Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Puspiptek Area, Gedung 820 Geostek, Tangerang
Selatan, Banten 15314
PENDAHULUAN
Logam berat merupakan parameter yang banyak ditemui di dalam air limbah. Jenis logam
berat yang umum ditemui di dalam air limbah antara lain arsen (As), Timbal (Pb), Merkuri
(Hg), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), Zink (Zn), Tembaga (Cu), Perak (Ag), dan Nikel (Ni).
Logam berat yang terbawa ke perairan dapat mengalami bioakumulasi di dalam tubuh
makhluk hidup. Melalui rantai makanan, logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia.
Karena sifat bioakumulasi tersebut, apabila manusia memakan makanan yang berasal dari
perairan yang tercemar logam berat, maka konsentrasi tertinggi logam berat akan ada di
tubuh manusia. Konsentrasi logam berat yang berlebihan di dalam tubuh sangat berbahaya
karena dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
Peraturan dan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar untuk pelaksanaan program
ini adalah antara lain: (1) Permen LH Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, (2)
Pergub DKI No 69 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah.
Keberadaan logam berat di dalam air limbah menjadi perhatian karena pada konsentrasi yang
tinggi logam berat bersifat toksik. Di dalam instalasi yang memanfaatkan proses pengolahan
secara biologi, keberadaan logam berat dalam konsentrasi tinggi menjadi musuh bagi reaktor.
Toksisitas logam berat dapat mengganggu metabolisme bakteri di dalam reaktor sehingga
otomatis kinerja reaktor juga akan terganggu. Jika konsentrasi logam berat tidak diperhatikan,
bukan hanya terancam tidak lolos baku mutu air limbah, biaya dan waktu yang diperlukan
untuk pemulihan reaktor juga tidak sedikit.
terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam ke dalam larutan, sedangkan pada katoda
terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Hotl et al, 2005).
Menurut Putero, dkk (2008) faktor – faktor yang mempengaruhi proses elektrokoagulasi
antara lain: kerapatan arus listrik, waktu operasi, tegangan, kadar asam, ketebalan plat, dan
jarak elektroda.
Penelitian dan perakitan reaktor dilakukan di laboratorium Pusat Teknologi Lingkungan, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan. Bahan
yang di gunakan antara lain :
Reaktor Elektrokoagulasi
Reaktor Pengendap
Multimedia Filter
Power Supply DC
2. Metode Penelitian
3. Cara Kerja
Percobaan yang dilakukan pada tahun 2015 digunakan sebagai dasar dalam perencanaan
reaktor elektrokoagulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dari evaluasi dan
perhitungan percobaan tahun sebelumnya, maka diperoleh hasil desain alur kerja reaktor
elektrokoagulasi seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
b. Desain Reaktor
Reaktor elektrokoagulasi yang akan digunakan merupakan reaktor dengan tipe upflow
yakni air limbah dialirkan dari bawah reaktor hingga atas reaktor kemudian terjadi luapan
sebagai outletnya. Pada saat aliran mengalir dari bawah hingga atas reaktor, disitulah
terjadi proses pengolahan. Kemudian setelah itu limbah akan meluap ke bak pengendap.
Berikut ini adalah gambar desain reaktor elektrokoagulasi yang akan digunakan dalam
penelitian kali ini.
Bentuk : Rectangular
Ukuran : 60cm x 50cm x 65cm
Bahan : FRP tahan panas hingga 80oC
Elektroda : Anoda & Katoda menggunaka aluminium
Aliran sistem upflow
Dilengkapi dengan dudukan aluminium, inlet, outlet dan drain
Sedimentasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk memisahkan / mengendapkan zat -
zat padat atau tersuspensi non koloidal dalam air. Pengendapan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.
Cara yang sederhana adalah dengan membiarkan padatan mengendap dengan sendirinya.
Setelah partikel - partikel mengendap maka air yang jernih dapat dipisahkan dari padatan
yang semula tersuspensi di dalamnya. Cara lain yang lebih cepat dengan melewatkan air
pada sebuah bak dengan kecepatan tertentu sehingga padatan terpisah dari aliran air
tersebut dan jatuh ke dalam bak pengendap.
Di dalam proses elektrokoagulasi, akan terbentuk partikel yang mengendap (endapan) dan
partikel yang mengapung (scum). Oleh karena itu, pada reaktor sedimentasi ini dilengkapi
dengan penampung scum (scum ditch) dan screaper yang berfungsi mengarahkan scum ke
dalam penampung scum.
Berikut ini adalah gambar desain reaktor sedimentasi yang akan digunakan dalam
penelitian kali ini.
Bentuk : Rectangular
Ukuran : 120cm x 50cm x 115cm
Bahan : FRP
Dilengkapi dengan penampung scum, screaper, baffle, inlet, outlet, dan drain
Gambar 5.5. Desain Tangki umpan, tangki air olahan, tangki penampung lumpur
Bentuk : Rectangular
Ukuran : 30 cm x 50 cm x 70 cm
Bahan : acrylik
Dilengkapi dengan, inlet, outlet, dan drain
Dalam penelitian kali ini, adsorpsi logam berat dilakukan dengan menggunakan karbon
aktif dan silika yang diletakkan dalam sebuah reaktor. Desain reaktor adsorpsi yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Bentuk : Rectangular
Ukuran : 50cm x 40cm x 65cm
Bahan : FRP
Media : Silika dan Karbon Aktif
Aliran sistem upflow
Dilengkapi dengan strainer, weir, inlet, outlet dan drain
Desain Skeed
c. Desain Kelistrikan
Dalam perancangan ini MCB digunakan sebagai pembagi arus sekaligus sebagai pengaman
hubungan pendek arus listrik. MCB ukuran 16 A digunakan sebagai sumber arus utama.
Dari MCB utama tersebut kemudian dibagikan ke 4 buah MCB dengan rincian sebagai
berikut:
Kontaktor dalam perancangan ini digunakan sebagai saklar magnetis tiap komponen.
Kontaktor yang digunakan memiliki 3 buah kontak utama dan 2 buah kontak bantu
masing-masing NO dan NC. Kontaktor yang digunakan berkapasitas 3 x 10 A.
Overload digunakan untuk beban yang membutuhkan tingkat proteksi arus yang tinggi.
Dalam perancangan ini overload dipasang pada kontaktor power supply DC. Overload yang
dipasang memiliki variasi arus mulai dari 3 A sampai 12 A.
terdapat 6 buah pilotlamp. 4 buah untuk beban, 1 buah indikator otomatis, dan 1 buah
untuk indikator Line hidup.
16 A
16 A
10 A 4A 2A 2A
PI LOT
LAMP
NO NO NO NO
A1 A1
Rella y Rellay
A2 A2
NO NO NO NO
NC NO A1 NC NO A1 NC NO A1 NC NO A1
NC NO A2 NC NO A2 NC NO A2 NC NO A2
M M M M
DC
Pompa Feed Pompa Filter Scrape r
Inve rte r
NETRAL
d. Analisis Data
Secara umum, persamaan reaksi yang terjadi pada anoda dan katoda dapat ditulis sebagai
berikut:
Senyawa dominan yang dihasilkan dari interaksi kation logam dengan ion hidroksi
tergantung pada kondisi pH larutan. Untuk kasus anoda alumuniummaka reaksi yang
terjadi adalah:
Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan pada proses elektrokoagulasi, yaitu:
Proses ini dapat mengambil lebih dari 99% kation beberapa logam beratdan dapat juga
membunuh mikroorganisme dalam air. Proses ini juga dapatmengendapkan koloid-koloid
yang bermuatan dan menghilangkan ion-ion lain,koloid-koloid, dan emulsi-emulsi dalam
jumlah yang signifikan.
Meskipun mekanisme elektrokoagulasi mirip dengan koagulasi kimiawi dalam hal spesies
kation yang berperan dalam netralisasi muatan-muatan permukaan, tetapi karakteristik
flok yang dihasilkan oleh elektrokoagulasi berbeda secara dramatis dengan flok yang
dihasilkan oleh koagulasi kimiawi. Flok dari elektrokoagulasi cenderung mengandung
sedikit ikatan air, lebih stabil dan lebih mudah disaring.
1. Karakteristik Limbah
Air limbah laboratorium dapat mengandung bermacam – macam spesi kimia bergantung
kepada jenis laboratorium yang dioperasikan, misalnya laboratorium klinik, laboratorium non-
klinik, atau laboratorium radiasi. Spesifikasi kimia yang terdapat dalam air limbah
kemungkinan dapat bersifat asam (baik asam lemah maupun asam kuat), basa (basa lemah
atau basa kuat), amfoter (berkelakuan sebagai asam atau basa bergantung kepada kondisi
lingkungan). Selain itu spesi tersebut dapat berupa bahan kimia organik maupun anorganik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun limbah laboratorium tergolong ke dalam limbah B3. Terdapat
dua klasifikasi limbah B3 yaitu kategori 1 dan kategori 2. Suatu limbah dinyatakan sebagai B3
kategori 1 apabila memenuhi paling tidak satu kriteria dalam Tabel 5.2. di bawah ini:
Karakteristik limbah
Organoleptic Toxic
Mudah meledak (explosive) Memiliki nilai toxicity characteristik leaching
Mudah menyala (flammable) procedure (TCLP) : TCLP > A (lampiran 3
Bersifat korosif (corrosive) PP101/2014)
Bersifat infeksius (infectius) Memiliki nilai lethal dose-50 (LD50) dalam
Bersifat reaktif (reactive) kisaran (satuan mg/kg bobot hewan uji): LD50
Beracun (toxic) ≤ 50
Sedangkan suatu limbah B3 dinyatakan sebagai kategori 2 apabila tidak memiliki karakteristik
sebagai kategori 1 namun memiliki karakteristik seperti tertera dalam Tabel 5.3 berikut ini.
Sesuai dengan Lampiran 1 dari PP 101/2014 limbah laboratorim dapat berasal dari sumber
spesifik atau sumber tidak spesifik. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menempatkan
limbah laboratorium sebagai Limbah B3 kategori 1 atau kategori 2 ditunjukkan pada Tabel 5.4.
Kode
Kegiatan Sumber Keterangan limbah Kategori
limbah
Laboratorium Tidak spesifik Mengandung bahan B3 A106d 1
Infeksius A337-1 1
Pada Tabel 5.5. dan Tabel 5.6. ditunjukkan tipikal karekteristik air limbah untuk laboratorium
kimia dan laboratorium kesehatan.
Pada percobaan kali ini, air limbah yang digunakan adalah limbah yang berasal dari sisa analisa
beberapa laboratorium lingkungan yang berada di wilayah Jakarta. Secara teori, karakteristik
air limbah yang digunakan adalah mengandung logam berat khususnya kromium, karena
sebagian besar sisa analisa laboratoriumnya adalah sisa pengujian COD. Untuk mengetahui
besarnya kandungan logam berat yang terkandung di dalam air limbah tersebut, maka
dilakukan analisa terhadap air limbah tersebut. Pengujian sampel dilakukan di laboratorium
Balai Teknologi Lingkungan BPPT, dengan hasil sebagai berikut:
Dari hasil analisa di atas, parameter yang melebihi baku mutu adalah Krom (Cr) dan Perak
(Ag). Hal ini dikarenakan sebagian besar limbah berasal dari sisa analisa COD. Untuk
mengetahui efektifitas elektrokoagulasi dalam menghilangkan logam berat pada air limbah,
maka digunakan 2 parameter logam yang melebihi baku mutu.
Koagulasi adalah sebuah proses yang digunakan untuk destabilisasi dan penggumpalan
partikel – partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Kontaminan – kontaminan air
seperti ion – ion logam berat dan koloid (organik dan anorganik) terdapat dalam larutan
utamanya disebabkan oleh muatan listrik. Molekul koloid dapat didestabilisasi dengan cara
menambahkan ion – ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid tersebut.
Destabilisasi koloid tesebut akan menghasilkan flok dan kemudian dipisahkan dengan flotasi,
sedimentasi dan/atau filtrasi.
Koagulasi secara kimia merupakan proses pengolahan limbah menggunakan bahan koagulan
seperti alum atau feri klorida dan bahan aditif lain seperti polielektrolit yang ditambahkan
dengan dosis tertentu untuk menghasilkan persenyawaan yang berpartikel besar sehingga
mudah dipisahkan secara fisika. Kekurangan dari koagulasi secara kimia antara lain:
merupakan proses dengan tahap yang banyak sehingga memerlukan area lahan
yang luas dan ketersediaan bahan kimia secara terus – menerus (continous).
cenderung menghasilkan lumpur relatif banyak, dengan kandungan air yang tinggi
sehingga memperlambat proses filtrasi dan mempersulit proses penghilangan air
(dewater).
cenderung meningkatkan kandungan TDS dalam effluent, sehingga menyebabkan
proses ini tidak dapat digunakan dalam aplikasi industri.
biaya pengolahan yang tinggi
Koagulasi secara listrik (elektrokoagulasi) yaitu proses koagulasi yang terbentuk melalui
pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara simultan dengan ion hidroksi
dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda. Hasil interaksi kation logam dengan ion
hidroksida dan gas hidrogen inilah yang kemudian bertindak sebagai koagulan.
