Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kesehatan pada kami, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya
sehingga kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperwatan ini dengan judul
“Asuhan Keperatawan Anak Dengan Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)”
Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
Keperawatan Anak. Asuhan Keperawatan ini dapat diselesaikan berkat bantuan
pihak terkait. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang membantu baik secara moral maupun material,
terutama kepada :
Penyusun
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian bayi adalah jumlah bayi yang meninggal sebelum
mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada
tahun yang sama. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat
pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana), serta kondisi
lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti
status kesehatan di wilayah tersebut rendah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah, 2012).
Cakupan angka kematian bayi (AKB) di enam tahun terakhir mengalami
fluktuatif. dari data yang bersumber pada dinas kesehatan kabupaten/kota,
diketahui jumlah kematian bayi di Aceh sebanyak 943 kasus dan lahir hidup
103.931 jiwa. Dengan menggunakan definisi operasional yang telah
ditetapkan untuk kedua indikator tersebut, maka AKB di Aceh tahun 2017
sebesar 9 per 1.000 kelahiran hidup. Pencapaian tahun 2017 dibandingkan
dengan tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Berbagai upaya kesehatan
dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi, diantaranya
pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. hal ini disebabkan AKB
sangat sensitive terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu perbaikan
kondisi perekonomian yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang
meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak
pada daya tahan terhadap infeksi penyakit. (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh,
2017).
Sejak tahun 1961 WHO mengganti istilah prematuritas dengan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR). Hal ini di karenakan tidak semua bayi yang berat
kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Menurut WHO
(World Health Organization, 2010) pravalensi BBLR dari seluruh kelahiran
di dunia dengan batasan 3,3% - 3,8% dan lebih sering terjadi pada Negara -
negara yang sering berkembang atau sosial ekonomi rendah, prevalensi
BBLR tahun 2013 menurut WHO adalah sebesar 10,2% di dunia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui lebih dalam tentang BBLR
1.2.2 Tujuan khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai bayi berat badan
lahir rendah (BBLR) agar pembaca mengetahui dan mampu
mengaplikasikan bagaimana penatalaksanaan maupun rencana asuhan
keperawatan yang dapat diberikan terhadap bayi berat badan lahir
rendah (BBLR)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan
kromosom
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan
zat-zat tertentu (Suryadi dan Yuliani, 2006 )
2.3 Klasifikasi BBLR
Menurut Ribek dkk. (2011), ada 3 klasifikasi dari berat badan lahir rendah,
yakni:
Berat badan lahir rendah sedang yaitu bayi lahir dengan berat badan 1501
sampai 2500 gram.
Berat badan lahir sangat rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang
dari 1500 gram.
Berat badan lahir sangat rendah sekali yaitu bayi lahir dengan berat badan
kurang dari 1000 gram.
Bayi BBLR juga sering dilahirkan secara prematur. Masalah yang umum
ditemui pada bayi seperti ini adalah:
2. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar
perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis
lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator
4. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2yang
diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o 2
yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan
5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang
kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan
terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan
gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai
masker, gunakan gaun/jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh
masuk kekamar bayi dalam keadaan infeksi dan sakit kulit.
6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah
terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan
pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi
yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara
relative memerlukan lebih banyak kalori, dibandingkan dengan bayi
preterm.
1 50- 65
2 100
3 125
4 150
5 160
6 175
2.10 Asuhan
7 200
14 225
21 175
28 150
b. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).
c. Neuroensori
Refleks tergantung pada usia gestasi ; rooting terjadi dengan baik pada
gestasi minggu 32 ; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan, dan
bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32 ; komponen
pertama dari refleks Moro (ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan
membuka tangan) tampak pada gestasi minggu ke 28 ; komponen
keduaa (fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada
gestasi minggu ke 32. Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi
antara minggu 24 dan 37.
d. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodic (40-60x/mt).
Mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi
“ampelas” pada auskultasi, menandakan adaya sindrom distress
pernafasan (RDS).
e. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah
mungkin memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan
atau tembus pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan,
akrosianosis, atau sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas
diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak
kaki mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak. Kuku
mungkin pendek.
f. Seksualitas
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora,
dengan klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae
mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.(IDAI, 2004)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan
di rongga paru
6. RiwayatKeluarga
a. Genogram
Keterangan :
: laki – laki
: perempuan
: bayi Ny. E
: tinggal serumah
b. Riwayat kesehatan keluarga
Ny. E mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada riwayat melahirkan
anak dengan berat badan lahir rendah. Keluarga klien tidak ada
riwayat hipertensi, diabetes, ginjal, jantung.
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : Gerak kurang aktif,menangis kuat, banyak tidur
b. Tanda vital :
N : 122x/menit
RR : 44x/menit
S : 36,4oC
c. Antropometri
BB : 1580 gr
PB : 39,5 cm
LK : 29 cm
LD : 25 cm
Lila (kiri) : 7 cm
d. Reflek
Bayi memiliki reflek moro yang baik, reflek menggenggam baik dan
refleks menghisap lemah
e. Kepala / Leher
Fontanel lunak, tidak cekung dan tidak menonjol, sutura tepat, wajah
simetris.
f. Mata
Terdapat dischart pada mata, sclera tidak ikterik.
g. Mulut
Mulut terlihat kotor dan kering. Tidak terdapat sianosis dan kelainan
labio palato schizis. Terpasang OGT pada mulut bayi untuk
mengetahui residu ASI.
h. THT
1) Telinga
Bentuk telinga simetris, kartilago tampak belum sempurna, tidak
ada cairan abnormal
2) Hidung
Lubang hidung simetris, tidak terdapat pernapasan cuping hidung.
i. Respirasi
Bentuk toraks simetris. Diameter anteroposterior : lateral 1:1. Tidak
terdapat penggunaan otot-otot pernapasan tambahan. Tidak terdapat
retraksi dada.
Respirasi 44 kali per menit teratur. Tangisan keras.
j. Kardiovaskuler
HR 122x/menit, kuat, teratur, posisi kiri atas, tidak terdapat sianosis.
k. Gastrointestinal
Tidak terdapat distensi abdomen, bising usus (+), residu berupa lendir
dan ASI 0,5-2 cc.
l. Ekstremitas
1) Atas : lengkap tidak ada kelainan, akral kadang dingin
dan pucat
2) Bawah : lengkap tidak ada kelainan, akral kadang dingin
dan pucat
m. Umbilikus
Tali pusat bayi berwarna hitam pada bagian ujung, namun berwarna
kuning keputihan pada bagian lainnya. Tali pusat belum lepas. Tidak
tampak tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi.
n. Integumen
Kulit berwarna kemerahan, tidak ikterik. Turgor kulit cukup.
10. Terapi
a. Termoregulasi dengan inkubator suhu 34oC
b. ASI eksklusif melaui OGT
c. IVFD D5% ¼ NS
4.1 Kesimpulan
Penanganan bayi dengan berat badan lahir rendah bergantung pada besara
kecilnya bayi. Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka
semakin besar perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi
serangan sianosis lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam
incubator. Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam
mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal
suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.
Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu
normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi
berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan
0
pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25
C, bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 30 0 C untuk bayi
dengan berat kurang dari 2000 gram. Bayi dengan berat badan lahir rendah,
dirawat didalam incubator. Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui
“jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator,
0
incubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 C, untuk bayi
dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat
dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan pernafasan yang adekuat,
bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi terhadap pernafasan
lebih mudah.
4.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang BBLR baik dari
pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis maupun pencegahan
serta penerapan asuhan keperawatannya. Mahasiswa diharapkan lebih banyak
menggali kembali tentang BBLR. Ilmu yang didapatkan dapat diterapkan
dalam kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arief dan Weni Kristiyanasari. 2016. Neonatus Dan Asuhan Keperawatan Anak.
Yogyakarta:Nuha Offset.
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Bidan Psikologi Ibu dan Anak. Jakarta: EGC
Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan. Maternitas. Jakarta : EGC
Maryunani, A dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit
Pada Neonatus. Trans Info Media : Jakarta.
Maryunani, A. 2013a. Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).Jakarta:Trans Info Media.
Maryunani, Anik I dan Eka Puspita Sari. 2013b. Asuhan Kaperawatan Daruratan
Maternitas & Neonatal. Jakarta: Trans Info Media.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika:Jakarta.
Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC,
Nelson. 2010. Patofisiologi Berat Badan Lahir Rendah.Jakarta: EGC.
Nurbani, Susi dan Sri Yanniarti. 2013. Faktor Resiko Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah. Jurnal Media Kesehatan. Vol 6 Nomor 1 Halaman 80-87.
Pantiawati, Ika.2010. Bayi dengan BBLR (Berat badan Lahir Rendah).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Proverawati, Atikah dan Ismawati Cahyo. 2010. BBLR: Berat Badan Lahir
Rendah. Nuha Medika:Yogyakarta.
Proverawati, A & Sulistyorini, 2010. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
Dilengkapi dengan ASUHAN PADA BBLR dan PIJAT BAYI. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Putra, S R. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika
Rini, Susilo dan Feti Kumala. 2016. Panduan Asuhan Nifas & Evidence Based
Practice. Yogyakarta: Deepublish.
WHO.2014. Global Nutrition Targets 2025 Low Birth Weight Policy Brief.
Geneva: WHO.
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Wong , 2009. Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta: EGC.