Fradha Intan Arassah - 3125151689
Fradha Intan Arassah - 3125151689
Disusun Oleh:
Fradha Intan Arassah (3125151689)
Puji dan rasya syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena dengan
Rahmat dan Ridho-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada wak-
tunya, yang saya beri judul ”Model Matematika VEITR Pada Penyebaran Pe-
nyakit Tuberculosis yang Tervaksinasi Akibat Exogenous Reinfection”. Tujuan
penyelesaian skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan guna
mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika di Univer-
sitas Negeri Jakarta. Didalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak
prang yang setia memberi dukungan, motivasi, kritis, dan saran yang memba-
ngun. Oleh sebab itu, saya sebagai penulis skripsi ini berterima kasih kepada:
4. Kedua orang tua saya yang selalu mendukung saya dan akan memberikan
hadiah jika saya sudah lulus.
7. Ratna Mutiara Lestari yang selalu curhat walaupun saya sedang meng-
erjakan skripsi
9. Fradha Intan Arassah, diri saya sendiri karena mampu mengerjakan sk-
ripsi ini sampai selesai.
ii
Jakarta,
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.3 Batasan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.5 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.6 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
II LANDASAN TEORI 6
2.1 Model Penyebaran Penyakit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1.1 Tuberkulosis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1.2 Situasi TBC di Indonesia . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.1.3 Program pencegahan TBC . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.1.4 Pengobatan TBC . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2.2 Model Matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.3 Model Penyebaran Penyakit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.4 Persamaan Diferensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
2.4.1 Persamaan Diferensial Elementer . . . . . . . . . . . . . 14
2.4.2 Order Persamaan Diferensial . . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.5 Sistem Persamaan Diferensial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.5.1 Sistem Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.5.2 Sistem non-linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
2.6 Titik Ekuilibrium . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
2.7 Kestabilan Titik Ekuilibrium . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
2.8 Linearisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
2.9 Nilai Eigen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
iv
2.10 Kriteria Routh Hurwitz . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
2.11 Bilangan Reproduksi Dasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
IV PEMBAHASAN 29
4.1 Formulasi Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
4.2 Bilangan Reproduksi Dasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
4.3 Titik Ekuilibrium . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
4.4 Analisis Kestabilan Titik Ekuilibrium . . . . . . . . . . . . . . . 43
4.5 Simulasi Numerik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
V PENUTUP 51
5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 51
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 55
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Salah satu cara menemukan solusi dari permasalahan yang terjadi di ke-
hidupan nyata adalah mengaplikasikan permasalahan ke dalam bentuk mate-
matika atau pemodelan matematika. Pemodelan matematika dapat diaplika-
sikan untuk mengetahui orang yang terinfeksi tuberkulosis mengekspektasikan
kemungkinan banyaknya orang yang sembuh, dan menemukan solusi untuk
menyelesaikan permasalahan tuberkulosis.
Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan analisis oleh Queena Fredlina
mahasiswa fakutas MIPA Universitas Udayana pada tahun 2012 yang berjudul
”Model SIR untuk Penyebaran Penyakit Tuberkulosis”. Dalam penelitiannya
dijelaskan penyebaran tuberkulosis yang paling berpengaruh adalah laju penu-
laran dan laju kesembuhan. Mereka mencari titik kritis/titik ekuilibrum, nilai
eigen, dan bilangan reproduksi dasar , serta metode Runge-Kutta untuk uji
analisis parameter. Dari hasilnya dapat diketahui bahwa laju penularan harus
diminimalisir dengan vaksin sebagai pencegahannya dan laju penyembuhan
harus ditingkatkan dengan dilakukannya pengobatan yang maksimal.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Muhammad Rifki Taufik mahasiswa
fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2015 yang berju-
dul ”Mathematical Models for Vaccineted Tuberculosis Disease with VEIT
Model”. Dalam penelitiannya dijelaskan tentang analisis kestabilan titik ekui-
librium, didapat ada dua titik ekuilibrium, titik bebas dan titik endemik, lalu
dicari nilai eigen dan dilakukan simulasi numerik dengan diambil nilai para-
meter.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Atika Uyun mahasiswa fakultas MI-
PA Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2016 yang berjudul ”Model Mate-
matika SEIR Penyebaran Penyakit Tuberkulosis Dengan Pengaruh Vaksinasi”.
Penelitian tersebut membahas tentang model dan analisis kestabilan penye-
baran penyakit dalam model yang sudah dibuat, melakukan simulasi numerik,
membuat kesimpulan bahwa terdapat dua titik ekuilibrium dan memperoleh
solusi untuk penyebaran tuberkulosis agar berkurang dengan melakukan vak-
sin minimal 90 persen dari jumlah populasi tersebut.
