Anda di halaman 1dari 122

PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA SAMA

DALAM DAN LUAR NEGERI BERDASARKAN


PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM
NOMOR 65 TAHUN 2016

Teknik Substantif Hubungan Masyarakat, Hukum,dan Kerja Sama


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasar-
kan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tan-
pa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan.

Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA SAMA
DALAM DAN LUAR NEGERI BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM
NOMOR 65 TAHUN 2016

Teknik Substantif Hubungan Masyarakat, Hukum,dan Kerja Sama

Tim Penyusun:

Rini Wulandari

TMM. Ruby Friendly. M

Dodi

Ohan Suryana

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2020
PENYUSUNAN PERJANJIAN KERJA SAMA
DALAM DAN LUAR NEGERI BERDASARKAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM
NOMOR 65 TAHUN 2016

Teknik Substantif Hubungan Masyarakat, Hukum,dan Kerja Sama

Tim Penyusun:
Rini Wulandari, TMM. Ruby
Friendly. M., Dodi, Ohan Suryana

BPSDM KUMHAM Press


Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere – Depok 16512
Telepon (021) 7540077, 754124 Faksimili (021) 7543709, 7546120
Laman: http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Cetakan ke-1 : September 2020


Perancang Sampul : Yulius Purnomo
Penata Letak : Yulius Purnomo

Sumber Ilustrasi: hrdailyadvisor.blr.com

x+110 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN: 978-623-6869-48-2

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip dan mempublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit

Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA

isi di luar tanggung jawab percetakan


KATA SAMBUTAN

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya Modul Best Practice Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan
Luar Negeri Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun
2016 telah terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar
mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.

Modul Best Pratice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan


tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi bagian
dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sumber
– sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan sekaligus dipindah tempatkan
atau replikasi guna peningkatan kinerja individu maupun organisasi. Keberadaan
Modul Best Practices dapat mendukung proses pembelajaran mandiri, pengayaan
materi pelatihan dan peningkatan kemampuan organisasi dalam konteks
pengembangan kompetensi yang terintegrasi (Corporate University) dengan
pengembangan karir.

Modul Best Practices pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna
memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam
pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber


Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 v
modul ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas
publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya
dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Selamat Membaca… Salam Pembelajar…

Jakarta, Agustus 2020

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Dr. Asep Kurnia

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
vi Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
kehendak dan perkenan-Nya masih diberikan kesempatan dan kesehatan dalam
rangka penyusunan Modul Best Practice berjudul Penyusunan Perjanjian Kerja
Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 65 Tahun 2016.

Modul Best Practice Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar
Negeri Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
sebagai sumber pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
terhadap keberagaman bidang tugas dan fungsi serta kinerja organisasi
Kemenkumham. Selain itu upaya untuk memperkuat dan mengoptimalkan
kegiatan pengabadian aset intelektual dari pengetahuan tacit individu menjadi
pengetahuan organisasi. Pengetahuan tacit yang berhasil didokumentasikan,
akan sangat membantu sebuah organisasi dalam merumuskan rencana strategis
pengembangan kompetensi baik melalui pelatihan maupun belajar mandiri, serta
implementasi Kemenkumham Corporate University (CorpU).

Demikian Modul Best Practice Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam


dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun
2016 disusun, dengan harapan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan
kompetensi bagi pembaca khususnya pegawai di lingkungan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 vii
Depok, 19 Oktober 2020
Kepala Pusat Pengembangan Diklat
Teknis dan Kepemimpinan,

Hantor Situmorang
NIP 196703171992031001

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
viii Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN........................................................................................... v
KATA PENGANTAR KAPUS TEKPIM............................................................. vii
DAFTAR ISI..................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat............................................................................... 5
C. Manfaat.............................................................................................. 6
D. Tujuan Pembelajaran......................................................................... 6
E. Materi Pokok...................................................................................... 7
F. Petunjuk Belajar................................................................................. 7

BAB II KERJA SAMA DALAM DAN LUAR NEGERI..................................... 9


A. Pengertian Kerja Sama Dalam Negeri............................................... 9
B. Pengertian Kerja Sama Luar Negeri.................................................. 10
Teori Kerja Sama International.......................................................... 11
C. Ruang Lingkup Kerja Sama............................................................... 15
D. Sasaran Strategis Organisasi............................................................ 16
E. Fungsi Kerja Sama............................................................................ 16
F. Rangkuman....................................................................................... 17
G. Latihan............................................................................................... 18

BAB III JENIS KERJA SAMA ........................................................................ 19


A. Kerja Sama Lembaga Pemerintah..................................................... 20
B. Kerja Sama Lembaga Non Pemerintah............................................. 21

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 ix
C. Kerja Sama Bilateral.......................................................................... 22
D. Kerja Sama Regional......................................................................... 26
E. Kerja Sama Multilateral...................................................................... 31
F. Rangkuman....................................................................................... 35
G. Latihan............................................................................................... 36

BAB IV MEKANISME KERJA SAMA.............................................................. 37


A. Perencanaan Kerja Sama.................................................................. 37
B. Penjajakan Kerja Sama..................................................................... 38
C. Penyusunan Naskah Kerja Sama...................................................... 38
D. Penandatanganan Naskah Kerja Sama............................................ 46
E. Publikasi Naskah Kerja Sama Dalam Negeri.................................... 51
F. Definisi, Rujukan Diplomasi dan Negoisasi....................................... 52
H. Rangkuman....................................................................................... 74
I. Latihan............................................................................................... 74

BAB V PENUTUP......................................................................................... 75
A. Simpulan............................................................................................ 75
B. Saran dan Rekomendasi................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 79

LAMPIRAN...................................................................................................... 83

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
x Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kerja sama pada prinsipnya merupakan kesepakatan yang dibangun
antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan sesuai dengan kebutuhan
bersama. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, kerja sama
tersebut bertujuan untuk mencapai sinergi dalam rangka mencapai tujuan
bersama. Untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kerja sama ini
sangat penting dalam rangka pencapaian visi Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, yaitu Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai sejumlah


kerja sama dalam dan luar negeri dengan Lembaga Pemerintah dan
Lembaga Nonpemerintah, negara asing, badan-badan Internasional maupun
organisasi international non-pemerintah/Non-government organisations
(NGO) baik itu yang ada di tingkat Unit Utama maupun yang ada di kantor
wilayah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun


2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM,
Bagian Kerja Sama Dalam Negeri mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan pembinaan pelaksanaan administrasi kerja sama dalam negeri
serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Biro Hubungan
masyarakat, Hukum dan Kerja Sama, sedangkan Bagian Kerja Sama Luar
Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan pelaksanaan
administrasi kerja sama luar negeri serta pengelolaan administrasi hibah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 1
Dalam melaksanakan tugas di atas Bagian Kerja Sama Dalam Negeri,
menyelenggarakan fungsi:

1. penyusunan rencana, program, dan anggaran di Biro Hubungan


Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama;

2. penyiapan pelaksanaan, fasilitasi, koordinasi, pemantauan,


pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama lembaga pemerintah;

3. penyiapan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan


data, dan evaluasi kerja sama lembaga nonpemerintah; dan

4. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan serta urusan tata usaha dan


rumah tangga Biro Hubungan masyarakat, Hukum dan Kerja Sama.

Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut Bagian Kerja Sama


Dalam Negeri, di dukung oleh :

1) Subbagian Kerja Sama Lembaga Pemerintah

Subbagian Kerja Sama Lembaga Pemerintah mempunyai tugas


melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi,
pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama kementerian
dan lembaga.

2) Subbagian Kerja Sama Lembaga Nonpemerintah

Subbagian Kerja Sama Lembaga Nonpemerintah mempunyai tugas


melakukan penyiapan bahan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama lembaga negara, lembaga
pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan

3) Subbagian Tata Usaha Biro

Subbagian Tata Usaha Biro mempunyai tugas melakukan penyiapan


bahan penyusunan rencana, program, dan anggaran, pelaksanaan
evaluasi dan laporan, serta urusan tata usaha dan rumah tangga Biro
Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
2 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Sedangkan Bagian Kerja Sama Luar Negeri didukung oleh:

1) Subbagian Kerja Sama Bilateral

Subbagian Kerja Sama Bilateral mempunyai tugas melakukan


penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama bilateral dengan negara-
negara dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan
administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2) Subbagian Kerja Sama Regional

Subbagian Kerja Sama Regional mempunyai tugas melakukan


penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama regional dengan negara-
negara dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan
administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

3) Subbagian Kerja Sama Multilateral

Subbagian Kerja Sama Multilateral mempunyai tugas melakukan


penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama multilateral dengan negara-
negara dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan
administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Hubungan kerja sama dalam negeri dan luar negeri dalam


penyelenggaraan pemerintahan negara sekarang ini sudah menjadi
kebutuhan yang tidak bisa diabaikan, bahkan perlu dilaksanakan dalam
rangka memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan publik untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Peluang mengadakan hubungan kerja sama
dalam dan luar negeri sedemikian besar, mengingat landasan hukum yang
diperlukan sebagai pijakan pelaksanaannya sudah ada seiring dengan
diberlakukannya peraturan tentang kerja sama pada masing-masing
Kementerian/Lembaga serta Bilateral, Regional, dan Multilateral.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 3
Pola atau model kerjasama apapun bentuk dan tingkatannya tidak
akan lepas dari kemungkinan terjadinya benturan kepentingan, perbedaan
penafsiran, atau kegagalan dalam memenuhi kewajiban satu pihak terhadap
pihak lainnya. Dengan kata lain, selain sebagai cara meredam konflik, suatu
kerja sama tidak jarang justru menjadi sumber sengketa baru. Untuk itu,
pengembangan kerja sama harus diikuti dengan pengaturan yang jelas dan
tegas tentang kedudukan, hak, dan kewajiban masing-masing pihak, serta
mekanisme resolusi konflik dalam hal timbul friksi akibat dilakukannya suatu
kerjasama.

Oleh karena itu dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi yang
diemban, Bagian Kerja Sama Dalam Negeri dan Bagian Kerja Sama Luar
Negeri memastikan tersedianya regulasi untuk dijadikan pedoman dalam
menjalin kerja sama pemerintah, nonpemerintah, negara-negara dan
organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan administrasi hibah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, baik tingkat kementerian
maupun unit utama. Salah satunya adalah menyusun standar kerja
sama dan standard operating procedure (SOP) agar seluruh satuan kerja
melaksanakan kerja dengan pihak ketiga sesuai dengan standar dan SOP
yang telah ditetapkan.

Di dalam membangun kerja sama baik tingkat nasional, regional


maupun internasional dituangkan dalam naskah nota kesepahaman atau
perjanjian kerja sama melalui tahapan-tahapan yang harus dilalui sesuai
dengan SOP. Tahapan tersebut adalah penjajakan, perundingan, perumusan
naskah kerja sama, penandatanganan naskah kerja sama, dan penyusunan
rencana tindak lanjut kerja sama. Tahapan-tahapan dalam naskah kerja
sama yang dibuat di tingkat pusat selanjutnya digunakan oleh satuan kerja
di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dijadikan
dasar dan pedoman dalam membangun kerja sama dengan pihak ketiga.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
4 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Dengan demikian, ketika membangun hubungan kerja sama baik
nasional, regional, maupun kerja sama internasional yang melibatkan
beberapa negara, semua proses dan tahapan, serta implementasinya harus
berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
65 Tahun 2016 tentang Penataan Kerja Sama di Lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pedoman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak


Asasi Manusia tersebut dapat dipandang sebagai praktek terbaik (best
practice) yang akan dibahas lebih jauh dalam modul ini.

B. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini menjelaskan pengertian, ruang lingkup kerja sama dan
pelaksanaan administrasi kerja sama di lingkungan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia yang merupakan ranah dari Biro Humas, Hukum
dan Kerja Sama. Para Pembelajar, materi Strategi Belajar Mandiri ini
membekali pembaca agar memahami dan mampu menjelaskan model-
model pembelajaran dan menganalisis strategi implementasi pembelajaran
klasikal dan non-klasikal yang menggunakan pendekatan corporate university
(CorpU) atau pembelajaran terintegrasi. Kemampuan ini untuk membekali
pemanfaatan model pembelajaran alternatif sesuai kebutuhan individu,
organisasi, dan lingkup Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 tentang


Penataan Kerja Sama di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM
berperan besar dalam kinerja Kememterian khususnya dalam melakukan
kerja sama baik dalam negeri maupun luar negeri. Diharapkan bahwa dalam
modul best practice ini dapat memberikan edukasi terhadap penataan kerja
sama di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 5
C. MANFAAT
Berbekal hasil belajar pada modul Best Practices Kerja Sama, peserta
diharapkan mampu menerapkan pemahaman tugas dan fungsi kerja sama
yang ideal sehingga menghasilkan kerja sama yang dapat berjalan sesuai
dengan aturan yang berlaku, dan memberikan manfaat yang optimal bagi
negara. Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari materi ini adalah:

1. Peserta dapat memahami dan menjelaskan tentang kerja sama;

2. Peserta dapat menjelaskan pengertian, ruang lingkup, dan sasaran


strategis kerja sama;

3. Peserta dapat menjelaskan mekanisme kerja sama.

D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, para pembelajar diharapkan
dapat menjelaskan pemahaman mengenai kerja sama di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM.

2. Indikator Hasil Belajar


Indikator-indikator hasil belajar adalah:

a. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian, ruang


lingkup, dan sasaran strategis kerja sama;

b. Peserta mampu memahami dan menjelaskan tentang kerja


sama;

c. Peserta mampu memahami dan menjelaskan mekanisme


menjalin kerja sama;

d. Peserta mampu memahami dan menjelaskan malakukan


diplomasi dan negosiasi.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
6 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
E. MATERI POKOK
Materi pokok yang dibahas dalam materi ini adalah:

1) Pengertian dan ruang lingkup kerja sama;

2) Sasaran strategis organisasi;

3) Tugas bagian kerja sama;

4) Bentuk-bentuk kerja sama;

5) Mekanisme kerja sama;

6) Diplomasi dan negosiasi kerja sama.

F. PETUNJUK BELAJAR
Dalam proses pembelajaran maupun internalisasi pemahaman
“Strategi Belajar Mandiri” dapat berjalan lebih lancar, dan indikator hasil
belajar tercapai secara baik, kami sarankan pembelajar untuk mempelajari
secara berurutan, menambah referensi lain yang terkait, serta berdiskusi
dengan beberapa pihak untuk mendapatkan gambaran pemahaman lain
sekaligus penguatan tentang model pembelajaran dengan pendekatan
strategi Corporate University atau pembelajaran terintegrasi.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 7
BAB II
KERJA SAMA DALAM DAN LUAR NEGERI

A. PENGERTIAN KERJA SAMA DALAM NEGERI


Pengertian dari kerja sama ialah kegiatan atau usaha yang dilakukan
oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah dan sebagainya) untuk mencapai
tujuan bersama. Bentuk kerja sama itu sendiri bermacam-macam bentuknya,
yaitu kerja sama dalam negeri dan kerja sama luar negeri. Kerja sama dalam
negeri diartikan sebagai hubungan kerja sama yang dilakukan oleh dua
pihak atau pun lebih untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, baik Lembaga
Pemerintah atau Lembaga Non Pemerintah. Terjalinnya kerja sama dalam
negeri yang dilakukan oleh suatu pihak guna memenuhi bagi kepentingan
rakyat dan kepentingan lainnya. Setiap kerja sama dalam negeri yang
dijalin oleh tiap Kementerian/Lembaga (K/L) tentu berpedoman pada aturan
masing-masing. Berikut di bawah ini terdapat beberapa pendapat dari para
ahli tentang kerja sama dalam negeri, antara lain1:

1. Pamudji

Menurut Pamudji, pengertian kerja sama adalah pekerjaan yang


dilakukan dua orang atau lebih dengan melibatkan interaksi
antarindividu bekerja bersama-sama sampai terwujud tujuan yang
dinamis. Lebih lanjut ia berpendapat bahwa unsur utama kerja sama
ada tiga yakni adanya individu individu, adanya interaksi dan adanya
tujuan yang sama.

1 https://www.maxmanroe.com/pengertian-kerjasama.html

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 9
2. Charles H. Cooley

Seorang ahli bernama Charles H. Cooley berpendapat, kerja sama


akan timbul jika orang menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan
yang sama dan sekaligus memiliki pengetahuan yang cukup serta
kesadaran atas diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut.

3. Rosen

Menurut Rosen, pengertian kerja sama adalah sumber yang dianggap


sangat efisien untuk kualitas pelayanan terutama dalam konteks
kerjasama bidang ekonomi khususnya jual beli.

4. Thomson dan Perry

Menurut Thomson dan Perry, pengertian kerja sama adalah kegiatan


yang mempunyai tingkatan berbeda dimulai dari tahapan koordinasi
juga kooperasi sampai terjadinya kolaborasi dalam suatu kegiatan
kerja sama.

5. Tangkilisan

Menurut Tangkilisan, pengertian kerja sama adalah sumber kekuatan


yang muncul dalam sebuah organisasi sehingga bisa memengaruhi
keputusan juga tindakan organisasi.

B. PENGERTIAN KERJA SAMA LUAR NEGERI


Seiring berjalannya perkembangan situasi hubungan internasional
salah satunya ditandai dengan munculnya berbagai kerja sama internasional.
Kerja sama diperlukan oleh negara-negara di dunia ini untuk memenuhi
kebutuhan yang bertujuan meningkatkan kemajuan dan perkembangan
negaranya, karena semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri.
Adanya ketergantungan negara satu dengan yang lainnya untuk memenuhi
kebutuhan negaranya. Sehingga keadaan saling ketergantungan ini

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
10 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
membutuhkan kerja sama. Kerja sama yang dilakukan oleh negara untuk
meningkatkan kesejahteraan bangsanya dengan prinsip saling percaya,
menghargai dan saling menghormati dan menguntungkan. Kesejahteraan ini
dapat dimulai dari berbagai aspek bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan,
budaya, keamanan, pertanian, perikanan, peternakan dan lain sebagainya.
Sehingga berbagai macam kerja sama internasional berangkat dari bidang
yang bermacam-macam dengan satu tujuan yakni untuk kesejahteraan
bangsanya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian dari kerja


sama ialah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang
(lembaga, pemerintah dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama.
Kerja sama itu sendiri bermacam-macam bentuknya, salah satunya ialah
kerja sama luar negeri. Kerja sama luar negeri diartikan sebagai hubungan
kerja sama yang dilakukan oleh dua negara atau pun lebih untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu.2Terjalinnya kerja sama luar negeri yang dilakukan oleh
suatu negara untuk memenuhi bagi kepentingan rakyat dan kepentingan
lainnya. Setiap kerja sama luar negeri yang dijalin oleh tiap negara tentu
berpedoman pada aturan politik luar negeri masing-masing, begitu pula
dengan Indonesia.

Teori Kerja Sama International


Meningkatnya hubungan antarnegara sekarang ini, sangat tepat
dengan menggunakan Teori Kerja Sama Internasional, karena semua
negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan
terlebih dalam meningkatkan perkembangan dan kemajuan negaranya.
Memerlukan adanya kerja sama dengan negara lain karena adanya saling
ketergantungan sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing. Dengan
perkembangan situasi hubungan internasional yang ditandai dengan
adanya berbagai kerja sama internasional dan berkembangnya berbagai

2 https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/18/170000569/kerja-sama-internasional-pengertian-
alasan-dan-tujuannya?page=all

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 11
aspek diantaranya rasionalisme ekonomi di berbagai kawasan telah
membawa pengaruh semakin besarnya persoalan sosial ekonomi yang lebih
menyita perhatian negara-negara di dunia melalui serangkaian kerja sama
internasional. Demikian halnya, negara di dunia semakin memperkuat posisi
saling ketergantungan secara global yang tampak semakin nyata dan titik
beratnya adalah pada upaya meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa
yang dilandasi prinsip saling percaya, menghargai dan menghormati. Kerja
sama dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan keamanan
dapat dijalin oleh suatu negara dengan satu atau lebih negara lainnya.

Dari pengaturan substansinya, dapat dibedakan dalam dua kategori


berupa law making treaties, yaitu perjanjian internasional yang mengandung
kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota
masyarakat bangsa-bangsa; sehingga dapat dikategorikan sebagai
perjanjian-perjanjian internasional yang berfungsi sebagai sumber langsung
hukum internasional.3 Sedangkan perjanjian internasional yang digolongkan
sebagai treaty contracts mengandung ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan atau persoalan-persoalan khusus antara pihak yang
mengadakannya saja, sehingga hanya berlaku khusus bagi para peserta
perjanjian. Dengan demikian semua perjanjian internasional yang tergolong
treaty contracts tidak secara langsung menjadi sumber hukum internasional.
Perkembangan yang pesat dalam hubungan luar negeri yang paling penting
adalah kerja sama internasional yang dirumuskan dalam bentuk perjanjian.
Adanya perjanjian internasional yang dilaksanakan sudah pasti akan
mengikat suatu negara yang menyatakan terikat ke dalamnya melalui suatu
peraturan perundang-undangan nasional.

3 Mieke Komar Kantaatmadja, et al. Suatu Catatan tentang Praktek Indonesia dalam hubungan
dengan Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional. Banda Aceh, Simposium Pola Umum
Perencanaan Hukum dan Perundang-undangan, 1976, hlm. 3 dalam Eman Suparman Perjanjian
Internasional sebagai Model Hukum Bagi Pengaturan Masyarakat Global (Menuju Konvensi
ASEAN Sebagai Upaya Harmonisasi Hukum), bandung, 2000 hlm. 20

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
12 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Berdasarkan atas implementasi suatu perjanjian internasional pada
peraturan perundang-undangan nasional dimaksudkan supaya suatu
perjanjian internasional dapat dilaksanakan dalam suatu negara. Maksudnya
di sini adalah, perlu ada suatu pengundangan khusus atau peraturan
pelaksanaan (implementing legislation) untuk menerapkan isi perjanjian
internasional dalam hukum Indonesia. Sedangkan yang terkait dengan
kewajiban untuk melakukan transformasi suatu perjanjian internasional ke
dalam hukum nasional karena adanya tujuan perjanjian internasional yang
berkategori law making untuk merubah ketentuan yang berlaku dalam suatu
negara. Menurut Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa untuk perjanjian
internasional yang bersifat law-making maka negara memiliki kewajiban
untuk menerjemahkan ke dalam peraturan perundang-undangan. Munculnya
hubungan dan kerja sama internasional karena keadaan dan kebutuhan
masing-masing negara yang berbeda sedangkan kemampuan dan potensi
yang dimiliki pun juga tidak sama.

Dalam pandangan Kalevi Jaakko Holsti, kerja sama internasional


dapat didefinisikan sebagai berikut:4

a) Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan saling
bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau dipenuhi
oleh semua pihak sekaligus;

b) Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang


diputuskan oleh negara lainnya akan membantu negara itu untuk
mencapai kepentingan dan nilai-nilainya;

c) Persetujuan atau masalah-masalah tertentu antara dua negara atau


lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan kepentingan atau
benturan kepentingan;

4 K.J Holsti, Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis, Jilid II, Terjemahan M. Tahrir Azhari.
Jakarta: Erlangga, 1988, hlm 652-653

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 13
d) Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi di masa depan yang
dilakukan untuk melaksanakan persetujuan;

e) Transaksi antarnegara untuk memenuhi persetujuan mereka.

Robert Keohane dan Joseph Nye berpandangan bahwa hubungan


antarnegara digerakkan oleh Interdepedensi Kompleks. Sehingga ketika
terdapat derajat interdependensi yang tinggi, negara-negara akan
membentuk institusi-institusi internasional untuk menghadapi masalah-
masalah bersama. Institusi-institusi memajukan kerja sama lintas batas-
batas internasional dengan menyediakan informasi dan mengurangi biaya.
Institusi-institusi itu dapat berupa organisasi internasional formal atau
dapat berupa serangkaian persetujuan yang agak formal yang menghadapi
aktivitas-aktivitas atau isu-isu bersama.5 Kerja sama internasional bukan saja
dilakukan antarnegara secara individu, tetapi juga dilakukan antar negara
yang bernaung dalam organisasi atau lembaga internasional. Mengenai kerja
sama internasional, Koesnadi Kartasasmita mengatakan bahwa kerja sama
internasional merupakan suatu keharusan sebagai akibat adanya hubungan
interdependensi dan bertambah kompleksitas kehidupan manusia dalam
masyarakat internasional.6

Tujuan utama suatu negara melakukan kerja sama internasional


yaitu untuk memenuhi kepentingan nasionalnya yang tidak dimiliki di
dalam negeri. Oleh karena itu, negara tersebut harus memperjuangkan
kepentingan nasionalnya di luar negeri. Sehingga diperlukan suatu kerja
sama untuk mempertemukan kepentingan nasional antarnegara.7 Kerja
sama internasional dilakukan sekurang-kurangnya harus memiliki dua syarat
utama, yaitu pertama, adanya keharusan untuk menghargai kepentingan
nasional masing-masing anggota yang terlibat. Tanpa adanya penghargaan
5 Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005. hlm 63-64.
6 Koesnadi Kartasasmita, Administrasi Internasional, Lembaga Penerbitan Sekolah Tinggi llmu
Administrasi Bandung,1977, hlm 19.
7 K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, New Jersey, Prentice-Hall, 1992,
hlm.10.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
14 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
tidak mungkin dapat dicapai suatu kerja sama seperti yang diharapkan
semula. Kedua, adanya keputusan bersama dalam mengatasi setiap
persoalan yang timbul.

Untuk mencapai keputusan bersama, diperlukan komunikasi dan


konsultasi secara berkesinambungan. Frekuensi komunikasi dan konsultasi
harus lebih tinggi dari pada komitmen.8 Pelaksanaan kerja sama internasional
permasalahannya bukan hanya terletak pada identifikasi sasaran-sasaran
bersama dan metode untuk mencapainya, tetapi terletak pada pencapaian
sasaran itu. Kerja sama pun akan diusahakan apabila manfaat yang diperoleh
diperkirakan akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus
ditanggungnya. Sesuai dengan tujuannya, kerja sama internasional bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Karena hubungan kerja sama
internasional dapat mempercepat proses peningkatan kesejahteraan dan
penyelesaian masalah di antara dua atau lebih negara tersebut.

C. RUANG LINGKUP KERJA SAMA


Sesuai Permenkumham Nomor 29 tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja, Pasal 108 menjelaskan bahwa Bagian Kerja Sama Dalam
Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan pelaksanaan
administrasi kerja sama dalam negeri serta pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Bagian Kerja
Sama Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi penyiapan pelaksanaan
fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja
sama baik Lembaga Pemerintah maupun Lembaga Non Pemerintah.

Pasal 112 menjelaskan bahwa Bagian Kerja Sama Luar Negeri


mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan pelaksanaan
administrasi kerja sama luar negeri serta pengelolaan administrasi hibah

8 Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa
Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995, hlm 15

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 15
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112, Bagian Kerja Sama Luar Negeri
menyelenggarakan fungsi penyiapan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi,
pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama bilateral,
multilateral, dan regional dengan negara-negara dan organisasi/badan-
badan internasional.

D. SASARAN STRATEGIS ORGANISASI


Kerja sama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, oleh karena itu memiliki tata nilai, tujuan, dan
sasaran pelaksanaan tugas yang mengacu pada Visi dan Misi Pemerintah
Republik Indonesia, diantaranya adalah “Masyarakat Memperoleh Kepastian
Hukum“ dengan Misi yakni “Melindungi Hak Asasi Manusia“. Dengan visi
dan misi tersebut maka Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama sebagai
koordinator kerja sama di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
manusia yang mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan
fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan data dan evaluasi kerja sama
memberikan laporan segala kegiatan kerja sama langsung kepada Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia.

E. FUNGSI KERJA SAMA


Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Bagian Kerja
Sama Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Penyusunan rencana, program, dan anggaran Biro Humas, Hukum


dan Kerja Sama;

2. Penyiapan pelaksanaan, fasilitasi, koordinasi, pemantauan,


pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama lembaga pemerintah;

3. Penyiapan pelaksanaan, fasilitasi, koordinasi, pemantauan,


pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama lembaga nonpemerintah;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
16 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan serta urusan tata usaha dan
rumah tangga Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama.

Dalam melaksanakan tugas yang ada pada kerja sama luar negeri,
menyelenggarakan fungsi terdiri dari:

1. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi,


pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama bilateral
dengan negara-negara dan organisasi/badan-badan internasional
serta pengelolaan administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia;

2. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi,


pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama regional
dengan negara-negara dan organisasi/badan-badan internasional
serta pengelolaan administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia;

3. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi,


pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama multilateral
dengan negara-negara dan organisasi/badan-badan internasional
serta pengelolaan administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.

F. RANGKUMAN
Berdasarkan uraian pada pokok dan sub pokok bahasan tersebut
di atas, maka dapat dirangkum beberpa hal mengenai pengertian, ruang
lingkup dan tugas dan fungsi kerja sama, antara lain:

1. Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama merupakan koordinator utama


hubungan kerja sama dalam dan luar negeri di lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 17
2. Dalam melakukan kerja sama, Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama
memiliki tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi,
koordinasi, pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama.

3. Kerja sama di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi


Manusia didasarkan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
dan menganut prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan
nasional.

4. Kerja sama tidak hanya terletak pada identifikasi sasaran-sasaran


bersama dan metode untuk mencapainya, tetapi terletak pada
pencapaian sasaran itu. Kerja sama pun akan diusahakan apabila
manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar dibanding
konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya. Sesuai dengan
tujuannya, kerja sama bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama. Karena hubungan kerja sama dapat mempercepat proses
peningkatan kesejahteraan dan penyelesaian masalah di antara dua
atau lebih pihak tersebut.

G. LATIHAN
1. Jelaskan pengertian kerja sama yang anda ketahui?

2. Menurut anda, apa urgensi kerja sama di dalam suatu pencapaian


tujuan organisasi dan pemerintahan negara?

3. Apa yang anda ketahui tentang prinsip bebas aktif dalam kerja sama,
jelaskan?

4. Bagaimana pelaksanaan suatu kerja sama yang baik dalam suatu


organisasi atau pemerintahan negara?

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
18 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
BAB III
JENIS KERJA SAMA

Pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun
2015 tentang Oraganisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, dalam Pasal 108 menyatakan bahwa Bagian Kerja Sama Dalam Negeri
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, pembinaan, pelaksanaan administrasi
kerja sama dalam negeri serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama. Pasal 112 menjelaskan bahwa Bagian
Kerja Sama Luar Negeri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan
pelaksanaan administrasi kerja sama luar negeri serta pengelolaan administrasi
hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Bagian Kerja Sama


Dalam Negeri menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Penyusunan rencana, program, dan anggaran Biro Humas, Hukum dan


Kerja Sama;

2. Penyiapan pelaksanaan, fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan


data, dan evaluasi kerja sama lembaga pemerintah;

3. Penyiapan pelaksanaan, fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan


data, dan evaluasi kerja sama lembaga nonpemerintah;

4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan serta urusan tata usaha dan rumah
tangga Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama.

Kerja sama luar negeri di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah: bilateral, regional, dan multilateral. Kerja

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 19
sama dimaksud dapat dilakukan pada tingkat Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan Unit Utama. Kerja sama luar negeri dimaksud dilaksanakan oleh
Menteri dan Pimpinan Unit Utama. Dalam melaksanakan tugas yang ada pada
kerja sama luar negeri, menyelenggarakan fungsi terdiri dari:

1. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,


pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama bilateral dengan negara-negara
dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan administrasi
hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

2. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,


pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama regional dengan negara-negara
dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan administrasi
hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

3. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,


pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama multilateral dengan negara-
negara dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan
administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

A. KERJA SAMA LEMBAGA PEMERINTAH


Kerja sama merujuk pada praktik seseorang atau kelompok yang lebih
besar yang bekerja di khayalak dengan tujuan atau kemungkinan metode
yang disetujui bersama secara umum, alih-alih bekerja secara terpisah dalam
persaingan. Kerja sama dapat diartikan sebagai sebuah pekerjaan/usaha
yang dilakukan secara bersama-sama, untuk memperoleh tujuan bersama
dan hasil yang dapat dinikmati bersama. Kerja sama dapat sejumlah ranah
bisnis, pertanian, dan perusahaan dapat diwujudkan dalam bentuk koperasi.
Kerja sama umumnya mencakup paradigma yang berlawanan dengan
kompetisi. Banyak orang yang mendukung kerja sama sebagai bentuk yang
ideal untuk pengelolaan urusan perorangan.

Kerja Sama Lembaga Pemerintah merupakan suatu bentuk kerja sama

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
20 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
yang dilakukan oleh suatu Kementerian/Lembaga dengan Kementerian/
Lembaga lainnya, dalam melakukan kerja sama ini harus memiliki maksud dan
tujuan kerja sama itu sendiri, dan segala kegiatan dalam kerja sama dimaksud
harus dilakukan monitoring dan evaluasi sebagai bentuk pengawasan dalam
melakukan kerja sama. Menurut Pasal 111 ayat (1) Permenkumham Nomor
65 Tahun 2016, Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama kementerian dan lembaga.

B. KERJA SAMA LEMBAGA NON PEMERINTAH


Kerja sama adalah pekerjaan yang dilakukan dua orang atau lebih
dengan melibatkan interaksi antar individu, bekerja bersama sampai
terwujud tujuan yang dinamis. Pada pengertian kerja sama tersebut dapat
disimpulkan bahwa, jika Anda ingin mencapai tujuan tertentu yang tidak
dapat dikerjakan sendiri maka diperlukan kerja sama agar tercipta interaksi
antar individu. Sehingga tujuan Anda dengan tim akan terselesaikan dengan
ringan dan cepat.

Kerja Sama Lembaga Non-Pemerintah merupakan suatu bentuk


kerja sama yang dilakukan oleh suatu Kementerian/Lembaga dalam hal ini
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Organisasi lainnya
yang bukan merupakan Lembaga Pemerintah, dalam melakukan kerja
sama ini harus memiliki maksud dan tujuan kerja sama itu sendiri, dan
segala kegiatan dalam kerja sama dimaksud harus dilakukan monitoring
dan evaluasi sebagai bentuk pengawasan dalam melakukan kerja sama.
Menurut Pasal 111 ayat (2) Permenkumham Nomor 65 Tahun 2016, Biro
Humas, Hukum dan Kerja Sama mempunyai tugas melakukan penyiapan
bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan data, dan
evaluasi kerja sama lembaga negara, lembaga Pendidikan, dan organisasi
masyarakat.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 21
C. KERJA SAMA BILATERAL
Pada Bagian Kerja Sama Luar Negeri, tugas dan fungsi kerja sama
bilateral dilaksanakan oleh sub bagian kerja sama bilateral. Sesuai Pasal
115 ayat (1), Subbagian Kerja Sama Bilateral mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama bilateral dengan negara-negara
dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan administrasi
hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kerja sama antar negara salah satunya dibedakan berdasarkan jumlah


anggota dari kerja sama tersebut dan salah satu jenisnya adalah kerja sama
bilateral. Bilateral sendiri berasal dari kata “bi” yang artinya dua, sehingga
dapat dikatakan bahwa bilateral merupakan kerja sama antara dua negara.
Asal negara anggota dalam kerja sama bilateral ini tidak dikhususkan. Hal ini
karena kerja sama bilateral sifatnya jauh lebih pribadi daripada kerja sama
lainnya, karena hanya melibatkan dua negara. Ada banyak sekali kerja sama
bilateral yang tersebar di seluruh dunia, dan masing-masing kerja sama
tersebut memiliki tujuan dan maksudnya sendiri berdasarkan kepentingan
negara yang melakukan kerja sama tersebut. Menurut penjelasan KBBI,
bilateral merupakan kata sifat yang menyatakan dari dua belah pihak; antara
dua pihak. Pada subbagian kerja sama bilateral, sesuai tugasnya, sub ini
melaksanakan tugas terkait kerja sama antara 2 (dua) pihak.

Hubungan bilateral yaitu bentuk hubungan kerja sama (diplomatis)


antara satu Negara (NKRI) dengan Negara atau blok Negara lainnya, yang
mana Negara-negara sahabat tersebut berada di benua yang berbeda.
Seperti kerja sama bilateral antara Indonesia dengan Negara-negara
Eropa (Belanda, Jerman, Perancis, dst), Amerika, Vatikan dan lainnya.
Hal ini mengacu kepada tujuan kepentingan nasional yang tertuang dalam
Perpres No. 27/2005 mengenai Tiga Agenda Pembangunan Nasional
untuk mewujudkan masyarakat aman dan damai, adil dan demokratis,

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
22 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
serta sejahtera. Hubungan tersebut dijalankan dalam kerangka politik luar
negeri Indonesia yang bebas dan aktif berdasarkan prinsip-prinsip saling
menghormati (mutual respect) dan hubungan yang saling menguntungkan
(mutually beneficial relationship) baik melalui pendekatan secara kelompok
maupun bilateral (group and bilateral approach).9

Terjalinnya hubungan bilateral tersebut tidak lepas dari kepentingan


nasional masing-masing negara untuk dapat mengadakan hubungan dan
menjalin kerja sama antara kedua negara, yang tidak tergantung hanya
kepada negara dekat saja, akan tetapi juga negara yang jauh letaknya secara
geografis. Terdapat tujuan-tujuan tertentu untuk menciptakan perdamaian
dengan memperhatikan kerja sama politik, kebudayaan dan struktur ekonomi
sehingga menghasilkan suatu hubungan yang lebih harmonis di antara
kedua negara. Sehingga hubungan yang telah terjalin itu tidak lepas dari
adanya hubungan yang saling mempengaruhi yang memuat resiprositas
atau adanya hubungan timbal balik antara dua pihak (dua negara).

Dua negara yang telah menjalin kerja sama bilateral sudah pasti
mengharapkan keuntungan. Dengan kerja sama akan melahirkan
kesepakatan bersama berupa ketentuan- ketentuan yang harus dipatuhi
bersama bagi terjadinya harmonisasi hubungan diantara keduanya. Tentunya
kesepakatan-kesepakatan yang telah dilahirkan merupakan kebijakan yang
akan dapat memberi keuntungan bagi kedua negara yang bekerja sama
sesuai dengan tujuan dari masing-masing negara yang ingin dicapainya.10
Dalam hal ini, mitra kerja sama dapat berbentuk negara-negara maupun
organisasi/badan-badan internasional. Salah satu contoh kerja sama
bilateral adalah kerja sama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
dengan Kementerian Kehakiman (Kemenkeh) Jepang, Republik Demokratik
Rakyat Laos, India, Korea Selatan, Iran, Uni Emirat Arab, Swiss, Federasi

9 http://naniwidiawati.blogspot.com/2009/04/hubungan-bilateral-multirateral.html. Diakses 16 Juli


2020.
10 http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2232271-konsep-hubungan-
bilateral/#ixzz25Y091CGr. Diakses 16 Juli 2020.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 23
Rusia dll. https://kemenkumham.go.id/berita/ri-rusia-resmi-kerja-sama-bantuan-
hukum-timbal-balik

Tujuan Kerja sama Bilateral


Ada banyak sekali tujuan kerja sama bilateral, dan tujuan tersebut
disesuaikan dengan kepentingan kedua negara yang menjalin kerja sama.
Adapun secara umum tujuan dari kerja sama bilateral adalah memajukan
kedua negara yang menjalin kerja sama. Namun tujuan tersebut bisa
dijabarkan kembali ke dalam uraian yang lebih rinci. Adapun beberapa tujuan
dari kerja sama bilateral antara lain sebagai berikut:

a. Untuk memasarkan produk suatu negara ke negara lainnya;

b. Untuk mendapatkan bahan kebutuhan yang diperlukan apabila di


negara sendiri tidak memproduksinya;

c. Untuk memperoleh investor untuk kemajuan perekonomian suatu


negara;

d. Untuk memperoleh ilmu teknik militer yang lebih maju;

e. Untuk menjalin persahabatan dengan negara lain (mempererat


hubungan dengan negara lain).

Itulah beberapa tujuan melakukan kerja sama bilateral. Tujuan-tujuan


lain yang lebih khusus disesuaikan dengan kepentingan masing-masing
negara anggota yang melakukan perjanjian.

Manfaat Kerja Sama Bilateral


Setiap hubungan dengan pihak lain pasti akan membawa dampak
positif. Setiap dampak positif kita rasakan sebagai manfaat. Seperti halnya
dengan kerja sama internasional lainnya, kerja sama bilateral merupakan
hubungan yang dapat mendatangkan banyak manfaat. Beberapa manfaat
yang akan kita dapatkan dari kerja sama bilateral antara lain sebagai berikut:

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
24 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
a. Menambah keuntungan negara

Salah satu manfaat kerja sama bilateral adalah bertambahnya


keuntungan negara. Hal ini jelas terjadi karena negara dapat
memperkenalkan produk yang dihasilkan dalam negerinya kepada
negara-negara tetangga yang menjadi anggota dalam kerja sama
tersebut. Dengan demikian suatu negara bisa menjalin hubungan
perdagangan yang lebih banyak lagi dengan pasar yang lebih luas.
Dengan demikian keuntungan yang bisa didapatkan akan lebih banyak;

b. Mempererat hubungan antarnegara

Selain menambah keuntungan negara, manfaat kerja sama bilateral


yang lainnya adalah mempererat hubungan antarnegara. Hubungan
antar negara ini seperti halnya hubungan persahabatan. Dengan
menjalin kerja sama antarnegara maka akan semakin banyak peluang
bagi suatu negara untuk meningkatkan berbagai hubungan lainnya
di luar hubungan kerja sama tersebut. Apabila suatu negara sedang
dilanda musibah, seperti bencana tsunami dan jenis gempa bumi
maka negara yang lain pun bisa memberikan bantuan;

c. Memasarkan produk dalam negeri

Seperti halnya poin di atas, manfaat kerja sama bilateral antara


lain adalah untuk memasarkan produk yang dibuat lokal oleh suatu
negara. Kerja sama antarnegara bisa menjadi ajang promosi untuk
meperkenalkan produk lokal dalam negeri supaya dikenal oleh
masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian produk lokal kita akan
lebih dikenal dan kemungkinan daya jualnya juga akan lebih tinggi di
masyarakat luas.

d. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi

Manfaat lain dari kerja sama bilateral adalah meningkatkan


kesejahteraan ekonomi. Dengan melakukan kerja sama bilateral,

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 25
maka kita bisa lebih mudah mendapatkan barang-barang yang tidak
diproduksi di dalam negeri untuk kemudian dikonsumsi di dalam negeri.
Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi suatu negara;

e. Mudah mendapatkan pinjaman keuangan

Kerja sama bilateral di bidang moneter akan memudahkan suatu negara


mendapatkan pinjaman keuangan apabila sedang membutuhkan. Hal
ini karena memang organisasinya bergerak dalam bidang moneter;

f. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

Kerja sama bilateral akan meningkatkan ilmu pengetahuan dan


juga teknologi. Dengan sering berkumpul dan sharing, maka
suatu negara akan bisa mencontoh negara lain dalam bidang
ilmu pengetahuan dan juga teknologi supaya lebih maju dan
juga lebih modern. Itulah beberapa manfaat yang akan kita
peroleh apabila kita melakukan kegiatan kerja sama antar negara
khususnya kerja sama bilateral. Proses kerja sama Bilateral:
https://kemenkumham.go.id/berita/dpr-ri-sahkan-ruu-perjanjian-mla-

indonesia-swiss

https://kemenkumham.go.id/berita/menkumham-dubes-serbia-bahas-kerja-

sama-bidang-mutual-legal-assistance-mla-dan-ekstradisi

D. KERJA SAMA REGIONAL


Pada Bagian Kerja Sama Luar Negeri, tugas dan fungsi kerja sama
regional dilaksanakan oleh Subbagian Kerja Sama Regional. Sesuai Pasal
115 ayat (2), Subbagian Kerja Sama Regional mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama regional dengan negara-negara
dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan administrasi
hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
26 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Kerja sama regional merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dua
negara atau lebih yang berada di suatu kawasan tertentu atau wilayah
yang berdekatan. Sehingga dapat kita ketahui bahwa kerja sama regional
merupakan kerja sama yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara-
negara tetangganya, termasuk Indonesia juga melakukan kerja sama ini.
Ada banyak sekali kerja sama regional yang tersebar di seluruh dunia, dan
masing-masing kerja sama tersebut memiliki tujuan dan maksudnya masing-
masing. Namun ada beberapa hal yang biasanya menjadi poin penting
kerja sama regional. Dan poin-poin ini menjadi bagian dari hasil kerja sama
regional tersebut.

Carleton University menjelaskan bahwa integrasi regional adalah proses


dimana dua atau lebih negara setuju untuk bekerja sama untuk mencapai
perdamaian, stabilitas dan kemakmuran dengan melalui perjanjian tertulis
(Carleton.ca, 2017). Linuma menjelaskan dalam tulisannya menyatakan
bahwa region merupakan sebuah kumpulan yang terdiri dari negara-negara
yang berdekatan secara geografis dan batas-batas negara anggota, serta
secara tidak langsung memiliki ketergantungan dalam bidang ekonomi, sosial
dan politik. Sehingga, Iinuma menggambarkan bahwa integrasi regionalisme
merupakan sebuah kerja sama yang dibangun dengan kesepakatan dan
adanya saling rasa ketergantungan dan keterkaitan (Iinuma,2014: 3-4).
Sedangkan menurut penjelasan dalam KBBI, regional merupakan kata sifat
yang menyatakan bersifat daerah; kedaerahan. Pada Subbagian Kerja Sama
Regional, sesuai tugasnya, Subbagian ini melaksanakan tugas terkait kerja
sama antara 2 (dua) pihak dalam ruang lingkup regional Indonesia sebagai
negara di bagian Asia maupun Asia Tenggara.

Melalui definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa integrasi regional


merupakan sebuah kerja sama yang dijalin oleh dua negara atau lebih
dalam persamaan-persamaan tertentu untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam hal ini, mitra kerja sama dapat berbentuk negara-negara maupun

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 27
organsiasi/badan-badan internasional. Beberapa kerja sama regional
yang ada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah kerja
sama EU (European Union)/Uni Eropa. Uni Eropa merupakan organisasi
antar pemerintahan dengan anggota negara- negara Eropa. Organisasi ini
bergerak dalam bidang pemerintahan, yakni sebagai badan otonom diantara
negara federal dan organisasi internasional dan kegiatan ASEAN Law
Ministers Meeting (ALAWMM).

Pokok Bahasan Kerja Sama Regional


Mengenai isi kerja sama regional, sebenarnya hal ini tidak bisa
dibakukan mengingat isi perjanjian atau kerja sama merupakan hak dari
pelaku kerja sama. Dan masing-masing kerja sama internasional pun memiliki
isi atau bahasannya masing-masing. Namun biasanya ada beberapa poin
yang menjadi pokok bahasan dalam kerja sama regional. Poin-poin inilah
yang akan menjadi hasil dari kerja sama regional. Biasanya dari bahasan-
bahasan akan memunculkan kebijakan-kebijakan tertentu. Beberapa
kebijakan yang biasanya muncul sebagai hasil dari kerja sama internasional
antara lain sebagai berikut:

a. Penetapan peraturan serta perjanjian penanaman modal untuk


memperkuat posisi tawar-menawar negara anggota ketika menghadapi
negara yang lebih maju;

b. Melakukan proteksi terhadap pengusaha domestik dalam menghadapi


persaingan yang berasal dari luar kawasan;

c. Pembentukan suatu kawasan perdagangan bebas dengan


menghilangkan tarif bea masuk terhadap barang yang berasal dari
sesama negara anggota untuk meningkatkan skala pasar internasional.
Itulah beberapa poin yang sekaligus menjadi suatu kebijakan yang
biasa ada dalam suatu kerja sama regional. Tujuan utama dari kerja
sama regional ini tentunya adalah menyejahterakan negara-negara
yang termasuk ke dalam anggotanya.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
28 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Tujuan Kerja Sama Regional
Ada banyak sekali tujuan kerja sama regional, dan tujuan tersebut
disesuaikan dengan kepentingan masing-masing wilayah. Adapun secara
umum tujuan dari kerja sama regional adalah memajukan negara-negara
anggotanya, yakni negara yang berada di suatu wilayah. Namun tujuan
tersebut bisa dijabarkan kembali ke dalam uraian yang lebih rinci. Adapun
beberapa tujuan dari kerja sama regional antara lain sebagai berikut:

a. untuk memasarkan produk negara-negara anggota;

b. untuk mendapatkan bahan kebutuhan yang diperlukan apabila di


negara sendiri tidak memproduksinya;

c. untuk meningkatkan stabilitas kawasan dan meningkatkan hubungan


ekonomi di antara negara-negara anggota; dan

d. untuk menjalin persahabatan dengan negara-negara tetangga.

Itulah beberapa tujuan melakukan kerja sama antarnegara. Tujuan-


tujuan lain yang lebih khusus disesuaikan dengan kepentingan masing-
masing negara anggota dan juga keadaan wilayah dari kawasan tersebut.

Manfaat Kerja Sama Regional


Setiap hubungan dengan pihak lain pasti akan membawa dampak
positif. Setiap dampak positif kita rasakan sebagai manfaat. Seperti halnya
dengan kerja sama regional. Kerja sama regional merupakan hubungan
yang dapat mendatangkan banyak manfaat. Beberapa manfaat yang akan
kita dapatkan dari kerja sama regional antara lain sebagai berikut:

a. Menambah keuntungan negara

Salah satu manfaat kerja sama regional adalah bertambahnya


keuntungan negara. Hal ini jelas terjadi karena negara dapat
memperkenalkan produk yang dihasilkan dalam negerinya kepada
negara-negara tetangga yang menjadi anggota dalam kerja sama

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 29
tersebut. Dengan demikian suatu negara bisa menjalin hubungan
perdagangan yang lebih banyak lagi dengan pasar yang lebih luas.
Dengan demikian keuntungan yang bisa didapatkan akan lebih banyak.

b. Mempererat hubungan antar negara

Selain menambah keuntungan negara, manfaat kerja sama regional


yang lainnya adalah mempererat hubungan antar negara. Hubungan
antar negara ini seperti halnya hubungan persahabatan. Dengan
menjalin kerja sama antar negara maka akan semakin banyak peluang
bagi suatu negara untuk meningkatkan berbagai hubungan lainnya
dil uar hubungan kerja sama tersebut. Apabila suatu negara sedang
dilanda bencana, seperti bencana tsunami, maka negara yang lain pun
bisa memberikan bantuan.

c. Mewujudkan ketertiban dan perdamaian di wilayah tersebut

Kerja sama antar negara akan meningkatkan perdamaian dan juga


ketertiban di wilayah tersebut. Hal ini karena dalam kerja sama
internasional akan dibahas mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan stabilitas negara.

d. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

Kerja sama antar negara akan meningkatkan ilmu pengetahuan


dan juga teknologi. Dengan sering berkumpul dan sharing, maka
suatu negara akan bisa mencontoh negara lain dalam bidang ilmu
pengetahuan dan juga teknologi supaya lebih maju dan juga lebih
modern. Itulah beberapa manfaat yang akan kita peroleh apabila kita
melakukan kegiatan kerja sama antar negara khususnya kerja sama
regional. Tahapan kerja sama regional dapat dilihat pada: https://
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id/berita/menkumham-dan-

21-negara-anggota-uni-eropa-bahas-isu-aktual

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
30 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
E. KERJA SAMA MULTILATERAL
Pada Bagian Kerja Sama Luar Negeri, tugas dan fungsi kerja sama
multilateral dilaksanakan oleh Subbagian Kerja Sama Multilateral. Sesuai
Pasal 115 ayat (3), Subbagian Kerja Sama Multilateral mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi,
pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama multilateral dengan
negara-negara dan organisasi/badan-badan internasional serta pengelolaan
administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kerja sama antar negara salah satunya dibedakan berdasarkan


jumlah anggota dari kerja sama tersebut dan salah satu jenisnya adalah
kerja sama multilateral. Mengenai kerja sama multilateral ini merupakan
kerja sama yang dilakukan beberapa negara dimana jumlahnya lebih dari
dua negara. Asal negara anggota dalam kerja sama multilateral ini tidak
dikhususkan. Artinya, anggotanya tidak harus berasal dari wilayah tertentu.
Sehingga dapat kita ketahui bahwa kerja sama multilateral merupakan kerja
sama yang dilakukan oleh banyak negara dan tidak ada persyaratan khusus
mengenai asal negara anggota. Ada banyak sekali kerja sama multilateral
yang tersebar di seluruh dunia, dan masing-masing kerja sama tersebut
memiliki tujuan dan maksudnya masing-masing. Namun ada beberapa hal
yang biasanya menjadi poin penting kerja sama multilateral. Dan poin-poin
ini menjadi bagian dari hasil kerja sama multilateral tersebut.

Menurut penjelasan KBBI, multilateral merupakan kata sifat yang


menyatakan mempunyai banyak sisi; melibatkan atau mengikutsertakan
lebih dari dua bangsa (pihak dan sebagainya). Pada Subbagian Kerja Sama
Multilateral, sesuai tugasnya, Subbagian ini melaksanakan tugas terkait kerja
sama antara lebih dari 2 (dua) pihak. Dalam hal ini, mitra kerja sama dapat
berbentuk negara-negara maupun organisasi/badan-badan internasional.
Salah satu contoh kerja sama multilateral adalah kerja sama yang
dilaksanakan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), United

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 31
Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), International Committee of
the Red Cross (ICRC) dll.

Pokok Bahasan Kerja sama Multilateral


Mengenai isi kerja sama antar negara, sebenarnya hal ini tidak bisa
dibakukan mengingat isi perjanjian atau kerja sama merupakan hak dari
pelaku kerja sama. Dan masing-masing kerja sama internasional pun memiliki
isi atau bahasannya masing-masing. Namun biasanya ada beberapa poin
yang menjadi pokok bahasan dalam kerja sama antar negara, khususnya
kerja sama multilateral. Poin-poin inilah yang sering menjadi pembicaraan
para negara anggota karena merupakan masalah umum yang banyak dialami
oleh suatu negara. Biasanya dari bahasan-bahasan akan memunculkan
kebijakan-kebijakan tertentu. Beberapa kebijakan yang biasanya muncul
sebagai hasil dari kerja sama internasional antara lain sebagai berikut.

a. Bidang Ekonomi

Kerja sama multilateral di dunia ini kebanyakan bergerak dalam bidang


ekonomi. Tidak dipungkiri bahwa perekonomian memegang peranan
yang sangat penting. Kerja sama multilateral di bidang ekonomi ini
contohnya dalam bidang perdagangan, ataupun penanaman modal.

b. Bidang Sosial

Selain dalam bidang ekonomi, kerja sama multilateral juga banyak


yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Dalam bidang
sosial, biasanya kerja sama ini saling memberikan bantuan ketika
suatu negara mengalami bencana alam, seperti bencana tsunami,
jenis gempa bumi atau sedang mengalami hal-hal tertentu yang
sekiranya berhubungan dengan kemanusiaan, dalam hal ini termasuk
pula perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
32 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
c. Bidang Moneter

Selain dalam bidang ekonomi, kerja sama multilateral juga banyak


yang bergerak dalam bidang moneter atau keuangan. Sebagai
contoh adalah Bank Dunia. Selain mengurusi keuangan, kerja sama
ini juga saling memberikan pinjaman kepada anggota yang sedang
membutuhkan. Itulah beberapa poin yang sekaligus menjadi suatu
kebijakan yang biasa ada dalam suatu kerja sama multilateral. Tujuan
utama dari kerja sama multilateral ini tentunya adalah menyejahterakan
negara-negara yang termasuk ke dalam anggotanya di samping juga
mewujudkan kesejahteraan bersama.

Manfaat Kerja sama Multilateral


Kerja sama multilateral merupakan hubungan yang dapat
mendatangkan banyak manfaat. Beberapa manfaat yang akan kita dapatkan
dari kerja sama multilateral antara lain sebagai berikut:

a. Menambah keuntungan negara

Salah satu manfaat kerja sama multilateral adalah bertambahnya


keuntungan negara. Hal ini jelas terjadi karena negara dapat
memperkenalkan produk yang dihasilkan dalam negerinya kepada
negara-negara tetangga yang menjadi anggota dalam kerja sama
tersebut. Dengan demikian suatu negara bisa menjalin hubungan
perdagangan yang lebih banyak lagi dengan pasar yang lebih luas.
Dengan demikian keuntungan yang bisa didapatkan akan lebih banyak.

b. Mempererat hubungan antar negara

Selain menambah keuntungan negara, manfaat kerja sama multilateral


yang lainnya adalah mempererat hubungan antar negara. Hubungan
antar negara ini seperti halnya hubungan persahabatan. Dengan
menjalin kerja sama antar negara maka akan semakin banyak
peluang bagi suatu negara untuk meningkatkan berbagai hubungan

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 33
lainnya dil uar hubungan kerja sama tersebut. Apabila suatu negara
sedang dilanda musibah, maka negara yang lain pun bisa memberikan
bantuan.

c. Memasarkan produk dalam negeri

Seperti halnya poin teratas, manfaat kerja sama multilateral antara


lain adalah untuk memasarkan produk yang dibuat lokal oleh suatu
negara. Kerja sama antar negara bisa menjadi ajang promosi untuk
memperkenalkan produk lokal dalam negeri supaya dikenal oleh
masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian produk lokal kita akan
lebih dikenal dan kemungkinan daya jualnya juga akan lebih tinggi di
masyarakat luas.

d. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi

Manfaat lain dari kerja sama multilateral adalah meningkatkan


kesejahteraan ekonomi. Dengan melakukan kerja sama multilateral,
maka kita bisa lebih mudah mendapatkan barang-barang yang tidak
diproduksi di dalam negeri untuk kemudian dikonsumsi di dalam negeri.
Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi suatu negara.

e. Mudah mendapatkan pinjaman keuangan

Kerja sama multilateral di bidang moneter akan memudahkan


suatu negara mendapatkan pinjaman keuangan apabila sedang
membutuhkan. Hal ini karena memang organisasinya bergerak dalam
bidang moneter.

f. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi

Kerja sama multilateral akan meningkatkan ilmu pengetahuan dan juga


teknologi. Dengan sering berkumpul dan sharing, maka suatu negara
akan bisa mencontoh negara lain dalam bidang ilmu pengetahuan dan
juga teknologi supaya lebih maju dan juga lebih modern. Itulah beberapa

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
34 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
manfaat yang akan kita peroleh apabila kita melakukan kegiatan kerja
sama antar negara khususnya kerja sama multilateral. Tahapan kerja
sama Multilateral dapat dilihat pada: https://Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.go.id/berita/kerjasama-icrc-dengan-Kementerian Hukum dan

Hak Asasi Manusia-dan-pantap-hukum-humaniter

F. RANGKUMAN
Berdasarkan uraian pada pokok dan sub pokok bahasan tersebut
di atas, maka dapat dirangkum secara ringkas beberapa hal mengenai
pengertian, ruang lingkup dan tugas dan fungsi bagian kerja sama.

1. Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama merupakan koordinator utama


hubungan kerja sama di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia;

2. Bagian kerja sama dalam dan luar negeri memiliki tugas melakukan
penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama;

3. Kerja sama yang ada dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM


didasarkan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan menganut
prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional;

4. Pelaksanaan kerja sama dalam negeri permasalahannya bukan hanya


terletak pada identifikasi sasaran-sasaran bersama dan metode untuk
mencapainya, tetapi terletak pada pencapaian sasaran itu. Kerja sama
pun akan diusahakan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan
akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus
ditanggungnya. Sesuai dengan tujuannya, kerja sama bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 35
G. LATIHAN
1. Ada berapa macam jenis kerja sama? jelaskan.

2. Sebutkan dengan siapa saja Kementerian Hukum dan Hak Asasi


Manusia dapat melakukan kerja sama?

3. Jelaskan tujuan dari kerja sama Bilateral, Regional, dan Multilateral?

4. Menurut anda apa keuntungan dari mejalin kerja sama dalam dan luar
negeri?

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
36 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
BAB IV
MEKANISME KERJA SAMA

A. PERENCANAAN KERJA SAMA


Perencanaan kerja sama dalam negeri merupakan tahapan awal
dari kerja sama yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Pada tahapan perencanaan ini dilakukan rencana-rencana yang
telah disusun sebelumnya oleh Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama dalam hal ini Bagian
Kerja Sama Dalam Negeri merupakan fasilitator dari rencana kerja sama
yang akan dijalankan oleh masing-masing Unit Utama Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia.

Dalam tahapan perencaan ini terdapat maksud dan tujuan yang akan
dikerjasamakan selama 1 (satu) tahun ke depan yang telah disusun oleh
Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bagian Kerja
Sama Dalam Negeri sesuai tugas dan fungsinya yang telah tercantum pada
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 65
Tahun 2016 tentang Penataan Kerja Sama di Lingkungan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia, akan melakukan fasilitasi terkait perencanaan kerja
sama yang dilakukan oleh Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 37
B. PENJAJAKAN KERJA SAMA
Penjajakan kerja sama dalam negeri merupakan tahapan lanjutan dari
perencanaan kerja sama yang telah dilakukan oleh Unit Utama Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pada tahapan penjajakan ini dilakukan lebih
mendalam mengenai tugas dan fungsi Unit Utama Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia yang akan dikerjasamakan oleh Unit Utama Kementerian/
Lembaga lain.

Tahapan penjajakan kerja sama dalam negeri biasanya memuat ruang


lingkup pada tugas dan fungsi masing-masing pihak yang ingin melakukan
kerja sama, yakni Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
dengan Unit Utama Kementerian/Lembaga lain. Biro Humas, Hukum dan
Kerja Sama, dalam hal ini Bagian Kerja Sama Dalam Negeri melakukan
pendampingan serta bimbingan terhadap tahapan penjajajkan kerja sama.
Dalam tahapan ini mengenal akan adanya prinsip apple to apple, yakni
hubungan timbal balik yang membutuhkan dan saling menguntungkan
antara masing-masing pihak yang akan melakukan kerja sama yakni Unit
Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Unit Utama dari
Kementerian/Lembaga lain.

C. PENYUSUNAN NASKAH KERJA SAMA


Penyusunan naskah kerja sama dalam negeri merupakan tahap lanjutan
dari tahap penjajakan yang telah dilakukan oleh Unit Utama Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pada tahap penyusunan naskah kerja sama
dalam negeri hasil yang dicapai atau output yaitu sebuah draft naskah kerja
sama baik Nota Kesepahaman maupun Perjanjiaan Kerja Sama antara
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Kementerian/Lembaga
lain. Penyusunan naskah kerja sama dilakukan dengan cara negosiasi antara
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini diwakili oleh Biro
Humas, hukum dan Kerja Sama dengan Kementerian/Lembaga lain.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
38 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Negosiasi adalah komunikasi timbal balik yang dirancang untuk
mencapai tujuan bersama. Menurut Webster Negotiation memiliki arti to
treat or bargain with others in order to reach an agreement. Menurut KBBI
negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan jalan berunding
guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau
organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; penyelesaian
sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa.
Negosiasi merupakan tentang cara dan metode yang dilakukan serta
berkenaan dengan proses take and give dalam mencapai kompromi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Negosiasi memiliki dua arti, yaitu:

1. Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau


menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok
atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;

2. Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara


pihak-pihak yang bersangkutan.

Menurut Stephen Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior”


(2001), negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara 2
pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati
tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut. Sedang dalam
komunikasi bisnis, negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau
lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu
dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan. Kapan sebenarnya
diperlukan upaya negosiasi? Upaya negosiasi diperlukan manakala:

1. Tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang


diinginkan;

2. Terjadi konflik antar para pihak, yang masing-masing pihak tidak


mempunyai cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas
untuk menyelesaikannya secara sepihak;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 39
3. Keberhasilan kita dipengaruhi oleh kekuasaan atau otoritas dari pihak
lain;

4. Tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah


yang kita hadapi atau mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Untuk membangun kerangka dasar tersebut di atas, ada 3 konsep


penting yang harus dipahami oleh seorang negosiator, yaitu:

1. BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement), yaitu langkah-


langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang
negosiator bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan.

2. Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat


diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.

3. ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang
memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.

Dengan pemahaman yang baik terhadap 3 konsep dasar tersebut


diatas, maka para perunding diharapkan dapat menentukan hal-hal yang
ingin dicapainya dalam negosiasi, menentukan besarnya konsesi yang
ingin didapat dan dapat diberikan, menentukan perlu tidaknya melanjutkan
negosiasi, dan melakukan langkah lain yang lebih menguntungkan. Secara
ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses perundingan
antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu
permasalahan. Negosiasi adalah merupakan salah satu fungsi utama dari
para Diplomat. Oleh karena itu, dalam pergaulan internasional hampir setiap
negara menempatkan diplomat-diplomatnya di negara-negara sahabat.
Meskipun istilah dan praktik negosiasi berawal dari dunia diplomasi,
namun dewasa ini sudah menjadi sarana pada berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik dalam dimensi eksternal
maupun dimensi domestik.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
40 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Dengan demikian pada tahapan ini akan menghasilkan draft naskah
Nota Kesepahaman atau Perjanjian Kerja Sama yang telah disepakati oleh
kedua belah Pihak yakni Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dengan Unit Utama Kementerian/Lembaga lain. Biro Humas,
Hukum dan Kerja Sama dalam hal ini Bagian Kerja Sama Dalam dan Luar
Negeri melakukan fasilitator naskah kerja sama yang telah disepakati para
pihak.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 41
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
42 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 43
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
44 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 45
D. PENANDATANGANAN NASKAH KERJA SAMA
Penandatanganan naskah kerja sama dalam negeri merupakan
tahapan akhir dari mekanisme kerja sama dalam negeri yang dilakukan oleh
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Kementerian/Lembaga
lain. Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama dalam hal ini Bagian Kerja Sama
Dalam Negeri memfasilitasi dan mempersiapkan naskah kerja sama yang
akan ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan
Pimpinan Kementerian/Lembaga lain.

Pada tahap penandatanganan ini sebelum dilakukan penandatanganan


oleh Pimpinan, dilakukan pembubuhan paraf oleh Pimpinan Unit Utama
Eselon I Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan paraf
Pimpinan Unit Utama Eselon I Kementerian/Lembaga lain sebagai bentuk
persetujuan dari kerja sama yang akan dilakukan oleh masing-masing

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
46 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
pihak. Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama, dalam hal ini Bagian Kerja
Sama Dalam Negeri melakukan koordinasi internal maupun eksternal
mengenai persiapan pemberian paraf dan penandatanganan naskah kerja
sama baik Nota Kesepahaman maupun Perjanjian Kerja Sama antara
Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Unit
Utama Kementerian/Lembaga lain. Berikut merupakan surat permohonan
pemberian paraf persetujuan naskah kerja sama oleh Sekretaris Jenderal
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta surat permohonan
penandatanganan naskah kerja sama dalam negeri oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia, antara lain:

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 47
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
48 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 49
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
50 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
E. PUBLIKASI NASKAH KERJA SAMA DALAM NEGERI
Publikasi naskah kerja sama dalam negeri merupakan tahapan untuk
memublikasikan kerja sama yang telah dilakukan oleh Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia dengan Kementerian/Lembaga lain pada web
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id di laman Jendela Kerja
Sama Dalam Negeri. Hal ini bertujuan agar masyarakat umum dapat melihat
serta mengawasi kerja sama yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia dengan Kementerian/Lembaga lain.

Dalam melakukan publikasi naskah kerja sama, Biro Humas, Hukum


dan Kerja Sama dalam hal ini Bagian Kerja Sama Dalam Negeri melakukan
pendataan naskah kerja sama terlebih dahulu dalam bentuk matriks kerja
sama antar Unit Utama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hal
ini dilakukan agar dapat memonitor seluruh kerja sama yang telah dilakukan
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Kementerian/
Lembaga lain.

Publikasi naskah kerja sama sebagaimana dilakukan oleh Biro Humas,


Hukum dan Kerja Sama dalam hal ini Bagian Kerja Sama Dalam Negeri
mencantumkan dokumentasi penandatanganan dan naskah kerja sama
untuk dapat dipublikasikan kepada masyarakat umum. Berikut merupakan
hasil publikasi naskah kerja sama dalam negeri yang telah dimasukan ke
dalam laman Jendela Kerja Sama Dalam Negeri, antara lain:

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 51
F. DEFINISI, RUJUKAN DIPLOMASI DAN NEGOISASI
Pengertian Diplomasi
Diplomasi berasal dari kata Yunani “diploun” yang berarti “melipat”.
Menurut The Chamber’s Twenthieth Century Dictionary, diplomasi adalah
“The Art of Negotiation, Especially of Treaties Between States; Political
Skill.” (seni berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-
negara; keahlian politik). Di sini, yang pertama menekankan kegiatannya
sedangkan yang kedua meletakkan penekanan seni berundingnya. Ivo D.
Duchachek bependapat, “Diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek
pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dengan cara negosiasi dengan
negara lain. Tetapi diplomasi kadang-kadang dihubungkan dengan perang.
Oleh karena itulah Clausewitz, seorang filolsof Jerman, dalam pernyataannya
yang terkenal mengatakan bahwa perang merupakan kelanjutan diplomasi
melalui sarana lain.

Konsep Diplomasi, Lobi, dan Negosiasi adalah merupakan suatu


keharusan. Karena dengan pergaulan sosial kemasyarakatan baik di tingkat
lokal, nasional maupun internasional memerlukan diplomat, pelobi-pelobi
dan negosiator yang ulung tentunya, untuk dapat mencegah terjadinya dan

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
52 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
berkembangnya suatu konflik yang berkepanjangan yang pada gilirannya
menjadi suatu bentrokan fisik, bahkan peperangan. Dalam hal ini hubungan
antara lobi, diplomasi dan negosiasi erat kaitannya dengan ilmu komunikasi,
yang salah satunya yaitu public relations (PR), banyak definisi yang
menjelaskannya, diantaranya adalah seperti yang diungkapkan oleh Institute
of PR (Zaenal Abidin) menyebutkan, praktek PR sebagai disiplin ilmu dan
serangkaian usaha untuk menjaga reputasi dengan tujuan memperolah
pengertian atau pemahaman dan dukungan serta mempengaruhi opini dan
perilaku.

Kegiatan lobby sebenarnya adalah kegiatan sehari-hari yang tidak


dapat terlepas dari kehidupan manusia. Selama manusia itu melakukan
proses komunikasi dengan orang lain maka disitulah kegiatan lobby itu terjadi
dan kadang kala kita juga melakukannya tanpa kita sadari. Seperti halnya
dalam komunikasi, maka dalam lobby juga terdapat unsur-unsur utama yaitu
sumber (source), pesan (message), saluran(channel), penerima (receiver)
dan efek (effect) serta umpan balik (feed back).

Diplomasi sebagai kajian keilmuan dari Hubungan Internasional


digunakan sebagai salah satu inisiatif mempromosikan negara, meningkatkan
eksistensi, atau menyebarkan pengaruh ke negara lain untuk meraih
kepentingan nasional bagi masing-masing negara.11 Diplomasi adalah salah
satu alat utama yang digunakan negara dalam pelaksanaan politik luar negeri
dan pencapaian kepentingan nasional yang kemudian bisa menjadi nilai
tawar atau state branding sebuah negara sehingga juga dapat membangun
citra atau image dari sebuah negara.12 Diplomasi termasuk ke dalam soft
power yang memiliki beragam bentuk seperti diplomasi publik, diplomasi

11 KM Panikkar, “The Principle and Practice Diplomacy” dalam, “Diplomasi” diterjemahkan oleh
Harwanto dan Misrawati (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal 3.
12 Tonny Dian Effendy, “E-Diplomacy Sebagai Sarana Promosi Potensi Daerah Kepada Dunia
Internasional”. diakses melalui journal.unair.ac.id/filerPDF/4 e-Diplomacy Pemda Indonesia,
final edit OK.pdf (diakses tanggal 10 mei 2014).

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 53
asap, diplomasi beras, diplomasi gertakan dan diplomasi kebudayaan.13
Diplomasi merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai
pihak termasuk negoisasi antara wakil-wakil yang sudah diakui. Praktik-
praktik negara semacam itu sudah melembaga sejak dahulu dan kemudian
menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional. Dengan demikian,
diplomasi juga merupakan cara-cara yang dilakukan oleh pemerintah suatu
negara untuk mencapai tujuannya dan memperoleh dukungan mengenai
prinsip-prinsip yang diambilnya. Itu juga merupakan suatu proses politik
untuk membina kebijakan luar negeri yang dianut dan ditujukan untuk
mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain. Di samping itu,
diplomasi juga dianggap sebagai pengetahuan, mutu dan kepandaian untuk
membendung dan mengurangi adanya konflik internasional yang terjadi.

Menurut Webster Diplomacy adalah the art and practice of conducting


negotiations between nations atau seni dan praktik melaksanakan
negosiasi antar negara. Diplomasi merupakan tentang praktek dan
penyelenggaraannya. Dalam melaksanakan Diplomasi, suatu pihak harus
memiliki sandaran tujuan dan kepentingan nasional. Brownlie dalam
padangannya, diplomasi merupakan setiap cara yang diambil untuk
mengadakan dan membina hubungan dan berkomunikasi satu sama lain,
atau melaksanakan transaksi politik maupun hukum yang dalam setiap
hal dilakukan melalui wakil-wakilnya yang mendapat otorisasi. Diplomasi
pada hakikatnya juga merupakan negoisasi dan hubungan antarnegara
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah, untuk itu diperlukan suatu
seni dan kemampuan serta kepandaian untuk mempengaruhi seseorang
sehingga dapat tercapai tujuannya. Kemampuan untuk berunding itu harus
dilakukan secara maksimal agar dapat dicapai hasil yang maksimal pula
dalam suatu sistem politik dimana suatu perang mungkin bisa terjadi.

13 Milton C. Cummings, “Cultural diplomacy and the united states goverment: a survey for arts
and culture” (2003), Hal 1

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
54 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Diplomasi pada hakikatnya merupakan kebiasaan untuk melakukan
hubungan antarnegara melalui wakil resminya dan dapat melibatkan
seluruh proses hubungan luar negeri, perumusan kebijakan termasuk
pelaksanaannya. Dalam arti yang luas, diplomasi dan politik luar negeri adalah
sama. Namun, dalam arti yang sempit, atau lebih tradisional, diplomasi itu
melibatkan cara-cara dan mekanisme, sedangkan dalam politik luar negeri
ada dasar atau tujuannya. Dalam arti yang lebih terbatas, diplomasi meliputi
teknik operasional dimana negara mencari kepentingan di luar yuridiksinya.

Tugas dan Fungsi Diplomasi


Ketika membicarakan tugas diplomasi sebenarnya tidaklah terlepas
dari tugas dari para pelakunya maupun institusinya, utamanya seperti para
diplomat dengan perwakilan diplomatiknya yang berada di suatu negara
sebagaimana tersebut dalam “Konvensi Wina 1961 Mengenai Hubungan
Diplomatik”. Para diplomat dianggap sebagai corong dari pemerintahannya
dan saluran resmi komunikasi antara negara pengirim dan negara penerima.
Ada keyakinan bahwa berhasilnya diplomasi dari suatu negara itu akan
tergantung sekali dari bagaimana memilih para diplomatnya, termasuk
kemampuan serta kewenangannya dalam melaksanakan tugasnya. Hal
ini memang terbukti dalam sejarah. Tugas utama dari diplomat adalah
menyangkut keterwakilannya (representation) dari suatu negara di negara
lain. Ada yang menganggap bahwa para duta besar itu merupakan mata
dan telinga dari negaranya. Tugas mereka meliputi keterwakilan diplomatik,
mengadakan pertukaran nota mengenai masalah-masalah yang menyangkut
kepentingan bersama, melakukan perundingan mengenai yang bersifat
strategis dan politis, melindungi kepentingan warga negaranya di negara
penerima, dan singkatnya memberikan perlindungan serta memajukan
kepentingan negara pengirim di negara penerima.

Dalam menyelesaikan pertikaian atau permasalahan, duta besar


tidak memiliki kapal perang dan tidak pula mempunyai infanteri yang besar

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 55
ataupun banteng, senjata utamanya semata-mata hanyalah kata-kata dan
kesempatan. Dalam transaksi-transaksi yang penting, kesempatan berlalu
sangat cepat. Sekali hilang maka hal itu sukar dapat ditemukan lagi. Adalah
merupakan pelanggaran yang besar untuk menghilangkan demokrasi dari
suatu kesempatan, karena kesempatan itu dapat menghilangkan oligarki
dan otokarsi. Menurut sistem itu, tindakan dapat diambil dengan cepat dan
hanya meminta dengan kata. Aspek lain dalam Konvensi Wina 1961 yang
menyangkut diplomasi adalah perundingan (negotiation) yang dilakukan
dengan pemerintah negara penerima. Perundingan dapat timbul karena
adanya sesuatu masalah yang berkaitan dengan perdagangan, komunikasi
atau mengenai masalah militer. Demikian juga perundingan itu bisa
dilakukan karena adanya tuntutan negaranya tehadap negara penerima
atau sebaliknya.

Menurut Hans J. Morgenthau tugas diplomasi dapat dibagi dalam


empat pokok:

1. Diplomasi harus membentuk tujuan dalam rangka kekuatan yang


sebenarnya untuk mencapai tujuan tersebut. Suatu negara yang
ingin menciptakan tujuan-tujuannya yang belum dicapai haruslah
berhadapan dengan suatu risiko untuk perang. Karena itu diperlukan
suksesnya diplomasi untuk mencoba mendapatkan tujuannya tersebut
sesuai dengan kekuatannya;

2. Di samping melakukan penilaian tentang tujuan-tujuannya dan


kekuatannya sendiri, diplomasi juga harus mengadakan penilaian
tujuan dan kekuatan dari negara-negara lainnya. Didalam hal
ini, sesuatu negara haruslah menghadapi resiko akan terjadinya
peperangan, apabila diplomasi yang dilakukannya itu salah dalam
menilai mengenai tujuan dan kekuatan negara-negara lainnya;

3. Diplomasi haruslah menentukan dalam hal apa perbedaan dalam


tujuan-tujuan itu dapat cocok satu sama lain. Diplomasi harus dilihat

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
56 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
apakah kepentingan negaranya sendiri dengan negara lain cocok. Jika
jawabannya “tidak”, maka harus dicari jalan keluar untuk merujukkan
kepentingan-kepentingan tersebut;

4. Diplomasi harus menggunakan cara-cara yang pantas dan sesuai


seperti kompromi, bujukan dan bahkan kadang-kadang ancaman
kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Model Diplomasi
Diplomasi merupakan seni berunding, seni berembuk, cara
menyampaikan suatu pesan atau tujuan melalui pembicaraan atau
perundingan. Diplomasi dapat dilakukan secara resmi (formal) maupun
tidak resmi (non formal). Seni berdiplomasi tegantung kepada kemampuan
individual seorang diplomat, intinya adalah negosiasi itu sendiri. Diplomasi
dilakukan jika terdapat konflik atau perbedaan dalam kepentingan suatu
negara atau kelompok. Adapun model atau jenis diplomasi menurut S.L Roy
antara lain:

1. Diplomasi komersial (perdagangan);

2. Diplomasi demokratik;

3. Diplomasi totaliter;

4. Diplomasi (melalui) konferensi;

5. Diplomasi diam-diam;

6. Diplomasi Preventif;

7. Diplomasi sumber daya.

Adapun dalam wikipedia menyebutkan jenis atau model diplomasi


antara lain:

1. Diplomasi koboi;

2. Diplomasi transformasional;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 57
3. Diplomasi informal;

4. Diplomasi publik;

5. Diplomasi preventif;

6. Diplomasi ping-pong;

7. Paradiplomasi.

Pengertian Negosiasi
Negosiasi (Negotiation) dalam arti harfiah adalah negosiasi atau
perundingan. Negosiasi adalah komunikasi timbal balik yang dirancang
untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Webster Negotiation memiliki
arti to treat or bargain with others in order to reach an agreement. Menurut
KBBI negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan jalan berunding
guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau
organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; penyelesaian
sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa.
Negosiasi merupakan tentang cara dan metode yang dilakukan serta
berkenaan dengan proses take and give dalam mencapai kompromi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Negosiasi memiliki dua arti, yaitu:

1. Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau


menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok
atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;

2. Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara


pihak-pihak yang bersangkutan.

Menurut Stephen Robbins dalam bukunya “Organizational Behavior”


(2001), negosiasi adalah proses pertukaran barang atau jasa antara 2
pihak atau lebih, dan masing-masing pihak berupaya untuk menyepakati
tingkat harga yang sesuai untuk proses pertukaran tersebut. Sedang dalam
komunikasi bisnis, negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
58 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan, bertemu
dan berbicara untuk mencapai suatu kesepakatan. Kapan sebenarnya
diperlukan upaya negosiasi? Upaya negosiasi diperlukan manakala:

1. Tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang


diinginkan;

2. Terjadi konflik antar para pihak, yang masing-masing pihak tidak


mempunyai cukup kekuatan atau mempunyai kekuasaan yang terbatas
untuk menyelesaikannya secara sepihak;

3. Keberhasilan kita dipengaruhi oleh kekuasaan atau otoritas dari pihak


lain;

4. Tidak mempunyai pilihan yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah


yang kita hadapi atau mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Menurut Marjorie Corman Aaron dalam tulisannya tentang negosiasi di


Harvard Review, dalam melakukan negosiasi, seorang perunding yang baik
harus membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang
akan dilakukannya agar dapat berhasil menjalankan tugasnya tersebut.
Kerangka dasar yang dimaksud antara lain: Apakah alternatif terbaik untuk
menerima atau menolak kesepakatan dalam negosiasi? Berapa besar
nilai atau penawaran minimum yang akan dapat diterima sebagai sebuah
kesepakatan? Seberapa lentur proses negosiasi akan dilakukan dan
seberapa akurat pertukaran yang ingin dilakukan?

Untuk membangun kerangka dasar tersebut di atas, ada 3 konsep


penting yang harus dipahami oleh seorang negosiator, yaitu:

1. BATNA ( Best Alternative to a Negotiated Agreement), yaitu langkah-


langkah atau alternatif-alternatif yang akan dilakukan oleh seorang
negosiator bila negosiasi tidak mencapai kesepakatan.

2. Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat


diterima sebagai sebuah kesepakatan dalam negosiasi.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 59
3. ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang
memungkinkan terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.

Dengan pemahaman yang baik terhadap 3 konsep dasar tersebut


di atas, maka para perunding diharapkan dapat menentukan hal-hal yang
ingin dicapainya dalam negosiasi, menentukan besarnya konsesi yang
ingin didapat dan dapat diberikan, menentukan perlu tidaknya melanjutkan
negosiasi, dan melakukan langkah lain yang lebih menguntungkan. Secara
ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses perundingan
antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu
permasalahan. Negosiasi adalah merupakan salah satu fungsi utama dari
para Diplomat. Oleh karena itu, dalam pergaulan internasional hampir setiap
negara menempatkan diplomat-diplomatnya di negara-negara sahabat.
Meskipun istilah dan praktik negosiasi berawal dari dunia diplomasi,
namun dewasa ini sudah menjadi sarana pada berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik dalam dimensi eksternal
maupun dimensi domestik.

Landasan dan Kerangka Kerja Diplomasi


Dalam melaksanakan kerja sama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia berlandaskan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 45 alinea
ke-4 “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Selain
Undang-Undang Dasar 45, UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri
juga menjadi dasar landasan serta kerangka kerja diplomasi Indonesia.

Politik Luar Negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif yang


diabadikan demi kepentingan nasional (pasal 3). Dalam halnya pelaksanaan
hubungan luar negeri di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
sesuai Pasal 6 Presiden dapat melimpahkan kewenangan penyelenggaraan

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
60 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri Luar Negeri.

Model Negosiasi

Negosiasi juga terdapat dua model, yaitu:

1. Negosiasi distributif (kompetitif), negosiasi ini lebih menekankan pada


prinsip kalah dan menang bagi kedua belah pihak yang terlibat pada
kegiatan negosiasi. Tidak peduli terhadap kepentingan atau kepuasan
orang lain; mengorbankan orang lain, dan berorientasi pada hubungan
jangka pendek. Ciri-ciri negosiator distributif antara lain:

a. Tawaran awal tidak masuk akal (ekstrem);

b. Kewenangan terbatas;

c. Mempermainkan emosi lawan;

d. Pantang memperlihatkan kelemahan;

e. Hampir tidak memberikan kelonggaran;

f. Mengabaikan batas waktu.

2. Negosiasi integratif (kooperatif), negosiasi ini lebih mengedepankan


prinsip menang dan menang antara kedua belah pihak yang terlibat pada
kegiatan negosiasi. Kegiatan ini lebih memperhatikan kepentingan dan
kepuasan orang lain dan berorientasi pada hubungan jangka panjang.
Adapun ciri-ciri negosiator integratif antara lain:

a. Menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain;

b. Mencari titik temu dari setiap perbedaa;

c. Menyelaraskan setiap perbedaan.

Strategi Dalam Bernegosiasi


Dalam melakukan negosiasi, kita perlu memilih strategi yang tepat,
sehingga mendapatkan hasil yang kita inginkan. Strategi negosiasi ini harus

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 61
ditentukan sebelum proses negosiasi dilakukan. Ada beberapa macam
strategi negosiasi yang dapat kita Pilih, sebagai berkut:

1. Win-win. Strategi ini dipilih bila pihak-pihak yang berselisih


menginginkan penyelesaian masalah yang diambil pada akhirnya
menguntungkan kedua belah pihak. Strategi ini juga dikenal sebagai
Integrative negotiation;

2. Win-lose. Strategi ini dipilih karena pihak-pihak yang berselisih ingin


mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya dari penyelesaian masalah
yang diambil. Dengan strategi ini pihak-pihak yang berselisih saling
berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang mereka inginkan;

3. Lose-lose. Strategi ini dipilih biasanya sebagai dampak kegagalan dari


pemilihan strategi yang tepat dalam bernegosiasi. Akibatnya pihak-
pihak yang berselisih, pada akhirnya tidak mendapatkan sama sekali
hasil yang diharapkan;

4. Lose-win. Strategi ini dipilih bila salah satu pihak sengaja mengalah
untuk mendapatkan manfaat dengan kekalahan mereka.

