Anda di halaman 1dari 74

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN

ASTENOPIA PADA TENAGA KEPENDIDIKAN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Skripsi
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai
Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

TIMOTHY ISA PRANATA SIREGAR


NIM: 1710313063

Pembimbing:
1. Dr. dr. Hendriati, Sp.M(K)
2. dr. Rini Rustini, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN
ASTENOPIA PADA TENAGA KEPENDIDIKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Skripsi
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai
Pemenuhan Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh

TIMOTHY ISA PRANATA SIREGAR


NIM: 1710313063

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya mahasiswa/dosen/tenaga kependidikan* Universitas Andalas yang bertanda


tangan di bawah ini:

Nama lengkap : Timothy Isa Pranata Siregar


No. BP/NIM/NIDN : 1710313063
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Jenis Tugas Akhir : TA D3/Skripsi/Tesis/Disertasi/.................................**

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Andalas hak atas publikasi online Tugas Akhir saya yang berjudul:

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN


ASTENOPIA PADA TENAGA KEPENDIDIKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Universitas Andalas juga berhak
untuk menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola, merawat, dan
mempublikasikan karya saya tersebut di atas selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian
pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Padang,
Pada tanggal 13 Juli 2021
Yang menyatakan,

(Timothy Isa Pranata Siregar)

* pilih sesuai kondisi


** termasuk laporan penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan magang,
dll
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, nikmat, dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Lama Penggunaan Komputer Dengan Kejadian Astenopia Pada
Tenaga Kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas” ini dengan baik.
Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan program sarjana
di Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Peneliti sangat menyadari tanpa bantuan, doa, dan bimbingan dari semua
pihak akan sangat sulit dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Afriwardi, Sp.KO, MA, SH selaku Dekan bersama Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
2. Dr. dr. Hendriati, SpM(K) dan dr. Rini Rustini, SpAn selaku dosen
pembimbing yang telah sabar membimbing dalam penyusunan skripsi ini.
3. Dr. dr. Fitratul Ilahi, SpM(K), Drs. Julizar, Apt, M.Kes, dan dr. Selfi Renita
Rusjdi, M.Biomed selaku penguji yang sudah banyak memberi masukan dalam
penyusunan skripsi penulis.
4. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang telah
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
5. Orang tua, saudara dan sahabat yang telah memberikan dukungan moral dan
materil.

Padang, 7 Januari 2021

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas vi


ABSTRACT

THE CORRELATION OF DURATION OF COMPUTER USE WITH


ASTENOPIA IN EDUCATIONAL PERSONNEL FACULTY OF
MEDICINE ANDALAS UNIVERSITY

By
Timothy Isa Pranata Siregar

Asthenopia is a condition that causes a decrease in vitality and work


productivity due to eye health problems. Asthenopia can occur if there is a
disturbance experienced by the eye because the muscles are forced to work hard,
especially when looking at close objects for a long time. The impact of asthenopia
in the world of work is a loss of productivity, an increase in the number of
accidents, and the occurrence of visual complaints. This study aims to determine
the relationship between duration of computer use and the incidence of
asthenopia in educational personnel at the Andalas University Medical Faculty.
This research is an analytical study with a cross-sectional design which
was carried out from January 2020 to July 2021 at the Faculty of Medicine,
Andalas Padang University. The sample of this study amounted to 40 people.
Data was collected by distributing questionnaires directly to respondents. The
sampling technique used was total sampling technique. Data analysis used
univariate analysis and bivariate analysis with Chi Square test.
The results of the univariate analysis showed that the number of education
personnel who used computers for more than 4 hours was 90%. Educational
personnel who experience asthenopia by 20%. Statistical test data to analyze the
relationship between long computer use and the incidence of asthenopia showed p
= 0.566 (p>0.05).
The conclusion of this study is that there is no significant relationship
between duration of computer use and the incidence of asthenopia in medical staff
at the Andalas University Medical Faculty.

Keywords: symptoms of asthenopia, asthenopia, and duration of computer use.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas vii


ABSTRAK

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KOMPUTER DENGAN KEJADIAN


ASTENOPIA PADA TENAGA KEPENDIDIKAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

Oleh
Timothy Isa Pranata Siregar

Astenopia merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan terjadinya


penurunan vitalitas dan produktivitas kerja akibat gangguan kesehatan pada mata.
Astenopia dapat terjadi apabila ada gangguan yang dialami mata karena otot-
ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama pada saat melihat obyek dekat dalam
jangka waktu yang lama. Dampak dari astenopia di dunia kerja adalah hilangnya
produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan
penglihatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lama
penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada tenaga kependidikan
fakultas kedokteran universitas andalas.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain potong lintang
yang dilaksanakan dari bulan Januari 2020 hingga Juli 2021 di fakultas
kedokteran universitas andalas padang. Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan pembagian kuesioner secara langsung
kepada responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total
sampling. Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat
dengan uji Chi Square.
Hasil analisis univariat didapatkan jumlah tenaga kependidikan yang
menggunakan computer lebih dari 4 jam sebesar 90 %. Tenaga kependidikan yang
mengalami astenopia sebesar 20 %. Uji statistik data untuk menganalisis
hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada
menunjukkan nilai p = 0,566 (p>0,05).
Kesimpulan pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada
tenaga kependidikan fakultas kedokteran universitas andalas.

Kata kunci : keluhan astenopia, astenopia, dan lama penggunaan komputer.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas viii


DAFTAR ISI

Sampul Depan i
Pernyataan Orisinalitas
Erro
r! Bookmark not defined.
Persetujuan Skripsi
Erro
r! Bookmark not defined.
Pengesahan Penguji
Erro
r! Bookmark not defined.
Kata Pengantar vi
Abstract vi
Abstrak viii
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Istilah xiii
Daftar Lampiran xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Rumusan Masalah 5
1.3.Tujuan Penelitian 5
1.3.1.Tujuan Umum 5
1.3.2.Tujuan Khusus 5
1.4.Manfaat Penelitian 6
1.4.1 Bagi penulis 6
1.4.2 Bagi Masyarakat 6
1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Landasan Teori 7
2.1.1 Anatomi Mata 7
2.1.2 Fisiologi Penglihatan 11
2.2Astenopia 13
2.2.1 Definisi 13
2.2.2 Epidemiologi 13
2.2.3 Faktor risiko 14
2.2.4Etiologi 18
2.2.5Gejala 19
2.3 Dampak aktivitas penggunaan komputer 21
2.4 Penanganan Astenopia 23
2.5 Kerangka teori 26
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 27
3.1.Kerangka Konsep 27
3.2.Hipotesis 28
BAB IV METODE PENELITIAN 29
4.1Jenis dan Rancangan Penelitian 29
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 29
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ix
4.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 29
4.3.1 Populasi 29
4.3.2 Sampel 29
4.3.3 Kriteria Sampel 29
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel 30

4.4 Instrumen Penelitian 30


4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 30
4.5.1 Variabel Penelitian 30
4.5.2 Definisi Operasional 31
4.6 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data 32
4.7 Pengolahan dan Analisis Data 32
4.7.1 Teknik Pengolahan Data 32
4.7.2 Teknik Analisis Data 33
BAB V HASIL PENELITIAN 34
5.1 Gambaran Penelitian 34
5.2 Karakteristik Responden 34
5.3 Analisis Univariat 34
5.3.1 Lama Penggunaan Komputer 34
5.3.2 Kejadian Astenopia 35
5.3Analisis Bivariat 36
5.3.1 Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Astenopia
36
BAB VI PEMBAHASAN 37
6.1 Analisis Univariat 37
6.1.1 Lama Penggunaan Komputer 37
6.1.2 Kejadian Astenopia 37
6.2 Analisis Bivariat 39
6.2.1 Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Astenopia
39
6.3 Keterbatasan Penelitian 43
BAB VII PENUTUP 44
7.1 Kesimpulan 44
7.2 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas x


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 : Gejala – gejala pada kondisi kelelahan mata 23
Tabel 5.1 : Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis 34
Kelamin
Tabel 5.2 : Distribusi frekuensi lama penggunaan komputer oleh 35
responden
Tabel 5.3 : Distribusi frekuensi kejadian astenopia oleh responden 35
Tabel 5.4 : Distribusi frekuensi keluhan subjektif astenopia oleh 36
responden
Tabel 5.5 : Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian 36
Astenopia

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xi


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Anatomi Mata 7
Gambar 2.3 : Jaras Penglihatan 12
Gambar 2.4 : Kelainan Refraksi 15
Gambar 2.5 : Computer Working Position 21
Gambar 2.6 : Kerangka Teori 26
Gambar 3.1 : Kerangka konseptual penelitian 27

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xii


DAFTAR ISTILAH

AOA : American Optometric Association


CVS : Computer Vision Syndrome
DED : Dry Eye Disease
RPA : Resting point of accomodation
WHO : World Health Organization
NIOSH : National Institute of Occupational Safety and Health

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xiii


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan


Lampiran 2 : Lembar Informasi Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 4 : Lembar Kuesioner Responden
Lampiran 5 : Surat Keterangan Lulus Etik
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas xiv


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Astenopia atau yang juga dikenal sebagai kelelahan mata merupakan
suatu kondisi yang mengakibatkan terjadinya penurunan vitalitas dan
produktivitas kerja akibat gangguan kesehatan pada mata. Astenopia dapat terjadi
apabila ada gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya yang dipaksa
bekerja keras terutama pada saat melihat obyek dekat dalam jangka waktu yang
lama. Gangguan mata karena bekerja yang tidak sesuai standar dapat
memengaruhi penglihatan yang kurang jelas dan dapat mengganggu
pekerjaannya, sehingga mengakibatkan produktivitasnya menurun.1
Data organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) pada
tahun 2002 menunjukkan angka kejadian berkisar 40 – 90 persen yang
mengalami kelelahan mata. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelelahan mata
adalah faktor pencahayaan, faktor stress kerja, faktor umur, faktor penyakit, dan
faktor lama kerja. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan gangguan sehingga
diperlukan upaya kesehatan bagi para pekerja di tempat kerja. Kelelahan mata
juga akan menyebabkan menurunnya produktivitas kerja.2
Angka kejadian Penyakit Akibat Kerja (PAK) DKI Jakarta paling tinggi
terjadi pada tahun 2012 yaitu 1.668 pekerja. Kelelahan mata biasa dikenal dengan
istilah eyestrain, visual fatigue, dan astenopia. Di tahun 2010, sebanyak 246 juta
orang mengalami kejadian low vision. Beberapa ahli berpendapat bahwa
kelelahan mata dapat timbul karena faktor psikologi dan lingkungan. Yang
termasuk faktor psikologi seperti frekuensi berkedip, usia, jenis kelamin,
sedangkan yang termasuk faktor lingkungan yaitu pencahayaan, lama bekerja
dengan komputer, beban kerja, serta radiasi. Komputer memancarkan blue light
radiation hingga menimbulkan beban kerja pada otot siliari mata. Bekerja dengan
komputer dalam waktu yang relatif lama akan menimbulkan kelelahan mata,
terutama pada penggunaan komputer lebih dari empat jam. Pendapat lain juga
menyatakan bahwa pekerja yang bekerja dengan komputer lebih dari 3 jam per
hari lebih berisiko timbul keluhan kelelahan mata.3

