'
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/
a tau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
RpSOO.OOO.OOO,OO (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/
atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/a tau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Edisi 6
Editor:
Dr. Kurnia Kusumastuti, dr., Sp.S(K)
Dr. Suryani Gunadharma, dr., Sp.S(K)
Dr. Endang Kustiowati, dr., Sp.S(K), M.Si.Med
irlangga
niversity
ress
Ill Pusat Penerbltan dan Percetakan
Unlversltae Alrlangga
ISBN 978-602-473-188-5
1. Epilepsi. I. Judul.
616.853
Dicetak oleh:
Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga (AUP)
(OC 264/06.19/AUP-C1E)
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya maka akhirnya buku Pedoman Tata Laksana Epilepsi edisi keenam
2019 dapat diselesaikan oleh Kelompok Studi Epilepsi PP PERDOSSI.
Buku ini diharapkan menjadi pedoman bagi dokter spesialis sara£ dalam
penatalaksanaan epilepsi. Perubahan yang cukup besar terdapat pada Bab 1,
tentang terminologi dan klasifikasi bangkitan epileptik menurut International
League Against Epilepsy (ILAE) 2017, menggantikan terminologi dan klasifikasi
bangkitan epileptik 1981 dan klasifikasi epilepsi ILAE 201Z Pada klasifikasi 2017
ini epilesi dibagi menjadi 3, yaitu epilepsi fokal, general, dan kombinasi fokal
dan general yang sebelumnya tidak terklasifikasikan. Status epileptikus juga
mengalami perubahan tata laksana disesuaikan durasi bangkitannya sesuai
T1 (5 menit) dan T2 (30 menit). Buku Pedoman Tata Laksana Epilepsi ini secara
garis besar sudah disesuaikan dengan kondisi maupun sarana prasarana yang
ada di Indonesia, misalnya beberapa obat anti-epilepsi yang memang belum
ada di Indonesia dan beberapa sarana penunjang yang belum merata dimiliki
oleh seluruh rumah sakit di Indonesia. Epilepsi sebagai salah satu penyakit
sara£ pusat telah dan selalu mendapat perhatian luar biasa dari para ahli dan
hasil penelitian tentang epilepsi, baik aspek biomolekuler, klinik, farmakologi,
reproduksi, komunitas, psikososial dan medikolegal, maupun epidemiologi
telah mengubah pendekatan tata laksana epilepsi secara mendasar.
Semoga kehadiran buku ini bermanfaat bagi para sejawat yang
berhubungan langsung dengan pelayanan dan pendidikan epilepsi dan
masyarakat pemerhati epilepsi.
Wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamualaikum wr.wb.
.,..
Kontrihutor ...................................................................................................... v
Prakata .............................................................................................................. vii
Samhutan Ketua Umum Pengurus Pusat Perdossi ............................... ix
Bah 1 Bangkitan Epileptik
Kurnia Kusumastuti, Wardah Rahmatul Islamiyah,
Rr. Josephine Retno Widayanti ........... ......................................... 1
Bah 2 Epilepsi
Endang Kustiowati, Diah Kurnia Mirawati, Machlusil Husna,
Suryani Gunadharma, Aris Catur Bintoro, Herlina Suryawati,
Neimy Novitasari, Susi Aulina, Atitya Khairani.... ............ .. ...... 13
Bah 3 Sindrom Epilepsi
Suryani Gunadharma, Herlyani Khosama, Uni Gamayani,
Audry Devisanty Wuysang ..................... ........... ...... ..... ................. 59
Bah 4 Status Epileptikus
Fitri Octaviana, Aida Fithrie, Corry Novita Mahama,
Hendra Premana ................. ............. ... .......... ........ .. ..... ... .................. 83
Bah 5 Sudden UnexPected Death in
Epilepsy (SUDEP)
Hendra Permana, Aida Fithrie, Corry Novita Mahama,
Fitri Octaviana ............. ....... ........................ ................. .. .... ............... 99
Bah 6 Epilepsi Resistan Ohat
Astri Budikayanti, Donny Hamid, Sri Handayani ..................... 101
Bah 7 Aspek Psikososial dan Medikolegal Epilepsi
Anna Marita Gelgel, Anak Agung Ayu Meidiary,
Winifred Karema, Nova Dian Lestari,
Christianus Rumantir .. ........ ......... ................ ............. ... .. ............... .. 105
BANGKITAN EPILEPTIK
Kurnia Kusumastuti, Wardah Rahmatul Islamiyah,
RR. Josephine Retno Widayanti
PENDAHULUAN
DEFINISI
DIAGNOSIS
Langkah diagnosis:
1. menentukan bangkitan epileptik atau non-epileptik; dan
2. menentukan bangkitan dengan atau tanpa provokasi.
BANGKITAN EPILEPTIK
~=====R=o=c=m~O=~==e=t====~~ G
__
L l_ _ _ en_e_ra_l_O_~__d __~l IL-__Ui_n_kn_o_w_n__On__se_t__~
Aware Impaired Motor Motor
Awareness Tonic clonic Tonic-clonic
Clonic Epileptic spasm
Tonic Non-motor
Motor Atonic Behavior a"est
Automatism Myoclonic
Myoclonic-tonic-
Atonic*
clonic Unclasssified
Clonic Myoclonic-atonic
Epileptic spasm* Epileptic spasm
Hyperkinetic Non-motor (absence)
Myoclonic Typical
Tonic Atypical
Non-motor Myoclonic
Autonomic Eyelid myoclonia
Behavior a"est
Cognitive
Emotional
Se~ory
BANGKITAN EPILEPTIK
Bangkitan ini terjadi pada saat/dalam waktu yang berdekatan dengan gangguan
(episode) akut. Istilah tersebut sering disamakan dengan reactive seizure, situation-
related seizure, atau bangkitan simtomatik akut (acute symptomatic seizure).10•11-
Tabel 5. Nilai titik potong (cut off point) untuk terjadinya bangkitan simtomatik akut
pada gangguan metabolik.12
BANGKITAN EPILEPT/K . . _
Penyebab Keterangan
Penyakit serebrovaskuler, hipoksia Dalam waktu 7 hari awitan
serebral
Cedera kepala, pembedahan Dalam waktu 7 hari awitan
intrakranial
Infeksi Intrakranial Dalam waktu 7 hari, sesuai klinis dan hasil
laboratorium
Multipel Sklerosis Dalam waktu 7 hari dari relaps
Metabolik Sampel darah dalam waktu 24 jam dari kejang
Alkohol Dalam waktu 7-48 jam setelah minum alkohol
terakhir
Bangkitan Refleks
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul segera (dalam detik atau
menit) sebagai respons atas suatu stimulus spesifik.14 Meskipun bangkitan
refleks muncul dengan provokasi, kecenderungan berulangnya bangkitan
akibat stimulus spesifik tersebut bersifat terus menerus sehingga memenuhi
definisi epilepsi.3' 15
Stimulus dapat berupa stimulus eksternal atau internal (aktivitas pasien
sendiri) seperti stimulus visual, taktil, proprioseptif, dan audiogenik. Bangkitan
dapat terjadi dalam hitungan detik setelah terpapar stimulus.15,16 Bangkitan
refleks memiliki beberapa subtipe menurut karakteristik stimulusnya (Tabel7).15
Pemicu bangkitan pada bangkitan refleks antara lain: cahaya, musik, stimulus
BANGK/TAN EPILEPTIK
1. Pencitraan.
2. Laboratorium (pemeriksaan darah rutin tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar,
kadar gula, kadar albumin, elektrolit untuk menyingkirkan bangkitan
simtomatik akut, prolaktin).
3. Analisa cairan serebrospinal (pada kasus yang dicurigai infeksi SSP).
4. Elektroensefalografi (EEG) dengan video.
5. Elektrokardiografi.
DAFTAR PUSTAKA
1 Gavvala JR, Schuele SU. New-Onset Seizure in Adults and Adolescents: A Review.
JAMA, 2016 Dec 27;316(24):2657-2668.
2 Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi, 5th ed. K. Kusumastuti, S. Gunadharma and E. Kustiowati,
Editor. Surabaya: Airlangga University Press; 2014.
3 Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger CE, Engel J Jr,
Forsgren L, French JA, Glynn M, Hesdorffer DC, Lee B, Mathern GW, Moshe SL,
Per. A practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia, 2014 Apr;55(4):475-482.
4 Malmgren K, Teuber M, Appleton R. Differential Diagnosis of Epilepsy. In:
Sl::orvan S, Pefficca E, Engel I Jr., Editors Th,e Treatrr.ent of Epile?CY- 3rd ed. UK:
Blackwell Publishing; 2012. pp. 55-56.