Prinsip kerja electrocoagulation (EC) adalah proses destabilisasi kontaminan tersuspensi dan
teremulsi didalam media larutan dengan menggunakan arus listrik. Proses elektrokoagulasi
terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara simultan
dengan ion hidroksi dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda. Elektrokoagulasi telah ada
sejak tahun 1889 yang dikenalkan oleh Vik et al dengan membuat suatu instalasi pengolahan
untuk limbah rumah tangga (sewage). Tahun 1909 di United Stated, J.T. Harries telah
mematenkan pengolahan air limbah dengan sistem elektrolisis menggunakan anoda
alumunium dan besi. Matteson (1995) memperkenalkan “Electronic Coagulator” dimana arus
listrik yang diberikan ke anoda akan melarutkan Alumunium ke dalam larutan yang kemudian
bereaksi dengan ion hidroksi (dari katoda) membentuk aluminium hidroksi. Hidroksi
mengflokulasi dan mengkoagulasi partikel tersuspensi sehingga terjadi proses pemisahan zat
padat dari air limbah.
Ada beberapa interaksi spesies dalam larutan pada proses elektrokoagulasi, yaitu :
Proses ini dapat mengambil lebih dari 99 % kation beberapa logam berat dan dapat juga
membunuh mikroorganisme dalam air. Proses ini juga dapat mengendapkan koloid-koloid
yang bermuatan dan menghilangkan ion-ion lain, koloid-koloid, dan emulsi-emulsi dalam
jumlah yang signifikan. (Renk, 1989; Duffey, 1983; Fraco, 1974). Kelebihan Elektrokoagulasi
antara lain adalah :
Pada percobaan kali ini, pengolahan air limbah yang digunakan adalah gabungan proses
elektrokoagulasi, sedimentasi, filtrasi dengan saringan pasir dan adsorpsi dengan filter karbon
aktif. Unit ini diaplikasikan untuk mengolah air limbah laboratorium. Diagram proses
pengolahannya dapat dilihat seperti pada Gambar 9.
Air limbah yang mengandung logam berat berasal dari air limbah laboratoriom dikumpulkan
dan ditampung di dalam tangki penampung air limbah. Selanjutnya air limbah dipompa ke
dalam tangki antara. Dari tangki tersebut, air limbah dipompa ke reaktor elektrokoagulasi
untuk menggumpalkan dan mengendapkan kotoran padatan tersuspensi serta logam berat
yang ada di dalam air limbah.
Gambar 5.9. Diagram Pengolahan Air Limbah Laboratorium Dengan Proses Elektrokoagulasi
Dari tangki reaktor elektrokoagulasi air limbah dialirkan ke tangki sedimentasi. Di dalam tangki
sedimentasi, kotoran padatan yang telah menggumpal akan mengapung di permukaan dan
selajutnya di skrap masuk ke ruang lumpur dan ditampung di tangki penampung lumpur. Air
olahannya kemudian dialirkan ke filter pasir untuk memisahkan kotoran padatan yang masih
melayang. Filter pasir yang digunakan adalah dengan sistem aliran Up Flow (aliran dari bawah
ke atas). Air limpasan dari filter pasir kemudian dilairkan ke tangki adsorpsi karbon aktif untuk
mengadsorp logam berat yang masih tersisa. Selanjutnya air yang keluar dari tangki adsorpsi
merupakan air olahan dan ditampung di tangki air olahan. Berikut ini adalah hasil unit rancang
bangun teknologi pengolahan limbah mengandung logam berat.
Kegiatan pengujian kinerja unit elektrokoagulasi ini bertujuan untuk mengetahui kinerja unit
elektrokoagulasi dalam menurunkan parameter air limbah, yaitu: chemical oxygen demand
(COD) dan perak (Ag) dan Krom.
Pada uji coba kinerja sistem elektrokoagulasi, kondisi operasional yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Dari data di atas, maka perhitungan energi dalam percobaan ini adalah, sebagai berikut:
Jika diasumsikan biaya listrik per kWh adalah Rp 1.300,- maka biaya kebutuhan listrik per 1 m3
pengolahan limbah sebesar Rp 1.300,- x 0.63 kWh/m3 = Rp 819,- / m3.
Dalam penelitian ini difokuskan hanya mengamati 2 logam berat, yaitu Kromium dan Perak.
Karena dalam uji pendahuluan sampel yang akan dijadikan air baku dalam penelitian ini,
kedua logam ini terdeteksi yang paling tinggi diantara logam – logam yang lain. Adapun hasil
pengujian kinerja terhadap air limbah laboraturium adalah sebagai berikut:
a. Kromium (Cr)
Dari grafik diatas, diketahui bahwa proses elektrokoagulasi dan adsorbsi logam mampu
menurunkan kadar kromium hingga 88%. Rata – rata konsentrasi kromium di inlet sebesar
3.48 mg/l mampu diturunkan hingga rata – rata konsentrasi pada outlet sebesar 0.245
mg/l. Grafik diatas menunjukkan bahwa konsentrasi kromium pada outlet / hasi akhir telah
memenuhi baku mutu lingkungan.
b. Perak (Ag)
Dari grafik diatas, diketahui bahwa proses elektrokoagulasi dan adsobsi logam mampu
menurunkan kadar perak hingga 95%. Rata – Rata Konsentrasi perak di inlet sebesar 1.07
mg/l mampu diturunkan hingga konsentrasi 0.07 mg/l. Grafik diatas menunjukkan bahwa
konsentrasi perak pada outlet / hasi akhir telah memenuhi baku mutu lingkungan.
Dari grafik diatas, diketahui bahwa proses elektrokoagulasi dan adsobsi logam mampu
menurunkan kadar COD 80%. Konsentrasi COD di inlet sebesar 2014 mg/l mampu
diturunkan hingga konsentrasi 375 mg/l. Tetapi jika dilihat dari grafik diatas, konsentrasi
COD pada outlet masih diatas baku mutu yang diijinkan. Sehingga perlu pengolahan lebih
lanjut sebelum dibuang ke badan lingkungan.
KESIMPULAN
Untuk konsentrasi Krom dan Perak di dalam air olahan sudah memenuhi baku mutu yakni
0,5 mg/l. Tetapi untuk COD masih belum memenuhi baku mutu air limbah yakni masih
lebih besar 100 mg/l. Hal ini dapat disimpulkan bahwa alat tersebut cocok digunakan untuk
pengolahan pendahuluan (Pretreatment) air limbah yang mengandung polutan zat organik
dan logam berat (Cr dan Ag), selanjutnya air olahan dari alat tersebut diolah dengan
menggunakan proses biologis.
Berdasarkan hasil pegujian yang telah dilakukan, teknologi Elektrokoagulasi ini mampu
menurunkan parameter chemical oxygen demand (COD) dan perak (Ag) dan Krom.
Walaupun masih perlu penyempurnaan, namun secara umum teknologi ini sudah siap
diaplikasi dengan kondisi lingkungan yang sebenarnya yaitu untuk mengolah air limbah
yang dihasilkan dari laboratorium.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih kepada seluruh Troika DIPA PPTL 2016 yang telah memberikan support dan
bimbingan secara terus- menerus sehingga pengujian pengolahan limbah ini berhasil
dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asli Baysal, Nil Ozbek and Suleyman Akman (2013). Determination of Trace Metals in
Waste Water and Their Removal Processes, Waste Water – Treatment Technologies
and Recent Analytical Developments, Prof. Fernando Sebastián García Einschlag (Ed.),
ISBN: 978-953-51-0882-5, InTech, DOI: 10.5772/52025.
2. Ayers,D.M., Davis, A.P., Gietka, P.M., “ Removal Heavy Metals From Wastewater”,
Engineering Research Center Report, University Of Maaryland, 1994.
3. Benefiled, L.D., Judkins, J.F., and Weand, B.L., "Process Chemistry For Water And Waste
Treatment", Prentice Hall, Inc., Englewood, 1982.
6. Design Criteria for Waterworks Facilities, Japan Water Works Association (JWWA),
1978.
8. H.K. Alluri et.al., « Biosorption: An eco-friendly alternative for heavy metal removal”,
African Journal of Biotechnology, vol. 6 (25) (pp. 2924-2931), 28 December 2007.
9. https://www2.chemistry.msu.edu/courses/cem837/Anodic%20Stripping%20Voltamme
try.pdf (diakses 5 September 2014)
10. Metcalf and Eddy, 2004, Wastewater Engineering 4th edition, McGraw Hill
International Editions, New York.
11. Mukimin A. 2006. Pengolahan limbah industri berbasis logam dengan teknologi
elektrokoagulasi flotasi. [Thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.
12. Purba M. 2002. Kimia untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga
PROFIL PENULIS