Daftar Isi i
Meddy Setiawan
ISBN 978-979-796-620-1
e-ISBN 978-979-796-621-8
x; 147 hlm.; 16 x 23 cm
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000
(seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
iv SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
Daftar Isi v
PRAKATA
Penulis
v
vi SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
Daftar Isi vii
DAFTAR ISI
Prakata - v
Daftar Isi - vii
Bab
1 Prinsip Dasar Mekanisme Pengaturan Endokrin dan
Metabolisme - 1
A. Fungsi Sistem Endokrin - 1
B. Hormon-hormon - 2
C. Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin - 4
D. Penyakit pada Sistem Endokrin - 8
vii
viii SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
1
PRINSIP DASAR MEKANISME PENGATURAN
ENDOKRIN DAN METABOLISME
1
2 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
B. Hormon-hormon
Sistem endokrin merupakan suatu sistem yang tersusun atas
beberapa kelenjar yang mensintesa dan mensekresikan suatu substansi
kimia yang disebut dengan hormon. Hormon yang disekresikan ini akan
menyebabkan perubahan biokimia dan fisioliogis yang memerantarai
berbagai macam pengaturan fungsi tubuh. Apabila hormon disekresikan
ke dalam sirkulasi darah, hormon-hormon ditranspor ke jaringan yang
dituju dimana hormon tersebut akan menimbulkan pengaruh pada
metabolisme tubuh.
Efek dari hormon meliputi pengaturan reaksi enzimatik dan
berlangsung terus menerus. Umumnya hormon disekresi dalam kadar
yang sangat kecil (konsentrasi 10-6 sampai 10-12 molar), tetapi komponen
darah lainnya (Natrium) terdapat dalam konsentrasi 10-1 molar.
Walaupun dalam konsentrasi rendah, hormon dapat memunculkan
efek biokimia dan metabolik yang jelas pada jaringan yang dituju.
Secara struktural, hormon merupakan protein atau steroid,
beberapa hormon adalah glikoprotein, suatu kombinasi gula dan
protein. Contoh hormon protein adalah tiroksin, patathormon, hormon
tropik dari kelenjar hipofisis (kecuali thyroid stimulating hormon
[TSH] dan gonadotropin), pitresin, insulin dan glukagon. TSH dan
Prinsip Dasar Mekanisme Pengaturan Endokrin dan Metabolisme 3
2
PANKREAS-METABOLISME KARBOHIDRAT
DAN DIABETES MELITUS
11
12 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
faktor yang spesifik. Aktivitas hormon dapat terjadi di dalam sel yang
menghasilkan hormon itu sendiri (autokrin), mempengaruhi aktivitas
sel-sel disekitarnya (parakrin), atau mempengaruhi sel target pada organ
lain melalui sirkulasi darah (endokrin). Pada pemahaman yang lebih
sempit, hormonemencapai efeknya terutama melalui jalur endokrin.
Agar kerja endokrin efektif, hormon tidak boleh dinonaktifkan sebelum
mencapai sel target. Beberapa hormon memerlukan pengaktifan.
Perubahan hormon endokrin menjadi mediator dan transmitter parakrin
merupakan hal yang dapat berubah-ubah.
Hormone berikatan dengan reseptoryang ada di sel target dan
melakukan aktivitas selulernya melalui berbagai macam mekanisme
transduksi sinyal selular. Mekanisme ini bisa melalui penurunan
faktor perangsangan yang menyebabkan berkurangnya pelepasan
hormone tertentu dan terdapat siklus pengaturan umpan-balik
negativ pada mekanisme tersebut. Pada kondisi tertentu, aktivitas
hormone menyebabkan peningkatan aktivitas perangsangan sehingga
meningkatkan pelepasannya, ini dikenal sebagai umpan-balik positif
(pada jangka waktu yang terbatas). Bila pelepasan hormone di pengaruhi
secara bebas dari efek hormonalnya maka digunakan istilah pengontrolan.
Gangguan sintesis dan penyimpanan hormone menyebabkan
berkurangnya pengaruh hormone tersebut. Gangguan transport di
dalam sel yang mensintesis atau gangguan pelepasan, merupakan
faktor lain yang menyebabkan berkurangnya pengaruh hormone. Jika
kelenjar hormone tidak mencukupi bila di rangsang untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, atau jika sel penghasil hormon kurang sensitive dalam
merespon rangsangan, atau bila sel penghasil hormon jumlahnya tidak
mencukupi (hipoplasia, aplasia), maka akan menyebabkan defisiensi
hormone.
Penyebab lain yang sangat mungkin adalah penginaktifan hormone
yang terlalu cepat atau kecepatan pemecahan hormone meningkat.
Hormon-hormon yang berikatan dengan protein plasma, maka lama
aktivitas hormon tersebut tergantung pada jumlah perbandingan
hormon yang terikat. Hormone yang berada dalam bentuk terikat,
maka hormon tersebut tidak dapat menunjukkan efeknya. Hormon
akan mengalami ekskresi melalui ginjal.
Sebagian besar hormone untuk memulai akivitasnya harus diubah
menjadi bentuk efektif di tempat kerjanya, tetapi beberapa keadaan
Pankreas-Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Melitus 17
menyebabkan hal ini tidak bisa terjadi, misalnya akibat defek enzim,
sehingga hormon tidak akan berpengaruh. Aktivitas hormon juga bisa
tidak terjadi bila organ target tidak berespons (misalnya, kerusakan
pada reseptor hormon atau terjadi kegagalan transmisi intrasel) atau
ketidakmampuan secara fungsional organ target atau sel.
Beberapa kondisi bisa menyebabkan peningkatan pengaruh dan
pelepasan hormone, misalnya : pengaruh rangsangan tunggal yang
berlebihan, peningkatan sensitivitas, jumlah sel penghasil hormon
terlalu banyak, pembentukan hormon pada sel tumor yang tidak
berdiferensiasi di luar kelenjar hormonnya (pembentukan hormon
ektopik). Karsinoma bronkus sel kecil sering kali aktif secara endokrin.
Peningkatan aktivitas hormone juga bisa terjadi bila hormon dipecah
atau diinaktifkan secara lambat, misalnya gangguan inaktivitas pada
organ ginjal atau hati. Pemecahan hormone bisa diperlambat dengan
mengikat hormon ke protein plasma, dimana fraksi yang terikat dengan
protein tidak akan mengeluarkan pengaruh apapun.
Akhirnya, pengaruh hormon dapat ditingkatkan melalui
hipersensitivitas organ target (reseptor hormon terlalu banyak atau
terlalu sensitive), peningkatan transmisi intrasel, atau hiperfungsi
dari sel yang sensitive terhadap hormon. Gambaran klinis merupakan
penjumlahan dari perubahan patofiologis di dalam tubuh, akibat
penurunan atau peningkatan pengaruh hormon yang spesifik.
Hormon merupakan bagian dari suatu sistem sirkuit pengaturan.
Adanya gangguan pada salah satu bagian dari sirkuit tersebut akan
menyababkan timbulnya perubahan sifat pada bagian lainnya. Sekresi
hormon yang aktivitasnya tidak bergantung pada hipofisis biasanya
diatur oleh hormon tertentu. Hormon terakhir yang bekerja pada target
organ akan berfungsi menurunkan rangsangan yang menyebabkan
pelepasan hormon (sirkuit pengaturan dengan umpan-balik negativ).
Sebagai contoh pada pelepasan insulin; peningkatan konsentrasi
glukosa di dalam plasma merangsang pelepasan insulin, pengaruhnya
pada organ targethati akan meningkatkan glikolisis; menghambat
gluconeogenesis dan pembentukan glikogen sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi glukosa di dalam plasma.
Apabila sekresi insulin meningkat tidak sesuai dengan konsentrasi
glukosa di dalam plasma (hiperinsulinisime) maka akan menyebabkan
hipoglikemia. Penyebab lainnya adalah tumor penghasil insulin, sirkuit
18 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk dasar
diagnosis Diabetes Mellitus. Hasil pemeriksaan glukosa darah sekali
dan dengan hasil yang abnormal pada pasien tanpa keluhan khas
DM, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut pada hari lain untuk mendapatkan hasil kadar
gula yang abnormal (kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau dari hasil tes toleransi glukosa
oral (TTGO) pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl).
Porsi sedang dan waktu makan yang lebih sering, sangat dianjurkan
pada penderita diabetes. Hal ini dimaksudkan supaya jumlah kalori
merata sepanjang hari sehingga beban kerja tubuh tidak terlampau
berat dan produksi kelenjar ludah perut tidak terlalu mendadak. Selain
jadwal makan utama yang sudah ditetapkan (pagi, siang, dan malam),
disarankan juga tambahan porsi makanan ringan diantara waktu tersebut
(selang waktu tiga jam). Makanan yang perlu dibatasi adalah makanan
yang berkalori tinggi (nasi,jeroan, kuning telur, daging berlemak), dan
juga makanan berlemak tinggi (coklat, dendeng, makanan gorengan,
es krim, ham, sosis, cake). Wortel, buncis, bayam (sayuran berwarna
hijau gelap dan jingga) bisa dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak,
demikian juga buah-buahan segar.
