Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KELOMPOK II KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ARTRITIS REUMATOID

DI SUSUN OLEH:
RIA NUR FIANA (NIM:1914201136)

NATHANIA CHINTIA (NIM:1914201138)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER

2019/2020

BAB I
PENDAHULUAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Arthritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat
progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan
lunak. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana, secara
simetris persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan
sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan sering kali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Karakteristik artritis
rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten,
biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris
(Junaidi, 2013)
Penderita artritis reumatoid di seluruh dunia telah mencapai angka 355
juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia ini menderita artritis reumatoid.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia
terserang penyakit artritis reumatoid. Dimana 5-10% adalah mereka yang
berusia 5-20 tahun dan 20% mereka yang berusia 55 tahun. (Junaidi,2013)
Prevalensi penyakit sendi atau Rematik di Indonesia berdasar diagnosis
sebesar 11,9% dan berdasar diagnosis atau gejala sebesar 24,7%. Prevalensi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi berada di Bali yaitu
berjumlah 19,3% dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar
5,6%. Sedangkan prevalensi penyakit sendi di provinsi Sumatera Selatan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 8,4% dan berdasarkan
diagnosis atau gejala sebesar 15,6% (Riskesdas, 2013).
Hasil dari Laporan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Palembang tahun
2013, didapatkan angka kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik)
menempati posisi keempat dari 10 penyakit terbesar di kota Palembang
dengan jumlah penderita 45.153 jiwa sedangakan pada tahun 2014, didapatkan
angka kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik) mengalami
peningkatan angka kejadian dengan jumlah penderita yaitu sebanyak 49.292

1
jiwa kemudian pada bulan Januari sampai bulan April 2015, didapatkan angka
kejadian gangguan jaringan lunak lainnya (reumatik) menempati posisi
keempat dari 10 penyakit terbesar di kota Palembang dengan jumlah penderita
18.260 jiwa.
Puskesmas Basuki Rahmat Palembang merupakan wilayah yang padat
penduduk dimana kasus Artritis Reumatoid sering terjadi pada wilayah
tersebut dengan total kunjungan pasien mencapai 1.000 sampai 2.000 jiwa
pada setiap bulannya. Data dari Puskesmas Basuki Rahmat menunjukkan
bahwa pada tahun 2013 penyakit akut pada system otot dan jaringan pengikat,
tulang sendi serta reumatik termasuk dalam urutan ke-2 dari 10 penyakit
terbesar dengan jumlah penderita sebanyak 3.499 jiwa. Sedangkan pada tahun
2014 terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit akut pada system otot dan
jaringan pengikat, tulang sendi serta rematik yaitu sebanyak 3.562 jiwa (Profil
Puskesmas Basuki Rahmat Palembang, 2014).
Dampak dari penyakit rematik adalah terganggunya aktivitas karena
nyeri, tulang menjadi keropos, terjadi perubahan bentuk tulang. Dari 100 jenis
rematik, diketahui Artritis Reumatoid yang dapat menyebabkan kecacatan
yang paling parah pada penderitanya. Asupan makanan yang kurang sehat,
kurangnya berolahraga, stress dan lain sebagainya diketahui sebagai faktor
pencetus terjadinya rematik. Salah satu solusi untuk penyakit ini adalah
dengan menjaga perilaku hidup sehat baik dari aktivitas, seperti rajin
berolahraga, dan memenuhi kebutuhan nutrisi dengan sempurna dengan cara
memenuhi asupan makanan yang bergizi, hal itu dianjurkan untuk mengurangi
kekakuan pada sendi, dan untuk meminimalisirkan bagi yang sudah menderita
penyakit rematik tidak berulang atau mengalami kekambuhan (Purwoastuti,
2009).
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI

Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat


progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan
lunak. Karakteristik artritis rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis
inflamatoir) yang persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan
penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).
Menurut Noer S (1997) dalam Lukman (2009), artritis reumatoid
merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun manifestasi
utamanya adalah poliatritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh.
Artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dan sistemik yang
menyebabkan destruksi sendi dan deformitas serta menyebabkan disability.
Penyakit ini sering terjadi dalam 3-4 dekade ini pada lansia. Penyebab artritis
rheumatoid tidak diketahui, tetapi mungkin akibat penyakit autoimun dimulai
dari interfalank proksimal, metakarpofalankeal, pergelangan tangan dan pada
tahap lanjut dapat mengenai lutut dan paha (Fatimah, 2010).