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Gejala kelelahan mata dibagi menjadi tiga yaitu gejala visual seperti
penglihatan rangkap, gejala okular seperti nyeri pada kedua mata, dan gejala
seperti mual dan sakit kepala. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya kelelahan mata, salah satu diantaranya yaitu intensitas penerangan.4
Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala,
penglihatan ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, mata
merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan
berbagai masalah penglihatan lainnya. Dampak lain dari kelelahan mata di dunia
kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan
terjadinya keluhan - keluhan penglihatan. Menurut Departemen Kesehatan
kelelahan mata dapat menyebabkan iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata
berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan
kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun.5
Sampai saat ini perkembangan ilmu pengetahuan telah menghantarkan
masyarakat menuju babak baru yaitu babak yang memanfaatkan peralatan-
peralatan yang merupakan hasil dari teknologi. Teknologi komunikasi juga dapat
dipandang sebagai penerapan prinsip - prinsip keilmuan komunikasi melalui
penciptaan material (alat-alat teknis) agar meningkatkan kualitas dan kuantitas
peranan unsur - unsur komunikasi seperti sumber, pesan, media, sasaran, dampak
sesuai dengan konteks komunikasi.6
Berdasarkan teori penyebab penyakit akibat hubungan kerja terdapat lima
golongan penyebab penyakit akibat hubungan kerja, diantaranya adalah akibat
ergonomis dan psikososial. Kedua faktor ini mungkin tidak berhubungan
langsung dengan penyakit berat ataupun risiko kematian akibat hubungan
pekerjaan, namun tetap saja akan menurunkan kesejahteraan dan kesehatan para
pekerja serta mempengaruhi produktivitas kerja. Kelelahan mata merupakan
suatu problem kesehatan yang disebabkan oleh ketidakhati-hatian dan
ketidakpedulian oleh individu pekerja maupun komunitas perusahaan terhadap
risiko penyebab penyakit akibat hubungan kerja tersebut.7
Gambar pada layar komputer yang memiliki kontras tidak baik akan
mengakibatkan mata sulit untuk fokus pada objek. Karakter pada komputer
terbuat dari titik – titik kecil yang disebut dengan pixels. Setiap piksel akan terang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


pada bagian tengah dan penerangan menurun pada bagian tepi, oleh karena itu,
karakter pada layar elektronik memiliki sisi yang lebih kabur daripada objek yang
telah dicetak dengan jelas. Hal ini menyebabkan mata sulit bertahan untuk tetap
fokus atau disebut juga sebagai Resting point of accomodation (RPA). Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan kerja dari otot siliaris mata yang
mengakibatkan mata lelah serta mengakibatkan penurunan frekuensi berkedip
sehingga mata menjadi kering. Dalam usaha untuk mempertahankan agar mata
tetap fokus, postur tubuh yang terus berubah atau postur yang salah dapat
menyebabkan ketegangan otot pada leher dan punggung.8
Beberapa faktor berpengaruh menimbulkan keluhan kelelahan mata,
seperti usia, kelainan refraksi, dan durasi kerja/lama paparan komputer. Secara
fisiologis semakin bertambah usia akan mengakibatkan penurunan kualitas
penglihatan. Usia berhubungan dengan daya akomodasi, dan dengan
meningkatnya usia, lensa semakin menebal serta besar sehingga menjadi kurang
elastik. Faktor lain yang mempengaruhi kelelahan mata yaitu kelainan refraksi.
Kelainan refraksi adalah kesalahan dalam fokus dari cahaya oleh mata sehingga
menyebabkan ketajaman visual berkurang. Kelainan refraksi turut serta dalam
menimbulkan keluhan kelelahan mata. Semakin dekat objek ke mata, maka mata
semakin berusaha keras untuk berakomodasi. Saat mata bekerja melebihi
kapasitas untuk berakomodasi, maka akan terjadi gejala kelelahan mata, seperti
sakit kepala. Kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, pada pengguna komputer
terutama dalam jangka waktu lama, dapat mengakibatkan kelelahan penglihatan.9
Durasi penggunaan komputer merupakan faktor lain yang mempengaruhi
kelelahan mata. Semakin lama durasi kerja, maka semakin besar risiko yang
diterima pekerja, terutama pengguna komputer. Aktifitas yang melibatkan otot
mata dalam waktu yang cukup lama cenderung mudah mengalami kelelahan
mata. Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH)
,orang yang bekerja dengan komputer empat jam atau lebih dalam sehari, akan
mempengaruhi kelelahan mata sebesar 90%. NIOSH mencatat bahwa seseorang
yang memfokuskan pandangan ke layar komputer dalam jangka waktu lama,
mengakibatkan otot-otot mata akan terus berkontraksi sehingga berisiko
terjadinya kelelahan mata.10

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


Penelitian di Sumatera Barat yang dilakukan oleh Rendreana pada tahun
2012 mengenai hubungan faktor resiko dengan timbulnya Computer Vision
Syndrome pada mahasiswa pre-klinik di Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas menunjukan 30% responden menderita CVS. Pada penelitian tersebut
didapatkan 22,8% responden mengeluhan gejala mata lelah, tegang, dan terasa
sakit, 20% responden mengeluhkan mata melihat kabur, 18,9% responden
mengeluhkan nyeri kepala, 13,3% mengeluhkan mata berair, 12,8% mengeluhkan
kesulitan memfokuskan penglihatan, 8,3% mengeluhkan mata kering dan
teriritasi, dan 3,9% mengeluhkan pandangan ganda.11 Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Cahyanti pada tahun 2018 mengenai kelelahan mata pada pekerja
administrasi pengguna komputer di RSUP Dr M Djamil Padang menunjukkan
62,3% responden mengalami keluhan kelelahan mata. Pada penelitian ini gejala
kelelahan mata yang paling banyak dirasakan adalah sakit kepala sebanyak
72,73%, mata perih 62,34% dan sulit fokus 57,14%.12
Keluhan astenopia dan komplikasi lain yang mungkin timbul telah
menjadi isu kesehatan yang diperkirakan akan terus meningkat, sejalan dengan
perubahan pola aktivitas kerja dewasa ini. Beberapa teori mengarahkan kita
bahwa terdapat hubungan antara lama penggunaan komputer dengan kejadian
astenopia. Pentingnya pengetahuan mengenai astenopia beserta kaitannya dengan
penggunaan komputer akan membantu khalayak untuk menyadari keluhan
astenopia terutama pada pegawai yang bekerja di depan komputer sehari- harinya.
Terkait dengan penulusuran faktor risiko dari tenaga kependidikan pada institusi
yang terdekat dengan penulis didapati data jumlah tenaga tendik di FK Unand
mencapai angka 129 orang yang mungkin mengalami keluhan astenopia sehingga
penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang hubungan kejadian astenopia
dengan lama penggunaan komputer pada tenaga kependidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.13

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana distribusi frekuensi lama penggunaan komputer pada tenaga
kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ?
1.2.2. Bagaimana distribusi keluhan astenopia pada tenaga kependidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas ?
1.2.3. Bagaimana distribusi frekuensi astenopia pada tenaga kependidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas ?
1.2.4. Apakah terdapat hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian
astenopia pada tenaga kependidikan Fakultas Kedokteran UniversitasAndalas ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama
penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada tenaga kependidikan
fakultas kedokteran universitas andalas.

1.3.2. Tujuan Khusus


1.3.2.1. Mengetahui distribusi frekuensi lama penggunaan komputer pada tenaga
kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
1.3.2.2. Mengetahui distribusi jenis keluhan astenopia pada tenaga kependidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
1.3.2.3. Mengetahui distribusi frekuensi astenopia pada tenaga kependidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
1.3.2.4. Mengetahui hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia
pada tenaga kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan tentang


Hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi edukasi pada masyarakat tentang


dampak penggunaan komputer terhadap kesehatan mata, khususnya keluhan
astenopia sehingga dapat dicegah sedari dini.

1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Menjadi data dasar bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang
berkaitan dengan topik ini.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Anatomi Mata
Mata adalah salah satu organ indra pada terpenting pada tubuh manusia,
yang menerjemahkan informasi dari luar tubuh dalam bentuk visualisasi atau
penglihatan. Penglihatan sangat berharga dan kehidupan manusia sangat
bergantung kepadanya. Hal ini dikarenakan lebih dari 50% reseptor sensorik yang
ada dalam tubuh manusia terletak di mata, yang nantinya akan menyediakan
terjemahan berupa informasi visual. Mata berfungsi untuk menangkap cahaya
dari pantulan benda – benda untuk akhirnya diolah menjadi suatu informasi, dan
tampak hitam jika menyerap semua panjang gelombang cahaya.14
Mata dapat dibagi menjadi 3 lapisan yaitu bagian luar, bagian tengah dan
bagian dalam. Lapisan bagian luar terdiri atas kornea dan sklera. Kornea
berfungsi untuk meneruskan cahaya dari luar ke lensa dan retina, sedangkan
sklera merupakan lapisan jaringan ikat yang melindungi mata serta
mempertahankan bentuknya. Pada lapisan luar juga terdapat limbus yang menjadi
penghubung antara kornea dan sklera. Pada Lapisan bagian tengah mata terdapat
beberapa komponen seperti iris, korpus siliaris, dan koroid. Iris diketahui sebagai
bagian yang memberikan warna pada mata, serta mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke mata dengan menyesuaikan ukuran dari pupil, korpus siliaris
merupakan regulator kekuatan dan bentuk lensa dan menjadi tempat produksi
cairan aqueous serta koroid yang menjadi sumber oksigen dan nutrisi ke lapisan
luar mata. Terakhir ada lapisan bagian dalam mata yaitu retina yang tersusun atas
neuron - neuron kompleks, yang berfungsi untuk menangkap dan memproses
cahaya.15

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


2.1.1.3 Pupil

Pupil merupakan elemen optik yang mengatur jumlah cahaya yang masuk
retina. Pupil tampak seperti suatu lubang hitam dimana cahaya masuk ke dalam
mata20. Pupil tampak seperti suatu daerah hitam karena bagian dalam mata yang
gelap, bukan karena pupil memiliki permukaan yang hitam. Lebar pupil sendiri
diatur oleh pergerakan iris. Ukuran pupil berakomodasi sesuai dengan intensitas
cahaya yang masuk ke mata, dimana pupil akan mengecil bila intensitas cahaya
tinggi , dan melebar bila intensitas cahaya rendah. Diameter pupil normalnya
berada pada rentang 2-8 mm.21

2.1.1.4 Sklera

Sklera adalah lapisan bagian luar mata yang opak, berserat, kuat, yang
biasa dikenal sebagai "bagian putih pada mata". Sklera merupakan lapisan
jaringan ikat padat yang menutupi seluruh permukaan bola mata, kecuali kornea.
Sklera memberikan bentuk bola mata, menjadikannya kaku, dan melindungi
dalaman mata. Pada permukaan posteriornya terdapat foramen optikum, yang
mengelilingi nervus optikus (nervus kranialis II). Sklera berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata.22

2.1.1.5 Lensa

Lensa adalah suatu membran semipermeabel yang terletak di belakang iris


dan pupil. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang
dikenal sebagai zonula Zinii. Tebal lensa sebesar 4 mm dan diameter 9 mm,
dengan batas anterior di aqueous humor, dan di sebelah posteriornya terdapat
vitreous humor. 23

Lensa memiliki bentuk bikonveks (memiliki kecembungan di dua sisi) dan


terdiri dari tiga bagian utama yaitu kapsul lensa, sel epitel lensa dan serat lensa.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati oleh air
dan elektrolit . Serat lensa tersusun padat, teratur dan diselingi oleh protein yang
berperan serta dalam mempertahankan kejernihan lensa.19

Seperti halnya lensa kamera, fungsi dasar lensa mata adalah memancarkan
dan memfokuskan cahaya ke retina. Lensa bersifat fleksibel dan elastis yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


memudahkannya untuk merubah kelengkungannya untuk memberikan fokus pada
benda yang berada di dekatnya maupun yang berada di kejauhan. Sekitar 25-35%
daya fokus mata berasal dari lensa, sehingga untuk memfasilitasi hal ini, lensa ini
mengandung salah satu konsentrasi protein tertinggi dari jaringan mana pun.24

2.1.1.6 Koroid

Koroid adalah bagian dari saluran uveal yang tervaskularisasi dan juga
mengandung jaringan ikat dan pigmen melanin. Koroid membentang dari ora
serrata hingga ke serabut saraf optik.25

Koroid merupakan lapisan penyusun dinding bola mata yang terletak


antara retina dan sklera. Koroid merupakan bagian dari uvea yang terdiri dari iris
dan badan siliar di anterior serta koroid di posterior. Koroid mempunyai
ketebalan 0,25 mm dan tersusun atas 3 lapisan pembuluh darah yaitu lapisan
pembuluh darah Haller, lapisan pembuluh darah Sattler, dan koriokapiler.26