Diet penderita diabetes dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Patuhi aturan yang sudah ditetapkan dan disepakati.
b. Porsi kecil dan sering, 5-6 kali makan.
c. Jumlah total kalori per hari disesuaikan untuk menjaga
keseimbangan energi dan berat badan.
d. Makanan bervariasi dari 4 kelompok makanan sehingga bisa
meningkatkan kualitas menu makanan (zat gizi lengkap).
e. Memilih makanan yang mempunyai indeks glikemik rendah.
f. Sehari minimal 5 porsi sayur dan buah.
g. Batasi gula, cukup minum dan hindari alkohol.
d. Di sisi lain, tidak perlu latihan ketika glukosa darah sangat tinggi.
Jangan melakukan latihan bila glukosa darah berada di atas 300,
atau gula darah puasa di atas 250 dan keton dalam urin positif.
Ketika berolahraga, memakai kaus kaki katun dan sepatu atletik
yang sesuai dan nyaman. Setelah latihan, periksa kaki apakah ada
luka, lepuh, iritasi, luka, atau cedera lainnya.
e. Minum banyak cairan selama aktivitas fisik, karena glukosa darah
dapat dipengaruhi oleh dehidrasi.
3. Senam Diabetes
Diabetes Mellitus saat ini bukan hanya penyakit milik kaum
lansia saja, tetapi semua kalangan usia, mulai anak-anak hingga orang
dewasa bisa terjangkitsalah satu jenis sindrom metabolik ini. Tiga hal
pokok dalam pengobatan diabetes ini, menjalani pola hidup sehat,
berolahraga secara rutin, dan minum obat anti diabetes. Namun,
obat bukan pengobatan utama untuk penderita diabetes. Karena itu,
penderita diabetes disarankan untuk melakukan senam diabetes yang
dilakukan secara rutin 3-4 kali dalam satu minggu. Dengan melakukan
senam secara rutin, terbukti dapat mengkontrol kadar glukosa darah
agar tak bertambah tinggi. Senam diabetes dirancang dan diciptakan
oleh tim ahli spesialis rehabilitasi medis, penyakit dalam, olahraga
kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam. Gerakan-gerakan senam
dibuat energik, tetapi tidak menghentak seperti senam kesegaran
Pankreas-Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Melitus 35
jasmani (SKJ). Tetapi senam diabetes juga tidak low impact seperti pada
senam lansia. Walaupun gerakan senam diabetes tidak high impact,
tetapi gerakan senam ini dapatmembakar kalori tubuh.
Banyak variasi gerakan dalam senam diabetes ini, gerakan senam
diabetes dapat mengolah semua organ tubuh manusia, mulai otak
hingga ujung kaki, karena dampak penyakit Diabetes Mellitus ini
menyerang seluruh tubuh. Komplikasi paling ringan adalah kesemutan
dikedua kaki, komplikasi yang mungkin parah berupa stroke atau
seranfan jantung dan cuci darah. Gerakan-gerakan senam yang
bervariasi memungkinkan otak bekerja untuk bisa menghafalnya,
membiasakan otak bekerja akan mengingatkan daya ingat dan
memperkuat konsentrasi. Ini merupakan salah satu pengobatan untuk
stroke ringan serta mencegah terjadinya demensia (pikun). Senam
diabetes tidak hanya diperuntukan bagi penderita diabetes saja tetapi
juga bisa dilakukan oleh orang yang belum menjadi penderita diabetes
(kondisi prediabetes), tujuannya untuk mencegah tidak terkena Diabetes
Mellitus.
Gerakan-gerakan senam diabetes :
• Gerakan pemanasan 1 :
Berdiri di tempat dengan mengangkat kedua tangan ke atas selurus
bahu dan kedua tangan saling bertautan. Melakukan berakan
bergantian dengan posisi kedua tangan di depan tubuh.
• Gerakan pemanasan 2 :
Berdiri di tempat dengan mengangkat kedua tangan ke depan
tubuh hingga lurus bahu. Menggerakkan kedua jari tangan seperti
hendak meremas kemudian dibuka lebar. Gerakan ini dilakukan
secara bergantian dengan tangan diangkat ke kanan-kiri tubuh
hingga lurus bahu.
• Gerakan inti 1 :
Posisi berdiri tegap dengan kaki kanan maju selangkah ke depan
dan kaki kiri tetap di tempat. Mengangkat tangan kanan ke kanan
tubuh selurus bahu. Menekuk tangan kiri hingga telapak tangan
mendekati dada. Melakukan gerakan ini secara bergantian.
• Gerakan inti 2 :
Posisi berdiri tegap dengan kaki kanan diangkat hingga paha dan
betis membentuk sudut 90 derajat dan kaki kiri tetap di tempat.
36 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
menambah makan. Jika glukosa darah turun sampai di bawah 100 mg/
dl, anak itu harus diberi makanan karbohidrat sebanyak 15 gram. Kira-
kira satu kentang, apel atau beberapa biskuit. Dosis insulin biasanya
dikurangi sebanyak 30-50% bila olahraga dilakukan setengah sampai
satu jam lamanya.
9. Harus Banyak Minum
Anak diabetes yang berolahraga harus minum air lebih banyak
terutama jika olahraga dilakukan dengan intensif selama satu sampai
satu setengah jam. Pilihlah air biasa yang dingin (bukan air es). Diminum
sebelum, selama dan sesudah berolahraga. Minuman berenergi (sport
drinks) rasanya enak dan disukai anak. Minuman ini juga mengandung
garam baik untuk orang yang banyak melakukan aktivitas fisik.
Jangan memberikan minuman soda, kopi atau teh, minumn demikian
mengandung kafein, yang bersifat deuretik dan bisa membuat banyak
kencing sehingga mengakibatkan kekurangan cairan. Minuman jus buah
mengandung karbohidrat lebih dari 10%, pengosongannya di dalam
lambung dan usus lebih lama dan sebaiknya diencerkan dulu dengan
air. Minuman yang karbohidratnya berlebihan bisa menyebabkan
kembung, mual , diare, atau karm perut ketika berolahraga karena
bertahan di perut lebih lama. Minuman yang mengandung hanya
6-8% karbohidrat akan diserap sama cepatnya seperti air biasa, dan
karbohidratnya baik untuk energi ekstra selama berolahraga.
10. Anak Diabetisi Bisa Berprestasi
Penyakit diabetes bukan penghalang bagi anak untuk berprestasi
dalam olahraga. Bahkan ada atlit hebat yang ternyata adalah pengidap
diabetes baik yang tipe 1 maupun yang dulunya terkena tipe 2 dan
sekarang gula darahnya terkontrol baik. Di Amerika, ada atlit bisbol,
golf, renang, basket, yang ternyata adalah penderita diabetes yang
terus menggunakan insulin selama hidupnya, mereka menjadi terkenal
berkat prestasinya meraih medali di arena internasional.
11. Ada Berbagai Jenis Olahraga
Semua jenis aktivitas fisik bisa menurunkan kadar gula dalam
darah. Namun jenis olahraga yang berbeda bisa mempengaruhi
seberapa gula darah bisa turun. Apa pun gerak badan yang dilakukan
jangan lupa selalu mewaspadai gula darah sebelum, selama dan sesudah
berolahraga.
42 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
selama 10 menit setelah satu jam sarapan pagi, kemudian jalan kaki
selama 10 menit setelah satu jam makan siang, kemudian satu jam
setelah makan malam selama 10 menit olahraga naik sepeda statis
sambil menonton televisi.
Jadi untuk mencegah Diabetes Mellitus tidak diperlukan olahraga
prestasi atau olah raga yang berat, juga tidak diperlukan bersepeda
atau berjalan kaki selama berjam-jam sampai bersimbah peluh dan
kecapekan, melainkan hanya dianjurkan untuk berolah raga yang
ringan, kira-kira satu jam setelahmakan utama dengan melakukan
gerakan-gerakan yang ringan selama 10 menit, yang harus dilakukan
setiap hari secara rutin.
12. Terapi Oral Diabetes Mellitus
Beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam memilih
obat hipoglikemik oral:
a. Dimulai dengan dosis rendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap.
b. Harus faham dan mengerti cara kerja obat, lama kerja obat dan
efek samping obat-obat tersebut (contoh, klorpropamid tidak boleh
diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerja obat tersebut 24 jam).
c. Pikirkan kemungkinan terjadinya interaksi obat bila obat tersebut
diberikan Bersama dengan obat yang lain.
d. Apabila terjadi kegagalan terhadap obat hipoglikemik oral, gunakan
obat hipoglikenik oral golongan lain, dan bila terjadi kegagalan
baru beralih ke insulin.
e. Usahakanlah harga obat terjangkau oleh penderita.
Hipoglikemik oral hanya dapat digunakan untuk penderita Diabetes
Mellitus yang tidak tergantung insulin awitan dewasa (NIDDM, DM
tipe II awitan dewasa). Obat hipoglikemik oral digunakan apabila terapi
diet gagal mengendalikan gula darah.
Sulfonilurea
Indikasi sulfonilurea pada pasien dengan berat badan yang
mendekati ideal dan gagal dengan pengobatan diet. Sekitar 30%
penderita tidak dapat terkontrol dengan obat ini. Sulfonilurea bekerja
dengan menstimulasi pelepasan insulin dari pulau-pulau pancreas.
Supaya pengobatan ini bermanfaat, pasien harus mempunyai sel β yang
secara parsial masih bisa berfungsi.
Pankreas-Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Melitus 45
a) Mekanisme Kerja.
Obat-obat golongan sulfonilurea ini sering disebut sebagai
insulin secretagogues, karena mekanisme kerja obat ini
merangsang sekresi insulin dari sel-sel β langerhans
pankreas. Rangsangan ini melalui interaksi dengan
ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel β dan
menimbulkan depolarisasi membrane. Keadaan ini akan
membuka kanal Ca. Terbukanya kanal Ca menyebabkan
ion Ca2+ masuk sel-β, dan kemudian merangsang granula
yang berisi insulin. Rangsangan ini menyebabkan sekresi
insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C.
Selain itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin
di hepar. Pada penggunaan jangka panjang obat-obat
golongan ini atau penggunaan dengan dosis yang besar,
dapat menyebabkan hipoglikemia.
Mekanisme kerja sulfonilurea juga dapat menyebabkan
penurunan konsentrasi glukagon serum. Pemberian
sulfonilurea jangka panjang pada penderita diabetes yang
tidak bergantung pada insulin (tipe II) dapat menurunkan
kadar glukagon serum. Hal ini bisa menerangkan efek
hipoglikemik obat ini.
Sampai saat ini belum jelas mekanisme yang dapat
menerangkan efek penekanan sulfonilurea ini terhadap
kadar glucagon. Mekanisme ini sangat mungkin
melibatkan penghambatan langsung yang disebabkan oleh
peningkatan penglepasan insulin dan somatostatinyang
dapat menghambat sel A.
Sulfonilurea juga bekerja dengan cara memberikan efek
ekstrapankreas untuk memperkuat aktivitas insulin pada
target jaringannya. Pada penderita diabetes tipe II terdapat
bukti bahwa terjadi peningkatan pengikatan insulin
ke jaringan reseptor selama pemberian sulfonilurea.
Peningkatan efek dapat dicapai dengan pemberian agonis
dengan konsentrasi tertentu. Mekanisme kerja sulfonilurea
yang seperti itu akan menambah potensi efek insulin
penderita dalam kadar rendah maupun pada pemberian
insulin eksogen. Namun efek invivo ini tidak terjadi bila
Pankreas-Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Melitus 49
Untuk dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil
(snack).
Insulin
Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang
berfungsi untuk mengontrol jumlah glukosadalam sirkulasi darah.
Pada penderita diabetes, pankreas tidak mampu untuk menghasilkan
insulin dalam jumlah yang cukup, atau tidak dapat menggunakan
insulin secara efektif. Sehingga glukosa akan tertimbun didalam
sirkulasi darah, kadar gukosa yang tinggi dan berlangsung lama
ini berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti
kebutaan, penyakit jantung, penyakit ginjal, amputasi pada ekstremitas,
kerusakan syaraf dan disfungsi ereksi.Insulin merupakan terapi utama
pada penderita Diabetes Mellitus tipe I dan beberapa kondisi pada
Diabetes Mellitus tipe II. Insulin dapat diberikan secara intravena atau
intramuscular sesuai indikasi dan kasus penderita.
Insulin disintesis di dalam sel β di pulau-pulau langerhans pankreas,
yang pada awalnya sebagai suatu prekursor rantai tunggal yang disebut
praproinsulin (bobot molekul sebanding 12.000). Manusia mempunyai
satu gen insulin yang berada pada bagian distal lengan pendek kromosom
11. Praproinsulin diubah menjadi proinsulin (polipeptida dengan 86-
asam amino, bobot molekul sebanding 9.000) dengan pemotongan
sebuah rangkaian 24-asam amino. Proinsulin melintasi aparat golgi dan
memasuki granul-granul penyimpanan yang khas; disini terbentuk tiga
ikatan disulfide (antara Cys7 dan Cys72, Cys19 dan Cys85, serta Cys71 dan
Cys76). Sesudah itu proinsulin dipecah dengan pemotongan satu residu
Arg-Arg pada posisi 31 dan 32 dan satu residu Lys-Arg pada 64 dan 65
oleh tripsin dan enzim semacam karboksikinase.
Insulin digunakan dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe I
(awitan anak-anak). Dapat juga digunakan untuk diabetes melitus yang
tidak tergantung insulin awitan dewasa (NIDDM, DM tipe II, awitan
dewasa) bila diet dan atau terapi hipoglikemik oral gagal mengendalikan
gula darah secara bermakna. Pemilihan preparat insulin (aksi-cepat,
aksi-intermediet, aksi-lama) dan sumber (sapi, semisintesis, rekombinan
DNA manusia) tergantung derajat kontrol yang diinginkan, fluktuasi
gula darah sehari-hari dan riwayat reaksi sebelumnya.
Pankreas menghasilkan hormone insulin yang berfungsi untuk
menurunkan glukosa darah. Insulin meningkatkan transport glukosa ke
60 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
jam sebelum makan. Insulin jenis ini memiliki efek puncak setelah
2-4 jam dan berlangsung selama 6 sampai 8 jam.
Contoh insulin kerja pendek :
a) Actrapid
b) Humulin R
c) Hypurin Neutral (beef)
3) Intermediate acting insulin
Jenis insulins ini mulai bekerja sekitar satu setengah jam setelah
disuntikan, dan memuncak pada 4 sampai 12 jam dan berlangsung
selama 16 hingga 24 jam.
Contoh jenis insulin kerja sedang :
a) Suspensi insulin semilente
Merupakan endapan amorf insulin dengan ion seng dalam
buffer asetat. Jenis insulin ini tidak cocok untuk pemberian
intravena. Onset dan efek puncaknya berlangsung cepat, tetapi
agak lebih lambat dari insulin regular.
b) Suspensi insulin isofane
Sering disebut neutral protamine Hagedorn (HPN)yang merupakan
suatu suspensi insulin seng kristalin yang dikombinasikan
pada pH netral dengan muatan positif polipetida protamin.
Masa kerja insulin jenis ini sedang. Hal ini akibat lambatnya
absorbsi insulin karena adanya konjugasi insulin dengan
protamin untuk membentuk kompleks yang kurang larut.
NPH hanya diberikan secara subkutan (tidak intra vena), dan
diindikasikan untuk pengobatan semua jenis diabetes kecuali
diabetes ketoasidosis atau hiperglikemia darurat.
c) Insulin lente
Merupakan kombinasi campuran 30% insulin semilente (kerja
cepat) dan 70% insulin ultralente (kerja lama). Absorbsi relatif
cepat pada jenis kombinasi ini dan hanya diberikan secara
subkutan.
4) Mixed insulin
Insulins campuran, mengandung kombinasi pra-campuran baik
dengan onset cepat dan bertindak sebagai insulin pendek dan
menengah, sehingga lebih mudah dengan memberikan dua jenis
Pankreas-Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Melitus 63
insulin dalam satu injeksi. Jika insulin adalah '30/70 'maka bertindak
cepat berisi 30% dan 70% intermediate.
Contoh jenis insulin campuran kerja cepat :
a) Novomix 30 (30% insulin aspart dan 70% protamine crystallised
insulin aspart)
b) Humalog Mix 25 (25% insulin lispro dan 75% insulin lispro
protamine suspension)
Contoh jenis insulin kerja pendek :
a) Mixtard 30/70
b) Mixtard 50/50
c) Humulin 30/70
normalbila kadar glukosa darah selama 2-3 bulan terakhir berada dalam
kisaran antara 70-140 mg%. Anemia berat, kehamilan, gagal ginjal dan
hemoglobinopati mempengaruhi hasil pemeriksaan HbA1c.
2. Pemeriksaan Gula Darah
Faktor terpenting yang harus dikendalikanadalah kadar gula
darah. Pemeriksaan setidaknya dilakukan sebulan sekali atau bahkan
lebih sering lagi tertgantung indikasinya. Menurut konsensus Perkeni,
kriteria baik bila glukosa darah puasa 80-100 mg/dl, glukosa darah dua
jam setelah makan 80-144 mg/dl.
3. Pemeriksaan Tekanan Darah
Tekanan darah 130/80 mm Hg merupakan target tekanan darah
bagi orang dewasa (lebih dari 18 tahun) menurut konsensus Perkeni.
Target tekanan darah menjadi lebih rendah lagi (120/75 mmHg) apabila
disertai proteinuria lebih dari satu gram per 24 jam.
4. Pemeriksaan Albuminuria
Albuminuria merupakan salah satu pertanda dini terjadinya
gangguan pada sistem kardiovaskular (pembuluh darah jantung) dan
ginjal. Pada ginjal normal protein tidak dikeluarkan lewat air kemih.
Disebut mikroalbuminuria jika kadar protein 30-299 mg/24 jam dan
makroalbuminuria lebih dari 300 mg/24 jam. Mikroalbuminuria
bisa dipulihkan dengan obat-obatan. Sedangkan makroalbuminuria
menunjukkan fungsi ginjal telah terganggu dan tidak bisa pulih.
3
KOMPLIKASI KRONIK DIABETES MELITUS
DAN PENANGANANNYA
73
74 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
• Mata :
- Pemeriksaan funduskopi berkala , FFA.
• Ginjal :
- Pemeriksaan protein urin, kreatinin, mikroalbuminuria.
Hasil-hasil penelitian telah membuktikan bahwa kendali glukosa
darah yang bagus pada rentang paramater nilai normal akan dapat
mencegah bahkan memperbaiki komplikasi yang sudah terjadi. Untuk
dapat mencapai hasil yang bagus tentu diperlakukan kerja keras dan
koordinasi yang sangat baik antara pasien dan petugas kesehatan.
Usaha menormalkan kadar glukosa darah menjadi pedoman
dasar dalam penatalaksanaan semua komplikasi kronik Diabetes
Mellitus. Pada beberapa komplikasi ditambahkan dengan tindakan
dan penatalaksanaan khusus untuk komplikasi tersebut. Tentu saja
dalam mengelola dan mencegah komplikasi Diabetes Mellitus ini kita
harus memperhatikan pasien secara keseluruhan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya komplikasi kronik Diabetes Mellitus secara
bersamaan harus diidentifikasi, bukan hanya kadar glukosa darahnya
saja.
• Penyakit Jantung Koroner(PJK) :
- Penatalaksanaandecompensatio cordis dan infark.
- Penatalaksanaan penyempitan pembuluh darah koroner.
- Penatalaksanaa secara konservatif dengan medikamentosa.
- Penatalaksanaan ivasif (bedah pintas koroner, angioplasti).
• Gangren :
- Penatalaksanaan secara konservatif dengan medikamentosa,
debridemen (perawatan luka) dan mengatasi infeksi.
• Retina :
- Tindakan fotokoagulasi, vitrektomi, vitrektomi dengan endolaser.
• Gagal ginjal :
- Penatalaksanaan konservatif (diet dan obat).
- Penatalaksanaan dengan tindakan.
- Tindakan hemodialisis.
- Tindakan peritoneal dialisis.
- Tindakan transplantasi ginjal.
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 79
C. Nefropati Diabetik
1. Definisi
Nefropati diabetik merupakan sekumpulan gejala klinis yang
terjadi pada penderita Diabetes Mellitus yang ditandai adanya
albuminuria yang persisten (lebih 300 mg /24 jam atau lebih 200µg/
menit) padapemeriksaan minimal 2 kali dalam rentang waktu 3-6 bulan.
2. Etiologi
Faktor-faktor etiologis yang dapat menyebabkan timbuknya
nefropati diabetik adalah :
a. Kadar glukosa darah yang tak terkendali (glukosa darah puasa
lebih 140-160mg/dl [7,7-8,8 mmol/l]) ; HbA1c>7-8%.
b. Adanya faktor genetis.
c. Adanya kelainan hemodinamik (aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulous, peningkatan tekanan intraglomerulous).
d. Sekresi growth factors.
e. Adanya kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein.
f. Adanya kelainan stuktural (hipertropi glomerulus,ekspansi
mesangium, penebalan membrane basalis glomerulus).
g. Adanya gangguan ion pumps (peningkatan Na+-H+ pump dan
penurunan Ca2+-ATPase pump).
h. Riwayat hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia).
i. Aktivasi dari protein kinase C.
80 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
j. Riwayat hipertensi.
k. Metabolik syndrome (resistensi insulin).
l. Keradangan (inflamasi).
m. Adanya perubahan permeabilitas pada pembuluh darah.
n. Konsumsi protein berlebih.
o. Adanya gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol,
pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi
sitokin).
3. Faktor Resiko
Hasil studi menunjukkan bahwa tidak semua penderita Diabetes
Mellitus tipe I dan II akan berakhir dengan komplikasi Nefropati
Diabetik, didapatkan adanya beberapa faktor risiko terjadinya Nefropati
Diabetik, yaitu :
a. Adanya hipertensi dan prediposisi genetika dalam keluarga.
b. Adanya kepekaan (susceptibility) tertentu terhadap Nefropati
Diabetik.
1) Antigen HLA (human leukosit antigen) : Ditemukan hubungan
faktorgenetika tipe antigen HLA tertentu dengan kejadian
Nefropati Diabetik, dimnana Nefropati Diabetik lebih sering
ditemukan pada individu dengan Ag tipe HLA-B9.
2) Glukose trasporter (GLUT), penderita Diabetes Mellitus yang
mempunyai GLUT 1-5 berpotensi untuk terkena Nefropati
Diabetik.
c. Kondisi hiperglikemia.
d. Asupan protein hewani.
4. Klasifikasi
Kelainan ginjal dan perjalanan penyakit Diabetes Mellitus lebih
banyak dipelajari pada Diabetes Mellitus tipe I dari pada tipe II.
Mogensen membagi menjadi 5 tahapan :
a. Tahap 1 : Pada saat diagnosis ditegakkan terjadi hipertrofi dan
hiperfiltrasi. Laju ekskresi albumin dan laju filtrasi glomerulus dan
dalam uri meningkat.
b. Tahap 2 : Tampak kelainan klinis yang berarti, laju filtrasi
glomerulus tetap meningkat,eksresi albumin dalam urin dan
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 81
5. Patofisiologi
Sampai saat ini masih belum jelas benar mekanisme terjadinya
peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetic, hal ini
sangat mungkin disebabkan karena dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa darah, yang diperantarai hormon vasoaktif,
82 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
7. Diagnosis
Diagnosis komplikasi Nefropati Diabetik padapenderita Diabetes
Mellitus didasarkan pada manifestasi klinis dan hasil laboratorium yang
menunjang penyakit dasarnya dan komplikasi yang ditimbulkannya.
• Manifestasi klinis
Didapatkan gejala uremia : badan lemah,mual, muntah, anoreksia.
Didapatkan juga anemia, overhidrasi, hipertensi, kejang-kejang,
asidosis, sampai koma uremik. Disamping itu didapatkan juga
tanda-tanda neuropati, retinopati dan gangguan serebrovaskular
atau gangguan profil lemak.
• Manifestasi laboratorium.
Peningkatan kadar glukosa darah, proteinuria (mikroalbuminuria
30-300 mg/24 jam atau makroalbiminuria 300 mg/24 jam),
dislipidemia (kolesterol total,LDL,trigliserida meningkat dan HDL
menurun).
• Diagnosis dini
Ditemukan adanya mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria (30-300
mg/24 jam) merupakan penanda paling awal adanya Nefropati
Diabetik, dan juga sebagai penanda terjadinya gangguan membran
basal yang menjadi petunjuk progresivitas penyakit kearah
terjadinya nefropati klinis.
84 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
• Pemeriksaan mikroalbuminuria
Mikroalbuminuria adalah ekskresi albumin lebih dari 30 mg/hari
dan merupakan prediktor penting timbulnya Nefropati Diabet.
• Pemeriksaan kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum merupakan bukti
adanya Gagal Ginjal. Gagal Ginjal diitemukan antara 2% sampai
7,1% pada penderita Diabetes Mellitus.
8. Tatalaksana
• Evaluasi
Kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal pada saatdiagnosa
Diabetes Mellitus ditegakkan, demikian juga saat pasien sudah
menjalani pengobatan rutin. American Diabetes Association (ADA)
merekomendasikan pemantauan yang dialakukan adalah
pemeriksaan adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin
serum dan klirens kreatinin.
• Terapi
Manajemen terapi Nefropati Diabetik tergantung pada tahapanan
nefropatinya, apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria
atau sudah terjadi makroalbuminura. Pada prinsipnya tatalaksana
utama pada Nefropati Diabetik adalah sebagai berikut :
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 87
9. Komplikasi
a. Anemia.
b. Chronic kidney failure.
c. Dialysis complications.
d. End-stage kidney disease.
e. Hyperkalemia.
f. Severe hypertension.
g. Hypoglycemia.
h. Infections.
i. Kidney transplant complications.
j. Peritonitis.
D. Retinopati Diabetik
1. Definisi
Retinopati Diabetik (RD) merupakan suatu mikroangiopati yang
terjadi secara progresif, berupa kerusakan dan sumbatan pembuluh
darah retina. Penebalan membran basalis endotel kapiler, disfungsi
sel endotel dan penurunan jumlah perisit merupakan kelainan
patologik yang terjadi secara dini. Banyak faktor yang menjadi resiko
Retinopati Diabetik, diantaranya lama menderita diabetes dan kontrol
glukosa darah. Faktor lain yang berpengaruh adalah hipertensi yang
tidak terkendali, dislipidemia, overload cairan intravaskuler, anemia,
kehamilan, penyakit ginjal, dan operasi intraokuler, semua factor
tersebut dapat meningkatkan resiko dan tingkat keparahan Retinopati
Diabetik.
90 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
b. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab Retinopati
Diabetic, tetapi yang dianggap sebagai faktor resiko utama adalah
kondisi hiperglikemia yang berlangsung cukup lama. Tiga proses
biokimiawi pada keadaan hiperglikemia yang diyakini berhubungan
dengan timbulnya Retinopati Diabetik. Ketiga proses tersebut
adalah jalur poliol, pembentukan protein kinase C dan proses glikasi
nonenzimatik.
a. Jalur poliol
Produksi yang berlebihan serta deposisi dari poliol (senyawagula
dan alkohol)didalam jaringan, termasuk lensa dan saraf optik dapat
terjadi pada keadaan hiperglikemia yang berlangsung cukup lama.