B. Etiologi
Penyebab utama dari kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori
yang dikemukakan mengenai penyebab arthtritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolic
5. Faktor genetik serta faktor pemicu
Pada saat ini, arthtritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II ;
faktor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group
difteriod yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi penderita.
Kelainan yang dapat terjadi pada suatu arthtritis reumatoid yaitu :
1. Kelainan pada daerah artikuler
a. Stadium I (stadium sinovitis)
b. Stadium II (stadium destruksi)
c. Stadium III (stadium deformitas)
2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler

Pada jaringan ekstra-artikuler akan terjadi perubahan patologis, yaitu:


a. Pada otot terjadi miopati
b. Nodul subkutan
c. Pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima pada pembuluh darah
perifer dan lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa
d. Terjadi nekrosis fokal pada saraf
e. Terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe sendi (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
Sedangkan menurut Price (1995) dan Noer S, (1996), faktor-faktor yang berperan
dalam timbulnya penyakit Artritis Reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan,
lingkungan dan infeksi (Lukman, 2009).

C. Anatomi Fisiologi Rangka


Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka (skeletal)
merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai
tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206 tulang ) yang
membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang,
rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan menjadi rangka
aksial, rangka apendikular, dan persendian.
1. Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso.
a. Kolumna vertebra
b. Tengkorak
• Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ panca indera.
• Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi.
• Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
• Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
2. Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang pectoral serta
tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.
3. Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
Fungsi Sistem Rangka :
• Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-
ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga memberi bentuk pada tubuh.
• Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak, adanya
persendian.
• Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.
• Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
• Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow).

Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :


• Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas.
• Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya terdiri dari tulang
karang, bagian luas terdiri dari tulang padat.
• Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri dari 2 tulang karang di
sebelah dalam dan tulang padat disebelah luar.
• Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.
Gambar : tulang pada tubuh manusia
Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek, panjang,
tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak beraturan. Terdapat juga
tulang yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella (tulang sessamoid).
Semua tulang memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya.Bagian tulang
tumbuh secara longitudinal, bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan dengan
metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan total aliran
sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri menyuplai darah yang membawa
nutrient masuk di dekat pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah
menjadi pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan
sistem harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi tulang
dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut syaraf efferent
menstramisikan rangsangan nyeri.

Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang


Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan pertumbuhan maksimal.
Tulang merupakan jaringan yang dinamis walaupun demikian pertumbuhan yang
seimbang pembentukan dan penghancuran hanya berlangsung hanya sampai usia 35
tahun. Tahun –tahun berikutnya rebsorbsi tulang mengalami percepatan sehigga tulang
mengalami penurunan massanya dan menjadi rentan terhadap injury.Pertumbuhan dan
metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
 Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor.
Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik. Apabila kadar kalsium
meningkat maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar kalsium dan kadar
fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja untuk memelihara keseimbangan.
 Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam menurunkan kadar
kalsium jika sekresi meningkat di atas normal. Menghambat reabsorbsi tulang dan
meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal bila di perlukan.
 Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah untuk
meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus, juga memberi
kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang.
Proses Pembentukan Tulang
Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar ultraviolet
matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi denagan kalsium dan fosfor,
vitamin ini penting untuk pembentukan tulang.
Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin, termasuk vitamin
D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah D3 (kolekalsiferol), yang
dihasilkan olehakifitas foto kimia pada kulit ketika dikenai sinar ultraviolet matahari.
D3 pada kulit atau makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa – globulin sebagai
transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25 dihidroksi kolekalsiferon atau
kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan ke ginjal untuk transformasi ke dalam
metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25 dihydroxycho lekalciferol atau calcitriol.
Banyaknya kalsitriol yang di produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan
kadar fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor penambahan produksi
kalsitriol terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH atau pengurangan kadar fosfat
dalam cairan darah.
Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus secara optimal dan
bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk membantu pengaturan kalsium darah.
Akibatnya, kalsitriol atau pengurangan vitamin D dihasilkan karena pengurangan
penyerapan kalsium dari usus, dimana pada gilirannya mengakibatka stimulasi PHT
dan pengurangan, baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah.
 Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum menurun sekresi hormone
parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct dalam menyalurkan kalsium ke dalam
darah lebih lanjutnya hormone ini menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal
dan memfasilitasi absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.
 Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan
penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
 Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan hormone ini dapat
meningkat atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau meningkatkan
matriks organic. Tulang ini juga membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan
fosfor dari usus kecil.
 Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan menghambat
hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada masa menopause,
wanita sangat rentan terjadinya massa tulang (osteoporosis).
Persendian
Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada tidaknya
rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan jenis jaringan ikat yang
berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut fungsi persendian (berdasarkan
jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada persendian).

Gambar. Sendi (http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_376/images/hal14a.jpg)


 Klasifikasi struktural persendian :
 Persendian fibrosa
 Persendian kartilago
 Persendian sinovial.
 Klasifikasi fungsional persendian :
 Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati
Secara struktural, persendian di dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau
kartilago.
 Amfiartrosis
Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan sebagai respon terhadap torsi dan kompresi .
 Diartrosis
Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi sinovial.Sendi ini
memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,suatu kapsul sendi yang
menyambung kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi
kartilago artikular.
 Klasifikasi persendian sinovial :
 Sendi fenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,menuju ke
tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi bahu.
 Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja. Contoh :
persendian pada lutut dan siku.
 Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis
sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala proximal tulang radius
dan ulna.
 Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di sudut kanan
setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
 Sendi pelana : Contoh : ibu jari.
 Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan
tulang lainnya. Contoh : persendian intervertebra.

2. Anatomi Fisiologi Otot.


Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia
menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap perubahan lingkungannya.
Jaringan otot, yang mencapai 40% -50% berat tubuh,pada umumnya tersusun dari sel-
sel kontraktil yang serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan
pergerakan dan melakukan pekerjaan.

Gambar. Otot pada tubuh manusia

 Fungsi sistem Muskular


 Pergerakan
 Penopang tubuh dan mempertahankan postur
 Produksi panas.
 Ciri-ciri otot
 Kontraktilitas
 Eksitabilitas
 Ekstensibilitas
 Elastisitas
 Klasifikasi Jaringan Otot
Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya striasi silang
(lurik), dan secara fungsional berdasarkan kendali konstruksinya, volunteer (sadar)
atau involunter (tidak sadar), dan juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang
hanya ditemukan di jantung.
 Jenis-jenis Otot
 Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka.
 Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus,
serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
 Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya ditemukan pada jantung.

D. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau
sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi penyakit reumatik. Fungsi
persendian sinovial memilki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak
mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang
pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakkan.
Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresi cairan ke
dalam ruangan antar tulang. Fungsi dari
cairan sinovial ini yaitu sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang
memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi.
Meskipun memilki keankearagaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi
hingga kelainan multisistem yang sistemik, semua penyakit rematik meliputi inflamasi
dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi ini akan
terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori,
inflamasi adalah proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses
sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial).
Inflamasi tersebut merupakan akibat dari respon imun tersebut.
Sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi
yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses
reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit lanjut.
Pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang
mengalami degenerasi dapat berhubungan dengan sinovitis kendati faktor-faktor
imunologi dapat pula terlibat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut
akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan
akhirnya membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan generatif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi
otot (Lukman, 2009)
Faktor Pencetus: Bakteri,
mikroplasma, atau virus

Penyakit autoimun Menginfeksi sendi


secara antigenik

Predisposisi Genetik Individu yang mengidap AR


membentuk antibodi IgM Reaksi autoimun
dalam jaringan
sinovial
(antibodi IgG)
Pelepasan Faktor
Reumatoid (FR)

Respon IgG awal


menghancurkan
mikroorganisme
FR menempati dikapsula sendi

Inflamasi Kronis Pada Tendon, Ligamen juga terjadi deruksi jaringan

Akumulasi Sel Fagositosis Pembentukan


Darah Putih ektensif Jaringan Parut

Pemecahan
Terbentuk Kolagen Kekakuan sendi
nodul- nodul
rematoid
ekstrasinoviu
m
Edema, poliferasi Rentang Gerak
membrane sinovial Berkurang
Kerusakan sendi
Progresif

Membrane Atrofi Otot


Deformitas Sendi sinovium menebal
& hipertropi

Ndx: Gangguan
Ndx: Kerusakan Citra Tubuh
Mobilitas Fisik Panus
Kartilago Hambatan
dirusak Aliran Darah

Nekrosis Sel

Erosi Sendi dan Tulang Nyeri

Menghilangnya Ndx: Nyeri


permukaan sendi Kronis

Penurunan
elastisitas dan
kontraksi otot

Ndx: Kurang Ndx: Kurang


Perawatan diri Pengetahuan
Mengenai penyakit
E. Manifestasi Klinis
Gejala utama rematik biasa terjadi pada otot dan tulang, termasuk di
dalamnya sendi dan otot sendi. Gangguan nyeri yang terus berlangsung
menyebabkan aktivitas sehari-hari terhambat (Purwoastuti, 2009).
Menurut Lukman (2009), ada beberapa manifestasi klinis yang lazim
ditemukan pada klien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, penyakit ini memiliki
manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun,
dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
2. Poliarhtritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi- sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.
Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4. Arhtritis erosif, merupakan ciri khas artritis reumatoid pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang
dan dapat dilihat pada radiogram.

F. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi non
steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit DMARD (disease
modifying antirheumatoid drugs) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis rheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak
memberikan gambaran yang jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi
artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis (Mansjoer, 1999).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang ini tidak banyak berperan dalam diagnosis artirits
reumatoid, pemeriksaan laboratorium mungkin dapat sedikit membantu untuk melihat
prognosis pasien, seperti :
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat
2. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, TB paru, sirosis
hepatis, penyakit kolagen dan sarkoidosis
3. Leukosit normal atau meningkat sedikit
4. Trombosit meningkat
5. Kadar albumin serum turun dan globulin
6. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun
7. Protein C-reaktif dan antibodi antinukleus (ANA) biasanya positif
8. Laju sedimentasi eritrosit meningkat menunjukkan inflamasi
9. Tes aglutinasi lateks menunjukkan kadar igG atau igM (faktor mayor dari
rheumatoid) tinggi. Makin tinggi iter, makin berat penyakitnya
10. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosa dan
memantau perjalanan penyakit. Foto rontgen menunjukkan erosi tulang yang khas
dan penyempitan rongga sendi yang terjadi kemudian dalam perjalanan penyakit
tersebut (Mansjoer, 1999 dan Rosyidi 2013).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan Arthtritis Reumatoid yaitu :
1. Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,
keluarganya, dan siapa saja yang
BAB III
LAPORAN KASUS
1. PENGKAJIAN
NAMA : Ny. A

UMUR :50tahun

JENIS KELAMIN :Perempuan

SUKU :Sunda

AGAMA :Islam

STATUS PERKAWINAN :Menikah

PENDIDIKAN TERAKHIR :SMA

PEKERJAn :Ibu Rumah tangga

ALAMA :Jl. Peta selatan No1 RT/RW: 001/002 kel. Kalideres, kec.