5 Riela A. Management of seizures. Critical Care Clinics, 1989 Oct;5(4):863-879.
BANGKITAN EPILEPTIK
EPILEPSI
Endang Kustiowati, Diah Kurnia Mirawati, Machlusil Husna,
Suryani Gunadharma, Aris Catur Bintoro, Herlina Suryawati,
Neimy Novitasari, Susi Aulina, Atitya Khairani
PENDAHULUAN
Epilepsi adalah gangguan kronis pada otak yang dapat menyerang orang di
seluruh dunia.1 Di negara-negara maju, kejadian epilepsi tahunan diperkirakan
sekitar 50 per 100.000 penduduk dan prevalensinya diperkirakan sekitar 700
per 100.000 penduduk. Di negara berkembang, jumlahnya diperkirakan lebih
tinggi_l Insiden epilepsi umumnya tinggi pada kelompok usia kanak-kanak dan
lanjut usia, cenderung lebih tinggi pada pria daripada wanita. 2
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Sara£ Indonesia
(POKDI Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di
15 kota pada tahun 2013 selama 6 bulan. Didapatkan 2288 pasien terdiri atas
487 kasus baru dan 1801 kasus lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ±
16,9 tahun. Sedangkan rerata usia pada kasus lama adalah 29,2 ± 16,5 tahun.
Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke dokter spesialis sara£, 6,8%
berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke dukun dan tidak
berobat. 3
DEFINISI 4
Definisi Konseptual
Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan terus
menerus untuk menimbulkan bangkitan epileptik dengan konsekuensi
neurobiologis, kogniti£, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan
terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.
Definsi Operasional
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan salah satu kondisi/
gejala sebagai berikut:
KLASIFIKASI 5
Klasifikasi Epilepsi yang baru adalah klasifikasi bertingkat, yang dirancang
untuk memenuhi klasifikasi epilepsi dalam lingkungan klinis yang berbeda.
Tingkat klasifikasi akan tergantung pada dokter yang membuat diagnosis.
Jika memungkinkan, diagnosis pada ketiga level harus dicari dengan etiologi
epilepsi masing-masing.
TIPE BANGI<ITAN
ETIOLOGI
- - ;::~~~~·
M
0
R
TIPE EPILEPSI
B
I Kombmasi umum
dan fokal
D
T
A
s
SINDROM EPILEPSI
EPILEPSI
ETIOLOGI5
Enam kelompok etiologi adalah struktural, genetik, infeksi, metabolik, dan imun,
serta kelompok yang tidak diketahui. Epilepsi pasien dapat diklasifikasikan ke
dalam lebih dari satu kategori etiologi; etiologinya tidak bersifat hierarki dan
mungkin tergantung pada keadaan pasien.
1. Struktural: etiologi struktural berdasarkan pada pemeriksaan pencitraan
yang dikaitkan dengan pemeriksaan elektroklinik. Etiologi struktural antara
lain stroke, trauma, infeksi; atau yang berkaitan dengan genetik seperti
malformasi perkembangan kortikal. Identifikasi lesi struktural memerlukan
pemeriksaan MRI dengan menggunakan protokol spesifik epilepsi.
2. Genetik: akibat mutasi genetik yang diketahui atau diduga di mana
bangkitan merupakan gejala utama dari gangguan tersebut. Contoh:
Childhood Absence Epilepsy atau Juvenile Myoclonic Epilepsy.
3. lnfeksi: akibat dari pasca-infeksi intrakranial, seperti neurosistiserkosis,
tuberkulosis, HIV, malaria serebral, pan-ensefalitis sklerosis subakut,
toksoplasmosis serebral, dan infeksi kongenital seperti virus Zika dan
virus Sitomegalo. Infeksi ini kadang memiliki korelasi struktural.
4. Metabolik: identifikasi penyebab metabolik sangat penting sehubungan
dengan terapi spesifik dan pencegahan gangguan intelektual.
5. Imun: gangguan imunitas disertai adanya peradangan SSP yang
berhubungan dengan reaksi autoimun; contoh: epilepsi pada multiple
sklerosis.
6. Tidak diketahui: penyebab epilepsi belum diketahui. Diagnosis hanya
berdasarkan usia awitan, semiologi bangkitan dan pemeriksaan EEG.
EPILEPSI ~
Tujuan Terapi
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan pasien epilepsi dapat hidup
senormal mungkin dan tercapainya kualitas hidup optimal. Harapannya adalah
"bebas bangkitan, tanpa efek samping" OAE (ESO).
EP/LEPS/
I
•
Indikasi Terapi?
!Ya
Pilih OAE yang paling tepat, mulai dengan I
dosis efektif terendah r
+
r- Bebas bangkitan
tanpaefek
I+ I Bangkitan tidak terkontrol?
I
Efek samping OAE tidak dapat
ditoleransi/diosinkratik
sampingOAE +Ya
~ Ya
Lanjutkan dan
y Naikkan dosis OAE Ya
tinjau respon +
secara teratur.
~
Bangkitan tidak
Evaluasi
ulang apakah
perlu
I terkontrol?
!Ya
melanjutkan
Kepatuhan pasien?
terapi setelah
bebas
bangkitan 3-5
I Diagnosis tepat?
+va
tahun
I Ganti atau tambahan OAE
I yangsesuai ~
+
Bangkitan tidak terkontrol meskipun telah
I diberikan dua OAE yang adekuat?
t Ya
I
Pertimbangkan terapi lain
f--
termasuk pembedahan
epilepsi atau OAE altematif
EPILEPSI
Dewasa dengan CBZ, LEV, VPA GBP, LTG, OXC, CZP, PRM
bangkitan rarsial PHT,ZNS PB, TPM, VGB
Anakdengan oxc CBZ, PB, PHT, CLB, CZP,
bangkitan rarsial TPM, VPA, VGB LTG,ZNS
Usia tua dengan GBP, LTG CBZ TPM, VPA
bangkitan rarsial
Dewasa dengan CBZ, LTG, OXC, GBP, LEV, VGB
bangkitan umum PB, PHT, TPM,
tonik klonik VPA
Anakdengan CBZ, PB, PHT, oxc
bangkitan umum TPM, VPA
tonik klonik
Anakdengan ESM, VPA LTG
bangkitan lena/absan
CBZ : carbamazepine, CLB : clobazam, CZP : clonazepam, ESM : ethosuximide, GBP
: gabapentin, LTG : lamotrigine, LEV : levetiracetam, OXC : oxcarbazepine, PHT :
phenytoin, PB : phenobarbital, STM : sulthiam, TPM : topiramate, VGB : vigabatrin, ,
VPA : valproic acid,ZNS : zonisamide.
Level Rekomendasi
Level B Penggunaan LTG harus dipertimbangkan untuk mengurangi
frekuensi bangkitan.
Levels B dan Level Penggunaan LTG harus dipertimbangkan (Level B) dan
c penggunaan GBP dapat dipertimbangkan (Level C) untuk
mengurangi frekuensi bangkitan pada pasien berusia ~60
tahun.
Level C Penggunaan LEV dapat dianggap mengurangi frekuensi
ban kitan.
Level C Penggunaan ZNS dapat dianggap mengurangi frekuensi
ban kitan.
Level C Penggunaan VGB tampaknya kurang efektif dibandingkan
penggunaan carbamazepine (CBZ) immediate-release dan mungkin
tidak dianjurkan; Iebih lanjut, profil toksisitas menghalangi
renggunaan VGB sebagai terari lini r ertama.
Level C Penggunaan PCB 150 mg/hari mungkin kurang efektif
dibandingkan renggunaan LTG 100 mg/hari.
Level U Bukti tidak cukup untuk mempertimbangkan GBP, OXC, atau
TPM.
EPILEPSI
EPILEPSI
EPILEPSI . _
EPILEPSI ~
~
;:: Karbamasepin 75-85 4-8 2-4 5-50 75 4-12 Menghambat 90 <5 Fenomena
kanal natrium autoinduksi
~
~ (+). Monitor
): kadar
~ obatdapat
~
rn
membantu
optimasi
;g tera i
ra
~
Klobasam >95 1-3 2-7 10-30 85 0,03-0,3 Potensiasi 90 <5 Tidakperlu
inhibisi GABA-A monitor
kadarobat
Klonasepam >80 1-4 2-10 12-56 86 0,02-0,07 Potensiasi Hati Eksresi Tidakperlu
inhibisi GABA-A ginjal<1% monitor
kadarobat
Eslikarbasepin >90 2-3 4-5 13-24 30 30 3-35 33 67
asetat'
Ethosuximide* >90 1-4 8-12 20-60 0 40-100 Menghambat Hati Ekskresi
kana! kalsium ginjal
tipeTpada
neuron talamus
I
5i!
5i!
Lamotrigine >95 1-3 3-7 15-35 55 3-15 lnhibisi kanal
natrium dan
kalsium voltage-
gated
80 10 Klirens
meningkat
pada
anakdan
kehamilan,
I
protein vesikalar
sinaptik SV2A
Okskarbasepin 100 3-6 2-3 1-2,5 40 3-35 lnhibisi kanal 65 30
natrium dan
kanal kaJsium
{tipe N dan !j
Fenobarbital >95 0,5-4 15-29 70-130 55 Meningkatkan 55 25
pembakaan
kanal klorida
Prinsip Dasar19
1. Definisi first unprovoked seizure pada anak adalah satu bangkitan atau
beberapa bangkitan (yang muncul dalam 24 jam), pada pasien berusia lebih
dari 1 bulan tanpa ada riwaya t bangkitan tanpa provokasi sebelumnya. 1
2. Risiko bangkitan berulang makin meningkat setelah first unprovoked seizure
pada kondisi berikut.
a. Etiologi :remote symptomatic
b. EEG : EEG abnormal, terutama ge lombang
epileptiform
c. Tidur : bangkitan terjadi saat tidur
d. Klasifikasi bangkitan : fokal
e. Riwayat keluarga : riwayat keluarga epilepsi (+).