Senyawa poliol tidak dapat menembus membran basalis sehingga
tertimbun dalam jumlah yang banyak didalam sel. Akibatnya terjadi
peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan
morfologi maupun fungsi dari sel. Hasil riset menunjukkan bahwa
inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang berfungsi untuk
menghambat pembentukan sorbitol, dapat memperlambat atau
mengurangi terjadinya Retinopati Diabetik.
b. Glikasi non enzimatik
Aktivitas enzim dan keutuhan DNA terhambat akibat glikasi non
enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA)
yang terjadi selama keadaan hiperglikemia. Akibat proses tersebut
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 91
3. Klasifikasi
Klasifikasi Retinopati Diabetik didasarkan pada berat ringannya
perubahan mikrovaskular retina dan ada tidaknya pembentukan
pembuluh darah baru di retina. Early treatment Diabetic Retinopathy Study
Research Group (ETDRS) membagi Retinopati Diabetik menjadi Retinopati
Diabetik non proliferatif dan Retinopati Diabetik proliferative.
Namun pada pertemuan Airlie House membagi retinopati menjadi
3 stadium yaitu stadium nonproliferatif, stadium preproliferatif dan
stadium proliferatif. Diagnosa Retinopati Diabetik nonproliferatif
(RDNP) apabila hanya didapatkan perubahan mikrovaskular didalam
retina. Funduskopi pada penderita RDNP didapatkan mikroaneurisma
atau kelainan intraretina yang disebut intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA) yang terjadi akibat peningkatan permeabilitas
kapiler. Perdarahan, kelainan vena dan IRMA dapat terjadi karena
adanya penyumbatan kapiler retina sehingga menimbulkan hambatan
perfusi. Hambatan perfusi akan menyebabkan timbulnya iskemia dan
92 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
4. Patofisiologi
Lima proses dasar yang terlibat pada patofisiologi Retinopati
Diabetik yang terjadi ditingkat kapiler yaitu :
a. Terjadinya bentukan mikroaneurisma.
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 93
5. Diagnosis
Gejala Retinopati Diabetik bisa berupa penglihatan kabur sampai
kebutaan. Pemeriksaan funduskopi dipakai sebagai dasar diagnosis
Retinopati Diabetik. Pemeriksaan dengan Fundal Fluorescein Angiography
(FFA) merupakan metode pemeriksaan untuk diagnosis yang paling
dipercaya. Dalam praktek klinik, untuk skrining dapat dilakukan
dengan pemeriksaanoftalmoskopi.
6. Gejala Klinis
Pada tahap awal, retinopati diabetik umumnya tidak menimbulkan
gejala. Manifestasi Retinopati Diabetik yang timbul, tergantung dari
lokasi kelainan pada retina yang terkena, luas, dan beratnya kelainan,
diantaranya :
• Bintik mengambang (floater) pada lapanagan pandang akibat
kekeruhan pada corpus vitreum.
• Tajam penglihatan dapat berkurang secara perlahan karena
makulopati (adanya perdarahan dan eksudat dalam area macula
dan edema macula). Tajam penglihatan juga dapat berkurang secara
mendadak pada perdarahan vitreous akibat pecahnya pembuluh
darah abnormal (neurovaskularisasi).
7. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan dengan oftalmoskop dan Fundal Fluorescein
Angiography (FFA) merupakan pemeriksaan yang biasa dilakukan
untuk menilai keadaan retina. Metode diagnosis yang paling akurat
adalah pemeriksaan dengan FFA, namun untuk skrining masih dapat
digunakan pemeriksaan dengan oftalmoskopi.
• Fundus Normal
Pada fundus okuli normal dapat ditemukan diskus yang berupa
bentukan bulat, warna sedikit pucat dari sekitarnya. Dari diskus
96 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
keluar pembuluh darah artei dan vena, dimana vena lebih gelap
dan lebih lebih lebar daripada arteri. Sebelah temporal dari diskus
dapat ditemukan macula lutea, berupa daerah yang berwarna lebih
gelap dibanding bagian retina lainnya, dan berbatas tidak tegas.
Gambar Mikroaneurisma
6) Edema Makula
Gambar RD Proliferatif
8. Tatalaksana
• Pencegahan
Fakta menunjukkan bahwa kejadian Retinopati Diabetik
tergantung pada kendali glukosa darah dan lamanya menderita
Diabetes Mellitus. Suatu hal yang penting dan sangat sederhana
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 101
b) Fotokoagulasi fokal
Diindikasikan pada mikroaneurisma di polus posterior
yang mengalami kebocoran supaya edema macula
berkurang atau menghilang.
c) Grid photocoagulation
Merupakan teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada
daerah edema.
5) Viterektomi, dengan indikasi :
a) Adanya ablasio retina.
b) Terjadinya perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi.
c) RD proliferative berat.
d) Adanya perdarahan vitreus yang tidak mengalami
perbaikan.
e) Neovaskularisasi ekstensif atau yang mengalami proliferasi
fibrovaskular.
f) Viterektomi dini.
Pada pasien yang mengalami kekeruhan viterus dan
neovaskularisasi aktif perlu dilakukan vitrektomi dini.
Pasca vitrektomi, akan terjadi perbaikan fungsi penglihatan
dan secara bertahap akan terbentuk humor vitreus yang baru.
E. Neuropati Diabetik
1. Definisi
Neuropati Diabetik adalah istilah deskriptif yang menunjukkan
adanya gangguan subklinis maupun klinis pada penderita Diabetes
Mellitus tanpa adanya penyebab gangguan neuropati perifer yang lain.
Gangguan Neuropati Diabetik ini meliputi manifestasi somatik dan
atau otonom dan sistem saraf perifer.
Neuropati Diabetik merupakan kerusakan syaraf sebagai akibat
komplikasi jangka panjang penyakit Diabetes Mellitus. Terjadi pada
kira-kira 50% pasien Diabetes Mellitus tipe I dan tipe II yang telah
lama menderita diabetes. Manifestasinya dapat berupa polineuropati,
mononeuropati, atau neuropati otonomik.
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 103
2. Faktor Predisposisi
Seperti komplikasi Diabetes Mellitus yang lain berkembangnya
neuropati pada pasien Diabetes Mellitus dihubungkan dengan lamanya
menderita diabetes dan pengendalian gula darah. Karena kadar gula
darah penderita Diabetes Mellitus tinggi, maka keadaan ini akan
merusak saraf penderita. Kondisi hiperglikemi akan merusak serat
syaraf dan lapisan lemak disekitar syaraf. Syaraf yang rusak tidak dapat
menyampaikann sinyal ke otak dan dari otak dengan baik.
3. Klasifikasi
Berbagai macam klasifikasi ditemukan pada kasus Neuropati
Diabetik. Berbagai macam klasifikasi ini muncul karena gangguan
syaraf pada Neuropati Diabetik sangat heterogen. Secara umum dasar
klasifikasi Neuropati Diabetik didasarkan pada 2 hal utama yaitu
lamanya menderita Diabetes Mellitus dan serabut saraf yang terkena
lesi.
Berdasarkan lama perjalanan penyakit,Neuropati Diabetik dibagi
menjadi:
a. Neuropati fungsional/subklinis.
Merupakan gangguan syaraf yang masih reversible, gejala yang
muncul sebagai akibat perubahan biokimiawi dan belum ada
kelainan patologis.
b. Neuropati struktural/klinis.
Pada fase ini masih ada komponen syaraf yang reversible, gejala
klinis yang timbul sebagai akibat kerusakan struktural serabut
syaraf.
c. Kematian neuron/fase lanjut.
Pada tahap ini terjadi penurunan kepadatan serabut saraf karena
kematian neuron. Gangguan syaraf yang terjadi sudah ireversibel.
Pada umumnya kerusakan serabut saraf dimulai dari distal menuju
keproksimal. Proses perbaikan dari proksimal kedistal. Sehingga
lesi didistal paling banyak ditemukan (polineuropati simetris distal).
Berdasarkan jenis serabut saraf yang terkena lesi:
a. Neuropati difus :
1) Polineuropati sensorimotor simetris distal.
104 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
4. Patogenesis
Seperti komplikasi dibetes militus yang lain, berkembangnya
neuropati dihubungkan dengan durasi atau lamanya menderita
diabetes mellitus dan pengendalian glukosa darah. Komplikasi
Neuropati Diabetik bermula dari tingginya kadar glukosa darah yang
berlangsung lama dan berkepanjangan. Kondisi ini akan memicu
peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesa Advanced Glyocsilation End
Products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase
C (PKC). Teraktivasinya berbagai jalur tersebut berakibat menurunnya
vasodilatasi vaskular sehingga aliran darah kesyaraf menurun. Kondisi
ini diperburuk oleh rendahnya mioinositol dalam sel, sehingga terjadi
Neuropati Diabetik.
Berbagai riset Neuropati Diabetik membuktikan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kejadian neuropati dengan lama
(durasi) dan beratnya Diabetes Mellitus. Penyebab Neuropati Diabetik
berbeda untuk berbagai tipe dari neuropati diabetik. Penelitian
mempelajari efek atau pengaruh glukosa pada saraf untuk mengetahui
secara pasti bagaimana paparan lama glukosa darah yang tinggi
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 105
5. Gejala Klinis
Manifestasi neuropati diabetik bervariasi sekali, dari tanpa
keluhan sama sekali yang hanya bisadideteksi dengan pemeriksaan
elektrofisiologis, sampai dengan keluhan nyeri yang sangat hebat.
