Anda di halaman 1dari 128

SERI NEUROTRAUMA

CEDERA
OTAK
SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL
DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Editor
TEDY APRIAWAN
EDISI PERTAMA

UNIVERSITAS AIRLANGGA
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

SAMBUTAN GURU BESAR NEUROTRAUMA

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa ,dan atas berkat rahmat Nya buku
“Cedera Otak : Seri Perdarahan Intra Kranial dan Mana-
jemen Pembedahan” Ini dapat diterbitkan.
Penyusunan buku pedoman ini adalah langkah maju un-
tuk menjawab tantangan di bidang pelayanan, pendidi-
kan, penelitian dan pengembangan. Di bidang pela-
yanan, pedoman ini dapat dimanfaatkan di setiap institusi yang berhub-
ungan dengan penanganan neurotrauma, sehingga dapat meningkat-
kan kualitas pelayanan danmenurunkan angka keacatan dan kematian
akibat cedera otak.
Rumah sakit dr. Soetomo selain memberikan pelayanan kepada
masyarakat luas, juga merupakan tempat pendidikan baik bagi tenaga
medis maupun paramedis, mulai dari jenjang diploma hingga spesial-
isasi. Besar harapan kami bagi seluruh peserta didik untuk dapat me-
manfaatkan pedoman ini dengan baik sehingga proses pendidikan
dapat berjalan sinergis dengan pelayanan yang prima.
Buku ini disusun sedemikian rupa sehingga memberi peluang
besar untuk pengembangan dan penelitian lebih lanjut. Beberapa fe-
nomena kasus neurotrauma masih mengundang pertanyaan yang saat
ini belum semuanya terjawab dengan jelas.
Mudah-mudahan hasil kerja keras ini dapat dimanfaatkan sebaik
-baiknya bagi para klinisi yang memberi pelayanan, para konsultan, dan
peserta didik dokter spesialis, dokter muda serta paramedis. Semoga
apa yang telah diraih saat ini menjadi bibit untuk perkembangan dan
kemajuan di masamendatang.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Prof. Dr. dr. Abdul Hafid Bajamal, Sp.BS (K)

i
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

SAMBUTAN KETUA DEPARTEMEN BEDAH SARAF


RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat rahmat-Nya Tim buku “Cedera Otak : Seri
Perdarahan Intra Kranial dan Manajemen Pem-
bedahan”, dapat diterbitkan.
Mengingat kemajuan ilmu dan tehnologi yang tak dapat dibendung,
adalah hal yang wajar bahwa perubahan-perubahan dapat terjadi teru-
tama di bidang ilmu kedokteran yang selalu dinamis. Neurotrauma ada-
lah kasus Emergency terbanyak di RSU dr. Soetomo yang membutuhkan
penanganan yang cepat, tepat, dan akurat. Banyak hal baru yang mun-
cul ke permukaan dan telah dibuktikan melalui suatu proses pene-
lusuran evidence based medicine yang memberikan arah dalam proses
penanganan pasien cedera otak.
Pelayanan yang bermutu dan proses pendidikan yang didukung
dengan pedoman baku akan sangatbermanfaat bukan hanya bagi
pasien tetapi bagi peserta didik dan penyedia pelayanan baik
medismaupun paramedis. Dalam sinergisme sistim pelayanan dan pen-
didikan yang terpadu ini kelak akanmuncul hal-hal baru yang memberi
lahan bagi pengembangan dan penelitian terutama di bidangneurotrau-
ma.
Besar harapan Saya bahwa buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-
baiknya oleh mahasiswa kedokteran, dokter, peserta didik pendidikan
spesialis, dokter spesialis, perawat, peserta didik keperawatan dan
semua pihak yang terkait dalam proses pelayanan dan pendidikan.
Pengembangandan penyempurnaan ilmu yang telah ada selalu Saya
harapkan dan Saya dukung untuk memperluas khazanah dan wawasan
keilmuan.
Kepada semua pihak yang telah bekerja keras menyiapkan dan
menerbitkan buku pedoman ini, Saya sampaikan penghargaan dan
terima kasih. Semoga dapat bermanfaat dan dapat terusmengem-
bangkan keilmuan yang dimiliki demi kemanusiaan. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Dr. dr. Agus Turchan, Sp.BS (K)


ii
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur
saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hi-
dayah dan karunia-Nya saya berhasil menyelesaikan buku dengan judul
“Cedera Otak : Seri Perdarahan Intra Kranial dan Manajemen Pem-
bedahan”. Penyusunan buku pedoman ini merupakan suatu langkah
maju untuk menjawab tantangan di bidang pelayanan, pendidikan,
penelitian, dan pengembangan. Di bidang pelayanan, pedoman ini
dapat dimanfaatkan di setiap institusi yang berhubungan dengan pe-
nanganan cedera otak, sehingga dapat meningkatkan kualitas pela-
yanan dan menurunkan angka kecacatan dan kematian akibat cedera
otak. Buku ini disusun berdasarkan evidence base medicine dan disusun
sedemikian rupa sehingga memberi peluang besar untuk pengem-
bangan dan penelitian lebih lanjut ke depannya karena beberapa fe-
nomena kasus cedera otak masih mengundang pertanyaan yang saat ini
belum semuanya terjawab dengan jelas. Mudah-mudahan hasil kerja
keras ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi para dokter spesialis,
dokter umum, serta paramedik. Semoga apa yang telah saya buat saat
ini bisa memberikan perkembangan dan kemajuan di masa mendatang.
Saya menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
pengembangan di masa mendatang.
Akhir kata, semoga buku ini bisa memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu bedah
saraf.

Surabaya, 13 April 2017

Tedy Apriawan, dr, SpBS (K)

iii
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KONTRIBUTOR

Prof. dr. M. Sajid Darmadipura, Sp.S, Sp.BS (K)

Prof. Dr. dr. Umar Kasan, Sp.BS (K) Alm)

Prof. Dr. dr. Abdul Hafid Bajamal, Sp.BS (K)

Dr. dr. Agus Turchan, Sp.BS (K)

Dr. dr. M. Arifin Parenrengi, Sp.BS (K)

Dr. dr. Joni Wahyuhadi, Sp.BS (K)

iv
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KONTRIBUTOR

Dr. dr. Eko Agus Subagio, Sp.BS (K)

Dr. dr. Asra Al Fauzi, Sp.BS (K)

dr. Wihasto, Sp.BS (K)

dr. Rahadian Indarto S, Sp.BS (K)

dr. M. Faris, Sp.BS (K)

dr. Achmad Fahmi, Sp.BS (K)

v
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KONTRIBUTOR

dr.Nur Setiawan Suroto, Sp.BS (K)

dr. Irwan Berlian I, Sp.BS (K)

dr. Tedy Apriawan, Sp.BS (K)

dr. Heri Subianto, Sp.BS

dr. M. Dwikoryanto, Sp.BS

dr. Amiril Mukminin, Sp.BS

vi
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KONTRIBUTOR

dr. Erliano Sumarnaf, Sp.BS (K)

dr. Andre Kusuma, Sp.BS

dr. Novan Krisno Aji, Sp.BS

dr. Wimba Prastarana, Sp.BS

dr. Suhariyanto, Sp.BS

dr. Ananda Haris, Sp.BS

vii
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KONTRIBUTOR

dr. Zaky Bajamal, Sp.BS (K)

dr. Pandu Wicaksono, Sp.BS

dr. Mochamad Rizky Yulianto

dr. Wisnu Baskoro

dr. Fatkhul Adhiatmadja

dr. Krisna Tsaniadi P

dr. Farishal Akbar M.

viii
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KONTRIBUTOR

dr. M. Fakhri Rayan

dr. Caezar Rozaq

dr. Yudha Fitrian P

dr. Bagus Sulistiono

ix
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR Iii


DAFTAR ISI x

PEMASANGAN ALAT PANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL (ICP MONITORING)

1.1 SEJARAH ALAT PANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL


……………………. 1
1.2 DEFINISI TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
……………………. 1
1.3 ETIOLOGI TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)
……………………. 1
1.4 DASAR-DASAR MONITOR TEKANAN INTRA KRANIAL (TIK)
……………………. 2
1.5 GEJALA DAN PEMERIKSAAN KLINIS PENINGKATAN
……………………. 2
INTRAKRANIAL SECARA UMUM
1.6 CAIRAN SEREBRO SPINAL (CSS)
……………………. 4
1.7 ALUR PENANGANAN TEKANAN INTRAKRANIAL PADA
PENDERITA CEDERA OTAK ....................... 6

1.8 INDIKASI PEMASANGAN ALAT PANTAU TEKANAN


……………………. 8
INTRAKRANIAL PADA CEDERA OTAK
1.9 MACAM & BENTUK ALAT UNTUK MENGUKUR TEKANAN
……………………. 9
INTRAKRANIAL (TIK)
1.10 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMASANGAN
MONITOR TEKANAN INTRAKRANIAL ……………………. 12

PROSEDUR STANDAR ALAT PEMANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL INTRAVENTRIKU-


LER
ANESTESI ……………………. 13
POSISI ……………………. 13
INSISI DAN TITIK INSERSI ……………………. 13
TEKNIK PEMBEDAHAN ……………………. 13
PROSEDUR STANDAR PEMASANGAN (SETTING) ICP
PASCA PEMBEDAHAN ……………………. 19
TEHNIK PENGATURAN ALAT PANTAU TEKANAN
……………………. 19
INTRAKRANIAL

x
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
DAFTAR PUSTAKA
……………………. 24

EPIDURAL HEMATOM (EDH)


2.1 DEFINISI
……………………. 26
2.2 ETIOLOGI
……………………. 26
2.3 KLASIFIKASI EPIDURAL HEMATOM
……………………. 27
2.4 PEMERIKSAAN KLINIS
……………………. 28
2.5 TATALAKSANA PEMBEDAHAN PENDERITA DENGAN EPIDUR-
……………………. 31
AL HEMATOM
2.6 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PENDERITA KASUS
EPIDURAL HEMATOM ……………………. 32

PROSEDUR PEMBEDAHAN STANDAR UNTUK EVAKUASI EPIDURAL HEMATOM


ANESTESI
……………………. 35
POSISI PENDERITA DI MEJA PEMBEDAHAN
……………………. 35
INSISI KULIT KEPALA
……………………. 35
TEKNIK PEMBEDAHAN CRANIOTOMI EVAKUASI EPIDUR-
……………………. 36
AL HEMATOM DAN CRANIOPLASTY
DEKOMPRESI TULANG PADA PENDERITA EPIDURAL
HEMATOM ……………………. 43

DAFTAR PUSTAKA ……………………. 44

FRAKTUR IMPRESI TULANG KALVARIA


3.1 DEFINISI
……………………. 46
3.2 ETIOLOGI
……………………. 46
3.3 KLASIFIKASI
……………………. 47
3.4 INDIKASI PEMBEDAHAN
……………………. 47

xi
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
3.5 GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN UMUM PENDERITA
……………………. 49
FRAKTUR TULANG IMPRESI
3.6 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PASIEN
……………………. 51
DENGAN FRAKTUR IMPRESI
3.7 ALUR PENANGANAN FRAKTUR IMPRESI
……………………. 53
PROSEDUR STANDAR PEMBEDAHAN FRAKTUR IMPRESI

ANESTESI
……………………. 54
POSISI UNTUK PENDERITA FRAKTUR IMPRESI
……………………. 54
INSISI YANG DIPILIH UNTUK FRAKTUR IMPRESI
……………………. 54
DAFTAR PUSTAKA ……………………. 61

PERDARAHAN INTRASEREBRAL KARENA CEDERA OTAK

4.1 DEFINISI ……………………. 62

4.2 ETIOLOGI ……………………. 62


4.3 PEMERIKSAAN KLINIS DAN GEJALA KLINIS PENDERITA
……………………. 63
DENGAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL
4.4
PERDARAHAN INTRASEREBRAL LAMBAT ……………………. 64
4.5 INDIKASI UNTUK DILAKUKAN PEMBEDAHAN PADA PEN-
……………………. 64
DERITA PERDARAHAN INTRASEREBRAL
4.6
GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PENDERITA
……………………. 66
PERDARAHAN INTRASEREBRAL

PROSEDUR STANDAR PEMBEDAHAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL

ANESTESI ……………………. 68
POSISI UNTUK PENDERITA PERDARAHAN INTRASERE-
……………………. 68
BRAL
INSISI YANG DIPILIH UNTUK PERDARAHAN INTRASERE-
……………………. 68
BRAL
DAFTAR PUSTAKA
……………………. 75

xii
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
SUBDURAL HEMATOM (SDH)
5.1 PENDAHULUAN
……………………. 77
5.2 DEFINISI
……………………. 77
5.3 ETIOLOGI
……………………. 77
5.4 KLASIFIKASI SUBDURAL HEMATOM
……………………. 78
5.5 SUBDURAL HEMATOM (SDH) AKUT
……………………. 78
5.6 SUBDURAL HEMATOM (SDH) SUB AKUT
…………………….. 79
5.6 SUBDURAL HEMATOM (SDH) KRONIK
……………………. 79
5.7 PEMERIKSAAN KLINIK
……………………. 84
5.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG PENDERITA SUBDURAL HAEM-
……………………. 82
ORRHAGE
5.9 MAGNETIC RESONANCE IMAGING PADA PENDERITA SUBDU-
……………………. 83
RAL HEMATOM (MRI)
5.10 INDIKASI PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL HEMATOM
……………………. 84
5.11 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL
…………………….. 85
HEMATOM AKUT
5.12 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL
…………………….. 85
HEMATOM SUB AKUT
5.13 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL
…………………….. 86
HEMATOM KRONIS
5.13 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL
HEMATOM KRONIS …………………….. 86

KRANIOTOMI EVAKUASI SUBDURAL HEMATOM AKUT


ANESTESI
……………………. 87
POSISI
……………………. 87
INSISI
……………………. 88
TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM AKUT
……………………. 88
TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM SUB
……………………. 92
AKUT

xiii
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM KRONIS …………………….. 94

DAFTAR PUSTAKA …………………….. 97

MONITORING PASCA PEMBEDAHAN

6,1 MONITORING PENDERITA PASCA PEMBEDAHAN …………………….. 98

6.2 KOMPLIKASI DARI PEMASANGAN MONITOR INTRAKRANIAL …………………….. 100

6.3 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PERDARAHAN EPIDURAL …………………….. 101


KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PEMBEDAHAN FRAKTUR
6.4 …………………….. 102
IMPRESI
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PEMBEDAHAN PERDARAHAN
6.5 …………………….. 103
INTRASEREBRAL
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PEMBEDAHAN PERDARAHAN
6.6 …………………….. 105
SUBDURAL
TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM KRONIS
……………………. 106
DAFTAR PUSTAKA
…………………….
GLOSSARY
…………………….. 107

xiv
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

1
PEMASANGAN ALAT PANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL
(INTRACRANIAL PRESSURE MONITORING)
Erliano Sufarnap, Tedy Apriawan, Ilustrasi Oleh : Caesar Rozaq

1.1 SEJARAH ALAT PANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL

Tekanan intrakranial sangat penting dalam sejarah bedah saraf. Pen-


ingkatan tekanan intrakranial sangat sering terjadi pada pasien cedera
otak. Dikarenakan dapat menyebabkan kematian, maka penggunaan
alat pantau tekanan intrakranial saat itu sering dikerjakan sebelum dil-
akukan diagnosis (1).

Pemasangan alat monitor melalui lumbal diperkenalkan pertama


kali oleh Quincke pada tahun 1897. Pemasangan pada lumbal ini meru-
pakan pemantauan tekanan intrakranial secara tidak langsung
(Indirect). Pengembangan alat pantau tekanan intrakranial melalui
ventrikel dan tranduser dimulai oleh Guillaume-Janny pada tahun 1951
dan Lundberg 1960 (1). Pada Tahun sekitar 1960, Lundberg melaporkan
pemasangan kateter intraventrikel pada 143 pasien dengan berbagai
macam diagnosa bedah saraf yang berbeda (2).

1.2 DEFINISI TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)

Adalah kombinasi dari tekanan di dalam rongga otak yang


dihasilkan oleh jaringan otak, volume darah di otak, dan cairan serebro-
spinal (4).

1.3 ETIOLOGI TEKANAN INTRAKRANIAL (TIK)

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan kenaikan dari tekanan


intrakranial. Yang dapat menyebabkan antara lain (4) :
a. SOL (Space Occupying Lesion)
b. Hydrocephalus
c. Subarachnoid Hemorrhage
d. Infeksi intrakranial
1
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

e. Cedera otak berat


f. Proses iskemik dan hipoksia pada otak

1.4 DASAR-DASAR MONITOR TEKANAN INTRA KRANIAL (TIK)


1. Komponen intrakranial meliputi (11) :
 Parenkim otak (yang juga mengandung cairan ekstraselular)
 Volume darah otak
 Cairan serebrospinal
2. Ketiga komponen tersusun di dalam suatu rongga (Cranium) yang
tidak elastis dan tertutup sepenuhnya (11).
3. Doktrin Monroe-Kellie menyebutkan bahwa volume intrakranial
adalah tetap, sehingga peningkatan volume salah satu komponen
atau adanya penambahan komponen baru (misalnya tumor, abses)
akan secara otomatis mengurangi volume komponen yang lain (11).
4. Nilai normal Tekanan Intra Kranial (TIK) adalah(11)
 10-15 mmHg (dewasa)
 3-7 mmHg (anak-anak)
 1,5-6 mmHg (bayi baru lahir)
 “Deadly ICP” (fatal apabila tidak terkontrol) pada dewasa ada-
lah > 25-40 mmHg.
5. Diperlukan tekanan Cairan Serebro Spinal (CSS) dari 3-5 mmhg lebih
tinggi dari pada tekanan vena agar dapat terjadi absorbsi Cairan
Serebro Spinal (14).
6. Merubah nilai air raksa terhadap air (1 cm H2O x 1,36 = 1 mmhg).
Kalibrasi ini sangat penting diketahui untuk pemasangan monitor
Tekanan intra kranial (TIK) secara intraventrikel (14).
7. Tekanan Cairan Serebro Spinal (CSS) turun sekita 0,5 – 1 cm setiap
kita membuang Cairan Serebro Spinal (CSS) sebanyak 1 cc = 1 ml (14).

1.5 GEJALA DAN PEMERIKSAAN KLINIS PENINGKATAN INTRAKRANI-


AL SECARA UMUM
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala makin meningkat saat bangun pagi disebabkan karena
saat tidur terjadi vasodilatasi pembuluh darah oleh karena retensi
2
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

CO2 saat tidur.


