Anda di halaman 1dari 64

PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

MULTIPEL SKLEROSIS Dl INDONESIA


2016

DISUSUN OLEH :

PERHIMPUNAN DOKTER ~PE)IAU~ ~ARA~ INDONE)IA

PERDOSSI

Scanned for Compos Mentis


. .. .. ~ . ·' .

.. ·. . ., ,

· "~···:
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN.TATALAKSANA: . ,,.,
MULTIPEL- SKLEROSIS·DI INDONESlA
.. , ...
__ ,.. .

2016
' .· . . . . :·

. . .. ~ : - ~ . .I
. ,__ 1..• . . ... ~ .
'

.· ...-

.. : .
~

DISUSUN OLEH :

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS SARAF INDONESIA

~~e~
BADAN PENERBIT · . . : PERDOSSI · .
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

Scanned for Compos Mentis


ii

Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian


atauseluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun
juga tanpa seizin editor dan penerbit•
.:· --~ ..

..
D.f~~
.

.,_n.ma kaU. oleh :
··. . 8adiJn· Pe~rblt :
Fakqltas !(edokte~an Universitas Indonesia
Jakarta; 2015
Anggota lkapi, Jakarta

cetakan ke-2, 2016

Pencetakan buku ini dikelola oleh :

Badan Penerbit FKUI, Jakarta


Website: www. bpfkui. com

lsi diluar tanggung jawab percetakan

ISBN 978-979-496-846-8

Scanned for Compos Mentis


iii

Ucapan Terima Kasih


Kami panjatkan puji syukur dan terimakasih yang setinggi-tingginya
kepada Allah SWT yang telah mengijinkan kami untuk menuliskan
bukuini.
Kami haturkan pula rasa terima kasih .kami yang sebesar-besamya
kepada para penyandang MS dan penyakit demyelinisasi lainnya di
Indonesia yang telah menjadi guru bagi kami untuk berusaha memabami
penyakit ini. Kepada lbu Kanya Puspokusumo, ketua Indonesia Multiple
Sclerosis Group Indonesia yang selama ini telah bekerja sama dengan
·kami, memberikan banyak masukan dan inspirasi, semoga kerjasama ini
terus berlanjut dan membawa banyak manfaat bagi banyak penyandang
MS. Kami ucapkan juga terima kasih atas keterlibatan IMSG dan para
penyandang MS dan NMO yang telah hadirpada kegiatanFocus Group
Discussion (FGD) yang kami adakan untuk mendapatkan masukan bagi
penulisan buku ini.
Kepada PT. Novartis Indonesia selaku sponsor pencetakan buku ini
juga kami ucapkan banyak terimakasih atas kerjasamanya yang baik.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
turut berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Mohon maaf kiranya
kami tidak dapat menyebutkan satu persatu.
SemogaAllah SWTmembalas semuakebaikan ini denganlimpahan
berlcah dan rahmatnya.

Scanned for Compos Mentis


iv

Tim Penyusun
Riwanti Estiasari
Departemen Neurologi Fak:ultas K.edokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Mtihammad HasanMachfoed
Departemen Neurologi Fakullas Kedokteran UniversitasAirlangga, Surabaya

Jan~
-. .
Departem~ ~eurologi Fak:ultas K.edokteran Universitas Indonesia, J~

Dannalmran
Departemen.Neurologi.Fak:ultas K.edoketeran Universitas Indonesia, Jakarta

PaUlus Sugianto
DepartemenNeurologi.FakutasKedokteranUniversitasAirlangga, Surabaya

RakaSudewi
Departemen.Neurologi.Fak:ultas K.edokteran Universitas Udayana, Denpasar

Nmul Komari-
Departemen Neurologi Fak:ultas Kedoktemn Universitas Indonesia, Jakarta

sUcipto .
Departemen Neurologi Fak:ultas K.edoktemn Universitas Indonesia, Jakarta
. . .

Scanned for Compos Mentis


v

Daftar lsi
Halaman
Ucapan Terima Kasih m
Tim Penyusun IV
Daftar lsi v
Sambutan Ketua Perdossi vu
Sambutan Ketua Pokdi Neuroinfeksi vm
Kata Pengantar IX
Glossarium x
Pendahuluan 1
Metodologi 3
Tim Penyusun 3
Keterlibatan Penyandang MS 3
Penelusuran dan Analisis Literatur 3
Komunikasi dan informasi 5
Gejala Klinis dan Diagnosis 8
Kriteria Diagnosis 9 ·
Diagnosis Banding 16
Neuromyelitis Optica (NMO) atau Devic's Disease 18
Acute Disseminated Encephalomyelitis (ADEM) 20
Terapi 22
Terapi relaps 23
Terapi jangka panjang 24
Clinically Isolated Syndrome 24
Relapsing-remitting multiple sclerosis (RRMS) 25
Secondary Progressive MS (SPMS) 28
Primary Progressive MS (PPMS) 28
Pemantauan Terapi 28
Efek samping 30
Interferon Beta 30
Fingolimod 31

Scanned for Compos Mentis


vi

~tioprin 32
Lampiran Sistem fungsional, Expanded Disability 35
Status Scale
Lampiran Kriteria McDonald 2010 41
Da:ftar Pustaka . 43

Scanned for Compos Mentis


vii

Sambutan Ketua Umum PP PERDOSSI

Assalamualaikum WR, WB

Salam sejahtera bagi kita semua


Alhamdulillah, puji syukur yang setinggi-tingginya kami panjatkan
kepadaAllah SWf, hanya atas izinNya lah buku Pedoman Diagnosis dan
Tatalaksana Multipel Sklerosis(MS) di Indonesia ini dapat terselesaikan.
Buku ini merupakan buku Pedoman MS yang pertama kali
dikeluarkan oleh PERDOSSI sepanjang sejarah berdirinya PEROOSSI.
Sebagai wadah bagi Neurolog di seluruh Indonesia sudah menjadi
kewajiban bagi PERDOSSI untuk mengayomi pengembangan ilmu
Neurologi di Indonesia termasuk dalam bidang Neuroimunologi. MS di
Indonesia tenis berkembang, meskipun jumlahnya tidak banyak namun
penyakit ini berpotensi mengakibatkan kecacatan. Untuk itu dibutuhkan
pedoman yang dapat menjadi pegangan bagi para Neurolog dalam
menangani kasus MS sedini mungkin.
Selaku Ketua Umurn PPPERDOSSI saya mengucapkan banyak
terimakasih dan penghargaan kepada POKDI Neuroinfeksi dan
Neuroimunologi yang telah beketja keras mempersiapkan bukuPedoman
ini. Selain itu tak lupa saya mengucapkan terimakasih kepada Indonesia
Multiple Sclerosis Group sebagai perkumpulan pasien MS di Indonesia
atas peran sertanya dalam memberikan masukan bagi tim penyusun buku
ini terkait permasalahan pelayanan kesehatan MS di Indonesia.
Akhir kata, teriring doa bersama dengan peluncuran buku ini,
semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besamya
dan ik:ut berperan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi para
penyandang MS di Indonesia. Amiin. 1
Jakarta, 21 Februari 2015

Prof. Dr. dr. Moh Hasan Machfoed, Sp.S(K), M.S

Scanned for Compos Mentis


viii

Sambutan Ketua Pokdi Neuroinfeksi

Puji syukurpatutkita panjatkankehadiratTuhan Yang MahaEsa


karena atas berkat dan karunianya buku "Pedoman Diagnosis dan
Talaksana Multipel Sklerosis di Indonesia 20 15" bisa diselesaikan
dengan baik oleh Tim penyusun.
Tim penyusun sebagian besar terdiri dari anggota kelompok
studi Neuroinfeksi sesuai SK Ketua Umum Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia No. :063/SK/PP-
PERDOSSI/09/2014 ( PP PERDOSSI).
Saya sangat sependapat dengan apa yang disampaikan oleh
Bapak Ketua Umum PP PERDOSSI bahwa Neuroimunologi
akan digabung ke dalam kelompok studi Neuroinfeksi dengan
pertimbangan bahwa respons imun pada sistem saraf sangat
berkaitan dengan kejadian infeksi.
Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada tim
penyusun dan semua pihak yang telah berpartisipasi atas kerjasama
yang sangat baik selama ini sehingga buku pedomati ini bisa
diwujudkan.
Semoga buku pedoman ini dapat dipakai untuk meningkatkan
pelayanan di bidang Neurologi kepada masyarakat khususnya
terkait peJ:lyakit multipel sklerosis.

Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K)

Scanned for Compos Mentis


ix

Kata Pengantar

mu{u (['eaoman (])iagnosis tfan <rata LaRJana :.Mu{tipe{S{ferosis di


Irufonesia 2015 ini 6ertujuan untu{metlffenaC Ce6ifi merufafa.m tentane
epidemiofog~ patofog~ tantfa ~n~ terapi serta prognosis aari penyalijt
muCtipe{s{ferosis di Irufonesia:. (}Ju~ ini 6erliasi{di tulis 6erkg,t {erjasama
yane 6am..aari se{urufi anegota tim serta ~n aari 6e6erapa teman
sejawat Cainnya aari (]!o/ifi :JVeuroinfe~ PF/J?._(])OSSI.
CZim penuCis menyatfari 6afiwa 6u{u ini 6e{um sempuma. Q{efi se6a6
itu tim penuCis menefiarapl(g.n saran dan masu/(g.n teman sejawat untu{
aapat menjadi 6alian penyempurnaan 6u{u eaisi 6eri{utnya nanti
CZim penuCis mengfiarapl(g.n 6u{u ini tfapat dijadi/(g.n se6agai
peaoman umum 6agi aokJer spesiaCis saraf, aokJer spesiaCis Cainnya serta
aokJer umum aaCam fia{penanggufangan penyalijt muftipe{s{ferosis.

CZim (['enufts

Scanned for Compos Mentis


X

Glossarium

Acute disseminated encephalomyelitis (ADBM) Central Pontine Myelinolysis (CPM)


Adalab penyakit demielinisasi akibat inflamasi yang Adalab kelainan neurologis yang disebabkan karena
eliperantarai oleh sistem imun temtama lrerusakan berat pada myelin sel saraf pada pons
mempengarubi substansia aiba dari otak dan medula yang ditandai dengan gejala paralisis akut, disfagia.
spinalis. KelainaD . ioi bermauifestasi sebagai disartria atau gejala neurologi lain
enselofali dengan onSet akut dan defisit neurologis
polifokal, biasanya swa sima.
Cerebral autosomal dominant arteriopathy with
mbcortical infarcta and leukoencephalopathy
Aquaporin 4 (AQP4) (CADASn.)
Adalah kana1 air yang terletak pada astrocytic foot
ada1ab kelainan yang bersifat autosom dominan
processes, ginjal dan saluraD cema. Mempalam
yang dihasilkan dari mutasi gen yang mengkode
target antoimun utama pada neuromielitis optica.
reseptor transmembran notch 3, berlokllsi eli
laomosom 19 dengan gejala k1inis meliputi migarin
Amold-Chiari malformation
dengan aura. 1Iansient iskemik attack atau defisit
adalab suatu kelaimm kongenital fossa posterior
neurologis fokal berhubugan dengan infark lakunar
dimana terjadi kelaimm perkembaDgaD 81181omi dari dan penurunan kognitif.
craniocervical junction disettai hemiasi cerebelar
dan batang otak serta protrusio ke dalam. furam.en Cerebral vaskulitis
magnum dan medulla spinalis cervical. merupakan suatu proses k1inis dan patologis yang
disebabkan oleh inflamasi pada pembuluh darah
AllOpurinol otak
adalab obat penyakit pirai (gout) yang dapat
menlll'llllkan kadar asam. ilrat dalam. darah. Clinically Isolated Syndrome
Alopurinol beketja dengan mengham.bat xantin Adalab istilab untuk menggambarkan episode
oksidase yaitu enzim yang dapat mengubab pertama dari proses demyelinisasi yang berupa
bipoxantin menjadi xantin, selanjutnya mengubah gejala neurologis yang berakbir minimal24 jam dan
tidak elisebahkan oleh konelisi lain seperti infeksi.
xantin menjadi asam uraL
Pasien dengan CIS hams dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menilai kemungkinan ke arab
Aminosalisilat Multipel Siderosis.
Adalab obat yang digunakan pada terapi inflam.asi
usus (kolitis ul(;eratif) yang banya mengenai nsus
besar. Kelompok obat ini terdiri dari jenis mesalazin, CRP (C-Reactive Protein)
olsalazin, balsalazin atau sulfalazin. adalab suatu protein yang dihasilkan oleh hati,
terutama saat terjaeli infeksi atau inflamasi eli dalam
Ataxia tubuh. Namun, protein ioi tidak bersifat spesifik,
gejala Jdinis yang ditandai dengan kebilangan maka lokasi atau letak organ yang mengalami
infeksi atau inflamasi tidak dapat diketabui. Pada
koordinasi otot dan keseimbangan. Terdapat 3 tipe:
pasien penderita penyakit autoimunitas, CRP juga
serebelar, sensoris, dan vestibular, (babasa Yunani dapat dihasilkan tubuh dalam jurnlab besar
"ataxis" yang artinya tidak teratur atau tidak
terkoordinasJ) DMT (Disease-modifying therapy)
adalab kelompok obat yang bisa mengubab
peljalanan penyakiL Sebuab obat DMT seharusnya
AVblok dapat mengurangi jurnlab serangan dan
Adalah kelainan jantung akibat kegagalan atau memperlambat progresifitas penyakit.
keterlambatan depolarisasi atrium mencapai ·
ventrikel. Ada 3 derajat dari AV blok yang
diketabui.

