Hidayat Yasin
Wiharyani
Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf
b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MATERI MUATAN HAM DALAM
PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PENULIS:
Hidayat Yasin
Wiharyani
Hidayat Yasin
Wiharyani
xii+56 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN: 978-623-6869-12-3
Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
isi di luar tanggung jawab percetakan
SAMBUTAN
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya Modul Best Practice berjudul “Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan” telah
terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar
mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
Modul Best Practice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan
tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi
bagian dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk
memberikan sumber-sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan
sekaligus dipindahtempatkan atau replikasi guna peningkatan kinerja individu
maupun organisasi. Keberadaan Modul Best Practice dapat mendukung
proses pembelajaran mandiri, pengayaan materi pelatihan, dan peningkatan
kemampuan organisasi dalam konteks pengembangan kompetensi yang
terintegrasi (Corporate University) dengan pengembangan karier.
Modul Best Practice pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna
memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20
jam pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur
Sipil Negara (ASN).
Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam
penyelesaian modul ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna
peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif
bagi para pembacanya dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum
dan HAM.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
v
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Selamat Membaca.... Salam Pembelajar....
Hantor Situmorang
NIP 196703171992031001
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
vii
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN
viii
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAFTAR ISI
Sambutan.................................................................................................... v
Kata Pengantar ........................................................................................... vii
Daftar Isi...................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................ xi
Daftar Lampiran .......................................................................................... xi
BAB 1 Pendahuluan................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................................... 3
C. Manfaat .................................................................................. 4
D. Tujuan Pembelajaran ............................................................. 4
E. Materi Pokok .......................................................................... 5
F. Petunjuk Belajar ..................................................................... 5
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ix
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
B. Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM ................................................................. 42
C. Materi Muatan HAM dalam Peraturan Perundang-undangan
sebagai Laporan Implementasi Instrumen
HAM Internasional.................................................................. 45
Lampiran ............................................................................................... 54
Daftar Lampiran
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
xi
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN
xii
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan salah
satu ciri dari negara hukum. Negara Indonesia merupakan negara yang
berlandaskan atas hukum sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hak Asasi manusia adalah hak
dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir
secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dasar perlindungan hukum atas HAM di Indonesia terdapat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV, Bab XA Undang-
Undang Dasar 1945 (Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J), dan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.1 Pasal 28 I
ayat (4) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Demikian pula dijelaskan
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang kewajiban dan
1
Titon Slamet Kurnia, Reparasi terhadap Korban Pelanggaran HAM di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005, hlm. 23.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
1
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
tanggung jawab pemerintah dalam menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur melalui
peraturan perundang-undangan serta hukum internasional tentang hak
asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Instrumen HAM adalah setiap sumber hukum HAM internasional dan
peraturan perundang-undangan nasional yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang HAM dalam kerangka hukum dan kebijakan.
Salah satu masalah penting yang saat ini menjadi agenda Pemerintah
adalah penataan peraturan perundang-undangan, yaitu tidak hanya
dengan permasalahan peraturan yang tumpang tindih dan proses
pembuatannya yang tidak mengikuti sistem yang baku namun juga
permasalahan substansinya yang tidak berperspektif Hak Asasi Manusia
(HAM). Peraturan perundang-undangan merupakan sub sistem hukum
yang berfungsi menciptakan hukum sesuai dengan ruang lingkupnya yaitu
mengatur, menetapkan dan memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah
sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan bahwa asas
materi muatan peraturan perundang-undangan salah satunya harus
mencerminkan kemanusiaan. Hal ini menegaskan bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus menjamin penghormatan, perlindungan,
pemenuhan, penegakan dan pemajuan (P5 HAM) setiap hak yang dimiliki
warga negara sebagai salah satu subjek hukum. Nilai dan prinsip HAM
harus tertuang dalam materi muatan peraturan perundang-undangan dan
dipahami oleh setiap pihak yang berwenang dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan.
B. Deskripsi Singkat
Para Pembelajar, materi ini membekali pembaca agar memahami dan
mampu menjelaskan Konsep Dasar HAM dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Instrumen HAM Sebagai Wujud Tanggung Jawab
Negara di Bidang Regulasi, Implementasi Perlindungan HAM Melalui
Peraturan Perundang-undangan, dan Keberhasilan Pengintegrasian
Materi Muatan HAM dalam Pembentukan dan Analisis Sebuah Peraturan
Perundang-undangan. Kemampuan ini untuk membekali pemanfaatan
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
3
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
model pembelajaran alternatif sesuai kebutuhan individu, organisasi, dan
lingkup Kemenkumham.
C. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari materi ini adalah:
1. Peserta dapat memahami Konsep Dasar HAM dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
2. Peserta dapat memahami Implementasi Perlindungan HAM Melalui
Peraturan Perundang-undangan
3. Peserta dapat memahami Keberhasilan Pengintegrasian Materi
Muatan HAM dalam Pembentukan dan Analisis Sebuah Peraturan
Perundang-undangan
D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, para pembelajar diharapkan dapat
menjelaskan konsep, proses, dan mekanisme integrasi materi muatan
HAM dalam pembentukan dan analisis sebuah peraturan perundang-
undangan, sebagai wujud implementasi tanggung jawab negara atas
perlindungan HAM di bidang hukum.