Munculnya rasa nyeri oleh karena penekanan pembuluh darah dan
penekanan duramater (keduanya sensitif terhadap nyeri) (5).

Gambar 1. Penderita menngalami nyeri kepala yang tidak sembuh dengan obat biasa. (diambil dari http://
www.purenootropics.net/oxiracetam/oxiracetam-side-effects/other-oxiracetam-headache-causes/)

2. Mual dan Muntah


Mual dan muntah makin memberat saat pagi hari (5).

Gambar 2. Muntah proyektil menandakan peningkatan tekanan intrakranial (diambil dari http ://
www.differencebetween.info/difference-between-nausea-and-vomiting)

3. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran seperti merasa ngantuk dan bahkan tidak sa
dar adalah tanda peningkatan tekanan intrakranial (5).
4. Kejang
Peningkatan tekanan intrakranial dapat mencetuskan terjadinya ke-
jang pada penderita cedera otak.
3
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Gambar 3. Penderita penurunaan kesadaran. (Diambil dari http://


bincangsehatsistemkesehatan.blogspot.com)

5. Funduskopi : Papilledema
Papilledema muncul karena adanya tekanan pada lapisan subarach-
noid pada nervus optikus atau obstruksi pada aliran axoplasmic
yang menyebabkan “filling” pada optic cup dan dilatasi vena retina
(5)
.

Gambar 4. Gambaran Papilledema dengan menggunakan funduskopi. (diambil dari http://www.nursing-


help.com/2011/08/Hydrocephalusmyelomeningocele)

1.6 CAIRAN SEREBRO SPINAL (CSS)


Cairan serebro spinal (CSS) atau Cerebro Spinal Fluid (CSF) berputar
mengelilingi otak, rongga ventrikel dan sumsum tulang belakang. Di-
produksi di rongga ventrikel oleh plexus choroideus dan sel ependim
pada dinding ventrikel. Cairan serebro spinal berputar melewati ven-
trikel lateral, foramina monroe, ventrikel 3, aquaductus sylvii, ventrikel
4, foramina luscha dan magendi serta Kanalis sentral medulla spinal
kemudian menuju ke rongga subarachnoid dan akhirnya diabsorbsi oleh

4
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

villi arachnoidalis untuk menuju ke sistem vena. Jumlah produksinya


mencapai 250-500cc dalam waktu 24 jam. Jumlah cairan serebro spinal
dalam ventrikel sendiri berkisar 125cc (4).
Beberapa fungsi dari cairan serebro spinal antara lain (4) :
1. Membawa Kebutuhan Gizi dan nutrisi
2. Membuang sisa produksi dari proses metabolisme sel
3. Sebagai penahan guncangan (Shock Absorbent)
Gangguan pada sistem peredaran CSS ini dapat menyebabkan
penumpukan cairan yang dikenal dengan Hydrocephalus. Terbagi atas
Hydrocephalus Communicans dan non communicans (Obstruktif).
Gangguan ini sangat nyata secara kasat mata pada bayi dengan gejala
fisik berupa kepala yang semakin membesar.
Karakteristik normal Cairan Serebo Spinal

Jernih, tidak berwarna, tidak berbau


Berat Jenis : 1.007
PH : 7.35
Klorida : 120-130 mEq/L
Natrium : 140-142 mEq/L
Glukosa (Puasa) : 60% glukosa serum (50-705 mg/dL)
Lactate : 10-20mg/dL
Protein :

 Ventrikel : 5-15 mg/dL


Lumbal : 15-45 mg/dL

Sel :

 WBC : 0-5/ml

 RBC : none

Bagan 1. Karakteristik normal Cairan serebro spinal, diambil dari Orlando regional health care,
Overview of adult intracranial pressure management and monitoring system, 2003

5
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

1.7 ALUR PENANGANAN TEKANAN INTRAKRANIAL PADA PENDERITA


CEDERA OTAK

Pemasangan

Menjaga
CPP>70mmHg

Hipertensi TIK

CT Scan Pertahankan
Manitol
terapi TIK

Ya Tidak

Hipertensi TIK?

Hiperventilasi sampai PaCO2 30-35mmHg

ya tidak
Hipertensi TIK?

Terapi tersier
penanganan TIK

Bagan 2. Dikutip dari Bullock RM, Povlishock JT Guidelines For the Management of Severe Head Injury
(Journal of Neurotrauma November 1996).

6
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Sedasi dan analgesik

Penggunaan Ventilator

Head Up 30° dengan leher yang lurus

Terapi Dasar

Terapi Lanjutan

Manitol

Cairan hipertonik THAM

ICP Monitor

Decompressive Craniectomy

Koma dengan barbiturat

Bagan 3. Dikutip dari Valadka AB, Andrews BT. Neurotrauma Evidence-Based Answer to Common
Questions. 2004

7
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

1.8 INDIKASI PEMASANGAN ALAT PANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL


PADA CEDERA OTAK

1. Indikasi menurut Narayan et al (3) dan Brain Trauma Foundation (5) :


Pemasangan TIK monitor perlu dilakukan pada pasien Cedera
Otak Berat atau COB (GCS 3-8 setelah proses resusitasi) dengan CT
Scan kepala abnormal (hematom, kontusio, edema serebri atau
penyempitan sisterna basalis).
Monitor TIK juga dipasang pada pasien COB dengan CT Scan
kepala normal jika didapatkan 2 atau lebih dari hal berikut :
 Usia > 40 tahun
 Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg
 Postural bilateral atau unilateral
2. Indikasi dan kontra indikasi menurut Orlando regional Health Care
(4)
:
a. Indikasi :
 Glasgow coma scale (GCS) < 8
 Posturing (extension, flexion)
 Dilatasi pupil bilateral atau unilateral
 Edema Serebri dan/atau Mid line shift
 Pemeriksaan fisik yang menunjang untuk pemasangan TIK
monitor
b. Kontraindikasi
 Sadar Penuh (GCS 456)
 Gangguan Faal koagulopati
3. Indikasi dan kontra indikasi menurut Javed Siddiqi, Neurosurgical
Intensive care (14) :
a. Indikasi :
 Glasgow coma scale (GCS) < 8
 GCS tidak jelas, pasien sedang menuju kamar pembedahan
untuk alasan lain.
 Multisistem injury, menyebabkan pemberian cairan infus
dan pemeriksaan neurologis sulit.
 Prolonged sedasi atau paralisa karena cedera otak berat
atau cedera berat yang lain.

8
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

b. Kontraindikasi
 Kelainan Koagulopati
 GCS > 9 (dengan pertimbangan dan pengecualian khusus)
 Kenaikan GCS secara nyata pada pasien yang awalnya GCS
adalah < 8 (evaluasi selama 6 jam).
 Pasien yang diketahui mengalami post ictal/kejang (tidak
ada riwayat cedera otak)
 Pemasangan monitor TIK membahayakan pasien.
 Mati batang otak (MBO)
 Intoksikasi obat atau alkohol (tidak ada riwayat cedera
otak).
4. Indikasi dan kontraindikasi menurut Japan Society of Neurotrauma-
tology (15).
a. Indikasi
 GCS < 8, disertai dengan
 Hipotensi (Tekanan Sistol < 90 mmhg)
 Abnormal CT scan (midline shift, kompresi sisterna basalis)
 Penderita yang mendapatkan penurunan GCS karena :
Sedasi berat, pemberian barbiturat atau terapi hipotermi
b. Kontraindikasi
 Cedera otak berat tanpa kelainan CT Scan kepala (CT scan
kepala Normal).

1.9 MACAM & BENTUK ALAT UNTUK MENGUKUR TEKANAN INTRA


KRANIAL (TIK)
Sejarah telah menjelaskan bahwa pengukuran Tekanan Intra Kranial
(TIK) dilakukan pada daerah lumbal. Akan tetapi dengan berkem-
bangnya waktu maka pengukuran TIK bergeser menuju lebih dekat
dengan otak. Kateter ventrikel, parenkim, dan subdural yang dihub-
ungkan dengan alat khusus merupakan metode terbaik untuk menge-
tahui dan memonitor Tekanan Intra Kranial (15). Saat ini menurut penu-
lis, dikenal 4 macam atau 4 prinsip dalam pengukuran Tekanan Intra
Kranial, Antara Lain :
1. Pemasangan Intraventrikel
Teknik ini digunakan di Rsu Dr Soetomo Surabaya dan Rumah sakit
di kota Surabaya pada setiap kasus yang menimbulkan peningkatan
9
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

intrakranial. Teknik pemasangan secara intraventrikel ini dapat dil-


akukan secara anastesi lokal maupun secara anastesi umum. Diper-
lukan keputusan dan kebijaksanaan sesuai indikasi dari operator
atau dokter bedah dalam menentukan tindakan anastesi lokal atau
umum.
2. Pemasangan Intraparenkim
Teknik ini tidak digunakan di RSU Dr Soetomo Surabaya atau Rumah
Sakit di kota Surabaya dikarenakan terkendalanya mesin monitor
TIK. Penulis melihat dan belajar mengenai teknik pemasangan ini
untuk pertama kali Juni 2015 di Rumah sakit- Universitas Kurume,
Prefektur Fukuoka, Jepang (Atas ijin dan bimbingan Motohiro Mori-
oka, MD, Ph.D). Teknik pemasangan Alat TIK intraparenkim di Ru-
mah sakit-Universitas Kurume menggunakan mesin ber-merk Cod-
man. Teknik ini tidak hanya dilakukan pada kasus cedera otak saja,
beberapa kasus tumor maupun kasus vaskuler dengan kemung-
kinan pasca pembedahan terjadi peningkatan TIK maka ter indikasi
untuk dipasang alat TIK intraparenkim.
3. Pemasangan Subdural
Pemasangan monitor TIK secara Subdural tidak digunakan di RSU Dr
Soetomo Surabaya dikarenakan terkendala mesin monitor TIK.
4. Pemasangan Lumbal
Pemasangan Lumbal terkadang masih digunakan di Rsu Dr Soetomo
maupun rumah sakit di kota Surabaya. Jenis Pemasangan ini bi-
asanya banyak digunakan pada kasus peningkatan TIK pasca pem-
bedahan meningocel pada anak atau dewasa muda. Dengan Gejala
seperti “Pseudotumor”, yaitu : Nyeri kepala hebat, penurunan visus,
kejang, muntah tanpa kelainan radiologis.

Keuntungan dan Kekurangan masing masing bentuk pemasangan monitor TIK

1. Pemasangan Intraventrikel, (4).


 Kelebihan :
 Pembacaan langsung dari ventrikel
 Akurat
 Bisa drainase CSS (Mengurangi 1 dari 3 komponen intrakranial-
Monroe Kellie)
 Fleksibel kateter
10
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Biaya murah
 Kelebihan :
 Pemasangan sulit (membutuhkan pengalaman)
 Sangat invasif
 Resiko Infeksi Tinggi
 Obstruksi pada kateter menyulitkan penilaian
 Harus tepat pada foramina monro (sesuai referensi)
2. Pemasangan Parenkim, (4).
 Kelebihan
 Menilai langsung parenkim otak
 Microchip : Codman
 Fiberoptic Catheter : Camino, Ventrix
 Kekurangan
 Tidak dapat mendrainase CSS
 Memerlukan mesin sekunder
 Tingkat Invasif moderat-tinggi
 Penilaian mudah berubah
 Merusak parenkim otak
 Biaya Mahal sekali
3. Pemasangan Subdural, (4).
 Kelebihan
 Menilai dari ruang subdural
 Tidak invasif
 Kekurangan
 Tidak dapat mendrainase CSF
 Memerlukan mesin sekunder
4. Pemasangan Lumbal
 Kelebihan
 Menilai tidak langsung tekanan intrakranial dari ruang subarakhnoid
spinal
 Kekurangan
 Pemasangan sulit (membutuhkan pengalaman)
Bagan 4. Keuntungan dan Kekurangan masing masing bentuk pemasangan monitor TIK

11
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

1.10 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMASANGAN MONI-


TOR TEKANAN INTRAKRANIAL
 CT Scan Kepala Tanpa Kontras

Gambar 5. EDH Temporal dekstra dan ICH Parieto-Temporo-Basal dekstra disertai dengan edema serebri.
(Diambil dari Data Neurotrauma RSU Dr Soetomo Surabaya, 2014)

Pada Gambar 5 dapat dilihat penderita dengan EDH temporal deks-


tra dan ICH Parieto-Temporo-Basal dekstra disertai dengan edema ser-
ebri. Penderita datang dengan skor total GCS E1V2M3. Indikasi
pemasangan alat pantau intrakranial dapat dilakukan pada penderita
dengan GCS < 8 dan CT scan kepala abnormal serta edema serebri ser-

Gambar 6. SAH dan Kontusio Mesencephalon disertai dengan Edema Serebri. (Diambil dari Data Neuro-
trauma RSU Dr Soetomo Surabaya, 2014)

ta posturing.
Pada gambar 6 dapat dilihat adanya SAH dan Kontusio Mesenceph-
alon dengan sisterna quadreminal terisi darah dan edema serebri. Pen-
derita datang dengan GCS total skor E2V2M3. Pemasangan alat pantau
tekanan intrakranial terindikasi dengan GCS < 8, abnormal CT-scan

12
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

PROSEDUR STANDAR ALAT PEMANTAU TEKANAN IN-


TRAKRANIAL INTRAVENTRIKULER

ANESTESI
Pada pemasangan alat pantau tekanan intrakranial dapat dibantu
dengan pembiusan secara Anestesi Umum (Isoflurane) atau Anestesi
Lokal (Lidocain, Pehacain).

POSISI
Pasien diposisikan supine (wajah menghadap langit) dengan kepala lu-
rus.

INSISI DAN TITIK INSERSI


Titik Insersi pada titik Kocher : Terletak pada 2-3 cm dari midline dan 13
cm dari midpupilary line (Bila telah di lakukan insisi maka titik kocher
terletak 1 cm didepan sutura coronaria 2-3 cm dari midline.

Insisi linier pada daerah kocher kanan atau kiri: Gambar garis tengah
kepala, lalu buat gambar garis yang akan diinsisi sejajar midline sejauh
2-3 cm atau lebar 2 jari orang dewasa, mulai dari dibelakang garis
rambut sepanjang kurang lebih 5 cm.

TEKNIK PEMBEDAHAN

 Informed consent
 Pemberian antibiotik profilaksis
 Desinfeksi dengan povidon iodin.
 Infiltrasi Kulit secara subcutan
dengan campuran adrenalin-
lidocain pada daerah yang akan
diinsisi.

13
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Persempit lapangan pembedahan


dengan doek steril

 Insisi tandas tulang sesuai rencana


yang telah dibuat, lalu rawat
perdarahan
 Pisahkan periosteum dengan ras-
patorium sepanjang garis insisi

14
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Pasang spreader untuk membuka


lapangan pembedahan
 Identifikasi sutura coronaria, lalu
tentukan titik kocher, 1 cm didepan
sutura coronaria dan 2-3 cm dari
garis midline.
 Atau titik kocher 12,5 cm
dibelakang nasion dan 2,5 cm lat-
eral garis midline (14).

 Burrhole titik kocher tersebut, sam-


pai tabula interna dan duramater
terlihat. Rawat perdarahan tulang
dengan bone wax

15
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Tabula interna dibuka dengan sepa-


rator adson dan diambil dengan
krom klem
 Dilakukan tunneling dengan krom
klem menuju titik kocher tersebut

 Duramater dikoagulasi
 Tujuan dari koagulasi duramater
adalah untuk mengurangi perdara-
han dari duramater.

16
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Insisi duramater dengan pisau no


11 membentuk X, lalu ujung
dikoagulasi untuk menghentikan
atau mencegah perdarahan.
 Lalu lapisan arachnoid di insisi tipis
hingga keluar likuor dan dikoagu-
lasi untuk menghentikan dan
mencegah perdarahan dari pem-
buluh darah permukaan korteks
didaerah insersi drain.

 Insersi dandy drain perlahan-lahan


dengan arah kanthus media ipsilat-
eral dan meatus akusticus ekster-
nus, sedalam 5-7 cm, tergantung
ukuran otak, misal pada orang ero-
pa maksimal 7 cm, ukuran asia uku-
ran 5 atau 6 cm.
 Akan terasa tahanan yang elastis
ketika ujung dandy drain akan
menembus ventrikel.
 Bila likuor keluar, ukur kedalaman
dandy drain lalu ditarik keluar
dengan tangan kiri sambil tangan
kanan memasukkan ventrikel drain
dengan stilet, untuk mencegah kita
kehilangan track yang telah ter-
bentuk, sambil mengukur kedala-
mannya agar sama dengan sebe-
lumnya.

17
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Bila likuor menetes keluar, artinya


ujung drain telah sampai didalam
ventrikel lateral.
 Insersi hanya dapat dilakukan
sebanyak kurang lebih 3 kali untuk
mengurangi kerusakan parenkim
otak yang tertusuk.
 3 landmark yang dipakai adalah :
1. Ipsi kantus medialis
2. Nasion
3. Kontra kantus medialis.
 Insersi menggunakan teknik scano-
gram juga dapat dilakukan oleh
operator jika memungkinkan.

 Ventrikel drain dijepit dengan krom


klem yang ujungnya dilapisi karet
(klem sepatu) untuk mencegah
likuor keluar dan kedudukan ven-
trikel drain tidak berubah
 Ujung ventrikel yang diluar ditarik
dengan krom klem yang memben-
tuk tunneling sebelumnya, lalu dis-
ambungkan ke threeway stopcock
 Dilakukan fiksasi ventrikel drain
dikulit dengan benang silk 2.0

18
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Lubang burrhole ditutup dengan


surgicel untuk menghentikan atau
mencegah perdarahan.
 Periosteum dijahit rapat, lalu
dilanjutkan dengan menjahit subku-
tan dan terakhir menjahit kulit sam-
bil menjaga agar ventrikel drain
tidak ikut terjahit
 Threeway stopcock disambungkan
ke infus set 2 buah, dimana infus
set yang kedua disambungkan ke
urobag untuk drainase.

PROSEDUR STANDAR PEMASANGAN (SETTING) ICP PASCA PEM-


BEDAHAN
Dilakukan pemasanngan (setting) ICP di ruangan, Infus set pertama
digantung ke garis pengukur, infus set kedua yang berhubungan
dengan urobag ditinggikan 15 cm dari Meatus Akustikus Eksternus lalu
ditekuk kebawah untuk drainase bila tekanan intrakranial >15 cm.

TEHNIK PENGATURAN ALAT PANTAU TEKANAN INTRAKRANIAL


(Catatan : Foto dibawah diambil dari Data RSU Soetomo bagian Bedah
Saraf Divisi Neurotrauma tahun 2014).

 Titik 0 = Sejajar MAE (Meatus Acus-


ticus Externus)

19
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Mengukur Titik 0 menggunakan


waterpass untuk memastikan garis
sejajar.

 Membuat skala pada tiang dalam


ukuran sentimeter (cm)
 Skala dibuat hingga 25 cm.
 1 millimeter air raksa (mmhg) =
1,36 cm

20
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Ventrikel drain dihubungkan


dengan Three way stop cock.
 Dari Three way dibagi menjadi 2
aliran (2 infus set) :
1. Kearah Urobag
2. Kearah tiang skala

 Untuk selang infus yang menuju ke


arah urobag dilakukan sistem si-
phon.
 Siphon = Melingkarkan selang in-
fus pada ketinggian tertentu.

21
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Urobag harus diletakkan di samping


kepala (sejajar dengan kepala)
 Tujuan : agar tidak terjadi
drainase cairan serebro spinal
yang berlebihan.

 Untuk selang infus yang menuju ke


arah tiang skala dilakukan penilaian
dengan melihat undulasi cairan
serebro spinal (LCS)

22
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Setelah itu aliran yang menuju sis-


tem siphon (urobag) dialirkan.
 Ketinggian sistem siphon sesuai
dengan nilai normal tekanan in-
trakranial 15-20cm H2O.
 Produksi Normal per 24 jam : 250-
500 cc
 Resiko infeksi dapat terjadi 1 cm
perhari dari tempat masuk kulit ke
parenkim otak.

 Tampak aliran cairan serebro spinal


(LCS). menuju Urobag.
 Volume normal tiap hari : 500cc/24
jam

23
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Reilly P, Bullock R. Head Injury : Pathophysiology and management of
Severe Closed Injury. 2nd edition. London : Chapman and Hall ; 1997.
2. H. Richard Winn, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th
Edition. Philadeplhia : Elsevier Saunders ; 2011.
3. Narayan RK, Kishore PRS, Becker DP, et al. Intracranial Pressure : to
monitor or not monitor. A review of our experience with severe
head injury. J. neurosurg ; 1982.
4. Orlando regional health care, education & development. Overview of
adult intracranial pressure management and monitoring system.
2003.
5. The Brain Trauma Foundation. The american association of neurology
ical surgeons. The joint section on Neurotrauma and Critical Care.
Indications for intracranial pressure monitoring. J Neurotrauma ;
2007.
6. Kaye AH. Essential Neurosurgery. 3rd edition. Massachusetts : Black
well Publishing LTD ; 2005.
7. Bullock RM, Povlishock JT. Guidelines for the management of severe
head injury, Journal of Neurotrauma, November ; 1996.
8. Valadka AB. Neurotrauma Evidence based Answer to Common Ques
tion. 2004.
9. http ://www.differencebetween.info/difference-between-nausea-
and-vomiting
10.http://www.nursing- help.com/2011/08Hydrocephalusmyelomenin
gocele
11. Grennberg MS. Handbook Of Neurosurgery, Seventh edition. New
24
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

9. http ://www.differencebetween.info/difference-between-nausea-
and-vomiting
10. http://www.nursing- help.com/2011/08Hydrocephalusmyelomenin
gocele
11. Grennberg MS. Handbook Of Neurosurgery, Seventh edition. New
York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2010.
12. http://www.purenootropics.net/oxiracetam/oxiracetam-side-
effects/other-oxiracetam-headache-causes/
13. http://bincangsehatsistemkesehatan.blogspot.com
14. Siddiqi, J. Neurosurgical Intensive Care, First edition. New York :
Thieme Medical Publisher, Inc ; 2008.
15. Guidelines for the Management of Severe Head Injury, the Japan
Society of Neurotraumatology. Second Edition. Neurol Med Chir
(Tokyo) 52, 1-30, 2012.

25
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

2
EPIDURAL HEMATOM
(EDH)
Wisnu Baskoro, Fatkhul Adhiatmadja, Tedy Apriawan , Ilustrasi Oleh : Caesar Rozaq

2.1 DEFINISI

Akumulasi darah antara tulang kepala dan duramater yang terjadi


akibat separasi tulang (tabula interna) dan duramater (Lapisan Perioste-
al) sehingga mengakibatkan robekan pada pembuluh darah yang ber-
jalan disekitar duramater dan tulang (2,4).
Robekan pembuluh darah tersebut dapat disebabkan oleh separasi
tulang-dura atau robeknya pembuluh darah akibat fraktur tulang kepala
(2)
.

2.2 ETIOLOGI

Epidural Hematom (EDH) klasik muncul didaerah temporo parietal


oleh karena robeknya arteri meningica media (2). Epidural hematom
juga dapat terjadi karena perdarahan dari vena pada dura dengan kasus
sebanyak 10% dan Vena diploe dari tulang dengan kasus sebanyak 40%
(8)
.
Epidural Hematom (EDH) jarang sekali melewati sutura, kecuali su-
tura sagitalis di daerah midline (EDH mudah melewati garis tengah dan
garis tengah terdapat sinus sagitalis superior). Tersering perdarahan
berasal dari robeknya pembuluh darah dura (a.v duramater, terutama
a. menigea media) dan Jarang terjadi secara spontan tanpa adanya
trauma. EDH spontan tanpa trauma dapat terjadi akibat infeksi, sinusi-
tis, anomali vaskuler, dan gagal ginjal kronis (2).
Pada anak-anak, Epidural hematom terjadi karena peregangan atau
robeknya a. meningeal tanpa didapatkan fraktur. EDH jarang terjadi pd
anak-anak dan orang tua, dikarenakan pada anak-anak compliance dari
tulang lebih tinggi dan jalur a. meningica media lebih dangkal dan pada
orang tua, dura dan tulang melekat kuat (2).
Epidural hematom (EDH) dari vena duramater atau venous EDH ja-
rang terjadi. Tidak seperti arterial EDH, venous EDH jarang meluas da-

26
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

ri ukuran awal karena mempunyai tekanan yang rendah. Venous


EDH jarang disertai fraktur dari calvari dan biasanya cenderung terjadi
pada 3 lokasi (2) :
 Fossa posterior -> pecahnya sinus transversus
 Fosssa Media -> disruption dari sinus sphenoparietal
 Vertex -> injury dari sinus sagitalis superior dan vena kortikal

2.3 KLASIFIKASI EPIDURAL HEMATOM

Epidural hematom dibagi menjadi tiga macam berdasarkan gam-


baran radiologis ct scan dan waktu (2) :
Tipe 1, akut dan hiperakut
 Waktu : 1 hari
 Gambaran radiologis berupa darah belum solid (hiperdens
dengan sedikit bagian hipodens)
Tipe 2, Subakut
 hari ke 2 sampai ke 4
 Gambaran radiologis berupa darah solid (hiperdens)
Tipe 3, kronis
 Hari ke 7 s/d 20 hari
 Gambaran radiologis lucent dan terkadang mixed (Hipodens
atau plasma-blood level)

Gambaran untuk tipe 2 dan tipe 3 dapat terjadi bila penderita


mempunyai kesadaran penuh serta terdapat gejala klinis berupa nyeri
kepala minimal akan tetapi tidak dilakukan tindakan pembedahan atau
konservatif. Tipe 2 dan tipe 3 bisa saja terjadi pada penderita yang tidak
mempunyai kesadaran penuh tetapi keluarga menolak untuk dilakukan
tindakan pembedahan karena alasan tertentu.

2.4 PEMERIKSAAN KLINIS

Bila penderita mengalami cedera otak dan datang dengan kesadaran


penuh maka beberapa gejala dari peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) oleh karena efek massa Epidural hematom (EDH) harus kita
ketahui. Gejala tersebut antara lain :

27
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Bila penderita mengalami cedera otak dan datang dengan kesadaran


penuh maka beberapa gejala dari peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) oleh karena efek massa Epidural hematom (EDH) harus kita
ketahui. Gejala tersebut antara lain :
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala makin meningkat saat bangun pagi disebabkan ka-
rena saat tidur terjadi vasodilatasi pembuluh darah oleh karena
retensi CO2 saat tidur.
Munculnya rasa nyeri oleh karena penekanan pembuluh darah
dan penekanan duramater (keduanya sensitif terhadap nyeri)
(12)
.

Gambar 1. Penderita menngalami nyeri kepala yang tidak sembuh dengan obat biasa. (diambil dari http://
www.purenootropics.net/oxiracetam/oxiracetam-side-effects/other-oxiracetam-headache-causes/)

2. Mual dan Muntah


Mual dan muntah makin memberat saat pagi hari (12).

Gambar 2. Muntah proyektil menandakan peningkatan tekanan intrakranial (diambil dari http ://
www.differencebetween.info/difference-between-nausea-and-vomiting)

28
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

3. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran seperti merasa ngantuk dan bahkan tidak
sadar adalah tenda peningkatan tekanan intrakranial (12).

Gambar 3. Penderita penurunaan kesadaran. (Diambil dari http://


bincangsehatsistemkesehatan.blogspot.com)

3. Kejang
Peningkatan tekanan intrakranial dapat mencetuskan terjadinya
kejang pada penderita cedera otak.

Gejala klinis yang khas pada Epidural hematom (EDH) adalah adanya
Lucid Interval (Riwayat penurunan kesadaran , kembalinya kesadaran
sementara, dan penurunan kesadaran kembali) (2,4,5). Gejala klasik lucid
interval (lihat grafik 1) ini pertama kali ditemukan oleh Jacobson pada
tahun 1886 (2). Lucid interval tidak selalu ada pada Epidural hematom
(EDH) dan lucid interval hanya muncul dengan persentase dibawah 30%
(9)
. Munculnya kesadaran penuh untuk sementara merupakan tanda
bahwa proses cedera otak primer tidak menyebabkan kerusakan pada
tingkat axon. Defisit neurologis oleh karena pembesaran massa Epidural
hematom (EDH) biasanya muncul akibat dari efek massa berupa
herniasi uncal dengan gejala sebagai berikut (2) :
1. Hemiparesis kontralateral
 Hemiparese kontralateral terjadi karena pedunculus serebri
(traktus kortikospinalis) tertekan oleh uncus. Penekanan ini me-
nyebabkan terganggunya impuls saraf dari motor kortek primer
(Area 4) bersilang di decussatio piramid menuju ke motor end

29
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

plate dari anggota gerak tubuh sisi kontralateral (10).


2. Pupil anisokor ipsilateral (Midriasis)
 Midriasil ipsilateral terjadi karena uncus menekan nervus Occu-
lomotor (N.III). Nervus occulomotor mempunyai 2 komponen
utama : 1. Nukleus parasimpatik (nukleus Edinger-Westphal/
nukleus autonom aksesori), yang mensarafi otot intraokuler
(otot spincter pupil dan otot siliaris). 2. Bagian besar yang
mesarafi 4 dari 6 otot extraokuler (rektus superior,inferior,
medial dan otot obliqus inferior) (10).
3. Anton Sindrom
 Herniasi uncal dapat menyebabkan penekanan pada Arteri sere-
bri posterior yang memberi supply pada lobus temporal inferior
termasuk hippokampus dan lobus medialis occipitalis termasuk
sulcus calcarina (2).
 Gangguan pada daerah occipitalis dan sulcus calcarina me-
nyebabkan cortical blindness yang akhirnya menjadi anton sin-
drom bila penderita dapat hidup kembali (2).
 Ganguan paada hippokampus menyebabkan gangguan mem-
bentuk memori baru bila penderita dapat hidup kembali (2).
4. Penurunan kesadaran
 Penurunan kesadaran terjadi dikarenakan gangguan dan diversi
dari Upper part of the reticulating activating system/ARAS (2).

Bila Epidural hematom (EDH) makin membesar dapat menyebabkan


efek massa yang lebih hebat daripada herniasi uncal sehingga bentuk
herniasi yang lebih berbahaya dapat terjadi, misal herniasi sentral. Her-
niasi sentral dapat menyebabkan gejala sebagai berikut (11) :
 Trias Cushing : Bradikardi, hipertensi, respirasi abnormal
 Diplopia oleh karena gangguan saraf abducens (N.VI)
 Disaritmia
 Pupil Midriasi maximal 15
 Mati batang otak (MBO)

Grafik 1. Grafik lucid interval khas pada EDH


30
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

2.5 TATALAKSANA PEMBEDAHAN PENDERITA DENGAN EPIDURAL


HEMATOM
1. Indikasi dan kontraindikasi menurut Greenberg (16)
a. Indikasi
 Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau
ketebalan > 15 mm, atau pergeseran midline > 5 mm, atau
 Pasien EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor
a. Kontraindikasi
 Epidural hematom (EDH) tipis (ketebalan < 1 cm)
 Subakut atau kronis EDH dengan tanpa defisit neurologis
 Tidak ada tanda herniasi
2. Indikasi dan kontraindikasi menurut the Japan Society of Neurotrau-
matology (17)
a. Indikasi
 Tebal Epidural Hematom (EDH) 1-2 cm
 Volume Epidural Hematom (EDH) 20-30 cc
 Penurunan atau semakin memberatnya Defisit neurologis
 Penurunan GCS secara bermakna
b. Kontra indikasi
 Tidak didapatkan defisit neurologis
3. Indikasi dan Kontraindikasi menurut Peter reilly dan Bullock (4)
a. Indikasi
 Tebal Epidural Hematom(EDH) 1cm atau lebih
 Volume Epidural Hematom (EDH) > 40 cc
Pada pasien sadar, komunikasi baik, tidak memakai ventilator :
a. Penurunan kesadaran
b. Muncul defisit neurologis
c. Nyeri kepala, mual, dan muntah menetap
Pada pasien tidak sadar, komunikasi jelek, memakai ventilator :
a. Munculnya gejala klinis dari batang otak
b. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK), > 20 mmhg

c. Kontraindikasi
 Sadar penuh

31
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Tebal Epidural hematom (EDH) < 1cm.


 Massa satu sisi dan extra axial (Tidak ada multipel lesi di dae-
rah lain maupun kontralateral)
 Tidak ada efek massa (mid line shift < 3mm)
 Sisterna basalis terbuka
Tatalaksana pembedahan pada Epidural Hematom (EDH)

Indikasi pembedahan
Level III (16)
 EDH volume > 30 cc harus di evakuasi tanpa melihat GCS
 EDH dengan syarat dibawah ini dapat dilakukan non-pembedahan
dengan observasi neurologis ketat dan ct scan berkala di ruangan in-
tensif :
a. Volume < 30cc
b. Tebal < 15 mm
c. Midline shift < 5mm
d. GCS >8
e. Tidak ada defisit neurologis
Waktu pembedahan terbaik
Level III (16) : sangat direkomendasikan bahwa pasien dengan EDH
akut dam GCS < 9 dan Anisokor dilakukan evakuasi secepat mungkin.

2.6 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PENDERITA KASUS EPI-

Knuckey, Gelbard, dan Epstein (1989) mencatat bahwa epidural he-


matom (EDH) yang kecil dan terdiagnosa dibawah 6 jam jarang mey-
ebabkan defisit neurologis dan bila telah melewati dari waktu 6 jam bi-
asanya penderita sudah mengalami defisit neuorologis dikarenakan epi-
dural hematom (EDH) membesar dan terbukti dengan dilakukannya ct
scan kepala (4). Beberapa gambaran yang dapat kita liat di Ct scan
kepala antara lain :
a. Gambaran hiperdens berbentuk biconvex extra axial yang mele-
kat pada tulang kepala (3,6).
b. Biasanya didapatkan fraktur tulang kepala diatas lesi EDH (2).

32
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

c. Biasanya dibatasi sutura, kecuali bila terjadi diastasis sutura (6).


d. Dapat menyeberang falx dan tentorium serebri (3).
e. Sering terdapat efek massa dengan herniasi sekunder (2).

Gambar 5 . Fraktur Diastasis sutura coronaria (D) dengan didapatkan adanya EDH di daerah Frontorem-
poral (D) disertai pneumosefalus (gambaran udara di rongga intrakranial), Midline shift ke sebelah kiri,
dan edema serebri (Diambil dari Data Neurotrauma RSU Dr Soetomo Surabaya, 2014)

Rumus Broderick untuk mengitung volume perdarahan (18).

VOLUME PERDARAHAN = Panjang X Lebar X Tinggi Slice x 0.52

Catatan :
 Panjang, lebar (cm):
 Sesuai dengan skala yang tertera di foto
 Tiap jenis mesin diagnostik mempunyai skala yang berbeda
 Tinggi (cm): Sesuai dengan jarak potongan/irisan yang dibuat oleh
operator mesin.
 0.52 : nilai ketetapan dari broderick

Pada gambar 5 dapat dilihat adanya EDH pada daerah FTP (D) tebal
3,5 cm dengan volume ± 126 cc ( 3,5 x 11,4 x 6 x 0,52) dengan fraktur
diastasis sutura coronaria (D) disertai dengan dengan pneumosefalus
dan midline shift 0,8 cm ke sebelah kiri dan edema serebri. Penderita

33
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

datang dengan skor GCS E3V4M5 dan pupil anisokor di sisi lesi.

Gambar 6 . EDH di daerah Temporo Parietal (S) dengan Midline shift ke sebelah kanan, dan edema sere-
bri (Diambil dari Data Neurotrauma RSU Dr Soetomo Surabaya, 2014)

34
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

PROSEDUR PEMBEDAHAN STANDAR UNTUK EVAKUASI


EPIDURAL HEMATOM

ANESTESI
Pada pasien dengan epidural hematom yang akan dilakukan kraniot-
omi diperlukan anestesi secara umum. Pada kasus burrhole eksplorasi
pada pasien epidural hematom dengan kesadaran menurun secara pro-
gresif terkadang anastesi secara lokal diperlukan sebagai pertimbangan
keadaan emergensi.

POSISI PENDERITA DI MEJA PEMBEDAHAN


Untuk posisi penderita saat pembedahan tergantung lokasi epidural
hematom di kepala. Posisi menentukan keberhasilan dalam mencapai
daerah epidural hematom. Hal penting yang harus diperhatikan bila ter-
dapat fraktur servikal. Pada pasien dengan fraktur servikal maka posisi
yang in line diperlukan untuk mengurangi terjadinya cedera sumsum
tulang belakang. Posisi penderita yang dipakai, antara lain :
1. Supine (kepala lurus, kepala menoleh, kepala menoleh dengan ele-
vasi bahu)
Adalah posisi dimana badan penderita menghadap ke atas. Kepala
dapat dirubah arah posisi sesuai arah lesi. Dapat digunakan pada
target lesi di frontal, pterional, vertex anterior, temporal, parietal,
dll.
2. Miring total
Adalah posisi dimana badan penderita dirotasi 900 sehingga kepala
akan lebih dapat diarahkan lebih jauh. Dapat digunakan pada target
lesi di parietooccipital, subtemporal, parietal, vertex (subfalcine).
3. Prone
Adalah posisi dimana badan penderita dirotasi 1800 menghadap ke
tanah/bumi. Digunakan pada target lesi di daerah occipital, vertex
posterior, fossa posterior, cervica Spine.
4. Park Bench
Adalah posisi dimana badan penderita seperti memeluk bantal
(posisi badan 1350). Digunakan pada target pembedahan di sigmoid,
35
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Retro auricula, retrosigmoid, dll.


5. Sitting position
Adalah posisi dimana badan penderita seperti posisi duduk.
Digunakan pada target pembedahan di daerah occipital, fossa pos-
terior, dll.

INSISI KULIT KEPALA


Tergantung lokasi hematom, dapat digunakan:
1. Horse shoe
2. Question mark
3. Reverse question mark
4. Temporo frontal
5. Bifrontal
6. Golf stick
7. Linier

36
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

TEKNIK PEMBEDAHAN KRANIOTOMI EVAKUASI EPIDURAL HEMA-


TOM DAN CRANIOPLASTY

 Informed consent
 Pemberian antibiotik profilaksis
 Desinfeksi dengan povidon iodine

 Injeksi lidokain : adrenalin 1 :


100.000
 Injeksi ini dilakukan dengan tujuan
mengurangi perdarahan dari kulit.
 Injeksi dilakukan pada lapisan sub-
cutan (lapisan yang penuh dengan
pembuluh darah).

37
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Persempit lapangan pembedahan


dengan doek steril.
 Doek steril dapat difiksasi dengan
menggunakan doek klem maupun
benang silk 2.0.

 Insisi tandas tulang sesuai dengan


perkiraan lokasi EDH.
 Tandas Tulang : Insisi langsung
hingga tampak tulang kecuali
pada daerah otot temporalis.
 Insisi pada otot temporalis lapis
demi lapis

38
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Diseksi periosteum dari tulang


dengan menggunakan rashpatory.
 Disaat bertemu dengan perlekatan
otot dan tulang maka dapat
dilepaskan dengan menggunakan
monopolar.
 Setelah itu dilakukan flap kulit dan
flap kulit dibungkus dengan
menggunakan kasa basah (agar
kulit tidak kering serta untuk men-
gurangi perdarahan dari kulit).

 Burrhole 4 lubang dengan


mengunakan perforator kepala
 Ambil pengantar duramater, basahi
pengantar duramater dengan air,
masukkan diatas duramater
(Identifikasi : Bila masuk dibawah
duramater maka perlu dilakukan
koreksi)
 Potong tulang dengan
menggunakan gigli saw
(kraniotom). Gunakan tetesan air
untuk membantu saat sedang
memotong tulang.

39
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Gantung Duramater sekeliling,


evakuasi EDH, cari sumber perdara-
han dan rawat perdarahan.
 Gantung Duramater :
mengikat duramater dengan
periosteum yang berada diatas
tulang. (bertujuan untuk men-
gurangi dead space,
menghilangkan perdarahan
bawah tulang)
 Untuk gantung duramater
dapat menggunakan benang
Silk 3.0.

 Setelah dilakukan gantung durama-


ter sekeliling dan telah dipastikan
tidak ada perdarahan dari bawah
tulang maka dapat dilakukan
evakuasi perdarahan Epidura.
 Evakuasi perdarahan Epidura (EDH)
dengan menggunakan sendok dura.
 Identifikasi sumber perdarahan
yang menyebabkkan EDH dan
hentikan perdarahan.
 Bila sumber perdarahan berasal
dari A. meningica media -> koagu-
lasi
 Bila sumber perdarahan berasal
dari diploe gunakan bone wax

40
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Bila tulang tidak dikembalikan


(dekompresi), gantung pertenga-
han duramater ke otot atau jarin-
gan subkutis
 Bila tulang dikembalikan
(osteoplasty), gantung duramater
dengan tulang yang akan
dikembalikan (menggunakan Silk
3.0) untuk menghindari dead space
(menghindari terjadinya EDH
berulang).

 Fiksasi Tulang dengan


mengggunakan miniplate titanium.
 Bila tidak ada miniplate, dapat
menggunakan wire 0/3.
 Salah satu sisi tulang yang dilepas
wajib menempel erat dengan tu-
lang kepala.

41
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Pasang drain pada lapisan


subgaleal.
 Sambungkan drain dengan vacum
drain (Redon drain)
 Redon drain diletakkan dibawah
kepala saat penderita telah berada
diruangan.

 Jahit lapis demi lapis, galea dengan


vicryl ukuran 2.0, kemudian kulit
dengan benang silk atau nilon
ukuran 3.0

42
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DEKOMPRESI TULANG PADA PENDERITA EPIDURAL HEMATOM


Dekompresi tulang pada kasus Epidural hematom (EDH) masih
penuh dengan kontroversial (1, 2, 11). Dua kelompok multicenter besar
saat ini sedang melakukan penelitian mengenai dekompresi tulang yai-
tu The Rescue ICP Trial dan The Decra Trial. Beberapa buku menga-
takan :
1. Dekompresi tulang masih kontroversial (1).
2. Dekompresi tulang pada cedera otak masih dalam perdebatan
(2)
.
3. Bukti penelitian dekompresi tulang pada intraserebral hema-
tom, subaraknoid hematom dan cedera otak masih sangat
lemah (11).
Penulis belum mendapatkan journal atau acuan dekompresi tulang
pada epidural hematom (EDH). Penulis memakai indikasi dekompresi
tulang pada keadaan cedera otak secara umum. Beberapa indikasi
dekompresi tulang pada cedera otak antara lain :
1. Dekompresi tulang sedini mungkin dapat dipertimbangkan pada
pasien emergensi (Fraktur, EDH,SDH) (1).
2. Kemungkinan dan terdapatnya edema otak saat dilakukan krani-
otomi (1).
3. Dekompresi tulang sedini mungkin digunakan pada kasus herni-
asi otak (2).
4. Dekompresi tulang dilakukan sedini mungkin pada pasien yang
mempunyai potensi tinggi terjadinya edema serebri sebelum
defisit neurologis (11).

43
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Greenberg MS. Handbook Of Neurosurgery. Seventh edition. New
York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2010.
2. Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edi-
tion. Philadeplhia : Elsevier Saunders ; 2011.
3. Osborn, Anne G. Diagnostic Imanging : Brain. Amyrsis ; 2004.
4. Reilly P, Bullock R. Head Injury : Pathophysiology and management
of Severe Closed Injury. 2nd edition. London : Chapman and Hall ;
1997.
5. Torbey MT. Neurocritical Care. First Edition. Cambrige, UK : Cam-
bridge Univeristy Press ; 2010.
6. Adams JP, Bell D, McKinlay J. Neurocritical Care : A Guide to practi-
cal management. First Edition. London : Springer ; 2010.
7. Narayan, RK, Wilberger JE Jr, Povlishock JT. Neurotrauma. New
York : MC Graw Hill C ; 1996.
8. Guillermain P. Traumatic extradural hematom. Advances in Neuro-
traumatology, 1,1-50, 1986.
9. Zollman FS. Manual of traumatic brain injury management. First edi-
tion. New york : Demos Medical Publishing ; 2011.
10. Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical diagnosis in neurology : Anato-
my, Physiology, Signs, Symptomps. 4th edition. New York : Thieme
Medical Publisher, Inc ; 2005.
11. Bhardwaj A, Mirski MA. Handbook of neurocritical care. Second edi-
tion. New York : Springer Science+Business Media, LLC ; 2011.
12. The Brain Trauma Foundation. The american association of neuro-
logical surgeons. The joint section on Neurotrauma and Critical
Care. Indications for intracranial pressure monitoring. J Neurotrau-
ma ; 2007.
13. http://www.purenootropics.net/oxiracetam/oxiracetam-side-
effects/other-oxiracetam-headache-causes/
14. http://bincangsehatsistemkesehatan.blogspot.com

15. http ://www.differencebetween.info/difference-between-nausea-


and-vomiting
44
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

16. Bullock MR, Chesnut RM, Ghajar J,et al. Surgical management of
acute epidural hematom. Neurosurgery 58 : S7-15, 2006.
17. Guidelines for the Management of Severe Head Injury, the Japan
Society of Neurotraumatology. Second Edition. Neurol Med Chir
(Tokyo) 52, 1-30, 2012.
18. Broderick JP, et al. Volume of Intracerebral Hemorrhage, Stroke
AHA J; 24:987-993; 1993

45
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

3
FRAKTUR IMPRESI
TULANG CALVARIA
M. Fakhri Raiyan P, M. Farishal Akbar, Krisna Tsaniadi P, Dwikoryanto, Irwan Barlian I.H
Tedy Apriawan Ilustrasi Oleh : Caesar Rozaq

3.1 DEFINISI

Fraktur impresi atau depresi adalah patahnya tulang kepala dimana


permukaan segmen fraktur mengalami penurunan atau masuk ke
dalam rongga kranium setebal tulang tersebut atau jika level tabula
eksterna melebihi level tabula interna. (1,4)
Menurut pengalaman praktis dari Prof. Dr. dr Abdul Hafid Bajamal,
SpBS (guru besar Bedah Saraf Universitas Airlangga) dikatakan bahwa
suatu fraktur impresi merupakan fraktur pada tulang kepala dimana
level yang diukur adalah dari tabula interna terhadap tabula interna
dan dibandingkan dengan tebal dari tulang kepala (Hasil kedua level
tersebut melebihi tebal tulang).

3.2 ETIOLOGI
Etiologi paling sering dari fraktur impresi adalah akibat trauma
tumpul pada kepala. Topografi dari fraktur bergantung pada energi dari
cedera dan permukaan tulang kepala yang terkena. Energi yang besar
dan langsung pada permukaan tulang yang kecil meningkatkan
kemungkinan dari fraktur impresi. Pada anak dan orang tua, dimana
duramater sangat melekat erat dengan kalvaria dan seringkali terdapat
kerusakan otak dibawahnya (7).
Laserasi secara langsung yang disebabkan oleh luka penetrasi oleh
peluru atau fraktur depresi sering menyebabkan luka terbuka pada ba-
gian otak. Terjadinya kasus infeksi pada fraktur linier sangat jarang ter-
jadi, hal ini sangat berbeda pada fraktur impresi dimana kuman mau-
pun bakteri dapat masuk kedalam otak melalui bagian yang terbuka.
Resiko terjadinya infeksi pada fraktur impresi terbuka tergantung dari
(10)
:
a. Luas luka
46
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
b. Lama kontaminasi
c. Adanya luka penetrasi

3.3 KLASIFIKASI

Terdapat perbedaan yang mendasar dari luka terbuka dan luka ter-
tutup pada fraktur impresi. Luka impresi disebut terbuka jika teraba tu-
lang, terdapat bagian otak yang keluar, dan tedapat kebocoran cairan
otak. Sehingga fraktur impresi dapat dibedakan berdasarkan integritas
dari lapisan kulit kepala menjadi, antara lain (6) :
a. Fraktur impresi tertutup
b. Fraktur impresi terbuka

3.4 INDIKASI PEMBEDAHAN

Secara tradisional untuk fraktur impresi pada cedera otak akan dil-
akukan tindakan pembedahan bila didapatkan beberapa hal dibawah
ini :
Indikasi menurut Youman Neurosurgical Surgery (9) :
a. Kedalaman dari fraktur tulang impresi sama dengan tebal tulang
b. Fraktur terjadi di daerah kosmetik area (dahi)
c. Fraktur multipel atau compound
d. Terdapat perdarahan intracerebral di bawah fraktur
Tatalaksana Pembedahan pada fraktur impresi
Indikasi pembedahan (Level III)
a. Fraktur depresi melebihi tebal tulang
b. Bukti (Klinis atau radiologi) adanya penetrasi dura (kebocoran cairan
otak, pneumocephalus pada ct scan)
c. Terdapat perdarahan intraserebral
d. Depresi > 1cm
e. Terjadi di sinus frontalis
f. Terdapat tanda infeksi atau luka kotor
g. Gangguan kosmetik
Nb : Fraktur depresi tertutup sederhana : dapat dipertimbangkan untuk tidak
dilakukan pembedahan
47
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Waktu Pembedahan (Level III)


a. Pembedahan secepat mungkin untuk mengurangi resiko infeksi
Prinsip Pembedahan (Level III)
a. Rekomendasi : elevasi dan debridement luka
b. Opsi : Bila tidak ada tanda infeksi maka tulang dapat dikembalikan
c. Antibiotika digunakan pada semua fraktur depresi yang compound
(multipel).

Indikasi menurut Japan Society of Neurotraumatology (12) :


a. Fraktur impresi tertutup
Indikasi pembedahan :
a. Impresi 1 cm atau lebih
b. Terdapat perdarahan intraserebral
c. Terdapat gangguan bentuk kosmetik
d. Kompresi sinus venosus
Prinsip Pembedahan : Elevasi tulang atau reposisi dengan kranioto-
mi
b. Fraktur impresi terbuka
Indikasi pembedahan :
a. Luka terkontaminasi atau luka kotor
b. Perdarahan Intraserebral
c. Eksposure otak atau terdapat kebocoran Cairan serebro spinal
d. Terdapat bagian tulang masuk ke dalam otak
e. Perdarahan tidak terkontrol oleh karena bagian tulang
(Kerusakan sinus venosus)
f. Penekanan sinus venosus oleh tulang
g. Impresi 1 cm atau lebih
h. Terdapat gangguan bentuk kosmetik
Waktu pembedahan :
a. Pembedahan dalam 24 jam sangat membantu mengurangi in-
feksi
b. Pembedahan diatas 48 jam meningkatkan resiko infeksi
48
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
Prinsip pembedahan :
a. Debridement
Bila ada luka kotor maka kultur harus dilakukan
b. Penutupan Duramater
Tidak hanya menutup kulit kepala saja akan tetapi penutupan
duramater harus dipastikan. Bila robekan duramater terlalu be-
sar maka duraplasty menggunakan periosteum, fascia, atau apo-
neurosis harus dilakukan ( Jaringan yang banyak mengandung
pembuluh darah lebih resisten terhadap infeksi).
c. Waktu pemasangan tulang
Tulang tidak dikembalikan bila terdapat :
a. Luka kotor
b. Perdarahan intraserebral yang berat
c. Fraktur comminuted
d. Dilakukan pembedahan 48-72 jam
e. Terdapat pecahan tulang di otak
f. Prolaps serebri
Waktu pemasangan tulang harus diperkirakan sesuai dengan
terjadinya luka kotor atau luka kontaminasi. Pemasangan tulang
sebaiknya dilakukan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
3.5 GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN UMUM PENDERITA FRAKTUR
TULANG IMPRESI
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala makin meningkat saat bangun pagi disebabkan karena
saat tidur terjadi vasodilatasi pembuluh darah oleh karena retensi
CO2 saat tidur.
Munculnya rasa nyeri oleh karena penekanan pembuluh darah dan
penekanan duramater, keduanya sensitif terhadap nyeri (8).

Gambar 1. Penderita menngalami nyeri kepala yang tidak sembuh dengan obat
49
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

2. Mual dan Muntah


Terdapat gejala mual dan muntah akibat terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial. Mual dan muntah biasanya makin memberat
saat pagi hari (8).

Gambar2. Muntah proyektil menandakan peningkatan tekanan intrakranial (diambil dari


http://www.123rf.com/stock-photo/ache_vomit.html)

3. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran seperti merasa ngantuk dan bahkan tidak sa-
dar adalah tanda peningkatan tekanan intrakranial (8). Fraktur im-
presi terjadi oleh karena mekanisme dari benturan kepala yang san-
gat kuat. Selain terjadi fraktur terkadang sering terdapat perdara-
han di bawah tulang. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial.

Gambar 3. Penderita penurunaan kesadaran. (Diambil dari http://


bincangsehatsistemkesehatan.blogspot.com)

4. Kejang
Salah satu resiko tinggi terjadinya kejang adalah terdapatnya fraktur
impresi. Bagian dari tulang kepala yang menusuk otak dapat men-
jadi penyebab dari fokus epilepsi. Kejang terjadi karena pelepasan
kalsium di dalam otak sehingga terjadi kejang (9). Pemberian obat
50
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

anti kejang diperlukan untuk mencegah supaya keadaan tidak


menjadi lebih buruk.

Gambar4. Muntah proyektil menandakan peningkatan tekanan intrakranial (diambil dari


http://princemesir.blogspot.com/2012/08/sawan-n-seizure.html)

3.6 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PASIEN DENGAN


FRAKTUR IMPRESI
CT Scan Kepala Tanpa Kontras

Gambar 5. Fraktur Impresi Parietal Kanan. (Diambil dari Data Neurotrauma RSU DrSoetomo
Surabaya, 2014)

Pada Gambar 5 dapat dilihat gambaran ct scan kepala brain window


dan 3D rekontruksi penderita dengan Fraktur Impresi Parietal sebelah
kiri. Penderita datang dengan penurunan kesadaran dengan skor total
GCS E3V5M6 akibat kejatuhan bongkahan batu bata saat sedang
berjalan kaki. Terdapat gambaran fraktur yang melebihi tebal dari
tulang. Indikasi dilakukan pembedahan fraktur impresi adalah
didapatkan fragmen tulang yang masuk ke parenkim dan fragmen
tulang masuk lebih dari 1 cm.

51
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Gambar 6. Fraktur Impresi Frontal Kiri. (Diambil dari Data Neurotrauma RSU DrSoetomo
Surabaya, 2014)

Pada gambar 6 dapat dilihat penderita dengan Fraktur Impresi


terbuka di Bagian tulang frontal. Penderita datang dengan riwayat
penurunan kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas naik sepeda motor
ditabrak oleh mobil 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
dengan riwayat kejang. Indikasi dilakukan pembedahan fraktur impresi
adalah dengan fraktur impresi terbuka resiko infeksi, fragmen tulang
melebihi 1 cm, didapatkan riwayat kejang, fraktur impresi melibatkan
sinus frontalis.
Pada pasien ini waktu pembedahan sesuai dengan Golden Period 24
jam. Pembedahan segera direkomendasikan untuk mengurangi angka
kejadian infeksi (12). Prinsip pembedahan pada penderita diatas adalah
debridement dan elevasi direkomendasikan sebagai pilihan metode
bedah. Mengembalikan fragmen tulang yang patah merupakan pilihan
pembedahan bila tidak didapatkan luka infeksi pada saat pembedahan.
Semua strategi penanganan untuk fraktur impresi terbuka sebaiknya
menggunakan terapi antibiotik (2,3).

52
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

3.7 ALUR PENANGANAN FRAKTUR IMPRESI

Fraktur Impresi

Terbuka Tertutup

CITO BEDAH Indikasi Pembedahan Tidak Indikasi

Pembedahan Elektif Konservatif

53
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

PROSEDUR STANDAR
PEMBEDAHAN FRAKTUR IMPRESI

ANESTESI
Pada penderita dengan fraktur impresi dilakukan pembedahan
dengan pembiusan secara Anestesi Umum.

POSISI UNTUK PENDERITA FRAKTUR IMPRESI


Untuk posisi penderita saat pembedahan tergantung lokasi fraktur
di kepala. Posisi menentukan keberhasilan dalam mencapai daerah
fraktur impresi. Hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat frak-
tur servikal. Pada pasien dengan fraktur servikal maka posisi yang in line
diperlukan untuk mengurangi terjadinya cedera sumsum tulang
belakang. Posisi penderita yang dipakai, antara lain :
1. Supine (kepala lurus, kepala menoleh, kepala menoleh dengan ele-
vasi bahu)
2. Miring total
3. Prone
4. Park Bench

INSISI YANG DIPILIH UNTUK FRAKTUR IMPRESI


Insisi dapat memperlebar luka yang sudah ada, atau bila tidak
memungkinkan dapat dilakukan insisi baru tergantung lokasi fraktur,
dapat digunakan : Horse shoe, Question mark, Reverse question mark,
Temporo frontal, Bifrontal, Golf stick, Linier
 Informed consent
 Pemberian antibiotik profilaksis
 Desinfeksi dengan povidon iodin
 Bila terdapat luka kotor atau jaringan
nekrotik maka tindakan yang dilakukan
terlebih dahulu antara lain :
 Irigasi
 Debridement
 Refreshening

54
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Infiltrasi dengan campuran


adrenalin-lidocain pada daerah
yang akan diinsisi.
 Infiltrasi pada subcutan untuk men-
gurangi perdarahan.

 Persempit lapangan pembedahan


dengan doek steril (4 duk kecil, 3
duk besar)
 Doek steril dapat difiksasi dengan
menggunakan doek klem maupun
benang silk 2.0.

55
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Debridement, cuci dengan NaCl


0,9%, nekrotomi jaringan yang
nekrosis, buang benda asing,
fragmen tulang yang kotor
 Irigasi dengan Nacl 0.9% diharap-
kan dapat mengurangi insiden in-
feksi pada pasien fraktur impresi
terbuka.

 Insisi dapat dilakukan dengan


memperlebar luka lama, lalu
pasang spreader.
 Bila tidak memungkinkan, insisi
dilakukan di luar luka lama. Dalam
hal ini membuat insisi baru diluar
luka
 Sisihkan periosteum (pisahkan
periosteum terhadap tulang
dengan menggunakan dissector).

56
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Bor dekat garis fraktur pada satu


atau beberapa tempat.
 Bor sedekat mungkin dekat dengan
daerah fraktur.
 Pemilihan lubang bor pada kasus
impresi sebaiknya di daerah tulang
yang akan mudah untuk dilakukan
elevasi tulang.
 Teknik ini digunakan pada fraktur
impresi dimana operator sulit
menemukan celah untuk elevasi.

 Lakukan Kraniektomi pada daerah


tulang sehat atau masukkan
elevator melalui lubang bor untuk
melakukan elevasi pada tulang yg
impresi.

57
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Selain metode elevasi dapat juga


dilakukan metode kraniotomi
dengan melakukan burrhole 4
lubang atau lebih dan tulang yang
impresi diangkat secara utuh (pada
kasus fraktur pd anak kecil/Bayi).
 Teknik ini digunakan juga pada ka-
sus dimana tulang tidak patah total,
sehingga tulang massih dapat
dibentuk.

 Eksplorasi apakah ada robekan


duramater, bila perlu robekan
dapat diperluas.
 Eksplorasi apakah terdapat prolaps
serebri, kontusio serebri, perdara-
han intraserebral, perdarahan sub-
dural, perdarahan epidural.
 Perdarahan otak dirawat dengan
bipolar, surgicell, dan/atau
spongostan

58
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Robekan dura dicari hingga


ujungnya dan dijahit kedap air atau
duraplasty (tutup dengan otot,
fasia, periosteum).
 Bila ternyata robekan duramater
sangat luas maka defek tulang
diperlebar secukupnya.
 Dilakukan hitch stitch keliling untuk
mengurangi dead space (mencegah
terjadiya epidural hematom)
 Bilas dengan cairan isotonis (Nacl
0.9%).

 Bila memenuhi syarat, tulang ditata


kembali, difiksasi dengan wire atau
miniplate.
 Syarat tulang dikembalikan dan
dilakukan rekontruksi, antara lain :
 Tidak ada tanda infeksi
 Tidak melebihi golden period
(24 jam)

59
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Pasang drain subgaleal (untuk


mengurangi perdarahan dalam
kulit)
 Hubungkan drain dengan vacum
drain (Redon drain).

 Jahit lapis demi lapis, galea dengan


vicryl ukuran 2.0, kemudian kulit
dengan benang silk, nilon (non
absorbable) atau safil quick
(absorbable) ukuran 3.0.

60
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Bezchlibnyk, Y. Fawcett, A. Parvez, K. Neurosurgery. Toronto:
Toronto Notes. 2010.
2. Bullock RM, Povlishock JT. Guidelines for the management of severe
head injury, Journal of Neurotrauma, November ; 1996.
3. Greenberg MS. Handbook Of Neurosurgery. Seventh edition. New
York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2010.
4. Kaye AH. Essential Neurosurgery. 3rd edition. Massachusetts :
Blackwell Publishing LTD ; 2005.
5. Weisberg, LA. Garcia, C. Strub, R. Essential of Clinical Neurology:
Head Trauma. www.psychneuro.tulane.edu/neurolect. 2000
6. Whitfield, Peter C. Head Injury A Multidisciplinary Approach.
Cambridge: Cambridge University Press. 2009.
7. Zollman FS. Manual of traumatic brain injury management. First
edition. New york : Demos Medical Publishing ; 2011.
8. The Brain Trauma Foundation. The american association of neuro-
logical surgeons. The joint section on Neurotrauma and Critical
Care. Indications for intracranial pressure monitoring. J Neurotrau-
ma ; 2007.
9. H. Richard Winn, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4.
6th Edition. Philadeplhia : Elsevier Saunders ; 2011.
10. Reilly P, Bullock R. Head Injury : Pathophysiology and management
of Severe Closed Injury. 2nd edition. London : Chapman and Hall ;
1997.
11. Bullock MR, Chesnut RM, Ghajar J, et al. Surgical management of
depressed cranial fractures. Neurosurgery 58 : S56-60, 2006.
12. Guidelines for the Management of Severe Head Injury, the Japan
Society of Neurotraumatology. Second Edition. Neurol Med Chir
(Tokyo) 52, 1-30, 2012

61
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

4
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
KARENA CEDERA OTAK
Mochamad Rizky Yulianto, Yudha Fitrian P, Tedy Apriawan, Ilustrasi Oleh : Caesar Rozaq

4.1 DEFINISI

Hematom intraserebral atau perdarahan intraserebral adalah suatu


perdarahan pada parenkim otak dengan ukuran lebih dari 2 cm. Se-
dangkan yang berukuran kurang dari 2 cm disebut sebagai kontusio (2).
Definisi lain mengatakan perdarahan intraserebral adalah perdarahan
dengan diameter lebih dari 1 cm (10).
Istilah “Burst Lobe” digunakan untuk lesi perdarahan subdural, kon-
tusio, dan perdarahan intraserebral yang dikelilingi edema vasogenik
dan iskemia (5).

4.2 ETIOLOGI

Perdarahan intraserebral disebabkan oleh rupturnya pembuluh


darah (dapat melibatkan satu pembuluh darah atau lebih) pada saat
terjadi trauma. Cedera ini dapat terjadi pada sisi yang sama dengan sisi
benturan (lesi coup), berlawanan (kontra coup), atau dapat pula terjadi
pada struktur profunda (intermediate coup) (2). Seringkali terjadi pada
area dimana deselerasi tiba-tiba dari kepala, mengakibatkan otak mem-
bentur tonjolan tulang (contoh pada daerah polus temporal, frontal,
oksipital) (1).
Penderita dengan terapi anti koagulan meningkatkan terjadinya
perdarahan intraserebral walaupun benturan saat trauma hanya meru-
pakan benturan yang ringan. Penelitian terakhir mengatakan bahwa
penggunaan rekombinan faktor VIIa dapat mengurangi terjadinya pem-
besaran perdarahan intraserebral (5).
Perdarahan intraserebral akut (CT-Scan) akan tampak area yang
hiperdens (Putih) dengan daerah sekitar yang hipodens (hitam). Warna
hipodens ini akan kita sebut sebagai daerah edema. Semakin lama
waktunya daerah yang hipodens ini akan semakin membesar pada hari
ke 4 dan daerah yang hiperdens akan berwarna sama dengan parenkim
otak (6). Bila tampak bentukan cairan dalam perdarahan (Fluid Level)
62
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

mengindikasikan sebagai kelainan koagulopati atau pencairan bekuan


darah dan keadaan ini mempunyai prognosis yang buruk (7).
Adanya perdarahan intraserebral di daerah yang tidak diharapkan
atau daerah yang sangat dalam sangat perlu kita curigai sebagai
kemungkinan adanya luka tembus penetrasi atau pecahnya pembuluh
darah spontan. Pada pasien seperti ini maka diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mengetahui lesi pada pembuluh darah dan untuk
segera melalukan terapi agar menghindari perdarahan lebih lanjut atau
emboli dari diseksi atau aneurisma (8,9).

4.3 PEMERIKSAAN KLINIS DAN GEJALA KLINIS PENDERITA DENGAN


PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Perdarahan intraserebral dapat menimbulkan gangguan neurologis
tidak spesifik akibat edema otak dan peningkatan TIK, atau fokal sesuai
lokasi perdarahan atau akibat efek massa dari perdarahan. Pasien
dengan perdarahan yang besar biasanya terjadi penurunan kesadaran
sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intrakranial dan kompresi
langsung atau distorsi terhadap talamus dan ARAS (5). Gejala non spe-
sifik yang banyak terjadi adalah nyeri kepala, dan muntah yang berkai-
tan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan meningismus yang
disebabkan karena darah dalam ventrikel.
Gejala klinis tergantung dari ukuran serta lokasi dari perdarahan in-
traserebral. Perdarahan kecil atau kontusio dapat menyebabkan fokal
defisit bila terjadi di daerah otak yang eloquent (17). Kontusio di daerah
temporal biasanya sangat berbahaya dikarenakan lokasinya yang san-
gat dekat dengan brain stem. Perdarahan yang membesar pada daerah
temporal dapat menyebabkan terjadinya herniasi uncal (17).
Gejala klinis perdarahan intraserebral
1. Nyeri kepala
2. Mual dan muntah
3. Penurunan kesadaran
4. Kejang
5. Kelemahan tubuh
6. Lesi nervus cranialis

63
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Pada pasien ICH dengan kesadaran yang baik, dapat terjadi deterior-
isasi neurologis pada 24 jam pertama setelah onset perdarahan. Ek-
spansi hematom merupakan penyebab yang paling sering menyebab-
kan deteriorisasi neurologis pada 3 jam pertama. Edema serebri yang
memburuk mengimplikasikan deteriorisasi neurologis pada 24 hingga
48 jam pertama. Penurunan kesadaran yang tertunda diasosiasikan
dengan progresif edema selama 2-3 minggu setelah onset (4).
Pasien dengan ICH supratentorial yang melibatkan putamen, kauda-
tus, dan talamus akan timbul defisit sensorik dan motorik kontralateral
dengan derajat yang ditentukan oleh keterlibatan kapsula interna.
Pasien dengan ICH infratentorial akan timbul disfungsi batang otak ter-
masuk abnormalitas gerak bola mata, abnormalitas nervus cranialis,
dan defisit motorik kontralateral. Ataksia, nistagmus, dan dismetria
akan tampak jelas pada ICH pada serebellum (4).

4.4 PERDARAHAN INTRASEREBRAL LAMBAT

Insiden terjadi sebanyak 10% pada penderita cedera otak dengan


GCS < 8 (11,12). Kebanyakan perdarahan jenis lambat ini terjadi 72 jam
setelah trauma (12). Beberapa pasien pada awal kejadian tampak baik
baik saja dan tiba-tiba terjadi penurunan kesadaran mendadak “talk
and deteriorate” (13).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan in-
traserebral yang lambat antara lain (14) :
 Koagulopati lokal atau sistemik
 Perdarahan pada daerah nekrotik
 Mikrohematom yang meluas
Pasien dengan perdarahan lambat ini telah sering disebut di literatur
mempunyai prognosis yang jelek, dengan kematian sekitar 50-75% (14).

4.5 INDIKASI UNTUK DILAKUKAN PEMBEDAHAN PADA PENDERITA


PERDARAHAN INTRASEREBRAL
1. Indikasi pembedahan menurut Bullock et al (16) :
a. Defisit neurologis progresif, oleh karena :
 Perdarahan intraserebral
 Hipertensi intrakranial yang refrakter
 Efek massa (Ct scan)
64
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

b. Atau perdarahan parenkim otak dengan volume perdarahan > 50


cc,
c. Atau GCS 6-8 perdarahan pada daerah frontal atau temporal
 Volume perdarahan > 20 cc dan midline shift ≥ 5 mm dan/
atau kompresi pada sisterna.
d. Manajemen non operatif dengan perawatan intensif dan foto
serial dapat digunakan pada kasus :
 Perdarahan intraserebral tanpa defisit neurologis
 Perdarahan intraserebral tanpa efek massa yang signifikan
 Perdarahan intraserebral dengan TIK yang terkontrol.

2. Tatalaksana dan manajemen perdarahan intraserebral menurut bu-


ku Japan Society of Neurotraumatology (18).
Indikasi, waktu, dan metode pembedahan perdarahan intraserebral
Indikasi Pembedahan (18)
a. Didapatkan Perdarahan intraserebral diameter 3 cm atau lebih
b. Kontusio diffuse dengan perifokal edema luas
c. Kompresi pada sisterna basiler dan perimesencephalic
d. Defisit neulorogis
e. Monitor tekanan intrakranial yang tidak terkontrol (>30 mmhg)
f. Catatan : tidak dilakukan pembedahan bila didapatkan mati batang
otak
Waktu Pembedahan (18)
a. Early surgery, bila terdapat Kriteria a-e
b. Early surgery pada GCS 9 atau lebih dengan penurunan kesadaran
progresif
c. Pada perdarahan di temporal atau temporo parietal, pembedahan
dilakukan sebelum terjadi defisit neurologis
Metode Pembedahan (18)
a. Teknik kraniotomi tulang lebih dipilih.
b. Bila terdapat perifokal edema maka edema tersebut akan lebih baik
bila di reseksi (dekompresi internal).
c. Indikasi untuk kraniotomi dekompresi tulang luas dan disertai
evakuasi perdarahan serta reseksi perifokal edema/dekompresi in-
ternal masih perlu dievaluasi.
d. Drainase berlanjut dari cairan serebrospinal (CSS) berguna pada
perdarahan serebral dengan perifokal edema.

65
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

4.6 GAMBARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA PENDERITA


PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Pada gambaran CT Scan kepala tanpa kontras kasus perdarahan in-
traserebral didapatkan gambaran lesi dengan densitas tinggi
(hiperdensitas). Perdarahan intraserebral seringkali memberikan efek
massa yang relatif tidak sebanding dengan ukuran dari perdarahan ter-
sebut (1).

Dari gambar di atas, didapatkan lesi dengan densitas tinggi pada


parenkim otak regio temporal basal kanan dengan edema perifokal dan
disertai pula gambaran edema otak difus. Bila mengacu pada lokasi
perdarahan SCALP, maka lesi ini terletak pada sisi kontra coup. Ukuran
dari lesi tersebut diukur menggunakan rumus (3). Volume perdarahan =
(panjang x lebar x tinggi)/2 = (7 x 4 x 3,5)/2 = ± 49 cc, dan didapatkan
edema serebri yang sangat hebat serta hilangnya sisterna basalis (15).
Sehingga sesuai gambaran CT Scan maka pada penderita ini termasuk
indikasi dilakukan pembedahan evakuasi perdarahan.

Gambar 2. CT Scan kepala perdarahan intraserebral atau dikenal sebagai burst lobe. (Diambil dari Data
Neurotrauma RSU Dr Soetomo Surabaya, 2014)

Dari gambar 2 di atas, didapatkan lesi densitas tinggi multipel


berbagai ukuran yang dikelilingi area dengan densitas yang lebih ren-
dah, menggambarkan suatu burst lobe di daerah frontal kanan dan kiri,
yang menyebabkan efek massa berupa pembengkokan kornu frontal
ventrikel lateralis sebelah kiri. Dengan diameter yang melebihi 3 cm

66
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

disertai dengan efek massa maka penderita diatas indikasi untuk pem-
bedahan.

67
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

PROSEDUR STANDAR
PEMBEDAHAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL

ANESTESI
Pada penderita dengan perdarahan intraserebral dilakukan pem-
bedahan dengan pembiusan secara Anestesi Umum.

POSISI UNTUK PENDERITA PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Untuk posisi penderita saat pembedahan tergantung lokasi perdara-
han di kepala. Posisi menentukan keberhasilan dalam mencapai letak
perdarahan. Hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat fraktur
servikal. Pada pasien dengan fraktur servikal maka posisi yang in line
diperlukan untuk mengurangi terjadinya cedera sumsum tulang
belakang. Posisi penderita yang dipakai, antara lain :
1. Supine (kepala lurus, kepala menoleh, kepala menoleh dengan ele-
vasi bahu)
2. Miring total
3. Prone
4. Park Bench

INSISI YANG DIPILIH UNTUK PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Insisi dapat memperlebar luka yang sudah ada, atau bila tidak
memungkinkan dapat dilakukan insisi baru tergantung lokasi perdara-
han, dapat digunakan : Horse shoe, Question mark, Reverse question
mark, Temporo frontal, Bifrontal, Golf stick, Linier
 Desinfeksi dengan povidon iodin
 Infiltrasi dengan campuran
adrenalin-lidocain pada daerah
yang akan diinsisi untuk
mengurangi nyeri dan perdarahan
dari SCALP

68
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Persempit lapangan
pembedahan dengan doek steril

 Insisi dilakukan lapis demi lapis


agar periosteum dapat dipres-
ervasi dengan baik
 Ambil periosteum atau fascia
untuk persiapan duraplasty

69
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Dilakukan burrhole dan kraniot-


omi sesuai dengan perkiraan
lokasi ICH
 Dilakukan hitch stitch keliling

 Langkah selanjutnya adalah


membuka duramater, insisi
pembukaan dura dapat berbentuk
tapal kuda (bentuk U) berlawanan
dengan sayatan kulit.
 Tip & Trick : Sebelum membuka
duramater wajib untuk cek PcO2,
Saturasi O2, Mean arterial pres-
sure, Loss Blood Volume, Produksi
Urine. Hal ini penting dalam menja-
ga otak agar tidak tegang.

70
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Evaluasi di bawah duramater


adakah perdarahan subdural
 Bila didapatkan SDH maka SDH
dievakuasi terlebih dahulu, dan
dicari sumber perdarahan
kemudian diatasi dengan bipo-
lar, surgicell, dan/atau spon-
gostan

 Evaluasi batas korteks sehat


dengan korteks yang cedera,
lakukan evakuasi ICH dimulai
dari batas tersebut

71
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Cari sumber perdarahan, bila


sumber dari arteri dilakukan
koagulasi dengan bipolar, bila
sumber perdarahan dari vena
atasi dengan surgicell dan/atau
spongostan

 Dura dijahit dengan benang silk


ukuran 3.0 dengan prinsip kedap
air, dapat dilakukan duraplasty
menggunakan periosteum atau
fascia, isi ruang subdura dengan
NaCl 0,9% untuk mencegah ter-
bentuknya pneumatocel

72
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Bila tulang dikembalikan, gan-


tung pertengahan dura dengan
tulang yang akan dikembalikan
untuk menghindari dead space
 Lakukan fiksasi tulang dengan
dengan wire atau miniplate
 Bila tulang tidak dikembalikan,
gantung pertengahan dura ke
otot atau jaringan subkutis

 Pasang drain subgaleal untuk


menghindari terjadinya
perdarahan bawah kulit.

73
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Jahit lapis demi lapis, galea


dengan vicryl ukuran 2.0,
kemudian kulit dengan benang
silk atau nilon ukuran 3.0
 Hubungkan drain dengan vakum
drain

74
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Grennberg MS. Handbook Of Neurosurgery, Seventh edition. New
York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2010.
2. Torbey MT. Neurocritical Care. First Edition. Cambrige, UK : Cam-
bridge Univeristy Press ; 2010.
3. Broderick JP, et al. Volume of Intracerebral Hemorrhage, Stroke
AHA J; 24:987-993; 1993.
4. Qureshi et al. Spontaneus Intracerebral Hemorrhage, N Engl J Med;
Vol. 344, No. 19 ; 2001.
5. H. Richard Winn, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4.
6th Edition. Philadeplhia : Elsevier Saunders ; 2011.
6. Reilly P, Bullock R. Head Injury : Pathophysiology and management
of Severe Closed Injury. 2nd edition. London : Chapman and Hall ;
1997.
7. Katayama, Y., Tsubokawa, T., Kinoshita, K. et al. Intraparenchymal
blood-fluid levels in traumatic intracerebral hematom. Neuroradi-
ology, 34, 381-383 ; 1992.
8. Bula, W.I, Loes, D.J. Trauma to the cerebrovasculer system. Neu-
roimaging Clinics of North America,4, 753-772 ; 1994.
9. Du Trevou, M.D, Van Dellen. J.R. Penetrating stab wounds to the
brain – the timing of angiography in patients presenting with the
weapon already removed. Neurosurgery, 31, 905-912 ; 1992.
10. Lipper M.H, Kishore P.R.S, Girevendulis A.K, et al. Delayed intracra-
nial hematom in patients with severe head injury. Neuroradiology
133, 645-9 ; 1979.
11. Cooper, P.R, Maravilla, K, Moody S, et al : Serial computerized
tomographic scanning and prognosis of severe head injury. Neuro-
surgery 5 : 566-9 ; 1979.
12. Gudeman, S.K, Kishore, P.R, Miller J.D, et al : The genesis and sig-
nificance of delayed traumatic intracerebral hematom. Neurosur-
gery 5 : 309-13 ; 1979.
13. Rockswold, G.L, Leonard, P.R, Nagib, M : Analysis of management
in thirty-three closed head injury patients who talked and deterio-
rated. Neurosurgery 21:51-5 ; 1987.
14. Narayan, RK, Wilberger JE Jr, Povlishock JT. Neurotrauma. New

75
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

York : MC Graw Hill C ; 1996.


15. Broderick JP, et al. Volume of Intracerebral Hemorrhage, Stroke
AHA J; 24:987-993; 1993
16. Bullock, M.R, Chesnut, R.M, Ghajar J, et al. Surgical management of
traumatic parenchymal lesions. Neurosurgery 58 : S25-46, 2006.
17. Zollman FS. Manual of traumatic brain injury management. First
edition. New york : Demos Medical Publishing ; 2011.
18. Guidelines for the Management of Severe Head Injury, the Japan
Society of Neurotraumatology. Second Edition. Neurol Med Chir
(Tokyo) 52, 1-30, 2012.

76
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

5
SUBDURAL HEMATOM
(SDH)
Ahmad Fahmi, Tedy Apriawan, Ilustrasi Oleh : Caesar Rozaq

5.1 PENDAHULUAN

Besarnya kerusakan yang timbul akibat benturan biasanya lebih


tinggi pada Subdural hematom (SDH) Akut dibandingkan dengan
Epidural hematom (EDH). Hal ini menjadikan lesi Subdural hematom
(SDH) lebih mematikan (2,4). Dalam sebagian besar kasus, Subdural
hematom (SDH) berkaitan dengan cedera intrakranial dan ekstrakranial
lainnya. Kontusio dan hematom intraserebral juga edema serebri
merupakan kelainan intrakranial yang sering terjadi bersamaan dengan
didapatkannya Subdural hematom (SDH) (2,5). Karena lesi Subdural
hematom (SDH) sering bersamaan dengan cedera parenkim, keputusan
manajemen bedah harus mempertimbangkan manajemen untuk kedua
jenis lesi (5).

5.2 DEFINISI

Subdural hematom (SDH) merupakan salah satu jenis lesi massa


intrakranial. Subdural hematom (SDH) didiagnosis pada CT scan sebagai
lesi ekstraparenkim, hiperdens, gambaran akumulasi darah berbentuk
bulan sabit antara dura dan parenkim otak (5,6). Subdural hematom
(SDH) adalah akumulasi darah pada ruang antara arachnoid dan dura
yang terbentuk ketika terjadi robekan vena atau arteri yang berada di
antara dura dan arachnoid (1). Perdarahan ini berasal dari robeknya
bridging veins, terutama yang berdekatan dengan sinus sagital superior,
akibat akselerasi deselerasi kepala, dan tidak selalu akibat direct impact
(2)
.

5.3 ETIOLOGI

Subdural hematom (SDH) lebih umum terjadi pada orang tua, karena
pada orang tua terjadi atrofi otak dan meningkatnya kapasitas otak
untuk bergerak bebas di dalam rongga tengkorak. Subdural hematom
77
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

(SDH) jarang disebabkan oleh penyebab lain seperti perdarahan arteri,


termasuk ruptur arteriovenous malformations dan berry aneuryms (3).

5.4 KLASIFIKASI SUBDURAL HEMATOM (SDH) (2)

Kategori Waktu Densitas pada CT Scan


Akut 1-3 hari Hiperdens
Subakut 4 hari – 2 atau 3 Isodens

Kronik >3 mgg dan <3- Hipodens, menyerupai densitas


4 bln cairan serebro spinal (CSS).
Setelah 1-2 bln Dapat menjadi bentukan lentikular
(menyerupai Epidural Hematom).
Dengan densitas > CSF, < darah
segar
Bila mengacu pada Brain Trauma Foundation maka Subdural
hematom (SDH) hanya dibagi menjadi lesi akut dan kronis. Brain
Trauma Foundation mendefinisikan Subdural hematom (SDH) akut
sebagai SDH yang didiagnosis dalam waktu kurang dari 14 hari setelah
cidera otak traumatis. Sedangkan bila diatas 14 hari maka disebut
sebahai SDH Kronis (5).
Sesuai dengan Kaye’s Essential Neurosurgery membagi Subdural
Hematom menjadi 3 bagian dan dibagi berdasarkan atas waktu kejadi-
an. Berikut adalah pembagian Subdural Hematom (8) :
Subdural Hematom Akut : Dibawah 3 hari
Subdural Hematom Sub Akut : 4 – 21 hari
Subdural Hematom Kronis : diatas 21 hari

5.5 SUBDURAL HEMATOM (SDH) AKUT

Penyebab Subdural Hematom (SDH) Akut yaitu (2) :


a. Laserasi parenkim (biasanya pada lobus frontal atau temporal).
78
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

b. Robekan bridging vein atau vena superfisial saat terjadi gaya


akselereasi-deselereasi serebral karena benturan kepala yang
hebat.
Mekanisme robek arteri pada Subdural hematom (SDH) Akut
Idiopatik meliputi rusaknya arteri pada pergerakan kepala yang tiba-
tiba. Arteri yang robek meliputi :
a. Arteri kecil pada cabang peripendikular di arteri kortikal
b. Arteri kecil yang menghubungkan dura dan kortex
c. Adhesi antara arteri kortikal dan dura.

5.6 SUBDURAL HEMATOM (SDH) SUB AKUT

Pada kasus Subdural Hematom Sub akut terjadi 4 hari-3 minggu.


Gambaran radiologis khususnya ct scan yang bisa terjadi adalah iso-
dens. Terkadang juga bisa masih banyak mengandung gambaran Hiper-
dens.

5.7 SUBDURAL HEMATOM (SDH) KRONIK

Biasanya terjadi pada orang tua yang berusia rata-rata 63 tahun.


Dibawah < 50% terjadi pada cedera otak (1,2,3). Banyak Subdural
hematom (SDH) Kronis berawal dari Subdural hematom (SDH) Akut,
darah pada ruang subdural memicu respon inflamasi. Selama beberapa
hari, fibroblas menginvasi bekuan darah dan membentuk neomembran
pada lapisan dalam (kortikal) dan luar (dura). Hal ini disertai tumbuhnya
neokapiler, fibrinolisis enzimatik dan pencairan bekuan darah. Hasil dari
degenerasi fibrin membentuk bekuan darah baru dan menghambat
hemostasis. Proses perjalanan SDH Kronik ditentukan oleh
keseimbangan efusi plasma dan atau perdarahan ulang dari
neomembran serta kecepatan reabsorpsinya (2).
Berdasarkan arsitektur internal maka SDH kronis dibagi menjadi 4
tipe :
1. Tipe Homogen
2. Tipe laminar
3. Tipe Terpisah (Separated)
4. Tipe trabekuler
Pada beberapa kasus perdarahan Subdural hematom (SDH) tidak

79
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

selalu disebabkan oleh benturan pada kepala. Terdapat juga istilah dan
kasus terjadinya Subdural hematom (SDH) spontan. Beberapa faktor
risiko terjadinya Subdural hematom (SDH) spontan, antara lain (1,2) :
a. Hipertensi
b. Abnormalitas vaskular (AVM, aneurisma)
c. Neoplasma atau tumor
d. Infeksi (Meningitis, tuberkulosa)
e. Alkoholisme, penggunaan kokain
f. Hipovitaminosis (terutama vitamin C)
g. Koagulopati (iatrogenik, defisiensi faktor XIII)
h. Hipotensi intrakranial (spontan, post anestesi epidural, lumbal
pungsi atau VP Shunt)
i. Riwayat mendapatkan terapi anti koagulan. Risiko terkena SDH
7 kali lebih besar pada laki-laki dan 26 kali pada wanita

5.7 PEMERIKSAAN KLINIK

Pada pasien dengan Subdural Hematom (SDH) bisa didapatkan


gejala-gejala yang diakibatkan efek massa dari perdarahan. Gejala-
Gejala tersebut antara lain :
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala makin meningkat saat bangun pagi disebabkan
karena saat tidur terjadi vasodilatasi pembuluh darah oleh kare-
na retensi CO2 saat tidur.
Munculnya rasa nyeri oleh karena penekanan pembuluh
darah dan penekanan duramater (keduanya sensitif terhadap
nyeri) (7).

Gambar 1. Penderita menngalami nyeri kepala yang tidak sembuh dengan obat

80
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

2. Mual dan Muntah


Mual dan muntah makin memberat saat pagi hari (7).

Gambar 2. Muntah proyektil menandakan peningkatan tekanan intrakranial (diambil dari


http ://www.differencebetween.info/difference-between-nausea-and-vomiting)

3. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran seperti merasa ngantuk dan bahkan tidak
sadar adalah tanda peningkatan tekanan intrakranial (7).

Gambar 3. Penderita penurunaan kesadaran.


(Diambil dari http://bincangsehatsistemkesehatan.blogspot.com)

4. Kejang
Peningkatan tekanan intrakranial dapat mencetuskan terjadinya
kejang pada penderita cedera otak.
5. Kadang disertai lateralisasi
6. Pupil Bulat Anisokoria satu sisi dan reflek cahaya menurun.
81
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

5.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG PENDERITA


SUBDURAL HAEMORRHAGE
CT Scan Kepala Non Kontras
a. SDH Akut

Tampak gambaran SDH Akut di area Parietal


kanan dan kiri berupa lesi hiperdens, homogen
dan berbentuk crescent-shaped (bulan sabit).
Sering terjadi di supra tentorial sepanjang falx
dan tentorium.

Gambar 4. Gambaran bulan sabit yang Hyperdense pada ct can menunjukkan suatu subdural
hematom akut. (Diambil dari data neurotrauma RSUD dr. Soetomo Surabaya, 2014)

b. SDH Subakut (1-3 Minggu)


Pada gambar di samping tampak gambaran
hiperdens bercampur dengan isodens/hipodens
di area frontoparietal kanan dan kiri.

Gambar 5. Tampak gambaran bulan sabit yang isodense pada ct scan


(Diambil dari data neurotrauma RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2014)

c. Fase transisi SDH Subakut - kronis :


Gambaran isodens dan sulit diidentifikasi .

Diagnosa SDH Isodens jika didapatkan :


a. Adanya Penyempitan sulcus
b. Hilangnya batas subtansia alba dan grisea
c. Bending ventrikel dan
d. Didapatkan Midline shift

Gambar 6. diatas tampak bentukan isodense dengan sedikit hypodense yang dibandingkan
dengan parenkim. (Diambil dari data neurotrauma RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2014)
82
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

c. SDH Kronis
Gambar disamping tampak bentukan
hipodens berbentuk bulan sabit
(crescent shape)

Gambar 7. diatas tampak bentukan hipodens berbentuk bulan sabit.


(Diambil dari data neurotrauma RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 2014)

Pada gambar disamping dapat kita lihat


gambaran bulan sabit yang lebih gelap
(hipodense) daripada parenkim otak.
Keadaan ini kita sebut dengan gam-
baran hipodense. Keadaan ini sangat
khas terjadi pada kasus Subural Hema-
tom (SDH) Kronis.

Gambar 8. Tampak Gambaran Hypodense yang menunjukkan gambaran SDH Kronis.


(Diambil dari Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edition)

5.9 MAGNETIC RESONANCE IMAGING PADA PENDERITA SUBDURAL


HEMATOM (MRI)
a. SDH Akut → isointens pada T1 dan hipointens pada T2
b. SDH Sub akut → isodens pada CT tanpa kontras namun hiperintens
pada T1 tanpa kontras (methemoglobin)
c. SDH Kronis → hipointens pada T1 dan hiperintens pada T2. Sedikit
Hiperintens dibandingkan CSF pada T1, FLAIR dan T2.

83
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Gambar 9. Gambaran Subdural Hematom subakut pada MRI-T1 potongan sagital dan aksial.
High signal intensitas disebabkan karena methemoglobin.
(Diambil dari Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edition)

Gambar 10. Gambaran Hypointense Subdural Hematom kronis pada


MRI-T1 potongan sagital (ditandai tanda bintang).
(Diambil dari Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edition)

Perbedaan gambar MRI kepala pada gambar 9 dan 10 disebab-


kan karena kandungan dari Hemoglobine yang telah menjadi methe-
moglobin pada kasus SDH sub akut. Sedangkan pada kasus kronis tam-
pak darah lebih hipointens.

5.10 INDIKASI PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL HEMATOM, (2) :

a. SDH dengan ketebalan > 10 mm atau midline shift (MLS) > 5 mm


pada CT Scan, tanpa melihat GCS.
b. SDH dengan ketebalan < 10 mm dan MLS < 5 mm, dilakukan
pembedahan evakuasi perdarahan bila :
 Terjadi penurunan GCS lebih dari 2 poin atau lebih antara saat
kejadian dengan saat MRS
 Dan atau jika didapatkan pupil yang asimetri atau fixed dan
dilatasi.

84
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Dan/atau TIK > 20 mmHg

Indikasi Pembedahan Menurut Japan Society (10) :


a. Ketebalan >= 1cm
b. Hematom menyebabkan efek massa dan defisit neurologis
c. Penurunan kesadaran yang progresif walaupun kesadaran awalnya
normal
d. Pembedahan tidak dilakukan apabila tidak ada fungsi batang otak.

5.11 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL HEMA-


TOM

Pada kasus Subdural hematom akut maka pemilihan yang terbaik


adalah tindakan Kraniotomi evakuasi Clot. Tindakan ini dilakukan
dikarenakan darah masih beku dan menyebabkan efek massa yang san-
gat hebat. Dekompresi tulang dilakukan pada kasus Subdural akut. Luas
yang dianjurkan oleh Aarabi et al untuk dekompresi tulang adalah
seluas diameter 15 cm (1). Sesuai dengan Prof Servadei (RS Parma, Ita-
lia) diameter sangat menentukan kesembuhan penderita pada kasus
akut. Servadei menganjurkan dekompresi tulang dengan diameter 12
cm disertai dengan duraplasty. Duraplasty telah terbukti membuat
tekanan intrakranial turun dari 30%-85% (1).

5.12 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL HEMA-


TOM

Sesuai dengan kasus Subdural Hematom Subakut yang kami tangani


di RSU Dr Soetomo, Kami memilih tindakan yang kami sebut sebagai
“Burrhole drainage Double setup Craniotomi”. Dalam hal ini maka yang
perlu kami perhatikan adalah bahwa jika dengan burrhole ternyata
darah belum cair maka pada saat itu juga kami akan melakukan tinda-
kan kraniotomi untuk mengevakuasi perdarahan Subdural Hematom.
Tindakan yang perlu diperhatikan dari double set up adalah pilihan inci-
si dan lubang pertama saat melakukan burrhole drainage. Diharapkan
tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan incisi yang dapat mengganggu
kosmetik maupun vaskularisasi dari kulit kepala.

85
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

5.13 PEMILIHAN TINDAKAN PEMBEDAHAN PADA SUBDURAL


HEMATOM KRONIS

Burrhole drainage adalah metode pilihan yang sering dipakai


pada kasus Subdural Hematom Kronis. Beberapa studi telah membuk-
tikan bahwa tindakan ini sangat efisien akan tetapi dilaporkan pernah
terjadi rekurensi sebesar 2-18.5% yang akhirnya menyebabkan dil-
akukan kraniotomi evakuasi subdural hematom. Pada penderita yang
tidak gelisah maka prosedur ini dapat dilakukan dibawah lokal anastesi
dengan menggunakan lidocaine 1% (Xylocaine) (1). Pada tindakan
burrhole drainage akan keluar cairan hitam. Akan tetapi bila keluar
cairan hanya sedikit maka perlu diteliti lagi gambar radiologi dengan
kemungkinan adanya septum-septum yang menyebabkan
multikompartemen. Penggunaan NGT no 10 sangat berguna apabila di
rumah sakit tidak mempunyai selang khusus untuk diversi subdural
hematom kronis.
Twist drill drainage juga telah diperkenalkan untuk subdural hema-
tom kronis. Tindakan ini dilakukan dengan lokal anestesi dan berguna
pada penderita yang tua serta dapat dilakukan di bed penderita. Be-
berapa kasus ada yang melakukan shunting ke rongga peritonium dan
biasanya pada kasus bayi yang selalu berulang tidak dapat sembuh (1).

86
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

KRANIOTOMI EVAKUASI
SUBDURAL HEMATOM AKUT
ANESTESI
Pemilihan anstesi untuk pembedahan Subdural Hematom akut ada-
lah Anestesi umum (ditidurkan total). Dengan persiapan total untuk
menghindari hal gal yang tidak diinginkan saat pelaksanaan pem-
bedahan. Pemilihan pembedahan secara lokal pernah dilakukan di Su-
rabaya dimana penderita dengan GCS < 5 mengalami penurunan
kesadaran yang progresif dan persiapan untu anestesi umum tidak
memungkinkan.

POSISI
Posisi penderita menentukan sejauh mana kita dapat mendekati
tempat yang akan kita lakukan pembedahan dan sayatan/insisi per-
tama. Jika posisi tidak dapat dilakukan dengan perencanaan yang baik
maka akan mengganggu pelaksanaan pembedahan. Penempatan posisi
penderita tergantung lokasi hematom, penderita dapat diposisikan:
1. Supine
Adalah posisi dimana badan penderita menghadap ke atas. Kepala
dapat dirubah arah posisi sesuai arah lesi. Dapat digunakan pada
target lesi di frontal, pterional, vertex anterior, temporal, parietal,
dll.
2. Miring total
Adalah posisi dimana badan penderita dirotasi 900 sehingga kepala
akan lebih dapat diarahkan lebih jauh. Dapat digunakan pada target
lesi di Parieto occipital, Subtemporal, Parietal, vertex (Subfalcine),
dll.
3. Prone
Adalah posisi dimana badan penderita dirotasi 1800 menghadap ke
tanah/bumi. Digunakan pada target lesi di daerah occipital, Vertex
posterior, Fossa posterior, servikal Spine, dll.
4. Park bench
Adalah posisi dimana badan penderita seperti memeluk bantal
(posisi badan 1350). Digunakan pada target pembedahan di sigmoid,
87
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Retro auricula, retrosigmoid, dll.


5. Sitting position
Adalah posisi dimana badan penderita seperti posisi duduk.
Digunakan pada target pembedahan di daerah occipital, fossa pos-
terios, dll.

INSISI
Penentuan insisi atau sayatan luka opersi tergantung lokasi hema-
tom, dapat digunakan: Horse shoe, Question mark, Reverse question
mark, Temporo frontal, Bifrontal, Golf stick, Linier.

TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM AKUT

 Insisi lapis demi lapis khususnya


pada otot temporalis .
 Jika berencana untuk melakukan
duraplasty maka dipersiapkan peri-
osteum graft .
 Nb : Fascia temporalis bisa
digunakan atau tidak digunakan
untuk duraplasty mengingat
hilangnya fascia otot dapat me-
nyebabkan atrofi.

88
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Kulit diletakkkan sedemikian rupa


dan diakitkan dengan pengait.
 Kulit dan otot diberi kasa basah
untuk mencegah kekeringan.
 Ditentukan letak burrhole sesuai
dengan besar SDH.
 Bukaan tulang pada SDH di-
usahakan luas dengan diameter 12-
15 cm.

 Burrhole 4 lubang dengan


mengunakan perforator kepala
 Ambil pengantar duramater, basahi
pengantar duramater dengan air,
masukkan diatas duramater
(Identifikasi : Bila masuk dibawah
duramater maka perlu dilakukan
koreksi)
 Potong tulang dengan
menggunakan gigli saw
(Kraniotom). Gunakan tetesan air
untuk membantu saat sedang
memotong tulang.

89
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Gantung Duramater sekeliling, cari


sumber perdarahan dan rawat
perdarahan.
 Gantung Duramater :
mengikat duramater dengan
periosteum yang berada diatas
tulang. (bertujuan untuk men-
gurangi dead space,
menghilangkan perdarahan
bawah tulang)
 Untuk gantung duramater
dapat menggunakan benang
Silk 3.0.

 Incisi Duramater dengan


menggunakan pisau no 11 (ujung
runcing) dan pengantarnya (agar
tidak melukai parenkim otak).
 Selain pisau no 11 dapat digunakan
metzenbum (gunting jaringan) un-
tuk memotong duramater.
 Subdural Hematom kemudian die-
vakuasi secara berlahan.
 Evakuasi dilakukan di sekeliling ba-
gian bawah duramater.

90
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Salah Satu penyebab dari Subdural


Hematom (SDH) adalah laserasi
korteks maka perdarahan dari la-
serasi tersebut dapat dikoagulasi
dengan bipolar.
 Menghentikan perdarahan dari
korteks dapat menggunakan sur-
gicele, spongostan atau hemostat
jenis lain.

 Dura dijahit dengan benang silk


ukuran 3.0 dengan prinsip kedap
air, dapat dilakukan duraplasty
menggunakan periosteum atau
fascia, isi ruang subdura dengan
NaCl 0,9% untuk mencegah ter-
bentuknya pneumatocele.

91
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Jahit lapis demi lapis, galea


dengan vicryl ukuran 2.0,
kemudian kulit dengan benang
silk atau nilon ukuran 3.0
 Hubungkan drain dengan vacum
drain

TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM SUB AKUT

 Posisi kepala harus miring dan da-


tar (untuk mencegah udara masuk).
 Pada Kasus Subdural hematom sub
akut maka diperlukan seeting
“Burrhole drainage Doublesetup
Craniotomi”.
 Incisi question mark dipersiapkan
untuk kraniotomi.
 Untuk titik burrhole diletakkan pa-
da garis incisi.

92
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Incisi minimal pada titik yang akan


dilakukan burrhole.
 Incisi tandas tulang dengan pisau
tajam.
 Perbesar lubang incisi dengan
menggunakan retractor.
 Dilakukan burrhole pada salah satu
lubang.

 Incisi duramater dengan pisau no


11 (ujung runcing) dan evaluasi
carian yang keluar.
 Bila Cairan berwarna hitam dan
encer dilakukan Burrhole drainage
saja (Cukup selang NGT no 10 atau
Selang Burrhole).
 Bila tidak ada cairan dan tampak
clot maka kraniotomi evakuasi SDH
dilakukan seperti Tehnik SDH AKUT.

93
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Bila cairan darah encer maka


dilanjutkan pemasangan burrhole
drainage di kedua titik.
 Fiksasi selang burrhole pada kulit
dengan silk 2.0.
 Kemudian dilakukan irigasi dengan
cairan Isotonos (Nacl 0.9%)
sebanyak 1-2 liter.

TEKNIK PEMBEDAHAN SUBDURAL HEMATOM KRONIS

 Posisi kepala harus miring dan da-


tar (untuk mencegah udara masuk).
 Pada Kasus Subdural hematom Kro-
nis maka diambil 2 titik pada dae-
rah yang paling tebal (Radiologi ct
scan kepala).
 Incisi linier tandas tulang sering
dipakai untuk kasus ini.

94
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Incisi linier pada titik yang akan


dilakukan burrhole.
 Incisi tandas tulang dengan pisau
tajam.
 Perbesar lubang incisi dengan
menggunakan retractor.
 Dilakukan burrhole pada salah satu
lubang.

 Incisi duramater dengan pisau no


11 (ujung runcing) dan evaluasi
carian yang keluar.
 Bila Cairan berwarna hitam dan
encer dilakukan Burrhole drainage
(Cukup selang NGT no 10 atau Se-
lang Burrhole).

95
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

 Pasang selang burrhole pada


lubang burrhole dan dikeluarkan
pada kulit.
 Fiksasi selang burrhole dengan silk
2.0 agar tidak terlepas.
 Kemudian dilakukan irigasi dengan
cairan Isotonis (Nacl 0.9%)
sebanyak 1-2 liter

96
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edi-
tion. Philadeplhia : Elsevier Saunders ; 2011
2. Greenberg MS. Handbook Of Neurosurgery. Seventh edition. New
York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2010.
3. Whitfield, Peter C. Head Injury A Multidisciplinary Approach.
Cambridge: Cambridge University Press. 2009.
4. Zollman FS. Manual of traumatic brain injury management. First
edition. New york : Demos Medical Publishing ; 2011
5. Brain Trauma Foundation. Surgical Management of Acute Subdural
Hematomas. 2006. Hal 16-20. Diambil dari http://tbiguidelines.org
6. Torbey MT. Neurocritical Care. First Edition. Cambrige, UK : Cam-
bridge Univeristy Press ; 2010.
7. The Brain Trauma Foundation. The american association of neuro-
logical surgeons. The joint section on Neurotrauma and Critical
Care. Indications for intracranial pressure monitoring. J Neurotrau-
ma ; 2007.
8. Kaye AH. Essential Neurosurgery. 3rd edition. Massachusetts :
Blackwell Publishing LTD ; 2005.
9. Munro D, Merrit HH. Surgical Pathology of Subdural Hematoma :
Based On a Study of One Hundrd and Five Cases. Arch Neurol Psy-
chiatry. 1936; 36;64-78.
10. Guidelines for the Management of Severe Head Injury, the Japan
Society of Neurotraumatology. Second Edition. Neurol Med Chir
(Tokyo) 52, 1-30, 2012.

97
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

6 MONITORING PASCA PEMBEDAHAN


Bagus Sulistiono, Tedy Apriawan

6.1 MONITORING PENDERITA PASCA PEMBEDAHAN

Penderita pasca pembedahan tindakan bedah saraf setelah dil-


akukan tindakan memerlukan pemantauan yang ketat dan tepat.
Berbagai kelainan dapat terjadi pada penderita selama mengalami
proses pemulihan dari tindakan pembedahan yang beresiko.
Pemantauan dilakukan sejak penderita telah keluar dari kamar
operasi. Pemantauan dapat dilakukan di :
1. Dilakukan di ruangan pemulihan (Recovery Room/RR)
2. Dilakukan di Intensive Care Unit (ICU).
3. Dilakukan di ruangan intensif (High Care Unit/HCU)
4. Dilakukan di ruangan rawat inap biasa.
Monitoring pasca pembedahan:
1. Keluhan dan tanda vital (1)
a. Keluhan : Observasi tanda tanda tekanan intrakranial (TIK)
meningkat (Nyeri kepala, mual/muntah, kejang).
b. Tanda vital : Observasi tekanan darah (120/70 mmhg), frekuensi
nadi (60-100x/mnt), frekuensi nafas (dewasa : 16-20x/mnt), su-
hu tubuh (36,8).
2. Status Neurologis (GCS, GOS, pupil, lateralisasi)
a. Glasgow Coma Scale (GCS) (1,2)
Observasi nilai GCS pada penderita. Pada beberapa kasus
seperti Cedera Otak Berat nilai GCS setelah dianggap sembuh
tidak pernah mencapai nilai maksimal (GCS maks 15). Banyak
faktor yang menyebabkan penderita tidak mencapai nilai maksi-
mal. Salah satunya kerusakan struktur anatomi otak akibat dari
cedera otak.
b. Glasgow Outcome Scale (GOS) (3)
Glasgow Outcome Scale digunakan untuk menilai penderita
cedera otak setelah perawatan di rumah sakit. Terdapat 5 nilai
modalitas :
a. Good Recovery
98
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Kembali ke keadaan semula tanpa defisit


b. Moderate Disability
Kerusakan saraf minor tanpa mengganggu kegiatan dan
pekerjaan sehari hari
c. Severe Disability
Kerusakan saraf yang mengganggu kegiatan dan pekerjaan
sehari hari
d. Vegetative
Koma atau kerusakan saraf berat yang menyebabkan pen-
derita tergantung orang lain
e. Death
3. B1-B6 (3)

1 Breathing Ventilation,difussion, distribution, cir-


culation, BGA, Assisted breathing,
Oral Higiene, upper & lower respira-
tory tract.
2 Blood Blood Preasure, Pulse, perfusion(CRT/
Acral), anemia, blood sugar

3 Brain-Head GCS, Neurologic sign, Position, Tem-


-Neck perature, Seizures, Ct-Scan, Eyes, ICP,
FBC, Sign cervical fracture.
4 Bladder Fluid Imbalance, Electrolyte Imbal-
ance, Micturation
5 Bowel Nutrition imbalance, SRMD, Defeca-
tion
6 Bone Fracture, Skin care, muscle

7 Medicine Treatment and monitor

99
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

4. Efikasi dan efek samping obat


Penggunaan dari obat-obatan harus dipantau sedemikian rupa
dan harus tepat indikasi serta dosis. Obat obatan simptomatis setid-
aknya diberikan hingga penderita datang kontrol ke unit rawat
jalan.
5. Diet dan Nutrisi
Diet dan nutrisi saat dirumah lebih diutamakan pada penderita
dengan nilai Glasgow Outcome Scale (GOS) yang rendah. Semisal
penderita dengan GOS severe disability. Penderita dengan GOS yang
rendah terkadang memerlukan bantuan dari orang lain untuk me-
menuhi kehidupan sehari hari.
6. Penanganan Kejang pasca trauma
Kejang bisa terjadi pada pencerita cedera otak. Hal ini disebab-
kan karena ada kerusakan struktur anatomi yang menyebabkan ter-
jadinya fokus kejang. Bila terjadi kejang maka akan diperlukan
tatalaksana khusus untuk menegakkan diagnosa kejang pasca trau-
ma.
7. Perawatan Rehabilitasi medik
Penderita cedera otak dengan defisit neurologis terutama
gangguan motorik, memerlukan rehabilitasi medik untuk mening-
katkan fungsi neurologis.

6.2 KOMPLIKASI DARI PEMASANGAN MONITOR INTRAKRANIAL

Dua komplikasi utama dari monitro TIK adalah Ventrikulitis dan


perdarahan. Infeksi dapat muncul dari luka kulit dan muncul 1-10%
dari beberapa kasus (3). Predisposisi dari ventrikulitis antara lain :
 Perdarahan intraventrikel (IVH)
 Perdarahan Subaraknoid (SAH)
 Fraktur kranial dengan kebocoran CSS
 Prosedur kraniotomi
 Infeksi sistemik
 Manipulasi, kebocoran, dan irigasi kateter.
Durasi pemasangan intrakranial berhubungan dengan resiko pen-
ingkatan infeksi sejak pemasangan 10 hari pertama. Walaupun per-
gantian kateter secara berkala telah dilakukan akan tetapi tidak men-
gurangi resiko terjadinya infeksi. Antibiotika sistemik tidak efektif da-
100
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

lam men- gurangi terjadinya infeksi, akan tetapi antibiotika diberika


trans-kateter mengurangi infeksi hingga 9.4-13%. Antibiotika sistemik
dan pergantian kateter berkala tidak direkomendsi oleh guideline
cedera otak yang terbaru (rekomendasi level III) (4).
Komplikasi kedua dari pemasangan monitor intrakranial adalah
perdarahan intraserebral. Meskipun perdarahan intrserebral dilaporkan
sangat rendah (1-2%), akan tetapi ini merupakan komplikasi yang san-
gat kompleks. Pasien dengan koagulopati mempunyai resiko yang lebih
besar dalam terjadinya perdarahan intraserebral (4).

6.3 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PERDARAHAN EPIDURAL

Setiap tindakan bedah saraf mempunyai komplikasi yang cukup


besar. Tidak hanya komplikasi saat pembedahan saja, akan tetapi
sebelum dan sesudah pembedahan juga dapat memberikan kom-
plikasi yang terkadang memerlukan tindakan tertentu. Risiko sebe-
lum pembedahan dimulai dapat terjadi dari anestesi yang diberikan,
diantaranya: serangan jantung, stroke, pneumonia, dan atelektaksis.
Persiapan dari teman sejawat anestesi sangat menentukan untuk
lancarnya tindakan induksi anestesi hingga dimulainya tindakan be-
dah saraf.
Komplikasi saat dilakukan pembedahan kepala terkadang mere-
potkan dokter bedah saraf. Salah satu hal yang biasanya terjadi ada-
lah perdarahan dari arteri maupun vena yang tidak dapat dihentikan.
Perdarahan yang tidak dapat berhenti dapat menyebabkan serangan
syok hipovolemik dan dapat menyebabkan gagal jantung.
Komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan selesai dan
selama perawatan salah satunya adalah Infeksi. Infeksi sering terjadi
pada kasus tindakan invasif atau tindakan bedah. Infeksi terkadang
disebabkan adanya kuman dari kulit kepala yang masuk kedalam
daerah pembedahan. Infeksi juga bisa muncul selama beberapa wak-
tu saat perawatan di ruangan. Adanya perawatan luka pembedahan
yang kurang memadai dapat menyebabkan infeksi. Penyakit seperti
kencing manis dan penurunan sistem imun juga dapat menyebabkan
luka pembedahan menjadi infeksi, karena pada kedua penyakit ini
sistem pertahan tubuh terhadap kuman sangat rendah atau
menurun. Perdarahan berulang juga dapat terjadi beberapa waktu
101
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

saat perawatan. Hal ini dimungkinkan ada pembuluh darah yang


pecah kembali sehingga muncul perdarahan berulang.
Bila penderita dapat selamat selama masa perawatan selesai maka
biasanya terdapat beberapa kerusakan dari fungsi saraf atau dapat kita
sebut kecacatan. Keadaan ini bukan merupakan komplikasi akan tetapi
merupakan suatu keadaan akibat rusaknya fungsi tubuh oleh karena
kecelakaan atau musibah yang dialami penderita. Diperlukan rehabili-
tasi dan perawatan khusus pada penderita cedera otak yang mempu-
nyai kecacatan. Bantuan dan pengertian dari keluarga merupakan
faktor utama dalam penanganan serta perawatan penderita bedah
saraf. Tanpa keluarga maka sangat sulit penderita cedera otak dapat
ditangani dengan maksimal dan cepat.

6.4 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PEMBEDAHAN FRAKTUR IMPRESI

Penderita dengan fraktur impresi tertutup maupun terbuka


mempunyai komplikasi yang hampir sama tergantung dari derajat
cedera otak yang dialami saat kejadian. Pada luka impresi terbuka
komplikasi berupa infeksi mempunyai persentase yang cukup tinggi.
Hal ini dikarenakan adanya benda asing dari luar yang kotor dan
dapat menyebabkan infeksi bila tidak ditangani dengan benar.
Dalam hal mekanisme fraktur impresi itu sendiri, terjadinya frak-
tur disebabkan oleh karena tenaga atau gaya yang sangat besar. Ga-
ya yang besar ini tidak hanya menyebabkan kerusakan struktur tu-
lang akan tetapi juga menyebabkan kerusakan struktur anatomi dari
otak. Pada kasus fraktur impresi penderita sering datang dengan
defisit neurologis dan hal ini terkadang akan tetap ada setelah pen-
derita diperbolehkan dari perawatan di rumah sakit.
Penilaian untuk penderita bedah saraf pasca perawatan tetap
menggunakan Glasgow Outcome Scale (GOS). Dengan menggunakan
penilaian ini maka dapat ditentukan kemampuan penderita untuk
berkomunikasi dengan lingkungan sekitar. Semakin nilai dari Glasgow
Outcome Scale (GOS) makin kecil maka prognosis untuk penderita ju-
ga semakin kecil.

102
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

6.5 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PEMBEDAHAN PERDARAHAN


INTRASEREBRAL
Penderita dengan perdarahan intraserebral mempunyai gejala
sequele yang disebabkan karena kerusakan anatomi dari otak.
Komplikasi ini terkadang dapat bersifat sementara maupun
menetap. Komplikasi yang terjadi tergantung dari besarnya cedera
otak yang dialami oleh penderita. Semakin besar perdarahan maka
semakin banyak kerusakan anatomi dan defisit neurologis yang
akan muncul. Defisit neurologis yang muncul biasanya tergantung
dari letak perdarahaan di otak. Semisal yang terkena adalah pusat
gerakan atau pusat motorik maka kelainan yang terjadi adalah
kelemahan angggota gerak tubuh. Jika perdarahan terjadi di dae-
rah pusat pemahaman maka kelainan yang terjadi adalah pen-
derita tidak mampu mengenali atau merespon stimulus dari ling-
kungan sekitarnya.
Waktu respon dan pemilihan pasien sangat menentukan prog-
nosa penderita di kemudian hari. Waktu respon terbaik untuk pen-
derita perdarahan intraserebral adalah 4 jam. Waktu tersebut ada-
lah golden period untuk penderita agar mempunyai morbiditas
dan mortalitas yang rendah (5) . Kecepatan dari para tenaga
kesehatan untuk membawa penderita ke tempat rujukan yang me-
madai mempengaruhi prognosa penderita. Konsep pemikiran ber-
dasarkan atas Advanced Trauma Life Support (ATLS) sangat diper-
lukan oleh para tenaga kesehatan. Manajemen kegawatdaruratan
tersebut sangatlah membantu untuk menolong penderita yang
mengalami perdarahan intraserebral (6).
Komplikasi setelah pasca pembedahan salah satunya adalah in-
feksi. Beberapa kasus di RSU Dr Soetomo infeksi luka operasi (ILO)
sering terjadi. Penyebab dari ILO bisa dari berbagai macam sumber.
Infeksi bisa berasal dari pre operasi, durante operasi maupun pasca
operasi. Adanya perawatan luka pembedahan yang kurang me-
madai dapat menyebabkan infeksi. Penyakit seperti kencing manis
dan penurunan sistem imun juga dapat menyebabkan luka pem-
bedahan menjadi infeksi, karena pada kedua penyakit ini sistem
pertahan tubuh terhadap kuman sangat rendah atau menurun.
103
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

Pada penderita perdarahan intraserebral yang dirawat di rumah


sakit dalam waktu lama maka diperlukan peran dari dokter rehab
medik maupun fisioterapi untuk membawa penderita ke keadaan
yang lebih baik daripada sebelumnya. Beberapa tugas dari para
rehabilitasi medik ini antara lain adalah Pemulihan kondisi fisik,
Pemulihan kondisi psikologik, Latihan prevokasimal dan pengala-
man kerja singkat guna membantu penderita mengembalikan ke-
percayaan diri, Resosialisasi (7) . Dengan adanya tim yang baik da-
lam maka penderita yang mengalami perdarahan intraserebral
akan memiliki “quality of life” yang lebih baik

6.6 KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS PEMBEDAHAN PERDARAHAN


SUBDURAL
Penderita dengan perdarahan subdural mempunyai gejala se-
quele yang disebabkan karena kerusakan anatomi dari otak. Kom-
plikasi ini terkadang dapat bersifat sementara maupun menetap.
Komplikasi yang terjadi tergantung dari besarnya cedera otak yang
dialami oleh penderita.
Prognosa penderita perdarahan subdural tergantung dari derajat
keparahan dan kompleksnya perdarahan. Perdarahan subdural akut
yang sederhana (simple SDH) ini mempunyai angka mortalitas lebih
kurang 20% . Perdarahan subdural akut yang kompleks (complicated
SDH) biasanya mengenai parenkim otak , misalnya kontusio atau la-
serasi dari serebral hemisfer disertai dengan volume hematom yang
banyak . Pada penderita – penderita ini mortalitas melebihi 50% dan
biasanya berhubungan dengan volume subdural hematom dan jau-
hnya midline shift. Akan tetapi, hal yang paling penting untuk mera-
malkan prognosa ialah ada atau tidaknya kontusio parenkim otak (8) .
Angka mortalitas pada penderita – penderita dengan perdarahan
subdural yang luas dan menyebabkan penekanan (mass effect) ter-
hadap jaringan otak, menjadi lebih kecil apabila dilakukan operasi
dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun demikian bila dil-
akukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu be-
rakhir dengan kematian (5,8) .
Komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan selesai dan
selama perawatan salah satunya adalah Infeksi. Infeksi sering terjadi

104
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

pada kasus tindakan invasif atau tindakan bedah. Infeksi terkadang


disebabkan adanya kuman dari kulit kepala yang masuk kedalam
daerah pembedahan.
Peningkatan tekanan intrakranial pasca operasi yang disebabkan
oleh edema serebral terjadi pada hampir separuhnya dari seluruh
penderita(9) . Perdarahan ulang atau sisa perdarahan juga sering
ditemukan(10). Kerusakan - kerusakan yang terjadi pada saat trauma
lebih menentukan prognosa akhir ketimbang interval waktu antara
trauma dan operasi.
Diperlukan rehabilitasi dan perawatan khusus pada penderita
cedera otak yang mempunyai kecacatan. Bantuan dan pengertian
dari keluarga merupakan faktor utama dalam penanganan serta
perawatan penderita bedah saraf. Tanpa keluarga maka sangat sulit
penderita cedera otak dapat ditangani dengan maksimal dan cepat.

105
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams JP, Bell D, McKinlay J. Neurocritical Care : A Guide to practi-
cal management. First Edition. London : Springer ; 2010.
2. Bhardwaj A, Mirski MA. Handbook of Neurocritical Care. Second
Edition. London : Springer ; 2011.
3. Grennberg MS. Handbook Of Neurosurgery, Seventh edition. New
York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2010.
4. Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edi-
tion. Philadeplhia : Elsevier Saunders ; 2011.
5. Trunkey DD. Trauma. Accidental and intentional injuries account for
more years of life lost in the U.S. than cancer and heart disease.
Among the prescribed remedies are improved preventive efforts,
speedier surgery and further research. Sci Am. 1983; 249:28–35.
6. Reilly P, Bullock R. Head Injury : Pathophysiology and management
of Severe Closed Injury. 2nd edition. London : Chapman and Hall ;
1997.
7. Hamid T, Satori DW. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Unit
Rehabilitasi Medik RSUD. Dr. Soetomo, Surabaya; 1992.
8. Massaro F, Lanotte M , Faccani G , Triolo C . One hundred and twen-
ty seven cases of acute subdural hematoma operated on . Correla-
tion between CT findings and outcome. Acta Neurochir (Wien)
1996 ; 138 : 185 – 91.
9. Miller JD, Becker DP, Ward JD, et al. Significance of intracranial hy-
pertension in severe head injury. J Neurosurg 1977 ; 47 : 503 – 516.
10. Richards T, Hoff J : Factors affecting survival from acute subdural
hematoma. Surgery 1994 ; 75 : 253 – 8.

106
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

GLOSSARY
aneurisma pelebaran abnormal pada pembuluh nadi karena kondisi dind-
ing pembuluh darah yang lemah.
antibiotik profil- antibiotik yang digunakan pasien sebelum terjadi kontaminasi
aksis pada jaringan atau cairan yang terinfeksi, dan/atau diduga
mempunyai peluang besar untuk terkena infeksi, atau bila terke-
na dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien.
aponeurosis lapis tendon datar luas. Mereka memiliki warna mengkilap, kepe-
rakan keputih-putihan, dan histologically mirip tendon, tapi san-
gat sedikit disediakan dengan pembuluh darah dan saraf.
arteriovenous koneksi abnormal antara arteri dan vena.
malformations
ataksia simtoma berupa pudarnya kemampuan koordinasi atas
gerakan otot.
atelektasis berasal dari bahasa Yunani yaitu ateles dan ekstasis yang berarti
pengembangan yang tidak sempurna.
atrofi otak perkembangan otak yang terganggu dengan gejala volume otak
yang lebih kecil dari ukuran normal.
axon sel yang panjang, tipis dan membawa impuls elektrikal sel tubuh
neuron atau soma, sel ini juga dilindungi oleh Selubung Mielin.
berry aneurysm aneurisma sakular yang leher dan batangnya menyerupai buah
beri.
biconvex dwicembung
blood pressure tekanan darah
bridging veins vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri
melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus
dura mater
burrhole lubang dibor ke dalam tengkorak, yang mengekspos dura mater
cairan serebro- cairan yang berada diotak dan sterna serta ruang subrachnoid
spinal yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.
circulation sirkulasi
cloth bekuan darah

107
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
kontusio Cedera otak yang berupa pendarahan-pendarahan kecil, edema
dan nekrosis dalam jaringan otak.
CRT capillary refill time
decompressive membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencegah tekanan
craniectomy di dalam tengkorak membesar sampai tingkat yang membaha-
yakan.
deselerasi cedera yang terjadi bila kepala membentur objek yang secara
relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
diastasis sutura fraktur yang terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada
neonatus dan bayi yang suturanya belum menyatu. Pada fraktur
jenis ini, garis sutura normal jadi melebar.
difussion proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler
paru.
disaritmia merupakan gangguan irama jantung akibat perubahan elektrofisi-
ologis sel-sel miokard yang pada akhirnya mengakibatkan
gangguan irama,frekwensi,dan konduksi.
dismetria tidak mampu mengendalikan ketepatan dari gerakan tubuh.
duramater lapisan yang paling keras dari lapisan otak setelah tulang
tengkorak, yang merupakan lapisan pembungkus otak terluar.
duraplasty membuka durameter sebagai selaput yang membatasi otak dan
memberikan penutup tambahan sebagai cadangan bila otak
membengkak beberapa hari pasca onset.
edema serebri peningkatan kadar air di dalam jaringan otak baik intra maupun
ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis
lokal ataupun pengaruh-pengaruh umum yang merusak.
EDH (Epidural suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan du-
Hematom) ramater.
eloquent pandai /fasih berbicara
emboli hambatan pada aliran pembuluh darah. Hambatan yang dimak-
sud di sini bisa berupa gelembung udara atau darah yang
menggumpal.

evidence Based suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah
Medicine terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita.
falx serebri lipatan duramater yang berbentuk bulan sabit yang terletak di
garis tengah kedua hemispherium serebri.
108
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
fascia pembungkus organ-organ dalam tubuh berupa selaput yang
terdiri atas lembaran jaringan ikat yang mudah dilepaskan dari
organ yang diselaputinya
fraktur patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya
herniasi pergeseran dari otak normal melalui atau antar wilayah ke tem-
pat lain karena efek massa
hiperdens putih
hipodense hitam
hipoksia kondisi kurangnya pasokan oksigen bagi tubuh untuk menjalan-
kan fungsi normalnya.
hipovitaminosIs suatu peristiwa dimana seseorang kekurangan kandungan vita-
min di dslam tubuhnya
hydrocephalus kondisi yang terjadi ketika cairan otak serebrospinal menumpuk
di ruang tengkorak dan menyebabkan otak membengkak.
ICH perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
(Intracerebral
Hematom)
insisi Pengirisan
iskemik ketidakcukupan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh
kateter sebuah selang yang dimasukkan tubuh untuk mengeluarkan atau
memasukkan cairan ke dalam rongga tubuh.
koagulopati gangguan pembekuan darah atau pendarahan yang berlebihan.
laserasi luka yang disebabkan oleh robekan, bukan bentuk yang teratur
seperti sayatan bedah.
lucid interval masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi
meatus akusti- tabung yang menghubungkan lubang telinga dengan gendang
kus eksternus telinga.
mesencephalon Otak tengah yaitu bagian terkecil dari otak yang berfungsi se-
bagai stasiun relai untuk informasi pendengaran (inferior colliculi)
dan penglihatan (superior colliculi).
nasion titik paling anterior sutura frontonasalis pada bidang sagital ten-
gah ujung tulang.

109
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
nistagmus gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke
bawah.
parenkim suatu jaringanyang terbentuk dari sel-sel hidup, dengan
struktur morfologidan juga fisiologi yang bervariasi dan masih
melakukan segala kegiatan proses fisiologi
penetrasi penerobosan; penembusan
periosteum membran fibrosa padat yang menutupi permukaan tulang, yang
terdiri dari lapisan fibrosa luar dan lapisan sel dalam (kambium).
pnemonia penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana
pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan.
pneumosefalus udara memasuki ruang intrakranium dan terperangkap di dalam
ruang subaraknoid.
profunda dalam, lebih jauh dari permukaan.
prolaps serebri jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur
pterion pertemuan antara os frontal, os parietal, dan temporal, os sphe-
noidale
pulse denyut nadi
respiratory pernafasan
SAH pendarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara
(Subarachnoid lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater)
hemorrhage) para jaringan yang melindungan otak (meninges).
SDH (Subdural suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara lapisan
hematom) duramater dengan araknoidea
sisterna ruang subarakhnoid yang melebar
space occupying lesi yang meluas atau menempatiruang dalam otak termasuk
lesion tumor, hematom dan abses.
SRMD (Stress kerusakan mukosa terkait dengan stress
Related Mucosal
Disease)
sutura sambungan tulang yang menahan keenam tulang kranial pada
tengkorak untuk menjaga bentuk kepala ketika otak sedang da-
lam masa perkembangan.

110
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN
syok terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
hipovolemik pembuluh darah yang berkurang.
tabula eksterna dinding bagian luar tulang
tabula interna dinding bagian dalam tulang
tentorium sere- ruang horizontal dari duramater yang memisahkan lobus oksipi-
bri talis dari serebelum.
tunneling membuat saluran untuk kateter di bawah kulit
vasodilatasi pembesaran lumen pembuluh darah akibat relaksasi otot polos
sirkuler pembuluh darah terutama di arteriarteri besar, arteriol
dan vena besar lebih kecil.
vena diploe vena yang berada di antara tabula interna dan eksterna tulang
kranium
ventilation keluar masuknya udara ke saluran pernafasan
vertex titik tertinggi dari kranium
vicryl Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak men-
imbulkan reaksi jaringan. Dalam subkuitis bertahan 3 minggu,
dalam otot bertahan 3 bulan

111
CEDERA OTAK : SERI PERDARAHAN INTRA KRANIAL DAN MANAJEMEN PEMBEDAHAN

112
TENTANG PENULIS
dr. Tedy Apriawan, Sp.BS (K), Putra
kelahiran Surabaya, 36 tahun yang lalu,
setelah menyelesaikan pendidikan dok-
ter di Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya pada tahun 2007, ia
melanjutkan pendidikan di Program Pen-
didikan Dokter Spesialis Bedah Saraf,
Fakultas Kedokteran, Universitas Air-
langga Surabaya. Karya ilmiah yang te-
lah diterbitkan penulis “Social and Demo-
graphic Profile of Traumatic Brain Injury in Surabaya” pada ta-
hun 2011, selain itu penulis juga sering memberikan presentasi
pada forum-forum Neurosurgery baik Nasional maupun Inter-
nasional seperti Asian Congress Neurosurgery Symposium
(ACNS 2016), Jember Emergency Update, International Neuro-
trauma Update 2016, Lombok Brain and Spine Update (LOBUS
2017). Setelah lulus pendidikan spesialis pada tahun 2013
penulis menjadi Staff Pengajar di SMF Bedah Saraf RSUD Dr.
Soetomo, divisi neurotrauma. Penulis juga telah menjalani fel-
lowship di Kurume University Hospital, Jepang pada 2015 di
bidang Neurotrauma dan Neurointensive care. Kemudian penu-
lis mendalami bidang Neurotrauma di Parma, Modena, Milan,
dan Turin, Italia pada tahun 2016. Penulis turut memberikan
kontribusi dalam penyusunan beberapa buku, seperti :
“Guideline of Traumatic Brain Injury Soetomo General Hospital,
Airlangga University School of Medicine, 2014”, “Pocketbook
Symposium of Head Injury Management, 2014”, “Guideline of
Traumatic Brain Injury for Jember Neurosurgical Emergency
2015”.

Anda mungkin juga menyukai