3. Secara umum, hindari memulai terapi pada anak dengan bangkitan yang
hanya muncul sekali. Mulai penghentian OAE pada anak yang telah bebas
bangkitan 2 tahun a tau lebih. Keputusan memulai terapi harus melibatkan
dokter dan keluarga pasien.
EPILEPSI ~
Topiramat 2-10 2x
Klobasam 0,5-1 (maks 30 mg/hr) 1-2x
Klonasepam Awal: 1-3x
0,01-0,03 (< 30 kg)
0,5 mg/hr (> 30 kg)
Maks:0,1
Perampanel (> 12th) 8-12 1x
Zonisamid 4-12 1-2x
EPILEPSI ~
PENGHENTIAN OAE
Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah
3-5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada
60% pasien. Dalam hal penghentian OAE maka ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan, yaitu syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan
kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan.8•22
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai
berikut.8•22
1. Setelah minimal3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal.
2. Penghentian OAE disetujui oleh pasien atau keluarganya.
3. Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan, dapat lebih lambat untuk pasien dengan politerapi
dosis tinggi atau yang mendapat barbiturat/benzodiazepine.
4. Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan meningkat pada keadaaan sebagai
berikut.8
1. Usia tua.
2. Epilepsi "simtomatik".
3. Gambaran EEG yang abnormal.
4. Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE.
5. Jenis sindrom: epilepsi fokal kriptogenik/simtomatik, epilepsi mioklonik
pada anak, dan JME.
6. Penggunaan lebih dari satu OAE.
7. Gangguan belajar.
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian di evaluasi kembali.7.23
Lansia dengan epilepsi memiliki angka kematian 2-3 kali lebih tinggi daripada
populasi umum. Penatalaksanaan yang tepat memiliki prognosis yang baik,
dengan dosis OAE yang lebih rendah.37
KOMORBIDITAS EPILEPSI
Komorbiditas pada epilepsi merupakan gangguan atau penyakit lain yang
dapat mendahului, bersamaan atau mengikuti diagnosis epilepsi. Komorbiditas
penting diperhatikan karena akan memengaruhi prognosis, kualitas hidup, dan
pemilihan OAE. Komorbiditas lebih sering dijumpai pada perempuan serta
pada rentang usia 40-60 tahun. 38 -41 Komorbiditas pada epilepsi secara umum
meliputi gangguan medis, psikiatrik serta kogniti£. 38,39,42.4
EPILEPSI
EPILEPSJ
EPILEPS/ ~
Beberapa jenis bangkitan epilepsi terjadi pertama kali pada saat pubertas,
sementara jenis epilepsi yang lain membaik, di mana hal ini kemungkinan
terkait dengan perubahan hormonal yang terjadi saat pubertas. 53•54
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) pada masa pubertas harus
memperhatikan efek OAE terhadap gangguan reproduksi, seperti gangguan
menstruasi, sindroma polikistik ovarium, gangguan fertilitas, dan gangguan
seksualitas. 55
Teratogenitas
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan. Malformasi
kongenital mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari ibu yang mendapatkan
obat anti epilepsi monoterapi, lebih tinggi lagi bila menggunakan asam valproat
serta politerapi. 62 Direkomendasikan pemberian asam folat pada perempuan
yang merencanakan kehamilan dan pada saat hamil terutama pada trimester
pertama dengan dosis 1-5mg per hari untuk mencegah defek neural tube. 56•60•61. 63 -
65 Pemberian asam folat perikonsepsional juga berhubungan positif dengan IQ
anak yang lahir dari perempuan menggunakan obat anti epilepsi. 66 Beberapa
EPILEPS/ ~
EPILEPS/ ~
BEDAH EPILEPSI
Pendahuluan
INDIKASI
Bedah epilepsi diindikasikan pada kasus epilepsi yang berpotensi akan
membaik dengan tindakan bedah (remediable), seperti?1
KONTRA INDIKASI72
Kontra indikasi absolut:
1. latar belakang penyakit degeneratif atau gangguan metabolik;
2. kelainan neurologi progresif; dan
3. sindrom epilepsi benigna.
Kontra indikasi relatif:
1. tidak patuh minum OAE;
2. psikosis interiktal;
3. IQ kurang dari 70; dan
4. zona epileptogenik bilateral atau difus.
SELEKSI PASIEN
Evaluasi umum:
1. tentukan zona epileptogenik;
2. jelaskan tentang tujuan operasi;
3. tentukan jenis tindakan operasi;
4. jelaskan hasil akhir yang akan dicapai; dan
5. jelaskan konsekuensi operasi.
Evaluasi khusus:
1. tentukan ada/tidak lesi intra kranial; dan
2. tentukan keadaan klinik dan tumbuh kembang penyandang.
EPILEPSI
Tim yang terlibat dalam bedah epilepsi adalah spesialis neurologi, spesialis
bedah sara£, spesialis radiologi, spesialis psikiatri, ahli psikologi, dan subspesialis
neurofisiologi. 74
- Lesipada
MRI
0- Berbatasan dengan
I Tidak I
kortek elokuen (fMRI)
i
Sesuai dengan
I Tidak I Semiologi bangkitan, Ya
- EEGdan -
Neuropsikiatri/
psikologi kortek
elokuen
I Tidak I
...--- Sesuai
'
PET &
~
SPECT
~ '~
-----1, EEG invasif I I Reseksi I
I'
Gambar 4. Bagan evaluasi diagnostik pada bedah epilepsi?5
1. Reseksi
a. Mengangkat fokus epileptik fokal: lobektomi temporal anterior atau
amigdala hipokampektomi selektif (epilepsi lobus temporal).
b. Mengangkat jaringan luas: hemisferektomi (sindrom Rassmusen,
sindrom Sturge weber).
2. Paliatif
a. Diskoneksi, yaitu memutus jaras penyebaran bangkitan, digunakan
pada prosedur: korpus kalosotomi (bangkitan drop attack), transeksi
multipel sub pial (epilepsi Landau Kleffner).
b. Stimulasi: untuk menurunkan eksitabilitas otak (vagal nerve stimulation/
VNS, deep brain stimulation/DES).
KOMPLIKASI
Komplikasi medis dan neurologi?9
1. Minor (gejala menghilang dalam 3 bulan):
a. kebocoran LCS, infeksi, aseptik meningitis, DVT, emboli pam,
pneu monia, hematom intrakranial, gangguan metabolik.
2. Mayor (gejala menghilang lebih dari 3 bulan):
a. hidrosefalus, abses intra kranial;
b. pada pasien anak dan reseksi ekstra temporal sering terjadi: gangguan
lapang pandang (13%), hemianopia (2%), dan afasia (4%).
Komplikasi neuropsikologi dan psikiatri:
1. Lobektomi Temporal anterior80
a. Gangguan memori verbal pada reseksi sisi kiri sebesar 44% dan sisi
kanan20%.
b. Gangguan memori visuospasial (20%).
c. Gangguan penamaan (34%) pada sisi kiri.
d. Fluensi verbal dapat meningkat (27%).
2. Gangguan distimik interiktal (18%), psikosis (1%). 81
LUARAN
Bebas bangkitan 57% terdapat pad a reseksi daerah neokortikal, 70% pada reseksi
temporal anteromesial. 82
Luaran pos operasi epilepsi berdasar klasifikasi ILAE?0
1. kelas 1 : bebas bangkitan, tanpa aura;
2. kelas 2 : hanya aura;
3. kelas 3 : 1-3 hari bangkitan dalam setahun, dengan/tanpa aura;
EPILEPSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Abramovici S, Bagic A. Epidemiology of epilepsy. In: Aminoff MJ, Boller F, Swaab
DF, editors. Handbook of clinical neurology. 2nd ed. Amsterdam: Elsevier; 2016. p.
159- 71.
2. Fiest KM, Sauro KM, Wiebe S, Patten SB, DykemanJ, Pringsheim T, eta!. Prevalence
and Incidence of Epilepsy: A Systematic Review and Meta-analysis of International
Studies. Neurology. 2017January;88(3):296-303.
3. Kusumastuti K, Gunadharma S KE, editor. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Kelompok
Studi Epilepsi PREDOSSI. Surabaya: Airlangga University Press; 2014.
4. Fisher R, Acevedo C, AI AA et. ILAE official report: a practical clinical definition of
epilepsy. Epilepsia. 2014;55(4):475-82.
5. Scheffer I, Berkovic S, Capovilla G, Connolly M, French J, Guilhoto L, et a!. ILAE
classification of the epilepsies - Position paper of the ILAE Commission for
Classification and Terminology. Epilepsia. 2017;58(4):512-21.
6. Perucca P, Scheffer I.E KM. The management of epilepsy in children and adults.
Med J Aust. 2018;208(5):226- 33.
7. Schmidt D, Sillanpaa M. Stopping epilepsy treatment in seizure remission - Good
or bad or both? Seizure. 2017;44:157-61.
8. Shorvon S, Perucca E, Engel J, editors. The Treatment of Epilepsy. 4th ed. West
Sussex: John Wiley & Sons; 2016.
9. National Institute for Health and Clinical Excellence (UK). The epilepsies: the
diagnosis and management of the epilepsies in adults and children in primary and
secondary care. Clin Guidel137. 2012.
10. Kwan P, Schachter SC BM. Drug-resistant epilepsy. N Engl J Med.
2011;365(10):912-26.
11. Ghaffarpour M, Ghelichnia HA, Harrichian MH, Ghabaee M, Saber Tehrani MM,
Bahrami P. Strategies of Starting and Stopping Antiepileptic Drugs in Patients With
Seizure or Epilepsy; a Comprehensive Review. Arch Neurosci. 2014;2(1):1- 8.
12. Perucca P., Scheffer I.E KM. The management of epilepsy in children and adults.
MJA. 2018;5:226-32.
13. Krumholz A, Wiebe S, Gronseth G, Gloss D, Sanchez A. Evidence-based guideline:
management of an unprovoked first seizure in adults. Am Acad Neurol.
2015;84(April):1705-13.
14. Glauser T, Ben-Menachem E, Bourgeois B, Cnaan A, Guerreiro C, K??lvi??inen
R, et a!. Updated ILAE evidence review of antiepileptic drug efficacy and
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizures and syndromes. Epilepsia.
2013;54(3):551-63.
EPILEPS/
EPILEPSI
SINDROM EPILEPSI
Suryani Gunadharma, Herlyani Khosama, Uni Gamayani, Audry
Devisanty Wuysang
DEFINISI
KLASIFIKASI 2
Klasifikasi terbaru untuk sindrom epilepsi sampai saat ini belum ada, sehingga
dalam buku pedoman dan tata laksana ini masih digunakan klasifikasi ILAE
tahun 1989 untuk sindrom epilepsi.
1. Fokal
a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1) Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
2) Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
3) Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
b. Simtomatik
1) Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresi£ pada anak-anak
(Kojenikow's Syndrome)
2) Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
3) Epilepsi lobus temporal
4) Epilepsi lobus frontal
5) Epilepsi lobus parietal
6) Epilepsi lobus oksipital
c. Kriptogenik
Etiologi
Berhubungan dengan kromosom 15q14, diturunkan secara autosomal
dominan.
Manifestasi klinis
1. Durasi bangkitan 30-60 detik, terutama saat tidur. Frekuensi bangkitan
rendah.
2. Manifestasi klinis
a. Bangkitan motor orofasial: kontraksi tonik atau klonik pada wajah
ipsilateral dengan predileksi komisura labial (kontralateral dari
gelombang paku sentrotemporal), dapat disertai keterlibatan kelopak
mata ipsilateral. Bisa juga terdapat kontraksi pada rahang, suara serak,
keluar air liur, dan henti bicara. Bila bangkitan berlangsung >30 menit,
dapat menjadi bangkitan tonik klonik bilateral.
b. Bangkitan somatosensori: kesemutan unilateral atau parestesi lidah,
bibir, gusi dan bagian dalam pipi.
Gambaran EEG
1. lnteriktal: terdapat benign epileptiform discharges ofchildhood (BEDC) unilateral
atau bilateral pada daerah rolandik, amplituda maksimal pada C3/C4 dan
midtemporal (T3/T4). Terdapat tangensial dipole anterior posterior yang klasik
dengan bagian anterior yang berpolaritas positif. Temuan tipikal ini dapat
hanya terlihat saat tidur.
2. Iktal: gelombang paku ritmik yang monomorfik di daerah sentrotemporal
unilateral atau bilateral.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
SINDROM EPILEPSI
Manifestasi klinis
1. Bentuk bangkitan: Gejala otonom: mual, pucat, berkeringat. Anak menjadi
rewel, deviasi mata ke lateral, gangguan kesadaran, pada 25% kasus
berkembang menjadi bangkitan hemiklonik.
Gambaran EEG
1. Interiktal: Irama dasar normal. Gelombang paku multifokal dengan
amplitude tinggi pada kedua hemisfer, hilang dengan buka mata (fixation off
phenomenon), muncul saat tidur. Umumnya (2/3 kasus) ditemukan gelombang
paku oksipital. Pada 1/3 kasus tidak ditemukan gelombang paku di lobus
oksipital, bahkan gambaran EEG dapat normal.
2. Iktal: Awitan berupa gelombang teta atau delta yang ritmik bercampur
gelombang paku dengan amplitude rendah unilateral di daerah posterior,
dapat juga di daerah anterior.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat TabellS.
Prognosis
Baik, dapat remisi penuh.
Manifestasi klinik
1. Bangkitan berlangsung singkat, terutama siang hari.
2. Gejala visual berupa halusinasi visual elementer seperti melihat cahaya,
ilusi atau kebutaan parsial atau total.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Gelombang paku multifokal dengan
amplituda tinggi pada kedua hemisfer, hilang dengan buka mata (fixation off
phenomenon), muncul saat tidur. Umumnya (2/3 kasus) ditemukan gelombang
paku oksipital. Pada 1/3 kasus tidak ditemukan gelombang paku di lobus
oksipital, bahkan gambaran EEG dapat normal.
2. Iktal: saat halusinasi visual terdapat gelombang dengan frekuensi cepat dan
gelombang paku dengan amplituda meningkat diikuti frekuensi berkurang
tanpa perlambatan pasca-iktal, dapat pula berupa perlambatan umum. Saat
terjadi bangkitan tampak gelombang paku ombak (spike-wave complex), semi
periodik.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabe115.
Prognosis
Umumnya baik, walaupun kadang sulit dikontrol.
Etiologi
Sebagian besar berhubungan dengan genetik, namun beberapa kasus terdapat
lesi struktural terutama di area frontal.
Manifestasi Klinis
Bangkitan mioklonik (paling sering), bangkitan fokal dengan manifestasi aleksia
atau disleksia, bangkitan lena, bangkitan umum tonik klonik atau bangkitan
yang lain.
EEG
1. Interiktal: Irama dasar normal. Gelombang paku (spike) bilateral terutama
di hemisfer kiri, dapat pula normal.
2. Iktal: Tergantung bentuk bangkitan, dapat berupa gelombang paku,
gelombang tajam, kompleks paku ombak (spike-wave complex), terutama
hemisfer dominan, atau perlambatan delta di daerah posterior temporal
kiri. Bangkitan biasanya timbul3-19 menit pada saat membaca.
SINDROM EPILEPS/
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan fokal, jarang berkembang menjadi bangkitan tonik klonik
bilateral.
2. Bentuk aura yang sering terjadi adalah perasaan mual, aura epigastrik, aura
psikis misalnya deja-vu, dan keadaan seperti bermimpi, diikuti 'bengong'
dan otomatisme. Kadang disertai gejala otonom berupa muntah. Bangkitan
berlangsung 30 detik sampai 2 menit. Keadaan pascaiktal ditandai dengan
disorientasi waktu dan tempat, gangguan berbahasa bila yang terkena
lobus dominan, batuk, dan mengusap hidung dengan tangan ipsilateral
lesi. Bangkitan terjadi terutama saat pasien bangun.
Etiologi
Tersering adalah sklerosis hipokampus. Penyebab lain displasia, tumor,
malformasi vaskuler, meningitis dan encephalitis.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Terdapat gelombang paku atau tajam,
perlambatan pada bagian anterior dan medial lobus temporal terutama
saat tidur non REM dengan amplituda maksimal pada Tl/T2, dan atau
perlambatan intermiten ritmik dengan frekuensi delta di daerah temporal
(Temporal Intermittent Ryhtmic Delta Activity!TIRDA).
2. Iktal: perlambatan ritmik 5-6 Hz di daerah temporal bagian anterior dan
medial (maksimal di F7/F8 dan T3/T4) disertai peningkatan dan penurunan
amplituda (kresendo dan dekresendo).
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
Prognosis
Umumnya resisten terhadap OAE, tetapi dapat berespons baik dengan
operasi.
M anifestasi Klinis
Bangkitan fokal dan jarang menjadi bilateral. Aura dapat berupa halusinasi
a tau ilusi auditorik, keadaan seperti bermimpi. Gangguan berbahasa (bangkitan
afasik) dapat timbul bila serangan terjadi pada lobus dominan. Aura dapat
diikuti dengan episode 'bengong', d an bangkitan klon ik kon tralatera l,
berkembang menjadi bangkitan tonik klonik bilateral. Bangkitan bisa juga
berupa kedutan wajah atau menyeringai dan otomatisme non-oral. ELTL lebih
sering terjadi saat tidur.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Gelombang paku, paku ombak maksimum
di daerah T3/T4 dan T5/T6, polyspike. Gambaran TIRDA jarang ditemu kan.
2. Iktal: perlambatan 2-5 H z (lebih lambat, lebih iregu lar dan ktu·ang ritmik
dibandingkan ELTM). Gelombang tajam semi periodik kresendo saat
awitan bangkitan muncullebih sering dan lebih cepat menyebar ke bilateral
dibandingkan dengan ELTM.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
3 4 5 67
EPILEPSI LOBUS FRONTAL (ELF) • • • •
M anifestasi Klinik
Bentuk bangkitan motorik muncul pada saat awal bangkitan berupa posisi
distonik kontralateral diikuti bangkitan tonik klonik. Kesadaran dapat tidak
terganggu terutama jika bangkitan berlangsung cepat. Aura tidak spesifik.
Bangkitan lebih singkat dibandingkan ELT, dan terjadi sa at tidur tanpa keadaan
postiktal. Pada sepertiga kasus terdapat lesi struktural seperti tumor low grade,
displasia kortikal, malformasi vaskuler, trauma, dan genetik.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Dapat ditemukan perlambatan teta atau delta
di daerah frontal, ipsilateral terhadap awitan bangkitan, gelombang paku
di daerah frontal atau frontopolar.
2. Iktal: umumnya lebih menyebar mengenai lobus frontal, parietal, dan
posterior temporal. Gelombang cepat fokal dan ritmik pada dorsolatera1
lobus frontalis.
S/NOROM EPILEPS/ ~
Etiologi
Tumor, gliosis, malformasi, lesi vaskuler, dan infark otak.
Manifestasi Klinis
Sulit terdiagnosis karena jarang disertai bangkitan klinis. Gangguan kesadaran
jarang terjadi, kecuali jika menyebar ke lobus temporal. Bangkitan somatosensori
berupa gangguan sensorik kontralateral, seperti kesemutaan, baal, rasa ditusuk-
tusuk, perasaan menjalar atau sengatan listrik terutama pada daerah wajah
dan lengan. Bentuk bangkitan tersering kedua adalah nyeri seperti ditikam
atau nyeri tumpul.
Gambaran EEG
1. Interiktal: dapat normal, atau menunjukan perlambatan, gelombang paku,
gelombang tajam, polyspike, gelombang cepat, perlambatan delta atau teta di
lobus parietal. Perubahan ini menyeluruh saat tidur non REM dan menjadi
fokal pada tidur REM.
2. Il<tal: penurunan amplitudo menyeluruh diikuti aktivitas cepat menyeluruh
dengan frekuensi yang berkurang dan peningkatan amplitudo pada daerah
sentral.
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabell5.
Etiologi
Pada% kasus berupa tumor, malformasi, trauma, iskemi, penyakit mitokondrial,
sindrom Sturge-Weber.
Manifestasi Klinik
Bangkitan umumnya berlangsung singkat. Halusinasi visual elementary
kontralateral fokus epileptik, terutama sensasi cahaya atau warna. Gerakan
okuloklonik, berkedip-kedip, dan nistagmus. Deviasi mata ke arah lapang
pandang yang terdapat halusinasi visual disertai deviasi kepala ipsilateral. Dapat
disertai gangguan visus, seperti skotoma, hemianopsia atau amourosis fugax
dan hilangnya kesadaran pada saat bangkitan. Dapat menyebar menjadi tonik
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Dapat ditemukan perlambatan unilateral
di daerah posterior. Umumnya (2/3 kasus) ditemukan gelombang paku
oksipital. Gelombang paku multifokal dengan amplituda tinggi pada kedua
hemisfer, hilang saat membuka mata, muncul saat tidur.
2. Iktal: awitan dari bagian posterior unilateral, umumnya menyebar sampai
ke lobus parietal dan temporal bagian posterior.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Etiologi
Diturunkan secara genetik otosomal dominan.
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan dimulai dengan bangkitan tonik, deviasi kepala atau mata,
menatap, apnea, dan gangguan otonom. Berkembang menjadi gerakan
klonik unilateral atau bilateral. Durasi bangkitan singkat dan frekuensi
sangat sering, hingga 30 kali per hari.
2. Keadaan pascaiktal cukup singkat.
3. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan otak normal.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal, terdapat gelombang epileptiform atau non-
epileptiform fokal/multifokal.
2. Iktal: gambaran flattening difus bilateral 5-20 detik pada fase tonik atau
apneu, kemudian menjadi asimetris, diikuti gelombang lambat fokal atau
bilateral dengan amplituda tinggi. Kemudian diikuti oleh gelombang tajam
pada daerah frontal, temporal atau sentral.
Tata Laksana
Biasanya terjadi remisi, sehingga tidak perlu terapi khusus.
S/NDROM EPILEPSI ~
Jarang terjadi, prevalensi 1-2% pada kejang dengan usia awitan kurang dari
3 tahun. Laki-laki lebih banyak dari perempuan. Riwayat kehamilan dan
kelahiran normal. Terdapat riwayat keluarga dengan kejang demam pada 30%
pasien.
Manifestasi Klinis
1. Tipe bangkitan hanya mioklonik singkat (1-2 detik), head nodding, mata ke
atas, kontraksi ekstremitas atas dan diafragma saat usia awitan (6 bulan
sampai 3 tahun), dapat terjadi secara spontan maupun bila diaktivasi dengan
stimulasi fotik, suara atau sentuhan.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Saat tidur tampak gelombang paku
menyeluruh dan polyspike dengan atau tanpa diikuti kejang mioklonik.
Dapat diprovokasi dengan stimulasi fotik, suara dan sentuhan (10%).
2. lktal: kejang mioklonik disertai gelombang paku ombak menyeluruh atau
polyspike selama 1-3 detik.
Tata Laksana
Tidak ada terapi khusus karena dapat terjadi remisi.
Prognosis
Dapat terjadi remisi.
Terjadi pada anak dengan tumbuh kembang normal. Usia awitan: 4-10 tahun
dengan puncak 5-7 tahun. Perempuan lebih sering dari laki-laki. Dapat terjadi
bangkitan umum tonik klonik di kemudian hari.
Manifestasi Klinik
1. Bangkitan: terhentinya aktivitas volunter tiba-tiba, hilangnya kesadaran/
respons, pandangan kosong, bengong, atau mata ke atas dan berkedip-
kedip.
2. Otomatisme dapat ditemukan pada bangkitan yang lebih dari 16 detik.
3. Gerakan klonik bilateral pada mata dan wajah, kepala menoleh, perubahan
otonom, dapat terjadi penurunan tonus otot.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Dapat ditemukan OIRDA (Occipital Intermittent
Rhythmic Delta Activity), gelombang kompleks paku ombak menyeluruh
3-3,5Hz (3Hz SWC}, predominan pada daerah fronto-sentral, dengan awitan
bilateral sinkron. Pada tidur NREM stadium 2-3 dapat terlihat komponen
polyspike. Fragmentasi fokal dapat terlihat terutama saat tidur.
2. Iktal: gelombang kompleks paku ombak 3-4 Hz atau lebih cepat, dapat
asimetris atau asinkron 500 milidetik - 2 detik, kadang dengan komponen
polyspike {>3 spike}, terutama saat awitan bangkitan. Bila terdapat komponen
tonik atau atonik akan tampak gelombang polyspikes atau flattening.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
Prognosis
1. Umumnya terjadi remisi saat memasuki usia awal remaja.
2. Bila terdapat bangkitan umum tonik klonik pada awal perjalanan penyakit
menunjukkan prognosis buruk.
Usia awitan 8 tahun sampai dewasa muda, puncak 8-13 tahun. Insidensi laki-
laki sama dengan perempuan.
Manifestasi Klinik
1. Terdapat hilangnya kewaspadaan (impaired awareness), otomatisme, yang
dicetuskan oleh hiperventilasi. Frekuensi bangkitan lebih jarang dari CAE
dan biasanya sporadik. Pada kebanyakan kasus terdapat bangkitan tonik
klonik. Pada 15% kasus terdapat bangkitan mioklonik.
2. Awal perjalanan penyakit, bangkitan pertama dapat berupa bangkitan tonik
klonik bilateral. Bangkitan mioklonik jarang terjadi.
Gambaran EEG
1. Interiktal: Irama dasar normal.
Pada saat bangun: gelombang paku ombak umum, muncul saat HV seperti
pada CAE. Dapat terlihat komponen polyspike (>3 spike).
Pada tidur NREM stadium 1-2 cetusan menjadi lebih sering dan singkat
dengan komponen polyspike.
SINDROM EPILEPSI
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
Prognosis
Bukan merupakan kelainan yang dapat sembuh sendiri, tetapi pada kebanyakan
pasien, dapat terkontrol dengan OAE yang tepat.
Etiologi
Kelainan genetik, mutasi gen GABRA1 pada reseptor GABA-A, gen yang
mengkode kanal natrium, kanal klorida.
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan ditandai dengan sentakan yang tiba-hba dan singkat, terutama
pada pundak dan lengan atas. Sering terjadi saat bangun tidur, dan dapat
merupakan satu-satunya bentuk bangkitan. Bangkitan tonik klonik umum
ditemukan pada 1/3 kasus.
2. Bangkitan yang terjadi bukan saat bangun tidur dapat dicetuskan
oleh: gerakan (praxis-induced), stimulasi fotik, membaca atau aktivitas
linguistik.
3. Segera setelah bangkitan mioklonik, dapat diikuti bangkitan umum tonik
klonik atau bangkitan mioklonik klaster.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Rekaman saat bangun menunjukkan
gelombang polyspike-wave menyeluruh dengan amplituda maksimal pada
anterior. Saat tidur dalam (deep sleep) cetusan menyeluruh menjadi lebih
sering dan singkat, dengan pertambahan jumlah gelombang paku.
2. Iktal: saat bangkitan mioklonik berupa polyspike-wave dengan amplituda
tinggi menyeluruh, singkat, simetrik atau asimetrik.
Prognosis
Tidak ada remisi spontan, tapi berespons pada OAE yang tepat.
Manifestasi Klinis
Bangkitan tonik klonik umum terjadi 1-2 jam setelah bangun tidur.Frekuensi
bangkitan jarang.
EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Saat bangun berupa gelombang paku
atau polyspike-wave menyeluruh seperti pada JAE, durasi 3-4 detik, dapat
diaktivasi oleh hiperventilasi. Photo Paroxysmal Response (PPR) dapat terjadi
pada 25-30% kasus.
2. Iktal: aktivitas cepat beramplitudo rendah menyeluruh didahului oleh
gelombang paku ombak 3-4Hz.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
Prognosis
Sindrom ini tidak dapat sembuh sendiri, namun bangkitan terkontrol baik
denganOAE.
Manifestasi Klinik
1. Trias: spasme epileptik terutama saat bangun tidur, keterlambatan
perkembangan, dan gambaran EEG hypsarrhytmia.
2. Bangkitan dapat berbentuk fokal, asimetrik atau unilateral.
3. Dapat disertai sindrom neurokutaneus.
S/NDROM EPILEPSI
Etiologi
1. Pada 70-75% terdapat lesi struktural berupa displasia kortikal fokal, subcortical
band heteropia, polimikrogiria perisylvian; phakomatoses (tuberous sklerosis
kompleks, hypomelanosis of Ito), meningitis atau ensefalitis, ensefalopati
hipoksik iskemik, dan epilepsi genetik. Sebesar 25-30% tidak diketahui.
Manifestasi Klinik
1. Diagnosis berdasarkan trias:
a. bentuk bangkitan bermacam-macam, dapat berupa campuran bangkitan
fokal dan umum tetapi harus ada bangkitan tonik dan bangkitan lena
atipikal;
PEDOMAN TATA LAKSANA EPILEPSI
Prognosis: buruk.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat TabellS.
Etiologi: genetik.
Manifestasi Klinis
Kriteria diagnosis:
1. perkembangan normal sampai awitan epilepsi;
2. awitan mioklonik, mioklonik astatik atau astatik antara usia 7 bulan sampai
6tahun;dan
3. gelombang paku menyeluruh atau polyspike and wave pada EEG.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal pada saat awal awitan, terdapat diffuse theta
rhythm 4-7 Hz pada daerah sentroparietal (central theta waves). Gelombang
S/NDROM EPILEPS/
Tata Laksana
1. Pemilihan OAE lihat Tabel15.
2. Pada awal, sering resistan terhadap OAE, sehingga kadang dibutuhkan
tambahan ACTH dan diet ketogenik.
Prognosis
1. Sebesar 40% pasien mengalami remisi dalam 6 bulan, 63% dalam 1 tahun,
dan 89% dalam 3 tahun.
2. Terdapat kemunduran kognitif.
Etiologi
1. Sekitar 25% genetik, terdapat imaturitas atau kerusakan otak perinatal.
Manifestasi Klinik
1. Myoclonic absence (MA), 2/3 kasus dapat dijumpai bentuk bangkitan lain
sebelum terdiagnosis MA, seperti bangkitan lena tipikal, bangkitan tonik
klonik umum.
2. Tipe bangkitan yang dapat terjadi setelah awitan MA adalah bangkitan
tonik klonik umum (45% kasus), status lena, dan lena tipikal.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Saat bangun gelombang paku ombak
menyeluruh pada 1/3 kasus. Saat tidur, polyspike, dapat juga berupa kompleks
gelombang paku ombak regular 3-4Hz, dapat menjadi fragmentasi.
2. Iktal: ditandai kompleks gelombang paku ombak 3Hz yang ritmik, bilateral
sinkron, simetris atau awitannya regional, seperti pada CAE. Perekaman
dengan poligrafi pada otot Deltoid menunjukkan pola mioklonik ritmik
yang bilateral dengan frekuensi sesuai cetusan gelombang paku ombak,
biasanya setelah 1 detik setelah awitan cetusan pada EEG.
Tata Laksana
Pemilihan OAE pada prinsipnya mirip CAEflAEIJME.
Etiologi
1. Kelainan metabolisme familial (seperti ketergantungan piridoksin,
hiperglikemia non-ketotik, asidemia propiamida, defisiensi faktor-faktor
molibdenum, defisiensi faktor sulfit oksidase, defisiensi sulfit oksidase,
penyakit Menkes, dan sindrom Zellweger).
Manifestasi Klinik
1. Bangkitan mioklonik aksial atau segmental. Frekuensi bangkitan
bervariasi.
2. Bangkitan fokal ditandai dengan adanya bangkitan motorik disertai deviasi
mata, atau hemikonvulsi.
3. Bangkitan otonom seperti flushing dan apnea.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal pada awal awitan. Pola burst-suppresion
yang berlangsung sekitar 2-5 detik, terjadi saat tidur; burst lebih pendek
dibandingkan Sindrom Ohtahara.
2. Iktal
a. Spasme tonik: desinkronisasi dengan atau tanpa aktivitas cepat yang
jelas.
b. Mioklonus aksial/ekstremitas: pola burst suppresion disertai gelombang
paku dan polyspike dalam bentuk burst.
c. Bangkitan fokal: terdapat gelombang paku atau tajam fokal.
Tata Laksana
Tidak ada pedoman yang jelas untuk tata laksana bangkitan dan tidak ada
terapi yang efektif.
Prognosis
Resistan terhadap pengobatan, terjadinya retardasi psikomotor berat, dan usia
harapan hidup yang terbatas. Lima puluh persen pasien EME akan meninggal
sebelum usia 1 tahun dan sisanya akan mengalami status vegetati£.
SINDROM EPILEPSI ~
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan yang paling khas adalah spasme epileptik dan bangkitan
tonik.
2. Bangkitan fokal berupa deviasi mata atau hemikonvulsi.
3. Bangkitan subtle disertai fenomena otonom seperti flushing dan apnea.
4. Lama bangkitan 1-10 detik, frekuensi 10-300 kali atau 10-20 klaster dalam
24jam.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar abnormal. Burst suppresion sekitar 2-5 detik, sampai
18 detik. Pol a burst suppresion dapat berkembang menjadi pola hypsarrhytmia
pada usia 3-6 bulan.
2. Iktal: sama dengan EME.
Tata Laksana
1. Asaro valproat, fenobarbiton, vigabatrin, benzodiazepine, zonisamide, dan
diet ketogenik menunjukkan efektivitas yang terbatas.
2. Penanganan gangguan metabolisme.
3. Pada malformasi otak, operasi mungkin efektif.
Etiologi
Kelainan genetik: mutasi gen SCNlA dan PCHD19.
Manifestasi klinik
1. Sekitar 60% bangkitan pertama diprovokasi oleh peningkatan suhu tubuh/
lingkungan, kelelahan, dan stimulasi fotik pada yang fotosensitif.
2. Pada usia 1-4 tahun, didahului dengan bangkitan foka l dan gangguan
kewaspadaan, disertai wajah pucat, otomatisme oral, deviasi kepala dan
Gambaran EEG
Abnormalitas EEG tidak spesifik.
1. Interiktal
a. Tahun pertama: normal.
b. Tahun kedua: tampak abnormalitas umum, fokal dan multifokal,
gelombang tajam, paku atau polyspike, simetris atau asimetris terutama
di frontal dan sentral, dapat juga di temporal dan oksipital.
c. Fotosensitif dapat terlihat pada semua usia.
2. Iktal
a. Bangkitan mioklonik: gelombang paku atau polyspike menyeluruh 1-3
detik, dengan amplituda tinggi di sentral dan parietal.
b. Bangkitan lena atipikal: gelombang paku ombak lambat 2-3,5 Hz
menyeluruh, durasi 3-10 detik.
c. Bangkitan fokal: polyspike bercampur aktivitas teta daerah temporal-
patieto-oksipital pada satu hemisfer.
Pencitraan otak: normal saat awitan, sekitar 10% ditemukan atrofi umum atau
skerosis hipokampus.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabell5.
Prognosis: buruk
Etiologi
1. Genetik.
2. Terdapat struktur otak abnormal seperti neuronal migration disorders,
hidrosefalus, dan kelainan talamus.
S/NDROM EPILEPSI
Gambaran EEG
Inter iktal: irama dasar saat bangun dapat normal a tau abnormal.
Rekaman bangun: gelombang paku ombak fokal atau multifokal, bercarnpur
dengan gelombang paku ornbak difus. Latar belakang asirnetris, polyspike
atau gelombang paku cepat yang repetitif. Topografi dapat unilateral atau
menyeluruh.
Rekaman tidur (iktal): gambaran tipikal berupa gelombang paku ombak lambat
yang kontinu, urnurnnya 1,5-2,5Hz, selarna tidur stadium NREM, regional
pada daerah frontal, centro temporal, dan rnultiregional. Saat tidur REM aktivitas
paroksismal menjadi fragmentasi dan kurang kontinu, semen tara cetusan fokal
menjadi lebih jelas.
Prognosis
Setengah pasien terdapat gangguan kognitif dan perilaku yang menetap.
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabell5.
Etiologi
Ditemukan lesi otak kongenital atau didapat.
Manifestasi Klinik
1. Pada 60% kasus gejala pertama adalah epilepsi dan sisanya afasia yang
Gambaran EEG
1. Interiktal: rekaman bangun: gelombang paku repetitif beramplitudo tinggi
dengan topografi yang bervariasi, morfologi menyerupai gelombang paku
rolandik (BECTS). Cetusan unilateral sering terlihat pada awal perjalanan
LKS, biasanya pada daerah temporal (>50%) atau pada daerah parietooksipital
(30%). Gelombang paku ombak menyeluruh. Rekaman tidur: gelombang
epileptiform fokal pada daerah posterior temporal unilateral.
2. Iktal: gelombang paku fokal dengan frekuensi tinggi, pada saat status
epileptikus.
3. Dalam perjalanan LKS, gambaran EEG dapat berupa pola ESES.
Prognosis
Bereaksi baik dengan OAE. Bangkitan akan hilang sekitar usia 15 tahun, namun
sering terjadi defisiensi berbahasa yang menetap.
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabel15.
SINDROM EPILEPSI
SINDROM EP/LEPSI . _
STATUS EPILEPTIKUS
Fitri Octaviana, Aida Fithrie, Corry Novita Mahama, Hendra Premana
PENDAHULUAN
Status epileptikus (SE) merupakan kedaruratan neurologik yang berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Insidensi tahunan secara
keseluruhan mencapai 41 per 100.000 populasi.1 Angka kejadian SE mencapai
puncak pada usia muda (<10 tahun) dan lanjut usia (>50 tahun). 2
STATUS EPILEPT/KUS ~
Tabel 25. Korelasi Etiologi dan EEG pada SENK disertai koma.
STATUS EPILEPTIKUS
Gambaran EEG
Tidak ada gambaran elektroensefalografi (EEG) iktal yang spesifik pada SE.
EEG penting untuk menegakkan diagnosis SENK, karena gejala klinis biasanya
sangat minimal dan tidak spesifik.
Usia
Pembagian usia pada SE:3
1. neonatus (0 - 30 hari);
2. bayi (1 bulan - 2 tahun);
3. anak (>2 - 12 tahun);
4. dewasa muda dan dewasa (>12 tahun - 59 tahun); dan
5. lanjut usia (?: 60 tahun).
SE pada kelompok usia tertentu dapat dilihat pada Tabel26.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan awal dilakukan segera setelah pasien tiba di rumah sakit.
Pemeriksaan yang diperlukan sebagai berikut.1
1. Pemeriksaan laboratorium rutin: darah lengkap, elektrolit, fungsi hati,
glukosa, kadar obat anti epilepsi (pasien dengan riwayat epilepsi).
STATUS EPILEPTIKUS ~
Etiologi Pemeriksaan
Infeksi - Serologi: kultur bakteri dan jamur: RPR- VORL, HIV
- CSS: hitung sel, protein. glukosa, kultur dan pewarnaan
bakteri dan jamur, VORL, PCR untuk HSVl, HSV 2,
VZV, EBV, HIY, dan M. TBC
Pasien imunokompromis:
- Serologi: IgG I<riptokokus, IgM dan IgG Histoplasma
Capsulatum, IgG Toksoplasma Gondii
Sputum: M. TBC
Serum dan CSS: IgG Toksoplasma
CSS: eosinofil, pewarnaan perak untuk jamur SSP, PCR
untuk virus JC", CMY, Enterovirus, Influenza A/B,
Parvovirus", Listeria Ab~ measles (rubeola)
Tinja: Adenovirus PCR dan Enterovirus PCR
Vaskuler CT-angiografi atau MR-angiografi dan MR venografi
Diagnosis SENK ditegakkan berdasarkan data klinis dan EEG. Kriteria EEG
yang digunakan untuk menegakkan SENK adalah kriteria Salzburg modifikasi
(Tabel28).
STATUS EPILEPTIKUS
DIAGNOSIS BANDING13
1. SE Konvulsivus
a. Gangguan gerak (mioklonus, tremor, khorea, tic, distonia)
b. Kelainan struktural (posisi deserebrasi, dekortikasi)
c. Gangguan psikiatrik (pseudoseizure/konversi, psikosis akut)
2. SE Non-Konvulsivus
a. Gangguan yang berkaitan dengan keadaan pasca iktal
b. Ensefalopati akut (toksik, hipoglikemia, gagal organ, delirium berkaitan
dengan obat, alkohol atau infeksi)
c. Gangguan psikiatrik (katatonia, psikosis akut)
d. Gangguan tidur (narkolepsi, katapleksi, parasomnia)
e. Sinkop (jantung, refleks vagal, hipovolemia, toksisitas obat)
TATA LAKSANA
I ••
Kejang masih berlanjut I
Diazepam IV (0,15-D,2 mg/kgBB/dosis, kecepatan maks. Smg/menit, maks. 10
mg/dosis, bisa diulang 1 kal i, leve l A), ATAU
I 5-20SE Dini
men it I
Midazolam IM (10 mg untuk > 40Kg, 5 mg untuk 13-40 kg, dosis tunggal, Level
A). ATAU
Lorazepam IV (0,1 mg/kg/dosis, kecepata n maks. 2mg/menit, maks. 4
mg/dosis, bisa diulang1 ka li, level A)*
Jika tida k terse dia, pilih sa lah satu:
FenobarbitaiiV (15 mg/kgBB, dosis tunggal, level A)
•
Diazepam rektal (0,2-0,5 mg/kgBB, maks. 20 mg, dosis tu ngga l, level U)
Asa m va lproat oral (40 mg/kgBB, maks. 3000 mg, dosis tungga l, level B)
Levetiracetam Ioral (60 mg/kgBB, maks.4500 mg, dosis tungga l, level
Jika tidak tersedia, pilih satu dari pilihan berikut (jika belum diberika n):
Fenoba rbita i iV (1 5 mg/kgBB, dosis t ungga l, level B)
I •
Kejang ma sih berlanjut I
Pilihan terapi antara lain:
ula ngi terap i li ni ked ua, ata u
•
berikan obat anestesi (thiopental, midazolam, pentobarbita l, atau propofol)
1 40-60 men it
SE Refrakter
I
dengan perawatan di ICU.
OAE lainnya:
a. Topiram at (Level C): dosis in isia l 200-400mg melalui NGT/ora l,
rumata n 300-1600mg/hari dibagi 2-4 dosis
b. Lacosa mide (Level C): dosis inisial 200-400mg IV*
Selanjutnya lihat algoritma tatalaksana SER
STATUS EPILEPTIKUS . . _
B. SE Parsial Kompleks9
Perawatan di ICU
l l _I Etiologi (I
~
Riwayat Pemeriksaan autoimun
NORSE - lparaneoplastik
epilepsi
J dan paraneoplastik
~
Medikamentosa
gagaI
_I
I
Normal
I
Etiologi
autoimun
I I Skrining dan
atasi kanker
I I
+
llmejing otak dan EEG I
+
llmejing otak abnormal I I Terapi I.
1 imunomodulator 1
non-fokal dan EEG fokal
!
levetlracetam 2o-40mgjkg IV bolus I l
Fen~oin/fosfofenitoin 15-20mg/kg I 1
lnfus Udokain (2mg/kg bolus, kemudian
(dapat diulang 20mg/kg) dilkuti dengan IV untuk dosls loading diikutl 6mg/kg/jam setiap 12 jam). Durasi infus
dosis yang sama secara oral atau IV rumatan dosis 5-Smgjkgjhari maksimal48 jam karena risiko aritmia.
untuk rumatan dalam 2-3 dosis terbagi. Hindari pada neonates dengan penyakit
jantung kongenital
I I
I Kejang berlanjut
I
"
1
Tambahkan vitamin dan evaluasi respons se/ama 2-3 Midazolam O,lSmgjkg IV bolus
hari: diikuti infus lllBfkg/menlt setelah
Biotin 5-lOmgjhari per oral mengamankan airway dan
Pyridoxine IV lOOmg saat perekaman EEG (perhatikan tekanan darah.
apnea dan bradikardia) dan dapat diulang dengan
dosls total maksimum 4Q0-500mg atau pyridoxine
oral15-30mg/kg/hari dalam 3 dosls terbagi.
Asam folat 2,5mg IV atau 3-Smg/kgfharl dalam 3
dosis terbagi
Pyridoxal-5-phosphate (60mg/kg/harl dalam 3 dosis
terbagi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Marawar R, Basha M, Mahulikar A, Desai A, Suchdev K, Shah A. Updates in
Refractory Status Epilepticus. Crit Care Res Pract. 2018;2018:9768949.
2. Dham BS, Hunter K, Rincon F. The epidemiology of status epilepticus in the United
States. Neurocrit Care. 2014 Jun;20(3):476-83.
3. Trinka E, Cock H, Hesdorffer D, Rossetti AO, Scheffer IE, Shinnar S, et al. A
definition and classification of status epilepticus - Report of the ILAE Task Force
on Classification of Status Epilepticus. Epilepsia. 2015;56(10):1515-23.
4. Shorvon S. The management of status epilepticus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2001 Jun;70 Suppl2:1122-27.
5. Trinka E, Hofler J, Zerbs A. Causes of status epilepticus. Epilepsia. 2012 Sep;53 Suppl
4:127-38.
6. Ziai WC, Kaplan PW. Seizures and status epilepticus in the intensive care unit.
Semin Neurol. 2008 Nov;28(5):668-81.
7. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T, et al. Guidelines
for the evaluation and management of status epilepticus. Neurocrit Care. 2012
Aug;17(1):3-23.
8. Saini A, Vinayan K. Status Epilepticus in Neonates. Int J Epilepsy. 2018
Apr;05(01):002-8.
STATUS EPILEPTIKUS
PENDAHULUAN
Sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP) menjadi penyebab kematian
terkait epilepsi yang utama, dan membutuhkan perhatian bagi penderita dan
keluarganya. Pada pasien epilepsi refrakter kronik, insiden SUDEP mencapai
10-15% dari seluruh kematian.1•2•3
Kriteria
1. Korban menderita epilepsi.
2. Korban meninggal secara tak terduga di mana sebelumnya dalam keadaan sehat.
3. Kernahan terjadi "tiba-tiba" (dalam beberapa menit).
4. Kematian terjadi saat aktivitas normal (misal, di a tau sekitar tempat tidur, di rumah,
di tempat kerja) dan dalam kondisi stabil.
5. Penyebab kematian medis yang jelas tidak ditemukan.
6. Kematian tidak secara langsun g disebabkan oleh bangkitan atau status
epileptikus.
7. Pemeriksaan post-mortem tid ak menunjukkan adanya etiologi struktural atau
toksikologik.
Possible SUDEP SUDEP tidak dapat dikesampingkan, tetapi tidak cukup bukti
mengenai keadaan, dan tidak ada laporan post-mortem yang
tersedia
Unlikely/Not Semua kriteria di atas tidak ada, dan penyebab lain sudah
SUDEP diketahui .
PENCEGAHAN SUDEP
Salah satu langkah pencegahan utama dalam mencegah terjadinya SUDEP
adalah dengan mengontrol bangkitan umum tonik klonik. Terapi farmakologik
harus diberikan seoptimal mungkin, dengan memilih obat yang sesuai dengan
tipe bangkitan, optimalisasi dosis, dan menilai kepatuhan pasien terhadap
pengobatan.6 Tindakan bedah epilepsi yang sukses juga dapat menurunkan
risiko SUDEP.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surges R, Thijs RD, Tan HL, Sander JW. Sudden unexpected death in epilepsy: risk
factors and potential pathomechanisms. Nat Rev Neurol. 2009;5:492-504.
2. Tomson T, Surges R, Delamont R, Haywood S, Hesdorffer DC. Who to target in
sudden unexpected death in epilepsy prevention and how? Risk factors, biomarkers,
and intervention study designs. Epilepsia. 2016;57(Suppl.1):4-16.
3. Shorvon S, Tomson T. Sudden unexpected death in epilepsy. Lancet 2011;378:2028-
2038.
4. Ryvlin P, Tomson T, Devinsky 0. Prevention of sudden unexpected death in epilepsy.
Eur Neurol Rev. 2018;13(2):72-77.
5. Manolis TA, Manolis AA, Melita H, Manolis AS. Sudden unexpected death in
epilepsy: The neuro-cardio-respiratory connection. Seizure: Eur J Epilepsy.
2019;64:65-73.
6. Tomson T, Sveinsson 0. Sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP): An overview.
Epilepsi. 2013;19(3):91-96.
PENDAHULUAN
Sepertiga dari populasi penderita epilepsi diperkirakan akan menjadi resistan
terhadap obat anti epilepsi.1 Hampir 20% pasien epilepsi dengan bangkitan
umum dan lebih dari 60% pasien epilepsi bangkitan fokal akan berkembang
menjadi epilepsi resistan obat sepanjang hidupnya. 2
Penyebab resistan diperkirakan multifaktorial. Selain ketidakpatuhan minum
obat, ketepatan pemilihan obat, dan interaksi obat, variasi respons individu
terhadap terapi, tipe bangkitan, sindrom epilepsi dan etiologi. Usia onset, durasi
antara bangkitan epileptik pertama dengan pengobatan, respons terhadap OAE
pertama, serta durasi epilepsi juga turut meningkatkan risiko epilepsi resistan
obat. 3
DEFINISI
Kegagalan pengobatan epilepsi yang adekuat menggunakan dua atau lebih OAE
yang sesuai, baik sebagai monoterapi maupun politerapi.4
ETIOLOGI 10
Penyebab tersering epilepsi resistan obat antara lain adalah:
1. sklerosis hippokampus,
2. displasia kortikal,
3. ensefalomalasia, dan
4. polimorfisme genetik.
TATA LAKSANA
1. Farmakologis.
a. Politerapi menitikberatkan pada sinergisme mekanisme kerja obat,
interaksi antar obat dan efek samping (lihat Tabel 32).
b. Pada sklerosis hipokampus, kombinasi pilihan pada karbamazepine
dan klobazam.11
2. Non farmakologis
a. Bedah Epilepsi (sudah dibahas di Bab 2)
b. Diet ketogenik
1) Indikasi: anak usia 2-15 tahun.13
2) Kontraindikasi: mempunyai komorbid dan gangguan metabolik.B
c. Stimulasi nervus vagus 3,15
1) Indikasi: epilepsi fokal yang berusia 12 tahun ke atas yang tidak
dapat dilakukan operasi epilepsi.
2) Komplikasi sementara: suara serak, batuk, perubahan suara,
parestesi.
d. Deep brain stimulation 3,15
1) Indikasi: epilepsi fokal resistan obat untuk 18 tahun ke atas.
2) Komplikasi saat pemasangan: perdarahan, infeksi. Komplikasi
sementara depresi, gangguan memori dan parestesi.
e. Terapi perilaku14
Modifikasi gaya hidup untuk menurunkan stres dan meningkatkan
kepatuhan pengobatan.
EPILEPSIRESISTANOBAT ~
PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Austin JK, de Boer HM, Shafer PO. Disruption in social functioning and services
facilitating adjustment for the child and adult. In: Engel J Jr, Pedley TA. Epilepsi:
a comphrehensive texbook. 2nd ed. Vol 3. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008.
2. Jerome Engel, Jr., M.D., AMA's Science News Department at 312-464-2410, the AAN
Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com.
3. Positive Psychosocial Variables and Outcome. Variables in Persons with Epilepsy. J.
Pais-Ribeiro1 and R. F. Meneses2. Management of Epilepsy- Research, Results and
Treatment. www.intechopen.com.
4. Betts Tim. Managing the person with epilepsi. In: Dam. M(ed). Practical approach
to epilepsi. Pergamon Press, Inc. 1991. P.137-160.
5. Devinsky OA. Guide to understanding and living with epilepsi. Philadelphia: FA
Davis Company 1994; p.3-5,201-216,290-294.
6. Woa M, Lima K, Choob W, Tan C. Employability in people with epilepsy: A
systematic review. Epilepsy Research. 2015; 116. 67-78.
Z C Harden, A Kossay, S Vera and B Nikolov. Reactions to Epilepsy in the Workplace'
(2004); 45. Epilepsia: 1134.
8. John EC, Annika W, Torbjijrn T. Factors associated with the employment problems
of people with established epilepsy. In Seizure 1998; 7: 299-303.
9. Anonimus. 2017b. Your epilepsy- now and next: A guide for young people. Available:
https://www.epilepsysociety.org.uk/sports-and-spare-time#.XCNxblwzbiV [Accessed
December 2018].
10. Anonimus. 2017a. Leisure: Living a full and active life. Available: https://www.
epilepsysociety.org.uk/sports-and-spare-time#.XCNxblwzbiV [Accessed December
2018].
11. Capovilla, G., Kaufman, K. R., Perucca, E., Moshce, S. L. & Arida, R. M. Epilepsy,
seizures, physical exercise, and sports: A report from the ILAE Task Force on Sports
and Epilepsy. Epilepsia. 2016;57:6-12.
12. Trevorrow T. Air Travel and Seizure frequency for individual with epilepsy. Seizure.
2006 Jul;15(5):320-2Z