Skripsi ini akan mendiskusikan tentang permasalahan dan analisis model
matematika penyakit TBC akibat Exogenous Reinfection atau kontak langsung
dengan penderita aktif. Model yang disusun akan mencari titik ekuilibrum,
nilai eigen, titik kestabilan, dan simulasi numerik, dan kesimpulan. Model
yang akan digunakan adalah VEITR (Vaccined, Exposed, Infected, Treated,
and Recovered ) karena menurut penulis model VEITR lebih menggambarkan
3
situasi pada proses penyebaran penyakit tuberkulosis dan berbeda dengan mo-
del yang digunakan pada referensi. Permasalahan ini penulis angkat karena
melihat kenyataan bahwa Indonesia masuk dalam urutan kedua negara yang
paling banyak terinfeksi penyakit tuberkulosis.
2. Bagi Pembaca
LANDASAN TEORI
Pada bab ini, akan dibahas mengenai landasan teori-teori yang mendasari
dalam mengerjakan skripsi ini. Materi yang dibahas diantaranya adalah :
2.1.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bak-
teri Mycobacterium tuberculosis. TBC bukanlah penyakit keturunan, umum-
nya bakteri menyerang paru-paru tetapi juga dapat menyerang bagian tubuh
lainnya seperti kelenjar getah bening, otak, kulit, dan lainnya. Gejala-gelaja
penderita tuberkulosis diantaranya batuk-batuk, sakit dada, nafas pendek, hi-
lang nafsu makna, berat badan menurun, demam, kedinginan, dan kelelahan.
Penyakit tuberkulosis dapat menular ke semua lapisan masyarakat, baik
itu anak-anak, remaja, dewasa, maupun manula. Namun pada umumnya se-
seorang yang rentan tertular penyakit tuberkulosis adalah orang yang sedang
dalam usia produktif, karena produktifitas yang aktif dan sering berkumpul
dengan masyarakat, sehingga kemungkinan tertular lebih besar. Adapun kon-
disi yang memungkinkan tertularnya TBC dengan mudah adalah anak-anak,
orang yang mengidap HIV/AIDS, manula, perokok, orang yang mengidap di-
abetes melitus, dan orang yang serumah dengan penderita TBC aktif.
Seseorang yang sudah terinfeksi tuberkulosis dapat digolongankan menja-
di dua, yang pertama seseorang yang mengidap bakteri tuberkulosis namun
karena sistem imun yang cukup kuat bakteri hanya mengendap sesaat dan
menyerang saat sistem imun lemah, ini disebut individu laten dan yang kedua
6
7
adalah individu yang mengidap tuberkulosis aktif. Kondisi laten juga dapat
menjadi aktif karena kontak langsung dengan pengidap aktif, hal ini dikarenak-
an perkembangan bakteri yang semakin meningkat secara signifikan, sehingga
walaupun sistem imun kondisi laten kuat tetap bisa menjadi kondisi aktif ini
disebut ”Exogenous Reinfection”. Kondisi laten yang berubah menjadi kondisi
aktif karena sistem imun melemah dan menyebabkan perkembangan bakteri
meningkat sehingga menginfeksi, ini disebut ”Endogenous Reinfection”.
3. Asam sitrat
Namun, vaksin BCG ini tersedia dalam merek yang berbeda-beda, sehing-
ga terkadang kandungan di dalam vaksin di setiap negara pun bervariasi. Pe-
nyuplai utama dari vaksin TBC di seluruh dunia adalah The United Nation
Childrens Fund atau UNICEF, yang bekerja sama dengan Global Alliance for
Vaccines and Immunization, karena kuman yang terdapat di vaksin ini mi-
rip dengan bakteri M. tuberculosis, maka vaksin tersebut akan bekerja meniru
terjadinya infeksi TBC dalam tubuh.
Kuman dalam vaksin TBC ini telah dilemahkan sehingga tidak menim-
bulkan penyakit dan membahayakan manusia. Justru, mereka akan memicu
respons sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi. Antibodi tersebutlah
yang akan melawan bakteri TBC sebelum menyebar dan menyebabkan gejala.
Dengan kata lain, vaksin ini akan membentuk perlindungan (imunitas) ter-
hadap TBC. Saat ini, vaksin BCG hanyalah satu-satunya vaksinasi untuk TB
yang tersedia, meskipun masih ada beberapa jenis vaksinasi yang sedang di-
kembangkan. Vaksin ini termasuk murah, aman, dan tersedia hampir di selu-
ruh fasilitas kesehatan.
Vaksinasi ini tidak boleh diberikan pada orang-orang dengan penyakit atau
kondisi kesehatan tertentu yang melemahkan sistem imun mereka. Hal ini di-
karenakan tubuh dengan sistem imun yang buruk justru menyebabkan bakteri
dari vaksin berkembang menjadi infeksi yang serius. Vaksin ini akan merang-
sang sistem imun tubuh Anda untuk melawan serangan infeksi bakteri M.
tuberculosis. Vaksin ini tidak akan menimbulkan penyakit apapun pada tubuh
Anda.
Menurut NHS, vaksin BCG dapat melindungi 80persen dari suatu populasi
agar tidak terinfeksi jenis TBC yang paling parah selama 15 hingga 60 tahun,
seperti TB meningitis. Sehingga, risiko penyebaran dan penularan bakteri
M. tuberculosis ini pun dapat dicegah. Namun, penting untuk Anda ketahui
bahwa vaksin ini tidak dapat mencegah infeksi utama bakteri TBC di paru-
paru secara efektif. Selain itu, pemberian vaksin tidak akan mencegah kondisi
infeksi TB laten agar tidak berkembang menjadi penyakit TB aktif. Infeksi
TB laten adalah kondisi di mana tubuh Anda telah terpapar bakteri TBC,
9
namun bakteri masih tertidur dan sewaktu-waktu dapat aktif kembali dan
menimbulkan gejala-gejala penyakit TBC.
Pengembangan dan formulasi Strategi Penanggulangan Tuberkulosis yang
baru didasarkan pada:
tentang Pemberian Gratis Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengadaan OAT di-
lakukan setiap tahun melalui APBN, dan pada tahun 2004/2005 dalam rangka
percobaan penggunaan OAT FDC pengadaannya melalui bantuan hibah luar
negeri.
2. Menentukan asumsi
Asumsi adalah proses berpikir dari awal hingga model terbentuk. Asus-
mi menyebabkan perbedaan dati tiap model yang dihasilkan dan dapat
mempermudah dalam pembentukan model.
4. Menentukan solusi
Solusi dari pemodelan matematika yaitu dengan menganalisis sifat atau
perilaku model tersebut.
5. Interpretasi solusi
Interpretasi model dapat ditunjukkan dengan grafik ataupun hasil simu-
lasi numerik dengan menggunakan data fitting atau data riil dan kemu-
dian dapat diinterpretasikan dalam kehidupan nyata.
11
karena populasi terinfeksi penyakit sebesar αSI serta berkurang karena kema-
tian normal µS. Sehingga perubahan populasi S terhadap waktu adalah
dS
= π − aSI − µS
dt
Populasi terinfeksi bertambah karena populasi S yang terkena penyakit
dinotasikan dengan αSI dan berkurang karena mendapat pengobatan sebesar
βI serta berkurang karena kematian normal µI. Sehingga perubahan populasi
I terhadap waktu adalah
dI
= aSI − βI − µI
dt
Populasi Recovered bertambah mendapatkan pengobatan dinotasikan dengan
βI dan berkurang karena kematian normal µR. Sehingga perubahan populasi
I terhadap waktu adalah
dR
= βI − µR
dt
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditulis dalam bentuk persamaan
diferensial sebagai berikut :
dS
= π − aSI − µS
dt
dI
= aSI − βI − µI
dt
dR
= βI − µR
dt
dS
= π − aSI − µS
dt
dE
= aSI − βI − µE
dt
dI
= βI − εI − µR
dt
14
dR
= εI − µR
dt
Skripsi ini akan membahas model penyebaran penyakit dengan model VE-
ITR (vaccined, exposed, infected, treatment, dan recovered).
ẋ = f (x)
dy 2x2
=
dx 3 + y2
jawab:
dy 2x2
=
dx 3 + y2
15
1 2
3y + y 3 − x3 = c
3 3
Solusi Z
−x
yxe = (4ex lnx)(xe−x )dx
Z
yxe−x = 4xlnxdx
d2 y dy
x 2
+ 2 − 6xy = 0
dx dx
Jika F (x) 6= 0 maka disebut PD tak homogen.
d2 y dy
x 2
+ 2 − 6xy = sinx
dx dx
17
Contoh :
dx
= x2 + 3y
dt
dy
= x + 2xy
dt
dz
= x + 2y + cos3z
dt
d2 y dy
+ 3 + 4y 3 = 0
dx2 dx
d4 y d3 y dy
( 4 )2 + x2 3 + x3 = xex
dx dx dx
d3 y d2 y dy
3
+ 4 2
− 5 + 3y = sinx
dx dx dx
f (x̄) = 0
x2 − x − 72 = 0
(x − 9)(x + 8) = 0
18
x̄ = 9
x̄ = −8
Titik ekuilibrium dibagi menjadi dua, yaitu titik ekuilibrium bebas penya-
kit dan titik ekuilibrium endemik penyakit. Titik ekuilibrium bebas penyakit
adalah titik dimana suatu daerah tersebut tidak terjadi penyebaran penyakit,
populasi sehat dan tidak terjadi infeksi. Titik ekuilibrium endemik penyakit
adalah titik dimana suatu daerah tersebut terjadi penyebaran, populasi ada
yang terinfeksi penyakit.
Titik ekuilibrium digunakan untuk mengetahui perilaku penyebaran pada
suatu model dengan melihat kestabilan titik ekuilibrium tersebut. Kestabilan
titik ekuilirium dapat dilihat berdasarkan nilai eigen matriks.
1. Titik ekuilibrium x̄ dikatakan stabil jika diberi ε > 0 dan δ > 0 sedemi-
kian sehingga jika kx0 − x̄k < δ maka kx(t, x0 ) − x̄k < ε untuk semua
t ≥ 0.
Teorema 2.7.2 Sistem ẋ = Ax stabil asimtotis jika dan hanya jika bagian
real semua nilai eigen dari A bernilai negatif.
Bukti:
Ingat bahwa solusi sistem ẋ = Ax selalu memuat exp e(λ)x sehingga jika semua
bagian real dari (λ) bernilai negatif maka untuk t −→ ∞ nilai exp e(λ)x akan
menuju 0 sehingga sistemnya stabil asimtotis. Akibatnya jika ada bagian real
nilai eigen A yang bernilai positif maka sistem tidak stabil.
Kestabilan titik ekuilibrum bebas penyakit dapat dicari dengan menggu-
nakan metode next generation, sedangkan kestabilan titik ekuilibrum endemik
penyakit dapat dicari dengan linearisasi matriks jacobian.
2.8 Linearisasi
Linearisasi digunakan untuk mengubah persamaan diferensial non-linear
menjadi linear. Linearisasi digunakan untuk mencari aproksimasi yang terba-
ik. Proses linearisasi dapat menggunakan deret Taylor disekitar titik ekuili-
brum, yaitu :
x̄ = f (x)
dengan titik ekulibrum x̄ = (x̄1 , x̄2 , ..., x̄n ) dan f (x̄) = 0. Pendekatan line-
ar fungsi f (x, y) disekitar (a, b) diperoleh dengan menderetkan fungsi f (x, y).
Didapat pendekatan linear untuk sistem sebagi berikut :
J(f (x̄)) disebut matriks Jacobian dari fungsi f (x) di titik ekuilibrum x̄, dengan
:
∂f1 (x̄) ∂f1 (x̄) ∂f1 (x̄)
...
∂f∂x 1
2 (x̄)
∂x2
∂f2 (x̄)
∂xn
∂f2 (x̄)
∂x ∂x2
... ∂xn
J(f (x̄)) =
...
1
... ... ...
∂fn (x̄) ∂fn (x̄) ∂fn (x̄)
∂x1 ∂x2
... ∂xn
Ax = λx
21
Untuk skalar sebarang λ disebut niai eigen dari A dan x adalah vector eigen
dari A. Nilai eigen dari matriks A dapat diperoleh dengan rumus :
Ax = λIx
Ax − λIx = 0
(A − λI)x = 0
det(A − λI)x = 0
Persamaan diatas disebut persamaan karakteristik matrik A.
Teorema 2.9.2 Jika A adalah sebuah matriks segitiga (atas/bawah) atau
matriks diagonal, maka nilai-nilai eigen dari A adalah entri-entri yang terletak
pada diagonal utama matriks A.
Permasalahan yang sering muncul dalam menentukan suatu kestabilan titik
endemik penyakit adalah ketika mencari akar persamaan karakteristik berorde
tinggi dan diperlukan suatu kriteria yang mampu menjamin nilai dari akar
suatu persamaan karakteristik. Salah satu kriteria yang efektif untuk menguji
kestabilan adalah kriteria Routh Hurwitz.
dengan demikian, titik tetap x̄ stabil jika dan hanya jika det Hj > 0 untuk
setiap i = 1, 2, ..., k untuk k = 3 dan k = 4 kriteria Routh-Hurwitz diberikan
sebagai berikut:
untuk k = 3 harus memenuhi syarat
a1 > 0
a2 > 0
a3 > 0
a1 .a2 − a3 > 0
untuk k = 4 harus memenuhi syarat
a1 > 0
a2 > 0
a3 > 0
a4 > 0
a1 .a2 − a3 > 0
a3 (a1 .a2 − a3 ) − a1 2 .a4 > 0
Harus diperhatikan bahwa semua koefisien harus positif. Jika terdapat koefi-
sien nol atau negatif maka sistem tidak stabil.
dengan Vi (x) = Vi − (x) − Vi + (x) dan fungsi ẋi harus memenuhi syarat (A1) −
(A5) sebagai berikut :
A5. Jika F (x) adalah himpunan 0 maka semua nilai eigen dari Df (x0 ) adalah
negatif.
Lemma(2.11.1) : Jika x0 adalah DFE dari (2.1) dan fi (x) memenuhi (A1)−
(A5), maka derivatif DF (x0 ) dan DV (x0 ) adalah sebagai berikut :
! !
F 0 V 0
DF (x0 ) = , DV (x0 ) =
0 0 J3 J4
dan h i
∂Vi (x0 )
V = ∂xj
Berdasarkan syarat (A5) dapat diketahui bahwa DFE adalah stabil asimto-
tik lokal. Persamaan (2.1) dapat kita gunakan untuk mencari nilai induvidu
yang terinfeksi. Misal ψ(t) adalah partisi dari DV (x0 ) mengandung nilai ne-
gatif dari populasi di variabel yang termasuk dalam penyebaran penyakit dan
ϕ(t) adalah partisi dari DF (x0 ) mengandung populasi yang terjangkit bakte-
ri. Berdasarkan lemma 2.8.1 entri matriks F bernilai non-negatif dan V adalah
matriks non-singular, kemudian matriks V dicari inversnya yang merupakan
matriks non-negatif. Perkalian matriks F dan V −1 disebut matriks next gene-
ration.
Kemudian diperoleh nilai R0 dengan rumus :
R0 = ρ(F V −1 )
24
1. Jika R0 < 1, maka jumlah individu yang terinfeksi akan menurun pada
setiap generasi, sehingga penyakit tidak akan menyebar.
2. Jika R0 > 1, maka jumlah individu yang terinfeksi akan meningkat pada
setiap generasi, sehingga penyakit akan menyebar.
BAB III
DESAIN MODEL
Diagram alir atau design model adalagh sebuah diagram yang mewakili
proses atau alir kerja, yang menampilkan langkah-langkah dalam pengerjaan
suatu tulisan ilmiah atau penelitian ilmiah. Diagram alir digunakan untuk
menganalisa, mendokumentasi, dan memanajemen sebuah proses dengan ba-
ik. Pada bab ini, akan dijelakan tentang design model yang dilakukan untuk
skripsi ini. Design model yang dilakukan diantaranya :
25
26
Kemudian, akan dicari nilai reproduksi dasar atau nilai penyebaran pe-
nyakitnya.
Sehingga desain model yang dilakukan dapat diliat pada gambar berikut :
28
PEMBAHASAN
1. Populasi tervaksinasi (V )
Jika angka kelahiran dinotasikan dengan α dan kemungkinan dari angka
kelahiran yang mendapatkan vaksin dinotasikan dengan n, maka popu-
lasi V (t) mengalami peningkatan pada saat ∆t sehingga menjadi nα∆t.
Jika tingkat keefektifan vaksin dinotasikan dengan f , maka (1−f ) adalah
tingkat ketidakefektifan vaksin terhadap individu. Individu tervaksinasi
yang menjadi rentan terinfeksi dinotasikan dengan βIV , maka popu-
lasi tervaksinasi berkurang pada saat ∆t, sehingga dinotasikan dengan
(1 − f )βIV ∆t.
Jika populasi tervaksinasi berkurang akibat kematian normal yang dino-
tasikan dengan µV pada saat ∆t , sehingga mengalami penurunan yang
dinotasikan dengan µV ∆t.
Berdasarkan model tersebut, didapat persamaan diferensial sebagai ber-
ikut:
29
30
µT I∆t
Berdasarkan model tersebut, didapat persamaan diferensial sebagai ber-
ikut:
4. Populasi Treated (T )
Jika populasi terinfeksi mendapatkan pengobatan, maka T (t) mengalami
peningkatan pada saat ∆t sehingga dinotasikan dengan rI∆t.
Jika populasi rentan mendapatkan pengobatan sebelum bakteri menye-
bar, maka populasi T (t) mengalami peningkatan pada saat ∆t sehingga
dinotasikan dengan ρE∆t.
Jika populasi yang mendapat pengobatan mengalami kematian normal,
maka T (t) menurun sehingga µT ∆t.
Jika populasi yang mendapatkan pengobatan sudah sembuh total, maka
populasi T (t) menurun pada saat ∆t sehingga dinotasikan dengan πT ∆t.
Berdasarkan model tersebut, didapat persamaan diferensial sebagai ber-
ikut:
dengan N (t) = V (t) + E(t) + I(t) + T (t) + R(t) adalah total populasi
pada waktu t. Semua parameter pada sistem bernilai positif dan keterangan
parameter adalah sebagai berikut:
Fi (x) =
0
0
0
(1 − f )βIV + µV
(qv + ρ + µ)E
Vi −
=
(r + µ + µ T )I
(µ + π)T
µR
nα
0
Vi +
=
qvE
ρE + rI
πT
5. A(5) Jika Fi adalah himpunan nol, maka nilai eigen Df (x0 ) memiliki
bagian real negatif.
Akan dicari nilai eigen Df (x0 ) menggunakan persamaan
µR − πT
maka,
fi (x) = Fi (x) − Vi (x)
fi (x) = 0 − Vi (x)
−µR + πT
Selanjutkan akan dicari nilai Jacobian dari fi (x) sehingga diperoleh nilai
eigen sebagai berikut :
∂V ∂V ∂V ∂V ∂V
∂V ∂E ∂I ∂T ∂R
∂E ∂E ∂E ∂E ∂E
∂V ∂E ∂I ∂T ∂R
∂I ∂I ∂I ∂I ∂I
J(fi (x)) =
∂V ∂E ∂I ∂T ∂R
∂T ∂T ∂T ∂T ∂T
∂V ∂E ∂I ∂T ∂R
∂R ∂R ∂R ∂R ∂R
∂V ∂E ∂I ∂T ∂R
36
−(1 − f )βI − µ 0 −(1 − f )βV 0 0
0 −(qv + ρ + µ) 0 0 0
J(fi (x)) =
0 qv −(r + µ + µT ) 0 0
0 ρ r −(µ + π) 0
0 0 0 π −µ
kemudian akan dicari nilai eigen dengan rumus λI−J(fi (x)) = 0 sehingga
didapat :
λ + (1 − f )βI + µ 0 (1 − f )βV 0 0
0 λ + (qv + ρ + µ) 0 0 0
0 −qv λ + (r + µ + µT ) 0 0
0 −ρ −r λ + (µ + π) 0
0 0 0 −π λ + µ
λ1 = λ5 = −µ
λ2 = −(qv + ρ + µ)
λ3 = −(r + µ + µT )
λ4 = −(µ + π)
Berdasarkan syarat (A1) − (A5) yang sudah dipenuhi maka bentuk mo-
del yang dibuat sudah benar. Kemudian akan dicari bilangan reproduksi
dasar, dengan melihat sistem persamaan diferensial yang diperoleh, va-
riabel yang terinfeksi virus adalah persamaan (4.2) dan (4.3) sebagai
37
berikut:
dE
= (1 − f )βIV − (qv + ρ + µ)E
dt
dI
= qvE − (r + µ + µT )I
dt
Kita Asumsikan :
!
(1 − f )βV I
ϕ=
0
!
(qv + ρ + µ)E
ψ=
(r + µ + µT )I − qvE
Kemudian didapat:
!
1 (r + µ + µT ) 0
V −1 =
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT ) − (−qv)(0) qv (qv + ρ + µ)
!
1 (r + µ + µT ) 0
V −1 =
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT ) qv (qv + ρ + µ)
Sehingga diperoleh
(r+µ+µT ) 0
(qv+ρ+µ)(r+µ+µT ) (qv+ρ+µ)(r+µ+µT )
V −1 =
qv qv+ρ+µ
(qv+ρ+µ)(r+µ+µT ) (qv+ρ+µ)(r+µ+µT )
1
(qv+ρ+µ)
0
V −1 =
qv 1
(qv+ρ+µ)(r+µ+µT ) (r+µ+µT )
1
!
(qv+ρ+µ)
0
0 (1 − f )βV
F V −1 =
0 0
qv 1
(qv+ρ+µ)(r+µ+µT ) (r+µ+µT )
!
qv(1−f )βV (1−f )βV
F V −1 = (qv+ρ+µ)(r+µ+µT ) (r+µ+µT )
0 0
Dari matriks tersebut diperoleh :
qv(1 − f )βV
R0 = ρ(F V −1 ) =
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
nα
Substitusi V = µ
qv(1 − f )β nα
µ
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
µ
Kalikan µ
untuk menghilangkan µ pada pembilang :
qv(1 − f )β nα
µ µ
( )( )
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT ) µ
Sehingga diperoleh :
qv(1 − f )βnα
R0 =
µ(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
39
dE
= (1 − f )βIV − (qv + ρ + µ)E
dt
0 = (1 − f )βIV − (qv + ρ + µ)E
(1 − f )βIV = (qv + ρ + µ)E
(1 − f )βIV
E= (4.7)
qv + ρ + µ
Substitusi titik I ke persamaan 4.7 sehingga diperoleh :
qvE
(1 − f )β( r+µ+µ T
)V
E=
qv + ρ + µ
(1 − f )βqvEV
E=
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
E(qv + ρ + µ)(r + µ + µT ) = (1 − f )βqvEV
41
Sehingga diperoleh:
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
V = (4.8)
(1 − f )βqv
dV
= nα − (1 − f )βIV − µV
dt
0 = nα − (1 − f )βIV − µV
nα = ((1 − f )βI + µ)V
nα
V = (4.9)
(1 − f )βI + µ
Substitusi titik V pada persamaan 4.8 ke persamaan 4.9 sehing-
ga diperoleh :
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
((1 − f )βI + µ) = nα
(1 − f )βqv
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )I (qv + ρ + µ)(r + µ + µT )µ
+ = nα
qv (1 − f )βqv
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )I (qv + ρ + µ)(r + µ + µT )µ
= nα −
qv (1 − f )βqv
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )µ
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )I = [nα − ]qv
(1 − f )βqv
nαqv(1 − f )β − (qv + ρ + µ)(r + µ + µT )µ
I=
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
nαqv(1 − f )β
I= −µ
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
I = R0 µ − µ
Sehingga diperoleh
I = (R0 − 1)µ (4.10)
(1 − f )βIV
E=
qv + ρ + µ
42
E=
qv + ρ + µ
(R0 − 1)µ(r + µ + µT )
E= (4.11)
qv
iv. Titik Kritis T
dT
= ρE + rI − (µ + π)T
dt
0 = ρE + rI − (µ + π)T
ρE + rI = (µ + π)T
ρE + rI
T = (4.12)
µ+π
Substitusi persamaan 4.10 dan 4.11 ke persamaan 4.12, sehing-
ga diperoleh :
ρ(R0 − 1)µ(r + µ + µT ) + r(R0 − 1)µ
T =
µ+π
(R0 − 1)[ρµ(r + µ + µT ) + rµ]
T = (4.13)
µ+π
v. Titik Kritis R
dR
= πT − µR
dt
πT − µR = 0
πT = µR
πT
R= (4.14)
µ
Substitusi persamaan 4.13 ke persamaan 4.14, sehingga dipero-
leh :
π(R0 − 1)[ρµ(r + µ + µT ) + rµ]
R= (4.15)
µ2 + µπ
Jadi titik kritis endemik adalah:
x1 = (V, E, I, T, R) (4.16)
43
dengan
(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
V =
(1 − f )βqv
(R0 − 1)µ(r + µ + µT )
E=
qv
I = (R0 − 1)µ
(R0 − 1)[ρµ(r + µ + µT ) + rµ]
T =
µ+π
π(R0 − 1)[ρµ(r + µ + µT ) + rµ]
R=
µ2 + µπ
Nilai titik endemik akan ada ketika nilai R0 > 1.
!
−(qv + ρ + µ) (1 − f )βV
=
qv −(r + µ + µT )
|λI − (F − V )| = 0
!
λ + (qv + ρ + µ) −(1 − f )βV
=
−qv λ + (r + µ + µT )
diperoleh:
x0 = (V, E, I, T, R) = (4.2; 0; 0; 0; 0)
Garis hijau pada Gambar 4.5 menunjukkan populasi infected yang menu-
run dikarenakan adanya pengaruh pengobatan dan kematian. Pada saat
tertentu populasi infected akan mendekati titik setimbang yaitu nol, se-
hingga penyebaran penyakit yang terjadi sangat kecil.
Simulasi akan dilakukan untuk variabel treated dengan kondisi awal kom-
partemen 4; 3.5; 2; 3; 0 sehingga diperoleh grafik sebagai berikut:
Garis biru pada Gambar 4.6 menunjukkan populasi treated yang dapat
dilihat lebih banyak pada awal dikarenakan populasi laten dan populasi
terinfeksi mendapatkan pengobatan. Pada waktu tertentu populasi tre-
ated akan mendekati titik setimbang yaitu nol dikarenakan penyebaran
penyakit sangat kecil sehingga populasipun menurun.
Kemudian akan dilakukan simulasi untuk variabel recovered dengan kon-
disi awal kompartemen 4; 3.5; 2; 3; 10 sehingga diperoleh grafik sebagai
berikut:
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Model penyebaran penyakit yang dibentuk adalah VEITR dengan sistem
persamaan diferensial sebagai berikut :
51
52
Populasi rentan menjadi individu aktif karena kontak langsung dengan pen-
derita aktif sehingga vaksin menjadi tidak efesien, maka populasi terinfeksi
akan naik pada saat ∆t sehingga dinotasikan dengan qvE.Populasi terinfeksi
mendapatkan pengobatan, maka I(t) menurun pada saat ∆t sehingga dino-
tasikan dengan rI∆t. Populasi terinfeksi mengalami kematian normal, maka
I(t) menurun sehingga dinotasikan dengan µI∆t. Populasi terinfeksi mengala-
mi kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis, maka I(t) menurun
sehingga dinotasikan dengan µT I∆t. Berdasarkan model tersebut, didapat
persamaan diferensial sebagai berikut:
dI
= qvE − (r + µ + µT )I
dt
Populasi terinfeksi mendapatkan pengobatan, maka T (t) mengalami pe-
ningkatan pada saat ∆t sehingga dinotasikan dengan rI∆t. Populasi rent-
an mendapatkan pengobatan sebelum bakteri menyebar, maka populasi T (t)
mengalami peningkatan pada saat ∆t sehingga dinotasikan dengan ρE∆t. Po-
pulasi yang mendapat pengobatan mengalami kematian normal, maka T (t) me-
nurun sehingga µT ∆t. Populasi yang mendapatkan pengobatan sudah sembuh
total, maka populasi T (t) menurun pada saat ∆t sehingga dinotasikan dengan
πT ∆t. Berdasarkan model tersebut, didapat persamaan diferensial sebagai
berikut:
dT
= ρE + rI − (µ + π)T
dt
Tingkat kesembuhan dari populasi yang sudah mendapat pengobatan dino-
tasikan dengan π, maka R(t) mengalami peningkatan pada saat ∆t sehingga
menjadi πT ∆t. Kematian normal individu yag sudah sembuh dinotasikan
dengan µ, maka R(t) menurun menjadi µR∆t. Berdasarkan model tersebut,
didapat persamaan diferensial sebagai berikut:
dR
= πT − µR
dt
Model penyebaran penyakit ini memiliki dua titik ekuilibrium, yaitu titik
ekuilibrium bebas penyakit ( nα µ
, 0, 0, 0, 0) dan endemik penyakit
(qv+ρ+µ)(r+µ+µT ) (R0 −1)µ(r+µ+µT )
( (1−f )βqv
, qv
, (R0 −1)µ, (R0 −1)[ρµ(r+µ+µ
µ+π
T )+rµ] π(R0 −1)[ρµ(r+µ+µT )+rµ]
, µ2 +µπ
)
Diperoleh angka reproduksi dasar sebagai berikut :
qv(1 − f )βnα
R0 =
µ(qv + ρ + µ)(r + µ + µT )
53
5.2 Saran
Model penyebaran penyakit tuberkulosis VEITR yang dibentuk, penulis
mengasumsikan tidak ada pengaruh imigrasi dan perbedaan jenis kelamin,
serta populasi recovered tidak dapat tertular kembali. Oleh karena itu, pem-
berikan saran untuk mengembangkan model VEITR dengan menambahkan
beberapa parameter dan melakukan analisis kestabilan endemik.
DAFTAR PUSTAKA
54
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
55
56
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
57
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6
58
LAMPIRAN 7
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
SKRIPSI
Dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Fakul-
tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas Negeri Jakarta:
Menyatakan bahwa skripsi ini yang saya buat dengan judul ”Model Ma-
tematika VEITR Pada Penyebaran Penyakit Tuberkulosis yang Ter-
vaksinasi Akibat Exogenous Reinfection” adalah :
2. Bukan merupakan duplikat skripsi yang pernah dibuat orang lain atau
jiplakan karya tulis orang lain