Anda di halaman 1dari 56

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi Fisiologi


2.1.1 Anatomi Otak

Gambar 2.1 Anatomi Otak (Tarwoto et al, 2015:106)

2.1.2 Fisiologi
Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan
berbagai fungsi yang berbeda saling mempengaruhi. Satu fungsi saraf
terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh
yang lain.

Sistem saraf dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu susunan


saraf pusat/Central Nervus System (CNS) dan susunan saraf
perifer/Peripheral Nervous System (PNS). Susunan saraf pusat terdiri
dari otak dan medula spinalis, sedangkan saraf periper terdiri atas
saraf-saraf yang keluar dari otak (12 pasang) dan saraf-saraf yang
keluar dari medula spinalis (31 pasang).

8
9

Menurut fungsinya saraf perifer dibagi atas saraf afferent (sensorik)


dan efferent (motorik). Saraf afferent (sensorik) menghantarkan
informasi dari reseptor-reseptor khusus yang berada pada organ
permukaan atau bagian dalam ke otak.

Saraf efferent (motorik) menyampaikan informasi dari otak dan


medula spinal ke organ-organ tubuh seperti otot rangka, otot jantung
otot-otot bagian dalam dan kelenjar-kelenjar. Saraf motorik memiliki
dua subdivisi yaitu devisi somatik dan devisi otonomik. Devisi
somatik (volunter) berperan dalam interaksi antara tubuh dengan
lingkungan luar. Serabut saraf berada pada otot rangka. Devisi
otonomik (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada
otot polos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransimisi
implus saraf melalui dua jalur yaitu saraf simpatis yang berasal dari
area toraks dan lumbal pada medulla spinalis dan saraf parasimpatis
yang berasal dari area otak dan sakral pada medulla spinalis.
1. Sistem Saraf Pusat
a) Otak
b) Medula Spinalis
2. Sistem Saraf Perifer
a) Afferent (sensosrik)
b) Efferent (motorik)
1) Saraf simpatis
2) Saraf prasimpatis

Mikrofostruktur Sistem Saraf dan Fungsi


1. Sel Neuroglia
Kurang lebih 40% dari struktur dari otak dan medula spinalis
tersusun dari sel neuroglia. Sel ini berfungsi sebagai sel pendukung,
proteksi dari sel-sel tubuh dan sel neuron. Sel-sel neuroglia di
antaranya terdiri dari astrogia, epindyma, microglia dan
oligodenroglia.
2. Neuron
Neuron merupakan unit fungsional sel saraf dengan bentuk yang
berbeda-beda, berfungsi sebagai penerus stimulus atau respon.
Struktur neuron dibagi menjadi tiga bagia besar yaitu Cell Body,
Dendrit dan Axon.Denrit dan Axon disebut serabut saraf.

Denrit adalah serat pendek seperti sikat yang melekat pada bagian
sel luar. Mempunyai cabang-cabang serat yang pendek dan banyak.
Informasi pertama kali diterima oleh denrit yang kemudian
dilanjutkan ke sel body saraf dan ke axon. Badan sel terdiri atas
nukleus, nukleolus, badan nissl dan organel-organel lain seperti
mitokondria, apatus golgi, lisosom. Axon adalah satu percabangan
dari sel saraf yang keluar dari badan sel yang berfungsi sebagai
penghantar informasi dari badan sel ke axon terminal (synpatic
knobs). Setiap sel saraf memiliki satu axon dengan panjang yang
bervariasi. Axon dilapisi/diselubungi oleh lapisan tipis lipid-protein
yang disebut mielin. Lapisan mielin tidak seluruhnya melapis axon
tetapi membentuk nodus ranvier. Serabut saraf yang kaya dengan
mielin disebut serabut mielin dan merupakan penyusun utama white
matter/substansia putih pada susunan saraf pusat. Sedangkan yang
tidak bermielin banyak terdapat pada gray matter/substansia abu-
abu pada susunan saraf pusat.

3. Sinap
Informasi dan komunikasi dari sel saraf terjadi karena adanya
proses listrik dan kimia. Hantaran inpuls dari neuron satu ke yang
lain malalui sinap. Sinap adalah tempat/titik pertemuan antar
neuron satu dengan yang lain dan ke otot. Struktur dari sinap
terbagi atas presinap yaitu pada bagian axon terminal sebelum
sinap, celah sinap yaitu ruang di antara pre dan post sinap dan post
sinap pada bagian denrit. Pada celah sinap terdapat senyawa kimia
yang berfungsi menghantarkan impuls yang disebut
neurotansmitter. Neurotranmitter mempunyai sifat eksitasi
(meningkatkan impuls) misalnya asetikolin, norepinefrin dan
inhibisi (menghambat impuls) misalnya Gamma Aminobutyric Acid
(GABA) pada jaringan otak dan glisin pada medula spinalis.
Proses di mana impuls saraf di hantarkan melalui sinaps disebut
transmisi sinap.

4. Impuls Saraf
Jaringan otot merupakan jaringan eksitabel yang mampu
menghantarkan signal kimia dan listrik dalam tubuh. Kemampuan
hantaran tergantung pada keutuhan lingkungan intra dan ekstra sel
saraf. Dalam keadaan istirahat sel saraf mempunyai keseimbangan
gradien konsentrasi ion di mana pada intra sel bermuatnya negatif
(-), dan ekstra sel bermuatan positif (+). Elektrolit yang berperan
dalam proses terjadinya impuls adalah kalium (K+) dan natrium
(Na-). Adanya pompa K+ - Na+ menimbulkan perbedaan
konsentrasi dalam sel saraf. Perbedaan ion dalam membran neuron
disebut potensial membran istirahat yang besarnya : -70 mV, di
jantung dan sel skeletal -90mV. Pada keadaan istirahat sel saraf
tidak menghantarkan impuls. Membran sel yang mempunyai
muatan listrik/impuls saraf di sebut potensial aksi. Peningkatan
muatan positif akan menimbulkan arus dari -70 mV menjadi +30
Mv, keadaan ini disebut depolarisasi.Depolarisasi terjadi di
sepanjang serat saraf. Setelah depolarisasi gerakan ion natrium
kembali seperti semula, keadaan ini di sebut repolarisasi.

Struktur dan Fungsi Otak


1. Struktur Tulang Otak
Otak terletak tertutup oleh kranium, tulang-tulang penyusun
kranium disebut tengkorak yang berfungsi melindungi organ-
organ vital otak. Ada sembilan tulang yang membentuk
kranium, yaitu tulang frontal, oksipitia, sfenoid, etmoid,
temporal 2 buah, parietal 2 buah. Tulang-tulang tengkorak
dihubungkan oleh sutura. Sedangkan tulang vetebra tersusun
atas 33 buah tulang yang melindungi medula spinalis yaitu 7
vertebra vikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra lumbal, 5
vertebra sakral, 5 vertebra kogsigeal.

2. Meningen
Meningen adalah jaringan membran penghubung yang
melapisi otak dan medulla spinalis. Ada tiga lapisan meningen
yaitu: Duramater, arachnoid dan piamater. Duramater adalah
mempunyai dua lapisan luar meningen, merupakan lapisan
yang liat, kasar dan mempunyai dua lapisan membran.
Arachnoid adalah membran bagian tengah, tipis dan berbentuk
seperti laba-laba. Sedangkan piameter merupakan lapisan
paling dalam, tipis, merupakan membran vaskuler yang
membungkus seluruh permukaan otak. Antara lapisan satu
dengan lainnya terdapat ruang meningeal yaitu ruang epidural
merupakan ruang antara tengkorak dan lapisan luar duramater,
ruang subdural yaitu ruang antara lapisan dalam duramater
dengan membran arachnoid, ruang subarachnoid yaitu ruang
antara arachnoid dengan piameter. Pada ruang subarachnoid
ini terdapat cairan serebrospinalis (CSF).

3. Sistem ventricular dan Cairan Cerebrospinalis


Sistem ventricular adalah rongga dalam otak yang saling
berhubungan dengan rongga yang lain. Di dalamnya terdapat
banyak sel-sel ependymal dan menyimpan cairan
serebospinalis. Ventrikel yang ada dalam otak adalah lateral
ventricle, third ventricle dan frourth ventricle. Lateral
ventrikel berhubungan dengan third ventricle melalui
foramenmonroe dan third ventricle berhubungan dengan fourth
ventricle melalui aquaeduct of syvius. Cairan
serebrospinalis
banyak ditemukan dalam ventrikel, di saluran sentral medula
spinalis dan di ruang subarachnoid. Cairan ini merupakan
hasil penyaringan dari darah yang masuk ke flexus choroid
yang terdapat pada ventrikel. Cairan serebrospinalis
merupakan plasma yang tidak berwarna, jernih dan normalnya
mengandung protein dan glukosa. Pada orang dewasa rata-rata
diproduksi cairan serebrospinalis sebanyak 400-600 ml/hari.
Pada bagian otak kira-kira terdapat 100-150 ml. Normalnya
tekanan cairan serebrospinalis 60-180 mmH2O atau 0-15
mmHg. Setelah bersikulasi di otak dan medula spinalis cairan
serebrospinalis kemudian kembali ke otak dan diabsorpsi di
vili arachnoid, selanjutnya cairan masuk ke sistem vena
melalui vena jugularis ke vena cava superior dan akhirnya
masuk ke sirkulasi sistemik. Fungsi normal saraf seperti untuk
nutrisi dan pengaturan lingkungan kimia susunan saraf pusat.

4. Peredaran darah otak


Suplay darah ke otak bersifat konstan untuk kebutuhan normal
otak seperti nutrisi dan metabolisme. Hampir 1/3 kardiak
output dan 20% oksigen dipergunakan untuk otak. Otak
memerlukan suplay kira-kira 750 ml/menit. Kekurangan
suplay darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan
otak yang menetap.

Otak secara umum memperoleh aliran darah dari dua arteri


yaitu arteri vertebra dan arteri karotis internal. Kedua arteri
ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral yang di
sebut Cirle Wilis. Arteri vertebra memenuhi kebutuhan darah
otak bagian posterior, diesefalon, batang otak, serebelum dan
oksipital. Arteri karotis bagian interna untuk memenuhi
sebagian besar hemisfer kecuali oksipital, basal ganglia dan
2/3 di atas encephalon.
5. Barier otak
Barier darah otak (sawar otak) adalah sekat yang sangat
selektif terhadap keadaan lingkungan internal di otak dan
berfungsi sebagai pengatur substansi yang masuk dari ruang
ekstasel otak. sawar otak secara fisiologis membantu
mempertahankan dan menjaga keseimbangan konsentrasi di
lingkungan otak. Otak sangat peka terhadap elektrolit seperti
sodium, potasium dan klorida. Sawar otak juga sangat peka
terhadap air, oksigen, dan subtansi larutan lemak.

6. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar, kira-kira 80%
dari berat otak, cerebrum mempuyai dua hemifer yang
dihubungkan oleh korpus kallosum. Setiap hemisfer terbagi
atas empat lobus yaitu lobus fontal, parietal, temporal dan
oksipital. Lobus frontal berfungsi sebagai aktivitas motorik,
fungsi intelektual, emosi dan fungsi fisik. Pada bagian frontal
bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi pusat motorik
bahasa. Lobus temporal mengandung area auditorius, tempat
tujuan sensasi yang datang dari telinga, berfungsi sebagai input
perasa pendengaran, pengecapan, penciuman dan proses
memori. Lobus oksipital mengandung area visual otak,
berfungsi sebagai penerima informasi dan menafsirkan warna,
reflek visual.

7. Diencephalon
Diencephalon terletak di atas batang otak dan terdiri atas
thalamus, hyphotalmus, epithalamus, subthalamus. Thalamus
adalah massa sel saraf besar yang berbentuk telur terletak pada
substansia alba. Typothalamus terletak di bawah thalamus,
berfungsi dalam mempertahankan hoemostatis seperti
pengaturan suhu tubuh. Epithalamus dipercaya berperan dalam
pertumbuhan fisik dan perkembangan seksual.

8. Batang otak
Batang otak terdiri atas otak tengah (mesencephalon), pons dan
medula oblongata. Batang otak berfungsi pengaturan refleks
untuk fungsi vital tubuh. Otak tengah mempuyai fungsi utama
sebagai relay stimulus pergerakan dari dan ke otak. Misalnya
kontrol refleks pergerakan mata akibat adanya stimulus pada
nervus kranial III dan IV. Pons menghubungkan otak tengah
dengan medula oblongata, berfungsi sebagai pusat-pusat
refleks pernafasan, bersin, menelan, batuk, muntah, sekresi
saliva dan vasokontriksi pembuluh darah. Saraf kranial IX, X,
XI dan XII keluar dari medula oblongata. Pada batang otak
terdapat juga sistem retikularis yaitu sistem sel saraf dan serat
penghubungnya dalam otak yang menghubungkan semua
traktus ascenden dan decenden dengan semua bagian lain dari
sistem saraf pusat. Sistem ini berfungsi sebagai integrator
seluruh sistem saraf seperti terlihat dalam tidur, kesadaran,
regulasi suhu, respirasi dan metabolisme.

9. Cerebelum
Cerebelum besarnya kira-kira seperempat dari cereblum.
Antara cerebelum dan cereblum dibatasi oleh tentorium serebri.
Fungsi utama cereblum adalah koordinasi aktivitas muscular,
kontrol tonus otot, mempertahankan postur dan keseimbangan
(Tarwoto dkk, 2015:105).
2.2 Stroke
2.2.1 Definisi Stroke
Stroke atau disebut juga cerebro vascular accident (CVA) merupakan
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Stroke
dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik/stroke non hemoragik
(SNH) akibat penyumbatan dan stroke hemoragik akibat pecah
pembuluh di otak (Wilson, 2005).

Stroke, atau cedera cerebrovaskular (CVA), adalah kehilangan fungsi


otak yang diakbitkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
Sering ini adalah kulminasi penyakit cerebrovaskular selama beberapa
tahun. Stroke adalah masalah neurologik primer di AS dan di dunia.
Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada
insiden dalam beberapa tahun terakhir, stroke adalah peringkat ketiga
penyebab kematian dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk
stroke pertama dan sebesar 62% untuk stroke selanjutnya. Terdapat
kira-kira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai
beberapa kecacatan, dari angka ini 40% memerlukan bantuan dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (Brunner & Suddarth, 1994).

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan


deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak (NIC-NOC dalam Nurarif, 2015:151).

Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu


serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Tarwoto, 2013:125).

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang


disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2012:128).
Stroke merupakan gangguan pada fungsi otak yang terjadi secara tiba–
tiba, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran ataupun
penurunan fungsi neurologi lainnya, yang terjadi lebih dari 24 jam
dimana penyebabnya adalah gangguan sirkulasi aliran darah ke otak.
(Anugoro & Usman, 2014:217).

Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran


darah otak (GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis
berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma
ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto dkk, 2014:24).

Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke
adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh
darah otak (Junaidi, 2011:9).

