Anda di halaman 1dari 4

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/259480309

PENANGANAN KONTAMINAN PANGAN DALAM RANGKA MENJAMIN


KEAMANAN PANGAN

Conference Paper · October 2010

CITATION READS

1 9,292

1 author:

Purwiyatno Hariyadi
Bogor Agricultural University
213 PUBLICATIONS   644 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Food Diversification View project

Anthocyanins from butterfly pea View project

All content following this page was uploaded by Purwiyatno Hariyadi on 30 December 2013.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENANGANAN KONTAMINAN PANGAN
DALAM RANGKA MENJAMIN KEAMANAN PANGAN1
Purwiyatno Hariyadi2

1. Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengaja ditambahkan, tetapi
terdapat pada produk pangan. Kontaminan pangan ini bisa masuk dan terdapat dalam produk
pangan sebagai akibat dari (i) penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkat
kultivasi maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun penyiapannya; dan
(ii) pencemaran dari lingkungan (environmental contamination).

2. Pada umumnya kontaminan pangan ini mempunyai konsekuensi pada mutu dan keamanan
pangan; karena bisa mempunyai implikasi risiko kesehatan publik. Terdapat tiga (3) jenis
kontaminan pangan; yaitu (i) kontaminan mikrobial; (ii) kontaminan fisika, dan (ii) kontaminan
kimia. Disamping itu; akhir-akhir ini ditengarai pula munculnya berbagai kontaminan “baru”
(emerging contaminants3) yang juga perlu diperhatikan. Jika terdapat dalam jumlah yang
melebih tingkat ambangnya, keberadaan kontaminan ini bisa memberikan anacaman terhadap
kesehatan manusia.

3. Jenis-jenis kontaminan yang bisa menyebabkan permasalahan keamanan pangan antara lain
dinyatakan pada tabel berikut :

Kontaminan mikrobial Kontaminan Kimia Kontaminan Fisik


• Virus • Mikotoksin • Gelas
• Bakteri • Toksin Jamur • Kayu
• Protozoa • Toksin Kerang • Batu
• Parasit • Pestisida, Herbisida, • Logam (potongan paku, biji
• Prion Insektisida stapler)
• Residu Antibiotik & hormon • Serangga
pertumbuhan • Tulang
• Pupuk • Plastik
• Logam Berat • Barang personal
• Dll • dll

4. Disamping tiga jenis kontaminan tersebut; dalam prakteknya terdapat jenis-jenis kontaminan
khusus yang tidak secara langsung memberikan ancaman keamanan pangan karena alasan
kesehatan; tetapi lebih karena alasan kepercayaan, budaya atau pun gaya hidup. Untuk
kontaminan jenis ini; keberadaannya pada produk pangan (tanpa mengenal tingkat ambang
tertentu) akan menyebabkan produk pangan tersebut ditolak oleh konsumen; karena alasan
“keamanan physicologis”. Bagi yang beragama Islam; keberadaan komponen “haram” seberapa
pun levelnya akan menyebabakan produk tersebut menjadi “haram”. Demikian pula; bagi
vegetarian, keberadaan komponen hewani pada produk pangan nabati akan menyebabkan produk
tersebut tidak sesuai lagi baginya.
                                                            
