1. Sabar
Sikap pertama sebagai seorang muslim ketika menghadapi musibah atau hal-hal yang tidak
disukainya adalah bersabar. Sabar bukan berarti menyerah dan berdiam diri tanpa ikhtiar. Sabar
dalam menghadapi musibah adalah meneguhkan diri untuk tidak menyalahkan takdir Allah dan
bertahan dalam mentaati-Nya serta menahan diri dari bermaksiat kepada-Nya.
Maka ketika menghadapi musibah, termasuk banjir, seorang muslim yang sabar tidak akan
marah kepada Allah. Tidak adakan menyalahkan Allah. Kalimat pertama yang ia ucapkan adalah
istirja’ yang berangkat dari kesadaran iman.
..Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”
(sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya kami kembali). (QS. Al Baqarah: 156)
Kesadaran bahwa semua milik Allah dan semua akan kembali kepada-Nya membuat kita lebih
ringan saat menghadapi musibah. Sebab kita menyadari semua adalah milik-Nya. Kita pun
menjadi tak terlalu kecewa dan depresi menghadapi musibah seperti ini.
Dan yang lebih menggembirakan, orang-orang yang bersabar dengan mengucapkan kalimat
istirja’ ini, Allah akan memberinya keberkahan, rahmat dan petunjuk. Sebagaimana Allah
sebutkan dalam ayat selanjutnya. Yakni Surat Al Baqarah ayat 157.
Bahkan hadits shahih dijelaskan, orang yang bersabar dan mengucapkan istirja’ saat menghadapi
musibah, ia akan mendapat pahala dan ganti yang lebih baik.
Tidaklah seorang muslim mengalami musibah, lalu dia mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa
ilaihi raaji’uun’ (dan berdoa) ‘ya Allah berikanlah pahala untuk musibahku, dan gantikan
untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya’. Melainkan Allah akan memberikan pahala
dalam musibahnya dan memberinya ganti dengan yang lebih baik. (HR. Muslim)
Bahkan kalaupun kita juga terkena musibah, namun saudara kita lebih membutuhkan, Islam
mengajarkan untuk membantunya. Semampu kita. Meskipun hanya dengan ucapan yang baik
dan untaian doa. Tentu lebih baik lagi jika mampu membantu evakuasi, membantu konsumsi dan
bantuan-bantuan lain yang diperlukannya.
Pertolongan ini bukan hanya dibatasi untuk saudara seiman. Saudara sebangsa dan sesama
manusia pun perlu ditolong. Dan menolong orang yang membutuhkan seperti inilah yang akan
mendatangkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga musibah bisa berubah menjadi
berkah.
“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR.
Muslim)
Sebagai ujian, kita kuatkan kesabaran. Namun yang tak kalah penting, dengan berbagai fakta
lapangan kita perlu introspeksi bahwa ada peringatan dalam musibah banjir ini.
Sering kali bencana terjadi karena kerusakan yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Termasuk banjir juga demikian.
Kerusakan ini ada dua macam. Pertama, kerusakan lingkungan yang mengakibatkan terjadinya
bencana. Dan ini merupakan bagian dari sunnatullah. Ketika hutan digunduli, air yang
melaluinya langsung lewat tanpa terserap sehingga mudah terjadi banjir dan tanah longsor.
Ketika sampah dibuang sembarangan termasuk ke sungai, ia akan menutup saluran air dan
menjadi salah satu faktor banjir. Ketika gedung-gedung dibangun tanpa memperhatikan
keseimbangan alam dan aliran air, juga menjadi salah satu faktor banjir.
Kedua, kerusakan jiwa manusia. Yakni dengan semakin banyaknya dosa dan kemaksiatan, Allah
pun menegur manusia untuk kembali kepada-Nya. Kerusakan semacam ini sangat dikhawatirkan
para sahabat sehingga ketika terjadi gempa di Madinah, Khalifah Umar bin Khattab meminta
seluruh penduduknya untuk bertaubat.
Dengan adanya musibah seperti itu kita bisa berupaya ikut dalam membantu meringankan
terjadinya musibah yang serupa, beberapa diantaranya kita bisa membuang sampah pada
tempatnya. Kita bisa menanam kembali hutan dan pepohonan. Namun kita tak bisa
mengendalikan curah hujan. Di sinilah pentingnya taubat nasuha serta menjauhi segala
kemaksiatan dan dosa.
أَقُوْ ُل قَوْ ِل هَ َذا َوا ْستَ ْغفِرُوْ هَّللا َ ْال َع ِظي ِْم إِنَّهُ هُ َو ْال َغفُو ُر ال َّر ِحي ُم