Anda di halaman 1dari 2

Kebijakan bagasi berbayar mengikuti aturan ketat maskapai.

Pada umumnya mereka


diizinkan membawa maksimal dua barang dengan total berat sekitar tujuh kilogram ke kabin
(carry-on baggage) sesuai ketentuan Permenhub PM 185 Tahun 2015. Lantas kelebihan berat
otomatis akan dihadapkan dengan dua skenario, antara membeli jasa bagasi tercatat atau
terpaksa meninggalkan barang bawaan di bandara.
Sistem bagasi berbayar mengacu pada Peraturan Kemenhub Nomor 185 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Di Pasal 22 disebutkan low cost carrier atau
sejumlah maskapai tergabung dalam grup LCC diperbolehkan mengenakan biaya bagasi.
Sedangkan untuk pesawat full service paling banyak bagasi 20 kilogram tanpa dikenakan
biaya. Untuk pesawat medium service paling banyak 15 kg tanpa dikenakan biaya.

Kekaburan norma terkait


1. Dimensi maksimal 58 cm x 46 cm x 23 cm dijamin dalam Permenhub PM 185 Tahun
2015 untuk penerbangan domestik. Namun, terdapat ketidakpastian mengingat tertera
kata lanjutan "…yang disesuaikan dengan headrack".
2. Konvensi Chicago 1944 sebagai Magna Carta hukum udara tidak mengatur tentang
kebijakan bagasi berbayar menyerahkan kepada masing-masing negara untuk
menentukan. International Air Transport Association (IATA) berinisiatif menentukan
dimensi ideal 55 cm x 35 cm x 20 cm sebagaimana dikenal dengan IATA Proposed Cabin
OK Size.
3. Pemberlakuan bagasi berbayar tersebut menimbulkan kerancuan terkait frasa "paling
lama" dalam Pasal 63 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 185 Tahun
2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Dalam Negeri, menjadi "paling lambat" atau "tidak boleh kurang dari".
4. Frasa "paling lama" dalam Pasal 63 ayat (2) telah menimbulkan ketidakpastian hukum
karena hal tersebut seolah-olah memperbolehkan permohonan perubahan SOP diajukan
dalam waktu kurang dari 60 hari kerja sebelum pelaksanaan sebagaimana dipraktekan
Kemenhub dalam memberikan persetujuan perubahan SOP kepada Lion Air, Wings Air
dan Citilink. Frasa "paling lama" dalam Pasal 63 ayat (2) Permenhub No. PM 185 Tahun
2015 menjadi "paling lambat" atau "tidak boleh kurang dari" agar kedepannya tidak
menimbulkan ketidakpastian hukum terkait dengan tenggang waktu permohonan
perubahan SOP.
5. Kalau dengan frasa pengajuan persetujuan perubahan SOP diajukan "paling lama" 60 hari
kerja sebelum SOP  diberlakukan, itu sama saja Kemenhub membiarkan tindakan
sewenang-wenang dari maskapai yang bisa mengajukan persetujuan perubahan SOP
kapan saja.

Pengaturan hukum yang dilanggar

Pasal 63 ayat (2) Permenhub No. PM 185 Tahun 2015 menentukan, bahwa:

1. Setiap perubahan standar operasional prosedur (Standard Operating


Procedure/SOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 wajib mendapatkan
persetujuan Direktur Jenderal.
2. Permohonan perubahan standar operasional prosedur (Standard Operating
Procedure/SOP) wajib disampaikan secara lengkap oleh badan usaha angkutan
udara niaga berjadwal kepada Direktur Jenderal paling lama 60 (enam puluh) hari
kerja sebelum pelaksanaan perubahan SOP.
3. Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap
 

 Perlunya kajian ulang penerapan bagasi berbayar karena selain adanya permasalahan
hukum terkait proses perubahan SOP, Kemenhub dan maskapai juga harus
mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat selaku konsumen jasa penerbangan
agar hak-hak mereka untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya tidak mengalami
hambatan.

Anda mungkin juga menyukai