Kalideres Jakarta Barat.

TANGGAL MRS :02/05/2020

TANGGAL PEMERIKSAAN:02/02/20

2.  KELUHAN UTAMA
nyeri kedua lutut kaki, pergelangan dan persendian

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang sadar menggunakan kursi roda pada tangggal 02/05/20. Dengan keluhan nyeri
sendi di luitut kiri dan kanan sejak SMRS. Sampai sakit saat berjalan. Kelihan pertama kali
dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Semakin hari semakin memberat 2 hari SMRS. Nyeri terasa
di pergelangan tangan dan jari-jari tangan dan kiri terutama ibu jari, telunjuk, awalnya
tengah. Terasa kaku di pangkal jari-jari tangan dan pergelangan dan jarinya2 bengkak. Nyeri
dirasakannya menjadi kemerahan dan bengkak sehingga tidak bias berjalan, kemudian pasien
mersakan nyeri di sendi-sendi yang lain seperti leher, Bahu siku, dan pinggang keluhan
membaik pada saat istirahat.

4. Riwayat Pengobatan 

Sejak keluhan muncul, pasien sempat memeriksakan diri ke dokter klinik 

sebanyak  3  kali.  Saat  periksa  tersebut  pasien  dicek  kadar  asam  uratnya  dan 
dinyatakan normal, pasien juga tidak dijelaskan mengenai jenis penyakit yang 

dideritanya dan hanya diberikan berbagai macam obat mulai dari obat oral dan 

suntik namun pasien mengatakan lupa jenis dan merk obatnya. Ketika obat habis, 

pasien memeriksakan kembali keluhannya yang tidak membaik ke dokter lainnya. 

Pasien juga membeli obat-obatan sendiri seperti tablet penambah stamina dan 

parasetamol. Karena merasa lemas sejak satu hari SMRS, pagi hari SMRS pasien 

meminum tablet penambah stamina dan beberapa saat kemudian semakin lemas 

karena mengganggap mengonsumsi obat tanpa makan terlebih dahulu. 

5. Riwayat Penyakit Dahulu 

Pasien  sebelumnya  tidak  pernah  mengalami  keluhan  nyeri  sendi  dan 

bengkak seperti ini. Riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan 

l disangkal oleh pasien. Sekitar 2 tahun lalu pasien hanya pernah MRS di RS 

Hermina daan mogot karena sakit muntaber. 

6. Riwayat Keluarga 

Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama. 

Riwayat hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginja pada keluarga 

disangkal oleh pasien

7. Riwayat Sosial dan Pribadi 

Pasien  tidak bekerja  sebagai  IRT.   Pasien hanya dirumah mengurus suami dan kedua anaknya dan
mengurus rumah pasien tidak memiliki kebiasan mengkonsumsi makan kusus karena selalu berganti-
ganti
8. PEMERIKSAAN FISIK (02/05/20) 

Status Present 
Keadaan Umum 
: Sedang 
Kesadaran  
: Compos Mentis 
GCS 
: E4V5M6 
Tekanan darah  
: 120/80 mmHg 
Nadi 
: 88 x/menit reguler 
Respirasi 
: 20 x/menit 
Temperatur 
: 36,5ºC  
BB / TB 
: 45 kg / 152 cm 
BMI 
: 19,47 kg/m  
Satus Gizi 
: Baik 
VAS 
: 4/10 (nyeri sendi) 
Status General 
Mata 
: anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, 
edema palpebra (-/-) 
THT 
: dalam batas normal,  

: pembesaran kelenjar limfe (-) 

Leher 
Thoraks 
: simetris 
Cor: 
Inspeksi  : iktus kordis tidak tampak 
Palpasi 
: iktus kordis tidak teraba 
Perkusi 
: batas  atas  jantung  ICS  II,  batas  kanan  jantung 
parasternal 
line  dekstra,  batas  kiri  jantung 
midclavicular line sinistra ICS V 
Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-) 
Pulmo: Inspeksi 
: Simetris saat statis & dinamis, retraksi (-) 
Palpasi 
: Vokal  fremitus    N|N 
N|N 
N|N 
Perkusi 
: sonor | sonor 
  sonor | sonor 
  sonor | sonor 

Auskultasi : vesikuler  +|+,  

ronkhi   -|-,   wheezing  -|- 


+|+,  
-|-,       -|- 
+|+, 
-|-,       -|-

Abdomen 
Inspeksi 
: Distensi (-),  
Auskultasi   : Bising usus (+) normal 
Palpasi 
:  Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba 
Perkusi 
:  Timpani 

Ekstremitas 

:  Hangat  +|+  edema   -|- 
+|+ 
-|- 

Status Lokalis 
Sendi Proximal Interphalangeal (PIP) digiti I, II, III dekstra dan sinistra 
Inspeksi  
9. Pemeriksaan
penunjang : eritema (-), edema (+), kontraktur(-),nodul rematoid
Palpasi  : hangat (+), nyeri tekan (+) 
ROM 
: terbatas 
Sendi Genu Dekstra dan Sinistra 
Inspeksi  
: eritema (+), edema (+), kontraktur (-) 
Palpasi  
: hangat (+), nyeri tekan (+), bulging (-), krepitasi (-) 
ROM 
: terbatas 

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Pemeriksaan  Remarks 
WBC  13,31  4,10-11,00  Tinggi 
% NEUT  81,8  %  3 
47,00-80,00  Tinggi 

% LYMPH  9,2  %  3  13,00-40,00  Rendah 

% MONO  6,3  %  2,00-11,00 

% EOS  1,6  6 
%  0,00-5,00 
% BASO  0,1  %  0,00-2,00 

#NEUT  10,89  10 µL  2,50-7,50  Tinggi 
#LYMPH  1,23  10 µL  1,00-4,00 
#MONO  0,84  10 µL  0,10-1,20 
#EOS  0,21  10 µL  0,00-0,50 
#BASO  0,02  10 µL  0,00-0,10 
RBC  4,69  10 µL  4,00 – 5,20 
Hemoglobin  11,1  g/dL  12,00-16,00  Rendah 
Hematokrit  38,0  %  36,00-46,00 
Platelet  426  10 µL  140,00-440,00 
MCV  81,0  fL  80,00-100,00 
MCH  23,6  Pg  26,00-34,00 
MCHC  29,2  g/dL  31,00-36,00 
RDW  11,4  %  11,60-14,80  Rendah 
MPV  5,3  fL  6,80-10,00  Tinggi 

Kimia Klinik (13 September 2015) 

Pemeriksaan  Hasil  Satuan  Normal  Remarks 


SGOT  11,8  U/L  11-27 
SGPT  10,5  U/L  11,00-34,00  Rendah 
Albumin  3,14  g/dL  3,40-4,80  Rendah 
BS Acak  110  mg/dL  70,00-140,00 
BUN  6  mg/dL  8,00-23,00  Rendah 
Creatinin  0,54  mg/dL  0,50-0,90 

21 
Uric acid  2,9  mg/dL  2,00-5,70 
Natrium (Na)  132  mmol/L  136-145  Rendah 
Kalium (K)  3,08  mmol/L  3,50-5,10  rendah 

Urinalisis (13 September 2015) 

Pemeriksaan  Hasil  Satuan  Normal  Remarks 


Specific gravity  1,005  Negatif 
PH  7  7,35-7,45  Rendah 
Leucocyte  Negatif  leuco/uL  Negatif 
Nitrite  Negatif  Negatif 
Protein (urine)  Negatif  mg/dL  Negatif 
Glukosa (urine)  Normal  mg/dL  Normal 
KET  Negatif  Negatif 
Urobilinogen  Normal  mg/dL  Normal 
Bilirubin (urine)  Negatif  mg/dL  Negatif 
ERY  25 (++)  Ery/uL  Negatif 
Colour   Amber  p-yellow-yellow 

Hematologi (13 September 2015) 

Pemeriksaan  Hasil  Satuan  Normal  Remarks 


LED I  30  Mm  0-2  Tinggi 
LED II  60  Mm  2-11  Tinggi 
Hematologi (15 September 2015) 

Pemeriksaan  Hasil  Satuan  Normal  Remarks 


LED I  1  Mm  0-2 
LED II  14  Mm  2-11  Tinggi 

Imunologi (15 September 2015) 

Pemeriksaan  Hasil  Satuan  Normal  Remarks 


RF (Kuantitatif)  16  <8  Tinggi 

Kimia Klinik (15 September 2015) 

Pemeriksaan  Hasil  Satuan  Normal  Remarks 


CRP  71,4  mg/L  0,00-5,00  Tinggi 
(Kuantitatif) 
Pemeriksaan Radiologi (13 September 2015) 

Foto Thorax AP: 
Cor 
: kesan membesar 
Pulmo 
: tak tampak infiltrat/nodul 
Sinus pleura kanan kiri tajam 
Diaphragma kanan kiri normal 
Tulang-tulang tidak tampak kelainan 

Kesan   : cardiomegaly 
  Pulmo tak tampak kelainan 
Foto Manus Kanan-Kiri AP/Oblique: 
Tampak non-union fraktur avulsi processus st
yloideus os ulna kiri 
Trabekulasi tulang normal 
Celah dan permukaan sendi baik 
Tak tampak erosi/destruksi tulang 
Tak tampak soft tissue mass/swelling 

Kesan   : non-union fraktur avulsi processu
s styloideus os ulna kiri 
  Tulang-tulang manus kanan tak tampak k
elainan 
Foto Genu Kanan-Kiri AP/Lateral: 
Aligment baik 
Tampak  osteophyte  pada  condylus  lateral
is  et  medialis  dan  eminentia 
intercondylaris os tibia kanan-kiri, margo p
osteroinferior os patella kanan- 
kiri 
Trabekulasi tulang normal 
Celah dan permukaan sendi baik 
Tak tampak erosi/destruksi tulang 
Tampak soft tissue swelling regio genu kan
an-kiri 
Kesan   : osteoarthritis genu bilateral gra
de I (Kellgren-lawrence) 

  Soft tissue swelling regio genu kanan-
kiri 
Foto Pedis Kanan-Kiri AP/Lateral: 
Aligment b2aik 
Tak tampak garis fraktur/dislokasi 
Trabekulasi tulang normal 
Celah dan permukaan sendi baik 
Tak tampak erosi/destruksi tulang 
Tak tampak soft tissue mass/swelling 
Kesan   : Tulang-tulang pedis kanan-kiri 
tak tampak kelainan 

DIAGNOSIS 

Rheumatoid Arthritis dd SLE 

Secondary Osteoarthritis Genu D et S 
PLANNING 
Terapi  
IVFD NS 20 tpm 
Paracetamol 4x750mg io 
Na diclofenac 3x50mg io 
Metotrexat 1x7,5mg io 
Analisa data

Data Problem Etiologi


Ds : Nyeri akut
- pasien mengatakan nyeri
di kedua lutut dan
pergelangan tangan
Do:
- skala nyeri 4/10
- nyeri seperti tertusuk-
tusuk
- terasa di persendian,
pergelangan tangan, dan
kedua lutut kaki
- tampak bengkak
- kulit kemerahan
- pasien tampak meringis
- dx medis
Rheumatoid Arthritis dd 
SLE 
- TD: 120/80mmHG
- Hr: 88 x menit
- RR : 20
- S:36 x menit
Ds Imobilisasi
- pasien mengatakan sulit
untuk berjalan
Do:
- ADL di bantu
- Foto Manus Kanan-Kiri AP/Obl
ique: 

-
33

Anda mungkin juga menyukai