Anda di halaman 1dari 4

PANTI SOSIAL SEBAGAI WISMA TERAPI BERDASARKAN KEBIASAAN DAN

KEBUTUHAN LANJUT USIA

1. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk di Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun
ke tahun. Menurut katalog Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 yang dikeluarkan oleh BPS
dikatakan bahwa, jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat
yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 juta pada tahun 2035. Hal ini kemudian
mempengaruhi susunan umur penduduk dimana proporsi anak-anak berumur 0-14 tahun mengalami
penurunan sedangkan hal sebaliknya terjadi pada persentase hasil proyeksi dari jumlah penduduk yang
berusia 65 tahun ke atas atau lanjut usia yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Penduduk lanjut usia memerlukan program pelayanan kesejahteraan sosial, guna meningkatkan
angka harapan hidupnya melalui program pelayanan kesejahteraan sosial yang terencana, tepat guna dan
tetap memiliki karakteristik yang harmonis dalam perlindungan sosial. Hal ini sesuai dengan penjelasan
(UUD 1945, pasal 28H, ayat 1, n.d.) bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh
pelayanan kesejahteraan”. Lanjut usia terlantar berhak memperoleh pelayanan publik melalui unit
pelayanan sosial, Provinsi Sulawesi-Selatan sebagai upaya program pelayanan kesejahteraan sosial bagi
lanjut usia.

Dengan demikian perlu adanya suatu Panti sosial di Makassar yang dapat menampung para
menula dengan menyediakan beberapa fasilitas yang dibutuhkan. Selain fasilitas hunian, juga disediakan
fasilitas pendukung lainnya seperti fasilitas kesehatan yang memantau kesehatan mental dan fisik para
lanjut usia mengingat mereka mengalami kemunduran dalam kesehatan. Fasilitas yang bersifat spiritual
juga harus disediakan, mengingat mereka dalam usia lanjut ini makin mendekatkan diri pada Tuhan .

Penentuan bentuk dan penampilan bangunan Panti Sosial ini, didasarkan pada pertimbangan
fungsi, ekspresi budaya, dan penyesuaian terhadap potensi dan keadaan lingkungan sekitar tapak.
Filosofi bentuk merupakan elemen penting dalam mewujudkan ekspresi bangunan, dimana
pendekatannya bertumpu pada pemaknaan nilai-nilai yang akan dimunculkan pada Panti Sosial .

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia
ditujukan pada lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Upaya peningkatan kesejahteraan
sosial bagi lanjut usia potensial meliputi pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan
kesehatan, pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan pelatihan, pelayanan untuk
mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum, pemberian
kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, bantuan sosial. Sedangkan upaya peningkatan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia tidak potensial meliputi pelayanan keagamaan dan mental spiritual,
pelayanan kesehatan, pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan
prasarana umum, pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia disebutkan bahwa, lanjut
usia atau yang lebih dikenal dengan sebutan lansia adalah keadaan dimana seorang individu telah mencapai usia
60 tahun keatas, baik mereka yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang dan jasa secara mandiri maupun mereka yang sudah tidak berdaya untuk mencari nafkah sehingga
hidupnya bergantung pada orang lain. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan dalam situs resmi (BKKBN,
2014) menyebutkan bahwa, kelompok lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun keatas.
Saat ini penduduk lansia di Indonesia menduduki nomor tiga terbesar di dunia dan diprediksi akan
menduduki nomor satu dalam hal jumlah lansia pada tahun 2025 dengan angka 36 juta jiwa (Sutriyanto,
2015).
Terjadinya angka kenaikan tersebut mengakibatkan jumlah lansia kini sudah mendekati 10 persen dari
total penduduk yang telah mencapai 273,65 juta jiwa. Dengan demikian, terjadinya peningkatan jumlah lansia
dilatar belakangi oleh keberhasilan pembangunan yang terjadi di Indonesia terutama pada bidang kesehatan
yang kemudian memberikan dampak terhadap meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH). Dengan terjadinya
kenaikan angka UHH nyatanya tidak selalu menguntungkan. Dari sisi kesehatan sudah jelas bahwa
meningkatnya angka UHH justru akan memberikan permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit
di usia tua bagi para lansia.
Lansia yang dianggap sebagai extended family tidak jarang terlantar oleh anaknya akibat adanya
tuntutan profesi atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga intinya yang semakin meningkat.
Sehingga mereka tidak jarang menjadi teralienasi, merasa kesepian, dan terlantar dalam rumah (Hermana,
2008). Ketika fenomena ini semakin menguat, maka diperlukan fasilitas yang dapat memberikan kebutuhan
akan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pelayanan budaya, serta psikologis demi menunjang
kesejahteraan lansia ke depannya.

Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan
program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan
dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan
memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau
terapi yang sesuai harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.
Terapi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang untuk meningkatkan kesehatan
bagi lansia. Terapi modalitas adalah suatu kegiatan dalam memberikan askep baik di Institusi pelayanan
maupun di masyarakat yang bermanfaat. Pencapaian tujuan terapi modalitas tergantung pada keadaan
kesehatan klien dan tingkat dukungan yang tersedia (Maryam, dkk 2008). Pencapaian tujuan terapi modalitas
tergantung pada keadaan kesehatan klien dan tingkat dukungan yang tersedia. Terapi ini merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia ( Anastasia, 2010 )
Pemberian terapi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemulihan kesehatan pada lansia.
Pemberian modalitas alamiah ataupun dengan menggunakan peralatan khusus  biasanya hanya mengurangi
keluhan yang bersifat sementara, akan tetapi latihan-latihan yang  bersifat pasif maupun aktif yang bertujuan
untuk mempertahakan kekuatan pada sekelompok otot-otot tertentu. Agar mobilitas tetap terjaga, sebaiknya
dilaksanakan secara  berkesinambungan.

Dari data diatas diperoleh sejumlah permasalahan sebagai berikut :

1. Sistem fasilitas pelayanan yang hanya terbatas bagi lansia yang terdaftar tinggal di panti seharusnya
dapat dikembangkan lagi dengan adanya pelayanan harian atau day care service bagi lansia yang
membutuhkan pelayanan tetapi tetap ingin tinggal di rumah bersama keluarganya, serta menyediakan
jasa home care service bagi lansia yang membutuhkan jasa pelayanan di rumahnya.
2. Kapasitas daya tampung ruang dan tenaga ahli yang tidak memadai
3. Membutuhkan besaran ruang yang cukup memadai

Anda mungkin juga menyukai