Koroid terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan stroma, lapisan kapiler,
lamina Fusca, dan membran Bruch. Fungsi koroid adalah sebagai pemasok nutrisi
dan oksigen ke lapisan luar retina, khususnya sel batang, sel kerucut, dan epitel
pigmen retina. Koroid sebagian besar terdiri dari pembuluh darah, dan bertugas
memasok nutrisi retina luar khusunya sel kerucut dan sel batang, namun
dikatakan bahwa koroid memiliki setidaknya tiga fungsi lain seperti
termoregulasi, pengatur posisi retina ketika perubahan ketebalan koroid, dan
sekresi faktor pertumbuhan.27

2.1.1.7 Badan siliaris

Badan siliaris merupakan ekstensi koroid yang menebal serta membentuk


suatu cincin muscular di sekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa
serta mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous humor. Badan siliar
merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah tegangan kapsul
lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat maupun jauh dalam lapang
pandang. Badan siliar terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars
plicata yang merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang
datar, pars plana. Badan siliaris juga turut berperan dalam pengaturan tegangan
kapsul lensa untuk memfokuskan objek yang dilihat.19

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


2.1.1.8 Nervus Optikus

Nervus optikus merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang memiliki
lebih sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya berada di otak.
Nervus optikus terdiri dari akson sel ganglion retina dan sel glia. Jumlah akson
cenderung tetap, sedangkan jumlah sel glia dan myelin relatif bervariasi di
berbagai tempat dibandingkan akson. Pada bagian tengah kaput nervus optikus
tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang
dari arteri oftalmika. Nervus optikus membentang dari retina melewati foramen
sklera posterior hingga ganglion genikulatum lateral di thalamus.28

2.1.2 Fisiologi Penglihatan


Mata adalah suatu alat indra yang paling penting pada tubuh manusia.
Mata berupa organ fotosensitif yang kompleks dan sangat berkembang, sehingga
memungkinkan manusia untuk menganalisis bentuk, intensitas, dan rupa warna
dari cahaya yang dipantulkan oleh objek yang kita lihat.29
Organ visual ini terdiri dari bola mata dengan berat 7,5 gram dan panjang
24 mm, adneksa atau alat - alat tambahan, serta otot-otot ekstraokular. Sebagai
organ perifer dari sistem penglihatan, mata menjadi salah satu bagian tubuh yang
harus terlindungi. Demi melindungi mata dalam suatu keadaan struktural yang
akan melindunginya, maka bola mata terletak di dalam suatu rongga skeletal yang
disebut orbita. Posisi anatomis yang berada pada kerangka orbita akan
melindungi mata tanpa mengurangi fungsi dan bahkan mengoptimalkannya.30
Proses visualisasi suatu penglihatan dimulai dari pengambilan informasi
dalam bentuk cahaya dari luar hingga kepada analisis dan intepretasi informasi
visual tersebut. Proses penglihatan dan persepsi visual ini melibatkan suatu
sistem struktural yang kompleks, yang masing-masing memiliki suatu tujuan
tertentu. Rangkaian proses penglihatan meliputi masuknya cahaya pada media
refraksi, proses fototransduksi, pengiriman impuls melalui jaras penglihatan,
hingga intepretasi dan persepsi visual oleh korteks visual.31
Media refraksi terdiri dari kornea, aqueous humor, lensa, dan badan
vitreus. Cahaya yang masuk ke dalam mata mengalami pembiasan pertama kali
melewati kornea dan tear film yang juga merupakan komponen refraktif utama
dari mata. Selanjutnya cahaya akan melalui aqueous humor yakni cairan yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


berada di bilik mata depan, media transparan antara kornea dan lensa, dengan
indeks refraksi rendah. Kekuatan refraksi lensa memiliki kekuatan mencapai 20
dioptri dengan indeks refraksi 1,36 pada bagian perifer dan 1,4 pada bagian
sentral. Lensa mata berakomodasi melalui kontraksi otot siliaris yang melepaskan
regangan zonula sehingga lensa membulat ketika melihat objek dekat. Otot
siliaris akan relaksasi dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh. Badan vitreus
adalah gel transparan dengan kandungan air 98% dan indeks refraksi 1,33 yang
sama dengan indeks refraksi pada humor akuos. Vitreus meneruskan cahaya yang
ditangkap menuju retina, serta sebagai tempat penyimpanan substansi kimia yang
berperan dalam metabolisme retina.32
Proses penerjemahan selanjutnya adalah mekanisme fotoreseptor. Adanya
suatu perubahan potensial yang disebabkan oleh cahaya dari luar akan memicu
potensial aksi pada senyawa – senyawa fotosensitif pada sel batang dan sel
kerucut. Fototransduksi merupakan proses penangkapan cahaya oleh fotoreseptor
retina untuk ditranslasi menjadi impuls saraf. Foton yang diterima menyebabkan
perubahan konformasional pada fotopigmen, memicu terjadinya kaskade reaksi
kimia yang mengubah energi elektromagnetik menjadi stimulus elektrik. Proses
fototransduksi terjadi di membran diskus segmen luar sel fotoreseptor.33
Jaras penglihatan merupakan rangkaian proses pengiriman informasi
visual yang terdapat pada impuls saraf menuju korteks visual. Retina meneruskan
impuls saraf ke saraf optik, kiasma optik, traktus optik, badan genikulatum
lateralis, radiasi optik hingga korteks visual. Neurotransmitter yang dilepaskan
dari neuron retina digunakan untuk penghantaran sinaps. Hantaran ini
diperantarai oleh sel kerucut dan sel batang yang melepaskan Glutamat ketika
bersinaps dengan sel bipolar. Korteks visual terdiri dari area korteks visual primer
dan sekunder.
Area lain yang berhubungan dengan penglihatan adalah area korteks
frontal. Impuls saraf kemudian akan diteruskan melalui radiasi optik menuju
korteks area visual primer.31 Hasil akhir dari pemrosesan informasi tersebut
disebut persepsi visual, yaitu hasil akhir proses interpretasi dari respons sensorik
yang dibuat oleh retina ke rangsangan visual oleh korteks. Persepsi visual terdiri
dari persepsi warna, persepsi ruang, persepsi gerak, dan persepsi kedalaman.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


penggunaan komputer. Gejala yang umum didapat berkisar di antara perasaan
mata berpasir, mata gatal , nyeri, sensitif, kemerahan, air mata kelebihan,
kekeringan, ketidaknyamanan dalam melihat, dan penglihatan kabur. Pada
belahan dunia yang lain dikatakan bahwa CVS juga dialami oleh 54,6% operator
pusat panggilan di Sao Paulo, Brasil.36 Beberapa peneliti menemukan bahwa
individu yang menghabiskan lebih dari 4 jam bekerja di depan monitor
mengalami insiden gejala yang lebih besar. Penelitian lain pada studi penyakit
mata kering khususnya pada pengguna komputer termasuk data dari 11.365 orang
memperkirakan prevalensi keseluruhan sebesar 49,5%, berkisar antara 9,5%
hingga 87,5%. Peningkatan jumlah pekerjaan harian yang dilakukan secara online
diduga meningkatkan berbagai gejala yang terkait dengan kelelahan mata, serta
keluhan muskuloskeletal yang melibatkan bahu, leher dan punggung, serta sakit
kepala.37

2.2.3 Faktor risiko

Kelelahan mata merupakan masalah bagi orang-orang dari segala usia.


Bahkan dengan tidak adanya gangguan serius pada mata, banyak orang
merasakan kelelahan mata selama bekerja secara intensif atau dari menatap layar
terlalu dekat dan penerangan buruk , yang diperparah oleh penyakit mata kering.
Astenopia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di kelompokkan atas faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.

A. Faktor instrinsik

Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari tubuh, beberapa faktor
yang termasuk faktor risiko seperti :

1. Usia

Seperti yang kita ketahui tubuh manusia mengalami penurunan


kemampuan dan produktivitas seiring dengan pertambahan usia. Begitu pula
dengan daya akomodasi mata yang akan semakin berkurang menurun semenjak
usia 40 tahun.31 Hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi air mata sehingga
mata menjadi kering. Pertambahan usia juga menyebabkan mata mulai
kehilangan elastisitasnya dan semakin kesulitan untuk melihat pada jarak dekat.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan akan proses penglihatan
ketika bekerja di depan layar. Pekerja yang berumur lebih dari 40 tahun akan
lebih rentan terhadap gangguan penglihatan, sejalan dengan proses penuaan.
Pekerja usia 40 tahun ke atas jarang yang masih memiliki penglihatan normal,
Sehingga untuk mengoptimalkan penglihatannya, mereka perlu mengatur
tampilan komputer agar ukuran dan kontras layar menjadi lebih besar. 38

2. Kelainan refraksi

Kelainan refraksi adalah produk dari ketidaksesuaian antara panjang


aksial mata dan kekuatan optiknya, sehingga menyebabkan penglihatan kabur.
Kelainan refraksi terjadi pada ketidakseimbangan proses penglihatan pada mata
yang menghasilkan penglihatan kabur, karena sinar yang dibiaskan tidak jatuh
tepat pada pada satu titik fokus di retina. 39

Kelainan refraksi merupakan gangguan fungsi penglihatan yang paling


sering terjadi di seluruh dunia. Kelainan refraksi memiliki prevalensi hampir 70%
di antara orang dewasa dan memiliki relevansi epidemiologis dan sosio-ekonomi
yang signifikan.40

Penderita kelainan refraksi sering mengalami keluhan sakit kepala


terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa
pedas, dan penglihatan kabur. Bila para penderita kelainan refraksi tidak
beradaptasi dengan penggunaan kacamata maka mereka akan sangat rentan
mengalami astenopia. Begitupula dengan para pekerja yang sudah berusia 40
tahun, risiko mengalami astenopia akan semakin bertambah bila diikuti dengan
adanya kelainan refraksi.41
Penderita kelainan refraksi tidak memiliki keseimbangan antara kekuatan
pembiasan media penglihatan dengan panjangnya bola mata, sehingga keadaan
ini akan menimbulkan kelainan refraksi. Pada kelainan refraksi ini timbulnya
kelelahan mata disebabkan oleh karena pembentukan bayangan objek menjadi
kabur, sehingga interpretasi penglihatan akan lebih sulit, serta usaha akomodasi
mata menjadi lebih kuat. Kelainan refraksi yang dapat ditemui adalah seperti
Miopia.40

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kelelahan mata adalah :
1. Faktor lingkungan kerja
Sistem penglihatan manusia sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan. Kornea sangat sensitif terhadap pengeringan dan ketidakseimbangan
kimiawi akibat dari faktor lingkungan. Kondisi lingkungan kantor terdapat
beragam risiko seperti udara kering, kipas ventilasi, penumpukan listrik statis,
debu kertas di udara, infrared ataupun laser, toner fotokopi, serta kontaminan.46

2. Frekuensi berkedip

Frekuensi berkedip normalnya adalah 10 – 15 x/menit. Penelitian telah


menunjukkan bahwa rerata frekuensi berkedip yang bekerja di depan monitor
jauh lebih rendah dari biasanya. Pengurangan frekuensi berkedip mempengaruhi
kualitas lapisan tipis air mata dan memberikan stress pada kornea, hingga
menimbulkan gejala mata kering. Pengurangan frekuensi berkedip dapat
mencapai 60% hingga menjadikan hal ini sebagai salah satu mekanisme
patofisiologi dasar untuk tingginya insidensi penyakit kelenjar meibom pada
pengguna komputer.46

3. Intensitas paparan
Terdapat perbedaan dari segi ergonomis di antara aktivitas membaca pada
kertas dengan membaca atau melihat dari layar monitor. Membaca dari buku
biasanya dilakukan sambil melihat ke bawah. Hal ini menyebabkan kelopak mata
menutupi sebagian besar permukaan depan mata, sehingga meminimalisir
penguapan air mata. Sebaliknya, pengguna komputer biasanya menatap monitor
mereka dalam pandangan horizontal. Hal ini mengakibatkan fisura palpebral yang
lebih luas dan area permukaan yang meningkat yang terkena efek penguapan.46

4. Kesilauan

Silau yang biasanya dialami oleh pengguna komputer, mengakibatkan


gangguan kecepatan membaca, dan menjadi sumber gejala ketegangan mata
digital. Sumber silau dapat berupa cahaya dari unit tampilan visual atau dari
lingkungan sekitar, seperti ketidaksesuaian pencahayaan di meja kerja. Silau dari
pencahayaan sekitar dapat berdampak negatif pada akomodasi, yang nantinya
akan berakumulasi menjadi suatu keluhan fatigue eye. 47

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


5. Lampu layar

Perangkat digital modern, termasuk komputer, tablet, dan smartphone,


diketahui memancarkan cahaya dalam bentuk blue light radiation. Cahaya ini
memiliki panjang gelombang antara 450 dan 495 nm. Efek dari radiasi dari
cahaya ini dapat mengganggu kesehatan mata seperti pandangan buram, kesulitan
fokus, mata kering dan iritasi hingga mengakibatkan kerusakan mata permanen
yang dapat berujung pada kehilangan penglihatan. Namun, untuk data terkait
intensitas dan durasi paparan cahaya biru masih belum banyak diketahui.47

6. Durasi

Lama aktivitas seseorang dalam menggunakan komputer menjadi salah


satu faktor utama penyebab kelelahan mata. Pekerjaan biasa yang dilakukan
dengan menggunakan komputer akan mengalami penurunan efektivitas dan
efisiensi setelah 4 jam lamanya. Menambah waktu kerja lebih dari kriteria
tersebut biasanya akan menimbulkan suatu perasaan tidak nyaman, efek jenuh,
menurunkan produktivitas hingga berisiko menggangu kesehatan individu. Durasi
yang terlalu lama akan berakibat pada gangguan kesehatan mata seperti mata
perih, mata merah, mata kering, mata lelah serta pusing.

2.2.4 Etiologi

Keluhan kelelahan mata adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan kumpulan gejala visual, mata, dan muskuloskeletal yang
diakibatkan oleh penggunaan komputer dalam waktu lama. Di tempat kerja
modern, penggunaan komputer dapat kita temukan dimana pun dari mulai
industri hingga administrasi; semuanya di bantu oleh teknologi komputer.48
Seorang pekerja kantor mungkin menghabiskan beberapa jam sehari melakukan
tugas di komputer, dan mungkin terus melihat tampilan monitor bahkan setelah
keluar dari tempat kerja. Jumlah pengguna komputer di seluruh dunia mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Suatu survei di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja menggunakan
komputer adalah 6 jam atau 70 persen dari total 8 jam kerja.49

Astenopia dikatakan dapat disebabkan oleh stress yang terjadi pada sistem

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


penglihatan. Penggunaan komputer dalam durasi lama mengakibatkan beragam
keluhan kelelahan mata. Hal ini diakibatkan oleh mata berakomodasi berlebihan
sehingga otot-otot siliaris mata bekerja lebih banyak yang bermanifestasi pada
astenopia.50

Gejala yang dilaporkan oleh pengguna komputer antara lain ketegangan


mata, kelelahan mata, rasa terbakar dan iritasi pada mata, mata lelah, mata kering,
nyeri di dalam dan sekitar mata, penglihatan kabur, sakit kepala, sakit leher, dan
nyeri bahu. Gejala – gejala tersebut secara kolektif disebut astenopia. Meskipun
demikian, gejala yang dialami segera setelah tugas berkelanjutan yang dilakukan
di layar komputer ternyata lebih besar daripada skor gejala yang diperoleh setelah
tugas yang dilakukan menggunakan materi yang telah dicetak. Penelitian juga
mengungkapkan bahwa terdapat faktor-faktor lain selain penggunaan komputer
dalam waktu lama yang berkontribusi pada keluhan kelelahan mata Namun,
mekanisme fisiologis yang mendasari CVS belum sepenuhnya dipahami.36

2.2.5 Gejala

Astenopia atau kelelahan mata adalah suatu kondisi ketika mata


merasakan kelelahan akibat penggunaannya secara intens. Umumnya akan dapat
dirasakan pada penggunaan seperti berkendara dalam waktu yang lama,
membaca berlebih , ataupun bekerja di depan komputer sehingga kondisi ini juga
sering disebut sebagai Computer Vision Syndrome (CVS). Mata lelah bukanlah
suatu bentuk penyakit khusus, melainkan digambarkan sebagai suatu kumpulan
gejala.Tingkat keparahan dari jenis gejala tertentu dipengaruhi oleh durasi
paparan, sifat dari Pekerjaan visual, faktor lingkungan di tempat kerja, dan
kemampuan adaptasi visual individu. Gejala – gejala yang termasuk ke
Computer Vision Syndrome (CVS) dapat diklasifikasikan secara luas menjadi
gejala okular, gejala visual dan gejala muskuloskeletal. 51

3.1. Gejala Okular

Gejala okular berupa sensasi ketidaknyamanan pada mata. Gejala- gejala


tersebut meliputi ketegangan, nyeri di sekitar mata, mata lelah dan mata kering.
Dalam rinciannya disebutkan ada dua konstelasi gejala berlabel eksternal dan
internal yang diidentifikasi berdasarkan jenis sensasi, lokasi yang dirasakan, dan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


kondisi yang memicunya. Faktor – faktor tersebut selanjutnya disebut faktor
gejala internal dan faktor gejala eksternal. Gejala eksternal meliputi rasa
terbakar, mata kering, dan iritasi yang dirasakan pada permukaan mata. Faktor
yang terkait dengan gejala ini adalah membaca dalam kondisi silau, cahaya
berkedip, ukuran huruf kecil, dan pandangan ke atas. Gejala internal seperti rasa
nyeri di dalam mata disebabkan oleh kelainan refraksi, peningkatan konvergensi
(membaca pada jarak dekat), dan akomodasi (membaca dengan lensa plus dan
minus bergantian). Adapun sakit kepala dimasukkan sebagai gejala internal
karena korelasinya dengan gejala internal lainnya. Gejala internal kemungkinan
besar terkait dengan fungsi visual seseorang seperti akomodasi, dan pengaruh otot
– otot mata.36

3.2. Gejala visual

Gejala visual umumnya ditemui sebagai penglihatan kabur pada jarak


dekat, jauh, dan menengah. Faktor yang berkontribusi terhadap persepsi buram
dalam kondisi membaca normal masih sangat rumit untuk diterjemahkan. Namun,
pelaporan penglihatan kabur terkait penggunaan komputer selalu mengarah
kepada suatu keluhan gangguan penglihatan pada pengguna komputer tersebut.

Penyebab pandangan kabur selama penggunaan komputer diduga akibat


kesalahan refraksi yang tidak dikoreksi, disfungsi akomodatif (disfungsi sistem
fokus mata), presbiopia, dan gangguan penglihatan binokular (gangguan sistem
penyelarasan teropong mata). Adanya riwayat kelainan refraksi dan presbiopia
yang tidak terkoreksi, menjadikan keluhan keburaman acapkali menetap. Apabila
keluhan kabur yang dirasakan hilang timbul, maka dicurigai mengarah kepada
adanya gangguan akomodatif. Faktor – faktor lain seperti kualitas monitor,
resolusi Monitor, dan faktor penerangan merupakan detail Ergonomitas yang
mempengaruhi timbulnya keluhan persepsi kabur para pekerja yang komputer.36

3.3. Gejala muskuloskeletal

Pekerja yang terlalu lama bekerja menggunakan komputer akan


merasakan beragam efek pada fisiknya baik selama bekerja maupun nanti selepas
meninggalkan pekerjaannya. Selain berefek pada penglihatan seperti pada
pembahasan sebelumnya, sebagian besar juga turut melaporkan keluhan lain

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


yang terkait dengan masalah kesehatan.53

Kemajuan teknologi dalam komputasi dan akses ke internet


memungkinkan pekerja untuk menangani lebih banyak informasi dan menjadi
lebih produktif. Hal ini mengubah tren keseharian orang – orang sehingga
menghabiskan lebih banyak waktu untuk menatap perangkat elektronik dengan
tampilan visual, seperti komputer, laptop, smartphone, tablet, e-reader, hingga
smartwatch, yang nantinya akan berdampak terhadap kesehatan mata. Dari mulai
orang dewasa sampai anak-anak menggunakan perangkat elektronik visual untuk
menyelesaikan tugas sekolah, bermain video game, dan mengirim serta menerima
pesan teks di ponsel dalam praktik sehari-harinya. Kata-kata dan gambar pada
layar komputer dibuat dengan kombinasi titik-titik kecil cahaya yang disebut
piksel. Piksel ini di konfigurasikan sehingga memiliki intensitas cahaya yang
paling terang di bagian tengah dan berkurang intensitasnya di bagian tepi,
sehingga membuat mata kita menjadi bekerja lebih dalam usaha untuk
mempertahankan fokus penglihatan.8

Penelitian di Jerman menyimpulkan bahwa kejadian kelelahan mata


dipengaruhi oleh faktor resolusi layar monitor. Hal ini kemungkinan disebakan
oleh tampilan karakter pada layar resolusi rendah yang dinilai kurang baik dalam
hal kenyamanan visual. Kebutuhan usaha ekstra dari mata dalam penggunaan
layar resolusi rendah menyebabkan peningkatan stress pada fungsi – fungsi
komponen mata, terutama otot – otot akomodasi dan retina. Begitu pula dengan
fitur – fitur lainnya seperti kontras pada layar monitor dengan resolusi rendah
yang dapat menggangu usaha akomodasi mata dan akhirnya berakumulasi
menjadi bentuk – bentuk gejala kesehatan pada mata.54

Saat ini efek jangka panjang terhadap fungsi okular dari penggunaan
beragam perangkat komputer memang masih belum diketahui secara pasti.
Namun, berbagai keluhan pada kesehatan mata sehari-harinya seperti rasa tidak
nyaman pada mata, kelelahan dalam melihat, dan gejala astenopia sangat umum
ditemui pada para pekerja yang menggunakan komputer.

Gejala ketidaknyamanan visual dan astenopia termasuk penglihatan


kabur, kesulitan dalam memfokuskan kembali antara jarak pandang, sakit kepala,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


ketegangan mata, dan penglihatan ganda. Beberapa penelitian mengungkapkan
bahwa adanya riwayat satu jam penggunaan tablet, personal computer ataupun
smartphone akan meningkatkan risiko ketegangan mata dan mengaburkan
pandangan hingga lima kali lipat. Gejala – gejala ini secara kolektif diduga
diakibatkan oleh efek pada sistem akomodatif atau vergensi mata ataupun
kombinasi dari keduanya.55

Menilik kepada kemungkinan gejala – gejala lainnya, postur dan


kebiasaan individu saat bekerja menggunakan komputer juga perlu untuk
diketahui. Pada beberapa contoh, beberapa orang memiringkan kepala mereka
sebagai upaya untuk mengoptimalisasi fokus mata dalam usaha menatap layar
komputer, ataupun contoh lain yang lebih lazim adalah pada pekerja yang duduk
membungkuk ke arah layar selama bekerja di depan monitor. Kelainan – kelainan
postur dan posisi tubuh ketika melakukan pekerjaan tersebut dapat menyebabkan
berbagai keluhan terhadap otot – otot mereka, seperti kejang otot, nyeri di leher,
nyeri di bahu, serta nyeri punggung. Dalam kebanyakan kasus, gejala kelelahan
mata terjadi akibat akumulasi stress visual, durasi bekerja di depan komputer
berlebih, adaptasi faktor ergonomitas yang kurang baik, serta ketidaktahuan
dalam upaya pencegahan astenopia.35
Tabel 1. Gejala – gejala pada kondisi kelelahan mata36
Gejala Okular Gejala Gejala
Intrinsik Ekstrinsik Visual Muskuloskeletal

Nyeri di dalam Rasa terbakar Penglihatan Sakit leher


mata kabur (jarak
dekat)
Nyeri di sekitar Iritasi Penglihatan Nyeri bahu
mata kabur (ketika
melihat dari
dekat ke jauh)
Mata lelah Mata kering Penglihatan Nyeri pada
ganda pergelangan
tangan
Ketegangan Mata merah
mata

2.4 Penanganan Astenopia


Keluhan kelelahan mata memiliki patofisiologis yang beragam. Teori
mengenai patofisiologi computer vision syndrome (CVS) mencakup adanya suatu

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


akumulasi akibat stress berulang dalam waktu yang lama selama bekerja
menggunakan komputer. Gejala okuler misalnya, merupakan bentuk manifestasi
dari gerakan mata yang cepat dan berulang sebagai bentuk upaya untuk
penerjemahan informasi visual dari layar monitor, keyboard, maupun dokumen –
dokumen lain selama bekerja. Hal ini menyebabkan masalah akomodatif dengan
melakukan refocussing di setiap level organ mata, seperti pada pasien presbiopia.
Pada gejala visual, riwayat mata kering dan penggunaan lensa kontak juga dapat
meningkatkan risiko timbulnya kejadian kekaburan penglihatan.

Pada gejala visual, keluhan merupakan suatu bentuk manifestasi dari


stress sistem penglihatan yang didapat dari durasi pekerja menggunakan
komputer tanpa pengaplikasian istirahat yang cukup, latihan mata dan lain – lain.
Pada gejala muskuloskeletal, apabila Badan, kepala, kaki dan kedudukan kerja
tidak diposisikan dengan benar selama penggunaan komputer, akan berakibat
pada kemunculan keluhan nyeri pada bagian – bagian anggota tubuh.56

Strategi okuler

Deteksi dan koreksi, merupakan konsepsi yang diperlukan dalam


perawatan penderita keluhan sindorma CVS. Konsep diatas merupakan suatu
konsepsi umum namun akan sangat berguna dalam pencegahan dan penghentian
kejadian berulang kondisi kelelahan mata. Trend yang berkembang saat ini
adalah dengan penggunaan lensa khusus dengan pembesaran rendah dibawah
lensa yang menerapkan penggunaan filter cahaya biru dan anti-reflektif sehingga
akan mengurangi paparan radiasi layar monitor dan mencegah keluhan kelelahan
mata. Pada pasien dengan presbiopia, penggunaan lensa progresif dengan saluran
diperpanjang untuk penglihatan menengah, atau lensa okupasi, untuk mengoreksi
jarak dekat dan menengah juga dapat diterapkan , terutama bagi para pekerja
yang telah mencapai usia lanjut. Pengaplikasian jeda atau istirahat kerja, dengan
mengharapkan relaksasi otot-otot mata serta normalisasi kembali frekuensi
berkedip setelah penggunaan komputer, juga akan sangat membantu dalam
mencegah akumulasi stress berlebih pada organ mata. Aturan 20-20-20 yang
menyatakan bahwa Anda harus berhenti setiap 20 menit selama 20 detik dengan
melihat jarak 20 kaki (6 m) merupakan alternatif kebiasaan baik bagi para pekerja

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


yang menggunakan komputer secara rutin.57

Strategi lingkungan

Faktor Ergonomitas merupakan salah satu faktor penting dalam usaha


mencegah keluhan kelelahan mata. Perilaku dan kebiasaan baik akan menjadi
kunci penting, tidak saja untuk mencegah keluhan kelelahan mata tetapi juga
untuk memelihara kesehatan. Langkah awal dimulai dengan mengatasi
lingkungan yang kering, aliran udara yang kuat, ruangan berdebu, serta asap.
Mengatur suhu dan aliran udara agar optimal sesuai intensitas kerja. Penggunaan
intensitas cahaya yang konstan di seluruh bidang visual guna meminimalisir
silau. Memposisikan jarak tampilan layar komputer minimal 35 - 40 cm dari mata
pengguna, serta memposisikan tampilan atas layar setinggi mata. Pekerja berusia
diatas 40 tahun ataupun yang memmiliki riwayat kelainan refraksi disarankan
untuk menggunakan kacamata yang sesuai. Menyesuaikan ukuran dan kontras
karakter dalam tampilan layar monitor senyaman dan sebaik mungkin.
Mempertahankan postur yang tepat dan stabil diperlukan guna menyediakan
kenyamanan dalam bekerja, terutama yang bekerja menatap monitor dalam waktu
yang lama. Dengan senantiasa mengingat hal – hal tersebut dan menjadikannya
kebiasaan dalam bekerja akan memperkecil kemungkinan terjadinya stress tubuh
yang berujung pada sindroma kelelahan mata.57

Pendekatan multidireksional dibutuhkan dalam perawatan penderita


keluhan kelelahan mata. Hal ini diperlukan tidak hanya dalam perawatan
simptomatis penderita keluhan tersebut, tetapi juga sebagai upaya dalam
pencegahan prevalensi dari terjadinya sindroma kelelahan mata. Pendekatan
perawatan secara ergo - oftalmologi menjadi vital sebagai pertimbangan terapi
mata serta pemeliharaan lingkungan kerja yang sehat.46

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


Pekerja pemakai
komputer
Lama penggunaan Lingkungan
komputer Kerja

Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Lingkungan kerja Frekuensi Berkedip


Kelainan
Faktor Usia Refraksi
Intensitas paparan Kesilauan

Lampu layar Lama penggunaan

Akumulasi Stress Sistem Penglihatan

Gejala
Gejala Visual Gejala Okuler Muskuloskeletal

Astenopia

Mata Mata Pandangan Nyeri Nyeri


kering merah kabur bahu tengkuk
Lampu layar

Kelainan refraksi Frekuensi kedip

Lama penggunaan

Akumulasi Stress Sistem Faktor Ekstrinsik


Faktor Ekstrinsik
Penglihatan

Kesilauan

Faktor usia Intensitas paparan

Lingkungan kerja

Astenopia
3.2. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian


astenopia pada tenaga kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
H1 : Terdapat hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia
pada tenaga kependidikan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik dengan pendekatan


cross sectional study, dimana metode penelitian yang digunakan adalah analitik
observational untuk mengetahui hubungan antara hubungan lama penggunaan
komputer dengan kejadian astenopia.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dari survei kepada tenaga kependidikan fakultas kedokteran Universitas
Andalas dengan membagikan kuisioner. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti
hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada tenaga
kependidikan fakultas kedokteran universitas andalas.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas


Andalas pada bulan Juli 2021 menggunakan data primer dengan instrumen
kuesioner.

4.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kependidikan fakultas


kedokteran Universitas Andalas yang menggunakan komputer.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah tenaga kependidikan fakultas kedokteran


Universitas Andalas yang menggunakan komputer setiap hari dan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3 Kriteria Sampel

Sampel penelitian ini adalah semua populasi penelitian yang memenuhi


kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


A. Kriteria Inklusi

1. Tenaga kependidikan fakultas kedokteran Universitas Andalas.

2. Tenaga kependidikan yang menggunakan komputer setiap hari.

3. Tenaga kependidikan yang tidak mengalami infeksi mata ataupun kelainan mata
mayor, seperti katarak dan glaukoma.

4. Tenaga kependidikan yang bersedia menjadi responden dan menandatangani


informed consent serta mengisi kuesioner secara lengkap.

B. Kriteria Ekslusi

Tenaga kependidikan yang mengonsumsi obat antihipertensi, antidepresan,


antihistamin secara rutin dan terus menerus.

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total


sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan data dimana jumlah sampel
sama dengan jumlah populasi. Teknik ini digunakan apabila jumlah populasi
kurang dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat untuk mengumpulkan dan


menyajikan data yang akan digunakan dalam proses uji hipotesis. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner.

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Lama penggunaan


komputer dan variabel dependen adalah kejadian astenopia.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


4.5.2 Definisi Operasional

1. Variabel Independen

Lama penggunaan komputer

Definisi : Jumlah total waktu penggunaan komputer individu setiap hari


secara akumulatif.

Cara ukur : Mengisi kuesioner

Alat ukur : Kuesioner

Hasil ukur : 1. < 4 jam

2. ≥ 4 jam

Skala ukur : Nominal

2. Variabel Dependen

2.1 Keluhan astenopia


Definisi : Keluhan atau gejala kelelahan mata yang dialami selama bekerja
menggunakan komputer setelah beberapa lama.
Cara ukur : Menggunakan kuesioner astenopia
Alat ukur : Kuesioner
Hasil ukur : 1. Nyeri atau berdenyut disekitar mata
2. Pandangan kabur
3. Pandangan ganda
4. Sulit fokus
5. Mata perih
6. Mata merah
7. Mata berair
8. Sakit kepala
9. Pusing disertai mual
Skala ukur : Nominal

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


Persiapan penelitian

Surat izin penelitian

Pembagian kuesioner

Pengolahan data

Analisis data dengan


SPSS

Hasil dan laporan


2. Pengkodean data (coding)

Setelah penyuntingan, kemudian dilakukan pengkodean data. Pengkodean


data merupakan tahap dimana jawaban dari responden atas setiap pertanyaan
diberi kode berupa angka.

3. Pemindahaan data ke komputer (entering)

Data yang telah diubah menjadi kode, selanjutnya akan dipindahkan ke


dalam mesin pengolah data dengan menggunakan program SPSS.

4. Pembersihan data (cleaning).

Peneliti memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan ke mesin


pengolah data sudah sesuai dengan yang sebenarnya. Disini diperlukan ketelitian
dan akurasi data.

4.7.2 Teknik Analisis Data

Data akan disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan analisis


univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah suatu analisis untuk mendeskripsikan masing-


masing variabel yang akan diamati. Tujuannya adalah untuk mengetahui
gambaran distribusi frekuensi dari variabel penelitian yang diamati dalam
penelitian ini meliputi lama penggunaan komputer dan kejadian astenopia. Data
disajikan dalam bentuk tabel.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan untuk mengetahui


hubungan dua variabel atau lebih yang meliputi variabel independen dan variabel
dependen.Pada penelitian ini, dilakukan analisis bivariat menggunakan uji chi-
square dan dikatakan bermakna bila nilai p < 0,05.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
tepatnya di Kampus Limau Manis Padang. Dari pengamatan selama penelitian,
sebagian besar tenaga kependidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
bekerja menggunakan komputer sehari-harinya dimulai dari awal waktu kerja
pukul 8 pagi hingga pukul 4 sore. Lama penggunaan komputer secara individu
berbeda-beda tergantung pada beban kerja masing-masing. Periode pandemik
menyebabkan adanya peningkatan waktu penggunaan komputer harian. Jadwal
istirahat secara khusus tidak ada, tetapi biasanya beberapa karyawan mulai
istirahat pada jam 12.00 mengikuti waktu istirahat siang. Dari keseluruhan tenaga
kependidikan yang berada di kampus fakultas kedokteran peneliti mendapatkan
40 orang responden yang mengaku menggunakan komputer dalam bekerja sehari-
harinya. Dari jumlah tersebut, terdapat 40 responden yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel tersebut mengikuti rumus total sampling
sesuai dengan metode penelitian.
5.2 Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik Jenis kelamin f %
Laki-laki 15 37,5
Jenis kelamin
Perempuan 25 62,5

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan sebagian besar responden berjenis


kelamin perempuan (62,5%), dan sebagian kecil (37,5%) berjenis kelamin laki-
laki.
5.3 Analisis Univariat
5.3.1 Lama Penggunaan Komputer
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi lama penggunaan komputer oleh responden
Lama paparan komputer f %
< 4 jam 4 10
> 4 jam 36 90
Jumlah 40 100

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan responden yang lama paparan komputer
lebih dari 4 jam sebanyak 90%, sedangkan responden yang lama paparan
komputer kurang atau sama 4 jam sebanyak 10%.
5.3.2 Kejadian Astenopia
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi kejadian astenopia oleh responden
Kejadian astenopia f %
Astenopia 8 20
Tidak astenopia 32 80
Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan sebagian besar responden tidak


mengalami kejadian astenopia (80%). Sedangkan 20% responden mengalami
kejadian astenopia.

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi keluhan subjektif astenopia oleh responden


Sangat Tidak
Keluhan Sering Jarang Total
sering pernah
Nyeri atau
mata 2 7 17 14 40
berdenyut
Pandangan
kabur 1 3 20 16 40
Pandangan
ganda - 4 15 21 40
Sulit fokus 2 7 16 15 40
Mata perih 2 9 16 13 40
Mata merah - 2 14 24 40
Mata berair - 9 14 17 40
Sakit kepala 5 10 13 12 40
Pusing disertai
mual 1 3 14 22 40

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan keluhan kelelahan mata yang paling


sering dirasakan oleh responden yaitu sakit kepala.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Astenopia
Tabel 5.5 Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Astenopia
Lama Kejadian Astenopia
Penggunaan
komputer Tidak Jumlah Nilai p
Astenopia Astenopia
f % f % f %

< 4 Jam 4 100 0 0 4 100

28 77.8 8 22.2 0,566


≥ 4 Jam 36 100
Jumlah 32 80 8 20 40 100

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan responden yang mengalami kejadian


astenopia dengan lama penggunaan komputer lebih dari 4 jam adalah 22,2%,
sedangkan responden yang mengalami kelelahan mata dengan lama paparan
komputer kurang atau sama 4 jam adalah 0. Berdasarkan tabel diketahui bahwa
nilai p sebesar 0,566 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara kejadian astenopia dengan lama penggunaan komputer pada
tenaga kependidikan fakultas kedokteran Universitas Andalas.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Analisis Univariat

6.1.1 Lama Penggunaan Komputer


Pada penelitian ini didapatkan bahwa lama paparan komputer pada
responden yang lebih dari 4 jam lebih banyak yaitu 90%, sedangkan lama
paparan komputer yang kurang atau sama dengan 4 jam yaitu 10%. Hasil
penelitian yang didapat bermakna sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wudya di Sumatera utara yang menunjukkan bahwa lama penggunaan komputer
pada responden yang lebih dari 4 jam lebih banyak dibandingkan responden yang
menggunakan komputer kurang dari 4 jam yaitu 84,4 % berbanding 15,6 %.58
Lama penggunaan komputer merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kelelahan mata. Pergeseran perilaku kerja dan peningkatan porsi
kerja secara daring berdampak pada tendik fakultas kedokteran unand
sebagaimana dampak dari adanya pandemi covid-19. Umumnya efisiensi waktu
menggunakan komputer yaitu 0-4 jam. Jika lebih dari waktu tersebut, mata
cenderung berisiko untuk mengalami kelelahan mata.10
6.1.2 Kejadian Astenopia
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa responden yang mengalami keluhan
kelelahan mata sebanyak 20%, sedangkan responden yang tidak mengalami
keluhan kelelahan mata sebanyak 80%. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hani dan Megawati (2014) di sebuah Universitas
di Malang yang menunjukkan bahwa responden yang mengalami kejadian
astenopia yaitu 40.3 %, lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak mengalami
kejadian astenopia 59,7%.59
Hasil berbeda ditunjukkan dari penelitian lain yang dilakukan oleh Husna
(2019) di Padang pada pegawai administrasi kargo yang menunjukkan bahwa
responden yang mengalami kelelahan mata yaitu 59,5%.60 Penelitian lain
dilakukan oleh Nina (2015) di Sidoarjo pada pengrajin batik tulis menunjukkan
bahwa responden yang mengalami kelelahan mata yaitu 50%.61
Pada penelitian ini didapatkan bahwa dari setiap keluhan kelelahan
subjektif astenopia, gejala yang paling sering dirasakan oleh responden adalah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


sakit kepala. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Husna
(2019) pada pegawai administrasi kargo di Padang yang menunjukkan bahwa
gejala astenopia yang paling sering dirasakan oleh responden adalah sakit kepala.
Sakit kepala merupakan salah satu dari Sembilan rangkaian gejala subjektif
astenopia pada penelitian ini.60
Kejadian astenopia merupakan kumpulan dari beberapa gejala kelelahan
mata yang dapat terjadi apabila ada gangguan yang dialami mata, karena fungsi
visualisasi yang bekerja keras terus menerus pada suatu fokus dalam jangka waktu
yang lama.62 Penelitian yang dilakukan Aakre and Doughty tentang gejala - gejala
yang mengarah pada kejadian astenopia menunjukkan gejala visual dan gejala
okular masing-masing 70,0% dan 82,5%.63 Penelitian tentang gejala
muskuloskeletal dilakukan oleh Reddy et al. (2013) didapatkan hasil bahwa nyeri
kepala merupakan gejala CVS yang paling banyak dikeluhkan yaitu dikeluhkan
oleh 157 dari 795 orang.64
Kejadian astenopia disebabkan oleh lamanya mata bekerja, pencahayaan
tidak tepat, jarak mata dengan layar yang terlalu dekat, ataupun faktor lingkungan
seperti udara yang terlalu kering. Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya gejala
mata terasa berat atau tegang, penglihatan kabur, mata terasa panas atau perih,
mata terasa gatal, sakit kepala, mata berair, sakit pada leher atau punggung serta
mata terasa lelah.
Dari bermacam keluhan tersebut sakit kepala menjadi salah satu gejala
yang paling sering dikeluhkan oleh individu pekerja yang menggunakan
komputer. Jenis sakit kepala yang umum dilaporkan adalah tension headache.
Faktor yang memperburuk terjadinya sakit kepala bisa karena kelainan refraksi,
seperti hipermetropi dan kondisi lingkungan yang tidak memadai termasuk
pencahayaan yang kurang. Kejadian ini muncul akibat mata yang melihat objek
jarak dekat (misalnya layar komputer) berakomodasi secara terus menerus. Ketika
mata dipaksa bekerja secara terus – menerus titik fokus mata seringkali tidak jatuh
secara langsung jatuh pada titik objek, sehingga pandangan akan mulai kabur.
Untuk mencapai fokus optimum kembali, mata akan melakukan usaha yang lebih
besar untuk menggapai titik fokus semula. Usaha untuk menggapai fokus tersebut
akan berakibat pada gejala sakit kepala.65

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


Gejala lain yang juga kerap dirasakan reponden pada penelitian ini adalah
gejala okuler. Gejala okular berupa sensasi ketidaknyamanan pada mata. Keluhan
- keluhan seperti mata perih, mata merah, dan mata berair merupakan contoh
gejala okular. Ada dua faktor gejala yang bepotensi menjadi kondisi pemicu
gejala okuler yaitu faktor gejala internal dan faktor gejala eksternal. Gejala
eksternal meliputi apa yang dirasakan pada permukaan mata. Faktor yang terkait
dengan gejala ini adalah kondisi silau, frekuensi berkedip, ukuran huruf kecil, dan
kualitas pandangan. Gejala internal seperti rasa nyeri di dalam mata disebabkan
oleh kelainan refraksi, peningkatan konvergensi, dan akomodasi.63
Gejala visual umumnya ditemui sebagai penglihatan kabur. Pada
penelitian ini peneliti menemukan pandangan kabur sebagai keluhan subjektif
yang paling banyak didapati. Faktor yang berkontribusi terhadap persepsi buram
belum dapat dikonfirmasi. Proses yang diduga memengaruhi hal ini adalah pada
saat proses akomodasi dimana otot dilator untuk pelebaran pupil akan memendek
untuk memfokuskan cahaya masuk ke mata. Retina yang mengaktivasi
fotoresptor batang nantinya akan berpengaruh pada sensitivitas frekuensi spasial
yang buruk karena neuron di retina sangat sedikit. Hal tersebut akan
mengakibatkan penurunan kontras dan penurunan visus sehingga pandangan
menjadi kabur.66
Dampak kondisi astenopia di dunia kerja adalah berkurangnya
produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan timbulnya keluhan
penglihatan selama bekerja. Pemeliharan kesehatan dan kesejahteraan pekerja
diperlukan untuk mengurangi keluhan kelelahan mata sehingga prevalensi
astenopia dapat berkurang dan produktivitas kerja terjaga.
6.2 Analisis Bivariat

6.2.1 Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Astenopia


Hasil analisis penelitian ini mendapatkan bahwa responden yang
mengalami kejadian astenopia dengan lama penggunaan komputer lebih dari 4
jam adalah 22,2%, lebih sedikit dibandingkan responden yang tidak mengalami
kejadian astenopia (77,8%). Kejadian astenopia tidak ditemukan pada responden
yang menggunakan komputer kurang dari 4 jam. Berdasarkan uji statistik
diketahui bahwa nilai p = 0,566 > 0,05, sehingga tidak terdapat hubungan antara

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 39


kejadian astenopia dengan lama penggunaan komputer pada tenaga kependidikan
fakultas kedokteran Universitas Andalas.
Hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Astuti (2012) di Karanganyar yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara lama paparan radiasi komputer dengan kejadian astenopia pada
pekerja administrasi di Karanganyar.67
Hasil analisis penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Srilailun dkk (2019) di Sulawesi tengah yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan lamanya paparan dengan gejala kelelahan mata pada operator komputer
di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi tengah.68
Hasil analisis penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara
lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia dapat mengarah ke
beragam hal. Astenopia sendiri adalah sekumpulan gangguan penglihatan
subjektif yang dirasakan setelah bekerja dengan monitor komputer selama empat
jam atau lebih dalam satu hari hingga mengakibatkan mata lelah, dimana
astenopia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di kelompokkan atas faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik dipengaruhi oleh usia dan kelainan refraksi. Faktor risiko
usia memengaruhi kemampuan visualisasi seseorang, seperti daya akomodasi
mata yang akan semakin berkurang menurun semenjak usia 40 tahun. Hal ini
disebabkan oleh berkurangnya produksi air mata sehingga mata menjadi kering.
Pertambahan usia juga menyebabkan mata mulai kehilangan elastisitasnya dan
semakin kesulitan untuk melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan
ketidaknyamanan akan proses penglihatan ketika bekerja di depan layar.31
Kelainan refraksi mengakibatkan ketidakseimbangan dalam proses akomodasi
penglihatan, sehingga keadaan ini menimbulkan kelainan refraksi. Ringkasnya
pada penderita kelainan refraksi interpretasi penglihatan akan lebih sulit dan kerja
mata menjadi lebih ekstra. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan koreksi
kelainan refraksi, misalnya penggunaan kacamata pada penderita miopia dan
hipermetropi serta tetap memelihara kesehatan mata.40
Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Seseorang yang mengalami

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40


kelainan refraksi apabila tidak dikoreksi lebih rentan terjadi kelelahan mata karena
terus menerus berakomodasi untuk dapat melihat subyek yang lebih jelas. Pada
keadaan kelainan refraksi, penderita akan mengeluh matanya lelah dan sakit
karena terus-menerus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan
yang terletak dibelakang macula agar terletak di daerah macula lutea.Secara
fisiologis diterangkan bahwa semakin bertambahnya usia maka kualitas
penglihatan manusia akan menurun secara bertahap. Mata akan berakomodasi
apabila melihat dengan jarak dekat dan atau bayangan kabur.39
Pada usia diatas 40 tahun, otot siliaris mulai melemah dan lensa mata
kurang elastis akibat sklerosis lensa sehingga saat terjadi akomodasi, otot siliaris
tidak mampu menggeser isi lensa ke depan sehingga menyebabkan pembiasan
cahaya tidak sempurna, dan bayangan tidak fokus di retina. Akibat kegagalan
sistem akomodasi ini menyebabkan kelelahan mata. Lama paparan komputer yang
lebih dari 4 jam, maka mata akan dipaksa untuk terlalu lama memfokuskan pada
layar komputer yang menyebabkan otot menjadi tegang sehingga terjadi
penurunan berkedip dan produksi air mata menurun yang menyebabkan
munculnya gejala kelelahan mata.56
Faktor risiko ekstrinsik secara garis besar adalah mengenai faktor
lingkungan kerja atau ergonomitas. Faktor yang dimaksud meliputi durasi kerja,
postur kerja, pencahayaan, kualitas layar dan lain sebagainya. Sistem penglihatan
manusia sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan, seperti kornea yang akan
sangat sensitif terhadap pengeringan dan ketidakseimbangan kimiawi akibat dari
faktor lingkungan.46
Kesilauan yang dialami oleh pengguna komputer, mengakibatkan
gangguan membaca, dan menjadi sumber gejala ketegangan mata digital. Sumber
silau dapat berupa cahaya dari lingkungan sekitar yang tidaksesuai untuk
melakukan aktivitas pekerjaan. Silau dari pencahayaan sekitar dapat berdampak
negatif pada akomodasi, yang nantinya akan berakumulasi menjadi suatu keluhan
fatigue eye.47
Faktor – faktor yang sudah disebutkan diatas akan menimbulkan beragam
keluhan subjektif yang akan disebut sebagai astenopia. Beragam faktor tersebut
memiliki nilai yang berbeda pada masing – masing responden sehingga

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 41


menimbulkan reaksi yang berbeda – beda pula terhadap gejala kelelahan mata.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara
durasi penggunaan komputer dengan kejadian astenopia dimana banyak
responden yang tidak masuk kategori astenopia meskipun menggunakan komputer
lebih dari 4 jam setiap harinya.
Dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa 32 responden yang tidak
mengalami kejadian astenopia dapat menetralisir beban kerja yang ditanggung
dengan istirahat dan berhenti sejenak menggunakan komputer atau melakukan
peregangan segera setelah mengalami sedikit kelelahan.
Para responden yang mengaku tidak mengalami keluhan – keluhan
astenopia pada penelitian ini diduga memiliki faktor resiko rendah untuk
mengalami astenopia. Faktor intrinsik seperti usia dan kelainan refraksi memiliki
pengaruh besar pada timbulnya kejadian astenopia. Faktor ekstrinsik dari
lingkungan kerja yang tepat untuk pekerjaan serta pengetahuan yang baik akan
pemeliharaan kesehatan juga akan mencegah munculnya astenopia.
Hal lain yang kemungkinan memengaruhi penelitian ini adalah adanya
faktor kontinuitas lama penggunaan komputer yang berbeda dengan variabel
waktu yang diteliti pada penelitian ini. Dimana keadaan menggunakan komputer
secara terus–menerus akan meningkatkan stress akumulatif pada kondisi
kesehatan mata. Hal ini disebabkan karena mata dipaksa untuk melakukan
akomodasi atau fungsi visualisasi terus-menerus. Mata yang dipaksa
berakomodasi terus-menerus akan mengalami kelelahan.
Hasil analisis penelitian yang berbeda didapatkan pada penelitian yang
dilakukan oleh Husna (2019) di Padang pada pegawai administrasi kargo yang
menunjukkan hubungan bermakna antara lama paparan komputer dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer.60
Penelitian Kanitkar menunjukkan bahwa durasi kerja dengan
menggunakan komputer akan memengaruhi keluhan kelelahan mata. Durasi kerja
yang lebih lama cenderung menimbulkan keluhan astenopia, walaupun pekerjaan
dengan di depan layar komputer sudah selesai. Untuk itu, durasi penggunaan
komputer yang disarankan adalah tidak lebih dari empat jam sehari dengan tetap
memerhatikan kesehatan mata.69

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 42


6.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian
astenopia pada tenaga kependidikan fakultas kedokteran Universitas Andalas ini
tidak lepas dari adanya keterbatasan. Keterbatasan yang ada diantaranya seperti
tidak dilakukannya penelitian faktor intrinsik yaitu usia dan kelainan refraksi yang
dapat memengaruhi timbulnya gejala astenopia. Penelitian ini juga tidak
melakukan identifikasi jenis dan lebar layar monitor, serta pengamatan terkait
kontinuitas waktu penggunaan komputer oleh responden, sehingga bias dapat
terjadi karena faktor tersebut turut berpengaruh pada kejadian astenopia.
Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan cross sectional study dimana
data diambil pada waktu dan situasi yang bersamaan sehingga hanya dapat
menggambarkan keadaan pada waktu pelaksanaan juga dapat memengaruhi
proses pengisian kuisioner oleh beberapa responden.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 43


BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar tenaga kependidikan di fakultas kedokteran Universitas Andalas
menggunakan komputer lebih dari 4 jam setiap hari yaitu 90 %, sedangkan tenaga
kependidikan yang menggunakan komputer kurang dari 4 jam setiap hari hanya
sebesar 10 %.
2. Keluhan astenopia yang paling banyak ditemukan pada tenaga kependidikan di
fakultas kedokteran Universitas Andalas adalah sakit kepala, mata perih, dan nyeri
disekitar mata.
3. Sebagian besar tenaga kependidikan di fakultas kedokteran Universitas Andalas
tidak mengalami kejadian astenopia yaitu 80 %, sedangkan tenaga kependidikan
yang mengalami kejadian astenopia hanya sebesar 20 %.
4. Tidak terdapat hubungan antara lama penggunaan komputer dengan kejadian
astenopia pada tenaga kependidikan fakultas kedokteran Universitas Andalas.

7.2 Saran

Dari penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:


1. Bagi seluruh tendik diharapkan untuk selalu memelihara kesehatan mata. Selain
itu diharapkan juga untuk agar masing – masing saling berbagi informasi tentang
pemeliharaan kesehatan mata, seperti istirahat mata dengan metode “20-20-20”,
artinya setiap 20 menit istirahat dari menatap layar sejauh 20 kaki selama 20
detik.
2. Bagi para tendik yang memiliki faktor risiko baik dari segi usia, gangguan
kesehatan serta beban kerja yang tinggi agar dapat menyesuaikan waktu kerja di
depan layar monitor dan menjaga kesehatan mata.
3. Bagi peneliti lainnya disarankan melakukan penelitian terhadap faktor lain yang
dapat menimbulkan kejadian astenopia, seperti jarak monitor, intensitas
penerangan, istirahat mata, dan lain sebagainya.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 44


DAFTAR PUSTAKA

1. Annisa Rachmah Tri Utami, Ari Suwondo SJ, Bagian Keselamatan dan
Kesehatan Kerja FKM, Diponegoro U. Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Home Industry Batik Tulis Lasem. J
Kesehat Masy. 2018;6(5):469-475.

2. Naintikasari PD. Hubungan Umur, Kelelahan Mata Dan Intensitas


Pencahayaan Dengan Produktivitas Kerjapada Pekerja Konveksi. Fak
Kesehat Masy. 2016;2:12.

3. Antartika BA, Amrullah A, Buntara A, Permatasari P. Hubungan Lama


Penggunaan Komputer dan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja di Hotel KC. Kes Mas J Fak Kesehat Masy.
2019;13(2):92-97. doi:10.12928/kesmas.v13i2.13864

4. Wiyanti N, Martiana T. Hubungan Intensitas Penerangan Dengan


Kelelahan Mata Pada Pengrajin Batik Tulis. Indones J Occup Saf Heal.
2017;4(2):144. doi:10.20473/ijosh.v4i2.2015.144-154

5. Sari FTA, Himayani R, Kedokteran F, Lampung U, Kedokteran MF,


Lampung U. Faktor Risiko Terjadinya Computer Vision Syndrome Risk
Factors Occurrence of Computer Vision Syndrome. Majority.
2018;7(28):278-282.

6. Setiawan D. Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi


Terhadap Budaya. J SIMBOLIKA Res Learn Commun Study. 2018;4:62.
doi:10.31289/simbollika.v4i1.1474

7. Buchari. Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. Penyakit Akibat
Kerja Dan Penyakit Terkait Kerja. Published online 2007.

8. Randolph SA. Computer Vision Syndrome. Work Heal Saf.


2017;65(7):328. doi:10.1177/2165079917712727

9. Heus P, Verbeek JH, Tikka C. Optical correction of refractive error for


preventing and treating eye symptoms in computer users. Cochrane
Database Syst Rev. 2018;2018(4). doi:10.1002/14651858.CD009877.pub2

10. NIOSH. NIOSH Publications on Video Display Terminals.; 1999.

11. Putri RK. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Keluhan


Computer Vision Syndrome pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Tahun Empat. Published online 2016.

12. Cahyanti U. Hubungan antara umur, lama istirahat mata, durasi kerja dan
jarak monitor komputer dengan kelelahan mata pada pekerja administrasi
pengguna komputer di rsup dr. M.djamil padang tahun 2018. Published
online 2018.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 45


13. Moch I, Chaidir R, Sakit DR, et al. Tim Visitasi Kolegium orthopaedi dan.
Published online 2020:2-3.

14. Atchison DA, Thibos LN. Optical models of the human eye. Clin Exp
Optom. 2016;99(2):99-106. doi:10.1111/cxo.12352

15. Rehman I, Hazhirkarzar B, Patel BC, Hopkins J. Anatomy , Head and Neck
, Eye. Published online 2020.

16. Barbosa N, da Rosa L, Menezes A, Reis J, Facure A, Braz D. Assessment


of ocular beta radiation dose distribution due to 106Ru/106Rh
brachytherapy applicators using MCNPX Monte Carlo code. Int J Cancer
Ther Oncol. 2014;2(3):02038. doi:10.14319/ijcto.0203.8

17. Willoughby CE, Ponzin D, Ferrari S, Lobo A, Landau K, Omidi Y.


Anatomy and physiology of the human eye: Effects of
mucopolysaccharidoses disease on structure and function - a review. Clin
Exp Ophthalmol. 2010;38(SUPPL. 1):2-11. doi:10.1111/j.1442-
9071.2010.02363.x

18. Bukowiecki A, Hos D, Cursiefen C, Eming SA. Wound-healing studies in


cornea and skin: Parallels, differences and opportunities. Int J Mol Sci.
2017;18(6):1-24. doi:10.3390/ijms18061257

19. Elisa Y. Anatomi Bola Mata. Univ Indones Libr. Published online 2015:9-
35. www.digilib.ui.ac.id

20. Taufiq Rohman, S.Pd.I MP. BAB II Tinjauan Pustaka ESI. Psikol Perkemb.
2019;(October 2013):1-224. doi:10.1017/CBO9781107415324.004

21. McDougal DH, Gamlin PD. Autonomic control of the eye. Compr Physiol.
2015;5(1):439-473. doi:10.1002/cphy.c140014.Autonomic

22. Wangko S. Histofisiologi Retina. J Biomedik. 2014;5(3).


doi:10.35790/jbm.5.3.2013.4342

23. Bassnetta S, Šikić H. The Lens Growth Process. Published online


2017:181-200. doi:10.1016/j.preteyeres.2017.04.001.

24. Hejtmancik JF, Shiels A. Overview of the Lens. Prog Mol Biol Transl Sci.
2015;134:119-127. doi:10.1016/bs.pmbts.2015.04.006

25. Goharian I, Sehi M. Is There Any Role for the Choroid in Glaucoma?
Published online 2017. doi:10.1097/IJG.0000000000000166

26. Basri S. Melanoma Koroid. J Kedokt Syiah Kuala. 2014;14(2):119-127.

27. Nickla DL, Wallman J. The multifunctional choroid. Prog Retin Eye Res.
2010;29(2):144-168. doi:10.1016/j.preteyeres.2009.12.002

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 46


28. Budiono A, Ked S, Kedokteran F, Riau U. Nervus optikus. Published
online 2008:1-8.

29. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas 13th Edition.;
316AD.

30. Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM.
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK UGM; 2013. http://mitrahukum.org/wp-
content/uploads/2012/09/Jurnal-2.pdf

31. Hall G dan. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Elsevier,
Singapore. 2017;8(1):275. doi:10.4103/sni.sni_327_17

32. Sherwood L. Sherwood’s Introduction to Human Physiology Ed 8th.; 2018.

33. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Ganong.; 2014.

34. Essilor. Bagaimana Mata Bekerja. https://www.essilor.co.id/vision/how-


eyes-work. Published 2020. https://www.essilor.co.id/vision/how-eyes-
work

35. Randolph SA. Computer Vision Syndrome. Workplace Health and Safety.
doi:10.1177/2165079917712727

36. Gowrisankaran S, Sheedy JE. Computer vision syndrome: A review. Work.


2015;52(2):303-314. doi:10.3233/WOR-152162

37. Sheppard AL, Wolffsohn JS. Digital eye strain: Prevalence, measurement
and amelioration. BMJ Open Ophthalmol. 2018;3(1).
doi:10.1136/bmjophth-2018-000146

38. Gupta MP, Herzlich AA, Sauer T, Chan CC. Retinal anatomy and
pathology. Dev Ophthalmol. 2015;55:7-17. doi:10.1159/000431128

39. Irving EL, Machan CM, Lam S, Hrynchak PK, Lillakas L. Refractive error
magnitude and variability: Relation to age. J Optom. 2019;12(1):55-63.
doi:10.1016/j.optom.2018.02.002

40. Ulrich Schiefer, Christina Kraus, Peter Baumbach, Judith Ungewiß RM.
Refractive errors—epidemiology, effects and treatment options. Published
online 2016:693–702. doi:10.3238/arztebl.2016.0693

41. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata FKUI. 5th ed.; 2015.

42. Morgan IG, French AN, Ashby RS, et al. The epidemics of myopia:
Aetiology and prevention. Prog Retin Eye Res. 2018;62:134-149.
doi:10.1016/j.preteyeres.2017.09.004

43. Morgan IG, Ohno-Matsui K, Saw SM. Myopia. Lancet.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 47


2012;379(9827):1739-1748. doi:10.1016/S0140-6736(12)60272-4

44. Harb EN, Wildsoet CF. Origins of Refractive Errors: Environmental and
Genetic Factors. Annu Rev Vis Sci. 2019;5:47-72. doi:10.1146/annurev-
vision-091718-015027

45. Randolph SA. Computer Vision Syndrome short review. Work Heal Saf.
2017;65(7):328. doi:10.1177/2165079917712727

46. Blehm C, Vishnu S, Khattak A, Mitra S, Yee RW. Computer vision


syndrome: A review. Surv Ophthalmol. 2005;50(3):253-262.
doi:10.1016/j.survophthal.2005.02.008

47. Coles-Brennan C, Sulley A, Young G. Management of digital eye strain.


Clin Exp Optom. 2019;102(1):18-29. doi:10.1111/cxo.12798

48. Firdani F. Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pekerja Operator Komputer. J Endur. 2020;5(1):64.
doi:10.22216/jen.v5i1.4576

49. Celia Vimont. Eye Strain: How to Prevent Tired Eyes - American Academy
of Ophthalmology. Published online 2020:10-11. https://www.aao.org/eye-
health/diseases/what-is-eye-strain

50. Riyadhi ZA. Gambaran Asthenopia Pada Mahasiswa Pre-Klinik Prodi


Pendidikan Dokter Pengguna Smartphone Di Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Published online 2019:85.

51. Ozawa Y, Kawashima M, Inoue S, et al. Bilberry extract supplementation


for preventing eye fatigue in video display terminal workers. J Nutr Heal
Aging. 2015;19(5):548-554. doi:10.1007/s12603-014-0573-6

52. VIEWSONIC. Basic Ergonomics When Working from Home. Published


2020. Accessed February 22, 2021.
https://www.viewsonic.com/library/business/basic-ergonomics-when-
working-from-home/

53. Woo EHC, White P, Lai CWK. Ergonomics standards and guidelines for
computer workstation design and the impact on users’ health – a review.
Ergonomics. 2016;59(3):464-475. doi:10.1080/00140139.2015.1076528

54. Parihar JKS, Jain VK, Chaturvedi P, Kaushik J, Jain G, Parihar AKS.
Computer and visual display terminals (VDT) vision syndrome (CVDTS).
Med J Armed Forces India. 2016;72(3):270-276.
doi:10.1016/j.mjafi.2016.03.016

55. Jaiswal S, Asper L, Long J, Lee A, Harrison K, Golebiowski B. Ocular and


visual discomfort associated with smartphones, tablets and computers: what
we do and do not know. Clin Exp Optom. 2019;102(5):463-477.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 48


doi:10.1111/cxo.12851

56. Mowatt L, Gordon C, Babu A, Santosh R, Jones T. Computer vision


syndrome and ergonomic practices among undergraduate university
students. 2018;(August 2017). doi:10.1111/ijcp.13035

57. Vaz FT, Henriques SP, Silva DS, Roque J, Lopes AS. Digital Asthenopia :
Portuguese Group of Ergophthalmology Survey Astenopia Digital : Estudo
do Grupo Português de Ergoftalmologia. Published online 2019:260-265.

58. Harahap WR. Hubungan perilaku dan durasi penggunaan komputer dengan
keluhan computer vision syndrome (cvs) pada mahasiswa fakultas
kedokteran universitas sumatera utara. Published online 2020.

59. Sutriningsih A, Anggraeni MN. Hubungan perilaku pemakaian laptop


dengan kejadian computer vision syndrome (cvs) pada mahasiswa angkatan
2009 fakultas ilmu kesehatan universitas tribhuwana tunggadewi malang.
2014;2(2).

60. HUSNA A. HUBUNGAN USIA, KELAINAN REFRAKSI DAN LAMA


PAPARAN KOMPUTER DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA
PADA PENGGUNA KOMPUTER PT ANGKASA PURA II PADANG.
Published online 2019:78.

61. Prayoga HA. Intensitas Pencahayaan Dan Kelainan Refraksi Mata


Terhadap Kelelahan Mata. KEMAS J Kesehat Masy. 2014;9(2):131-136.
doi:10.15294/kemas.v9i2.2840

62. Das B, Ghosh T. Assessment of Ergonomical and Occupational Health


Related Problems Among VDT Workers of West Bengal, India. Asian J
Med Sci. 2011;1(2):26-31. doi:10.3126/ajms.v1i2.2992

63. Aakre BM, Doughty MJ. Are there differences between “visual symptoms”
and specific ocular symptoms associated with video display terminal
(VDT) use? Contact Lens Anterior Eye. 2007;30(3):174-182.
doi:10.1016/j.clae.2007.01.001

64. Reddy SC, Low CK, Lim YP, Low LL, Mardina F, Nursaleha MP.
Computer vision syndrome: a study of knowledge and practices in
university students. Nepal J Ophthalmol. 2013;5(2):161-168.
doi:10.3126/nepjoph.v5i2.8707

65. Leccese F, Salvadori G, Rocca M. Visual ergonomics of video-display-


terminal workstations: Field measurements of luminance for various
display settings. Displays. 2016;42:9-18. doi:10.1016/j.displa.2016.02.001

66. Plainis BS, D P, Charman WN. The Physiologic Mechanism of


Accommodation. Cataract & Refractive Surgery Today. Published 2014.
Accessed June 28, 2021. https://crstodayeurope.com/articles/2014-apr/the-

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 49


physiologic-mechanism-of-accommodation/#

67. Astuti RY. Hubungan lama paparan radiasi monitor komputer dengan
astenopia pada pekerja administrasi di cv. cakra nusantara karanganyar
skripsi. Published online 2012.

68. K Naota S, Afni N, Moonti S. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Gejala Kelelahan Mata pada Operator Komputer di Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tengah. J kolaboratif sains.
2019;1(1):268-282.

69. Kanitkar K, Carlson AN, Yee R. Ocular problems associated with


computer use. Rev Ophthalmol. 2005;12(4):47-52. Accessed June 28, 2021.
https://www.reviewofophthalmology.com/article/ocular-problems-
associated-with-computer-use

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 50


Lampiran 1 Jadwal Kegiatan

NO KEGIATAN BULAN

2 3 4 5 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

1 PENGESAHAN
JUDUL

2 PEMBUATAN
PROPOSAL

3 REVISI
PROPOSAL

4 UJIAN
PROPOSAL

5 PENGUMPULAN
DAN ANALISIS
DATA

6 UJIAN SKRIPSI

7 REVISI SKRIPSI

8 PUBLIKASI
Lampiran 2 Lembar Informasi Penelitian

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada Yth.
Calon Responden Di tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Timothy Isa Pranata Siregar


Nomor BP : 1710313063
Alamat : Jl. Dr. M. Hatta No.87 Kapalo Koto, Pauh, Padang
Program Studi : Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Saya akan melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan lama penggunaan


komputer dengan kejadian astenopia pada tenaga kependidikan fakultas
kedokteran universitas andalas”. Dalam melakukan penelitian ini, saya
membutuhkan bantuan dari saudara/i untuk menjadi responden. Oleh karena itu,
saya meminta kesediaan saudara/i untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa
adanya. Jika saudara/i bersedia, saya memohon kesediaan saudara/i untuk
menandatangani lembar persetujuan (informed consent) yang telah saya
lampirkan.
Semua informasi dan identitas pribadi dari responden akan dirahasiakan dan
digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Jika saudara/i merasa masih ada
yang belum dipahami dapat dinyatakan langsung kepada peneliti.
Atas perhatian dan kesediaan saudara/i menjadi responden dalam penelitian ini,
saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Timothy Isa Pranata Siregar


Lampiran 3 Lembar Persetujuan Responden

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Nama :

Tempat dan Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Nomor Telepon :

Telah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian “Hubungan lama


penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada tenaga kependidikan
fakultas kedokteran universitas andalas” dan bersedia menjadi responden untuk
memberikan data dengan cara mengisi kuesioner yang tersedia dengan jujur
dan apa adanya.

Demikianlah surat persetujuan ini saya tanda tangani tanpa adanya paksaan
dari pihak manapun. Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan
merugikan saya sebagai responden.

Padang,_________2021

Responden
Lampiran 4 Lembar Kuesioner Responden

Kuesioner Penelitian
Hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian astenopia pada
tenaga kependidikan fakultas kedokteran universitas andalas

I. Karakteristik Responden

1. Nomor Responden :

2. Nama Responden :

3. Jenis Kelamin :

4. Tanggal lahir :

5. Divisi kerja :

6. Pernah didiagnosis penyakit mata mayor (katarak/glaukoma) : YA /


TIDAK

7. Mengonsumsi obat – obatan dalam 2 minggu terakhir secara rutin (obat


Antihipertensi, Antidepressan, dan Antihistamin) : YA /
TIDAK

II. Lama paparan

1. Berapa lama rata – rata anda menggunakan monitor dalam 1 hari ?

a. lebih dari 4 jam

b. sama atau kurang dari 4 jam

III. Kelelahan Mata

Berilah tanda ceklis ( ) dari tabel dibawah ini sesuai dengan gejala yang anda

alami pada 3 bulan terakhir.


No Frekuensi gejala
.
Keluhan Sangat Sering (3 - Jarang (1 - Tidak
sering 4x 2x pernah
(lebih dari seminggu) seminggu)
4x
seminggu)

1 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan nyeri atau
berdenyut disekitar mata ?

2 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan kata- kata dalam
tulisan menjadi kabur ?

3 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan pandangan
ganda ?

4 Apakah Anda merasakan


sulit fokus/ penurunan daya
pikir/ lupa mengingat apa
yang dibaca
dikomputer/kesalahan
pengetikan ketika terlalu
lama bekerja di depan
komputer ?

5 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan mata perih/
gatal/ mata kering ?
6 Apakah dalam penggunaan
komputer lama, Anda
mengalami mata merah ?

7 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan mata berair ?

8 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan sakit kepala
yang menekan/ terasa
mengikat/ terasa berat/
menekan pada daerah dahi
atau belakang kepala ?

9 Apakah dalam penggunaan


komputer lama, Anda
merasakan pusing/ hingga
disertai mual ?

Sumber dimodifikasi dari kuesioner Asmaul Husna (2019)

Anda mungkin juga menyukai