Taktik Dalam Negosiasi


Dalam proses negosiasi, pihak-pihak yang berselisih seringkali
menggunakan berbagai taktik agar dapat memperoleh hasil negosiasi yang
diinginkan. Ada beberapa taktik yang umum dilakukan oleh para negosiator:

1. Membuat agenda. Taktik ini harus digunakan karena dapat memberikan


waktu kepada pihak-pihak yang berselisih setiap masalah yang ada
secara berurutan dan mendorong mereka untuk mencapi kesepakatan
atas keseluruhan paket perundingan;

2. Bluffing. Taktik klasik yang sering digunakan oleh para negosiator


yang bertujuan untuk mengelabui lawan berundingnya dengan
cara membuat distorsi kenyataan yang ada dan membangun suatu
gambaran yang tidak benar;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
62 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
3. Membuat tenggat waktu (deadline). Taktik ini digunakan bila salah pihak
yang berunding ingin mempercepat penyelesaian proses perundingan
dengan cara memberikan tenggat waktu kepada lawannya untuk
segera mengambil keputusan;

4. Good Guy Bad Guy .Taktik ini digunakan dengan cara menciptakan
tokoh “jahat” dan “baik” pada salah satu pihak yang berunding. Tokoh
“jahat” ini berfungsi untuk menekan pihak lawan sehingga pandangan-
pandangannya selalu ditentang oleh pihak lawannya, sedangkan
tokoh “baik” ini yang akan menjadi pihak yang dihormati oleh pihak
lawannya karena kebaikannya. Sehingga pendapat-pendapat yang
dikemukakannya untuk menetralisir pendapat Tokoh “jahat”, sehingga
dapat diterima oleh lawan berundingnya;

5. The art of Concesión .Taktik ini diterapkan dengan cara selalu meminta
konsesi dari lawan berunding atas setiap permintaan pihak lawan
berunding yang akan dipenuhi;

6. Intimidasi. Taktik ini digunakan bila salah satu pihak membuat ancaman
kepada lawan berundingnya agar menerima penawaran yang ada, dan
menekankan konsekuensi yang akan diterima bila tawaran ditolak.

Perangkap Dalam Negosiasi


Menurut Leight L. Thompson dalam bukunya “The Mind and the
Heart of Negotiation”, para perunding sering terperangkap pada 4 (empat)
perangkap utama, yaitu:

1. Leaving money on table (dikenal juga sebagai “lose-lose” negotiation,


yang terjadi saat para perunding gagal mengenali dan memanfaatkan
potensi yang ada untuk menghasilkan “win-win” solution;

2. Setting for too little ( atau dikenal sebagai “kutukan bagi si pemenang”),
yang terjadi saat para perunding memberikan konsesi yang terlalu

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 63
besar, kepada lawan berundingnya dibandingkan dengan yang mereka
peroleh;

3. Meninggalkan meja perundingan, yang terjadi saat para perunding


menolak tawaran dari pihak lain yang sebenarnya lebih baik dari
semua pilihan yang tersedia bagi mereka. Biasanya hal ini terjadi
karena terlalu mempertahankan harga diri atau salah perhitungan;

4. Setting for terms that worse than the alternative terjadi saat para
perunding merasa berkewajiban untuk mencapai kesepakatan,
padahal hasil kesepakatan yang dibuat tidak sebaik alternatif yang
lain.

Dimensi Negosiasi
Dimensi negosiasi menghasilkan produk dokumen yang legally
binding dan non-legally binding. Dokumen-dokumen yang merupakan
dokumen legally binding merupakan dokumen yang memerlukan ratifikasi.
Menurut KBBI ratifikasi memiliki arti pengesahan suatu dokumen negara
oleh parlemen, khususnya pengesahan undang-undang, perjanjian antar
negara, dan persetujuan hukum internasional. Di Indonesia, proses ratifikasi
terkait kerja sama yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dilaksanakan oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Beberapa contoh dari dokumen legally binding adalah charter (multilateral),
convention/konvensi (multilateral), traktat, dan agreement/persetujuan.

Berbeda dengan dokumen, dokumen non-legally binding tidak


memerlukan persetujuan oleh parlemen atau Komisi III DPR, namun hanya
persetujuan dari Para Pihak. Beberapa contoh dokumen non-legally binding
adalah implementing arrangement, Memorandum of Understanding (MoU)
atau Memorandum Saling Pengertian (MSP), Record of Discussion (RoD),
Plan of Action (PoA), Declaration, Statement, Chair’s Statement, Joint
Statement/Joint Communique, dan Resolution (kecuali Resolusi Dewan
Keamanan PBB).

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
64 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Seperti yang telah dijelaskan pada BAB III, kerja sama antarpemerintah
dapat dilaksanakan antar-Kementerian/Lembaga (K/L) maupun organisasi
atau program di bawah K/L negara lain. Dalam melaksanakan kerja sama
antarpemerintah, untuk menjelaskan atau memperkuat MSP yang telah
disepakati maka dibuat dokumen legally binding yang dihasilkan yaitu
PoA. Kerja sama yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia meliputi kerja sama antarpemerintah maupun Organisasi Asing Non
Pemerintah atau International Non-Government Organization (INGO). Dalam
halnya pelaksanaan kerja sama dilaksanakan dengan INGO maka dokumen
yang dihasilkan adalah MSP, Arahan Program (AP), dan Rancangan Induk
Kegiatan (RIK).

Tahapan Kerja Sama Luar Negeri Antar-Pemerintah


Dalam melaksanakan kerja sama luar negeri antarpemerintah, berikut
adalah beberapa tahapan yang dilakukan di lingkungan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia:

1. Membuat rencana kerja sama, sesuai Permenkumham No. 65 Tahun


2016 Pasal 9 ayat (1). Kerja Sama Luar Negeri dapat dilakukan dengan:

a. Lembaga Pemerintah Negara Asing; dan

b. Organisasi Internasional.

2. Menyampaikan rencana kerja sama kepada Sekretaris Jenderal melaui


Bagian Kerja Sama Luar Negeri, Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama.
Unit Utama pelaksana kerja sama luar negeri menyampaikan rencana
kerja sama kepada Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama, Bagian Kerja
Sama Luar Negeri sesuai Permenkumham No. 65 Tahun 2016.

3. Bagian Kerja Sama Luar Negeri melakukan pengkajian dan analisa


dengan memperhatikan rencana strategis Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia sesuai Pasal 10, Berdasarkan rencana kerja
sama yang disampaikan kepada Menteri sebagaimana dimaksud

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 65
dalam Pasal 9, Sekretaris Jenderal menugaskan Kepala Biro Humas,
Hukum, dan Kerja Sama melakukan pengkajian dan analisa dengan
memperhatikan rencana strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

4. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyampaikan kepada Pimpinan Unit


Utama, Kepala Kantor Wilayah, atau Unit Pelaksana Teknis tentang
hasil analisa dalam rapat dengan Unit terkait bersama Lembaga
Pemerintah Negara Asing atau Organisasi Internasional Pihak Pertama
dan Pihak Kedua menyiapkan Memorandum Saling Pengertian (MSP)
yang akan berlaku antara Para Pihak.

5. Bagian Kerja Sama Luar Negeri membahas konsep naskah kerja


sama dengan mengikutsertakan instansi/lembaga terkait sesuai
kewenangannya dalam hal ini Direktorat Jenderal Hukum dan
Perjanjian Internasional (HPI) untuk kerja sama yang dilakukan dengan
Pemerintah Asing.

6. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyampaikan kepada Kementerian/


Lembaga terkait rencana kerja sama. Lembaga yang terlibat umumnya
Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, dan Tim
Keamanan.

7. MSP yang telah dibahas dan disepakati kemudian ditandatangani.


Sesuai Pasal 14 ayat (1) Naskah kerja sama ditandatangani oleh:

a. Menteri;

b. Pimpinan Unit Utama;

c. Kepala Kantor Wilayah; dan

d. Kepala Unit Pelaksana Teknis.

8. Apabila kerja sama yang akan dilaksanakan hanya dilaksanakan pada


1 (satu) Unit maka MSP dapat ditandatangani oleh Pejabat Unit Utama.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
66 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) Unit atau lebih ditandatangani oleh
Menteri atau Sekretaris Jenderal. Pejabat penandatangan MSP dapat
disesuaikan dengan Pihak Kedua pelaksana kerja sama.

Tahapan pembuatan kerja sama luar negeri dapat dilihat pada: https://
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id/berita/ri-rusia-resmi-
kerja-sama-bantuan-hukum-timbal-balik

Tahapan Kerja Sama Luar Negeri dengan INGO


Dalam melaksanakan kerja sama luar negeri dengan INGO, berikut
adalah beberapa tahapan yang dilakukan di lingkungan Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia:

1. Membuat rencana kerja sama, sesuai Pasal 9 ayat (1) Permenkumham


Nomor 65 Tahun 2016. Menurut Pasal 7 Permenkumham tersebut, kerja
sama luar negeri dapat dilakukan dengan Organisasi Internasional
Nonpemerintah.

2. Untuk kerja sama yang dilakukan dengan Organisasi Asing Non


Pemerintah atau International Non Government Organization
(INGO), INGO tersebut diwajibkan untuk memiliki izin prinsip dan izin
operasional yang dikeluarkan oleh Tim Perizinan Ormas Asing (TPOA)
dan Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 tahun 2016. Kemudian, pihak
TPOA dan Direktorat Hukum dan Perjanjian Sosial Budaya akan
menunjuk Kementerian/Lembaga sebagai mitra dari INGO tersebut.

3. Menyampaikan rencana kerja sama kepada Sekretaris Jenderal melaui


Bagian Kerja Sama Luar Negeri, Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama.
Unit Utama pelaksana kerja sama luar negeri menyampaikan rencana
kerja sama kepada Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama, Bagian Kerja
Sama Luar Negeri sesuai Permenkumham No. 65 Tahun 2016.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 67
4. Bagian Kerja Sama Luar Negeri melakukan pengkajian dan analisa
dengan memperhatikan rencana strategis Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia sesuai Pasal 10, Berdasarkan rencana kerja
sama yang disampaikan kepada Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, Sekretaris Jenderal menugaskan Kepala Biro Humas,
Hukum, dan Kerja Sama melakukan pengkajian dan analisa dengan
memperhatikan rencana strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.

5. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyampaikan kepada Pimpinan


Unit Utama, Kepala Kantor Wilayah, atau Unit Pelaksana Teknis
terkait. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyampaikan hasil analisa
dalam rapat dengan Unit Terkait bersama Organisasi Internasional
Nonpemerintah. Pihak Pertama dan Pihak Kedua menyiapkan
Memorandum Saling Pengertian (MSP) yang akan berlaku antara
Para Pihak, Arahan Program (AP), dan Rencana Induk Kegiatan (RIK).

6. Bagian Kerja Sama Luar Negeri mengundang Tim Perizinan Organisasi


Masyarakat Asing (TPOA) untuk membahas rencana kerja sama yang
dilakukan dengan Organisasi Asing Non Pemerintah. Bagian Kerja
Sama Luar Negeri menyampaikan hasil analisa perencanaan kerja
sama kepada TPOA. Pembahasan terkait MSP antara Para Pihak
yang akan melaksanakan kerja sama.

7. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyampaikan hasil Pembahasan


MSP kerja sama dengan INGO kepada Direktorat Hukum dan
Perjanjian Sosial Budaya, Kementerian Luar Negeri.

8. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyampaikan hasil Pembahasan


MSP kerja sama dengan INGO kepada Kementerian Sekretariat
Negara. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tanggapan terkait
rancangan MSP dan proses penandatanganannya.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
68 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
9. MSP yang telah dibahas dan disepakati kemudian ditandatangani.
Sesuai dengan Permen Kumham No. 65 Tahun 2016, Pasal 14 ayat
(1) Naskah kerja sama ditandatangani oleh:

a. Menteri;

b. Pimpinan Unit Utama;

c. Kepala Kantor Wilayah; dan

d. Kepala Unit Pelaksana Teknis.

10. Apabila kerja sama yang akan dilaksanakan hanya dilaksanakan pada
1 (satu) unit maka MSP dapat ditandatangani oleh Pejabat Unit Utama.
Apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) unit atau lebih ditandatangani oleh
Menteri atau Sekretaris Jenderal. Pejabat penandatangan MSP dapat
disesuaikan dengan Pihak Kedua pelaksana kerja sama.

Persiapan Negosiasi
Dalam menjalin kerja sama tahapan negosiasi perlu dipersiapkan
dengan baik. Para Pihak yang akan menjalin kerja sama harus melalui
tahapan negosiasi ini guna mendapatkan kesepakatan yang diinginkan
oleh keduanya sebelum kesepakatan tersebut dituangkan dalam sebuah
perjanjian kerja sama. Berikut ini proses yang terjadi dalam negosiasi:

a. Persiapan;

b. Memulai;

c. Langkah strategis;

d. Diskusi dan komunikasi;

e. Melakukan pengukuran : a) Diri b) Lawan c) Situasi d) Pengembangan


strategi;

f. Penutup dan kesepakatan;

g. Pasca kesepakatan.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 69
Sebelum sebuah kerja sama terbentuk, tawaran kerja sama dapat
disampaikan dalam berbagai kesempatan. Di Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia, tawaran kerja sama dari berbagai negara sahabat
disampaikan langsung kepada Menteri Hukum dan HAM. Pembahasan
mengenai tawaran kerja sama tersebut dapat disampaikan oleh duta besar
negara/menteri dari negara sahabat/perwakilan organisasi internasional
melalui kunjungan kehormatan atau Courtesy Call. Kunjungan tersebut
tidak hanya sebuah kunjungan ramah tamah biasa yang dilakukan oleh duta
besar/menteri/perwakilan organisasi internasional namun juga merupakan
salah satu pintu masuk dalam pembahasan kerja sama yang akan dijalin
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan juga pembahasan
mengenai isu-isu lainnya.

Sebagai salah satu bentuk negosiasi, Courtesy Call yang dilakukan


oleh Menkumham ataupun Pimpinan Tinggi di lingkungan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia perlu dipersiapkan dengan baik oleh karena
itu Bagian Kerja Sama Luar Negeri, Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama
memiliki peran dalam membantu mempersiapkan Courtesy Call tersebut.

Tahapan Persiapan Courtesy Call


1. Permintaan untuk Courtesy Call dikirimkan oleh perwakilan negara
sahabat/perwakilan organisasi asing kepada Menteri Hukum dan
HAM melalui sebuah sebuah resmi. Dalam surat resmi tersebut sudah
disampaikan mengenai maksud dan tujuan dari kunjungan kepada
Menkumham dan isu apa yang akan dibahas nantinya.

2. Surat yang masuk tersebut maka akan didisposisi oleh Menkumham/


Sekjen/Pimpinan Tinggi untuk ditindaklanjuti, apakah dari surat
permohonan audiensi tersebut akan diterima atau pun tidak tergantung
dari jadwal yang tersedia.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
70 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
3. Dari disposisi yang telah diturunkan oleh Menteri/Sekjen/Pimti maka
akan diterima oleh Kepala Bagian Kerja Sama Luar Negeri (KLN)
untuk segera dipersiapkan bersama dengan jajarannya.