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk perubahan neurologis


yang mengerikan yang disebabkan oleh gangguan suplai darah ke
bagian otak. Dua jenis utama stroke adalah iskemik dan hemoragik.
Stroke iskemik disebabkan oleh penyumbatan trombotik atau
penyumbatan darah ke otak. Pendarahan ke jaringan otak atau ruang
subarachnoid menyebabkan stroke hemoragik. Stroke iskemik
mencapai sekitar 83% dari semua stroke. Sisanya 17% stroke adalah
hemoragik (Black & Hawks, 2009:1843).

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit


yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak yang dapat
terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.
2.2.2 Klasifikasi Stroke
Menurut Muttaqin (2012:129) klasifikasi stroke dibedakan menurut
patologi dari serangan stroke meliputi:
2.2.2.1 Stroke hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua yaitu:
a. Perdarahan Intraserebri
Pecahnya pembuluh darah (mikroanurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak
akibat herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang
disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau
AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).

2.2.2.2 Stroke non-hemoragik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Stroke menurut perjalanannya dibagi menjadi dua golongan


yaitu stroke hemorragic (perdarahan) dan stroke iskemik
(infark). Stroke iskemik terdiri dari 2/3 berupa stroke
trombotik dan 1/3 berupa stroke embolik dan stroke
perdarahan terdiri dari stroke perdarahan intraserebral (PIS)
dan stroke perdarahan subarachnoid (PSA). Kejadikan stroke
iskemik 85% dan sisanya 15% stroke perdarahan (Bahrudin,
2012:254)

Dari dua pendapat diatas, disimpulkan bahwa Stroke Non


Hemoragik ialah berupa iskemia yang terjadi pada saat
beristirahat lama dan tidak terjadi perdarahan.

2.2.3 Etiologi Stroke


2.2.3.1 Etiologi Stroke Menurut Muttaqin (2012:128) adalah:
a. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan
otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada
48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
1) Aterosklerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/
hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah
serebri.
3) Arteritis (radang pada arteri)
4) Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.

b. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri termasuk
pendarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam
jaringan otak sendiri. Ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi pecahnya pembuluh darah
otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran
dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.

c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah:
1) Hipertensi yang parah
2) Henti jantung - paru
3) Curah jantung turun akibat aritmia

d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan
subaraknoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

2.2.3.2 Etiologi Stroke menurut NIC-NOC dalam Nurarif (2015:151)


adalah:
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan
stroke hemorragik.
a. Stroke iskemik (non hemoragic), yaitu tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti, 80% stroke adalah
stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
2) Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh
bekuan darah.
3) Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke
seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung.

b. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1) Hemoragik intraserebral: pendarahann yang terjadi
didalam jaringan otak.
2) Hemoragik subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada
ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan
otak dan lapisan yang menutupi otak).

Faktor-faktor yang menyebabkan stroke


a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
1) Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita
stroke dibanding wanita.
2) Usia: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko
terkena stroke.
3) Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena
stroke.

b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible).


1) Hipertensi :Hipertensi adalah nama lain dari tekanan
darah tinggi. Tekanan darah itu sendiri adalah
kekuatan aliran darah dari jantung yang mendorong
melawan dinding pembuluh darah (arteri).Tekanan
darah tinggi adalah kondisi di mana tekanan darah
lebih tinggi dari 140/90 milimeter merkuri (mmHG).
2) DM : Diabetes mellitus adalah penyakit yang
disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah
akibat gangguan sekresi insulin. Diabetes mellitus di
sebut juga penyakit kencing manis. (Gula puasa 76-
100mg/dl dan Gula 2 JPP (Jam post prandial) < 180
mg/dl.
3) Merokok
4) Penyalahgunaan alcohol dan obat
5) Kolestrol tinggi : > 240 mg/dl, kolestrol adalah
lemak yang terdapat didalam aliran darah atau sel
tubuh yang sebernarnya dibutuhkan untuk
pembentuk dinding sel dan sebagai bahan baku
beberapa horman.
6) Penyakit jantung koroner

c. Kebiasaan Hidup
1) Merokok.
2) Peminum alkohol.
3) Obat-obatan terlarang.
4) Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga,
makanan berkolesterol.

2.2.3.3 Penyebab penyakit stroke menurut Woodward and Mesticky


(2011:358)
a. Iskemia
Iskemia adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada
pengurangan suplai darah, dimana ada ketidakcocokan
antara aliran darah dan kebutuhan jaringan serebral untuk
substrat untuk mempertahankan fungsi seluler normal.
Infark mengacu pada kerusakan ireversibel dan kematian
jaringan (nekrosis) yang disebabkan oleh iskemia.

b. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyebab paling umum stroke
iskemik. Dipercaya bahwa atheroma mulai berkembang
sebagai hasil respons inflamasi, yang menyebabkan
senyawa lipid bertahap di dalam dinding arteri. Fibrosa ini
bisa menyebabkan pembentukan plak. Proses ini
dipercepat oleh faktor-faktor seperti hipertensi, diabetes,
merokok dan hiplipidaemia dan dinding arteri bisa
menjadi nekrotik, mengalami ulserasi. Atherothrombotic
dapat terbentuk di dalam lumen arteri yang menyebabkan
stenosis kritis. Pengembangan plak ateromatosa juga
dapat merangsang aktivitas trombosit sehingga
menyebabkan trombus berkembang di dalam dinding
arteri. Bahan atherothrombotic mungkin fragmen
(embolise) mengarah ke oklusing arteri di dalam otak.
Situs yang paling umum untuk membangun plak yang
mempengaruhi sirkulasi serebral ada di tempat bercabang
arteri, misalnya bifurkasi karotis dan arteri vertebralis.
Secara ekstrakranial, lengkung aorta dan arteri karotis
adalah tempat yang paling umum.

c. Kardioemboli
Kardioemboli adalah penyebab paling umum kedua dari
stroke iskemik.Emboli tunggal atau multipel timbul dari
jantung, sebagian besar disebabkan oleh atrial fibrillation
(AF) atau kerusakan pada miokardium. Sekitar 20% dari
semua stroke iskemik bersifat embolik. Gejala bervariasi
tergantung pada lokasi oklusi; Penyumbatan pembuluh
utama seperti arteri karotid interna dapat menyebabkan
infark sirkulasi anterior total sedangkan partikel
mikroskopis dapat menyebabkan serangan stroke ringan
(TIA). Paling umum rute embolus adalah melalui arteri
karotid ekstra jari tapi emboli juga dapat menutup cabang
arteri vetebral atau basilar. Prioritas klinisnya adalah
untuk menemukan kemungkinan penyebab emboli,
misalnya: infark miokard baru-baru ini, penyakit katup
(atau katup prostetik), endokarditis infektif, atau patent
foramen ovale (PFO).

d. Intracranial small vessel disease (SVD)


Penyakit pembuluh darah intracranial (SVD) ini adalah
kondisi yang disebabkan oleh perubahan luas pada
arteri
kecil dan arteri otak terutama pada kelompok usia lanjut
dan biasanya di hadapan diabetes dan hipertensi;
Perubahan terjadi di dalam dinding pembuluh, yang
menebalkan 20% stroke iskemik dan diperkirakan
disebabkan oleh SVD meskipun perdebatan berlanjut.
Vaskulitis dan angiopati amiloid serebral jarang
menyebabkan SVD.

2.3 Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2012:131) patofisiologi Stroke Non Hemoragik yaitu:
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Thrombus
dapat berasaldari plak arterosklerosis, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami atau
terjadi turbulensi.

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi
yang lebih besar daripada area infark ini sendiri. Edema dapat berkurang
dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi sepsik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupture arterosklerotik dan


hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.