1
Makalah disampaikan pada Workshop Pokja Keamanan Pangan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015,
Selasa, BPOM RI; 05 Oktober 2010.
2
Purwiyatno Hariyadi adalah Guru Besar Rekayasa Proses Pangan; Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta IPB,
dan Director Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center; LPPM, IPB
(www.seafast.ipb.ac.id).
3
"Emerging contaminants" can be broadly defined as any synthetic or naturally occurring chemical or any microorganism
that is not commonly monitored in the environment but has the potential to enter the environment and cause known or
suspected adverse ecological and(or) human health effects. In some cases, release of emerging chemical or microbial
contaminants to the environment has likely occurred for a long time, but may not have been recognized until new detection
methods were developed. In other cases, synthesis of new chemicals or changes in use and disposal of existing chemicals
can create new sources of emerging contaminants. (Source: www.http://toxics.usgs.gov/regional/emc/index.html).
5. Disadari bahwa masing-masing kontaminan mempunyai karakteristik yang unik. Beberapa
kontaminan bahkan memang terbentuk secara alami. Ada juga kontaminan yang terbawa dari air
(air adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses produksi pangan; dan bahkan
sering menjadi bagian komposisi dari bahan pangan), udara atau pun tanah. Ada juga kontaminan
yang terbentuk selama proses pengolahan pangan. Akrilamida –misalnya- adalah jenis
kontaminan yang sering ditemukan pada keripik kentang –yang terbentuk selama proses
penggorengan.

6. Disamping itu; permasalahan kontaminan pangan ini merupakan permasalahan yang kompleks;
yang bisa terjadi disepanjang rantai pangan; from farm to table (bahkan from farm to mouth).
Karena itu; maka penanganan kontaminan pangan harus kembangkan dan dilaksanakan dengan
melibatkan semua pemangku kepentingan keamanan pangan Indonesia. Sistem Keamanan Pangan
Terpadu –yang sudah lama dicanangkan- perlu lebih disosialiasaikan ke semua stakeholders dan
diperkuat pelaksanaannya.

Beban ganda keamanan pangan di indonesia (lihat “Hariyadi, P. 2008. DOUBLE BURDEN: Isu
Terkini Terkait Dengan Keamanan Pangan; Terlampir).

7. Pembahasan berbagai data dan issue terkait keamanan pangan ternyata bisa memberikan
gambaran pada bahwa Indonesia menghadapi permasalahan kontaminan pangan pada dua tingkat;
yaitu (i) tingkat mendasar yang disebabkan karena permasalahan buruknya kondisi sanitasi dan
praktek-praktek pengolahan; dan (ii) tingkat “emerging”yang selalu berubah; yang terutama
disebabkan karena permasalahan yang terkait dengan perdagangan internasional. Karena alasan
ini, bisa disebut bahwa Indonesia menanggung beban ganda (double burden) keamanan pangan.
Kedua beban keamanan pangan ini mempunyai kondisi, tantangan dan implikasi yang berbeda;
serta pemecahannya juga berbeda.
a. Beban Pertama. Beban pertama ini biasanya berkaitan dengan Industri pangan skala
kecil dan rumah tangga yang produknya didistribusikan pada psar domestik. Data kasus
keracunan yang mengindikasikan bahwa pengolahan makanan di industri pangan masih
belum memenuhi standar keamanan pangan. Untuk itu perlu didorong penerapan Good
Manufacturing Practices (GMP). Disamping itu, masih ditemukannya cemaran bahan
kimiawi, yang terutama berasal dari BTP yang tidak memenuhi syaratmenunjukkan masih
kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat umum mengenai magnitude
permasalahan riil dunia dan permasalahan keamanan pangan. Untuk itu perlu dilakukan
program komunikasi keamanan pangan yang strategis untuk dapat menurunkan terjadinya
kasus keracunan makanan, yaitu melalui kampanye cuci tangan yang baik dan benar bagi
para pekerja pengolah pangan, terutama pada pekerja jasa boga.
b. Beban Kedua. Beban kedua umumnya berkaitan dengan industri skala menengah dan
besar yang memasarkan produknya pada pasar internasional. Data permasalahan
keamanan pangan produk pangan ekspor; terlihat bahwa selain permasalahan mengenai
penerapan GMP yang masih tetap harus ditingkatkan; pemahaman dan pemenuhan
standar keamanan pangan internasional perlu selalu diikuti. Khsususnya untuk
meningkatkan kinerja ekspor (dan ketahanan pangan4); maka penyediaan informasi
mengenai keamanan pangan serta sarana dan prasarana (termasuk keperluan laboratorium
analisis dan sertifikasi) perlu diupayakan.

