Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin


meningkat selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
manusia tidak akan lepas dari fungsi normal system musculoskeletal. Salah
satunya tulang yang merupakan alat gerak utama pada manusia, namun dari
kelainan ataupun ketidaksiplinan dari manusia itu sendiri (patah tulang)
fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun partial . fraktur biasanya
terjadi pada cruris, karena cruris sangat kurang di lindungi oleh jaringan
lunak, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan (Rasjad, 1998).
Balut bidai adalah penanganan umum trauma ekstremitas atau
immobilisasi dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga misalnya
splinting (spalk). Balut idai adalah jalinan bilah (rotan, bambu) sebagai kerai
(untuk tikar, tirai penutup pintu, belat, dsb) atau jalinan bilah bambu (kulit
kayu randu,dsb untuk membalut tangan patah dsb.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tehnik Bidai

Pada setiap kecelakaan dengan benturan yang keras, kemungkinan patah


tulang harus dipikirkan. Bahkan bila ragu-ragu, korban tetap harus
diperlakukan sebagai penderita patah tulang. Salah satu cara yag dilakukan
untuk menangani patah tulang adalah dengan teknik bidai.
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi)
bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh
yangmengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku
maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.

1. Tujuan pemasangan bidai


a. Mencegah pergerakan tulang yang patah (mempertahankan posisi
patah tulang)
b. Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang
c. Mengurangi rasa sakit/ nyeri
d. Mengistirahatkan daerah patah tulang (immobilisasi)

2. Indikasi pemasangan bidai


a. Pada klien patah tulang terbuka dan tertutup
b. Dislokasi persendian
3. Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas,
pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat
gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal
daerah fraktur, jikaada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknyapembidaian tidak perlu dilakukan.

4. Persyaratan bidai yang baik


a. Terbuat dari bahan yang kaku (papan, triplek, dll)
b. Cukup panjang untuk immobilisasi persendian diatas dan dibawah
fraktur
c. Cukup luas untuk kesesuaian anggota tubuh secara nyaman
d. Bagian yang menempel tubuh dilapisi dengan kapas dan dibalut
dengan verban

5. Macam-macam bidai
a. Bidai keras (Rigid splint)

Jenis ini terbuat dari bahan yang keras, umumnya terbuat dari kayu,
alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada
dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam
keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang
memenuhi syarat di lapangan. Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai
vakum.

b. Bidai traksi (Traction splint)


Traction splint bergunauntuk immobilisasi, dan mengurangi nyeri.
Bentuk ini dirancang untuk fraktur ekstremitas bawah. Splint ini
menyebabkanimmobilisasi paha dengan melakukan tarikan pada
ekstremitas dengan menggunakan counter traction terhadap ischium
dan sendi panggul. Traksi ini akan mengurangi terjadinya spasme pada
otot. Jika traksi ini tidak dilakukan akan meebabkan nyeri hebat
karenaujung tulang akan saling bersinggungan. Ad banyak tipe dan
design dari splint yang cocok untuk traksi ekstremitas bawah, tetapi
harus hati-hati dan teliti untuk mencegah tarikan yang terlalu besar
sehingga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada kaki. Contoh:
bidai traksi tulang paha

c. Soft splint
Jenis ini terbuat dari bahan yang lembut. Jenis soft splint meliputi
splint udara, bantal, dan mitella. Soft splint sebaiknya tidak
dipergunakan pada fraktur angulasi, karenakan meningkatkan tekanan
secara otomatis. Saat akan menggunakan splint udara, harus secara
rutin diperiksa tekananya untuk memastikan bahwa splint tidak terlalu
kencang/ kendor. Splint udara baik untuk fraktur pada lengan bawah
dan tungkai bawah. Splint udara berguna untuk memperlambat
perdarahan, tetapi dapat meingkatkan tekanan seperti peningkatan
suhu/tekanan. Kelemahan dari splint udara adalah nadi tidak daat di
monitor bilasplint terpasang, dapat menimbulkan sindrom kopartemen
dan menimbulkan sakit pada kulit dan nyeri bila dibuka.
Bantal adalah splint yang baik untuk trauma pada lutut atau kaki dan
digunakan untuk stabilisasi dislokasi bahu.
Mitela adalah sangat baik untuk fiksasi trauma klavikula, bahu, lengan
atas, siku, dan kadang-kadang telapak tangan. Beberapa trauma pada
ahu menyebabkan bahu tidak dapat di dekatkan pada dinding dada
tanpa menggunakan paksaan. Dalam kasus ini bantal digunakan untuk
menjembatani gap yang ada antara dinding dada dan lengan atas.

6. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut
bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur
oleh ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau
manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat
memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.

7. Prinsip pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak
perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. (proksimal dan distal
daerahfraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di
bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai
bawahmengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut.

8. Persiapan pasien
a. Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan dan keadaan

9. Persiapan alat
a. Pelindung diri (masker/sarung tangan)
b. Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
c. Kasa steril dan desinfektan
d. Verban/ Mitella
10. Pelaksanaan pemasangan splinting
a. Petugas menggnakan masker da sarung tangan
b. Petugas 1 mengangkat daerah yang akan di pasang bidai
c. Petugas 2 meletakkan bidai melewati dua persendian anggota gerak
d. Jumlah dan ukuran bidai yang dipakai disesuaikan dengan lokasi patah
tulang
e. Petugas 1 mempertahankan posisi, sementara petugas 2 mengikat
bidai.
f. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau kendor
g. Mengatur posisi klien, sesuaikan dengan kondisi luka
h. Pada fraktur terbuka atau tertutup dengan luka, rawat luka terlebih
dahulu dan tutup luka dengan kasa steril
i. Mencatat respon dan tindakan yang telah dilakukan dalam catat
perawat.

11. Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Respon/keluhan pasien
b. Observasi tekanan darah, nadi dan pernafasan.
c. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang/ longgar
d. Observasi vaskularisasi daerah dital

12. Cara pemasangan bidai


1) Bidai pada Kasus Patah Tulang Lengan Atas
Tulang lengan atas hanya ada sebuah dan berbentuk tulang panjang.
Tanda-tanda patah pada tulang panjang baik lengan maupun tungkai
antara lain: nyeri tekan pada tempat yang patah dan terdapat nyeri
sumbu. Nyeri sumbu adalah rasa nyeri yang timbul apabila tulang itu
ditekan dari ujung ke ujung.

Tindakan pertolongan
1. Pasanglah bidai di sepanjang lengan atas dan berikan balutan untuk
mengikatnya. Kemudian dengan siku terlipat dan lengan bawah
merapat ke dada, lengan digantungkan ke leher.
2. Apabila patah tulang terjadi di dekat sendi siku, biasanya siku tidak
dapat dilipat. Dalam hal ini dipasang juga bidai yang meliputi
lengan bawah, dan biarkan lengan dalam keadaan lurus tanpa perlu
digantungkan ke leher

2) Bidai pada Kasus Patah Tulang Lengan Bawah


Lengan bawah memiliki dua batang tulang panjang, satu di sisi yang
searah dengan ibu jari dan yang satu lagi di sisi yang searah dengan jari
kelingking. Apabila salah satu ada yang patah maka yang yang lain dapat
bertindak sebagai bidai, sehingga tulang yang patah itu tidak beranjak dari
tempatnya. Meski demikian tanda-tanda patah tulang panjang tetap ada

Tindakan pertolongan:
1. Pasanglah sepasang bidai di sepanjang lengan bawah. Bidai ini dapat
dibuat dari dua bilah papan, dengan sebilah papan di sisi luar dan sebilah
lagi di sisi dalam lengan. Dapat pula dipergunakan bidai dengan setumpuk
kertas koran membungkus lengan.
2. Berikan alas perban antara lengan dan bidai untuk mengurangi rasa sakit.
3. Ikat bidai-bidai tersebut dengan pembalut
4. Periksa apakah ikatan longgar atau terlalu keras menjepit lengan sehingga
pasien merasa lengannya menjadi lebih sakit.
5. Gantungkan lengan yang patah ke leher dengan memakai mitella.
3) Bidai pada Kasus Patah Tulang Paha
Seperti pada tulang lengan atas maka paha hanya memiliki sebatang tulang panjang,
sehingga tanda-tanda patah tulang paha tidak jauh berbeda dengan pada lengan atas.

Tindakan pertolongan:
Sepasang bidai dipasang memanjang dari pinggul hingga ke kaki.
1. Apabila bagian yang patah berada di bagian atas paha maka bidai sisi luar harus
dipasang sampai pinggang.

2. Apabila bagian yang patah berada di bagian bawah paha maka bidai cukup
sampai panggul.
B. Tehnik membalut pada klien cedera

Luka dan patah tulang akibat kecelakaan atau trauma merupakan slah satu kondisi yang
sering terjadi. Dan pertolongan luka yang paling sering dapat dilakukan pertama adalah
dengan melakukan pembalutan
Prinsip membalut ialah untuk menahan sesuatu agar tidak bergeser dai tempatnya.
Sehingga tujuan pembalutan ialah
1) Mempertahankan bidai, kasa penutup dan lain-lain
2) Immobilisasi, dengan menunjang bagian tubuh yang cedera dan menjaga agar bagian
tubuh yang yang cedera tidak bergerak
3) Sebagai penekan untuk menhentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
4) Mempertahankan keadaan asepsis

1. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membalut


a. Balutan harus rapi dan menutup luka.
b. Balutan tidak terlalu longgar karena pembalut akan bergeser terutama pada bagian
yang bergerak. Tetapi juga tidak terlalu kencang karenadapat mengganggu
peredaran darah atau menyebabkan nyeri. Periksa tiap 15 menit untuk mengetahui
apakah balutan terlalu kencang dengan memeriksa bagian distal anggota tubuh
yang dibalut (pucat/ sianosis, nyeri yang timbul setelah dibalut, teraba dingin tersa
baal dan kesemutan (parestesi)
c. Simpul balutan yang rata agar tidak menekan kulit dan simpul balutan dilakukan
pada sisi yang tidak mengalami injuri

2. Macam-macam pembalut
a. Plester
Plester biasanya dipergunakan untuk menutup luka yang telah diberi antiseptik,
juga dapat dipakai merekatkan penutup luka dan difiksasi pada sendi yang terkilir
b. Pembalut segitiga (Mitella)
Pembalut segitiga disebut juga mitella yang terbuat dari kain segitiga sama kaki,
dengan ukuran panjang kakinya masing-masing 90 cm. Fungsinya untuk
menggantung bagian tubuh dan menggantung lengan yang cedera.

c. Pembalut pita
Pembalut pita dapat terbuat dari kain katun, kain planel, kain kasa (verban), bahan
elastik (elastik verban). Ukuran pembalut pita bermacam-macam meliputi 2,5 cm
(untuk membalut jari-jari), 5 cm (untuk membalut pergelangan tangan dan kaki),
7,5 cm (untuk membalut kepala, lengan, betis), 10 cm (untk membalut paha dan
pinggul) dan 15 cm (untuk membalut dada, punggung dan perut).

3. Cara melakukan pembalutan


Secara umum untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur sbagai berikut:
a. Menanyakan penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
b. Memperhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan berdasar pada masalah
berikut:
1) Bagian tubuh yang mana ?
2) Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
3) Bagaimana luas luka ?
4) Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu ?

Jika ada luka terbuka, maka sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau di balut
dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi
dislokasi, maka perlu dilakukan reposisi terlebih dahulu.

c. Memperhatikan bentuk bagian tubuh yang akan dibalut, yaitu:


1) Bentuk bulat seperti kepala
2) Bentuk silinder seperti leher
3) Bentuk krucut seperti lengan bawah dan tungkai atas
4) Bentuk pesendian yang tidak teratur
d. Memilih jenis pembalut yang akan dipergunakan
e. Menentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1) Membatasi pergeseran gerak bagian tubuh yang difiksasi
2) Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
3) Mngusahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok pasien
4) Tdak mengganggu peredaran darah (misalnya pada alutan berlapis, maka lapis
yang paling bawah diletakkan sebelah distal)
5) Balutan diusahakan tidak mudak mudah lepas atau kendor
f. Membalut luka/ cedera sesuai dengan jenis pembalut yang dipilih
1) Cara membalut dengan dengan pita (gulung)
a) Berdasar pada besar bagian tubuh yang akan dibalut, maka dipilih pembalut
pita dengan ukuran Iebar yang sesuai.
b) Pembalutan biasanya dibuat bebrapa lapis, dimulai dari salah satu ujung
yang dibalutkan mulai dari proksimal bergerak ke distal untuk menutup
sepanjang bagian tubuh yang akan dibalut, kemudian dari distal ke
proksimal dibebatkan dengan arah bebatan saling menyilang dan tumpang
tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya.
c) Kemudian ujung pembalut yang pertama diikat dengan ujung yang lain
secukupnya.

Beberapa teknik penggunaan pembalut pita antara lain :

1. Balutan sirkuler (spiral bandage)


Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk silinder.
2. Balutan pucuk rebung (spiral reverse bandage)
Digunakan untuk membalut bagian tubuh yang berbentuk kerucut.

3. Balutan angka delapan (figure of eight)

Teknik balutan yang dapat digunakan pada hampir semua bagian tubuh,
terutama pada daerah persendian. Pada kasus terkilir, ligamentum yang
sering robek ialah yang terletak di lateral, karena itu kaki diletakkan dalam
posisi eversi/rotasi eksterna untuk mengistirahatkan dan mendekatkan kedua
ujung ligamentum tersebut baru kemudian dibalut.
4. Balutan rekurens (recurrent bandage)
Balutan ini dapat dilakukan pada kepala atau ujung jari, misalnya pada luka
di puncak kepala.

2) Cara membalut dengan mitella


Dalam kasus pertolongan pertama, pembalut segitiga sangat banyak gunanya,
sehingga dalam perlengkapan medis pertolongan pertama pembalut jenis ini
sebaiknya disediakan lebih dari satu macam.

a) Membalut dada

b) Membalut sendi siku atau sendi lutut


c) Menggendong lengan

C. Tehnik Penghentian perdarahan dengan Jahitan


Pendarahan (bahasa Inggris: hemorrhage, exsanguination; bahasa Latin:
exsanguinātus, tanpa darah) merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk
menjelaskan ekstravasasi atau keluarnya darah dari tempatnya semula. Pendarahan
dapat terjadi hanya di dalam tubuh, misalnya saat terjadi peradangan dan darah keluar
dari dalam pembuluh darah atau organ tubuh dan membentuk hematoma; atau terjadi
hingga keluar tubuh, seperti mengalirnya darah dari dalam saat kulit terluka.
Perdarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena
pembuluh tersebut mengalami kerusakan.kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan
fisik, sayatan, atau pecahnya pembuluh darah yang tersumbat.

1. Macam-macam pendarahan
a. Pendarahan luar
Ada 3 macam pendarahan luar :
1) Pendarahan dari pembuluh rambut (Kapiler), tanda-tandanya: Perdahan tidak
hebat, keluar perlahan-lahan berupa rembesan, biasanya pendarahan berhenti
sendiri walaupun tidak diobati, mudah ntuk menghentikan denga perawatan
luka biasa.
2) Perdarahan dari pembuluh darah balik (Vena), tanda-tandanya: Warna darah
merah tua, pancaran darah tidak begitu hebat dibanding pendarahan arteri,
pendarahan mudah untuk dihentikan, dengan cara menekandan meninggikan
anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantung.
3) Perdarahan dari pembuluh nadi (Arteri), tanda-tandanya: Warna darah merah
muda, keluar secara memancar sesuai irama jantung, biasanya pendarahan
sukar untuk dihentikan.

b. Perdarahan dalam
Perdaran dalam adalah perdarahan yang terjadi didalam rongga dada, rongga
tengkorak dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar, tapi
terkadang dapat juga darah keluar melalui lubang hidung, telinga, mulut, dan
pelepasan. Perdarhan dalam dapat disebabkan:
1) Pukulan keras, terbentur hebat
2) Luka tusuk dan luka tembak.
3) Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit
4) Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah
Tanda-tanda yang mudah dikenali pada perdarahan dalam:

a. Memar disertai nyeri tubuh


b. Pembengkakan terutama di atas alat tubuh penting
c. Cedera pada bagian luar yang juga mungkin merupakan petunjuk bagian dalam
yang mengalami cedera
d. Nyeri, bengkak dan perubahan bentuk pada alat gerak
e. Nyeri bila ditekan atau kekakuan pada dinding perut, dinding perut membesar
f. Muntah darah
g. Buang air besar berdarah, baik darah segar maupun darah hitam seperti kopi
h. Luka tusuk khususnya pada batang tubuh
i. Darah atau cairan mengalir keluar dari hidung atau telinga
j. Batuk darah
k. Buang air kecil bercampur darah
l. Gejala dan tanda syok.

2. Cara menghentikan perdarahan


1) Tekanan Langsung pada Cedera
Penekanan ini dilakukan dengan kuat pada pinggir luka. Setelah beberapa saat
sistem peredaran darah akan menutup luka tersebut. Teknik ini dilakukan untuk
luka kecil yang tidak terlalu parah (luka sayatan yang tidak terlalu dalam). Cara
yang terbaikpada umumnya yaitu dengan mempergunakan kassa steril (bisa juga
dengan kain bersih), dan tekankan pada tempat perdarahan.
2)    Elevasi
Teknik dilakukan dengan mengangkat bagian yang luka (setelah dibalut) sehingga
lebih tinggi dari jantung. Apabila darah masih merembes, di atas balutan yang
pertama bisa diberi balutan lagi tanpa membuka balutan yang pertama. Elevasi
dilakukan hanya untuk perdarahan pada daerah alat gerak saja dan dilakukan
bersamaan dengan tekanan langsung. Metode ini tidak dapat digunakan untuk
korban dengan kondisi cedera otot rangka dan benda tertancap.
3) Tekanan pada titik nadi
Penekanan titik nadi ini bertujuan untuk mengurangi aliran darah menuju bagian
yang luka. Pada tubuh manusia terdapat 9 titik nadi, yaitu temporal artery (di
kening), facial artery (di belakang rahang), common carotid artery (di pangkal
leher, dan dekat tulang selangka ), brachial artery (di lipat siku), radial artery (di
pergelangan tangan), femoral artery (di lipatan paha), popliteal artery (di lipatan
lutut), posterior artery (di belakang mata kaki), dan dorsalis pedis artery (di
punggung kaki).
4)   Immobilisasi
Bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan
sedikitnya gerakan, diharapkan aliran darah ke bagian yang luka tersebut
menurun.
5) Torniquet
Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan perdarahan di tangan atau kaki
saja, merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika ada kemungkinan
amputansi. Bagian lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga
darah tidak dapat mengalir. Tempat yang terbaik untuk memasang torniket
adalah lima jari di bawah ketiak (untuk perdarahan lengan) dan lima jari di
bawah lipat paha (untuk perdarahan di kaki).
6) Hecting
Tujuan utama penjahitan luka adalah adalah untuk merapatkan luka yang terbuka
guna mempercepat proses penyembuhan. Dengan merapatkan kembali jaringan
kulit yang terputus maka sel-sel darah akan membentuk bekuan darah yang diikuti
dengan pembentukan jaringan kulit baru. Proses ini akan mengurangi terjadinya
pendarahan dan mempercepat penyembuhan luka.

D. Penghentian perdarahan pada luka dengan hecting


Hecting merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong
untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.
1. Jenis tehnik penjahitan

Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan


keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan
dibedakan menjadi :

a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)

Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada
teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak
digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat
dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang
banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain.
Digunakan juga untuk jahitan situasi.

b. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)

Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi


hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka
seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju

c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/ Feston)

Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal


sebagai stitch bisbol, karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan
terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik
jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir dari
jahitan jelujur terkunci adalah terikat. Cara melakukan penjahitan dengan
teknik ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan
jelujur terkunci dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan
sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya.
d. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)

Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal.
Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan
permukaan. Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka,
mengurangi ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka

Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di


bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya
menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi
luka oleh jahitan ini.

2. Prosedur Hecting
a. Persiapan Alat
1) Hanscoen
2) Duk bolong steril
3) Kasa steril
4) Lidokain steril
5) Supratul
6) Betadine solution
7) Alcohol 70 %
8) Benang silk untuk kulit
9) Benang catgut untuk pembuluh darah
10) Bak instrumen steril berisi :
a) Pinset chirugis
b) Pinset anatomi
c) Klem arteri kecil
d) Naldvoulder
e) Jarum kulit
f) Gunting
g) .Cairan Na Cl
h) Cairan H2O2 hodrogen peroksida
b. Penatalaksanaan
1) Perawat menyiapkan alat kedekat pasien dan menjelasakan kepasien
atau keluarga pasien (informed concern)
2) Perawat memakaia handscoen
3) Dep luka dengan kasa steril, kemudian bersihkan dengan cairan NaCl.
Apabila kotor siram dengan H2O2
4) Olesi daerah luka dengan betadine
5) Olesi dengan kapas alcohol, lalu suntikan lidokain injeksi ± 2 cc
disekitar pingiran luka tunggu ± 5 menit
6) Dep lagi luka dengan kasa steril kemudian bila ada pembuluh darah
yang terpotong diklem diikiat dengan benang catgut
7) Pegang bibir luka dengan pinset chirugis, kalau ada kotoran ambil
dengan pinset anatomi
8) Pasang jarum kulit dan benang kulit dinalvolder, lalu jahit bibir luka
dengan rapi, setelah luka ditutup olesi dengan betadine. Kemudian beri
supratul,lalu tutup dengan kasa steril dan verband.
9) Bersihkan daerah bekas luka
10) duk bolong dibuka
11) konseling pada pasien (anjuran untuk menjaga sterilitas didaerah luka)
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai