EPILEPSI
ang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya maka akhirnya buku Pedoman Tata Laksana Epilepsi edisi keenam
2019 dapat diselesaikan oleh Kelompok Studi Epilepsi PP PERDOSSI.
Buku ini diharapkan menjadi pedoman bagi dokter spesialis saraf dalam
penatalaksanaan epilepsi. Perubahan yang cukup besar terdapat pada Bab 1,
tentang terminologi dan klasifikasi bangkitan epileptik menurut International
League Against Epilepsy (ILAE) 2017, menggantikan terminologi dan klasifikasi
bangkitan epileptik 1981 dan klasifikasi epilepsi ILAE 201Z Pada klasifikasi 2017
ini epilesi dibagi menjadi 3, yaitu epilepsi fokal, general, dan kombinasi fokal
dan general yang sebelumnya tidak terklasifikasikan. Status epileptikus juga
mengalami perubahan tata laksana disesuaikan durasi bangkitannya sesuai
Tl (5 menit) dan T2 (30 menit). Buku Pedoman Tata Laksana Epilepsi ini secara
garis besar sudah disesuaikan dengan kondisi maupun sarana prasarana yang
ada di Indonesia, misalnya beberapa obat anti-epilepsi yang memang belum
ada di Indonesia dan beberapa sarana penunjang yang belum merata dimiliki
oleh seluruh rumah sakit di Indonesia. Epilepsi sebagai salah satu penyakit
saraf pusat telah dan selalu mendapat perhatian luar biasa dari para ahli dan
hasilpenelitian tentang epilepsi, baik aspek biomolekuler, klinik, farmakologi,
reproduksi, komunitas, psikososial dan medikolegal, maupun epidemiologi
telah mengubah pendekatan tata laksana epilepsi secara mendasar.
Semoga kehadiran buku ini bermanfaat bagi para sejawat yang
berhubungan langsung dengan pelayanan dan pendidikan epilepsi dan
masyarakat pemerhati epilepsi.
Wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamualaikum wr.wb.
. ,,,,-
vii
SAMBUTAN
KETUA UMUM PENGURUS PUSAT PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS SARAF INDONESIA (PP PERDOSSI)
Kontributor v
Prakata vii
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat Perdossi ix
Bab 1 Bangkitan Epileptik
Kurnia Kusumastuti, Wardah Rahmatul Islamiyah,
Rr. Josephine Retno Widayanti 1
Bab 2 Epilepsi
Endang Kustiowati, Diah Kurnia Mirawati, Machlusil Husna,
Suryani Gunadharma, Aris Catur Bintoro, Herlina Suryawati,
Neimy Novitasari, Susi Aulina, Atitya Khairani........................ 13
Bab 3 Sindrom Epilepsi
Suryani Gunadharma, Herlyani Khosama, Uni Gamayani,
Audry Devisanty Wuysang 59
Bab 4 Status Epileptikus
Fitri Octaviana, Aida Fithrie, Corry Novita Mahama,
Hendra Premana .... :.......................................................................... 83
Bab 5 Sudden UnexPected Death in
Epilepsy (SUDEP)
Hendra Permana, Aida Fithrie, Corry Novita Mahama,
Fitri Octaviana . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. . .. . .. 99
Bab 6 Epilepsi Resistan Obat
Astri Budikayanti, Donny Hamid, Sri Handayani..................... 101
Bab 7 Aspek Psikososial dan Medikolegal Epilepsi
Anna Marita Geigel, Anak Agung Ayu Meidiary,
Winifred Karema, Nova Dian Lestari,
Christian us Rumantir .. . .. . . .. .. .. . . .. .. . .. .. . .. . .. .. 105
BAB 1
BANGKITAN EPILEPTIK
Kurnia Kusumastuti, Wardah Rahmatul Islamiyah,
RR. Josephine Retno Widayanti
PENDAHULUAN
Studi berbasis populasi menunjukkan bahwa sekitar 8-10% populasi akan
mengalami bangkitan dalam masa hidupnya. Hanya sekitar 2-3% yang akan
berlanjut menjadi epilepsi. Insiden epilepsi di seluruh dunia adalah 50,4 per
100.000 per tahun.1 Pasien dengan keluhan bangkitan perlu dievaluasi secara
sistematis. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSSI)mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di 15 kota
pada tahun 2013selama 6 bulan. Didapatkan 2.288pasien terdiri atas 487 kasus
baru dan 1.801 kasus lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ± 16,9 tahun,
sedangkan rerata usia pada kasus lama adalah 29,2 ± 16,5 tahun. Sebanyak 77,9%
pasien berobat pertama kali ke dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter
umum, sedangkan sisanya berobat ke dukun dan tidak berobat. 2
DEFINISI
Bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat
aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. 3
DIAGNOSIS
Langkah diagnosis:
1. menentukan bangkitan epileptik atau non-epileptik; dan
2. menentukan bangkitan dengan atau tanpa provokasi.
BANGKITAN EPILEPTIK
Tabel 2. Perbedaan bangkitan epileptik dan bangkitan nonepileptik psikogenik.r"
BANGKITAN EPILEPTIK
Tabel 4. Keterangan terminologi pada klasifikasi tipe bangkitan.8
Tabel 5. Nilai titik potong (cut off point) untuk terjadinya bangkitan simtomatik akut
pada gangguan metabolik.12
BANGKITAN EPILEPTIK
Parameterbiokimia Nilai
Magnesium serum <0,8mg/dL (<0,3mM)
Urea nitrogen (BUN) >lOOmg/dL(>35,7mM)
Kreatinin >lOrng/dL (>884µM)
Penyebab Keterangan
Penyakit serebrovaskuler, hipoksia Dalam waktu 7 hari awitan
serebral
Cedera kepala, pembedahan Dalam waktu 7 hari awitan
intrakranial
Infeksi Intrakranial Dalam waktu 7 hari, sesuai klinis dan hasil
laboratorium
Multipel Sklerosis Dalam waktu 7 hari dari relaps
Metabolik Sampel darah dalam waktu 24 jam dari kejang
Alkohol Dalam waktu 7-48 jam setelah minum alkohol
terakhir
Bangkitan Refleks
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul segera (dalam detik atau
menit) sebagai respons atas suatu stimulus spesifik.14 Meskipun bangkitan
refleks muncul dengan provokasi, kecenderungan berulangnya bangkitan
akibat stimulus spesifik tersebut bersifat terns menerus sehingga memenuhi
definisi epilepsi. 3,15
Stimulus dapat berupa stimulus eksternal atau internal (aktivitas pasien
sendiri) seperti stimulus visual, taktil, proprioseptif, dan audiogenik. Bangkitan
dapat terjadi dalam hitungan detik setelah terpapar stimulus.l+" Bangkitan
refleks memiliki beberapa subtipe menurut karakteristik stimulusnya (Tabel 7).15
Pemicu bangkitan pada bangkitan refleks antara lain: cahaya, musik, stimulus
BANGKITAN EPILEPTIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA BANGKITAN
1. Pencitraan.
2. Laboratorium (pemeriksaan darah rutin tes fungsi ginjal, tes fungsi hepar,
kadar gula, kadar albumin, elektrolit untuk menyingkirkan bangkitan
simtomatik akut, prolaktin).
3. Analisa cairan serebrospinal (pada kasus yang dicurigai infeksi SSP).
4. Elektroensefalografi (EEG)dengan video.
5. Elektrokardiografi.
DAFTAR PUSTAKA
1 Gavvala JR, Schuele SU. New-Onset Seizure in Adults and Adolescents: A Review.
JAMA, 2016 Dec 27;316(24):2657-2668.
2 Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi, 5th ed. K. Kusumastuti, S. Gunadharmaand E. Kustiowati,
Editor. Surabaya: Airlangga University Press; 2014.
3 Fisher RS, Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, Cross JH, Elger CE, Engel J Jr,
i=.rwcn-ron T °J:;ran,-,h TA r:'hrn-n
..L "-J.LIJE:,..L'--.1.L L..lt .J.. .1.'-,....l.1.'-...LL )..I.:,._/ '-'.J.J .LL.I.I. l\Jf l-:i"ac~rwtfo-,.
.l.Y.J../ .J.. .L'•..-U''-A.'--1.1..J...L"'-.1.
nr
J...../...__,/
Tao R l\Jf,::,l-hor-n rzv«
.L.J'--''-.- L.Jf .LV..1.UL.1.1.'-,.1..11. '-I
l\lf,-,.cho 1../LJf
Y Y/ .LV.i.VIJ.1.L'-,
C::T
BANGKITAN EPILEPTIK
EPILEPSI
•
Endang Kustiowati, Diah Kurnia Mirawati, Machlusil Husna,
BAB2
PENDAHULUAN
Epilepsi adalah gangguan kronis pada otak yang dapat menyerang orang di
seluruh dunia.1 Di negara-negara maju, kejadian epilepsi tahunan diperkirakan
sekitar 50 per 100.000penduduk dan prevalensinya diperkirakan sekitar 700
per 100.000penduduk. Di negara berkembang, jumlahnya diperkirakan lebih
tinggi.1 Insiden epilepsi umumnya tinggi pada kelompok usia kanak-kanak dan
lanjut usia, cenderung lebih tinggi pada pria daripada wanita.2
Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(POKDI Epilepsi PERDOSSI)mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di
15 kota pada tahun 2013 selama 6 bulan. Didapatkan 2288 pasien terdiri atas
487 kasus baru dan 1801 kasus lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ±
16,9 tahun. Sedangkan rerata usia pada kasus lama adalah 29,2 ± 16,5 tahun.
Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke dokter spesialis saraf, 6,8%
berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke dukun dan tidak
berobat.3
DEFINISl4
Definisi Konseptual
Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan terns
menerus untuk menimbulkan bangkitan epileptik dengan konsekuensi
neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan
terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.
Definsi Operasional
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan salah satu kondisi/
gejala sebagai berikut:
1. minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama clan kedua lebih dari 24
jam;
2. satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
sama dengan bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau bangkitan
refleks; clan
3. sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi (oleh dokter yang
kompeten).
KLASIFIKASl5
Klasifikasi Epilepsi yang baru adalah klasifikasi bertingkat, yang dirancang
untuk memenuhi klasifikasi epilepsi dalam lingkungan klinis yang berbeda.
Tingkat klasifikasi akan tergantung pada dokter yang membuat diagnosis.
Jika memungkinkan, diagnosis pada ketiga level harus dicari dengan etiologi
epilepsi masing-masing.
EPILEPSI ._
3. Sindrom Epilepsi
Lihat bab 3 Sindrom Epilepsi.
4. Etiologi
Saat pasien datang dengan serangan epilepsi pertama, dokter harus
menentukan etiologi epilepsi pasien. Seringkali investigasi pertama
yang dilakukan melibatkan neuroimaging, idealnya MRI jika tersedia. Ini
memungkinkan dokter untuk memutuskan apakah ada etiologi struktural.
Enam kelompok etiologi adalah struktural, genetik, infeksi, metabolik, dan
imun, serta kelompok yang tidak diketahui.
ETIOLOGl5
Enam kelompok etiologi adalah struktural, genetik, infeksi, metabolik, dan imun,
serta kelompok yang tidak diketahui. Epilepsi pasien dapat diklasifikasikan ke
dalam lebih dari satu kategori etiologi; etiologinya tidak bersifat hierarki dan
mungkin tergantung pada keadaan pasien.
1. Struktural: etiologi struktural berdasarkan pada pemeriksaan pencitraan
yang dikaitkan dengan pemeriksaan elektroklinik. Etiologi struktural antara
lain stroke, trauma, infeksi; atau yang berkaitan dengan genetik seperti
malformasi perkembangan kortikal. Identifikasi lesi struktural memerlukan
pemeriksaan MRI dengan menggunakan protokol spesifik epilepsi.
2. Genetik: akibat mutasi genetik yang diketahui atau diduga di mana
bangkitan merupakan gejala utama dari gangguan tersebut. Contoh:
Childhood Absence Epilepsy atau Juvenile Myoclonic Epilepsy.
3. Infeksi: akibat dari pasca-infeksi intrakranial, seperti neurosistiserkosis,
tuberkulosis, HIV, malaria serebral, pan-ensefalitis sklerosis subakut,
toksoplasmosis serebral, dan infeksi kongenital seperti virus Zika dan
virus Sitomegalo. Infeksi ini kadang memiliki korelasi struktural.
4. Metabolik: identifikasi penyebab metabolik sangat penting sehubungan
dengan terapi spesifik dan pencegahan gangguan intelektual.
5. Imun: gangguan imunitas disertai adanya peradangan SSP yang
berhubungan dengan reaksi autoimun; contoh: epilepsi pada multiple
sklerosis.
6. Tidak dikctahui: penyebab epilepsi belum diketahui. Diagnosis hanya
berdasarkan usia awitan, semiologi bangkitan dan pemeriksaan EEG.
EPILEPSI
d. Terapi dan respons terhadap OAE sebelumnya:
1) jenis, dosis, jadwal minum, kepatuhan minum obat; dan
2) kadar OAE dalam plasma.
e. Penyakit yang diderita sekarang dan riwayat penyakit lain yang menjadi
penyebab serta komorbiditas.
£. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga.
g. Riwayat pre-natal, natal dan tumbuh kembang, riwayat bangkitan
neonatal/kejang demam.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan fisik umum untuk mencari tanda-tanda misalnya:
a. trauma kepala,
b. tanda-tarida infeksi,
c. kelainan kongenital,
d. kecanduan alkohol atau napza,
e. kelainan pada kulit (neurooculocutaneus), dan
f. tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis
Untuk mcncari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang
dapat berhubungan dengan bangkitan, seperti paralisis Todd, gangguan
kesadaran pasca-iktal, afasia pasca-iktal.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG):
1) membantu menunjang diagnosis;
2) membantu penentuan tipe bangkitan maupun sindrom epilepsi;
3) membantu menentukan prognosis;
4) membantu penentuan perlu/tidaknya pemberian OAE;dan
5) membantu menentukan penghentian OAE.
b. Pencitraan otak untuk mendeteksi lesi epileptogenik diotak.
1) CT scan kepala pada kasus kejang pertama kali pada usia dewasa,
lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan.
2) MRI (minimal 1,5 Tesla).
3) Positron Emission Tomography Scan (PET-Scan).
4) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
5) Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS).
6) USG Doppler (pada neonatus).
c. Pemeriksaan laboratorium
EPILEPSI
Konfirmasi diagnosis dan
klasifikasi
lndikasi Terapi?
Ya
secara teratur.
Evaluasi Bangkitan tidak I Ya J
ulang apakah terkontrol? __J
perlu Ya
melanjutkan
Kepatuhan pasien?
tempi sctclah
Diagnosis tepat?
be bas
bangkitan 3-5 iYa
tahun
Ganti atau. tambahan OAE~1---------------~
L yang sesuai . __r---i
t
Bangkitan tidak terkontrol meskipun telah
diberikan dua OAE yang adekuat?
Ya
EPILEPSI
6. Cara penggantian dan penambahan OAE:
a. bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama
diturunkan bertahap (tapering off);
b. bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE pertama, maka kedua
OAE tetap diberikan dengan dosis terakhir yang bisa mengontrol
bangkitan;
c. penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan
OAE kedua, tetapi respons tetap sub optimal walaupun penggunaan
kedua OAE pertama sudah maksimal; dan
d. kombinasi OAE hams memiliki mekanisme kerja yang berbeda.
7. Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 11), demikian pula halnya
dengan profil farmakologis tiap OAE (Tabel 12) dan interaksi farmakokinetik
antar-OAE (Tabel 13). Risiko efek samping OAE berkisar 7-13%, sebagian
besar ringan dan reversibel.
8. Strategi untuk mencegah efek samping+'
a. Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik pasien.
b. Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu
pada sindrom epilepsi dan karakteristik pasien.
Level Rekomendasi
Level B Penggunaan LTG hams dipertimbangkan untuk mengurangi
frekuensi bangkitan.
Levels B dan Level Penggunaan LTG hams dipertimbangkan (Level B) dan
c penggunaan GBP dapat dipertimbangkan (Level C) untuk
mengurangi frekuensi bangkitan pada pasien berusia ~60
tahun.
Level C Penggunaan LEV dapat dianggap mengurangi frekuensi
bangkitan.
Level C Penggunaan ZNS dapat dianggap mengurangi frekuensi
bangkitan.
Level C Penggunaan VGB tampaknya kurang efektif dibandingkan
penggunaan carbamazepine (CBZ) immediate-releasedan mungkin
tidak dianjurkan; lebih lanjut, profil toksisitas menghalangi
:eenggunaan VGB sebagai tera:ei lini :eertama.
Level C Penggunaan PGB 150 mg/hari mungkin kurang efektif
dibandingkan :eenggunaan LTG 100 mg/hari.
Level U Bukti tidak cukup untuk mempertimbangkan GBP, OXC, atau
TPM.
EPILEPSI
Level Rekomendasi
Level U Bukti tidak cukup untuk mempertimbangkan TPM sebagai
ganti fenitoin dalam pengobatan segera epilepsi onset baru
atau berulang, bangkitan motorik tonik-klonik yang tidak
terklasifikasi, atau epilepsi umum motorik tonik klonik.
Level U Data kurang mendukung penggunaan AED generasi ketiga,
CLB, FBM, atau VGB dalam mengobati epilepsi onset baru.
Level U Data kurang untuk mendukung penggunaan AED baru dalam
mengobati bangkitan motorik tonik klonik tidak terklasifikasi.
EPILEPSI ..-
OAE DOS IS DOS IS JUMLAH TITRASIOAE
AWAL(mg/ RUMATAN DOSISPER
hari) (mg/hari) HARi
Tiagabin 4-5 mg/hr 15-32 mg/ 2-4x Mulai 4-5 mg/hr, 1' 4-5
hr(30- mg/hr tiap minggu
56mg/
hruntuk
pasien
dengan
komedikasi
induktor
enzim)
Vigabatrin 500-1000 1000-3000 2x Mulai dosis awal
tingkatkan bertahap
CR: controlled release. Waktu paruh tertera di atas adalah pada penyandang yang tidak
menggunakan enzyme inducers.
EPILEPSI
OAE Efek samping terkait dosis Efek samping idiosinkrasi
Prim idon Sedasi, ataksia, dizziness, Rash, Agranulocytosis,
insomnia, hiperaktif Thrombocytopenia, Lupus-like
(anak), perubahan mood, syndrome, Teratogenicity
terutama depresi, agresifitas,
disfungsi kognitif,
impotensi, penurunan
libido, defisiensi folat,
defisiensi vitamin K dan
vitamin D, osteomalasia,
Dupuytren coniraciure, frozen
shoulder
Asam valproat Tremor, sedasi, astenia, Ensefalopati, induksi SLE
gejala ekstra piramidal,
mual, muntah,
hiperamonemia,
peningkatan berat badan,
sindroma polikistik
ovarium, kerontokan
rambut, gangguan platelet
dan koagulasi, hepatotoksik,
pankreatitis, efek
teratogenik
Tiagabin Dizziness, astenia, gelisah,
tremor, gangguan atensi/
konsentrasi, depresi,
gangguan bahasa,
peningkatan bangkitan
(absan dan mioklonik),
status epileptikus non
konvulsif
Topiramat Dizziness, ataksia, nyeri
kepala, parestesia, tremor,
somnolen, gangguan
kognitif, confusion, agitasi,
amnesia, depresi, emosi
labil, mual, diare, diplopia,
penurunan berat badan,
batu ginjal
EPILEPS/ ......
I
1-~
i
0
('(')
1.1") 0
00 ('(') 0
0 0
1.1") r:()
I
1.1")
0
,......
II)
0\
A
·s~..
Q)
tr:
s
(<j
I (<j
!,..a
1~
I~
0
Lt')
s
<I.I
(/) ll)
'a !U
·;:::;- E
'a .s
rJ}
rJ}
!U <I.I
~~
<I.I
lo.
~ ,.0
ll)
= (/)
oO""" -
f s
i,.J
=t~
!U
~]~
0
'f
0
0
~
('(') ,......
0
= -~= s !U
-e
!U
~ !U ~
~
~ ~0"" p,.
(/)
Lt')
N 0
~
~
N
c;-i
!U
E-< :: ~
0
= >,
Si ~~ ~ ""!U
....
e~ .a
<:I)
<:I) e Lt')
~
0 0 0
°'/\ \0
v ,......
0
.5 ~
~ ~ ll) E
ECl:! 0.. C':l
[fl
((J
o
::9 ..0
Cl:!
u
~ ll)
0 ~5
EPILEPSI
,......
0
I
0
00
U") U")
U") 0 U")
0
,......
C()
U") 0
O"\ ,......
0
/\I
cu
iii
""
~
6 c c
'a
{/)
!'CS
·;:::;- ~ell 2.-~.::!
'iii a
!'CS cu
~~
cu ;§ .2 "i:::t"".::!
~
,.s c "i:::t""""
1-s
...c: ie .::,..,
bO ....
= {/) ~
=cu .....t -€3-eo
~ ~ 0
~
~ ~ 0
......
= "a'=.>
!'CS
-
!'CS 6 ~
;=: ~0""
iU !'CS ~
{/)
i:i.. 0
°' 0
~
,..... i 0 0
E--< ~!'CS 0
Cf) ......
....
Zl= ~':::t~ .:::':::t ""!'CS
;::-,
s ><
""" """ e
U)
U)
0
00
t-!..
6'
~
!'CS
!'CS
i N
-r
~ ~
-
"St<
;;!2_
0
.... ;E
{/)
{/)
,e :s
0
.!S
·;;
{/)
..0
-e >
!'CS
0
;§ 0
0
......
0
0
...... 0
°'
tu
,.Q
0 c
'§
·2
Q)
I J:.ls
EPILEPSI
0
(<")
If)
N
0
N
If)
v
v
If)
N
o~
2lo~
0
00
0
(<")
°'
o-,
0 0 0
0
\0
If)
00 z 0
.......
0
.......
Lt)
00 ,......
0
0
0 Lt)
~
Lt)
N
Lt)
"7
,......
0
<o
N
-c?-
0
,......
0
EPILEPS/
Tabel 13. Interaksi farmakokinetik antar OAE.8,17,18
-
CBZ CLB CZP ESL-a ESM FBM GBP LCM LTG LEV oxc
CBZ Al CLB-lJ, CZP ESq ESM-lJ, FBM.U- LCM t LTG.U- LEVt oxci
DMCLB .(),
1r
---------- - ---···------·-·---------·--··---
-
CBZ-
--------------- - - -·- ----- ------------- -
- - --
CZP NA NA NA NA NA NA
-------··-------·------------ -----·--·----·---------------
ESL-a +--'> NA NA NA NA LTGt NCCP
-- --- - - ------··- ----------·-----------··-----
ESM NA NA NA NA NA NA NA
------·-···--------·-··--------------·------ -- -------·----·------~----
FBM CBZJ CLB.J.1- CZPj ? NA NA LTGj
CBZ- DMCLB
Ej 1r
GBP NA
---------------------------·-----------------
NA NA FBMi
-
NA
- - NA
n.oxci
-
LCM NA NA NA NA f-~
--- -------- --------------------·---·------ -------·------------
LTG CZPJ----------------------·----- NA LEVJ
u;v NA NA
-------·--·---··-----·-·-·---·-·-·-·-··---·-----·---··--···--·-·-·-- --·-·--··---------
oxc NCCP NA
-
CBZJ -----·--
-- --- -- - - -- --·----····-----
LTGJ LEVJ
oxcr
-
PMP CLBJ_ NA NA LTGJ_
---- ------···--·----··-------
?
NA NA
-- ---···--·-·--·-·-··------
ESM.U-
-- ---·---··----·
NA
? NA
NA
? LTGJJ.
-- NA
?
RFN* CBZJ NA NA NA NA NA NA LTG! NA NA
-----·----··---------·-·--------------------- -
STP* CBZ1l' CLB11 ESMi ? NA NA ? NA ?
DMCLB
- -
--------·---··----------·····-- ---
ff
------·-·--·-·-·--·---·--- -- --·--·--·-------·---------- ----
TGB NA NA NA NA NA NA NA NA
--------- ----·-------·-------·---
TPM ESLt NA NA f-~
-----·-·--------··-·--·-·-·---·--···· ----·-------·--·-------
VPA CBZ- VPA ESMH FBMi LTG1l'
....
-
-··-------------·---·--- ·----
VGB CBZi NA NA NA NA NA NA NA
---·--------------·--·--
ZNS NA ? NA NA NA ?
EPILEPSI _._
Tabel 14. Dosis OAE pada anak.12,19,20
Topiramat 2-10 2x
Klobasam 0,5-1 (maks 30 mg/hr) 1-2x
Klonasepam Awal: 1-3x
0,01-0,03 (< 30 kg)
0,5 mg/hr (> 30 kg)
Maks: 0,1
Peramranel (> 12 th) 8-12 lx
Zonisamid 4-12 1-2x
EPILEPSI
VPA : valproic acid, ZNS: zonisamide. FLE : Frontal Lobe Epilepsy, GTCSA : Generalized
Tonic Clonic Seizure on Awakening I Generalized Tonic Clonic Seizure - Alone, OLE :
Occipital Lobe Epilesy, PLE: Parietal Lobe Epilepsy, TLE: Temporal Lobe Epilepsy
PENGHENTIAN OAE
Pada dewasa, penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah
3-5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada
60% pasien. Dalam hal penghentian OAE maka ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan, yaitu syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan
kambuhnya bangkitan setelah OAE dihentikan. s,22
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai
berikut.8'22
1. Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal.
2. Penghentian OAE disetujui oleh pasien atau keluarganya.
3. l-l:::1r11c;;: rl1bk11k'.":::1n bertahap, ')t:;o/o dari rlnc;;:1c;;: c;;:pn,11b
CPl':::IT:::I CPtiap h11bn rl:::ibm
jangka waktu 3-6 bulan, dapat lebih lambat untuk pasien dengan politerapi
dosis tinggi atau yang mendapat barbiturat/benzodiazepine.
4. Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan meningkat pada keadaaan sebagai
berikut.8
1. Usia tua.
2. Epilepsi "simtomatik".
3. Gambaran EEG yang abnormal.
4. Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE.
5. Jenis sindrom: epilepsi fokal kriptogenik/simtomatik, epilepsi mioklonik
pada anak, dan JME.
6. Penggunaan lebih dari satu OAE.
7. Gangguan belajar.
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian di evaluasi kembali.7,23
Pengobatan epilepsi pada lansia lebih rumit karena sering terdapat komorbiditas,
komedikasi, dan meningkatnya kejadian efek samping akibat OAE. Pilihan OAE
pada lansia dengan bangkitan fokal.14
1. Gabapentin, Lamotrigin (Level A);
2. Karbamazepin (Level C); dan
3. Topiramat, Valproat (Level D).
Pemilihan obat anti epilepsi spektrum luas dapat dipertimbangkan pada epilepsi
umum atau tipe campuran. 25
Lansia dengan epilepsi memiliki angka kematian 2-3 kali lebih tinggi daripada
populasi umum. Penatalaksanaan yang tepat memiliki prognosis yang baik,
dengan do sis OAE yang lebih rendah. 37
KOMORBIDITAS EPILEPSI
Komorbiditas pada epilepsi merupakan gangguan atau penyakit lain yang
dapat mendahului, bersamaan atau mengikuti diagnosis epilepsi. Komorbiditas
penting diperhatikan karena akan memengaruhi prognosis, kualitas hidup, dan
pemilihan OAE. Komorbiditas lebih sering dijumpai pada perempuan serta
pad a rentang usia 40-60 tahun. 38-41 Komorbiditas pada epilepsi secara umum
meliputi gangguan medis, psikiatrik serta kognitif.38,39A2A
EPILEPSI
2. Benzodiazepine dapat digunakan dengan monitoring fungsi respirasi.
Keterangan:
+ : aman digunakan
- : dihindari I kontra indikasi
± : perlu kewaspadaan
EPILEPSI
Epilepsi dengan Migren39•42•48•49
1. Valproate dan topiramat telah disetujui sebagai terapi preventif migren.
Gabapentin, karbamazepin, oxkarbazepin dan zonisamid juga dapat
digunakan sebagai terapi preventif migrain.
therapy.
EPILEPS/
3. OAE dengan efek sedasi atau berpotensi memengaruhi fungsi kognitif,
seperti benzodiazepine, karbamazepin, fenobarbital, fenitoin, pirimidon,
dan topiramat sebaiknya dihindari untuk penggunaan jangka panjang.
4. Sebaiknya digunakan OAEyang pengaruh ke fungsi kognitif ringan, seperti
gabapentin, levetiracetam, lamotrigine, oxkarbazepin, dan valproate.
5. Pasien yang mengalami gangguan behavior berat, sebaiknya menghindari
penggunaan levetiracetam, topiramat, dan zonisamid.
Teratogenitas
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan. Malformasi
kongenital mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari ibu yang mendapatkan
obat anti epilepsi monoterapi, lebih tinggi lagi bila menggunakan asam valproat
serta politerapi. 62 Direkomendasikan pemberian asam folat pad a perempuan
yang merencanakan kehamilan dan pada saat hamil terutama pada trimester
pertama dengan dosis 1-Smgper hari untuk mencegah defek neural tube. 56,60,61,63-
65 Pemberian asam folat perikonsepsional juga berhubungan positif dengan IQ
anak yang lahir dari perempuan menggunakan obat anti epilepsi.66 Beberapa
EPILEPSI
obat anti epilepsi generasi kedua dengan risiko teratogenitas yang relatif kecil
adalah lamotrigin, leviteracetam, oxcarbazepin, dan topiramat. 56,63
EPILEPSI
Tabel 19. Dampak OAE terhadap kontrasepsi hormonal.56,68
BEDAH EPILEPSI
Pendahuluan
Bedah epilepsi dilakukan bila penyakit epilepsi sudah mengalami resistan
terhadap obat.3 Tujuan tindakan bedah epilepsi adalah tercapainya bebas
bangkitan atau menurunkan frekuensi dengan efek samping minimal/" Hingga
saat ini tindakan bedah epilepsi masih jarang dikerjakan di Indonesia.
IN DI KASI
Bedah epilepsi diindikasikan pada kasus epilepsi yang berpotensi akan
membaik dengan tindakan bedah (remediable), seperti."
KONTRA INDIKASl72
Kontra indikasi absolut:
1. latar belakang penyakit degeneratif atau gangguan metabolik;
2. kelainan neurologi progresif; dan
3. sindrom epilepsi benigna.
Kontra indikasi relatif:
1. tidak patuh minum OAE;
2. psikosis interiktal;
3. IQ kurang dari 70; dan
4. zona epileptogenik bilateral atau difus.
SELEKSI PASIEN
Evaluasi umum:
1. tentukan zona epileptogenik;
2. jelaskan tentang tujuan operasi;
3. tentukan jenis tindakan operasi;
4. jelaskan hasil akhir yang akan dicapai; dan
5. jelaskan konsekuensi operasi.
Evaluasi khusus:
1. tentukan ada/tidak lesi intra kranial; dan
2. tentukan keadaan klinik dan tumbuh kembang penyandang.
CPI LEPS/
ZONA DEFINISI PEMERIKSAAN
Zona Simtomatik Area otak yang menimbulkan Anamnesis dan observasi
gejala klinis klinis bangkitan (behavior)
Zona Defisit Disfungsi area kortek non Pemeriksaan fisik neurologi,
fungsional epileptik neuropsikologi, EEG , PET,
SPECT
Tim yang terlibat dalam bedah epilepsi adalah spesialis neurologi, spesialis
bedah saraf, spesialis radiologi, spesialis psikiatri, ahli psikologi, dan subspesialis
neurofisiologi. 74
I Tidak I ~
1
~~~L-e_s_i-pa_d_a~~l~__,1.---~~~~~~~~~~~~
I MRI I 1
Fkstra Temporal Mesia] Temporal Mesial
1
Berbatasan dengan
kortek elokuen (fMRI)
Sesuaidengan
Semiologi bangkitan,
EEG dan
N europsikiatri/
1
psikologi kortek
elokuen
KOMPLIKASI
Komplikasi medis dan neurologi:79
1. Minor (gejala menghilang dalam 3 bulan):
a. kebocoran LCS, infeksi, aseptik meningitis, DVT, emboli paru,
pneumonia, hematom intrakranial, gangguan metabolik.
2. Mayor (gejala menghilang lebih dari 3 bulan):
a. hidrosefalus, abses intra kranial;
b. pada pasien anak dan reseksi ekstra temporal sering terjadi: gangguan
lapang pandang (13%), hemianopia (2%), dan afasia (4%).
Komplikasi neuropsikologi dan psikiatri:
1. Lobektomi Temporal anterior-"
a. Gangguan memori verbal pada reseksi sisi kiri sebesar 44% dan sisi
kanan20%.
b. Gangguan memori visuospasial (20%).
c. Gangguan penamaan (34%) pada sisikiri.
d. Fluensi verbal dapat meningkat (27%).
2. Gangguan distimik interiktal (18%), psikosis (1%).81
LUARAN
Bebas bangkitan 57% terdapat pada reseksi daerah neokortikal, 70%pada reseksi
temporal anteromesial. 82
Luaran pos operasi epilepsi berdasar klasifikasi ILAE:70
1. kelas 1 : bebas bangkitan, tanpa aura;
2. kelas 2 : hanya aura;
3. kelas 3 : 1-3 hari bangkitan dalam setahun, dengan/tanpa aura;
EPILEPSI
4. kelas 4 : 4 hari bangkitan dalam setahun sampai penurunan 50% hari
bangkitan yang biasanya terjadi, dengan/tanpa aura;
5. kelas 5 : penurunan kurang dari 50% hari bangkitan yang biasanya terjadi
sampai peningkatan 100%,dengan/tanpa aura; dan
6. kelas 6 : peningkatan lebih dari 100% hari bangkitan yang biasanya terjadi,
dengan/tanpa aura.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abramovici S, Bagic A. Epidemiology of epilepsy. In: Aminoff MJ, Boller F, Swaab
DF, editors. Handbook of clinical neurology. 2nd ed. Amsterdam: Elsevier; 2016. p.
159-71.
2. Fiest KM, Sauro KM, Wiebe S, Patten SB, Dykeman J, Pringsheim T, et al. Prevalence
and Incidence of Epilepsy: A Systematic Review and Meta-analysis of International
Studies. Neurology. 2017January;88(3):296-303.
3. Kusumastuti K, Gunadharma S KE, editor. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Kelompok
Studi Epilepsi PREDOSSI. Surabaya: Airlangga University Press; 2014.
4. Fisher R, Acevedo C, Al AA et. ILAE official report: a practical clinical definition of
epilepsy. Epilepsia. 2014;55(4):475-82.
5. Scheffer I, Berkovic S, Capovilla G, Connolly M, French J, Guilhoto L, et al. ILAE
classification of the epilepsies - Position paper of the ILAE Commission for
Classification and Terminology. Epilepsia. 2017;58(4):512-21.
6. Perucca P, Scheffer LE KM. The management of epilepsy in children and adults.
Med J Aust. 2018;208(5):226-33.
7. Schmidt D, Sillanpaa M. Stopping epilepsy treatment in seizure remission - Good
or bad or both? Seizure. 2017;44:157-61.
8. Shorvon S, Perucca E, Engel J, editors. The Treatment of Epilepsy. 4th ed. West
Sussex: John Wiley & Sons; 2016.
9. National Institute for Health and Clinical Excellence (UK). The epilepsies: the
diagnosis and management of the epilepsies in adults and children in primary and
secondary care. Clin Guidel 137. 2012.
10. Kwan P, Schachter SC BM. Drug-resistant epilepsy. N Engl J Med.
2011;365(10):912-26.
11. Ghaffarpour M, Ghelichnia HA, Harrichian MH, Ghabaee M, Saber Tehrani MM,
Bahrami P. Strategies of Starting and Stopping Antiepileptic Drugs in Patients With
Seizure or Epilepsy; a Comprehensive Review. Arch Neurosci. 2014;2(1):l-8.
12. Perucca P., Scheffer I.E KM. The management of epilepsy in children and adults.
MJA. 2018;5:226-32.
13. Krumholz A, Wiebe S, Gronseth G, Gloss D, Sanchez A. Evidence-based guideline:
management of an unprovoked first seizure in adults. Am Acad Neurol.
2015;84(April):1705-13.
14. Glauser T, Ben-Menachem E, Bourgeois B, Cnaan A, Guerreiro C, K??lvi??inen
R, et al. Updated ILAE evidence review of antiepileptic drug efficacy and
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizures and syndromes. Epilepsia.
2013;54(3):551-63.
EPILEPSI
37. Brodie M, Kwan P. Epilepsi in elderly people. BMJ. 2005;331:1217-21.
38. Gaitatzis A, Carrol K, Majeed A, Sander J. The Epidemiology of the Comorbidity of
Epilepsy in the General Population. Epilepsia. 2004;45(12):1613-22.
39. Seidenberg M, Pusipher D, Hermann B. Association of epilepsy and comorbid
conditions. Futur Neural. 2009;4(5):663-8.
40. Keezer M, Sisodiya S, Sander J. Comorbidities of epilepsy- current concepts and
future perspectives. Lancet Neurol. 2016;15:106-15.
41. Ottman R, Lipton R, Ettinger A, Cramer J, Reed M, Morrison A, et al. Comorbidities
of epilepsy- Results from the Epilepsy Comorbidities and Health (EPIC) survey.
Epilepsia. 2011;52(2):308-15.
42. Ruiz-Gimenez J, Sanchez-Alvarez J, Canadillas-Hidalgo F, Serrano-Castro P.
Antiepileptic treatment in patients with epilepsy and other comorbidities. Seizure.
?01n;1 q.17~-R?.
43. Sirven J. Management of Epilepsy Comorbidities. Cantin (Minneap Minn).
2016;22(1):191-203.
44. Vidaurre J, Gedela S, Yarosz S. Antiepileptic Drugs and Liver Disease. Pediatr
Neurol. 2017;77:23-36.
45. DeLacerda G. Treating Seizures in Renal and Hepatic Failure. J Epilepsy Clin
Neurophysiol. 2008;14 (Suppl:46-50).
46. Diaz A, Deliz B, Benbadis S. The use of newer antiepileptic drugs in patients with
renal failure. Expert Rev Neurother. 2012;12(1):99-105.
47. Zhao Y, Li X, Zhang K, Tong T, Cui R. The Progress of Epilepsy after Stroke. Curr
Neuropharmacol. 2018;16:71-8.
48. Cianchetti C, Pruna D, Ledda M. Epileptic seizures and headache/migraine: A
review of types of association and terminology. Seizure. 2013;22(9):679-85.
49. Kim D. Headache and Epilepsy. J Epilepsy Res. 2017;7(1):7-15.
50. Kanner A. Psychiatric comorbidities in new onset epilepsy- Should they be always
investigated? Seizure. 2017;49:79-82.
51. Wei S, Lee W. Comorbidity of childhood epilepsy. J Formos Med Assoc.
2015;114:1031-8.
52. Subota A, Pham T, Jette N, Sauro K, Lorenzetti D, Holroyd-Leduc J. The association
between dementia and epilepsy- A systematic review and meta-analysis. Epilepsia.
2017;58(6):962-72.
53. Harden CL. Interaction between epilepsy and endocrine hormones: Effect on the
lifelong health of epileptic women. Vol. 3, Advanced Studies in Medicine. 2003.
54. Wheless J, Kim H. Adolescent seizures and epilepsy syndromes. Epilepsia.
2002;43:33-52.
55. Appleton R, Neville B. Teenagers with epilepsy. Arch Dis Child. 1998;81:76-9.
56. Weil S, Deppe C, Noachtar S. The treatment of women with epilepsy. Dtcsh Arztebl
Int. 2010;107(45):787-93.
57. Verrotti A, D'Egidio C, Agostinelli S, Verrotti C, Pavone P. Diagnosis and management
of catamenial seizures - a review. Int J Women's Heal. 2012;4:535-41.
58. Feely M, Gibson J. Intermittent clobazam for catamenial epilepsy - tolerance avoided.
J Neurol Neurosurg Psychiatry. 1984;47:1279-82.
EPILEPSI
76. JL Cross. Presurgical evaluation and outcome of epilepsy surgery. In: Rugg-Gunn F,
Stapley H, editors. Epilepsy 2017 from bench to bedside ILAE British Chapter. 16th
ed. West Sussex: ILAE British Chapter; 2017. p. 507-13.
77. McEvoy A, Harkness W. Methods of epilepsy surgery. In: Rugg-Gunn F, Stapley H,
editors. Epilepsy 2017 from bench to bedside ILAE British Chapter. 16th ed. West
Sussex; 2017. p. 515-20.
78. Baltuch G, Villemure J, editors. Operative technique in epilepsy surgery. 2009th ed.
New York: Thieme Medical Publisher; 2009.
79. Hader W, Tellez-Zenteno J, Metcalfe A, Hernandez-Ronquillo L, Wiebe S, Kwon C,
et al. Complication of epilepsy surgery- systematic review of focal surgical resection
and invasive EEG monitoring. Epilepsia. 2013;54(5):840-7.
80. Sherman E, Wiebe S, Fay-McClymont T, Tellez-Zenteno J, Metclafe A, Hernandez-
Ronquillo T ., Pt al. Neuropsychological rmtrornoc: ::iftor epilepsy c:11rgory · systematic
review and pooled estimates. Epilepsia. 2011;52(5):857-69.
81. Macrodimitris S, Sherman E, Forde S, Tellez-Zenteno J, Metcalfe A, Hernandez-
Ronqquillo L, et al. Psiciatric outcomes of epilepsy surgery - systematic review.
Epilepsia, 2011;52(5):880-90.
82. Engel J, McDermott M, Wiebe S, Langfitt J, Stern J, Dewar S. Early surgical therapy
for drug resistance temporal lobe epielsy- randomiesed trial. JAMA. 2012;307(9):922-
30.
SINDROM EPILEPSI
Suryani Gunadharma, Herlyani Khosama, Uni Gamayani, Audry
Devisanty Wuysang
DEFINISI
Sindrom epilepsi merupakan kumpulan gejala dan tanda yang mencakup
tipe bangkitan, gambaran EEG dan pencitraan otak. Umumnya berhubungan
dengan usia awitan, usia remisi, pemicu bangkitan, variasi diurnal, bahkan
prognosis. Komorbiditas, seperti gangguan intelektual dan gangguan psikiatri
dapat menyertai sindrom epilepsi.1
KLASIFIKASl2
Klasifikasi terbaru untuk sindrom epilepsi sampai saat ini belum ada, sehingga
dalam buku pedoman dan tata laksana ini masih digunakan klasifikasi ILAE
tahun 1989 untuk sindrom epilepsi.
1. Fokal
a. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1) Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
2) Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
3) Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
b. Simtomatik
1) Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak-anak
(Kojenikow's Syndrome)
2) Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
3) Epilepsi lobus temporal
4) Epilepsi lobus frontal
5) Epilepsi lobus parietal
6) Epilepsi lobus oksipital
c. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
a. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
1) Epilepsi neonatus familial benigna
2) Epilepsi neonatus benigna
3) Epilepsi mioklonik benigna pada bayi (Benign Myoclonic Epilepsy in
Infancy)
4) Epilepsi lena pada anak (Childhood Absence Epilepsy)
5) Epilepsi lena pada remaja (Juvenile Absence Epilepsy)
6) Epilepsi mioklonik pada remaja (Juvenile Myoclonic Epilepsy)
7) Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
8) Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di
atas
9) Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang
spesifik
b. Kriptogenik atau simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan
usia)
1) Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)
2) Sindrom Lennox-Gastaut
3) Epilepsi mioklonik astatik
4) Epilepsi mioklonik lena
c. Simtomatik
1) Etiologi non spesifik
a) Ensefalopati mioklonik dini
b) Ensefalopati pada infantil dini dengan burst supression
c) Epilepsi simptomatik umum lainnya yang tidak termasuk di
atas
2) Sindrom spesifik
3) Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
a. Bangkitan umum dan fokal
1) Bangkitan neonatal
2) Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3) Eplepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
4) Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
5) Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
a. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
1) Kejang demam
2) Bangkitan kejang/ status epileptikus yang timbul hanya sckali
(isolated)
Etiologi
Berhubungan dengan kromosom 15ql4, diturunkan secara autosomal
dominan.
Manifestasi klinis
1. Durasi bangkitan 30-60 detik, terutama saat tidur. Frekuensi bangkitan
rendah.
2. Manifestasi klinis
a. Bangkitan motor orofasial: kontraksi tonik atau klonik pada wajah
ipsilateral dengan predileksi komisura labial (kontralateral dari
gelombang paku sentrotemporal), dapat disertai keterlibatan kelopak
mata ipsilateral. Bisa juga terdapat kontraksi pada rahang, suara serak,
keluar air liur, dan henti bicara. Bila bangkitan berlangsung >30menit,
dapat menjadi bangkitan tonik klonik bilateral.
b. Bangkitan somatosensori: kesemutan unilateral atau parestesi lidah,
bibir, gusi dan bagian dalam pipi.
Gambaran EEG
1. Interiktal: terdapat benign epileptiform discharges of childhood (BEDC)unilateral
atau bilateral pada daerah rolandik, amplitudo maksimal pada C3/C4 dan
midtemporal (T3/T4). Terdapat tangensial dipole anterior posterior yang klasik
dengan bagian anterior yang berpolaritas positif. Temuan tipikal ini dapat
hanya terlihat saat tidur.
2. Iktal: gelombang paku ritmik yang monomorfik di daerah sentrotemporal
unilateral atau bilateral.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
SJNDROfvl EPILEPSI
Prognosis
Baik, remisi biasanya terjadi sekitar usia 15-16 tahun. Tidak terdapat bukti bahwa
pada penderita yang tidak diobati mempunyai prognosis jangka panjang yang
buruk. Namun terdapat laporan pemberian karbamazepin dan lamotrigin dapat
memperparah bangkitan pada sebagian kecil penderita BECTS. Terapi dapat
dihentikan setelah 1-3 tahun bangkitan terakhir, atau setelah usia remisi.
Manifestasi klinis
1. Bentuk bangkitan: Gejala otonom: mual, pucat, berkeringat. Anak menjadi
rewel, deviasi mata ke lateral, gangguan kesadaran, pada 25% kasus
berkembang menjadi bangkitan hemiklonik.
Gambaran EEG
1. Interiktal: Irama dasar normal. Gelombang paku multifokal dengan
amplitudo tinggi pada kedua hemisfer, hilang dengan buka mata (fixation off
phenomenon), muncul saat tidur. Umumnya (2/3 kasus) ditemukan gelombang
paku oksipital. Pada 1/3 kasus tidak ditemukan gelombang paku di lobus
oksipital, bahkan gambaran EEG dapat normal.
2. Iktal: Awitan berupa gelombang teta atau delta yang ritmik bercampur
gelombang paku dengan amplitudo rendah unilateral di daerah posterior,
dapat juga di daerah anterior.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis
Baik, dapat remisi penuh.
Manifestasi klinik
l. Bangkitan berlangsung singkat, terutama siang hari.
2. Gejala visual berupa halusinasi visual elementer seperti melihat cahaya,
ilusi atau kebutaan parsial atau total.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Gelombang paku multifokal dengan
amplitudo tinggi pada kedua hemisfer, hilang dengan buka mata (fixation off
phenomenon), muncul saat tidur. Umumnya (2/3 kasus) ditemukan gelombang
paku oksipital. Pada 1/3 kasus tidak ditemukan gelombang paku di lobus
oksipital, bahkan gambaran EEG dapat normal.
2. Iktal: saat halusinasi visual terdapat gelombang dengan frekuensi cepat dan
gelombang paku dengan amplitudo meningkat diikuti frekuensi berkurang
tanpa perlambatan pasca-iktal, dapat pula berupa perlambatan umum. Saat
terjadi bangkitan tampak gelombang paku ombak (spike-wave complex), semi
periodik.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis
Umumnya baik, walaupun kadang sulit dikontrol.
3•4•5•6
EPILEPSI PRIMER SAAT MEMBACA (READING EPILEPSY)
Epilepsi refleks dengan bangkitan yang dipicu oleh kegiatan membaca. Usia
awitan 10-30tahun
Etiologi
Sebagian besar berhubungan dengan genetik, namun beberapa kasus terdapat
lesi struktural terutama di area frontal.
Manifestasi Klinis
Bangkitan mioklonik (paling sering), bangkitan fokal dengan manifestasi aleksia
atau disleksia, bangkitan lena, bangkitan umum tonik klonik atau bangkitan
yang lain.
EEG
1. Interiktal: Irama dasar normal. Gelombang paku (spike) bilateral terutama
di hemisfer kiri, dapat pula normal.
2. Iktal: Tergantung bentuk bangkitan, dapat berupa gelombang paku,
gelombang tajam, kompleks paku ornbak (spike-wave complex), terutama
hemisfer dominan, atau perlambatan delta di daerah posterior temporal
kiri. Bangkitan biasanya timbul 3-19 menit pada saat membaca.
7
EPILEPSI LOBUS TEMPORAL MESIAL (ELTM) 3,4,5,5,
Bentuk epilepsi fokal tersering pada dewasa, umunmya berhubungan dengan
riwayat kejang demam kompleks. Terdapat jeda waktu antara kejang demam
dengan awitan epilepsi pada masa pubertas dan sklerosis hipokampus.
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan fokal, jarang berkembang menjadi bangkitan tonik klonik
bilateral.
2. Bentuk aura yang sering terjadi adalah perasaan mual, aura epigastrik, aura
psikis misalnya deja-vu, dan keadaan seperti bermimpi, diikuti 'bengong'
dan otomatisme. Kadang disertai gejala otonom berupa muntah. Bangkitan
berlangsung 30 detik sampai 2 menit. Keadaan pascaiktal ditandai dengan
disorientasi waktu dan tempat, gangguan berbahasa bila yang terkena
lobus dominan, batuk, dan mengusap hidung dengan tangan ipsilateral
lesi. 8angkitan terjadi terutama saat pasien bangun.
Etiologi
Tersering adalah sklerosis hipokampus. Penyebab lain displasia, tumor,
malformasi vaskuler, meningitis dan encephalitis.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Terdapat gelombang paku atau tajam,
perlambatan pada bagian anterior dan medial lobus temporal terutama
saat tidur non REM dengan amplitudo maksimal pada Tl/T2, dan atau
perlambatan interrniten ritmik dengan frekuensi delta di daerah temporal
(TemporalIntermittent Ryhtmic Delta Activity!TIRDA).
2. Iktal: perlambatan ritmik 5-6 Hz di daerah temporal bagian anterior dan
medial (maksimal di F7/F8 dan T3/T4)disertai peningkatan dan penurunan
amplitudo (kresendo dan dekresendo).
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis
Umumnya resisten terhadap OAE, tetapi dapat berespons baik dengan
operasi.
Manifestasi Klinis
Bangkitan fokal clan jarang menjadi bilateral. Aura dapat berupa halusinasi
atau ilusi auditorik, keadaan seperti bermimpi. Gangguan berbahasa (bangkitan
afasik) dapat timbul bila serangan terjadi pada lobus dominan. Aura dapat
diikuti dengan episode 'bengong', clan bangkitan kloriik kontralateral,
berkembang menjadi bangkitan tonik klonik bilateral. Bangkitan bisa juga
berupa kedutan wajah atau menyeringai clan otomatisme non-oral. ELTLlebih
sering terjadi saat tidur.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Gelombang paku, paku ombak maksimum
di daerah T3/T4 clan T5/T6,polyspike. Gambaran TIRDA jarang ditemukan.
2. Iktal: perlambatan 2-5 Hz (lebih lambat, lebih iregular clan kurang ritmik
dibandingkan ELTM). Gelombang tajam semi periodik kresendo saat
awitan bangkitan muncul lebih sering clan lebih cepat menyebar ke bilateral
dibandingkan dengan ELTM.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Manifestasi Klinik
Bentuk bangkitan motorik muncul pada saat awal bangkitan berupa posisi
distonik kontralateral diikuti bangkitan tonik klonik. Kesadaran dapat tidak
terganggu terutama jika bangkitan berlangsung cepat. Aura tidak spesifik.
Bangkitan lebih singkat dibandingkan ELT, clan terjadi saat tidur tanpa keadaan
postiktal. Pada sepertiga kasus terdapat lesi struktural seperti tumor low grade,
displasia kortikal, malformasi vaskuler, trauma, clan genetik.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Dapat ditemukan perlambatan teta atau delta
di daerah frontal, ipsilateral terhadap awitan bangkitan, gelombang paku
di daerah frontal atau frontopolar.
2. Iktal: umumnya lebih menyebar mengenai lobus frontal, parietal, clan
posterior temporal. Gelombang cepat fokal dan ritmik pada dorsolateral
lobus frontalis.
S/NDROM EPILEPSI
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Etiologi
Tumor, gliosis, malformasi, lesi vaskuler, dan infark otak.
Manifestasi Klinis
Sulit terdiagnosis karena jarang disertai bangkitan klinis. Gangguan kesadaran
jarang terjadi, kecuali jika menyebar ke lobus temporal. Bangkitan somatosensori
berupa gangguan sensorik kontralateral, seperti kesemutaan, baal, rasa ditusuk-
tusuk, perasaan menjalar atau sengatan listrik terutama pada daerah wajah
dan lengan. Bentuk bangkitan tersering kedua adalah nyeri seperti ditikam
atau nyeri tumpul.
Gambaran EEG
1. Interiktal: dapat normal, atau menunjukan perlambatan, gelombang paku,
gelombang tajam, polyspike, gelombang cepat, perlambatan delta atau teta di
lobus parietal. Perubahan ini menyeluruh saat tidur non REM dan menjadi
fokal pada tidur REM.
2. Iktal: penurunan amplitudo menyeluruh diikuti aktivitas cepat menyeluruh
dengan frekuensi yang berkurang dan peningkatan amplitudo pada daerah
sentral.
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Etiologi
Pada % kasus berupa tumor, malformasi, trauma, iskemi, penyakit mitokondrial,
sindrom Sturge-Weber.
Manifestasi Klinik
Bangkitan umumnya berlangsung singkat. Halusinasi visual elementary
kontralateral fokus epileptik, terutama sensasi cahaya atau warna. Gerakan
okuloklonik, berkedip-kedip, dan nistagmus. Deviasi mata ke arah lapang
pandang yang terdapat halusinasi visual disertai deviasi kepala ipsilateral. Dapat
disertai gangguan visus, seperti skotoma, hemianopsia atau amourosis fugax
dan hilangnya kesadaran pada saat bangkitan. Dapat menyebar menjadi tonik
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Dapat ditemukan perlambatan unilateral
di daerah posterior. Umumnya (2/3 kasus) ditemukan gelombang paku
oksipital. Gelombang paku multifokal dengan amplitudo tinggi pada kedua
hemisfer, hilang saat membuka mata, muncul saat tidur.
2. Iktal: awitan dari bagian posterior unilateral, umumnya menyebar sampai
ke lobus parietal dan temporal bagian posterior.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Etiologi
Diturunkan secara genetik otosomal dominan.
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan dimulai dengan bangkitan tonik, deviasi kepala atau mata,
menatap, apnea, dan gangguan otonom. Berkembang menjadi gerakan
klonik unilateral atau bilateral. Durasi bangkitan singkat dan frekuensi
sangat sering, hingga 30 kali per hari.
2. Keadaan pascaiktal cukup singkat.
3. Pemeriksaan laboratorium dan pencitraan otak normal.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal, terdapat gelombang epileptiform atau non-
epileptiform fokal/multifokal.
2. Iktal: gambaran flattening difus bilateral 5-20 detik pada fase tonik atau
apneu, kemudian menjadi asimetris, diikuti gelombang lambat fokal atau
bilateral dengan amplitudo tinggi. Kemudian diikuti oleh gelombang tajam
pada daerah frontal, temporal atau sentral.
Tata Laksana
Biasanya terjadi remisi, sehingga tidak perlu terapi khusus.
SINDROM EPILEPS/
Prognosis
Remisi pada usia sekitar 4-6 bulan, dengan/tanpa pengobatan.
Jarang terjadi, prevalensi 1-2% pada kejang dengan usia awitan kurang dari
3 tahun. Laki-laki lebih banyak dari perempuan. Riwayat kehamilan dan
kelahiran normal. Terdapat riwayat keluarga dengan kejang demam pada 30%
pasien,
Manifestasi Klinis
'I
L
rp:
.upe
l L~'----
LJctllb1'llcUl
t,
llctHyct
---~-Ll---~L
11uvJ<.1u1u1,
-~-----L-L
::>U.Ll:,1'ctt
{'I,.., ..l-L~L\ L---1 ----1 ..J: --L-
\.l-"" ueuJ<.J, ruzuu.nuuuui:5, lHctLct J<.e
L-
atas, kontraksi ekstremitas atas dan diafragma saat usia awitan (6 bulan
sampai 3 tahun), dapat terjadi secara spontan maupun bila diaktivasi dengan
stimulasi fotik, suara atau sentuhan.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Saat tidur tampak gelombang paku
menyeluruh dan polyspike dengan atau tanpa diikuti kejang mioklonik.
Dapat diprovokasi dengan stimulasi fotik, suara dan sentuhan (10%).
2. Iktal: kejang mioklonik disertai gelombang paku ombak menyeluruh atau
polyspike selama 1-3 detik.
Tata Laksana
Tidak ada
Prognosis
Dapat terjadi remisi.
Terjadi pada anak dengan tumbuh kembang normal. Usia awitan: 4-10 tahun
dengan puncak 5-7 tahun. Perempuan lebih sering dari laki-laki. Dapat terjadi
bangkitan umum tonik klonik di kemudian hari.
Manifestasi Klinik
1. Bangkitan: terhentinva aktivitas volunter tiba-tiba, hilangnya kesadaran/
respons, pandangan kosong, bengong, atau mata ke atas dan berkedip-
kedip.
2. Otomatisme dapat ditemukan pada bangkitan yang lebih dari 16 detik.
3. Gerakan klonik bilateral pada mata dan wajah, kepala menoleh, perubahan
otonom, dapat terjadi pen.urun_an. tonus otot.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Dapat ditemukan OIRDA(Occipital Intermittent
Rhythmic Delta Activity), gelombang kompleks paku ombak menyeluruh
3-3,5Hz (3Hz SWC),predominan pada daerah fronto-sentral, dengan awitan
bilateral sinkron. Pada tidur NREM stadium 2-3 dapat terlihat komponen
polyspike. Fragmentasi fokal dapat terlihat terutama saat tidur.
2. Iktal: gelombang kompleks paku ombak 3-4 Hz atau lebih cepat, dapat
asimetris atau asinkron 500 milidetik - 2 detik, kadang dengan komponen
polyspike (>3 spike), terutama saat awitan bangkitan. Bila terdapat komponen
tonik atau atonik akan tampak gelombang polyspikes atau flattening.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis
1. Umumnya terjadi remisi saat memasuki usia awal remaja.
2. Bila terdapat bangkitan umum tonik klonik pada awal perjalanan penyakit
menunjukkan prognosis buruk.
Usia awitan 8 tahun sampai dewasa muda, puncak 8-13 tahun. Insidensi laki-
laki sama dengan perempuan.
Manifestasi Klinik
1. Terdapat hilangnya kewaspadaan (impaired awareness), otornatisme, yang
dicetuskan oleh hiperventilasi. Frekuensi bangkitan lebih jarang dari CAE
dan biasanya sporadik. Pada kebanyakan kasus terdapat bangkitan tonik
klonik. Pada 15% kasus terdapat bangkitan mioklonik.
2. Awal perjalanan penyakit, bangkitan pertama dapat berupa bangkitan tonik
klonik bilateral. Bangkitan mioklonik jarang terjadi.
Gambaran EEG
1. Interiktal: Irama dasar normal.
Pada saat bangun: gelombang paku ombak umum, muncul saat HV seperti
pada CAE. Dapat terlihat komponen polyspike (>3 spike).
Pada tidur NREM stadium 1-2 cetusan menjadi lebih sering dan singkat
dengan komponen polyspike.
SINDROM EPILEPSI
Pada tidur NREM stadium 3 tampak kompleks gelombang paku ombak
menyeluruh yang menghilang pada tidur REM.
2. Iktal: Gelombang paku ombak menyeluruh 3-3,SHz, dengan durasi sampai
30 detik. Bila terjadi bangkitan umum tonik klonik, maka tampak pola ritme
cepat menyeluruh (generalized fast rhythm). Gambaran iktal pada bangkitan
mioklonik sama seperti JME.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis
Bukan merupakan kelainan yang dapat sembuh sendiri, tetapi pada kebanyakan
pasien, dapat terkontrol dengan OAE yang tepat.
Etiologi
Kelainan genetik, mutasi gen GABRAl pada reseptor GABA-A, gen yang
mengkode kanal natrium, kanal klorida.
Manifestasi Klinis
l. Bangkitan ditandai dengan sentakan yang tiba-tiba dan singkat, terutama
pada pundak dan lengan atas. Sering terjadi saat bangun tidur, dan dapat
merupakan satu-satunya bentuk bangkitan. Bangkitan tonik klonik umum
ditemukan pada 1/3 kasus.
2. Bangkitan yang terjadi bukan saat bangun tidur dapat dicetuskan
oleh: gerakan (praxis-induced), stimulasi fotik, membaca atau aktivitas
linguistik.
3. Segera setelah bangkitan mioklonik, dapat diikuti bangkitan umum tonik
klonik atau bangkitan mioklonik klaster.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Rekaman saat bangun menunjukkan
gelombang polyspike-wave menyeluruh dengan amplitudo maksimal pada
anterior. Saat tidur dalam (deep sleep) cetusan menyeluruh menjadi lebih
sering dan singkat, dengan pertambahan jumlah gelombang paku.
2. Iktal: saat bangkitan mioklonik berupa polyspike-wave dengan amplitudo
tinggi menyeluruh, singkat, simetrik atau asimetrik.
Prognosis
Tidak ada remisi spontan, tapi berespons pada OAE yang tepat.
Manifestasi Klinis
Bangkitan tonik klonik umum terjadi 1-2 jam setelah bangun tidur.Frekuensi
bangkitan jarang.
EEG
1. Interiktal: irama dasar normal. Saat bangun berupa gelombang paku
atau polyspike-wave menyeluruh seperti pada JAE, durasi 3-4 detik, dapat
diaktivasi oleh hiperventilasi. Photo Paroxysmal Response (PPR)dapat terjadi
pada 25-30% kasus.
2. Iktal: aktivitas cepat beramplitudo rendah menyeluruh didahului oleh
gelombang paku ombak 3-4Hz.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis
Sindrom ini tidak dapat sembuh sendiri, namun bangkitan terkontrol baik
denganOAE.
SINDROM WEST3•18•19
Merupakan salah satu bentuk epilepsi ensefalopati. Insidensi 2-5/10.000 kelahiran
hidup, merupakan jenis epilepsi tersering pada bayi dengan usia awitan: 3 -12
bulan.
Manifestasi Klinik
1. Trias: spasme epileptik terutama saat bangun tidur, keterlambatan
perkembangan, dan gambaran EEG hypsarrhytmia.
2. Bangkitan dapat berbentuk fokal, asimetrik atau unilateral.
3. Dapat disertai sindrom neurokutaneus.
SINDROM EPILEPS/
Etiologi
1. Gangguan struktural, metabolik, kromosom, genetik (gen ARX, COLS,
SPTANl, STXBPl).
Gambaran EEG
1. Interiktal: pola hypsarrhytmia.
2. Iktal: spasm disertai gelombang tajam ampitudo tinggi atau gelombang
lambat menyeluruh atau gelombang lambat diikuti dengan aktivitas cepat
dengan amplitudo rendah dan penurunan ampitudo secara menyeluruh
(burst suppression liked pattern atau electrodecrementalpattern).
Tata Laksana
Pemberian ACTH (level ' B).
,,, 75U/m
. 2 2x/hari
. selama 2 minazu.
vv , kemudian
SINDROM LENNOX-GESTAUT3•20
Merupakan epilepsi ensefalopati, dapat merupakan kelanjutan sindrom
Ohtahara dan sindrom West. Usia awitan antara 3-10 tahun, dengan puncak
usia 3-5 tahun, biasanya sebelum usia 8 tahun. Ditemukan pada 2-4%epilepsi
anak, laki-laki lebih sering dari perempuan.
Etiologi
1. Pada 70-75%terdapat lesi struktural berupa displasia kortikal fokal,subcortical
band heteropia, polimikrogiria perisylvian; phakomatoses (tuberous sklerosis
kompleks, hypomelanosis of Ito), meningitis atau ensefalitis, ensefalopati
hipoksik iskemik, dan epilepsi genetik. Sebesar 25-30% tidak diketahui.
Manifestasi Klinik
1. Diagnosis berdasarkan trias:
a. bentuk bangkitan bermacam-macam, dapat berupa campuran bangkitan
fokal dan umum tetapi harus ada bangkitan tonik dan bangkitan lena
atipikal;
PEDOMAN TATA LAKSANA EPILEPSI
b. gangguan kognitif; dan
c. gambaran interiktal tipikal pada EEG.
2. Status epileptikus dapat terjadi pada sekitar 60% kasus, berupa hilangnya
kesadaran dengan gambaran EEGkompleks gelombang paku ombak lambat
(slow spike wave complex/SSWC) yang kontinu.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar umumnya lambat dan ireguler. Terdapat gelombang
paku fokal atau multifokal, paku ombak, polyspike, gelombang lambat dan l
bursts aktivitas cepat yang fokal. Kompleks gelombang paku ombak lambat
1,5-2,SHz(SSWC) sinkron dengan amplitudo tinggi maksimal pada daerah
frontal beberapa detik sampai menit.
2. Iktal: bangkitan tonik menunjukkan gelombang paku ritmik bilateral cepat
(fast bilateral rhythmic spike discharges) berfrekuensi 15-25Hz. Amplitudo pada
awitan rendah, kemudian meningkat, terutama pada daerah anterior dan
vertex. Terdapat pendataran difus (flattening) atau SSWC beramplitudo
tinggi dapat mendahului gelombang paku ritmik bilateral yang cepat.
Bangkitan lena atipikal menunjukkan gelombang SSWC 1,5-2,SHz yang
ireguler, difus, beramplitudo tinggi, simetris atau kurang simetris terutama
pada daerah frontal.
Prognosis: buruk.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Etiologi: genetik.
Manifestasi Klinis
Kriteria diagnosis:
1. perkembangan normal sampai awitan epilepsi;
2. awitan mioklonik, mioklonik astatik atau astatik antara usia 7 bulan sampai
6 tahun; dan
3. gelombang paku menyeluruh atau polyspike and wave pada EEG.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal pada saat awal awitan, terdapat diffuse theta
rhythm 4-7 Hz pada daerah sentroparietal (central theta waves). Gelombang
S/NDROM EPILEPSI
paku ombak menyeluruh 2-3 Hz, maksimal pada daerah frontosentral.
Terdapat gelombang paku atau polyspikes fokal atau multifokal.
2. Iktal: pada bangkitan mioklonik, mioklonik-atonik atau atonik dapat terlihat
gelombang paku ombak menyeluruh 2-4 Hz yang bilateral sinkron.
Tata Laksana
1. Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
2. Pada awal, sering resistan terhadap OAE, sehingga kadang dibutuhkan
tambahan ACTH dan diet ketogenik.
Prognosis
1. Sebesar 40% pasien mengalami remisi dalam 6 bulan, 63% dalam 1 tahun,
dan 89% dalam 3 tahun.
2. Terdapat kemunduran kognitif.
Etiologi
1. Sekitar 25% genetik, terdapat irnaturitas atau kerusakan otak perinatal.
Manifestasi Klinik
1. Mynrlnnir (MA), ?/1 kr1~11~ cL:1pr1t cHj11mpr1i hPnh1k bangkitan fain
ahc;PnrP
sebelum terdiagnosis MA, seperti bangkitan lena tipikal, bangkitan tonik
klonik umum.
2. Tipe bangkitan yang dapat terjadi setelah awitan MA adalah bangkitan
tonik klonik umum (45%kasus), status lena, dan lena tipikal.
Gambaran EEG
1.J.. Interiktal: irama dasar normal. Saat bangun gelombang paku ombak
menyeluruh pada 1/3kasus. Saat tidur, polyspike, dapat juga berupa kompleks
gelombang paku ombak regular 3-4Hz, dapat menjadi fragmentasi.
2. Iktal: ditandai kompleks gelombang paku ombak 3Hz yang ritmik, bilateral
sinkron, simetris atau awitannya regional, seperti pada CAE. Perekaman
dengan poligrafi pada otot Deltoid menunjukkan pola mioklonik ritmik
yang bilateral dengan frekuensi sesuai cetusan gelombang paku ombak,
biasanya setelah 1 detik setelah awitan cetusan pada EEG.
Tata Laksana
Pemilihan OAE pada prinsipnya mirip CAE/JAE/JME.
Etiologi
1. Kelainan metabolisme familial (seperti ketergantungan piridoksin,
hiperglikemia non-ketotik, asidemia propiamida, defisiensi faktor-faktor
molibdenum, defisiensi faktor sulfit oksidase, defisiensi sulfit oksidase,
penyakit Menkes, dan sindrom Zellweger).
Manifestasi Klinik
1. Bangkitan mioklonik aksial atau segmental. Frekuensi bangkitan
bervariasi.
2. Bangkitan fokal ditandai dengan adanya bangkitan motorik disertai deviasi
mata, atau hemikonvulsi.
3. Bangkitan otonom seperti flushing dan apnea.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar normal pada awal awitan. Pola burst-suppresion
yang berlangsung sekitar 2-5 detik, terjadi saat tidur; burst lebih pendek
dibandingkan Sindrom Ohtahara.
2. Iktal
a. Spasme tonik: desinkronisasi dengan atau tanpa aktivitas cepat yang
jelas.
b. Mioklonus aksial/ekstremitas: pola burst suppresion disertai gelombang
paku dan polyspike dalam bentuk burst.
c. Bangkitan fokal: terdapat gelombang paku atau tajam fokal.
Tata Laksana
Tidak ada pedoman yang jelas untuk tata laksana bangkitan dan tidak ada
terapi yang efektif.
Prognosis
Resistan terhadap pengobatan, terjadinya retardasi psikomotor berat, dan usia
harapan hidup yang terbatas. Lima puluh persen pasien EME akan meninggal
sebelum usia 1 tahun dan sisanya akan mengalami status vegetatif.
SINDROM EPILEPSI
Etiologi
1. Lesi otak struktural bawaan atau didapat (hemimegalencephaly liseencephaiv. 1
Manifestasi Klinis
1. Bangkitan yang paling khas adalah spasme epileptik dan bangkitan
tonik.
2. Bangkitan fokal berupa deviasi mata atau hemikonvulsi.
3_ R::ino-k1t::in <uhtl»
-----o-·------ ---- --- rllc;;:prt::11 fpnornPn::i
------ ---- ------------- otonorn
- -------- .:;:pnprt1
--.r -- -- Jfl11c.hi11a
···-····o ibn
-·--· :::innP:::i
-.r-·--·
4. Lama bangkitan 1-10 detik, frekuensi 10-300 kali atau 10-20 klaster dalam
24jam.
Gambaran EEG
1. Interiktal: irama dasar abnormal. Burst suppresion sekitar 2-5 detik, sampai
18 detik. Pola burst suppresion dapat berkembang menjadi pola hypsarrhytmia
pada usia 3-6 bulan.
2. Iktal: sama dengan EME.
Tata Laksana
1. Asam valproat, fenobarbiton, vigabatrin, benzodiazepine, zonisamide, dan
diet ketogenik menunjukkan efektivitas yang terbatas.
2. Penanganan gangguan mefaholisme.
3. Pada malformasi otak, operasi mungkin efektif.
Etiologi
Kelainan genetik: mutasi gen SCNlA clan PCHD19.
Manifestasi klinik
1. Sekitar 60% bangkitan pertama diprovokasi oleh peningkatan suhu tubuh/
lingkungan, kelelahan, dan stimulasi fotik pada yang fotosensitif.
2. Pada usia 1-4 tahun, didahului bangkitan Iokal clan gangguan
kewaspadaan, disertai pucat, otomatisme oral, deviasi kepala clan
Gambaran EEG
Abnormalitas EEG tidak spesifik.
1. Interiktal
a. Tahun pertama: normal.
b. Tahun kedua: tampak abnormalitas umum, fokal dan multifokal,
gelombang tajam, paku atau polyspike, simetris atau asimetris terutama
di frontal dan sentral, dapat juga di temporal dan oksipital.
c. Fotosensitif dapat terlihat pada semua usia.
2. Iktal
a. Bangkitan mioklonik: gelombang paku atau polyspike menyeluruh 1-3
detik, dengan amplitudo tinggi di sentral dan parietal.
b. Bangkitan lena atipikal: gelombang paku ombak lambat 2-3,5 Hz
menyeluruh, durasi 3-10 detik.
c. Bangkitan fokal: polyspike bercampur aktivitas teta daerah temporal-
patieto-oksipital pada satu hemisfer.
Pencitraan otak: normal saat awitan, sekitar 10%ditemukan atrofi umum atau
skerosis hipokampus.
Tata Laksana
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Prognosis: buruk
Etiologi
1. Genetik.
2. Terdapat struktur otak abnormal seperti neuronal migration disorders,
hidrosefalus, dan kelainan talamus.
SINDROM EPILEPSI
Manifestasi Klinis
L Bangkitan klinis dapat terjadi sebelum timbul ESES,
2. Berdasarkan pola bangkitan, dibagi 3 kelompok:
a. bangkitan motorik umum: jarang, terjadi saat tidur;
b. bangkitan motorik fokal unilateral atau tonik klonik bilateral: terutama
saat tidur; dan
c. bangkitan Iena saat bangun, menyerupai lena tipikal dan terjadi saat
awitan ESES. Bangkitan lena atipikal: sering berhubungan dengan
mioklonus negatif atau komponen atonik yang menyebabkan pasien
tiba-tiba terjatuh.
3. Manifestasi ensefalopati berupa gangguan atau perburukan neuropsikologis,
gangguan perilaku, dan gangguan kemampuan motor.
Gambaran EEG
Inter iktal: irama dasar saat bangun dapat normal atau abnormal.
Rekaman bangun: gelombang paku ombak fokal atau multifokal, bercampur
dengan gelombang paku ombak difus. Latar belakang asimetris, polyspike
atau gelombang paku cepat yang repetitif. Topografi dapat unilateral atau
menyeluruh.
Rekaman tidur (iktal): gambaran tipikal berupa gelombang paku ombak lambat
yang kontinu, umumnya 1,5-2,SHz, selama tidur stadium NREM, regional
pada daerah frontal, centrotemporal, clan multiregional. Saat tidur REM aktivitas
paroksismal menjadi fragmentasi dan kurang kontinu, sementara cetusan fokal
menjadi lebih jelas.
Prognosis
Setengah pasien terdapat gangguan kognitif dan perilaku yang menetap.
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
Etiologi
Ditemukan lesi otak kongenital atau didapat.
Manifestasi Klinik
l. Pada 60% kasus gejala pertama adalah '"''"'u._,,., ... H dan sisanya afasia yang
Gambaran EEG
1. Interiktal: rekaman bangun: gelombang paku repetitif beramplitudo tinggi
dengan topografi yang bervariasi, morfologi menyerupai gelombang paku
rolandik (BECTS).Cetusan unilateral sering terlihat pada awal perjalanan
LKS, biasanya pada daerah temporal (>50%) atau pada daerah parietooksipital
(30%). Gelombang paku ombak menyeluruh. Rekaman tidur: gelombang
epileptiform fokal pada daerah posterior temporal unilateral.
2. Iktal: gelombang paku fokal dengan frekuensi tinggi, pada saat status
epileptikus.
3. Dalam perjalanan LKS, gambaran EEG dapat berupa pola ESES.
Prognosis
Bereaksi baik dengan OAE. Bangkitan akan hilang sekitar usia 15 tahun, namun
sering terjadi defisiensi berbahasa yang menetap.
Penanganan
Pemilihan OAE lihat Tabel 15.
SINDROM EPILEPSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Scheffer IE, Berkovic S, Capovilla G, Connolly MB, French, J, et al. ILAE classification
of the epilepsies: Position paper of the ILAE Commission for Classification and
Terminology. Epilepsia. 2017;58(4):512-21.
2. Commission on Classification and Terminology of the International Leage Against
Epilepsy. Proposal for Revised Classification of Epilepsies and Epileptic Syndrome.
Epilepsia, 1989;30(4):389-99.
3. Koutroumanidis M, Arzimanoglou A, Caraballo R, Goyal S, Kaminska A, Laoprasert,
et al. The role of EEG in the diagnosis and classification of the epilepsies (Part 2),
Epileptic Disord 2017;19(4):385-437.
4. Koutroumanidis M, Panayiotopoulos C. Benign childhood seizure susceptibility
syndromes in Gunn FJR, Stapley HB editor. Epilepsy 2017: from bench to bedside:
a practical guide to epilepsy. 16 ed. Lecture notes in sixteenth epilepsy teaching
weekend 2017 23-24 Sept; International Leaque Against Epilepsy (British Chapter).;
University of Oxford Mathematical Institute. 2017.p.119-67.
5. Pearl PL. Epilepsy syndromes in Childhood. Continum 2018;24(1 Child
neurology):186-209.
6. Koutroumanidis M, Arzimanoglou A , Caraballo R , Goyal S , Kaminska A,
Laoprasert P, dkk. The role of EEG in the diagnosis and classification of the epilepsy
syndromes: a tool for clinical practice by the ILAE Neurophysiology Task Force (Part
1). Epileptic Disord 2017;19(3):233-98.
7. Crespel A, Celisse P,. Bureau M, Genton P. Atlas of Electroencephalography vol 2.
The Epilepsied EEG and Epileptic Syndromes. Paris: John Libbey Eurotext;2006, p
3-6.
8. Duncan JS. Occipital and parietal lobe epilepsies in Gunn FJR, Stapley HB editor.
Epilepsy 2017: from bench to bedside: a practical guide to epilepsy. 16 ed. Lecture
notes in sixteenth epilepsy teaching weekend 2017 23-24 Sept; International Leaque
Against Epilepsy (British Chapter); University of Oxford Mathematical Institute.
2017. p.189-192.
9. Plouin P. Benign familial neonatal seizures and benign idiopathic neonatal seizures.
In: Epilepsy: a comprehensive textbook, second edition. USA: Lippincott's William
and Wilkins; 2008. p. 2289.
10. Panayiotopoulus CP. Neonatal epileptic seizures and neonatal epileptic syndromes.
In: Panayiotopoulus CP,. editor. A clinical guide to epileptic syndromes and their
treatment. United Kingdom: Springer; 2010. p. 248-54
11. Appleton RE, McLellan A. Investigation of seizures in infants. In: Epilepsy 2017 from
bench to bedside: a practical guide to epilepsy. 16 ed. International Leaque Against
Epilepsy (British Chapter). 2017 23-24 Sept; University of Oxford Mathematical
Institute. 2017.p.277-83.
12. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies, Seizures, Syndrome and Management. UK:
Bladon Medical Publishing;2005. p.130-3
13. Caraballo R, Flesler, Pasteris, Avaria, Fortini S, Vilte C. Myoclonic epilepsy in
infancy: An electroclinical study and long-term follow-up of 38 patients. Epilepsia.
2013;54(9):1605-12.
SINDROM EPILEPSI ._
STATUS EPILEPTIKUS
•
Fitri Octaviana, Aida Fithrie, Corry Novita Mahama, Hendra Premana
BAB4
PENDAHULUAN
Status epileptikus (SE) merupakan kedaruratan neurologik yang berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Insidensi tahunan secara
keseluruhan mencapai 41 per 100.000populasi.1 Angka kejadian SE mencapai
puncak pada usia muda (<10 tahun) dan lanjut usia (>50 tahun).2
Sistem Etiologi
Serebral Kerusakan serebral hipoksik/metabolik
Infeksi: meningitis, ensefalitis, abses
Tumor intrakranial
Trombosis vena serebral
Penyakit serebrovaskular: Perdarahan dan infark
serebral
Pasca-prosedur operasi supratentorial
Trauma kepala
Displasia kortikal
STATUS EPILEPT/KUS
Si stem Etiologi
Kardiorespirasi dan otonom Hipotensi
Ensefalopati hipertensi
Posterior reversible encephalopathy syndrome (PRES)
Gagal jantung, taki/bradi-disritmia, henti jantung, syok
kardiogenik
Gagal napas
Gangguan frekuensi dan irama respirasi, apnea
Edema paru, hipertensi pulmonal, emboli, pneumonia
aspirasi
Hiperpireksia
Hipersekresi keringat, obstruksi trakeobronkial
Iskemia pt::rifer
Metabolik dan sistem Dehidrasi
Kelainan elektrolit (hiponatremia, hiperkalsemia)
Hipo/hiperglikemia
Gaga! ginjal akut (terutama nekrosis tubular akut)
Gaga! hati akut
Pankreatitis akut
Imunologi Ensefalitis paraneoplastik
Ensefalopati Hashimoto
Ensefalitis reseptor Anti-NMDi\. (N-methyl
D-aspartate)
Ensefalitis reseptor Anti-VGKC (voltage gated
K-channel)
Ensefalitis Rasmussen
Lupus cerebral
Penyakit Still onset dewasa
Ensefalitis terkait antibodi Anti-GAD (glutamic acid
decarboxylase)
Sindrom Goodpasture
Purpura trombositopenia trombotik
Ensefalitis limbik antibodi-negatif
Lain-lain Disseminated intravascular coagulopathy (DIC)/gagal
multiorgan
Rabdomiolisis; penyakit mitokondria
Sepsis
Terkait alkohol
Intoksikasi
Penghentian GAE mendadak atau kadar GAE rendah
dalam darah
Tabel 25. Korelasi Etiologi dan EEG pada SENK disertai koma.
STATUS EPILEPT/KUS
10. epilepsi neonatus (benign familial neonatal epilepsy, early myoclonic epileptic
encephalopathy); dan
11. gangguan metabolik inborn (genetik dan membutuhkan terapi diet
khusus).
Pyridoxine dependent epilepsy, folinic acid responsive seizures, hiperglikemia
non-ketotik, defisiensi oksidase sulfida, defisiensi kofaktor molybdenum,
defisiensi biotinidase, asiduria organik, penyakit Menkes, gangguan
peroxisomal, intoleransi fruktosa herediter, defisiensi fruktosa 1,6-difosfat,
defek siklus urea.
Gambaran EEG
Tidak ada gambaran elektroensefalografi (EEG) iktal yang spesifik pada SE.
EEG penting untuk menegakkan diagnosis SENK, karena gejala klinis biasanya
sangat minimal dan tidak spesifik.
Usia
Pembagian usia pada SE:3
1. neonatus (0 - 30 hari);
2. bayi (1 bulan - 2 tahun);
3. anak (>2 - 12 tahun);
4. dewasa muda dan dewasa (>12 tahun - 59 tahun); dan
5. lanjut usia (2 60 tahun).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan awal dilakukan segera setelah pasien tiba di rumah sakit.
Pemeriksaan yang diperlukan sebagai berikut.1
1. Pemeriksaan laboratorium rutin: darah lengkap, elektrolit, fungsi hati,
glukosa, kadar obat anti epilepsi (pasien dengan riwayat epilepsi).
STATUS EP/LEPTIKUS
2. EEG:hams dilakukan segera pada SER, dan jika pasien tidak segera sadar
setelah mengalami bangkitan untuk mengetahui terjadinya SENK. EEG
digunakan untuk mendeteksi dan penatalaksanaan SE selanjutnya.
Kriteria EEG untuk mendiagnosis SE, termasuk:
a. bangkitan elektrografik berulang dan sering;
b. gelombang epileptiform fokal atau umum berulang dengan frekuensi
>3Hz; dan
c. gelombang epileptiform fokal atau umum berulang dengan
frekuensi < 3Hz dan berespons secara kilnis terhadap pemberian
benzodiazepine.
3. Pemeriksaan tambahan (lihat Tabel 27):
a. pemeriksaan untuk pasien dewasa muda dengan mioklonus, gangguan
intelektual, serta gejala dan tanda neurologis dan sistemik yang tidak
dapat dijelaskan; dan
b. pemeriksaan autoimun pada pasien SE yang diduga etiologi
autoimun.
4. Pungsi lumbal: pada pasien dengan demam dan perubahan status mental
mendadak, untuk menyingkirkan infeksi terutama ensefalitis herpes.
5. Pencitraan otak
a. CT scan kepala
b. MRiotak
Etiologi Pemeriksaan
Infeksi Serologi: kultur bakteri dan jamur: RPR - VDRL, HIV
CSS: hitung sel, protein, glukosa, kultur dan pewarnaan
bakteri dan jamur, VDRL, PCR untuk HSVl, HSV 2,
VZV, EBV, HIV, dan M. TBC
Pasien imunokompromis:
Serologi: IgG Kriptokokus, IgM dan IgG Histoplasma
Capsulatum, IgG Toksoplasma Gondii
Sputum: M. TBC
Serum dan CSS: IgG Toksoplasma
CSS: eosinofil, pewarnaan perak untuk jamur SSP, PCR
untuk virus JC*, CMV, Enterovirus, Influenza A/B,
Parvovirus*, Listeria Ab*, measles (rubeola)
Tinja: Adenovirus PCR dan Enterovirus PCR
Vaskuler CT-angiografi atau MR-angiografi dan MR venografi
Diagnosis SENK ditegakkan berdasarkan data klinis dan EEG. Kriteria EEG
yang digunakan untuk menegakkan SENK adalah kriteria Salzburg modifikasi
(Tabel 28).
STATUS EPILEPTIKUS
Tabel 28. Kriteria Salzburg modifikasi untuk diagnosis SENK.12
EEG
Perubahan EEG memenuhi kriteria, jika :2: 10 detik
A. Pasien tanpa diketahui ensefalopati epileptik (minimal memenuhi 1 dari 3 kriteria
diagnosis NCSE):
1. Gelombang epileptiform > 2,5 Hz
2. Tipikal iktal spatiotemporal dengan
a. Gelombang epileptiform atau
b. Aktivitas ritmik (> 0,5 Hz)
3. Fenomena klinis iktal subtle
a. Gelombang epileptiform atau
b. Aktivitas ritmik (> 0,5 Hz)
4. Jika kriteria 1-3 tidak terpenuhi, namun ditemukan 1 dari gambaran berikut
dengan pemberian OAE yang sesuai:
a. Gelombang epileptiform : : : 2,5 Hz dengan fluktuasi atau
b. Aktivitas ritmik (> 0,5 Hz) dengan fluktuasi atau
c. Aktivitas ritmik (> 0,5 Hz) tanpa fluktuasi
B. Pasien dengan ensefalopati epileptik
Pasien memenuhi kriteria A ditambah dengan 1 dari hal berikut:
1. Peningkatan frekuensi dibandingkan irama dasar dengan mengamati keadaan
klinis
2. Perbaikan klinis dan gambaran EEG dengan OAE IV
Data Klinis:
Perubahan dari premorbid ke keadaan sakit dalam hitungan menit - jam
Pasien tidak perbaikan secara signifikan dalam hitungan menit - jam
Tidak ditemukan bukti dari perneriksaan irnejing otak yang dapat rnenjelaskan
gambaran EEG
Tidak terdapat gangguan metabolik atau toksikologi untuk menjelaskan gambaran
EEG
DIAGNOSIS BANDING13
1. SE Konvulsivus
a. Gangguan gerak (mioklonus, tremor, khorea, tic, distonia)
b. Kelainan struktural (posisi deserebrasi, dekortikasi)
c. Gangguan psikiatrik (pseudoseizure/konversi, psikosis akut)
2. SE Non-Konvulsivus
a. Gangguan yang berkaitan dengan keadaan pasca iktal
b. Ensefalopati akut (toksik, hipoglikemia, gagal organ, delirium berkaitan
dengan obat, alkohol atau infeksi)
c. Gangguan psikiatrik (katatonia, psikosis akut)
d. Gangguan tidur (narkolepsi, katapleksi, parasomnia)
e. Sinkop (jantung, refleks vagal, hipovolemia, toksisitas obat)
TATA LAKSANA
Sasaran utama penatalaksanaan adalah menghentikan segera aktivitas
bangkitan klinis dan elektrografik.
WAKTU
Pilih salah satu dari terapi lini kedua berikut (dosis tunggal): 20-40 menit
Fenitoin IV (15-18 mg/kgBB, kecepatan maks. 50 mg/menit, maks. 1500 SE Menetap
mg/dosis, dosis tunggal, level U)
Asam valproat oral (40 mg/kgBB, maks. 3000 mg, dosis tunggal, level B)
Levetiracetam loral (60 mg/kgBB, maks.4500 mg, dosis tunggal, level
Jika tidak tersedia, pilih satu dari pilihan berikut (jika belum diberikan):
Fenobarbital IV (15 mg/kgBB, dosis tunggal, level B)
STATUS EPILEPTIKUS
A. SE Lena Tipikal9
Perawatan di ICU
ai
E
0
z
co
II)
.9
c: -
Q) co
E c,
co co
~ C)
:a
Q)
~ o
w
w
c: -
co
"O~
co
~C0 .E
..... c:I
O O
C) c:
c:
:~
.§
STATUS EPILEPT/KUS
Status Epileptikus
Kejang berlanjut
Kejang berlanjut
Levetiracetam 20-40mg/kg IV bolus Fenitoin/fosfofenitoin 15-20mg/kg lnfus Lidokain (2mg/kg bolus, kemudian
(dapat diulang 20mg/kg) diikuti dengan IV untuk dosis loading diikuti 6mg/kg/jam setiap 12 jam). Durasi infus
dosis yang sama secara oral atau IV rumatan dosis 5-8mg/kg/hari maksimal 48 jam karena risiko aritmia.
untuk rumatan dalam 2-3 dosis terbagi. Hindari pada neonates dengan penyakit
jantung kongenital
Kejang berlanjut
1
Tambahkan vitamin dan evaluasi respons selama 2-3
1
Midazolam O,lSmg/kg IV bolus
hari: diikuti infus lµg/kg/menit setelah
B!ot!n 5-!0mg/hari per era! mengamankan airway dan
Pyridoxine IV lOOmg saat perekaman EEG (perhatikan tekanan darah.
apnea dan bradikardia) dan dapat diulang dengan
dosis total maksimum 400-SOOmg atau pyridoxine
oral 15-30mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi.
Asam folat 2,Smg IV atau 3-Smg/kg/hari dalam 3
dosis terbagi
Pyridoxal-5-phosphate (60mg/kg/hari dalam 3 dosis
terbagi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Marawar R, Basha M, Mahulikar A, Desai A, Suchdev K, Shah A. Updates in
Refractory Status Epilepticus. Crit Care Res Pract. 2018;2018:9768949.
2. Dham BS, Hunter K, Rincon F. The epidemiology of status epilepticus in the United
States. Neurocrit Care. 2014 Jun;20(3):476-83.
3. Trinka E, Cock H, Hesdorffer D, Rossetti AO, Scheffer IE, Shinnar S, et al. A
definition and classification of status epilepticus - Report of the ILAE Task Force
on Classification of Status Epilepticus. Epilepsia. 2015;56(10):1515-23.
4. Shorvon S. The management of status epilepticus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2001 Jun;70 Suppl 2:1122-27.
5. Trinka E, Hofler J, Zerbs A. Causes of status epilepticus. Epilepsia. 2012 Sep;53 Suppl
4:127-38.
6. Ziai WC, Kaplan PW. Seizures and status epilepticus in the intensive care unit.
Semin Neurol. 2008 Nov;28(5):668-81.
7. Brophy GM, Bell R, Claassen J, Alldredge B, Bleck TP, Glauser T, et al. Guidelines
for the evaluation and management of status epilepticus. Neurocrit Care. 2012
Aug;17(1):3-23.
8. Saini A, Vinayan K. Status Epilepticus in Neonates. Int J Epilepsy. 2018
Apr;05(01):002-8.
STATUS EPILEPTIKUS
9. Meierkord H, Holtkamp M. Non-convulsive status epilepticus in adults: clinical
forms and treatment. Lancet Neural. 2007 Apr;6(4):329-39.
10. Khawaja AM, DeWolfe JL, Miller DW, Szaflarski JP. New-onset refractory status
epilepticus (NORSE) - The potential role for immunotherapy. Epilepsy Behav.
2015 Jun;47:17-23.
11. Dubey D, Kalita J, Misra UK. Status epilepticus: Refractory and super-refractory.
Neural India. 2017;65(Supplement):Sl2-7.
12. Leitinger M, Beniczky S, Rohracher A, Gardella E, Kalss G, Qerama E, et al. Salzburg
Consensus Criteria for Non-Convulsive Status Epilepticus - approach to clinical
application. Epilepsy Behav. 2015 Aug;49:158-63.
13. Lawson T, Yeager S. Status Epilepticus in Adults: A Review of Diagnosis and
Treatment. Crit Care Nurse. 2016 Apr;36(2):62-73.
14. Kinney M, Craig J. Grand Rounds: An Update on Convulsive Status Epilepticus.
Ulster Med J. 2015 May;84(2):88-93.
15. Glauser T, Shinnar S, Gloss D, Alldredge B, Arya R, Bainbridge J, et al. Evidence-Based
Guideline: Treatment of Convulsive Status Epilepticus in Children and Adults:
Report of the Guideline Committee of the American Epilepsy Society. Epilepsy
Curr. 2016 Feb;16(1):48-61.
16. Slaughter LA, Patel AD, Slaughter JL. Pharmacological treatment of neonatal seizures:
a systemic review. J Child Neural. 2013;28(3):351-64.
PENDAHULUAN
Sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP) menjadi penyebab kematian
terkait epilepsi yang utama, dan membutuhkan perhatian bagi penderita dan
keluarganya. Pada pasien epilepsi refrakter kronik, insiden SUDEP mencapai
10-15% dari seluruh kematian.v+'
Kriteria
1. Korban menderita epilepsi.
2. Korban meninggal secara tak terduga di mana sebelumnya dalam keadaan sehat.
3. Kematian terjadi "tiba-tiba" (dalam beberapa menit).
4. Kematian terjadi saat aktivitas normal (misal, di atau sekitar tempat tidur, di rumah,
di tempat kerja) dan dalam kondisi stabil.
5. Penyebab kematian medis yang jelas tidak ditemukan.
6. Kematian tidak secara langsung disebabkan oleh bangkitan atau status
epileptikus.
7. Pemeriksaan post-mortem tidak menunjukkan adanya etiologi struktural atau
toksikologik.
Possible SUDEP SUDEP tidak dapat dikesampingkan, tetapi tidak cukup bukti
mengenai keadaan, dan tidak ada laporan post-mortem yang
tersedia
Unlikely/Not Semua kriteria di atas tidak ada, dan penyebab lain sudah
SUDEP diketahui.
FAKTOR RISIKO
DAFTAR PUSTAKA
1. Surges R, Thijs RD, Tan HL, Sander JW. Sudden unexpected death in epilepsy: risk
factors and potential pathomechanisms. Nat Rev Neurol. 2009;5:492-504.
2. Tomson T, Surges R, Delamont R, Haywood S, Hesdorffer DC. Who to target in
sudden unexpected death in epilepsy prevention and how? Risk factors, biomarkers,
and intervention study designs. Epilepsia. 2016;57(Suppl.1):4-16.
3. Shorvon S, Tomson T. Sudden unexpected death in epilepsy. Lancet 2011;378:2028-
2038.
4. Ryvlin P, Tomson T, Devinsky 0. Prevention of sudden unexpected death in epilepsy.
Eur Neurol Rev. 2018;13(2):72-77.
5. Manolis TA, Manolis AA, Melita H, Manolis AS. Sudden unexpected death in
epilepsy: The neuro-cardio-respiratory connection. Seizure: Eur J Epilepsy.
2019;64:65-73.
6. Tomson T, Sveinsson 0. Sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP): An overview.
Epilepsi. 2013;19(3):91-96.
PENDAHULUAN
Sepertiga dari populasi penderita epilepsi diperkirakan akan menjadi resistan
terhadap obat anti epilepsi.1 Hampir 20% pasien epilepsi dengan bangkitan
umum dan lebih dari 60% pasien epilepsi bangkitan fokal akan berkembang
menjadi epilepsi resistan obat sepanjang hidupnya.2
Penyebab resistan diperkirakan multifaktorial. Selain ketidakpatuhan minum
obat, ketepatan pemilihan obat, dan interaksi obat, variasi respons individu
terhadap terapi, tipe bangkitan, sindrom epilepsi dan etiologi. Usia onset, durasi
antara bangkitan epileptik pertama dengan pengobatan, respons terhadap OAE
pertama, serta durasi epilepsi juga turut meningkatkan risiko epilepsi resistan
obat.3
DEFINISI
Kegagalan pengobatan epilepsi yang adekuat menggunakan dua atau lebih OAE
yang sesuai, baik sebagai monoterapi maupun politerapi.4
ETIOLOGl10
Penyebab tersering epilepsi resistan obat antara lain adalah:
1. sklerosis hippokampus,
2. displasia kortikal,
3. ensefalomalasia, dan
4. polimorfisme genetik.
TATA LAKSANA
1. Farmakologis.
a. Politerapi menitikberatkan pada sinergisme mekanisme kerja obat,
interaksi antar obat dan efek samping (lihat Tabel 32).
b. Pada sklerosis hipokampus, kombinasi pilihan pada karbamazepine
dan klobazam.'!
2. Non farmakologis
a. Bedah Epilepsi (sudah dibahas di Bab 2)
b. Diet ketogenik
1) Indikasi: anak usia 2-15 tahun.13
2) Kontraindikasi: mempunyai komorbid dan gangguan metabolik.13
c. Stimulasi nervus vagus3,15
1) Indikasi: epilepsi fokal yang berusia 12 tahun ke atas yang tidak
dapat dilakukan operasi epilepsi.
2) Komplikasi sementara: suara serak, batuk, perubahan suara,
parestesi.
d. Deep brain stimulation3,15
1) Indikasi: epilepsi fokal resistan obat untuk 18 tahun ke atas.
2) Komplikasi saat pemasangan: perdarahan, infeksi. Komplikasi
sementara depresi, gangguan memori dan parestesi.
e. Terapi perilaku14
Modifikasi gaya hidup untuk menurunkan stres dan meningkatkan
kepatuhan pengobatan.
on therapy for temporal lobe epilepsy and hippocampal sclerosis. Can J Neurol Sci.
2005;32:93-6.
12. Kanner AM, Ashman E, Gloss D, Harden C, Bourgeois B, Bautista JF, ct al. Practice
guideline update summary: efficacy and tolerability of the new antiepileptic drug
II: treatment-resistant epilepsy. Neurology. 2018;91:82-90.
13. Kossoff EH, Al-Macki N, Cervenka MC, Kim HD, Liao J, Megaw K, et al. What are
the minimum requirement for ketogenic diet services in resource-limited regions?
Recommendations from the international league against epilepsy task force for
dietary therapy. Epilepsia. 2015;56:1137-42.
14. Leeman-Markowski BA, Schachter SC. Cognitive and behavioral intervention in
epilepsy. Curr Neurol Neurosci Rep. 2017;17:42.
15. Engel J. What can we do for people with drug-resistant epilepsy?. Neurology.
2016;87:2483-89.
PENDAHULUAN
Masalah psikososial clan meclikolegal pada pasien epilepsi dapat timbul
akibat bangkitan epileptik, pemakaian OAE, dan stigma masyarakat. Hal
ini berclampak pada berkurangnya kualitas hidup antara lain pekerjaan,
hobi, olahraga, pernikahan clan berkenclara terutama pada mereka yang
mengalami kelainan atau gangguan neurologis.! 2
DAFTAR PUSTAKA
1. Austin JK, de Boer HM, Shafer PO. Disruption in social functioning and services
facilitating adjustment for the child and adult. In: Engel J Jr, Pedley TA. Epilepsi:
a comphrehensive texbook. 2nd ed. Vol 3. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2008.
2. Jerome Engel, Jr., M.D., AMA's Science News Department at 312-464-2410,the AAN
Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com.
3. Positive Psychosocial Variables and Outcome. Variables in Persons with Epilepsy. J.
Pais-Ribeirol and R. F. Meneses2. Management of Epilepsy - Research, Results and
Treatment. www.intechopen.com.
4. Betts Tim. Managing the person with epilepsi. In: Dam. M(ed). Practical approach
to epilepsi. Pergamon Press, Inc. 1991. P.137-160.
5. Devinsky OA. Guide to understanding and living with epilepsi. Philadelphia: FA
Davis Company 1994; p.3-5,201-216,290-294.
6. Woa M, Lima K, Choob W, Tan C. Employability in people with epilepsy: A
systematic review. Epilepsy Research. 2015; 116. 67-78.
7. C Harden, A Kossay, S Vera and B Nikolov. Reactions to Epilepsy in the Workplace'
(2004);45. Epilepsia: 1134.
8. John EC, Annika W, Torbjijrn T. Factors associated with the employment problems
of people with established epilepsy. In Seizure 1998; 7: 299-303.
9. Anonimus. 2017b. Your epilepsy- now and next: A guide for young people. Available:
https://www.epilepsysociety.org.uk/sports-and-spare-time#.XCNxblwzbIV [Accessed
December 2018].
10. Anonimus. 2017a. Leisure: Living a full and active life. Available: https://www.
epilepsysociety.org.uk/sports-and-spare-time#.XCNxblwzbIV [Accessed December
2018].
11. Capovilla, G., Kaufman, K. R., Perucca, E., Moshce, S. L. & Arida, R. M. Epilepsy,
seizures, physical exercise, and sports: A report from the ILAE Task Force on Sports
and Epilepsy. Epilepsia. 2016;57:6-12.
12. Trevorrow T. Air Travel and Seizure frequency for individual with epilepsy. Seizure.
2006 Jul;15(5):320-27.