TINJAUAN TEORITIS
2.1.2 Fisiologi
Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan
berbagai fungsi yang berbeda saling mempengaruhi. Satu fungsi saraf
terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh
yang lain.
8
9
Denrit adalah serat pendek seperti sikat yang melekat pada bagian
sel luar. Mempunyai cabang-cabang serat yang pendek dan banyak.
Informasi pertama kali diterima oleh denrit yang kemudian
dilanjutkan ke sel body saraf dan ke axon. Badan sel terdiri atas
nukleus, nukleolus, badan nissl dan organel-organel lain seperti
mitokondria, apatus golgi, lisosom. Axon adalah satu percabangan
dari sel saraf yang keluar dari badan sel yang berfungsi sebagai
penghantar informasi dari badan sel ke axon terminal (synpatic
knobs). Setiap sel saraf memiliki satu axon dengan panjang yang
bervariasi. Axon dilapisi/diselubungi oleh lapisan tipis lipid-protein
yang disebut mielin. Lapisan mielin tidak seluruhnya melapis axon
tetapi membentuk nodus ranvier. Serabut saraf yang kaya dengan
mielin disebut serabut mielin dan merupakan penyusun utama white
matter/substansia putih pada susunan saraf pusat. Sedangkan yang
tidak bermielin banyak terdapat pada gray matter/substansia abu-
abu pada susunan saraf pusat.
3. Sinap
Informasi dan komunikasi dari sel saraf terjadi karena adanya
proses listrik dan kimia. Hantaran inpuls dari neuron satu ke yang
lain malalui sinap. Sinap adalah tempat/titik pertemuan antar
neuron satu dengan yang lain dan ke otot. Struktur dari sinap
terbagi atas presinap yaitu pada bagian axon terminal sebelum
sinap, celah sinap yaitu ruang di antara pre dan post sinap dan post
sinap pada bagian denrit. Pada celah sinap terdapat senyawa kimia
yang berfungsi menghantarkan impuls yang disebut
neurotansmitter. Neurotranmitter mempunyai sifat eksitasi
(meningkatkan impuls) misalnya asetikolin, norepinefrin dan
inhibisi (menghambat impuls) misalnya Gamma Aminobutyric Acid
(GABA) pada jaringan otak dan glisin pada medula spinalis.
Proses di mana impuls saraf di hantarkan melalui sinaps disebut
transmisi sinap.
4. Impuls Saraf
Jaringan otot merupakan jaringan eksitabel yang mampu
menghantarkan signal kimia dan listrik dalam tubuh. Kemampuan
hantaran tergantung pada keutuhan lingkungan intra dan ekstra sel
saraf. Dalam keadaan istirahat sel saraf mempunyai keseimbangan
gradien konsentrasi ion di mana pada intra sel bermuatnya negatif
(-), dan ekstra sel bermuatan positif (+). Elektrolit yang berperan
dalam proses terjadinya impuls adalah kalium (K+) dan natrium
(Na-). Adanya pompa K+ - Na+ menimbulkan perbedaan
konsentrasi dalam sel saraf. Perbedaan ion dalam membran neuron
disebut potensial membran istirahat yang besarnya : -70 mV, di
jantung dan sel skeletal -90mV. Pada keadaan istirahat sel saraf
tidak menghantarkan impuls. Membran sel yang mempunyai
muatan listrik/impuls saraf di sebut potensial aksi. Peningkatan
muatan positif akan menimbulkan arus dari -70 mV menjadi +30
Mv, keadaan ini disebut depolarisasi.Depolarisasi terjadi di
sepanjang serat saraf. Setelah depolarisasi gerakan ion natrium
kembali seperti semula, keadaan ini di sebut repolarisasi.
2. Meningen
Meningen adalah jaringan membran penghubung yang
melapisi otak dan medulla spinalis. Ada tiga lapisan meningen
yaitu: Duramater, arachnoid dan piamater. Duramater adalah
mempunyai dua lapisan luar meningen, merupakan lapisan
yang liat, kasar dan mempunyai dua lapisan membran.
Arachnoid adalah membran bagian tengah, tipis dan berbentuk
seperti laba-laba. Sedangkan piameter merupakan lapisan
paling dalam, tipis, merupakan membran vaskuler yang
membungkus seluruh permukaan otak. Antara lapisan satu
dengan lainnya terdapat ruang meningeal yaitu ruang epidural
merupakan ruang antara tengkorak dan lapisan luar duramater,
ruang subdural yaitu ruang antara lapisan dalam duramater
dengan membran arachnoid, ruang subarachnoid yaitu ruang
antara arachnoid dengan piameter. Pada ruang subarachnoid
ini terdapat cairan serebrospinalis (CSF).
6. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar, kira-kira 80%
dari berat otak, cerebrum mempuyai dua hemifer yang
dihubungkan oleh korpus kallosum. Setiap hemisfer terbagi
atas empat lobus yaitu lobus fontal, parietal, temporal dan
oksipital. Lobus frontal berfungsi sebagai aktivitas motorik,
fungsi intelektual, emosi dan fungsi fisik. Pada bagian frontal
bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi pusat motorik
bahasa. Lobus temporal mengandung area auditorius, tempat
tujuan sensasi yang datang dari telinga, berfungsi sebagai input
perasa pendengaran, pengecapan, penciuman dan proses
memori. Lobus oksipital mengandung area visual otak,
berfungsi sebagai penerima informasi dan menafsirkan warna,
reflek visual.
7. Diencephalon
Diencephalon terletak di atas batang otak dan terdiri atas
thalamus, hyphotalmus, epithalamus, subthalamus. Thalamus
adalah massa sel saraf besar yang berbentuk telur terletak pada
substansia alba. Typothalamus terletak di bawah thalamus,
berfungsi dalam mempertahankan hoemostatis seperti
pengaturan suhu tubuh. Epithalamus dipercaya berperan dalam
pertumbuhan fisik dan perkembangan seksual.
8. Batang otak
Batang otak terdiri atas otak tengah (mesencephalon), pons dan
medula oblongata. Batang otak berfungsi pengaturan refleks
untuk fungsi vital tubuh. Otak tengah mempuyai fungsi utama
sebagai relay stimulus pergerakan dari dan ke otak. Misalnya
kontrol refleks pergerakan mata akibat adanya stimulus pada
nervus kranial III dan IV. Pons menghubungkan otak tengah
dengan medula oblongata, berfungsi sebagai pusat-pusat
refleks pernafasan, bersin, menelan, batuk, muntah, sekresi
saliva dan vasokontriksi pembuluh darah. Saraf kranial IX, X,
XI dan XII keluar dari medula oblongata. Pada batang otak
terdapat juga sistem retikularis yaitu sistem sel saraf dan serat
penghubungnya dalam otak yang menghubungkan semua
traktus ascenden dan decenden dengan semua bagian lain dari
sistem saraf pusat. Sistem ini berfungsi sebagai integrator
seluruh sistem saraf seperti terlihat dalam tidur, kesadaran,
regulasi suhu, respirasi dan metabolisme.
9. Cerebelum
Cerebelum besarnya kira-kira seperempat dari cereblum.
Antara cerebelum dan cereblum dibatasi oleh tentorium serebri.
Fungsi utama cereblum adalah koordinasi aktivitas muscular,
kontrol tonus otot, mempertahankan postur dan keseimbangan
(Tarwoto dkk, 2015:105).
2.2 Stroke
2.2.1 Definisi Stroke
Stroke atau disebut juga cerebro vascular accident (CVA) merupakan
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke
dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik/stroke non hemoragik
(SNH) akibat penyumbatan dan stroke hemoragik akibat pecah
pembuluh di otak (Wilson, 2005).
Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke
adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh
darah otak (Junaidi, 2011:9).
b. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri termasuk
pendarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam
jaringan otak sendiri. Ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran
dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah:
1) Hipertensi yang parah
2) Henti jantung - paru
3) Curah jantung turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan
subaraknoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
c. Kebiasaan Hidup
1) Merokok.
2) Peminum alkohol.
3) Obat-obatan terlarang.
4) Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga,
makanan berkolesterol.
b. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyebab paling umum stroke
iskemik. Dipercaya bahwa atheroma mulai berkembang
sebagai hasil respons inflamasi, yang menyebabkan
senyawa lipid bertahap di dalam dinding arteri. Fibrosa ini
bisa menyebabkan pembentukan plak. Proses ini
dipercepat oleh faktor-faktor seperti hipertensi, diabetes,
merokok dan hiplipidaemia dan dinding arteri bisa
menjadi nekrotik, mengalami ulserasi. Atherothrombotic
dapat terbentuk di dalam lumen arteri yang menyebabkan
stenosis kritis. Pengembangan plak ateromatosa juga
dapat merangsang aktivitas trombosit sehingga
menyebabkan trombus berkembang di dalam dinding
arteri. Bahan atherothrombotic mungkin fragmen
(embolise) mengarah ke oklusing arteri di dalam otak.
Situs yang paling umum untuk membangun plak yang
mempengaruhi sirkulasi serebral ada di tempat bercabang
arteri, misalnya bifurkasi karotis dan arteri vertebralis.
Secara ekstrakranial, lengkung aorta dan arteri karotis
adalah tempat yang paling umum.
c. Kardioemboli
Kardioemboli adalah penyebab paling umum kedua dari
stroke iskemik.Emboli tunggal atau multipel timbul dari
jantung, sebagian besar disebabkan oleh atrial fibrillation
(AF) atau kerusakan pada miokardium. Sekitar 20% dari
semua stroke iskemik bersifat embolik. Gejala bervariasi
tergantung pada lokasi oklusi; Penyumbatan pembuluh
utama seperti arteri karotid interna dapat menyebabkan
infark sirkulasi anterior total sedangkan partikel
mikroskopis dapat menyebabkan serangan stroke ringan
(TIA). Paling umum rute embolus adalah melalui arteri
karotid ekstra jari tapi emboli juga dapat menutup cabang
arteri vetebral atau basilar. Prioritas klinisnya adalah
untuk menemukan kemungkinan penyebab emboli,
misalnya: infark miokard baru-baru ini, penyakit katup
(atau katup prostetik), endokarditis infektif, atau patent
foramen ovale (PFO).
2.3 Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2012:131) patofisiologi Stroke Non Hemoragik yaitu:
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Thrombus
dapat berasaldari plak arterosklerosis, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami atau
terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark ini sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi sepsik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
2.4.3 Menurut Munir (2015:372) tanda dan gejala stroke infark yang
timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah.
1) Arteri Cerebri Anterior:
a. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol.
b. Gangguan menelan.
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e. Bisa terjadi kejang – kejang.
2) Arteri Cerebri Media:
a. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan.
b. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
c. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
3) Arteri Karotis Interna:
a. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan
(hemiparesis kontra lateral) dan dapat disertai sindrom
Horner pada sisi sumbatan.
4) Arteri Cerebri Postrior:
a. Koma.
b. Hemiparesis kontra lateral.
c. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf kranial ketiga.
5) Sistem Vetebrobasiler:
a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b. Meningkatnya refleks tendon.
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo).
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disatria).
f. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing,
gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
g. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda
(diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki
(nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada
belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia hominim).
h. Gangguan pendengaran.
i. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
2.6.3 CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
2.6.4 MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar atau luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
2.6.5 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
2.7 Prognosis
Menurut Dewanto dkk (2014:28) Prognosis dipengaruhi usia pasien,
penyebab stroke dan kondisi medis lain yang mengawali atau menyertai
stroke. Penderita yang selamat memiliki resiko tinggi mengalami stroke
kedua. Menurut Munir (2015:377) Secara umum 80% pasien dengan
stroke hidup selama satu bulan, dengan 10 year survival rate sekitar 35%.
Setengah hingga sepertiga pasien yang mampu melewati fase akut stroke
mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal, hanya 15%
membutuhkan perawatan institusional.
2.8 Komplikasi
Menurut Munir (2015:376)
1. Edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak.
2. Kejang.
3. Transformasi hemoragik.
4. Infeksi: pneumonia, ISK.
5. Trombosis vena.
6. Gangguan aktivitas kehidupan sehari - hari (daily life activity).
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronki pada pasien dengan peningkatan produksi sputum dan
kemampuan batuk menurun yang sering didapat pada pasien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi
thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada pasien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat
adanya hipertensi tekanan darah> 200 mmHg.
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah manan yang tersumbat) ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder dan aksesori) Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan
terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
a) Tingkat kesadaran
Kualitas keasadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan
pengkajian. tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikoma.
Jika pasien sudah mengalami koma, maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan
bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan
keperawatan.
b) Fungsi Serebral
(1) Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik pasien.