Scanned for Compos Mentis


xi

lllermitte sign
DIS (Disseminalion in Space) Adalah sensasi seperti ada Iistrik yang
Adalah elidapatkannya ~ 1lesi pada mioimal2 dari 4 menjalar eli punggung yang dipicu dengan
area tipikal MS pada gambmn MRI
memfleksikan kepala
DIT (Dissemination in 7ime)
Lupus Eritematosus sistemik
Adalah terdapatnya lesi lain yang asimtomatik yang
Adalah penyakit inflamasi autoimun kronis
menyangat atau tidak menyangat konttas atau
adanya lesi baru pada T2 atau yang menyangat dengan etiologi yang belum dikdahui serta
konttas yang dilakukan pada saat.follow-up, tanpa manifestasi klinis, perjalanan penyakit dan
melihat waktu pelaksanaan MRI sebelumnya prognosis yang sangat beragam. Penyaki ini
terutama menyerang wanita uSia reproduksi
Focus Group Discussion dengan angka kematian yang cuknp tinggi.
Adalah bentuk dari penelitian kualitatif eli mana
Faktor genetik, imunologik dan hormonal
sekelompok orang akan elitanyakan pendapat,
persepsi, sikap dan harapan me!eka terhadap suatu serta lingkungan eliduga beqJelan dalam
produk, jasa, konsep atau ide. Pertanyaan terbuka patofisiologi SLE.
ditanyakan dalam diskusi grup eli mana semua
peserta bebas untuk mengemukakan pendapatnya. Miokimia fasialis
gerakan halos dari otot pada 1 sisi wajah yang
Edema macular tidak dapat dikendalikan
Adalah pem~ makula mata (daerah eli
sentral retina) akibit terlauopulnya deposit cairan
Neuritis optik
dan protein. Gangguan yang dirasakan terutama
Adalah inflamasi pada nervus optikns. serabut
gangguan pada penglihatan sentral
saraf yang berfungsi untuk tr.msmisi
Friedreich Ataxia informasi visual dari mala Ice otak. Gejala
Adalah penyakit autosomal resesif yang paling sering adalah nyeri pada mala dan
menyebabkan kerusakan progresif pada sistem saraf, gangguan tajam penglihatan.
dapat bermanifestasi pada koordinasi yang buruk
seperti gangguan gait atau bisa disertai gangguan Neurosifilis
jantung dan skoliosis.
Adalah infeksi sifilis pada sistem saraf pusat.
Biasanya teijadi lebih cepat pada kasus sifilis
Hesitansi
Adalah gejala gangguan berkemih eli mana seseorang yang tidak elitarigani
harus mengejan sebelum berlcemib.
Oftalmoplegi inttanuldear
lndeks imunoglobulin G (lgG) Adalah kegagalan adduksi yang dihubungkan
adalah metode kuantitafif untuk mengukur kadar dengan nistagmus abduksi pada mala yang
imonuglobulin G. berlawanan
=
lgG index (lgGo;F I lgG,.,.., ) I (albumino;F I
albumin,.....) Oligoclonal bands
Adalah pita kecil pada daerah gamma
Kriteria Barkhof 1 globulin pada elektroforesis cairan
adalah kriteria diagnosis untuk multiple siderosis serebrospinal menunjukkan produksi IgG eli
yang dikeluarkan tahun 1997. Memenuhi 3 dari 4 cairan serebrospinal.
kriteria yaitu lesi menyangat konttas atau lebih dari
91esi 1'2, 11esi infratentorial, llesi juxtracortical dan One-and-a-halfsyndrome
3 lesi periventrikel. Adalah kelumpuhan gaze konjugat pontin
pada sisi ipsilateral (one) dan internuclear
Kriteria McDonald
optalmoplegia pada gaze sisi kontralateral
adalah kriteria diagnosis untuk multiple siderosis,
pertama kali dikeluarkan april 2001 kemudian (half) kareua lesi pada nuldeus VI atau PPRF
direvisi tahun 2005 dan 2010. dan MLF ipsiiateral.

Scanned for Compos Mentis


xii

Paraneoplastik sindrom Trigeminal Neuralgia


penyakit atau gejala yang dikarenakan keberadaan Adalsh kelainan yang ditandai oleh serangan
kanker dalam tubuh, bukan dikarenakan keberadaan nyeri berat paroksismal dan singkat dalam
sel kanker lokal. Keadaan ini disebabkan oleh faktor cakupan persarafan satu atau lebih cabang
imunitas humoral yang dikeluarkan oleh sel kanker nervus trigeminus
atau melalui respons imunitas melawan tumor
Urgensi
gejala keinginan tiba-tiba yang k:uat untuk
Retensi urinari
suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih berkemih dan sulit ditahan, dengan atau tanpa
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengompol atau kesulitan menshan b.u~g air
mengosongkannya secara sempur:ila kecil

Sindrom Brown-sequard Uveitis .


Adalah gangguan pada fungsi motorik dan sensorik Adalsh proses inflamasi pada sa1sh satu atau
yang disebabkan hemiseksi lateral dari medulla semua bagian dari uvea (iris, badan
spinalis. siliarlkorpus siliar, dan koroid). Uvea
merupakan lapisan vaskular mata yang
Sindrom kauda equina tersusun atas banyak pembuluh darsh yang
adalah kondisi dimana terjadi kompresi secara dapat memberikan nutrisi kepada mata.
bersamaan pada akar saraf lumbosakral dibawah level Adanya peradangan pada area ini dapat
con_us medularis, yang menyebabkan gejala mempengaruhi elemen mata yang lain seperti
neuromuskuler dan urogenital. komea, retina, sldera, dan beberapa elemen
mata penting lainnya.
Sjogren Syndrome
Adakah sebuah kelainan autoimun di mana sel imun Vertical gaze palsies
menyerang dan menghancurkan kelenjar eksokrin Gangguan gerakan bola mata ke atas dsn atau
yang memproduksi air mata dan liur.
kebawsh.
Skotoma
Adalah berkurang atau hilangnya bagian dari lapang Visual evoked potential (VEP)
pandang. pengukuran gelombang otak dengan
menempatkan elektroda pada kulit kepala
Torticolis kemudian diberikan stimulus cshaya baik
kondisi distonia yang ditandai dengan posisi leher dan dengan pola dan frekuensi tertentu.
kepala yang tidak normal, tidak simetris bisa
disebabkan oleh banyak etiologi.

Scanned for Compos Mentis


1

PENDAHULUAN

Multipel Siderosis (MS) merupakan penyakit demielinisasi


pada sistem saraf pusat yang diakibatkan oleh proses autoimun.
Jumlah kasus MS di Indonesia tidak banyak hila dibandingkan
dengan negara-negara Eropa. Prevalensi MS di Indonesia berkisar
ruitara 1-5/100.000 penduduk<1> Meskipun demikian penyakit
ini dapat mengakibatkan kecacatan dan membutuhkan biaya
perawatan yang cukup besar. Penegakan diagnosis sedini mungkin
dan pemberian terapi yang tepat dapat membantu mengurangi
kemungkinan kecacatan.
Penegakan diagnosis MS di Indonesia masih jauh dari
memuaskan. ·Masih banyak pasien MS yang harus menunggu
bertahun-tahun untuk bisa sampai pada diagnosis MS. Keterbatasan
fasilitas di Indonesia juga turut mempengaruhi kondisi ini. Ditambah
lagi dengan ketersediaan obat dengan pilihan yang sangat minimal.
Untuk itu dibutuhkan suatu pedoman bagi para tenaga
kesehatan dalam menangani kasus MS yang sesuai dengan kondisi
di Indonesia yang unik.
Pedoman ini disusun dengan tujuan memberikan panduan bagi
para tenaga kesehatan dalam mendiagnosis MS dan membedakannya
dengan penyakit lain terutama Neuromyelitis Optika (NMO) serta
bagaimana melakukan terapi yang sesuai dengan kondisi pasien.
Pedoman ini ditujukan terutama untuk Spesialis Sarafdi Indonesia.
Selain itu guidelines ini juga bisa dipergunakan oleh dokter spesialis
lain dan dokter umum yang bersingg\mgan dengan MS. Pedoman ini
diharapkan juga dapat bermanfaat di tingkat layanan primer dengan
harapan dapat menjaring kasus-kasus MS sedini mungkin.
Penyusunan pedoman MS ini masih jauh dari sempurna.
Panduan yang dicantumkan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia
pada umumya sehingga tidak mencakup semua terapi yang saat

Scanned for Compos Mentis


2

itii sudah digunakan di negara-negara maju. Keterangan tentang


obat-obat baru yang belum masuk di Indonesia kami sajikan dalam
bentuk keterangan singkat. Literatur yang digunakan sebagai dasar
penyusunan tidak seluruhnya merupakan suatu studi klinis acak
terandomisasi. Untuk menyesuaikan dengan kondisi di Indonesia
beberapa literatur dengan tahun terbitan sebelum tahun 2000 kami
ikut sertakan.
Besar harapan kami kondisi pelayanan kesehatan MS di
Indonesia akan terus membaik di tahun-tahun mendatang. Untuk
itu pedoman ini juga hams mengikuti perkembangan yang terjadi.
Pedoman ini akan direvisi dalamjangka waktu 5 tahun.

Scanned for Compos Mentis


3

METODOLOGI

. 1. Tim Penyusun
Tim penyusun Pedoman Multipel Siderosis ini dibentuk berdasarkan
·Surat Keputusan Ketua Umum Penguru8 Pusat Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP PERDOSSI) nomor: 063/
. SK/PP-PERDOSSI/09/2014 tentang Pembentukan Tim Penyusun
Guideline Penyakit Multiple Siderosis.
Tim penyusun yang terbentuk kemudian menentukan tim keCil
yang bertugas membuat konsep pedoman. Tun keciljuga menyusun
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar dalam pedoman ini
serta menyusun rencana kerja. Hasil kerja tim kecil selanjutnya
disampaikan kepada tim penyusun untuk mendapatkan persetujuan
dan kemudian ditindaidanjuti.

2. Kcterlibatan Penyandang MS
Keterlibatan penyandang MS dalam penyusunan pedoman ini
menjadi bagian yang sangat penting. Berbagai isu dan masalah
dalam penanganan kasus MS di Indonesia dalam perspektif para
penyandang MS menjadi salah satu dasar penyusunan pedoman.
Sebelum penyusunan dimulai, tim penyusun menyelenggarakan
Focus Group Discussion (FGD) denganlndonesia Multiple Sclerosis
Group (IMSG) yang diketuai oleh ibu Kanya Puspokusumo.

3. Penelusuran dan Analisis Literatur


Penelusuran literatur dimulai dengan penyusunan pertanyaan klinis yang
sesuai dengan cakupan pedoman ini. Pencarian literatur dilakukan
menggunakan database.

Scanned for Compos Mentis


4

Tabel 1. Database penelusuran literatur


National Guidelines Clearinghouse http://www.guideline.gov/
The U.S. National Library of Medi- http://www.nhn.nih.gov/medlineplus/
cine's MedlinePlus
Cochrane Reviews http://www.cochrane.org/
N~tional Library of Medicine http://www.clinicaltrials.gov/
AMED
EMBASE
Sedarigkan kategori rekomendaSi seperti tercantutti pada tabel2.<2>

Tabel 2. Kategori rekomendasi


Kategori, Kelas Definisi
Kekwitan rekomendasi
A Berdasarkan bukti kategori I
B Berdasarkan bukti kategori II atau rekomendasi
yang diekstrapolasikati dari'bukti kategori I
c Berdasarkan bukti kategori III atau rekomendasi
yang diekstrapolasikan dari bukti kategori I dan II
D Berdasarkan bukti kategori N atau rekomendasi yang
diekstrapolasikan dari bukti kategori I, II atau ill
Kualitas literatur
Ia Bukti yang berasal dari meta-analisis atau uji
klinis acak terkontrol
lb Bukti yang berasal dari sedikitnya 1 uji klinis
acak terkontrol
IIa Bukti yang berasal dari sedikitnya 1 uji klinis
terkontrol tanpa randomisasi
lib Bukti yang berasal dari sedikitnya 1 tipe studi
quasi-experimental
III Bukti yang berasal dari studi deskriptif non-eks-
perimental seperti studi komparatif, studi korela-
si dan studi kasus kontrol
IV Bukti yang berasal dari laporan komite para ahli
atau pendapat dan atau pengalaman klinis dari
otoritas yang dihormati

Scanned for Compos Mentis


5

Pencarian literatur dilakukan dengan memperhatikan kriteria


inklusi dan eksklusi serta rentang tahun publikasi. Literatur yang
didapatkan kemudian ditelaah dengan kritis dan hasilnya ditabulasi
untuk selanjutnya didiskusikan dengan seluruh tim penyusun
sebagai dasar pembentukan pedoman.

KOMUNIKASI DAN INFORMASI


Salah satu yang dikeluhakan oleh para pasien MS pada focus
group discussion adalah sangat minimnya informasi yang diberikan
oleh pihak layanan kesehatan kepada mereka seputar penyakit MS.
Mulai dari tidak adanya media informasi di layanan kesehatan
hingga pengetahuan dokter yang terbatas sehingga mengakibatkan
transfer inforinasi menjadi sangat kurang.
Pasien MS yang datang berobat umumnya dalam kondisi
psikologis yang cukup rentan apalagi mereka yang masih dalam
tahap penegakan diagnosis. Mereka yang telah mencari informasi
tentang MS seringkali datang dengan kondisi menyangkal dan
berharap tidak divonis menderita MS. Untuk itu para dokter perlu
lebih cermat, berhati-hati dan menjaga kondisi psikologis pasien
pada saat berkomunikasi. Prinsip-prinsip komunikasi yang baik
dapat dilihat pada tabel 3.

Scanned for Compos Mentis


6

Tabel 3. Prinsip Komunikasi yang baik (diadaptasi dari (3))


Yang harus dilakukan dokter
Lak:ukan komunikasi dalam suasana yang tenang dan tidak banyak
ganggila:n.
Sepakati terlebih dahulu dengan pasien orang lain yang ikut hadir
dalam komunikasi tersebut
Mulai dengan menanyakan apa yang telah diketahui atau dipercayainya
Membangun komunikasi dan memperluas informasi yang diberikan
sesuai dengan apa yang ingin didapat oleh pasien
Pertimbangkan dengan hati-hati risiko dan keuntungan dari setiap
informasi yang diberikan karena informasi yang telah disampaikan
tidak dapat ditarik kembali
Sesuaikan komunikasi dengan pasien berdasarkan
o Situasi
o Kemampuan komunikasi dan kognitif
o Budaya
Batasi informasi yang diberikan sesuai dengan pengetahuan yang
dikuasai. Untuk informasi lebih lanjut yang tidak dikuasai anjurakan
pasien untuk dirujuk
Jelaskan dengan spesifik setiap pilihan yang diberikan
o Kemungkinan keluarannya
o Risiko dan keuntungannya
Tawarkan dukungan informasi
o Dalam bentuk lain seperti brosur, buklet dll
o Oleh orang lain (perawat spesialis jika ada)
o Pada waktu yang lain (pertemuan lanjutan)
Pertimbangkan dukungan emosional jika diperlukan, terutama jika
informasi yang diberikan m~ngakibatkan tekanan psikologis
Dokumentasikan hal-hal yang telah dijelaskan dan informasikan
kepada staf medis lain yang terlibat termasuk kepada dokter umum
atau dokter keluarga yang mungkin akan terlibat

Mengingat MS merupakan penyakit kronik maka hubungan dokter


dan pasien MS hams dibangun sedemikian rupa agar menjadi suatu
bentuk ketjasama yang baik. Salah satu strategi yang dapat diterapkan
dalam menangani penyakit kronik adalah "collaborative care".

Scanned for Compos Mentis


7

Dalam konsep ini pasien diposisikan sebagai mitra. Dokter


harus dapat membangun motivasi dan kerjasama dengan pasien.
Memberikan dukungan bagi pasien dan keluarganya untuk ikut
mengambil bagian dalam menyepakati dan membuat keputusan
medis. Untuk itu dokter perlu memberikan informasi seoptimal
mungkin terkait dengan penyakit yang diderita pasien. Gejala klinis
neurologi dan penyebabnya tidak selalu mudah dipahami oleh orang
awam. Misalnya, seorang dok:ter harus dapat menjelaskan tentang
hemiparesis bahwa masalahnya tidak pada ek:tremitas namun ada di
sistim saraf pusat karena itu diperlukan pemeriksaan imaging otak.
Pasien MS dan keluarga perlu mendapatkan pemahaman tentang
berbagai bentuk perjalanan penyakit misalnya apa itu perjalanan
penyakit yang akut, kronik , remisi-eksaserbasi, progresif dan lain-
lain. Diagnosis klinis merupakan proses yang_ dinamik karena itu
sebaiknya menyampaikan informasi diagnosis sebagai probabilitas.
Sangat penting untuk memahami aspek emosional dari penyakit
kronik yang dialami oleh pasien. Pemahaman tentang masalah ini
hanya dapat dicapai hila terdapat pertukaran informasi yang efektif
antara dokter-pasien melalui kecakapan komunikasi yang sensitif.
Kegagalan memahami dampak emosional MS bagi pasien akan
mengakibatkan hilangnya motivasi dan kerjasama pasien sebagi
mitra dalam collaborative care
Tujuan yang diharapkan dicapai dalam hubungan dok:ter-
pasien dalam perawatan collaborative pasien MS :
1. Membangun hubungan dokt~r-pasien yang harmonis atau
membangun raport
2. Membuat diagnosis yang tepat
3. Memahami dan memberikan dukungan psikologis,
emosional, sosial dan ekonomi
4. Merencanakan evaluasi perjalanan penyakit dan pengobatan

Scanned for Compos Mentis


8

Hubungan dokter - pasien merupakan proses yang kompleks


dan rumit. Dapat disimpulkan tiga hal yang berlangsung pada
interaksi ini adalah: pengumpulan data klinis yang berkualitas,
membangun hubungan yang harmonis dan memberikan edukasi
serta motivasi bagi pasien dan keluarganya.

GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS


Diagnosis MS ditegakkan secara klinis dan tidak ada satu pun
pemeriksaan definitifuntuk MS. Penegakan diagnosis memerlukan
penieriksaan neurologis dan pengamatan klinis dalam kurun waktu
tertentuY> <4>Pada pusat layanan kesehatan dengan fasilitas yang
lengkap sekalipun, tidak mudah untuk dapat menegakkan diagnosis
MS pada stadium yang sangat dini. Hal ini penting untuk dijelaskan
pada pasien agar terjalin kerjasama yang baik antara dokter dan
pasien dalam proses penegakan diagnosis.
Umumnya pasien MS datang dengan gejala dan tanda
neurologis dengan pola klinis remisi dan eksaserbasi. Diagnosis MS
harus dipertimbangkan pada pasien yang datang dengan episode
pertama gejala neurologis atau tanda yang menyokong suatu proses
demielinisasi dan tidak ada kemungkinan penyebab lainnya.(5)
Episode pertama dari manifestasi klinis demyelinisasi ini disebut
Clinically Isolated Syndrome (CIS).<6>
Pasien dengan tersangka CIS harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk menegakkan diagnosis MS.(7)
Manifestasi klinis CIS yang perlu dicurigai sebagai gejala MS
meliputi: <7> ·
Menurunnya ketajaman penglihatan pada satu mata yang
dapat disertai dengan nyeri pada pergerakan mata
Pandangan ganda

Scanned for Compos Mentis


9

Gangguan sensorik dan atau kelemahan


Gangguan keseimbangan
Lhermitte sign positif

Pada kasus CIS, MS dicurigai pada pasien yang umumnya


memiliki usia kurang dari 50 tahun, memiliki riwayat remisi
eksas.erbasi dan gejala berlangsung lebih dari 24 jam serta dapat
bertahan selama beberapa hari atau minggu untuk kemudian dapat
mengalami perbaikan.
Kriteria diagnosis MS yang paling sering dipakai pada saat ini
adalah McDonald Criteria ofthe International Panel on Diagnosis
of MS.
Kriteria MCDonald yang direvisi pada tahun 2010 untuk
menentukan diagnosis MS adalah sesuai dengai:l tabel di bawah ini.

Tabel4. Kriteria McDonald 2010 <4>

Gejala klinis Data tambahan yang dibutuhkan untuk


menegakkan diagnosis
2:2. serangan; terdapat bukti klinis Tidak ada.*
2:2. lesi atau llesi dengan riwayat
serangan sebelumnya
2: 2 serangan; terdapat bukti DIS (Dissemination in Space) :
klinis I lesi Pada gambaran MRI didapatkan 2:1 lesi
pada minimal 2 dari 4 area tipikal MS yaitu
periventrikuler, jukstakortikal, infratentorial
dan medula spinalis
1 serangan, terdapat bukti klin- DIT (Dis;emination in Time):
is 2: 2 lesi Terdapatnya lesi lain yang asimtomatik yang
menyangat atau tidak menyangat kontras.
Atau
Adanya lesi barn pada T2 atau yang men-
yangat kontras yang dilakukan pada saat
follow-up, tanpa melihat waktu pelaksanaan
MRI sebelumnya

Scanned for Compos Mentis


10

1 serangan, terdapat bukti klin- DIS dan DIT


is untuk llesi (clinically isolat-
ed syndrome) DIS:

Pada gambaran MRI didapatkan :::1 lesi


pada minimal 2 dari 4 area tipikal MS yaitu
periventrikuler, jukstakortikal, infratentorial
dan medula spinalis

DIT:

Terdapatnya lesi lain yang asimtomatik yang


menyangat atau tidak menyangat kontras.
Atau

Adanya lesi bam pada T2 atau yang men-


yangat kontras yang dilakukan pada saat
follow-up, tanpa melihat waktu pelaksanaan
MRI sebelumnya
Gejala neurologis progresif Progresivitas penyakit dalam satu tahun ter-
yang menyerupai MS (Primary akhir
Progressive MS)
Ditambah dua dari 3 kriteria :

1. DIS pada otak :::1, berdasarkan po-


tongan T2 minimall area khasMS
(periventrikulerjukstakortikal atau
infratentorial)

2. Terdapat DIS pada medulla spinalis


:::2
3. Terdapatnya basil positif pada cairan
serebrospinal (CSS) (oligoclonal
band (OCB) dan atau peningkatan
lgG)
*Tetapi apabila pada pemeriksaan MRI kepala tidak ditemukan kelainan
yang sesuai dengan MS maka diagnosis MS perlu dipertimbangkan kembali

Scanned for Compos Mentis


11

Serangan atau relaps atau eksaserbasi adalah suatu gejala klinis ·


neurologis yang dapat berlansung saat ini atau pemah dialami sebelumnya
mencerminkan in:flamasi demyelinisasi akut pada sistem sarafpusat tanpa
disertai demam atau tanda infeksi dengan durasi minimal24 jam. Gejala
tersebut dapat berasal dari anamnesis atau dari pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan MRI
DIS (Disseminated Lesion in Space) tampak pada potongan T2
setidaknya pada 2 dari 4 area:
1. Periventrikular
2. Juxtacortical
3. Infrat~ntorial
4. Medula spinalis
Penyangatan terhadap kontras tidak dibutuhkan lagi. Jika
terdapat sindrom batang otak atau medula spinalis tertentu, lesi
simtomatik ini dieksklusi dari kriteria dan tidak dihitung.
DIT (Lesion Dissemination inTime) dapat ditegakkan apabila:
1. Terdapatnya lesi lain yang asimtomatik yang menyangat atau
tidak menyangat kontras. dengan pemberian gadolinium
kapanpun,
Atau
2. Adanya Lesi barn pada T2 'atau yang menyangat kontras
pada MRI yang dilakukan pada saat follow-up, tanpa
melihat waktu pelaksanaan MRI sebelumnya.

Scanned for Compos Mentis


12

Seringkali pasien datang dengan gejala dan tanda yang


belum lengkap sehingga dapat menimbulkan keraguan pada saat
penegakan diagnosis MS. Pada kondisi tersebut sangat dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yang bertujuan untuk
menyingkirkan kemungk:inan diagnosis lain dan mendapatkan data-
data yang mendukung DIT dan _DIS. Pada evaluasi basil pemeriksaan
MRI jika memungkinkan interpretasi MRI dikonfirmasi dengan ahli
neuroradiologi.<5X3> Untuk evalusi DIS, selain dengan MRI dapat juga
dilakukan dengan pemeriksaan evoked potensial(EP). Dalam hal ini
visual evokedpotential (VEP) menjadi pilihan pertama.<3)(8X9X10>
MRimerupakan pemeriksaanyangcukup sensitifuntukmendeteksi
lesi MS. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI jauh lebih ~perior dan
bermanfaat dalam menegakkan diagnosis MS. Pemeriksaan MRI juga
dapat mereduksi jumlah pemeriksaan penunjang lainnya. Pada kasus-
kasus dengan lesi MS yang cukup khas pemeriksaan OCB tidak lagi
menjadi suatu keharusan demikian pula dengan pemeriksaan VEP
apabila kriteria DIT dan DIS telah terpenuhi. Meskipun demikian di
Indonesia fasilitas MRI belum tersebar merata. Jumlah pusat pelayanan
kesehatan yang memiliki MRI masih sedikit. Pemeriksaan MRI juga
membutuhpn biaya yang cukup besar. Sedangkan jumlah CT scan
dibandingkan MRI lebih banyak tersedia dengan biaya yangjauh lebih
rendah dari MRI. CT scan meskipun tidak dapat mendeteksi lesi MS
namun masih memiliki peran dalam menyingkirkan kemungkinan
diagnosis lain.
Pemeriksaan EP bertujuan untuk mengukur aktifitas elektrik
otak terhadap rangsangan pada jalur saraf sensoris yang spesifik. EP
bisa mendeteksi penurunan konduksi elektrik yang disebabkan oleh
kerusakan akibat demyelinisasi sepanjang jaras walaupun tingkat
kerusakan tersebut sangat kecil sehingga tak tampak pada pemeriksaan

Scanned for Compos Mentis


13

klinis. Diagnosis untuk MS bisa dilakukan hila terdapat cukup bukti


adanya pro8es demyelinisasi pada 2 area yang berbeda pada sistim
sarafpusatPemeriksaan EP bisa membantu memastikan adanya proses
demyelinisasi yang kedua walaupun secanrklinis tak tampak. Terdapat
tiga tipe pemeriksaan EP yang dipakai untuk membantu diagnosa MS
yaitu YEP, BrainstemAuditory EvokedPotentials (BAEP) dan Sensory
Evoked Potentials (SEP). Pada saat ini hanya YEP yang dipakai untuk
menegak:kan diagnosa MS karena dianggap paling berman:faat untuk
menentukan gangguan transmisi sepanjang jalur saraf optik. Movassat
dkk yang meneliti perubahan VEP pada penderita MS menemukan
adanya kelainan pola dan waktu pada gelombang PlOO dan P2 pada
84,5% penderita MS·(B>
Meskipun YEP berguna untuk menegakkan diagnosis MS tetapi
penyakit lain juga bisa memberikan hasil yang sama sehingga basil
ini tidak spesifik. untuk MS. Pemeriksaan penunjang lain diperlukan
sebelum menentukan diagnosa MS.
Pemeriksaan CSS dilakukan untuk membantu menentukan
diagnosis MS dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya
terutama infeksi intrakranial. Pada CSS akan didapatkan peningkatan
indeks imunoglobulin G (lgG) atau ditemukannya ~ OCB yang bisa
menunjukkan adanya proses demyelinisasi akibat inflamasi.<11X12X13>
Pemeriksaan IgG dan OCB memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi
· tidak spesifik. untuk MS. OCB juga dapat ditemukan pada penyakit
lainnya seperti Lupus Eritematosus Sistemik, paraneoplastik sindrom,
neurosarcoidosis, meningitis, neurosifilis, massa intrakranial, lesi
vaskular juga pada penyakit neurologi herediter04>
Dengan demikian hasil CSS harus dikaitkan dengan temuan klinis
dan pemeriksaan lainnya. Penegakan diagnosis MS tidak bisa hanya
dari hasil CSS yang positifbaik untuk OCB maupun IgG index.

Scanned for Compos Mentis


14

Peran CSS yang lebih penting adalah untuk menyingkirkan


kemungkinan diagnosis lainnya. Tingginya angka kejadian infeksi di
Indonesia mengharuskan setiap Neurolog untuk mempertimbangkan
kemungkinan infeksi sebelum menegakkan diagnosis MS.

Perjalanan penyakit MS dapat dibagi ke dalam beberapa subtipe.


Penentuan subtipe pentinguntukmenentukanjenis terapi dan prognosis
(Tabel5).