4. Persiapan dimulai dengan melakukan koordinasi baik internal maupun


eksternal. Koordinasi internal dilakukan di lingkup Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Bagian KLN melakukan koordinasi kepada
Sekretaris Pribadi Menteri mengenai ketersediaan jadwal dan arahan
langsung Menteri, kemudian koordinasi dengan Penasehat Menteri
mengenai persiapan bahan bagi Menkumham dan koordinasi dengan
Unit Eselon I yang terkait. Sementara untuk koordinasi ke pihak di luar
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau eksternal dilakukan
dengan pihak kedutaan negara, Kementerian Luar Negeri ataupun
NGO.

5. Selain koordinasi dengan pihak internal dan eksternal, persiapan


yang perlu dilakukan ialah materi pendukung bagi Menkumham dalam
pertemuan tersebut. Sebelum pertemuan di laksanakan, Bagian KLN
akan menyiapkan satu bundel file berisi materi yang dibutuhkan oleh
Menkumham dalam pertemuan. File tersebut berisi susunan pertemuan
yang mencantumkan informasi mengenai delegasi yang akan hadir
serta isu yang akan dibahas nantinya hingga substansi atau bahan-
bahan pendukung yang didapatkan dari Unit Eselon I yang terkait.

6. Setelah materi siap, maka selanjutnya ialah menyiapkan nota dinas


kepada Bagian Humas untuk bantuan peliputan dan publikasi serta
nota dinas kepada Bagian Protokol untuk bantuan keprotokolan.

7. Pelaksanaan Courtesy Call. Sebelum pelaksanaan pertemuan


maka tim KLN perlu mengecek kembali ruangan, souvenir, kesiapan
alat rekam dan susunan tempat duduk dalam pertemuan nantinya.
Kemudian koordinasi kembali kepada beberapa pihak baik internal
maupun eksternal. Saat pelaksanaan, perwakilan Bagian KLN

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 71
menyiapkan notulensi terkait isu-isu penting termasuk kemungkinan
tawaran kerja sama yang dibahas selama pertemuan. Dari notulensi
tersebut akan dijadikan bahan laporan kepada Sekretaris Jenderal.

8. Setelah pelaksanaan Courtesy Call, maka selanjutnya ialah Bagian


KLN menyiapkan laporan pelaksanaan kepada Sekretaris Jenderal
termasuk poin-poin yang dibahas selama pertemuan.

Dari tawaran kerja sama yang disampaikan secara tertulis dan secara
verbal dalam pertemuan tersebut, maka dibuat tindak lanjut terkait penjajakan
kerja sama yang akan dijalani oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Dalam menindaklanjuti tawaran kerja sama, maka ada beberapa
persiapan yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
sebelum menandatangani perjanjian kerja sama dengan negara/organisasi
internasional tertentu.

Persiapan internal dan eksternal harus dilakukan guna melancarkan


proses diplomasi yang akan dijalankan. Beberapa hal yang termasuk
ke dalam persiapan internal yang pertama ialah koordinasi antar instansi
mengenai isu yang akan diusulkan dalam proses negosiasi. Yang kedua,
pembentukan Delegasi RI (Delri) juga perlu dilakukan karena delegasi
ini yang diutus sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia dalam proses
perundingan dengan negara lain. Persiapan ketiga adalah mengumpulkan
masukan dari stakeholder yang dapat diajukan dalam proses perundingan
nantinya. Kemudian penyusunan posisi Delri dan persiapan lainnya seperti
administratif dan logistik juga termasuk ke dalam persiapan internal. Selain
persiapan internal, persiapan ke pihak luar atau eksternal juga perlu
dilakukan. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan seperti konsultasi dengan
counterpart mengenai waktu, tempat, agenda dan modalities (bilateral).
Selain itu rules of procedures; organizational session: consultation, informal,
formal, karakteristik (multilateral). Tahapan Courtesy Call dapat dilihat pada:

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
72 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
https://Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id/berita/dubes-
selandia-baru-kunjungi-menkumham-bahas-imigran-hingga-korupsi

Dinamika Kerja Sama Global


Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat mengagumkan
selama abad ke-20 telah menyebabkan lahirnya bidang-bidang baru kerja
sama antar negara, sehingga memperkaya Hukum Internasional dengan
norma-norma baru yang tidak semua negara dapat menerima, karena baik
Hukum Internasional secara umum maupun Piagam PBB secara khusus
masih mengatur interaksi negara-negara atau subjek hukum lainnya dan
bukan aktor-aktor non negara. Di samping itu dalam era globalisasi dan
interpenetrasi ini kadang-kadang tidak mudah untuk menentukan apakah
suatu isu itu murni nasional, regional atau bersifat global. Peranan Hukum
Internasional dalam situasi seperti ini akan menjadi sulit dan rumit karena
kurangnya kejelasan.

Beberapa hal yang muncul saat ini dalam dinamika kerja sama secara
global sebagia berikut:

a. Semakin banyaknya aktor yang terlibat dalam hubungan internasional


non-pemerintah saat ini;

b. Semakin tingginya tuntutan akuntabilitas dan efisiensi sehingga


penyusunan dokumen kerja sama semakin rinci dan kompleks;

c. Munculnya negara-negara baru pusat pertumbuhan ekonomi dunia;

d. Kecenderungan unilateralisme;

e. Isu sensitif terkait separatisme;

f. Hubungan Internasional yang belum ada dengan Indonesia adalah


Taiwan dan Israel.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 73
Demikianlah, dewasa ini Hukum Internasional sedang menghadapi
ujian dan tantangan berat dan karena itu hares mengambil langkah-langkah
nyata untuk menyikapi realita dinamika politik global yang terus berkembang.

H. RANGKUMAN
Kerja sama di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Kerja Sama Dalam Negeri dan Kerja Sama Luar
Negeri. Kerja sama dimaksud dapat dilakukan pada tingkat Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Unit Utama sampai dengan Satuan Kerja.
Kerja sama mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan
fasilitasi, koordinasi, pemantauan, pengelolaan data, dan evaluasi kerja
sama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Negosiasi dan diplomasi merupakan bagian dari konsep komunikasi


secara umum yang bertujuan mempengaruhi, menarik perhatian, manarik
simpati, menimbulkan empati, menyampaikan informasi dari dan atau ke
seseorang, kelompok, organisasi, perusahaan, lembaga negara bahkan
negara. Selain itu, dalam konteks komunikasi, hal itu juga tidak lepas dari
realitas dimana setiap orang membutuhkan informasi. Keberhasilan lobi,
negosiasi dan diplomasi tidak lepas dari proses komunikasi yang baik. Dalam
konteks proses komunikasi, negosiator memiliki peran sebagai komunikator
yang mengawali proses terjadinya komunikasi dalam negosiasi. Karena itu
sebagai komunikator, baik negosiator, lobbyist dan diplomat harus dapat
memahami kliennya yang di pihak lain berperan sebagai komunikan.

I. LATIHAN
1. Apa yang anda ketahui tentang diplomasi dan negoisasi, jelaskan!
2. Mengapa kita pelu menjalin kerja sama dengan Kementerian/Lembaga
lain?
3. Sebutkan siapa saja yang dapat melakukan tandatangan pada naskah
kerja sama yang telah disepakati?
4. Sebutkan proses negoisasi yang anda ketahui? Jelaskan!

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
74 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
BAB V
PENUTUP

A. SIMPULAN
Coaching adalah pembimbingan peningkatan kinerja untuk mencapai
tujuan melalui pembekalan kemampuan memecahkan permasalahan
dengan mengoptimalkan potensi diri. Sebagai seorang Coach, atasan
langsung bertanggung jawab untuk melakukan aktivitas coaching kepada
bawahannya dengan menjadi mitra kerja bagi bawahannya (Coachee).

Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana diuraikan dalam


Permenkumham RI No. 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI memiliki 11 unit kerja
setingkat eselon I sehingga dengan demikian Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI memiliki pula jumlah kompetensi teknis dan fungsional
yang sangat banyak. Penataan organisasi diarahkan pada organisasi yang
profesional, efisien, serta efektif dan diharapkan dapat mejalankan tugas
dan fungsinya sesuai dengan program yang telah dirumuskan pada RPJMN.

Kerja sama dalam negeri diartikan sebagai hubungan kerja sama


yang dilakukan oleh dua pihak atau pun lebih untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu, baik Lembaga Pemerintah atau Lembaga Non Pemerintah.
Terjalinnya kerja sama dalam negeri yang dilakukan oleh suatu pihak guna
memenuhi bagi kepentingan rakyat dan kepentingan lainnya. Setiap kerja
sama dalam negeri yang dijalin oleh tiap Kementerian/Lembaga (K/L) tentu
berpedoman pada aturan masing-masing.

Kerja sama internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan


oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 75
kebutuhan rakyat untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerja sama
internasional, yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan
keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri
masing-masing. Hubungan kerjasama antar negara (internasional) di dunia
diperlukan guna memenuhi kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan
suatu negara dalam tata pergaulan internasional, di samping demi terciptanya
perdamaian dan kesejahteraan hidup yang merupakan dambaan setiap
manusia dan negara di dunia.

Kementerian Hukum dan HAM memiliki sejumlah kerja sama luar


negeri dengan negara asing, badan-badan internasional maupun NGO (non-
government organization) internasional, baik di tingkat eselon 1, eselon 2,
maupun kantor wilayah. Kerja Sama luar negeri di lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM memiliki koordinator sebagai gerbang utama hubungan
dan kerja sama luar negeri di Kementerian Hukum dan HAM, yaitu Bagian
Kerja Sama Luar Negeri.

Bagian Kerja Sama Luar Negeri berada di bawah Biro Humas dan Kerja
Sama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.
Sebagai koordinator Kerja Sama Luar Negeri se-Kementerian Hukum dan
HAM, Bagian Kerja Sama Luar Negeri memberikan laporan segala kegiatan
kerja sama luar negeri langsung kepada Menteri Hukum dan HAM setelah
dilaporkan kepada Sekretaris Jenderal. Kerja Sama Luar Negeri mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan pembinaan pelaksanaan administrasi kerja
sama luar negeri serta pengelolaan administrasi hibah Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia. Bagian Kerja Sama Luar Negeri menyelenggarakan
fungsi penyiapan pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemantauan,
pengelolaan data, dan evaluasi kerja sama bilateral, regional, multilateral
dengan negara-negara dan organisasi/badan-badan internasional serta
pengelolaan administrasi hibah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
76 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
B. SARAN DAN REKOMENDASI
1. Perlu adanya peningkatan kerja sama, sinergitas pada seluruh jajaran
unit eselon 1 yang ada di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM,
serta antar Kementeria dan Lembaga yang terkait;

2. Perjanjian kerja sama sebaiknya dibuat secara bijaksana, jangan


sampai perjanjian yang telah disepakati menjadi perjanjian yang zombi
(tidak ada tindak lanjutnya);

3. Pengembangan sumber daya manusia, muali dari pelatihan, kursus,


short course, yang berkelanjutan.

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 77
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Mieke Komar Kantaarmadja, et al. Suatu Catatan tentang Praktek Indonesia dalam
hubungan dengan Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional.
Banda Aceh, Simposium Pola Umum Perencanaan Hukum dan Perundang-
undangan, 1976, hlm. 3 dalam Eman Suparman Perjanjian Internasional
sebagai Model Hukum Bagi Pengaturan Masyarakat Global (Menuju
Konvensi ASEAN Sebagai Upaya Harmonisasi Hukum), bandung, 2000 hlm.
20;

K.J Holsti, Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis, Jilid II, Terjemahan M.
Tahrir Azhari. Jakarta: Erlangga, 1988, hlm 652-653;

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. hlm 63-64;

Koesnadi Kartasasmita, Administrasi Internasional, Lembaga Penerbitan Sekolah


Tinggi llmu Administrasi Bandung,1977, hlm 19

K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, New Jersey, Prentice-


Hall, 1992, hlm.10;

Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerja sama ASEAN, Latar Belakang,


Perkembangan, dan Masa Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995, hlm 15;

http://naniwidiawati.blogspot.com/2009/04/hubungan-bilateral-multirateral.html.
Diakses 16 Juli 2020;.

http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/2232271-konsep-
hubungan-bilateral/#ixzz25Y091CGr. Diakses 16 Juli 2020;

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 79
KM Panikkar, “The Principle and Practice Diplomacy” dalam, “Diplomasi”
diterjemahkan oleh Harwanto dan Misrawati (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1995), hal 3;

Tonny Dian Effendy, “E-Diplomacy Sebagai Sarana Promosi Potensi Daerah


Kepada Dunia Internasional”. diakses melalui journal.unair.ac.id/filerPDF/4
e-Diplomacy Pemda Indonesia, final edit OK.pdf (diakses tanggal 10 mei
2014);

Milton C. Cummings, “Cultural diplomacy and the united states goverment: a


survey for arts and culture” (2003), Hal 1

Baroroh Lestari dan Taher Alhabsji. Praktik Manajemen Pengetahuan dan Kinerja
Inovasi dalam Industri Manufaktur (Malang: Universitas Brawijaya Press,
2013)

Bryan Bergeron. Essentials of Knowledge Management (New Jersey: John Wliey


& Sons, 2003)

Dan Remenyi. 5th Knowledge Management and Intellectual Capital Excellence


Awards 2019 at ECKM 19 (London: Academic Conferences and Publishing
International-ACPIL, 2019)

Mona Ben Chouikha. Organizational Design for Knowledge Management (London:


ISTE Ltd, 2016)

Peter Massingham. Knowledge Management; Teory in Practice (London: Sage,


2019).

PERATURAN
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi


Birokrasi

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis


Elektronik

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
80 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.HH-06.IN.04.02
Tahun 2010 tentang Kebijakan Pengembangan SDM Kementerian Hukum
dan HAM

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management)

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 65 Tahun 2016 tentang
Penataan Kerja Sama di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia

WIBESITE
https://kemenkumham.go.id/berita/dpr-ri-sahkan-ruu-perjanjian-mla-indonesia-
swiss

https://kemenkumham.go.id/berita/menkumham-dubes-serbia-bahas-kerja-sama-
bidang-mutual-legal-assistance-mla-dan-ekstradisi

https://Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id/berita/menkumham-


dan-21-negara-anggota-uni-eropa-bahas-isu-aktual

https://Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id/berita/kerjasama-icrc-


dengan-Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia-dan-pantap-hukum-
humaniter

https://Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.go.id/berita/dubes-selandia-


baru-kunjungi-menkumham-bahas-imigran-hingga-korupsi

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 81
LAMPIRAN

Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 83
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
84 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 85
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
86 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 87
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
88 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 89
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
90 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 91
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
92 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 93
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
94 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 95
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
96 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 97
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
98 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 99
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
100 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 101
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
102 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 103
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
104 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 105
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
106 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 107
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
108 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016 109
Penyusunan Perjanjian Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Berdasarkan Peraturan
110 Menteri Hukum dan HAM Nomor 65 Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai