya Fisik pengion, suhu panas, suhu dingin, bising,
getaran, pencahayaan.
Diantaranya Ethylene Oxide,
Bahaya Kimia
Formaldehyde, Giutaraldehyde, Ether,
Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine
Diantaranya Virus (misal ; Hepatitis B,
Hepatitis 0, Influenza, HIV), Bakteh (m'isal
S. Saphrophytlcus, Bacillus sp.,
Bahaya Biologi Poriontbacterium, sp., H. Influenzae, S.
Pneumoniae, N. Meningitidis, B.
Streptococcus, Pseudomonas), Jamur
(missal : Candida) dan Parasit (missal: 8.
Scabiei)

Bahaya
Cara kerja yang salah, diantaranya posisi
keija statis, angkat angkut pasien,
Ekonomi
membungkuk, menarik, mendorong
Bahaya Diantaranya kerja shift, stres beban kerja,
Psikososiai hubungan kerja, post traumatic
Bahaya Diantaranya teijepit, terpotong, terpukul,
Mekanik tergulung, tersayat, tertusuk benda tajam.

Bahaya Listrik
Diantaranya, sengatan listrik, hubungan
arus pendek kebakaran. petlr. listrik statis
Kecelakaan Diantaranya kacelakaan benda-tajam
Diantaranya limbah medis jarum suntik,vial
obat, nanah, darah) limbah non medis,
Limbah RS
limbah cairan tubuh manusia (misal :
droplet, liur, sputum)

598
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

C. Tujuan,Sasaran dan Ruang Lingkup

1. Tujuan umum.
Terciptanya iingkungan keija yang aman,sehat dan produktif
untuk SDM Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan Iingkungan
sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit
berlalan baik dan iancar.

2. Tujuan khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang
tercapainya K3RS.
b. Meningkatnya profesionaiisme dalam ha! K3 bagi
manajemen,pelaksana dan pendukung program.
c. Terpenuhi syarat-syarat K3di setiap unit kerja.
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah teijadinya PAK dan
KAK.
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan
menyeluruh.
f. Peningkatan mutu,citra dan produktivitas Rumah Sakit.

3. Sasaran
a. Pengelola Rumah Sakit.
b. SDM Rumah Sakit.

4. Ruang Lingkup
Standar K3RS mencakup; prinsip, program dan kebijakan
pelaksanaan K3RS, standar pelayanan K3RS, standar
sarana, prasarana dan peralatan K3RS pengelolaan
barang berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS,
pembinaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan.

D. Pengertlan

1. Kesehatan Kerja Menurut WHO/ILO (1995), Kesehatan Kerja


bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi

599
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
pekerja di semua jenis pekeiiaan, pencegahan terhadap
gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya
dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesualkan dengan kondisi fisiologi
dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesualan
pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan ataujabatannya.
2. Kesehatan dan Keseiamatan Kerja (K3)adalah upaya untuk
memberikan jamlnan keseiamatan dan menlngkatkan derajat
kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat
kerja, promosi kesehatan. pengobatandan rehabilitasi.
3. Konsep dasar K3RS adalah upaya terpadu seluruh pekerja
Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit
untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah
Sakit yang sehat,aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah
Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi
masyarakatdan lingkungan sekitar Rumah Sakit.
4. Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit adalah orang
yang bekerja di Rumah Sakit yang meliputi tenaga tetap yakni
tenaga medis dan penunjang medis; tenaga keperawatan,
tenaga kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dari
tenaga nonkesehatan serta tenaga tidak tetap dan konsultan.
(UU No.44 Tahun 2009tentang Rumah Sakit, Pasal 12 ayat 1
danayat4).
5. Pengelola K3RS adalah organisasi yang menyelenggarakan
program kesehatan dan keseiamatan kerja (K3) secara
menyeluruh di Rumah Sakit.
6. Sertifikasi dalam bidang K3adalah pengetahuan dan keahlian
yang didapat baik secara formal melalui jenjang pendldikan
resmi di perguruan tinggi maupun secara informal melalui
pelatihan yang disertifikasi oleh Kementerian Kesehatan.
600
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

7. Pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS adalah


pelatihan tentang K3 Rumah. Sakit yang diakreditasi oleh
Kementerian Kesehatan (Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Kesehatan).
8. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja adalah
pemeriksaan kesehatan yang' dllakukan oleh dokter sebelum
seorang tenaga kerja dlten'ma untuk melakukan pekerjaan,
yang ditujukan agar tenaga kerja yang diteiima berada dalam
kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai
penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya
dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan
dan tenaga kerja lain-lainnya yang dapat dijamin.
9. Pemariksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan
kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja
yang dilakukan oleh dokter, yang dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga keda sesudah
berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan
adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin
yang perlu dikendalikan dengan usahausaha pencegahan.
10. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus
terhadap tenaga kerja tertentu, yang dimaksudkan untuk
menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu
terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja
tertentu.

II. PRINSIP,PROGRAM,DAN KEBIJAKAN,PELAKSANAAN K3RS

Pembahasan difokuskan pada prinsip K3RS, program K3RS dan


kebijakan pelaksanaan K3RS, yang dibagi dalam 3 (tiga) bagian
yakni:

601
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

A. PrlnsipKSRS

Agar K3RS dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui


pengertian 3(tiga)komponen yang saling berinteraksi, yaitu;
1. Kapasitas karja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja
yang baik serta kemampuan fisik yang prima setiap pekerja
agar dapat melakukan pekerjaannya, dengan baik. Contoh;
bila seorang pekerja kekurangan zat besi yang manyebabkan
anemia, maka kapasitas kerja akan menurun karena
pengaruh kondisi lemahdan lesu.

2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus


ditanggung oleh pekerja dalam, melaksanakan tugasnya.
Contoh: pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja maksimum
dll.

3. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang


pekerja. Contoh: seorang yang bekeija di instalasi radioiogi,
maka lingkungan kerjanya adalah ruangan-ruangan yang
berkaitan dengan proses pekerjaannya di instalasi radioiogi
(kamarX Ray,kamargelap,kedokteran nuklirdan Iain-Iain).

B. Program K3RS

Program K3RS bertujuan untuk melindungi keselamatan dan


kesehatan serta meningkatkan produktivitas SDM Rumah Sakit,
melindungi pasien, pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat
serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan
kerja.

Program K3RS yang harus diterapkan adalah:


MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

1 Pengembangan Kebijakan K3RS


a. Pembentukan atau revitafisasi organisasi K3RS;
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke
depan (setiap 3 tahun dapat direvisi kembali, sesuai
dengan kebutuhan).
2 Pembudayaan Perilaku K3RS
a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah
Sak'it, baik bagi SDM Rumah Sakit, pasien maupun
pengantar pasien/)}engunjung Rumah Sakit;

b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik


melalui film leaflet, poster, pamflet dil;
c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekeija
disetiap unit RS dan pada para pengantar pasien /
pengunjung Rumah Sakit
3 Pengembangan SDM K3RS
a. Pelatihan umum K3RS;

b. Pelatihan intem, Rumah Sakit, khususnya SDM


Rumah Sakit per unit Rumah Sakit;
0. Pengiriman SDM Rumah Sakit untuk pendidikan
formal, pelatihan lanjutan, seminar dan workshop
yang berka'itan dengan K3.

4 Pengembangan Pedoman Petunjuk Teknis dan Standar


Operational Procedure(SOP)K3RS
a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah
Sakit;

603
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan


kesehatan keria;
c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan
keselamatan kerja;
d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap
darurat dl RS;
Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan
dan penanggulangan kebakaran;
f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan
lingkunqan Rumah Sakit;
g. Penyusunan pedoman pengelolaan.faktor risiko
dan pengetolaan llmbah Rumah Sakit;
Penyusunan petunjuk teknis pencegahan
kecelakaan dan penanggulangan bencana;
1. Penyusunan kontrol terhadap penyakit Infeksl;
j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah
Sakit;
Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan
Berfoahaya(B3);
I. Penyusunan SOP kerja dan peralatan dl masir^-
masing unit kerja Rumah Sakit
Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan
tempat kerja
a. Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat
kerja yang d'langgap ber'isiko dan berfoahaya,
area/tempat kerja yang belum melaksanakan
program K3RS, area/tempat kerja yang sudah
melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja
yang sudah melaksanakan dan
mendokumentasDcan pelaksanaan program K3RS;
Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan
observasi, wawancara SDM Rumah Sakit, survey
dan kuesbner, checklist dan evaluasi lingkngan
tempat kerja secara rind).

604
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

6 Pelayanan kesehatan keija


a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum
bekeija, pemeriksaan kesehatan berkala, dan
pemeriksaan kesehatan khusus bag! SDM Rumah
Sakit;
b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta
rehabilltasi bag! SDM Rumah Sakit yang menderita
sakit;
c. meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental
(rohani)dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit
d. Periindungan spesifik dengan pemberian imunisasi
pada SDM Rumah Sakit yang bekeija pada area/
tempat keija yang berisiko dan berbahaya;
e. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan keija.
7 Pelayanan Keseiamatan Keria
a. Pembinaan pengawasan keseiamatan / keamanan
sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dl
Rumah Sakit
b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan
keseiamatan keria di Rumah Sakit
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sert'ifikasi sarana,
prasarana dan peralatan Rumah Sakit;
d. Pengadaan peralatan K3RS.
8 Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan
limbah padat cair dan gas.
a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan
pengelolaan limbah padat. cair dan gas;
b. Pengelolaan limbah medis dan nonmedis.
9 Pengelolaan jasa bahan beracun berbahaya dan
barang berbahaya
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan
barang berbahaya (Permenkes No. 472 tahun
1996):

605
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan,


penyimpanan dan penanggulangan bila teijadi
kontaminasi dengan acuan Lembar Data
Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety Data
Sheet)atau Lernbar Data Pengaman (LDP); lerrtjar
infoimasi dan pabrik tentang sifat khusus
(fisik/kimia) dari bahan, cara penyimpanan, resiko
peijalanan dan cara penanggulangan bila teijadi
kontaminasi.
10 Pengembangan manajemen tanggap darurat
a. Menyusun rencana tanggap darurat (survey
bahaya, membentuk tim tanggap darurat
menetapkan prosedur pengendalian. pelatihan dll)
b. Pembentukan oiganisasi^tim kewaspadaan
bencana;
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas
tanggap darurat
d. Inventarisasi tempat-fempat yang berisiko dan
beibahaya serta membuat denahnya (laboratorium,
. rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset
kamar isolasi penvakit menular. dll)
e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap
daruiat/bencana;
f. Membuat kebgakan dan prosedur kewaspadaan,
upaya pencegahan dan pengendalian bencana
pada tempat-tempat yang berisiko tersebut;
g. Membuat rambu-rambu /fanda khusus jalan keluar
untuk evakuasi apabila teriadi bencana;
h. Membenkan Alat Pelindung Diri (APD) pada
petugas di tempat-tempat yang berisfl^o (masker,
apron, kaca mata.samng tanqan, dll);
i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM
Rumah Sakit
j. Pembentukan sistem komunlkasi internal dan
ekstemal tanggap darurat Rumah Sakit:
k. Evaluasi sistem tanggap darurat

606
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

11 Pengumpulan pengolahan dokumentasi data dan


pelaporan kegiatan K3
Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan
serta penangguiangan kecelakaan keija, PAK,
kebakaran dan bencana (temnasuk format
pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan
kebutuhan);
b. Pembuatan sistem pelaporan kejadlan dan tindak
lanjutnya (alur pelaporan kejadlan nyarls celaka
dan celaka serta SOP pelaporan, penanganan dan
tindak lanjut kejadlan nyarls celaka (near miss) dan
celaka);
c. Pendokumentaslan data;
Data seluruh SDM Rumah Sakit
Data SDM Rumah Sakit yang sakIt yang
dllayani;
Data pekeija luar Rumah Sakit yang sakit yang
dllayani;
Data pemeriksaan kesehatan SDM Rumah
Sakit:
Sebelum bekerja (awal)(orang)
Berkala (orang)
Khusus(orang)
Cakupan MCU bagi SDM Rumah Sakit;
Angka absensi SDM Rumah Sakit;
Kasus penyakit umum pada SDM Rumah Sakit;
Kasus penyakit umum pada pekeria luar
Rumah Sakit;
Jenis -penyakit yang terbanyak dl kalangan
pekerja Rumah Sak'it;
JenIs penyakit yang terbanyak dl kalangan
pekerja Luar Rumah Sakit;
Kasus penyakit akibat kerja (SDM Rumah
Sakit);
• Kasus penyakit akibat kerja (pekeria Luar
Rumah Sakit);

607
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Kasus diduga penyakit akibat kerja (SDM


Rumah Sakit);
Kasus diduga penyakit akibat kerja (pekerja
luar Rumah Sakit);
Kasus kecelakaan akibat kerja (SDM Rumah
Sakit);
Kasus kecelakaan akibat kerja (pekerja luar
Rumah Sakit);
Kasus ketjakaran/peledakan akibat bahan
kimia;
Data kejadian nyaris celaka {neanniss) dan
celaka;
Data sarana, prasarana dan peralatan
keselamatan kerja;
Data perizinan
Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja;

Data pelatihan dan sertifikasi;


Data pembinaan dan pengawasan terhadap
kantin dan pengelolaan makanan di Rumah
Sakit (dapur):
Data promosi kesehatan dan keselamatan kerja
bagi SDM Rumah Sakit, pasien dan
pengunjung/pengantar pasien;
Data petugas kesehatan RS yang
berpendidikan formal kesehatan kerja, sudah
dilatih Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan
sudah dilatih tentang Diagnosis PAK;
Data kegiatan pemantauan APD (jenis, jumlah,
kondisi dan penggunaannya);
Data kegiatan pemantauan kesehatan
lingkungan kerja dan pengendalian bahaya di
tempat kerja (unit kerja Rumah Sakit).
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

12 Review program tahunan


a. Melakukan intemal audit K3 dengan menggunakan
instrument self assessment akreditasi Rumah Sakit;
b. Umpan baltk SDM Rumah Sakit melalui wawancara
langsung, observasi singkat, survey tertulis dan
kuesioner, dan melalui evaluasi langsung;
0. Analis'is biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas
kejadian penyakit dan kecelakaan akibat keija;
d. Mengikutj akreditasi Rumah Sakit.

C. Kebijakan Pelaksanaan K3RS

Agar penerapan K3RS dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang


berlaku, maka perlu disusun hal-hal berikut ini:

1. Kebijakan Pelaksanaan K3RS

Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya.


pakar, modal,dan teknologi, namun keberadaan Rumah Sakit
juga memilikl dampaknegatifterhadaptimbuinya penyakltdan
kecelakaan akibat keija, bila Rumah Sakit tersebut tidak
melaksanakan prosedur K3. Oleh sebab itu perlu
dilaksanakan regulasi sebagai berikut:

Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan Rumah Sakit;


Menyediakan Organisasi K3RS sesuai dengan
Kepmenkes Nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang
Pedoman Manajemen K3di Rumah Sakit;
c. Melakukan sosialisasi K3RS pada seluruh JaJaran Rumah
Sakit;
d. Membudayakan perilaku K3RS;
e. Meningkatkan SDM yang profesional dalam bidang K3 di
masing-masing unit kerja di Rumah Sakit;
Meningkatkan Sistem Informasi K3RS.

609
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Tujuan Kebijakan Pelaksanaan K3RS

Menciptakan iingkungan kerja yang aman,sehatdan produktif


untuk SDM Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dari Iingkungan
sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit
berjalan baikdan iancar.

3. Langkah dan Strategi Pelaksanaan K3RS

a. Advokasi ke pimpinan Rumah Sakit, Sosialisasi dam


pembudayaan K3RS;
b. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oieh
Pimpinan Rumah Sakit;
c. Membentuk Organisasi K3RS;
d. Perencanaan K3 sesuai Standar K3RS yang ditetapkan
oieh Kementerian Kesehatan;
e. Menyusun pedoman, petunjuk teknis dan SOP-K3RS
seperti yang telah disebutkan dalam poin II.B.4 dalam
buku standar K3RS ini;
f. Melaksanakan 12 Program Kesehatan dan Keselamatan
Keija di Rumah Sakit(K3RS) yang tertera pada poin II.B
pada buku standar K3RS ini;
g. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan Program K3RS;
h. Melakukan Internal Audit Program K3RS dengan
menggunakan instrumen penilaian sendiri (self
assessment)akreditasi Rumah Sakit yang berlaku;
i. MengikutiAkreditasi Rumah Sakit.

ill. STANDAR PELAYANAN K3RS

Rumah Sakit merupakan salah satu tempat keija, yang wajib


melaksanakan Program K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM
Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien, maupun bagi
masyarakatdi Iingkungan sekitar Rumah Sakit.

Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan


berbagai komponen yang ada di Rumah Sakit Pelayanan K3RS

610
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih
banyak Rumah Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen
Kesehatan daii Keselamatan Keija(SMK3).

A. StandarPelayanan Kesehatan Keija dl Rumah Sakit


Bentuk pelayanan kesehatan kerja yang periu dilakukan, sebagal
berikut:

1. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi


SDM Rumah Sakit:
Pemeriksaan fisik lengkap;
Kesegaranjasmani;
Rontgen paru-paru(biiamana mungkin);
Laboratorium rutin;
Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah
bahaya yang diperkirakan timbul, khususnya untuk
pekerjaan-pekerjaantertentu.
• Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan kesehatan oleh dokter (pemeriksaan
berkala), tidak ada keragu-raguan maka tidak perlu
dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah
Sakit: ^ ■
• Pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap,
kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (biiamana
mungkin) dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan-
pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
• Pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM Rumah Sakit
sekurang-kurangnya 1 tahun.

3. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada :.


• SDM Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau
penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2
(dua)minggu;

611
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

SDM Rumah Sakit yang berusia dl atas 40(empat puluh)


tahun atau SDM Rumah Sakit yang wanita dan SDM
Rumah Sakit yang cacat serta SDM Rumah Sakit yang
berusia muda yang mana melakukan pekerjaan tertentu;
SDM Rumah Sakit yang terdapat dugaan-dugaan tertentu
mengenai gangguangangguan kesehatan perlu dilakukan
pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan;
Pemeriksaan kesehatan kesehatan khusus diadakan pula
apabila terdapat keluhan-keluhan diantara SDM Rumah
Sakit, atau atas pengamatan daii Organisasi Pelaksana
K3RS.

Metaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang


kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada SDM
Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun
mental.
Yang diperlukan antara lain:
• Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana
yang terkait dengan K3:
• Informasi tentang rislko dan bahaya khusus di tempat
kerjanya;
• SOP keija, SOP peralatan, SOP penggunaan alat
pelindung diri dan kewajibannya;
• Orientasi K3 di tempat kerja;
• Melaksanakan pendidikan, pelatihan ataupun promosi /
penyuluhan kesehatan kerja secara berkala dan
berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka
menciptakan budaya K3.

Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan


kemampuan fisik SDM Rumah Sakit:
• Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang
mencukupi untuk SDM Rumah Sakit yang dinas malam,
petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling dll;
• Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit;
• Olah raga,senam kesehatan dan rekreasi;
• Pembinaan mental/rohani.
menterikesehatan
REPUBUK INDONESIA

6 Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi


bagiSDMRumahSakityangmendentasakit:
• Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada
seluruh SDM Rumah Sakit;
• Memberikan pengobatan dan menanggung biaya
pengobatan untuk SDM Rumah Sakit yang terkena
PenyakltAkibatKeija(PAK); u^ruoio
• Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkaia
dan pemeriksaan,kesehatan khusus;
• Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakitterkait.
7 Melakukan koordinasi dengan tim Panitia
Pengendalian Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap
SDM Rumah Sakitdan pasien:
• Pertemuan koordinasi;
• Pembahasan kasus;
• Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial..
8. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan keija;
• Melakukan pemetaan (mapping) tempat keqa untuK
mengidantifikasijenis bahaya dan besamya risiko;
• Melakukan idantiflkasi SDM Rumah Sakit berdasarkan
jenis pekerjaannya,lama pajanan dan dosis pajanan;
• Melakukan analisis hasil pemeriksaan kesehatan berkaia
dan khusus; .. , . .^
• Melakukan tindak lanjut analisis pemenksaan kesehatan
berkaia dan khusus. (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi
kerja, merekomendasikan pemberian istirahat
• Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM
Rumah Sakit.

9. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi


yang berkaitan dengan kesehatan kerja (Pemantauan/
pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial
dan ergonomi).

613
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

10. Membuatevaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan. K3RS


yang disampalkan kepada DIreklur Rumah Sakit dan Unit
teknis terkalt dl wllayah kerja Rumah Sakit.
B. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Pada piinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat
dengan sarana, prasarana,dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan
keselamatan kerja yang dilakukan:
1. Pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan
sarana,prasarana dan peralatan kesehatan:
• Lokasi Rumah Sakit harus memenuhi ketentuan
mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit;
• Teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberiar!
pelayanan serta perlindungan. dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang usia lanjut;
• Prasarana harus memenuhi standar pelayanan,
keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja
penyelenggaraan Rumah Sakit;
• Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan
peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas
yang mempunyai kompetensi di bidangnya (sertifikasi
personil petugas/operator sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan Rumah Sakit);
• Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan
pemeliharaan rutin dan, berkala sarana dan prasarana
serta peralatan kesehatan dan selanjutnya
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan;
• Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan
nonmedis dan harus memenuhi standar pelayanan,
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik
pakai;

614
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Membuat, program pengujian dan kalibrasi peralatan


kesehatan, peralatan kesehatan harusdiuji dan dikallbrasi
secara berkala oleh Balai Pengujian Fasiiitas Kesehatan
dan/atau institusi pengujian fasiiitas kesehatan yang
benvenang;
• Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar, pengion
hams memenuhi ketentuan dan hams diawasi oleh
lembaga yang ben/venang;
• Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan
prasarana serta peralatan kesehatan;

2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan


kerja terhadap SDM Rumah Sakit:
• Melakukan idantifikasi dan penilaian risiko ergonomi
terhadap peralatan kerja dan SDM Rumah Sakit;
• Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi
dan mengendalikan nsiko ergonomi.

3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja:


• Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan
lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia,
biologi,ergonomidan psikososial;
• Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik. kimia,
biologi, ergonomi dan psikososial secara mtin dan
berkala;
• Melakukan evaluasi dari memberikan rekomendasi untuk
perbaikan lingkungan kerja.

4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi;


Manajemen hams menyediakan, memelihara, mengawasi
sarana dan prasarana sanitasi, yang memenuhi syarat,
meliputi:
• Penyehatan makanan dan minuman;
• Penyehatan air;
• Penyehatan tempatpencucian;
• Penanganansampahdanlimbah;
• Pengendalian serangga dan tikus;

615
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Sterilisas'l/desinfeksi;
• Perlindungan radiasi;
• Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.

5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan


kerja;
• Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda
keselamatan;
• Penyedlaan peralatan keselamatan keija dan Alat
Pelindung Dili(APD);
• MembuatSOP peralatan keselamatan kerja dan APD;
• Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap
kepatuhan penggunaan peralatan keselamatan dan APD.

6. Pelatihan dan promasi/penyuluhan keselamatan kerja untuk


semua SDM Rumah Sakit:
• Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi
seluruh SDM Rumah Sakit;
• Melaksanakan pelatihan dan sert'ifikasi K3 Rumah Sakit
kepada petugas K3Rumah Sakit.

7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan,


desain//ay out pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat
serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan:
• Melibatkan petugas K3 Rumah Sakit di dalam
perencanaan,desain//ay out pembuatan tempat kerja dan
pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan keija;
• Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana,
prasarana dan peralatan keselamatan kerja dan membuat
rekomendasi sesuai dengan persyaratan yang berlaku
dan standar keamanan dan keselamatan.

8. Membuatsistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.


• Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan
celaka.
• Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut
kejadian nyaris celaka{nearmiss)dan celaka.

616
MENTERIKESEHATAN
REPUBUKINDONEStA

9. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem


Pencegahandan Penangguiangan Kebakaran(MSPK).
• Manajemen menyediakan sarana dan prasarana
pencegahan dan penangguiangan kebakaran;
• Membentuktim penangguiangan kebakaran;
• MembuatSOP;
• Melakukan soslallsasi dan pelatlhan pencegahan dan
penangguiangan kebakaran;
• Melakukan audit intemal terhadap sistem pencegahan
dan penangguiangan kebakaran.

10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan


pelayanan keselamatan kerja yang disampaikan kepada
DIrektur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja
Rumah Sakit.

IV. STANDAR K3PERBEKALAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang


dipeiiukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.Alat kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit;
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur
dan memperbaikifungsi tubuh.

Standar K3 perbekalan kesehatan di Rumah Sakit hams meliputi:

A. Standar Manajemen

Standar manajemen perbekalan kesehatan Rumah Sakit meliputi:


1. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan di Rumah Sakit hams dilengkapi dengan:
a. Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3RS yang
mengacu minimal pada peraturan sebagal berikut:
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja;.

617
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perllndungan dan Pengelolaan LIngkungan Hidup;
• Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
• Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
RumahSakit;
• Peraturan Menaker No. 5/MENAKER/1996 tentang
Sistem Manajemen K3.
• Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SKA/l11/2001
tentang Pedoman TeknisAnalisis Dampak Kesehatan
Lingkungan;
• Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Keija
Perkantoran dan Industri;
• Keputusan Menteri Kesehatan No. 1204/Menkes/
SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
lingkungan Rumah Sak'it;
• Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 432/
Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
b. Pedoman dan standar proseduroperasional K3.
C. Perizinan sesual dengan peraturan yang berlaku meliputi:
' Izin Mendirikan Bangunan.
Izin Penggunaan Bangunan khusus untuk OKI
Jakarta Raya.
Izin berdasarkan Undang-undang Gangguan.
Rekomendasi Dinas Pemadam Kebakaran.
Izin DeepweZ/khusus untuk OKI Jakarta Raya.
Izin Operasional Rumah Sakit untuk Rumah Sakit
Swastadan BUMN.
Izin Pemakaian Lift.
Izin Instalasi Listrik.
Izin Pemakaian Diesel.
Izin Instalasi Petir.
Izin Pemakaian Boiler.

618
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Penggunaan Radiasi.
• IzinBejanaTekan.
• Izin Pengolahan Limbah Padat,Cair dan Gas.
d. Sistem komunikasi baik internal maupun ekstemal.
e. Sertifikasi.
f. Program pemeliharaan.
g. Alat Pellndung DIri(APD) yang memadai, slap dan layak
pakai.
h. Manual operasipnal yangjelas.
1. Sistem alarm, sistem pendeteksi api/kebakaran dan
penyediaan alat pemadam api/kebakaran.
j. Rambu-rambu K3 seperti rambu larangaii dan rambu
penunjukarah.
k. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi
persyaratan kesehatan.
i. Fasilitas penanganan limbah padat,cairdan gas.

Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya


kesehatan di Rumah Sakit yang menggunakan bahan
beracun berbahaya maka pengirimannya harus dilengkapi
dengan MSDS, dan disediakan ruang atau tempat
penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya yang aman.

Setiap operator/petugas sarana, prasarana dan peralatan,


harus dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Setiap lingkungan keija harus dilakukan pemantauan atau


monitoring kualitas lingkungan kerja secara berkala dan
berkesinambungan.

Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit, harus dikelola


dan dilakukan oleh petugas yang mempunyai komptensi di
bidangnya.

Peta/denah lokas'i/ruang/alat yang dianggap berisiko dan


berbahaya dengan dilengkapi simbol-simbol khusus untuk
daerah/tempat/area yang berisiko dan berbahaya, terutama

619
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

laboratorium. radiologi, farmasi, sterilisasi sentral, kamar


operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular, pengolahan
limbahdan laundry.

7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun


berbahaya hams dileiigkapi fasllltas dekontaminasi bahan
beracun berbahaya.

8. Program penyehatan llngkungan Rumah Sakit meliputi;


penyehatan ruangan, bangunan dan fasilitas sanitasi
termasuk pencahayaan, penghawaan dan kebislngan,
penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air,
penanganan limbah, penyehatan tempat pencuclan umum
termasuk laundry, pengendalian serangga,tikus dan binatang
pengganggu lain, pemantauan sterilisasi dan desinfeksi,
pengawasan perlindungan radiasi dan promosi kesehatan
lingkungan.

9. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksanaan K3


sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit.

10. Kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap


sarana, prasarana dan peralatan yang disesuaikan dengan
jenisnya.

B. StandarTeknis

1. Standarteknissarana

a. Lokasi dan bangunan;


Secara umum lokasi mmah sakit hendaknya mudah
dijangkau oleh masyarakat, bebas dari pencemaran,
banjir, dan tidak berdekatan dengan rel kereta api,tempat
bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik
industri, dan limbah pabrik. Di dalam UU No.44 Tahun
2009tentang Rumah Sakit khususnya pasal8 disebutkan
bahwa persyaratan lokasi Rumah Sakit hams memenuhi
ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
lingkungan, dan tata mang, serta sesuai dengan hasil
620
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan


Rumah Sakit. Sedangkan untuk persyaratan bangunan
diatur pada pasal 9 yakni bangunan Rumah Sakit hams
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan
teknis bangunan gedung pada umumnya,sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undengan. Untuk
persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, hams sesuai
dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keseiamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat,anak-anak,dan orang usia lanjut.

Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5


kali luas bangunan. Luas lahan untuk bangunan
bertingkat minimal 2 kali luas bangunan lantai dasar. Luas
bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT)
dan klasiflkasi mmah sakit. Bangunan minimal adalah
50 m^ pertempattidur.

Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai


untuk mang perawatan dan mang isolasi adalah:
Ruang bayi:
Ruang perawatan minimal2m2/TT
Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT

Ruang dewasa/anak:
Ruang perawatan minimal4.5 m2/TT
Ruang isolasi minimal6 m2/TT

Persyaratan luas mangan sebaiknya bemkuran minimal:


Ruang periksa 3X 3m2
Ruang tindakan 3x4 m2
Ruang tunggu6X6 m2
Ruang utilitas 3X 3m2
Ruang bangunan yang digunakan untuk mang perawatan
mempunyai:
• Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT: 1

621
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Bebas serangga dan tikus


• Kadar debu maksimal 150 |jg/m3 udara dalam
pengukuran rata-rata 24jam
• Tidak berbau(terutama H2S dan atau NH3)
• Pencahayaanl 00-200 lux
• Suhu 26- 27°C (dengan AC)atau suhu kamar(tanpa
AC)dengan sirkulasi udara yang baik
• Kelembaban 40-50%(dengan AC)kelembaban udara
ambient(tanpa AC)
• Kebisingan<45dBA

b. Lantai;
• Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata,
tidak licin dan mudah diberslhkan dan berwama
terang.
• Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak
licin, mudah dibersihkan mempunyai kemiringan yang
cukup dan tidak ada genangan air.
• Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai
pori atau lubang untuk berkembang biaknya bakteri,
menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan tidak
mudah terbakar.

c. Dinding (Mengacu Kepmenkes No.1204 tahun 2004


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit);
• Dinding berwama terang, rata, cat tidak luntur dan
tidak mengandung logam berat.
• Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai,
dinding dengan langit-langit, membentuk konus(tidak
membentuksiku).
• Dinding KMA/VC dari bahan kuat dan kedap air.
• Permukaan dinding keramik rata, rapi, sisa
permukaan keramik dibagi sama ke kanan dan ke kiri.
• Khusus ruang radiologi dinding dilapis Pb minimal 2
mm atau setara dinding bata ketebalan 30 cm serta
dilengkapijendela kaca anti radiasi.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselen atau


keramik setlnggi 1,5 m dari lantal.

Pintu/jendela:
• PIntu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar
minimal 120cm.
• Pintu dapatdibuka dari luar.
• Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik
(panic handle), penutup pintu otomatis (automatic
door closer) dan membuka ke arah tangga
darurat/arah evakuasi dengan bahan tahan api
minimal2jam.
• Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
• Khusus Jendela yang berhubungan langsung keluar
memakaijeruji.
• Khusus ruang operasi pintu terdiri dari dua daun,
mudah dibuka tetapi harus dapat menutup sendiri
(dipasang penutup pintu(cfoorc/ose)).
• Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun
pintu dan dilapisi Pb minimal2 mm atau setara dinding
bata ketebalan 30 cm dilengkapi dengan lampu
merah tanda bahaya radiasi serta dilengkapi jendela
kaca anti radiasi.

Plafond:
• Rangka plafon kuatdan anti rayap.
• Permukaan plafond berwarna terang, mudah
dibersihkan tidak menggunakan berbahan asbes.
• Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari
lantai.
• Langit-langit menggunakan cat antijamur.
• Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar
(gantungan) lampu bedah dengan profil baja double
INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-
langit.

623
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

f. Ventilasi:
• Pemasangan ventilasi alamiah dapat membenkan
sirkulasi udara yang cukup luas minimum 15% dari
luaslantai.
• Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukkan
ruangan, untuk ruang operasi kombinasi antara lain,
exhauster dan AC harus dapat memberikan sirkulasi
udara dengan tekanan positif.
• Ventilasi AG dilengkapi dengan filter bakteri.

g. Atap . ^ ,
• Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan
serangga,tikus dan binatang pengganggu lain.
• Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus
menggunakan penangkal petir.

h. Sanitasi .. . u u
• Closet, urinoar, wastafel dan bak mandi dan bahan
kualitas balk, utuh dan tidak cacat, serta mudah
dibersihkan.
• Urinoar dipasang/dltempel pada dinding, kuat,
bertungsi dengan baik.
• Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat,
tidak menimbuikan bau, dilengkapi disinfektan dan
dilengkapi tisu yang dapat dibuang {disposable
tissues)
• Bak mandi tidak berujung lancip,tidak menjadi sarang
nyamuk dan mudah dibersihkan.
• Indeks perbandingan jumlah tempat tidur pasien
denganjumlahtolletdankamarmandi10:1.
• Indeks perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah
toiletnya dan kamar mandi 20:1.
• Air untuk keperluan sanitasi seperti mandi, cuci,
urinoar, wastafel, closet, keluar dengan lancar dan
jumlahnya cukup.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

i. Airbersih
• Kapasitas reservoir sesual dengan kebutuhan Rumah
Sakit(250-500 ilter/tempattidur).
• SIstem penyedlaan air bersih menggunakan jaringan
RAM atau sumurdalam (artesis).
• Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan
bioiogi setiap6 buian sekaii.
• Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan
sebagai sumber air dalam penanggulangan
kebakaran.

j. Pemipaan {plumbing):
• Sistem pemipaan menggunakan kode wama biru
untuk pemipaan air bersih dan merah untuk pemipaan
kebakaran.
• Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air
kotor.
• Instalasi pemipaan tidak boleh berdekatan atau
berdampingan dengan instalasi listrik.

k. Saluran {drainase)
• Saluran keliling bangunan drainase dari bahan yang
kuat, kedap air dan berkualitas baik dengan dasar
mempunyai kemiringan yang cukup ke arah aliran
pembuangan.
• Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol
dalam jaraktertentu, dan di tiap sudut pertemuan, bak
kontrol dilengkapi penutup yang mudah di
buka/ditutup memenuhi syaratteknis, serta berfungsi
dengan baik.

I. Jalur yang melandai/lereng {ramp):


• Kemiringan rata-rata 10-15 derajat.
• Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar
minimum 140 cm, khusus ramp koridor dapat dibuat
dua arab dengan lebar minimal 240 cm, kedua ramp
tersebut dilengkapi pegangan rambatan, kuat,
ketinggian 80cm.

625
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Area awal dan akhir ramp harus bebas dan datar,


mudah untuk berputar,tidak licin.
• Setiap ramp dilengkapl lampu penerangan darurat,
khusus ramp evakuasi dilengkapi dengan pressura
fan untuk membuattekanan udara positif.
m. Tangga
• Lebar tangga minimum 120 cm Jalan searah dan 160
cmjalandua arah.
Lebar injakan minimum 28cm.
Tinggi injakan maksimum 21 cm.
Tidak berbentuk bulat/spiral.
Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam.
Memiliki kemiringan injakan <90derajat.
Dilengkapi pegangan, minimum pada saiah satu
sisinya. Pegangan rambat mudah dipegang,
ketinggian 60-80 cm dari lantai, bebas dari segala
instalasi.
• Tangga diluar bangunan dirancang ada penutup tidak
kena airhujan.

n. Jalur pejalan kaki(pedestrian track):


• Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan
keras/stabil, kuat. dan tidak licin.
• Hindari sambungan atau gundukan permukaan.
• Kemiringan 7derajat,setiapjarak9meterada border.
• Drainase searah jalur.
• Ukuran minimum 120 cm Galur searah), 160 O'alur 2
arah).
• Tepijalur pasang pengaman.
0. Areaparkir:
•. Area parkir harustertata dengan balk.
• Mempunyai ruang bebas disekitamya.
• Untuk penyandang cacat disediakan ramp trotoar.
• Diberi rambu penyandang cacat yang bisa
membedakan untuk mempermudah dan
membedakan dengan fasilitas parkir bagi umum.

626
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Parkir dasar{basement)dilengkapi dengan exhauster


yang memadai untuk menghilangkan udara tercemar
di dalam ruang dasar{basement),dilengkapi petunjuk
arah dan disediakan tempat sampah yang memadai
serta pemadam kebakaran.

p. Pemandangan {Landscape):Jalan,Taman
Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang
jelas.
Saluran pembuangan yang melewati jalan harus
tertutup dengan baik dan tidak menimbulkan bau.
Tanam-tanaman tertata dengan baik dan tidak
menutupi rambu-rambu yang ada.
Jalan dalam area Rumah Sakit pada kedua belah
tepinya dilengkapi dengan kansten dan dirawat.
Harus tersedia area untuk tempat berkumpul {public
comei).
Pintu gerbang untuk masuk dan keluar berbeda dan
dilengkapi dengan gardujaga.
Papan nama Rumah Sakit dibuat rapi, kuat,jelas atau
mudah dibaca untuk umum, terpampang di bagian
depan Rumah Sakit.
Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi
memberikan keindahan, kesejukan, kenyamanan
bagi pengunjung maupun pekerja dan pasien Rumah
Sakit.

2. Standarteknis prasarana

a. Penyediaan listrik:
• Untuk rumah sakit yang memiliki kapasitas daya listrik
tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan
agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan
Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai
pedoman bahwa rumah sakit kelas B mempunyai
Kapasitas daya listrik ±1 MVA(1000 KVA).
• Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi
standarPUIL.

627
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Untuk kamar bedah, ICU, ICCU menggunakan catu


daya khusus dengan sistem, catu daya cadangan
otomatis dua lapis(generator dan \JPS/Uninteruptable
PowerSupply).
• Harus tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2(sesuai
kebutuhan) terletak di gedung COT, ICU, ICCU, dan
diberi pendingin ruangan.
• Kapasitas UPS disesuaikan dengan kebutuhan.
• Kapasitas generator (Genset) disediakan minimal
40% dari daya terpasang dan dilengkapi AMP dan
ATS system,
• Grounding System harus terpisah antara grounding
panel gedung dan panel alat. Nilai grounding
peralatan tidak baleh kurang dari 0,2 Ohm.

b. Instalasi penangkal petir:


Pengawasan instalasi penangkal petir sesuai dengan
ketentuan Permenaker No.2Tahun 1989.

0. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran:


• Tersedia APAR sesuai dengan Norma Standar
Pedoman dan Manual (NSPM) kebakaran seperti
yang diatur oleh Permenaker No.4tahun 1980.
• HIDRAN terpasang dan berfungsi dengan baik dan
tersedia air yang cukup, sesuai dengan aturan yang
telahditetapkan.
• Tersedia alat penyemprot air (sprinkler) dengan
jumlah yang memenuhi kebutuhan luas area.
• Tersedia koneksi Siamese.
• Tersedia pompa HIDRAN dengan generator
cadengan.
• Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman
kebakaran.
• Tersedia instalasi alarm kebakaran otomatis sesuai
dengan Permenaker No.2Tahun 1983.
d. Sistem komunikasi:
• Tersedia saluran telepon intemal dan ekstemal dan
berfungsi dengan balk.

628
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan


damrat (untuk UGD, sentral telepon dan posko
tanggapdarurat).
• InstalasI kabel telah terpasang rapi, aman dan
berfungsi dengan balk:
• Tersedia komunikasi lain (HI, paging sistem dan
alarm) untuk mendukung komunikasi tanggap
darurat.
• Tersedia sistem panggllan perawat {nurse call) yang
terpasang dan berfungsi dengan balk.
• Tersedia sistem tata suara pusat {central sound
system).
• Tersedia peralatan pemantau keamanan/CCTV
{Close circuittelevision)

Gas medls:
• Tersedlanya gas medls dengan sistem sentral atau
tabung.
• Sentral gas medls dengan sistem jaiingan dan outlet
terpasang, berfungsi dengan balk dllengkapl dengan
ALARM untuk menunjukkan kondlsl sentral gas medls
dalam keadaan rusal^etersedlaan gastidak cukup.
• Tersedia penglsap {suction pump) pada jaiingan
sentral gas medlk.
• Kapasltas sentral gas medls telah sesual dengan
kebutuhan.
• Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen(02),gas
nitrous oxida(N02),gastekan dan vacum.

LImbah cair:
• Tersedlanya InstalasI Pengolahan Air LImbah (IPAL)
dengan perlzlnannya.

g. Pengolahan llmbah padat:


• Tersedlanya tempat/kontalner penampungan llmbah
sesual dengan kriteria llmbah.

629
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

• Tersedia incineratoratau yang sejenisnya,terpelihara


dan berfungsi dengan baik.'
• Tersedia tempat pembuangan limbah padat.
sementara,tertutup dan berfungsi dengan baik.

3. Standar peralatan Rumah Sakit

a. Memiliki perizinan.
b. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oieh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas
kesehatan yang ben/venang.
c. Tersertifikasi badan atau lembaga terkait,
d. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus
memenuhi ketentuan dan harus diawasi oieh lembaga
yang benwenang.
e. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah
Sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis
pasien.
f. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit
harus dilakukan oieh petugas yang mempunyai
kompetensi di bidangnya.
g. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan
dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
V. PENGELOLAAN BARANG BERBAHAYA DAN BERACUN

Limbah medis Rumah Sakit termasuk kedalam kategori limbah


berbahaya dan beracun yang sangat penting untuk dikelola secara
benar. Sebagian iimbah medis termasuk kedalam kategori iimbah
berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius.

Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi. limbah farmasi,


logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak
yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius
merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit
baik kepada SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung / pengantar
pasien ataupun masyarakat di sekitar lingkungan Rumah Sakit.

630
mm
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien,jarum suntik,


darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang
bersentuhan dengan penyakit menular atau media lalnnya yang
diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengeloiaan lingkungan
yang tidaktepat akan berisiko terhadap penularan penyakit. Beberapa
risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah
sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis, diare, campak, AIDS,
influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) den risiko
bahaya kimia.

Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengeloiaan lingkungan


Rumah Sakit antara lain diaturdalam:
• Permenkes 1204/Menkes/Per/XI/2004, mengatur tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
• Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair
Bagi Kegiatan Rumah Sakit;
• PP 18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang
pengeloiaan limbah bahan berbahaya dan Beracun(B3);
• Kepdal 01-05tahun 1995tentang pengeloiaan limbah B3.

Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya den


beracun(LB3)sesuai dengan PP 18 Tahun 1999Jo PP 85 Tahun 1999
lampiran 1 daftar limbah spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam
kode limbah D 227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan
limbah klinis. yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk
farmasi kadaluwarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi,
kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari proses
insinerasi.

A. Kategori B3

1. Memancarkan radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau
partikel radioaktif yang mampu mengionkan secara langsung
atau tidak langsung materi bahan yang dilaluinya, misalnya:
Ii3i. Sa^sa,sinarX,sinaralfa, sinar beta,sinar gamma,
dll.

631
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Mudahmeledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepattanpa
disertai pengimbangan kehilangan panas, sehingga
kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan meningkat
pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah
meledak apabila terkena panas, gesekan atau bantingan
dapat menimbulkan ledakan.

3. Mudah menyala atau terbakar.


Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat
disertai dengan pengimbangan kehilangan panas, sehingga
tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan
mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala {flash
po/n<)rendah(21®C).

4. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan.
sehingga terjadi reaksi oksidasi, mengakibatkan reaksi keluar
panas(eksothermis).

5. Racun
Bahan yang bersifat beraoun bagi manusia atau lingkungan
yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius
apabila masuk ke dalam tubuh melalui pemapasan kulit atau
mulut.

6. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit,
menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja(SAE
1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun
dengan temperatur uji 55®C, mempunyai pH sama atau
kurang dari 2(asam),dan sama atau lebih dari 12,5(basa).
7. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat
merusakjaringan tubuh.

632
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan
selaputlendir.

9. Teratogenik
SIfat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.

10. Mutagenik
SIfat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom
yang berarti dapat merubah genetlka.

11.Aruslistrik

B. Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/tingkat


bahaya dipengaruhi oleh daya racun dinyatakan dengan
satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai LD50 atau
LC5083 menunjukkan makin tinggi daya racunnya.
1. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran
pemapasan, saluran pencernaan dan penyerapan melalui
kulit. Diantaranya yang sangat berbahaya adalah yang melalui
saluran pemapasan karena tanpa disadari B3 akan masuk ke
dalam tubuh bersama udara yang dihirup yang diperkirakan
sekitar 8,3 M2 selama 8, jam kerja dan sulit dikeluarkan
kembali dari dalam tubuh.
2. Konsentrasi dan lama paparan.
3. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-
macam B3 dengan sifat dan daya, racun yang berbeda,
menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau pengobatan.
4. Kerentanan calon korban paparan B3,karena masing-masing
individu mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap
pengaruh bahan kimia.

633
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

C. Prinsip Dasar Pencegahan dan Pengendalian B3

1. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk


mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya. Diperlukan penataan
yang rapi dan teratur, dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label atau
kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber
infomiasi didapatkan dari MSDS.
2. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan
yang diperlukan sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau
instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang
mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
3. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identitikasi dan
evaluasi yang dilakukan meliputi:
a. Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi,
ventilasi, penggunaan alat perlindungan diri, dan menjaga
higiene perorangan;
b. Pengendalian organisasi administrasi, seperti
pemasangan label, penyediaan MSDS, pembuatan
prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pemantauan rutin
dan pendidikan atau latihan.
c. Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses
kerja yang aman.
d. Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai
jumlah ambang.

4. Untuk mengurangi risiko karena penanganan bahan


berbahaya antara lain:
a. Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan
berbahaya dengan yang kurang berbahaya.
b. Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan
berbahaya sedikit mungkin dengan cara memilih proses
kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat lebih
sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai
kebutuhan sehingga risiko dalam penyimpanan kecil.
c. Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu
tentang bahan berbahaya yang menyangkut sifat

634
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

berbahaya, cara penanganan, cara penyimpanan, cara


pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran /
tumpahan, cara pengobatan bila teijadi kecelakaan dan
sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada
penyalur atau produsen bahan berbahaya yang
bersangkutan.
d. Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau
mengendalil^n kontaminan bahan berbahaya dengan
sistem ventiiasi dan dipantau secara berkaia agar
kontaminan tidak melampaul nilal ambang batas yang
ditetapkan.
e. Upayakan agar pekerja tidak mengalami paparan yang
terlalu lama dengan mengurangi waktu keija atau sistem
shift keija serta mengikuti prosedur keija yang aman.
f. Upayakan agar pekerja memakai,alat peiindung diri yang
sesuai atau tepat melalui pengujian, pelatihan dan
pengawasan.
g. Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya
sesuai prosedur dan petunjuk teknis yang ada dan
memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai dan
jelas.
h. Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam
penanganan bahan-bahan berbahaya.
i. Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus
dalam keadaan aman, bersih, dan terpelihara dengan
baik.
j. Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin
dengan cara memelihara instalasi menggunakan
teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali
ataudaurulang.

D. Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya


Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan
barang yang diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta
memberikan proposal berikut, profil perusahaan {company
profile). Informasi yang diperlukan menyangkut spes'ifikasi

635
MEHTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

lengkap dari material atau produk, kapabilltas rekanan, harga,


peiayanan, persyaratan K3 dan llngkungan serta informasi lain
yang dibutuhkan oleh Rumah Saklt.

Setlap unit kerja/lnstalasi/satker yang menggunakan, menyimpan,


mengelola B3 hams menglnformasikan kepada InstalasI Logistik
sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan
permintaan bahwa barang yang diminta termasukjenis B3.

Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat formulir


seleksi yang memuat kriteria wajib yang hams dipenuhi oleh
rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing kriteria yang
ditentukan. Hal-hal yang menjadi kriteria penilaian:

1. Kapabilltas
Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa
yang tertulis dalam kontrak kerja sama.

2. Kualitas dan garansi


Kualitas barang yang diberikan memuaskan dan sudah sesuai
dengan spesifikasi yang sudah disepakati. Jaminan garansi
yang disediakan baik waktu maupun Jenis garansi yang
diberikan.

3. Persyaratan K3dan llngkungan


a. Menyertakan MSDS.
b. Melaksanakan Sistem Manajemen Lingkungan atau ISO
14001.
c: Kemasan produk memenuhi persyaratan K3 dan
lingkungan.
d. Mengikuti ketentuan K3 yang beriaku di Rumah Sakit.

4. Sistem mutu
a. Metodologi bagus.
b. Dokumen sistem mutu lengkap.
0. Sudah sertifikasi ISO 9000.

636
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

5. Pelayanan
a. Kesesuaian waktu pelayanan dengan kontrak yang ada.
b. Pendekatan yang dilakukan supplier dalam
melaksanakan tugasnya.
c. Penanganan setiap masalah yang timbul pada saat
pelaksanaan.
d. Memberikan layanan puma jual yang memadai dan
dukungan teknis disertai sumber daya manusia yang
handal.

E. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun

Dalam penanganan (menyimpan, memlndahkan, menanganl.


tumpahan, menggunakan, dll) B3, setiap staf wajib mengetahui
betui jenis bahan dan cara penanganannya dengan melihat SOP
dan MSDS yang telah ditetapkan.

1. Penanganan untuk personil


a. Kenali dengan seksamajenis bahan yang akan digunakan
atau disimpan.
b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan.
c. Letakkan bahan sesuai ketentuan.
d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai
dengan petunjuk.
e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan.
f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi
yang sama.
g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata.
h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan
dan penempatan bahan, hindari terjadinya
tumpahan/kebocoran.
i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau
gas.
j. Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian
yang menimbulkan bahaya/kecelakaan atau nyaris celaka
{accident atau near miss) melalui fomnulir yang telah
disediakan dan alur yang telah ditetapkan.

637
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Penanganan berdasarkan lokasi


Daerah-daerah yang berisiko(laboratorium, radiologi,farmasi
dan tempat penyimpanan)penggunaaan dan pengelolaan B3
yang ada di Rumah Sakit harus di tatapkan sebagai daarah
berbahaya dengan menggunakan kode wama di area
bersangkutan, serta dibuat dalam denah Rumah Sakit dan
disebarluaskan/disosiallsaslkan kepada seluruh penohuni
Rumah Sakit.

3. Penanganan administratif
Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan
B3 harus di beri tanda sesuai potensi bahaya yang ada,dan di
lokasi tersebuttersedia SOP untuk menangani B3antara lain:
a. Cara penanggulangan bila teijadi kontaminasi.
b. Cara penanggulangan apabila teijadi kedaruratan.
c. Cara penanganan B3dll.

VI. STANDARSUMBERDAYAIVIANUSIA.K3RS

A. KriteriaTenagaKS

1. Rumah Sakit Umum kelas A dan Rumah Sakit Khusus


kelasA

a. S3/S2 K3 minimal 1 orang dan mendapatkan pelatihan


khusus yang terakreditasi mengenai K3RS;
b, S2 kesehatan minimal 1 orang, yang mendapatkan
pelatihan tambahan yang berkaitan dengan K3 secara
umum serta mendapatkan pelatihan khusus yang
terakredifasi mengenai K3RS;
0. Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2
Kedokteran Okupasi minimal 1 orang {optional)',
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1
minimal 2orang dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS;

638
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

e. Dokter/dokter gigi Spesialls dan dokter umum/dokter gigi


minimal 1 orang dengan sertifikasi dalam bidang K3 dan
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS;
f. Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3
(informal) yang mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS minimal 1 orang;
g. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus
yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 2orang;
h. Tenaga teknis lainnya dengan sertifikasi dalam bidang K3
yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS minimal 1 orang;
i. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 2
orang.

2. Rumah Sakit Umum kelas B dan Rumah Sakit Khusus


kelas B
a. S2 kesehatan minimal I orang, yang mendapatkan
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS;
b. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1
minimal I orang dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS;
c. Dokter/dokter gigi Spesialis dan dokter umum/dokter gigi
minimal I orang dengan sertifikasi dalam bidang K3 dan
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS;
d. Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3
yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS minimal 1 orang;
e. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus
yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 1 orang;
f. Tenaga teknis lainnya dengan sertifikasi dalam bidang K3
yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS minimal 1 orang;
g. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai ORS minimal 1
orang.

639
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

3. Rumah Sakit Umum kelas C dan Rumah Sakit Khusus


kelas C

a. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1


minimal 1 orang dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai ORS;
b. Dolder/dokter gigi Spesialis dan dokter umum/dokter gigi
minimal 1 orang dengan sertifikasi dalam bidang K3 dan
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS;
c. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus
yang terakreditasi mengenai ORS minimal 1 orang;
d. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan
khusus yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 1
orang.

B. Program Pendidikan,Pelatihan dan Pengembangan SDM K3


Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS
merupakan hal pokok yang tidak bisa dikesampingkan. Direktur
memegang peranan penting dalam membangun kepedulian dan
memotivasi pekerja dengan menjelaskan nilai-nilai organisasi dan
mengkomunikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah
dibuat. Selanjutnya transformasi sistem manajemen K3 dari
prosedur tertulis menjadi proses yang efektif merupakan
komitmen bersama.

Identifikasi pengetahuan, kompetensi dan keahlian yang


diperlukan dalam mencapai tujuan dilakukan mulai dari proses:
rekruitmen, seleksi, penempatan, orientasi, pengkajian. pelatihan
dan pengembangan kompetensi/keahlian lainnya, rotasi dan
mutasi,serta hukuman & penghargaan{reward&punishment).
Program pelatihan yang dikembangkan untuk SDM Rumah Sakit
setidaknya mempunyai unsur:

640
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

1. identifikasi kebutuhan pelatihan SDM Rumah Sakit yang


dituangkan dalam matriks pelatihan.
2. Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu.
3. Ditetapkannya program dan jadwal pelatihan di bidang K3.
4. Ditetapkannya program simulasi atau latihan praktek untuk
semua SDM Rumah Sakit di bidang K3.
5. Hams ada kegiatan keterampilan melalui seminar, workshop,
pertemuan ilmiah, pendidikan lanjutan yang dibuktikan
dengan sertifikat.
6. Verifikasi kesesuaian program pelatihan dengan persyaratan
organisasi atau pemndang-undangan.
7. Pelatihan untuk sekelompok SDM Rumah Sakit yang menjadi
sasaran.
8. Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima.
9. Evaluasi pelatihan yang telah diterima.

VII.PEMBINAAN,PENGAWASAN,PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.


Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen
Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan
melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis dan temu
konsultasi dan Iain-Iain.

Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan


Kerja di Rumah Sakit(K3RS)dibedakan dalam dua macam, yakni
pengawasan intemal yang dilakukan oleh pimpinan langsung
Rumah Sakit yang bersangkutan dan pengawasan eksternal yang
dilakukan oleh Menteri Kesehatan dan Dinas Kesehatan
setempat,sesuai dengan fungsi dantugasnya masing-masing.

641
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

B. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3


secara tertuiis dari maslng-masing unit kerja Rumah Sakit dan
kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dllakukan oleh
organlsasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan/
dlinformaslkan oleh organlsasi ORS ke Direktur Rumah Sakit dan
unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit (Dinas Kesehatan
setempat, cq. Penanggung jawab/Pengelola Program Kesehatan
Kerja).

Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah


menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3,
mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3;
mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan
menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.

Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah


mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3. yang
tercakupdidalam:
1. Program K3 termasuk penanggulangan kebakaran dan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
2. Kejadlan/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya
penanggulangan dari tindak lanjutnya.

Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan untuk masing-masing


aspek K3, dilaksanakan dengan membuat atau menggunakan
formulir-formulir yang telah ada atau yang telah ditetapkan sesuai
dengan aturan yang berlaku serta formulir-formulir seperti
terlampir di dalam standar K3RS ini.

Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan K3


dilakukan setiap waktu, sesuai dengan jadwal pelaksanaan
kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau pada saat terjadi
kejadian/kasus(tidakterjadwal).

Pelaporan terdiri dari pelaporan berkala (bulanan, semester, dan


tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan

642
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan


sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang
berkaitan dengan K3.

Setiap kegiatan dan atau kejadian/kasus sekecil apapun, yang


berkaitan dengan K3, wajib dicatat dan diiaporkan secara tepat
waktu kepada wadah organlsasi K3dl Rumah Saklt.

Rumah Saklt perlu menetapkan dengan jelas aiur pelaporan balk


untuklaporan rutin/berkala,laporan kasus/kejadiantldakterduga.

VIII.PENUTUP

DIharapkan dengan dengan adanya standar Inl, pemblnaan


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang selama Inl sudah
dijalankan oleh Kementerlan Kesehatan dapat ditingkatkan hasllnya.
Untuk SDM Rumah Saklt, diharapkan standar Inl dapat membantu
mereka dalam memahami masalah-masalah K3RS dan dapat
melakukan upaya-upaya antlslpasi terhadap akibat-aklbat yang
ditlmbulkan sehlngga tercapal budaya"sehat dalam bekerja".

Tentu saja standar K3RS Inl maslh jauh dari sempuma, belum
menggambarkan permasaiahan dan cara penanggulangan secara
menyuiuruh terutama berdasarkan InstalasI yang ada dl Rumah Saklt.
Kepada para pembaca yang bermlnat dalam bidang MRS diharapkan
bantuan dan masukan yang berharga bagi penyempumaan standar
K3RS Inl dl masa mendatang.

MENTERI KESEHATAN,

G RAHAYU SEDYANINGSIH, MPH. Dr. PH

643
2. Formulir lanoran rekapitulasi semester(6 buian) kesehatan keria

FORMUUR LAPORAN REKAPITULASI SEMESTER(6 BULAN)


PELAYANAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
(Foim LS4-Untuk Rumah Sakit)

Mama Rumah Sakit


Alamat Lokasi
Kabupaten/Kota Prcjpinsi
Perbde Bulan .s.d. ..Tahun

No Uralan Jumlah Keterangan


SDM Rumah Sakit
SDM Rumah Sakit yang;
a. Berpendidikan formal Kesehatan dan Keseiamatan Ketja
b. Sudah dilatih tentang Kesehatan dan Keseiamatan Keija
c. Sudah dilatih tentang Diagnosis PAK
Kasus kebakaran/peledakan akibat bahan kimia, i
PelaChan intemal K3 yang dilaksanakan
Pemantauan keseiamatan keria
Promosi kesehatan dan keseiamatan keija bag!SDM Rumah
Sakit pasien dan penguniung / pengantarpasien
Pemantauan kesehatan lingkungan ketja dan pengendaiian
bahaya di tempat keria (setiap unit kerja dl Rumah Sakit)
Pemantauan APD (Jenis,jumlah, kondisi dan
penggunaannya)
Pembinaan dan pengawasan terhadap kantin dan
pengelolaan makanan di Rumah Sakit(dapur)
Keterangan:
• DilapGrl(an6bulansekaG:
Periode Januari-Juni dSapokan pada ixilan Jufi
Periode Jii-Desember(flapoikan[Bda bulan Januari
• Baris ke-4 pada kdom jurrtah (fid *berapa kali diadakan', pada kolom keterangan diisi 'jenis pelatihan dD, serta
infotmasilainyangdipeilukan. , ^
• Baris ke-5 pada kotem junteh disi trarapa Irali dadakan', pada kokxn keterangan dnsi tempat pemantauan dD,
serta informasi lain yang(^erlukaa
• Baris k&6 pada kokxn juidah dSsi"berapa ka6 diadakaif, pada kolom keterangan disi'sasarann^e siapa dD,serta
informasi lain yang dipertukan. ^ ^
• Bvis ke-7 pada kokxn jumlah disi "berapa ten dadakan*. pada kokxn keterangan dusi tempat pemantauan da,
serta informasi lain yang d^ertukaa
• Bvis ke-8 pada tolom jumbh dosi'berapa kaB diadaten', pada kotom teterangan dnsi tempat pemanlauannya.
serta informal lain yang(Bperhicaa
• Beris ke-9 pada kolom jumteh dnsi'berapa kaB diadatenT, pada kokxn kderangan dnsi "bentuk pembinaannya,
pengawasamya(fmana,(fi,s^ infamasi lain yang diperlukan.

Mengetahui, 20.
DIrektur Pengelola Program Kesehatan dan Keseiamatan Kerja

NIP... NIP.

644
1. Formulir laporan bulanan kesehatan SDM Rumah SaMtdan Pekeria LuarRumah SaKit

FORMUUR LAPORAN BULAN


KESEHATAN SDM-RS DAN PEKERJA LUAR RS
(Form KBKP-4 Untuk Rumah Sakit)

Name Rumah SakIt


Alamat Lokasi
Kabupaten/Kota Propinsi
Bulan Pelaporan

No Uraian Jumlah Keterangan


SDM-RS dan pekeija tuar RS yang sakit yang diiayani:
a. SDMRS
b. Pekeria Luar RS
Kasus penyakit umum pada
a. SDM-RS
b. Pekeria Luar RS
3 5(lima)jenis penyakit yang terfoanyak pada
a. SDM-RS

b. Pekerja Luar RS

4 Kasus cEduga penyakit akibat kerja pada


a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS
5 Kasus penyakit akibat keija pada:
a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS
Kasus kecelakaan akibat kerja pada
a. SDM-RS
b. Pekerja Luar RS
Kasus kejadian nyaris celaka(near miss)dan celaka
8 Angka absensi SDM-RS(orang)
Pemeriksaan SDM-RS:
a. Pemeriksaan awal
b. Pemeriksaan berkaia
c. Pemeriksaan khusus
10 Cakupan pemeriksaan ((MCU)SDM-RS(%))

645
Keterangan;
• SDM-RS:Sumber Daya Manusia-Rumah Sakit
• Pelaporan dari Rumah Sakit yang bersangkuran.
• Pelaporan sekali sebulan, di awal buian.
• * = diisi jika ada, pada kolom keterangan agar diisi has3 pemerlksaan : tidak ada kelainan
atau ada kelainan. Selanjutnya jika ada yang menderita penyakit akibat ketja atau diduga
menderita penyakit akibat kerja supaya disebutkan jumlatinya dan jenisnya akibat keija
tersebut
• Baris 10 (sepuluh). agar dosi dalam bentuk persentase, yakni jumlati SDM-RS yang
diperiksa dibag denganjumlah seluruli SDM-RS. dan dikali 100%

Mengetatiui, 20....
Direktur Pengelola Program Kesetiatan dan Keselamatan Ketja

NIP NIP.

646
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 1175/MENKES/PERA/III/2010

TENTANG

IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin mutu,keamanan,dan


kemanfaatan kosmetika perlu pengaturan izin
produksi kosmetika;
b. bahwa ketentuan tentang izin produksi kosmetika
yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 236/Men.Kes/Per/X/1977 tentang Perijinan
Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan perlu
disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan ilmu
pengetahuan sertateknologi terkini;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Izin Produksi Kosmetika;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang


Perindustrian (Lembaga Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen(Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

647
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

indonssia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4866);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
6. Peraturan Pemerintah Nomor72Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Mat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor3781);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5044);

648
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

9. Keputusan Presidon Nonrior 103 Tahun 2001 tentang


Kedudukan. Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemeiintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor64 Tahun
2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan
Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Pemeiintah Non Departemen;
10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Kedudukan dan Organisasi Kementerian Negara;
11. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan,Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi,Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;

12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/Xi/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
beberapa terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/PerA/l/2009 Nomor
1575/menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG iZIN


PRODUKSIKOSMETIKA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

649
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

1. Kosmetika adaiah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk


digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidemis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau meiindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
2. Izin produksi adaiah izin yang harus dimiliki oleh pabrik kosmetika
untuk melakukan kegiatan pembuatan kosmetika.
3. Industri kosmetika adaiah industri yang memproduksi kosmetika yang
telah memiliki izin usaha industri atau tanda daftar industri sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, yang selanjutnya disingkat
CPKB adaiah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.

5. Menteri adaiah Menteri yang menyelenggarakan urusan


pemerintahandi bidang kesehatan.
6. Direktur Jenderal adaiah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian
dan alat kesehatan.

7. Kepala Badan adaiah Kepala Badan yang tugas dan tanggung


jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan.
8. Kepala Dinas adaiah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
9. Kepala Balai adaiah Kepala Unit Pelaksana Teknis di lingkungan
Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat
dan makanan.

650
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PASAL 2

(1) Kosmetika yang beredar hanjs memenuhi persyaratan mutu,


keamanan dan kemanfaatan.

(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana


dimaksud pada ayat(1) sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia
dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

BAB n
IZIN PRODUKSI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3

Pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri kosmetika.

Pasal 4
(1) Industri kosmetika yang akan membuat kosmetika harus memlliki izin
produksi.
(2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
DirekturJenderal.

Pasal 5

Izin produksi berlaku selama 5(lima)tahun dan dapatdiperpanjang selama


memenuhi ketentuan yang berlaku.

Pasal 6

(1) Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis sediaan
kosmetika yang akan dibuat.
(2) Izin produksi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dibedakan atas 2
(dua)golongan sebagai berikut:
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmelika yang dapat


membuat semuabentukdanjenissediaankosmetika;
b. golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat
membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana.
(3) Bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat(2)huruf b ditetapkan oleh Kepala Badan.
Pasal 7

(1) Industri kosmetika dalam membuat kosmetika wajib menerapkan


CPKB.
(2) CPKB sebagaimana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penerapan CPKB
ditetapkan oleh Kepala Badan.
Bagian Kedua
Persyaratan

Pasal 8

(1) Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan


persyaratan:
a. memiliki apoteker sebagai penanggung jawab;
b. memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produkyang akan dibuat;
c. memiliki fasilitas laboratorium; dan
d. wajib menerapkan CPKB.
(2) Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan
persyaratan:
a. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai
penanggung jawab;
b. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai
produk yang akan dibuat; dan
c. mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai
CPKB.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan izin produksi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh
DirekturJenderal.

BAB Ml
TATA CARA MEMPEROLEH IZIN PRODUKSI

Pasal 9

(1) Permohonan izin produksi industri kosmetika gofongan A diajukan


dengan kelengkapan sebagai berikut:
a. surat permohonan;
b. folokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
dilegalisir;
c. nama direktur/pengurus;
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/
pengurus;
e. susunandireksi/pengurus;
f. surat pernyataan direksi/pengurus tidak terMbat dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
g. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP);
i. denah bangunan yang disahkan oleh Kepala Badan;
j. bentukdan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
k. daftar peralatan yang tersedia;
I. surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker
penanggungjawab;dan
m. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
penanggung jawab yang telah dilegalisir.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Permohonan izin prodgksi industri kosmetlka golongan B diajukan


dengan kelengkapan sebagai berikut:
a. surat permohonan;
b. fotokopi izin usaha industri atau tanda daflar industri yang telah
dilegalisir;
c. nama direktur/pengurus;
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/
pengurus;
e. susunan direksi/pengurus;
f. surat pernyataan direksi/pengurus tidak teriibat dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidangfarmasi;
g. fotokopi akta ntoaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang
pemohon berbentukbadan usaha;
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP);
i. denahbangunan yang disahkan olehKepalaBadan;
j. bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
k. daftarperaiatanyangtersedia;
I. surat pemyataan kesediaan bekeija penanggungjawab;dan
m. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab
yang telah dilegalisir.

Pasal 10

(1) Permohonan jzin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur


Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas,dan
Kepala Balai setempat dengan menggunakan contoh Formulir 1
sebagaimana terlampir.
(2) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas setempat
melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Balai setempat

654
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

melakukan pemerlksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB untuk


izin produksi industri kosmetika Golongan Adan kesiapan pemenuhan
higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB untuk izin produksi
industri kosmetika Golongan B.
(4) Paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhadap pemenuhan
persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dinyatakan lengkap. Kepala Dinas setempat wajib menyampaikan
rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan dengan menggunakan contoh Formulir 2sebagaimana
terlampir.
(5) Paling lama 14(empat belas) hari kerja setelah pemerlksaan terhadap
kesiapan/pemenuhan CPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib menyampaikan
analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan dengan tembusan
kepada Kepala Dinas dan Direktur Jenderal dengan menggunakan
contoh Formulir3sebagaimana terlampir.
(6) Paling lama 7(tujuh)hari setelah menerima analisis hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Kepala Badan memberikan
rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh
Formulir4sebagaimana terlampir.
(7) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tembusan surat
permohonan diterima oleh Kepala Balai dan Kepala Dinas setempat,
tidak dilakukan pemeriksaan/evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat(2)dan ayat(3). Pemohon dapat membuat surat pemyataan slap
berproduksi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Dinas setempat dan Kepala Balai setempat
dengan menggunakan contoh Formulir5sebagaimana terlampir.
(8) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima
rekomendasi dari Kepala Dinas dan Kepala Badan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) atau setelah menerima surat
pemyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal
menyetujui, menunda menolak Izin Produksi dengan menggunakan
contoh Formulir6,Formulir7dan Formulir8sebagaimana terlampir.

655
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal11

(1) Terhadap permohonan izin produksi dikenai biaya sebagai


penerimaan negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal permohonan izin produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik
kembali.

BAB IV
PERUBAHAN IZIN PRODUKSI

Pasal 12

Setiap perubahan golongan, penambahan bentuk dan jenis sediaan,


pindah alamat/pindah lokasi, perubahan nama direktur/pengurus,
penanggung jawab, alamat di lokasi yang sama, atau nama industri harus
dilakukan perubahan izin produksi.

Pasal 13

(1) Industri kosmetika yang melakukan perubahan golongan,


penambahan bentuk dan jenis sediaan, pindah alamat/pindah lokasi
wajib mengajukan permohonan perubahan izin produksi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala
Dinas setempat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana
terlampir.
(2) Tata cara permohonan perubahan izin produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud
daiamPasaHO.

Pasal 14

(1) Industri kosmetika yang melakukan perubahan nama


direktur/pengurus, penanggung jawab, alamat di lokasi yang sama,
MENTERl KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

atau nama industri, wajib mengajukan permohonan perubahan izin


produksi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas setempat dengan menggunakan Formulir 10
sebagaimana terlampir.
(2) Ketentuan mengenai permohonan perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengikuti tata cara permohonan izin produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat(1), ayat(2), ayat(4),dan
ayat(7).
(3) Direktur Jenderal setelah menerima rekomendasi dari Kepala Dinas
mengeluarkan perubahan izin produksi dengan menggunakan
Formulir 11 sebagaimana terlampir.

PasaMS

Izin produksi dicabut, dalam hal:


a. atas permohonan sendiri;
b. izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa beiiakunya
dan tidak dipeipanjang;
c. izin produksi habis masa berlakunya dan tidak dipeipanjang;
d. tidak berproduksi dalam jangka waktu 2(dua)tahun berturut-turut; dan
e. tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi
kosmetika.

BAB V
PENYELENGGARAAN PEMBUATAN KOSMETIKA

Pasal16

Industri kosmetika tidak diperbolehkan membuat kosmetika dengan


menggunakan bahan kosmetika yang dilarang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 17

(1) Direktur Jenderal dapat mewajibkan industri kosmetika memberikan


laporan produksi sesuai kebutuhan.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang laporan produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 18

(1) Pembinaan terhadap pabrik kosmetika dilakukan secara berjenjang


oleh Kepala Dinas dan Direktur Jenderal.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan pedoman teknis yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.

Pasal 19

(1) Pengawasan terhadap produk dan penerapan CPKB dilakukan oleh


Kepala Badan.
(2) Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat(1)tenaga pengawas dapat:
a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan
produksi, penyimpanan. pengangkutan, dan perdagangan
kosmetika untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh dan
segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan kosmetika;
b. membuka dan meneliti kemasan kosmetika; dan/atau
c. memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat
keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan,
pengangkutan, dan perdagangan kosmetika, termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 20

Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya


pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak
pemeriksaan apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak
dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan.

Pasal 21

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanyadugaan atau patutdlduga


adanya pelanggaran hukum di bidang kosmetika, segera dilakukan
penyidlkan oleh Penyldlk Pegawal Negeri SIpil yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diaturoleh Kepala Badan.

BAB VII
SANKSI

PASAL 23

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan in!dapatdikenakan


sanksl admlnsltratif berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah
untuk penarikan kembali produk dari peredaran bagi kosmetika
yang tidak memenuhi standar dan persyaratan mutu, keamanan
dan kemanfaatan;
c. perintah pemusnahan produk, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan mutu. keamanan dan kemanfaatan;
d. penghentian sementara kegiatan;
e. pembekuan izin produksi; atau
f. pencabutan izin produksi.

659
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) humf a,


huruf b, huruf cdan hurufddiberikan oleh Kepala Badan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1)hurufe dan
huruf f diberikan oieh Direktur Jenderal atas rekomendasl Kepala
Badan atau Kepala Dinas setempat.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku;


a. permohonan izin produksi yang sedang dalam proses diselesalkan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 236/Menkes/
Per/X/1977 tentang Izin Produksi Kosmetika danAlat Kesehatan;dan
b. pabrik kosmetika yang telah memiliki izin produksi wajib melakukan
penyesuaian selambat-lambatnya 2(dua) tahun sejak Peraturan ini
diundangkan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 236/Menkes/Per/X/1977 tentang Izin
Produksi Kosmetika dan Alat Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan
ini.

Pasal 26

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 236/Menkes/Per/X/1977 tentang izin Produksi Kosmetika dan Alat
Kesehatan sepanjang menyangkut Izin Produksi Kosmetika dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 27

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 20Agustus2010

NTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH,MPH,Dr.PH

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Agustus 2010

MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA

PATRIALISAKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 396

661
Formulir 1

Nomor :
Lampiran
Perihal ; Permohonan Izin Produksi Kosmetlka

Yangterhormat,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dl-
Jakarta

Dengan hormat,

Bersama ini kami mengajukan permohonan untukdapat mendapatkan


Izin Produksi Kosmetik Golongan dengan data-data sebagai
berikut:

I. UMUM
1. Pemohon
a. Nama Pemohon/Direktur
b. Alamat dan nomortelepon

2. Perusahaan
a. Nama Perusahaan
b. Alamat kantor& No.Telepon
0. Bidang Usaha
d. Bentuk perusahaan
e. Akte Pendirian yang telah disahkan
oleh Kementerian Kehakiman,
nomor &tanggal
f. Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP)
g. Pinpinan Perusahaan
(Daftar Nama Direksi dan Dewan
Komisaris dilampirkan)

3. Penanggung Jawab Produksi


a. Nama
b. Pendidikan/Keahlian
0. Nomor STRA/Penanggungjawab

662
4. Nomor Izin Usaha Industri/
Tanda Daftar Industri

II. PABRIKKOSMETIKA
1. Lokasi dan luastanah
a. Lokasi Pabrik* [ ]Lahan peruntukan
[ jEstate Industri
[ jKompleks Industri
[ jDaerah lainnya
b. Alamat pabrik
c. Luastanah

2. a. Izin Produksi Pabrik Kosmetik A/B

Bentuk/ Jenis Kapasitas Mesin dan Rencana


sediaan produksi per peralatannya produksi
tahun

III. FASILITAS LAIN:

No Jenis Fasilitas Keterangan


1 Laboratorium Kimia-Rsika Ada / Tidak
2 Laboratorium Mikrobiologi Ada/Tidak
3 Ada/Tidak
4 Ada / Tidak

IV.TENAGAKERJA

1. Jumlah Tenaga Kerja


a. Laki-laki orang
b. Wanita orana
JUMLAH orang

2. Pendidikan Tenaga Keija


a. S2 orang
b. S1 orang
c. SLTA orang
d. SLIP orana

Permohonan ini disertai dengan lampiran-iampiran yang diperlukan

663
1. Fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
dilegalisir;
2. Nama direktur/pengurus;
3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk(KTP)direksi perusahaan/ pengurus;
4. Susunan direksi/pengurus;
5. Surat pemyataan direksi/pengurus tidak teriibat dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;
6. Fotokopi akta ntoaris pendirian perusahaan yang telah disahkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang
pemohon berbentuk badan usaha;
7. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP);
8. Denah bangunan yang disahkan oleh Kepala Badan;
9. Bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
10. Daftar peralatan yang tersedia;
11. surat pemyataan kesediaan bekerja penanggungjawab;dan
12. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang
telah dilegalisir.

Demikian keterangan tersebut di atas dibuat dengan sebenamya, atas


perhatian dan persetujuan Bapak/lbu kami sampaikan terima kasih.

Pas Foto Pemohon Pemohon,


Uk. 4 X 6 Tanda Tangan

Stempel Perusahaan
Materai Rp. 6.000,-

( )
NamaTerang Direktur

Tembusan:
1. Kepala Badan POM
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
3. Kepala Balai Besar/Balai POM di
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
*Diisi dengan tanda X
"Pilihsalahsatu

664
FormuHrl

DINAS KESEHATAN
PROVINSI

Nomor :
Lampiran
Perihal : Rekomendasi

Yangterhormat,
Oirektur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
di-
Jakarta

Sehubungan dengan surat permohonan dari nomor


tanggal perihal Izin Produksl Kosmetika dan
dengan mempertimbangkan hasii evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan
administratif untuk izin Produksl Pabrik Kosmetika. maka dengan Inl kami
rekomendasikan bahwa:

1. Nama Perusahaan
2. AlamatPerusahaan
3. PImpinan Perusahaan
4. PenanggungjawabTeknIs

telah / tidak memenuhi *) persyaratan administratif berdasarkan Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor tentang Izin Produksl Kosmetika.

Demlklan,atas perhatlannya diucapkan terlma kaslh.

KEPALAblNAS KESEHATAN
PROVINSI

(
NIP;

Tembusan:
1. Kepala Badan POM
2. Kepala Balal Besar/BalaiPOM di

*Coretyang tIdak sesuai

665
FormuttrZ
BALAIBESAR / BALAI POM
Dl

Nomor :
Lampiran
Perihal : LaporanAnalisis Hasil Pemeriksaan

Yangterhormat,
Kepala Badan PengawasObatdan Makanan
dl-
Jakarta

Dengan hormat,

bin P^tSlKSLmSte T''®" permohonan


Nama Perusahaan
AlamatPemsahaan
Dengan hasil:

Pemeriksaan Setempat oleh Balal


Sjuf "angunan vang sudah
Demlklan,atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

KEPALABALAIBESAR/BALAI
dl

( )
NIP: '
Tembusan:
1. Dlrektur Jenderal BIna Kefarmasian
danAlatKesehatan. Kementerian Kesehatan
2. Kepala Dinas Kesehatan Provlnsi

666
BERITA ACARA PEMERIKSAAN SETEMPAT

BALAI BESAR/ BALAI POM Dl

Pada hari ini tanggal bulan tahun


yang bertanda tangan di bawah ini sesuai dengan Surat
Perintah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
telah melaksanakan pemeriksaan setempatterhadap:
Nama Perusahaan
Nama Pimplnan Perusahaan
AlamatKantor

AlamatPabrik
Nomor Pokok Wajib Pajak(NPW)
Nomor Izin Usaha Industri/
Tanda Daftar Industri

Pemeriksaan ini diiakukan adalah sebagai persyaratan untuk memperoleh


Izin Produksi Kosmetika dengan hasil sebagai berikut:

1. Bentukdanjenissediaan

2. Kapasitas Produksi Terpasang

3. Resume hasil pemeriksaan terhadap kesiapan pabrik kosmetika dan


pemenuhan aspekCPKB:
a. Sistem Manajemen Mutu
b. Personalia
0. BangunandanFasilitas
d. Peralatan
e. SanitasidanHigiene
f. Produksi
g. Pengawasan Mutu
h. Dokumentasi
1. InspeksiDiri : *
j. Penyimpanan

667
k. Kontrak Produksi& Pengujian
I. Penanganan Keluhan
m. Penarikan Produk

4. Keslmpulan

a. Kesimpuian secara umum


b. Kesimpuian secara khusus

Demikianlah BeritaAcara in!dibuat dengan sesungguhnya.

Penanggung Jawab Perusahaan,


Pemeriksa,

( ) (
Cap Perusahaan

Mengetahul:
Kepala Baiai Besar / Balai POM di

( )
NIP:

668
FormuHr4

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN IVIAKANAN

Nomor :
Lampiran
Perihal : Rekomendasi

Yangterhormat,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
dl-
Jakarta

Sehubungan dengan surat permohonan dari


tanggal perihal Izin Produksi
Kosmetika dan dengan mempertimbangkan hasil-hasil Pemeriksaan
setempat oleh Balai Besar/Baiai POM pada tanggal , maka
dengan ini kami rekomendaslkan bahwa:

1. Nama Perusahaan
2. Alamat Perusahaan
3. Pimpinan Perusahaan
4. PenanggungjawabTeknis

telah / tidak memenuhi *) persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri


Kesehatan Nomor tentang Izin Produksi Kosmetika.
Demikian,atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT


DAN MAKANAN

(
NIP

'Coretyang tidaksesuai

669
FormulirS

Nomor
Lampiran
Perihal Surat Pemyataan
Siap Berproduksi

Yangterhormat,
Djrektur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
di-
Jakarta

Dengan hormat,

Sehubungan dengan surat permohonan kami, nomor.


tanggal dengan alamat perihal Izin
Produksi Kosmetika yang teiah diterima oleh Kepala Balai dan Kepala
pinas Kesehatan Provinsi 30 hari kerja yang lalu, dan yang bersangkutan
tidak melakukan pemeriksaan adminlstrasi dan/atau pemeriksaan
setempat terhadap permohonan yang kami ajukan. Dengan in! kami
menyatakan bahwa kami teiah siap melakukan kegiatan produksi
kosmetika sebagaimana diterangkan dalam surat permohonan tersebut
diatas.

Demikian pemyataan ini kami buat, untuk mendapat pertimbangan lebih


lanjut.

Yang menyatakan,

Nama
Jabatan

Tembusan kepada Yth:


1. Kepala Badan POM
2. Kepala Balai Besar/Balai POM
3. Kepala Dinas Kesheatan Provinsi

670
FormuUrG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN Rl

NOMOR:

TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIK

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN


DAN ALAT KESEHATAN

Membaca : 1. Surat permohonan izin produksi dari


tanggal beserta lampirannya.
2. Surat rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan tanggal
3. Surat rekomendasi Kepala DInas Kesehatan ProvlnsI
tanggal
Menlmbang: Bahwa permohonan dari dengan surat
permohonan tanggal dapat disetujul,
dan oleh karena itu dapatdiberikan izin produksi.
Mengingat .* Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
tentang Izin Produksi Kosmetika.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

Kesatu Memberikan Izin Produksi Kosmetika kepada:


Mama Perusahaan
Alamat perusahaan
Mama Direktur
Nama Penanggung JawabTeknis
Alamat Pabrik
Alamat Gudang
Kedua Izin Produksi Kosmetika yang dimaksud dalam diktum
pertama temasuk golongan dengan ketentuan
sebagaibenkut:

671
a. Memproduksibentukdanjeniskosmetika
1
2
3 dst
b. Hams selalu diawasi oleh penanggung jawab teknis yang
namanya tercantum pada Surat Keputusan ini.
c. Hams mematuhi peraturan pemndang-undangan yang
berlaku.
d. Melaksanakan dokumentasi dengan sebaik-baiknya
sesuai ketentuan yang berlaku.

Ketiga : Surat Keputusan ini berlaku selama 5 (lima) tahun sejak


tanggai ditetapkan dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan dengan catatan bahwa akan diadakan
peninjauan atau pembahan sebagaimana mestinya apabila
terdapat kekurangan atau kekeliruan daiam penetapan ini.

Ditetapkan di
Pada tanggai

DIREKTUR JENDERAL BINA


KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

( )

Tembusan Kepada YtH,


1. Menteri Kesehatan Rl
2. Menteri Perindustrian Rl
3. Menteri Perdagangan Rl
4. Kepalada Badan POM Rl
5. Kepala Balai Besar / Balai POM
6. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
8. Persatuan Pengusaha Kosmetika(PERKOSMI)di Jakarta
*) Pilih salah satu

672
FormulirJ

KEMENTERIAN KESEHATAN Rl
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN

Nomor
Lampiran
Perihal Penundaan Izin Produksi
Kosmetika

Yangterhormat,
Direktur
di-
Jakarta

Sehubungan dengan suratSaudara Nomor tanggal


perihal Permohonan izin Produksi Kosmetika, maka
dengan ini kami beritahukan bahwa kami belum dapat menyetujui
permohonan tersebut karena;

1
2
3

Seianjutnya kepada Saudara kami minta untuk melengkapi kekurangan


tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
surat ini.

Demikian untuk diketahui.

Direktur Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan

( )
Tembusan;
1. Kepala Badan POM
2. Kepala Balai Besar/ Balai POM di
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

673
FormulirS

KEMENTERIAN KESEHATAN Rl
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN

Nomor
Lampiran
Perihal Penoiakan Izin Kosmetika

Yangterhormat,
Direklur
di-
Jakarta

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor tanggal


• perihal Permohonan Izin Produksi Kosmetika, maka
dengan in! kami beritahukan bahwa kami menolak permohonan tersebut
dengan alasan:

1
2
3

Demikian untukdiketahul.

DIrekturJenderai
Kefarmaslan dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan

( )
Tembusan:
1. Kepala Badan POM
2. Kepala Balal Besar/Balai POM di
3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

674
FormullrQ

Nomor
Lampiran
Perihal Permohonan Peaibahan Golongan
Izin Produksi Kosmetika

Yangterliormat.
DirekturJenderal Biiia Kefarmasian dan Alat Kesehatan
di-
Jakarta

Bersama ini kami mengajukan Izin Perubahan Golongan Produksi


Kosmetika,dengan data-data sebagai berikut;
1. NamaPemohon
2. AlamatPemohon
3. Nama Perusahaan
4. AlamatPerusahaan
5. Bentuk Perusahaan
6. Akte Notaris Pendirian Perusahaan
7. AlamatSurat menyuratdan
Nomor Telepon
8. Bentuk dan Jenis yang telah Diproduksi
9. Bentuk dan Jenis yang akan Diproduksi
10. Nama Penanggung Jawab Teknis Produksi
11. Pendidikan Penanggung Jawab Produksi
Bersama permohonan ini kami sertakan dokumen-dokumen persyaratan
sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor tentang Izin Produksi
Kosmetika.

Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak/lbu kami


sampaikan terima kasih.

Pas Foto Pemohon Pemohon,


Uk.4 X6 Tanda Tangan
StBRipelPenBahan
Mrioni Rn aooa-

( )
^ Nama Terang Direktur
Tembusan:
1. Kepala Badan POM
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ^
3. Kepala Balai Besar/Balai POM
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
*Caret ysng fdak pertu

676
Formulir 10

Nomor
Lampiran
Perihal Permohonan Perubahan Nama Direktur/Pengurus/
Penanggung Jawab Produksi Kosmetika/alamat
tanpa pindah lokasi *)

Yangterhormat,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian danAlat Kesehatan
di-
Jakarta

Bersama inl kami mengajukan Izin Perubahan Nama Direktur /


Pengurus/Penanggung Jawab Produksi Kosmetika /alamattanpa pindah
lokasi *),dengan data-data sebagai berikut:

1. NamaPemohon
2. Alamat Pemohon
3. Nama Perusahaan
4. Alamat Perusahaan lama *)
5. Alamat Perusahaan baru *)
6. Bentuk Perusahaan :
7. Akte Notaris Pendirian Perusahaan
8. Nama Direktur/Pengurus/
Penanggung Jawab lama *)
9. Nama Direktur/Pengurus/
Penanggung Jawab baru *)
10. Status Permodalan
11. AlamatSuratmenyurat dan
NomorTelepon
12. Bentuk dan Jenisyangtelah
Diproduksi
12. Bentuk dan Jenis yang akan
Diproduksi
13. Pendidikan Penanggung Jawab
Produksi

Bersama permohonan ini kami sertakan dokumen-dokumen


persyaratan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
tentang Izin Produksi Kosmetika.

676
Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan
Bapak/lbu kami sampalkan terima kasih.

Pas Folo Pemohon Pemohon,


Uk.4 X 6 Tanda Tangan
Stompol PoMMhun
IMarail^aOOa-

( )
Nama Terang Direktur
Tembusan:
1. Kepala Badan POM
2. Kepala DInas Kesehatan Provinsi
3. Kepala Balal Besar/Balai POM
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
*Corel yanofdak periu

677
Formulir 11

ADDENDUM
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN Rl

NOMOR:

TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIK

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN


DAN ALAT KESEHATAN

Menimbang Surat permohonan izin nomor tanggal


tentang Perubahan Nama
Direktur/Pengurus/Penanggung Jawab Pabrik
Kosmetika/Alamattanpa pindah lokasi*).
2. Rekomendasi Dinas Kesehatan Provinsi
Nomor tanggal

Menimbang Bahwa permohonan tersebut dapat


disetujui oleh karena itu menganggap perlu menerbitkan
Addendum Izin Produksi Kosmetika.

Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


tentang Izin Produksi Kosmetika.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

Kesatu Addendum perubahan Nama Direktur / Pengurus I


Penanggung Jawab/Alamattanpa pindah lokasi *),kepada:
Nama Direktur/P<sngurus /
Perusahaan Penanggung Jawab/Alamat
tanpa pinda h lokasi *)

Semula Menjadi

Kedua Izin Produksi Kosmetika yang dimaksud dalam diktum


pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan

678
Alkes Nomor tanggal tentang Izin Produksi
Kosmetlka

Ketiga : Addendum Surat Keputusan ini beriaku sejak tanggal


ditetapkan sampai dengan berakhirnya Izin Produksi
Kosmetika dengan catatan bahwa akan diadakan peninjauan
atau perubahan sebagaimana mestinya apabila terdapat
kekurangan atau kekeliruan dalam penetapan ini.

Ditetapkan di
Pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL BINA


KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

( )
NIP.

Tembusan Kepada YtH,


1. Menteri Kesehatan Rl
2. Menteri Perindustrian Rl
3.- Menteri Perdagangan Rl
4. Kepalada Badan POM Rl
5. Kepala Balai Besar/ Balai POM
6. Kepala Dinas Kesehatan ProvinsI
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
8. Persatuan Pengusaha Kosmetika(PERKOSMI)di Jakarta

679
680
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLiK INDONESIA


NOMOR 1176/MENKES/PERA/III/2010

TENTANG

NOTIFIKASI KOSMETIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAMA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran


dan penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi
persyaratan mutu,keamanan,dan kemanfaatan;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
140/Menkes/Per/111/1991 tentang Wajib Daftar Alat
Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum;
0. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Notifikasi Kosmetika;

Mengingat ; 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

681
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008


Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor3781);
5. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhirdengan Peraturan Presiden Nomor64 Tahun
2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan
Presiden Nomor 103Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen;
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Kedudukan dan Organisasi Kementerian Negara;
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan,Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi,Tugas,dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/X1/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/PerNI/2009 tentang
Perubahan KeduaAtas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;

682
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1175/Menkes/


PerA/III/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


NOTIFIKASI KOSMETIKA.

BAB!
KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan;


1. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luartubuh manusia (epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut
terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan
dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memeiihara
tubuh pada kondisi baik.
2. Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, yang selanjutnya disingkat
CPKB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
3. Dokumen Informasi Produk, yang selanjutnya disingkat DIP adalah
data mengenai mutu,keamanan,dan kemanfaatan kosmetika.
4. Peredaran adalah pengadaan, pengangkutan, pemberian,
penyerahan, penjualan dan penyediaan di tempat serta penyimpanan
untuk penjualan.
5. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
6. Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pengawasan obatdan makanan.

683
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 2

Setiap kosmetlka yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau


^i^aratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai ketentuan
paraturan perundang-undangan.

BAB II

NOTIFIKASI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3

Setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari
Menten.Ian edarsebagaimana dimaksud pada ayat(1)berupa notlflkasi.
''ri? yang digunakan
(2)bagi kosmettka notlflkasi sebagalmana
untuk dimaksud
penelltlan dan pada ayat
sampel kosmetlka
untuk pameran dalamjumlali terbatas dan tidak dipeljualbellkan.
Pasal 4

KdlKeplla'^dan®®'^'"'"
(2) Pemohon sebagalmana dimaksud pada ayat(1)terdiri atas*
a. industri kosmetlka yang berada dl wliayah Indonesia* yang telah
memilikiizinproduksl; yony leian
b. Importir kosmetlka yang mempunyal Angka Pengenal Impor(API)
dan/^a^ penunjukkan keagenan dari produsen negara asal;
c. usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksl
dengan industn kosmetlka yang telah memlllkl Izin produksl.

684
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 5

(1) Kosmetika yang dinotifikasi hams dibuat dengan menerapkan CPKB


dan memenuhi persyaratanteknis.
(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
persyaratan keamanan,bahan, penandaan,dan Maim.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman CPKB dan persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat(2) ditetapkan
oleh Kepala Badan.

Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan Notifikasi

Pasal 6

(1) Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika


hams mendaftarkan diri kepada Kepala Badan.
(2) Pendaflaran sebagai pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
hanya dilakukan 1(satu) kali, sepanjang tidak terjadi perubahan data
pemohon.
(3) Pemohon yang telah terdaflar dapat mengajukan permohonan
notifikasi dengan mengisi formulir (template) secara elektronik pada
website Badan Pengawas Obatdan Makanan.

Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan notifikasi ditetapkan


oleh Kepala Badan.

Pasal 8

Apabila dalam jangka waktu 14(empat belas) hari kerja sejak pengajuan
permohonan notifikasi diterima oleh Kepala Badan tidak ada surat
penolakan, terhadap kosmetika yang dinotifikasi dianggap disetujui dan
dapat beredardiwilayah Indonesia.

685
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal9

Permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud dalam


jangka waktu 6(enam) bulan, kosmetlka yang telah
dinotifikasiwajibdiproduksiataudiimpordancliedarkan.
Pasal10

Kepala Badan dapat menolak permohonan notifikasi dalam hal


a. pemohon tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana'dimaksud
dalam Pasal 5;dan
b. tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
Kosmetlka.

Pasal11

(1) Notifikasi berlaku dalam jangka waktu 3(tiga)tahun.


(2) Setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berakhir
pemohon harus memperbaharui notifikasi.
(3) Ketentuan memperbaharui notifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengikuti tata cara pengajuan notifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.

Pasal12

Kepala Badan wajib menginformasikan kosmetlka yang telah dinotifikasi


kepada masyarakat.

Pasal 13

(1) Terhadap permohonan notifikasi dikenai biaya sebagal penerimaan


undan^ pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-
(2) Dalam hal peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum berlaku, notifikasi dikenai biaya yang sama
dengan biaya yang ditetapkan untuk permohonan izin edar.
(3) Dalam hal permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(1) ditolak, maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik
kembali.

Bagian Ketiga Pembatalan

Pasal 14

Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabiia;


a. izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri
sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenal Importir(API) sudah tidak
berlaku;
b. berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
c. atas peimintaan pemohon notifikasi;
d. peijanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi
lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan
keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak
diperbaharui;
e. kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data danlatau
dokumen yang disampaikan pada saatpermohonan notifikasi; atau
f. pemohon notifikasi tidak memproduksi. atau mengimpor dan
mengedarkan kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

BAB III
DOKUMEN INFORMASI PRODUK

Pasal 15

(1) Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan


usaha yang melakukan kontrak produksi harus memiliki DIP sebelum
kosmetika dinotifikasi.
(2) Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus menyimpan DIP dan menunjukkan DIP bila sewaktu-
waktu diperiksa/diaudit oleh Badan POM.
(3) Ketentuan mengenai Pedoman DIPditetapkan oleh Kepala Badan.

687
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN PRODUK

Pasal 16

(1) Industri kosmetika. importir kosmetika, alau usaha perorangan/badan


usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap
kosmetika yang diedarkan.
(2) Apablla terjadi keruglan atau kejadlan yang tidak diinglnkan akibat
penggunaan kosmetika, maka Industri kosmetika, importir kosmetika,
atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak
produksi mempunyai tanggungjawab untuk menangani keluhan
dan/atau menarik kosmetika yang bersangkutan dari peredaran.
(3) Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi harus melaporkan kepada
Kepala Badan apabila kosmetika yang sudah dinotifikasi tidak lagi
diproduksi atau diimpor.
(4) Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggungjawab terhadap
kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau diimpor yang masih ada di
peredaran.

BABV
MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIK

Pasal 17

(1) Setiap industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha


perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib
melakukan monitoring terhadap kosmetika yang telah beredar.
(2) Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi wajib untuk menanggapi dan
menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari
kosmetika yang diedarkan.
(3) Kasus efek yang tidak diinginkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) wajib dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Monitoring Efek Samping Kosmetik(MESKOS).


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme Monitoring Efek Samping
Kosmetik(MESKOS)ditetapkan oleh Kepala Badan.

BAB VI
PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Pasal 18

(1) Setiap industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha


perorangan/badan usaha yang meiakukan kontrak produksi wajib
meiakukan penarikan kosmetika yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan.
(2) Penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dilakukan atas
inisiatif sendiri atau perintah Kepala Badan.
(3) Kosmetika yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat membahayakan
kesehatan dilakukan pemusnahan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada ayat(3)ditetapkan oleh Kepala Badan.

BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal19

Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan notifikasi


dilakukan oleh Menteri dan Kepala Badan.

Pasal 20

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenai


sanksi administratif berupa;
a. peringatantertulis;
b. larangan mengedarkan kosmetika untuk sementara;

689
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. penaiikan kosmetlka yang tidak memenuhi persyaratan mutu


keamanan,kemanfaatan,dan penandaan dari paradaran*
d. pamusnahan kosmatika;atau
e. penghentian sementara kegiatan produksi dan/atau peredaran
kosmatika.
(2) Sanksi administratif sabagaimana dimaksud pada ayat (1) dibarikan
olan Kapala Badan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21

(1) Pada saat Paraturan ini mulai barlaku, Izin adar kosmatika yang talah
bardasarkan Paraturan Mantari Kasahatan Nomor
1401 Menkes/Perrtll/1991 tentang Wajib Daftar Mat Kesehatan
Kosmetlka dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dinyatakari
tetap b^aku untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun seiak
tanggal Peraturan In!dlundangkan.
(2) Permohonan Izin edar kosmetlka yang telah diajukan sebelum
berlakunya Peraturan mi diproses berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 140/Menkes/Per/ll111991 tentang Wajib Daftar Mat
Kesehatan,Kosmetlka dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

''®f'aku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


140^enkes/Perftll/1991 tentang Wajib DaftarMat Kesehatan, Kosmetlka
j kosmetlka
edar I ^ ® 3j3ndicabut
Kosohatan Rumah Tangga
dan dinyatakan tidaksopanjang
berlaku. yang menoatur izin

690
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 23

Peraturan Ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Reoubllk
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Agustus 2010

ENTERI KESEHATAN,

dr/^^gAjjj]^^HAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 Agustus 2010

MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA,

PATRIALISAKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 397

691
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1189/MENKES/PERA^III/2010

TENTANG

PRODUKSIALAT KESEHATAN
DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang bahwa masyarakat perlu dilindungi kesehatan dan


keselamatannya terhadap kesalahgunaan,
penyalahgunaan dan penggunaan alat kesehatan
dan perbekaian kesehatan rumah tangga yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan;
bahwa ketentuan mengenai produksi alat kesehatan
dan perbekaian kesehatan rumah tangga yang telah
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1184/MenKes/Per/ X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekaian Kesehatan Rumah
Tangga perlu disesualkan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekatan Kesehatan
Rumah Tangga;

Mengingat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang


Perlndustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor3274);

693
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 .tentang


Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2000 tentang
Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor3993):
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah. Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737):
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Peraturan Pemerintah Nomor 13Tahun 2009 tentang


Jenis dan TarifAtas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4976);
9. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan,Tugas, den Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi,Tugas,dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/
Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Keija
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/\/l/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2045 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAHTANGGA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
membentukt struktur
I kesehatan
dan memperbaiki pada
fungsi manusia. dan/atau
tubuh.

695
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

2. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat


PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan
dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan
peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempatumurri.
3. Rekondisi/Remanufakturirlg adalah kegiatan memproduksi alat
kesehatan bukan baru yang diperlakukan sebagai bahan baku dengan
persyaratan produksi sesuai standarawal.
4. Bahan baku adalah semua bahan atau komponen awal yang
digunakan untuk keperluan produksi.
5. Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, dan/atau mengubah bentuk alat kesehatan dan/atau
perbekalan kesehatan rumah tangga.
6. Pembuatan adalah seluruh rangkalan kegiatan yang meliputi
penyiapan bahan baku serta bahan pengemas, pengolahan,
pengemasan,dan pengawasan mutu.
7. Perakitan adalah rangkaian kegiatan untuk membentuk alat kesehatan
dan produk alat kesehatan terurai danJatau dengan komponen
penyusun berasal dari komponen fokal dan/atau komponen impor.
8. Pengemasan kembali adalah rangkaian kegiatan membuat suatu
produk dari produk ruahan, yang meliputi member! wadah,
membungkus dan memberikan penandaan.
9. Sertifikat produksi adalah sertifikat yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan kepada pabrik yang telah melaksanakan cara pembuatan
yang baik untuk memproduksi alat kesehatan dan/alauperbekalan
kesehatan rumah tangga.
10. Izin edar adalah izin yang dikeluarkan kepada perusahaan untuk
produk alat kesehatan atau perbekalan kesehatan rumah tangga, yang
akan diimpor dan/atau digunakan dan/atau diedarkan di witayah
Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap mutu, keamanan,
dan kemanfaatan.
11. Perusahaan adalah badan usaha yang memproduksi alat kesehatan
dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga.
12. Perusahaan rumah tangga adalah perusahaan yang memproduksi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga tertentu dan
dengan fasilitas sederhana yang diperkirakan tidak akan menimbulkan
bahaya bag! pengguna, pasien, pekerja, dan lingkungan.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

13. Mutu adalah ukuran kuaiitas produk yang dinilai dari cara pembuatan
yang baik dan menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai
dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
14. Penanggung jawab teknis adalah tenaga kesethatan atau tenaga lain
yang memiliki pendidikan dan pengalaman dalam memproduksi alat
kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga.
15. Menterl adalah Menterl yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dl bidang Kesehatan.
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya dl bidang kefarmasian
dan alat kesehatan.

Pasal 2

Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, alat


kesehatan dapatjuga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama
pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi,
atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat
kesehatan dengan cara tersebut.

Pasal 3

Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud


oleh produsen,dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia
dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosa, pencegahan, pemantauan, pertakuan atau pengurangan
penyakit;
b. diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi
kondisisakit;
0. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau
prosesfisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosa melalui
pengujian in vtoterhadap spesimen dari tubuh manusia.

697
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 4

(1) Produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar hams memenuhi
standardan/atau persyaratan mutu,keamanan,dan kemanfaatan.
(2) Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Farmakope
Indonesia atau Standar Nasionai Indonesia (SNI) atau Pedoman
Penilalan Alat Kesehatan dan PKRT atau standar lain yang ditetapkan
oleh Menteri.

BAB II
PRODUKSI

Baglan Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Perusahaan yang diatur dalam Peraturan ini tidak termasuk


perusahaan mmah tangga yang memproduksi alat kesehatan
dan/atau PKRT.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan rumah tangga
sebagaimana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 6

(1) Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hanya dapat dilakukan oleh
pemsahaan yang memiliki sertifikat produksi.
(2) Sertifikat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
oleh Direktur Jenderal.

Pasal 7

(1) Jenis produk yang diizinkan untuk diproduksi hams sesuai dengan
lampiran sertifikat produksi.
(2) Penambahan jenis produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dengan addendum sertifikat untuk perluasan
produksi.

698
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 8

(1) Pemsahaan yang hanya melakukan pengemasan kemball, perakitan,


rekondisi/remanufakturing dan pemsahaan yang menerima makloon
hams memiliki sertifikat produksi.
(2) Makloon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pellmpahan sebagian atau selumh kegiatan pembuatan alat
kesehatan dan/atau PKRT dari pemilik merek atau pemillk formula
kepada pemsahaan lain yang telah memiliki sertifikat produksi.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat(1)dan ayat
(2)ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 9

(1) Pemsahaan yang memproduksi alat kesehatan/PKRT bertanggung


jawab terhadap mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat
kesehatan/PKRT yang diproduksinya.
(2) Perusahaan hams dapat menjamin bahwa produknya dibuat sesuai
dengan Cara Pembuatan Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang Baik
dan tidak terjadi penumnan kualitas dan kinerja selama proses
penyimpanan,penggunaan dan transportasi.
Bagian Kedua
Lokasi dan Sangunan

Pasal 10

Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT hams berada di lokasi yang


sesuai dengan pemntukannya.

Pasal 11

(1) Bangunan yang digunakan untuk memproduksi alat kesehatan


dan/atau PKRT hams memenuhi persyaratan teknis dan higiene
sesuai denganjenis produkyang diproduksi.
(2) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams mempunyai
fasilitas sanitasi yang cukup dan terpelihara.

699
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 12

(1) Baglan bangunan atau ruangan produksi alat kesehatan dan/atau


PKRT tidak digunakan untuk keperluan lain selain yang telah
ditetapkan pada sertlfikat produksi.
(2) Bangunan atau ruangan yang digunakan bersama untuk produksi
lainnya harus memiliki izin khusus fasilitas bersama dari Direktur
Jenderal.

Pasal 13

(1) Untuk perusahaan yang menggunakan fasilitas produksi bersama


antara alat kesehatan dan PKRT atau dengan sediaan farmasi lainnya
harus dapat membuktikan bahwa tidak akan terjadi pencemaran silang
antara sesama produk.
(2) Penggunaan fasilitas produksi bersama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Ketlga
Alat Rroduksi

Pasal 14

Peralatan yang digunakan untuk memproduksi alat kesehatan dan/atau


PKRT harus memenuhi persyaratan dan selatu dalam keadaan terpelihara
sesuai dengan jenis produknya.

Pasal 15

Peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus ditata sedemikian


rupa agar tidak mengganggu proses produksi dan hanya digunakan untuk
tujuan produksi alat kesehatan dan/atau PKRT.

700
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Keempat
Bahan Baku Produksi

Pasal 16

(1) Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi aiat kesehatan


dan/atau PKRT hams memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
(2) Alat kesehatan yang menggunakan zat radioaktif atau yang dapat
memancarkan sinar radiasi lainnya diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan pemndang-undangan mengenai izin pemakaian zat
radioaktif.

Pasal 17

Menteri menetapkan jenis dan kadar bahan tertentu yang diizinkan dalam
produksi alat kesehatan dan/atau PKRT

Bagian Kelima
Cara Produksi

Pasal 18

(1) Produksi alat kesehatan dan/atau PKRT diiaksanakan sesuai dengan


Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT yang Balk.
(2) Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT yang Balk sebagaimana
dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 19

Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala minimal


1(satu)tahun sekali untuk menjamin ketaatan terhadap Cara Pembuatan
Alat Kesehatan atau PKRT yang Balk.

701
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Keenam
Pemeriksaan Mutu

Pasal 20

(1) Perusahaan hams mampu melakukan analisa dan pemeriksaan


terhadap bahan baku produksi yang digunakan dan produk akhir.
(2) Untuk melakukan analisa dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pemsahaan yang memproduksi hams memiliki
laboratorium sendiri atau bekerja sama dengan laboratorium lain yang
terakreditasi atau diakul.

Bagian Ketujuh
Karyawan

Pasal 21

(1) Karyawan yang berhubungan langsung dengan produksi alat


kesehatan dan/atau PKRTharus dalam keadaan sehatdan bersih.
(2) Karyawan yang menderita penyakit menular atau penyakit tertentu
dilarang bekerja pada produksi alat kesehatan dan/atau PKRT

Pasal 22

Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja serta mencegah


terjadinya pencemaran silang, karyawan d'lwajibkan menggunakan alat
pelindung diri sesual dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan.

Bagian Kedelapan
Sertlfikat Produksi

Paragraf I
KlaslflkasI Seitlflkat Produksi

Pasal 23

(1) Sertlfikat produksi alat kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)


kelasmeliputi:

702
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. Sertifikat Produksi Mat Kesehatan Kelas A, yaitu sertifikat yang


diberikan kepada pabrikyang telah menerapkan Cara Pembuatan
Alat Kesehatan yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan
untukmemproduksi alat kesehatan kelas 1, kelas Ma, kelas lib dan
kelas III;
b. Sertifikat Produksi Mat Kesehatan Kelas B, yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat
kesehatan kelas I, kelas lla, dan kelas lib, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik; dan
c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas 0. yaitu sertifikat yang
diberikan kepada pabrik yang tejah layak memproduksi alat
kesehatan kelas I dan lla tertentu, sesuai ketentuan Cara
Pembuatan Alat Kesehatan Yang Baik.

(2) Sertifikat produksi PKRT diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas


meliputi:
a. Sertifikat Produksi PKRT Kelas A, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah menerapkan Cara Pembuatan PKRT
yang Baik secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk
memproduksi PKRT kelas I, kelas II, dan kelas 111;
b. Sertifikat Produksi PKRT Kelas B, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas f dan
kelas II, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang Baik; dan
0. Sertifikat Produksi PKRT Kefas G, yaitu sertifikat yang diberikan
kepada pabrik yang telah layak memproduksi PKRT kelas I dan
kelas II tertentu, sesuai ketentuan Cara Pembuatan PKRT yang
Baik.

(3) Klasifikasi Sertifikat Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan kesiapan
pabrik dalam penerapan Cara Pembuatan Alat Kesehatan atau PKRT
yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Paragraf 2
Persyaratan Sertifikat Produksi

Pasal 24

(1) Permohonan sertifikat produksi hanya dapat dilakukan oleh badan


usaha.
(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat(1)harus memenuhi
persyaratan administratifdan persyaratan teknis.
(3) Persyaratan administratif dan persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat(2)ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 25

(1) Perusahaan harus memiiiki penanggung jawab teknis yang


berpendidikan sesuai dengan jenis produk yang diproduksi dan
bekerja penuh waktu.
(2) Penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiiiki pendidikan:
a. apoteker, sarjana lain yang sesuai atau memiiiki sertifikat yang
sesuai, dan D3 ATEM untuk Alat Kesehatan Elektromedik, bagi
pemiiik Sertifikat Produksi KelasA.
b. minimal D3 Farmasi, Kimia, Teknik yang sesuai dengan
bidangnya, bagi pemiiik Sertifikat Produksi Kelas B.
c. SMK Farmasi atau pendidikan tenaga lain yang sederajat yang
mempunyai kualifikasi sesuai dengan bidangnya, bagi pemiiik
Sertifikat Produksi Kelas

Pasal 26

(1) Ketentuan mengenai laboratorium dalam permohonan sertifikat


produksi sesuai dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23ayat(1)dan ayat(2)meliputi;
a. Sertifikat Produksi KelasAwajib memiiiki laboratorium,
b. Sertifikat Produksi Kelas B memiiiki laboratorium atau
bekeijasama dengan laboratorium terakreditasi atau diakui.
0. Sertifikat Produksi Kelas C menguji produknya ke laboratorium
terakreditasi atau diakui.

704
MENTERIKESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Persyaratan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf 3
Tata Cara Pemberian Sertifikat Produksi

Pasal 27

Tata cara mendapatkan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT


sebagai berikut:
1. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertuiis kepada
Menteri melaiui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan
menggunakan contoh Formulir I sebagaimana teiiampir
2. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12(dua belas)
hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi
dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota membentuk tim
pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
3. Tim pemeriksaan bersama,jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga
ahli konsultan lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah
disetujui oleh Direktur Jenderal;
4. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari
kerja meiakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan
dengan menggunakan contoh Formulir2sebagaimana terlampir;
5. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil
pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat
rekomendasi kepada Direldur Jenderal dengan menggunakan contoh
Formulir3sebagaimana terlampir;
6. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka
3, dan angka 4 tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan
pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan slap
rnelaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat dengan menggunakan contoh Formulir 4
sebagaimana terlampir;
7. Setelah diterima surat rekomendasi dan lampirannya sebagaimana
dimaksud pada angka 5, Direktur Jenderal mengeluarkan Sertifikat

706
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Produksi Aiat Kesehatan dan/atau PKRT,dalam jangka waktu 30(tiga


puluh) hari kerja setelah berkas lengkap, dengan menggunakan
contoh FormulirSdan FormulirBsebagaimanateriampir;
S. Daiam jangka waktu 30(tiga putuh)hari kerja sebagalmana dimaksud -
pada angka 7, Direktur Jenderal dapat melakukan penundaan atau
penolakan permohonan sertifikat produksi dengan menggunakan
contoh Formulir? dan FormulirS sebagaimanaterlampir;
9. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada anqka 8 diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya surat
penundaan.

Pasal 28

fPerusahaan pemohon sertifikat produksi harus siap dan/atau wajib


(diperiksa oleh petugas yang ditunjuk.
Pasal 29

fPedoman pelaksanaan peiayanan sertifikasi produksi ditetapkan oleh


IDirektur Jenderal.

Paragraf4
Masa Berlaku Sertifikat Produksi

Pasal 30

Sertifikat produksi berlaku 5(lima)tahun dan dapat diperpanjang selama


imemenuhi ketentuan yang berlaku.

Paragraf 5
Perpanjangan Sertifikat Produksi

Pasal 31

n Permohonan perpanjangan sertifikat produksi diajukan oleh


iperusahaan selambat-tambatnya 3 (tiga) bulan sebeiutn berakhir
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

masa berlaku sertifikat produksi kepada Direktur Jenderal melalui


kepala dinas kesehatan provinsi.
(2) Perusahaan yang tidak melakukan perpanjangan sertifikat produksi
hingga masa.bertaku sertifikat produksi habis, hams mengajukan
pemnohonan sertifikat produksi bam.
(3) Tata cara perpanjangan sertifikat produksi dilaksanakan sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

Paragraf6
Perubahan Sertifikat Prooluksi

Pasal 32

(1) Pembahan sertifikat produksi dapat dilakukan dalam ha! teijadi:


a. pembahan badan usaha;
b. pembahan nama dan aiamat pemsahaan;
c. penggantian penanggung jawab teknis;
d. penggantian pemilik/pimpinan penisahaan; dan/atau e.
pembahan klasifikasi.
(2) Perusahaan. yang melakukan perubahan sertifikat produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi pembahan serttfikat
produksi sesuai dengan contoh surat keputusan dalam Formulir 9dan
Formulir 10sebagaimana terlampir.
(3) Ketentuan leblh lanjut mengenai tata cara pembahan sertifikat
produksi diaturoleh Direktur Jenderal.

Paragraf 7
Pencabutan Sertifikat Produksi

Pasai 33

(1) Direktur Jenderal dapat mencabut sertifikat produksi alat kesehatan


dan/atau PKRT apabila:
a. terjadi pelanggaran terhadap persyaratan dan peraturan
pemndang-undangan yang dapat mengakibatkan bahaya
terhadap keselamatan pengguna. pekega atau Lingkungan;
dan/atau

707
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK fNDONEStA

b. terbukti sudah tidak lagi menerapkan Cara Pembuatan Alat


Kesehatan atau PKRT yang Baik.
(2) Pelaksanaan pencabutan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau
PKRT akibat pelanggaran peraturan diiakukan dengan cara:,
a. perlngatan secara tertulls sebanyak 2 (dua) kail berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 2(dua)bulan;
b. penghentlan sementara keglatan; atau
0. pencabutan sertifikat produksi,
(3) Pelaksanaan pencabutan akibat terjadi pelanggaran terhadap
persyaratan dan peraturan yang dapat mengaklbatkan bahaya bagi
pengguna dan peketja dapatdiiakukan secara langsung.
(4) Pencabutan sertifikat produksi alat kesehatan atau PKRT diiakukan
dengan mengeluarkan surat keputusan sesual dengan contoh dalam
Formullr 11 sebagalmana terlamplr.

BAB III
PEMELIHARAAN UMUM

Pasal 34

(1) Dalam rangka menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang


memenuhl persyaratan mutu. keamanan, dan kemanfaatan
diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau
PKIRT

(2) Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau


PKRT sebagalmana dimaksud pada ayat(1)diiakukan sejak keglatan
produksi sampal dengan peredaran alat kesehatan dan/atau PKRT.
(3) Perusahaan yang memproduksl, mengemas kemball, merakit,
merekondlsl/ remanufakturing harus melaporkan hasll pengawasan
mutu alat kesehatan dan/atau PKRT secara berkala minimal setahun
sekall dengan menggunakan contoh Formullr 12 sebagalmana
terlamplr.

708
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 35

(1) Dalam rangka pelaksanaan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan


dan/atau PKRT,Direktur Jenderal menetapkan:
a. Persyaratan pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau PKRT
b. Pembinaan dan pengawasan pemeliharaan mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
Direktur Jenderal.

BAB IV
EKSPOR

Pasal 36

(1) Perusahaan yang memiliki sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau


PKRT dapat mengekspor alat kesehatan dan/atau PKRT ke luar
wilayah Republik Indonesia.
(2) Perusahaan yang memiliki sertifikat produksi tetapi tidak
mengedarkan alat kesehatan dan/atau PKRT di wilayah Republik
Indonesia atau hanya untuk keperluan ekspor dapat memohon surat
keterangan.ekspor kepada Direktur Jenderai.
(3) Surat keterangan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal.
(4) Ekspor alat kesehatan dan/atau PKRT harus mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang ekspor.
(5) Perusahaan yang akan mengekspor alat kesehatan dan/atau PKRT
yang memiliki sertifikat produksi dan produknya telah memiliki izin edar
dibenkan certificate offree saie.
(6) Certificate of free sale sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
merupakan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Menteri yang
menerangkan bahwa suatu produk alat kesehatan dan/atau PKRT
sudah mendapatkan izin edar atau telah bebas dijual di Indonesia.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
memperoleh surat keterangan ekspor dan certificate of free sale
ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

709
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB II
PENARIKAN KEMBALI DAN PERUSAHAAN
Baglan Kesatu
Penarikan Kembali

Pasal37

(1) Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran


karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edamya,
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab perusahaan yang
memproduksi aiatkesehatan dan/atau PKRT.
(2) Ketentuan lebih ianjut mengenai tata cara penarikan kembali alat
kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran sebagaimana dimaksud
pada ayat(1)ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Baglan Kedua
Pemusnahan

Pasal 38

Pemusnahan dilaksanakan terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT yang.


a. diproduksi tidak memenuhi persyaratan yang berlaku,
b. telahkedaluwarsa; . u »
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi;dan/atau
d. dicabutizin edamya.

Pasal 39

Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan dengan


memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia serta upaya
pelestarian lingkungan hidup.

710
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal40

(1) Pemusnahan aiat kesehatan dan/atau PKRT hams dilaporkan kepada


Direktur Jenderal dengan melampirkan berita acara pemusnahan.
(2) Berita acara pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT
sebagalmana dimaksud pada ayat(1) sekurang-kurangnya memuat
keterangan:
a. waklu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan
dan/atau PKRT;
b. jumlah danjenis alat kesehatan dan/atau PKRT;
c. nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT;dan
d. nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT
(3) Berita acara pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT
sebagaimana dimaksud pada ayat(2) ditandatangani oleh pimpinan
pemsahaan, penanggungjawab teknis, dan seksi dalam pelaksanaan
pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT sesuai contoh Formulir
13sebagaimana tedampir.

Pasal 41

Ketentuah lebih lanjut mengenai tata cara pemusnahan alat kesehatan


dan/atau PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan
Pasal40ditetapkan oleh DirekturJenderal.

Terhadap permohonan sertifikat produksi dikenakan biaya sesuai


ketentuan peraturan pemndang-undangan.

BAB VIII
PELAPORAN

Pasal 43

(1) Pemsahaan yang memproduksi, mengemas kembali, merakit,


merekondisi/remanufakturing hams melaporkan hasil produksinya

711
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

minimal setiap 1(satu)tahun sekali kepada Direktur Jenderai dengan


tembusan kepada kepala dinas kesehatan provlnsi dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat dengan menggunakan contoh
Formulir 14sebagaimana teriampir.
pelaporan hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(l)diaturoleh Direktur Jenderai. ^

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Baglan Kesatu
Pembinaan

Pasal 44

pireldur Jenderai, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas


k^ehatan kabupaten^ota melakukan pembinaan secara berjenjang
terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi alat
kesehatan dan/atauPKRT

Pasal45

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal44diarahkan untuk:


a. memenuhi kebirtuhan masyarakat akan alat kesehatan dan PKRT
yang memenuhi persyaratan mutu,keamanan,dan kemanfaatan;
T® PKRT yang
dan "^^sy^rakat daridan/atau
tidak tepat bahaya tidak
penggunaan alatpersyaratan
memenuhi kesehatan
mutu,keamanan,dan kemanfaatan;dan
c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT yana
diedarkan. ®
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diiaksanakan dalam
bidang:
a. informasi produk;
b. produksi;

712
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. perdagangan;
d. sumberdayamanusia;
e. peiayanan kesehatan;dan
f. periklanan.

Bagfan Kedua
Pengawasan

Pasal 46

(1) Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan


produksi alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan oleh
pemerintah, produsen,dan masyarakat.
(2) Pengawasan oleh pemerintah dilaksanakan secara beijenjang di
tingkat pusat oleh Direktur Jenderal dan di daerah oleh kepala dinas
kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pasal 47

Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota den kepala dinas kesehatan


provinsi melaporkan hasil pembinaan dan pengawasan yang dilakukan
kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh dalam Formulir 15
sebagaimana terlampir.

Pasal 48

Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46,


Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis sampai dengan pencabutan sertifikat produksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 kepada perusahaan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan ini.

Pasal 49

Pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan ini yang mengakibatkan


seseorang mengalami gangguan kesehatan yang serius, cacat atau
kematian dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

713
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 50

(1) Pada saat Peraturan Ini mulai berlaku:


a. Sertlfikat Produksi Alat Kesehatan atau PKRT yang telah
diterbitkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan
maslh tetap berlaku sampaidengan habis masa berlakunya;
b. permohonan sertlfikat produksi yang sedang dalam proses
diselesalkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
(2) Sertlfikat Produksi Alat Kesehatan atau PKRT yang telah habis masa
berlakunya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
disesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini.

BABX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang yang mengatur
mengenai produksi alat kesehatan dan PKRT,dicabutdan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 52

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

714
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan ini dengan penempatannya daiam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
padaiai:i|||d::^Agustus 2010
mb#|rEE^^atan

AYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH

DIundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23Agustus 2010
MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA

PATRIALISAKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 399

715
Formulir 1.11

JUMLAH DAN JENIS TENAGA KERJA *)

Setempat.

716
Fonnulir1.12

KONSTRULSI BANGUNAN *)

*) Terangkan mengenai bahan yang digunakan untuk bangunan tersebut, meliputi lantai,
dinding,atapdsb.
Data tersebutdilegalisir oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota Setempat.

717
Formulir1.13

KETERANGAN LAINNYA DARI PERUSAHAAN *)

Dapat dilengkapi'dengan keterangan lainnya dan perusahaan jika dianggap periu


guna menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian izin.

718
Formulir 2
BERITA ACARA PEMERIKSAAN
SARANA PRODUKSIALAT KESEHATAN/PERBEKALAN KESEHATAN
RUMAH TANGGA
DINAS KESEHATAN

NOMOR

Pada hari tanggal bulan tahun Kami yang bertanda tangan dibawah ini
sesuai dengan Surat Perinitah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi telah melakukan
pemeriksaan setempatterhadap:

DATAPERUSAHAAN
1. NamaPabrik
2. NamaPlmpinan
3. Badan Usaha
4. NPWP
5. SlUP
6. TDI
7. AlamatS No.Telp.Pabrik
8. Alamat& No.Telp. Gudang
9. AlamatSurat Menyurat
10. NamaPenanggungJawabTeknIs

Pemeriksaan ini dilakukan adalah sebagai persyaratan untuk memperoleh Sertifikat Produksi Aiat
Kesetiatan/Perbekalan Kesefiatan RumatiTangga dengan hasiisebagai berikut:
II LOKASIDANBANGUNAN
1. Lokasi Pabrik : Kawasan Industri 0 Pemukiman ()
2. Bangunan Pabrik terdiridari : Permanen 0 Semi permanen ()
3. Ruang Pabrik terdiri dari
Administrasi ruangan
Produksi ruangan
Penyimpananbahanbaku ruangan
Penyimpananprodukjadi ruangan
Laboratorium ruangan
AlatProduksi ruangan

PRODUKSI
1. Ruangan Produksi
1.1. Ruangan dibuat berdasarkan perencanaan Ya 0 Tidak ()
1.2. Ruangan tiapjenis/bentuk produksiterpisati Ya 0 Tidak ()

719
1.3. Luas ruangan sesuai dengan kegiatan produksi
peralatan danjumlah : Ya 0 Tidak 0
1.4. Ruangan produksi
a. Bersih : Ya 0 Tidak 0
b. Ventilasi : Cukup 0 Tidak 0
c. Penerangan : Memadai() Tidak 0
d. Lantai : Semen () Keramlk 0
e. Dinding : Semen () Keramik 0
f. Langit-langit : Ada () Tidak 0
g- Alatpemadam kebakaran : Ada () Tidak 0
h. Sumberair : PAM 0 Tidak 0
1. Pengatur suhu : Ada () Tidak 0

2. Peralatan Produksi(sebutkan)
2.1 !
2.2
2.3
2.4 ;
2.5

3. PenanggungJawab:
3.1. Nama
3.2. Ijazahyangdimiliki
3.3. SertiiikatPendukung

4. TenagaTehnik
4.1. Jumlah tenaga tehnik
Nama Keahlian
1 1
2 2
3 3
4. dst 1. dst

5. Khusus Pabrik yang memproduksiAlatKesehatan Steril:


5.1. Mempunyaiaiat khusus untukmensterilkan ; Ada < Tidak ()
5.2. Mempunyai ruangan khusus untuk mensterilkan ; Ada ( Tidak ()
5.3. Proses Sterilisasi diiakukan secara:
Aseptis I basah I kering / cara lain misal: Kimia, gas, dan lain-iain
Sebutkan
5.4. Metode u]i Sterilisasi yang diiakukan: 1
2

720
IV. RUANGPENYIMPANANBAHANBAKU
1. Bersih Ya 0 Tidak 0
2. Venta'lasi Cukup 0 Tidak 0
3. Penerangan Memadai 0 Tidak 0
4. Lantai Semen 0 Keramik 0
5. Dinding Semen 0 Keramik 0
6. Langit-iangit Ada 0 Tidak 0
7. Pengatur Suhu
8. Pemadam Kebakaran Ada 0 Tidak 0
V. RUANG PENYIMPANAN PRODUKSIJADI
1. Bersih Ya 0 Tidak 0
Z Ventilasi Cukup 0 Tidak 0
3. Penerangan Memadai 0 Tidak 0
4. Lantai Semen 0 Keramik 0
5. Dinding Semen 0 Keramik 0
6. Langit-iangit Ada 0 Tidak 0
7. Pengatur Suhu
8. Pemadam Kebakaran Ada 0 Tidak 0
LABORATORIUM
1. Ruang Laboratorium Ada 0 Tidak 0
Z Alat-alat laboraton'um Ada 0 Tidak 0
3. Daftar alat laboratorium (sebutkan)...
4. Penanggungjawab Ada 0 Tidak 0
5. Surat Keijasama Laboratorium Ada 0 Tidak 0
SANRASI
1. WC & Kamar Mandi Karyawan ; Ada 0 Tidak 0
Z Tempat Sampah Akhir Ada 0 Tidak 0
3. Kamar Ganti Pakaian : Ada 0 Tidak 0
KARYAWAN
1. Jumlah orang

Z Jenis Pendidikan (lampirkan)
ADMINISTRASI
1. Surat Permohonan Ada 0 Tidak
2. Saiinan Akte Notaris Ada 0 Tidak
3. NPWP Ada 0 Tidak
4. Ijin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri Ada 0 Tidak
5. SlUP Ada 0 Tidak
721
Daftar Buku Kepustakaan Ada 0 Tidak 0
Surat Kesanggupan Penanggung Jawab Produksi Ada 0 Tidak 0
Perlengkapan Administrasi
8.1. Surat Pemesanan Bahan Baku Ada 0 Tidak 0
8.2. Kartu Stok Persediaan Bahan Baku Ada 0 Tidak 0
8.3. Kartu Stok Produk Jadi Ada 0 Tidak 0
9. Jenis Alkes yang diproduksi 1.
2
3. dst

Mengetahui, Petugas Pemeriksa


Pimpinan I Direktur Nama NIP TandaTangan

1.
2.
3.

Mengetahui,
Kepala Dinas Kesehatan

NIP.

Catatan Jika memenuhi syarat setiap lembar lampiran peta lokasi, denah bangunan,
peralatan agar dilegallslrDinas Kesehatan

722
Formuiir 3

KOP DINAS KESEHATAN PROVINSI

Nomor
Lampiran
Perihal Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Seitifikat
Produksi Alat Kesehatan/Perbekaian
Kesehatan Rumah Tangga

KepadaYth.
DirekturJenderai Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Ri
di-
JAKARTA

Sehubungan dengan surat permohonan dari Nomor


tangga! perihal seperti pada pokok surat diatas,
maka bersama in)kamisampalkan:

Sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Tim Pemeriksaan Bersama ke


AlamatKantor,Produksi dan Gudang Jalan
maka perusahaan tersebut memenuhi I tidak
memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

Bersama ini kami lampirkan:


1. Salinan/copy surat permohonan yang bersangkutan beserta
lampiran-lampirannya.
2. Berita Acara Pemeriksaan.

Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.

( )
NIR

Tembusan KepadaYth.
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
2. Pimpinan Perusahaan di

723
Formulir 4

Nomor
Lampiran
Perihal Pemyataan Siap Beroperasi Pabrik
Mat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan
RumahTanaaa

KepadaYth.
DirekturJenderal Bina Kefarmasian
dan Mat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Rl
dl-
JAKARTA

Sehubungan surat permohonan kami Nomor


dan sesual ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PERMIII/2010 tentang Produksi Mat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,dengan ini kami
sampaikan bahwa Perusahaan kami telah siap melaksanakan kegiatan
produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Rumah Tangga yang beralamat di
Jalan

Demikianlah untuk diketahui dan atas perhatiannya diucapkan terima


kasih.

Direktur / Pimpinan Perusahaan,

( )
TembusanVth:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

724
Lampiran 5

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN AUT KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:

TENTANG

SERTIFIKAT PRODUKSi ALAT KESEHATAN

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN,

Membaca 1. Suratpermohonan(NamaBadanUsaha) (NamaKota)


Nomor Tanggal tentang Permohonan
SertlfikatProduksiAlat Kesehatan;
2. Berita Acara Pemeriksaan Dinas Kesehatan Provinsi
Nomor tanggal ;
3. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Nomor
tanggal ;

Menimbang bahwa permohonan (Nama Badan Usaha) (Nama Kota)


tersebut dapat disetujui, oleh karena itu perlu menerbitkan
Sertifikat ProduksiAlat Kesehatan;

Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010


tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu Memberikan Sertifikat ProduksiAlat Kesehatan kepada:
NamaPerusahaan
NPWP
AlamatPerusahaan
Nama Direktur/Pimpinan
Nama Penanggung Jawab
Teknis
AlamatPabrik
AlamatGudang
Kedua Sertifikat Produksi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud Diktum
Kesatu termasuk Kelas dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Harus selalu diawasi oleh penanggung jawab teknis yang
namanyatercantum pada Surat Keputusan ini.

725
2.. Menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang
Baik(CPAKB).
3. Hams memberikan laporan basil produksi setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmaslan dan Alat
Kesehatan, tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sesuai lokasi.
4. Memiliki laboratorium sendiri atau bekerjasama dengan
laboratoiium yang diakui untuk melakukan analisa dan
pemeriksaan terhadap bahan produksi yang digunakan dan
produkakhir.
5. Melaksanakan produksiAlat Kesehatan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor1189/MENKES/PER/VIII/2010tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga,dan peraturan lainnya yang terkait.
Ketiga Sertifikat produksi berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak tangga!
dikeluarkan.
Keempat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan
ketentuan akan diadakan peninjauan atau perbaikan sebagaimana
mestinya apabila terdapatkekeliman dalam penetapan ini.

Ditetapkan di Jakarta
Padatanggal

DIREKTUR JENDERAL

NIP.

Tembusan Yth:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri di Jakarta.
4. DirekturJenderal Bea dan Cukai di Jakarta.

726
UMPIRAN KEPUTUSAN DiREKTUR JENDERAL
BINAKEFARMASIAN DAN ALATKESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
NOMOR :
TANGGAL

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan diproduksi:


PERALATAN

PERALATAN

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan dikemas ulang dan diuji ulang:


PERALATAN

PERALATAN,

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan dirakit:


PERALATAN

PERALATAN

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan dlrekondisi/remanufakturing:


PERALATAN

PERALATAN

Dengan kentuan bahwa Alat Kesehatan tersebut harus mendapatkan persetujuan Izin edar
sebelumdiedarkan.

DIREKTUR JENDERAL

NIP.

727
Lampiran 6
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BiNA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:

TENTANG

SERTIFIKAT PRODUKSIPERBEKAUN KESEHATAN RUMAH TANGGA


DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN,
Membaca 1. Surat permohonan(Nama Badan Usaha) ,(Nama Kota)
Nomor Tanggal tentang Permohonan
SertifikatProduksiAlat Kesehatan;
2. Berita Acara Pemeriksaan Dinas Kesehatan Provinsi
Nomor tanggal ;
3. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Nomor
tanggal ;

Menimbang bahwa permohonan (Nama Badan Usaha) (Nama Kota)


tersebut dapat disetujui, oleh karena itu perlu menerbitkan
SertifikatProduksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PER/Vill/2010
tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu Memberikan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan kepada:
Nama Perusahaan
NPWP
Alamat Perusahaan
Nama Direktur/Pimpinan
Nama Penanggung Jawab
Teknis
AlamatPabrik
AlamatGudang
Kedua Sertifikat Produksi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud Diktum
Kesatu termasuk Kelas dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Hams selalu diawasi oleh penanggung jawab teknis yang
namanya tercantum pada Surat Keputusan ini.

728
2. Menerapkan Pedoman Cara Produksi Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga yang Baik(CPKRTB).
3. Harus memberikan laporan hasil produksi setlap 1 (satu) tahun
sekall kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Mat
Kesehatan, tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sesuai lokasi.
4. Memiliki laboratorium sendiri atau bekerjasama dengan
laboratorium yang diakui untuk melakukan anaiisa dan
pemeriksaan terhadap bahan produksi yang digunakan dan
produkakhir.
5. Melaksanakan produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
• 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Mat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan peraturan
lainnyayangterkait.
Ketiga Sertifikat produksi berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
dikeluarkan.
Keempat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan
ketentuan akan diadakan peninjauan atau perbaikan sebagaimana
mestinya apabilaterdapatkekeliruan dalam penetapan ini.

Ditetapkan di Jakarta
Padatanggal

DIREKTUR JENDERAL,

NIP.

Tembusan Yth:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri di Jakarta.
4. Direktur Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta.

729
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINAKEFARMASIAN DAN ALATKESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
NOMOR
TANGGAL

Jenis Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang diizinkan diproduksi;

Jenis Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang diizinkan dikemas ulang dan diuji ulang;

Dengan ketentuan bahwa Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tersebut harus


mendapatkan persetujuan.izin edarsebelum diedarkan.

DIREKTUR JENDERAL,

NIP.

730
Formulir 7

KEMENTERIAN KESEHATAN Rl
DIREKTORATJENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

Nomor
Lampiran
Peiihal Penundaan Penerbitan Sertifikat ProduksiAlat Kesehatan I
Perbekalan Kesehatan Rumah Tanaaa

KepadaYth.

di-

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor Tanggal


perihal Permohonan Sertifikat Produksi Alat
Kesehtan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. maka dengan ini
diberitahukan bahwa kami belum dapat menyetujui permohonan tersebut,
karena:
1
2
3

Selanjutnya kepada Saudara kami minta melengkapi kekurangan data


tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 6(enam) bulan sejak tanggal
surat ini.

Demikianlah untukdimaklumi.

DIREKTURJENDERAU

NIP.

TembusanYth:
1. KepalaDinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

731
FormulirS

KEMENTERIAN KESEHATAN Rl
DIREKTORATJENDERAL
BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Nomor
Lampiran
Perihal Penolakan Permohonan
Sertifikat ProdukslAlat Kesehatan/Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
KepadaYth.

di-

Sesuai dengan pemiohonan Sertifikat ProduksiAlat Keseliatan/Perbekalan


Kesehatan Rumah Tangga Nomor Tanggal
dengan lokasi
;• Setelah kami adakan pemeriksaan, temyata
perusahaan Saudara tidak memenuhi ketentuan perizinan yanq berlaku
yaitu: ®
1
2
3
4

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, permohonan Saudara tidak dapat


kamisetujui.

Demikianlah untuk kiranya menjadi perhatian Saudara.

DIREKTURJENDERAL,

NIP.
TembusanVth;
1. KepalaDinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

732
Lampiran 9

KEPUTUSAN DIREKTUR JENOERAL BINA KEFARMASIAN DAN AUT KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:

TENTANG

PERUBAHAN SERTiFIKAT PRODUKSIALAT KESEHATAN

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN AUT KESEHATAN,

Membaca Surat permohonan(Mama Badan Usaha) (Mama Kota)


Nomor Tanggal tentang Permohonan
Perubahan pada Sertifikat Produksi Alat
Kesehatan(sebutkan perubahannya);
Berita Acara Pemeriksaan Dinas Kesehatan ProvinsI
Nomor tanggal (biladiperlukan);
3. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan ProvinsI Nomor
tanggal (biladiperlukan);

Menimbang bahwa permohonan (Nama Badan Usaha) (Nama Kota)


tersebut dapat disetujui, oleh karena itu perlu menerbitkan
Sertifikat Produksfi Alat Kesehatan;

Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PERA/III/2010


tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perfoekalan Kesehatan Rumah
Tangga.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu Memberikan Sertifikat ProduksiAlat Kesehatan kepada;
NamaPerusahaan
NPWP
AiamatPerusahaan
Nama Direktur/Pimpinan
Nama Penanggung Jawab
Teknis
AiamatPabrik
AlamatGudang
Kedua Sertifikat Produksi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud Diktum
Kesatu termasuk Kelas dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Hams seialu diawasi oleh penanggung jawab teknis yang
namanya tercantum pada Surat Keputusan ini.

733
2. Menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang
Baik(CPAKB)dalam hal sarana,dokumentasi,hygiene sanitasi.
3. Hams memberikan laporan hasil produksi setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, tembusan kepada Dinas Kesehatan Provlnsi dan
Kabupaten/Kota sesuai lokasi.
4. Memiliki laboratorium sendlri atau bekerjasama dengan
iaboratorium yang diakui untuk melakukan analisa dan
pemeriksaan terhadap bahan produksi yang digunakan dan
produkakhir.
5. Melaksanakan produksi Alat Kesehatan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PERA/lll/2010tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga,dan peraturan lainnya yang terkait.
Ketiga Sertifikat produksi beriaku 5 (lima) tahiih terhitung sejak tanggal
dikeluarkan.
Keempat Keputusan ini mulai beriaku pada tanggal ditetapkan dengan
ketentuan akan diadakan peninjauan atau perbaikan sebagaimana
mestinya apabila terdapat kekeliman dalam penetapan ini.

Ditetapkan di Jakarta
Padatanggal

DIREKTUR JENDERAL,

NIP.

Tembusan Yth:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri di Jakarta.
4. Direktur Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta.

734
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINAKEFARMASIAN DAN ALATKESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
NOMOR
TANGGAL

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan diproduksi:


PERALATAN

PERALATAN

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan dikemas ulang dan diuji ulang:


PERALATAN

PERALATAN

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan dirakit;


PERALATAN

PERALATAN

JenisAlat Kesehatan yang diizinkan direkondisi/remanufakturing:


PERALATAN

PERALATAN

Dengan kentuan bahwa Alat Kesehatan tersebut hams mendapatkan persetujuan izin edar
sebelumdiedarkan.

DIREKTUR JENDERAL

NIP.

735
Lampiran 10

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:

TENTAN6

PERUBAHAN SERTIFIKAT PRODUKSIPERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TAN6GA

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN AUT KESEHATAN,

Membaca 1. Surat permohonan(Mama Badan Usaha) ,(Mama Kota)


Nomor Tanggal tentang Permohonan
Perubahan pada Sertifikat Produksi Alat Kesehatan
(sebutkan perubahannya);
2. Berita Acara Pemeriksaan Dinas Kesehatan Provinsi
Nomor tar^gal (bila diperlukan);
3. Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Nomor
tanggal ;

Menimbang bahwa permohonan (Nama Badan Usaha) (Nama Kota)


tersebut dapat disetujui, oleh karena itu perlu menerbitkan
Sertifikat Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010


tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu Memberikan Sertifikat ProduksiAlat Kesehatan kepada;
NamaPerusahaan
NPWP
AlamatPerusahaan
Nama Direktur/Pimpinan
Nama Penanggung Jawab
Teknis
AlamatPabrik
AlamatGudang
Kedua Sertifikat Produksi Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud Diktum
Kesatu termasuk Kelas dengan ketentuan sebagai
berikut;
1. Harus selalu diawasi oleh penanggung jawab teknis yang
namanya tercantum pada Surat Keputusan ini.

736
2. Menerapkan Pedoman Cara Produksi Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga yang Baik(CPKRTB).
3. Hams memberikan laporan hasil produksi setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada Direktur Jenderal BIna Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, tembusan kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sesuai lokasi.
4. Memiliki laboratorium sendiri atau bekerjasama dengan
iaboratorium yang diakul untuk melakukan anallsa dan
pemeriksaan terhadap bahan produksi yang digunakan dan
produkakhir.
5. Meiaksanakan produksi Perbekaian Kesehatan Rumah Tangga
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1189/MENKES/PERA/iil/2010 tentang Produksi Aiat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan peraturan
lainnyayangterkait.
Ketiga Sertifikat produksi beriaku 5 (iima) tahun terhitung sejak tangga!
dikeluarkan.
Keempat Keputusan ini mulai beriaku pada tanggal ditetapkan dengan
ketentuan akan diadakan peninjauan atau perbaikan sebagaimana
mestinyaapabiiaterdapatkekeiiman dalam penetapan ini.

Ditetapkan di Jakarta
Padatanggal

DIREKTUR JENDERAL,

NIP.

Tembusan Yth:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri di Jakarta.
4. Direktur Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta.

737
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINAKEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN
NOMOR :
TANGGAL :

JenisPerbekalan Kesehatan Rumahlanggayangdiizlnkandiproduksi:

Jenis Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang diizlnkan dikemas ulang dan diuji ulang

Dengan ketentuan bahwa Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tersebut harus


mendapatkan persetujuan izin edarsebelum diedarkan.

DIREKTURJENDERAL,

NIP.

738
Lampiran 11

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN AUT KESEHATAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:

TENTANG

PENCABUTAN SERTIFIKAT PRODUKSIALAT KESEHATAN/PERBEKALAN KESEHATAN


RUMAHTANGGA

DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN,

Membaca Surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi(Nama Badan Usah) ,(Nama


Kota) Nomor Tanggal perihal usui pencabutan Sertifikat
Produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga atas nama

Menimbang bahwa telah melakukan pelanggaran

1
2
3

Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1189/MENKES/PERA/III/2010 tentang


Produksi AlatKesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
Kesatu Mencabut Keputusan Nomor tanggal
tentang Pemberlan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan I
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga kepada
Kedua Keputusan Inl mulal beriaku sejak tanggal ditetapkan.

DItetapkandlJakarta
Pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL,

NIP.
TembusanYth:
1. Menteri Kesehatan Rl
2. DIrektur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dl Jakarta.
3. DIrektur Jenderal Bea dan Cukal dl Jakarta.
4. Kepala DInas Kesehatan Provinsi
5. Kepala DInas Kesehatan Kabupaten/Kota

739
Formulir 12

LAPORAN PRODUKSI
ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
Tahun Produksi

NamaPerusahaan
NomorSertifikatProduksi ;

Nomor Mama Produk Nomor Izin Jumlah Keterangan


Edar Produksi

( )
Direktur I Penanggung Jawab Teknis

740
Formulir13

BERITA ACARA PEMUSNAHAN


AUT KESEHATANIPERBEKAUN KESEHATAN RUMAH TANGGA

Pada hari ini tanggal bulan tahun telah dilakukan


pemusnahan Alat Kesehatan I Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sebagai berikut:
No Nama Produk Satuan Jumlah Cara Pemusnahan

Pada sarana produksi yang berlokasi di

Yang melakukan pemusnahan:


1. Pimpinan Perusahaan
2. Penanggung Jawab Teknis

Saksi-saksi
1. Nama
NIP/NIK
Jabatan

2. Nama
NIP/NIK
Jabatan

200.
Yang melakukan pemusnahan.

Penanggung Jawab Teknis Pimpinan Perusahaan

Saksi-saksi:
1
2

741
Formulir 14

LAPORAN PRODUKSI
ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
OLEH PRODUSEN
Tahun

Nomor Izin Jumiah Daerah


No Mama Produk Keterangan
Edar Produksi Pemasaran

.20.

(, )
Direktur/ Penanggung Jawab Teknis

742
FormuiirlS

DINAS KESEHATAN PROVINSI

Nomor
Lampiran
Perihal Hasii Pembinaan dan Pengawasan Sarana
Produksi Alat Kesehatan I Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga

KepadaYth.
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Ri
di-
JAKARTA

Bersama in! kami sampaikan laporan hasii permbinaan dan pengawasan


sarana produksi Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
yang dilakukan di Provinsi tahun

Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi

NIP

743
LAPdRAN HASIL PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
SARANAPRODUKSI
ALAT KESEHATANIPERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
Tahun

Nama No. SeiUfikat Jenis No Izin Edar Aktifnidak


No Alamat
Sarana Produksi Produksi Produk Aktif

Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi

NIP

744
Formulir 1

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSi AUT KESEHATAN I PERBEKALAN


KESEHATAN RUMAH TANGGA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini mengajukan permohonan Sertifikat Produksi Alat
Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;

1. NamaPemohon
AlamatPemohon

2. NamaPabrik
AlamatPabrik

Badan Usaha

4. NPWP
SlUP
TDI

Status Permodalan

6. AlamatSuratMenyuratdan
NomorTelepon

AlamatGudang

Jenis yang akan diproduksi

8. Nama Penanggung Jawab


Teknis Produksi

9. Pendldikan Penanggung Jawab


Produksi

Pemohon,

PasfotoPemohon Tanda Tangan

Berwarna Stempel Perusahaan


Ukuran Materai 6000

745
Formulir 1.1

KETERANGAN MENGENAI PETA LOKASI *)

*) Diterangkan daerah Perusahaan tersebut, misalnya daerah industri, daerah


perumahan dan daerah pertokoan dsb.
Harus dilampirkan juga peta lokasi yang dilegalisir / diketahui oleh Bupati, Camat
setempat atau Pejabatyang berwenang dimana industri tersebut berada.

746
Formulir 1.2

KETERANGAN MENGENAI DENAH BANGUNAN *)

*) Agar dilampirkan fotocoy atau salinan dan denah bangunan serta keterangan-
keterangan yang diperiukan.

Koreksi aske gambar denah bangunan dilegalisir / diketahui oieh pejabat yang
berwenang.

747
Fonnulir1.3

SALINAN AKTE PENDIRIAN PERUSAHAAN YANG DfSAHKAN NOTARIS *)

*) Lamplrkan fotocopy dan salinan akte pendirian perusahaan yang dflegalisir/diketahul


oleh Kepala Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota Setempat

748
Fomnulir 1.4

SURATIZIN YANG DIMILIKI (dari Instansi diluar Kementerian Kesehatan)*)

*) Lampirkanfotocopysuratizintersebut.

749
Foniiulir1.5

SURAT PERJANJIAN KERJASAMA YANG DISAHKAN NOTARIS *)

o'®'' yang memproduksiAlal Kesehatanff'erbekalan Kesehatan


Rumah Tangga berdasarlcan iisensi atau kontrak keijasama
Lampirkan foto copy surat penanjjan ketjasama tersebut yang disahkan oleh Notaris.

750
Fonnulir1.6

MACAM DAN BENTUK ALAT KESEHATAN/PERBEKALAN KESEHATAN


RURAAH TANGGA YANG AKAN DIPRODUKSI *)

*) Sebutkan semua jenis Alat Kesehatan/Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang


akandiproduksi.

751
Formulir 1.7

DAFTAR ALAT PRODUKSI DAN AUVT PERLENGKAPAN PRODUKSI *)

*) Harap ditulis selengkap mungikn Mat dan Perlengkapan Produksi yang dimiliki antara
lain nama alat, merek,ukuran,tahun pembuatan,jumlah dsb.
Daftar tersebut harus dilegallsir oleh/diketahui oleh Dinas Kesehatan
Provlnsi/Kabupaten setempat.

752
Formulir1.8

DAFTAR AUVT LABORATORIUM YANG DIMILIKI *)/ SURAT PERJANJIAN


KERJASAMA DENGAN LABORATORIUM YANG TERAKREDITASI ATAU
DIAKUI

Harap diterangkan selengkap mungkin mengenai peralatan Laboratorium yang dimiliki


antara lain nama alat, merek. ukuran,jumlah,tahun pembuatan,dsb.

Daftar tersebut harus dllegallsir oleh/diketahui oleh DInas Kesehatan


Provinsi/Kabupaten setempat.

753
Formulir1.9

DAFTAR BUKU KEPUSTAKAAN YANG DIMILIKI *)

Harap ditulis semua buku yang dimiliiki terutama yang berhubungan dengan teknik
pembuatan dan pemeriksaan mutu antara lain nama buku,edisi dan tahun penerbitan
pengarang,jumlah dan sebagalnya.
Daftar tersebut harus dilegalisir oleh/dlketahul oleh Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten setempat.

754
Formulir 1.10

PENANGGUNG JAWAB TEKNIS PRODUKSi/ TENAGA AHLI *)

*) Agar djlampirkan foto copy ijazah atau sertifikat yang dimiliki oleh penanggung jawab
teknisproduksi.

755
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR1190/MENKES/PER/VIII/2010

TENTANG

IZIN EOAR ALAT KESEHATAN


DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,
Menimbang: bahwa dalam rangka memberi pengamanan darl
penggunaan yang tidak tepat dan melindungi
masyarakat dari peredaran Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan. Rumah Tangga yang tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan perlu dllakukan penilaian sebelum
diedarkan;
bahwa ketentuan mengenai Izin edar alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang telah
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga perlu disesuaikan dengan perkembangan
dan kebutuhan hukum;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagalmana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
\zm Edar Alat Kesehatan Dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3821);

757
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan
Pemerintahan Daerah Kabupateh/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13Tahun 2009 tentang
Jenis dan TarifAtas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4975);
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi,Tugas,dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara;

758
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI1/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN


EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAH TANGGA.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaikifungsi tubuh.
2. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya disingkat
PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan
dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan
peliharaan,rumah tangga dan tempat-tempat umum.
3. Produk rekondisi/Produk remanufakturing adalah produk yang
diproduksi darl produk alat kesehatan bukan baru yang diperlakukan
sebagai bahan baku dengan persyaratan produksi sesuai standar
awal.

759
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

1 Pemsahaan adalah badan usaha yang memproduksi/menyalurkan


alauSan Catau memproduksi perbekalan kesehatan rumah
5 Penyalur Alat Kesehatan. yang selanjutnya
hadan hukum vang memiliki izm untuk menyalurkan,
memDerdagangkan alat kesehatan sesual dengan ketentuan
peaindang-undangan yang beriaku dan mempunyai hak untuk
mendapatkanizinedar. .
R Pemsahaan rumah tangga adalah pemsahaan yang memproduksi
alat kesehatan dan perbekalan kesehatan mmah tangga
dengan fasilitas sederhana yang tidak akan menimbulkan bahaya bagi
pengguna,pasien, pekerjadan lingkungan.
7 Izin edar adalah izin yang diberikan kepada pemsahaan untuk produk
alat kesehatan atau perbekalan kesehatan mmah tangga, yang akan
diimpor digunakan dan/atau diedarkan di wilayah
berdasarkan penilaian terhadap mutu,keamanan,dan kemanfaatan.
ft sural keterangan impor adalah izin kepada pemsahaan yang

untuk kepentingan tertentu sesual ketentuan beriaku.


Q Surat keterangan izin ekspor adalah izin yang diberikan kepada
oemsahaan yang memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan
kesehatan mmah tangga khusus untuk ekspor dan tidak diedarkan di
wilayah Republik Indonesia.
in Mutu adalah ukuran kualitas produk yang dinilai dari cara pembuatan
S Sdan Sunakan bahan dengan spesifikasi yang sesua.
dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
11 Penandaan adalah etiket/label, brosur atau bentuk pernyataan lainnya
' yang ditulis, dicetak, atau digambar, berisi
disertakan pada atau berhubungan dengan alat kesehatan dan/atau
perbekalan kesehatan mmah tangga.
19 Ftiket/label adalah tanda yang bempa tulisan, dengan atau tanpa
Star yanfditekatkan. dicetek, diukir. dicantumkan dengan cara
apapun pada wadah atau pembungkus.

760
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

13. Pemerintah Pusat. selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden


Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah Daerah adalah gubemur, bupati, atau walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
15. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Kesehatan.
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Kefarmasian
dan Aiat Kesehatan.

Pasal 2

Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, alat


kesehatan dapatjuga mengandung obat yang tidak mencapai keija utama
pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi
atau metabolisms tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat
kesehatan dengan cara tersebut

Pasal 3

Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud


oleh produsen,dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia
dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau penguranqan
penyakit; ®
b. diagnosis, pemantauan, periakuan, pengurangan atau kompensasi
kondisisakit;
c. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau
prosesfisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup.;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis meialui
pengujian in v/fraterhadap spesimen dari tubuh manusia.

761
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BAB II
IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PKRT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1) Dalam rangka menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang


memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu alat
kesehatan dan/atau PKRT
(2) Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau
PKRT sebagalmana dimaksud pada ayat(1)dilakukan sejak kegiatan
produksi sampai dengan penggunaan alat kesehatan dan/atau PKRT
Bagian Kedua
Izin Edar

Pasal 5

(1) Alat kesehatan dan/atau PKRT yang akan dilmpor, digunakan


dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia harus terlebih
dahulu memiliki izin edar.
(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diberikan oleh Direktur
Jenderal atau pejabatyang ditunjuk.
Pasal 6

(1) Dikecualikan dari ketentuan izin edar sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5, terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT yang sangat
dibutuhkan karena alasan tertentu atau diproduksi oleh perusahaan
rumahtangga.
(2) Ketentuan febih lanjut mengenai alasan tertentu dan produksi
perusahaan rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.

762
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONEStA

Pasal 7

-Perakitandalam
ulang wajib memiliki izin edarsebagaimana dimaksud atau Pasal
pengetnasan
5.
Pasal 8

keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan

dimaksud pada ayat(1)dapatterdiri atas pakar,


insten^te'rte™ Penguruan tinggi, praktisi dan
(3) penilai dan tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
ditetapkan oleh Direktur Jenderal. * '
^

Pasal 9

(1) Alat kesehatan dan/atau PKRT yang mendapat Izin edar hams
iTiGmenuhi krftGria SGbagai bGiikut:
a. keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan, yana dlbukbkan
Skar lain yS
"■ ''k"u '^®'"anfaatan PKRT dibuktlkan dengan
teda?
tedar vano ^ilarang
yang telah ditentukan sesual dan tidak
peraturan meleblhl
dan/atau data batas
kllnis
atau data lain yang diperlukan; dan
C. mutu, yang dinllal dari cara pembuatan yang balk dan
menggunakan bahan dengan speslflkasi yang sesual dan
mamenuhi pGrsyaratan yang ditantukan.

pembuatan yang baik ditunjukkany®"9 merupakan produk Impor


dengan sertlfikat produksl. cata

763
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Ketiga
Tata Cara Permohonan Izin Edar

Pasal 10

(1) Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT diajukan kepada
Direktur Jenderal dengan mengisi formuiir pendaftaran dan
melampirkan kelengkapan yang diperiukan sesuai dengan contoh
dalam Formuiir 1 dan Formuiir2sebagaimanaterlampir.
(2) Tata cara penilaian dan alur proses permohonan izin edar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Direktur
Jenderal.

Pasal 11

(1) Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT produksi dalam
negeri diajukan oleh;
a. Perusahaan yang memproduksi dan/atau melakukan perakitan
dan/atau rekondisi/remanufaktur dan/atau makloon alat
kesehatan dan/atau PKRT yang telah mendapat sertifikat
produksi.
b. PAK yang telah memiliki izin penyalur dan ditunjuk sebagai agen
tunggal dari perusahaan yang memproduksi alat kesehatan dalam
negeri.
0. Perusahaan pemilik merek dagang produk PKRT yang melakukan
makloon kepada perusahaan yang telah memiliki sertifikat
produksi PKRT.

(2) Permohonan izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT impor diajukan
oleh:
a. PAK yang telah memiliki izin atau Importir PKRT yang memiliki
penunjukan dari perusahaan atau penvakilan usaha yang memiliki
kuasa sebagai agen tunggal dengan mencantumkan jenis produk
yang diageni serta diketahui oleh penvakilan Republik Indonesia
setempat,dengan masa penunjukan minimal2(dua)tahun.

764
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PAK yang telah memiliki izin atau impoitir PKRT yang bukan agen
untuk mendater
esehaten dan/atau PKRT dari perusahaan pembuat Ifa"
alat
SlSeri PKRTatau perusahaan penanggungjawabdi
Pemsahaan yang telah memiliki sertifikat produksi untuk
melakukan perakitan/pengemasan kembali produk impor.
Pasal 12

Pasat13

Pasal 14

(1) Berdparkan risiko yang ditimbulkan dalam penqqunaan Droduic aiat

Pasal 15

sebagaSateSmdalamLaS^^^
765
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 16

(1) Dalam hal diperlukan penambahan data untuk penilaian, Direktur


Jenderal dan/atau pejabatyang ditunjuk membenkan informasi secara
tertulis.
(2) Perusahaan pemohon wajib menyerahkan tambahan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung sejaktanggal pemberitahuan.
(3) Dalam hal pendaftaran tidak dapat memenuhl ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal dan/atau pejabat yang
ditunjuk menerbitkan surat penolakan pendaftaran.
(4) Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru apabila
kelengkapan dimaksud dalam Pasal 10 dan/atau tambahan data yang
dimaksud pada ayat(1)dilengkapi.

Pasal 17

(1) Terhadap alat kesehatan dan/atau PKRT yang permohonannya telah


memenuhl ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
Pasal 12 dilakukan evaluasi oleh tim penilai mengenai keamanan,
manfaatdan mutu serta penandaannya.
(2) Dalam hal alat kesehatan dan atau PKRT yang merupakan produk
dengan teknologi atau zak aktif baru, ataupun mengajukan klaim yang
tidak biasa maka tim penilai dengan persetujuan Direktur Jenderal
dapat meminta tim ahli untuk memberikan pertimbangan ilmiah
terhadap produk yang didaftarkan tersebut.

Pasal 18

Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan keputusan


persetujuan atau penolakan pendaftaran izin edar alat kesehatan atau
PKRT dalam jangka waktu yang dihitung sejak permohonan izin edar
dinyatakan lengkap, untuk;
a. Kelas I :30(tiga puluh) hari kerja
b. Kelas lla dan kelas lib :60(enam puluh) hari kerja

766
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 19

Pasal 20

Te^adap pendaftaran izin edar dikenakan biaya sesuai ketentuan


peratutanperundang-undangan. Reienuian

Bagian Keempat
Masa Bertaku Izin Edar

Pasal 21

Izin edy berlaku selama 5 (lima) tahun atau sesuai denaan masa
diperbaharui sepanjang

Pasal 22

(1) Izin edar dinyatakan tidak berlaku apablla:


a. masa berlaku izin edar habis;
b. masa be^ku sertifikat produksi habis dan/atau dibataikan
ateu habis, dibataikan, atau tidak diperpa'njang;

'• ml!nKyaka"ntg^^^^^^ ^^"9 ^®P®'

767
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Kelima
Perpanjangan Masa Berlaku Izin Edar

Pasal 23

(1) Perusahaan pemohon wajib memperpanjang nomor izin edar alat


kesehatan dan/atau PKRT seiambat-lambatnya 3(tiga) bulan sebelum
habis masa berlakunya.
(2) Perusahaan yang mengajukan perpanjangan nomor izin edar alat
kesehatan dan/atau PKRT setelah habis masa berlakunya, harus
memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru.
(3)Perpanjangan masa berlaku izin edar untuk alat kesehatan dan/atau
PKRT yang tidak mengalami perubahan data dilakukan dengan
memeriksa dokumen terkait yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
atau pejabat yang ditunjuk.
(4)Perpanjangan masa berlaku izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT
imporyang masa berlaku penunjukkan keagenannyatelah habistetapi
belum sampai 5 (lima) tahun dari waktu pengeluarannya, dapat
diperpanjang dengan mengajukan surat permohonan perpanjangan
disertai dengan surat penunjukkan baru yang diketahui oleh
penA^akilan Republik Indonesia setempat.

Bagian Keenam
Perubahan izin Edar

Pasal 24

(1) Perusahaan harus mengajukan perubahan izin edar alat kesehatan


dan/atau PKRTterhadap perubahan:
a. ukuran;
b. kemasan;
c. penandaan;
d. Nomor Pokok Wajib Pajak(NPWP).
(2) Perubahan izin edar berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud
pada ayat(1)dilakukan tanpa perubahan nomor izin edar.
(3) Perubahan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi ketentuan tata cara permohonan izin edar baru dengan
perubahan nomor izin edar.

768
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK fNDONESrA

Bagian Ketujuh
Pelaporan

Pasal 25

Perusahaan yang memiliki izin edar alat kesehatan dan/atau PKRT wajib
menyampaikan laporan hasil monitoring efek samping secara berkala
1(satu) tahun sekali, sasuai contoh dalam Fonnulir 3 sobagaimana
teriamplr.

BAB 111
PENANDAAN ALAT KESEHATAN DAN/ATAU PKRT
Pasal 26

(1) Penandaan dan informasi alat kesehatan dan/atau PKRT


dilaksanakan untuk meiindungi masyarakat dari informasi alat
kesehatan dan/atau PKRT yang tidak obyektif, tidak lengkap. serta
menyesatkan.
(2) Penandaan alat kesehatan dan/atau PKRT berisi informasi yang cukup
untuk mencegah teijadinya salah pengertian atau salah penggunaan
temiasuk tanda peringatan bila diperiukan dan cara penanggulangan
apabilaterjadikecelakaan.
(3) Penandaan alat kesehatan dan/atau PKRT dapat berbentuk gambar
wama, tulisan, atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk lainnya
yang disertakan atau dimasukan pada kemasan atau merupakan
bagian dan wadah danlatau kemasan.
(4) Nomor izin edar harus dicantumkan pada penandaan atau pada etiket
wadah dan pembungkus alat kesehatan dan/atau PKRT.
(5) Penandaan sekurang-kurangnya berisi:
a. nama produk dan/atau nama dagang;
b. nama dari alamat perusahaan yang memproduksi alat
kesehatan.dan/atau PKRT;
0. nama dari alamat PAK dan/atau importir PKRT yang memasukan
produk kedalam wilayah Indonesia;

769
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

d. komponen pokok aiat kesehatan dan/atau PKRT;


e. bahan aktif dan kadar untuk produk PKRT;
f. kegunaan dan cara penggunaan hams dalam bahasa Indonesia;
g. tanda peringatan atau efek samping hams dalam bahasa
Indonesia;
h. batas waktu kedaluwarsa untuk alat kesehatan dan/atau PKRT
tertentu;dan
I. nomorbets/kode produksl/nomorseri,nomorizin edardan netto.

BAB IV
IKLAN ALAT KESEHATAN DAN/ATAU PKRT

Pasai 27

Iklan alat kesehatan dan/atau PKRT yang diedarkan hams memuat


keterangan secara obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan serta sesuai
dengan penandaan yangtelah disetujui.

Pasai 28

Iklan mengenai alat kesehatan dan/atau PKRT pada media apapun hams
mengikuti ketentuan peraturan pemndang-undangan dan dilaksanakan
dengan memperhatikan etika peiiklanan.

Pasai 29.

(1) Penilaian terhadap Iklan alat kesehatan dan/atau PKRT setelah


ditayangkan di media massa atau disebarluaskan dilakukan oleh Tim
yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka melindungi masyarakat
dari infonnasi yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan etika
peiiklanan.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pakar dari
organisasi profesi, asosiasi terkait, perguman tinggi, praktisi dan
instansiterkait.

770
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABV
PEMELIHARAAN MUTU

Pasal 30

(1) Dalam rangka pelaksanaan upaya pameiiharaan mutu alat kesehatan


dan/atau PKRT,Direktur Jenderal menetapkan:
a. Persyaratan pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau PKRT.
b. Pembinaan dan pengawasan, pemeliharaan mutu alat kesehatan
dan/atau PKRT
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 31

Untuk menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan alat kesehatan


elektromedik dan radiologi perlu dilakukan kalibrasi alat secara periodik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BABVi
EKSPOR DAN IMPOR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 32

(1) Perusahaari yang berhak mengimpor alat kesehatan ke dalam wilayah


j Republik Indonesia adalah perusahaan yang telah memiliki izin PAK
1 dan izin edaratas alat kesehatan yang diimpor.
p) Perusahaari yang berhak mengimpor produk PKRT ke dalam wilayah
Republik Indonesia adalah importir yang telah memiliki izin edar atas
PKRT yang diimpor.

771
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Impor alat kesehatan dan/atau PKRT hams:


a. menglkuti ketentuan peraturan pemndang-undangan;dan
b. bersedia dilakukan pemeriksaan/pengujian terhadap produk yang
diimpor bila ada indikasi penyimpangan dari ketentuan peraturan
pemndang-undangan.

Pasal 33

(1) Dalam keadaan khusus untuk memenuhi pelayanan pasien,


peningkatan pelayanan tertentu, dan penelitian, Direktur Jenderai
dapat mengeluarkan surat keterangan Imporatau ekspor khusus.
(2) Surat keterangan Impor atau ekspor khusus sebagalmana dimaksud
pada ayat (1) dikeluarkan dengan mempertlmbangkan kepentlngan
masyarakat luas, mutu, keamanan. dan kemanfaatan alat kesehatan
dan PKRT yang dllmporatau diekspor.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenal surat keterangan Impor atau ekspor
khusussebagalmana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Menteii.
Pasal 34

Dalarn rangka untuk peningkatan dan pengembangan produk dalam


negeri, pengujian dalam rangka pemberian Izin edar,dan pameran untuk di
ekspor kemball, Direktur Jenderai dapat mengeluarkan surat keterangan
Impor.

Bagian Kedua
Produk Bukan Baru dan Produk Rekondlsi

Pasal 35

(1) Produk alat kesehatan dan/atau PKRT bukan bam tidak dapat dllmpor,
digunakan, dan/atau diedarkan dl wllayah Republlk Indonesia tanpa
persetujuan khusus dari Menteri.
(2) Ketentuan leblh lanjut mengenal Surat Persetujuan Khusus
sebagalmana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan oleh Menteri.

772
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA
Pasal 36
(1) Produk aiat kesehatan elektromedik tertentu yang telah direkondisi
atau remanufakturing dengan persyaratan tertentu hanya dapat
diimpor, digunakan dan/atau diedarkan di wilayah Republik Indonesia
setelah mendapatizin edar.
(2) Produk aiat kesehatan elektromedik tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan peraturan perundano-
undangan. ^
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai aiat kesehatan elektromedik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diaturoleh Direktur Jenderal.
Pasal 37
Aiat kesehatan rekondisi atau remanufakturing wajib mencantumkan label
rekondisi/remanufaktur"pada setiap aiat yang diedarkannya.
BAB VII
PERSEUSIHAN KEAGENAN
Pasal 38
(1) Dalam ha! terjadi perselisihan akibat pemutusan keagenan antara
^rusahaan yang memproduksi aiat kesehatan dan/atau PKRT
dengan f^rusahaan pemegang nomor izin edar, wajib diselesaikan
dalam waktu maksimaf3(tiga)bulan.
perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat
I selesai, Direktur Jenderal dapat mencabut izin edar aiat
kesehatan dan/atau PKRT.
(3) Untuk menjamin kelangsungan pelayanan kesehatan, Direktur
Jenderal dapat memberikan izin edar sementara kepada perusahaan
nfiH?.
dikeluarkannya sebagai agen
keputusan tunggal
hukum yang sah, sampai dengan
yang tetap.
773
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABVm
RERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 39

Reran serta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan,kelompok,atau


lembaga yang diselenggarakan masyarakat.

Pasal 40

(1) Reran serta masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan


mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat dalam
rangka pengamanan alat kesehatan dan RKRT
(2) Relaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana yang dimaksud
pada ayat(1)diatur oleh Direktur Jenderal.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pemblnaan

Pasal 41

Pemenntah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah


kabupaten/kota melakukan pembinaan secara berjenjang terhadap segala
kegiatan yang berhubungan dengan peredaran alat kesehatan dan RKRT.
Pasal 42

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal41 diarahkan untuk •


a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan/atau
RKRT yang memenuhi persyaratan mutu. keamanan. dan
kemanfaatan;
b. melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan Alat Kesehatan
dan RKRT yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan
mutu,keamanan,dan kemanfaatan;dan

774
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu,


keamanan.dan kemanfaatan alat kesehatan dan/atau PKRT yang
diedarkan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diiaksanakan dalam


bidang:
a. informasi produk;
b. perdagangan;
c. sumberdayamanusia;
d. pelayanan kesehatan;dan
e. periklanan.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 43

(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah


kabupaten/kota melakukan pengawasan secara berjenjang dengan
mellbatkan produsen dan distributor alat kesehatan dan/atau PKRT
sesual dengan tugas dan fiingsi masing-maslng.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diiaksanakan
meialui:
a. pengawasan oleh produsen/distributor;
b. pengawasan oleh pemerintah;
c. pengawasan oleh masyarakat;dan
d. tanggungjawab.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan


ditetapkan oleh DirekturJenderal.

Pasal 44

Pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah daerah provinsi


secara berjenjang melaporkan hasil pembinaan dan pengawasan yanq
dilakukankepada Direktur Jenderal.

775
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 45

(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemeiintah daerah


kabupaten/kota melakukan pengawasan aiat kesehatan dan/atau
PKRT yang ada di peredaran untuk memastikan kesesuaian terhadap
mutu,keamanan,dan kemanfaatan.
(2) Pengawasan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota dilakukan berupa:
a. auditterhadap informasiteknis dan kiinik;
b. pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi;
c. samp///?gdanpengujian;dan
d. pengawasan penandaan dan ikian.
Pasal 46

(1) Produsen/penyalur/importir harus melakukan pengawasan alat


kesehatan dan/atau PKRT yang diproduksi dan/atau
diperdagangkannya yang ada di peredaran untuk memastikan
kesesuaian terhadap.mutu,keamanan,dan kemanfaatan.
(2) Pengawasan oleh produsen/penyalur/importirdilakukan berupa:
a. audit terhadap informasi alat kesehatan dan/atau PKRT yang
didapat dari sarana distribusi/penyalur,
b. pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian
yang tidak diinginkan;dan
0. melaporkan kepada Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,dan
pemerintah daerah kabupaten/kota tentang kejadian yang tidak
diinginkan.

Bagian Ketlga
Tanggung Jawab

Pasal 47

(1) Dalam hal adanya indikasi kerugian akibat penggunaan alat kesehatan
dan/atau PKRT, dapat dilakukan penelusuran untuk segera diambil
tindakan lebih lanjut berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan.

776
MEHTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Penelusuran
kegiatan yang sebagaimana dimaksud pada
dilakukan oleh Pemerintah, ayat (1)
pemerintah merupakan
daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota, produsen, importir, dan
distributor seteiah diketahui ada efek yang tldak dilnglnkan dan produk
alat kesehatan dan PKRT.
(3) Penelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota,produsen,penyalur dan/atau importir.
(4) Produsen, penyalur dan importir yang melakukan penelusuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melaporkan hasilnya
I serta tindakan lebih lanjut yang diambil kepada Pemenntah.
I
Pasal 48

Pemilik izin edar bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan


kemanfaatan alatkesehatan/PKRT.
Bagian Keempat
Penarikan Kembali

Pasal 49

(1) Penarikan kembali alat kesehatan dan/atau PKRT dari peredaran


karena tidak memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edamya,
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab perusahaan yang
memproduksi dan/atau mengedarkan alat kesehatan dan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali alat
kesehatan dan PKRT dari peredaran sebagaimana dimaksud pada
ayat(1)ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kelima
Pemusnahan

Pasal 50

Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT dilaksanakan terhadap alat


kesehatan dan/atau PKRT yang:

777
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

a. diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang beilaku;


b. telah kedaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuandanteknologi;dan/atau
d. dicabut Izin edarnya.

Pasal 51

(1) Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT diiaksanakan


perusahaan yang memproduksi, mengedarkan alat kesehatan
dan/atau PKRT, orang yang bertanggung jawab atas sarana
kesehatan, Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2) Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT yang berhubungan
dengan tindak' pidana diiaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 52

Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT diiaksanakan dengan


memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia serta upaya
pelestarian lingkungan hidup.

Pasal 53

(1) Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT hams dilaporkan kepada


Direktur Jenderal dengan melampirkan Berita Acara Pemusnahan.
(2) Berita Acara Pemusnahan Alat Kesehatan dan/atau PKRT
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
keterangan:
a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan alat kesehatan
dan/atau PKRT;
b. jumlah dan jenis Alat Kesehatan dan/atau PKRT;
c. nama penanggung jawab teknis pelaksana pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT;
d. nama dua orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan alat
kesehatan dan/atau PKRT

778
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT


sebagaimana dimaksud pada ayat(2) ditandatangani oleh pimpinan
pemsahaan, penanggung jawab teknis, dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan alat kesehatan dan/atau PKRT.
Pasal 54

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemusnahan dan pelaporan alat
kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal
51,pasal52dan Pasal53ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Keenam
Sanksi

Pasal 55

(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah


kabupaten/kota dapat memberikan sanksi administratif atas
pelanggaranterhadap ketentuan Peraturan ini.
(2) Sanksi administratifsebagaimana dimaksud pada ayat(1)berupa:
a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis;atau
c. pencabutan izin

Pasal 56

Pelanggaran terhadap ketentuan ini yang mengakibatkan seseorang


mengalami gangguan kesehatan yang serius. cacat atau kematian dapat
dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

779
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

BABX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal57

(1) Pada saat Peraturan ini mulai berlaku;


a. izin edar alat kesehatan dan PKRT yang telah diterbitkan
berdasarkan Peraturan Menten Kesehatan Nomor 1184/Menkes/
Per/X/2004tentang PengamananAlat Kesehatan Dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan masih tetap berlaku sampai
dengan habis masa beriakunya;
b. permohonan izin edar yang sedang dalam proses diselesaikan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

(2) Penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan ini dilaksanakan paling


lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya
Peraturan ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 58

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang mengatur
mengenai izin edar alat kesehatan dan PKRT dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 59

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

780
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan inl dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 23Agustus2010

ESEHATAN,

HAYU SEDYANINGIH, MPH, Dr. PH

DIundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 Agustus 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

PATRIALISAKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 2010 NOMOR 400

781
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor :1190/MENKES/PERV/III/2010
Tanggai :23 Agustus 2010

1. KLASIFIKASI KELAS ALAT KESEHATAN DAN PKRT

A. ALAT KESEHATAN
1. Kelas I
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya
tidak rnenyebabkan akibat yang berarti. Peniiaian untuk alat
kesehatan ini dititikberatkan hanya pada mutu dan produk.
2. Kelas lla
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah
penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti
kepada pasien tetapi tidak rnenyebabkan kecelakaan yang
serius. alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang cukup lengkap untuk dinilai
tetapi tidak memerlukan uji klinis.
3. Kelas lib
Alat kesehatan yang kegagalannya atau salah
penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti
kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang
serius. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu mengisi dan
memenuhi persyaratan yang lengkap termasuk analisa resiko
dan bukti keamanannya untuk dinilai tetapi tidak memerlukan
uji klinis.
4. Kelas III
Alat kesehatan yang kegagalan atau salah penggunaannya
dapat memberikan akibat yang serius kepada pasien atau
perawat/operator. Alat kesehatan ini sebelum beredar perlu
mengisi formulir dan memenuhi persyaratan yang lengkap
termasuk analisa resiko dan bukti keamanannya untuk dinilai
serta memerlukan uji klinis.

782
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

B. PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA


1. Kelas I (Resiko rendah)
PKRT yang pada penggunaannya tidak menimbulkan akibat
yang berarti seperti iritasi, korosif, karsinogenik. PKRT ini
sebelum beredar perlu mengisi formulir pendaftaran tanpa
harus disertai hasil pengujian laboratorium. Contoh: kapas ,
tissue.
2. Kelas II(Resiko sedang)
PKRT yang pada penggunaannya dapat menimbulkan akibat
seperti iritasi. korosif tapi tidak menimbulkan akibat serius
seperti karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi
formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan disertai hasil
pengujian laboratorium.Contoh: Deterjen,Alkohol.
3. Kelas III(Resiko Tinggi)
PKRT yang mengandung Pestisida dimana pada
penggunaannya dapat menimbulkan akibat serius seperti
karsinogenik. PKRT ini sebelum beredar perlu mengisi
formulir pendaftaran dan memenuhi persyaratan. melakukan
pengujian pada laboratorium yang telah ditentukan serta telah
mendapatkan persetujuan dan KOMISI PESTISIDA Contoh:
Anti nyamuk bakar.repelan.

II. KATEGORI DAN SUB KATEGORIALAT KESEHATAN DAN PKRT

A. KATEGORI DAN SUB KATEGORI ALAT KESEHATAN

1. PERALATAN KIMIAKLINIK DAN TOKSIKOLOGIKLINIK


a. Sistem Tes Kimia Klinik
b. Peralatan Laboratorium klinik
c. Sistem Tes Toksikobgi klinik

2. PERALATAN HEMATOLOGI DAN PATOLOGI


a. Pewama Biological
b. Produk KulturSel dan Jaringan
0. Peralatan dan Asesori Patologi
d. Pereaksi Penyedia Specimen
e. Peralatan Hematologi Otomatis dan Semi Otomatis

783
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

f. Peralatan Hematologi Manual


g. Paketdan Kit hematologi
h. Pereaksi Hematologi
I. Produk yang digunakan dalam pembuatan sediaan darah
dan sediaan berasal dan darah.

3. PERALATAN IMUNOLOGi DAN MIKROBIOLOGI


a. Peralatan Diagnostika
b. Peralatan Mikrobiologl
c. Pereaksi Serologi
d. Periengkapan dan Pereaksi Laboratorium Imunologi,
e. Sistem Tes Imunologikal
f. Sistem Tes imunologikal Antigen Tumor

4. PERALATAN ANESTESI
a. Peralatan Anestesi Diagnostik
b. Peralatan Anestesi Pemantauan
c. Peralatan Anestesi Terapetik
d. Peralatan Anestesi Lainnya

5. PERALATAN KARDIOLOGI
a. Peralatan Kardiologi Diagnostik
b. Peralatan Kardiotogi Pemantauan
c. Peralatan Kardiologi Prostetik
d. Peralatan Kardiologi Bedah
e. Peratatan Kardiologi Terapetik

6. PERALATAN GIGI
a. Peralatan Gigi Diagnostik
b. Peralatan Gigi Prostetik
c. Peralatan Gigi Bedah
d. Peralatan Gigi Terapetik
e. Peralatan Gigi Lainnya

7. PERALATAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN


(THT)
a. Peralatan THT Diagnostik
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

b. Peralatan THT Prostetik


c. Peralatan THT Bedah
d. Peralatan THTTerapetik

8. PERALATAN GASTROENTEROLOGI-UROLOGI(GU)
a. Peralatan GU Diagnostik
b. Peralatan GU Pemantauan
c. Peralatan GU Prostetik
d. Peralatan GU Bedah
e. Peralatan GU Terapetik

9. PERALATAN RUMAH SAKIT UMUM DAN PERORANGAN


(RSU&P)
a. Peralatan RSU&P Pemantauan
b. Peralatan RSU & P Terapetik
0. Peralatan RSU & P Lainnya

10. PERALATAN NEUROLOGI


a. Peratatan Neurologi Diagnostik
b. Peralatan Neurologi Bedah
c. Peralatan Neurologi Terapetik

11. PERALATAN OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI(OG)


a. Peralatan OG Diagnostik
b. Peralatan OG Pemantauan
c. Peralatan OG Prostetik
d. Peralatan OG Bedah
e. Peralatan OG Terapetik
f. Peralatan Bantu Reproduksi

12. PERALATAN MATA


a. Peralatan Mata Diagnostik
b. Peralatan Mata Prostetik
c. Peralatan Mata Bedah
d. Peralatan Mata Terapetik

785
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

13. PERALATAN ORTOPEDI


a. Peralatan Ortopedi Diagnostik
b. Peralatan Ortopedi Prostetlk
c. Peralatan Ortopedi Bedah

14. PERALATAN KESEHATAN FiSIK


a. Peralatan Kesehatan FIsik Diagnostik
b. Peralatan Kesehatan Fisik Prostetik
c. Peratatan Kesehatan Fisik terapetik
15. PERALATAN RADIOLOGI
a. Peralatan Radiologi Diagnostik
b. Peralatan Radiologi Terapetik
c. Peralatan Radiologi Lainnya
16. PERALATAN BEDAH UMUM DAN BEDAH PLASTIK
a. Peralatan Bedah Diagnostik
b. Peralatan Bedah Prostetik
c. Peralatan Bedah
d. Peralatan Bedah Terapetik

B. KATEGORI DAN SUB KATEGORI PKRT

1. TISSUE DAN KAPAS


a. Kapas kecantikan
b. Facial tissue
c. Toilet tissue
d. Tissue basah
e. Tissue makan
f. Cotton bud
g. Paper towel
h. Tissue dan kapas lainnya

2. SEDIAANUNTUKMENCUCI
a. Sabun cuci
b. Deterjen
c. Pelembut cucian
MENTERIKESEHATAN
REPUBLfK INDONESIA

d. Pemutlh
e. Enzim pencuci
f. Pewangi pakaian
g. Sabun cud tangan
h. Sediaan untuk mencuci lainnya

3. PEMBERSIH
a. Pembersih peralatan dapur
b. Pembersih kaca
c. Pembersih lantai
d. Pembersih porselen
e. Pembersih kloset
f. Pembersih mebel
g. Pembersih karpet
h. Pembersih mobil
i. Pembersih sepatu
j. Penjemih air
k. Pembersih lainnya

4. ALATPERAWATANBAYI
a. Dot dan sejenisnya
b. Popok bayi
0. Botol susu
d. Alat perawatan bayi lainnya

5. ANTISEPTIKADANDESINFEKTAN
a. Antiseptika
b. Disinfektan
0. Antiseptika dan disinfektan lainnya

6. PEWANGI
a. Pewangi ruangan
b. Pewangi telepon
c. Pewangi mobil.
d. Pewangi kulkas
e. Pewangi lainnya

787
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PESTiSIDA RUMAH TANGGA


a. Pengendali serangga
b. Pencegah serangga
c. Pengendali kutu rambut
d. Pengendali kutu binatang pellharaan(bukan temak)
e. Pengendali tikusrumah
f. Pestlsida rumah tangga lainnya

ITERI KESEHATAN,

dr. ENDAfie«fHAYU SEDYANINGSIH, MPH, Dr. PH


MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Formullr 1
Formulir Pendaftaran Alat Kesehatan

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DiSTRIBUSI ALAT KESEHATAN

PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN


PERATURAN MENTERl KESEHATAN Rl
NOMOR
TANGGAL

ALAT KESEHATAN

DALAMNEGERI □
IMPORT □

1. Mama Perusahaan yang mendaftarkan


Afamat Lengkap dan NomorTelepon
Alamat surat-menyurat dan Nomor Telepon
2. NPWP
3. Mama Dagang Alat Kesehatan
4. Kategori dan Sub Kategori Alat Kesehatan
5. MS Code
6. Keterangan lain mengenal Alat Kesehatan
(Tipe, Netto, Isi, Kemasan.Ukuran)
7. Nama Pemberi Lisensl
Alamat Lengkap
8. Nama Pabrik Induk
Alamat Lengkap
9. Nama Penerima Usensi
Alamat Lengkap
10. Permohonan ini dilengkapl dengan lampiran (sebutkan jumlahnya)

Jakarta
Tanda Tangan Tanda Tangan
Penanggung Jawab Teknis PImpinan Perusahaan

Stempel Perusahaan

789
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA A
DATAADMINISTRASI

NAMAPRODUK
NAMA PERUSAHAAN YANG
MENDAFTARKAN

ALAMAT PERUSAHAAN
NAMAPABRIK
ALAMAT PABRIK
TIPE/UKURAN

1 Berikan Fotocx>py sertifikat produksi alat ke^hatan yang dikeiuarkan oleh


Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan(UntukAlat Kesehatan Lokal)
2 Berikan Fotocopy ijin penyaluralat kesehatan t)eserta addendumnya yang
dikeiuarkan oleh Menteri Kesehatan Cq Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan(UntukAlat Kesehatan Impor)
3 Berikan Fotocopy surat kuasa sebagai sole agentatau sole distributor yang
diberi kuasa mendaftar alat kesehatan ke Kementerian Kesehatan dari
prinsipal/pabrikasal yang telah dilegalisir KBRI.
4 Berikan certificate offreesale dari lembaga yang benvenang
5 Berikan ringkasan ekslusifalat kesehatan berisi:
• Tinjauan ringkas mengenai deskripsi alat kesehatan beserta
mekanisme keijanya bila ada.
• Sejarah pemasaran
• Tujuan penggunaan dan indikasi pada label
• Jika belum memillkl ijin edar dari negara lain yang dilakui harus
memberikan infbrmasi tentang statustunggu tersebut
• Infbrmasi penting tentang keamanan atau kinerja alat
6 Salinan / Fotocopy sertifikasi dan dokumen yang menyebutkan kesesuaian
terhadap standar produk, persyaratan keamanan, efektivitas dan sistem
mutu dalam desain dan proses pembuatan.
7 Berikan standar yang digunakan dan bukti kesesuaian terhadap standar
tersebut

790
HENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA B
INFORMASIPRODUK

NAMAPRODUK
NAMA PERUSAHAAN YANG
MENDAFTARKAN

ALAMAT PERUSAHAAN
NAMAPABRIK
ALAMAT PABRIK
TIPE/UKURAN

1 UraianAlat:
• carapenggunaan
• indikasipenggunaanalat
• brosur
• material produk
• kadaluwarsa(untuk produk steril yang memiliki kadaluwarsa)
2 DeskripsI dan fiturAlat Kesehatan
3 Tujuan penggunaan

4 indikasi

5 Petunjuk penggunaan
6 Kontra indikasi

7 Peringatan (bila ada)


8 Periiatian (bila ada)
9 Potensi efek yang tidak diinginkan
10 Altematifterapi
11 Material

12 Intbimasi Pabrik

13 Proses Produksi

791
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA C
INFORMASISPESIFIKASI DAN JAMINAN MUTU

MAMA PRODUK
MAMA PERUSAHAAN YANG
MENDAFTARKAN

ALAMAT PERUSAHAAN
NAMAPABRIK

ALAMAT PABRIK
TIPE/UKURAN

1 Jelaskan karakteristik fungsional dan spesifikasi kinerja teknis alat


2 Berikan informasi tambahan karakteristik alat yang belum dicantumkan
pada bagian sebelumnya
3 Berikan ringkasan dari verifikasi rancangan dan dokumen validasi
Berikan Studi pre-kiinis

5 Berikan hasil Pengujian Validasi piranti lunak (jika dapat dikeijakan)

6 Berikan informasi hasil penelltlan untuk Alat yang mengandung material


bioiogi
Berikan bukti klinis

8 Jelaskan analisa resiko dari alat

9 Berikan hasil analisa resiko

10 Berikan spesifikasi dan/atau persyaratan bahan baku

11 Berikan spesifikasi kemasan (produk diagnostik)

12 Berikan data hasil uji analisis dan/atau uji klinis (spesifisitas, sensitifitas
dan stabilitas untuk pereaksi/produk diagnostik in vitro.
13 Berikan hasil uji analisis atau hasil uji klinis dan keamanan alat kesehatan
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

FORMULA D
PENANDAAN DAN PETUNJUK PENGGUNAAN

NAMA PRODUK
NAMA PERUSAHAAN YANG
MENDAFTARKAN

ALAMAT PERUSAHAAN
NAMAPABRIK
ALAMAT PABRIK
TIPE/UKURAN

1 Jelaskan Penandaan yang ada pada alat


2 Berikan contoh penandaan
3 Berikan dan jelaskan petunjuk penggunaan, materl pelatihan dan pelunjuk
pemasangan serta pemeliharaan
Berikan kode produksi dan artinya

Khusus alat kesehatan yang berupa Instrumen cukup melampiiion brosur


dan manual yang berisi keterangan secara lengkap.
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA E
POST MARKET EVALUATION

NAMAPRODUK
NAMA PERUSAHAAN YANG
MENDAFTARKAN

ALAMAT PERUSAHAAN
NAMAPABRIK
ALAMAT PABRIK
TIPE / UKURAN

Berikan prosedur yang digunakan dan sistem pencatatan, Penanganan


komplain, Laporan Kejadian Efek yang tidak diinginkan dan Prosedur
Recall

794
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Formulir 2
Formullr Pendaftaran Perbekalan Kesehatan Rumah Tanqqa
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN

PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN


PERATURAN MENTERI KESEHATAN Rl
NOMOR
TANGGAL

ALAT KESEHATAN

PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DALAM NEGERI

1. Mama Perusahaan yang mendaftarkan


Aiamat Lengkap dan Nomor Telepon
Aiamat surat-menyurat dan Nomor Telepon
Perusahaan yang bertanggung jawab atas
pemasaran
Aiamat dan Nomor Telepon Produsen yang
ditunjuk
Aiamat dan Nomor Telepon Produsen
NPWP
2. Nama Dagang PKRT sesual etiket
3. Kategori dan Sub Kategori PKRT
4. MS Code
5. Keterangan lain mengenai PKRT
(Tipe, Netto. Isi, Kemasan, Ukuran)
6. Nama Pemberi LIsensi
Aiamat Lengkap
7. Nama Pabrik Induk
Aiamat Lengkap
8. Nama Penerima Usensl
Aiamat Lengkap
9. Permohonan Inl dilenqkapi dengan

Jakarta
Tanda Tangan Tanda Tangan
Penanggung Jawab Teknis Pimpinan Perusahaan
Stempel Perusahaan

795
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA AA
FORMULA / KOMPONEN & PROSEDUR PEMBUATAN

NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN

NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan formulia (kualitatif dan kuantitatif) serta fiingsi setip bahan yang
digunakan.

2. Berikan prosedur pembuatan secara singkat dan jelas.

796
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA BB
SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN WADAH

MAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN :


NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan speslfikasi dan/atau persyaratan bahan baku.


2. Berikan sert'fikat ujl iaboratorium dan bahan yang digunakan.
3. Berikan speslfikasi wadah dan tutup.

797
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

FORMULA CC
SPESIFIKASI DAN STABILITAS PRODUK JADI

MAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN

NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan spesifikasi dan prosedur pemeriksaan produk jadl.

2. Berikan stabilltas produk jadi dan batas kadaiuwarsa jika ada.

798
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA DD
KEGUNAAN DAN CONTOH

NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN :


NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berlkan keterangan mengenal kegunaan cara penggunaan serta hal-hal


yang perlu diterangkan termasuk peringatan dan sebagainya.
2. Barlkan contoh kode produksi danjalaskan artinya.
3. Lampirten rancangan penandaan (etiket wadah dan pembungkus, brosur
serta tulisan lam yang menyertai PKRTtsb).
4. Berikan contoh produk 2(dua).

799
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSi ALAT KESEHATAN

PERMOHONAN PENDAFTARAN ALAT KESEHATAN


PERATURAN MENTERI KESEHATAN Rl
NOMOR
TANGGAL

ALAT KESEHATAN

PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGAIMPOR

Nama Perusahaan yang mendaftarkan


(Pemsahaan yang Diberi Kuasa untuk
Mendaftar)
Alamat Lengkap dan Nomor Telepon
NPWP
2. Nama Dagang PKRT sesuai etiket
3. Kategori dan Sub Kategori PKRT
4. MS Code
5. Keterangan lain mengenai PKRT
(Tipe, Netlo, Isl, Kemasan, Ukuran)
6. Nama Pabrik Pemberi Kuasa untuk Mendaftar
Alamat Lenakap
7. Nama Perusahaan Luar Negeri yang
Member! Kuasa untuk Mendaftar
Alamat Lengkap
8. Terangkan apakah PKRT in! sudah
diperdagangkan resmi di luar negeri
Sebutkan nama tempat PKRT
diperdagangkan
9. Pennohonan ini dilengkapi dengan lampiran (sebutkan iumiahnya)

Jakarta
Tanda Tangan Tanda Tangan
Penanggung Jawab Teknis Pimpinan Perusahaan

Stempel Perusahaan

800
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA AA
FORMULA / KOMPONEN & PROSEDUR PEMBUATAN

NAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN :


NAMA PKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan formula (kualitatif dan kuantitatif) serta fungsi setiap bahan yang
digunakan.

2. Berikan prosedur pembuatan secara singkat dan jelas.

801
I

MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA BB
SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN WADAH

MAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN :

NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan spesifikasi dan/atau persyaratan bahan baku.

2. Berikan sertifikat ujl laboratorium dan bahan yang digunakan.

3. Berikan spesifikasi wadah dan tutup.

802
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

FORMULA CC
SPESIFIKASI DAN STABILITAS PRODUK JADI

NAMAPERUSAHAANYANGMENDAFTARKAN :
NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan speslflkasi dan prosedur pemerlksaan produk jadi.


2. Berikan stabilltas produk jadi dan batas kadaluwarsa jika ada.

803
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

FORMULA DD
KEGUNAAN DAN CONTOH

MAMA PERUSAHAAN YANG MENDAFTARKAN :

NAMAPKRT

BENTUK

WARNA

KEMASAN

NETTO/ISI

KETERANGAN LAIN

1. Berikan keterangan mengenai kegunaan cara penggunaan serta hal-hal


yang periu diteiangkan termasukperlngatan dan sebagainya.

2. Berikan contoh kode produksldan jelaskan artlnya.

3. Lampirkan rancangan penandaan (etiket wadah dan pembungkus, brosur,


serta tulisan lain yang menyertai PKRTtsb).

4. Berikan contoh produk 2(dua).

804
MENTERI KESEHATAN
REPUBLiK INDONESIA

Formulir 3
Laooran Efek Sampina Produk Selama Beredar di Pasaran

KOPS SURAT

LAPORAN BERKALA PRODUK ALKES/PKRT


PEMEGANG IJIN EDAR
Tahun

Nomor Nama dan Temuan kejadian tidak


Nama
No. Iziri Negara diinginkan atas Tindak lanjut Keterangan
Produk
Edar Pabrik penggunaan produk

.20.

( )
Direktur / Penanggung Jawab Teknis

805
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA


NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010

TENTANG

PENYALURAN ALAT KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBUK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk menjamin mutu, keamanan, dan


kemanfaatan alat kesehatan yang didistribusikan
kepada konsumen, perlu mengatur penyaluran alat
kesehatan;
b. bahwa ketentuan mengenai penyaluran alat
kesehatan yang telah diaturdalam Peraturan Menteh
Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga perlu disesuaikan dengan
perkembangandan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyaluran Alat Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang


Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor42,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

807
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-


Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4844):
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor5063);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Mat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor3781):
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 . Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4737):
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor4975);
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara;
MENTERi KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/


Per/XI1/2005 tentang Organisasi dan Tata Keija
Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah
terakhirdengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
439/Menkes/Per/VI/2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XII/2005 tentang Organisasi dan
Tata Keija Departemen Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENYALURAN ALAT KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasai 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:


1. Aiat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, danlatau
membentuk struktur dan memperbaikifungsi tubuh.
2. Penyalur Alat Kesehatan. yang selanjutnya disingkat PAK adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaiuran alat kesehatan dalam jumlah
besarsesuai ketentuan perundang-undangan.
3. Cabang Penyalur Alat Kesehatan, yang setanjutnya disebut Cabang
PAK adalah unit usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah
memiliki pengakuan untuk melakukan kegiatan pengadaan,
penyimpanan, penyaiuran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

809
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

4. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh


perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan,
penylmpanan, penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Balk, yang selanjutnya dislngkat
CDAKB adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan
distribusi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar
produk alat kesehatan yang didistribusikan senantiasa memenuhi
persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaannya.
6. Pedagang eceran obat adalah orang atau badan hukum Indonesia
yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat
bebas terbatas(daftar W)untuk dijual secara eceran di tempat tertentu
sebagaimanatercantum dalam surat izin.
7. Sertifikat pemberitahuan ekspor (certificate of exportation) adalah
surat keterangan yang dikeluarkan khusus untuk ekspor.
8. Sertifikat bebas jual (certificate offree sale) adalah surat keterangan
yang dikeluarkan oleh instansi benwenang dari negara asal produk
dijual yang menerangkan bahwa suatu produk alat kesehatan sudah
mendapatkan izin edaratau sudah bebasjual di negara tersebut.
9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahandibidang kesehatan..
10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian
dan alat kesehatan.

Pasal 2

Selain alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 alat


kesehatan dapatjuga mengandung obat yang tidak mencapai kerja utama
pada atau dalam tubuh manusia melalui proses farmakologi, imunologi,
atau metabolisme tetapi dapat membantu fungsi yang diinginkan dari alat
kesehatan dengan cara tersebut.
Pasal 3

Alat kesehatan berdasarkan tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud


oleh produsen,dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia

810
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

dengan satu atau beberapatujuan sebagai berikut:


a. diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau pengurangan
penyakit;
b. diagnosis, pemantauan, perlakuan, pegurangan atau kompensasi
kondisi sakit;
c. penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi,atau
prosesfisiologis;
d. mendukung atau mempertahankan hidup;
e. menghalangi pembuahan;
f. desinfeksi alat kesehatan;
g. menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui
pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.

Pasal 4

(1) Produk alat kesehatan yang. beredar harus memenuhi standar


dan/atau persyaratan mutu,keamanan,dan kemanfaatan.
(2) Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan
Farmakope Indonesia, Standar Nasional Indonesia, Pedoman
Penilaian Alat Kesehatan, atau standar lain yang diatur oleh Direktur
Jenderal.

BAB II
PENYALURAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Penyaluran alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh PAK, Cabang
PAK,dan toko alat kesehatan.
(2) Selain penyalur sebagaimana dimaksud pada ayat(1), alat kesehatan
tertentu dalam jumlah terbatas dapat disalurkan oleh apotek dan
pedagang eceran obat.

811
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 6

Setiap PAK dapat mendlrikan cabang PAK dl seluruh wilayah Republik


Indonesia.

Pasal 7

Perusahaan yang memproduksl alat kesehatan dalam negeri pemilik Izin


edar yang akan menyalurkan alat kesehatan produksi sendirl harus
memiliki Izin PAK.

Pasal 8

Pedagang besarfarmasi yang akan melakukan usaha sebagai PAK harus


memiliki izin PAK.

Bagian Kedua
Perizlnan

Paragraf 1
Umum

Pasal 9

(1) Setiap PAK,Cabang PAK,dan toko alat kesehatan wajib memiliki izin.
(2) Izin PAK sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diberikan oleh Direktur
Jenderal.
(3) Izin Cabang PAK sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diberikan oleh
kepala dinas kesehatan provinsi.
(4) Izin toko alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Pasal 10

Izin Cabang PAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat(3) hanya


berlaku di provinsi yang mengeluarkan izin tersebut.

812
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 11

Terhadap pemberian izin PAK, izin Cabang PAK, dan izin toko alat
kesehatan dikenakan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2
Persyaiatan dan Tata Cara

Pasal 12

Untuk dapat mengajukan permohonan izin PAK, pemohon hams


memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbentuk badan hukum yang telah memperoleh izin usaha sesuai
dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan;
b. memiliki penanggung jawab teknis yang bekeija penuh, dengan
pendidikan yang, sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang
beiiaku;
c. memiliki sarana dan prasarana berupa ruangan dan perlengkapan
iainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan
status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat2(dua)tahun;
d. memiliki bengkel atau bekeija sama dengan pemsahaan lain dalam
melaksanakan jaminan purna jual, untuk perusahaan yang
mendistribusikan alat kesehatan yang memerlukannya;
e. memenuhi CDAKB.

Pasal 13

Untuk dapat diberikan izin PAK, pemohon hams mengikuti tata cara
sebagai berikut:
a, pemohon hams mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal melalui kepala dinas kesehatan provinsi setempat, dengan
menggunakan contoh Formulir I sebagaimana teriampir;
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12(dua belas)
hari keija sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi
dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk,membentuktim

813
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

pemeriksa bersama untuk meiakukan pemeriksaan setempat;


c. tim pemeriksa bersama setambat-lambatnya 12(dua betas) hart keija
meiakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara
pemeriksaan dengan menggunakan contoh dalam Formulir 2
sebagaimana tertampir;
d. apabiia telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil
pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan kepada
Direktur Jenderal, dengan menggunakan contoh dalam Formulir 3
sebagaimana terlampir;
e. dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai
dengan huruf d tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon yang
bersangkutan dapat membuat surat pemyataan slap melaksanakan
kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala
dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat dengan menggunakan contoh dalam Formulir 4
sebagaimana terlampir.
f. dalam jangka waktu 12(dua belas) hari kerja sejak menerima surat
pemyataan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan
mempertimbangkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12, Direktur Jenderal dapat meiakukan penundaan atau penolakan
permohonan izin PAK dengan menggunakan contoh dalam Formulir 5
sebagaimana terlampir;
g. dalam jangka waktu 30(tiga puluh) hari kerja setelah diterima laporan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Direktur
Jenderal mengeluarkan izin PAK dengan menggunakan contoh dalam
Formulir6sebagaimana terlampir;
h. terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada
pemohon diberi kesempatan untuk meiengkapi persyaratan yang
belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan
surat penundaan.

Pasal 14

(1) Izin PAK berlaku selama memenuhi persyaratan:


a. melaksanakan ketentuan CDAKB;
b. perusahaan masih aktif meiakukan kegiatan usaha.

814
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Untuk menjamin terpenuhinya syarat sebagaimana dimaksud pada


ayat(1), Direktur Jenderal meiakukan audit menyeluruh terhadap PAK
paling lama setiap 5(lima)tahun sekali sesuai dengan CDAKB.

Pasal 15

(1) Pembahan izin PAK hams dilakukan apabila terjadi:


a. pembahan badan hukum pemsahaan;
b. pergantian pimpinan atau penanggung Jawab teknis;dan/atau
c. pembahan alamat kantor,gudang,dan/atau bengkel.

(2) Pembahan izin PAK dilakukan dengan mengajukan permohonan


mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan
dengan meiampirkan izin PAK lama asii.

Pasal 16

Daiam hal terjadi pembahan badan hukum pemsahaan, pergantian


pimpinan, dan/atau penanggungjawab teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dan b, permohonan dilengkapi dengan
Perubahan Akta Notaris dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan lokasi.

Pasal 17

(1) Izin PAK dapat dicabut apabila;


a. PAK mendistribusikan produk yang tidak memiliki izin edar atau
tidak sesuai dengan klaim yang disetujui pada waktu
mendapatkan izin edar;
b. PAK dengan sengaja menyalahijaminan pelayanan pumajual;
c. berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi
lagi persyaratan sarana dan prasarana.

(2) Pencabutan izin PAK sebagaimana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan


oleh Direktur Jenderal dengan menggunakan contoh Formulir 7
sebagaimana teiiampir.

815
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Paragraf 3
Izin Cabang PAK

Pasal 18

Untuk dapat mengajukan permohonan izin Cabang PAK, pemohon hams


memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin PAK;
b. memiliki penanggung jawab teknis yang bekeija, penuh, dengan
pendidikan paling rendah asisten apoteker atau tenaga lain yang
sederajatsesuai bidangnya;
c. memiliki sarana dan prasarana bempa mangan dan perlengkapan
lainnya yang memadai untuk kantor administrasi dan gudang dengan
status milik sendiri, kontrak atau sewa paling singkat2(dua)tahun;
d. memiliki bengkel atau bekerja sama dengan PAK dalam
melaksanakan jaminan puma jual untuk perusahaan yang
mendistribusikan alat kesehatan yang memeriukannya;dan
e. melaksanakan GDAKB.

Pasal 19

Untuk dapat diberikan izin Cabang PAK, pemohon hams mengikuti tata
cara sebagai berikut;
a. pemohon hams mengajukan permohonan tertulis kepada kepala dinas
kesehatan provinsi setempat, dengan menggunakan contoh dalam
Formulir8sebagaimana terlampir;
b. Kepala dinas kesehatan provinsi selambat-lambatnya 12(dua belas)
hari keija sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi
dengan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk membentuktim
pemeriksa bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat;
c. Tim pemeriksa bersama selambat-lambatnya 12(dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan setempat dan membuat berita acara
pemeriksaan dengan menggunakan contoh dalam formulir 9
sebagaimana tertampir;
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota selambat lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah
menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama meneruskan

816
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

kepada kepala dinas kesehatan provinsi, dengan menggunakan


contoh dalam Fomriulir 10sebagaimana terlampir;
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b sampal
dengan huruf d tidak dllaksanakan pada waktunya, pemohon yang
bersangkutan dapat membuat surat pemyataan slap melaksanakan
keglatan kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan
menggunakan contoh dalam Formulir 11 sebagaimana terlampir;
f. Dalam jangka waktu 12(dua belas) hari keija sejak menerima surat
pemyataan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dengan
mempertimbangkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18, kepala dinas kesehatan provinsi dapat melakukan tindakan
penundaan atau penolakan permohonan izin Cabang PAK dengan
menggunakan contoh dalam Formulir 12sebagaimana terlampir;
g. Dalam jangka waktu 12(dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d, kepala dinas
kesehatan provinsi mengeluarkan izin Cabang PAK dengan
menggunakan contoh dalam Formulir 13sebagaimana terlampir;
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf f kepada
pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang
belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan
surat penundaan.

Pasal 20

(1) Izin Cabang PAK berlaku selama memenuhi persyaratan:


a. melaksanakan CDAKB;dan
b. perusahaan masih aktif melakukan keglatan usaha.
(2) Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kepala dinas kesehatan provinsi atau pejabat yang
ditunjuk dapat melakukan audit menyeluruh terhadap Cabang PAK.

Pasal 21

(1) Perubahan izin Cabang PAK harus dilakukan apabila terjadi:


a. perubahan badan hukum PAK;
b. pergantian pimpinan atau penanggungjawab teknis;dan/atau
c. perubahan alamat kantor,gudang,dan/atau bengkel.

817
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(2) Perubahan Izin Cabang PAK dilakukan dengan mengajukan


permohonan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 dan dengan melampirkan izin Cabang PAK lama asli.

Pasal 22

Dalam hal terjadi perubahan badan hukum PAK, pergantian pimpinan,


dan/atau penanggungjawab teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat(1)huruf a dan b, permohonan dilengkapi dengan Perubahan Akta
Notaris dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan lokasi.
Pasal 23

(1) Izin Cabang PAK dicabut apabila:


a. mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar;
b. mengadakan atau menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari
PAK;
0. dengan sengaja menyalahijaminan puma]ual;
d. izin PAK tidak berlaku;dan/atau
e. berdasarkan hasit pemeriksaan setempat sudah tidak memenuhi
persyaratan sarana, prasarana, dan/atau sudah tidak aktif selama
1(satu)tahunpenuh.
(2) Pencabutan izin Cabang PAK sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan provinsi dengan
menggunakan contoh Formulir 14sebagaimana terlampir.
Paragraf4
Toko Alat Kesehatan

Pasal 24

(1) Toko alat kesehatan hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu
dan dalam jumlah terbatas.
(2) Jenis alat kesehatan tertentu yang dapat dijual oleh toko alat
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
DirekturJenderal.

818
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 25

Selain toko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,apotek dan pedagang


eceran obat dapat menjual alat kesehatan tanpa memertukan izin toko alat
kesehatan.

Pasal 26

Untuk dapat mengajukan permohonan Izin toko alat kesehatan, pemohon


harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbentuk badan usaha atau perorangan yang telah memperoleh izin
usaha sesuai dengan ketentuan peraturan peiundang-undangan yang
berlaku; dan
b. memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak atau sewa paling
singkat2(dua)tahun.

Pasal27

Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin toko alat kesehatan diatur
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pasal 28

Ketentuan mengenai perubahan izin toko alat kesehatan ditetapkan oleh


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pasal 29

(1) Izin toko alat kesehatan dapat dicabut apabila;


a. mendistribusikan alat kesehatan yag tidak mempunyai izin edar;
dan/atau
b. mengadakan dan menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari
PAK atau Cabang PAK;

(2) Pencabutan izin toko sebagaimana dimaksud pada ayat(1)ditetapkan


oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 30

Terhadap apotek atau pedagang eceran obat yang menyalurkan alat


kesehatan yang tidak mempunyai izin edar danlatau mengadakan dan
menyalurkan alat kesehatan yang bukan dari PAK atau Cabang PAK,maka
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mencabut Surat Izin Praktik
Apoteker(SIPA)atau izin pedagang eceran obat.

Bagian Ketiga
Penyerahan Alat Kesehatan

Pasal 31

(1) Penyerahan alat kesehatan hanya dapat dilakukan dalam rangka


pelayanan kesehatan dan/atau kepentingan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.
(2) Alat kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya baik cacat fisik
maupun kematian, penyerahannya harus dilakukan oleh orang yang
memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat(2)ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Bagian Keempat
Sarana dan Prasarana

Pasal 32

(1) PAK dan Cabang PAK wajib mempunyai sarana dan prasarana yang
memadai untuk dapat melaksanakan dan menjamin kelancaran
pelaksanaan penyaluran pengelolaan, pengadaan,dan penyimpanan.
(2) Gudang PAK dan Cabang PAK,wajib dilengkapi dengan periengkapan
yang dapat menjamin mutu, kemananan dan kemanfaatan alat
kesehatan yang disimpan.

820
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

(3) PAK dan Cabang PAK wajib melaksanakan pencatatan, pengadaan,


penyimpanan,dan pendistribuslan secara tertib di tempat usahanya.
(4) PAK dan Cabang PAK yang menyalurkan alat kesehatan yang
memerlukan pelayanan puma jual, wajib menyedlakan atau memiliki
jamlnan pumajual berupa:
a. bengkel dengan peralatan yang memadai dan dllengkapi dengan
suku cadang secukupnya dalam rangka perbaikan sesuai dengan
alat kesehatan yang disalurkan;
b. tenaga ahli atau teknisi yang berpengaiaman untuk dapat
memperbaiki atau melakukan reparasi alat kesehatan yang
disalurkan;dan
c. memberikan bantuan rujukan reparasi ke luar negeri untuk produk
impor, apabila temyata atat kesehatan tersebut tidak dapat
diperbaiki di dalam negeri.

Pasal 33

(1) PAK dan Cabang PAK wajib melaksanakan pengadaan,penyimpanan,


dan pendistribusian yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan
dan kemanfaatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang
CDAKB dan ketentuan lain yang berlaku.
(2) Ketentuan mengenai CDAKB diaturoleh Menteri.

Bagian Kelima
Pemeriksaan

Pasal34

(1) PAK dan Cabang PAK harus bersedia diperiksa sewaktu-waktu oleh
petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal, kepata dinas kesehatan
provinsi atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pemeriksaan sarana dan prasarana, pencatatan, pengadaan, dan
penyimpanan.

821
MENTERI KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Bagian Keenam
Pelaporan

Pasal 35

(1) PAK wajib melaporkan hasil kegiatan penyaluran setiap 1 (satu)tahun


sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala
dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan contoh daiam
Formulir 15sebagaimana terlampir.
(2) Cabang PAK wajib melaporkan hasil kegiatan penyaluran setiap
1(satu)tahun sekali kepada kepala dinas kesehatan provinsi.

Bagian Ketujuh
Ekspor dan Impor

Pasal 36

(1) Ekspor dan impor alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh
produsen alat kesehatan yang telah memiliki sertifikat produksi
dan/atau PAK.
(2) Produsen alat kesehatan dan/atau PAK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang akan melakukan ekspor alat kesehatan, Direktur
Jenderal dapat memberikan:
a. sertifikat bebas jual {certificate of free sale) bagi alat kesehatan
yang telah memiliki izin edar;atau
b. sertifikat bebas ekspor {certificate of exportation) bagi alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar dan diproduksi oleh
produsen yang telah memiliki sertifikat produksi.

BAGIAN III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Umum

822
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 37

Direktur Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas


kesehatan kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan Peraturan ini sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.

Pasal 38

(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37


diarahkan untuk;
a. memenuhi kebutuhan masyarakat, akan aiat kesehatan yang
memenuhi persyaratan mutu,keamanan,dan kemanfaatan;
b. mellndungi masyarakat dari bahaya penggunaan aiat kesehatan
yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan,dan kemanfaatan;dan
c. menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu,
keamanan,dan kemanfaatan aiat kesehatan yang didistribusikan.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan dalam bidang;
a. sarana dan prasarana;
b. dokumentasi;
c. penyaluran;
d. pengadaan;dan
e. penyimpanan.

(3) Pembinaan dan pengawasan dilaksanakan secara berjenjang dari


tingkat pusatsampai dengan daerah.

Pasal 39

Untuk menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan aiat kesehatan yang


bersifat elektromedik dan radiologi wajib dilakukan kalibrasi aiat secara
periodik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

823
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 40

Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terhadap segala


kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan alat kesehatan
dllaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah
daerah kabupaten/kota, produsen, PAK, Cabang PAK, dan/atau
masyarakat.

Pasal 41

Pengawasan oleh pemerintah dilakukan bempa:


a. auditterhadap CDAKB;
b. pemeriksaan terhadap sarana dan prasarana;
0. sampling dan pengujian;dan
d. pengawasan penandaan dan ikian.

Pasal 42

Dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi secara


berjenjang melaporkan hasil pengawasan yang dilakukan kepada Direktur
Jenderal paling singkat 1(satu)tahun,sekati dengan menggunakan contoh
Formulir 16sebagaimana terlampir.

Pasal 43

(1) PAK pemegang izin edar hams melakukan pengawasan alat


kesehatan yang ada di peredaran untuk memastikan mutu,keamanan,
dan kemanfaatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pengawasan oleh PAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan bempa:
a. audit terhadap informasi alat kesehatan yang didapat dari sarana
penyaluran;
b. pemeriksaan kembali terhadap produk untuk mengetahui kejadian
yang tidak diinginkan;dan
c. melaporkan kepada Direktur Jenderal tentang kejadian yang tidak
diinginkan.

824
MENTERl KESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

Pasal 44

(1) Pengawasan setelah diketahui adanya efek yang tidak diinginkan


(vigilance) dilaksanakan apabila timbul kejadian. yang merugikan
pasien/pengguna dan lingkungan sekitar terhadap penggunaan alat
kesehatan di masyarakat.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota dan perusahaan yang memproduksi dan/atau
mendistribusikan alat kesehatan yang menimbulkan ha! yang tidak
diinginkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hams melakukan
penelusuran dan mengambil tindak lanjutyang diperiukan.
(3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hams segera
diambil berdasarkan tingkat risiko yang ditimbulkan alat kesehatan.
(4) Pemsahaan sebagaimana dimaksud pada ayat(2)hams memberikan
laporan tindak lanjut kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Pasal 45

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan


diaturoleh Direktur Jenderal.

Bagian Kedua
Penarikan Kemball

Pasal 46

(1) Penarikan kembali alat kesehatan dari peredaran karena tidak


memenuhi persyaratan dan/atau dicabut izin edamya, dilaksanakan
oleh dan menjadi tanggung jawab pemsahaan yang mendistribusikan
alat kesehatan tersebut.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali alat
kesehatan dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat(1)diatur
oleh Direktur Jenderal.

825
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Ketiga
Pemusnahan

Pasal 47

Mat keseh.atan dapatdimusnahkan apabila:


a. diproduksi dan/atau disalurkan tidak memenuhi persyaratan yang
berlaku;
b. telah kedaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam peiayanan kesehatan
atau kegentingan ilmu pengetahuan dan teknoiogi; dan/atau
d. dicabut izin edamya akibat adanya efek yang tidak diingini.
Pasal 48

(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Rasa! 47 dapat


dilaksanakan oleh:
a. perusahaan yang memproduksi dan/atau mendistribusikan alat
kesehatan tersebut;
b. pimpinan fasilitas kesehatan tempat alat kesehatan berada;
dan/atau
c. pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota.
(2) Pemusnahan alat kesehatan yang berhubungan dengan tindak pidana
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

Pemusnahan alat kesehatan ditaksanakan dengan memperhatikan


dampakterhadap kesehatan manusia serta upaya pelestarian- lingkungan
hidup.

Pasal 50

(1) Pemusnahan alat kesehatan hams dilaporkan kepada Direktur


Jenderal dengan melampirkan BeritaAcara Pemusnahan..
(2) Berita Acara Pemusnahan alat kesehatan sebagaimana dimaksud

826
MENTERIKESEHATAN
REPUBUK INDONESIA

dalam ayat(1)sekurang-kurangnya memuat keterangan;


a. waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan;
b. jumlah danjenis yang dimusnahkan;
c. nama penanggungjawab teknis pelaksanaan pemusnahan;dan
d. nama duaorangsaksi pemusnahan.

(3) Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


ditandatangani oleh pimpinan perusahaan, penanggung jawab teknis,
dan saksi dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formuiir 17teriampir.

Pasal 51

Ketentuan iebih lanjut mengenai tata cara pemusnahan dan pelaporan alat
kesehatan diatur oleh Direktur Jenderal.

Bagian Keempat
Tindakan Administratif

Pasal 52

(1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Direktur Jenderal, kepala


dinas kesehatan propinsi,dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa teguran lisan,teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

(1) Pada saat Peraturan ini mulai beiiaku, izin PAK,izin Cabang PAK,izin
sub PAK dan izin toko alat kesehatan yang telah diterbitkan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

827
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Mat Kesehatan dan


Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
(2) Izin PAK, izin Cabang PAK, izin sub PAK, dan izin toko alat kesehatan
yang telah habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)harus disesualkan dengan ketentuan Peraturan ini.
(3) Izin sub PAK yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga yang tidak memiliki masa berlaku dinyatakan masih tetap
berlaku selama paling lama 3 (tiga) tahun sejak tanggal berlakunya
Peraturan ini.
(4) Izin Sub PAK sebagaimana dimaksud pada ayat(2)dan ayat(3) harus
menyesuaikan dengan Peraturan ini menjadi PAK, cabang PAK atau
toko alat kesehatan.

BABV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Pada saat Peraturan. ini mulai berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang yang mengatur
mengenai penyaluran alat kesehatan, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 55

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya. memerintahkan pengundangan


Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Repubiik
Indonesia.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23Agustus 2010

NTERI KESEHATAN

DANG RAHAYU SEDYANINGSIH,MPH,Dr.PH

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23Agustus2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI.MANUSIA,

PATRIALISAKBAR

BERITA NEGARA REPUPBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 401

829
Formulir 1
Nomor
Lampiran lembar
Perihal Permohonan Izin PenyalurAlatKesehatan

KepadaYth,
DirekturJenderal
Kementerian Kesehatan Rl
Jl. HR Rasuna Said Blok X5Kav.4-9
dl-
JAKARTA.

Bersama in! kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Penyalur Alat
Kesehatan dengan data-data sebagai bedkut

1. Pemohon
a. Nama Pemohon
b. Alamatdan NomorTelpon

2. Perusahaan
a. Namabadanhukum
b. Alamat Kantordan NomorTelepon
0. Alamat Gudang dan NomorTelpon
d. Alamat Bengkel/Workshop
Nomor Telepon
e. AkteNotarisPendirian Perusahaan
yang telah disahkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM(terlampir)
f. Nomor PokokWajibPajak(NPWP)
g. NomorSuratIzin Usaha Perdagangan
(SlUP) :
h. Pimpinan Perusahaan
(Daftar nama Direksi & Dewan Komisaristerlampir)

3. Penanggung Jawab Teknis:


a. Nama
b. Ijazah
c. Surat Peijanjian Ketja sebagai
Penanggung Jawab Teknis(terlampir)
d. Sertifikatpenunjang

830
4.TenagaTeknisi:
a. Nama
b. Ijazah
c. Sertlfikat Penunjang PJT

5. Lampiranbeaipa:
a. PetaLokasi&DenahBangunan
b. Jenis/macamalatkesehatan
yangakandiedarkan

Demikianlah permohonan kami, atas perbatian dan persetujuan Bapak kami ucapkan
terimakasih.

Pemohon,
Materai

TembusanKepadaYth;
1. KepalaDinasKesehatanProvinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di

831
Formulir 2

BERITA ACARA PEMERIKSAAN


SARANA PENYALUR ALAT KESEHATAN

DINASKESEHATAN

NOMOR

Pada had ini tanggal Bulan tahun kami yang bertanda tangan
dibawah ini sesuai dengan Surat Perintah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
telah meiakukan pemeiiksaan setempatterhadap

1. NamaBadanhukum
2. NamaPimpinanPerusahaan
3. NPWP
4. Alamat& NomorTeip.Perusahaan
5. Alamat Gudang
6. Alamat Bengkei/Workshop

Pemeiiksaan ini diiakukan adaiah sebagai persyaratan untuk memperoleh izin Penyalur
Alat Kesehatan dengan hasii sebagai berikut;

I. LOKASI PENYALUR ALAT KESEHATAN

1. Lokasi Penyalur Kawasan Industri 0 Pemukiman 0


2. Bangunanterdiridari Permanen 0 Semi Permanen 0
3. a. Ruang Kantor Ada 0 Tidak 0
b. Luas m2
4. a. Ruang Gudang Ada 0 Tidak 0
b. Luas m2
5. a. Bengkel/workshop Ada 0 Tidak 0
(KhususAlat kesehatan Elektromedik)
b. Luas m2
6. Fasilitas-fasilitas
6.1. Penerangan Baik 0 Cukup 0
6.2. Ventiiasi Baik 0 Cukup 0
6.3. PengaturSuhu
6.4. AlatPemadam Kebakaran:
6.5. SumberAir

832
II. GUDANGPENYIMPANAN

1. JumlahGudangtempatpenylmpanan
2. Ruang Penyimpanan satu bangunan
dengan ruangan administFasi
3. Ru£^Penyimpanan alatkesehatan
terpisah dari barang lain.

III. BENGKELWORKSHOP(KhususAlatkesehatan Elektromedik)

1. PeriengkapanBengkel Tidakmemadai () Cukup () Balk ()


2. SukuCadang
(SesualAlatkesehatanyangdisalurkan) : Ya 0 Tidak 0
3. Ruang bengkelterpisah dari
Ruang Kantor :Ya 0 Tidak 0

IV. KARYAWAN

1. Penanggung Jawab Teknis


1.1. Nama
1.2 Ijazahyangdimiiiki
1.3. Sertifikat penunjang sesuaidengan
keterampilan dan pengaiaman dalam
mengelolaAlatkesehatan yang diedarkan
2. Tenaga Teknis(Khusus PenyalurAlat Kesehatan
yang menyalurkan Alat kesehatan Elektromedik)
2.1. Jumlahlenagaleknisi Orang
Nama Keahlian.
1. 1.
2. 2.
3. 3.
3. Jumlahdanjenispendidikankaryawan:

Y. ADMINISTRASI

1. SuratPermohonan Ada 0 Tidak 0


2. SalinanAkteNotaris Ada 0 Tidak 0
3. SlUP Ada 0 Tidak 0
4. IzinHO/UUG Ada 0 Tidak 0
5. PetaLokasi Ada 0 Tidak 0
6. Denah bangunan perusahaan Ada 0 Tidak 0
7. PerlengkapanAdministrasi
Z.I.KartuPersediaan Ada 0 Tidak 0

833
7.2. Kartu Pembelian : Ada 0 Tldak 0
Z.S.KartuGudang : Ada 0 Tidak 0
7.4. Kartu Barang ; Ada 0 Tidak 0
7.5. Kartu Penjualan ; Ada 0 Tidak 0
8.Jenis/macamAlatkesehatan yang akan diedarkan

Mengetahui, PetugasPemeriksa
Pimpinan/Direktur Nama NIPTandaTangan
Perusahaan
1.

2.

3.
)

Mengetahui,
Kepala Dinas Kesehatan

(
NIP.

Catalan: Jika niemenuhl syaiat setiap lembar lampiran peta lokasi, denah bar^unan,
peralatan agardilegallsir Dina Kesehatan.

834
Formulir 3

DiNAS KESEHATAN PROVINSI

Nomor
Lampiran
Perihal Laporan Hasil Pemeriksaan
PenyalurAlat Kesehatan.

KepadaYth.
DirekturJenderai
Kementerian Kesehatan Rl
di-
JAKARTA

Sehubungan dengan surat permohonan dari Nomor


tangga perihal seperti pada pokok
suratdi atas, maka bersama ini kamilaporkan;

Sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Hm Pemeriksaan Bersama ke


AlamatKantor.dan Gudang jaian
maka perusahaan tersebut telah/tidak (*) memenuhi persyaratan
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/
PERA/lll/2010tentang Penyaluran Alat Kesehatan.

Bersama initurutkami lampirkan;


1. Salina/copy surat permohonan yang bersangkutan beserta lampiran-
lampirannya.
2. Berita Acara Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

( )
NIP.
(') coretyangtidakperlu

Tembusan KepadaYth,
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di
2. Direktur di

835
Formulir4

Nomor
Lampiran
Perihal Pemyataan Siap Beroperasi Penyalur
AlatKesehatan

KepadaYth.
Direktur Jenderal
Kementerian Kesehatan Rl
di-
JAKARTA

Denganhormat,

Menunjuk surat permohonan kami nomor tanggal


dan menunjuk ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1191/MENKES/PER/VII!/2010tentang PenyaluranAlat Kesehatan,dengan
Ini kami laporkan bahwa Perusahaan kami telah siap melaksanakan
kegiatan Penyalur Alat Kesehatan yang
beralamatdijalan

Demikianlah untuk diketahui dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Direktur/Pimpinan Perusahaan

( )
Tembusan KepadaYth.
1. KepalaDinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

836
Formulir 5
KEMENTERIAN KESEHATAN Rl
DIREKTORATJENDERAL

Nomor
Lampiran
Perihal Penundaan Izin PenyalurAlatKesehatan.

KepadaYth.

di

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor tanggal


perihal permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan, maka dengan in!
diberitahukan bahwa kami belum dapat menyetujul permohonan tersebut,
mengingat:
1
2
3

Selanjutnya kepada Saudara kami minta melengkapi kekurangan data


tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
surat ini.

Demikianlah untuk dimaklumi.

DIrektur Jenderal

( )
NIP
Tembusan Kepada Yth,:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

837
Formulir 6

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLiK INDONESIA
NOMOR:
TENTANG
IZIN PENYALUR ALAT KESEHATAN

DIREKTUR JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MEMBACA 1. Surat permohonan (nama badan hukum) No


tanggal perihal Permohonan Izin
PenyalurAlat Kesehatan.
2. Berita acara Pemeriksaan Sarana. Penyalur Alat Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi.... Nomor tanggal
3. RekomendasI Dinas Kesehatan Provinsi No
tanggal perihal izin usaha penyalur alat kesehatan
(nama badan hukum)

MENIMBANG ; Bahwa permohonan (nama badan hukum) tersebut telah


memenuhi persyaratan dan dapat disetujui, oleh karena itu dianggap
perlu menerbi^an Izin Penyalur Al^ Kesehatan untuk yang
bersangkutan.

MENGINGAT : Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010


tentang Penyaluran Alat Kesehatan

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN

Pertama Memberikan Izin PenyalurAlatKesehatan kepada:


NamaPerusahaan
NPWP
AlamatPerusahaan
Nama Direktur/Pimpinan
NamaPenanggung
JawabTeknis
AlamatGudang
Alamat
Bengkel/Warkshop

838
dengan ketentuan sebagai berikut;
1. Harus selalu diawasi oleh Penanggung Jawab Teknis yang
namanya tercantum pada surat keputusan ini.
2. Hams mematuhi peraturan pemndang-undangan yang berlaku.
3. Melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran alat kesehatan dengan sebaik-baiknya sesuai
ketentuan yang berlaku.
4. Izin PenyalurAlat Kesehatan berlaku untuk setemsnya selama
pemsahaan PenyalurAlat Kesehatan yang bersangkutan masih
aktif melakukan kegiatan usahanya dan berlaku untuk selumh
Wilayah Republik Indonesia.

Kedua Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan bahwa
akan diadakan peninjauan atau pembahan sebagaimana mestinya
apabila terdapat kekurangan atau kekeliman dalam penetapan ini.

Ditetapkandi : Jakarta
Padatanggal ;

DiREKTURJENDERAL,

NIP

Salinan Keputusan inidisampaikan keoada Yth.:


1. Menteri Kesehatan Rl(sebagai laporan)
2. DirektoratJenderal Perdagangan Dalam Negeri di Jakarta
3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta
4. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
5. Gabungan PengusahaAlat Kesehatan dan Labaratorium Indonesia diJakarta

839
Formullr 7
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR:
TENTANG
PENCABUTANIZIN PENYALUR ALAT KESEHATAN
DIREKTUR JENDERAL
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Membaca Surat Kepala DInas Kesehatan Provinsi nomor


tanggal perihal usul pencabutan Izin Penyalur Alat
Kesehatan atasnama
Menimbang Bahwa telahmelakukanpeianggaran-peianggaran:
1
2
3

Mengingat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/PERyvlll/2010


tentang Penyaluran Alat Kesehatan

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
KESATU Mencabut Surat Keputusan Direktur Jenderal Nomor
tanggal Tentang Pemberian Izin Penyalur Alat
Kesehatan kepada
KEDUA Keputusan in!muiai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

DItetapkandi JAKARTA
Pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL,

NIP
Tembusan Kepada Yth. '
1 Menteri Kesehatan Rl.
2. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri di Jakarta.
3. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta.
4. Dinas Kesehatan Provinsi
5. Gabungan Penguasaha Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia di Jakarta

840
FormulirS
Nomor
Lampiran lembar
Perihal Permohonan Izin Cabang PenyalurAlat Kesehatan.
KepadaYth,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
di-

Bersama ini Kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Cabang PenyalurAlat
Kesehatan dengan data-datasebagai berikut:
1. Pemohon
a. Nama Pemohon :
b. Alamatdan NomorTelpon
2. Perusahaan
a. Namabadanhukum :
b. AlamatKantordan Nomor :
Telepon
0. AlamatGudang dan Nomor
Telepon
d. Alamat Bengkel/Workshop dan :
Nomor Telepon
e. AkteNotarisPendirian :
Perusahaan yang telah disahkan
oleh Kementerlan Hukum
danHAM(terlampir)
f. NomarPokokWajibPajak
(NPWP)
g. NomorSurat Izin Usaha
Perdagangan(SIUP)
h. Pimpinan Perusahaan
(Daftarnama Direksi& Dewan
Komlsaristeriampir)
3. Penanggung Jawab Teknis
a. Nama
b. Ijazah
0. SuratPeijanjian Keija sebagai
Penanggung Jawab Teknis
(terlampir)
d. Sertifikatpenunjang

841
4. TenagaTeknisi
a. Nama ;
b. Ijazah :
c. SertifikatPenunjang
5. Lampiranbempa
a. Petalokasl&DenahBangunan :
b. Jenis/macamalatkesehatan
yangakandiedarkan

Demikianlah permohonan kami, atas perhatian dan persetujuan Bapak kami ucapkan
terimakasih.

Pemohon,

Materai

( )

Tembusan Kepada Yth;


Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di.

842
Formulir 9

BERITA ACARA PEMERIKSAAN


SARANACABANG PENYALUR ALAT KESEHATAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA.

NOMOR

Pada hari ini tanggal Bulan tahun kami yang bertanda


tangan dibawah ini sesuai dengan Surat Perintah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi telah meiakukan pemeriksaan setempatterhadap;

1. NamaBadanhukum
2. NamaPimpinanPerusahaan
3. NPWP
4. Alamat& NomorTelp.Perusahaan
5. AlamatGudang
6. AlamatBengkel/Workshop

Pemeriksaan ini dilakukan adalah sebagai persyaratan untuk memperoleh Izin Penyalur
Alat Kesehatan dengan hasii sebagai berikut:

I. LOKASI PENYALUR ALAT KESEHATAN

1. Lokasi Penyalur Kawasan Industri () Pemukiman ()


2. Bangunanterdiridari Permanen () SemiPermanen ()
3. a. RuangKantor Ada 0 Tidak ()
b. Luas
4. a. Ruang Gudang ;Ada 0 Tidak 0
b. Luas m2
5. a. Bengkel/workshop :Ada 0 Tidak 0
b. Luas m2
6. Fasilitas-lasilitas
6.1. Penerangan Balk 0 Cukup 0
6.2. Ventilasi Balk 0 Cukup 0
6.3. PengaturSuhu
6.4. AlatPemadam
Kebakaran
6.5. SumberAir

843
II. GUDANGPENYIMPANAN

1. Jumlah Gudang tempat penyimpanan


2. Ruang Penyimpanan satu bangunan
dengan ruangan administrasi
3. Ruang Penyimpanan alat kesehatan :
terpisahdaribarang lain.

III. BENGKEL WORKSHOP(KhususAlat kesehatan Elektromedlk)


1. PeriengkapanBengkel :Tldakmemadai () Cukup () Baik ()
2. Suku Cadang(SesuaiAlat
kesehatan yangdisalurkan) : Ya () Tidak ()
3. Ruang bengkelterpisah dari
Ruang Kantor : Ya () Tidak ()

IV. KARYAWAN

1. Penanggung Jawab Teknis


1.1. Nama
1.2 Ijazahyangdimiiiki
1.3. Sertifikat penunjang sesuai dengan
keterampilan dan pengalaman dalam
mengelola Alat kesehatan yang diedarkan
2. Tenaga Teknis(KhususCabang PenyalurAlat Kesehatan
yang menyalurkan Alatkesehatan Elektromedlk)
2.1. JumlahTenagaleknisi Orang
Nama Keahllan.
1. 1.
2. 2.
3. 3.
3. Jumlah danjenis pendidikan karyawan:

V. ADMINISTRASI

1. SuratPermohonan Ada 0 Ttdak 0


2. Salinan Ijin PenyalurAlat Kesehatan Ada 0 Tidak 0
3. Salinan AkteNotaris Ada 0 Tidak 0
4. SlUP Ada 0 Tidak 0
5. IzlnHO/UUG Ada 0 Tidak 0
6. PetaLokasi Ada 0 Tidak 0
7. Denah bangunan Ada 0 Tidak 0

844
Periengkapan Administrasi
8.1.KartuPersediaan Ada 0 Tidak
8.2. Kartu Pembelian Ada 0 Tidak
8.3.KartuGudang Ada 0 Tidak
8.4. Kartu Barang Ada 0 Tidak
8.5. Kartu Penjualan Ada 0 Tidak

Jenis/macam Mat kesehatan


yangakandiedarkan:

Mengetahui, PetugasPemeriksa
Pimpinan/Direktur Nama NIPTanda Tangan
Perusahaan
1.

2.

3.
)

Mengetahui,
Kepala Dinas Kesehatan

NIP.

Catatan: Jika memenuhi syarat setiap lembar lampiran peta lokasi, denah bangunan,
peralatan agardilegaiisir Dinas Kesehatan.

845
Formulir 10

DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA.

Nomor
Lampiran
Perihal Laporan Hasii Pemeriksaan
Cabang PenyalurAlatKesehatan.

KepadaYth.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
di-

Sehubungan dengan surat permohonan dari Nomor


tanggal perihal seperti pada pokok
surat di atas, maka bersama in!kami laporkan;

Sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan Tim Pemeriksaan Bersama ke


Alamat Kantor, dan Gudang jaian
maka perusahaan tersebut telah/tidak (*) memenuhi persyaratan
bsrdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/
PERA/ill/2010tentang Penyaluran Alat Kesehatan.

Bersama initurutkami lampirkan;


1. Saiinan/copy surat permohonan yang bersangkutan beserta lampiran-
lampirannya.
2. Berita Acara Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota

NIP.
(") coret yang tidak periu

Tembusan KepadaYth,
1. Direktur di.

846
Formulir 11

Nomor
Lampiran
Perihal Pemyataan Slap Beroperasi Penyalur
AiatKesehatan

KepadaYth.
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
d'h

Denganhormat,

Menunjuk surat permohonan kami nomor tanggal


Dan menunjuk ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1191/MENKES/PERA/lll/2010tentang Penyaluran Alat Kesehatan.dengan
ini kami iaporkan bahwa Perusahaan kami telah siap melaksanakan
kegiatan Penyalur Alat Kesehatan yang
beralamatdijalan

Demikianlah untuk diketahui dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Direktur/Pimpinan Perusahaan

Tembusan KepadaYth.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

847
Formulir12

DINASKESEHATAN
PROVINSI

Nomor
Lampiran
Perihal : Penundaan Izin Cabang PenyalurAlat Kesehatan.

KepadaYth.

di

Sehubungan dengan suratSaudara Nomor tanggal


perihal permohonan Izin Cabang PenyalurAlat Kesehatan, maka dengan ini
diberitahukan bahwa kami belum dapat menyetujui permohonan tersebut,
mengingat;
1
2
3

Selanjutnya kepada Saudara kami minta metengkapi kekurangan data


tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
surat ini.

Demikianlah untukdimaklumi.

Kepala Dinas Kesehatan


Provinsi

(
NIP
Tembusan KepadaYth,:
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

848
Formulir13
KEPUTUSAN KEPAU DINAS KESEHATAN
PROVINSI
NOMOR:
TENTANG
iZIN CABANG PENYALUR ALAT KESEHATAN

DiNAS KESEHATAN PROVINSI

MEMBACA: 1. Surat permohonan (nama badan hukum) No


tanggal perihal Permohonan Izin Cabang
PenyaiurAlat Kesehatan.
2. Berita acara Pemeriksaan Sarana Cabang Penyalur Aiat
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Nomor tanggal
3. Rekomendasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
No tanggal perihal Izin Cabang Penyalur Alat
Kesehatan(nama badan hukum)

MENIMBANG : Bahwa permohonan (nama badan hukum) tersebut telah


memenuhi persyaratan dan dapat disetujui, oleh karena itu dianggap
periu menerbitkan Izin Cabang PenyaiurAlat Kesehatan untuk yang
bersangkutan.

MENGINGAT Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/PER/VI11/2010


tentang Penyaluran Alat Kesehatan

MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN

Pertama Memberikan Izin Cabang PenyaiurAlat Kesehatan kepada:


Nama Perusahaan
NPWP
AlamatPerusahaan
Nama Direktur/Pimpinan
NamaPenanggung
JawabTeknis
AlamatGudang
Alamat
Bengkel/Warkshop

dengan ketentuan sebagai berikut:


1. Harus seialu diawasi oleh Penanggung Jawab Teknis yang
namanyateroantum pada surat keputusan ini.

849
2. Hams mematuhi peraturan pemndang-undangan yang beriaku.
3. Melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran alat kesehatan dengan sebaik-baiknya sesuai
ketentuan yang beriaku.
4. Izin Cabang Penyalur Alat Kesehatan beriaku untuk setemsnya
seiama pemsahaan Penyalur Alat Kesehatan yang bersangkutan
masih aktif melakukan kegiatan usahanya dan hanya beriaku
untuk WilayahProvlnsi.

Kedua Keputusan in! beriaku sejak tanggal ditetapkan dengan catatan bahwa
akan diadakan peninjauan atau pembahan sebagaimana mestinya
apabila terdapatkekurangan atau kekeliman dalam pehetapan ini.

Ditetapkan di;
Pada tanggal:

KERALA DINAS KESEHATAN


PROVINSI

NIP

Salinan Keputusan ini disampaikan keoada Yth.:


1. Menteri Kesehatan Rl(sebagailaporan)
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Gabungan PengusahaAlat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia(GAKESLAB)
Provinsi.....

850
Formulir 14
KEPUTUSAN KERALA DINAS KESEHATAN
PROVINSI
NOMOR:
TENTANG
PENCABUTANIZIN CABANG PENYALUR ALAT KESEHATAN

KERALA DINAS KESEHATAN PROVINSI

Membaca Surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi nomor


tanggal perihal usul pencabutan Izin Cabang Penyalur Alat
Kesehatan atasnama
Menimbang Bahwa telahmelakukanpelanggaran-pelanggaran:
1
2
3

Menglngat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010


tentang Penyaiuran Alat Kesehatan

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
KESATU Mencabut Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Nomor tanggal Tentang
Pemberian Izin Cabang PenyalurAlat Kesehatan kepada
KEDUA Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkandi
Padatanggal

KEPALA DINAS KESEHATAN


PROVINSI

NIP
Tembusan Kepada Yth. '
1. Menteri Kesehatan Rl.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Gabungan PenguasahaAlat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia(GAKESLAB)
Provinsi

851
Lampiran 15

UPORAN HASIL
KEGIATAN PENYALURAN*)
OLEH
PENYALUR ALAT KESEHATAN
Tahun

Jumlah Disalurkan
No Nama Produk Asal Produk **) Keterangan
Produk kepada

Laporan kegiatan penyaluran Jakarta, 20.


diiaksanakan 1 xsetahun
Produk import(asal negara)
Produk dalam negeri(asal pabrik)

Direktur/Penanggung Jawab Teknis

852
Lampiran 16

DINAS KESEHATAN PROVINSI

LAPORAN HASiL PENGAWASAN

TERHADAP SARANA PENYALUR ALAT KESEHATAN,CABANG PENYALUR ALAT


KESEHATAN DAN TOKO ALAT KESEHATAN

Alemet Kantor Nama PJT


Name Serena & Name Jenis
No Gudang dan & Keterangan
Nomor Izin Pimpinan Produk
Bengkel Pendidikan

Jakarta, 20.

Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi

NIP.

853
Lampiran 17
BERITA ACARA PEMUSNAHAN AUT KESEHATAN
Pada hari ini tanggal bulan tahun telah dilakukan
pemusnahan Alat Kesehatan sebagai berikut:

No Nama Produk Satuan Jumlah Cara Pemusnahan

Pada sarana PAK/Cabang PAK yang beriokasi di,


Yang melakukan pemusnahan:

1. Pimpinan Pemsahaan

2. PenanggungJawabTeknis :

Saksi-saksi

1. Nama
NIP/NIK
Jabatan

2. Nama
NIP/NIK
Jabatan

,20.
Yang melakukan pemusnahan,

(: :)
Penanggung Jawab Teknis Pimpinan Pemsahaan
Saksi-saksi:

854

Anda mungkin juga menyukai