E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam materi ini adalah:
1. Konsep dasar HAM dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.
2. Integrasi materi muatan HAM dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagai wujud implementasi tanggung jawab
negara di bidang hukum Model pembelajaran mandiri berbasis
komunitas di luar kelas.
3. Strategi mewujudkan peraturan perundang-undangan berperspektif
HAM.
4. Keberhasilan pengintegrasian materi muatan HAM dalam
pembentukan dan analisis sebuah peraturan perundang-undangan.
F. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran
maupun internalisasi pemahaman “Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan” dapat
berjalan lebih lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda
kami sarankan untuk mempelajari secara urut, menambah referensi lain
yang terkait, serta berdiskusi dengan beberapa pihak untuk mendapatkan
gambaran pemahaman lain sekaligus penguatan tentang Konsep dasar
HAM dengan pendekatan strategi mewujudkan Peraturan perundang-
undangan berperspektif HAM.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
5
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB 2
KONSEP DASAR HAM DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan konsep dasar HAM dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.
2
(Lihat juga Jack Donnely, 2003, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Cornell University
Press, Ithaca and London), hlm. 7-21. Bandingkan dengan Eko Riyadi (ed.), 2008, Hukum Hak Asasi
Manusia (PusHAM UII, Yogyakarta) Hlm. 11. Lihat juga Maurice Cranston. 1973, What are Human
Rights?, (Taplinger, New York), hlm. 70.)
3
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi. Manusia.
4
Sugeng Bahagijo dan Asmara Nababan, (1999). Hak Asasi Manusia: Tanggung Jawab Negara Peran
Institusi Nasional dan Masyarakat, Jakarta: KOMNAS HAM, hlm.8.
5
Max Boli Sabon. (2014). Hak Asasi Manusia. Jakarta: Universitas Atma Jaya, hlm. 31-33.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
7
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Hak Sipol ini dituangkan dalam Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) atau (“UU Sipol”).
2. Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak
Ekosob”)
a. Hak ekonomi contohnya adalah:
1) hak untuk bekerja;
2) hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan
yang sama;
3) hak untuk tidak dipaksa bekerja;
4) hak untuk cuti;
5) hak atas makanan dan perumahan;
6) hak atas kesehatan.
b. Hak sosial contohnya adalah:
1) hak atas jaminan sosial;
2) hal atas tunjangan keluarga;
3) hak atas pelayanan sosial;
4) hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat,
menjanda, mencapai usia lanjut;
5) hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan
istimewa;
6) hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan.
7) Hak kebudayaan contohnya adalah:
a) hak atas pendidikan;
b) hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan;
c) hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan;
d) hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya
cipta.
4. Generasi keempat
Satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique, di mana
menurutnya dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar
Demokrasi, HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM
yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat
dengan penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah
konsepsi hak asasi manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat
horizontal. Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga
kelompok kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu
pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme global/perusahaan
multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani di lain
pihak lagi. Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling
berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk non-
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
9
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
governmental organization (NGO/LSM). Dengan demikian, hak
generasi keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas
oleh yang lain, baik antar kelompok maupun intrakelompok, dalam
pola hubungan horizontal.6
Sebelum meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipol dan
Kovenan Internasional Hak Ekosob, Indonesia juga telah membentuk
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
atau (“UU HAM”). Menurut praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga
Samahita, Annisa Yovani, UU HAM juga telah memasukkan hak-hak
terkait sipol dan ekosob seperti pasal-pasal berikut ini:7
1. Hak Sipil:
a. Pasal 9 UU HAM
1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin.
3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
b. Pasal 20 UU HAM:
1) Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba.
2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak,
perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apa
pun yang tujuannya serupa, dilarang.
2. Hak Politik:
a. Pasal 23 UU HAM:
1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai
keyakinan politiknya.
2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan
dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,
6
Jimly Asshiddiqie, (2005). Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Kompress, hlm.
209-288.
7
Teguh Presetyo. (2017). Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang
Berkeadilan dan Bermartabat, Depok: Raja Grafindo, hlm. 13-15.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
11
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
4. Hak Sosial:
a. Pasal 41 UU HAM:
1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang
dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan
pribadinya secara utuh.
2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut,
wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus.
5. Hak Kebudayaan:
a. Pasal 6 UU HAM:
1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan
dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus
diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan
Pemerintah.
2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak
atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan
perkembangan zaman.
Lebih lanjut menurut Annisa,8 dalam UU HAM, UU Sipol, maupun UU
Ekosob, dan regulasi-regulasi lainnya adalah implementasi dari bentuk
konsep HAM yang digunakan di Indonesia. Ia berpendapat bahwa unsur-
unsur HAM yang memiliki ciri khas untuk kepentingan diri sendiri (seperti
hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu) adalah konsep HAM
individualistis. Sedangkan unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas antar
individu atau suatu kelompok atau berkaitan dengan keadilan (hak untuk
mendapat upah yang sama, mendapat jaminan sosial, hak untuk
berkumpul) adalah konsep HAM aliran paham marxisme.
Selain itu Jimly Ashiddiqie berpendapat bahwa ketika terjadi
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (“UUD 1945”) secara konstitusional, dengan menambah Bab XA
berjudul Hak Asasi Manusia (Pasal 28 A sampai dengan 28 J), secara
8
Ibid. hlm. 16.
Prinsip HAM adalah hal-hal yang menjadi dasar dari teori dan konsep
HAM yang harus diaplikasikan dalam setiap kebijakan. Prinsip HAM
antara lain:11
9
Op. cit. Jimly Asshiddiqie, hlm. 229.
10
Op. cit. Max Boli Sabon, hlm. 89.
11
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, “Parameter Hak Asasi Manusia
Terhadap Rancangan Peraturan Perundang-undangan”, (Jakarta: Balitbang Hukum dan HAM, 2016),
hlm. 9.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
13
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
1. Bersifat Universal (universality)
Beberapa moral dan nilai-nilai etik tersebar di seluruh dunia.
Negara dan masyarakat di seluruh dunia seharusnya memahami dan
menjunjung tinggi hal ini. Universalitas hak berarti bahwa hak tidak
dapat berubah atau hak tidak dialami dengan cara yang sama oleh
semua orang. Prinsip ini menekankan bahwa semua orang di dunia
memiliki hak yang sama, tidak dibedakan karena setiap manusia lahir
dengan kemerdekaan dan martabat yang sama dalam hak.
Universalitas dari hak bukan berarti bahwa hak-hak tersebut tidak
dapat berubah ataupun harus dialami dengan cara yang sama oleh
semua orang.
2. Martabat Manusia (Human Dignity)
Prinsip-prinsip ham didasarkan atas pandangan bahwa setiap
individu memiliki hak yang melekat sehingga patut untuk dihargai dan
dijunjung tinggi tanpa memandang usia, budaya, kepercayaan, etnis,
ras, gender, orientasi seksual, bahasa, ketidakmampuan atau kelas
sosial, Oleh karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya.
Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan
sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan
hierarkis.
3. Kesetaraan dan Non-Diskriminasi (Equality and Non-
discrimination)
Kesetaraan menekankan penghargaan terhadap martabat
seluruh insan manusia. Kesetaraan bukan berarti memberlakukan
orang secara sama, tetapi lebih kepada mengambil langkah-langkah
yang di perlukan untuk lebih memajukan keadilan sosial bagi semua.
Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan menghormati
martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1
DUHAM menyatakan bahwa: setiap umat manusia dilahirkan merdeka
dan sederajat dalam harkat dan martabatnya. Non-diskriminasi
terintegrasi dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
15
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
B. Instrumen Hak Asasi Manusia
Instrumen HAM adalah keseluruhan perangkat hukum yang mengatur
atau memberikan pedoman bagi pelaksanaan HAM. Instrumen HAM
berupa standar-standar pembatasan pelaksanaan serta mekanisme
kontrol terkait HAM yang menjadi acuan bagi seluruh penyelenggaraan
kekuasaan negara dalam melaksanakan tugasnya.
Instrumen HAM Internasional terbagi dalam dua jenis:
1. Instrumen HAM yang mengikat secara yuridis setelah dilakukan
ratifikasi, antara lain: konvenan, konvensi, dan protokol.
2. Instrumen HAM yang tidak mengikat secara yuridis, antara lain:
deklarasi, bodies of principles, code of ethics, dan guidelines.
Jenis-jenis dari instrumen HAM adalah sebagai berikut:
1. Instrumen HAM Nasional. Instrumen HAM Nasional adalah
keseluruhan perangkat hukum dan dokumen nasional yang mengatur
atau memberikan pedoman implementasi HAM secara nasional.
2. Instrumen HAM Internasional. Instrumen HAM Internasional
merupakan kesepakatan global atas pengakuan terhadap harkat dan
martabat serta hak-hak dasar manusia yang setara dan tidak dapat
dipisahkan dan merupakan landasan bagi kebebasan, kedamaian,
dan keadilan di dunia.
Instrumen HAM Internasional berperan dalam:
a. Menetapkan kewajiban negara untuk memastikan pemenuhan
HAM, yang merupakan dasar bagi perkembangan manusia.
b. Memberikan kerangka teoritis dan yuridis bagi tindakan praktis di
tingkat nasional dan internasional.
c. Menetapkan kriteria obyektif bagi good governance dan
implementasi kerja sama bilateral dan multilateral.
d. Memberikan landasan yang kokoh bagi kemitraan dan partisipasi
dalam pembangunan dunia.
12
http://ham.go.id/produk-hukum/instrumen-ham-nasional/, diakses tanggal 23 Juli 2020.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
17
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Instrumen HAM Internasional Singkatan Aksesi
4. Convention on the Elimination of CEDAW UU No. 7 Tahun
All Forms of Discrimination 1984 Mengenai
against Women (Konvensi Pengesahan
tentang Penghapusan Segala Konvensi Mengenai
Bentuk Diskriminasi terhadap Penghapusan
Perempuan) 1979 Segala Bentuk
Diskriminasi
Terhadap Wanita
5. Convention against Torture and CAT UU No. 5 Tahun
Other Cruel, Inhuman or 1998 Tentang
Degrading Treatment or Pengesahan
Punishment (Konvensi Konvensi Mengenai
Menentang Penyiksaan, dan Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Perlakuan Atau
yang Kejam, Tidak Manusiawi Penghukuman Lain
atau Merendahkan Martabat) Yang Kejam, Tidak
1984 Manusiawi, Atau
Merendahkan
Martabat Manusia
6. Convention on the Rights of the CRC Keppres No. 36
Child (Konvensi Tentang Hak- Tahun 1990
hak Anak) 1989 Tentang
Pengesahan
Konvensi Mengenai
Hak-hak Anak
7. International Convention on the ICMW UU No. 6 Tahun
Protection of the Rights of All 2012 Tentang
Migrant Workers and Members Pengesahan
of Their Families (Konvensi Konvensi
Internasional tentang Internasional
Perlindungan Hak Para Buruh Mengenai
Migran dan Keluarganya) 1990 Perlindungan Hak-
hak Seluruh
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
19
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pada UUD 1945
ketentuan yang khusus mengatur tentang HAM terdapat dalam Bab
XA Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J.
13
Ifdhal Kasim (Ed), (2001). Hak Sipil dan Politik: Esai-esai Pilihan, Buku I, Jakarta: Elsam, hlm. 14-15.
Baca Juga Jack Donnely, Universal Human Rights, hlm. 7.
14
Eko Prasetyo, dkk., (2008). Buku Ajar Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, hlm. 127-135.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
21
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
tindakan untuk mencegah pelanggaran semua HAM oleh pihak ketiga.
3. Memenuhi:
Negara berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif,
administratif, hukum, dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan
secara penuh HAM. Kewajiban untuk memenuhi ini menuntut negara
melakukan tindakan yang memadai untuk menjamin setiap orang di
dalam yurisdiksinya untuk memberikan kepuasan kepada mereka
yang memerlukan yang telah dikenal di dalam instrumen HAM dan
tidak dapat dipenuhi oleh upaya pribadi.
4. Menegakkan:
Penegakan HAM adalah melakukan berbagai tindakan dalam rangka
membuat HAM lebih diakui serta dihormati oleh pemerintah dan
masyarakat. Penegakan HAM dilakukan karena pada dasarnya HAM
adalah ukuran tertinggi bagi keberhasilan pembangunan suatu
negara.
Selain itu kondisi HAM suatu negara merupakan salah satu tolok ukur
untuk menentukan kehormatan suatu bangsa.
5. Memajukan:
Pemajuan HAM berarti bahwa aparat pemerintah kita, baik di lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun aparat militer serta
masyarakat pada umumnya perlu melakukan upaya aktif yang inovatif
agar semua kalangan dapat mengerti, paham, dan menerima serta
melindungi HAM seperti yang tertuang dalam Instrumen HAM
Nasional dan Internasional.
Kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi masing-
masing mengandung unsur kewajiban untuk bertindak (obligation to
conduct), yaitu negara disyaratkan melakukan langkah-langkah tertentu
untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak, dan kewajiban untuk
berdampak (obligation to result), yaitu mengharuskan negara untuk
mencapai sasaran tertentu memenuhi standar substantif yang terukur.
Sebagai pihak yang memangku tanggung jawab, negara dituntut harus
16
Satya Arinanto, (2003). Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, cetakan Pertama,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 37.
17
Ibid., hlm. 39.
18
Ibid., hlm. 42.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
23
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
1. Penciptaan perundang-undangan HAM yang lengkap.
2. Penciptaan lembaga, organisasi, dan pengawas pelaksanaan HAM.
3. Penciptaan perundang-undangan dengan pembentukan lembaga
peradilan HAM.
4. Pelaksanaan pendidikan HAM.
Upaya yang kedua adalah penindakan. Upaya ini berfokus untuk
menangan kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku. Berikut contoh upaya penindakan:
1. Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM.
2. penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui peradilan HAM.
3. Penyelesaian permasalahan melalui perdamaian, negosiasi, dan
mediasi.
4. Investigasi dengan pencarian dara, informasi, serta fakta-fakta yang
terkait dengan peristiwa di dalam masyarakat.
19
Abdul Mukthie Fadjar (2016), Sejarah, Elemen dan Tipe Negara Hukum, Malang: Setara Press, hlm. 6.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
25
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
dalam setiap interaksi kemasyarakatan hingga hukum tadi merupakan
perlindungan bagi ketenteraman umum. Tanpa berlakunya hukum di
dalam masyarakat, akan timbul kekacauan dan kesewenang-wenangan.
Hukum itu menghendaki keadilan untuk menciptakan perdamaian dan
ketenteraman dalam musyarakat. Hukum adalah hanya apa yang berarti
untuk menjadikan keadilan. Sebab, hukum yang tidak adil menentang
eksistensinya sendiri.20
Di zaman modern, konsep negara hukum di Eropa Kontinental
dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl,
Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu
“rechtsstaat”. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara
hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The
Rule of Law”. 21 Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang
disebutnya dengan istilah “rechtsstaat” itu mencakup empat elemen
penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia,
2. Pembagian kekuasaan,
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang,
4. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam
setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”,
yaitu:
1. Supremasi hukum (Supremacy of Law),
2. Persamaan di hadapan hukum (Equality before the law),
3. Asas legalitas (Due Process of Law)
Keempat prinsip “rechtsstaat” yang dikembangkan oleh Julius Stahl
tersebut pada pokoknya dapat digabungkan dengan Ketiga prinsip “Rule
of Law” yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri
Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The
20
Ibid, hlm. 24.
21
Mokhammad Najih, (2014). Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana dalam
Cita Negara Hukum, Malang: Setara Press, hlm. 5.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
27
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
rangka prinsip ini segala sikap dadn tindakan diskriminatif dalam
segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan
terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan
sementara dinamakan “affirmative actions” guna mendorong dan
mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga
masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan.
3. Asas Legalitas (Due Process of Law), yaitu segala tindakan
pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan
yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut
harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau
perbuatan yang dilakukan.
4. Pembatasan Kekuasaan, yaitu setiap kekuasaan pasti memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang,
karena itu kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-
misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks
and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain.
5. Organ-organ Eksekutif Independen, yaitu dalam rangka membatasi
kekuasaan eksekutif, maka lembaga dan organ-organ yang
sebelumnya berada dalam kekuasaan eksekutif sekarang
berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya
merupakan hak mutlak kepala eksekutif untuk menentukan
pengangkatan dan pemberhentian pimpinannya.
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak, yaitu berkaitan dengan
adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and
impatial judiciary) yang mutlak harus ada dalam setiap Negara
Hukum. Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh
dipengaruhi oleh siapa pun juga, baik karena kepentingan jabatan
(politik) maupun kepentingan uang, tidak boleh adanya intervensi dari
lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari
kalangan masyarakat dan media massa, dan dalam menjalankan
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
29
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap negara
demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasarkan hukum.
11. Berfungsi Sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara, yaitu
hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan
bersama. Cita-cita hukum baik yang dilembagakan melalui gagasan
negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalui
gagasan negara hukum (nomocracy) dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.
12. Transparansi dan Kontrol Sosial, yaitu adanya transparansi dan
kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan
penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang
terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi
secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung
dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Demikian pula
dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian,
kejaksaan, pengadilan (hakim), lembaga pemasyarakatan, dan
pengacara, semua memerlukan kontrol sosial agar dapat bekerja
dengan efektif, efisien serta menjamin keadilan dan kebenaran.
Dalam perkembangan teori dan konsep negara hukum di Indonesia
sering kali terdapat 2 (dua) istilah yang saling berlawanan yaitu, istilah
negara hukum (rechstaat) dan istilah negara kekuasaan (machstaat). Hal
ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen yang
menyebutkan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(rechstaat) dan bukan atas kekuasaan belaka (machstaat).”
Negara hukum (rechstaat) bertujuan untuk menyelenggarakan
ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum
yang terdapat pada rakyat. Negara hukum mencita-citakan untuk menjaga
ketertiban hukum agar jangan terganggu sehingga semuanya dapat
24
Op. cit. Abdul Mukthie Fadjar, hlm. 5.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
31
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Indonesia memerlukan sebuah konsep negara hukum (khas dan
khusus) Indonesia. Sebuah konsep yang berasal dari nilai-nilai luhur yang
ada dari Indonesia, bukan nilai-nilai yang ditransplantasikan oleh negara
lain. Seperti dikemukakan oleh Carl Freiderich von Savigny, bahwa hukum
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat sebagai
volkgeist (jiwa bangsa).25 Undang-undang sebagai produk hukum, harus
digali dan bersumber pada kemajemukan bangsa Indonesia, budaya, juga
kepercayaan dan nilai yang dianut bangsa Indonesia. Karakteristik
tersebut merupakan wujud dari negara hukum Pancasila.
Pancasila sebagai dasar ideologi negara, sekiranya tepat untuk
negara hukum Indonesia yang multi ras, multi kultur, multi etnis, multi
agama, dan daerahnya sangat luas. Untuk meraih cita dan mencapai
tujuan dengan landasan dan panduan tersebut maka sistem hukum
nasional yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila. Sistem
hukum Pancasila merupakan sistem hukum yang jumbuh dengan
kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan ke dalam satu ikatan hukum
prismatik dengan mengambil unsur-unsur baiknya. Satjipto Rahardjo
termasuk akademisi hukum yang menyebut Sistem Hukum Pancasila
sebagai sistem yang berakar dari budaya bangsa yang khas. Hukum tidak
berada dalam vakum melainkan ada pada masyarakat dengan kekhasan
akar budayanya masing-masing. Karena hukum bertugas melayani
masyarakat maka sistem hukum juga harus sama khasnya dengan akar
budaya masyarakat yang dilayaninya. Sistem Hukum Pancasila adalah
sistem hukum yang khas untuk masyarakat Indonesia.26
Merujuk pendapat Fred W. Ringga seperti dikutip Moh. Mahfud MD27,
Pancasila merupakan konsep prismatik yang menyerap unsur-unsur
terbaik dari konsep-konsep yang beberapa elemen pokoknya saling
bertentangan. Pancasila mengayomi semua unsur bangsa yang majemuk
25
Bernard .L. Tanya. dkk. (2010). Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.
Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 103.
26
Satjipto Rahardjo. (2003). Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
hlm. 23.
27
Moh Mahfud MD. (2007). “Politik Hukum dalam Perda Berbasis Syari’ah”, dalam Jurnal Hukum,
Volume 14, Nomor 1, hlm. 10
28
Ibid., hlm. 11.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
33
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Salah satu dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk
melaksanakan kewajiban negara adalah dengan melaksanakan ketentuan
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yaitu melakukan langkah implementasi yang efektif dalam bidang
hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara,
dan bidang lain. Pemenuhan hak asasi manusia yang dilandasi atas
kewajiban negara yang dalam hal ini adalah Pemerintah, perlu dituangkan
dalam kebijakan negara khususnya di tingkat nasional. Namun dalam
pelaksanaannya, tidak berarti pula bahwa pemenuhan hak asasi manusia
dilakukan secara absolut.
Pemenuhan hak asasi manusia yang terjamin dalam sebuah
kebijakan nasional perlu dibatasi mengingat adanya hak orang lain yang
sekiranya menjadi batasan dalam penikmatan hak asasi manusia. Dalam
Pasal 73 Undang-Undang tersebut juga memuat ketentuan mengenai
pembatasan terhadap hak asasi manusia yang menyatakan bahwa hak
dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat
dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang. Hal ini didasari untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan
kepentingan bangsa.
Pembatasan hak asasi manusia tentunya perlu ditentukan dengan
peraturan perundang-undangan dengan melihat pada prinsip
proporsionalitas sebagai faktor yang relevan dalam menentukan
pembatasan bersifat proporsional atau layak yaitu meliputi:
1. Sifat hak asasi manusia yang terdampak;
2. Pentingnya tujuan yang sah dari pembatasan;
3. Sifat dan jangkauan pembatasan;
4. Hubungan antara pembatasan dan tujuannya; dan
5. Cara atau metode lainnya yang tersedia yang kurang membatasi
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
35
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Pedoman materi muatan hak asasi manusia ini dibuat dengan tujuan
memperkuat implementasi prinsip-prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia
sesuai dengan instrumen hak asasi manusia baik secara nasional,
maupun internasional yang telah diratifikasi dan diintegrasikan ke dalam
peraturan perundang-undangan nasional. Ketentuan ini berlaku untuk
peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Terdapat 28 jenis materi muatan HAM yang diatur dalam peraturan
menteri hukum dan HAM ini yaitu:
1. hak untuk hidup;
2. bebas dari penyiksaan atau perlakuan hukuman lain yang keji, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat;
3. larangan perbudakan;
4. kebebasan dan keamanan pribadi;
5. perlakuan terhadap orang yang dirampas kebebasannya;
6. kebebasan berpendapat dan berekspresi;
7. hak atas proses peradilan yang adil;
8. jaminan bebas dari perlakuan diskriminasi antara warga negara dan
non warga negara (orang asing);
9. kebebasan dari campur tangan yang sewenang-wenang/ secara tidak
sah, kecuali dalam hal yang ditentukan oleh hukum;
10. perlindungan anak;
11. perlindungan keluarga;
12. hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama, serta
kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut agama, kepercayaan,
dan budayanya;
13. hak partisipasi dalam pemerintahan;
14. kebebasan bergerak;
15. persamaan antara hak laki-laki dan perempuan;
16. rumah yang layak;
17. penyandang disabilitas;
18. lanjut usia;
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
37
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Dalam mengintegrasikan atau menganalisis sebuah peraturan
perundang-undangan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
sesuai dengan pedoman materi muatan HAM dalam Permenkumham No.
24 Tahun 2017, yaitu:
1. Substansi HAM yang akan diintegrasikan sesuai dengan muatan yang
hendak diatur dalam peraturan perundang-undangan
2. Instrumen HAM yang menjadi dasar hukum atau acuan dalam
mengintegrasikan atau menganalisis sebuah peraturan perundang-
undangan
3. Menentukan dengan tepat bentuk pengaturan yang disesuaikan
dengan pihak right holder (pemegang hak) dan duty bearer (pemenuh
hak)
4. Pembatasan HAM yang diperlukan mengingat dalam pemenuhan
HAM tidak bersifat absolut, melainkan terdapat hak orang lain dalam
penikmatan HAM.
Khusus untuk pembatasan HAM sesuai dengan ketentuan yang
termuat dalam Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 73 UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM hanya dapat dilakukan dengan Undang-Undang
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM dan
kebebasan dasar orang lain berdasarkan kesusilaan, ketertiban umum,
dan kepentingan bangsa. Selain itu melihat prinsip proporsionalitas
sebagai faktor yang relevan dalam menentukan pembatasan HAM yang
layak yaitu: 1. Sifat hak asasi manusia yang terdampak; 2. Tujuan yang
sah adanya pembatasan hak; 3. Sifat dan jangkauan pembatasan hak; 4.
Hubungan antara pembatasan dan tujuannya; dan 5. Cara atau metode
lainnya yang tersedia yang kurang membatasi untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki.29
29
Pendahuluan Permenkumham No. 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
30
Surojo Wignjodipuro. Pengantar Ilmu Hukum (Himpunan Kuliah), Alumni, Bandung: 1971.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
39
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
perundang-undangan yang dijalankan oleh direktorat instrumen HAM.
Direktorat Instrumen HAM menjalankan tugas melaksanakan penyiapan
perumusan instrumen HAM termasuk dalam bentuk peraturan perundang-
undangan.31
Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Mekanisme formil dan teknis pembentukan peraturan perundang-
undangan mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan sebuah
peraturan perundang-undangan harus mengacu pada asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik, salah satunya adalah
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Materi muatan sebuah peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan asas-asas yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 6 ayat (1) huruf b
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, salah satu asas dalam membuat peraturan
perundang-undangan adalah asas “kemanusiaan”. Penjelasan pasal
31
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
41
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Secara teknis hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengintegrasi-
kan materi muatan HAM dalam pembentukan sebuah peraturan per-
undang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis peraturan perundang-undangan
2. Menentukan landasan/ dasar hukum pembentukannya, jika
merupakan peraturan pelaksana maka perlu diperhatikan kesesuaian
muatan dengan amanat yang diberikan oleh peraturan yang lebih
tinggi
3. Secara alur penyusunan dapat merujuk ke Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
yaitu meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, dan pengundangan
4. Menentukan pihak yang menjadi pemrakarsa atau inisiator
5. Menentukan right holder (Pemegang/Penerima Hak) atas sebuah
peraturan yang akan dibuat
6. Menentukan dengan rinci atau detail pihak yang menjadi duty bearer
(Pemenuh Hak)
7. Menentukan jenis dan substansi hak yang akan diatur, dapat
berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun
2017 tentang Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
8. Menjabarkan tugas, fungsi, dan kewenangannya duty berarer atas
rights holders
9. Menyusun norma.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
43
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
2. Rancangan Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (telah ditetapkan menjadi
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)
3. Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-
Udang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
4. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi,
Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban
5. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengembalian
Kerugian yang Ditimbulkan Akibat Keputusan dan/atau Tindakan
Administrasi Pemerintahan yang Tidak Sah Atau Dibatalkan
6. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Tentang
Kabupaten/Kota Layak Anak
7. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang
Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum Serta
Pelindungan Masyarakat
8. Rancangan Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Standar
Pelayanan Minimum Penyelenggaraan Pendidikan Khusus di Provinsi
Jawa Barat
9. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu tentang
Penyelenggaraan Ketenagakerjaan
Menganalisis suatu produk hukum dilaksanakan dengan cara:
1. Menentukan apakah produk hukum yang akan dianalisis berupa
rancangan atau sudah ditetapkan menjadi sebuah peraturan
perundang-undangan
2. Menentukan inisiator atau pemrakarsa atau unit yang berwenang
sebagai pihak yang akan menerima rekomendasi atas hasil analisa
3. Menelaah bagian-bagian utama sebuah produk hukum yaitu: Judul,
Pembukaan (Frasa awal, Jabatan Pembentuk, Konsiderans, Dasar
Hukum, Diktum), Batang Tubuh (Ketentuan umum, Materi Pokok yang
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
45
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
kewajiban-kewajiban yang telah disepakati dalam masing-masing
konvensi.
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki suatu mekanisme
yang disebut Universal Periodic Review (UPR) yaitu suatu proses
penilaian terhadap implementasi instrumen HAM internasional yang
dilaksanakan empat tahun sekali. UPR merupakan kesempatan dari
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk setiap negara
menyatakan tindakan apa yang telah mereka lakukan untuk memperbaiki
situasi HAM dan memenuhi kewajiban ratifikasi HAM. Hal ini dimaksudkan
agar terjadi perlakuan yang sama antar negara. Setelah penyampaian
laporan tersebut, kemudian akan dibahas bersama dengan Badan Traktat
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-
Bangsa sehingga menghasilkan suatu rekomendasi yang harus
ditindaklanjuti negara dan dilaporkan kembali di periode berikutnya.
