Anda di halaman 1dari 5

Studi Tingkat Emisi Mobil di Kota Besar: Bukti dari Surabaya, Indonesia

Pencemaran udara masih menjadi isu global, terutama di kota besar. Emisi otomotif menjadi
masalah utama dalam masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat emisi yang
dihasilkan di Kota Surabaya berdasarkan kapasitas mesin dan tahun produksi. Pengumpulan data
telah dilakukan di 5 wilayah Surabaya. Pengujian emisi telah dilakukan berdasarkan SNI 19-17118.1-
2005 untuk kendaraan bermesin bensin dan SNI 19-17118.2-2005 untuk kendaraan bermesin diesel
yang kemudian hasil pengujiannya dibandingkan dengan Peraturan Lingkungan Hidup No. 05 tahun
2006. Berdasarkan Dari hasil pengujian, analisis, dan pembahasan yang dilakukan, beberapa hal
dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) Jika ditinjau dari kapasitas mesin, maka kapasitas mesin
1200 cc, 1300 cc, 1500 cc, 1800 cc dan 2000 cc memiliki jumlah kelulusan tes tertinggi. Sedangkan
mesin berkapasitas 1000 cc, 2300 cc, 2.500 cc, 2.800 cc, 3.000 cc, 6.000 cc, dan 6800 cc memiliki
angka passing non test tertinggi; dan (2) jika dilihat dari tahun produksi 1995 ke atas terdapat
keseimbangan antara kendaraan yang lulus uji emisi dengan yang tidak lulus uji emisi. Sedangkan
untuk tahun produksi 1996 sampai 2006 merupakan yang terbanyak lulus uji emisi. Kemudian tahun
produksi 2007 ke bawah memiliki jumlah kelulusan ujian tertinggi.

Polusi udara, emisi, kendaraan bermesin bensin, kendaraan bermesin diesel, kapasitas mesin,
produksi.

1. PERKENALAN

Pencemaran udara masih menjadi isu global, terutama di kota besar. Emisi emisi kendaraan
bermotor menjadi masalah utama dalam masalah ini. Padahal, kualitas udara merupakan salah satu
elemen penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain di Bumi.

Polusi udara telah diakui sebagai salah satu "pembunuh paling berbahaya" dan sebagai "ancaman
utama bagi kesehatan" karena efeknya yang luar biasa terhadap kesehatan manusia di segala usia
dan makhluk lain [1]. Faktanya, hanya sedikit negara yang menganggap serius polusi udara. Namun,
seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan industri, semakin banyak negara yang sadar
akan masalah polusi udara. Mereka menyadari bahwa perkembangan teknologi seperti kendaraan
bermotor dan proses industri sebagian besar mengarah pada masalah kualitas udara [2, 3].

Tabel 1 menunjukkan data pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia periode 2013-
2017.

Secara umum pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor terdiri dari karbon
monoksida (CO), karbondioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx) berupa nitrit oksida (NO) dan nitrogen
dioksida (NO2), hidrokarbon (HC), sulfur. oksida (SOX) berupa sulfur dioksida (SO2) dan sulfur
trioksida (SO3), serta partikel (PM10) [4,5]. Adanya polutan yang berada di atas batas yang
diperbolehkan tersebut menyebabkan berbagai gangguan kesehatan yang serius, seperti gangguan
pernafasan, alergi, kanker, penyakit jantung dan pernafasan, bahkan kematian. Bagi orang tua, bayi,
balita, anak-anak, orang sensitif, dan mereka yang menderita asma dan gangguan lainnya lebih
rentan (fisik dan psikologis) terhadap efek pencemaran udara [6, 7].
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam situs resminya menjelaskan bahwa polusi udara berbahaya
bagi anak-anak. Di seluruh dunia, 14% anak usia 5-8 tahun dinyatakan menderita asma, beberapa di
antaranya disebabkan oleh polusi udara. Setiap tahun, 543.000 anak di bawah usia 5 tahun
meninggal karena penyakit pernapasan terkait dengan efek polusi udara. Polusi udara juga dapat
menyebabkan pertumbuhan sel kanker pada anak-anak, pertumbuhan otak janin terhambat pada
wanita hamil, dan dapat menyebabkan gangguan kognitif baik pada anak-anak maupun orang
dewasa [8].

Beberapa penelitian telah menjelaskan pengaruh pencemaran udara pada sistem pernafasan.
Menurut Haryanto (2018) masalah pencemaran udara saat ini terbesar di Indonesia karena
menyebabkan 50% morbiditas di seluruh nusantara. Penyakit yang disebabkan oleh emisi kendaraan
dan polusi udara antara lain infeksi saluran pernapasan akut, asma bronkial, bronkitis, iritasi kulit,
kanker paru-paru, dan penyakit kardiovaskular. Hal tersebut berdampak pada peningkatan NOx
hingga 51%, PM2.5 meningkat hingga 26%, serta polutan lainnya seperti SO2, PM10, VOC, dan O3
[9]. Hasil penelitian Agustine, Yulinawati, Gunawan, dan Suswantoro (2018) yang bertujuan untuk
menganalisis dampak partikel kurang dari 10 mikron (PM10) terhadap kualitas udara ambien Jakarta
dan Palembang, menunjukkan konsentrasi PM10 tertinggi di Jakarta dan Palembang. telah
melampaui baku mutu udara ambien (150 μg / m3). Hal tersebut tentunya akan berdampak pada
penurunan jarak pandang, paparan debu, peningkatan kepekaan asma dan bronkitis serta penyakit
pernafasan lainnya [10].

Penelitian lain yang dilakukan oleh Yudhastuti dan Yudha Trisandy (2018) menunjukkan bahwa
faktor lingkungan perumahan mempengaruhi terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Faktor-faktor tersebut antara lain kepadatan ruang tamu atau kamar tidur, ventilasi, suhu ruangan,
kelembaban, lama tinggal dirumah, penggunaan obat nyamuk bakar, dan kebiasaan merokok.
Namun faktor lain seperti konstruksi rumah termasuk atap / langit-langit, dinding, lantai, kepadatan
hunian, dan kepadatan penduduk di kawasan permukiman tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan terhadap kejadian ISPA [11].

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di atas menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
pencemaran udara di suatu daerah berdampak negatif terhadap sistem pernafasan manusia dan
makhluk lainnya. Penurunan kualitas udara yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir menunjukkan
pentingnya upaya-upaya penurunan emisi tersebut. Sayangnya upaya untuk meningkatkan
kesadaran akan pentingnya peningkatan kualitas udara tidak sejalan dengan jumlah kendaraan yang
terjual dari hari ke hari di pasar.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat emisi yang dihasilkan di salah satu kota besar di
Indonesia khususnya Kota Surabaya. Fokus penelitian ini adalah tingkat emisi yang dihasilkan
berdasarkan kapasitas mesin dan tahun produksi kendaraan bermesin bensin dan solar. Data yang
diperoleh akan dibandingkan dengan Undang-Undang Kementerian Lingkungan Hidup No 05 Tahun
2006 tentang Batas Emisi Yang Diizinkan Kendaraan Bermotor Kategori M, N dan O, kemudian
hasilnya dianalisis untuk memberikan alternatif solusi terhadap kondisi eksisting.

2. METODOLOGI

2.1 Jenis Penelitian

Penelitian merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan suatu masalah yang
ada, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif, yang tidak hanya memberikan gambaran, tetapi
juga mengumpulkan data kuantitatif dan akhirnya mendapatkan kesimpulan.

2.2 Lokasi Penelitian

Peneliti bertempat di kota Surabaya yaitu Surabaya Pusat, Jl Sedap Malam (Balai Kota Surabaya),
Surabaya Barat Jl. Mayjen Sungkono, Surabaya Utara Jl. Indrapura (depan DPRD Jawa Timur),
Surabaya Timur Jl. Kertajaya (depan GOR Kertajaya), Surabaya Selatan (di depan Kebun Binatang
Surabaya). Dipilihnya Surabaya sebagai lokasi penelitian karena kota Surabaya merupakan kota
terbesar di Jawa Timur yang menghasilkan pencemaran terbesar akibat padatnya lalu lintas.

2.3 Ambang Batas Emisi Kendaraan Bermotor

Dalam penelitian ini uji emisi dilakukan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia yaitu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 05 tahun 2006 seperti yang ditunjukkan
pada tabel 2 [12].

2.4 Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data uji emisi gas untuk mesin bensin dan diesel, diperlukan instrumen yang
dijelaskan pada Gambar 1 dan standar pengujian.

Uji emisi kendaraan bermesin bensin telah dilakukan berdasarkan standar SNI 19-17118.1-2005,
dengan menggunakan instrumen analisa gas buang [13]. Langkah-langkah pengujian dioperasikan
sebagai berikut:

1. Menghidupkan dan menstabilkan kondisi mesin hingga mencapai temperatur kerja + 80oc;

2. Menaikkan putaran mesin hingga mencapai 2100 rpm kemudian tahan selama + 60 detik
kemudian kembali ke kondisi idle;

3. Memasukkan probe ke dalam pipa ubin, tunggu selama 20 detik, lalu mulai proses pengambilan
data;

4. Mengolah pengambilan data dengan loading pada lap 1500-5500 dengan range 500;

5. Melakukan tes, 2 kali setiap tes dan menghitung rata-rata data;


6. Mematikan mesin, penganalisis gas buang, blower, dan peralatan lainnya;

7. Membersihkan tempat pengujian.

Sedangkan kendaraan bermesin diesel telah diuji emisi yang dilakukan berdasarkan SNI 19-17118.2-
2005 dengan menggunakan pengukur kegelapan asap [14]. Langkah-langkah pengujian dioperasikan
sebagai berikut:

1. Menghidupkan dan menstabilkan kondisi mesin hingga mencapai temperatur kerja + 80oc;

2. Menaikkan putaran mesin hingga mencapai 2.900 rpm kemudian menahannya selama 60 detik
kemudian memutarnya kembali ke posisi diam;

3. Memasukkan probe ke dalam pipa ubin, menunggu selama 20 detik dan kemudian memproses
pengambilan data;

4. Menginjak pedal gas secepat mungkin hingga mencapai putaran mesin maksimal;

5. Mencatat nilai opasitas; pengumpulan data dilakukan sebanyak 3 kali;

6. Mematikan mesin, pengukur opasitas asap, dan peralatan lainnya;

7. Membersihkan tempat pengujian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Uji Emisi Berdasarkan Kapasitas Mesin

Hasil pengujian emisi kendaraan bermotor berdasarkan kapasitas mesin yang disajikan dengan
pengelompokan berdasarkan volume semua piston dalam silinder mesin pembakaran dalam yang
umumnya dinyatakan dengan menggunakan sentimeter kubik (cc). Sebagian besar kendaraan
kategori 1000 cc yang gagal lolos uji emisi, yakni 65 unit, sedangkan yang lolos uji emisi sebanyak 30
unit.

Berbeda dengan 1000 cc, kategori lainnya seperti 1.200 cc, 1.300 cc, 1.500 cc, 1.800 cc, dan 2.000 cc,
sebagian besar lolos uji emisi. Pada kategori 1200 cc ada 5 unit yang lolos uji emisi, tidak ada
kendaraan yang gagal uji. Kemudian pada kategori 1300 cc terdapat 37 unit yang lolos uji emisi,
sedangkan 33 unit gagal dalam uji emisi. Sedangkan pada kategori 1500 cc terdapat 115 unit yang
dinyatakan lulus dan 47 unit dinyatakan gagal. Pada kategori 1.800 cc terdapat 24 unit yang lolos uji
emisi, sedangkan 15 unit tidak lolos uji. Kemudian untuk kategori 2000 cc jumlah kendaraan yang
lolos uji emisi sebanyak 32 unit, sedangkan yang gagal 10 unit.

Di sisi lain, kategori 2.300 cc ke atas, sebagian besar tidak lolos uji emisi. Kategori 2.300 cc ada 13
unit yang tidak lolos uji, sedangkan yang lolos uji emisi sebanyak 5 unit. Pada kategori 2.500 cc,
jumlah kendaraan yang tidak lolos uji emisi sebanyak 70 unit, sedangkan yang lolos uji emisi
sebanyak 50 unit. Pada kategori 2800 cc, jumlah kendaraan yang tidak lolos uji emisi sebanyak 6 unit
kendaraan, sedangkan yang lolos uji emisi sebanyak 1 unit kendaraan. Kemudian untuk kategori
3000 cc jumlah kendaraan yang tidak lolos uji emisi sebanyak 8 unit, sedangkan yang lolos uji emisi
sebanyak 4 unit. Kategori 6.000 cc jumlah kendaraan yang tidak lolos uji emisi sebanyak 2 unit,
sedangkan yang lolos uji emisi sebanyak 2 unit. Kemudian untuk kategori 6800 cc jumlah kendaraan
yang tidak lolos uji emisi sebanyak 1 unit, sedangkan yang lolos uji emisi sebanyak 1 unit kendaraan.
Lebih jelasnya grafik hasil uji emisi berdasarkan kapasitas mesin dapat dilihat pada Gambar 2.

3.2 Hasil Uji Emisi Berdasarkan Tahun Produksi Kendaraan

Gambar 3 menunjukkan bahwa untuk tahun produksi di atas 1995, jumlah kendaraan yang lulus dan
tidak lulus hampir seimbang, yang menyatakan bahwa 78 unit kendaraan lulus uji emisi sedangkan
yang tidak lulus uji emisi 77 unit. kendaraan. Kemudian untuk tahun produksi antara tahun 1996 dan
2006 kendaraan yang lolos uji emisi cukup besar yaitu 215 unit, sedangkan yang tidak lolos uji emisi
sebanyak 190 unit. Sedangkan untuk tahun produksi 2007 ke bawah sebagian besar kendaraan yang
lolos uji emisi yaitu sebanyak 12 unit sedangkan yang tidak lolos uji emisi sebanyak 3 unit.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengujian, analisis, dan pembahasan maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Berdasarkan kapasitas mesin, kategori mesin 1200 cc,
1300 cc, 1500 cc, 1800 cc dan 2000 cc memiliki jumlah satuan terbanyak yang lolos uji emisi.
Sedangkan mesin berkapasitas 1000 cc, 2300 cc, 2500 cc, 2800 cc, 3000 cc, 6000 cc, dan 6800 cc
memiliki jumlah unit uji gagal terbanyak; dan (2) berdasarkan tahun produksi, tahun 1995 ke atas
memiliki nilai keseimbangan antara lulus dan gagal. Sedangkan untuk tahun produksi 1996 sampai
2006 memiliki jumlah unit yang lolos uji emisi terbanyak, demikian pula pada tahun produksi 2007 ke
bawah, yang juga memiliki jumlah unit yang lolos uji emisi terbanyak.

Anda mungkin juga menyukai