Perubahan yang disebabkan oleh anoksi serebral dapat reversibel untuk
waktu 4 – 6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase
otak. Elemen–elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
2.3.1 Pathway

Gambar 2.2 Pathway (NIC-N0C dalam Nurarif, 2015:157)


2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1 Berdasarkan (NIC-NOC dalam Nurarif, 2015:152)
Manifestasi Klinis Stroke yaitu:
1) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo
badan.
2) Tiba-tiba hilang rasa peka.
3) Bicara cedel atau pelo.
4) Gangguan bicara dan bahasa.
5) Gangguan penglihatan.
6) Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
7) Gangguan daya ingat.
8) Nyeri kepala hebat.
9) Vertigo.
10) Kesadaran menurun.
11) Proses kencing terganggu.
12) Gangguan fungsi otak.

2.4.2 Menurut Tarwoto (2013:135) manifestasi klinis stroke tergantung


dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata–rata serangan, ukuran
lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke akut gejala klinis
meliputi:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis)
atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak.
Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada area
motorik di korteks bagian frontal. Kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer
kanan maka kelumpuhan otot vulenter dan sensorik sehingga
pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan sistem saraf
otonom dan gangguan saraf sensorik.
3) Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau
koma), terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian
menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak
akibat hipoksia.
4) Asfiksia (kesulitan dalam bicara)
Asfiksia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara,
termasuk dalam membaca, menulis memahami bahasa.
Asfiksia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara
primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi
pada stroke dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri.
Asfiksia dibagi menjadi 3 yaitu asfiksia motorik, sensorik dan
afasia global. Asfiksia motorik atau ekspresif terjadi jika area
pada broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia
jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien
tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam
mengungkapkan bicara. Asfiksia sensorik terjadi karena
kerusakan pada area wernicke, yang terletak pada lobus
temporal. Pada afasia sensorik pasien tidak mampu menerima
stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan
pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien tidak
nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat
merespon pembicaraan baik menerima maupun
mengungkapkan pembicaraan.
5) Disatria (bicara cadel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga
ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian pasien dapat
memahami pembicara, menulis, mendengarkan maupun
membaca. Disatria terjadi karena kerusakan nervus kranial
sehingga terjadi kelemahan otot bibir, lidah dan laring. Pasien
juga mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
6) Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan
menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi.
Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau
parietal yang dapat menghambat serat saraf optic pada korteks
oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena
kerusakan pada saraf kranial III, IV dan VI.
7) Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan
nervus kranial IX. Selama menelan bolus di dorong oleh lidah
dan glittios menutup kemudia makanan masuk ke esofagus.
8) Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun bladder sering terjadi hal ini
terjadi karena terganggunya saraf mensarafi bladder dan
bowel.
9) Vertigo
Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala, terjadi karena
peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri.

2.4.3 Menurut Munir (2015:372) tanda dan gejala stroke infark yang
timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah.
1) Arteri Cerebri Anterior:
a. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol.
b. Gangguan menelan.
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e. Bisa terjadi kejang – kejang.
2) Arteri Cerebri Media:
a. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan.
b. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
c. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
3) Arteri Karotis Interna:
a. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan
(hemiparesis kontra lateral) dan dapat disertai sindrom
Horner pada sisi sumbatan.
4) Arteri Cerebri Postrior:
a. Koma.
b. Hemiparesis kontra lateral.
c. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf kranial ketiga.
5) Sistem Vetebrobasiler:
a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b. Meningkatnya refleks tendon.
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo).
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disatria).
f. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing,
gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
g. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda
(diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki
(nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada
belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia hominim).
h. Gangguan pendengaran.
i. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

2.5 Penatalaksanaan Medis


2.5.1 Menurut Tarwoto (2013:141) penatalaksanaan medis meliputi:
2.5.1.1 Penatalaksanaan Umum
1) Pada fase akut
a. Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko
terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran
atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah
dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline
50 ml/jam selama jam–jam pertama dari stroke
iskemik akut. Segera setelah hemodinamik stabil,
terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai
KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih
baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
kebutuhan homeostasis kalium dan natrium.
Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa
diberikan untuk memelihara homeostasis
elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
b. Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan
hemoragik mengalami gangguan aliran darah ke
otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga
untuk mempertahankan metabolisme otak.
Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang
dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa
gas darah atau oksimetri.
c. Penatalaksanaan peningkatan tekanan
intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial
biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh
karena itu pengurangan edema penting
dilakukan misalnya dengan pemberian manitol,
kontrol atau pengendalian tekanan darah.
d. Monitor fungsi pernapasan: Analisa Gas Darah.
e. Monitor jantung dan tanda–tanda vital,
pemeriksaan EKG.
f. Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g. Kontrol kejang jika ada dengan pemberian
antikonvulsan, dan cegah resiko injuri.
h. Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi
kompresi lambung dan pemberian makanan.
i. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan
antikoagulan.
j. Monitor tanda–tanda neurologi seperti tingkat
kesadaran keadaan pupil, fungsi sensorik dan
motorik, nervus kranial dan refleks.
2) Fase rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b. Program managemen bladder dan bowel.
c. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan
rentang gerak sendi (ROM).
d. Pertahankan integritas kulit.
e. Pertahankan komunikasi yang efektif.
f. Pemenuhan kebutuhan sehari – hari.
g. Persiapan pasien pulang.
2.5.1.2 Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari
3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dikompensasi
atau pemasangan pintasan ventrikulo – peritoneal bila
ada hidrosefalus obstruktif akut.
2.5.1.3 Terapi obat – obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
a. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolisis dengan rt-PA
(recombinant tissue plasminogen).
2) Pemberian obat – obatan jantung seperti digoksin
pada aritmia jantung atau alfa beta, katopril,
antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
b. Stroke hemoragik
1) Antihipertensi: Katopril, antagonis kalsium.
2) Deuretik: Manitol 20%, furosemide.
3) Antikonvulsan: Fenitoin.

2.5.2 Menurut NIC-NOC dalam Nurarif (2015:153) penatalaksanaan


medis meliputi:
2.5.2.1 Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat
Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebro –
kardio – pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan
otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,
foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time / INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada
pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya
agra tetap tenang.
2.5.2.2 Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor – faktor
etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan
terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah
sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan
edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata
cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
1) Stroke Iskemik
Terapi umum: letakkan kepala pasien pada posisi
300, kepala dan dada pada satu bidang, ubab posisi
tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan
jalan napas, beri oksigen 1 - 2 L/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu,
dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres
dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi
dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500 –
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari
cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik, jika didapatkan gangguan menelan
atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus
dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2 – 3
hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60
mg% atau 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dektrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual
dan muntah diatasi dengan pemberian obat – obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥ 220
mmHg, diastolik ≥ 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Preassure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau
didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat
reseptor alfa – beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik
≤ 90 mmHg, diastolik ≤ 70, diberi NaCl 0,9% 250
mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam
dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2 –
20 µg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110
mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5 – 20 mg iv
pelan – pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per
hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah
2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka
panjang. Jika didapatkan tekanan intracranial
meningkat, diberikan manitol bolus intravena 0,25 –
1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25 g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3 – 5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<
320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik(NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus: ditujukan untuk riperfusi dengan
pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik
rt - PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neurobroteksi, yaitu siticolin
atau pirasetam (jika didapatkan apasia).
2) Stroke Hemoragik
Terapi umum: pasien stroke hemoragik harus
dirawat di ICU jika volume hematoma> 30 mL,
perdarahan intraventikuler dengan hidrosefalus, dan
keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid
atau 15 – 20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg,
diastolik > 120 mmHg, MAP > 130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan
dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625 – 1.25 mg per
6 jam; katopril 3 kali 6,25 – 25 mg per oral. Jika
didapatkan tanda – tanda intrakraniak meningkat,
posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada
disatu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi
(pCO 20 – 35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama
dengan pada stroke iskemik tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parental sukralfat, atau
inhibitor, pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dandiobatidengan
antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus neuroprotektor dapat diberikan
kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usis dan letat perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya klien memburuk
dengan perdarahan serebelum berdiameter > 3 cm3,
hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum, dilakukan VP shunting, dam
perdarahan lobar > 60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan
antagonis kalsium (nimodin) atau tindakan bedah
(ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arteri – vena (arteriovenous malformation, AVM).
2.5.2.3 Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah
laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training
(termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit
yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaa khusus intensif
pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian
pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program
preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut
antara lain:
1) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya.
2) Penatalaksanaan komplikasi.
3) Restorasi / rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien)
yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan
terapi okupasi.
4) Prevensi sekunder.
5) Edukasi keluarga dan discharge planning.
2.5.3 Prinsip penatalaksanaan stroke pada lansia
Prinsip penatalaksanaan stroke pada lansia adalah untuk
mencegah atau mengatasi komplikasi dan meningkatkan
kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
a. Untuk menghindari kekakuan sendi dan otot-otot, diperlukan
stimulasi, mobilisasi, dan ambulasi. Apabila berbaring,
sebaiknya kepala tempat tidur ditinggikan sekitar 30o untuk
mempertahankan suplai darah ke otak dan mengoptimalkan
pengembangan dada. Lansia juga harus diposisikan bergantian
miring kanan-telentang-miring kiri setiap 2 jam untuk
meningkatkan kenyamanan, mempertahankan pengembangan
paru, mencegah infeksi paru, luka lecet, dan sumbatan
pembuluh balik.
b. Untuk mencegah atau mengatasi kesulitan mengontrol buang
air besar maupun kecil dapat dilakukan pemenuhan
kebutuhan cairan 6 – 8 gelas perhari dan kebutuhan
makanan berserat yang cukup. Selain itu tempat untuk
melakukan BAB/BAK harus membuat lansia nyaman, kecuali
bila lansia terganggu mobilitasnya, mungkin diperlukan pispot
untuk membantu BAB/BAK di tempat tidur. Latihan otot
dasar panggul dan otot anus dapat diberikan secara bertahap
sampai lansia dapat mengontrol kemampuan BAB/BAK.
Apabila lansia sama sekali tidak mampu mengontrol BAB/BAK,
maka perlu dilakukan pemantauan kebersihan daerah
kemaluan dan bokong, serta pastikan tempat tidur atau alas
duduknya selalu dalam keadaan kering dan bersih untuk
menghindari masalah kulit.
c. Untuk mencegah aspirasi (tersedak), pastikan rute memberi
makan aman (mulut atau maagslang). Untuk mengalihkan
rute dari maagslang ke mulut harus dipastikan lansia dapat
menunjukkan kemampuan menelan makanan padat atau
cairan dengan aman dan efektif (tidak tersedak).
d. Untuk merawat lansia dengan stroke diperlukan ketelatenan
dan kesabaran, serta kerjasama dari seluruh anggota
keluarga. Umumnya rehabilitasi pada pasien stroke
memerlukan waktu yang cukup panjang. Untuk gangguan
kemampuan melakukan aktivitas motorik, gangguan
kemampuan pengenalan benda melalui penginderaan, serta
kelabilan emosi umumnya mengalami pemulihan dalam
beberapa minggu, termasuk gangguan penglihatan. Sementara
itu, kemampuan berjalan, kemampuan pengucapan kata, dan
kemampuan memahami bahasa umumnya pulih dalam
waktu satu tahun atau lebih. Keluarga sangat dibutuhkan
dukungannya dalam masa pemulihan, terutama mendampingi
dalam program fisioterapi maupun pengobatan, serta
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk beribadah.
Keluarga juga harus menyiapkan lingkungan yang kondusif
di rumah serta memperhatikan kesehatan fisik dan emosionalnya
sendiri selama merawat lansia, sehingga lansia menjadi mandiri
sesuai dengan kemampuannya.

2.5.3.1 Berikut ini dijelaskan beberapa masalah yang


mungkin ditemukan oleh keluarga selama merawat
lansia dan penatalaksanaannya:
Masalah Yang Ditemukan Penatalaksanaan
- Tidak menyadari keberadaan - Tempatkan benda dalam lapang
orang atau benda dari sisi pandang mata yang tidak
penglihatan yang terganggu terganggu
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh - Mendekati lansia dari sisi lapang
- Kesulitan menilai jarak pandang mata yang tidak
terganggu
- Ingatkan lansia untuk
memalingkan kepala ke arah mata
yang mengalami kehilangan lapang
pandang
- Bantu lansia dengan kacamata bila
perlu
- Selalu berkomunikasi dalam
lapang pandang mata yang tidak
terganggu
- Kesulitan melihat pada malam - Tempatkan benda-benda dalam
hari pusat lapang pandang
- Tidak menyadari keberadaan - Bantu lansia untuk menggunakan
benda atau batas benda tongkat atau benda lain untuk
mengenali suatu benda yang
berada di tepi lapang pandang
- Pastikan penerangan cukup,
hindari beraktivitas dalam keadaan
gelap
- Penglihatan ganda - Jelaskan pada lansia lokasi benda-
benda ketika ditempatkan di
dekatnya
- Tempatkan barang/kebutuhan
perawatan lansia di lokasi yang
tetap/sama
- Kelemahan wajah, lengan, dan - Tempatkan benda dalam
kaki pada sisi yang sama jangkauan lansia pada sisi yang
- Kelumpuhan wajah, lengan, dan tidak sakit
kaki pada sisi yang sama - Mobilisasikan lansia secara
teratur (miringkan tubuh ke kanan
dan kiri setiap 2 jam)
- Berikan latihan untuk
meningkatkan kekuatan otot pada
sisi yang tidak sakit
- Bantu lansia untuk melakukan
latihan rentang gerak pada sisi
yang sakit
- Pertahankan kesejajaran tubuh
- Berikan perawatan mata
- Berjalan tidak mantap dan tegak - Dukung lansia selama fase awal
- Tidak mampu menyatukan kaki, melakukan gerak dan berpindah
perlu dasar berdiri yang luas - Bantu lansia dengan alat
penyokong (kruk, tongkat, kursi
roda, dsb)
- Ingatkan lansia untuk tidak
melakukan aktivitas tanpa bantuan
atau alat penyokong
- Kesulitan dalam membentuk kata - Mencari metode alternatif untuk
berkomunikasi dengan lansia
- Memberikan cukup waktu kepada
lansia untuk merespons selama
berkomunikasi
- Kesulitan menelan - Siapkan makanan dengan tekstur
lembut atau potongan yang kecil
- Memposisikan tubuh dengan benar
saat makan
- Membantu lansia saat makan
- Tempatkan makanan pada sisi
mulut yang tidak sakit
- Berikan waktu yang cukup untuk
makan
- Berikan minum secukupnya dengan
hati-hati
- Bersihkan mulut dan gigi setelah
makan
- Baal dan kesemutan pada lengan - Menghindari lansia menggunakan
atau kaki bagian tubuh yang sakit sebagai
- Kesulitan menyadari posisi tubuh tumpuan dominan
sakit sebagai tumpuan dominan - Bantu lansia melakukan latihan
rentang gerak pada area yang sakit
dan berikan alat penyokong jika
perlu
- Tempatkan benda kebutuhan
perawatan ke arah sisi yang sehat
- Tidak mampu membentuk - Membantu lansia untuk mengulang
kata/kalimat yang dapat dipahami, bunyi alphabet
mungkin mampu berbicara dalam
respons kata tunggal
- Tidak mampu memahami - Berbicara secara perlahan dan
kata/kalimat yang dibicarakan, jelas untuk membantu lansia
mampu bicara tetapi tidak masuk membentuk bunyi
akal
- Tidak mampu membentuk kalimat - Berbicara secara perlahan dengan
dan tidak mampu memahami kalimat sederhana, gunakan bahasa
kalimat yang dibicarakan tubuh atau gambar jika perlu

- Kehilangan daya ingat jangka - Sesering mungkin mengingatkan


pendek dan jangka panjang kembali lansia terhadap orang,
- Penurunan rentang perhatian waktu, tempat, dan situasi
- Penurunan kemampuan - Tempatkan benda favorit atau
berkonsentrasi foto keluarga di dekat lansia
- Perubahan penilaian - Gunakan bahasa sederhana dalam
berkomunikasi dengan lansia
- Mengulang dan menekankan
perintah atau tugas untuk lansia
dengan petunjuk visual dan verbal
- Dampingi lansia dalam
menjalankan terapi pengobatan
(minum obat secara teratur)
- Kehilangan kontrol terhadap diri - Mempertahankan lingkungan yang
sendiri menyenangkan dan aman bagi
- Kelabilan emosi lansia
- Penurunan toleransi terhadap - Mendorong lansia untuk
situasi yang mencetuskan stress mengekspresikan perasaannya,
- Depresi terutama yang berkaitan dengan
- Menarik diri proses penyakit
- Rasa takut, bermusuhan, dan - Mendorong lansia untuk
marah berpartisipasi dalam aktivitas
- Perasaan dikucilkan kelompok sesuai dengan
kemampuan dan moodnya
- Berikan kesempatan kepada
lansia untuk melakukan aktivitas
yang menyenangkan baginya
sesuai dengan kemampuan sebagai
stimulasi
- Ketidakmampuan seksual - Mendukung lansia untuk
(lubrikasi, ereksi, ejakulasi) atau mendiskusikan perasaannya
kelemahan syahwat (untuk lansia dengan pasangan
yang masih memiliki pasangan - Mendukung lansia untuk
dan aktif secara seksual sebelum berkonsultasi kepada ahli bersama
terserang stroke) pasangan
(Praptiwi, 2010)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2012:139) pemeriksaan penunjang pada stroke,
meliputi:
2.6.1 Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

2.6.2 Lumbal fungsi


Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan lukuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

2.6.3 CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.

2.6.4 MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar atau luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
2.6.5 USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).

2.6.6 EEG (Elektroensefalografi)


Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya implus
listrik dalam jaringan otak.

2.6.7 Pemeriksaan laboratorium


1. Lumbal fungsi: pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
3. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.

2.7 Prognosis
Menurut Dewanto dkk (2014:28) Prognosis dipengaruhi usia pasien,
penyebab stroke dan kondisi medis lain yang mengawali atau menyertai
stroke. Penderita yang selamat memiliki resiko tinggi mengalami stroke
kedua. Menurut Munir (2015:377) Secara umum 80% pasien dengan
stroke hidup selama satu bulan, dengan 10 year survival rate sekitar 35%.
Setengah hingga sepertiga pasien yang mampu melewati fase akut stroke
mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal, hanya 15%
membutuhkan perawatan institusional.
2.8 Komplikasi
Menurut Munir (2015:376)
1. Edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak.
2. Kejang.
3. Transformasi hemoragik.
4. Infeksi: pneumonia, ISK.
5. Trombosis vena.
6. Gangguan aktivitas kehidupan sehari - hari (daily life activity).

Menurut Tarwoto (2013:138)


1. Fase akut
a) Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena
perdarahan maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat
terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya akiran darah
dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi dari
otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya.
Aliran darah ke otak sangat tergantung pada tekanan darah, fungsi
jantung atau kardiak ouput, keutuhan pembuluh darah. Sehingga
pada pasien dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat
dibutuhkan untuk menjamin perfusi jaringan yang baik untuk
menghindari terjadinya hipoksia serebral.
b) Edema serebri
Merupakan respon fisioligi terhadap adanya trauma jaringan.
Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau
iskemik maka tubuh akan meningkangkatkan aliran darah pada
lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga cairan interstesial akan berpindah
ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
c) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya masa otak seperti adanya perdarahan atau edema
otak akan meningkatkan tekanan intracranial yang ditandai
adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik,
sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral
yang dapat mengancam kehidupan.
d) Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat
rentang terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya batuk dan
menelan.
2. Kompikasi pada masa pemulihan atau lanjut
a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan
biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,
kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urin dan
bowel.
b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas
listrik otak.
c. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri
kepala cluster.
d. Malnutrisi, karena intake yang adekuat.

2.9 Tinjauan Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik


Menurut Muttaqin (2012:133), asuhan keperawatan pada pasien stroke non
hemoragik:
a. Anamnesis
Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga,
dan pengkajian psikososial.
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan
diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien meminta bantuan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung mendadak, pada saat
klien melakukan aktivitas. Biasanya nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau fungsi otak yang lain. Adanya penurunan
atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial. Keluhan perubahan perulaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan koma.
4) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat–obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat–obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat–obat yang sering digunakan klien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang mendarita hipertensi,
diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
6) Pengkajian psikosospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien penting
untuk menilai respon pasien. Apakah ada timbul kecemasan,
ketakutan dan kecacatan, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
Stroke merupakan penyakit yang sangat mahal, biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mempengaruhi
keuangan keluarga, sehingga faktor biaya dapat mempengaruhi
stabilitas emosi serta pikiran pasien dan keluarga.

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronki pada pasien dengan peningkatan produksi sputum dan
kemampuan batuk menurun yang sering didapat pada pasien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi
thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
3) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada pasien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat
adanya hipertensi tekanan darah> 200 mmHg.
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah manan yang tersumbat) ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder dan aksesori) Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan
terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.

a) Tingkat kesadaran
Kualitas keasadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan paling penting yang membutuhkan
pengkajian. tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikoma.
Jika pasien sudah mengalami koma, maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan
bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan
keperawatan.
b) Fungsi Serebral
(1) Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik pasien.
(2) Fungsi intelektual: didapat penurunan daya ingat dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan berhitung dan kalkulasi.
(3) Kemampuan bahasa: tergantung daerah lesi. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
dari girus temporalis superior (area Wernick)
didapatkan disfasia resertif, yaitu pasien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi
pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfasia ekspesif, yaitu pasien dapat
mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicara tidak lancar.
(4) Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek
psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada
lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
(5) Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan
hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral. Stroke
pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang
pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan
mudah frustasi.
c) Pemeriksaan saraf kranial
(1) Saraf I (olfaktorius): biasanya tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
(2) Saraf II (optikus): disfungsi fersepsi visual karena
gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan
korteks visual.
(3) Saraf III, IV, dan VI (okulomotorius): apabila akibat
stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
(4) Saraf V (trigeminus): penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah.
(5) Saraf VII (fasial): persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian
sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII (akustikus): tidak ditemukan adanya tuli
konduktid dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X (glosofaringeus): kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
(8) Saraf XI (aksesoris): tidak ada antrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapizeus.
(9) Saraf XII (hipoglosus): lidah simetris, terdapat deviasi
pada satu sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan
normal.
d) Pengkajian Sistem Motorik
(1) Inspeksi umum, didapatkan hemiplagia.
(2) Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
(3) Tonus otot meningkat.
(4) Kekuatan otot 0 pada ekstremitas yang sakit.
(5) Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia.
e) Pemeriksaan Refleks
(1) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada
respons normal.
(2) Pemeriksaan refleks patologi. Pada fase akut refleks
fisiologi sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.
f) Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah ketidak-
mampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia
kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuankarena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
Kehilanagan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, serta kesulitan
dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan
auditorius.
5) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan
urinalkarena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-
kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selamam periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
krusakan neurologis luas.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada pase akut. Mual sampai muntah
dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Pola defekasi terjadi konstipasi karena penurunan peristaltik
usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stoke adalah penyakit UMN (upper motor neuron) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
jelek. Di samping itu juga perlu dikaji adanya tanda-tanda
dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena pasien
mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.