Tabel 5. Subtipe Multipel Sklerosis<15><16)

1. Relapsing remitting MS (RRMS).07)(3>


RRMS merupakan subtipe tersering dari MS. Subtipe ini
ditandai dengan episode relaps atau serangan. Dikatakan
relaps apabila episode tersebut terjadi setelah 30 hari atau
lebih setelah kondisi klinis yang stabil. Serangan-serangan
awal umumnya tidak atau minimal dalam menimbulkan
gejala sisa. Subtipe ini dapat berkembang menjadi secondary
progressive MS sehingga gejala sisa pasca-relaps menjadi
lebih berat.
2. Secondary progressive MS (SPMS)(1 8><19>
Sekitar 75% pasien dengan subtipe RRMS akan berkembang
menjadi SPMS. Perkembangan menjadi SPMS dapat terjadi
20 tahun setelah diagnosis RRMS. Pada subtipe ini terjadi
· perburukan defisit neurologis yang progresif. Perjalanan pen-
yakit dapat disertai dengan relaps maupun tanpa relaps, remisi
minimal maupun plateau. Faktor risiko progresifitas menjadi
SPMS diantaranya adalah:
Usia saat onset yang lebih tua
Interval antara relaps pertama dan kedua yang pendek
Lesi T2 yang banyak dan bertambah
Defisit motorik yang tidak mengalami remisi komplit

Scanned for Compos Mentis


15

3. Primary progressive MS (PPMS)<18X2°>


Pada subtipe ini tidak terdapat episode relaps. Penyakit berk:em-
bang gradual dan semakin progresif. Onset PPMS umumnya
muncul pada usia yang lebih tua dibandingkan dengan RRMS.
PPMS ditegakkan apabila memenuhi kriteria berikut ini:
- Progresivitas penyakit telah berlangsung selama 1 tahun
ataulebih
- Ditambah dua dari 3 kriteria
o DIS pada otak 2:1, berdasarkan potongan T2 minimal
1 area khas MS (periventrik:ulerjukstakortikal atau
infratentorial)
o Terdapat DIS pada medula spinalis 2:2
o Terdapatnya hasil positif pada CSS (pita oligoldonal ·
dan atau peningkatan IgG)
4. Progressive relapsing MS (PRMSX18>
Frek:uensi subtipe ini sangat jarang. Penyakit berkembang
progresif tetapi ada beberapa episode perburukan yang
berespon dengan baik terhadap steroid.
5. Benign M.$( 18X21 >
Subtipe ini ditemukan pada 5-8% kasus MS. Ditandai dengan
disabilitas yang minimal dengan nilai EDSS umump.ya
k:urang dari 3.5 dan berlangsung lebih dari 20 tahun selama
durasi sakit. Diagnosis beningn MSlebih bersifat retrospektif.
Hingga saat ini belum diketahui faktor-faktor yang dapat
menjadi prediktor benign MS.

Scanned for Compos Mentis


16

Algoritma penegakan diagnosis MS dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Algoritma penegakan diagnosis MS

Paslen denpn gejala sugestlf penyalclt


demyellnlsasl

Eksklusl kemungklnan Ada penyebab lain,


penyebab lain tentukan diagnosis

Rlwayat penyaklt, pemerlksaan flslk dan penunjang


menunjang ke arah MS (memenuhl krlterla
McDonald 2010 untuk DIS dan OIT)

Eksplorasl penyaklt
demyelinisasl
lalnnya

Diagnosis Banding Multipel Siderosis


Pada setiap kasus CIS perlu selalu dipertimbangkan ke-
mungkinan diagnosis lain. Tidak semua CIS memiliki karakteristik
yang akan berkembang menjadi MS. Tabel6 memperlihatkan ke-
mungkinan diagnosis banding CIS.<22>

Scanned for Compos Mentis


17

Tabel 6. Diagnosis banding CIS(22>


CIS yang sering ditemukan CIS yang lebih jarang CIS atipikal, tidak
padaMS ditemukan pada MS ditemukan pada MS
Nervus optilrus
Neuritis optik unilateral Ne"witis optik bilateral Neuropati optikus prog-
Nyeri pada pergerakan mata simultan resif
Pandangan kabur parsial teru- Tidak disertai nyeri Nyeri orbita betat dan
tama di area sentral Tidak ada persepsi cahaya kontinyu
Normofundus atau edema Kebilangan pengblihatan
ringan Papiledema sedang sampai "persisten
berat tanpa perdarahan Nemoretinitis (papilede-
Uveitis (ringan, posterior) ma dengan macular star)
Uveitis (berat., anterior)
Batang otaki serebelum
Oftalmoplegi intranuklear Oftalmoplegi intranuklear Oftalmoplegi ekstemal
. bilateral · unilateral, paresis fasialis, komplit, vertical gaze
miokimia fasialis palsies
Ataxia dan nistagmus multidi- Tuli
reksional Sindrom teritori vaskular
Paresis nervus abdusen One-and-a-halfsyndrome
Hipestesi fasial Trigeminal Neuralgia Paresis nervus okulomo-
Spasme tonik paroksismal torius
Neuropati trigeminal sen-
sorik progresif
Distonia fokal, torticolis
Medula Spinalis
Mielopati parsial Mielitis transversa komplit Lesi teritori arteri spinalis
Gejala Lhermitte's Radikulopati, arefleksia anterior
Deafferented hand Hipestesia nyeri dan suhu Sindrom kauda equina
Baal segmental Nyeri spinal terlokalisasi
Inkontinensia uri, urgensi dan Sindrom Brown-Sequard Sindrom Brown-sequard
disfungsi ereksi Parsial komplit
Paraplegi spastik progresif Inkontinesia ~vi Retensi urin akut
(asimetris) Paraplegi spastik progresif
(simetirs)
Hemisfer serebri
Gangguan kognitif subkortikal Epilepsi Ensefalopati
ringan
Hemiparesis Hemianopia Buta kortikal

Scanned for Compos Mentis


18

Diagnosis banding MS lainnya yang perlu dipertimbangkan dapat


dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 7. Diagnosis Banding Multipel Siderosis. <18X23>

Vascular Cerebral autosomal dominant arteriopathywithsubcortical


infarcts and leukoencephalopathy (CADASIL), Cerebral
vasklUitis,Utfarklalalnar
Infeksi TuberklUosis, mv, Sistiserkosis, Sifilis
Trauma·
Autoimun Neuromyelitis Optica (NMO), Acute disseminated
encephalomyelitis (ADEM),SystemicLupusErythematosus
(SLE), Sjogren Syndrome (SS), Sarcoidosis
Metabolik/ Defisiensi vitamin B12, Central Pontine Myelinolysis
Toksik (CPM)
Idiopatik/ Degenerasi spinoserebelar, Friedreich Ataxia, Arnold-
genetik Chiari malformation
Neoplasma CNS lymphoma, glioma,paraneoplasticencephalomyelitis ~
metastatic cord compression
Psikiatri Reaksi konversi

Neuromyelitis Optica (NMO) atau Devic's Disease<24><25 X22>


Membedakan MS dan NMO adalah sangat penting. Kedua
penyakit ini memiliki beberapa gejala yang mirip dan tumpang
tindih. Prevalensi NMO di Asia jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di Eropa.<24> Selain itu respon terhadap terapi terutama
disease-modifying therapy (DMI'} dari keduanya sangat berbeda.
Oleh karenanya sebelum memutuskan memulai DMT pada pasien
MS yakinkan lagi bahwa kemungkinan NMO sudah tersingkir.
Serangan neuritis optik pada NMO umumnya lebih berat
dibandingkan dengan MS. Neuritis optik bilateral atau neuritis
optik (NO) yang berkembang cepat lebih sering ditemukan pada

Scanned for Compos Mentis


19

NMO. Demikian pula dengan gambaran papil edema dan papil atrofi.
Lapisan retina pada NMO juga lebih tipis dibandingkan dengan MS.
Seperti halnya pada NO, mielitis pada NMO juga lebih berat
dibandingkan dengan MS. Pada NMO umumnya mielitis berupa
mielitis transversa dengan level sensorik simetris dan disfungsi
sfingter. Sedangkan mielitis pada MS umumnya mielitis transversa
parsial dengan gejala yang lebih ringan dan gangguan sensorik
yang asimetris.
Mielitis pada NMO yang rekuren dapat disertai dengan mual
dan cegukan akibat dari ekspansi lesi ke medula. Gejala batang
otak lainnya yang dapat timbul adalah munWl, vertigo, gangguan
pendengaran, kelumpuhan otot wajah, neuralgia trigeminal,
diplopia, ptosis dan nistagmus.
Pemeriksaan MRl medula spinalis pada NMO memperlihatkan
lesi yang melaas lebih dari 3 segmen vertebra. Lesi yang lebih
pendek juga bisa ditemukan pada awal relaps atau sebagai residu
dari stadium atrofi. Lesi terutama terletak di servikal dan torakal ·
pada bagian sentral dari substansia grisea. Lesi tampak hiperintens
pada T2 dan hipointens pada T 1. Lesi servikal dapat meluas hingga
ke batang otak. Pada kondisi relaps lesi akan menyangat kontras.
Lesi medula spinalis MS sangat jarang yang meluas hingga
melebihi 2 segmen vertebra. Umumnya lesi terlihat pendek, asimetris
dan terletak di segmen posterior pada penampang medula spinalis.
Lebih dari 50% MRl otak NMO normal pada awal penyakit.
Dengan berjalannya waktu dapat ditemukan lesi di substansia alba.
Distribusi lesi otak NM0 sesuai dengan area yang memiliki ekspresi
aquaporin 4 (AQP4) tinggi seperti sel ependim, hipotalamus dan
batang otak. Dapat juga ditemukan lesi yang tidak spesifik ataupun
yang mirip dengan lesi MS.

Scanned for Compos Mentis


20

Sebagian besar hasil pemeriksaan CSS pasienNMO memperlihatkan


pleositosis dengan dominasi monosit atau limfosit. Pleositosis lebih
sering ditemukan pada lesi panjang lebih dari 3 segmen. Sedangkan
OCB bervariasi antara 0-37% terdeteksi pada CSS pasien NMO .
.Kriteria diagnostik yang dipergunakan untuk menegakkan diagnosis
NMO merujuk pada kriteria NMSS dibawah ini (tabel 8).<24>

Tabel 8. .Kriteria diagnostik NM0<24>


Kriteria mayor (harus terpenuhi semuanya, tetapi dapat tidak terjadi bersamaan)
1. Neuritis optika pada 1 atau kedua mata
2. Mielitis transversa, komplit atau inkomplit tetapi pada gambaran radiologi
didapatkan lesi medula spinalis yang lebih dari 3 segmen pada T2 dan
hipointens pada T1 yang dilakukan pada episode mielitis akut
3. Tidak ada bukti sarkoidosis, vaskulitis, SLE atau SS ataupun penyebab
lainnya
Kriteria minor (minimal I terpenuhi)
I. MRI kepala terbaru normal atau memperlihatkan abnormalitas yang tidak
sesuai dengan kriteria Barkhof yang dipergunakan pada kriteria McDonald,
meliputi:
Lesi otak pada T2 yang tidak spesifik dan tidak memenuhi kriteria Barkhof
Lesi pada medula dorsalis, baik yang meluas ataupun tidak sampai ke
medula spinalis
Lesi hipotalamus dan atau lesi batang otak
Abnormalitas yang berupa signal linear sepanjang periventrikular/ korpus
kalosum tetapi tidak berbentuk ovoid dan tidak meluas ke parenkim dalam
bentuk Dawson finger
2. lgG-NMO/antibodi Aquaporin-4 positif (serum atau CSS)

Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)<26)<27><22>


ADEM, penyakit demielinisasi lainnya yang juga harus
dibedakan dari MS dan NMO. Perbedaan ADEM dengan MS
yang banyak dikenal adalah pada perjalanan penyakitnya yang
monofasik. ADEM disertai dengan ensefalopati atau koma dengan
gejala multifokal seperti gejala serebelum, gangguan motorik,

Scanned for Compos Mentis


21

gangguan sensorik, neuritis optika ataupun mielitis. Umumnya


ADEM didahului dengan episode infeksi atau pasca-vaksinasi.
Pada gambaran MRI tampak lesi multifokal simetris atau lesi otak
yang difus. Meskipun lebih dikenal dengan perjalanan penyakitnya
yang monofasik, ADEM juga dapat mengalami rekurensi.

Kriteria diagnostikADEM seperti di bawah ini:


1. Ensefalopati subakut (penurunan kesadaran, perubahan
kesadaran/ perilaku atau gangguan kognitif)
2. Berkembang dalam kurun waktu 1 minggu sampai 3 bulan.
Timbul gej ala baru yang meliputi sindrom demielinisasi fokaV
multifokal seperti neuritis optika atau mielitis dalam 3 bulan
pertama setelah onset. Gejala baru ini tidak dipisahkan oleh
suatu periode remisi komplit dari gejala awal.
3. Disertai dengan perbaikan meskipun gejala sisa berupa defisit
neurologis tetap ada
4. Gambaran MRI terutama memperlihatkan lesi substansia alba
yang sesuai dengan klinis yang bersifat:
a. Ak.ut
b. Multipel, jarang berbentuk lesi soliter yang besar
c. Di supra atau infratentorial atau keduanya
d. Umumnya salah satu lesi berukuran cukup besar (diameter
1-2cm)
e. Tidak selalu menyangat kontras (penyangatan kontras
bukan suatu keharusan)
f. Dapat disertai dengan lesi ~anglia basalis tetapi bukan suatu .
keharusan.

Scanned for Compos Mentis


22

TERAPJ.
Tujuan utama terapi pasien MS adalah
1. Mempercepat kesembuhan episode eksaserbasi
2. Menurunkan jumlah serangan atau jumlah lesi pada MRJ
3. Memperlambat progresifitas penyakit

Scanned for Compos Mentis


23

Terapi relaps(2s)(3)(29X30X3 1X32X33>


Beberapa bukti ilmiah baik meta-analisis maupun studi klinis
terandomisasi memperlihatkan efektivitas dari glukokortikoid
dalam terapi relaps. Metilprednisolon (MP) N atau oral dengan
dosis 500mg per hari selama 5 hari harus dipertimbangkan dalam
pengobatan relaps (level A). Selain itu terapi dengan MP N I gram
per hari selama 3-5 hari juga dapat dipertimbangkan sebagai
altematif.(3) ..
Dosis tapering oral sering kali dipergunakan pada pemakaian
MP meskipun demikian hingga saat ini tidak ada studi klinis
terandomisasi yang membuktikan efektifitasnya. Sebuah studi
kelas ill membuktikan tidak ada perbedaan laju kesembuhan pada
152 pasien yang mendapat terapi MP dosis tinggi diikuti dengan
prednison tapering dengan 112 pasien yang hanya mendapatkan
MP dosis tinggi saja.(34> ·
Terdapat beberapa studi klinis yang membandingkan efektifitas
MP N dan oral pada kasus MS relaps. (35>·(36) Sebuah studi kelas I
membandingkan efek MP N 500mg per hari dengan MP oral
500mg per hari selama 5 hari pada 35 pasien. Tidak didapatkan
perbedaan kesembuhan yang signifikan setelah 5 dan 28 hari pada
kedua kelompok. (35>Review Cochrane menyimpulkan MP oral dan
N memiliki efektifitas yang sama pada keluaran klinis, radiologis
dan bioaviabilitas. Meskipun demikian masih belum banyak bukti
yang membuktikan ekuivalensi antara kedua terapi ini.(37)

Scanned for Compos Mentis


24

Pasien dengan neuritis optika juga disarankan untuk mendapatkan


terapi MP IV Studi yang dilakukan oleh Optic Neuritis Study Group
mendapatkan pasien neuritis optika yang diterapi dengan MP IV
memiliki risiko yang lebih kecil untuk berkembang menjadi MS
dalam 2 tahun berikutnya. <38l

Terapi Jangka Panjang


Clinically Isolated Syndrome

Hampir 2/3 dari pasien CIS memiliki lesi multipel pada


gambaran MRI yang sesuai dengan lesi MS.<39lC40l Pasien CIS
dengan lesi otak pada pemeriksaan MRI memiliki risiko untuk
berkembang menjadi MS sebanyak 50-98%.C41 l
Beberapa studi memperlihatkan efektifitas dari interferon- ~
(IFN~) dan glatiramer asetat (GA).<42X43 lC44 lC45 lC46 l Sebuah studi meta-

Scanned for Compos Mentis


. 25

analisis mendapatkan IFN~ memperlambat konversi CIS menjadi


definit MS dengan rasio odd (OR) 0.53: Selain itu studi ini juga
memperlihatkan terapi IFN~ menurunkanjumlah lesi pada MRI.<46>

Relapsing-remitting multiple sclerosis (RRMS)


Terapi Lini pertama
IFN~ baik 1a maupun lb telah terbukti efektif pada RRMS.
Obat ini dapat menurunkan relaps rate dan mengurangi jumlah lesi
pada MRI. (47)(4SX49)(43)(so)(si)(S2)
Pilihan lainnya yang juga efektif untuk terapi RRMS adalah
glatiramer acetat (GA). Bukti-bukti kelas I memperlihatkan GA
·dapat menurunkan frekuensi serangan baikklinis maupun radiologis
pada pasien dengan RRMS (A).<53XS4)
Fingolimod, satu-satunya sediaan oral untuk terapi MS, juga
direkomendasikan untuk RRMS. Fingolimod merupakan modulator
· reseptor sfingosin-1-fosfat. Obat ini bekerja dengan menyerap
limfosit yang bersirkulasi dalam kelenjar getah bening·<55> Pada uji
fase II dan 2 studi pivotal fase 3, fingolimod terbukti efektifuntuk
RRMS·<56>Pemanjangan masa observasi dari 6 bulan hingga 3 tahun
pada uji fase 2 tetap memperlihatkan efektifitas fingolimod dalam
menurunkan ARR dan aktivitas penyakit yang dilihat dari jumlah
lesi pada gambaran MRI·<56)
Studi fase III fingolimod, FREEDOMS, merupakan uji klinis
terkontrol pada pasien RRMS dengan jumlah sample 1272 orang.
Pada studi ini fingolimod berhasilkan menurunkan ARR menjadi .
55% untuk dosis 0.5mg dan 60% untuk dosis 1.25mg. Selain itu
risiko progresifitas disabilitas juga menurun dalam 24 bulan yang
mulai terlihat sejak 6 bulan pertama·<57)
Studi fase ill lainnya, TRANSFORMS, memperlihatkan ARR
pada penggunaan fingolimod lebih rendah dibandingkan dengan
IFN~-1a intramuskular.<58>

Scanned for Compos Mentis


26

Tabel9. Terapi Disease Modifying Drug (DMD) Lini pertama


untukRRMS -
·.·
NamaObat . Dosis · .· Cara Level
pemberian
IFNB-lb (Betaferon) 250mg selang 1 hari sc I
1FN~-la (Avonex) 30mg lx/minggu im I
1FN~-la (Rebif) 22 atau 44mg 3hari/minggu sc I
Glatiramer Acetat 20mg lxlhari · sc I
(Copaxone)
Fingolimod (Gilenya) 0.5mg lxlhari po I

· Terapi .Lini kedua.


Terapi lini kedua dipergunakan pada kasus-kasus yang mengalami
kegagalan atau intoleran dengan terapi lini pertama. Obat-obat yang
tergolong dalam terapi lini kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TabellO. Terapi Lini kedua untuk RRMS<59X23>


Nama Obat Dosis Cara Level
~emberian
Mitoxantrone hydrochloride 12mg/m2 luas permukaan iv I
(Novantrone) tubuh setia,e 3 bulan
Natalizumab {Tysabri) 300mg setiap 4 minggu iv I
Fingolimod (Gilen~a) O.Smg lxlhari po I

Uji klinis Mitoxantrone pada pasien RRMS yang mengalami


perburukan atau SPMS memperlihatkan Mitoxantrone 12mg/m2 setiap
3 minggu bermakna menurunkan jumlah relaps, progresifitas disabiliti
dan lesi baru pada T2 bila dibandingkan dengan plasebo.<60>
Natalizumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja
dengan menghambat lekosit integrin a4 sehingga mencegah migrasi
limfosit dan monosit melewati sawar darah otak. Uji klinls fase III
memperlihatkan e:fikasi Natalizumab untuk terapi RRMS.<61 X62>

Scanned for Compos Mentis


27

Penelitian tersebut dihentikan karena alasan keamanan. Beberapa


kasus progressive multifocal leukoencephalopathy (PML) mulai
bermunculan di antara subjek penelitian. Berdasarkan kejadian
tersebut natalizumab hanya direkomendasikan pada RRMS yang
tidak berespon dengan terapi lini pertama atau bisa menjadi pilihan
pertama pada pasien RRMS yang agresif.<63>

Pilihan terapi lainnya


Azathioprine
Uji klinis terandomisasi yang membandingkan efikasi dari
Azathioprin dibandingkan dengan IFNP mendapatkan efikasi
Azathioprin tidak lebih inferior dibandingkan dengan IFNp.
<64> Selain itU Azathioprin efektif dalam menurunkan jumlah lesi
inflamasi di otak pada gambaran MRI dengari efek samping yang
dapat ditoleransi.<65> Azathioprin meskipun cukup efektif namun
hingga saat ini belum termasuk dalam pilihan terapi lini pertama
untuk MS. Hal ini didasarkan pada adanya peningkatan risiko
kanker pada pemakaian Azathioprin. Akan tetapi intervention review
yang dilakukan pada pemakaian Azathioprin sebagai terapi MS
memperlihatkan ti4ak ada peningkatan risiko kanker. Efek samping
jangka panjang diduga berhubungan dengan lama durasi yang lebih
dari 10 tahun dan total kumulatif dosis lebih dari 600g.<66)

Micofenolat mofetil (MMF)<67)(t6)


I
Studi open label pada progresif MS yang membandingkan
MMF dengan plasebo memperlihatkan e:fikasi dari MMF dan
efek samping yang dapat ditolerir. Selain itu studi lain juga
memperlihatkan kombinasi antara MMF dan IFNP pada RRMS
menunjukkan e:fikasi yang lebih superior dibandingkan dengan
IFNP saja. Meskipun demikian pemakaian MMF pada MS hingga

Scanned for Compos Mentis


28

saat ini masih kontroversi dan memerlukan data penelitian yang


lebih besar.

Secondary Progressive MS (SPMS)


Tujuan pengobatan pada SPMS adalah memperlambat atau
menstabilkan disabilitas dan memperbaiki kualitas hidup.
Pasien pada fase SPMS umumnya lebih sulit diterapi
dibandingkan dengan RRMS. Studi SPECTRIMS memperlihatkan
1FN~-la sc bermakna dalam menurunkan kejadian relaps dan lesi
. MRI pada pasien SPMS.<68><69>
Obat lain yang dapat dipergunakan pada SPMS adalah
Mitoxantron. Studi MIMS memperlihatkan e:fikasi Mitoxantron
untuk SPMS. <60>

Primary Progressive MS (PPMS)


Tujuan pengobatan PPMS adalah menstabilkan penyakit,
terapi suportif dan meningkatkan kualitas hidup. Hingga saat ini
belum ada obat yang direkomendasikan untuk PPMS termasuk
IFN~ maupun Glatiramer Asetat. <59><70>

Pemantauan terapi
Pemantauan respon terapi dianjurkan meliputi aspek klinis dan
MRI.

Pemeriksaan MRI sebaiknya diulang 6-12 bulan setelah terapi


dimulai untuk mengevaluasi adanya lesi aktif yang baru. Apabila
dalam periode tersebut didapatkan 2 atau lebih lesi aktif yang baru

Scanned for Compos Mentis


29

disertai dengan relaps atau peningkatan disabilitas, maka perubahan


terapi harus dipertimbangkan.
Apabila lesi aktif tidak disertai dengan aktivitas klinis seperti relaps
atau peningkatan disabilitas maka pasien harus dipantau dengan
ketat. Jika dalam pemantauan tersebut terjadi perburukan klinis
maka perubahan terapi harus dipertimbangkan.<59>
Pada pasien yang tidak ditemukan lesi aktif, maka evaluasi klinis
dan MRI harus dilakukan kembali pada bulan berikutnya.<59>
Untuk evaluasi klinis dianjurkan menggunakanExpandedDisability
Status Scale (EDSS) (lampiran 1).<71>

Terapi Disease Modifying Drug I.


I Evaluasi 6-12 bulan J--

Tidak ada lesi aktif I +
Dua atau lebih lesi aktif pada MRI .I
! • • •
Lanjutkan evaluasi Relapsatau Tidak ada relaps
klinis/ MRl berkala peningkatan atau penjngkatan
disabilitas disabilitas


Pertimbangkan untuk
l
Pemantauan ketat
I mengganti tempi
I I klinis/MRl
I
Gambar 2. Algoritma pemantauan terapi

Scanned for Compos Mentis


30

Gambar 3. Algoritma Terapi MS

Efek samp~ng obat

Interferon-P

Beberapa efek samping IFN~ telah dilaporkan. Reaksi


pada lokasi penyuntikan dapat terjadi pada awal terapi. Tehnik
penyuntikan yang benar dapat mengurangi risiko efek samping
tersebut. Efek samping lainnya yang cukup sering adalah flu-like
symptoms. Keluhan ini umurnnya bersifat sementara dan dapat
diminimalisir dengan melakukan titrasi dosis pada awal pemberian.
Pasien yang akan mendapatkan IFN~ juga perlu ditanyakan riwayat
gangguan psikiatri sebelurnnya. Kej adian depresi, ide bunuh diri dan

Scanned for Compos Mentis


31

bunuh diri pernah dilaporkan pada pemakaian IFNp. Pasien yang


memiliki riwayat gangguan tersebut harus mendapatkan perhatian
khusus selama terapi. Apabila selama terapi gejala psikiatri muncul
maka penghentian IFNP perlu dipertimbangkan. ·Gangguan ·fungsi
hepar dan pansitopenia juga dilaporkan pada pemakaian IFNp.
Pemantaun fjm.gsi hepar dan darah perifer lengkap perlu dilakukan
pada 1, 3 dan 6 bulan awal pemakaian obat. Selanjutnya evaluasi
dilakukan setiap 6-12 bulan atau sesuai dengan gejala· klinis.
Fungsi tiroid juga perlu dievaluasi pada pasien yang memiliki
riwayat gangguan fungsi tiroid sedikitnya setiap 6 bulan sekali.
Efek samping IFNP lainnya yang pemah dilaporkan adalah kejang,
limfadenopati dan reaksi anafilaktik.<70)(72)(73)

Fingolimod
Efek samping yang sering timbul pada pemakaian Fingolimod
0.5mg/hari berdasarkan studi FREEDOMS (vs plasebo) adalah
infeksi saluran nafas bawah (10% vs 6%), nyeri kepala (25% vs
23%), infeksi virus influenza (13% vs 10%), abnormalitas fungsi
hepar (16% vs 5%), nyeri punggung (12% vs 7%), diare (12% vs
7%) dan hipertensi (6% vs 4%). Efek samping yang lebih serius
yang juga dilaporkan pada studi FREEDOMS adalah bradikardia
(0.9% vs 0.2%) dan atrioventricular (AV) blok (0.2%). Penurunan
denyut jantung muncul kurang lebih 2 jam setelah dosis awal dan
mencapai maksimal setelah 5 jam' (menurun 8 denyut/menit dari ·
rata-rata denyut jantung istirahat). Pemeriksaan EKG pada hari
pertama terapi memperlihatkan AV blok derajat I pada 5% pasien
dengan fingolimod dan 1% pada plasebo. Bradikardi dan AV blok
membaik dengan sendirinya dengan dilanjutkannya terapi.(s7) ·

Scanned for Compos Mentis


32

Karsinoma sel basal dilaporkan pada pemakaian fingolimod O.Smg/


hari pada 0.9% pasien. Selain itu limfosit menurun 70%. Efek
samping lainnya adalah edema makular yang dilaporakan pada
studi TRANSFORMS.
Berdasarkan efek samping yang dilaporkan, pemakaian Fingolimod
perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini.
* EKG harus dilakukan pada 6 jam pertama· awal terapi
* Pemakaian :fingolimod harus dihindari pada kehamilan dan
menyusut
* Darah perifer lengkap harus diperiksa sebelum dan secara
berkala selama terapi. Hal ini diperlukan untuk memantau
tanda infeksi.
* Vaksinasi Varicella Zoster harus dila~an 1 bulan sebelum
memulai terapi apabila antibodi terhadap varicella zoster negatif
* Selama terapi :fingolimod, tekanan darah dan fungsi hepar harus
. terpantau
* Pemeriksaan oftalmologi juga ·dianjurkan dilakukan sebelum
terapi dan 3-4 bulan berikutnya mengingat adanya risiko edema
makular. Risiko ini meningkat pada pasien dengan DM dan
atau riwayat uveitis ..

Azathioprin<66X74>
Azathioprin dapat mengakibatkan gangguan hematologi
dan gastrointestinal. Gejala gastrointestinal yang muncul berupa
anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Sedangkan masalah
hematologi yang banyak dilaporkan adalah leukopenia (leukosit
<3000/mm3). Selain itu dilaporkanjuga kejadian anemia makrositik.
pada pemakaian Azathioprin.

Scanned for Compos Mentis


33

Gangguan fungsi hepar juga cukup banyak didapatkan (kedua


setelah hematologi). Efek samping lainnya yang juga dilaporkan
adalah infeksi paru-paru (pneumonia), infeksi saluran kemih,
karsinoma dan bunuh diri. Risiko keganasan meningkat pada terapi
jangka panjang (lebih dari 10 tahun) atau jumlah dosis kumulatif
yang mencapai 600gram.

Untuk pemakaian Azathioprin perlu dilakukan pemantauan seperti


tabel berikut ini:

Tabel 11. Pemantuan pada terapi dengan Azathioprin

Darah perifer lengkap dan Setiap minggu pada 6 minggu pertama


fungsi hepar
Selanjutnya tiap 2 minggu sampai dicapai dosis
optimal selama 6 minggu, kemudian setiap bulan.
Jika stabil selama 6 bulan, maka pemantauan
dapat dilakukan tiap 3 bulan
Fungsi ginjal dan elektrolit Setiap 6 bulan atau hila ada indikasi lain
CRP dan LED Setiap 3 bulan
Perubahan dosis Setelah perubahan dosis, DPL dan fungsi
hepar dievaluasi dalam 2 minggu. Selanjutnya
pemantauan seperti disebutkan di atas
TPMT heterozigot Periksa DPL dan fungsi hepar setiap bulan

Terapi dianjurkan untuk dihentikan dan dievaluasi kembali apabila


(Tabell2):

+
Scanned for Compos Mentis
34

Tabell2. Pertimbangan penghentian terapi Azathioprin .


Leukosit<3500
Neutrofil<2000
Trombosit<150.000
SGOT dan SGPT meningkat 2x lipat dari batas atas nilai normal
MCV>l05fl
Timbul kemerahan dan ulkus mukosa mulut .
Perdarahan
Radang tenggorokan berat
. Interaksi obat yang dapat terjadi seperti berikut ini:
a) Allupurionol, dosis Azathioprin harus diturunkan 25% dari
dosis original
b) Warfarin, Azathioprin menghambat efek warfarin
c) Karbamazepin, Fenitoin, Sodium Valproat, Azathioprin akan
menurunlam absorbsi obat-obat tersebut
d) ACE-Inhibitors, interaksi kedua obat ini dapat mengakibatkan
anemia. Dianjurkan mengganti ACE-Inhibitors
e) Aminosalisilat (mesalazin, olsalazin, balsalazin atau sulfalazin),
dapat mengakibatkan toksisitas sumsum tulang
f) Kotrim6ksazol dan trimetoprim, dapat menyebabkan
hematotoksisitas yang mengancam nyawa

Scanned for Compos Mentis


35

Lampiran 1
Sistem fungsional dan Expanded Disability Status Scale (EDSS)(71>
Sistem FungsionaL
Fungsi Piramidal
O.Normal.
1. Tanda abnormal tanpa disabilitas.
2. Disabilitas minimal.
3. Paraparesis atau hemiparesis ringan atau sedang; monoparesis berat.
4. Paraparesis atau hemiparesis yang berat; quadriparesis sedang; atau monoplegia.
5. Paraplegia, hemiplegia, atau quadriparesis yang berat.
6. Quadriplegia.
V. Tidak diketahui.
Fungsi Serebelum
0. Normal.
1. Tanda abnormal tanpa disabilitas.
2. Ataksia ringan.
3. Ataksia sedang pada truncal atau ekstremitas.
4. Ataksia berat, semua anggota badan.
5. Tidak bisa untuk melakukan gerakan terkoordinasi oleh karena ataksia.
V. Tidak diketahui.
X. Digunakan pada setiap angka saat kelemahan (tingkat 3 atau lebih pada
piramidal) mengganggu penilaian.
Fungsi Batang Otak
0. Normal.
1. Hanya tanda-tanda saja.
'
2. Nistagmus sedang atau disabilitas ringan lainnya.
3. Nistagmus berat, kelemahan berat ekstraokular, atau disabili~ sedang pada
saraf kraniallainnya.
4. Disartria berat atau disabilitas berat
5. Ketidakmaiitpuan untuk menelail. atau bicara.
V. Tidak diketahui.

Scanned for Compos Mentis


36

Fungsi Sensoris (direvisi tahun 1982)

0. Normal.

1. Vibrasi atau hanya ketidakmampuan untuk menilai figure-writing, dalam


satu atau dua ekstremitas.
2. Gangguan sensoris yang ringan pada sentuhan atau rasa sakit atau position
sense, dan/atau penurunan vibrasi yang sedang pada satu atau dua anggota
ekstremitas atau penurunan vibrasi, figure writing pada tiga atau empat
e~treinitas.

3. Gangguan sensoris yang sedang pada sentuhan atau rasa sakit atau position
sense, dan/atau vibrasi yang hilang pada satu atau dua ekstremitas; atau
gangguan sensoris yang ringan pada sentuhan atau rasa sakit dan/atau
gangguan sensoris yang sedang dalam semua tes proprioseptif pada tiga atau
empat ekstremitas.
4. Gangguan sensoris yang berat pada sentuhan atau rasa sakit atau hilangnya
.propriosepsi, baik sendiri maupun digabungkan, pada satu atau dua
ekstremitas; atau gangguan sensoris yang sedang pada sentuhan atau rasa sakit
dan/atau penurunan proprioseptif parah dalam lebih dari dua anggota badan.
5. Kehilangan sensasi dalam satu atau dua anggota badan; atau penurunan
menengah dalam sentuhan atau rasa .sakit dan/atau gangguan sensoris
propriosepsi yang berat pada sebagian besar tubuh di di bawah kepala.
6. Gangguan sensoris yang pada dasamya hilang pada seluruh bagian tubuh di
bawah kepala.
V. Tidak diketahui.

Fungsi Usus dan Kandung Kemih (direvisi tahun 1982)


0. Normal.
1. Gangguan ringan beiupa hesitansi, urgensi, atau retensi urinari.

Scanned for Compos Mentis


37

2. Gangguan sedang berupa hesitansi, urgensi, retensi dari usus atau kandung
kemih, atau inkontinensia urin.
3. lnkontinensia urin yang sering.
\ . .
4. Butuh kateterisasi yang hampir terus nieneru8. ··
5. Hilangnya fungsi kandung kemih.
6. Hilangnya"fungsi usus dan kandung J.cemih.
V. Tidak diketahui.

Fungsi Vuual (atan Optik) ...


0. Normal.
1. Skotoma dengan ketajaman visual (dikoreksi) lebih baik daripada 20130.
2. Mata yang lebih buruk dengan skotoma berketajaman visual maksimal
(dikoreksi) 20/30 sampai 20/59.
3. Mata lebih buruk dengan skotoma yang besar, atau gangguan sedang pada
lapangan pandang, tetapi dengan ketajaman visual maksimal (dikoreksi)
20/60 sampai 20/99.
. 4. M;ata lebih buruk dengan gangguan berat pada lapangan pandang dan
ketajaman visual maksimal (dikoreksi) 20/100 sampai 20/200; derajat 3
ditambah ketajaman maksimal mata lebih baik 20/60 atau kurang.
5. Mata lebih bmuk dengan ketajaman visual maksimal (dikoreksi) kurang dari
20/200; tingkat 4 ditam.bah ketajaman maksimal mata yang lebih baik 20/60 atau
kurang.
6. Tingkat 5 ditambah ketajaman visual 1maksimal mata yang lebih baik 20/60 .
atau kurang.
V. Tidak diketahui.

X. Ditambahkaii Uo.tuk tingkat 0 sarilpai 6 utituk keberadaan temporat pallor.

Scanned for Compos Mentis


38

Fungsi Serebral (atau Mental)

O.Nonnal
1. Hanya perubahan suasana hati (tidak mempengaruhi skor DSS).
2. Gangguan ringan pada status mental.
3. Gangguan sedang pada status mental.
4. Gangguan berat pada status mental (sindrom otak kronis - sedang).
5. Demcmsia atau sindrom otak kronis- berat atau inkompeten.
V. Ti~ diketahuL
Fungsi Lain.
0. Tidak ada.
1. Temuan neurologis lainnya yatig dikaitkan dengan MS (tentukan).
V. Tidak diketahui.

Expanded Disability Status Scale (EDSS_

0 = Pemeriksaan neurologis nonnal (semua derajat 0 dalam Functional


. System [FS]; Cerebral derajat 1 diterima).
1,0 = Tidak ada disabilitas, tanda minimal dalam satu FS (contohnya, derajat
1 pada semua FS, dengan mengecualikan Cerebral derajat 1).
1,5 = Tidak ada tanda minimal disabilitas pada lebih dari satu FS (lebih dari
satu FS dengan derajat 1 dengan mengecualikan Cerebral derajat 1).
2,0 = Disabilitas minimal dalam satu FS (satu FS derajat 2, lainnya 0 atau 1).
2,5 = Disabilitas minimal dalam dua FS (dua FS derajat 2, lainnya 0 atau 1).
3,0 = Disabilitas sedang dalam satu FS (satu FS derajat 3, lainnya 0 atau 1),
atau disabilitas ringan dalam tiga atau empat FS (tiga/empat FS derajat 2,
lainnya 0 atau 1) meskipun sepenuhnya ambulatori.

Scanned for Compos Mentis


39

3,5 = Ambulatori penuh, tetapi disabilitas sedang dalam satu FS (satu derajat
3) dan satu atau dua FS dengan derajat 2; atau dua FS derajat 3; atau lima
FS derajat 2 (lainnya 0 atau 1).
4,0 = Ambulatori penuh tanpa bantuan, mandiri, bisa bangun dan beraktivitas
selama kira-kira 12 jam sehari meskipun mengalami disabilitas yang relatif
parah, terdiri dari satu FS derajat 4 (lainnya 0 atau 1), atau kombinaSi
derajat lebih rendah yang melampaui batas tahap sebelumnya Bisa
berjalan tanpa bantuan atau istirahat kira-kira 500 meter.
4,5 = Ambulatori penuh tanpa bantuan, bangun dan beraktivitas hampir
sepanjang hari, bisa bekerja sehari penuh, terkadang memiliki keterbatasan
pada aktivitas sehari-hari atau membutuhkan bantuan minimal; y a n g
dicirikan oleh disabilitas yang relatifparah, biasanya terdiri dari salah satu
FS dengan derajat 4 (lainnya 0 atau I) atau kombinasi derajat lebih rendah
yang meJampaui batasan tahap sebelumnya Bisa berjalan tanpa bantuan
atau istirahat kira-kira 300 meter.
5,0 = Ambulatori tanpa bantuan atau istirahat sejauh kira-kira 200 meter;
disabilitas yang cukup parah untuk mengganggu aktivitas sehari
penuh (misalnya, untuk bekerja sehari penuh tanpa ketentuan khusus).
(Ekuivalen FS yang biasa adalah satu FS derajat 5 sendiri, lainnya 0 atau 1;
atau kombinasi derajat di bawahnya yang biasanya melampaui spesifikasi
untuk tahap 4,0.)
5,5 = Ambulatori tanpa bantuan atau istirahat selama kira-kira 100 meter;
disabilitas yang cukup parah untuk menghalangi aktivitas sehari penuh.
(Ekuivalen FS yang biasa adalah satu derajat 5 sendiri, lainnya 0 atau 1;
atau kombinasi derajat di bawahnya yang biasanya melampauinya untuk
tahap 4,0.)
6,0 = Bantuan konstan yang berselang ~tau unilateral (tongkat, tongkatketiak, .
atau penahan) yang dibutuhkan untuk berjalan kira-kira 100 meter dengan
atau tanpa istirahat. (Ekuivalen FS yang biasa adalah kombinasi dengan
lebih dari dua FS derajat 3+.)
6,5 = Bantuan bilateral konstan (tongkat, tongkat penyangga, atau penopang) ·
yang dibutuhkan untuk berjalan sekitar 20meter tanpa istirahat. (Ekuivalen
FS yang biasa adalah kombinasi dengan lebih dari dua FS derajat 3+.)

Scanned for Compos Mentis


40

7,0 = Tidak bisa berjalan melebihi kira-kira 5 meter bahkan dengan bantuan,
pada dasarnya terbatas hanya pada kursi roda; memutar roda kursi roda
standar sendiri dan bergerak sendiri; bangun dan beraktivitas kira-kira 12
jam sehari. (Ekuivalen FS yang biasa adalah kombinasi dengan lebih dari
satu FS derajat 4+; kadang-kadang, Piramidal derajat 5 sendiri.)
7,5 = Tidak bisa berjalan lebih dari beberapa langkah, hanya terbatas pada
kursi roda; membutuhkan bantuan untuk berpindah; bisa memutar roda
sendiri tetapi tidak bisa melakukannya sehari penuh; terkadang bisa
membutuhkan kursi roda bermotor. (Ekuivalen FS yang_ biasa adalah
kombinasi dengan lebih dari satu FS derajat 4+.)
8,0 = Pada dasarnya, terbatas hanya di kasur atau kursi atau berjalan dengan
bantuan kursi roda, tetapi bisa bangun dari kasur sendiri hampir sepanjang
hari; mempertahankan banyak fungsi yang mandiri;. biasanya dapat
menggunakan lengan dengan efektif. (Ekuivalen FS yang biasa adalah
kombinasi, biasanya derajat 4+ di berbagai sistem.)
8,5 = Pada dasarnya, terbatas hanya di tempat tidur hampir sepanjang
hari; bisa menggunakan lengan/kedua lengan dengan efektif; bisa
melakukan beberapa kegiatan secara mandiri. (Ekuivalen FS yang biasa
adalah kombinasi, biasanya derajat 4+ di berbagai sistem.)
9,0 = Pasien tidak berdaya; masih bisa berkomunikasi dan makan. (Ekuivalen
yang biasa adalah kombinasi, kebanyakan derajat 4+.)
9,5 = Pasien yang sepenuhnya tidak berdaya; tidak bisa berkomunikasi secara
efektif atau makan/menelan. ( Ekuivalen FS yang biasa adalah kombinasi,
hampir semua derajat 4+.)
10. = Kematian karena MS.

Scanned for Compos Mentis


41

Lampiran 2.
Kriteria McDonald 2010(4)
Clinical Presentation Additional Data Needed forMS Diagnosis
2::2 attacks•; objective clinical None"
evidence of2::2 lesions or objective
clinical evidence of I lesion with
reasonable historical
evidence of a prior attack"
~2 attacks•; objective clinical Dissemination in space, demonstrated by:
evidence of 1 lesion ~~ T2 lesion in at least 2 of 4 MS-typical regions
of the CNS(periventricular, juxtacortical,
infratentorial, or spinal cord}'~; orAwait a further
clinical attack" implicating a different CNS site
l attack"; objective clinical Dissemination in time, demonstrated by:
evidence of2::2 lesions Simultaneous presence of asymptomatic
gadolinium-enhancingand nonenhancing lesions at
any time; orA new T2 and/or gadolinium-enhancing
lesion(s) on follow-upMRI, irrespective of its
timing with reference to a baseline scan; orAwait a
second clinical attad'a
1 attack"; objective clinical Dissemination in space and time, demonstrated by:
evidence of 1 lesion For DIS:
(clinically isolated syndrome) ~1 T2 lesion in at least 2 of 4 MS-typical regions of
the CNS(periventricular, juxtacortical, inftatentorial,
or spinal cord)d; orAwait a second clinical attacka
implicating a different CNS site; and
ForDIT:'
Simultaneous presence of asymptomatic
gadolinium-enhancingand nonenbancing lesions at
any time; orA new T2 and/or gadolinium-enhancing
lesion(s) on follow-up MRI,irrespective of its
timing with reference to a baseline scan; orAwait a
second clinical attad'a

Scanned for Compos Mentis


42

Insidious neurological progression I year of disease progression (retrospectively


or prospectivelydetermined) plus 2 of 3 of the
suggestive ofMS (PPMS) following criteriad:
I. Evidence for DIS in the brain based on I T2
lesions in theMS-characteristic (periventricular,
juxtacortical, or infratentorial) regions
2. Evidence for DIS in the spinal cord based on 2
T2lesions in the cord
3. Positive CSF (isoelectric focusing evidence of
oligoclonal bandsand/or elevated IgG index)
If the Criteria are fulfilled and there is no better explanation for the clinical presentation,
the diagnosis is "MS"; if suspicious, but the Criteria are not completely met, the
diagnosis is "possible MS"; if another diagnosis arises during the evaluation that better
.explains the clinical presentation, then the diagnosis is "not MS."
•An attack (relapse; exacerbation) is defined as patient-reported or objectively observed events
typical of an acute inflammatory
demyelinating event in the CNS, current or historical, with duration of at least 24 hours, in the
absence of fever or infection. It
should be docwnented by contemporaneous neurological examination, but some historical
events with symptoms and evolution
characteristic for MS, but for which no objective neurological findings are docwnented,
can provide reasonable evidence of a prior demyelinating event Reports of paroxysmal
symptoms (historical or current) should, however, consist ofmultiple episodes occurring over
not less than 24 hours. Before a definite diagnosis ofMS can be made, at least I attack must
be corroborated by findings on neurological examination, visual evoked potential response in
patients reporting prior visual disturbance, or MRI consistent with demyelination in the area
of the CNS implicated in the historical report of neurological symptoms.
"Clinical diagno~is based on objective clinical findings for 2 attacks is most secure. Reasonable
historical evidence for 1 past attack, in the absence of docwnented objective neurological
findings, can include historical events with symptoms and evolution characteristics for a prior
inflammatory demyelinating event; at least I attack, however, must be supported by objective
findings.
cNo additional tests are required. However, it is desirable that any diagnosis ofMS be made
with access to imaging based on these Criteria. If imaging or other tests (for instance, CSF)
are undertaken and are negative, extreme caution needs to be taken before making a diagnosis
ofMS, and alternative diagnoses must be considered. There must be no better explanation for
the clinical presentation,and objective evidence must be present to support a diagnosis ofMS.
d(Jadolinium-enhancing lesions are not required; symptomatic lesions are excluded from
consideration in subjects with brainstem or spinal cord syndromes.
MS- multiple sclerosis; CNS -central nervous system; MRI - magnetic resonance imaging;
DIS - dissemination in space; DIT - dissemination in time; PPMS - primary progressive
multiple scierosis; CSF -cerebrospinal fluid· IgG - immunoglobulin G.

Scanned for Compos Mentis


43

Daftar Pustaka
1. Atlas-of-MS.pdf [Internet]. [cited 2015 Feb 3]. Available from: http://www.msif.org/wp-
content/uploads/2014/09/Atlas-of-MS.pdf
2. Eccles M, Mason J. How to develop cost-conscious guidelines. Health Technology Assessment
2001; 5(16): 1-83
3. National Collaborating Centre for Chronic Conditions (Great Britain), Royal College of
Physicians of London., Chartered Society of Physiotherapy (Great Britain). Multiple sclerosis:
national clinical guideline for diagnosis and management in primary and secondary care.
London: Royal College of Physicians; 2004.
4. Polman CH, Reingold SC, Banwell B, Clanet M, Cohen JA, Filippi M, et al. Diagnostic
criteria for multiple sclerosis: 2010 Revisions to the McDonald criteria. Ann Neurol. 2011
Feb;69(2):292-302.
5. National Collaborating Centre for Chronic Conditions (Great Britain), Royal College of
Physicians ofLondon., Chartered Society of Physiotherapy (Great Britain). Multiple sclerosis:
Management -of multiple sclerosis in primary and secondary care. London: Royal College of
Physicians; 2003.
6. Marcus JF, Waubant EL. Updates on Clinically Isolated Syndrome and Diagnostic Criteria for
Multiple Sclerosis. The Neurohospitalist. 2013 Apr 1;3(2):65-80.
7. National Collaborating Centre for Chronic Conditions (Great Britain), Royal College of
Physicians of London., Chartered Society of Physiotherapy (Great Britain). Multiple sclerosis:
Management of multiple sclerosis in primary and secondary care. London: Royal College of
Physicians; 2014
8. Movassat M, Piri N, AhmadAbadi MN. Visual evoked potential study in multiple sclerosis
disease. Iranian Journal of Ophthalmology 2009;21(4):37-44.
9. Fuhr P, Borggrefe-Chappuis A, Schindler C, Kappos L. VJSual and motor evoked potentials in
the course of multiple sclerosis. Brain 2001; 124:2162-2168
10. Beer S, Rosier KM, Hess CW. Diagnostic value of paraclinical tests in multiple sclerosis:
relative sensitivities and specificities for reclassification according to the Poser committee
criteria. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 1995;59(2):152-9.
11. Freedman MS, Thompson EJ, Deisenbammer1F, Gtovannont G, Grimsley G, Ketr G, Ohman
S, Racke MK. ShariefM, Sindic CJ, Sellebjerg F, Tourtellotte WW. Recommended Standard of
Cerebrospinal Fluid Analysis in the Diagnosis of Multiple Sclerosis. A Concencus Statement.
Arch Neurol2005; 62: 865-870
12. Miller D, Weinshenker B, Filippi M, Banwell B, Cohen J, Freedman M, et al. Differential
diagnosis of suspected multiple sclerosis: a consensus approach. Mult Seier J. 2008 Nov
1;14(9):1157-74.

Scanned for Compos Mentis


44

13. Siddiqui I, Aleem S, Kayani N, Baig S. CSF Oligoclonal Bands in Multiple Sclerosis. JPMA
2002; 52:351
14. Awad A, Hemmer B, H~ H-P, Kieseier B, Bennett JL, Stuve 0. Analyses of cerebrospinal
fluid in the diagnosis and monitoring of multiple sclerosis. J Neuroimmunol. 2010 Feb
26;219(1-2):1-7.
15. Vukusic S, Confavreux C. Natural history of multiple sclerosis: risk factors and prognostic
indicators. Curr Opin Neurol. 2007;20(3):269-74.
16. Goldenberg MM. Multiple sclerosis review. Pharm Ther. 2012;37(3):175.
17. Barnett MH, Prineas JW. Relapsing and remitting multiple sclerosis: Pathology of the newly
forming lesion. Ann Neurol. 2004 Apr;55(4):458-68.
18. Malik 0, Dounelly A, Barnett M 2014. Fast Fact: Multiple Sclerosis. Edisi ke-3. Oxford (UK).
Health Press
19. Koch M, Kingwell E, Rieckmaun P, Tremlett H, UBC MS Clinic Neurologists. The
natural history of secondary progressive multiple sclerosis. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2010;81(9): 1039-43.
20. Giovaunoni G. Primary Progressive Multiple Sclerosis. ACNR 2012; 12(3): 1-4
21. Arpaci E, Mavioglu H, Gedizlioglu M, Ce P, Ture S. Benign Multiple Sclerosis: A Retrospective
Survey and Evaluation of Descriptive Clinical Criteria. Journal of Neurological Sciences
[furkish]2007:24:264-269
22. Miller D, Weinshenker B, Filippi M, Banwell B, Cohen J, Freedman M, et a!. Differential
. diagnosis of suspected multiple sclerosis: a consensus approach. Mult Seier J. 2008 Nov
1; 14(9): 1157-74.
23. Kes VB, Zavoreo I, Serle V, Solter W, Cesarik M, Hajn5ek S, et al. Recommendations For
Diagnosis And Management OfMultiple Sclerosis. Acta Clin Croat. 2012;51 (1 ): 117-35.
24. Sellner J, Boggild M, Clanet M, Hintzen RQ, Illes Z, Montalban X, et al. EFNS guidelines
on diagnosis and management of neuromyelitis optica: Diagnosis and management of
neuromyelitis optica. Eur JNeurol. 2010 Jun 7;17(8):1019-32.
25. Neuromyelitis Optica Study Group (NEMOS), Trebst C, Jarius S, BertheleA, Paul F, Schippling
S, et al. Update on the diagnosis and treatment of neuromyelitis optica: Recommendations of
the Neuromyelitis Optica Study Group (NEMOS). J Neurol. 2014 Jan;261(1):1-16.
26. Young N, Weinshenker B, Lucchinetti C. Acute Disseminated Encephalomyelitis: Current
Understanding and Controversies. Semin Neurol. 2008 Feb;28(1):084-94.
27. Alexander M, Murthy JMK. Acute disseminated encephalomyelitis: Treatment guidelines. Ann
Indian Acad Neurol. 2011;14(5):60.
28. Kira J, Yamasaki R, Yoshimura S, Fukazawa T, Yokoyama K, Fujihara K, et al. Efficacy of
methylprednisolone pulse therapy for acute relapse in Japanese patients with multiple sclerosis
and neuromyelitis optica: A multicenter retrospective analysis - I. Whole group analysis. Clin
Exp Neuroimmunol. 2013 Dec;4(3):305-17.

Scanned for Compos Mentis


45

29. Gilhus NE, Brainin M, Barnes MP, editms. European handbook of neurological management
2nd ed. Chichester, West Sussex, UK: Wdey-Biackwell; 2010.
30. Durelli L, Cocito D, Riccio A, Barile C, Bergamasco B, Baggio GF, Perla F, Delsedime M,
Gusmaroli G, Bergamini L. High-dose intravenous methylprednisolone in the treatment of
multiple sclerosis. Neurology 1986; 36: 238
31. Filipovic SR, Druiovic J, Stojsavljevic N, Levie Z. The effects of high-dose intravenous
methylprednisolone on event-related potentials in patients with multiple sclerosis. J Neurol Sci
1997; 152(2): 147-153
32. Milligan NM, Newcombe R, Compston DA. A double-blind controlled trial of high dose
methylprednisolone in patients with multiple sclerosis: 1. Clinical effects. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 1987;50(5):511-6.
33. Sellebjerg F, Frederiksen JL, Nielsen PM, Olesen J. Double-blind, randomized, placebo-
controlled study of oral, high-dose methylprednisolone in attack of MS - PubMed - NCBI
[Internet]. [cited 2015 Jan 19]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9710030
34. Perumal JS, Caon C, Hreha S, Zabad R, Tselis A, Lisak R, Khan 0. Oral prednisone taper
following intravenous steroids fails to improve disability or recovery from relapses in multiple
sclerosis. Eur J Neurol2008; 15(7): 677-80
35. Alam SM, Kyriakides T, Lawden M, Newman PK. Methylprednisolone in multiple sclerosis:
a comparison of oral with intravenous therapy at equivalent high dose. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 1993;56(11):1219-20.
36. Barnes D, Hughes RAC, Morris RW, Wade-Jonnes 0, Brown P, Britton T, Francis DA, Perkin
GD, Rudge P, Swash M, Katifi H, FarmerS, Frankel J. Randomised trial of oral and intravenous
methylprednisolone in acute relapses of multiple sclerosis. Lancet 1997; 349:902-906
37. Burton JM, O'Connor PW, Hohol M, Beyene J. Oral versus Intravenous Steroids for Treatment
of Relapses in Multiple Sclerosis. In: The Cochrane Collaboration, editor. Cochrane Database
of Systematic Reviews [Internet]. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd; 2009 [cited 2015
Jan 21 ]. Available from: http://doi.wiley.com/l 0.1 002/14651858.CD00692l.pub2
38. Group ONS, others. Multiple sclerosis risk after optic neuritis: final optic neuritis treatment trial
follow-up. Arch Neurol. 2008;65(6):727.
39. Frohman EM, Goodin DS, Calabresi PA, Corboy JR, Coyle PK, Filippi M, et al. The utility of
MRI in suspected MS Report of the Therapeqtics and Technology Assessment Subcommittee
of the American Academy of Neurology. Neurology. 2003;61(5):602-11.
40. Brex PA, Miszkiel KA, O'Riordan n, Plant GT,.Moseley IF, Thompson AJ, et al. Assessing
the risk of early multiple sclerosis in patients with clinically isolated syndromes: the role of a
follow up MRI. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001;70(3):390-3.
41. O'riordail n, Thompson AJ, Kingsley DP, MacManus. 00, KendaJI BE, Rudge P, et al. The
prognostic value of brain MRI in clinically isolated syndromes of the CNS. A 10-year follow-
up. Brain. 1998;121(3):495-503.

Scanned for Compos Mentis ' ~.:"':/;. ~· :: ... ·:!~ : !. •


46

42. Comi G, Fillippi M, Barkhof F, Durelli L, Echin G, Fernandez 0, Hartung HP, Seeldrayers,
Sorensen PS, Rovaris M, Martinelli, Hommes OR. Effect of early interferon treatment of
conversion to definite multiple sclerosis: a randomised study. Lancet 2001; 357: 1576-1582
43. Jacobs LD, BeckRW, SimonJH; KinkelRP, Brownsi:heidleCM, MurrayTJ, et al. Intrarnnscular
interferon beta-1 a therapy initiated during a first demyelinating event in multiple sclerosis. N
Engl J Med. 2000;343(13):898-904.
44. Kappos L, Polman CH, Freedman MS, Edan G, Hartung HP, Miller DH, et al. Treatment with
interferon beta-1b delays conversion to clinically definite and McDonald MS in patients with
clinically isolated syndromes. Neurology. 2006;67(7):1242-9.
45. Coini G, Martinelli, Rodegher M, Moiola L, Bajenaru 0, Carra A, Elovaara I, Fazekas F,
Hartung HP, Hillert J, King J, Komoly S, Lubetzki P, Montalban X, Myhr KM, M Ravnborg
M, Rieckmann P, Wynn D, Young C, Filippi M. Effect of glatiramer acetate on conversion
to clinically definite multiple sclerosis in patients with clinically isolated syndrome (PreCISe
study): a randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet 2009; 374: 1501-1511
46. Clerico M, Faggiano F, Palace J, Rice GP, Tmtore Subirana M, Durelli L. Recombinant
ii\terferon beta or glatiramer acetate for delaying conversion of the first demyelinating event to
multiple sclerosis. In: The Cochrane Collaboration, editor. Cochrane Database of Systematic
Reviews [Internet]. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd; 2008 [cited 2015 Jan 22].
Available from: http://doi.wiley.com/l 0. I 002/14651858.CD005278.pub3
47. Paty DW, LiD, others. Interferon beta-Ibis effective in relapsing-remitting multiple sclerosis
II. MRI analysis results of a multicenter, randomized, double-blind, placebo-controlled trial.
Neurology. 1993;43(4):662-662.
48. Brown MG, Kirby S, Skedgel C, Fisk JD, Murray TJ, Bhan V, et al. How effective are disease-
modifying drugs in delaying progression in relapsing-onset MS? Neurology. 2007;69(15): I498-
507.
49. Rudick RA.I, Goodkin DE, Jacobs LD, Cookfair DL, Herndon RM, Richert JR, Salazar AM,
Fischer JS, Gfanger CV, Simon JH, Alam JJ, Simonian NA, Campion MK, Bartoszak DM,
Bourdette DN, Braiman J, Brownscheidle CM, Coats ME, Cohan SL, Dougherty DS, Kinkel
RP, Mass MK, Munschauer FE, Priore RL, Whitham RH, et al. Impact of interferon beta-1a
on neurologic disability in relapsing multiple sclerosis. The Multiple Sclerosis Collaborative
Research Group-(MSCRG). Neurology 1997; 49(2):358-63
50. Interferon beta-lb in the treatment of multiple sclerosis: final outcome of the randomized
controlled trial. The IFNB Multiple Sclerosis Study Group and The University of British
Columbia MS/MRI Analysis Group- PubMed- NCBI [Internet]. [cited 2015 Jan 23]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/76 I 7182
~.1. Ebers GC, PRISMS (Prevention ofRelapses and Disability by interferon Beta-la Subcutaneonsly
in Multiple Sclerosis) Study Group. Randomised double-blind placebo-controlled study of
interferon Beta-1a in relapsing/remitting multiple sclerosis. Lancet 1998; 352:1498-1504

Scanned for Compos Mentis


47

52. Evidenee of interferon beta-la dose response in relapsing-remitting MS: the OWJMS Study.
The Once Weekly Interferon forMS Study Group.- PubMed- NCBI [Internet]. [cited 2015 Jan
23]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10489026
53. Jolmsoo KPl, Brooks BR, Cohen JA, Ford CC, Goldstein J, Lisak RP, Myers LW, Panitch HS,
Rose JW, Schiffer RB, Vollmer T, Weiner LP, Wolinsky JS. Extended use of glatimmer acebde
(Copaxooe) is well tolerated 8lld maintains its clinical effect on multiple sclerosis relapse J8te and
degree of disability. Copo)ymef I Multiple Sclerosis Study GroupNeurology 1998; SO: 701~
54. Comi Gl, Filippi M, Wolinsky JS. European/Canadian multicenter, double-blind, nndomized,"
placebo-controlled study of the effects of glatiramer acetate on magnetic resonance imaging-
·..
measured disease activity and burden in patients with relapsing multiple sclerosis. European! . ,
Canadian Glatiramer Acetate Study Group. Ann Neurol2001: 49:290-7 ··:

55. Mehling ·Ml, Jolmsoo TA, Antel J, Kappos L, Bar-Or A. Clinical imm1Dl0l0gy of" the
sphingosine 1-phosphate receptor modulator fingolimod (FTY720) in multiple sclerosis.
Neurology 2011;76(8 Suppl3):S20-7.
56. Comi Gl, O'Connor P, Momalban X, Antell, Radue EW, Karlsson G, Pohlmaun H, Aradhye
S, Kappos L; FTY720D2201 Study Group. Phase ll study of oral fingolimod (FTY720) in
multiple sclerosis: 3-yearresults. Mult Seier 2010 Feb;l6(2):197-207
57. KapposL,RadueE-W,O'ConnorP,PolmanC,HohlfeldR,CalabresiP,etal.ApJacebo.controlled
trial of oral fingolimod in relapsing multiple sclerosis. N Engl J Med. 201 0;362(5):387-401.
58. Cohen JA, BarkhofF, Comi G, Hartung H-P, Khatri BO, Montalban X, et al. Oral fingolimod or
intramuscular interferon for relapsing multiple sclerosis. N EnglJ Med. 2010;362(5):402-15.
59. Rio J, Comahella M, Montalban X. Multiple sclerosis: current treatment algorithms: Curr Opin
Neuro12011 JUn;24(3):230-7.
60. Hartung HPl, Gonsette R, K.anig N, Kwiecinski H, Guseo A, Morrissey SP, KrapfH, Zwingers
T; Mitoxantrone in Multiple Sclerosis Study Group (MIMS). Mitoxantrone in progressive
multiple sclerosis: a placebo-controlled, double-blind, nndomised, multicentre trial. Lancet
2002;360(9350):2018-25.
61. Polman CH, O'Connor PW, Havrdova E, Hutchinson M, Kappos L, Miller DH, et al. A
tandomized, placebo-controlled trial of natalizumab for relapsing multiple sclerosis. N Engl J
Med. 2006;354(9):899-91 0.
62. RudickRA, Stuart WH, Calabresi PA, ConfaVIIlux C, Galetta SL, Radue E-W, etal. Natalizumab ·
plus interferon beta- Ia for relapsing multiple sclerosis. N Engl J Med. 2006;354(9):911-23.
63. Kappos L, Bates D, Hartung H-P, Havrdova E, Miller D, Polman CH, et a1. Natalizumab
treatment for multiple sclerosis: recommendations for patient selection 8lld monitoring. Lancet
NeuroL 2007;6(5):431-41.
64. Massacesi L, Tramacere I, Amoroso S, Battaglia MA, Benedetti MD, Filippini G, et al.
Azathioprine versus Beta Interferons for Relapsing-Remitting Multiple Sclerosis:AMulticentre
RandomizedNon-InferiorityTrial.RuprechtK,editor.PLoSONE.2014Nov17;9(11):ell3371.

Scanned for Compos Mentis


48

65. Massacesi L, Parigi A, Barilaro A, Repice AM, Pellicano G, Konze A, et al. Efficacy of
azathioprine on multiple sclerosis new brain lesions. evaluated using magnetic resonance
imaging. Arch Neurol. 2005;62(12):1843-7.
66. Casetta I, Iuliano G, Filippini G. Azathioprine for multiple sclerosis. In: The Cochrane
Collaboration, editor. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. Chichester,
UK: John W!ley & Sons, Ltd; 2007 [cited 2015 Feb 1]. Available from: http://doi.wiley.
com/10.1002/14651858.CD003982.pub2
67. Neuhaus 0, Kieseier BC, Hartung H-P. Immunosuppressive agents in multiple sclerosis.
Neurotherapeutics. 2007;4(4):654-60.
68. Randomized controlled trial of interferon-beta-1a in secondary progressive MS [Internet].
[cited 2015 Jan 29]. Available from: http://www.neurology.org/content/56/11/1505
69. Li DKl, Zhao GJ, Paty DW; University of British Columbia MSIMRI Analysis Research
Group. The SPECTRIMS. Study Group. Randomized controlled trial ofinterferon-beta-1a in
secondary progressive MS: MRI results. Neurology 2001;56(11):1505-13.
70. ChuYR, Talley-Rostov AR. Cataract Surgery: New Options, New Challenges New lens
options are presenting both surgeons and patients with choices that until now were very
straighforward. Earn one hour of CME credit. Rev Ophthalmol. 2006; 13(7):71.
71. Kurtzke JF. Rating neurologic impairment in multiple sclerosis an expanded disability status
scale (EDSS). Neurology. 1983;33(11):1444-1444.
n. MS_Monograph.pdf [Internet]. [cited 2015 Feb 1]. Available from: http://www.freece.com/
.Files/Classroom!ProgramSlides/025feb83-fc05-4bb5-876c-8dec9e5e226d!MS_Monograph.
pdf
73. Jankovic SM. Injectable interferon beta-1 b for the treatment of relapsing forms of multiple
sclerosis. J Infiarnm Res. 2010;3:25.
74. Azathioprine and 6 mercaptopurine.pdf [Internet]. [cited 2015 Feb 7]. Available from:
http://www.westessexccg.nhs.uk/Downloads/Your"lo20NHS/Medicines%200ptimisationl
Shared%20Care%20LATEST/Guidelines/Azathioprine%20and%206%20mercaptopurine.pdf

Scanned for Compos Mentis


49

Index

A
F
ACE-Inhibitors -···-----·-··················-·-··34
fingolimod ....- ........- ......................................... 25,26,31
ADEM.----·--··--·-·-···········-·······-18,20
flu-lilre symplllrJS.............................................................. 32
Algoritma. --·····-·-···---16
FOCII3 GroupDiscrunon
Allupurinol----- --·············-·Xii
Aminosalisilat............._____,.,,.................. xn, 34 FGD ....- .......................................................... v, xlii,3,5
FREEDOMS ............................................................... 25,31
AQP4 ..........--.-···-····--·-·--························xll,19
Amold-Chiari malfonnation ·····-·--........................ xll,18
Ataxia ................................- .......................... xll,xlii,17,18 G
AV blok .......................-----····-·---xll.31
Gileny1---................................................................... 26
Avonex ..........- - - - - - - · - - - - - - - - 2 6
AzalhiO(rin................... .......27,32,33,34
H
B Hesi:mSi ....................................~................................. xUI,37
BAFP .............................._____ ,...........................13
Bemgn MS.. ................-.15
Belaferon ..........- - - - - · - - -.............- ...-26 IJNJI ........._, _____, .................. 24,25,26,27,28,30,31
llddcs imunoglobulin G (lgG) .................................... xHI,13
c Indonesia Multiple Sclerosis Group
IMSG ........................................................................... v,3
CADASJL .................................................................... xll,18
infeksi................................................. 10,11,14,18,31,32,33
Central Pontine Myelinolysis.....- ............................ xli,18
INFORMASI... ............................................................. 5,6,7
Cerebral vaskulitis ... _ ..____............................ xli,18
lnlialentorial.............................................. 9,10,11,15,41,42
Clinically /sdated Syntlrome.................................... xli,8,24
collaborative care._,,______,,., .......................6,7 Jnterferon-11 ...................................................................... 30
Copaxone .........................___..............................26,47
CRP ........................................- -............................ xli,33
CT scan .................................- ................................... U,22
Janl'mba ........................................................................... vi
Juxtacortical ........................................................... 11,41,42
D
Darma Imran......................____,................- - vi K
Deafferented hand... . ...............................17
Kanya Puspolrusumo .................................................... m,v,3
demyelinisasi .............................._ ............ v,xii,8,11,U,13
Komunikasi ..................................................................... 5,6
Disease-modifying therapy----....................... xli,18
Dissemination in Space
DIT...............................______,............... xlii,9 L
Dissemination in nme
DIT................................._ .._ _ , .............10,11,U Leukosil...................................................................... 32,34
Distonia fobl .................._ , ____,...,.............._ ... l7 I.hamitte's ....................................................................... 17
DM ....................................._ _ _, ...........................32
M
E McDonald............................................................ xlii,9,20,41
Medula spinalis ...................................................... 17,19,20
Edema macular ......................._xlii
EKG ......._ .._ ..,.,,.,_ _ _ _, .....-.........31,32 MelilpJednisolon ·---·-·--......................____ 23,24
Micofenolat mofetil
hpollded Dilabilily Status Scale
EDSS .............................._ _ _..,.,................ 29,35,38 MMF--..- -.............................- ............... 27
Mitoxantron ...................................................................... 26

Scanned for Compos Mentis


50

Miloxanlnme -··~-..............~-·····~····~·-····.;_········37, 53 RelapsiDg-malttlag multiple lderasis (RRMS) ·······~· 25


MRI ....~.~-·-·-··~·· x111,9,10,11,12,21,22.25,27,28,29,41 Riwaoti l!sli&ri ..........~····~·······-···~··~···········~···~·... vi

N s
nalalimmab~--~·········~··---····-····-~·-·····26,27 Secoadary Pregressive MS (SPMS) ····-··~····~···~.14,28
Natalizumab.~··~-·~···-··-·-·-··-·~··-·-~···~·""·26 SOOT
Neuritis-j!plik--··-··~~--·~~-···~ xlf~17,18,20,21,24 · SGPT .-....--~~-..~~--·-·-··........~.~- 34
NetiJVI!Iyelitis Oplia Sindrom !1Jowo.Sequanl..............~..·~---....- .....lllv,17
Nllllj)••••~~··-······~·····-··-,·;~·······~·-··~-V,1,18,19,20 Sjogren~

~ ·--·--·····--:o·~-·~····~··~·····----··-~····34 ss 18,20·
~Kimmi.....~~-.....:..~--···-~~~··--~···-~~....... vi Skoloma ·~·~..~-....--~................................~•...;....xlv,37
Spasme toDik paroksismal._...... ~........~.............;,•.~ 27
0 Sucipto .............~---..~.....-~..- .........~·~·~·-·vi
Symmic Lrlpus Erythematosra
Oftali:nOptegi intranuklear••~·---~-·~·--·······--·x1U,17 SLE ,_.......................................~.......~............ XI11,18,20
oligoc/Oiflll btmtJ
OCB ,..•••••~····~···~·~········-···-·~~-····-~····10,\3,20 T
lJne.and.o.lrD/fsyrrtlrome ~···~·-·-··~······-·-·········xll,17
tebnau daJ1h .............. - ......~................................_ .. 32
p terapl ...-~......~...xl,1,14,22,23,24,25,26,27,28,29,33,34
Terapi Jaogka l'alljaag............................................... 24
Panneoplaslik sindrom••••••••••••~-··-························ xlv~3 TRANSFORMS ..................................................~~ .... 25,32
Paulus Sugianto ··················-~:•••••-.,••••••••••••~~···········-.vi Trombosit ......................................................................... 34
PERDOSSI ................................~··························-··lx.XJ
PeriWII1rilrular ·~·-·····················································11,21 u
pneiiiiiOIIia ···········~········································-·············33
Primary P~ MS (PPMS) .....•.•...........•.........15,28 uveitis...........~........~ .............................................. xlv,17,32
Prot: Dr. dr. Mob HaSan Macbfoed, Sp.S(K), M.S ............ lx
v
R
Vaksioasi ................................................................... 21,32
Raka Sudewi •.•••.••~;~··········~··············~····························· vi Yerticol grae polsia................................................... xiv,17
Rebif••••.•••.•••.•••••••••••••••~......~•••••••.•••••••.•.••••••••••••..••.•••••.• 26 VJSUBI evoked potential
Relaps ············~-···~··············~····-·····-·········~············23
YEP ................................................................... xlv,U,13

-~
Scanned for Compos Mentis
Scanned for Compos Mentis

Anda mungkin juga menyukai