Pelaporan yang disusun oleh Direktorat Instrumen HAM, Direktorat
Jenderal HAM kemudian disampaikan oleh Kementerian yang memegang
fungsi mewakili Indonesia di hadapan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Eksistensi peraturan perundang-undangan yang bermateri
muatan HAM menjadi salah satu poin yang dapat dinilai oleh Dewan HAM
PBB. Berdasarkan penilaian tersebut, fungsi pengawasan, evaluasi dan
pelaporan Direktorat Jenderal HAM ini akan turut mengarahkan
Kementerian dan Lembaga terkait untuk melaksanakan rekomendasi
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa salah satunya menyusun
peraturan perundang-undangan untuk penghormatan, pelindungan,
pemenuhan, penegakkan dan pemajuan HAM.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
47
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Hasil rekomendasi yang dikirimkan ke pemrakarsa berupa analisis
pasal per pasal yang menjadi krusial dan dianggap diskriminatif, dalam hal
ini pemrakarsa mengirimkan feedback berupa surat telah menerima,
menindaklanjuti, memasukkan dan melakukan perubahan terhadap
substansi pasal yang telah direkomendasikan, salah satu tantangan dari
rekomendasi analisis tersebut tidak semua rekomendasi yang
disampaikan baik dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia begitu juga
dengan Kantor Wilayah tidak semuanya ditindaklanjuti oleh pemrakarsa,
oleh sebab itu, ke depannya diperlukan mekanisme dan regulasi yang
mengikat sehingga hasil rekomendasi yang disampaikan bisa
ditindaklanjuti oleh Kementerian dan lembaga di tingkat Pusat.
Untuk tingkat daerah perlu ada komitmen untuk mempertegas dan
memperkuat implementasi integrasi materi muatan HAM dalam
penyusunan produk hukum daerah (PHD). Salah satunya adalah dengan
menggali, menguji, dan mengkaji Rancangan (PHD) dari perspektif HAM,
sebagai bentuk upaya preventif agar tercipta produk hukum daerah yang
bernuansa HAM dan tidak diskriminatif.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
49
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB 6
PENUTUP
A. Simpulan
Peraturan perundang-undangan Berperspektif Hak Asasi Manusia
adalah sebuah bentuk penghormatan, perlindungan, pemajuan, pemenuh-
an dan penegakan hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab
pemerintah dalam mewujudkan regulasi yang bernilai hak asasi manusia,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD NRI Tahun 1945
dan Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagai implementasinya saat ini telah ada Peraturan Menteri Hukum
dan HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Panduan
Teknisnya yang akan menjadi panduan dalam menyusun Peraturan
Perundang-undangan berperspektif hak asasi manusia.
Buku
Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, ctk.
Pertama, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2003)
Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Jakarta:
Kompress, 2005)
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Parameter Hak Asasi Manusia Terhadap Rancangan Peraturan
Perundang-undangan”, (Jakarta: Balitbang Hukum dan HAM, 2016)
Bahagijo, Sugeng dan Nababan, Asmara. Hak Asasi Manusia: Tanggung
Jawab Negara Peran Institusi Nasional dan Masyarakat (Jakarta:
KOMNAS HAM, 1999)
Boli Sabon, Max. Hak Asasi Manusia (Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2014)
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice
(Cornell University Press: Ithaca and London, 2003)
Fakih, Mansour. dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan, Pegangan
untuk Membangun Gerakan Hak Asasi Manusia, ctk. Ketiga
(Yogyakarta: Insis, 2003)
Kasim, Ifdhal (Ed). Hak Sipil dan Politik: Esai-esai Pilihan, Buku I (Jakarta:
Elsam, 2008)
Lestari, Baroroh dan Alhabsji, Taher. Praktik Manajemen Pengetahuan dan
Kinerja Inovasi dalam Industri Manufaktur (Malang: Universitas
Brawijaya Press, 2013)
Mahfud MD, Mohammad. “Politik Hukum dalam Perda Berbasis Syari’ah”,
(Jurnal Hukum, Volume 14, Nomor 1, 2007)
Mukthie Fadjar, Abdul. Sejarah, Elemen dan Tipe Negara Hukum (Malang:
Setara Press, 2016)
Najih, Mokhammad. Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembaharuan Hukum
Pidana Dalam Cita Negara Hukum (Malang: Setara Press, 2014)
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
51
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Prasetyo, Eko, dkk. Buku Ajar Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII,
2008)
Presetyo, Teguh. Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju
Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat (Depok: Raja
Grafindo, 2017)
Rahardjo, Satjipto. Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2003)
Riyadi, Eko (ed.). Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PusHAM UII,
2008)
Slamet Kurnia, Titon. Reparasi terhadap Korban Pelanggaran HAM di
Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005)
Tanya, Bernard .L.. dkk. Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi. (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010)
Wignjodipuro, Surojo. Pengantar Ilmu Hukum (Himpunan Kuliah), (Bandung:
Alumni, 1971)
Peraturan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2015
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman
Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
53
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
55
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
3. Forum Group Discussion (FGD) Sosialisasi dan Pengenalan
Rancangan Panduan Teknis Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Kantor Wilayah
Hukum dan HAM Banten.
ISBN 978-623-6869-12-3