(2) Fungsi intelektual: didapat penurunan daya ingat dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan berhitung dan kalkulasi.
(3) Kemampuan bahasa: tergantung daerah lesi. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
dari girus temporalis superior (area Wernick)
didapatkan disfasia resertif, yaitu pasien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi
pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfasia ekspesif, yaitu pasien dapat
mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicara tidak lancar.
(4) Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
(5) Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan
hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral. Stroke
pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang
pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan
mudah frustasi.
c) Pemeriksaan saraf kranial
(1) Saraf I (olfaktorius): biasanya tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(2) Saraf II (optikus): disfungsi fersepsi visual karena
gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan
korteks visual.
(3) Saraf III, IV, dan VI (okulomotorius): apabila akibat
stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
(4) Saraf V (trigeminus): penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah.
(5) Saraf VII (fasial): persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian
sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII (akustikus): tidak ditemukan adanya tuli
konduktid dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X (glosofaringeus): kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
(8) Saraf XI (aksesoris): tidak ada antrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapizeus.
(9) Saraf XII (hipoglosus): lidah simetris, terdapat deviasi
pada satu sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan
normal.
d) Pengkajian Sistem Motorik
(1) Inspeksi umum, didapatkan hemiplagia.
(2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
(3) Tonus otot meningkat.
(4) Kekuatan otot 0 pada ekstremitas yang sakit.
(5) Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia.
e) Pemeriksaan Refleks
(1) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada
respons normal.
(2) Pemeriksaan refleks patologi. Pada fase akut refleks
fisiologi sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.
f) Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah ketidak-
mampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuankarena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
Kehilanagan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan
auditorius.
5) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinalkarena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-
kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selamam periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
krusakan neurologis luas.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada pase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Pola defekasi terjadi konstipasi karena penurunan peristaltik
usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stoke adalah penyakit UMN (upper motor neuron) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
jelek. Di samping itu juga perlu dikaji adanya tanda-tanda
dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena pasien
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.
8. Kolaborasi 8. Menentukan
dengan ahli diet yang tepat.
gizi.
6. Kolaborasi 6. Peningkatan
dengan ahli kemampuan
fisioterapi dalam
untuk latihan mobilisasi
fisik klien. ekstremitas
dapat
ditingkatkan
dengan latihan
fisik dari tim
fisioterapis.
4. Perintahkan 4. Menguji
pasien untuk ketidakmampu
menulis nama an menulis
atau kalimat (afasia) dan
pendek, bila defisit
tidak mampu membaca
untuk menulis (aleksia) yang
suruh pasien juga merupakan
untuk membaca bagian dari
kalimat pendek. afasia reseptif
dan ekspresif.
6. Anjurkan 6. Menurunkan
pengunjung isolasi sosial
untuk dan
berkomunikasi mengefektifkan
dengan pasien . komunikasi.
7. Kolaborasi: 7. Mengkaji
Konsultasikan kemampuan
ke ahli terapi verbal
bicara. individual dan
sensorik
motorik dan
fungsi kognitif
untuk
mengidentifika
si defisit dan
kebutuhan
terapi.
5. Berikan 5. Pendidikan
pengajaran kesehatan dapat
kepada pasien membantu
sesuai pasien
kebutuhan mencegah
mengenai cedera.
keamanan
lingkungan
rumah.
3. Observasi 3. Perubahan
tingkat kesadaran
kesadaran menunjukkan
dengan GCS. peningkatan
TIK dan
berguna
menentukan
lokasi dan
perkembangan
penyakit.
5. Monitor 5. Panas
temperatur dan merupakan
pengaturan refleks dari
suhu hipotalamus.
lingkungan. Pemimgkatan
kebutuhan
metabolisme
O2 akan
menunjang
peningkatan
TIK.
6. Pertahankan 6. Perubahan
kepala atau kepala pada
leher pada salah satu sisi
posisi yang dapat
netral, usahakan menimbulkan
dengan sedikit penekanan pada
bantal. Hindari vena
penggunaan jugularis dan
bantal yang menghambat
tinggi pada aliran darah
kepala. otak.
7. Kolaborasi 7. Mengurangi
pemberian O2 hipoksemia,
sesuai indikasi. dimana dapat
meningkatkan
vasodilatasi
serebral dan
volume darah
serta menaiikan
TIK.