Penanganan

                                                            
4
Ekspor menjadi hal yang penting jika pembahasan dikaitakan dengan devisa dan permasalahan ketahanan pangan. Judul
yang diminta sebenarnya adalah “Penanganan Kontaminan Pangan dalam rangka Menjamin Keamanan Pangan dan
Ketahanan Pangan”. Namun untuk kali ini penulis ingin memfokuskan diri pada aspek keamanan pangan saja; dengan
pengertian bahwa keamanan pangan adalah salah satur unsur penting dari ketahanan pangan.
8. Penanganan kontaminan pangan untuk menjamin keamanan pangan harus ditangani secara
terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena
itu, pada dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan
tanggungjawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder tersebut. Dalam hal ini,
masing-masing stakeholder mempunyai peranan masing-masing yang strategis.

9. Secara umum, penanaganan kontaminan pangan perlu dikembangkan dengan menggunakan


pendekatan analisis risiko keamanan pangan; yang terdiri dari 3 komponen yakni : kajian risiko
(risk assessment), manajemen risiko (risk management) dan komunikasi risiko (risk
communication). Beberapa hal penting tentang penanangan kontaminan pangan pangan ini
adalah:

a. Bentuk formal penanganan kontaminan pangan ini perlu dituangkan dalam bentuk
legislasi; yang biasanya dinyatakan dalam bentuk batas maksium yang diperbolehkan.
Sehingga; diharapkan bahwa produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan legislasi
ini tidak akan beredar di masyarakat. Hal ini sudah secara ekplisit dinyatakan dalam UU
No 7, 2996; dimana dinyakan bahwa “Setiap orang yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau
peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau
keselamatan manusia [(UU No 7 1996, Bab II, Pasal 6 (1)]

b. Namum demikian; hal ini tidak bisa berlaku effektif jika tidak disertai dengan sistem
pengawasan control dan surveillance yang baik.

c. Tidak kalah pentingnya adalah program “pembinaan” yang mestinya lebih menekankan
pada mempromosikan –dan pada akahirnya nanti mewajibkan- pelaksanaan Cara
Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) pada semua pihak yang terlibat dalam rantai
pangan.

d. Untuk menjawab tantangan yang selalu berkembang dan untuk meningkatkan effectivitas
legislasi dan pengawasannya; maka pengembangan program Penelitian keamanan pangan
sesungguhnya merupakan tulang punggung sistem keamanan pangan ini.

e. Disamping itu; pemberdayaan konsumen perlu dilakukan dalam bentuk pendidikan


konsumen tentang keamanan pangan. Dalam sistim pangan yang bersifat industrial; maka
peranan konsumen sangat berperan penting dalam penanangan kontaminan pangan.
Termasuk di dalam hal ini adalah pendidikan konsumen dalam penanangan pangan di
tingkat rumah tangga.

f. Ketika hal-hal tersebut telah dilakukan dengan baik; - yaitu (i) pengawasan dan
surveillance, (ii) pembinaan CPPB, (iii) penelitian, dan (iv) pendidikan konsumen; maka
perlu pula dilakukan penegakan hukum yang lebih tegas (enforcement of legislation);
sehingga akan menimbulkan pengaruh menggentarkan (deterrent effect) bagi siapa pun
yang akan mencoba melakukan pelanggaran.

Penutup
10. Mengingat permasalahan dan penanganan kontaminan pangan yang kompleks tersebut, maka
perlu dikembangkan suatu kerangka fikir yang efektif, terutama dalam rangka mengantisipasi
perkembangan isu keamanan pangan global yang sangat dinamis. Pemerintah Indonesia bersama
stakholders lainnya perlu mengembangkan kelembagaan yang lebih kuat dengan mengaplikasikan
kerangka pikir analisis risiko, sehingga setiap standar, keputusan, maupun kebijakan yang dibuat
didasarkan pada kajian ilmiah yang sahih.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai