Guru seharusnya sosok panutan yang digugu dan ditiru. Ditangannyalah dititipkan kaum muda untuk
dikembangkan menjadi insan yang menjunjung tinggi moralitas dan martabat kemanusiaan. Jangan
tanyakan berapa gaji yang diperoleh seorang guru karena itu tak sebanding dengan apa yang telah
mereka lakukan. Dedikasi dan jasa guru pada upaya pencerdasan bangsa akan selalu terukir
sekalipun napas sudah berpisah dari raga.
Namun dewasa ini pandangan terhadap figur mulia guru mulai luntur. Hal ini tercermin dari banyaknya
kasus yang menimpa guru. Guru seolah berada di persimpangan jalan. Dalam menjalankan tugasnya,
guru kini sering dibayangi berbagai ancaman mulai dari yang ringan sampai dengan jeruji besi.
Kondisi sekarang sangat berbeda dengan masa lalu. Di masa lalu, tindakan guru menegur murid
merupakan bagian dari bentuk perhatian guru. Tak heran, guru zaman dulu sangat berwibawa di mata
siswa dan masyarakat. Bayangkan, jika guru sudah menatap siswa dengan tatapan diam, maka siswa
pun akan dengan segera menyadari kesalahannya. Tak ada yang melaporkan atau menuduh guru
telah melakukan pelanggaran HAM karena sang guru menegur atau memberikan sanksi atas
kesalahan siswanya.
Tetapi apa boleh buat, zaman telah berubah. Dulu guru adalah teladan, sosok guru yang harus
dihormati, kini justru terbalik. Guru di zaman sekarang dianggap sebagai “mesin” akademik saja, bukan
sebagai sosok yang harus diteladani, disayangi, dan dihormati di dalam maupun di luar lingkungan
sekolah. Tidak mengherankan, banyak kasus perlakuan murid yang tak layak kepada guru telah
membawa akibat runtuhnya moralitas kaum muda.
Belum lama ini dunia pendidikan Indonesia digemparkan dengan berbagai kasus kekerasan siswa
terhadap gurunya. Dari berbagai jenis latar belakang dan kronologi kasus menggambarkan ada yang
salah dalam etika dan moralitas siswa. Kenyataan ini semakin mempertegas tentang pentingnya
pendidikan karakter bagi siswa. Pendidikan karakter tidak hanya terfokus pada penyampaian materi
akademik saja, tetapi juga mengembangkan etika serta sopan santun tentang bagaimana seharusnya
siswa bersikap dan menghormati guru.
Kita patut belajar memuliakan guru dari negeri Jepang. Ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan
Nagasaki pada tahun 1945, Kaisar Hirohito memerintahkan Menteri Pendidikan menghitung jumlah
guru yang masih hidup. Para guru dikumpulkan dan diberikan tugas berat untuk membangun Jepang
menjadi bangsa yang unggul.
Mengembalikan kembali perspektif kemuliaan seorang guru adalah langkah nyata yang harus
dilakukan semua komponen masyarakat. Tak hanya tanggung jawab lingkungan sekolah.
Dimulai dari keluarga yang menanamkan nilai agama dan etika, lingkungan, dan media massa pun
harus berhati-hati dalam memberikan segala tontonan serta informasi. Karena baik langsung maupun
tidak langsung hal-hal tersebut membentuk watak seorang siswa yang sedang proses pencarian jati
diri. Selain itu, membangun komunikasi, baik antara siswa dan guru agar tidak terjadi kesalahpahaman
yang berujung baku hantam. Jangan sampai dunia pendidikan Indonesia tercoreng dengan ungkapan
“guru sibuk mengajar, sedangkan siswa asyik menghajar.”
Pertanyaan