PERPUSTAKAAN
VNIVERSlTAS AI RLANGGA
SURAB A Y A
\uc~
~l(.
SKRIPSI '(:.t\ , ~\"'7/H
~o..('"
.
'l..
Oleh:
MARISSA A
NIM: 020610038
· LEMBARPENGESAHAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satll Syarat UJltuk Menyelesaikan
PeBdidikan Doktt:r Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga Surabaya
Oleh:
MARISSA A
NIM: 020610038
Meriyetujui:
utamalanggota)
iii
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan berkat dan hikmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Infeksi
Odontogen Pa.da Sinusitis Maxillaris Ditinjau Dari Radiografik Panorami/t' dapat diselesaikan.
1. Prof. Dr. Coen Pramono, drg., SU., Sp.BM(K.) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
2. Dr. Eha Renwi A., drg., MKes., Sp.RK.G (K) selaku Kepala Departemen Radiologi
Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga yang telah memberi
3. R.P Bambang N, drg., MS, Sp RKG selaku pembimbing utama yang selalu dengan sabar
meluangkan waktu untuk. membimbing, memberi ~ revisi dan semangat bingga Saya
4. Yunita Savitri, drg.,M.kes selaku pembimbing serta yang telah sabar membimbing dan
6. dr. Lawu Soekamo, Sp 1HT RSUD Dr. M. Soewandhie yang selalu dengan sabar
membantu serta meluangkan waktu untuk membimbing, memberi saran serta semangat
iv
7. Ayahanda Jerry Thesar, Ibunda Margatetha Siray, atas seluruh cinta kasih dan doa yang
8. Kakak-k.akakku: Julfi Alexander, Mario Fernando dan Marisca Angelina atas dorongan
9. Sahabat-sahabatku, Fitriyanti, Siti Aisyah, Drea, Nadia, Agni, Guntur Yudinata terima
10. Mas Helmi, Pale Broto, Mas Jack, dan Mas Ari yang sabar membantu selama penelitian
11. Seluruh staf I pegawai RSUD Dr. M. Soewandhie yang telah membantu saya dalam
12. Semua teman-teman angkatan 2006, terima kasih untuk bantuan dan dukungannya.
13. Serta semua pihak yang telah membantu sampai selesai skripsi ini. Terima kasih untuk
semuanya, semoga ama! kebaikan kalian dibaIas Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Penulis daIam kesempatan ini juga mohon maaf apabila dalam penyusunan skripsi ini
terdapat kesalahan dan kekurangan, sehingga masih diperlukan adanya kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
Penulis
ABSTRACT
vi
DAFTARISI
ABSTRACK.................. ....................... .. ..... .... ... ... ..... . .. . .... .... .. ....... .. . VI
DAFfAR GAMBAR... . .... .. ... ... .... . ... .................... ...... . .................... ... . x
DAFfAR TABEL. .. ... ......... ........... .............. .. ..... ... . .. ... ............ ....... .... xi
DAFfAR LAMPlRAN.. ..... ....... .. . .... .. . .... .. .. ...... .......... . .. ........... .. .. . ..... XII
BAB 1 PENDAHULUAN . ... . .. .... .. ........... .. ... ..... .... ........ ....... . .. ........ . ... ..
1.1 Law Belakang Penelitian ... .. ................. ........ ..... ....... ............ ... .
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. .. .... 2
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 2
2.3.2.2 Sinusitis Frontalis.... ............ ......... ........ ...... ..... ............ ......... 5
vii
BAB 4 METODE PENELITIAN ........... ...... ...... ....... ............. ........... ........ 17
4.3.1 Kriteria sampel .. 0 •••••••• 0 •••••••••• 0 •••• 0 0 0 0 ••• 0 ••• 0 • 0 • • • • • • • • 0 • • 0 0 0 • • 0 •••••••• 0 0.0.00 17
viii
ix
DAFfAR GAMBAR
Gam.bar 2.2 Kedekatan Sinusitis Dengan Gigi Rahang atas... .. .. . .. .. . . ...... .. .. . .... .. 9
Gambar 4.1 Gambaran Radiografik Panoramik Dengan Kelainan Pada Gigi Rahang Atas.. 19
Gam.bar 4.2 Gambaran Radiografik Panora.mik Tanpa Kelainan Pada Gigi Rahang Atas ... 20
DAFrAR TABEL
Tabel 5.1 Perhitungan Dari Hasil Radiografik Panoramik Pada Infeksi Odontogen dan Non
Odontogen. . .. . . . . . . . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . .. . . .. . . . . . .. .. .. .. . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .. .. . . .. . . . . . . . . . 22
xi
LAMPIRAN
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB1
PENDAHULUAN
Sumber infeksi teIjadinya sinusitis dapat disebabkan olch karena infeksi hidung
(rinogen), atau infeksi gigi (odontogen). Secara anatomis ada hubungan antara antrum maksila
dan geligi rahang atas, sehingga infeksi odontogen dapat mempengaruhi sinus maxillaris. Molar
kedua memiliki hubungan anatornis paling dekat dengan sinus maksilaris, diikuti oleh molar
pertama, molar ketiga, premolar pertama dan kedua, serta caninus. Infeksi odontogenik bukan
penyakit yang mengancarn kehidupan tetapi apabila menyebar melalui fasial, pasien beresiko
untuk sepsis, komplikasi saluran napas (misalnya, Ludwig angina, abses retropharyngeal), dan
infeksi abses leher yang 49, 1% disebabkan infeksi odontogen (Topazian et ai, 1994).
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita di rumab
sakit. 30% dari jumlab tersebut mempunyai indikasi infeksi pada rahang atas, yaitu infeksi
odontogen yang biasanya disebabkan oleh karena karies gigi. Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sarna dengan
PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari
Divisi Rinologi Departemen TIlT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah penderita sinusitis.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Secara
epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoidale dan maksila. Sinusitis menj adi
berbahaya apabila komplikasi ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tataIaksana
yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari (Mangunkusumo, 2007).
Menurut University of Rochester Medical Center New York sinusitis maksilaris yang
disebabkan oleh infeksi odontogen diketahui sekitar 47%. Pemeriksaan radiograftlc seperti
panoramik, dilakukan untuk mengevaluasi sinusitis yang disebabkan oleh infeksi odontogen.
Gambaran yang dihasilkan foto panoramik penting untuk melihat adanya kelainan yang tidak
tampak secara klinis, sehingga dapat membantil menentukan diagnosa serta rencana perawatail.
Kelebihan penggunaan foto panoramik adalah paparan sinar radiasi yang lebih rendah
dibandingkan penggunaan beberapa foto periapikal, serta dapat digunakan untuk melihat secara
jelas hubungan antara gigi rahang atas dengan sinus maxillaris, namun diketahui menghasilkan
gambaran yang kurang detail (Brady, 2004).
Seberapa besar frekuensi infeksi odontogen pada pasien sinusitis maxillaris ditinjau dari
radiografik panoramik?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Dapat menambah pengetahuan dokter gigi tentang hubungan infeksi gigi dengan sinusitis
maxillaris.
BAB2
TINJAUAN PUSTAKA
DAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi gigi adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora nonnal
dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak, dalam su1kus gingival, dan mukosa mulut. Etiologi
tersering adalah bakteri kokus aerob gram positit: kokus anaerob gram positit: dan batang
anaerob gram. negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan
periodonititis. Jika bakteri mencapai jaringan yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan poket
periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi odontogenik: (fopazian et aI, 1994).
Infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah
mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi
kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau meluas secara
cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakterl bisa menembus masuk ruang pulpa
sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidale bisa mendrainase pulpa yang
terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain
yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Toran et ai, 2004).
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses,
abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak herat (yang memberikan prognosis baik) dan
penjaIaran herat (yang memberikan prognosis tidak baik). Apabila tidak dirawat akan
menyebabkan kematian. Adapun yang termasuk penjalaran tidale berat adalah serous periostitis,
abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal, sedangkan yang
tennasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon
dasar mulut (Green et ai, 2001).
Infeksi odontogenik merupakan suatu proses infeksi yang primer atau sekunder yang
terjadi pada jaringan periodontal, perikoronaI, karena traumatik atau infeksi pasca bedah. Tipikal
infeksi odontogenik adalah berasal dari karies gigi yang merupakan suatu proses dekalsifikasi
email. Sekali emaillarut, infeksi karies dapat langsung melewati bagian dentin yang mikroporus
dan langsung masuk ke dalam pulpa. Di dalaiD pulpa, infeksi dapat berkembang melalui suatu
saluran langsung menuju apeks gigi dan dapat menggali menuju ruang medulla pada maksila
atau mandibula Infeksi tersebut kemudian dapat melubangi plat kortikal dan merusak jaringan
superfisial dari rongga mulut atau membuat salman yang sangat dalam pada daerah fasial
(Farhat,2003).
Sinus maxillaris merupakan salah satu sinus paranasalis yang berupa suatu rongga, celah,
atau kana! antara tulang di sekitar rongga bidung. Sinus paranasalis terdiri dari sinus maxillaris,
sinus ethmoidalis, sinus frontalis, sinus sfenoidalis (Mangunkusumo, 2007).
Fungsi sinus termasuk pelembab dan pemanasan udara terinspirasi, isolasi struktur
sekitamya (mata, sarat), meningkatkan resonansi suara, dan sebagai buffer terhadap trauma
waj~ Sinus menurunkan herat tengkorak (Adam, 1997).
2.3 Sinusitis
Sinusitis maxillaris adalah suatu pembentukan cairan karena proses peradangan yang terjadi pada
mukosa atau selaput lendir sinus paranasal yang letaknya pada daerah pipi kanan dan kiri
(Mangunkusumo, 2007).
Sinusitis maxillaris akut biasanya terjadi setelah seseorang menderita infeksi saluran
napas atas yang ringan. Alergi hidtmg kronik, henda asing, dan deviasi septum nasi merupakan
faktor-faktor predisposisi 10kaI. Gejala infeksi sinus maxillaris akut hempa demam, malaise dan
nyeri kepala yang talc jelas biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misaInya sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri
pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopumlen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau
busuk. Pemeriksaan fisik akan mengungkapkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari meatus
media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus maxillaris terasa oyeri pada
palpasi dan perkusi (Adam, 1997).
Sinusitis frontalis alrut selaIu bersama-sama dengan infeksi sinus ethmoidaIis anterior.
Sinus frontalis berkembang dari sel-sel udara ethmoidalis anterior, dan duktus nasalis frontalis.
Faktor-faktor predisposisi infeksi sinus frontalis ak.ut adaIah sama dengan faktor-faktor untuk
infeksi sinus lainnya. Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan selain daripada gejaIa
infeksi y~ umum, pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepaIa yang khas. Nyeri berlokasi di
atas alis mata. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahl terasa nyeri bila disentuh, dan terdapat
pembengkakan supraorbita. Tanda patognomatik. adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau
perkusi <Ii atas sinus yang terinfeksi (Kennedy, 1991).
Sinusitis sfenoidalis akut terisolasi amat jarang. Sinusitis ini dicirikan oleh nyeri kepala
yang mengarah ke verteks cranium. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari
pansinusitis, dan oeleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus Jainnya
(Mangunkusumo, 2007).
Infeksi sinus disebabkan oleh apa saja yang mengganggu aliran udara ke dalam sinus
sehingga teJjadi drainase keluar lendir dati sinus. Sinus (ostea) dapat diblokir oleh
pembengkakan lapisan jaringan dan bagian jaringan hidung yang berdekatan, misalnya dengan
alergi, dan iritasi jaringan seperti hidung semprotan obat hebas, kokain, dan asap rokok . Sinus
juga bisa menjadi tersumbat oleh brena adanya tumor atau pertumbuhan abnonnal yang dekat
bukaan sinus (Mangunkusumo, 2007).
Drainase lendir dari sinus dapat juga disebabkan oleh penebalan dari sekresi lendir,
penurunan hidrasi (kadar air) dari lender yang dibawa oleb penyakit (fibrosis kistik),
pengeringan obat (antibistamin), dan kurangnya kelembaban yang cukup pada udara. Sel-sel
epitel memiliki serabut mirip rambut kecil, yang disebut silia, yang bergerak maju mundur untuk
membantu memindabkan lendir dari sinus. Lendir stagnasi menyediakan suatu lingkungan untuk
balderi, virus dan dalam keadaan tertentu (misaInya, AIDS atau orang dengan penurunan
kekebalan tubuh) jamur tumbuh di dalam rongga sinus. Selain ito, mikroba sendiri bisa memulai
dan memperburuk penyumbatan sinus. Sinus yang paling sering terinfeksi adalah sinus
maxillaris dan ethmoidalis (Becker at all, 1994).
Sinusitis yang disebabkan oleh karena virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas
atas, virus yang lazim menyerang hidung dan nasofiuing juga menyerang sinus. Mukosa sinus
paranasa1i~ berjalan kontinyu dengan mukosa hidung, dan penyakit virus yang menyerang
hidung perIu dicurigai dapat meluas ke sinus (Rubin et ai, 2005).
Sinusitis yang disebabkan bakteri menyebabkan hilangnya fungsi silia normal yang
menciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk. perkembangan infelcsi bakteri. Infeksi ini
seringkali melibatkan lehih dari satu bakteri. Organisme penyebab sinusitis akut mungkin sama
dengan penyebab otitis media. Yang sering ditemukan dalam frelruensi yang Makin menurun
adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, bakteri anerob, Branhamella
catarrhalis, streptococcus aIfa, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes. Selama
suatu fase akut, sinusitis kronik dapat disebabkan oleh bakteri yang sarna seperti yang
menyebabkan sinusitis akut Balderi aerob yang sering ditemukan dalam frekuensi yang makin
menunm. antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians, Haemophilus influenza,
Neisseria flaws, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Escherichia coli.
Bakteri anaerob termasuk Peptostreptococcus, corynebaccterium, Bacteriodes, dan veillonella.
Infeksi campuran antara organisme aerob dan anaerob sering kali terjadi (pandi, 1990).
S inus
S inu ses
: .........
:::::':: : : / ........"
.......,'"
,~
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang dirasakan ketika penderita
bangun pada pagi hari . Gejala klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi dua, yaitu;
gejala subyektif (dirasakan) dan gejala obyektif(dilihat).
I. Geja la subyektif
Demam, lesu, hidung tersumbat, sekresi lendir hidung yang ken tal dan terkadang
berbau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari. Pada sinusitis
yang merupakan komplikasi penyakit alergi sering kal i ditandai bersin, khususnya
pagi hari atau kalau dingin.
2. Gejala obyekti f
Pembengkakan pada daerah bawah orbita (mata) yang semakin lama akan meluas
sampai ke pipi. Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri
tekan dan pem bengkakan pad a sinus yang terkena.
Gejala lainnya ada lah: demam, letih, lesu, batuk, yang mungkin semakin memburuk pada
malam hari , hidung meier atau hidung tersumbat (Kennedy, 1991).
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sebingga
menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme
dl'ainase di dalam sinus. VltUS tersebut juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aldif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,
yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Adanya bakteri
dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau
reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di
dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berk:embangnya bakteri
anaerobe Penunman jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktiviitas
leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat ,
obstruksi sebingga drainase sekret tergang~ dan terdapatnya beberapa bakteri patogen (Lund,
1997).
TuIang tengkorak di bagian pipi, belakang dan atas mata, serta di sekitar' hidung tidaklah
padat, tetapi terdapat 'ruang-ruang udara' yang disebut sinus. Selaput lendimya berfungsi
menghasilkan cairan untuk membersihkan udara yang kita hirup dari kuman atau benda asing
laionya Sinus terletak tepat di atas apikal gigi rahang atas. Ujung akar gigi dan bagian dalam
sinus hanya di batasi oleh lapisan tipis tulang. Saraf yang masuk melalui akar gigi yang me~galir
melewati sinus menghubungkan ke saraf yang membawa impuls nyeri dari gigi ke otak (Farhat,
2003).
Infeksi pada gigi terjadi saat kuman masuk ke dalam ruang pulpa gigi. Sehingga
menyebabkan infeksi dan kematian pulpa. Eksudat akbat infeksi secara bertahap menumpuk di
ujung akar dan membuat lubang pada tulang. Biasanya, infeksi gigi akan membuat tulang di
dalam membengkak dan juga terdapat rasa nyeri rahang atau gigi serta rasa nyeri di daerah sinus
(Bertrand et al, 1997).
Gejala infeksi sinus antara lain demam, kemerahan dan bengkak di sekitar mata dan pipi,
serta rasa sakit di seldtar gigi atas, bahkan gigi sensitif untuk mengunyah dapat terjadi di satu
sisi atau keduanya. Sinusitis Juga menyebabkan obstruksi pada rongga hidung yang
mengakibatkan drainase dan ventilasi yang buruk dari si nus, serta dapat mengakibatkan drainase
lend ir dan penyumbatan sinus paranasal yang mengakibatkan infeksi sinus (Efiaty, 2007).
GambaI' 2.2: Kedekatan sinus dengan akar gigi rahang atas (Rachman, 2005).
Gambaran radiografik panoramik atau yang juga biasa di sebut sebagai pantomografi
adalah teknik yang menghasilkan satu gambar tomografik dari struktur fasial, ya itu lengkung
rahang atas dan bawah, serta struktur pendukungnya (Noyek et aI, 1998).
Gambaran radiografik panoramik juga dapat digunakan sebagai evaluasi awal pad a kasus
yang membutuhkan jenis proyeksi radiografik lainnya dalam menunjang di agnosa yang akurat.
Oleh sebab itu, gambaran radiografik panoramik tidak membutuhkan resolusi yang tinggi dan
detail yang tajam seperti pada proyeksi intraoral (White et aI, 2000).
Gambaran radiografik panoramik juga berguna bagi pasien yang menderita trismus dan
tidak dapat dibuatkan gambaran radiografik intraoral. Waktu yang pendek dalam pengambil an
10
foto radiografik panoramik (3-4 menit) juga merllpakan salah satu kelebihan dari gambaran
ekstraoral tersebut (Wh ite et ai, 2000).
Kekurangan utama dari gambaran radiografik panoramik adalah gambaran tersebut tidak
dapat memberikan detail anatom is yang seperti yang diberikan pada gambaran radiografik
periapikal. Oleh sebab itu, gambaran radiografik panoramik tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi lesi karies yang kecil, struktur hal us periodontium marginal atau penyakit periapikal.
Selain itu, gambaran yang bertumpllk (overlapping) , seperti tulang servikalis, dapat
menyembunyikan lesi odontogenik, terutama didaerah incisive (White et ai, 2000).
Celah pterygomaxillary adalah ruang antara batas belakang rahang atas dengan bagian
lateral pterygoid pad a tulang sphenoid tengkorak. Celah itu secara anatomis penting karena
mempermudah struktur seperti arteri maxillaris untuk lewat dari fossa infratemporal ke fossa
11
Lengkungan zygomatic terdiri dari proses tulang rahang bagian depan, tulang zygoma
bagian tengah dan bagian belakang tulang temporal. Bagian-bagian penting lengkung dapat
diidentifikasi dengan radiografik adalah:
1. Batas superior lengkung, yang kebanyakan terbentuk oleh zygomatic dari tulang temporal dan
zygomatic tulang frontal.
2. Glenoid fossa, dimana condyle dari mandibula terletak: ketika rahang tertutup.
3. Eminensia artikuIar, juga menjadi pennukaan gerakan-gerakan condyle selama teIjadi
artikulasi
4. Gabun$81l zygomatico-temporal atau penyatuan antara tulang zygomatic dan temporal
5. Tulang zygomatic itu sendiri.
Pada radiografik panoramik, biasanya lengkungan zygomatic terlihat sebagai radiopacity
berbentuk segitiga yang meluas dari dekat daerah posterior sinus maxillaris ke arab sudut atas
radiografi. Sedangkan kepadatan lengkungan zygomatic biasanya homogen, beberapa bagian
menghasiJkan variasi pola. Kadang-kadang, daerah-daerah pneumatisasi atau sel-sel udara juga
muncul dan didefinisikan sebagai radiolusent bulat dalam komponen temporal lengkungan
zygomatic. Sel-sel udara zigomatic dapat tunggal, ganda atau bilateral (Donald, 1999).
Gabungan zygomatico-temporal muncul sebagai garis radiolusent yang berbeda dan bisa
rancu karena retak non-displaced pada lengkung zygomatic. Ujung posterior dari lengkungan
zygomatic berasal dari lateral fossa glenoid. Fossa adalah tempat condyle mandibular ketika
rahang dalam posisi tertutup dan berada pada posisi istirahat. Gambaran panoramik biasanya
tidak memberikan gambaran yang jelas tentang struktur karena superimposisi bagian petrosa di
dekat tulang temporal. Namum, garis besar fossa kadang-kadang dapat dilihat. Keluarnya saluran
pendengaran dari tengkorak: kadang-kadang juga dapat dilihat di posterior fossa glenoid. Struktur
ini disebut meatus auditori ekstemal dan dalam bentuk bulat untuk menghindari radiolusent
(Donald, 1999).
12
Distal dan dibawah meatus auditori ekStemal adaIah tulang mastoid dari tulang temporal.
Umumnya mastoid dipenuhi dengan sel-sel udara, sebingga memberikan gambaran seperti
gelembung. Kadang-kadang, sel-sel udara ini meluas ke lengkung zygomatic sampai ke
eminensia artikular. Mastoideus proyeksi ke bawah dari dasar tengkorak dan berfimgsi sebagai
titik pelekatan otot-otot sternocleidomastoid (Donald, 1999).
Orbita berfungsi sebagai lokasi bola mata dan dikelilingi oleh punggungan tulang yang
melindungi mata. Pada radiografik, orbita terlihat sebagai ruang radiolusent berbentuk Hngkaran
yang terletak di atas dar;. sinus maxillaris dan dikelilingi oleh garis radipaque tipis. Punggungan
yang terletak di bawah orbita disebut infraorbital ridge dan terlihat pada radiografik panoramik.
Sebagai garis radiopaque di sepanjang perbatasan inferior dari orbits, biasanya inftaorbital ridge
ini berada diatas dari sinus maxillaris. Inferior dari infraorbital ridge adalah foramen infraorbital
yang merupakan canal infraorbital. Melalui saluran ini1ah, mengalir arteri infraorbital dan juga
syaraf intraorbital yang muncul dari saraf trigeminal dan innervasi bagian lateral hidung serta
bagian atas bibir atas. Pada radiografik, canal infraorbital terlihat sebagai sepasang garis
radiopaque yang ~iajar dari foramen infraorbital superior dan lateral melintasi intraorbital ridge
ke daerah sinus maxillaris (Donald, 1999).
Fossa nassal, kadang-kadang disebut rongga hidung (nasal cavity), adalah keluarnya
udara dari bidung. Nasal septum adalah dinding tipis digaris tengah tulang wajah yang
memisahkan fossa hidung kanan dan kiri. Nasal septum tidak selalu lorus atau simetris. Nasal
turbinate adalah dinding tipis tulang dan memproyeksikan dari dinding lateral fossa nasal. Nasal
turbinate adalah struktur penting untuk mengidentifikasi karena dalam proyeksi panoramik, nasal
turbinate cendenmg tumpang tindih pada sinus maxillaris dan bisa rancu karena anatomi yang
tidale normal atau proses patologis. Bagian sagital tengk.orak menunjukkan bagaimana nasal
turbinate meluas sepanjang anterior-posterior fossa nasal, dan meruncing ke posterior (Donald,
1999).
Foramen incisive adalah rongga di bagian tengah palatum mulut. Foramen incisive
memberikan jalan keluar pada syaraf nasopalatine dan arteri dari tulang palatine. Syaraf incisive
menginervasi jaringan lunak pada anterior palatal. Radiolusent berbentuk buah pear antara apeks
dari incisor tengah bisa salah karena dianggap sebagai periapical patologi atau pembentukan
kista (Donald, 1999).
13
Langit-Iangit keras (bagian bawah nasal fossa) selalu dapat diidentifikasi dengan
radiografik panoramik sebagai strip radiopaque yang teba!. Kadang-kadang gambar terlihat garis
ganda, dimana superimposisi dari contralateral ghost terlihat seperti garis di atas gambar langit-
langit keras yang sebenamya. Pada 5% sampai 10% populas i, penebalan tulang langit-Iangit
mulut yang disebut torus palatinus. Ini dapat dilihat pada radiografik panoramik karena terjadi
peningkatan radiopacity dan penebalan garis radiopaque (Donald, 1999).
Di ujung distal alveolar ridge rahang atas, tepat di posterior molar yang paling di stal,
dikelilingi eminensia tulang bulat yang disebut tuberositas maxillaris. Sinus maxillari s dapat
meillas ke tuberositas, yakni sebuah proses yang disebut pneumatisasi (Donald, 1999).
Gambar 2.4: Foto Panoramik Pada Sinus Normal (White et ai, 2000).
Secara anatomi s terdapat hubungan antara gigi premol ar dan molar atas dengan StilU S
maxillaris, sehingga memungkinan terjadinya resiko perforasi sinus maxillaris. Dasar SIllUS
maksi la berdekatan dengan tempat tumbuhnya gigi premolar ke-2, gigi molar ke-l dan ke-2,
bahkan kadang-kadang gigi tumbuh ke dalam rongga sinus dan hanya tertutup oleh mukosa.
Proses supllratif yang terj adi sekitar gigi-gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus melalui
pembuluh darah atau limfe (Pedersen, 1996).
14
Gambaran radiograftk panoramik pada sinus yang mengalami keradangan (s inusitis) akan
tampak penebalan mukosa (hiperplastik), air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, serta penebalan dinding sinus dengan sklerotik
(Farhat, 2003).
Sinusitis maksilaris dapat disebabkan oleh infeksi odontogen, antara lain karies,
granuloma, impaksi, periodontitis apikalis, abses periapikal, gangren radix, dan kista radikuler.
lnfeksi odontogen pada radiografik panoramik memberikan gambaran radiolusen dengan bentuk
yang konveks (bundar), berbatas jelas, homogen. Hal ini dapat menyebabkan penekanan, atrofi
dan erosi tulang oleh massa jaringan lunak yang membesar dan meluas sehingga menyebabkan
penurunan densitas dan kadang-kadang dapat terjadi pengapuran peri fer (Farhat, 2003).
BAB3
KERANGKA KONSEPTUAL
BAB3
KERANGKA KONSEPTUAL
Sinus Maxillaris
+
Membran Mukosa
!
I Infeksi Vws I Bakteri
~
I
Inflamasi
.~
Peningkatan Hilangnya fungsi Edema, kemerahan,
sekresi mukus silia normal demam, nyeri kepala
+
Pengeluaran Bakteri dapat masuk
sekresi terhambat dan berlcembang
..
•
Obstruksi sinus
padanasal
I
I Sinusitis maxillaris I
I
+
I I
S::~
Non odontogen
r--------. +
Kuman I
--------'
Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi:
Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi:
___- -•.a...---_
I
L.....-_
~----.
Infeksi
•
I 3. Impaksi
4. Periodontitis Apikalis
3. Kelainan Anatomi
4. Benda Asing
~----'I 5. Abses periapikal 5. Iritasi Polutan
Kematian pulpa 6. Gangguan Mukosilia
6. Gangren radix
J. 7. Kista Radikuler
Eksudat pada
ujoogakar Diamati dengan
oanoramik
15
16
Keterangan:
BAB4
METODE PENELITIAN
BAB4
METODEPENELITIAN
4.3 Sampel
1,962.0,5.0,5
(0,22)2
= 19,8
17
18
Sinusitis maxillaris adalah suatu pembentukan cairan karena proses peradangan yang
tegadi pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal yang letaknya pada daerah pipi kanan dan
kiri.
Infeksi gigi adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal
dalam muIut, yaitu bakteri dalam plak, dalam suIkus gingiv~ dan mukosa mulut
Panoramik adalah teknik: untuk mengbasilkan sebuah gambaran tomografi yang
memperlihatkan struktur fasial mencakup maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya
dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral.
19
4. Dilakukan pencatatan gambaran radiografik lesi pada gigi-gigi rahang atas pada
[oto radiograftk panorami1c tersebut berdasarkan hasil pengamatan
Gambar 4.1: Gambaran radiografik panoramik dengan kclainan pada gigi rahang alas
20
Gambar 4.2: Gambaran radiografik panornmik lanpa kelainan pada gigi rahang alas
Penderita yang telah didiagnosa sinusitis maksi laris di di RSUD Dr. M. Soewandhie dan
belum diterapi
~
SUbjek penelitian mengisi informed consent sebelum dilakukan foto radiografik panoramik
untuk menyetujui penggunaan hasil foto sebagai bahan penelitian.
~7
Dilakukan pengamatan pada foto radiografik panoramik penderita sinusitis maxillaris untuk
mengetahui tampak atau tidaknya gambaran radiografik lesi pada gigi-gigi rahang atas.
J~
Dilakukan peneatatan gambaran radiografik lesi pada gigi-gigi rahang atas pada foto
radiografik panoramik tersebut berdasarkan hasil pengamatan.
""" 7
I Hasil oenelitian dianalisa dengan Binomial Test I
21
Uji yang digunakan pada penelitian ini adalah uji binomial, yaitu uji pada 1
kelompok data, yang berskala nominal atau kategori. Derajat kemaknaan a = 0,05.
BABS
HASIL PENELITIAN .
DAN ANALISA DATA
BABS
Tabel 5.1: Perhitungan dari Hasil Radiografik Panoramik pada Infeksi Odontogen dan Non Odontogen
Total 20 100%
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dari 20 penderita didapatkan IS orang (75%) yang
menderita sinusitis dengan infeksi odontogen dan 5 orang (25%) tanpa infeksi odontogen. Hasil
ini didapatkan dari pengamatan yang dilakukan oleh 3 orang pengamat, yaitu satu orang peneliti
dan dua orang dosen pembimbing dengan basil pembacaan yang sarna, yaitu 15 orang yang
menderita sinusitis dengan infeksi odontogen dan 5 orang (25%) tanpa infeksi odontogen.
Dari data basil penelitian diatas akan diIakukan analisa dengan menggunakan uji
binomial, yaitu uji pada 1 kelompok data, yang berskala nominal atau kategori. Dengan derajat
kemaknaan a = 0,05.
22
23
Total 20 l.00
Dari basil pengujian dengan Binomial Test didapatkan bahwa niali signifikannya 0,041.
Nilai signifikan ini kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan dengan radiografik panoramik
pasien yang menderita sinusitis dapat teridentifikasi secara signifikan terinfeksi odontogen atau
tanpa infeksi odontogen.
BAB6
PEMBAHASAN
BAB6
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini digunakan foto panoramik yang secara jelas dapat menjelaskan
hubungan antara gigi rahang atas dengan sinus maksilaris. Menurut White (2000) foto panoramik
merupakan sebuah gambaran tomografi yang memper1ibatkan struktur fasial mencakup rahang
maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan dosis radiasi yang rendah.
Menurut Efiaty (2007), sinus maxiIlaris terletak tepat di atas rahang (bagian atas) gigi.
Ujung akar gigi dan bagian dalam sinus hanya dibatasi oleh lapisan tipis tulang. Saraf yang
masuk. melalui akar gigi yang mengalir melewati sinus menghubungkan ke saraf yang membawa
impuls nyeri dari gigi ke otak dan juga menyebabkan obstruksi pada rongga bidung yang
mengakibatkan drainase dan ventilasi yang buruk dari sinus, serta dapat mengakibatkan drainase
lendir dan penyumbatan sinus paranasal yang mengakibatkan infeksi sinus.
Pada penelitian ini sampel yang diambil menggtmakan laId-laId dan 'perempuan karena
sinusitis dengan infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh karena karies gigi. Menucut Proops
(1997) karies gigi bukanlah penyakit yang mengancam kehidupan, namun jika infeksi
odontogenik menyebar melalui fasial, pasien beresiko untuk sepsis, komplikasi salman napas
(misalnya, Ludwig angina, abses retropharyngea1), dan infeksi odontogenik yang mencapai
49,1% dati abses leher.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 penderita didapatkan 15 orang (75%)
yang menderita sinusitis dengan infeksi odontogen dan 5 orang (25%) tanpa infeksi odontogen.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bertrand (1997), infeksi pada gigi terjadi saat kuman masuk
ke dalam roang pulpa gigi. Sehingga menyebabkan infeksi dan kematian pulpa. Eksudat akihat
infeksi secara bertahap menumpuk di ujung akar dan membuat lubang pada tulang. Biasanya,
infeksi gigi akan membuat tulang di dalam membengkak dan juga terdapat rasa nyeri rahang atau
gigi serta rasa nyeri di daerah sinus.
24
25
Sampel penelitian adalah penderita sinUsitis yang telah di diagnosa menggunakan foto
Waters tanpa dilakukan terapi. Penyebab sinusitis berasal dari infeksi odontogen atau non
odontogen dapat diketahui dengan pemeriksaan lebih lanjut menggunakan foto panoramik.
Radiografik panoramik pada penderita sinusitis dengan infeksi odontogen akan memberikan
gambaran penebalan mukosa (hiperplastik), air fluid level, perselubungan homogen atau tidak:
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, dan penebalan dinding sinus dengan sklerotik
serta gambaran lesi pada gigi-gigi rahang atas yang merupakan faktor penyebabnya. Gambaran
lesi pada apikal gigi memberikan gambaran radiolusen dengan bentuk yang konveks (bundar),
berbatas jelas, homogen (Donald, 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi sinusitis dengan
infeksi odontogen, antara lain karies, granuloma, impaksi, periodontitis apikalis, abses
periapikal, gangren radix, dan kista radikuler. Sedangkan sinusitis tanpa infeksi gigi dapat
tetjadi karena kelainan pada bidung yang dapat mengakibatkan tetjadinya sumbatan; antara lain
infeksi, a1ergi, kelainan anatomi, benda asing, iritasi polutan dan gangguan pada mukosilia
(Hilger, 1997). Hal ini dapat dibuktikan pada basil pengujian dengan Binomial Test didapatkan
bahwa nil,ai signifikannya 0,041. Nllai signifikan ini kurang dari 0,05 sebingga dapat
disimpulkan dengan radiografik panoramik pasien yang menderita sinusitis dapat teridentifikasi
secara signifikan terinfeksi odontogen atau tanpa infeksi odontogen.
Binomial test digunakan karena variabel yang diukur hanya satu. Variabel yang dimaksud
adalah gambaran radiografik panoramik. Gambaran radiografik panoramik ini untuk menunjang
diagnosa sinusitis maxillaris dengan faktor odontogen.
Sinus maxillaris dan gigi rahang atas mem.iliki hubungan anatomis yang dekat, sehingga
infeksi odontogen dapat mempengaruhi keadaan sinus maksilaris. Dengan pemeriksaan
radiografik panoramik, dapat diketahui hubungan anatomis antara geligi RA dan sinus maksilaris
sebingga dapat diketahui apabila infeksi odontogen gigi rahang atas yang meyebabkan adanya
sinusitis maksilaris.
26
jaringan lunak atau kandungan mukus di dalani sinus maksilaris. Radiografik CT, :MRI, dan foto
Waters biasanya hanya dilakukan apabila terdapat gejala penyakit yang telah dikeluhkan oleh
pasien. Sedangkan foto panoramik dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk mendeteksi awaI
adanya penyakit pada sinus maksilaris karena a1asan ekonomis dan efektifitas. Foto panoramik
diketahui lebih baik digunakan sehubungan dengan deteksi massa serupa kista, serta jelas
memberikan gambaran hubungan antara sinus dengan geligi rahang atas.
Keuntungan foto panoramik adalah basil lapangan pandang yang luas, sebingga dapat
lebih banyak memeriksa struktur anatomis dan lesi baik di rahang atas maupun rahang bawah,
penggunaan yang relatif cukup mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama, kenyamanan
pasien, serta paparan radiasi minimal.
BAB7
BAD 7
7.1 Kesimpulan
Dari basil penelitian tentang infeksi odontogen pada sinusitis maxillaris yang ditinjau dari
radiografik panoramUc dapat disimpulkan bahwa dati 20 penderita sinusitis didapatkan 15 orang
(75%) yang menderita sinusitis dengan infeksi odontogen sedangkan 5 orang (25%) tanpa infeksi
odontogen.
7.2 Saran
Diharapkan pasien yang didiagnosa sinusitis menggunakan foto water's dapat dilakukan
pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan panoramik untuk membantu menunjang diagnosa
apakah berasal dari infeksi odontogen.
27
DAFTAR PUSTAKA
DAFI'AR PUSTAKA
Adam GL, Boies LR. 1997. Bukll Ajar Penyakit THT. 6 Ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EOC
pp 165-6
Becker W. 1994. Oinical Aspects of Desease of the Nose and Throat DesellSe. 2rd ed. New
York
Bertrand B, Rombaux P, Eloy P. 1997. Sinusitis Of Dental Origin. Department of
Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery. Belgium. pp 312-22
Brady HMO, Tore AL, Westesson PL. 2004. MtDdllary Sinus Pathology of Odontogenic
Origin. New York: University of Rochester Medical Center
bttp:llwww.urmc.rochester.edulsmdlradlneuroimageslphotoslASHNR06 Huang.pdf
Donald AT. Ptlllortunic Radiographic Anatomy. 1999. University of North Carolina School of
Dentistry
Efiaty AS. 2007. Buku Aiar Telinga Hldung Tenggorok Keptdll & Leher. 6 Ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Farhat 2003. Peran Infeksi Gig; Rahang Atas Pada Kejadian Sinusitis Makslla diRSUP
H.Adom Malik Medan. Dalam : Majalah Kedokteran Nusantara. Volume 39. pp 386-92
Green A W, Flower EA dan New NE. 2001. Mortality Associated with Odontogenic Infection.
British Dental Journal. pp 529-530
http://www.nature.comlbdj/joumaI/vigo/nl0/fuW48010244.html
28
29
Hilger P A. 1997. Penyakit Sinus Paranasal Dtilam Buku Ajar Penyakit THT. 6 Ed. Jakarta:
Kennedy DW. 1991. Endoscopic Sinus Surgery Otolaryngology. 3 rd ed. WB. Saunders
Company Vol. 3
Lund VI. 1997. Anatomy of the nose and PlllVlSllllal Sinuses. Scoot Brown Otolaryngology. 7 rd
ed. Butterworth heinemen
Mangunkusumo E; Soetjipto D. 2007. Sinusitis Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatlln Te/inga
Hidung Tenggorok Kepala don Leber. 4 Ed.Iakarta: FK UI
Proops DW. 1997. The Mouth and Related FaciaollUlXillary Strusture£ In: Scott Brown's
Otolaryngology. 6 ed. Butterworth-Heinemann. Oxford. Vol I
Rachman DM. 2005. Sinus Paranasal dtdtun Radiologi DiIlgnostik. Edisi Kedua. Iakarta:
FKUI-RSCM
Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections ofthe Upper Respiratory Tract. Editors:
Rud J & Rud V. 1998. Surgical Endodontics Of Upper Molars: Rellllion To The Maxillary
Sinus and Operation in Acute State OfInfection. 3 rd ed. Endodostomat
Topazian RO, Goldberg MIl 1994. Oral don MaksUofasiallnfeksi. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders
30
Toran KC, Nath S, Shrestha S, Rana BBS om. 2004. Odontogenic Origin of Necrotizing
FtlSciitis ofHead and Neck-II CIlSe report. Kathmandu University Medical Journal.
pp 361-3
htg?:lIwww.kumj.com.np/past/vol.2lisske41361-363.pdf
White SC, Pharoah MJ. 2000. Oral Radiology: Principles lind Interpretation. 5 Ed. St. Louis,
Missouri: Mosby. pp 205
Zaenuddin. 2000. Metodologi Penelitilln. Surabaya. Universitas Airlangga
LAMPIRAN
Namar: 59fKKEPK.FKGNU20I l
Kamisi Kelaikan Etik Penelilian Kesehatan (KKEPK) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga, telah mengkaji secara seksama rancangan penelitian yang diusulkan, maka dengan
ini menyatakan bahwa penelitian berjudul :
DlNYATAKAN LAIKETIK
31
1. Judul penelitian : infeksi odontogen pada sinusitis maxillaris ditinjau dari radiografik
panoramik.
2. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui seberapa besar radiografik panoramik dapat
menunjang diagnosa sinusitis maxillaris dengan faktor odontogen.
3. Manfuat penelitian : Dapat menambah pengetahuan dokter gigi tentang hubungan infeksi
gigi dengan sinusitis maxillaris.
4. Pembuatan foto panoramik di Jakukan pada penderita.
s. Hasil dari foto panoramik akan membantu mengetahui apakah sinusitis tersebut berasal
dari infeksi gigi atau tidale.
6. Apabila sinusitis berasal dari infeksi gigi maka penderita akan di beri penjeJasan
mengenai terapi untuk mengatasi masalah sinusitis tersebut.
Surabaya, .
Mengetahui,
Peneliti Penderita
32
Nama:
Umur :
Alamat:
Telah mendengarkan penjelasan dari peneliti dan atau membaca serta mengetahui bahwa:
Dengan ini saya menyatakan dengan sukarela untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Saya
mengetahui bahwa saya berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu tanpa
mempengaruhi perawatan medik saya selanjutnya.
Surabaya,
( ................) ( .....................)
33
34
posterior ka-ki:
periodontitis
Ny. Kiptia 37thn Perempuan Gigi 26 dan 28: -
gangren radix
dan abses
J!eriapikal
-
An. Ade Rifqi
Ny. Thio Kiem
9thn
47thn
LaId-laId
Perempuan Gigi 26: gangren
radix dan abses
"-
periapikal; Gigi
27: periodontitis
Nn. Agista 22thn Perempuan Gigi 26: abses -
periapikal
Tn. Yulianto 31 thn LaId-laki Gigi 16 dan 26: -
gangren radix
danabses
periapikal; Gigi
18: karies
profunda
perforasi dgn
periodontitis
-
Nn. Ursula
Nn. Dewi
20thn
17thn
Perempuan
Perempuan Gigi 18 dan 28:
impaksi vertical
"-
Tn. Andreas 21thn Laki-Iaki Gigi 16: karies; -
Gigi 26: gangren
radix dan abses
~!;CiPikal
35
Odontogen
Cumulative
=requen~ Percent ~alid Percen Percent
Valid Odontogen 15 75.0 75.0 75.0·
Non odontog 5 25.0 25.0 100.0
Total 20 100.0 100.0
Binomial Test
Total 20 1.00
36
I I
37
...... :/.~ . . . .I • • •
•• ~1
, ..... .
... ,
;
•. ~
~
if .$ .••• -f/.: ,..
0 ." • • • ,.~"",
-0
..
• , ... .' I