Anda di halaman 1dari 181

TUGAS AKHIR (606404A)

MODIFIKASI KONSTRUKSI PROVISION CRANE


KAPASITAS 0.5 T x 5 M PADA LANDING SHIP TANK
AT-4 DI PT PINDAD (PERSERO)

Ulya Ganeswara Alamy


NRP. 0615040006

DOSEN PEMBIMBING:
Ir. HARIYANTO SOEROSO, MT.
Dr. Eng. I PUTU SINDHU A., ST., MT.

PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019

i
Halaman ini sengaja dikosongkan

ii
SAMPUL

TUGAS AKHIR (606404A)

MODIFIKASI KONSTRUKSI PROVISION CRANE


KAPASITAS 0.5 T x 5 M PADA LANDING SHIP TANK
AT-4 DI PT PINDAD (PERSERO)

Ulya Ganeswara Alamy


NRP. 0615040006

DOSEN PEMBIMBING:
Ir. HARIYANTO SOEROSO, MT.
Dr. Eng. I PUTU SINDHU A., ST., MT.

PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
i
Halaman ini sengaja dikosongkan

ii
LEMBAR PENGESAHAN

iii
Halaman ini sengaja dikosongkan

iv
No. : F.WDI. 021
Date : 3 Nopember 2015
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Rev. : 01
Page : 1 dari 1

v
Halaman ini sengaja dikosongkan

vi
KATA PENGANTAR

Segaja puji dan syukur selayaknya dinaikkan hanya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas kasih karunia, atas pertolongan, atas kekuatan dan hikmat
yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas
Akhir dengan judul “MODIFIKASI KONSTRUKSI PROVISION CRANE
KAPASITAS 0.5 T x 5 M PADA LANDING SHIP TANK AT-4 DI PT
PINDAD (PERSERO)”.
Penulis mengalami banyak kesulitan dan tantangan yang menyebabkan
timbulnya hambatan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Akan tetapi banyak
pula pihak yang telah mendukung dan membantu serta memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis dalam menghadapi setiap kesulitan untuk
menyelesaikan penulisan tugas akhir. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA selaku Direktur Politeknik
Perkapalan NegeriSurabaya.
2. Bapak George Endri K., ST, M.Sc. Eng selaku Ketua Jurusan Teknik
PermesinanKapal
3. Ibu Anda Iviana Juniani, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Desain danManufaktur.
4. Bapak Ir. Hariyanto Soeroso, MT. selaku Dosen Pembimbing 1 yang
berkenan memberikan bimbingan, saran, dan pengetahuanbaru.
5. Bapak Dr. Eng. I Putu Sindhu Asmara, ST., MT.selaku Dosen
Pembimbing 2 yang berkenan memberikan bimbingan, saran, dan
pengetahuanbaru.
6. Seluruh Dosen dan Staff Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang
memberikan bantuan dalam penyusunan TugasAkhir.
7. Orang tua penulis khususnya Tante atau adik dari Ibu, Tante Agus
Rudiningrum yang telah merawat penulis sejak kecil dan senantiasa
menjadi tempat berkelu kesah dan berbagi cerita, kedua kakak penulis

vii
Alam Guntur Nugroho dan Alam Gentur Kharisma yang senantiasa
memberi doa dan motivasi, dan tak lupa almarhumah Ibu penulis Esti
Rudiana yang sangat saya cintai, kakak sepupu sekeluarga Septalia
Pridosari, Zain Indrayadi, Annisa Putri Ningrum Wardani, dan Adinda
Dewi Maharani yang benar-benar memberikan dukungan penuh, doa,
dan semangat, serta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan
dukungan, perhatian, nasihat, saran, serta mencukupi semua
kebutuhanpenulis.
8. Pihak PT Pindad (Persero) yang telah memberikan kesempatan penulis
untuk belajar dan berbagi pengalaman lebih banyak selama On The Job
Training serta memberikan informasi, data, dan bantuan penyusunan
TugasAkhir. Khususnya kepada Bapak Suharyono selaku pembimbing
utama, Bapak Mamay Supriatna, Bapak Agus Supriyatna, Bapak
Suwarto, Bapak Adit, Bapak Puja, Bapak Toto, Bapak Tirto, Bapak
Iman, Bapak Zulfikar, dan seluruh pihak Divisi Alat Berat yang selalu
memberikan motivasi dan ilmunya setiap saat selama On The Job
Training.
9. Sahabat terbaik penulis sejak kecil Destriana Amalia Rohma dan
Lintang Persadaningrum yang senantiasa memberikan doa, perhatian,
motivasi, dukungan, masukan, dan selalu bersedia menjadi pendengar
yang baik.
10. Kawan-kawan yang selalu berkeluh kesah bersama penulis selama 4
tahun ini Kinawih Ainul Kamalia, Dwi Nur Indah Sari, Hendrayanto
Wahyu Nugroho, Brilian Wikan Jatmika, Moh. Syafikri, dan Rizky
Saputra.
11. Arek-arek SPARTA DM 2015 A yang selalu menghibur dan
memberikan segala perhatian selama 4 tahun ini.
12. Seluruh teman-teman TDM angkatan 2015 yang berjuang bersama
selama 4tahun.
13. Kakak-kakak tingkat alumni TDM yang telah memberikan arahan, ilmu,
dan bimbingan bagi penulis.
14. Seluruh Keluarga Mahasiswa TDM terlebih adik-adik tingkat angkatan
viii
2016, 2017, dan 2018 yang selalu memberikan dorongan dan semangat.
15. Seluruh pihak yang memberikan bantuan dalam mengerjakan Tugas
Akhir yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas seluruh bantuan yang telah
diberikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi terciptanya penulisan tugas akhir yang lebih baik.
Besar harapan dari penulis agar tugas akhir ini dapat memberikan manfaat
bagi setiap orang yang membaca. Selain itu juga dapat memebrikan referensi
untuk penelitian selanjutnya. Apabila terdapat kesalahan yang penulis buat,
penulis memohon maaf dengan setulus hati.

Surabaya, 8 Agustus 2019

Ulya Ganeswara Alamy

ix
Halaman ini sengaja dikosongkan

x
MODIFIKASI KONSTRUKSI PROVISION CRANE
KAPASITAS 0.5 T x 5 M PADA LANDING SHIP TANK AT-4 DI
PT PINDAD (PERSERO)
Ulya Ganeswara Alamy

ABSTRAK
Provision Crane adalah jenis pesawat angkat pada Landing Ship Tank milik
TNI-AL sebagai alat bantu logistik kapal. Berdasarkan data engineering di PT
Pindad (Persero) diketahui bahwa massa dari crane ini 1,4 ton. Seharusnya massa
dari crane tersebut dapat diperkecil lagi supaya lebih mudah perakitan dan
pelatakan pada kapal, pun demikian dewasa ini produk yang terbuat dari baja
mengedepankan konstruksi yang kuat namun ringan. Tentunya hal ini harus
diaplikasikan untuk alat berat seperti Provision Crane supaya mobilitas crane ini
lebih mudah. Metode yang digunakan untuk penelitan ini adalah Perancangan
Reverse Engineering, Finite Element Analysis, dan Analytic Hierarchy Process.
Data yang diolah berdasarkan observasi selama On The Job Training di PT
Pindad (Persero). Penelitian ini menghasilkan alternatif konsep desain yang
optimal berdasarkan pemilihan keputusan dengan metode Analytic Hierarchy
Process. Konsep yang terpilih adalah Konsep 2 dengan σa 237 Mpa dan σ yang
disimulasikan 110.96 Mpa, massa sebesar 367.5 kg dengan pengurangan 25% dari
konsep 1 atau pembanding, harga produksi tiap buahnya Rp 206.078.504,38
dengan pengurangan 60% dari konsep 1 atau pembanding, dan diperoleh hasil
pembobotan dari proses AHP sebesar 0.88 dengan Consistency Ratio (CR) 0.

Kata kunci : Modifikasi, Reverse Engineering, Perancangan, Provision Crane,


Finite Element Analysis, Analytic Hierarchy Process.

xi
Halaman ini sengaja dikosongkan

xii
MODIFICATION OF PROVISION CRANE CONSTRUCTION
CAPACITY 0.5 T x 5 M ON LANDING SHIP TANK AT-4 AT PT
PINDAD (PERSERO)
Ulya Ganeswara Alamy

ABSTRACT
Provision Crane is a type of heavy equipment on the Landing Ship Tank
owned by the Navy as a logistics distributor for ships. Based on engineering data
at PT Pindad (Persero) it is known that the mass of the crane is 1.4 tons. The
mass of the crane should be reduced so that it is easier to assemble and place it
on the ship, This adult products made of steel puts a strong but lightweight
construction. Of course this should be applied to heavy equipment such as
Provision Crane so that the mobility of this crane is easier. The method used for
this research is Reverse Engineering Design, Finite Element Analysis, and
Analytic Hierarchy Process. The processed data is based on observations during
On The Job Training at PT Pindad (Persero). The results of this study are
alternative optimal design concepts based on decision selection with the Analytic
Hierarchy Process method. The chosen concept is Concept 2 with σa 237 Mpa
and σ simulated 110.96 Mpa, mass of 367.5 kg with a 25% reduction from
concept 1 or comparison, the production price of each unit is Rp 206,078,504.38
with a reduction of 60% from concept 1 or comparison , and the results obtained
from the AHP weighting of 0.88 with a Consistency Ratio (CR) 0.

Keywords: Modification, Reverse Engineering, Design, Provision Crane, Finite


Element Analysis, Analytic Hierarchy Process.

xiii
Halaman ini sengaja dikosongkan

xiv
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
ABSTRACT ......................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxvii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Tugas Akhir ............................................................................ 4
1.5 Batasan Masalah ................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7
2.1 Penelitian Sebelumnya .......................................................................... 7
2.2 Definisi Crane dan Tipe-tipe Crane Berdasarkan Penerapannya ......... 9
2.2.1 Industrial Crane ............................................................................ 9
2.2.2 Marine Crane .............................................................................. 11
2.3 Kapal LST Jenis AT-4 KRI Teluk Lada ............................................. 13
2.3.1 Perancangan StrukturProvision Crane............................................ 14
2.3.2 Boom ............................................................................................ 14
2.3.2.1 Fungsi dan Tipe Boom ............................................................. 15
2.3.2.1.1 Tergantung Cara Kerja ....................................................... 15
2.3.2.1.2 Tergantung Konstruksi ....................................................... 16
2.3.2.1.3 Tergantung Material Konstruksi ........................................ 16

xv
2.3.3 Hook ............................................................................................. 16
2.3.3.1 Kait Tunggal (Single Hook) ..................................................... 16
2.3.3.2 Kait Ganda (Double Hook) ...................................................... 17
2.3.4 Wire Rope .................................................................................... 17
2.3.5 Sistem Drum ................................................................................ 20
2.3.5.1 Mekanisme Pengangkat Manual .............................................. 21
2.3.5.2 Mekanisme Pengangkat Elektrik .............................................. 22
2.3.6 Sistem Puli ................................................................................... 23
2.3.6.1 Jenis Puli .................................................................................. 24
2.3.6.1.1 Puli Tetap ............................................................................ 24
2.3.6.1.2 Puli Bergerak ...................................................................... 25
2.3.6.1.3 Puli Gabungan .................................................................... 26
2.3.7 Motor System ............................................................................... 28
2.4 Analisa Struktur Provision Crane ....................................................... 29
2.4.1 Pemilihan Material dan Sifat-sifat Material ............................... 29
2.4.1.1 Sifat-sifat Material.................................................................... 31
2.4.2 Pembebanan ................................................................................. 32
2.4.3 Analisa Tegangan ........................................................................ 34
2.4.3.1 Tegangan Normal ..................................................................... 34
2.4.3.2 Tegangan Geser ........................................................................ 35
2.4.3.3 Tegangan Bengkok ................................................................... 35
2.4.3.4 Tegangan Puntir ....................................................................... 35
2.4.3.5 Tegangan Ijin............................................................................ 36
2.4.4 Regangan ..................................................................................... 36
2.4.5 Hukum Hooke .............................................................................. 37
2.4.6 Titik Berat dan Momen Inersia .................................................... 39
2.4.7 Defleksi ........................................................................................ 40
2.4.7.1 Defleksi Maksimum ................................................................. 41
2.4.8 Tumpuan ...................................................................................... 42
2.4.9 Pemilihan Konstruksi Baja dan Faktor Keamanan ...................... 42
2.5 Analisa Struktur dengan Finite Element Method (FEM) .................... 44

xvi
2.5.1 Analisa Struktur dengan Finite Element AnalysisdibantuSoftware
ANSYS ..................................................................................................... 45
2.6 Cost Production (Biaya Produksi) ...................................................... 47
2.6.1 Akuntansi Biaya .......................................................................... 47
2.6.2 Konsep Biaya dan Penggolongannya .......................................... 49
2.6.3 Harga Pokok Produksi ................................................................. 53
2.7 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ....................................... 60
2.7.1 Hirarki ......................................................................................... 61
2.7.2 Pemikiran Logis dan Pemikiran Emosional ................................ 61
2.7.3 Karakteristik Umum Metode AHP .............................................. 61
2.7.4 Prinsip Dasar Metode AHP ......................................................... 62
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 69
3.1 Metode Penelitian ............................................................................... 69
3.2 Diagram Alir Perencanaan .................................................................. 69
3.3 Tahapan Metode Penelitian ................................................................ 71
3.3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah ........................................... 71
3.3.2 Studi Lapangan dan Pengumpulan Data ..................................... 71
3.3.3 Identifikasi Kebutuhan ................................................................ 72
3.3.4 Menetapkan Spesifikasi Perancangan ......................................... 72
3.3.5 Menghasilkan Konsep Produk..................................................... 73
3.3.6 Proses Simulasi Kekuatan Struktur dan Input Data dengan
Software ..................................................................................................... 74
3.3.7 Kontrol Desain ............................................................................ 74
3.3.8 Pemilihan Konsep Perancangan dengan Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) .......................................................................... 74
3.3.9 Detail Drawing ............................................................................ 74
3.3.10 Penarikan Kesimpulan dan Saran ................................................ 75
3.4 Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian ............................................. 75
3.5 Tempat Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 75
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 77
4.1 Perancangan dan Analisa Konsep Alternatif Desain Provision Crane77
4.1.1 Perancangan dan Perhitungan Konsep 1 ..................................... 81

xvii
4.1.1.1 Rancangan Alternatif Desain Konsep 1 ................................... 91
4.1.1.2 Massa BoomProvision Crane ................................................... 91
4.1.1.3 Simulasi Kekuatan Struktur dengan ANSYS 16.0 ................... 92
4.1.1.4 Perhitungan Cost Production BoomProvision Crane ............... 95
4.1.2 Perancangan dan Perhitungan Konsep 2 ...................................... 98
4.1.2.1 Rancangan Alternatif Desain Konsep 2 ................................. 103
4.1.2.2 Massa Boom Provision Crane ................................................ 104
4.1.2.3 Simulasi Kekuatan Struktur dengan ANSYS 16.0 ................. 104
4.1.2.4 Perhitungan Cost Production BoomProvision Crane ............. 107
4.1.3 Perancangan dan Perhitungan Konsep 3 .................................... 111
4.1.3.1 Rancangan Alternatif Desain Konsep 3 ................................. 115
4.1.3.2 Massa BoomProvision Crane ................................................. 116
4.1.3.3 Simulasi Kekuatan Struktur dengan ANSYS 16.0 ................. 116
4.1.3.4 Perhitungan Cost Production Boom Provision Crane ............ 120
4.2 Perencanaan Komponen Pendukung Provision Crane ..................... 123
4.2.1 Perencanaan Hook...................................................................... 124
4.2.2 Perencanaan Wire Rope ............................................................. 124
4.2.2.1 Perencanaan Beban Pengangkatan ......................................... 124
4.2.2.2 Pemilihan Tali ........................................................................ 125
4.2.3 Perencanaan Puli ........................................................................ 127
4.2.4 Perencanaan Drum ..................................................................... 128
4.2.5 Perencanaan Daya Motor ........................................................... 129
4.3 Pemilihan Konsep dengan Metode Analytic Hierarchy Proccess
(AHP) ........................................................................................................... 130
4.3.1 Proses Pemilihan Konsep........................................................... 131
4.3.2 Konsep Terpilih ......................................................................... 141
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 143
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 143
5.2 Saran .................................................................................................. 145
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 147

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu .............................................................. ....7


Tabel 2.2.Material Properties of SM400A ........................................................ ..29
Tabel 2.3.Material Properties of ST 52 ............................................................. ..30
Tabel 2.4. Material Properties of A36 ............................................................... ..30
Tabel 2.5. Nilai Modulus Elastisitas Beberapa Jenis Material........................... ..39
Tabel 2.6. Jenis-jenis Tumpuan ......................................................................... ..42
Tabel 2.7. Skala Pairwise Comparison .............................................................. ..65
Tabel 2.8. Interpretasi Perbandingan Berpasangan pada AHP .......................... ..66
Tabel 2.9. Random Index ................................................................................... ..68
Tabel 3.1. Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian ........................................... ..75
Tabel 4.1. 2Material Properties of SM400A ..................................................... ..81
Tabel 4.2. Tabel Spesifikasi Dimensi Profil Hollow Square ............................. ..82
Tabel 4.3.Tabel Biaya Bahan Baku Konsep 1 ................................................... ..95
Tabel 4.4.Tabel Biaya Tenaga Kerja Langsung Konsep 1................................. ..97
Tabel 4.5. Tabel Biaya Overhead Konsep 1 ...................................................... ..98
Tabel 4.6.Total Biaya Produksi Konsep 1 ......................................................... ..98
Tabel 4.7.Material Properties of ST 52 ............................................................. ..99
Tabel 4.8. Tabel Spesifikasi DimensiProfil Wide Flange Beam ........................ 100
Tabel 4.9. Tabel Biaya Bahan Baku Konsep 2 .................................................. 108
Tabel 4.10. Tabel Biaya Tenaga Kerja Langsung Konsep 2 ............................. 109
Tabel 4.11. Tabel Biaya Overhead Konsep 2 .................................................... 110
Tabel 4.12. Total Biaya Produksi Konsep 2 ...................................................... 111
Tabel 4.13. Material Properties of A36 ............................................................. 111
Tabel 4.14. Tabel Spesifikasi DimensiProfil Wide Flange Beam ...................... 112
Tabel 4.15. Tabel Biaya Bahan Baku Konsep 3 ................................................ 120
Tabel 4.16. Tabel Biaya Tenaga Kerja Langsung Konsep 3 ............................. 122
Tabel 4.17. Tabel Biaya Overhead Konsep 3 .................................................... 122
Tabel 4.18. Total Biaya Produksi Konsep 3 ...................................................... 123

xix
Tabel 4.19. Tabel Dimensi Hook Grade 100 ..................................................... 124
Tabel 4.20. Tabel Hubungan Jumlah Lengkun dengan Diameter Puli ............... 125
Tabel 4.21. Skala Pairwise Comparison ............................................................ 132
Tabel 4.22. Interpretasi Perbandingan Berpasangan pada AHP ......................... 133
Tabel 4.23. Matrik Perbandingan ....................................................................... 134
Tabel 4.24. Matrik Perbandingan ....................................................................... 134
Tabel 4.25. Matrik Kuadrat Perbandingan ......................................................... 135
Tabel 4.26. Eigen Vector .................................................................................... 135
Tabel 4.27. Tabel Bobot dan Kriteria ................................................................. 136
Tabel 4.28. Tabel Eigen Vector untuk Memilih Alternatif ................................ 136
Tabel 4.29. Tabel Hasil Eigen Vector untuk Memilih Alternatif ....................... 137
Tabel 4.30. Tabel Bobot dari Alternatif ............................................................. 137
Tabel 4.31. Random Index .................................................................................. 138
Tabel 4.32. Tabel Mencari Nilai Eigen .............................................................. 139
Tabel 4.33. Tabel Pembuktian Konsistensi ........................................................ 140
Tabel 5.1. Tabel Konsep Terpilih ...................................................................... 145

xx
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.Hollow Structural Beam ................................................................. 2


Gambar 1.2.Wide I Beam ................................................................................... 2
Gambar 2.1.Gantry Crane.................................................................................. 10
Gambar 2.2.Overhead Crane ............................................................................. 10
Gambar 2.3.Tower Crane ................................................................................... 11
Gambar 2.4.Provision Crane ............................................................................. 12
Gambar 2.5.Telescopic Crane ............................................................................ 13
Gambar 2.6. Dewi-dewi (Davits) ....................................................................... 13
Gambar 2.7. Kapal LST Jenis AT-4 KRI Teluk Lada Milik TNI-AL ............... 14
Gambar 2.8.Boom............................................................................................... 15
Gambar 2.9.Single Hook .................................................................................... 17
Gambar 2.10.Double Hook ................................................................................ 17
Gambar 2.11.Steel Wire Rope 6x37+A0............................................................. 18
Gambar 2.12. Mekanisme Pengangkat Manual ................................................. 22
Gambar 2.13. Mekanisme Pengangkat Elektrik ................................................. 22
Gambar 2.14. Sistem Puli dengan Menggunakan Sabuk ................................... 23
Gambar 2.15. Sistem Puli Sederhana Menggunakan Tali atau Kabel ............... 24
Gambar 2.16. Puli Bergerak ............................................................................... 26
Gambar 2.17. Puli Gabungan ............................................................................. 27
Gambar 2.18. Beban Terpusat ............................................................................ 33
Gambar 2.19. Beban Terdistribusi Merata ......................................................... 33
Gambar 2.20. Tegangan Bengkok ...................................................................... 35
Gambar 2.21. Tegangan Puntir .......................................................................... 36
Gambar 2.22. Regangan pada Sebuah Batang ................................................... 37
Gambar 2.23. Grafik Strain-Stress untuk Material Mild Steel ........................... 38
Gambar 2.24. Balok Sebelum Mengalami Deformasi dan Sesudah .................. 41
Gambar 2.25. Diagram Metode AHP ................................................................. 64
Gambar 3.1.Diagram Alir Metode Penelitian .................................................... 69

xxi
Gambar 3.2.Detail Drawing Boom Part pada Provision Crane ........................ 72
Gambar 3.3.Isometric ViewRancangan Awal Provision Crane ......................... 73
Gambar 3.4.Side View Rancangan Awal Provision Crane ................................ 73
Gambar 3.5.Top View Rancangan Awal Provision Crane ................................. 73
Gambar 4.1.Reaksi Perletakan Boom pada Provision Crane ............................. 80
Gambar 4.2.Bentuk Penampang Profil Hollow .................................................. 81
Gambar 4.3.Perencanaan Rib 1........................................................................... 83
Gambar 4.4.Perencanaan Rib 2........................................................................... 84
Gambar 4.5.Perencanaan Rib 3........................................................................... 84
Gambar 4.6.Perencanaan Rib 4........................................................................... 85
Gambar 4.7.Perencanaan Rib 5........................................................................... 85
Gambar 4.8.Perencanaan Rib 6........................................................................... 86
Gambar 4.9.Perencanaan Rib 7........................................................................... 86
Gambar 4.10.Perencanaan Rib 8......................................................................... 87
Gambar 4.11. Perencanaan Rib 9........................................................................ 87
Gambar 4.12.Perencanaan Rib 10....................................................................... 88
Gambar 4.13.Rancangan Konsep 1 .................................................................... 91
Gambar 4.14.Fixed Support Konsep 1 ............................................................... 92
Gambar 4.15.Perencanaan Force Sebesar 5000 N Konsep 1 ............................. 93
Gambar 4.16.Meshing pada Boom Provision Crane Konsep 1 .......................... 93
Gambar 4.17.Hasil Simulasi Kekuatan Struktur Konsep 1 ................................ 94
Gambar 4.18.Bentuk Penampang Profil Wide Flange Beam ............................. 100
Gambar 4.19.Rancangan Konsep 2 .................................................................... 104
Gambar 4.20.Fixed Support Konsep 2 ............................................................... 105
Gambar 4.21.Perencanaan Force Sebesar 5000 N Konsep 2 ............................. 105
Gambar 4.22.Meshing pada Boom Provision Crane Konsep 2 .......................... 106
Gambar 4.23.Hasil Simulasi Kekuatan Struktur Konsep 2 ................................ 106
Gambar 4.24.Bentuk Penampang Profil Wide Flange Beam ............................. 112
Gambar 4.25.Rancangan Konsep 3 .................................................................... 116
Gambar 4.26.Fixed Support Konsep 3 ............................................................... 117
Gambar 4.27.Perencanaan Force Sebesar 5000 N Konsep 3 ............................. 117
Gambar 4.28.Meshing pada Boom Provision Crane Konsep 3 .......................... 118

xxii
Gambar 4.29.Hasil Simulasi Kekuatan Struktur Konsep 3 ................................ 119
Gambar 4.30.Free Body Diagram Provision Crane .......................................... 123
Gambar 4.31.Sistem Puli Provision Crane ........................................................ 125
Gambar 4.32.Safety Factor untuk Wire Rope .................................................... 126
Gambar 4.33.Diagram AHP ............................................................................... 132

xxiii
Halaman ini sengaja dikosongkan

xxvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Detail Drawing Boom Provision Crane PT Pindad (Persero)


Lampiran 2. Detail Drawing Alternatif Konsep Desain 2 Provision Crane
Lampiran 3. Detail Drawing Upper Body
Lampiran 4. Detail Drawing Lower Body
Lampiran 5. Detail Drawing Konsep Hook dan Pulley Holder
Lampiran 6. Detail Drawing Rope Guide
Lampiran 7. Katalog Hook H-LIFT Grade 100
Lampiran 8. Katalog Drum HAACON
Lampiran 9. Katalog Puli Bridon Cookes
Lampiran 10. Katalog Motor MONARCH GX range 80-400 L

xxvii
Halaman ini sengaja dikosongkan

xxviii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri manufaktur saat ini kian berkembang inovasinya serta jenisnya.
Salah satu indsutri manufaktur pertahanan yang hanya satu-satunya di
Indonesia adalah PT Pindad (Persero). Perusahaan ini merupakan milik
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah berjalan selama lebih dari
dua dekade, tentunya banyak sekali produk-produk pertahanan militer
Indonesia yang telah diproduksi. Saat ini PT Pindad (Persero) tidak hanya
memproduksi alat pertahanan militer namun sektor-sektor penunjang lainnya
pun juga ada, seperti sektor maritim, pertanian, maupun transportasi untuk
instansi pemerintah, swasta ataupun masyarakat luas. Produk-produk maritim
buatan PT Pindad (Persero) banyak jenisnya, sebagian besar adalah alat berat
kapal (deck machinery). Salah satunya adalah Provision Crane. Seperti
namanya fungsi alat ini adalah sebagai alat angkat barang di kapal.
Pengaplikasiannya pada kapal Landing Ship Tank jenis AT-4 KRI Teluk
Lada-521 yang merupakan kapal pendarat serang untuk mendaratkan tank di
tepi-tepi laut.
Perusahaan produksi kapal AT-4 adalah PT Daya Radar Utama Unit III
dimana perusahaan ini yang menjadi konsumen PT Pindad (Persero) dengan
produk Provision Crane. Dalam perannya sebagai produsen bagi PT Daya
Radar Utama, PT Pindad (Persero) selalu mengedepankan kualitas produk
untuk menjadi yang terbaik. Kokoh, kuat, tangguh, dan material yang
bersertifikat menjadi ciri khas dari Provision Cranebuatan PT Pindad
(Persero). Ketahan dari crane ini jelas tidak perlu dipertanyakan lagi. Massa
keseluruhan dari Provision Crane adalah 1,4 ton. Namun seharusnya massa
dari crane tersebut masih dapat diperkecil supaya lebih mudah perakitan dan
pelatakan pada kapal.

1
Dewasa ini produk yang terbuat dari baja selalu mengedepankan
konstruksi yang kuat namun ringan. Tentunya hal ini harus diaplikasikan
untuk alat berat seperti Provision Crane supaya mobilitas crane ini lebih
mudah.
Maka untuk mengatasi masalah di atas diperlukan adanya inovasi. Hal ini
selain memperbarui ilmu pengetahuan tentunya juga supaya meningkatkan
efisiensi serta efektifitas crane itu sendiri. Modifikasi desain akan diterapkan
pada bagian boom (lengan) Provision Craneyang mulanya memiliki bentuk
profil Hollow Structure menjadi profil Wide-I Beam untuk lebih jelasnya
perhatikan gambar 1.1. dan 1.2. berikut ini, sertaperubahan material yang
mulanya SM400 menjadi ST 52.

Gambar 1.1. Hollow Structural Beam (Sumber : Katalog B2B Metal)

Gambar 1.2. Wide I Beam (Sumber : Katalog JFE Steel)


Desain terbaru akan mengambil beberapa referensi dengan
memperhitungkan kekuatan strukturnya supaya tetap stabil dan tetap kuat
menahan beban sama seperti desain sebelumnya dengan mempertimbangkan
bobot dari crane serta harga crane. Aspek harga juga dipertimbangkan di sini
akibat adanya perubahan atau modifikasi yang dilakukan, selain itu juga

2
sebagai pembanding dengan model atau tipe crane yang sebelumnya ada.
Dari ketiga kriteria tersebut (harga, material, dan bobot) akan dikelompokkan
lagi menjadi tiga alternatif desain dimana pertama merupakan product
existing, kemudian alternatif desain 1, dan 2. Keputusan akan diambil
menggunakan metode optimasi dimana akan dicari nilai matriks tertinggi dari
kriteria yang telah disebutkan.

1.2 Perumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang yang ada, maka didapatkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana rancangan konstruksi provision crane yang bobotnya ringan
namun kuat strukturnya?
2. Bagaimana hasil analisa kekuatan struktur dari rancangan provision
crane yang telah dimodifikasi?
3. Bagaimana harga produksi terbaru provision crane setelah adanya
modifikasi?
4. Bagaimana modifikasi konstruksi provision crane yang paling optimal?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui rancangan konstruksi provision crane yang bobotnya ringan
namun kuat strukturnya
2. Mengetahui hasil analisa kekuatan struktur dari rancangan provision
crane yang telah dimodifikasi.
3. Mengetahui harga produksi terbaru provision crane setelah adanya
modifikasi.
4. Mengetahui modifikasi konstruksi provision crane yang paling optimal.

3
1.4 Manfaat Tugas Akhir
Apabila Tugas Akhir ini dapat terealisasikan maka akan ada beberapa
aspek yang memperoleh manfaat secara langsung, diantaranya :
1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya Tugas Akhir ini, mahasiswa dapat meneliti dan
mengembangkan antara teori dan pengaplikasian secara nyata. Dapat
memutuskan sebuah persoalan tentang modifikasi desainpada Provision
Craneyang kurang dinilai efektif dan efisien pada desain sebelumnya,
dan mendapatkan solusinya. Selain itu, mahasiswa dapat melaksanakan
perannya sebagai Agent of Change atau agen perubahan bagi bangsa dan
negara. Serta mahasiswa dapat mengaplikasikan mata kuliah-mata kuliah
yang telah dipelajari selama 6 semester di kampus Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya serta selama 1 semesterOn The Job Training di PT
Pindad (Persero).
2. Bagi Perusahaan Produsen
Perusahaan produsen dalam hal ini adalah PT Pindad (Persero). Manfaat
yang akan dirasakan bagi PT Pindad (Persero) diantaranya dapat
mempermudah proses perakitan karena desain yang baru lebih sederhana
komponennya dan lebih sedikit pula plat baja yang digunakan. Karena itu
pula, diharapkan massa dari crane ini dapat berkurang dengan adanya
modifikasi desain pada bagian boomserta alternatif material yang lebih
ringan. Dengan proses perakitan yang lebih mudah maka lebih cepat pula
dan mengoptimalkan waktu produksi. Selain itu juga salah satu visi dan
misi dari PT Pindad (Persero) dapat segera direalisasikan yaitu untuk
selalu berinovasi agar menjadi produsen peralatan pertahanan dan
keamanan terkemuka di Asia pada tahun 2023.
3. Bagi Perusahaan Konsumen
Perusahaan konsumen dalam hal ini adalah PT Daya Radar Utama
dimana akan merasakan manfaat dari modifikasi desain ini apabila
terealisasikan tentunya tidak dipersulit dengan massa yang terlalu besar
saat pengaplikasian di kapal serta manuver kapal yang lebih baik.

4
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah yang ada pada Tugas Akhir ini diantaranya :
1. Material ST 52 untuk desain terbaruProvision Crane.
2. Tidak melakukan pengujian pada material baik SM400 maupun ST 52.
3. Beban yang diterimaProvision Cranesebesar 0,5 ton dengan jangkauan
lengan maksimal 5 meter dan hook travel 12 meter.
4. Membandingkan hasil analisa struktur secara manual dan hasil analisa
struktur dengan software ANSYS.
5. Pengambilan keputusan untuk alternatif desain berdasarkan kriteria
bobot, material, dan harga.
6. Tidak dilakukan perhitungan pada sistem slewing.
7. Tidak memperhitungkan optimasi waktu produksi.

5
Halaman ini sengaja dikosongkan

6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya


PT Pindad (Persero) yang merupakan dasar dari penelitian ini tentunya
telah melakukan penelitian tentang desain dan pembuatan Provision Crane.
Dengan kapasitas crane sebesar 0,5 ton dan jangkauan boom 5 meter. Serta
material SM 400 A dengan standar material JIS.
Selain itu beberapa penelitian tentang Provision Crane juga telah
dilakukan seperti pada Tabel 2.1. berikut ini;
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Terdahulu
Judul
Nama Tujuan Metode
No. Tahun Penelitia Hasil
Penulis Penelitian Penelitian
n
Menguji
faktor
a. Bhupen- keamanan Menggunakan
Hasil berupa
der Modeling dari boom, analisa Metode
analisa
Singh and Mengurangi Elemen Hingga
tegangan
b. Bhaskar Finite tingkat atau Finite
sebesar 238
1. Naga 2011 Element tegangan Element Method
Mpa dan
c. B.S. Analysis yang terjadi dengan software
defleksi 1.91
Kadam of Crane pada ALTAIR
mm pada
d. Anuj Boom berbagai HYPER MESH
crane boom.
Kumar macam 8.1.
bagian
boom.
Hasil berupa
daya motor
Merancang listrik yang
sistem diperlukan
Modifika mekanik sebesar 1,46
si Crane pada slewing Menggunakan kW yang
Pengang crane dan analisa Metode dapat
kat mengetahui Elemen Hingga mengangkat
Avilia Rescue tegangan atau Finite beban hingga
2. Ulvatin 2016 Boat dan defleksi Element Method 7-5 kg serta
Choiro pada yang terjadi dengan software analisa
Kapal pada struktur AUTODESK tegangan
Crew slewing INVENTOR sebesar 18,62
SUBER crane yang 2013. Mpa dan
KO-01 telah analisa
dimodifikasi defleksi 2,191
. mm.

7
Perancan
gan
Menggunakan
Mobile
Metode
Crane
Merancang Perancangan Hasil berupa
Kapasita
sistem dan Reverse detail drawing
Bagus s 2 Ton
3. 2018 membuat Engineering dan dari Mobile
Fatahhilah sebagai
prototype Metode Elemen Crane dan
Sarana
mobile crane Hingga dengan prototype
Penunjan
Software
g
SOLIDWORK
Galangan
Reparasi
Hasil berupa
analisa
tegangan dan
defleksi pada
Analisa
deck crane
Kekuatan Menggunakan
sebanyak 4
a. I Putu Deck analisa Metode
Mengestima kali
Sindhu Crane Elemen Hingga
si kekuatan pembebanan
4. Asmara 2016 pada atau Finite
struktur deck dimana
b. Budian- Kapal Element Method
crane. semuanya
to Tol Laut dengan software
masih di
Nusantar ANSYS 16.0.
bawah batas
a
tegangan yang
diijinkan dan
defleksi yang
diijinkan.
Analisa
Pembuat
an dan
Perakitan
Kerang-
ka
Mengetahui Hasil berupa
Chasis
proses alternatif
Mobil
pembuatan, pengerjaan
Minim-
perakitan, yang lebih
M. Juman- alis Roda Menggunakan
5. 2017 dan efisien pada
dono Tiga metode AHP
pengerjaan proses
Menggun
chasis yang produksi
akan
paling chasis mobil
Metode
efisien roda tiga.
AHP
(Analy-
tical
Hierar-
chy
Process)
Analisa Melakukan Menggunakan Hasil berupa
Konstruk penambahan analisa Metode analisa
si pada panjang Elemen Hingga tegangan
Sandy Modifika dudukan atau Finite sebesar 24
6. 2018
Amrullah si backhoe Element Method Mpa saat tidak
Penamba deck serta dengan software beroperasi dan
han mengetahui SOLIDWORKS 27,43 Mpa
Panjang hasil analisa . saat sedang

8
Bakchoe struktur beroperasi.
Deck setelah Serta besar
LCB. adanya defleksi saat
BRAHM modifikasi. tidak
A beroperasi
GALAX sebesar 60,99
Y di PT mm dan
DOK sebesar 68,6
Pantai mm saat
Lamonga sedang
n beroperasi.
Sumber : (Singh, 2011); (Choiro, 2016); (Asmara, 2016); (Jumandono, 2017); (Amrullah,
2018); (Fatahhilah, 2018)

2.2 Definisi Crane dan Tipe-tipe Crane Berdasarkan Penerapannya


Crane dapat diklasifikasikan sebagai alat berat atau weight-handling
equipment (WHE). Utamanya didesain untuk membantu proses pengangkatan
barang (NAVEDTRA 14081A).
Crane memilik banyak konfigurasi untuk menyesuaikan dengan berbagai
macam pengoperasian konstruksi dan bersifat mudah dikenal dengan proses
angkut dan tipe lengan (NAVEDTRA 14081A).

2.2.1 Industrial Crane


Industrial crane merupakan pengelompokan crane yang
diaplikasikan pada industri-industri manufaktur yang berfungsi
sebagai alat angkat untuk mempermudah proses produksi.
Beberapa jenis crane yang termasuk dalam industrial crane antara
lain :
a. Gantry Crane
Bila sebuah crane jalan dengan lintasan atas (overhead
crane) tidak mungkin dioperasikan di lapangan terbuka, maka
sebagai gantinya dipakai gantry crane, yaitu sejenis crane jalan
yang palangnya ditumpangkan pada baja pro dan disokong oleh
pilar-pilar (Muin, Syamsir A., 1990). Gambar 2.1.
menunjukkan gantry crane tersebut ;

9
Gambar 2.1. Gantry Crane (Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Gantry_crane)
b. Overhead Crane
Overhead Crane atau crane jalan dengan lintasan atas
berpalang tunggal mempunyai empat buah roda gantung, yang
berjalan masing-masing pada bagian dalam sebuah rel profil I
(INP); yang dapat dioperasikan untuk beban-beban yang ringan
dengan pergerakan tangan atau pergerakan listrik (Muin,
Syamsir A., 1990). Selain itu dapat juga dipakai untuk beban-
beban yang cukup berat (menengah) dengan pergerakan tangan
(Muin, Syamsir A., 1990).
Besarnya balok palang lintasan tergantung dari
pembebanan dan jarak titik penunjang (Muin, Syamsir A.,
1990). Gambar 2.2. menunjukkan gantry crane tersebut ;

Gambar 2.2. Overhead Crane (Sumber :


https://en.wikipedia.org/wiki/Overhead_crane)

10
c. Tower Crane
Tower crane adalah yang lebih banyak dipakai dalam
praktek konstruksi (Muin, Syamsir A., 1990). Crane ini dipakai
untuk mengangkat material, suku cadang dan struktur bangunan
secara keseluruhan yang akan dipasang pada gedung yang
sedang dikerjakan, untuk memasang bagian-bagian yang
terpisah dan untuk operasi bongkar-muat (Muin, Syamsir A.,
1990). Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 2.3. berikut ini
;

Gambar 2.3. Tower Crane (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Derek)

2.2.2 Marine Crane


Marine crane merupakan kelompok crane yang
pengaplikasiannya pada geladak kapal. Biasanya kelompok crane
ini berfungsi untuk mempermudah proses bongkar-muat kapal
ataupun hanya memindahkan barang yang ada di kapal. Beberapa
jenis crane yang termasuk marine crane antara lain :
a. Provision Crane
Provision crane merupakan satu dari beberapa jenis crane.
Crane pada umumnya dapat diartikan sebagai pesawat angkat

11
yang dapat digunakan baik untuk mengangkat maupun
menurunkan benda dan juga untuk memindahkan benda secara
horizontal. Tentunya Provision Crane meiliki fungsi yang sama
dengan jenis crane lainnya. Yang membedakan hanyalah
pengaplikasiannya. Provision Crane biasanya dikenal dengan
deck crane karena pengaplikasiannya di geladak kapal. Crane
ini memiliki sistem operasi putaran hingga 3000. Gambar 2.4.
menunjukkan provision crane tersebut ;

Gambar 2.4. Provision Crane (Sumber : PT Pindad (Persero))


b. Telescopic Crane
Semakin berkembangnya alat angkat yang digubakan di kapal
selain provision crane ada jenis telescopic crane yang dipakai
di kapal. Dimana dari kedua jenis crane tersebut memiliki cara
beroperasi yang berbeda. Jika pada provision crane hanya dapat
beroperasi secara berputar dan naik-turun, telescopic crane
dapat memanjang dan memendekkan bagian lengannya.
Sehingga dapat menjangkau jarak yang lebih jauh. Pada
pengaplikasiannya di kapal, telescopic crane ini biasanya
digunakan sebagai alat bongkar muat. Untuk lebih jelasnya
pada gambar 2.5. merupakan telescopic crane ;

12
Gambar 2.5. Telescopic Crane (Sumber : PT Pindad (Persero))
c. Dewi-dewi (Davits)
Dewi-dewi adalah peralatan untuk menurunkan atau
meluncurkan sekoci ke laut, sistem peluncuran ini juga
dilengkapi beberapa peralatan penunjang seperti tali, tangga,
dan lampu. Gambar 2.6. berikut ini merupakan dewi-dewi ;

Gambar 2.6. Boat Davit (Sumber : PT Pindad (Persero))

2.3 Kapal LST Jenis AT-4 KRI Teluk Lada


Landing Ship Tank (LST) atau yang dapat disebut Landing Craft Tank
(LCT) merupakan jenis kapal pendarat serang untuk mendaratkan tank di

13
tepi-tepi pantai. Indonesia sendiri memiliki beberapa tipe kapal LST atau
dikenal dengan AT, mulai dari AT-2, AT-4, dan lain-lain. Pada penelitian kali
ini, rancangan crane akan diaplikasikan untuk kapal tersebut.
Kapal LST ini diproduksi oleh PT Daya Radar Utama Unit Lampung
sebagai perushaan galangan kapal dan digunakan sebagai alat pertahanan bagi
TNI Angkatan Laut. KRI Teluk Lada, yang memiliki panjang 117 meter,
lebar 16,4 meter dan tinggi 7,8 meter, menawarkan kecepatan maksimum 16
knot dan kemampuan jelajah hingga 6.240 mil laut. LST baru dirancang
untuk membawa tidak hanya tank, tetapi juga helikopter bersama dengan
awak mereka dan ratusan pasukan pendukungnya. Pada gambar 2.7. berikut
ini merupakan kapal LST KRI Teluk Lada milik TNI Angkatan Laut yang
diproduksi oleh PT Daya Radar Utama.

Gambar 2.7. Kapal LST Jenis AT-4 KRI Teluk Lada Milik TNI-AL (Sumber :
https://militer.or.id/11510/apa-yang-baru-pada-lst-kri-teluk-lada-tni-al/)

2.3.1 Perancangan StrukturProvision Crane


Untuk menentukan ukuran dan bentuk konstruksi dari provision crane
maka dilakukan perancangan berdasarkan main part atau bagian-bagian
utama pada provision crane. Berikut bagian-bagian utama pada provision
crane :

2.3.2 Boom
Boom adalah salah satu komponen dari crane dalam hal ini
Provision Crane. Pada boom digantungkan suatu sistem pengangkat,
misalnya sistem puli beranjak (moveable pulley system) atau sistem

14
puli biasa (ordinary pulley system), seperti terlihat pada gambar 2.8.
berikut ini ;

Gambar 2.8. Boom Part Provision Crane (Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad
(Persero))
Dapat dilihat dari gambar bahwa boom merupakan tangan dari
sebuah pesawat pengangkat (Muin, Syamsir A., 1990). Bila dalam
keadaan mendatar maka jangkauannya akan jauh namun bila boom
meninggi jangkauannya menjadi pendek.

2.3.2.1 Fungsi dan Tipe Boom


Boom berfungsi sebagai tangan crane untuk
menjangkau dan menaikkan ataupun menurunkan beban
disamping pengangkatan (naik-turun) menurut sistem
pengangkatan (hoisting system) sendiri. Dengan kata lain
boom berfungsi sebagai gantungan (suspensi) serta
menaikkan dan menurunkan sistem pengangkat (hoisting
system), sedang sistem pengangkat sendiri berfungsi untuk
gantungan (suspensi) serta menaikkan dan menurunkan
beban (Muin, Syamsir A., 1990). Boom dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

2.3.2.1.1 Tergantung Cara Kerja


Tergantung pada cara kerjanya, terdiri dari :
a. Fixed Boom Radius, lengan dengan radius
tetap.
b. Guyed Boom, lengan sebagai suspensi.
c. Luffing Boom, lengan elevasi.

15
2.3.2.1.2 Tergantung Konstruksi
Tergantung pada konstruksinya, terdiri dari :
a. Boom with fixed arm, atau lengan tetap.
b. Telescopic Boom, lengan yang dapat
memanjang dan memendek.
c. Bent Boom atau Knuckle Boom, lengan yang
dapat dilipat.

2.3.2.1.3 Tergantung Material Konstruksi


Tergantung pada material konstruksinya, terdiri
dari :
a. Rigid Boom, atau baja profil.
b. Roundbar Tubular Boom, atau pipa baja.
c. Single Frame atau Assembled Frame Boom,
atau boom dengan rangka baja tunggal atau
ganda.

2.3.3 Hook
Kait (hook) dipergunakan untuk menggantung beban, terdiri dari
dua jenis yaitu :

2.3.3.1 Kait Tunggal (Single Hook)


Kait tunggal yang disebut juga standard hook
dimana kait jenis ini yang paling sering dijumpai pada
crane-crane pada umumnya. Sebagai alat penggantung
beban harus dicek kekuatannya pertama-tama pada tangkai.
Pada perancangan provision crane sekarang ini
menggunakan hook dengan jenis kait tunggal, seperti
terlihat pada gambar 2.9. berikut ini ;

16
Gambar 2.9. Single Hook (Sumber : https://www.hak.com.pl)

2.3.3.2 Kait Ganda (Double Hook)


Kait ganda didesain dengan sadel yang lebih kecil
dari sadel kait tunggal pada lifting capacity (Muin, Syamsir
A., 1990) seperti terlihat pada gambar 2.10. berikut ini ;

Gambar 2.10. Double Hook (Sumber : https://www.hak.com.pl)

2.3.4 Wire Rope


Tali baja (steel wire rope) adalah tali yang dikonstruksikan dari
kumpulan jalinan serat-serat baja (steel wire) (Muin, Syamsir A.,
1990), seperti pada gambar 2.11. berikut ini ;

17
Gambar 2.11. Steel Wire Rope 6 x 37 + Ao (Sumber : https://www.hak.com.pl)
Mula-mula beberapa serat (steel wire) dipintal hingga jadi satu
jalinan (strand), kemudian beberapa strand dijalin pula pada suatu inti
(core), sehingga membentuk tali dari tipe-tipe sebagai berikut :
a. 6 x 19 + 1 fibre core, hoisting ropes, elevator rope dan lain
sebagainya, artinya sebuah tali baja dengan konstruksi yang terdiri
dari 6 strand dan tiap strand terdiri dari 19 steel wire dengan 1 inti
serta (fibre core).
b. 6 x 19 Seal L.W.R.C (Independent Wire Rope Center), Steel Wire
Core, dengan inti logam lunak.
c. 6 x 37 + 1 fc; 6 x 36; 6 x 41 dan lain-lain.
Keuntungan dari steel wire rope dibandingkan dengan rantai
adalah sebagai berikut ini :
 Ringan,
 Tali baru lebih baik terhadap tegangan, bila beban terbagi rata pada
semua jalinan (strand),
 Lebih fleksibel sementara beban bengkok tidak perlu mengatasi
internal stress,
 Kurang mengalami fatigue dan internal wear, sebab wire tidak
mempunyai tendensi untuk menjadi lurus, yang selalu
menyebabkan internal stress,
 Kurang mempunyai tendensi untuk berbelit; peletakan yang tenang
pada drum dan cakra, penyambungan lebih cepat, mudah dijepit

18
(clip) atau dilekuk (socket). Tidak perlu dipegang (dijepit) sebelum
dipotong atau dimasukkan dalam socket atau clip.
 Wire yang patah sesudah pemakaian yang lama tidak menonjol,
berarti lebih aman dalam pengangkatan, juga tidak akan merusak
wire yang berdekatan.
Wire dalam suatu jalinan (strand) dan jalinan dalam tali (rope)
dapat diletakkan dalam dua arah yang berlainan, yaitu :
a. Right Lay
Wire dan strand dipilin dalam satu arah yang sama yaitu ke kanan.
b. Left Lay
Wire dan strand dipilin dalam satu arah yang sama yaitu ke kiri.
c. Regular Lay
Wire dipilin dalam satu arah dan strand dalam arah yang
berlawanan, wire ini kadang-kadang juga disebut cross lay.
d. Lang Lay
Dalam tipe ini wire dan strand dpilin dalam arah yang sama, ini
juga disebut pararel lay.
Umur tali akan sangat tergantung pada frekuensi pembengkokan
dari tali tersebut. Jadi dari jumlah pembengkokan/nomor bengkokang
(Number of Bend, NB) didefinisikan sebagai jumlah titik-titik pada
puli atau drum sebagai titik tolak datang atau pergi dari tali.
Bila NB telah ditentukan maka perbandingan antara diameter puli
dan diameter tali (Dmin/d)
𝑛−1
𝑍 = 𝑄 . 𝜀 𝑛 𝜀𝑛 − 1 (2.1)

Dengan
Q = beban yang diangkat
ε = efisiensi (1,05)
Maka untuk menentukan beban putus tali baja menggunakan
persamaan berikut
𝑍 𝑥 𝜎𝑏
𝑃= 𝜎𝑏 𝐸′ 𝑑 (2.2)
− 𝑥
𝐾 1.5√𝑖 𝐷

19
Dengan
P
Tegangan tarik yang diijinkan
𝜎𝑏
𝜎𝑡 = (2.3)
𝐾

Dengan
σb = beban patah aktual
K = faktor K

Luas Penampang Tali


𝑍
𝐴222 = (2.4)
𝜎𝑎

Dengan
Z = tegangan tali yang terjadi
σa = tegangan tarik yang diijinkan

Diameter Wire
4𝑥𝐴
𝐷 = √( ) (2.5)
𝑖𝜋

Dengan
A = luas penampang tali

Diameter Rope
𝑑 = 1,5 𝐷 √𝑖 (2.6)

Tegangan Tali Maksimum yang Diijinkan


𝑃𝑏
𝑆= (2.7)
𝐾

2.3.5 Sistem Drum


Drum adalah suatu roda yang digunakan untuk memindahkan
gerakan putar dari suatu poros ke poros yang lainnya. Perbedaan
mendasar antara drum dan pulley terdapat pada bentuk yang tidak

20
memiliki alur. Fungsi dari drum adalah untuk menggulung tali. Arah
gulungan terdiri dari satu arah dan dua arah gulungan.
Drum untuk tali baja dibuat dari yang licin dengan flange tinggi
untuk memungkinkan menggulung tali dalam beberapa gulungan
(Muin, Syamsir A., 1990).
Diameter Drum
D ≥ 10 d (2.8)
Dengan
d = diameter puli

Jumlah Lilitan pada Drum untuk Satu Tali Suspensi


𝐻 .𝑖
𝑛= +2 (2.9)
𝜋 .𝐷

Dengan
i = sistem suspensi
D = diameter drum
H = tinggi pengangkatan

Panjang Drum
𝐻. 𝑖
𝐿 = ( 𝜋 .𝐷 + 7) + 𝑠 (2.10)

Dengan
i = sistem suspensi
D = diameter drum
H = tinggi pengangkatan
s = jarak antara (pitch)
Sedangkan tebal drum dari bahan besi tuang dapat ditentukan dengan ;
w = 0.02 D + (0.6 s/d 1.0) cm (2.11)
Dengan
D = diameter drum

2.3.5.1 Mekanisme Pengangkat Manual

21
Dalam mekanisme pengangkat manual, gerakan
ditransmisikan dari gagang engkol tangan I melalui tiga pasang
roda gigi lurus ke drum yang dipasang pada poros IV dengan
jari-jari R tempat tali pengangkat digulung saat beban Q
diangkat (Muin, Syamsir A., 1990). Berikut pada gambar 2.12.
merupakan sistem pengangkatan manual ;

Gambar 2.12. Mekanisme Pengangkat Manual (Sumber : Muin, Syamsir A.,


1990)

2.3.5.2 Mekanisme Pengangkat Elektrik


Daya ditransmisikan dari tenaga listrik (poros I) melalui
tiga pasang roda gigi antara (spur gear) ke drum (poros IV)
tempat tali pengangkat digulung. Untuk lebih jelasnya pada
gambar 2.13 menunjukkan mekanisme pengangkat elektrik ;

Gambar 2.13. Mekanisme Pengangkat Elektrik (Sumber : Muin, Syamsir A.,


1990)
Pada kecepatan tetap dan putaran motor tetap, maka daya
motor penggerak adalah ;

22
𝑄𝑥𝑣
𝑁= 𝐻𝑝 (2.12)
75𝜂

Dengan
η = efisiensi (80%)
v = kecepatan (m/s)

2.3.6 Sistem Puli


Puli adalah sebuah mekanisme yang terdiri dari roda pada sebuah
poros atau batang yang memiliki alur diantara dua pinggiran di
sekelilingnya. Sebuah tali, kabel, atau sabuk biasanya digunakan pada
alur puli untuk memindahkan daya. Puli digunakan untuk mengubah
arah gaya yang digunakan, meneruskan gerak rotasi, atau
memindahkan beban yang berat.
Puli merupakan salah satu dari enam mesin sederhana. Sistem puli
dengan sabuk terdiri dari dua atau lebih puli yang dihubungkan dengan
menggunakan sabuk. Sistem ini memungkinkan untuk memindahkan
daya, torsi, dan kecepatan, bahkan jika puli memiliki diameter yang
berbeda dapat meringankan pekerjaan untuk memindahkan beban yang
berat. Berikut sistem puli dengan menggunakan sabuk pada gambar
2.14. ;

Gambar 2.14. Sistem Puli dengan Menggunakan Sabuk (Sumber :


https://id.wikipedia.org/wiki/Sabuk)
Selain menggunakan sabuk puli juga dapat dihubungkan dengan
menggunakan tali atau kabel. Sistem ini terdiri dari satu buah tali atau
kabel yang memindahkan gaya linier pada suatu beban melalui sebuah
puli atau lebih yang bertujuan untuk menarik beban (melawan

23
gravitasi). Sistem ini sering digolongkan pada mesin sederhana. Untuk
lebih jelasnya pada gambar 2.15. berikut ini ;

Gambar 2.15. Sistem Puli Sederhana Menggunakan Tali atau Kabel (Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Pulley)
2.3.6.1 Jenis Puli
Terdapat beberapa jenis puli yang sering digunakan dalam
aktivitas sehari-hari maupun dalam dunia industri baik sekala
kecil maupun besar. Berikut beberapa jenisnya ;

2.3.6.1.1 Puli Tetap


Puli tetap atau puli kelas 1 memiliki poros
yang tetap (statis). Puli jenis ini digunakan untuk
mengubah arah gaya, karena total gaya yang
bekerja untuk menggerakkan beban adalah sama
(hanya arahnya yang berubah). Puli jenis ini
biasanya dipasang pada tempat tertentu. Puli ini
berfungsi untuk membelokkan gaya sehingga berat
beban tetap sama dengan gaya kuasanya tetapi
dapat dilakukan dengan mudah. Puli tetap terdiri
dari sebuah cakra dan seutas tali atau rantai yang
dilingkarkan pada alur (groove) di bagian atasnya
yang salah satu ujungnya digantungi dengan beban,
sedang ujung yang lain ditahan atau ditarik ke
bawah sehingga dengan demikian beban terangkat

24
ke atas (Muin, Syamsir A., 1990). Diameter puli
dapat dilihat dari persamaan 2.13 berikut ini ;
D ≥ 10 d (2.13)
Dengan
d = diameter tali

2.3.6.1.2 Puli Bergerak


Puli bergerak digunakan untuk mengubah
resultan gaya yang bekerja pada sistem, sehingga
gaya yang diberikan untuk menggerakkan beban
bisa lebih kecil dari berat beban tersebut.
Puli yang posisinya selalu berubah, dipasang
pada tali yang bergantung sehingga mudah untuk
dipindahkan. Digunakan untuk memudahkan
dalam mengangkat dan memindahkan beban. Puli
jenis ini dapat ditemukan pada alat-alat pengangkat
peti kemas di pelabuhan.
Puli jenis ini biasanya ditempatkan di atas
tali yang kedudukannya dapat berubah. Salah satu
ujung tali diikat pada tempat tertentu. Jika ujung
yang lainnya ditarik maka puli akan bergerak. Puli
jenis ini bisa kita temukan pada alat-alat
pengangkat peti kemas di pelabuhan. Keuntungan
mekanisnya gaya yang dikeluarkan hanya setengah
dari berat beban yang kita angkat. Lebih jelasnya
perhatikan gambar 2.16. berikut ini ;

25
Gambar 2.16. Puli Bergerak (Sumber : Muin, Syamsir A.,
1990)

2.3.6.1.3 Puli Gabungan


Puli gabungan adalah gabungan antara puli
tetap dan puli bergerak. Minimal ada satu puli
diam dan satu puli bergerak. Semakin banyak
jumlah puli yang digunakan maka gaya yang
diberikan untuk menggerakkan beban juga semakin
lebih kecil dari beban itu sendiri.
Karena puli gabungan adalah gabungan dari
puli tetap dan puli bergerak, maka kedua puli ini
dihubungkan dengan tali. Salah satu ujung tali
dikaitkan pada penampang puli tetap. Jika ujung
tali lainnya ditarik maka beban akan terangkat
beserta bergeraknya puli bergerak. Untuk lebih
jelasnya perhatikan gambar 2.17. berikut ini ;

26
Gambar 2.17. Sistem Puli Gabungan (Sumber : Muin,
Syamsir A., 1990)
Puli dibuat dengan desain tetap dan bebas.
Puli digunakan sebagai penuntun karena berfungsi
sebagai pengubah awah peralatan. Pada puli bebas
terdapat gander yang bergerak dan dibebani dengan
muatan. Gabungan beberapa puli bebas dan puli
tetap merupakan suatu sistem puli yang digunakan
untuk mengubah gaya yang terdapat pada sistem
crane.
Kelemahan-kelemahan pengangkat beban
secara langsung dari ujung tali atau menggunakan
puli sederhana untuk mendapatkan gaya dari
pembebanan pada peralatan pengangkat adalah :
a. Akan mengakibatkan beban terayun.
b. Beban yang diangkat bergerak pada arah
horizontal karena tali yang melingkar pada
drum bergerak ke arah memanjang dari drum
tersebut.
c. Diameter tali dan puli yang besar.
Kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi
dengan menggunakan sistem puli majemuk yang
akan menaikkan beban dalam arah vertikal dan
membuatnya lebih stabil. Fungsi lain menggunakan
sistem puli majemuk adalah perlunya mengurangi

27
beban yang bekerja pada tali sehingga
memungkinkan menggunakan tali yang lebih kecil,
lebih murah, serta puli dan drum dengan diameter
yang lebih kecil. Hal ini akan mengurangi ukuran
dan bobot mekanisme secara keseluruhan.

2.3.7 Motor System


Pada crane jenis ini yang digunakan sebagai tenaga penggerak
adalah motor. Sebagai tenaga penggerak disini adalah maksudnya
motor juga difungsikan untuk menggerakkan crane.Dalam proses
kerjanya motor memperhatikan kecepatan(Rpm) serta daya yang
digunakan.
𝐶
𝑟𝑝𝑚 (𝑁) = (2.13)
𝜋 𝑥 ∅𝑑𝑟𝑢𝑚

Dengan
C = beban yang ditumpu
∅drum = diameter drum
Daya motor merupakan salah satu parameter dalam menentukan
performa motor. Pengertian dari daya itu adalah besarnya kerja motor
selama kurun waktu tertentu (Arends & Berenschot 1980: 20) Sebagai
satuan daya dipilih watt.
𝑃 𝑥 𝑆𝑓
𝐷𝑎𝑦𝑎 = (2.14)
𝜂

Dengan
P = daya motor
η = Efisiensi motor (0.8)
2𝑥𝜋𝑥𝑁𝑥𝑇
dimana P didapatkan dari (2.15)
60

Dengan
N = kecepatan motor
T = torsi motor
Dan torsi yang terjadi ditentukan dari beban dikalikan sengan
radius drum. Dengan persamaan sebagai berikut;

28
FxR (2.16)
Dengan
F = beban yang ditumpu
R = jari-jari drum

2.4 Analisa Struktur Provision Crane


Untuk menganalisa suatu struktur harus memperhatikan pemilihan
material, bentuk struktur, pembebanan, tumpuan, tegangan, regangan dan
deformasi yang terjadi. Hal-hal yang perlu dihitung dalam perencanaan
meliputi :

2.4.1 Pemilihan Material dan Sifat-sifat Material


Pemilihan material diperlukan dalam perencanaan dan perhitungan
struktur dikarenakan sifat-sifat material mempengaruhi kekuatan dari
struktur provision crane ini.Tiga jenis material untuk masing-masing
alternatif konsep desain diantaranya SM400A sebagai material bawaan
dari provision crane serta ST 52 dan A36 sebagai material alternatif
bagi provision crane. Berikut tabel 2.2 merupakan material properties
dari SM400A, tabel 2.3 merupakan material properties dari ST 52, dan
tabel 2.4 merupakan material properties dari A36;
Tabel 2.2Material Properties of SM400A
Description
Merupakan baja struktural yang diapaki untuk
aplikasi konstruksi umum. Material ini tidak dapat
dikeraskan (hardening) ataupun perlakuan panas
(heat treatment) melalui proses quench dan temper.
Chemical Composition
Element Content
Carbon, C 0.23 %
Silicon, Si -
Manganese, Mn 1.40 %
Phosphorus, P 0.045 %
Sulfur, S 0.045 %
Physical Properties
Density 7800kg/m3
Mechanical Properties
Tensile Strength, Ultimate 400-510 Mpa
Tensile Strength, Yield 245 Mpa

29
Elongation, min, % 21
Modulus of Elasticity 210000 N/mm2
Poisson-ratio 0.26
Applications
SM 400 memiliki beberapa pengaplikasian
diantaranya :
 General purpose structural steel.
 Jembatan, pelat kapal laut, oil tank.
Sumber : (Steel Indo Persada, 2018)

Tabel 2.3Material Properties of ST 52


Description
Merupakan baja non-paduan, pada dasarnya format
bundar dan lembaran, memiliki berbagai aplikasi,
terutama dalam konstruksi yang dilas.
Chemical Composition
Element Content
Carbon, C 0.22 %
Silicon, Si 0.55 %
Manganese, Mn 1.60 %
Phosphorus, P 0.030 %
Sulfur, S 0.030 %
Copper, Cu 0.55 %
Nitrogen, N 0.012 %
Physical Properties
Density 7800kg/m3
Mechanical Properties
Tensile Strength, Ultimate 490-630 Mpa
Tensile Strength, Yield 355 Mpa
Elongation, min, σ5, % 21
Modulus of Elasticity 210000 N/mm2
Poisson-ratio 0.3
Applications
ST 52 memiliki beberapa pengaplikasian
diantaranya :
 Semua jenis struktur : komponen jembatan,
crane, komponen platform, serta peralatan angkat
beban.
 Digunakan juga sebagai turbin angin.
 Digunakan sebagai konstruksi dilas.
Sumber : (Ramada Steel Product ST 52, 2017)

Tabel 2.4 Material Properties of ASTM A36


Description
Pelat baja yang digunakan dalam konstruksi
jembatan, konstruksi jalan dan konstruksi teknik
lain.
Chemical Composition
Element Content
Carbon, C 0.25-0.29 %
Silicon, Si 0.28%
Copper, Cu 0.20%
Iron, Fe 98%
Manganese, Mn 1.40 %

30
Phosphorus, P 0.045 %
Sulfur, S 0.045 %
Physical Properties
Density 7800 kg/m3
Mechanical Properties
Tensile Strength, Ultimate 400-550 Mpa
Tensile Strength, Yield 250 Mpa
Elongation, min, % 20
Modulus of Elasticity 200000 N/mm2
Poisson-ratio 0.26

Applications

ASTM A36 memiliki beberapa pengaplikasian


diantaranya :
 Jembatan, bangunan, oil rigs

Sumber : (AZO Materials Catalogue, 2017)

2.4.1.1 Sifat-sifat Material


Suatu material yang kaku tentunya memiliki fleksibilitas
meskipun material tersebut terbuat dari baja. Material baja
meskipun dibebani dengan beban yang besar tentunya akan
memiliki nilai elastisitas walaupun kecil sehingga dapat
merubah bentuknya secara perlahan. Kekakuan suatu material
sangat penting dalam perancangan suatu komponen konstruksi,
sebab kekauan tersebut nantinya akan menimbulkan masalah
akibat pembebanan yang besar. Untuk mengatasi hal tersebut
tiap material suatu komponen konstruksi memiliki nilai
Modulus Young yang besarnya berbeda untuk tiap-tiap
materialnya.
1. Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan adalah kemampuan atau kapasitas bahan
untuk menyerap energi sampai patah atau penahanan suatu
material terhadap pecah menjadi dua, dengan suatu retakan
melintang ini disebut retak serta menyerap energi. Jumlah
energi yang diserap selama retak tergantung pada ukuran
komponen yang pecah menjadi dua. Jumlah energi yang

31
diserap setiap satuan luas dari retakan adalah tetap untuk
material yang ditentukan dan ini disebut ketangguhan juga.
2. Pemanjangan (Elongation)
Pemanjangan sampai kegagalan (failure) adalah suatu
ukuran keliatan suatu material, dengan kata lain adalah
jumlah regangan yang dapat dialami oleh bahan sebelum
terjadi dalam pengujian tarik.
3. Kepadatan (Density)
Kepadatan adalah suatu ukuran berapa berat suatu benda
untuk ukuran yang ditentukan, yaitu massa material setiap
satuan volume. Perubahan temperatur tidak secara mantap
(signifikan) mempengaruhi kepadatan suatu material
walaupun material bertambah luas ketika dipanaskan,
perubahan ukuran adalah sangat kecil.
4. Kelentingan (Resilience)
Kelentingan adalah kemampuan material menyerap energi
saat material mengalami deformasi elastic.
5. Keliatan (Ductility)
Keliatan adalah ukuran derajat deformasi plastis yang telah
dialami saat patah. Material yang mengalami deformasi
plastis yang tinggi disebut material yang liat (ductile).
Sedang material yang mengalami sedikit atau tidak
mengalami deformasi plastis disebut material getas
(brittle).

2.4.2 Pembebanan
Setiap material memiliki beban, dimana beban merupakan salah
satu sifat fisik material. Sifat fisik material ini akan menimbulkan
suatu gaya atau berat dari material tersebut. Beban dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu beban dari alam
lingkungan dan beban sustain (beban dari material itu sendiri). Beban
operasional adalah beban yang timbul akibar putaran yang akan

32
menghasilkan torsi dan lain-lain. Beban dari alam/lingkungan adalah
beban yang diterima akibar angin, gempa dan lainnya. Sedangkan
beban sustain adalah beban yang timbul akibat berat yang ditimbulkan
oleh material itu sendiri.
Beban dapat dibagi atas beberapa jenis berdasarkan daerah
pembebanannya, yaitu :
a. Beban Terpusat
Pembebanan yang diberikan secara terpusat dan berada pada
suatu titik dari suatu material. Beban terpusat ini daerah
pembebanannya sangat kecil dibandingkan dengan beban
terdistribusi (Ahmad, 2015). Contoh beban terpusat dapat
dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18. Beban Terpusat (Beban pada Elemen Mesin UNILA, 2015)
b. Beban Terdistribusi
Beban terdistribusi adalah jenis pembebanan yang daerah
bebannya diberikan secara merata pada seluruh bagian suatu
benda. Beban distribusi merata atau disebut Uniformly
Distributed Loads (UDL) dapat diasumsikan sebagai beban
yang seragam sepanjang suatu struktural, misalnya beban
angin, ataupun efek dari berat air pada permukaan horizontal.
Dalam suatu perhitungan UDL biasanya dipertimbangkan
dalam pesawat (Rural Structures Chapter 6, 2011). Contoh
beban terdistribusi merata terdapat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19. Beban Terdistribusi Merata (Rural Structures Chapter 6,


2011)

33
2.4.3 Analisa Tegangan
2.4.3.1 Tegangan Normal
Semua bahan berubah bentuk karena pengaruh gaya. Ada
yang kembali ke bentuk semula bila gaya dihilangkan, namun
ada pula yang tetap berubah bentuk sedikit atau banyak (Sears,
1944 terjemahan Soedarjana, 1982). Jadi deformasi bahan
ditentukan oleh gaya per satuan luas dan oleh gaya total. Jika
sebuah batang tegar yang dipengaruhi gaya tarik F ke kanan
dan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke kiri, maka gaya-
gaya ini akan didistribusi secara uniform ke luas penampang
batang. Perbandingan gaya F terhadap luas penampang A
dinamakan tegangan tarik. Tegangan normal merupakan
tegangan yang terjadi ketika gaya yang diterapkan tegak lurus
terhadap luas penampang material, sehingga principal stress
adalah nilai ekstrim dari tegangan normal yang terjadi pada
material. Perhitungan tegangan normal dapat ditulis seperti
pada persamaan 2.17 berikut ;
𝜎
𝑛= (2.17)
𝐴

Dengan
n = tegangan normal
A = luas penampang (m2)
σ = tegangan tarik (N/mm2)
Apabila sebuah batang ditarik dengan gaya F maka
tegangannya adalah tegangan tarik (tensile stress); apabila
gayanay mempunyai arah sebaliknya, sehingga menyebabkan
batang tersebut mengalami tekan, maka terjadi tegangan tekan
(compressive stress). Karena tegangan ini mempunyai arah
yang tegak lurus permukaan potongan, maka tegangan ini
disebut tegangan normal (normal stress). Jadi tegangan normal
dapat berupa tarik atau tekan. Apabila konvensi tanda untuk
tegangan normal dibutuhkan, biasanya tegangan tarik

34
didefinisikan bertanda positif dan tegangan tekan bertanda
negatif. (Gere, J. Dan Timoshenko, S., 1972)

2.4.3.2 Tegangan Geser


Tegangan geser didefinisikan sebagai komponen tegangan
coplanar dengan penampang melintang sebuah benda.
Tegangan geser timbul dari komponen vektor gaya paralel ke
penampang melintang. Tegangan normal, di sisi lain, muncul
dari komponen vektor gaya tegak lurus dari penampang
melintang bahan. Perhitungan tegangan geser dapat ditulis
pada persamaan 2.18 berikut ;
𝑣
𝜎= (2.18)
𝐴

Dengan
A = luas penampang (m2)
v = gaya yang bekerja dalam arah sejajar terhadap
penampang

2.4.3.3 Tegangan Bengkok


Tegangan bengkok (bending stress) terjadi ketika gaya F
yang bekerja pada ujung jari-jari (r), seperti pada Gambar 2.20
berikut ini ;

Gambar 2.20. Tegangan Bengkok (Sumber : Mechanical and Metal Trades


Handbook)

2.4.3.4 Tegangan Puntir


Tegangan puntir terjadi ketika terdapat gaya yang bekerja
(F) pada batang dengan luas penampang A, seperti pada
Gambar 2.21. berikut ;

35
Gambar 2.21. Tegangan Puntir (Sumber : Mechanical and Metal Trades
Handbook)

2.4.3.5 Tegangan Ijin


Selanjutnya untuk memperoleh dimensi atau ukuran dari
material yang mendapat tegangan tersebut, maka persamaan
syarat aman yang menyatakan bahwa tegangan yang terjadi
harus lebih kecil atau sama dengan tegangan ijin (allowable
stress). Tegangan ijin dapat dihitung dengan persamaan 2.20
berikut ;
𝜎𝑦
𝜎𝑎 = (2.20)
𝑆𝑓 𝑥 𝐾

Dengan
σy = tegangan yield material
Sf = faktor keamanan
K = konstanta
=1
2.4.4 Regangan
Perubahan pada ukuran sebuah benda karena gaya-gaya atau kopel
dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran semula disebut
regangan. Regangan juga disebut derajat deformasi (Sarojo, 2002:321).
Kata regangan berhubungan dengan perubahan relatif dalam dimensi
atau bentuk suatu benda yang mendapat tekanan. Gambar 2.22.
menunjukkan suatu batang yang panjang normalnya L0 dan
memanjang menjadi L0 + ΔL bila pada kedua ujungnya ditarik oleh
gaya F. Pertambahan panjang ΔL tentu saja tidak hanya pada ujung-
ujung saja setiap elemen-elemen batang tertarik pada proporsi yang
sama seperti batang seluruhnya. Regangan pada sebuah batang dapat
dilihat pada Gambar 2.22. berikut ;

36
Gambar 2.22. Regangan pada Sebuah Batang (Sumber : Souisa, M., 2011)
Regangan tarik pada batang didefinisikan sebagai perbandingan
antara pertambahan panjang dengan panjang semula, yang harganya
lebih besar dari 0. Regangan tekan suatu batang yang ditekan
didefinisikan dengan cara yang sama sebagai pembanding antara
berkurangnya panjang batang dengan panjang semula, yang harganya
lebih kecil dari 0. Jadi perubahan pembanding pada panjang batang 0
Δλ / λ dinamakan regangan atau disebut regangan longitudinal.
Hubungan ini secara matematis dapat dicari menggunakan persamaan
2.21 berikut ;
𝛥𝑙
𝜀= (2.21)
𝑙0

Dengan
ε = regangan
Δl = pertambahan panjang (m)
l0 = panjang mula-mula (m)
Sesuai dengan persamaan di atas, regangan tidak memiliki satuan
dikarenakan pertambahan panjang dan panjang awal adalah besaran
dengan satuan yang sama. Makin besar tegangan pada sebuah benda,
maka makin besar juga regangannya, artinya pertambahan panjang
juga makin besar.

2.4.5 Hukum Hooke


Besarnya tegangan tergantung pada sifat materialnya. Untuk
mengetahui sifat masing-masing material biasanya dilakukan uji tarik
terhadap spesimen material tersebut. Hasil uji tarik umumnya
menggambarkan hubungan antara besarnya tegangan tarik yang
digubakan dengan regangan yang terjadi pada spesimen akibat

37
tegangan tarik tersebut. Hubungan tersebut digambarkan pada suatu
diagram yang disebut diagram tegangan-regangan (Popov, 1978) yang
dapat dilihat pada Gambar 2.23. berikut ;

Gambar 2.23. Grafik Stress-Strain untuk Material Mild Steel (Sumber : National
Programme on Technology Enhaced Learning, Lecture 11 : Mechanical Properties)
Pada gambar 2.24. di atas dapat dilihat bahwa sampai pada titik A
hubungan antara tegangan dan regangan adalah linear. Titik A tersebut
adalah batas proporsionalitas atau batas elastisitas. Hubungan yang
menggambarkan antara tegangan dan regangan sampai pada titik
elastisitas disebut Hukum Hooke, yang dapat dicari dengan
menggunakan persamaan 2.22 berikut ;
𝜎=𝐸𝑥𝜀 (2.22)
Dengan
σ = tegangan (Mpa)
E = modulus elastisitas (Mpa)
ε = regangan
Dari persamaan 2.22 dapat dilihat bahwa besarnya tegangan
proporsional terhadap regangan. Dengan E sebagai konstanta
proporsionalitasnya. Konstanta E dikenal dengan Modulus Elastisitas
atau Modulus Young. E merupakan besaran fungsi dari sifat material.
Secara fisik modulus elastisitas adalah pengukur kekuatan atau
stiffness dari material terhadap respon pada beban yang bekerja dan
menunjukkan sifat-sifat tertentu dari material. Nilai modulus elastisitas
beberapa material dapat dilihat dari Tabel 2.5 berikut ini;

38
Tabel 2.5. Nilai Modulus Elastisitas Beberapa Jenis Material
No Material E (N/mm2)
1 Baja karbon struktural (0,5% - 0,25%) 200-207
2 Baja nikel (3% - 3,5%) 200
3 Duralinium 69
4 Tembaga (copper), Cold rolled 110-120
5 Gelas 69
6 Dine (cemara) dengan grafin 10,34
7 Beban dalam tekanan 27,6
8 Brass 90
9 Alumunium 70
Sumber : Souisa, M., 2011

2.4.6 Titik Berat dan Momen Inersia


Momen inersia merupakan kelembaman suatu benda yang berotasi,
yang dirotasikan terhadap sumbu tertentu. Momen inersia (I) adalah
suatu besaran yang memperlihatkan tentang usaha suatu sistem benda
untuk menentang gerak rotasinya. Titik berat pada suatu profil
dinyatakan pada Persamaan 2.23 berikut ;
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼= (2.23)
12

Dengan
I = inersia
B = lebar profil
H = tinggi profil
Momen adalah besarnya tendensi dari suatu gaya untuk memutar
suatu objek/benda terhadap suatu titik. Dalam bentuk skalar, besarnya
momen adalah gaya dikali lengan momen yang merupakan jarak tegak
lurus antara titik yang ditinjau dan garis kerja gayanya. Dinyatakan
dengan Persamaan 2.24 berikut ;
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝑃 𝑥 𝐿 (2.24)
Dengan
P = beban (N)
L = panjang lengan

39
Sedangkan untuk mengetahui jika ukuran dari profil sudah
memenuhi standar (Wreq< Wact) diperoleh dari Persamaan 2.25 berikut
;
𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑊𝑟𝑒𝑞 = (2.25)
𝜎𝑎

Dengan
Wreq = Modulus yang harus dimiliki lengan
Mmax = momen maksimum
σa = Tegangan ijin

𝐼𝑥𝑦
𝑊𝑎𝑐𝑡 = (2.26)
𝑦

Dengan
Ixy = Jumlah total momen inersia
y = Titik berat dari tinggi keseluruhan profil lengan
Maka untuk memastikan bahwa rasio modulus atau Wratio memenuhi
kriteria, sesuai pada Persamaan 2.27 berikut ;
𝑊𝑎𝑐𝑡
𝑊𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = (2.27)
𝑊𝑟𝑒𝑞

2.4.7 Defleksi
Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah vertikal
(y) akibat adanya pembebanan vertikal yang diberikan pada balok atau
batang. Defleksi diukur dari permukaan netral pada awal ke posisi
netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan
deformasi permukaan netral dikenal sebagai kurva elastis dari balok.
Pada Gambar 2.24 bagian kiri memperlihatkan balok pada posisi awal
sebelum terjadi deformasi dan Gambar 2.24 bagian kanan adalah balok
dalam konfigurasi terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi
pembebanan.

40
Gambar 2.24. Balok Sebelum Mengalami Deformasi (kiri) dan Setelah Mengalami
Deformasi (Sumber : Gere, J. Dan Timoshenko, S., 1972)
Defleksi dapat dicari dengan menggunakan Persamaan 2.29 berikut ;
𝑃 𝑥 𝐿3
𝛿= (2.29)
3𝐸𝐼

Dengan
𝛿 = defleksi
P = beban
E = modulus elastisitas
L = panjang lengan
I = momen inersia
Defleksi yang terjadi pada elemen-elemen yang mengalami
pembebanan harus pada suatu batas yang diijinkan, karena jika
melewati batas yang diijinkan, maka akan terjadi kerusakan pada
elemen-elemen tersebut ataupun elemen-elemen yang lain (Mustafa,
2012).

2.4.7.1 Defleksi Maksimum


Dalam penentuan defleksi maksimum yang diijinkan, ada
beberapa aspek yang harus diperhatikan. Pertama, jika bekerja
dengan menggunakan standar tertentu, maka harus mengikuti
besarnya defleksi maksimum yang sudah ditentukan oleh
standar tersebut. Kedua, jika mendesain sesuatu yang belum
ada standarnya, maka besarnya defleksi maksimum yang
ditentukan sendiri dengan beberapa pertimbangan. Jenis

41
material yang digunakan pada suatu konstruksi juga
mempengaruhi besar defleksi maksimum yang diijinkan.
Untuk mengetahui batas deflesi pada lengan profil
cantilever sederhana dengan beban di ujung digunakan
Persamaan 2.30 sebagai berikut ;
𝐿
𝛿= (2.30)
1000

Dengan
L = panjang lengan

2.4.8 Tumpuan
Tumpuan merupakan tempat peletakan konstruksi atau dukungan
dalam meneruskan gaya-gaya yang bekerja ke pondasi. Jenis tumpuan
ini akan menimbulkan reaksi gaya dengan arah yang berbeda-beda.
(Mulyati, 2002). Beirkut beberapa jenis tumpuan berdasarkan Tabel
2.6 berikut ini ;
Tabel 2.6. Jenis-jenis Tumpuan
Jenis
Simbol Reaksi Gaya Keterangan
Tumpuan
Terdapat dua gaya
yaitu gaya searah
Tumpuan
bidang tumpuan dan
engsel
gaya tegak lurus
bidang tumpuan.

Terdapat satu gaya


Tumpual yaitu gaya tegak
rol lurus bidang
tumpuan.
Terdapat tiga gaya
yaitu gaya searah
Tumpuan bidang tumpuan,
jepit gaya tegak lurus
bidang tumpuan, dan
momen.
Sumber : (Mulyati, 2002)

2.4.9 Pemilihan Konstruksi Baja dan Faktor Keamanan


Konstruksi baja secara umum tersusun atas beberapa profil baja.
Profil-profil baja tersebut umumnya dipilih berdasarkan ketahanannya
terhadap momen beban dan gaya yang bekerja. Kemudian dihitung

42
besarnya tegangan, regangan, dan defleksi yang sesuai dengan batas
yang diijinkan. Dalam perancangan suatu konstruksi baja maka harus
memperhatikan aspek-aspek yang ada, salah satunya adalah aspek
keamanan. Konstruksi yang dirancang harus ditetapkan besar tegangan
ijin sebelum konstruksi tersebut mengalami kegagalan tergantung pada
angka safety factor (SF).
Faktor keamanan (safety factor) adalah faktor yang digunakan untuk
mengevaluasi agar perencanaan elemen mesin terjamin keamanannya
dengan dimensi minimum. Faktor keamanan dalam praktiknya sangat
bervariasi dari industri ke industri dan dari produk ke produk.
Terutama sebuah part pada suatu rancangan yang berdasarkan kondisi
tertentu, namun secara umum, faktor keamanan berdasarkan yield
stress bervariasi antara 1.25 dan 4. Pemilihan faktor keamanan yang
masuk akal mungkin harus berdasarkan pertimbangan yang mengikuti
paling tidak beberapa ketentuan ;
1. SF = 1.25-1.50
Kondisi terkontrol dan tegangan yang bekerja dapat ditentukan
dengan pasti.
2. SF = 1.50-2.00
Bahan yang sudah diketahui, kondisi lingkungan beban dan
tegangan yang tetap dan dapat ditentukan dengan mudah.
3. SF = 2.00-2.50
Bahan yang beroperasi secara rata-rata dengan batasan beban yang
diketahui.
4. SF = 2.50-3.00
Material yang belum diuji atau untuk material getas di bawah rata-
rata berdasarkan kondisi lingkungan, beban, dan tegangan.
5. SF = 3.00-4.00
Bahan yang diketahui tanpa mengalami tes, pada kondisi beban
dan tegangan rata-rata.

43
6. SF = 3.00-4.00 juga harus digunakan dengan lebih baik diketahui
materialnya yang akan digunakan dalam lingkungan yang tidak
pasti atau tersubjek pada tegangan yang tidak pasti pula.
7. Beban berulang : pada nomor 1 hingga 6 diterima namun harus
diaplikasikan pada batas ketahanan daripada yield strentgh dari
material.
8. Gaya takik : diberikan faktor kemanan pada nomor 3 hingga 6
diterima namun faktor takik harus termasuk.
9. Material getas : dimana kekuatan ultimate digunakan sebagai
theoretical maximum, faktor tersebut terdapat pada nomor 1 hingga
6 haruslah dua kali lipat.
10. Dimana faktor yang lebih tinggi mungkin tampak diinginkan,
analisa yang lebih teliti dari permasalahan haruslah dilakukan
sebelum memutuskan penggunaannya.
(Vidosic, Joseph P., 1975)

2.5 Analisa Struktur dengan Finite Element Method (FEM)


Metode Elemen Hingga atau Finite Element Method (FEM) atau Analisa
Elemen Hingga atau Finite Element Analysis (FEA), adalah dasar pemikiran
dari suatu bangunan bentuk-bentuk kompleks dengan blok-blok sederhana
atau membagi objek yang kompleks kedalam bagian-bagian kecil yang
teratur. Penggunaan metode elemen hingga terdiri dari beberapa analisa
(Desai Sri Jatno Wirjosoedirjo, 1996).
a. Analisa Perancangan adalah perhitungan sederhana, serta simulasi
komputer.
b. Finite Element Method atau Finite Element Analysis adalah metode
simulasi komputer yang paling banyak diaplikasikan dalam
engineering.
c. Penggunaan dari aplikasi CAD atau CAM.
Aplikasi metode elemen hingga dalam engineering adalah untuk :
Mechanical/Aerospace/Civil/Thermal/Fluid flows, Electromagnetics,

44
Geomatrics, Biomechanics. Sedangkan prosedur analisa menggunakan
metode elemen hingga adalah sebagai berikut :
a. Membagi struktur kedalam bagian-bagian kecil (elemen dengan
nodes).
b. Menjelaskan sifat fisik dari tiap-tiap elemen, semakin rumit bentuk
geometri, kemudian banyak interaksi bebannya, penerapan constrain,
serta sifat materialnya berbeda, maka model matematis yang bisa
mewakili permasalahan tersebut semakin sulit.
c. Menghubungkan atau merangkai elemen-elemen pada nodes untuk
membentuk rekaan persamaan sistem dari keseluruhan struktur.
d. Menyelesaikan persamaan sistem dengan melibarkan kuantitas yang
tidak diketahui pada nodal, misalnya pergeseran.
e. Menghintung kuantitas yang diinginkan (regangan dan tekanan) pada
elemen-elemen yang dipilih.
Dalam analisis sebagian besar dapat diperlakukan dalam analisis static
linear yang didasarkan pada asumsi sebagai berikut : Small Deformation
(perubahan yang terjadi sangat kecil), Elastic Material, Static Load. Analisa
linier menyediakan banyak informasi tentang perilaku suatu struktur dan
merupakan yang baik untuk beberapa analisa karena mempertimbangkan
suatu elemen penuh pada prismatik.

2.5.1 Analisa Struktur dengan Finite Element AnalysisdibantuSoftware


ANSYS
Analisis rencana struktur provision crane menggunakan software
bermetode berdasarkan Metode Elemen Hingga atau Finite Element
Methods. Software berbasis elemen hingga yang akan digunakan
adalah ANSYS series 16.0. Analisa elemen hingga dengan software
pada intinya adalah sebagai berikut ;
1. Pemilihan Jenis Studi pada ANSYS Workbench
Sebelum proses analisis dilakukan, harus menentukan jenis
permasalahan, jenis analisis yang dibutuhkan. Jenis analisis yang
yang dikerjakan adalah static structural karena seluruh komponen

45
diasumsikan dalam keadaan statis. Untuk pemilihan tipe mesh
digunakan solid mesh karena pemodelan yang dibuat merupakan
bentuk tiga dimensi.
2. Penentuan Jenis Material
Jenis material yang digunakan adalah jenis material dari
pemodelan yang akan dianalisis. Dapat dipilih jenis material yang
telah tersedia atau memasukkan data dari material yang diinginkan
secara custom.
3. Meshing
Proses ini dilakukan secara otomatis oleh komputer. Proses
meshing merupakan proses membagi komponen yang akan
dianalisis menjadi elemen-elemen kecil atau diskrit (Yusra, 2008).
Semakin baik kualitas mesh maka akan semakin tinggi tingkat
konvergensinya.
Secara umum bentuk sel dari proses mesing dibagi menjadi
dua jenis, yaitu dua dimensi dan tiga dimensi. Untuk sel dua
dimensi terdapat dua jenis bentuk sel yaitu Triangle dan
Quadrilateral.
4. Pemberian Kondisi Batas dan Pembebanan
Selanjutnya menentukan kondisi batas, kondisi batas
diperlukan untuk menentukan bagaimana model tersebut tertumpu
pada dudukannya dalam kondisi nyata. Hal ini sangat menentukan
bagaimana hasil dari analisis model geometri tersebut. Berbagai
macam kondisi batas yang biasa digunakan antara lain fixed, fixed-
free, free.
Setelah itu memberikan beban kondisi yang diberikan pada
model struktur tergantung dengan kondisi nyatanya. Beban yang
biasa digunakan antara lain beban gaya, mome, atau tekanan statis
maupun dinamis.
5. Analisis
Langkah ini merupakan langkah terakhir dalam tahapan
analisa elemen hingga. Analisis dilakukan dengan bantuan

46
perangkat lunak. Jenis analisis yang dapat dilakukan juga
bervariasi dari jenis analisis, dinamik, buckling, maupun analisis
perpindahkan panas, hingga analisis fluida.

2.6 Cost Production (Biaya Produksi)


2.6.1 Akuntansi Biaya
Menurut Supriyono (1999; 12), akuntansi biaya adalah salah
satu cabang akuntansi yang merupakan alat manajemen dalam
memonitor dan merekam transaksi biaya secara sistematis, serta
menyajikan informasi biaya dalam bentuk laporan biaya. Informasi
akuntansi biaya sangat dibutuhkan oleh pihak manajemen perusahaan
untuk aktivitas perencanaan, pengendalian, pengevaluasian dan
pengambilan keputusan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut, Fitrah dan Endang
(2014), menyatakan bahwa akuntansi biaya merupakan suatu alat bagi
manajemen dalam menjalankan aktivitas perusahaan yaitu sebagai alat
perencanaan, pengawasan dan pembuatan keputusan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa objek kegiatan dari akuntansi biaya adalah biaya,
dimana informasi yang dihasilkan dari akuntansi biaya akan dijadikan
pedoman dalam pengambilan keputusan oleh pihak internal perusahaan.
Konsep akuntansi biaya diperlakukan untuk kegiatan
pengklasifikasian, analisis dan pengumpulan mengenai biaya, sehingga
pembahasan akuntansi biaya dapat dijadikan pedoman dalam
penyusunan laporan biaya. Bagi pihak manajemen, informasi mengenai
biaya bermanfaat untuk menyelesaikan tugas-tugas sebagai berikut;
(Muchlis, 2013; 5)
a. Membuat dan melaksanakan rencana dan anggaran untuk
beroperasi dalam kondisi kompotitif dan ekonomi yang telah
diprediksikan sebelumnya.

47
b. Menetapkan metode perhitungan biaya yang memungkinkan
pengendalian aktivitas, mengurangi biaya, dan memperbaiki
kualitas.
c. Mengendalikan kualitas fisik dari persediaan, dan
menentukan biaya dari setiap produk ataupun jasa yang
dihasilkan untuk tujuan penetapan harga dan untuk evaluasi
kinerja dari suatu produk, depertemen atau divisi.
d. Menentukan biaya dan laba perusahaan untuk periode
akuntansi satu tahun atau untuk periode lain yang lebih
pendek. Hal ini termasuk menentukan nilai persediaan dan
harga pokok penjualan sesuai dengan aturan pelaporan
eksternal.
e. Memilih diantara dua atau lebih alternatif jangka pendek atau
jangka panjang yang dapat mengubah pendapatan atau biaya.
Dunia dan Wasilah (2011; 4), mengungkapkan bahwa dalam
pengelolaan perusahaan, akuntansi biaya merupakan bagian penting
dari ilmu akuntansi dan telah berkembang menjadi tool of managament,
yang berfungsi menyediakan informasi biaya bagi kepentingan
manajemen agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Informasi
akuntansi biaya (cost accounting) membahas akuntansi keuangan dan
akuntansi manajemen dengan menyediakan informasi biaya dari produk
untuk pihak eksternal (pemegang saham, kreditor, dan berbagai pihak
lain yang terkait) untuk keputusan investasi dan kredit serta para
manajer internal untuk melakukan perencanaan, pengendalian,
pengambilan keputusan, dan pengevaluasian kerja (Raiborn dan
Michael, 2011; 4). untuk kepentingan eksternal, yaitu penyajian laporan
keuangan untuk informasi biaya produk dikembangkan sesuai dengan
tujuan GAAP. Namun untuk kepentingan intenal, perusahaan
mempertimbangkan prinsip manfaat dan biaya dari informasi akuntansi
yang disajikan.
Akuntansi biaya biasanya digunakan untuk pengambilan
keputusan internal yang tidak memerlukan standar akuntansi yang

48
berlaku umum atau generally accepted accounting standards (GAAP),
sehingga perusahaan mengembangkan standar rahasia mereka sendiri,
yang akan membantu perusahaan dan memberikan pengetahuan dalam
proses pembuatan keputusan (Cunagin dan Stancil dalam Nawaz,
2012). Hal ini menyebabkan perkembangan akuntansi biaya mengalami
perlambatan. Walaupun demikian tiga badan penting yaitu Institute of
Managament Accountants, Sosiety of Managament Accountants of
Canada, dan Cost Accounting Standards Board mengeluarkan standar-
standar dan pedoman-pedoman akuntansi biaya. Walaupun sifatnya
tidak mengikat namun, ketiga badan tersebut memberikan pedoman
kepada perusahaan agar metode-metode yang diterapkan telah sesuai
dengan kebutuhan internal perusahaan.

2.6.2 Konsep Biaya dan Penggolongannya


Menurut Hansen dan Mowen (2013; 42), biaya adalah kas atau
nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa
yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa depan bagi
organisasi. Tidak jauh berbeda dengan Dunia dan Wasilah (2011; 22),
mendefinisikan biaya sebagai pengeluaran-pengeluaran atau nilai
pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa yang berguna untuk
masa yang akan datang atau mempunyai manfaat melebihi satu
periode akuntansi tahunan. Sementara Husnia, Topowijono dan
Dwiatmaja (2014), mendefenisikan biaya sebagai suatu pengorbanan
untuk memperoleh barang atau jasa yang memberikan manfaat baik di
masa kini maupun di masa yang akan datang. Karena itu, biaya
merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
menghasilkan barang atau jasa yang nantinya akan memberi manfaat
bagi perusahaan itu sendiri. Ibrahim (2015), mengemukakan bahwa
terdapat 4 (empat) unsur pokok terkait biaya, yaitu:
a. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
b. Diukur dalam satuan uang.
c. Yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi.

49
d. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Ketika berbicara mengenai biaya, maka hal ini sangat tergantug pada
penentuan biaya akan berbagai hal. Hal-hal tersebut sering juga
disebut sebagai objek biaya. Menurut Putra dan Wahyu (2014), objek
biaya adalah setiap item seperti produk, pelanggan, depertemen,
proyek aktivitas dan sebagainya yang membebankan biaya ke objek
biaya secara akurat utuk menjadi dasar keputusan yang baik, dimana
hubungan atara biaya dan objek biaya dapat membantu meningkatkan
keakuratan pembebanan biaya.
Menurut Supriyono (1999; 18-36), menjelaskan bahwa ada beberapa
cara dalam penggolongan biaya yang sering dilakukan, antara lain:
1. Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari
kegiatan/aktivitas perusahaan.
Fungsi pokok dari kegiatan perusahaan-perusahaan terdiri atas
fungsi produksi, fungsi pemasaran, fungsi administrasi dan
umum, dan fungsi keuangan (financial). Atas dasar fungsi
tersebut, biaya dapat dikelompokan menjadi:
a. Biaya produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan
dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan
baku menjadi produk selesai. Biaya produksi digolongkan
menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik.
b. Biaya pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan
produk selesai sampai dengan pengumpulan piutang
menjadi kas.
c. Biaya administrasi dan umum, yaitu biaya yang terjadi
dalam rangka penentuan kebijakan, pengarahan, dan
pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan.
d. Biaya keuangan, adalah semua biaya yang terjadi dalam
melaksanakan fungsi keuangan, misalnya biaya bunga.
2. Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi dimana
biaya akan dibebankan.

50
Penggolangan biaya berdasarkan pengeluaran (expenditure), dimana
pengeluaran tesebut berhubungan dengan kapan pengeluaran tersebut
akan menjadi biaya. Pengeluaran tersebut terdiri atas pengeluaran
untuk membeli mesin, pengeluaran untuk membeli alat-alat kecil,
pengeluaran yang hanya bermanfaat pada periode akauntansi misalnya
gaji, dan pengeluaran yang jumlahnya relatif besar yang memerlukan
keputusan manajemen untuk memastikan sebagai pengeluaran modal
atau pengeluaran penghasilan.
3. Penggolongan biaya sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap
aktivitas atau kegiatan atau volume.
Biaya menurut tendensi perubahannya terhadap aktivitas terutama
untuk tujuan perencanaan dan pengendalian biaya serta pengambilan
keputusan. Biaya ini terdiri atas biaya tetap, biaya variabel, dan biaya
semi variabel.
a. Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap
konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau
aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.
b. Biaya variabel (variable cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya
akan berubah secara sebanding (proposional) dengan perubahan
volume kegiatan, semakin besar volume kegiatan semakin tinggi
jumlah total biaya variabel, semakin rendah volume kegiatan
semakin rendah jumlah total biaya variabel.
c. Biaya semi variabel (semi variable cost), yaitu biaya yang jumlah
totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan,
akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi
volume kegiatan semakin rendah biaya satuan, semakin rendah
volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
4. Penggolongan biaya sesuai dengan objek atau pusat biaya yang
dibiayai.
Di dalam perusahaan objek atau pusat biaya dapat dihubungkan
dengan produk yang dihasilkan, depertemen-depertemen yang ada
dalam pabrik, daerah pemasaran, bagian-bagian dalam organisasi yang

51
lain atau bahkan individu. Biaya-biaya ini terdiri atas biaya lansung
(direct cost) dan biaya tidak lansung (indirect cost). Biaya langsung
adalah biaya yang terjadi atau manfaatnya dapat diidentifikasikan
kepada objek atau pusat biaya tertentu. Dalam hubungannya dengan
produk biaya ini terdiri atas biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung. Sedangkan biaya tidak langsung merupakan biaya yang
terjadi atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasi pada objek atau
pusat biaya tertentu. Contoh biaya tidak lanssung yaitu biaya overhead
pabrik.
5. Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian biaya
Untuk pengendalian biaya informasi biaya yang ditujukan kepada
manajemen dikelompokkan dalam biaya terkendalikan (controllable
cost), yaitu biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dan biaya
tidak terkendalikan (uncontrollable cost), yaitu biaya yang tidak dapat
dipengaruhi oleh seorang pimpinan dalam jangka waktu tertentu.
6. Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan.
Biaya untuk tujuan pengambilan keputusan oleh manajemen
terdiri atas biaya relevan (relevant cost) dan biaya tidak relevan
(irrelevan cost). Biaya relevan yaitu biaya yang akan mempengaruhi
pengambilan keputusan perusahaan. Pengambilan keputusan dapat
berupa pemilihan dua alternatif atau pemilihan lebih dari dua
alternatif. Sedangkan biaya tidak relevan yaitu biaya yang tidak
mempengaruhi pengambilan keputusan perusahaann.
Dalam akuntansi biaya terdapat dua fungsi yang relevan yaitu
sebagai alat kontrol atau pengendalian dan sebagai alat pengambilan
keputusan (Martins, dalam Castanheira et. al.,). Karena itu, biaya
dibagi atas dua jenis yaitu, Control Costs dan Decision Costs.
Berkenaan sebagai alat kontrol atau Control Costs yaitu untuk
menyediakan data dalam penetapan standar, anggaran, dan lain
sebagainya yang digunakan sebagai alat prediksi. Sedangkan sebagai
alat pengambilan keputusan, Decision Costs yaitu membandingkan

52
data yang diperoleh dari biaya kontrol sehingga memperoleh data
yang efisien yang digunakan sebagai proses pengambilan keputusan
bagi pihak manajer perusahaan.
Informasi biaya diperlukan oleh pihak manajemen untuk tujuan
sebagai berikut: (Dunia dan Wasilah, 2011; 4).
1. Penentuan harga pokok, dalam penentuan harga pokok, biaya-
biaya dihimpun menurut pekerjaan (job), bagian-bagian
(depertements), atau dirinci lagi menurut pusat-pusat biaya (cost
pools), produk-produk, dan jasa-jasa.
2. Perencanaan biaya, informasi biaya akan membantu manajemen
dalam membuat keputusan dan merumuskan strategi-strategi
perusahaan seperti harga jual dan volume penjualan, profitabilitas
dan produk, pembelian, pengeluaran barang modal, dan perluasan
pabrik.
3. Pengendalian biaya, merupakan usaha manajemen untuk
mencapai tujuan yang telah diterapkan dengan melakukan
perbandingan secara terus-menerus antara pelaksanaan dengan
rencana.
4. Dasar untuk pengambilan keputusan yang khusus, manajer
perusahaan dapat mengambil keputusan berupa; membuat produk
baru, menghentikan atau meneruskan suatu produk tertentu,
meneriman atau menolak pesanan-pesanan tertentu, membeli atau
membuat sendiri, dan menjual lansung atau memproses lebih
lanjut.

2.6.3 Harga Pokok Produksi


Harga pokok produksi adalah penjumlahan seluruh
pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan untuk mengubah bahan
baku menjadi sebuah produk. Sementara Hansen dan Mowen (2013;
55), menyatakan bahwa harga pokok produk adalah pembebanan
biaya yang mendukung tujuan manajerial yang spesifik. Artinya

53
penentuan harga pokok suatu produk bergantung pada tujuan
menejerial yang spesifk atau yang ingin dicapai.
Biaya-biaya yang terjadi dalam kegiatan manufaktur disebut
biaya produksi (production cost or manufacturing cost). Biaya-biaya
yang timbul pada proses produksi akan mempengaruhi perubahan
harga pokok produksi. Baik peningkatan maupun penurunan biaya-
biaya tersebut akan mempengaruhi proses penentuan harga pokok
prosduksi. Biaya-biaya yang biasanya akan mempengaruhi proses
produksi yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik. Dunia dan Wasilah (2011; 24), mengklasifikasikan
biaya produksi dalam tiga elemen utama sehubungan dengan produk
yang dihasilkan yaitu; bahan langsung (direct material), tenaga kerja
langsung (direct labor), dan overhead pabrik (factory overhead).
Pengklasifikasian ini bertujuan untuk pengukuran laba, dan penentuan
harga pokok produk yang akurat atau tepat serta pengendalian biaya.
Dimana dalam suatu produk, biaya menunjukkan ukuran moneter
sumber daya digunakan seperti bahan, tenaga kerja, dan overhead.
Sedangkan untuk jasa biaya merupakan pengorbanan moneter yang
dilakukan dalam menyediakan jasa (Hidayat, 2014). Karena itu, Harga
pokok produksi dapat diklasifikaikan menjadi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
1. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian
menyeluruh dari produk jadi dan dapat dibebankan atau
diperhitungkan secara langsung kepada harga pokok produk
(Muchlis, 2013; 69). Biaya bahan baku terjadi karena adanya
pemakaian bahan baku. Semua proses atau siklus yang terjadi
dalam memperoleh bahan baku untuk proses produksi baik itu
biaya pembelian, biaya angkut dan biaya-biaya lainnya disebut
harga pokok bahan baku. Jadi dapat disimpulkan bahwa biaya
bahan baku merupakan harga pokok bahan baku yang dipakai
dalam produksi untuk membuat barang atau produk. Biaya bahan

54
baku diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu biaya bahan baku
langsung dan biaya bahan baku tidak lansung.
2. Biaya tenaga kerja langsung.
Menurut Muchlis (2013; 83), biaya tenaga kerja adalah harga
yang dibayarkan dalam rangka pemakaian dan pemamfaatan
sumber daya manusia (human resourch). Biaya ini timbul katika
pemakaian biaya berupa tenaga kerja yang dilakukan untuk
mengolah bahan menjadi barang jadi atau proses pengolahan
bahan baku menjadi suatu produk yang siap dipaasarkan (dijual).
Biaya tenaga kerja untuk proses produksi dibagi menjadi dua
yaitu biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak
langusung. Biaya tenaga kerja langsung adalah konpensasi yang
dibayarkan kepada karyawan atau upah tenaga kerja yang secara
langsung bekerja, atau terlibat dalam proses produksi pengolahan
bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan biaya tenaga kerja
tidak langsung adalah konpensasi yang dibayarkan kepada para
tenaga kerja yang bekerja di pabrik tetapi tidak terlibat dalam
melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi (Muchlis,
2013; 83).
3. Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya-biaya yang tidak langsung
dalam sebuah proses produksi dan biaya overhead pabrik
umumnya dikonsumsi oleh lebih dari satu depertemen (Majid,
2013; 20). Biaya ini timbul akibat pemakaian fasilitas-fasilitas
yang digunakan untuk mengolah bahan, seperti mesin, alat-alat,
tempat kerja dan lain sebagainya. Biaya overhead pabrik
merupakan biaya tidak lansung karena itu biaya overhead pabrik
tidak dapat secara langsung dibebankan ke produk.
Penentuan harga pokok produksi untuk metode harga pokok
pesanan dan metode harga pokok proses harus dapat membebanka
biaya overhead pabrik kepada setiap produknya. Penentuan tarif biaya
overhead pabrik memiliki beberapa manfaat. Menurut Supriyono

55
(1999;294), tarif biaya overhead pabrik yang ditentukan dimuka dapat
memberikan manfaat kepada manajemen yaitu sebagai berikut:
a. Dapat dipakai sebagai alat untuk membebankan biaya
overhead pabrik kepada produk dengan teliti, adil dan cepat
dalam rangka menghitung harga pokok produk.
b. Dapat dipakai sebagai alat untuk mengadakan perencanaan
terhadap biaya overhead pabrik, khususnya apabila tarif
biaya overhead pabrik dipisahkan ke dalam tarif tetap dan
tarif variabel.
c. Dapat pakai sebagai alat pengambilan keputusan terutama
dalam rangka menyajikan informasi biaya relevan.
d. Dapat dipakai sebagai alat pengendalian biaya overhead
pabrik, untuk itu tarif biaya overhead pabrik harus
dikelompokkan kedalam tarif tetap dan tarif variabel.
Penggolongan biaya overhead pabrik merupakan suatu hal
yang sangat esensial, hal ini dikarenakan biaya yang terjadi dalam
proses produksi tidak semuanyan secara langsung akan mempengaruhi
proses produksi. Penggolongan biaya overhead pabrik penting untuk
dilakukan untuk mengklasifikasikan biaya-biaya yang timbul dalam
proses produksi. Sehingga perusahaan dapat dengan mudah
menelusuri biaya-biaya tersebut. Menurut Muchlis (2013; 94-96),
biaya overhead pabrik dapat digolongkan dengan tiga cara, yaitu
sebagai berikut:
1. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut sifatnya
Berdasarkan sifatnya biaya-biaya ini dapat dikelompokkan
menjadi beberapa golongan berikut ini:
 Biaya bahan penolong, bahan penolong merupakan
bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau
bahan yang meskipun menjadi bagian dari produk jadi
tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan harga
pokok produksi tersebut.

56
 Biaya reparasi dan pemeliharaan.
 Biaya tenaga kerja tidak langsung, tenaga kerja tidak
langsung adalah tenaga kerja pabrik yang upahnya
tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada
produk atau pesanan tertentu.
 Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhaadap
aktiva tetap. Contoh dari biaya ini yaitu biaya
depresiasi aktiva tetap seperti gedung mesin dan lain-
lain.
 Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu.
Contoh dari biaya ini yaitu biaya-biaya asuransi, seperti
asuransi kendaraan, asuransi mesin dan biaya asuransi
lainnya.
 Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung
memerlukan pengeluaran uang tunai.
2. Penggologan biaya overhead pabrik menurut perilakunya
dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Tarif biaya overhead pabrik dapat digunakan untuk
perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian
biaya ovehead pabrik, maka tarif tersebut harus
dipasahkan ke dalam tarif tetap dan tarif variabel
(Supriyono, 1999; 294). Biaya-biaya ini terdiri atas biaya
tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel.
3. Penggolongan biaya overhead pabrik menurut
hubungannya dengan depertemen. Biaya ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya overhead pabrik
langsung depertemen (direct departmental overhead
expense), dan biaya overhead pabrik tidak langsung
depertemen (indirect departmental overhead expense).
Harga pokok produksi terbentuk karena adanya pembuatan
produk yang bertujuan mengubah aktiva (berupa

57
persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (persediaan
produk jadi), atau adanya pengorbanan bahan baku yang
dapat berupa biaya bahan baku akan membentuk harga
pokok produksi (Akbar, 2015). Pada umumnya dalam
pembuatan produk terdapat dua kelompok biaya yaitu
biaya produksi dan biaya non produksi. Biaya produksi
merupakan biaya yang dikelurkan dalam pengolahan
bahan baku menjadi produk. Sedangkan biaya non
produksi merupakan biaya yang dikelurakan untuk
kegiatan non produksi seperti kegiatan pemasaran dan
administrasi (Slat, 2013).
Penentuan harga pokok produksi yang akurat sangat penting
untuk analisis profitabilitas dan keputusan strategis yang berkenaan
dengan desain produk, penetapan harga dan bauran produk. Mulyadi
dalam batubara (2013), menyatakan bahwa manfaat informasi harga
pokok produksi yaitu menentukan harga jual produk, memantau
realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi periodik,
menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca. Dalam menentukan harga pokok
produksi terdapat berbagai cara atau metode yang dapat digunakan
seperti full costing dan variable costing.
1. Full costing
Full costing merupakan penentuan kos produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam kos
produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik baik yang berprilaku variabel
maupun tetap (Mulyadi dalam Rifqi, 2014). Rifqi juga
menambahkan adanya biaya non produksi (biaya pemasaran dan
biaya administrasi dan umum). Dimana semua biaya tersebut
diperlakukan sebagai perolehan perediaan dan biaya produk (Gersil
dan Cevdet, 2016). Dengan demikian harga pokok produksi
menurut full costing terdiri dari unsur biaya produksi yaitu:

58
Biaya bahan baku langsung xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik tetap xxx
Biaya overhead pabrik variabel xxx+
Harga pokok produksi xxx
Biaya overhad pabrik tetap akan melekat pada harga pokok
persediaan produk dalam proses akhir dan persediaan produk jadi
yang belum laku dijual, dan barang dianggap sebagai biaya apabila
produk tersebut telah terjual. Gersil dan Cevdet (2016),
mengungkapkan bahwa produksi tidak akan terjadi tanpa
timbulnya biaya overhead pabrik tetap, maka absorption costing/
full costing menganggap biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya
perolehan persediaan. Lebih lanjut Gersil dan Cevdet menjelaskan
bahwa full costing lebih banyak digunakan oleh para manajer
perusahaan untuk pengambilan keputusan jangka panjang, dan
Memungkinkan manajer perusahaan dalam meningkatkan
pendapatan operasional dengan meningkatkan produksi bahkan
ketika permintaan sedang surut.
2. Variable costing
Variable costing adalah metode yang menentukan harga pokok
produksi yang hanya memperhitungkan unsur biaya produksi yang
berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri
dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik variabel. Sedangkan untuk biaya tetap akan
dibebankan pada periode tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa
dengan menggunakan variable costing barang yang akan dijual
tidak mengandung biaya overhead tetap. Variabel costing lebih
banyak digunakan untuk pengambilan keputusan jangka pendek.
Dimana variable costing merupakan metode kalkulasi biaya
persediaan dimana semua biaya variabel dimasukkan sebagai biaya
persediaan ( Gersil dan Cevdet, 2016). Dengan demikian harga

59
pokok produksi menurut Variabel Costing terdiri dari unsur biaya
produksi, yaitu:
Biaya bahan baku langsung xxx
Biaya tenaga kerja langsung xxx
Biaya overhead pabrik tetap xxx
Biaya overhead pabrik variabel xxx+
Harga pokok produksi xxx
Pada dasarnya perbedaan metode full costing dan metode
variable costing terletak pada waktu (timing) perlakuan biaya
overhead pabrik tetap. Pada full costing atau absorption costing akan
menilai jumlah persediaan perusahaan sebagai biaya produksi baik itu
biaya yang besifat variabel maupun tetap (Nawaz, 2013). Sehingga
BOP tetap harus dibebankan dan dikurangkan dari pendapatan untuk
setiap unit yang terjual. Sedangkan untuk setiap untit yang tidak
terjual akan diletakkan pada persediaan dan akan dibawa ke periode
berikutnya sebagai aset. Sedangkan metode variable costing
beranggapan bahwa BOP tetap harus segera dibebankan pada periode
terjadinya. Dimana menurut Nawaz (2013; 50) bahwa BOP tetap pada
perusahaan manufaktur akan diperlakukan sebagai biaya periode yaitu
biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.

2.7 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)


Menurut Permadi (1992) proses pengambilan keputusan dalam otak manusia
pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif dari sekian banyak alternatif
berdasarkan sejumlah kriteria dari suatu permasalahan. Pola pikir manusia
dalam pengambilan keputusan pada dasarnya membentuk suatu hirarki
pengambilan keputusan yang bentuknya fleksibel, tergantung dari
kompleksitas masalah dan selera pengambil keputusan. Model-model
pengambilan keputusan yang kemudian dibuat oleh para ahli untuk membantu
manusia sebenarnya juga didasarkan atas prinsip hirarki, hanya bentuknya
berbeda-beda.

60
2.7.1 Hirarki
Menurut Permadi (1992) hirarki adalah alat yang paling mudah
untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah tersebut
diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun
elemen-elemen tersebut secara hirarki, dan akhirnya melakukan
penilaian atas elemen-elemen tersebut sekaligus menentukan
keputusan apa yang akan diambil. Proses penyusunan elemen-elemen
secara hirarki meliputi pengelompokan elemen-elemen dalam
komponen yang sifatnya homogen dan menyusun komponen-
komponen tersebut dalam level hirarki yang tepat.

2.7.2 Pemikiran Logis dan Pemikiran Emosional


Menurut Permadi (1992) otak manusia terbagi atas dua bagian
yaitu otak kiri yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya logis dan
otak kanan yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya emosional.
Suatu proses pengambilan keputusan pada dasarnya merupakan
paduan kedua unsur tersebut tetapi yang menjadi banyak pertanyaan,
unsur mana yang lebih dominan atau lebih jauh lagi, bagaimana
mengukur peranan hal-hal yang lebih bersifat emosional. Model-
model pengambilan keputusan yang banyak diciptakan manusia
sebenarnya merupakan usaha untuk menyederhanakan masalah dan
mempermudah manusia dari sisi logis. Kemampuan logik manusia
yang bagaimanapun ada batasnya, berusaha dijembatani dengan model
sehingga diharapkan keputusan yang diambil sudah akurat dan masuk
akal. Para pembuat model ini tampaknya lupa bahwa unsur emosional
atau otak kanan yang tidak dimasukkan dalam model bisa saja
menciptakan sebuah keputusan yang jauh lebih akurat.

2.7.3 Karakteristik Umum Metode AHP


Menurut Permadi(1992) The Analytic Hierarchy Process, yang
selanjutnya disebut AHP, adalah salah satu bentuk model pengambilan
keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan

61
dari model-model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah
sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.
Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur
dipecah ke dalam kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok-
kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
Perbedaan mencolok antara model AHP dengan model
pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya. Model-
model yang sudah ada umumnya memakai input yang kuantitatif atau
berasal dari data sekunder. Otomatis, model tersebut hanya dapat
mengolah hal-hal kuantitatif pula. Model AHP memakai persepsi
manusia yang dianggap ‘ekspert’ sebagai input utamanya. Kriteria
‘ekspert’ disini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius,
pintar, bergelar doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada
orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan
akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah
tersebut. Karena menggunakan input yang kualitatif (pesepsi manusia)
maka model ini dapat mengolah juga hal-hal kualitatif disamping hal-
hal yangkuantitatif.

2.7.4 Prinsip Dasar Metode AHP


Menurut Mulyono (1996) dalam menyelesaikan persoalan dengan
metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami,
diantaranya adalah : decomposition, comparative judgement, synthesis
of priority, and logical consistency.
1. Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan
decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi
unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat,
pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tindakan
dari persoalan tadi karena alasan ini maka proses analisis
dinamakan hirarki.

62
2. Compatitive Judgement
Dalam hal ini berarti membuat penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang
dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap
prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak
lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan
matriks pairwise comparison.
3. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparisonkemudian
dicari eigen vector untuk mendapatkan local priority. Karena
matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka
untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa
diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda
menurut hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut
kepentingan relatif menurut prosedur sintesa dinamakan
priority setting.
4. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah bahwa
banyak obyek- obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai
dengan keseragaman dan relevansinya. Arti kedua adalah
menyangkut tingkat hubungan antar objek-objek yang
didasarkan pada kriteria tertentu. Proses ini harus dilakukan
berulang hingga didapatkan penilaian yang tepat.
Dijelaskan lebih mendalam oleh Widodo (2012) yakni :
1. Prinsip Identify and Decompotition
Prinsip identify and decompotition merupakan proses
mendefinisikan permasalahan dan menyusun hirarki
permasalahan dengan jalan mendekomposisi(memecah-mecah)
permasalahan menjadi unsur yang lebih kecil. Pada umumnya
struktur hierarki disusun mulai dari tingkat paling tinggi yaitu
tujuan yang akan dicapai(goal), setelah tujuan dapat ditetapkan

63
selanjutnya adalah menentukan kriteria dari tujuan tersebut.
Kemudian dilanjutkan dengan beberapa tingkat yang berisi
kriteria-kriteria dimana masing-masing kriteria dapat
didekomposisi lagi menjadi sub-kriteria tingkat-tingkat
berikutnya. Berdasarkan tujuan dan kriteria, beberapa pilihan
perlu diidentifikasi dan ditutup dengan alternatif/pilihan
penyelesaian permasalahan pada paling bawah. Lebih jelasnya
perhatikan Gambar 2.25 berikut ini;

Tujuan

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 Kriteria 5

Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3 Pilihan 4 Pilihan 5

Gambar 2.25. Diagram Metode AHP (Widodo, 2012)


2. Prinsip Descrimination and Comparative Judgement
Dalam AHP proses penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan antara dua elemen pada tingkat tertentu dalam
kaitannya dengan tingkat di atasnya yang disebut pairwise
comparison. Setelah masalah terdekomposisi, maka ada dua
tahap penilaian atau membandingkan antara elemen yaitu
perbandingan antar kriteria dan perbandingan antar pilihan
untuk setiap kriteria. Perbandingan antar kriteria dimaksudkan
untuk menentukan bobot untuk masing-masing kriteria. Disisi
lain, perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria
dimaksudkan untuk melihat bobot suatu pilihan untuk suatu
kriteria. Dengan perkataan lain, penilaian ini dimaksudkan
untuk melihat seberapa penting suatu pilihan dilihat dari
kriteria tertentu. Hasil dan penilaian ini akan ditempatkan
dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise
comparison.

64
Matriks pairwise comparison dinyatakan dalam bentuk matriks
bujur sangkar.

Dimana elemen n menyatakan jumlah elemen yang


diperbandingkan dan nilai aij pada matrik A menyatakan
bahwa elemen pada baris ke-i lebih penting/lebih kuat/lebih
disukai/lebih mendominasi/lebih mempengaruhi dibanding
elemen kolom ke-j terhadap suatu kriteria tertentu dengan
ketentuan
aij = 1, untuk setiap i=j
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan
dua elemen, perlu dipahami tujuan yang diambil secara umum.
Dalam penyusunan skala kepentingan, dapat dilihat pada Tabel
2.7 berikut;
Tabel 2.7. Skala Pairwise Comparison
Tingkat
Definisi Penjelasan
Kepentingan

Kedua elemen sama Kontribusi kedua elemen


1
pentingnya sama besar pada tujuan
Pengalaman dan
Elemen yang satu
penilaian sedikit
3 sedikit lebih penting
lebih mendukung satu
dibanding elemen lain
elemen dibandinglainnya
Pengalaman dan
Elemen yang satu
penilaian dengan
5 sedikit lebih penting
kuat mendukung satu
dibanding elemen lain
elemen dibandinglainnya.

Elemen yang satu sangat Satu elemen sangat


7 penting dibanding dominan dibanding
elemen lain elemenlain

Satu elemen terbukti sangat


Elemen yang satu
tinggi tingkat
9 mutlak penting
kepentingannya dibanding
dibanding elemen lain
elemen lain.

65
Nilai-nilai diantara dua
Nilai kompromi diantara
2,4,6,8 pertimbangan yang
1,3,5,7,9
berdekatan
Sumber : Saaty dan Kearns dalam Widodo, 2012.
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku
aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih
penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali
pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan
dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya
sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai
sama penting.
Menentukan dan menghitung bobot masing-masing
kriteria menurut (Nyoman dan Mahendrawati dalam Widodo,
2012). Masing-masing kriteria dan sub-kriteria memiliki tingkat
kepentingan yang berbeda. Bobot bisa diberikan secara terpisah
kemudian digabungkan, atau diberikan secara bersama-sama
melalui proses consensus. Pada model AHP, pemberian bobot
ini dilakukan dengan sistem perbandingan berpasangan.
Caranya, dua buah kriteria diambil dan dibandingkan. Kalau
kedua kriteria dianggap sama pentingnya maka akan diberi
angka 1 pada kedua kriteria. Kalau kriteria satu secara absolut
lebih penting dari yang lain maka yang lebih penting diberi nilai
9 dan yang satunya lagi nilainya 1. Keseluruhan ada 9 angka
yang mungkin diberikan sebagai skala perbandingan dengan
interprestasi seperti pada Tabel 2.8 berikut;
Tabel 2.8. Interpretasi Perbandingan Berpasangan pada AHP
Kriteria Kriteria
Deskripsi B/A
A B
A sama penting dengan B 1 1 1
A sedikit lebih penting dari B 3 1 1/3
A secara signifikan lebih
5 1 1/5
penting dari B
A jauh lebih penting dari B 7 1 1/7
A secara absolut lebih penting
9 1 1/9
dari B
Sumber : Nyoman dan Mahendrawati dalam Widodo, 2012.

66
3. Prinsip Synthesis of Priorities
Sintesis hasil penilaian merupakan tahap akhir dari AHP.
Pada dasarnya, sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot
yang diperoleh setiap pilihan pada masing-masing kriteria
setelah diberi bobot dari kriteria tersebut.
Dari setiap matriks pairwise comparisson kemudian dicari
nilai eigen vector untuk mendapatkan local priority. Karena
matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap
tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus
dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-
elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis
dinamakan priority setting.
4. Prinsip Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-
objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan
keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut
tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada
kriteria tertentu. Prinsip konsistensi ini menurut (Saaty dalam
Widodo, 2012) berhubungan erat dengan konsep eigen vector
dalam matrik pairwise comparison. Melakukan pengujian
konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang
didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan
ditinjau dari per matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki
untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan
didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih
berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Setelah
melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya
adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk
melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabelRandom
Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat
pada Tabel 2.9 berikut ini;

67
Tabel 2.9. Random Index
Urutan
Matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(RI) 0.00 0.00 0.58 0.9 1.1 1.2 1.3 1.4 1.4 1.49
Sumber: Saaty dalam Widodo, 2012
Menurut (Saaty dalam Widodo,2012) menyatakan bahwa
untuk matrik pairwise comparison dengan nilai Consistency
Ratio (CR) ≤0,1 dapat dianggap konsisten, sedangkan apabila
nilai >0,1 maka penilaian pengambilan keputusan dalam matrik
pairwise comparison perlu diperbaiki. Dengan tetap
menggunakan matriks diatas, pendekatan yang digunakan dalam
pengujian konsistensi matriks perbandingan adalah:
a. Melakukan penjumlahan antara bobot elemen dengan
nilai awal matriks dan membagi jumlah perkalian bobot
elemen dan nilai awal matriks dengan bobot untuk
mendapatkan nilai eigen.
b. Mencari nilai matriks
Nilai matriks merupakan nilai rata-rata dari nilai eigen
yang dapat dilihat persamaannya pada persamaan 2.31
berikut ini;
∑𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑣𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = (2.32)
𝑁

dengan N adalah jumlah elemen dalam matriks.

c. Mencari nilai Consistency Index (CI)


𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝑁
𝐶𝐼 = (2.33)
𝑁−1

d. Mencari nilai Consistency Ratio (CR)


𝐶𝐼
𝐶𝑅 = (2.34)
𝑅𝐼

68
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis data aktual. Metode ini melakukan perhitungan kemudian
perancangan. Metode penelitian Tugas Akhir ini mencakup semua kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah atau melakukan proses
analisa terhadap permasalahan Tugas Akhir yang akhirnya mencapai tujuan
penelitian serta tahapan penelitian secara rinci, singkat dan jelas.

3.2 Diagram Alir Perencanaan


Penelitian ini dilakukan sesuai dengan metode perancangan reverse
engineering seperti pada diagram alir pada Gambar 3.1 di bawah ini ;

Mulai

Perumusan Masalah

Studi Lapangan

Menetapkan Spesifikasi
Perancangan

A B

Gambar 3.1. Diagram Alir Metode Penelitian

69
A B

Perancangan dan
Menghasilkan Analisa Struktur
Konsep Produk untuk 3 Alternatif
Desain

Konsep 1 Konsep 2 Konsep 3

Proses Simulasi Kekuatan


Struktur dengan Software

Kontrol Desain, Tidak


 Wreq< Wact
 Wratio 1-1.2
 σ < σallow

Ya

Berdasarkan
Kriteria :
Pemilihan Konsep
 Massa,
Perancangan dengan
 Kekuatan,
Metode AHP
 Cost
Production.

Detail Drawing

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Diagram Alir Metode Penelitian

70
3.3 Tahapan Metode Penelitian
Urutan langkah sebagai sistematika penulisan Tugas Akhir adalah sebagai
berikut :
3.3.1 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Awal tahapan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah
identifikasi permasalahan yang ada. Adapun perumusan masalah
yang nantinya akan diselesaikan selama pengerjaan Tugas Akhir
ini. Selain itu terdapat juga batasan masalah, hal ini dimaksudkan
agar topik bahasan lebih mendetail dan tidak terlalu meluas. Selain
itu juga mempermudah penulis untuk melakukan analisa
permasalahan.

3.3.2 Studi Lapangan dan Pengumpulan Data


Tahapan studi lapangan dan pengumpulan di sini adalah
guna memperdalam penelitian yang sudah ada sebelumnya. Karena
penelitian ini dilakukan saat penulis melakukan kegiatan On The
Job Training maka data yang diperoleh adalah data perusahaan PT
Pindad (Persero). Data yang sudah terkumpul nantinya akan
menjadi pembanding (Comparative Data) dengan desain yang
baru. Data yang diperoleh untuk Tugas Akhir ini antara lain :
1. Spesifikasi Provision Crane
 Execution : Manual Slewing
 Safe Working Load : 5 kN = 0.5 ton
 Working Radius :5m
 Drum Capacity : 50 m, ø 12 wire rope
: at 3 layers
 Weight : 1400 kg = 1.4 ton
 Boom Weight : 475 kg = 0.5 ton
 Hook Travel : 12 m

71
2. Detail Drawing Lengan Provision Crane
Detail Drawing merupakan data sebagai referensi dan acuan.
Dimana saat dilakukan modifikasi tetap mengacu pada desain yang ada
dengan mempertimbangkan estetika dan keselarasan desain. Berikut
detail drawing rancangan sebelumnya milik PT Pindad (persero) pada
gambar 3.2 ;

Gambar 3.2. Detail Drawing Boom Part pada Provision Crane(Sumber : Dokumen
Pribadi PT Pindad (Persero))

3.3.3 Identifikasi Kebutuhan


Identifikasi kebutuhan dilakukan supaya mendapatkan spesifikasi
dari provision crane yang sesuai dengan kondisi terkini. Maka pada
tahap ini akan dilakukan survey dalam bentuk kuesioner terhadap
pihak yang terkait. Dalam hal ini adalah Divisi Engineering Alat
Peralatan Kapal Laut PT Pindad (Persero).

3.3.4 Menetapkan Spesifikasi Perancangan


Spesifikasi perancangan dalam hal ini adalah kebutuhan-kebutuhan
data yang digunakan untuk pengerjaan penelitian ini. Spesifikasi dari

72
provision crane kurang lebih adanya pergantian material serta bentuk
konstruksi.

3.3.5 Menghasilkan Konsep Produk


Pada tahap ini konsep produk yang dihasilkan sebanyak tiga
konsep. Dimana konsep pertama adalah dari product existing dalam
hal ini rancangan milik PT Pindad (Persero), kemudian konsep kedua
adalah modifikasi pada bentuk konstruksi boom serta modifikasi
material, serta konsep ketiga adalah modifikasi pada bentuk
konstruksi boom saja. Berikut merupakan rencana bentuk konstruksi
boom yang dimodifikasi terdapat pada Gambar 3.3, 3.4, dam 3.5
berikut ini ;

Gambar 3.3. Isometric View Rancangan Awal Provison Crane

Gambar 3.4. Side View Rancangan Awal Provision Crane

Gambar 3.5. Top View Rancangan Awal Provison Crane

73
3.3.6 Proses Simulasi Kekuatan Struktur dan Input Data dengan Software
Selanjutnya untuk data perhitungan yang telah diolah serta desain
Manual Slewing Provision yang telah selesai, maka akan dilakukan
analisa FEA dengan software ANSYS 10.0. Analisa ini dilakukan
dengan input desain boom sebelumnya serta data yang diperlukan dari
perhitungan struktur.

3.3.7 Kontrol Desain


Kontrol desain merupakan tahapan untuk menentukan desain yang
sesuai parameter yang didapatkan dari nilai-nilai pada proses
perhitungan struktur dimana tegangan yang dihasilkan harus kurang
dari tegangan yang diijinkan . Hal ini dilakukan supaya mendapatkan
keputusan yang sesuai. Apabila tidak memenuhi persyaratan-
persyaratan maka harus dilakukan perancangan ulang dan sebaliknya
dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

3.3.8 Pemilihan Konsep Perancangan dengan Metode Analytical Hierarchy


Process (AHP)
Setelah diperoleh tiga konsep desain maka dilakukan tahap pemilihan
konsep dimana hal ini dilakukan dengan menggunakan metode AHP
seperti dijelaskan pada BAB 2. Pemilihan konsep desain akan
dilakukan berdasarkan nilai matriks tertinggi dari tiga kriteria desain
diantaranya massa, material, dan harga.

3.3.9 Detail Drawing


Tahap ini merupakan proses breakdown rancangan 3D dari
Provision Crane menjadi bentuk 2D lalu dianalisa, selanjutnya dibuat
gambar kerja atau shop drawing. Shop drawing adalah gambar teknis
lapangan yang dipakai untuk acuan pelaksanaan suatu pekerjaan.
Gambar-gambar ini bersifat detail dan menjadi pedoman. Ini
merupakan output dari penelitian yang dilakukan oleh penulis agar

74
dapat dijadikan sebagai acuan proses produksi Provision Crane untuk
PT Pindad (Persero).

3.3.10 Penarikan Kesimpulan dan Saran


Tahap akhir dari metode penelitian ini dimana akan dilakukan
penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan proses yang telah
dilakukan berdasarkan pertimbangan bobot crane dan harga dari
crane. Selain itu, juga memberikan saran terkait dengan penelitian
selanjutnya.

3.4 Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian


Waktu pengambilan data dimulai pada minggu ke 9 sampai dengan
minggu ke 10 pada saat On The Job Training, tepatnya tangga 29 Oktober
2018 sampai dengan 9 Nopember 2018. Pengerjaan perhitungan analisis
struktur dan proses desain akan dilakukan selama semester genap tahun
keempat perkuliahan sesuai dengan Tabel 3.1 berikut ;
Tabel 3.1. Rencana Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Bulan ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Identifikasi dan perumusan masalah
Studi lapangan dan pengumpulan data
Identifikasi Kebutuhan
Menetapkan Spesifikasi Perancangan
Menghasilkan Konsep Produk
Proses simulasi kekuatan struktur dan input data
dengan software
Pemilihan Konsep Perancangan
Kontrol desain
Detail drawing
Penarikan kesimpulan dan saran

3.5 Tempat Pelaksanaan Penelitian


Tempat pengambilan data pembanding pada penelitian ini dilakukan di
Divis Alat Berat, Departemen Assembly Pin Marine dan Departemen
Engineering PT Pindad (Persero), Bandung, Jawa Barat pada proyek
pembuatan Provision Crane dengan kapasitas 5 kN untuk kapal LST TNI-AL.

75
Sedangkan untuk pengerjaan perhitungan analisis struktur akan dilakukan di
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya dengan literatur yang telah ada.

76
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perancangan dan Analisa Konsep Alternatif Desain Provision Crane


1. Proses Produksi Provision Crane
Sebelum memululai perancangan provision crane, tentunya harus
diketahui proses produksi dari provision crane ini. Sehingga nantinya
dapat diketahui biaya produksi pada masing-masing konsep. Proses
produksi adalah proses mengubah bahan-bahan baku menjadi sebuah
produk yang siap dipasarkan. PT Pindad (Persero) adalah perusahaan
manufaktur yang memproduksi alat-alat persenjataan, kendaraan khusus,
maupun alat-alat berat pada kapal. Proses produksi yang dilakukan oleh
PT Pindad (Persero) yaitu berdasarkan permintaan. Aktivitas proses
produksi dimulai pada saat konsumen menyerahkan spesifikasi produk
yang dibutuhkan dan perusahaan akan membantu konsumen menyiapkan
spesifikasi produk, beserta harga dan waktu penyerahan. Apabila telah
dicapai kesepakatan, maka perusahaan akan mulai membuat komponen
dan merakitnya menjadi produk dan kemudian menyerahkan kepada
konsumen.
Secara garis besar, proses produksi dari provision crane melalui
proses desain, proses fabrikasi, proses perakitan, dan proses akhir.
Adapun penjabaran dari proses produksinya sebagai berikut ;
1. Proses Desain (Design)
Proses desain merupakan tahap dimana penentuan spesifikasi
dari provision crane dimana spesifikasi ini sudah disetujui
dengan konsumen. Karena proses produksinya menggunakan
sistem Make to Order (MTO) maka rancangan provision crane
sudah ada sebelumnya sehingga proses desain dapat dimulai
dengan menetapkan spesifikasi. Setelah itu dilakukan
pemilihan komponen-komponen penunjang seperti motor

77
penggerak, hoist, wire rope, hook, pulley, dan drum dimana
komponen-komponen ini dapat dibeli diluar PT Pindad
(Persero).
2. Proses Fabrikasi (Fabrication)
Selanjutnya adalah proses fabrikasi dimana dilakukan proses
pembentukan yang sedemikian rupa pada bagian boom, upper
body, dan lower body dari provision crane.
3. Proses Perakitan (Assembly)
Setelah seluruh komponen-komponen pendukung siap dan
bagian boom, upper body, dan lower body dari provision crane
juga telah siap. Maka keseluruhan bagian dirakit sedemikian
rupa sehingga terbentuk menjadi provision crane.
4. Proses Akhir (Finishing)
Tahap selanjutnya merupakan proses akhir atau finishing dari
provision crane dimana dilakukan pengecatan maupun
pembersihan pada seluruh bagian provision crane sesuai desain
yang telah ada.
Setelah mengetahui proses produksi dari provision crane
selanjutnya dapat dilakukan perhitungan masing-masing rancangan. Pada
tahap ini konsep produk yang akan dirancang ada sebanyak tiga konsep.
Dimana konsep pertama adalah dari product existing dalam hal ini
rancangan milik PT Pindad (Persero), kemudian konsep kedua adalah
modifikasi pada bentuk konstruksi boom serta modifikasi material, serta
konsep ketiga yang juga modifikasi pada bentuk konstruksi boom dan
material. Pada ketiga konsep yang direncanakan, ketiganya memiliki
spesifikasi yang sama sebagai berikut ;
2. Spesifikasi Perancangan Konsep Alternatif Desain Provision Crane
 Execution : Manual Slewing
 Safe Working Load : 5 kN = 0.5 ton
 Working Radius :5m
 Slewing Angel : sampai 3000

78
 Hoisting Speed : 5-12 m/min
3. Perhitungan Gaya Beban
Setelah menetapkan spesifikasi dan melakukan pemilihan material, maka
selanjutnya dapat dilakukan perhitungan beban arah vertikal. Dimana
gravitasi sangan mempengaruhi beban yang terjadi. Diketahui :
W = 500 kg
g = 9.81 m/s2
Maka :
P =wxg
= 500 x 9.81
= 4905 N
≈ 5000 N
Perhitungan MMAX
Sedangkan momen maksimum merupakan kalkulasi antara beban dikalikan
dengan panjang boom untuk mengetahui besar momen maksimum yang
terjadi. Dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.24 sebagai berikut
ini ;
Diketahui :
P = 5 kN
L = 5000 m
Maka :
MMAX =PxL
= 5 x 5000
= 25000 kNmm
= 25000000 Nmm
Perhitungan Reaksi Peletakan Beban
Berikut merupakan kalkulasi reaksi peletakan yang terjadi akibat beban pada
boom dimana reaksi peletakan ditentukan untuk mengetahui kesetimbangan
dimana diberlakukan syarat bahwa ∑ H = 0 , agar konstruksi tidak dapat
bergerak ke arah horizontal; ∑ M = 0 , agar konstruksi tidak dapat berputar
atau mengguling; ∑ V = 0 , agar konstruksi tidak dapat bergerak ke arah
vertikal. Pada Gambar 4.1 merupakan pemodelan reaksi peletakan dari

79
boomprovision crane.Untuk kalkulasi reaksi perletakan sendiri adalah sebagai
berkut ;

Gambar 4.1. Reaksi Perletakan Boom pada Provision Crane


∑ MA = 0
MA + P.L = 0
MA = -P.L
MA = -0.5 x 5
MA = -0.25 (arah momen ke kiri)
∑V=0
RAV – P = 0
RAV = P
RAV = 0.5
∑H=0
HA = 0
Cek gaya dalam;
DA = RAV
= 0.5
DB = RAV – P
= 0.5 – 0.5
=0
Selanjutnya adalah perhitungan untuk Konsep 1. Alternatif desain 1
merupakan konsep usulan PT Pindad (Persero). Dimana konsep ini memiliki
bentuk profil boom jenis hollow.

80
4.1.1 Perancangan dan Perhitungan Konsep 1
a. Pemilihan Material
Material yang digunakan pada konsep 1 adalah SM400A dengan
spesifikasi sesuai pada tabel 4.1 berikut ini ;
Tabel 4.1 Material Properties of SM400A
Description
Merupakan baja struktural yang diapaki untuk
aplikasi konstruksi umum. Material ini tidak dapat
dikeraskan (hardening) ataupun perlakuan panas
(heat treatment) melalui proses quench dan temper.
Chemical Composition
Element Content
Carbon, C 0.23 %
Silicon, Si -
Manganese, Mn 1.40 %
Phosphorus, P 0.045 %
Sulfur, S 0.045 %
Physical Properties
Density 7800kg/m3
Mechanical Properties
Tensile Strength, Ultimate 400-510 Mpa
Tensile Strength, Yield 245 Mpa
Elongation, min, % 21
Modulus of Elasticity 210000 N/mm2
Poisson-ratio 0.26
Applications
SM 400 memiliki beberapa pengaplikasian
diantaranya :
 General purpose structural steel.
 Jembatan, pelat kapal laut, oil tank.
Sumber : Steel Indo Persada
b. Analisa Kekuatan Struktur
 Perencanaan Profil Boom
Selanjutnya adalah penentuan dimensi profil boom dengan
rincian sesuai Gambar 4.2 dan Tabel 4.2 berikut ini ;

Gambar 4.2 Bentuk Penampang Profil Hollow

81
Tabel 4.2 Tabel Spesifikasi Dimensi Profil Hollow
Size
B H h h’
mm mm mm mm
370 415 9 7
Setelah didapatkan dimensi dari profil boom
selanjutnya dilakukan perhitungan momen inersia
yang terjadi sesuai persamaan 2.23 berikut ini ;
 Inersia 1
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 1.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼1 =
12
1
= 12 𝑥 7 𝑥 3833

= 0.58 x 56181887
= 32585494.46 mm4
 Inersia 2
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 2.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼2 =
12
1
= 12 𝑥 370 𝑥 93

= 30.83 x 729
= 22475.07 mm4
 Inersia 3
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 3.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼3 =
12
1
= 12 𝑥 7 𝑥 3883

= 0.58 x 58411072
= 27102737.41 mm4

82
 Inersia 4
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 4.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼4 =
12
1
= 12 𝑥 370 𝑥 103

= 30.83 x 1000
= 30830 mm4
 Total Inersia
𝐼𝑥𝑥 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3 + 𝐼4
= 32585494.46 + 22475.07 + 32585494.46
+ 22475.07
= 32630444.6 mm4
 Perencanaan Rib
Rib merupakan bagian dari penyangga atau
penguat yang terletak pada bagian boom pada
konsep 1 ini. Jumlah dari rib ini adalah 10 buah.
Rib 1
Rib 1 dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini;

Gambar 4.3. Perencanaan Rib 1


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 1.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (363 x 25) + (40 x 397) + (363 x 25) +
(40 x 397)

83
= 9075 + 15880 + 9075 + 15880
= 49910 mm2
= 0.049 m2
Rib 2
Rib 2 dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini;

Gambar 4.4. Perencanaan Rib 2


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 2.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (363 x 25) + (40 x 382) + (363 x 25) +
(40 x 382)
= 9075 + 15280 + 9075 + 15280
= 48710 mm2
= 0.048 m2
Rib 3
Rib 3 dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini;

Gambar 4.5. Perencanaan Rib 3


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 3.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n

84
= (363 x 25) + (40 x 364) + (363 x 25) +
(40 x 364)
= 9075 + 14560 + 9075 + 14560
= 47270 mm2
= 0.047 m2
Rib 4
Rib 4 dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut ini;

Gambar 4.6. Perencanaan Rib 4


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 4.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (363 x 25) + (40 x 335) + (363 x 25) +
(40 x 335)
= 9075 + 13400 + 9075 + 13400
= 44950 mm2
= 0.044 m2
Rib 5
Rib 5 dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini;

Gambar 4.7. Perencanaan Rib 5


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 5.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n

85
= (363 x 25) + (40 x 315) + (363 x 25) +
(40 x 315)
= 9075 + 12600 + 9075 + 12600
= 43350 mm2
= 0.043 m2
Rib 6
Rib 6 dapat dilihat pada gambar G.8 berikut ini;

Gambar 4.8. Perencanaan Rib 6


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 6.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (363 x 25) + (40 x 291) + (363 x 25) +
(40 x 291)
= 9075 + 11640 + 9075 + 11640
= 41430 mm2
= 0.041 m2
Rib 7
Rib 7 dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut ini;

Gambar 4.9. Perencanaan Rib 7


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 7.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n

86
= (363 x 25) + (40 x 267) + (363 x 25) +
(40 x 267)
= 9075 + 10680 + 9075 + 10680
= 39510 mm2
= 0.039 m2
Rib 8
Rib 8 dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut ini;

Gambar 4.10. Perencanaan Rib 8


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 8.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (363 x 25) + (40 x 243) + (363 x 25) +
(40 x 243)
= 9075 + 9720 + 9075 + 9720
= 37590 mm2
= 0.037 m2
Rib 9
Rib 9 dapat dilihat pada Gambar 4.11 berikut ini;

Gambar 4.11. Perencanaan Rib 9


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 9.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n

87
= (363 x 25) + (40 x 233) + (363 x 25) +
(40 x 233)
= 9075 + 9320 + 9075 + 9320
= 36790 mm2
= 0.036 m2
Rib 10
Rib 10 dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut
ini;

Gambar 4.12. Perencanaan Rib 10


Dari perencanaan di atas didapatkan nilai luasan
(A) pada rib 10.
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (363 x 25) + (40 x 222) + (363 x 25) +
(40 x 222)
= 9075 + 8880 + 9075 + 8880
= 35910 mm2
= 0.035 m2
 Tegangan Ijin
Setelah didapatkan spesifikasi dimensi sesuai tabel
4.2 di atas, kemudian menghitung tegangan yang
diijinkan pada boom sesuai pada persamaan 2.20.
Diketahui :
σy = 245 Mpa
SF = 1.5
K =1
Maka :
𝜎𝑦
𝜎𝑎 =
𝑆𝑓 𝑥 𝐾

88
245
= 1.5 𝑥 1

= 163 Mpa
= 163 N/mm2
 Wreq dan Wact
Kemudian menghitungan modulus penampang yang
sebenarnya (Wact) sesuai pada persamaan 2.25 yang
kemudian dibandingkan dengan batas modulus
penampang (Wreq) sesuai pada persamaan 2.26
dengan ketentuan modulus penampang yang
sebenarnya (Wact) harus lebih besar dari batas
modulus penampang (Wreq), namun persentase nilai
kelebihan modulus penampang yang sebenarnya
(Wact) maksimal 20% dari batas modulus
penampang (Wreq) atau sekitar range 1-1.2.
Diketahui :
Mmax = 25000000 Nmm
σa = 163 N/mm2
Ixx = 32630444.6 mm4
1
y = 2𝐻

= 210 mm
Maka :
𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑊𝑟𝑒𝑞 = 𝜎𝑎
25000000
= 163

= 153374.2331 mm3
𝐼𝑥𝑥
𝑊𝑎𝑐𝑡 = 𝑦
32630444.6
= 207.5

= 157255.1547 mm3
𝑊𝑎𝑐𝑡
𝑊𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑊𝑟𝑒𝑞

89
157255.1547
= 153374.2331

= 1.025 (acceptable)
 Defleksi
Selanjutnya adalah perhitungan defleksi yang terjadi
dengan defleksi yang diijinkan. Karena boom
mendapat beban dari arah vertikal, maka akan terjadi
defleksi atau perubahan bentuk akibat adanya
pembebanan pada boom. Karena pembebanan
berada di ujung boom untuk mengetahui nilai
defleksi yang terjadi terdapat pada persamaan 2.29
sebagai berikut ;
Diketahui :
P = 5000 N
L = 5000 mm
E = 210000 N/mm2
I = 32630444.6 mm4
Maka :
𝑃 𝑥 𝐿3
𝛿= 48 𝐸 𝐼
5000 𝑥 50003
= 48 𝑥 210000 𝑥 32630444.6

= 1.9 mm
Sedangkan untuk batas defleksi yang diijinkan
sesuai pada persamaan 2.30 sebagai berikut.
Diketahui :
L = 5000 mm
Maka :
𝐿
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 1000
5000
= 1000

= 5 mm
𝛿 < 𝛿𝑚𝑎𝑥 (acceptable)

90
4.1.1.1 Rancangan Alternatif Desain Konsep 1
Berikut pada gambar 4.13 merupakan usulan konsep
alternatif desain 1 oleh PT Pindad (Persero).

Gambar 4.13 Rancangan Konsep 1

4.1.1.2 Massa BoomProvision Crane


a. Luas Profil
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (7 x 383) + (370 x 9) + (7 x 383) + (370 x 9)
= 2681 + 3330 + 2681 + 3330
= 12022 mm2
= 0.012 m2
b. Massa
mboom = A x Panjang Span x ρ
= 0.012 x 5 x 7.85
= 0.471 ton
= 471 kg
mrib1 = ∑A x Panjang Span x ρ
= 0.419 x 0.005 x 7.85
= 0.016 ton
= 14.5 kg

91
c. Total Massa
m = mboom+ ∑mrib
= 471 + 14.5
= 485.5 kg
4.1.1.3 Simulasi Kekuatan Struktur dengan ANSYS 16.0
Setelah menghitung secara manual dan
merencanakan bentuk boomprovision crane dalam bentuk
3D menggunakan software CAD (Computer Aided Design)
selanjutnya dilakukan analisa kekuatan struktur dari konsep
1 untuk mendapatkan tegangan dan regangan maksimum
yang terjadi pada boom. Pada analisa ini digunakan Metode
Elemen Hingga atau FEM (Finite Element Method). Untuk
hasil yang valid analisa ini dibantu software CAE
(Computer Aided Engineering) yaitu ANSYS 16.0. Berikut
adalah tahapan simulasi pada ANSYS 16.0 mulai dari
input-process-output ;
a. Input
Proses input atau masukan pada software merupakan
proses mendefinisikan letak tumpuan dan arah gaya.
Dimana dapat dilihat pada gambar 4.14 dan 4.15
berikut ini ;

Gambar 4.14. Fixed Support

92
Gambar 4.15. Perencanaan Force Sebesar 5000 N
b. Process
Tahap selanjutnya adalah proses meshing pada gambar
4.16 berikut ini ;

Gambar 4.16. Meshing pada BoomProvision Crane


c. Output
Tahap akhir merupakan luaran atau output yang
digunakan sebagai acuan pembanding dengan
perhitungan struktur secara manual. Berikut pada
gambar 4.17 adalah hasil akhir simulasi kekuatan
struktur konsep 1 ;

93
Gambar 4.17. Hasil Simulasi Kekuatan Struktur Konsep 1
Dari hasil simulasi di atas dapat diketahui bahwa
defleksi yang terjadi sebesar 4.23 mm dimana nilai ini
lebih kecil dari defleksi maksimum yaitu 5 mm,
sedangkan tegangan yang terjadi adalah sebebsar
41.357 MPa dimana nilai ini lebih kecil dari tegangan

94
yang diijinkan pada perhitungan tegangan ijin di sub
bab 4.1.2 yaitu sebesar 163 MPa.

4.1.1.4 Perhitungan Cost Production BoomProvision Crane


Selanjutnya merupakan perhitungan cost production
atau biaya produksi pada konsep 1 dimana nantinya akan
didapatkan nilai harga kisaran satu buah Provision Crane
dengan desain konsep 1. Perhitungan cost production
sendiri meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead. Ketiganya dijumlahkan
sehingga dapat diketahui harga luaran Provision Crane.
a. Biaya Bahan Baku
Seperti pada penjelasan di BAB 2 bahan baku adalah
segala sesuatu yang merupakan bahan pokok atau bahan
utama yang diolah dalam proses produksi menjadi
produk jadi dalam hal ini adalah raw material. Pada
tabel 4.3 berikut ini merupakan kalkulasi biaya bahan
baku yang dihabiskan berdasarkan data dari PT Pindad
(Persero).
Tabel 4.3. Tabel Biaya Bahan Baku Konsep 1
Nama
No. Kuantitas Harga Jumlah
Komponen
Material
@kilogram
1. SM400A 471 kg Rp 7.012.856
14.889,29
untuk boom
Material
@kilogram
2. SM400A 14.5 kg Rp 215.894,700
14.889,29
untuk rib
Material
SM400A @kilogram
3. 3.5 kg Rp 52.112,500
untuk 14.889,29
bracket
Material
SM400A
@kilogram
4. untuk 2000 kg Rp 29.778.580,00
14.889,29
slewing
table
Material
SM400A @kilogram
5. 4000 kg Rp 59.557.160,00
untuk lower 14.889,29
body

95
Biaya
fabrikasi
6. dan ongkos - - Rp 25.000.000,00
kirim
material
Baut dan @pasang
7. 30 pasang Rp 250.000,00
Mur Rp 8.300,00
8. Puli 1 buah Rp 422.140,00 Rp 422.140,00
Rp
9. Rope Guide 1 buah Rp 8.000.000,00
8.000.000,00
Rp
10. Hoist 1 buah Rp 12.000.000,00
12.000.000,00
Wire Rope @meter
11. 45 meter Rp 4.590.000,00
6x37 Rp 102.000,00
Rp
12. Hook 1 buah Rp 7.600.000,00
7.600.000,00
Total Rp 422.217.936,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)
Sesuai dengan data biaya bahan baku milik PT Pindad
(Persero) yang disajikan dalam tabel 4.3 maka biaya
bahan baku sebesar Rp 422.217.936,00 dengan biaya
bahan baku tertinggi yaitu material SM400A untuk
bagian lower body Provision Crane sebesar Rp
59.557.160,00.
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Selanjutnya adalah perhitungan biaya tenaga kerja
langsung yang merupakan balas jasa yang diberikan
oleh perusahaan kepada semua karyawan yang terlibat
dalam proses produksi. Dalam menjalankan proses
produksinya, PT Pindad (Persero) membagi seluruh
proses pada beberapa departemen dalam satu divisi.
Pada proses produksi Provision Crane ini, proses
produksi berada di bawah kontrol Divisi Alat Berat.
Sedangkan yang terlibat langsung antaranya
Departemen Engineering, Departemen Assembly dan
Fabrikasi, dan Departemen Machinery. PT Pindad
(Persero) mengeluarkan biaya tenaga kerja setiap
bulannya yaitu sebesar Rp 5.000.000,00 untuk karyawan
tetap dan untuk karyawan kontrak Rp 3.000.000,00. PT

96
Pindad (Persero) menerapkan shift kerja pada proses
produksinya. Dimana shift 1 dimulai pukul 06.00-14.00
WIB, kemudian shift 2 dimulai pukul 14.00-22.00 WIB,
dan shift 3 dimulai pukul 22.00-06.00 WIB. Proses
produksi Provision Crane sendiri dilakukan di shift 1
dengan rata-rata pengerjaannya 2 jam per-hari dan
dilakukan selama 5 hari kerja normal yaitu hari Senin
hingga Jumat. Pada tabel 4.4 berikut ini merupakan
biaya tenaga kerja langsung yang terlibat dalam
pengerjaan Provision Crane ini.
Tabel 4.4. Tabel Biaya Tenaga Kerja Langsung Konsep 1
No Nama
Waktu Total jam produksi
. Proses
Proses
1. penetapan 1 hrs/d
spesifikasi
Proses
2. 2 hrs/d Jumlah waktu produksi
fabrikasi
58 jam sekitar 30 hari
Proses
3. 2 hrs/d
assembly
Proses
4. 2 hrs/d
finishing
No Jenis Total Biaya Tenaga
Gaji per-jam
. Pekerja Kerja
Gaji Tiap 28 orang
1. karyawan per-jam Rp
tetap 13.500,00
Rp 31.494.000,00
Gaji Tiap 15 orang
2. karyawan per-jam Rp
kontrak 11.000,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)
Sesuai dengan data biaya tenaga kerja milik PT Pindad
(Persero) yang disajikan dalam tabel 4.4 maka biaya
tenaga kerja yang didapat sebesar Rp 31.494.000,00
untuk 43 karyawan yang terlibat dalam proses produksi.
c. Biaya Overhead
Biaya overhead pabrik merupakan biaya-biaya yang
dikeluarkan perusahaan selain dari biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja dalam proses produksi. Biaya
overhead meliputi biaya listrik, koneksi internet, air,
perawatan, akomodasi, cat, pelapis, dan pembersih.

97
Pada tabel 4.5 berikut ini merupakan biaya overhead
yang dibutuhkan pada pengerjaan Provision Crane.
Tabel 4.5. Tabel Biaya Overhead Konsep 1
No. Departemen Proses Kebutuhan Biaya
Penetapan
Spesifikasi Listrik Rp 3.000.000,00
Department
dan
1. Engineering
Pengerjaan
Umum Koneksi
Gambar Rp 750.000,00
Internet
Kerja
Listrik Rp 10.700.000,00
Sub. Pengerjaan
Department boom, upper Air Rp 1.600.00,00
2.
APKL - body, dan Perawatan Rp 2.000.000,00
Fabrication lower body
Akomodasi Rp 550.000,00
Perakitan Listrik Rp 9.000.000,00
Sub.
keseluruhan Air Rp 1.600.000,00
Department
3. komponen
APKL – Perawatan Rp 2.500.000,00
provision
Assembly
crane Akomodasi Rp 800.000,00
Cat Rp 11.000.000,00
Pelapis Rp 3.000.000,00
Department Pengecatan,
Air Rp 2.000.000,00
4. Finishing pelapisan,
Pembersih Rp 450.000,00
Umum pembersihan
Perawatan Rp 970.000,00
Akomodasi Rp 850.000,00
Total Rp 50.770.000,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)
d. Harga Pokok Produksi (Cost Production)
Maka setelah didapatkan nilai biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, dan biaya overhead maka selanjutnya
dijumlahkan untuk memgetahui biaya produksi satu
buah Provision Crane yaitu sebesar Rp 504.481.936,00.
Untuk lebih jelasnya kalkulasi dari biaya produksi pada
konsep 1 terdapat pada tabel 4.6 berikut ini;
Tabel 4.6. Tabel Total Biaya Produksi Konsep 1
No. Unsur Biaya Produksi Total Biaya
1. Biaya Bahan Baku Rp 422.217.936,00
2. Biaya Tenaga Kerja Rp 31.494.000,00
3. Biaya Overhead Rp 50.770.000,00
Total Rp 504.481.936,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)

4.1.2 Perancangan dan Perhitungan Konsep 2


Alternatif desain 2 merupakan konsep yang dirancang oleh penulis.
Dimana konsep ini memiliki bentuk profil boomwide flange.

98
Spesifikasi dari provision crane untuk konsep 2 sebagai berikut ini
;
a. Pemilihan Material
Material yang digunakan pada konsep 2 adalah ST
52 dengan spesifikasi sesuai pada tabel 4.7 berikut ini ;
Tabel 4.7 Material Properties of ST 52
Description
Merupakan baja non-paduan, pada dasarnya format
bundar dan lembaran, memiliki berbagai aplikasi,
terutama dalam konstruksi yang dilas.
Chemical Composition
Element Content
Carbon, C 0.22 %
Silicon, Si 0.55 %
Manganese, Mn 1.60 %
Phosphorus, P 0.030 %
Sulfur, S 0.030 %
Copper, Cu 0.55 %
Nitrogen, N 0.012 %
Physical Properties
Density 7800kg/m3
Mechanical Properties
Tensile Strength, Ultimate 490-630 Mpa
Tensile Strength, Yield 355 Mpa
Elongation, min, σ5, % 21
Modulus of Elasticity 210000 N/mm2
Poisson-ratio 0.3
Applications
ST 52 memiliki beberapa pengaplikasian
diantaranya :
 Semua jenis struktur : komponen jembatan,
crane, komponen platform, serta peralatan
angkat beban.
 Digunakan juga sebagai turbin angin.
 Digunakan sebagai konstruksi dilas.
Sumber : Ramada Steel Product ST 52
b. Analisa Kekuatan Struktur
 Spesifikasi Dimensi Profil Boom
Untuk menentukan ukuran dari profil boom mula-
mula didapatkan dari katalog referensi dengan
rincian sesuai gambar 4.18 dan tabel 4.8 berikut ini ;

99
Gambar 4.18 Bentuk Penampang Profil Wide Flange Beam
Tabel 4.8. Tabel Spesifikasi Dimensi Profil Wide Flange Beam
Size
B H h h’
mm mm mm mm
430 325 9 6
Setelah didapatkan dimensi dari profil boom
selanjutnya dilakukan perhitungan momen inersia
yang terjadi sesuai persamaan 2.23 berikut ini ;
 Inersia 1
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 1.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼1 =
12
1
= 12 𝑥 430 𝑥 93

= 35.83 x 729
= 26122.5 mm4
 Inersia 2
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 2.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼2 =
12
1
= 12 𝑥 6 𝑥 3073

= 0.5 x 28934443
= 14467221.5 mm4

100
 Inersia 3
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 3.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼3 =
12
1
= 12 𝑥 430 𝑥 93

= 35.83 x 729
= 26122.5 mm4
 Total Inersia
𝐼𝑥𝑥 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3
= 26122.5 + 14467221.5 + 26122.5
= 17152291 mm4
 Tegangan Ijin
Setelah didapatkan spesifikasi dimensi sesuai tabel
4.5 di atas, kemudian menghitung tegangan yang
diijinkan pada boom sesuai pada persamaan 2.20
Diketahui :
σy = 355 Mpa
SF = 1.5
K =1
Maka :
𝜎𝑦
𝜎𝑎 =
𝑆𝑓 𝑥 𝐾
355
= 1.5 𝑥 1

= 237 Mpa
= 237 N/mm2
 Wreq dan Wact
Kemudian menghitungan modulus penampang yang
sebenarnya (Wact) sesuai pada persamaan 2.25 yang
kemudian dibandingkan dengan batas modulus
penampang (Wreq) sesuai pada persamaan 2.26

101
dengan ketentuan modulus penampang yang
sebenarnya (Wact) harus lebih besar dari batas
modulus penampang (Wreq), namun persentase nilai
kelebihan modulus penampang yang sebenarnya
(Wact) maksimal 20% dari batas modulus
penampang (Wreq) atau sekitar range 1-1.2.
Diketahui :
Mmax = 25000000 Nmm
σa = 237 N/mm2
Ixx = 17152291 mm4
1
y = 2𝐻

= 162.5 mm
Maka :
𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑊𝑟𝑒𝑞 = 𝜎𝑎
25000000
= 237

= 105485.2321 mm3
𝐼𝑥𝑥
𝑊𝑎𝑐𝑡 = 𝑦
17152291
= 162.5

= 105552.56 mm3
𝑊𝑎𝑐𝑡
𝑊𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑊𝑟𝑒𝑞
105552.56
=
105485.2321

= 1.00 (acceptable)
 Defleksi
Selanjutnya adalah perhitungan defleksi yang terjadi
dengan defleksi yang diijinkan. Karena boom
mendapat beban dari arah vertikal, maka akan terjadi
defleksi atau perubahan bentuk akibat adanya
pembebanan pada boom. Karena pembebanan
berada di ujung boom untuk mengetahui nilai

102
defleksi yang terjadi terdapat pada persamaan 2.29
sebagai berikut ;
Diketahui :
P = 5000 N
L = 5000 mm
E = 210000 N/mm2
I = 32630444.6 mm4

Maka :
𝑃 𝑥 𝐿3
𝛿= 48 𝐸 𝐼
5000 𝑥 50003
= 48 𝑥 210000 𝑥 14519466.5

= 4.3 mm
Sedangkan untuk batas defleksi yang diijinkan
sesuai pada persamaan 2.30 sebagai berikut.
Diketahui :
L = 5000 mm
Maka :
𝐿
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 1000
5000
= 1000

= 5 mm
𝛿 < 𝛿𝑚𝑎𝑥 (acceptable)

4.1.2.1 Rancangan Alternatif Desain Konsep 2


Pada gambar 4.19 berikut ini merupakan rancangan
alternatif desain konsep 2 dengan menggunakan profil wide
flange.

103
Gambar 4.19 Rancangan Konsep 2

4.1.2.2 Massa Boom Provision Crane


a. Luas Profil
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (430 x 9) + (6 x 307) + (430 x 9)
= 3870 + 1842 + 3870
= 9582 mm2
= 0.0096 m2
b. Massa
m = A x Panjang Span x ρ
= 0.0096 x 5 x 7.85
= 0.3675 ton
= 367.5 kg (penurunan 25% dari massa konsep 1)

4.1.2.3 Simulasi Kekuatan Struktur dengan ANSYS 16.0


Setelah menghitung secara manual dan
merencanakan bentuk boom provision crane dalam bentuk
3D menggunakan software CAD (Computer Aided Design)
selanjutnya dilakukan analisa kekuatan struktur dari konsep
2 untuk mendapatkan tegangan dan regangan maksimum
yang terjadi pada boom. Pada analisa ini digunakan Metode

104
Elemen Hingga atau FEM (Finite Element Method). Untuk
hasil yang valid analisa ini dibantu software CAE
(Computer Aided Engineering) yaitu ANSYS 16.0. Berikut
adalah tahapan simulasi pada ANSYS 16.0 mulai dari
input-process-output ;
d. Input
Proses input atau masukan pada software merupakan
proses mendefinisikan letak tumpuan dan arah gaya.
Dimana dapat dilihat pada gambar 4.20 dan 4.21
berikut ini ;

Gambar 4.20. Fixed Support

Gambar 4.21. Perencanaan Force Sebesar 5000 N


e. Process
Tahap selanjutnya adalah proses meshing pada gambar
4.22 berikut ini ;

105
Gambar 4.22. Meshing pada BoomProvision Crane
f. Output
Tahap akhir merupakan luaran atau output yang
digunakan sebagai acuan pembanding dengan
perhitungan struktur secara manual. Berikut pada
gambar 4.23 adalah hasil akhir simulasi kekuatan
struktur konsep 2 ;

106
Gambar 4.23. Hasil Simulasi Kekuatan Struktur Konsep 2
Dari hasil simulasi di atas dapat diketahui bahwa
defleksi yang terjadi sebesar 1.75 mm nilai ini lebih
kecil dari defleksi maksimum yaitu sebesar 5 mm,
sedangkan tegangan yang terjadi adalah sebebsar
137.08 MPa dimana nilai ini lebih kecil dari tegangan
yang diijinkan pada perhitungan tegangan ijin di sub
bab 4.1.2 yaitu sebesar 237 MPa.

4.1.2.4 Perhitungan Cost Production BoomProvision Crane


Selanjutnya merupakan perhitungan cost production
atau biaya produksi pada konsep 2 dimana nantinya akan
didapatkan nilai harga kisaran satu buah Provision Crane
dengan desain konsep 2. Perhitungan cost production
sendiri meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead. Ketiganya dijumlahkan
sehingga dapat diketahui harga luaran Provision Crane.
a. Biaya Bahan Baku
Seperti pada penjelasan di BAB 2 bahan baku adalah
segala sesuatu yang merupakan bahan pokok atau bahan

107
utama yang diolah dalam proses produksi menjadi
produk jadi dalam hal ini adalah raw material. Pada
tabel 4.9 berikut ini merupakan kalkulasi biaya bahan
baku yang dihabiskan untuk konsep 2 berdasarkan data
dari PT Pindad (Persero) yang telah dimodifikasi.
Tabel 4.9. Tabel Biaya Bahan Baku Konsep 2
Nama
No. Kuantitas Harga Jumlah
Komponen
Material
@kilogram
1. ST52 untuk 367.5 kg Rp 3.799.413,45
Rp 10.338,54
boom
Material
@kilogram
2. ST52 untuk 2.1 kg Rp 21.710,93
Rp 10.338,54
bracket
Material
ST52 untuk @kilogram
3. 2000 kg Rp 20.777.080,00
slewing Rp 10.338,54
table
Material
@kilogram
4. ST52 untuk 4000 kg Rp 41.354.160,00
Rp 10.338,54
lower body
Biaya
fabrikasi
5. dan ongkos - - Rp 25.000.000,00
kirim
material
Baut dan @pasang
8. 30 pasang Rp 250.000,00
Mur Rp 8.300,00
9. Puli 1 buah Rp 422.140,00 Rp 422.140,00
Rp
10. Rope Guide 1 buah Rp 8.000.000,00
8.000.000,00
Rp
11. Hoist 1 buah Rp 12.000.000,00
12.000.000,00
Wire Rope @meter
12. 45 meter Rp 4.590.000,00
6x37 Rp 102.000,00
Rp
13. Hook 1 buah Rp 7.600.000,00
7.600.000,00
Total Rp 123.814.504,38
Sumber : Data Olahan Pribadi
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Selanjutnya adalah perhitungan biaya tenaga kerja
langsung yang merupakan balas jasa yang diberikan
oleh perusahaan kepada semua karyawan yang terlibat
dalam proses produksi. Dalam menjalankan proses
produksinya, PT Pindad (Persero) membagi seluruh
proses pada beberapa departemen dalam satu divisi.

108
Pada proses produksi Provision Crane ini, proses
produksi berada di bawah kontrol Divisi Alat Berat.
Sedangkan yang terlibat langsung antaranya
Departemen Engineering, Departemen Assembly dan
Fabrikasi, dan Departemen Machinery. PT Pindad
(Persero) mengeluarkan biaya tenaga kerja setiap
bulannya yaitu sebesar Rp 5.000.000,00 untuk karyawan
tetap dan untuk karyawan kontrak Rp 3.000.000,00. PT
Pindad (Persero) menerapkan shift kerja pada proses
produksinya. Dimana shift 1 dimulai pukul 06.00-14.00
WIB, kemudian shift 2 dimulai pukul 14.00-22.00 WIB,
dan shift 3 dimulai pukul 22.00-06.00 WIB. Proses
produksi Provision Crane sendiri dilakukan di shift 1
dengan rata-rata pengerjaannya 2 jam per-hari dan
dilakukan selama 5 hari kerja normal yaitu hari Senin
hingga Jumat. Pada tabel 4.10 berikut ini merupakan
biaya tenaga kerja langsung yang terlibat dalam
pengerjaan Provision Crane ini.
Tabel 4.10. Tabel Biaya Tenaga Kerja Langsung Konsep 2
No Nama
Waktu Total jam produksi
. Proses
Proses
1. penetapan 1 hrs/d
spesifikasi
Proses
2. 2 hrs/d Jumlah waktu produksi
fabrikasi
58 jam sekitar 30 hari
Proses
3. 2 hrs/d
assembly
Proses
4. 2 hrs/d
finishing
No Jenis Total Biaya Tenaga
Gaji per-jam
. Pekerja Kerja
Gaji Tiap 28 orang
1. karyawan per-jam Rp
tetap 13.500,00
Rp 31.494.000,00
Gaji Tiap 15 orang
2. karyawan per-jam Rp
kontrak 11.000,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)

109
c. Biaya Overhead
Biaya overhead pabrik merupakan biaya-biaya yang
dikeluarkan perusahaan selain dari biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja dalam proses produksi. Biaya
overhead meliputi biaya listrik, koneksi internet, air,
perawatan, akomodasi, cat, pelapis, dan pembersih.
Pada tabel 4.11 berikut ini merupakan biaya overhead
yang dibutuhkan pada pengerjaan Provision Crane.
Tabel 4.11. Tabel Biaya Overhead Konsep 2
No. Departemen Proses Kebutuhan Biaya
Penetapan
Spesifikasi Listrik Rp 3.000.000,00
Department
dan
1. Engineering
Pengerjaan
Umum Koneksi
Gambar Rp 750.000,00
Internet
Kerja
Listrik Rp 10.700.000,00
Sub. Pengerjaan
Department boom, upper Air Rp 1.600.00,00
2.
APKL - body, dan Perawatan Rp 2.000.000,00
Fabrication lower body
Akomodasi Rp 550.000,00
Perakitan Listrik Rp 9.000.000,00
Sub.
keseluruhan Air Rp 1.600.000,00
Department
3. komponen
APKL – Perawatan Rp 2.500.000,00
provision
Assembly
crane Akomodasi Rp 800.000,00
Cat Rp 11.000.000,00
Pelapis Rp 3.000.000,00
Department Pengecatan,
Air Rp 2.000.000,00
4. Finishing pelapisan,
Pembersih Rp 450.000,00
Umum pembersihan
Perawatan Rp 970.000,00
Akomodasi Rp 850.000,00
Total Rp 50.770.000,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)
d. Harga Pokok Produksi (Cost Production)
Setelah didapatkan nilai biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, dan biaya overhead maka selanjutnya
dijumlahkan untuk memgetahui biaya produksi satu
buah Provision Crane yaitu sebesar Rp 206.078.504,38
jumlah ini mengalami penurunan biaya produksi dari
konsep sebelumnya yaitu konsep 1 sebesar Rp
298.403.432,00 atau sebesar 60%. Untuk lebih jelasnya

110
kalkulasi dari biaya produksi pada konsep 1 terdapat
pada tabel 4.12 berikut ini;
Tabel 4.12. Tabel Total Biaya Produksi Konsep 2
No. Unsur Biaya Produksi Total Biaya
1. Biaya Bahan Baku Rp 123.814.504,38
2. Biaya Tenaga Kerja Rp 31.494.000,00
3. Biaya Overhead Rp 50.770.000,00
Total Rp 206.078.504,38
Sumber : Data Olahan Pribadi

4.1.3 Perancangan dan Perhitungan Konsep 3


Alternatif desain 3 merupakan konsep yang dirancang oleh penulis
juga. Dimana konsep ini memiliki bentuk profil boomwide flange
sama seperti konsep 2. Hanya saja untuk bagian web tidak terdapat
lubang serta material yang digunakan adalah ASTM A36.
a. Pemilihan Material
Material yang digunakan pada konsep 3 adalah
SM400A dengan spesifikasi sesuai pada tabel 4.13
berikut ini ;
Tabel 4.13 Material Properties of ASTM A36
Description
Pelat baja yang digunakan dalam konstruksi jembatan,
konstruksi jalan dan konstruksi teknik lain.
Chemical Composition
Element Content
Carbon, C 0.25-0.29 %
Silicon, Si 0.28%
Copper, Cu 0.20%
Iron, Fe 98%
Manganese, Mn 1.40 %
Phosphorus, P 0.045 %
Sulfur, S 0.045 %
Physical Properties
Density 7800 kg/m3
Mechanical Properties
Tensile Strength, Ultimate 400-550 Mpa
Tensile Strength, Yield 250 Mpa
Elongation, min, % 20
Modulus of Elasticity 200000 N/mm2
Poisson-ratio 0.26
Applications
ASTM A36 memiliki beberapa pengaplikasian
diantaranya :
 Jembatan, bangunan, oil rigs

Sumber : AZO Materials Catalogue

111
b. Analisa Kekuatan Struktur
 Spesifikasi Dimensi Profil Boom
Untuk menentukan ukuran dari profil boom mula-
mula didapatkan dari katalog referensi dengan
rincian sesuai gambar 4.24 dan tabel 4.14 berikut ini
;

Gambar 4.24. Bentuk Penampang Profil Wide Flange Beam


Tabel 4.14 Tabel Spesifikasi Dimensi Profil Wide Flange
Beam
Size
B H h h’
mm mm mm mm
442 380 9 7
Setelah didapatkan dimensi dari profil boom
selanjutnya dilakukan perhitungan momen inersia
yang terjadi sesuai persamaan 2.23 berikut ini ;
 Inersia 1
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 1.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼1 =
12
1
= 12 𝑥 442 𝑥 93

= 36.83 x 729
= 26851.5 mm4
 Inersia 2
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 2.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼2 =
12

112
1
= 12 𝑥 7 𝑥 3623

= 0.6 x 47437928
= 28462756.8 mm4
 Inersia 3
Merupakan momen inersia yang terjadi pada
bidang 3.
𝐵 𝑥 𝐻3
𝐼3 =
12
1
= 12 𝑥 442 𝑥 93

= 36.83 x 729
= 26851.5 mm4
 Total Inersia
𝐼𝑥𝑥 = 𝐼1 + 𝐼2 + 𝐼3
= 26851.5 + 28462756.8 + 26851.5
= 29276459.8 mm4
 Tegangan Ijin
Setelah didapatkan spesifikasi dimensi sesuai tabel
4.5 di atas, kemudian menghitung tegangan yang
diijinkan pada boom sesuai pada persamaan 2.20
Diketahui :
σy = 355 Mpa
SF = 1.5
K =1
Maka :
𝜎𝑦
𝜎𝑎 =
𝑆𝑓 𝑥 𝐾
250
= 1.5 𝑥 1

= 166.7 Mpa
= 166.7 N/mm2
 Wreq dan Wact

113
Kemudian menghitungan modulus penampang yang
sebenarnya (Wact) sesuai pada persamaan 2.25 yang
kemudian dibandingkan dengan batas modulus
penampang (Wreq) sesuai pada persamaan 2.26
dengan ketentuan modulus penampang yang
sebenarnya (Wact) harus lebih besar dari batas
modulus penampang (Wreq), namun persentase nilai
kelebihan modulus penampang yang sebenarnya
(Wact) maksimal 20% dari batas modulus
penampang (Wreq) atau sekitar range 1-1.2.
Diketahui :
Mmax = 25000000 Nmm
σa = 166.7 N/mm2
Ixx = 29276459.8 mm4
1
y = 2𝐻

= 190 mm
Maka :
𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑊𝑟𝑒𝑞 = 𝜎𝑎
25000000
= 166.7

= 149970.006 mm3
𝐼𝑥𝑥
𝑊𝑎𝑐𝑡 = 𝑦
29276459.8
=
190

= 154086.6305 mm3
𝑊𝑎𝑐𝑡
𝑊𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑊𝑟𝑒𝑞
154086.6305
= 149970.006

= 1.03 (acceptable)
 Defleksi
Selanjutnya adalah perhitungan defleksi yang terjadi
dengan defleksi yang diijinkan. Karena boom

114
mendapat beban dari arah vertikal, maka akan terjadi
defleksi atau perubahan bentuk akibat adanya
pembebanan pada boom. Karena pembebanan
berada di ujung boom untuk mengetahui nilai
defleksi yang terjadi terdapat pada persamaan 2.29
sebagai berikut ;
Diketahui :
P = 5000 N
L = 5000 mm
E = 200000 N/mm2
I = 29276459.8 mm4
Maka :
𝑃 𝑥 𝐿3
𝛿= 48 𝐸 𝐼
5000 𝑥 50003
= 48 𝑥 200000 𝑥 29276459.8

= 2.2 mm
Sedangkan untuk batas defleksi yang diijinkan
sesuai pada persamaan 2.30 sebagai berikut.
Diketahui :
L = 5000 mm
Maka :
𝐿
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 1000
5000
= 1000

= 5 mm
𝛿 < 𝛿𝑚𝑎𝑥 (acceptable)

4.1.3.1 Rancangan Alternatif Desain Konsep 3


Pada gambar 4.25 berikut ini merupakan rancangan
alternatif desain konsep 3 dengan menggunakan profil wide
flange.

115
Gambar 4.25 Rancangan Konsep 3

4.1.3.2 Massa BoomProvision Crane


c. Luas Profil
A = ∑ [p x l]I + II + III + . . . + n
= (442 x 9) + (7 x 362) + (442 x 9)
= 3978 + 2534 + 3978
= 10490 mm2
= 0.0105 m2
d. Massa
m = A x Panjang Span x ρ
= 0.0105 x 5 x 7.85
= 0.412 ton
= 412 kg (penurunan 15% dari massa konsep 1)

4.1.3.3 Simulasi Kekuatan Struktur dengan ANSYS 16.0


Setelah menghitung secara manual dan
merencanakan bentuk boomprovision crane dalam bentuk
3D menggunakan software CAD (Computer Aided Design)

116
selanjutnya dilakukan analisa kekuatan struktur dari konsep
3 untuk mendapatkan tegangan dan regangan maksimum
yang terjadi pada boom. Pada analisa ini digunakan Metode
Elemen Hingga atau FEM (Finite Element Method). Untuk
hasil yang valid analisa ini dibantu software CAE
(Computer Aided Engineering) yaitu ANSYS 16.0. Berikut
adalah tahapan simulasi pada ANSYS 16.0 mulai dari
input-process-output ;
e. Input
Proses input atau masukan pada software merupakan
proses mendefinisikan letak tumpuan dan arah gaya.
Dimana dapat dilihat pada gambar 4.26 dan 4.27
berikut ini ;

Gambar 4.26. Fixed Support

Gambar 4.27. Perencanaan Force Sebesar 5000 N

117
f. Process
Tahap selanjutnya adalah proses meshing pada gambar
4.28 berikut ini ;

Gambar 4.28. Meshing pada BoomProvision Crane


g. Output
Tahap akhir merupakan luaran atau output yang
digunakan sebagai acuan pembanding dengan
perhitungan struktur secara manual. Berikut pada
gambar 4.29 adalah hasil akhir simulasi kekuatan
struktur konsep 3 ;

118
Gambar 4.29. Hasil Simulasi Kekuatan Struktur Konsep 3
Dari hasil simulasi di atas dapat diketahui bahwa
defleksi yang terjadi sebesar 1.59 mm angka ini lebih
kecil dari defleksi maksimum yaitu sebesar 5 mm,
sedangkan tegangan yang terjadi adalah sebebsar
134.59 MPa dimana nilai ini lebih kecil dari tegangan
yang diijinkan pada perhitungan tegangan ijin di sub
bab 4.1.3 yaitu sebesar 166.7 MPa.

119
4.1.3.4 Perhitungan Cost Production Boom Provision Crane
Selanjutnya merupakan perhitungan cost production
atau biaya produksi pada konsep 3 dimana nantinya akan
didapatkan nilai harga kisaran satu buah Provision Crane
dengan desain konsep 3. Perhitungan cost production
sendiri meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead. Ketiganya dijumlahkan
sehingga dapat diketahui harga luaran Provision Crane.
a. Biaya Bahan Baku
Seperti pada penjelasan di BAB 2 bahan baku adalah
segala sesuatu yang merupakan bahan pokok atau bahan
utama yang diolah dalam proses produksi menjadi
produk jadi dalam hal ini adalah raw material. Pada
tabel 4.15 berikut ini merupakan kalkulasi biaya bahan
baku yang dihabiskan untuk konsep 3 berdasarkan data
dari PT Pindad (Persero) yang telah dimodifikasi.
Tabel 4.15. Tabel Biaya Bahan Baku Konsep 3
Nama
No. Kuantitas Harga Jumlah
Komponen
Material
@kilogram
1. A36 untuk 412 kg Rp 3.637.261,23
Rp 8.828,304
boom
Material
@kilogram
2. ST52 untuk 2.1 kg Rp 18.539,44
Rp 8.828,304
bracket
Material
ST52 untuk @kilogram
3. 2000 kg Rp 17.656.608,00
slewing Rp 8.828,304
table
Material
@kilogram
4. ST52 untuk 4000 kg Rp 35.313.216,00
Rp 8.828,304
lower body

Biaya
fabrikasi
5. dan ongkos - - Rp 25.000.000,00
kirim
material

Baut dan @pasang


8. 30 pasang Rp 250.000,00
Mur Rp 8.300,00

120
9. Puli 1 buah Rp 422.140,00 Rp 422.140,00
Rp
10. Rope Guide 1 buah Rp 8.000.000,00
8.000.000,00
Rp
11. Hoist 1 buah Rp 12.000.000,00
12.000.000,00
Wire Rope @meter
12. 45 meter Rp 4.590.000,00
6x37 Rp 102.000,00
Rp
13. Hook 1 buah Rp 7.600.000,00
7.600.000,00
Total Rp 114.487.764,67
Sumber : Data Olahan Pribadi
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Selanjutnya adalah perhitungan biaya tenaga kerja
langsung yang merupakan balas jasa yang diberikan
oleh perusahaan kepada semua karyawan yang terlibat
dalam proses produksi. Dalam menjalankan proses
produksinya, PT Pindad (Persero) membagi seluruh
proses pada beberapa departemen dalam satu divisi.
Pada proses produksi Provision Crane ini, proses
produksi berada di bawah kontrol Divisi Alat Berat.
Sedangkan yang terlibat langsung antaranya
Departemen Engineering, Departemen Assembly dan
Fabrikasi, dan Departemen Machinery. PT Pindad
(Persero) mengeluarkan biaya tenaga kerja setiap
bulannya yaitu sebesar Rp 5.000.000,00 untuk karyawan
tetap dan untuk karyawan kontrak Rp 3.000.000,00. PT
Pindad (Persero) menerapkan shift kerja pada proses
produksinya. Dimana shift 1 dimulai pukul 06.00-14.00
WIB, kemudian shift 2 dimulai pukul 14.00-22.00 WIB,
dan shift 3 dimulai pukul 22.00-06.00 WIB. Proses
produksi Provision Crane sendiri dilakukan di shift 1
dengan rata-rata pengerjaannya 2 jam per-hari dan
dilakukan selama 5 hari kerja normal yaitu hari Senin
hingga Jumat. Pada tabel 4.16 berikut ini merupakan

121
biaya tenaga kerja langsung yang terlibat dalam
pengerjaan Provision Crane ini.
Tabel 4.16. Tabel Biaya Tenaga Kerja Langsung Konsep 2
No Nama
Waktu Total jam produksi
. Proses
Proses
1. penetapan 1 hrs/d
spesifikasi
Proses
2. 2 hrs/d Jumlah waktu produksi
fabrikasi
58 jam sekitar 30 hari
Proses
3. 2 hrs/d
assembly
Proses
4. 2 hrs/d
finishing
No Jenis Total Biaya Tenaga
Gaji per-jam
. Pekerja Kerja
Gaji Tiap 28 orang
1. karyawan per-jam Rp
tetap 13.500,00
Rp 31.494.000,00
Gaji Tiap 15 orang
2. karyawan per-jam Rp
kontrak 11.000,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)
c. Biaya Overhead
Biaya overhead pabrik merupakan biaya-biaya yang
dikeluarkan perusahaan selain dari biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja dalam proses produksi. Biaya
overhead meliputi biaya listrik, koneksi internet, air,
perawatan, akomodasi, cat, pelapis, dan pembersih.
Pada tabel 4.17 berikut ini merupakan biaya overhead
yang dibutuhkan pada pengerjaan Provision Crane.
Tabel 4.17. Tabel Biaya Overhead Konsep 2
No. Departemen Proses Kebutuhan Biaya
Penetapan
Spesifikasi Listrik Rp 3.000.000,00
Department
dan
1. Engineering
Pengerjaan
Umum Koneksi
Gambar Rp 750.000,00
Internet
Kerja
Listrik Rp 10.700.000,00
Sub. Pengerjaan
Department boom, upper Air Rp 1.600.00,00
2.
APKL - body, dan Perawatan Rp 2.000.000,00
Fabrication lower body
Akomodasi Rp 550.000,00
Sub. Perakitan Listrik Rp 9.000.000,00
3. Department keseluruhan Air Rp 1.600.000,00
APKL – komponen Perawatan Rp 2.500.000,00

122
Assembly provision
Akomodasi Rp 800.000,00
crane
Cat Rp 11.000.000,00
Pelapis Rp 3.000.000,00
Department Pengecatan,
Air Rp 2.000.000,00
4. Finishing pelapisan,
Pembersih Rp 450.000,00
Umum pembersihan
Perawatan Rp 970.000,00
Akomodasi Rp 850.000,00
Total Rp 50.770.000,00
Sumber : Dokumen Pribadi PT Pindad (Persero)
d. Harga Pokok Produksi (Cost Production)
Setelah didapatkan nilai biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, dan biaya overhead maka selanjutnya
dijumlahkan untuk memgetahui biaya produksi satu
buah Provision Crane yaitu sebesar Rp 196.751.764,67
jumlah ini mengalami penurunan biaya produksi dari
konsep sebelumnya yaitu konsep 1 sebesar Rp
307.730.171,00 atau sebesar 61%. Untuk lebih jelasnya
kalkulasi dari biaya produksi pada konsep 1 terdapat
pada tabel 4.18 berikut ini;
Tabel 4.18. Tabel Total Biaya Produksi Konsep 2
No. Unsur Biaya Produksi Total Biaya
1. Biaya Bahan Baku Rp 114.487.764,67
2. Biaya Tenaga Kerja Rp 31.494.000,00
3. Biaya Overhead Rp 50.770.000,00
Total Rp 196.751.764,67
Sumber : Data Olahan Pribadi

4.2 Perencanaan Komponen Pendukung Provision Crane


Selanjutnya dilakukan perencanaan untuk komponen-komponen
pendukung dari Provision Crane sebagai penggerak dari operasional crane
yang nantinya menjadi suatu mekanisme. Komponen-komponen ini meliputi
hook, wire rope, puli, drum, dan motor. Berikut pada Gambar 4.30
merupakan Free Body Diagram (FBD) dari Provision Crane. FBD adalah
ilustrasi grafis yang digunakan untuk memvisualisasikan kekuatan yang
diterapkan, gerakan, dan reaksi yang dihasilkan pada benda dalam kondisi
tertentu.

123
Force

Weight

Force
Gambar 4.30. Free Body Diagram Provision Crane
4.2.1 Perencanaan Hook
Perencanaan hook berdasarkan katalog H-LIFT pada lampiran.
Berikut pada tabel 4.19 merupakan dimensi hook yang dirancang.
Tabel 4.19. Tabel Dimensi Hook Grade 100
WLL Main Dimensions (mm)
Item. L
ton D E H Ø

10-ESH-06 1.4 10 18.5 21 20.5 111

Sumber : Katalog H-LIFT Chain and Sling Components


(https://www.h-lift.com/chain-and-sling-components/grade-10-sling-
components.htm)

4.2.2 Perencanaan Wire Rope


Langkah selanjutnya adalah perencanaan wire rope. Pada sub bab
2.3.4 telah disampaikan bahwa tali baja (steel wire rope) adalah tali
yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja (steel
wire) (Muin, Syamsir A., 1990). Pada mulanya dilakukan penentuan
beban yang diangkat oleh tali, lalu tegangan tarik tali, dan diameter
wire rope.
4.2.2.1 Perencanaan Beban Pengangkatan
Berikut ini adalah data yang diperlukan dalam perencanaan
tali baja ;

124
Q (Beban yang diangkat) = SWL + 20%SWL
= 500 kg + 20%500 kg
= 500 kg + 100 kg
= 600 kg
NB (Number of Bend) =2

4.2.2.2 Pemilihan Tali


Pemilihan tali dengan 2 lengkungan ditentukan berdasarkan
sistem puli pada Provision Crane. Sistem puli terdapat pada
Gambar 4.31 berikut ini;

Gambar 4.31. Sistem Puli Provision Crane


Penerapan pada perhitungan maka ditentukan pemilihan NB
(Number of Bend), terpilih tali dengan 2 lengkungan sesuai
pada Tabel 4.20 berikut ini;
Tabel 4.20. Tabel Hubungan Jumlah Lengkung dengan Diameter Puli
NB Dmin/d NB Dmin/d NB Dmin/d NB Dmin/d
1 16 5 26.5 9 32 13 36
2 20 6 28 10 33 14 37
3 23 7 30 11 34 15 37.5
4 25 8 31 12 35 16 38
Sumber : (Rudenko, N., 1996)
Dari Tabel 4.20 didapatkan data dari tali baja yang akan
digunakan sesuai data yang direncanakan berikut ini;
Dmin/d = 20
σb = 16000 kg/cm2
ɛ (Efisiensi) = 1.054

125
K = 5 (berdasarkan Gambar 4.31)
Dikarenakan tali baja yang digunakan adalah slings maka
safety factor yang diambil adalah 5 sesuai gambar 4.31
berikut ini ;

Gambar 4.32. Safety Factor untuk Wire Rope (Sumber : Davis, Aaron
E., 2013)
Puli yang digunakan adalah puli tetap, maka untuk mencari
tegangan tali maksimum menggunakan persamaan sebagai
berikut;
𝜀−1
𝑆 = 𝑄 𝑥 𝜀𝑍
𝜀𝑍 − 1
1.054−1
= 600 𝑥 1.0542 1.0542 −1
36
= 0.11

= 327.27 kg
Maka tegangan tali yang terjadi didapatkan sebesar;
Z =εxS
= 1.054 x 327.27
= 344.94 kg
Sedangkan tegangan tarik yang diijinkan sebesar;
𝜎𝑏
𝜎𝑍 = 𝐾
16000
= 5

= 3200 kg/cm2

126
Setelah didapatkan nilai tegangan tarik maksimum dari tali
maka didapatkan luas penampang tali sebagai berikut;
𝑍
𝐴= 𝜎𝑍
344.94
= 3200

= 0.107 cm2
Kemudian diameter wire sebesar;
4𝑥𝐴
∅𝑤𝑖𝑟𝑒 = √( 𝑖 𝑥 𝜋 )

4 𝑥 107
= √(222 𝑥 3.14)

428
= √(697.08)

= √0.6
= 0.77 mm
Sedangkan diameter rope sebesar;
∅𝑟𝑜𝑝𝑒 = 1.5 𝑥 ∅𝑤𝑖𝑟𝑒 𝑥 √𝑖

= 1.5 x 0.77 x √222


= 17.21 mm
Maka spesifikasi dari tali berdasarkan perhitungan
sebelumnya didapatkan dari Wire Rope Atlantic Catalogue
dengan nomor Performance Series 630 dan jenis 6 x 37
IWRC. Berikut merupakan spesifikasinya;
Diameter tali = 13 mm
Berat tali = 0.68 kg/m
Beban patah = 13300 kg

4.2.3 Perencanaan Puli


Selanjutnya dilakukan perencanaan puli sesuai perhitungan berikut
ini;
D ≥ 10 d
Dengan d merupakan diameter tali, maka;

127
D ≥ 10 x 13
D ≥ 130 mm
Maka diperoleh diameter puli sebesar 130 mm. Spesifikasi puli
terdapat pada Lampiran 3 sesuai Katalog Puli Bridon Cookes dengan
nomor produk 07130200.

4.2.4 Perencanaan Drum


Menghitung jumlah lilitan yang di perlukan pada diameter drum
yang telah di rencanakan. Dengan membagi panjang yang di butuhkan
wire rope selama proses lifting dengan keliling drum . Dibutuhkan
wirerope sepanjang 45000 mm dalam proses lifting ini. Maka jika di
rencanakan drum menggunakan diameter 130 mm, maka kelilingnya :

Keliling Drum = π x 2 x ∅drum


= 3,14 x 2 x 130
= 816.4 mm
Setelah mendapatkan keliling lingkaran maka direncanakan jumlah
lilitan tali.
𝐻𝑥𝑖
n = 𝜋 𝑥 ∅𝑑𝑟𝑢𝑚 + 2

dengan :
H = tinggi angkat
=5m
5000 𝑥 2
= 3.14 𝑥 130 + 2

= 5 lilitan
Untuk mengetahui panjang dari drum :
L = ∅drum x jumlah lilitan
= 130 x 5
= 650 mm
Disesuaikan dengan katalog produk Haacon dengan product code : FD
307 H.

128
4.2.5 Perencanaan Daya Motor
Jenis daya motor yang direncanakan yakni untuk motor lifting
direncanakan akan memiliki kecepatan pengangkatan (C) 12 m/min.
Juga sebelumnya telah direncanakan diameter drum adalah 220 mm.
Untuk perencanaan daya motor dapat dihitung sesuai persamaan
berikut;
 Kecepatan Putaran (N)
𝐶
N = 𝜋𝑋 𝑛1
𝐶
= ∅𝑑𝑟𝑢𝑚
𝜋𝑋
1000

12
= 220
𝜋𝑋
1000

= 17.14 rpm
 Torsi yang Terjadi (τ)
F =2xZ
= 2 x 344.94
= 689.88 kg
= 6898.8 N
Maka torsi yang terjadi,
τ =FxR
= 6898.8 x 0.22
= 1517.74 Nmm
 Daya Motor
2𝑥𝜋𝑥𝑁𝑥𝜏
P = 60
2 𝑥 𝜋 𝑥 7.14 𝑥 1517.74
= 60

= 1134.24 W
= 1.13 kW
Maka perencanaan daya motor adalah sebesar 1.1 kW
dengan spesifikasi ukuran motor sesuai pada katalog
produk Monarch GX Range 80-400L.

129
4.3 Pemilihan Konsep dengan Metode Analytic Hierarchy Proccess (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu metode khusus
dari Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang diperkenalkan oleh
Thomas L. Saaty. AHP sangat berguna sebagai alat dalam analisis
pengambilan keputusan dan telah banyak digunakan dengan baik dalam
berbagai bidang seperti peramalan, pemilihan karyawan, pemilihan konsep
produk, dan lain-lain.
Pada dasarnya, metode AHP memecah-mecah suatu situasi yang
kompleks dan tak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponennya.
Kemudian menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki dan
memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif
pentingnya setiap variabel. Setelah itu mensintesis berbagai pertimbangan ini
untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut (Saaty, 1993).
Sebelumnya sudah dilakukan proses perancangan dan analisa dari
beberapa konsep yang dilahirkan untuk memodifikasi Provisison Crane.
Tentunya keseluruhan konsep tidak dipergunakan semuanya. Maka dari itu
dengan adanya AHP ini diperuntukan memilih salah satu konsep yang dinilai
paling optimal dari segi kekuatan struktur, massa, dan biaya produksi.
Dalam prosesnya AHP sendiri memiliki prinsip-prinsip dasar yang
diantaranya Decomposition yang merupakan prinsip menyusun hirarki,
Comparative Judgment, Synthesis of Priority, dan Logical Consistency.
Untuk memudahkan pemahaman dan juga proses pemilihan konsep dengan
AHP maka mengikuti beberapa tahapan-tahapan. Berikut merupakan tahapan-
tahapan pengambilan keputusan dengan metode AHP ;
a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum,
dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif
alternatif pilihan yang ingin di-ranking.
c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang
menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen
terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat

130
diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau
judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
d. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen
di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap
kolom.
e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika
tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai
eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum
yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual.
f. Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkat hirarki.
g. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan
berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen.
Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-
elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan
CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

4.3.1 Proses Pemilihan Konsep


1. Prinsip Identify dan Decomposition
Prinsip identify dan decomposition merupakan proses
mendefinisikan permasalahan dan menyusun hirarki permasalahan
dengan jalan mendekomposisi(memecah-mecah) permasalahan
menjadi unsur yang lebih kecil. Pada umumnya struktur hirarki
disusun mulai dari tingkat paling tinggi yaitu tujuan yang akan
dicapai(goal), setelah tujuan dapat ditetapkan selanjutnya adalah
menentukan kriteria dari tujuan tersebut. Kemudian dilanjutkan
dengan beberapa tingkat yang berisi kriteria-kriteria dimana
masing-masing kriteria dapat didekomposisi lagi menjadi sub-
kriteria tingkat-tingkat berikutnya. Berdasarkan tujuan dan
kriteria, beberapa pilihan perlu diidentifikasi dan ditutup dengan
alternatif/pilihan penyelesaian permasalahan pada paling bawah.

131
Untuk prinsip dekomposisi dari penelitian terdapat pada gambar
4.31 berikut ini;

Alternatif Desain Provision


Crane

Kekuatan Cost
Struktur Massa Production

 Konsep 1  Konsep 1  Konsep 1


 Konsep 2  Konsep 2  Konsep 2
 Konsep 3  Konsep 3  Konsep 3

Gambar 4.33 Diagram AHP


2. Prinsip Descrimination dan Comparative Judgement
Dalam AHP proses penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan antara dua elemen pada tingkat tertentu dalam
kaitannya dengan tingkat di atasnya yang disebut pairwise
comparison. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika
membandingkan dua elemen, perlu dipahami tujuan yang diambil
secara umum. Dalam penyusunan skala kepentingan, dapat dilihat
pada tabel 4.21 berikut;
Tabel 4.21. Skala Pairwise Comparison
Tingkat
Definisi Penjelasan
Kepentingan

Kedua elemen sama Kontribusi kedua elemen


1
pentingnya sama besar pada tujuan
Pengalaman dan
Elemen yang satu
penilaian sedikit
3 sedikit lebih penting
lebih mendukung satu
dibanding elemen lain
elemen dibandinglainnya

Pengalaman dan
Elemen yang satu
penilaian dengan
5 sedikit lebih penting
kuat mendukung satu
dibanding elemen lain
elemen dibandinglainnya.

132
Elemen yang satu sangat Satu elemen
7 penting dibanding sangatdominandi
elemen lain banding elemenlain

Satu elemen terbukti sangat


Elemen yang satu
tinggi tingkat
9 mutlak penting
kepentingannya dibanding
dibanding elemen lain
elemen lain.
Nilai-nilai diantara dua
Nilai kompromi diantara
2,4,6,8 pertimbangan yang
1,3,5,7,9
berdekatan
Sumber : Saaty dan Kearns dalam Widodo, 2012.
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku
aksioma reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih
penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali
pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua
elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama
penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama
penting.
Menentukan dan menghitung bobot masing-masing kriteria
menurut (Nyoman dan Mahendrawati dalam Widodo, 2012).
Masing-masing kriteria dan sub-kriteria memiliki tingkat
kepentingan yang berbeda. Bobot bisa diberikan secara terpisah
kemudian digabungkan, atau diberikan secara bersama-sama
melalui proses consensus. Pada model AHP, pemberian bobot ini
dilakukan dengan sistem perbandingan berpasangan. Caranya, dua
buah kriteria diambil dan dibandingkan. Kalau kedua kriteria
dianggap sama pentingnya maka akan diberi angka 1 pada kedua
kriteria. Kalau kriteria satu secara absolut lebih penting dari yang
lain maka yang lebih penting diberi nilai 9 dan yang satunya lagi
nilainya 1. Keseluruhan ada 9 angka yang mungkin diberikan
sebagai skala perbandingan dengan interprestasi seperti pada tabel
4.22 berikut;
Tabel 4.22. Interpretasi Perbandingan Berpasangan pada AHP
Kriteria Kriteria
Deskripsi B/A
A B
A sama penting dengan B 1 1 1
A sedikit lebih penting dari B 3 1 1/3

133
A secara signifikan lebih
5 1 1/5
penting dari B
A jauh lebih penting dari B 7 1 1/7
A secara absolut lebih penting
9 1 1/9
dari B
Sumber : Nyoman dan Mahendrawati dalam Widodo, 2012.
Data yang akan dianalisa sesuai dengan pembobotan pada
masing-masing kriteria yang disesuaikan dengan prioritas dari
tujuan yang ingin dicapai yaitu pengurangan massa pada
Provision Crane. Berikut pada tabel 4.23 adalah pembobotan
masing-masing kriteria;
Tabel 4.23. Matrik Perbandingan
Kekuatan Cost
Kriteria Massa
Struktur Production
Kekuatan
1/1 1/3 3/1
Struktur
Massa 2/1 1/1 4/1
Cost
1/3 1/4 1/1
Production
Keterangan :
1 = equal
2 = moderate
3 = strong
4 = very strong
5 = extreme
Selanjutnya adalah mendapatkan peringkat dengan
menggunakan matrik perbandingan sebagai dasar perhitungan
kuadrat matrik perbandingan setiap saat. Berikut pada tabel 4.24
merupakan kuadrat matrik perbandingan;
Tabel 4.24. Matrik Perbandingan
Kekuatan Cost
Kriteria Massa
Struktur Production
Kekuatan
1.0 0.3 3.0
Struktur
Massa 2.0 1.0 4.0
Cost
0.3 0.25 1.0
Production
Jumlah pada setiap baris dihitung dan dinormalisasi sesuai tabel
4.25 berikut ini;

134
Tabel 4.25. Matrik Kuadrat Perbandingan
Kekuatan
Kriteria Massa Cost Production
Struktur
Kekuatan (1x1)+(0.3x0.2)
(0.3x2)+(3x0.25) (4x1)+(2x1)
Struktur +(3x0.3)
(2x2)+(1x0.3)+(
Massa (1x0.2)+(4x0.25) (4x3)+(1x2)
1x1)
Cost
(0.3x0.3)+(0.25x (1x1)+(0.25x4)+
Productio (0.25x2)+(0.3x0.3)
2)+(1x1) (0.3x3)
n
Tabel 4.25. Matrik Kuadrat Perbandingan
Kekuatan Cost
Kriteria Massa
Struktur Production
Kekuatan
1.96 1.35 8
Struktur
Massa 5.3 0.2 14
Cost
1.59 0.59 2.9
Production
Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan eigen vector
dengan menjumlahkan baris dan menormalisasi masing-masing
baris sesuai tabel 4.26 berikut ini;
Tabel 4.26. Eigen Vector
Kriteria Nilai Normalisasi
Kekuatan
11.31 0.315
Struktur
Massa 19.5 0.54
Cost
5.08 0.145
Production
35.89 1
Maka setelah dihitung eigen vector untuk pembobotan
masing-masing kriteria, didapatkan bahwa kriteria yang pertama
adalah peringkat nomor dua terpenting, kriteria yang kedua
adalah peringkat nomor satu terpenting, dan kriteria yang ketiga
adalah peringkat nomor 3 terpenting. Jadi dapat dikatakan bahwa
kriteria kedua dalam hal ini massa, merupakan kriteria yang
terpenting untuk memilih tiga alternatif konsep desain dari
Provision Crane.
3. Prinsip Synthesis of Priority
Sintesis hasil penilaian merupakan tahap akhir dari AHP.
Pada dasarnya, sintesis ini merupakan penjumlahan dari bobot
yang diperoleh setiap pilihan pada masing-masing kriteria setelah
diberi bobot dari kriteria tersebut.

135
Dari setiap matriks pairwise comparisson kemudian telah
dicari nilai eigen vector untuk mendapatkan local priority. Karena
matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat,
maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis
antara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority
setting. Berikut adalah tabel 4.27 yang merupakan bobot akhir
kriteria;
Tabel 4.27. Tabel Bobot dari Kriteria
Kriteria Bobot
Kekuatan Struktur 0.315
Massa 0.54
Cost Production 0.145
Untuk alternatif konsep desain pilihan, juga dilakukan
perbandingan berpasangan terhadap kriteria masing-masing.
Judgement dalam proses ini umumnya dilakukan berbasis pada
data/informasi tentang alternatif konsep desain pilihan
(quantitative approach) atau kalau tidak tersedia data/informasi
tersebut, dapat dilakukan dengan judgement dari pakar terkait
pemilihan alternative tersebut (qualitative approach). Di dalam
sebuah sistem, proses untuk menentukan nilai kriteria dari masing-
masing alternatif konsep desain pilihan dan perhitungan peringkat
dilakukan pada saat melakukan entry dan edit data variabel dan
kriteria alternatif konsep desain pilihan. Berikut pada tabel 4.28
merupakan matriks eigen vector untuk menentukan peringkat dari
alternatif konsep desain berdasarkan kriteria yang telah diberi
pembobotan.
Tabel 4.28. Tabel Eigen Vector untuk Memilih Alternatif
Berdasarkan Kekuatan Struktur
Alternatif K1 K2 K3
K1 1/1 1/5 1/3
K2 5/1 1/1 4/1
K3 3/1 1/4 1/1
Berdasarkan Massa
Alternatif K1 K2 K3
K1 1/1 1/6 ½
K2 6/1 1/1 4/1
K3 2/1 1/4 1/1

136
Berdasarkan Cost Production
Alternatif K1 K2 K3
K1 1/1 1/4 1/6
K2 4/1 1/1 ½
K3 6/1 2/1 1/1
Keterangan :
K1 = Alternatif Konsep Desain 1
K2 = Alternatif Konsep Desain 2
K3 = Alternatif Konsep Desain 3
Maka setelah dihitung nilai eigen vector didapatkan hasil sesuai
pada tabel 4.29 berikut ini;
Tabel 4.29. Tabel Hasil Eigen Vector untuk Memilih Alternatif
Berdasarkan Kekuatan Struktur
Nilai Normalisasi
Alternatif K1 K2 K3
K1 1 0.2 0.3 1.5 0.10
K2 5 1 4 9 0.61
K3 3 0.25 1 4.25 0.28
Berdasarkan Massa
Nilai Normalisasi
Alternatif K1 K2 K3
K1 1 0.16 0.5 1.66 0.10
K2 6 1 4 11 0.69
K3 2 0.25 1 3.25 0.20
Berdasarkan Cost Production
Nilai Normalisasi
Alternatif K1 K2 K3
K1 1 0.25 0.16 1.41 0.08
K2 4 1 0.5 5.5 0.34
K3 6 2 1 9 0.56
Keterangan :
K1 = Alternatif Konsep Desain 1
K2 = Alternatif Konsep Desain 2
K3 = Alternatif Konsep Desain 3
Untuk mendapatkan hasil keputusan, masing-masing bobot
untuk alternatif pilihan dikalikan dengan bobot dari kriteria dalam
bentuk perkalian matrik pada tabel 4.30 sebagai berikut;
Tabel 4.30. Tabel Bobot dari Alternatif
Bobot Bobot
Alternatif Eigen Vector
Kriteria Alternatif
K1 0.10 0.10 0.08 0.315 0.08
K2 0.61 0.69 0.34 0.54 0.88
K3 0.28 0.20 0.56 0.145 0.15
Keterangan :
K1 = Alternatif Konsep Desain 1
K2 = Alternatif Konsep Desain 2

137
K3 = Alternatif Konsep Desain 3
Dengan demikian maka urutan alternatif konsep desain
Provision Crane berdasarkan penilaian keseluruhan adalalah
alternatif konsep desain 2 (K2), alternatif konsep desain 3 (K3),
dan alternatif konsep desain 1 (K1). Jadi alternatif konsep desain 2
(K2) merupakan yang terpilih.

4. Prinsip Logical Consistency


Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-
objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan
keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat
hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria
tertentu. Prinsip konsistensi ini menurut (Saaty dalam Widodo,
2012) berhubungan erat dengan konsep eigen vector dalam matrik
pairwise comparison. Melakukan pengujian konsistensi terhadap
perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat
hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks
perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa
urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian
perbandingan yang masih berada dalam batas-batas preferensi
yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah
selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks.
Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan tabel
Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat
dilihat pada tabel 4.31 berikut ini;
Tabel 4.31. Random Index
Urutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Matriks
(RI) 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Sumber: Saaty dalam Widodo, 2012
Menurut (Saaty dalam Widodo,2012) menyatakan bahwa
untuk matrik pairwise comparison dengan nilai Consistency Ratio
(CR) ≤0,1 dapat dianggap konsisten, sedangkan apabila nilai >0,1

138
maka penilaian pengambilan keputusan dalam matrik pairwise
comparison perlu diperbaiki. Dengan tetap menggunakan matriks
diatas, pendekatan yang digunakan dalam pengujian konsistensi
matriks perbandingan adalah:
e. Melakukan penjumlahan antara bobot elemen dengan
nilai awal matriks dan membagi jumlah perkalian bobot
elemen dan nilai awal matriks dengan bobot untuk
mendapatkan nilai eigen. Untuk mencari nilai eigen dapat dilihat pada tabel 4.32
berikut ini;
Tabel 4.32. Tabel Mencari Nilai Eigen
Kriteria
Bobot(5) = Nilai Eigen
S(1) M(2) C(3) Jumlah(4)
(4)/Jumlah Pilihan Vector(6) = (4)/(5)
S 0.173 0.119 0.707 0.999 0.333 3.000
M 0.272 0.010 0.718 1.000 0.333 3.000
C 0.313 0.116 0.571 1.000 0.333 3.000
Berdasarkan Kekuatan Struktur
Bobot(5) = Nilai Eigen
K1(1) K2(2) K3(3) Jumlah(4)
(4)/Jumlah Pilihan Vector(6) = (4)/(5)
K1 0.666 0.133 0.200 0.999 0.333 3.000
K2 0.555 0.111 0.444 1.110 0.370 3.000
K3 0.705 0.058 0.111 0.874 0.291 3.000
Berdasarkan Massa
Bobot(5) = Nilai Eigen
K1(1) K2(2) K3(3) Jumlah(4)
(4)/Jumlah Pilihan Vector(6) = (4)/(5)
K1 0.602 0.096 0.301 0.999 0.333 3.000
K2 0.545 0.090 0.363 0.998 0.332 3.000
K3 0.615 0.078 0.307 1.000 0.333 3.000
Berdasarkan Cost Production
Bobot(5) = Nilai Eigen
K1(1) K2(2) K3(3) Jumlah(4)
(4)/Jumlah Pilihan Vector(6) = (4)/(5)
K1 0.709 0.177 0.113 0.999 0.333 3.000
K2 0.727 0.181 0.090 0.998 0.332 3.000
K3 0.666 0.222 0.111 0.999 0.333 3.000
Keterangan :
S = Kekuatan Struktur
M = Massa
C = Cost Production
K1 = Alternatif Konsep Desain 1

139
K2 = Alternatif Konsep Desain 2
K3 = Alternatif Konsep Desain 3
f. Mencari nilai matriks, merupakan nilai rata-rata dari
nilai eigen yang didapatkan dari perhitungan
sebelumnya.
∑𝑒𝑖𝑔𝑒𝑛 𝑣𝑒𝑐𝑡𝑜𝑟
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑁
3.000+3.000+3.000
=
3

= 3.000
dengan N adalah jumlah elemen dalam matriks.
g. Mencari nilai Consistency Index (CI)
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 −𝑁
𝐶𝐼 = 𝑁−1
3.000−3
= 3−1

=0
h. Mencari nilai Consistency Ratio (CR)
𝐶𝐼
𝐶𝑅 = RI berdasarkan tabel 4.31
𝑅𝐼
0
= 0.58

=0
Consistency Ratio (CR) ≤ 0.1 dapat dianggap konsisten
Dari perhitungan nilai matriks, Consistency Index (CI), dan
Consistency Ratio (CR) diperoleh tabel 4.33 sebagai berikut;
Tabel 4.33. Tabel Pembuktian Konsistensi
Kriteria
Nilai Matriks λmaks 3,000
Nilai Consistency Index(CI) 0
Nilai Consistency Ratio(CR) 0
Berdasarkan Kekuatan Struktur
Nilai Matriks λmaks 3,000
Nilai Consistency Index(CI) 0
Nilai Consistency Ratio(CR) 0
Berdasarkan Waktu Massa
Nilai Matriks λmaks 3,000
Nilai Consistency Index(CI) 0

140
Nilai Consistency Ratio(CR) 0
Berdasarkan Cost Production
Nilai Matriks λmaks 3,000
Nilai Consistency Index(CI) 0
Nilai Consistency Ratio(CR) 0

4.3.2 Konsep Terpilih


Berdasarkan proses pemilihan alternatif konsep desain dengan metode
Analytic Hierarchy Process (AHP), alternatif konsep desain yang
terpilih adalah konsep 2 dengan perolehan nilai pembobotan sebesar
0.88. Nantinya konsep 2 ini akan dipecah menjadi detail drawing 2D
untuk digunakan sebagai acuan atau referensi bagi PT Pindad
(Persero) dimana perusahaan ini merupakan tempat peneliti observasi
lapangan untuk penelitian ini selama On The Job Training (OJT)
beberapa waktu lalu.

141
Halaman ini sengaja dikosongkan

142
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pengolahan data untuk menentukan
modifikasi konstruksi Provision Crane kapasitas 0.5 ton dengan panjang
boom 5 meter pada Landing Ship Tank jenis AT-4 di PT Pindad (Persero)
diperoleh hasil sesuai perumusan masalah. Diantaranya rancangan konstruksi
sesuai metode perancangan dari Provision Crane sebanyak tiga rancangan
(alternatif konsep desain), kekuatan struktur dari masing-masing alternatif
konsep desain Provision Crane baik secara perhitungan manual maupun
dengan bantuan software ANSYS 16.0, massa dari masing-masing alternatif
konsep desain Provision Crane, cost production dari masing-masing
alternatif konsep desain Provision Crane, serta alternatif konsep desain
Provision Crane yang terpilih. Untuk penjabaran dari masing-masing hasil
yang telah dicapai terdapat pada uraian berikut ini;
1. Didapatkan rancangan alternatif konsep desain sebanyak tiga konsep
diantaranya;
a. Konsep 1 : konsep pertama adalah konsep pembanding, dalam hal
ini rancangan Provision Crane milik PT Pindad (Persero). Konsep
ini menggunakan rancangan boom tipe hollow dengan material JIS
SM400A.
b. Konsep 2 : konsep kedua adalah modifikasi dari pengarang dengan
rancangan boom tipe Wide Flange dan terdapat hollow pada web
sedangkan materialnya menggunakan DIN ST52.
c. Konsep 3 : konsep ketiga juga merupakan modifikasi dari
pengarang dengan rancangan boom tipe Wide Flange dan bentuk
web yang solid sedangkan materialnya ASTM A36.

143
2. Didapatkan hasil analisa struktur berdasarkan perhitungan yang sudah
dilakukan sebagai berikut;
a. Konsep 1 : bahwa pada konsep pertama dengan material JIS
SM400A memiliki tegangan ijin 163 N/mm2, sedangkan tegangan
yang terjadi sesuai simulasi software sebesar 20.65 N/mm2 maka
struktur dari konstruksi konsep 1 dinyatakan kuat dan aman.
b. Konsep 2 : bahwa pada konsep kedua dengan material DIN ST52
memiliki tegangan ijin 237 N/mm2, sedangkan tegangan yang
terjadi sesuai simulasi software sebesar 110.96 N/mm2 maka
struktur dari konstruksi konsep 2 dinyatakan kuat dan aman.
c. Konsep 3 : bahwa pada konsep ketiga dengan material ASTM A36
memiliki tegangan ijin 166.7 N/mm2, sedangkan tegangan yang
terjadi sesuai simulasi software sebesar 97.481 N/mm2 maka
struktur dari konstruksi konsep 3 dinyatakan kuat dan aman.
3. Didapatkan massa konstruksi boom pada masing-masing rancangan
yang telah dihitung dimana konsep 1 memiliki massa sebesar 485.5 kg,
konsep 2 memiliki massa sebesar 367.5 kg yang mana terjadi
penurunan sebesar 25% dari massa konsep 1, dan konsep 3 memiliki
massa sebesar 412 kg yang mana terjadi penurunan sebesar 15% dari
konsep 1.
4. Didapatkan hasil cost production dari Provision Crane yang telah
dihitung dimana konsep 1 memiliki cost production Rp 504.481.936,
konsep 2 memiliki cost production Rp 206.078.504,38, dan konsep 3
Rp 196.751.764,67.
5. Didapatkan konsep yang terpilih dari perhitungan dan analisa lewat
metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan urutan pembobotan
kriteria massa sebesar 0.54, kekuatan struktur 0.315, dan cost
production 0.145. Sedangkan urutan pembobotan alternatif konsep
desain dimulai dari konsep 2 sebesar 0.88 yang merupakan konsep
terpilih, konsep 3 sebesar 0.15, dan konsep 1 sebesar 0.08. Matriks dari
AHP dianggap konsisten karena memiliki nilai CR ≤ 0.1.

144
6. Didapatkan konsep yang terpilih yaitu Alternatif Konsep Desain 2
berdasarkan uraian pada Tabel 5.1 berikut ini;
Tabel 5.1. Tabel Konsep Terpilih
Alternatif
Kriteria
1 2 3
Material JIS SM400A DIN ST 52 ASTM A36
Bentuk profil
Hollow Wide Flange Wide Flange
boom
 σa = 163 Mpa  σa = 237 Mpa  σa = 166.7 Mpa
Kekuatan
 σ = 20.65 Mpa  σ = 110.96 Mpa  σ = 97.481 Mpa
Struktur
 Wratio = 1.025  Wratio = 1  Wratio = 1.03
Massa 485.5 kg 367.5 kg 412 kg
Cost
Rp 504.481.936,00 Rp 206.078.504,38 Rp 114.487.764,67
Production
Proses Pemilihan AHP
Pembobotan Kriteria
Kekuatan Struktur 0.315
Comparative Judgement
Massa 0.54
Cost Production 0.145
Pembobotan Alternatif
Alternatif Konsep Desain 1 0.08
Synthesis of Priority
Alternatif Konsep Desain 2 0.88
Alternatif Konsep Desain 3 0.15
Logical Consistency λmax = 3.0
Consistency Index = 0
Consistenct Ratio = 0
Konsep Terpilih : Alternatif konsep desain 2

5.2 Saran
Supaya meningkatkan hasil penelitian yang lebih lengkap dan sempurna
maka terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangan diantaranya;
1. Diperlukan adanya perencanaan dan analisa pada sistem slewing.
2. Diperlukan adanya pengotomasian pada sistem slewing yang pada
dasarnya masih dioperasikan secara manual.
3. Diperlukan adanya penyempurnaan faktor estetika pada provision
crane.
4. Diperlukan adanya alternatif material lain yang lebih kuat dan ringan.
5. Diperlukan adanya analisa biaya produksi yang efektif dan lebih detail.

145
Halaman ini sengaja dikosongkan

146
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. (2015). Beban pada Elemen Mesin. Laporan Penelitian, Universitas


Lampung, Lampung.

Akbar, Pergiawan.“Penghitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full


Costing sebagai Dasar Penentuan Harga Jual (Studi Kasus UKM
Rengginang Sari Ikan di Sumenep)”. Jurnal Universitas Negeri Maulan
Malik Ibrahim, (2015): h. 1-16

Amrullah, S. (2018). Analisa Konstruksi pada Modifikasi Penambahan Panjang


Bakchoe Deck LCB. BRAHMA GALAXY di PT DOK Pantai Lamongan.
Laporan Tugas Akhir, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.

Asmara, I P.S., Budianto. (2016). Analisa Kekuatan Deck Crane pada Kapal Tol
Laut Nusantara. Seminar Nasional Maritim, Sains, dan Teknologi
Terapan. 21 Nopember, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.

Batubara, Helmina. “Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full


Costing pada Pembuatan Etalase Kaca dan Alumunium di UD. Istana
Alumunium Manado”. Jurnal EMBA, Vol.1, No.3, ISSN 2303-1174,
(2013): h. 217-224.

Castanheira, Luis Gustavo. ”Operational Result Through Variable Costing:


Agricultural and Poultry Production”. International Journal of Food and
Agricultural Economics, Vol. 2, No. 3, ISSN 2147-8988. h. 55-77

Choiro, A.V. (2016). Modifikasi Crane Pengangkat Rescue Boat pada Kapal
Crew SUBERKO-01. Laporan Tugas Akhir, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya, Surabaya.

Dunia, Firdaus Ahmad dan Wasilah Abdullah. Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba
Empat, 2011.

147
Fatahhilah, B. (2018). Perancangan Mobile Crane Kapasitas 2 Ton sebagai
Sarana Penunjang Galangan Reparasi. Laporan Tugas Akhir, Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.

Fitrah, Rezanda dan Endang Dwi Retnani. “Penentuan Harga Jual Menggunakan
Cost Plus Pricing dengan Pendekatan Variable Costing”. Jurnal Ilmu &
Riset Akuntansi, Vol. 3, No. 11, (2014): h. 1-14.

Gersil, Aydın dan Cevdet Kayal. “A Comparative Analysis of Normal Costing


Method with Full Costing and Variable Costing in Internal Reporting”.
International Journal of Management (IJM), Vol. 7, Issue 3, (2016): h. 79-
92.

Hansen, Dor R dan Maryanne M Mowen. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba


Empat, 2013.

Hidayat, Rahmat.. “Analisis Penerapan Biaya Relevan dalam Menerima atau


Menolak Pesanan Khusus pada UD. Rezky Bakery”. Jurnal EMBA, Vol.2,
No. 4, ISSN 2303-1174, (2014): h. 435-443.

Ibrahim. “Analisis Biaya Relevan untuk Pengambilan Keputusan Menerima Atau


Menolak Pesanan Khusus pada PT. BS Polymer di Makassar”. Jurnal
STIE Nobel Indonesia, (2015): h. 176-191.

Joseph, V. (1975). Machine Design Project. Roland Press Co., New York.

Jumandono, M. (2018). Analisa Pembuatan dan Perakitan Kerangka Chassis


Mobil Minimalis Roda Tiga Menggunakan Metode AHP (Analytical
Hierarchy Process). Laporan Tugas Akhir, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya, Surabaya.

Majid, Jamaluddin. Memahami Akuntansi Manajemen. Makassar: Alauddin


University Press, 2013

Muchlis, Saiful. Akuntansi Biaya Kontemporer. Makassar: Alauddin University


Press, 2013.

148
Muin, S.A. (1990). Pesawat-pesawat Pengangakat. CV. Rajawali., Jakarta.

Mulyati. (2002). Mekanika Bahan. Rapra Technology, Jakarta.

Mulyono, S. (1996). Teori Pengambilan Keputusan. Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia,Jakarta.

Nawaz, Mariam. “An Insight Into the Two Costing Technique: Absorption
Costing and Marginal Costing”. BRAND. Broad Research in Accounting,
Negotiation, and Distribution, Vol. 4, Issue 1, ISSN 2067-8177, (2013): h.
566-583.

Permadi, Bambang. (1992). AHP. Universitas Indonesia, Jakarta.

PT Pindad (Persero). (2014). Provision Crane Katalog Produk Sub Departemen


Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Alat Berat. Bandung.

________________. (2014). Telescopic Crane Katalog Produk Sub Departemen


Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi Alat Berat. Bandung.

________________. (2014). Boat Davit Katalog Produk Sub Departemen Alat


dan Peralatan Kapal Laut Divisi Alat Berat. Bandung.

________________. (2018). Detail Drawing Boom Part Provision Crane


Dokumen Pribadi Sub Departemen Alat dan Peralatan Kapal Laut Divisi
Alat Berat. Bandung.

Putra, Hendrawan Santosa dan Wahyu Agus Winarno. “Perancangan Aplikasi


Penentuan Harga Pokok Produksi Produk Turunan Tape Singkong dalam
Usaha Mencapai Harga Kompetitif’. Jurnal Akuntansi Universitas Jember,
Vol. 12, No. 2, (2014): h. 17-31.

Raditya, R. (2018, July 13). Apa yang Baru pada LST KRI Teluk Lada TNI AL?.
Retrieved January 25, 2019 from https://militer.or.id/11510/apa-yang-
baru-pada-lst-kri-teluk-lada-tni-al/.

149
Ramada Steel Production. (2017, December 11). ST 52. Retrieved January 26,
2019 from https://www.ramada.pt/en/products/steels/structural-steels-
with-carbon/st-52_.html.

Rectangular Structural Hollow Sections. Catalogue B2B Metal. Hangzhou,


Zeijang.

Rifqi, Mochammad Anshar Hawari. “Analisis Full Costing dan Variabel Costing
dalam Perhitungan Harga Pokok Produksi pada Usaha Moulding Karya
Mukti Samarinda”. E-Journal Ilmu Administrasi Bisnis, Vol. 2, No. 2,
ISSN 2355-5408, (2014): h. 187-200

Ropes. Hak Cranes Product Catalogue. Jerzmanowska, Wroclaw.

Ruged Durable and Customised Hydraulic Cylinders. Hydraulic Cylinders


Catalogue by LIEBHERR.

Singh, B. (2011). Modeling and Finite Element Analysis of Crane Boom.


International Journal of Advanced Engineering Research and Studies, Vol.
I, Issue I, pp. 51-52.

Single Hook for Cranes. Hak Cranes Product Catalogue. Jerzmanowska,


Wroclaw.

Slat, Andre Henri. “Analisis Harga Pokok Produk dengan Metode Full Costing
dan Penentuan Harga Jual”. Jurnal EMBA, Vol.1, No.3, ISSN 2303-1174,
(2013): h. 110-117.

Supriyono. Akuntansi Biaya: Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok,


Edisi 2. Yogyakarta: BPFE, 1999.

STP Team. (2015, March 9). SS 400 Bukan Stainless Steel tapi Structural Steel.
Retrieved Jnuary 25, 2019 from
https://www.steelindopersada.com/2015/03/ss400-bukan-stainless-
steel.html.

Wide Flange Shapes. Catalogue JFE Steel. Hibiya Kokusai Building, Chiyodaku.

150
Widodo, Bambang Eko. (2012). Pemilihan Kontraktor untuk Jasa Kontruksi
dengan Menggunkan Metode AHP(Studi Kasus di Proyek PLN). Tesis PM
092315. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Wikipedia Contributors. (2016, December 22). Gantry Crane. In Wikipedia, The


Free Encyclopedia. Retrieved January 30, 2019 from
https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Gantry_crane&oldid=8845711
49.

___________________. (2017, April 4). Derek. In In Wikipedia, The Free


Encyclopedia. Retrieved January 30, 2019 from
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Derek&oldid=14739478.

___________________. (2017, May 1). Overhead Crane. In In Wikipedia, The


Free Encyclopedia. Retrieved January 30, 2019 from
https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Overhead_crane&oldid=89051
0789.

___________________. (2018, April 1). Pulley. In In Wikipedia, The Free


Encyclopedia. Retrieved January 31, 2019 from
https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Overhead_crane&oldid=89051
0789

___________________. (2018, May 15). Sabuk (mesin). In In Wikipedia, The


Free Encyclopedia. Retrieved January 31, 2019 from
https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=Overhead_crane&oldid=89051
0789.

151
Halaman ini sengaja dikosongkan

152
153

Anda mungkin juga menyukai