Anda di halaman 1dari 8

LIMFOGRAFI MAGNETIC RESONANCE PADA LIMFEDEMA

EKSTRIMITAS INFERIOR

Sudarmanta1, Siti Fatima Azzahra 2

Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


1

Residen Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


2

MAGNETIC RESONANCE LYMPHOGRAPHY IN LOWER

EXTREMITY LYMPHEDEMA

ABSTRACT
Patients with both primary and secondary lymphedema must undergo appropriate examinations to evaluate variations and characteristics
of lymphedema in order to determine optimal clinical management and appropriate definitive treatment. Appropriate minimally-invasive
imaging has an important role in the management of lymphedema, especially lymph-venous microsurgery. The familiarization of appropriate
techniques helps radiologists in recognizing, reporting, and determining the management of lymphedema. The purpose of this article is to
discuss lymphatic anatomy and pathology, Magnetic Resonance Imaging technique, and points to report on in order to assist the management
of lower extremity lymphedema.

Keywords : inferior extremity, lymphedema, magnetic resonance lymphography.

ABSTRAK
Pasien dengan limfedema baik primer maupun sekunder, harus menjalani pemeriksaan yang tepat untuk mengevaluasi variasi dan
karakteristik limfedema, guna menentukan manajemen klinis yang optimal dan penatalaksanaan definitif yang tepat. Pencitraan yang tepat
dan minimal invasif memiliki peranan yang penting dalam penatalaksanaan limfedema terutama pembedahan mikro limfa-vena. Pengenalan
terhadap teknik yang tepat akan menbatu Dokter Spesialis Radiologi dalam mengenali, melaporkan, dan juga membantu menentukan tata
laksana dari limfedema. Tujuan penulisan artikel ini untuk membahas anatomi dan patologi sistem limfatik, teknik pencitraan menggunakan
MRI, serta hal-hal yang perlu dilaporkan dalam membantu tata laksana limfedema pada ekstremitas bawah.

Kata Kunci : ekstremitas inferior, limfedema, limfografi magnetic resonance.

PENDAHULUAN
Sistem limfatik adalah komponen esensial dari sistem sirkulasi tubuh. Sistem ini memiliki banyak fungsi fisiologis yang
penting dan terpengaruh oleh banyak proses penyakit. Sejak pertengahan abad ke-20, terdapat kemajuan dalam pencitraan
dari hampir seluruh sistem pada tubuh manusia. Namun, pencitraan terhadap sistem limfatik tertinggal jauh, salah satu
penyebabnya adalah sulitnya memasukkan media kontras ke dalam duktus limfatik.1 Limfedema adalah kondisi progresif yang
ditandai dengan pembengkakan hebat pada anggota tubuh yang terkena, disebabkan oleh terganggunya aliran limfatik yang

58 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018


Sudarmanta, Siti Fatima Azzahra

diikuti dengan akumulasi cairan limfatik yang berlebihan Limfedema primer maupun sekunder berkembang
pada jaringan interstisial.2,3 Pengobatan konvensional untuk secara bertahap, dari ringan ke berat. Pembagian tahapan
limfedema kronis bertujuan mengurangi gejala, namun limfedema dapat bermacam-macam berdasarkan tingkat
dengan kemajuan teknologi, alat diagnostik dan terapeutik keparahannya.4 Diagram skematis penegakan diagnosis
baru, perspektif ini telah berubah. Tujuan penulisan artikel ini limfedema pada Gambar 1.
adalah untuk menganalisis kinerja MR limfografi untuk menilai
limfedema ekstremitas bawah, mengetahui poin-poin yang Tabel 1. Etiologi limfedema11
perlu dilaporkan dalam perencanaan tata laksana limfedema. Primer Sekunder
Kongenital Trauma
ANATOMI DAN FISIOLOGI LIMFATIK Penyakit Milroy Tumor
Limfedema prekoks Pembedahan
Struktur dan pentingnya sistem limfatik serupa Limfedema tarda Infeksi-infestasi
terhadap sistem sirkulasi darah. Setiap harinya, 2-4 liter
Paska-trombosis vena
cairan terdorong ke interstisial akibat adanya perbedaan
tekanan antara kapiler darah interior dan sekitarnya. Sistem
limfatik yang merupakan jaringan kapiler di mana lokasinya
berdekatan dengan kapiler darah, mendrainase cairan
interstisial tersebut dan mengembalikannya ke aliran darah.4
Cairan interstitial yang disebut getah bening masuk melalui
kapiler limfatik kecil (juga disebut limfatik awal atau terminal)
yang secara bertahap bergabung membentuk pembuluh
berdiameter lebih besar, yaitu pre-collector, collector, trunkus
dan duktus, dengan ukuran berkisar dari 1 mm hingga 2 mm.4,5

Selain mengatur keseimbangan cairan pada jaringan,


limfatik juga berperan sebagai rute transportasi utama untuk
sel imunitas dan makro-molekul besar di interstisial. Sel-sel dan
partikel yang mengalir pada sistem limfatik mengalami aliran
yang lebih lambat dan tekanan yang lebih kecil dibandingkan
dengan aliran di pembuluh darah. Hal ini diakibatkan oleh
tingginya permeabilitas pada limfatik.4 Jaringan limfatik
merupakan jaringan yang asimetris: sisi kanan kepala dan
dada dan lengan kanan mengalir ke vena subklavia kanan,
sedangkan pembuluh limfatik dari seluruh tubuh bertemu di
duktus torasikus, yang bermuara di persimpangan dari vena
jugularis dan kiri subklavia.5

KELAINAN SISTEM LIMFATIK


Sistem limfatik yang mengalami malformasi atau rusak, Gambar 1. Diagram skematis pilihan dalam diagnosis limfedema11.
BIS: bioimpedence spectroscopy; MRI: magnetic resonance imaging;
akan terjadi penumpukan getah bening yang berlebih dan
NIRF: near infra-red fluorescence imaging; PDE: photo dynamic
menyebabkan pembengkakan pada jaringan yang biasanya
eye (PDE; Hamamatsu Photonics K.K., Hamamatsu, Japan); USG:
mempengaruhi anggota tubuh bagian bawah. Limfedema, ultrasonography; CT: computed tomography
juga dikenal sebagai obstruksi limfatik, adalah kondisi retensi
cairan lokal dan pembengkakan jaringan yang disebabkan
oleh sistem limfatik yang terganggu. Ada dua jenis limfedema:
limfedema primer dan limfedema sekunder. Gangguan ini
PREVALENSI DAN ETIOLOGI
mungkin diturunkan (primer) atau disebabkan oleh cedera
Pada tahun 1934, Allen memperkenalkan klasifikasi
pada sistem limfatik (sekunder). Paling sering terlihat setelah
limfedema menjadi primer dan sekunder. Limfedema
diseksi kelenjar getah bening, pembedahan, terapi radiasi atau
sekunder mengikuti obstruksi pada jalur limfatik oleh sebab-
pengobatan kanker ataupun infeksi.4 Beberapa penyebab
sebab seperti pembedahan, terapi radiasi, dan keterlibatan
limfedema terdapat pada Tabel 1.
kelenjar getah bening oleh penyakit ganas dan kondisi lainnya.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018 59


LIMFOGRAFI MAGNETIC RESONANCE PADA LIMFEDEMA EKSTRIMITAS INFERIOR

Meskipun limfedema primer kadang-kadang merupakan


penyakit bawaan, dalam banyak kasus, kondisi ini muncul di
awal kehidupan dengan kecenderungan untuk jenis kelamin
wanita sebagai limfedema prekoks. Onset penyakit yang
terlambat (setelah usia 35), yang dikenal sebagai limfedema
tarda, jarang terjadi. Limfedema primer adalah masalah
medis penting yang terjadi pada 1 dari setiap 10.000 orang
dalam populasi umum. Penelitian sebelumnya menggunakan
limfografi kontras-minyak konvensional telah menunjukkan
limfedema ekstremitas bawah primer berbagai pola kelainan
pembuluh limfatik, yang ditetapkan sebagai berikut: aplasia,
di mana tidak ada saluran getah bening yang terbentuk di
daerah yang diselidiki; hipoplasia, di mana saluran getah
bening lebih kecil atau lebih sedikit jumlahnya dari biasanya;
dan hiperplasia, di mana saluran getah bening pada tungkai
bawah lebih banyak atau lebih besar diameternya dari
biasanya.2,3

Gambar 2. Algoritma tata laksana limfedema menurut gambaran


PRINSIP PENCITRAAN LIMFEDEMA MRL. LVA: lymphaticovenular bypass; VLNT: vascularized lymph node
transfer.11
Secara tradisional, pencitraan limfatik dibagi menjadi
teknik-teknik yang memvisualisasikan limfatik ekstraksi
dan yang menargetkan limfatik pusat, termasuk saluran
toraks dan cisterna chyli. Beberapa teknik untuk pencitraan TEKNIK PENCITRAAN MAGNETIC RESONANCE
limfatik ekstremitas, termasuk limfoskintigrafi intra-dermal LYMPHOGRAPHY
dan kanulasi bedah pembuluh limfatik diikuti dengan injeksi
bahan kontras berbasis minyak, yang merupakan salah satu Persiapan Pasien
cara yang sangat baik dalam visualisasi limfatik ekstremitas.6 .
Namun, limfografi sinar-X adalah prosedur yang agak panjang Tasien berada dalam posisi terlentang dengan kaki
dan invasif yang sangat jarang dilakukan dalam indikasi yang masuk ke alat terlebih dahulu (feet first). Kedua kaki
pilihan khusus.7 Limfoskintigrafi adalah teknik invasif minimal menggunakan ganjalan ramp pillow di bawah lutut agar
yang saat ini dilakukan sebagai teknik skrining biasa dalam ekstremitas bawah berada di posisi paralel terhadap area
kasus diagnosis klinis limfedema. Limfoskintigrafi dapat magnetik utama, dan berada dekat dengan area B0 yang paling
memberikan eksplorasi tidak langsung dari sistem limfatik homogen.2 Pengambilan citra dimulai dari kaki kemudian
dengan cara analisis drainase partikel radio-labeled yang berlanjut ke arah regio inguinal pada tiga atau empat regio
disuntikkan ke jaringan sub-kutan, berbeda dengan injeksi yang terpisah dan diambil secara berturut-turut: (a) regio kaki
langsung lipiodol dalam lumen limfatik selama limfografi = segmen tungkai bawah inferior dan kaki, (b) regio betis =
sinar-X. Pelacak berlabel adalah suspensi nano-koloid yang segmen tungkai bawah superior dan segmen tungkai atas
berlabel technetium-99m. Skintigrafi menggunakan kamera inferior, termasuk lutut, (c) regio paha dan pelvis = segmen
gamma memberikan penilaian terhadap distribusi pelacak tungkai atas medial, tungkai atas proksimal hingga inguinal.
di kaki dan penyerapannya melalui kelenjar getah bening.7 Jari-jari kaki kedua tungkai harus dapat terlihat dari lubang
Magnetic Resonance Lymphography (MRL) merupakan coil dan mudah untuk akses injeksi agen kontras. Pembagian
tehnik MRI yang relatif baru yang dapat membantu dalam regio tungkai tergantung dari tinggi tubuh pasien.2,8
menilai saluran limfatik dengan injeksi melalui sub-kutan
menggunakan media kontras yang umum digunakan. MRI
memberikan kontras unik berkualitas tinggi antara berbagai Pembentukan sistem koordinat
jaringan lunak. Selain itu, ia memberikan kontras yang luar
biasa antara air, lemak, dan jaringan lunak lainnya. Ini adalah Penggunaan Cartesian Coordinate System sebagai
modalitas pencitraan non-invasif tanpa menggunakan sinar-X. sistem rujukan untuk Dokter Spesialis Radiologi maupun
Kontraindikasi MRI adalah pada kasus klaustrofobia berat spesialis bedah, sangat penting dalam pemeriksaan MRL
dan klip intra-serebral feromagnetik.8 Diagram pengobatan untuk dapat melokalisasi struktur pembuluh limfatik maupun
limfedema dapat dilihat pada Gambar 2. vena. Sistem ini dibuat karena kaki adalah zona anatomis
yang tidak memiliki landmark alami, sehingga sistem ini untuk
mempermudah penyampaian informasi antar-disiplin. Dibuat

60 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018


Sudarmanta, Siti Fatima Azzahra

garis memanjang yang menghubungkan spina iliaca superior anterior dan sendi metatarso-phalangeal 1 pada ekstremitas
bawah. Kemudian kita berikan penanda yang dapat digunakan pada pemeriksaan MRI pada permukaan kulit (berbahan dasar
air ataupun minyak di dalam kapsul), di sepanjang garis tersebut, di setiap jarak 10 cm dengan arah kranio-kaudal (Gambar 3).9

Gambar 3. Posisi pasien pada pemeriksaan ekstrimitas bawah.2 Melacak lokasi pembuluh limfe dan vena dalam perencanaan pembedahan
dapat dilakukan dengan menggunakan sistem aksis Cartesian.9 Ditarik garis dari tulang iliaka anterosuperior ke sendi metatarsal-phalangeal
pertama, dengan tanda yang diatur setiap 10 cm. Sistem Cartesian digunakan untuk menemukan titik pada gambar. X : lokasi eksternal atau
internal; Y : kranial atau kaudal; Z : kedalaman.

Teknik Akuisisi Parameter sekuens 3D T1-weighted GRE dengan supresi


lemak yang dikerjakan adalah sebagai berikut : TR/TE: 3.5/1.7
Protokol MRL secara umum, baik yang menggunakan ms, flip angle: 25 derajat, field-of-view: 360 cm x 320 cm,
maupun tidak menggunakan kontras terdiri dari sekuens matrix: 300 x 256, slices: 55-95, ukuran voxel: 1.4 mm x 0.5 mm
T2-weighted untuk mengevaluasi luas dan distribusi dari x 0.5 mm, waktu pengambilan: 3 menit. Beberapa penelitian
limfedema. Dalam pelaksanaan MRL interstisial, dilakukan terdahulu menyebutkan bahwa waktu 20 menit adalah waktu
pengambilan sekuens 3D volumetrik T1-weighted resolusi optimal untuk melakukan observasi sistem limfatik setelah
tinggi isotropik dengan supresi lemak (THRIVE pada mesin pemberian kontras.8 Parameter pengambilan sekuens lainnya
MRI PHILIPS) tanpa pemberian injeksi kontras Gadolinium terdapat di Tabel 2.
(Gd) intra-kutan. Pada MRL dinamik yang menggunakan
kontras, diambil pengambilan sekuens 3D T1-weighted
Gradient Recalled Echo (GRE) dengan supresi lemak pada
menit ke-15, 30, dan 45 menit setelah pemberian kontras,
untuk visualisasi pergerakan kontras yang masuk ke dalam
saluran limfatik.2,8,9 Pada penelitian lain juga dikatakan
sekuens yang dapat digunakan adalah 3D steady-state free
precession (SSFP) supresi lemak (pada mesin MRI GE) yang
dikerjakan dengan panduan elektrokardiogram (EKG) sebagai
trigger pengambilan sekuens. Sekuens ini yang dipilih dengan
tujuan mendapatkan visualisasi yang baik dari kedua sistem
vena dan distribusi limfedema dalam sekuens dan waktu yang
sama.2

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018 61


LIMFOGRAFI MAGNETIC RESONANCE PADA LIMFEDEMA EKSTRIMITAS INFERIOR

Tabel 2. Parameter pencitraan untuk limfografi MR1,5


TR TE TI FA FOV(CM) Matriks Ketebalan/ NEX Bandwidth
overlap (mm) (kHz)

Coronal 3D SSFP balanced 4.0 1.9 90 40 x 40 224 x 192 2/1 0,53 ± 125
Coronal 3D spoiled GRE T1W with 5.0 2.1 17 25 44 x 44 448 x 320 2.8/1.4 1 ± 111.1
SPECtral inversion at lipid balanced

3D T2-weighted turbo spin-echo 2000 680 40 x 40 320 x 224 3.5/1 1 ± 31.2

TR = repetition time; TE = echo time; TI = inversion time; FA = flip angle; FOV = field of view; NEX = number of excitation

Pengambilan 3D T1-weighted GRE dilakukan secara Tiap sekuens 3D SSFP-balanced membutuhkan waktu
berurutan pada setinggi pergelangan kaki-betis, lutut, regio sekitar 3 menit dan tiap sekuens 3D spoiled gradient-recalled
inguinal di menit-menit yang telah ditentukan sebelumnya echo T1-weighted membutuhkan waktu sekitar 3 menit dan
pada kedua ekstremitas inferior. Untuk memperjelas gambaran 50 detik, dengan total waktu pemeriksaan ekstremitas bawah
vena, dapat dilakukan rekonstruksi sekuens 3D sebelum adalah 1 jam dan 15 menit (3 menit dikalikan 3 atau 4 regio
pemberian kontras dalam potongan koronal menggunakan lokasi dan 3 menit 50 detik dikalikan 3 atau 4 regio lokasi;
teknik Maximum Intensity Projection (MIP).8 kemudian dikalikan 4 waktu pengambilan [menit ke-5, ke-20,
dan ke-35]).2
Pengambilan MRL dapat dilakukan dalam tiga
langkah.2 Langkah pertama adalah survei dan kalibrasi yang
wajib dilakukan pada seluruh lokasi yang akan diperiksa, dan
tiga ataupun empat lokasi pada ekstremitas bawah (kaki,
pergelangan kaki, betis, betis-lutut, dan paha-panggul).
Sebelum dilakukan injeksi kontras, diambil terlebih dahulu
sekuens 3D heavy T2-weighted dengan supresi lemak ataupun
SSFP-balanced 3D potongan koronal dengan trigger EKG dan
supresi lemak (SPECtral inversion at lipid [SPECIAL] dengan
mesin MRI GE). Trigger EKG diperoleh dengan peripheral
gating dan waktu delay yang telah diatur berturut-turut pada
fase sistolik untuk mendapatkan venogram tanpa kontras
dan visualisasi yang jelas dari limfedema. Sekuens berikutnya Gambar 4. Lokasi injeksi media kontras.2
yang diambil adalah sekuens 3D spoiled gradient-recalled
echo T1-weighted dengan SPECtral inversion at lipid (FSPGR
dengan SPECIAL) pada seluruh lokasi yang akan diperiksa, Pemberian Media Kontras
guna meningkatkan sensitifitas kontras, lalu menambahkan
sekuens pre-kontras ini ke gambar paska-kontras yang akan Gadopentate dimeglumine (Gd-DPTA) merupakan
dilakukan selanjutnya. media kontras paramagnetik dengan konsentrasi Gadolinium
(Gd) 0.5 mol/L, yang biasa diperdagangkan dengan nama
Langkah kedua adalah pasien dibawa keluar dari dagang Magnevist®. Agen kontras ini tidak dimetabolisme
terowongan MRI dan diinstruksikan untuk tidak bergerak. oleh tubuh, diekskresikan oleh filtrasi pasif glomerulus tanpa
Secara ideal, dua Dokter Spesialis Radiologi menyuntikkan ada perubahan struktur, dan menyebabkan kerusakan jaringan
media kontras secara bersamaan (masing-masing di tiap yang sangat kecil setelah injeksi yang tidak melalui intra-
ekstremitas), menggunakan jarum kecil secara berurutan vena maupun pada kondisi ekstra-vasasi. Maka dari itu, Gd-
ke aspek dorsal celah antar dua jari (Gambar 4). Langkah DPTA merupakan salah satu agen media kontras yang dapat
ketiga adalah pengambilan gambar secara berulang di digunakan dengan aman untuk injeksi intra-kutan.8 Pilihan
lokasi pertama pada menit ke-5, ke-30, dan ke-45 setelah kontras lainnya yang dapat digunakan adalah Gadobenate
injeksi media kontras. Lokasi-lokasi berikutnya diambil secara dimeglumine (Gd-BOPTA)2 dan Gadodiamide.9 Kontras berbasis
berurutan setelah lokasi yang pertama pada waktu yang telah gadolinium pada ruang interstisial ini terkumpul pada sistem
ditetapkan. limfatik dan akan bersirkulasi pada saluran limfatik.9

62 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018


Sudarmanta, Siti Fatima Azzahra

Pada beberapa penelitian, ukuran jarum yang umumnya digunakan adalah yang berukuran kecil seperti 24-28 Gauge
(G). Dipersiapkan campuran kontras sebanyak 5,5 mL dan 0,5 mL mepicavain HCl 1% atau lidocaine 1% yang dibagi menjadi
5 dosis dan diinjeksikan secara intra-kutan ataupun sub-kutan ke aspek dorsal kedua kaki di keempat regio celah antar-jari
(Gambar 5). Volume yang diinjeksikan maksimal 2 mL (umumnya 1 mL) di setiap celah antar-jari.2,8 Mepivacaine HCl 1% ataupun
lidocaine 1% diberikan bersamaan dengan agen kontras untuk mengurangi rasa nyeri pada area suntikan. Sebagian literatur
menyatakan dapat dilakukan pijatan selama 30 detik setelah dilakukan injeksi kontras.8

Gambar 5. Aplikasi pemberian media kontras secara intra-kutan, setelah prosedur aseptik dorsal pedis.9

Analisis Citra MR Lymphography atau tidak menggunakan media kontras. Hal-hal penting
yang perlu dilaporkan tersebut dirangkum dalam Tabel 3.
Data asli citra dari tiap sekuens harus dievaluasi di Beberapa contoh gambar hasil pemeriksaan limfografi MR
workstation secara 3 dimensi untuk dapat membentuk dapat diamati pada Gambar 6 dan Gambar 7.
gambar 3D yang telah diproses dan diputar dalam sudut 360
derajat. Identifikasi dan lokalisasi struktur limfatik dan vaskular
dapat dilakukan dengan beberapa rekonstruksi paska-
proses pengambilan gambar. Tiga tipe yang paling berguna
dalam MRL adalah Multi-Planar Reformation (MPR) untuk
menilai gambaran anatomis dengan lebih baik, rekonstruksi
Maximum Intensity Projection (MIP) dengan ketebalan irisan
5 mm dan 15 mm untuk evaluasi gambaran detail dari
pembuluh limfatik, dan rekonstruksi Volume Rendering (VR)
untuk memberikan gambaran menyeluruh pada ekstremitas
inferior dan sistem limfatik di dalamnya. Pada MPR terutama,
pembuluh limfe akan terlihat seperti tasbih, dengan kaliber
yang berubah-ubah, dan pembuluh vena akan terlihat
memiliki kontur yang linier.9 Tampilan ekstremitas yang
memanjang dari seluruh lokasi dapat dibentuk dengan piranti
lunak untuk mempermudah visualisasi. Seluruh gambar yang
telah diproses harus disimpan dalam Picture Archiving and
Communication System (PACS) guna memberikan akses yang
mudah pada klinisi dalam merencanakan tindakan LVA.2

PELAPORAN MR LYMPHOGRAPHY
Gambar 6. Limfografi MR pada ekstremitas inferior. Tanda-tanda lim-
Terdapat beberapa referensi dari berbagai penelitian
fedema pada tungkai kiri, dengan volume yang asimetris. Perhatikan
dalam pelaporan limfografi MR ini. Setelah mengolah citra pembuluh limfatik dengan ukuran kecil yang berada pada kulit dari
dengan PACS, pelaporan tersebut dapat dibagi berdasarkan ujung kaki. Tampak pembuluh limfatik yang dilatasi pada aspek lat-
cara pengambilannya dalam menggunakan media kontras eral tungkai. 9

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018 63


LIMFOGRAFI MAGNETIC RESONANCE PADA LIMFEDEMA EKSTRIMITAS INFERIOR

Tabel 3. Hal yang perlu dilaporkan oleh Dokter Spesialis Radiologi dalam pemeriksaan limfografi MR2
Pelaporan limfografi MR
Keberadaan, tingkat keparahan (perluasan dan ketebalan), dan lokasi dari limfedema
Jumlah, diameter, arah, kedalaman terhadap kulit dari pembuluh limfatik yang terganggu dan vena di sekitarnya
Ukuran jarak terperinci antara pembuluh limfatik yang diperiksa dan vena yang direncanakan untuk LVA
Pola drainase limfatik
Tipe 1: drainase limfatik buruk, atau penyangatan interstisial, atau dermal backflow
Tipe 2: penyangatan difus parsial, atau penyangatan interstisial dan vaskuler, hanya beberapa pembuluh limfatik yang terlihat pada
area dermal backflow (honeycombing)
Tipe 3: sesuai arah, bila tampak penyangatan limfatik tanpa adanya dermal backflow
Keterlambatan drainase
Skor 0: tak tampak adanya drainase
Skor 1: keterlambatan berat (penyangatan di setinggi pelvis baru tampak > 60 menit paska-pemberian kontras atau tidak mencapai
ketinggian pelvis hingga akhir dari pemeriksaan)
Skor 2: keterlambatan ringan (penyangatan di setinggi pelvis baru tampak > 20 menit paska-pemberian kontras)
Skor 3: aliran lancar (penyangatan pembuluh limfatik didapatkan sejak pengambilan paska-pemberian kontras yang pertama atau
penyangatan di setinggi pelvis sudah tampak < 20 menit paska-pemberian kontras)
Deteksi keberadaan dan menyebutkan lokasi dari limfonodi yang tervisualisasi
Keberadaan dari kontaminasi vena pada gambar yang diambil (ada atau tidak ada) dan gangguannya terhadap diagnosis limfedema dan
keberadaan limfangiektasia (ada atau tidak ada)

Gambar 7. Pengambilan gambaran pemeriksaan limfografi MR dengan potongan koronal paska-pemberian


kontras menit ke-15, ke-30, dan ke-45.9

64 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018


Sudarmanta, Siti Fatima Azzahra

KESIMPULAN application of lymphoscintigraphy in the management of


lymphoedema. Hell J Nucl Med n.d.;13:6–10.
MRL dengan agen kontras Gadolinium adalah teknik 10. Mitsumori LM, McDonald ES, Neligan PC, Maki JH.
invasif minimal dan aman. Pemeriksaan ini memberikan Peripheral Magnetic Resonance Lymphangiography:
informasi morfologis dan fungsional yang baik dalam Techniques and Applications. Tech Vasc Interv Radiol
pemeriksaan tunggal dan merupakan metode terbaik saat ini 2016;19:262–72. doi:10.1053/j.tvir.2016.10.007.
untuk merencanakan perawatan bedah yang optimal untuk 11. Kayiran O, De La Cruz C, Tane K, Soran A. Lymphedema:
pasien yang menderita limfedema. Dalam artikel ini, kami From diagnosis to treatment. Turkish J Surg 2017;33:51–7.
menjelaskan teknik yang paling umum digunakan untuk doi:10.5152/turkjsurg.2017.3870.
melakukan MRL dan panduan praktis untuk mencapai gambar
MRL berkualitas tinggi. Kami percaya bahwa limfografi MR
penting untuk diagnosis positif, diagnosis banding, dan
evaluasi spesifik keparahan limfedema. Pemeriksaan ini
juga dapat digunakan untuk evaluasi tindak lanjut setelah
perawatan. Selain itu, MRL juga memungkinkan klasifikasi
spesifik limfedema dengan kombinasi dari pembuluh limfatik
dan kelainan kelenjar getah bening.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chavhan GB, Amaral JG, Temple M, Itkin M. MR
Lymphangiography in Children: Technique and
Potential Applications. RadioGraphics 2017;37:1775–90.
doi:10.1148/rg.2017170014.
2. Lu Q, Delproposto Z, Hu A, Tran C, Liu N, Li Y, et al. MR
Lymphography of Lymphatic Vessels in Lower Extremity
with Gynecologic Oncology-Related Lymphedema. PLoS
One 2012;7:e50319. doi:10.1371/journal.pone.0050319.
3. Arrivé L, Derhy S, El Mouhadi S, Monnier-Cholley L,
Menu Y, Becker C. Noncontrast Magnetic Resonance
Lymphography. J Reconstr Microsurg 2015;32:080–6.
doi:10.1055/s-0035-1549133.
4. Krishnamurthy R, Hernandez A, Kavuk S, Annam A,
Pimpalwar S. Imaging the Central Conducting Lymphatics:
Initial Experience with Dynamic MR Lymphangiography.
Radiology 2015;274:871–8. doi:10.1148/radiol.14131399.
5. Kalawat T, Chittoria R, Reddy P, Suneetha B, Narayan
R, Ravi P. Role of lymphoscintigraphy in diagnosis and
management of patients with leg swelling of unclear
etiology. Indian J Nucl Med 2012;27:226. doi:10.4103/0972-
3919.115392.
6. Guermazi A, Brice P, Hennequin C, Sarfati E. Lymphography:
An Old Technique Retains Its Usefulness. RadioGraphics
2003;23:1541–58. doi:10.1148/rg.236035704.
7. Mitsumori LM, McDonald ES, Wilson GJ, Neligan PC,
Minoshima S, Maki JH. Mr lymphangiography: How i do
it. J Magn Reson Imaging 2015;42:1465–77. doi:10.1002/
jmri.24887.
8. Arrivé L, Derhy S, Dahan B, El Mouhadi S, Monnier-Cholley
L, Menu Y, et al. Primary lower limb lymphoedema:
classification with non-contrast MR lymphography. Eur
Radiol 2018;28:291–300. doi:10.1007/s00330-017-4948-z.
9. Sadeghi R, Kazemzadeh G, Keshtgar M. Diagnostic

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 2, Januari 2018 65

Anda mungkin juga menyukai