2.10 Diagnosa, Intervensi dan Rasional


Tabel: 2.1 Diagnosa, Intervensi dan Rasional
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Ketidak Setelah 1. Kaji status 1. Pengkajian
seimbangan dilakukan nutrisi pasien. penting
nutrisi kurang tindakan dilakukan
dari keperawatan untuk
kebutuhan selama 3x24 jam mengetahui
tubuh diharapkan status nutrisi
berhubungan ketidakseimbang pasien sehingga
dengan an nutrisi kurang dapat
ketidakmamp dari kebutuhan menentukan
uan menelan tubuh dapat intervensi yang
makanan. teratasi dengan diberikan.
Kriteria hasil:
1. Intake nutrisi 2. Observasi dan 2. Untuk
tercukupi, catat asupan mengkaji zat
adanya pasien (cair gizi yang
peningkatan dan padat). dikonsumsi dan
berat badan. suplemen yang
2. Asupan diberikan.
makanan dan
cairan
tercukupi. 3. Jaga 3. Mulut yang
3. Tidak ada kebersihan bersih dapat
tanda-tanda mulut, meningkatkan
malnutrisi.-- anjurkan nafsu makan.
Tidak terjadi untuk selalu
penurunan melakukan
berat badan oral hygiene.
yang berarti.
4. Beri 4. Untuk
kesempatan membantu
pasien menkaji
mendiskusika penyebab
n alasan untuk gangguan
tidak makan. makan.

5. Berikan 5. Informasi yang


informasi diberikan dapat
yang tepat memotivasi
terhadap asien untuk
pasien tentang meningkatkan
kebutuhan intake nutrisi.
nutrisi yang
tepat dan
sesuai.

6. Anjurkan 6. Zat besi dapat


pasien untuk membantu
mengkonsums tubuhsebagai
i makanan zat penambah
tinggi zat besi darah sehingga
seperti mencegah
sayuran hijau. terjadinya
anemia atau
kekurangan
darah.

7. Timbang dan 7. Untuk


catat berat mendapatkan
badan pasien pembacaan
pada jam yang yang paling
sama setiap akurat.
hari.

8. Kolaborasi 8. Menentukan
dengan ahli diet yang tepat.
gizi.

2 Kerusakan Setelah 1. Inspeksi kulit 1. Untuk


integritas kulit dilakukan pasien setiap menentukan
berhubungan tindakan pergantian keefektifan
dengan tirah keperawatan tugas jaga, regimen
baring lama. selama 3x24 jam jelaskan dan perawatan
kerusakan dokumentasika kulit.
integritas kulit n kondisi kulit,
tidak terjadi dan laporkan
dengan perubahan.
Kriteria hasil:
1. Pasien 2. Jaga kebersihan 2. Mempertahank
mampu kulit dan an keutuhan
berpartisipasi seminimal kulit.
terhadap mungkin
pencegahan hindari trauma,
luka. panas terhdapat
2. Tidak ada kulit.
tanda-tanda
kemerahan 3. Bantu pasien 3. Untuk
atau luka. dalam meningkatkan
3. Menunjukka melakukan kenyamanan
n tindakan dan
pemahaman higiene dan kesejahteraan.
dalam proses kenyamanan.
perbaikan
kulit dan 4. Ubah posisi 4. Tindakan
mencegah pasien minimal tersebut
terjadinya 2 jam. mengurangi
cidera tekanan,
berulang. meningkatkan
sirkulasi, dan
mencegah
kerusakan kulit.

5. Berikan 5. Tindakan ini


kesempatan membantu
pasien untuk mengurangi
mengungkapka ansietas dan
n perasaan meningkatkan
tentang masalah keterampilan
kulitnya. koping.

6. Jelaskan terapi 6. Untuk


kepada pasien mendorong
dan anggota kepatuhan.
keluarga atau
pasangan.

3 Hambatan Setelah 1. Kaji mobilitas 1. Untuk


mobilitas dilakukan yang ada dan mengetahui
fisikberhubun tindakan observasi tingkat
gan dengan keperawatan terhadap kemampuan
hemiparase, selama 2x24 jam peningkatan pasien dalam
kelemahan klien mampun kerusakan. melakukan
neuromuskula melaksanakan aktivitas.
r pada aktivitas fisik
ekstremitas sesuai dengan 2. Ajarkan pasien 2. Gerakan aktif
kemampuannya. untuk memberikan
Kriteria hasil: melakukan tonus massa,
1. Klien dapat latihan gerak tonus, dan
ikut serta aktif pada kekuatan otor,
dalam program ekstremitas serta
latihan. yang tidak memperbaiki
2. Tidak terjadi sakit. fungsi jantung,
kontraktur dan pernafasan.
sendi.
3. Meningkatnya 3. Lakukan 3. Otot valunter
kekuatan otot. gerakan pasif akan
4. Klien pada kehilangan
menunjukkan ekstremitas tonus dan
tindakan untuk yang tidak kekuatannya
meningkatkan sakit. bila tidak
mobilitas. dilatih untuk
digerakkan.

4. Pantau kulit dan 4. Deteksi dini


membran adanya
mukosa gangguan
terhadap iritasi, sirkulasi dan
kemerahan, hilangnya
atau lecet. sensari resiko
tinggi
kerusakan
integritas kulit.
5. Ubah posisi 5. Menurunkan
pasien tiap 2 resiko
jam. terjadinya
iskemia
jaringan akibat
sirkulasi darah
yang jelek pada
daerah yang
tertekan.

6. Kolaborasi 6. Peningkatan
dengan ahli kemampuan
fisioterapi dalam
untuk latihan mobilisasi
fisik klien. ekstremitas
dapat
ditingkatkan
dengan latihan
fisik dari tim
fisioterapis.

4 Kerusakan Setelah 1. Kaji disfungsi 1. Membantu


komunikasi dilakukan misalnya klien menentukan
verbal tindakan mengerti kerusakan area
berhubungan keperawatan tentang kata – pada otak dan
dengan efek selama 2x24 jam kata atau menentukan
dari kerusakan klien dapat masalah bicara kesulitan pasien
pada area menunjukkan atau tidak dengan
bicara pada pengertian mengerti bahasa sebagian atau
hemisfer otak, terhadap masalah sendiri. seluruh proses
kehilangan komunikasi, komunikasi,
kontrol tonus mampu klien mungkin
otot fasial atau mengekspresikan mempunyai
oral, dan perasaannya, masalah dalam
kelemahan mampu mengartikan
secara umum. menggunakan kata – kata
bahasa isyarat (afasia).
dengan
Kriteria hasil: 2. Lakukan 2. Klien dapat
1. Terciptanya metode kehilangan
suatu percakapan kemampuan
komunikasi yang baik dan untuk
dimana lengkap, beri memantau
kebutuhan kesempatan ucapannya,
pasien dapat pasien untuk komunikasinya
dipenuhi. mengklarifikasi secara tidak
2. Klien mampu sadar, dengan
merespons melengkapi
setiap dapat
berkomunikasi merealisasikan
secara verbal pengertian
maupun pasien dan
isyarat. dapat
mengklarifikasi
kan
percakapan.
3. Perintahkan 3. Menguji afasia
pasien untuk ekspresif
menyebutkan misalnya klien
nama suatu dapat mengenal
benda yang benda tersebut
diperlihatkan. tetapi tidak
mampu
menyebutkan
namanya.

4. Perintahkan 4. Menguji
pasien untuk ketidakmampu
menulis nama an menulis
atau kalimat (afasia) dan
pendek, bila defisit
tidak mampu membaca
untuk menulis (aleksia) yang
suruh pasien juga merupakan
untuk membaca bagian dari
kalimat pendek. afasia reseptif
dan ekspresif.

5. Antisipasi dan 5. Membantu


bantu menurunkan
kebutuhan frustasi oleh
pasien. karena
ketergantungan
atau
ketidakmampu
an
berkomunikasi.

6. Anjurkan 6. Menurunkan
pengunjung isolasi sosial
untuk dan
berkomunikasi mengefektifkan
dengan pasien . komunikasi.

7. Kolaborasi: 7. Mengkaji
Konsultasikan kemampuan
ke ahli terapi verbal
bicara. individual dan
sensorik
motorik dan
fungsi kognitif
untuk
mengidentifika
si defisit dan
kebutuhan
terapi.

5 Gangguan Setelah 1. Kaji reflek 1. Untuk


menelan dilakukan menelan. mengetahui
berhubungan tindakan selama reflek menelan
dengan 3x24 jam dan dapat
gangguan gangguan mempermudah
neuromuskula menelan dapat intervensi
r teratasi atau selanjutnya.
berkurang
dengan kriteria 2. Tinggikan 2. Untukmenurun
hasil: kepala klien 30o kan resiko
1. Kemampua selama makan aspirasi.
n menelan dan 30 menit
adekuat. setelah makan.
2. Dapat
mempertah 3. Anjurkan 3. Untuk
ankan kepada keluarga meningkatkan
makanan untuk melakukan kenyamanan
dalam perawatan mulut dan
mulut. tiga kali sehari. meningkatkan
3. Tidak ada nafsu makan
kerusakan klien.
otot
tenggoroka 4. Anjurkan 4. Untuk
n atau otot kepada keluarga mencegah
wajah, untuk pecah – pecah
menelan, memberikan dan
menggerak pelembab bibir terkelupas.
kan lidah, pada klien.
atau reflek
muntah. 5. Ajarkan 5. Tindakan
kepada keluarga tersebut
klien cara memungkink
pemberian diet an klien
yang benar. berperan aktif
dalam
mempertahan
kan
kesehatan.
6 Resiko jatuh Setelah 1. Kaji faktor 1. Untuk
dilakukan penyebab atau meningkatkan
tindakan berkontribusi kesadaran
keperawatan terhadap pasien,
selama 1x24 jam terjadinya keluarga dan
pasien dapat cedera akibat pemberi
menghindari jatuh. asuhan.
resiko jatuh
dengan 2. Buat perubahan 2. Untuk
Kriteria hasil: dilingkungan meningkatkan
1. Kejadian pasien yang kesadaran
jatuh: tidak dapat menjadi pasien,
ada kejadian penyebab atau keluarga.
jatuh. kontribusi
2. Pasien dan terhadap
keluarga cedera.
membantu
mengidentifi 3. Orientasikan 3. Tindakan
kasi dan pasien pada tersebut akan
melakukan lingkungan. membantu
tindakan Kaji pasien untuk
pengamanan kemampuan mengatasi
untuk pasien untuk lingkungan
mencegah menggunakan yang tidak
cedera. bel panggilan, dikenalnya.
3. Pasien dan penghalang isis
keluarga tempat tidur,
menyusun dan pengendali
strategi posis tempat
untuk tidur.
mempertaha Pertahankan
nkan tempat tidur
keamanan. pada posisi
terendah dan
awasi secara
ketat pada
malam hari.
Singkirkan
karpet yang
membuat pasien
tergelincir.

4. Ajarkan kepada 4. Untuk


pasien yang menurunkan
mengalami potensial
ketidakstabilan cedera.
berjalan untuk
menggunakan
alat bantu.

5. Berikan 5. Pendidikan
pengajaran kesehatan dapat
kepada pasien membantu
sesuai pasien
kebutuhan mencegah
mengenai cedera.
keamanan
lingkungan
rumah.

7 Resiko Setelah 1. Kaji penyebab 1. Deteksi dini


peningkatan dilakukan dari situasi atau untuk
TIK tindakan keadaan memprioritaska
keperawatan individu atau n intervensi,
selama 3x24 jam penyebab koma mengkaji status
resiko atau penurunan neurologi atau
peningkatan TIK perfusi jaringan tanda – tanda
dapat teratasi dan kegagalan
dengan kemungkinan untuk
Kriteria hasil: penyebab menentukan
1. Pasien tidak peningkatan perawatan
gelisah. TIK. kegawatan atau
2. Pasien tidak tindakan
mengeluh pembedahan.
nyeri kepala.
3. GCS: E4 V5 2. Monitor tanda – 2. Suatu keadaan
M6 . tanda vital tiap normal bila
4. TTV dalam 4 jam. sirkulasi
batas normal serebral
(Tekanan terpelihara
Darah 120 – dengan baik
140 per 80 – atau fluktuasi
90 mmHg, ditandai dengan
Nadi: 60 – tekanan darah
100x/menit, sistemik,
Respirasi: penurunan dari
16 – outoregulator
20x/menit, kebanyakan
Temp: 36,5 – merupakan
37,5oC). tanda
penurunan
disfungsi lokal
vaskularisasi
darah serebral.
Dengan
peningkatan
tekanan darah
(diastolik)
maka dibarengi
dengan
peningkatan
tekanan darah
intrakranial.
Adanya
peningkatan
tensi,
bradikardia,
disritmia,
depnea
merupakan
tanda
terjadinya
peningkatan
TIK.

3. Observasi 3. Perubahan
tingkat kesadaran
kesadaran menunjukkan
dengan GCS. peningkatan
TIK dan
berguna
menentukan
lokasi dan
perkembangan
penyakit.

4. Evaluasi pupil. 4. Reaksi pupil


dengan
pergerakan
kembali dari
bola mata
merupaka tanda
dari gangguan
nervus atau
saraf jika
batang otak
terkoyak.
Keseimbangan
saraf antar
simpatis dan
parasimpatis
merupakan
respon refleks
nervus cranial.

5. Monitor 5. Panas
temperatur dan merupakan
pengaturan refleks dari
suhu hipotalamus.
lingkungan. Pemimgkatan
kebutuhan
metabolisme
O2 akan
menunjang
peningkatan
TIK.

6. Pertahankan 6. Perubahan
kepala atau kepala pada
leher pada salah satu sisi
posisi yang dapat
netral, usahakan menimbulkan
dengan sedikit penekanan pada
bantal. Hindari vena
penggunaan jugularis dan
bantal yang menghambat
tinggi pada aliran darah
kepala. otak.

7. Kolaborasi 7. Mengurangi
pemberian O2 hipoksemia,
sesuai indikasi. dimana dapat
meningkatkan
vasodilatasi
serebral dan
volume darah
serta menaiikan
TIK.

Anda mungkin juga menyukai