Keluhan juga bisa dalam bentuk neuropati sistemik atau lokal dimana
keluhan itu tergantung pada jenis saraf yang terkena dan lokasinya.
Gejala neuropati diabetik tergantung tipe neuropati dan lokasi syaraf
yang terkena. Beberapa orang tidak ada gejala sama sekali. Pada pasien
lain keluhan yang dirasa adalah mati rasa atau rasa nyeri pada kaki atau
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 107
7. Tatalaksana
Pengelolaan pasien Diabetes Mellitus dengan keluhan Neuropati
Diabetik dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Menegakkan diagnosis Neuropati Diabetik seawal mungkin.
b. Mengendalikan glukosa darah dan perawatan kaki yang sempurna.
c. Mengendalian keluhan neuropati atau keluhan nyeri neuropati
diabetik.
Neuropti Diabetik merupakan komplikasi kronis yang melibatkan
berbagai macam faktor resiko yang saling berhubungan, maka dalam
pengelolaan penderita banyak aspek yang harus diperhatikan, seperti
perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan parameter
metabolik lain sebagai satu komponen secara komprehensif dan terus
menerus.
Kendali glukosa darah secara ketat dan terus menerus merupakan
prioritas utama dalam upaya pencegahan timbulnya neuropati pada
pasien Diabetes Mellitus.Diperlukan pemeriksaan HbA1c untuk
memantau kendali glukosa darah secara lebih akurat. Pengendalian
faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albumin, dan lipid juga perlu
dilakukan.
Disamping itu diperlukan juga perawatan kaki untuk memastikan
kondisi kaki tetap aman karena penderita Neuropati Diabetik sering
kali mengalami kelainan atau gangguan pada kaki tanpa disadari
karena berkurangnya sensasi nyeri pada kaki. Perawatan kaki yang bisa
dilakukan diantaranya adalah : (1)Menjaga kebersihan kulit, menghindari
trauma pada kaki (pemakaian sepatuyang sempit), mencegah trauma
pada kaki. (2) Memeriksa kaki setiap hari untuk mengetahui adanya
kulit kering, fisura, kalus, atau infeksi. (3) Menghindari berjalan dengan
kaki telanjang, mengunting kuku dengan benar, dan menghindari kaki
dari benda panas dan bahan kimia seperti hidrogen peroksida, iodine
atau astrigen.
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus dan Penanganannya 109
4
HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN
DIABETES MELITUS
A. Definisi
Suatu keadaan dimana kadar glukosa darah dibawah 60 mg%.
Kadar glukosa 60 mg% merupakan batas terendah glukosa darah
puasa (true glucose). Sehingga dengan dasar tersebut, setiap penurunan
glukosa darah dibawah 60mg% disebut sebagai hipoglikemia. Gejala-
gejala hipoglikemia pada umumnya baru timbul apabila kadar glukosa
darah dibawah 45 mg%.
Hipoglikemia bisa terjadi pada pasien Diabetes Mellitus (DM),
individu normalatau pasien bukan DM. Hipoglikemia pada pasien
Diabetes Mellitus dapat terjadi pada mereka yang mendapatkan terapi
insulin atau obat anti diabetes oral (golongan sulfonil urea).
111
112 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
B. Patogenesis
Untuk memahami patogenesis hipoglikemia perlu ditinjau kembali
mengenai homeostasis glukosa dan energi tubuh. Saat individu makan
(absorptive) tersedia cukup sumber energi yang diabsorbsi dari usus.
Energi yang berlebih tersebut akan disimpan sebagai makro molekul,
sehingga fase ini disebut sebagai fase anabolik. Pada fase ini hormon
yang berperan adalah insulin. Kurang lebih 60% dari glukosa yang
diabsorbsi usus dengan pengaruh hormon insulin akan disimpan
sebagai glikogen di hati, sedangkan sebagian lagi disimpan di jaringan
lemak dan otot sebagai glikogen juga. Metabolisme anaerob maupun
aerob terjadi untuk sebagian glukosa yang lainguna memperoleh energi
yang akan digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Hampir
sebagian besar penggunaan glukosa (70%) berlangsung ke otak. Otak
tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi,
hal ini berbeda dengan jaringan tubuh yang lain.
Peningkatan asam amino didalam darah terjadi karena pencernaan
dan penyerapan protein, dengan bantuan insulin akan disimpan di
hati dan otot sebagai protein. Melalui saluran limfe lemak diserap dari
usus dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolisis oleh
lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak dengan gliserol
mengalami esterifikasi dan terbentuk triglisrida yang akan disimpan di
jaringan lemak. Proses-proses tersebut terjadi dengan bantuan insulin.
Kadar glukosa darah mulai turun sewaktu sesudah makan (post
absorptive) atau setelah puasa 5-6 jam, hal ini menyebabkan sekresi
insulin juga menurun, tetapi hormon kontra regulator yaitu glukagon,
kortisol, epinefrin dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadi
keadaan yang berlawanan (katabolik), yaitu sintesis glikogen, protein
dan trigliserida akan menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut
akan meningkat. Pada kondisi dimana terjadi penurunan glukosa darah
yang mendadak, maka glukagon dan epinefrin yang berperan penting.
Hormon glukagon dan hormon epinefrin tersebut akan memacu
glikogenolisis, glukoneogenesis dan proteolisis di otot dan lipolisis
di jaringan lemak. Sehingga tersedia bahan untuk glukoneogenesis
yaitu asam amino terutama alanin, piruvat, asam laktat dan gliserol.
Hormonkortisol dan hormon pertumbuhan (hormon kontra regulator)
berkerja secara sinergistik terhadap glukagon dan adrenalin tetapi
perannya lambat. Dalam keadaan puasa (post absorptive) terjadi
Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus 113
C. Gejala Klinis
Ada 2 fase gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia (tabel 1) :
1. Fase I :
Pada fase ini gejala-gejala yang timbul karena pelepasan hormon
epinefrin akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus. Gejala yang
timbul berupa palpitasi, tremor, keluar banyak keringat, rasa lapr,
mual, ketakutan. Gejala klinis ini akan tampak bila kadar glukosa
darah turun sampai 50mg%. Gejala-gejala yang muncul diawal ini
merupakan alarm peringatan, karena pasien masih dalam kondisi
sadar sehingga dapat mengantisipasi supaya tidak jatuh kekondisi
hipoglikemia yang lebih berat. Apabila gejala-gejala pada fase I ini
tidak dikenali dan tidak diantisipasi oleh pasien atau keluarganya
maka dan glukosa darah akan semakin turun dan akan masuk ke
fase II.
2. Fase II :
Pada fase ini timbul gejala neurologi akibat mulai terjadinya
gangguan fungsi otak. Gejala-gejala pada fase II ini yaitu pusing,
pandangan kabur, hilangnya ketrampilan motorik yang halus,
ketajaman mental menurun,penurunan kesadaran, kejang-kejang
dan koma. Gejala-gejala neurologi ini biasanya muncul bila kadar
glukosa darah turun mendekati 20mg%.
Riset pada individu normal yang bukan diabetes memperlihatkan
adanya gangguan fungsi otak lebih awal dari fase I, kondisi ini
114 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
E. Diagnosa Hipoglikemia
Diagnosis hipoglikemia pada pasien DM yang mendapat insulin
atau sulfonilurea ditegakkan bila didapatkan gejala-gejala tersebut
diatas. Untuk konfirmasi diagnosis dilakukan pemeriksaan glukosa
darah. Pada pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar
setelah mendapatkan suntikan dekstrosa, maka dapat dipastikan
diagnosis pasien tersebut adalah koma hipoglikemia. Trias Whipple
dapat digunakan sebagai dasar diagnosis koma hipoglikemia, yaitu: 1)
Hipoglikemia dengan gejala saraf pusat, psikiatrik atau vasomotorik; 2)
Kadar glukosa darah kurang dari 50mg%; 3) Gejala menghilang dengan
pemberian gula.
F. Pengobatan Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan komplikasi DM yang sering terjadi,
karena itu edukasi penderita mengenai gejala-gejala awal hipoglikemia
dan cara mengatasinya perlu diberikan. Pengobatan hipoglikemia harus
dilakukan secepatnya bila pasien masih sadar, tindakan tersebut dapat
dilakukan oleh pasien sendiri yaitu dengan minum larutan gula 10-30
Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus 119
gram. Untuk pasien yang tidak sadar diberiankan suntikan dekstrosa 15-
25 gram intra vena. Apabila suntikan tersebut belum dapat dilakukan,
dapat diberikan madu atau sirup yang dioleskan di mukosa pipi
pasien. Sebelum dekstrosa disuntikkan intra vena, darah harus diambil
dahulu untuk diperiksa kadar glukosa darahnya. Bila dengan suntikan
dekstrosa tersebut pasien menjadi sadar, maka diagnosis pasti adalah
hipoglikemia, tetapi bila pasien tetap tidak sadar makaharus dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah dan pemeriksaan laboratorium
lainnya untuk evaluasi lebih lanjut.
Selain penggunaan desktrosa dapat juga digunakan suntikan
glukagon 1 mg intramuskular apabila hipoglikemia tersebut terjadi
pada pasien yang mendapat terapi insulin. Hal ini lebih memungkinkan
untuk dilakukan terutama bila suntikan desktrosa intravena sulit
dilakukan.
Sebaiknya dilakukan perawatan di rumah sakit bila koma
hipoglikemia yang terjadi karena pemakaian sulfonilurea ataupun
insulin. Pemberian dekstrosa harus diteruskan dengan infus dekstrosa
10% selama ±3 hari meskipun pasien sudah sadar sesudah pemberian
bolus dekstrosa. Pasien mempunyai resiko untuk jatuh lagi ke kondisi
koma hipoglikemia bila tidak dilanjutkan dengan infus dekstrosa.
Diperlukan monitoring glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadar
glukosa darah dipertahankan kisaran 90-180mg%. Pemberian suntikan
glukagon tidak efektif pada hipoglikemia karena sulfonilurea, kadang
justru dapat memacu pengeluaran insulin dan sulfonilurea sendiri
menghambat enzim yang berguna untuk glikogenolisis.
Dengan pengobatan tersebut diatas pada sebagian kecil kasus
koma hipoglikemia tidak memberikan berespon yang baik dan pasien
tetap tidak sadar meskipun kadar glukosa darah sudah diatas normal.
Biasanya keadaan ini disebabkan karena adanya edema serebri dan
pasien perlu mendapatkan terapi manitol atau deksametason. Manitol
diberikan dengan dosis 1,5-2 gram/kgBB, yang diberikan setiap 6-8
jam. Disamping itu harus dicari kemungkinan penyebab lain koma
(keracunan obat, pendarahan otak dan sebagainya). Infus dekstrosa 10%
tetap diberikan pada pasien dan kadar glukosa darah dipertahankan
kisaran 180mg%. Fluktuasi kadar glukosa darah yang besar harus
dihindari karena akan memperberat edema serebri. Apabila koma
berlangsung lama, perlu pemberian insulin dosis kecil untuk meregulasi
120 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
G. Prognosis
Jarang terjadi kematian akibat hipoglikemia. Penyebab kematian
karena keterlambatan mendapatkanterapi, koma yang terlalu lama
sehingga terjadi kerusakan jaringan otak. Kemungkinan lain bisa terjadi
koma hipoglikemia pada pasien peminum alkohol dan saat terjadi
hipoglikemia dalam keadaan mabuk sehingga sulit untuk mengevaluasi
pengobatan. Selain itu alkohol menekan glukoneogenesis. Hipoglikemia
yang terjadi saat pasien mengemudikan kendaraan dapat menyebabkan
kecelakaan yang berakibat fatal.
Ketoasidosis Diabetikum 121
5
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
A. Patofisiologi
Tanda dan gejala ketoasidosis dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu gejala yang timbul akibat hiperglikemia dan gejala akibat
ketosis. Hiperglikemi terjadi akibat defisiensi insulin yang menyebabkan
jaringan perifer kurang menggunakan glukosa dan meningkatnya
glukoneogenesis di hati. Sebagai akibat defisiensi insulin maka
akan terjadi peningkatan kadar glukagon.Perubahan rasio ini akan
menyebabkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak dan ketogenesis
di hati. Defisisensi insulin akan menyebabkan lipolisis dengan memacu
kegiatan lipase di jaringan lemak dan berakibat bertambahnya pasokan
asam lemak bebas ke hati. Enzim karnitil asil transferas I didalam
mitokondria hati akan teraktivasi untuk mengubah asam lemak bebas
menjadi benda keton, atau teroksidasi menjadi CO2 atau menimbunnya
menjadi trigliserida. Serangkaian proses ketosis ini akan menghasilkan
asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan
asidosis. Dalam kejadian ini aseton tidak ikut berperan, walaupun aseton
penting untuk diagnosis ketoasidosis. Pada waktu yang bersamaan juga
terjadi penambahan stres hormon yang kerjanya berlawanan dengan
insulin, sehingga defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis
bersifat defisiensi insulin yang relatif. Terjadi kenaikan kadar glukagon,
121
122 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
B. Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita ketoasidosis adalah dehidrasi (turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir kering), pernapasan cepat dan dalam
(kussmaul), kadang-kadang disertai tekanan darah rendah sampai
renjatan. Kesadaran dapat turun sampai koma. Demam biasanya jelas
bila ada infeksi. Kadang sering tercium bau aseton dari pernafasan
penderita.
natrium. Umumnya diperlukan 1-2 liter dalam jam pertama (tahap awal).
Mungkin diperlukan pemasangan CVP. Evaluasi untuk menilai hidrasi
ialah turgor jaringan, produksi urin, tekanan darah dan pemantauan
keseimbangan cairan.
2. Insulin Baru Diberikan pada Jam Kedua
Insulin 10 unit bolus intravena, diikuti dengan infus larutan insulin
regular dengan kecepatan tetesan 2-5 U/jam. Sebaiknya larutan 5 U
insulin dalam 50ml NaCl 0,9% bermuara dalam larutan untuk rehidrasi
dan dapat diatur kecepatan tetesannya. Bila kadar glukosa turun sampai
300mg/dl atau kurang, kecepatan tetesan larutan insulin dikurangi
menjadi 1-2 U/jam dan larutan rehidrasi diganti dengan glukosa 5%.
Bila pasien sudah dapat makan lagi, diberikan sejumlah kalori dalam 4
porsi, sesuai dengan kebutuhannya. Insulin regular diberikan subkutan
4 kali sehari secara bertahap. Sesuai dengan kadar glukosa darah.
3. Kalium
Pengisian kembali jumlah kalium tubuh (lihat perubahan kadar
elektrolit) dan pencegahan hipokalemia harus dilaksanakan. Kalium
diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan kadar plasma sebagai
larutan KCl 13-20 meq/jam:
K plasma 3-4 meq --- KCl 26 meq/jam
kurang dari 3 meq --- 39 meq/jam
5-6 meq --- 10 meq/jam
lebih dari 6 meq --- dihentikan
4. Bikarbonat
Bikarbonat baru diperlukan bila pH kurang dari 7,0. Diberikan
dengan dosis 100 meq bikarbonat +20 meq KCl dalam 20-40 menit.
Bila pH masih kurang dari 7,0 dosis tersebut bisa diulang setelah 60-90
menit.
F. Tindakan Umum
Diperlukan pemasangan NGT tube (nasogastric tube) atau sonde
hidung-lambung diperlukan untuk menghindari aspirasi bila pasien
muntah dan juga untuk memenuhi kenutuhan nutri pasien. Kateter urin
mungkin perlu digunakan, harus diperhatikan dan diperetimbangkan
Ketoasidosis Diabetikum 125
G. Faktor Pencetus
Faktor pencetus ketoasidosis biasanya dicetuskan oleh faktor yang
mempengaruhi fungsi insulin. Mengidentifikasi dan menterapi faktor
pencetus ini penting dalam tatalaksana dan pencegahan ketosidosis
selanjutnya. Faktor pencetus tersebut adalah :
1. Adanya infeksi
Kebutuhan insulin tiba-tiba naik pada infeksi, walaupun infeksi
tersebut ringan seperti infeksi saluran kecing atau bisul di jari
tangan.
2. Pengobatan insulin dihentikan
Hal ini terjadi pada 3,5% dalam kelompok di atas.
3. Adanya stres
Stres psikis maupun stres fisik dapat menyebabkan ketoasidosis,
hal ini sangat mungkin disebabkan karena peningkatan kadar
hormon kortisol dan adrenalin.
4. Kadar kalium yang rendah (hipokalemia)
Hipokalemia meyebabkan sekresi insulin terhambat dan
menurunnya kepekaan insulin. Hal ini sering kali terjadi pada
penggunaan diuretik.
5. Obat-obatan
Beberapa obat mempunyai efek mengurangi sekresi insulin atau
menambah resistensi insulin. Pada penderita diabetes obat-obat
tersebut harus dipertimbangkan perlu tidaknya dipergunakan,
obat tersebut adalah : hidroklorotiasid, penghambat beta,
penghambat kalsium, dilantin, kortisol. Alkohol dapat menghambat
sekresi insulin, dapat menyebabkan pankreastitis sublinis dan
mempengaruhi sel beta.
126 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
6
KOMA HIPEROSMOLAR NON KETONIK
(KHONK)
A. Patogenesis
Patogenesis terjadinya koma hiperglikemia hiperosmolar non
ketotik (KHONK) dan ketoasidosis diabetik (KAD) hampir sama. Pada
fase awal, beberapa faktor pencetus (stresor) menghambat sel beta
127
128 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
B. Gejala Klinis
Secara klinis KHONK dan Ketoasidosis Diabetik sulit dibedakan
bila hasil laboratorium (kadar glukosa darah, keton dan analisa gas
darah) belum ada hasilnya, namun beberpa tanda dan gejala berikut
bisa dipakai sebagai petunjuk, yaitu :
1. KHONK lebih sering terjadi pada usia tua (lebih 60 tahun), semakin
muda usia semakin berkurang dan belum pernah ditemukan pada
anak-anak.
2. Pada umumnya pasien mempunyai penyakit penyerta lain
(penyakit ginjal, kardiovaskuler, akromegali, tirotoksikosis dan
penyakit Cushing).
3. KHONK sering disebabkan karena pemakaian obat-obatan (tiazid,
furosemid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, manitol, digitalis,
reserpin, streroid, simetidin dan haloperidol (neuroleptik).
4. Adanya faktor pencetus untuk timbulnya KHONK (misalnya
infeksi, penyakit kardiovaskuler,gangguan keseimbangan cairan,
pankreatitis, aritmia, pendarahan, koma hepatik dan operasi).
130 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
C. Gambaran Laboratorium
Untuk membedakan dengan Ketoasidosis Diabetik diperlukan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien KHONK didapatkan kadar glukosa
darah > 600mg%, osmolalitas serum > 350mOsm/kg. Pemeriksaan aseton
plasma hasilnya negatif.
Pada pemeriksaan penunjang tambahan didapatkan hasil :
hipernatremia, azotemia, hiperkalemia, kadar Blood Urea Nitrogen
(BUN): kreatinin, rasio 30:1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4
mEq/L.
Formula penghitungan osmolalitas serum apabila osmolalitas
serum belum dapat dilakukan :
Serum osmolalitas =
urea ** glukosa mg% *
2 (Natrium + Kalium) + +
6 8
* Glukosa 1 mmol = 18 mg%.
* Urea diperhitungkan bila ada kelainan fungsi ginjal.
D. Pengobatan KHONK
1. Rehidrasi dengan cairan adalah pengobatan utama
1.1 NaCl, bisa digunakan cairan istotonik atau hipotonik ½ nomal,
diguyur 1000 ml/jam sampai volume cairan intravaskuler dan
perfusi jaringan membaik, setelah itu baru diperhitungkan
kekurangan cairan dan diberikan dalam 12-48 jam. Perlu
pertimbangan khusus pada pemberian cairan isotonik pada
Koma Hiperosmolar Non Ketonik (KHONK) 131
E. Prognosis
Prognosis KHONK buruk, angka kematian berkisar antara 30-50%.
Kematian sering kali disebabkan karena penyakit yang mendasari atau
menyertainya bukan secara langsung karena sindrom hiperosmolarnya.
Angka kematian di negara maju dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
132 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
DAFTAR PUSTAKA
133
134 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
Gilman, Alfred. 2007. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Edisi
10. EGC. Jakarta.
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi ke Lima.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Gustaviani, Reno. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV:
Diagnosis dan Klasifikasi DM. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Hendromartono. 2006. Nefropati Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. pp : 1920-1923.
Iskandarwati, Hani. 2006. Pentingnya Resep Masakan Untuk Penderita
Diabetes. (online: http://wrm-indonesia.org/content/view/693/90/)
Jevuska. 2010. Hubungan Diet dan Diabetes. (online: http://www.jevuska.
com/2010/01/10/hubungan-diet-dan-diabetes)
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi Keenam.
EGC. Jakarta.
Karyadi, Elvina. 2007. Diet dan Olahraga Bagi Penderita Diabetes. (Online:
http://cuek.wordpress.com/2007/11/19/diet-dan-olahragabagi-
penderita-diabetes/)
Karam, John HF,Peter H. 2000. Hormon Endokrinologi Dasar dan Klinik:
Hormon Pankreas & Diabetes Melitus. Jakarta: EGC
Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC.
Jakarta.
Kistler, Philip J. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Harrison:
Penyakit Cerebrovaskuler. Jakarta. EGC
Kozak GP, Krall LP. Disorders of skin in diabetes. In Joslin's Diabetes
Mellitus. Marble A. Krall LP, Bradley RF,Christileb AR, Soeldner
JS(eds). Lea and Febiger, Philadelphia 1985, 769-83.
Kresnawan, Triyani. 2007. Penatalaksanaan Diet Pada Nefropati Diabetik.
Indonesia Kidney Care Club.
Kronenberg, Henry M. 2008. Retinopathy, Macular Edema, and Other
Ocular Complication, William Textbook of Endocrinology. pp: 1432-
1433
LAD. 2006. Exercise and Diabetes. (Online: http://www.learningabout
diabetes.org/downloads/LADexerciseBkEN.pdf)
Martha SN, MD, John H. Karam. 2002. Hormon Pankreas dan Obat Anti
Diabetes. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika
Daftar Pustaka 135
GLOSARIUM
137
138 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
INDEKS
141
142 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
Glukagon: 2, 11, 15, 21, 48, 82, 112, Hormon Vasoaktif: 81.
119, 121, 129. Humalog: 61, 63.
Glukokortikoid: 6, 11, 20. Human Intravenous Immunoglobulin:
Glukose Trasporter (GLUT): 80. 109.
Glukosuria: 12, 15, 122, 123. Human Leukosit Antigen: 80.
GLUT-1: 56. Humulin: 60, 62, 63.
GLUT-4: 56. Humulin 30/70: 63.
Glutamate Dekarboksilase: 19. IAA: 19.
Grid Photocoagulation: 102. ICA: 19.
Growth Hormone: 11. IGF-1: 82.
Haptoglobin: 67. Insulin: 2, 3, 7, 8, 12, 13, 15, 18, 20,
26, 30, 34, 40, 48, 52, 61, 74,
Hemostasis Ionik: 2.
79, 87, 91, 112, 117, 121, 125,
Hiperglikemia: 12, 15, 18, 23, 40, 128.
51, 62, 82, 105, 122, 127.
Insulin Dependent Diabetes Melitus
Hiperinsulinisme Alimenter: 116, (IDDM): 14.
117.
Insulin Isofane: 62.
Hiperosmolaritas: 65, 66, 67, 121,
Insulin Lente: 62.
123.
Insulin Resistance: 14.
Hipofisis: 1, 2, 4, 8, 16, 101.
Insulin Semilente: 62.
Hipoglikemia: 11, 12, 15, 17, 31,
45, 52, 64, 111, 127. Insulinoma: 116, 117.
Intermediate Acting Insulin: 62.
Hipokalemia: 65, 124, 125.
Interval: 13, 32, 108.
Hipopituitarisme: 116, 117.
Intraretinal Microvascular: 91, 92, 98.
Hipotalamus - Hipofisis - Gonad:
1. Intraretinal Microvascular Abnormalities
(IRMA): 91, 92, 98.
Hipotiroidisme: 117, 118.
Irama Diurnal: 8.
HLA-DR3: 19.
Isozim 2C8: 57.
HLA-DR4: 19.
Jalur Poliol: 97, 104, 105.
Hormon: 2, 3, 5, 6, 8, 12, 13, 16, 17,
20, 59, 61, 67, 81, 101, 112, Kaki Diabetik/Gangren: 69.
121, 125, 128, 129. Kanal Ca: 48.
Hormon Kontra Regulator: 112, Karbamazepin: 109, 110.
113, 116. Ketoacidosis Diabetic (KAD): 127.
144 SISTEM ENDOKRIN DAN DIABETES MELLITUS
Ketoasidosis: 20, 21, 40, 62, 73, MHR (Maxmum Heart Rate): 33.
121, 125, 130, 131. Miglitol: 58.
Ketogenesis: 65, 111, 121. Mikroaneurisma: 91, 92, 93, 94, 97,
Ketosis: 55, 121, 128. 99, 102.
Kilomikron: 64, 112. Mikroangiopati: 67, 74, 87, 89.
Klorpropamid: 44, 47, 49, 116, 118. Mioinositol: 66, 104, 105.
Koma Hiperosmoler Non Ketotic Mixed Insulin: 62.
(KHONK): 127. Mixtard 30/70: 63.
Koma Hipoglikemi: 64, 118, 120. Mixtard 50/50: 63.
Kussmaul: 122, 123, 130. Mononeuropati: 102.
Lactic Acidosis (LA): 127. Monosakarida: 11, 58.
Lemak Jenuh: 26, 27, 74, 88. Nateglinid: 52, 53.
Lemak Tidak Jenuh: 26, 27, 88. Nefropati Diabetik: 68, 79, 80, 83,
Leptin: 56. 86, 89, 117.
Likogenolisis: 11, 65, 112, 119. Neovaskularisasi: 94, 98, 99, 102.
Nerve Growth Factor (NGF): 106, 109.
Lipogenesis: 65.
Neuropati Diabetik: 68, 102, 104,
Lipohipertrofi: 64.
105, 107, 110.
Lipolisis: 65, 66, 112, 121, 129.
Neuropati Difus: 103.
Lipoprotein: 9, 26, 64, 66, 98, 112.
Neuropati Fokal: 104.
Lipoprotein Lipase: 26, 64, 112.
Neuropati Kranial: 104.
Low Impact: 35.
Neuropati Otonom: 68, 102, 107.
Macroglobulin-α2: 67.
Neuropati Otonomik: 102.
Makroangiopati (Makrovaskuler):
Neuropati Perifer: 68, 102, 107.
73.
Neutral Protamine Hagedorn: 62.
Makrosomia: 15.
New Vessels Elsewhere (NVE): 92,
Malonil-CoA: 21. 100.
Maturity Onset Diabetes of the New Vessels on Disc (NVD): 92, 100.
Young (MODY): 20.
Nitric Oxide: 82, 105,
Meglitinid: 51, 52.
Non Insulin Dependent Diabetes
Messeger RNA: 4. Mellitus (NIDDM): 14.
Metalic Taste: 55. Non Ketotik Hiperosmoler (NKH):
Metformin: 53, 54, 56, 58. 127.
Indeks 145
TENTANG PENULIS