Anda di halaman 1dari 71

MODUL BEST PRACTICE

MATERI MUATAN HAM DALAM


PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Teknis Substantif Bidang Instrumen HAM


Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM

Hidayat Yasin
Wiharyani

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2020
MATERI MUATAN HAM DALAM
PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Teknis Substantif Bidang Instrumen HAM


Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf
b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MATERI MUATAN HAM DALAM
PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Teknis Substantif Bidang Instrumen HAM


Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM

PENULIS:
Hidayat Yasin
Wiharyani

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2020
MODUL BEST PRACTICE
MATERI MUATAN HAM DALAM
PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Teknis Substantif Bidang Instrumen HAM
Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM

Hidayat Yasin
Wiharyani

BPSDM KUMHAM Press

Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere – Depok 16512


Telepon (021) 7540077, 754124 Faksimili (021) 7543709, 7546120
Laman : http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Cetakan ke-1 : Oktober 2020


Perancang Sampul : M. Ari
Penata Letak : M. Ari

Ilustrasi sampul : https://www.pikist.com/free-photo-ionpe

xii+56 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN: 978-623-6869-12-3

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip dan memublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit

Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
isi di luar tanggung jawab percetakan
SAMBUTAN

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-Nya Modul Best Practice berjudul “Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan” telah
terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar
mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
Modul Best Practice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan
tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi
bagian dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk
memberikan sumber-sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan
sekaligus dipindahtempatkan atau replikasi guna peningkatan kinerja individu
maupun organisasi. Keberadaan Modul Best Practice dapat mendukung
proses pembelajaran mandiri, pengayaan materi pelatihan, dan peningkatan
kemampuan organisasi dalam konteks pengembangan kompetensi yang
terintegrasi (Corporate University) dengan pengembangan karier.
Modul Best Practice pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna
memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20
jam pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur
Sipil Negara (ASN).
Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam
penyelesaian modul ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna
peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif
bagi para pembacanya dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum
dan HAM.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
v
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Selamat Membaca.... Salam Pembelajar....

Jakarta, Agustus 2020


Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Hukum dan Hak Asasi Manusia

Dr. Asep Kurnia

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


vi
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena


atas kehendak dan perkenanan-Nya, kita masih diberi kesempatan dan
kesehatan dalam rangka penyusunan Modul Best Practice berjudul “Materi
Muatan HAM dalam Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-
undangan”.
Modul Best Practice “Materi Muatan HAM dalam Pembentukan dan
Analisis Peraturan Perundang-undangan” menjadi sumber pembelajaran
dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap keberagaman
bidang tugas dan fungsi serta kinerja organisasi Kemenkumham. Selain itu
modul ini juga menjadi upaya untuk memperkuat dan mengoptimalkan
kegiatan pengabadian aset intelektual dari pengetahuan tacit individu menjadi
pengetahuan organisasi. Pengetahuan tacit yang berhasil didokumentasikan
akan sangat membantu sebuah organisasi dalam merumuskan rencana
strategis pengembangan kompetensi baik melalui pelatihan maupun belajar
mandiri, serta implementasi Kemenkumham Corporate University (CorpU).
Demikian Modul Best Practice “Materi Muatan HAM dalam Pembentukan
dan Analisis Peraturan Perundang-undangan” ini disusun, dengan harapan
modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi para pembaca
khususnya pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
Depok, 26 Oktober 2020
Kepala Pusat Pengembangan
Diklat Teknis dan Kepemimpinan,

Hantor Situmorang
NIP 196703171992031001

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
vii
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN
viii
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAFTAR ISI

Sambutan.................................................................................................... v
Kata Pengantar ........................................................................................... vii
Daftar Isi...................................................................................................... ix
Daftar Tabel ................................................................................................ xi
Daftar Lampiran .......................................................................................... xi

BAB 1 Pendahuluan................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................................... 3
C. Manfaat .................................................................................. 4
D. Tujuan Pembelajaran ............................................................. 4
E. Materi Pokok .......................................................................... 5
F. Petunjuk Belajar ..................................................................... 5

BAB 2 Konsep Dasar HAM dalam Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan ............................................... 6
A. Pengertian dan Prinsip Dasar HAM ....................................... 6
B. Instrumen Hak Asasi Manusia ............................................... 16
C. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dalam P5 HAM ..... 20

BAB 3 Integrasi Materi Muatan HAM Wujud Implementasi


Tanggung Jawab Negara di Bidang Hukum ............................. 25
A. Indonesia Sebagai Negara Hukum ........................................ 25
B. Integrasi Materi Muatan HAM ................................................ 33

Bab 4 Strategi Mewujudkan Peraturan Perundang-undangan


Berperspektif HAM ...................................................................... 39
A. Proses dan Mekanisme Penyiapan Pembentukan
Instrumen HAM ...................................................................... 39

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ix
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
B. Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM ................................................................. 42
C. Materi Muatan HAM dalam Peraturan Perundang-undangan
sebagai Laporan Implementasi Instrumen
HAM Internasional.................................................................. 45

BAB 5 Keberhasilan Pengintegrasian Materi Muatan HAM


dalam Pembentukan dan Analisis
Peraturan Perundang-undangan ............................................... 47
A. Pelaksanaan dan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil
Analisis Regulasi Bernuansa HAM
di Tingkat Pusat dan Daerah.................................................. 47
B. Tantangan Pengintegrasian Materi Muatan HAM
dalam Peraturan Perundang-undangan ................................. 48

BAB 6 Penutup ........................................................................................ 50


A. Simpulan ................................................................................ 50
B. Saran dan Rekomendasi........................................................ 50

Daftar Pustaka .......................................................................................... 51

Lampiran ............................................................................................... 54

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


x
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Daftar Tabel

1. Instrumen HAM Internasional .............................................................. 17

Daftar Lampiran

1. Forum Group Discussion (FGD) Analisis Rancangan


Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Lampung
Pelindungan dan Pemenuhan Hak Bagi Penyandang
Disabilitas, di Kantor Wilayah Hukum dan HAM Lampung .................. 54
2. Forum Group Discussion (FGD) Analisis Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Jawa Barat
tentang Perlindungan Anak, di Kantor Wilayah Hukum dan HAM
Jawa Barat ........................................................................................... 55
3. Forum Group Discussion (FGD) Sosialisasi dan Pengenalan
Rancangan Panduan Teknis Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
di Kantor Wilayah Hukum dan HAM Banten ........................................ 56

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
xi
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN
xii
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BAB 1
PENDAHULUAN

Salam Para Pembelajar.


Pada kesempatan ini akan disajikan sebuah materi yang menguraikan dan
mengupas tentang bagaimana penghormatan, perlindungan, pemenuhan,
penegakkan, dan pemajuan nilai dan prinsip-prinsip HAM yang terkandung
dalam materi muatan HAM dapat diintegrasikan dalam pembentukan maupun
analisis sebuah peraturan perundang-undangan sebagai bentuk tanggung
jawab negara dalam bidang regulasi yang berperspektif HAM.

A. Latar Belakang
Pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan salah
satu ciri dari negara hukum. Negara Indonesia merupakan negara yang
berlandaskan atas hukum sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945
“Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hak Asasi manusia adalah hak
dasar atau kewarganegaraan yang melekat pada individu sejak ia lahir
secara kodrat yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa yang
tidak dapat dirampas dan dicabut keberadaannya dan wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dasar perlindungan hukum atas HAM di Indonesia terdapat dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV, Bab XA Undang-
Undang Dasar 1945 (Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J), dan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.1 Pasal 28 I
ayat (4) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Demikian pula dijelaskan
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang kewajiban dan

1
Titon Slamet Kurnia, Reparasi terhadap Korban Pelanggaran HAM di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005, hlm. 23.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
1
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
tanggung jawab pemerintah dalam menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur melalui
peraturan perundang-undangan serta hukum internasional tentang hak
asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
Instrumen HAM adalah setiap sumber hukum HAM internasional dan
peraturan perundang-undangan nasional yang memuat ketentuan-
ketentuan tentang HAM dalam kerangka hukum dan kebijakan.
Salah satu masalah penting yang saat ini menjadi agenda Pemerintah
adalah penataan peraturan perundang-undangan, yaitu tidak hanya
dengan permasalahan peraturan yang tumpang tindih dan proses
pembuatannya yang tidak mengikuti sistem yang baku namun juga
permasalahan substansinya yang tidak berperspektif Hak Asasi Manusia
(HAM). Peraturan perundang-undangan merupakan sub sistem hukum
yang berfungsi menciptakan hukum sesuai dengan ruang lingkupnya yaitu
mengatur, menetapkan dan memberikan kepastian hukum bagi
masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah
sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan bahwa asas
materi muatan peraturan perundang-undangan salah satunya harus
mencerminkan kemanusiaan. Hal ini menegaskan bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus menjamin penghormatan, perlindungan,
pemenuhan, penegakan dan pemajuan (P5 HAM) setiap hak yang dimiliki
warga negara sebagai salah satu subjek hukum. Nilai dan prinsip HAM
harus tertuang dalam materi muatan peraturan perundang-undangan dan
dipahami oleh setiap pihak yang berwenang dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


2
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Direktorat Jenderal HAM
mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan,
memberikan bimbingan teknis dan supervisi serta melaksanakan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang HAM di Indonesia. Tugas
tersebut dilaksanakan dengan menyiapkan perumusan instrumen HAM,
bimbingan teknis dan supervisi instrumen HAM dan pelaksanaan
pemantauan evaluasi dan pelaporan instrumen HAM.
Hal tersebut menjadi dasar bagi Menteri Hukum dan HAM
menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2017
tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Permenkumham Nomor 24 Tahun 2017). Pasal 1
ayat (1) Permenkumham Nomor 24 Tahun 2017 menjelaskan bahwa
pedoman materi muatan HAM dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan dimaksudkan sebagai acuan bagi lembaga atau pejabat yang
berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa pemerintah mempunyai
tanggung jawab untuk melaksanakan penghormatan, pelindungan,
pemenuhan, penegakkan, dan pemajuan hak asasi manusia untuk setiap
orang khususnya bagi warga negaranya. Sebagai sebuah negara hukum
yang berlandaskan konstitusi dan Pancasila, salah satu wujud tanggung
jawab Indonesia dalam perlindungan HAM adalah dengan membentuk
regulasi yang dapat mengimplementasikan hal tersebut.

B. Deskripsi Singkat
Para Pembelajar, materi ini membekali pembaca agar memahami dan
mampu menjelaskan Konsep Dasar HAM dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Instrumen HAM Sebagai Wujud Tanggung Jawab
Negara di Bidang Regulasi, Implementasi Perlindungan HAM Melalui
Peraturan Perundang-undangan, dan Keberhasilan Pengintegrasian
Materi Muatan HAM dalam Pembentukan dan Analisis Sebuah Peraturan
Perundang-undangan. Kemampuan ini untuk membekali pemanfaatan

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
3
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
model pembelajaran alternatif sesuai kebutuhan individu, organisasi, dan
lingkup Kemenkumham.

C. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari materi ini adalah:
1. Peserta dapat memahami Konsep Dasar HAM dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
2. Peserta dapat memahami Implementasi Perlindungan HAM Melalui
Peraturan Perundang-undangan
3. Peserta dapat memahami Keberhasilan Pengintegrasian Materi
Muatan HAM dalam Pembentukan dan Analisis Sebuah Peraturan
Perundang-undangan

D. Tujuan Pembelajaran
1. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, para pembelajar diharapkan dapat
menjelaskan konsep, proses, dan mekanisme integrasi materi muatan
HAM dalam pembentukan dan analisis sebuah peraturan perundang-
undangan, sebagai wujud implementasi tanggung jawab negara atas
perlindungan HAM di bidang hukum.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah mempelajari materi ini, para pembelajar diharapkan
dapat:
a. Menjelaskan konsep dasar HAM dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan;
b. Menjelaskan pentingnya integrasi materi muatan HAM dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai wujud
implementasi tanggung jawab negara di bidang hukum;
c. Menjelaskan strategi dalam mewujudkan peraturan perundang-
undangan yang berperspektif HAM; dan

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


4
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
d. Menjelaskan keberhasilan pengintegrasian materi muatan HAM
dalam pembentukan dan analisis sebuah peraturan perundang-
undangan

E. Materi Pokok
Materi pokok yang dibahas dalam materi ini adalah:
1. Konsep dasar HAM dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.
2. Integrasi materi muatan HAM dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagai wujud implementasi tanggung jawab
negara di bidang hukum Model pembelajaran mandiri berbasis
komunitas di luar kelas.
3. Strategi mewujudkan peraturan perundang-undangan berperspektif
HAM.
4. Keberhasilan pengintegrasian materi muatan HAM dalam
pembentukan dan analisis sebuah peraturan perundang-undangan.

F. Petunjuk Belajar
Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran
maupun internalisasi pemahaman “Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan” dapat
berjalan lebih lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda
kami sarankan untuk mempelajari secara urut, menambah referensi lain
yang terkait, serta berdiskusi dengan beberapa pihak untuk mendapatkan
gambaran pemahaman lain sekaligus penguatan tentang Konsep dasar
HAM dengan pendekatan strategi mewujudkan Peraturan perundang-
undangan berperspektif HAM.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
5
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB 2
KONSEP DASAR HAM DALAM PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat memahami dan
menjelaskan konsep dasar HAM dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.

Salam Para Pembelajar.


Hak Asasi Manusia, dalam pengertian yang sederhana, merupakan hak
yang secara alamiah dan kodrati melekat pada makhluk hidup yang bernama
manusia semata-mata karena ia merupakan manusia (human being), bukan
makhluk lain selain manusia. Begitu maujud seorang manusia, maka melekat
dalam dirinya hak tersebut. Hak-hak asasi tersebut sangat berkaitan erat
dengan harkat dan martabat manusia (human dignity). Tanpa hak-hak dasar
tersebut manusia tidak dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya itu.
Pemenuhan dan penghormatan terhadap HAM memungkinkan perseorangan
dan masyarakat untuk berkembang secara utuh.2

A. Pengertian dan Prinsip-prinsip HAM


Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dijelaskan bahwa pengertian Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. 3
Hakekat HAM merupakan upaya menjaga

2
(Lihat juga Jack Donnely, 2003, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Cornell University
Press, Ithaca and London), hlm. 7-21. Bandingkan dengan Eko Riyadi (ed.), 2008, Hukum Hak Asasi
Manusia (PusHAM UII, Yogyakarta) Hlm. 11. Lihat juga Maurice Cranston. 1973, What are Human
Rights?, (Taplinger, New York), hlm. 70.)
3
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi. Manusia.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


6
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan
yaitu keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum, menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM
menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu,
pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun militer) dan Negara.
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
memenuhi, menegakkan dan memajukan HAM yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan meliputi langkah implementasi yang
efektif di bidang hukum, sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan keamanan negara.4
Kemudian kita juga perlu memahami mengenai konsep generasi Hak
Asasi Manusia yang berkembang di dunia, Max Boli Sabon membagi
menjadi 3 generasi, yaitu:5
1. Generasi pertama: Hak Sipil dan Politik (“Hak Sipol”).
a. Hak sipil contohnya adalah:
1) hak untuk menentukan nasib sendiri;
2) hak untuk hidup;
3) hak untuk tidak dihukum mati;
4) hak untuk tidak disiksa;
5) hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang;
6) hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak.
b. Hak politik contohnya adalah:
1) hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat;
2) hak untuk berkumpul dan berserikat;
3) hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan
hukum;
4) hak untuk memilih dan dipilih;
5) hak untuk duduk dalam pemerintahan.

4
Sugeng Bahagijo dan Asmara Nababan, (1999). Hak Asasi Manusia: Tanggung Jawab Negara Peran
Institusi Nasional dan Masyarakat, Jakarta: KOMNAS HAM, hlm.8.
5
Max Boli Sabon. (2014). Hak Asasi Manusia. Jakarta: Universitas Atma Jaya, hlm. 31-33.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
7
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Hak Sipol ini dituangkan dalam Kovenan Internasional tentang
Hak Sipil dan Politik dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) atau (“UU Sipol”).
2. Generasi kedua: Hak Ekonomi, sosial, dan kebudayaan (“Hak
Ekosob”)
a. Hak ekonomi contohnya adalah:
1) hak untuk bekerja;
2) hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan
yang sama;
3) hak untuk tidak dipaksa bekerja;
4) hak untuk cuti;
5) hak atas makanan dan perumahan;
6) hak atas kesehatan.
b. Hak sosial contohnya adalah:
1) hak atas jaminan sosial;
2) hal atas tunjangan keluarga;
3) hak atas pelayanan sosial;
4) hak atas jaminan saat menganggur, menderita sakit, cacat,
menjanda, mencapai usia lanjut;
5) hak ibu dan anak untuk mendapat perawatan dan bantuan
istimewa;
6) hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan.
7) Hak kebudayaan contohnya adalah:
a) hak atas pendidikan;
b) hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan;
c) hak untuk menikmati kemajuam ilmu pengetahuan;
d) hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya
cipta.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


8
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Hak Ekosob ini dituangkan dalam Kovenan Internasional Hak-hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya dan telah diratifikasi dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) atau
(“UU Ekosob”).

3. Generasi ketiga: mencakup enam macam hak, yaitu:


a. hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial,
politik, dan kebudayaan;
b. hak atas pembangunan ekonomi dan sosial;
c. hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari
warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind),
serta informasi-informasi dan kemajuan lain;
d. hak atas perdamaian;
e. hak atas lingkungan yang sehat;
f. hak atas bantuan kemanusiaan.

4. Generasi keempat
Satu generasi ini diusung oleh Jimly Ashiddique, di mana
menurutnya dalam bukunya Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar
Demokrasi, HAM generasi pertama sampai ketiga hanya konsep HAM
yang dilihat dari perspektif vertikal yaitu hubungan antara rakyat
dengan penguasa. Sedangkan hak generasi keempat adalah
konsepsi hak asasi manusia yang dilihat dari perspektif yang bersifat
horizontal. Menurutnya, melihat perkembangan zaman ini muncul tiga
kelompok kekuasaan horizontal, yaitu kekuasaan negara di satu
pihak, kekuasaan ekonomi (kapitalisme global/perusahaan
multinasional di lain pihak, dan kekuasaan masyarakat madani di lain
pihak lagi. Singkatnya ada tiga kelompok kekuasaan yang saling
berpengaruh yaitu state, market, dan civil society, termasuk non-

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
9
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
governmental organization (NGO/LSM). Dengan demikian, hak
generasi keempat adalah hak kelompok yang satu untuk tidak ditindas
oleh yang lain, baik antar kelompok maupun intrakelompok, dalam
pola hubungan horizontal.6
Sebelum meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipol dan
Kovenan Internasional Hak Ekosob, Indonesia juga telah membentuk
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
atau (“UU HAM”). Menurut praktisi hak-hak perempuan dari Lembaga
Samahita, Annisa Yovani, UU HAM juga telah memasukkan hak-hak
terkait sipol dan ekosob seperti pasal-pasal berikut ini:7
1. Hak Sipil:
a. Pasal 9 UU HAM
1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan
hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai,
bahagia, sejahtera lahir dan batin.
3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat.
b. Pasal 20 UU HAM:
1) Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba.
2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak,
perdagangan wanita, dan segala perbuatan berupa apa
pun yang tujuannya serupa, dilarang.
2. Hak Politik:
a. Pasal 23 UU HAM:
1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai
keyakinan politiknya.
2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan
dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya,
6
Jimly Asshiddiqie, (2005). Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Kompress, hlm.
209-288.
7
Teguh Presetyo. (2017). Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang
Berkeadilan dan Bermartabat, Depok: Raja Grafindo, hlm. 13-15.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


10
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak
maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai
agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan
keutuhan negara.
b. Pasal 24 UU HAM:
1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan
berserikat untuk maksud-maksud damai.
2) Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak
mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat
atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam
jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara
sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan
pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Hak Ekonomi:
a. Pasal 38 UU HAM:
1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan,
dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.
2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan
yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat
ketenagakerjaan yang adil.
3) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan
pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa,
berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja
yang sama.
4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam
melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat
kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai
dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan
kehidupan keluarganya.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
11
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
4. Hak Sosial:
a. Pasal 41 UU HAM:
1) Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang
dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan
pribadinya secara utuh.
2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut,
wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh
kemudahan dan perlakuan khusus.
5. Hak Kebudayaan:
a. Pasal 6 UU HAM:
1) Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan
dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus
diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan
Pemerintah.
2) Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak
atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan
perkembangan zaman.
Lebih lanjut menurut Annisa,8 dalam UU HAM, UU Sipol, maupun UU
Ekosob, dan regulasi-regulasi lainnya adalah implementasi dari bentuk
konsep HAM yang digunakan di Indonesia. Ia berpendapat bahwa unsur-
unsur HAM yang memiliki ciri khas untuk kepentingan diri sendiri (seperti
hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu) adalah konsep HAM
individualistis. Sedangkan unsur-unsur HAM yang memiliki ciri khas antar
individu atau suatu kelompok atau berkaitan dengan keadilan (hak untuk
mendapat upah yang sama, mendapat jaminan sosial, hak untuk
berkumpul) adalah konsep HAM aliran paham marxisme.
Selain itu Jimly Ashiddiqie berpendapat bahwa ketika terjadi
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (“UUD 1945”) secara konstitusional, dengan menambah Bab XA
berjudul Hak Asasi Manusia (Pasal 28 A sampai dengan 28 J), secara

8
Ibid. hlm. 16.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


12
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
konstitusional seluruh masyarakat bangsa Indonesia menerima konsep
HAM sebagai konsep yang sejalan dengan ideologi Pancasila. Dengan
demikian, semua perdebatan tentang konsep HAM yang terjadi sepanjang
masa perjuangan kemerdekaan telah sirna, dan kini sudah tidak ada lagi
silang selisih pendapat tentang HAM untuk dimasukkan dalam UUD
1945.9
Sebagai informasi, sebelumnya menurut Max Boli Sabon pada era
perjuangan kemerdekaan Indonesia, muncul beberapa perdebatan
mengenai masuk atau tidaknya konsep HAM antar tokoh pendiri bangsa di
antaranya:10
1) Ir. Soekarno menentang HAM dimasukkan dalam UUD 1945 karena
konsep HAM berdasarkan individualistis dalam ideologi liberalisme
sehingga harus dikikis habis dari muka bumi Indonesia.
2) Soepomo berpendapat bahwa HAM bersifat individualistis sehingga
bertentangan dengan paham negara kekeluargaan (negara
integralistis) yang sedang dibangun.
3) Mohammad Hatta berpendapat bahwa Ham perlu dimasukkan dalam
UUD 1945 untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh
negara terhadap warga negara manakala suatu saat negara hukum
(rechtsstaat) berubah menjadi negara kekuasaan (machtsstaat).
4) Mohammad Yamin berpendapat bahwa HAM perlu dimasukkan dalam
UUD 1945 sebagai perlindungan kemerdekaan terhadap warga
negara yang harus diakui oleh UUD 1945.

Prinsip HAM adalah hal-hal yang menjadi dasar dari teori dan konsep
HAM yang harus diaplikasikan dalam setiap kebijakan. Prinsip HAM
antara lain:11

9
Op. cit. Jimly Asshiddiqie, hlm. 229.
10
Op. cit. Max Boli Sabon, hlm. 89.
11
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, “Parameter Hak Asasi Manusia
Terhadap Rancangan Peraturan Perundang-undangan”, (Jakarta: Balitbang Hukum dan HAM, 2016),
hlm. 9.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
13
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
1. Bersifat Universal (universality)
Beberapa moral dan nilai-nilai etik tersebar di seluruh dunia.
Negara dan masyarakat di seluruh dunia seharusnya memahami dan
menjunjung tinggi hal ini. Universalitas hak berarti bahwa hak tidak
dapat berubah atau hak tidak dialami dengan cara yang sama oleh
semua orang. Prinsip ini menekankan bahwa semua orang di dunia
memiliki hak yang sama, tidak dibedakan karena setiap manusia lahir
dengan kemerdekaan dan martabat yang sama dalam hak.
Universalitas dari hak bukan berarti bahwa hak-hak tersebut tidak
dapat berubah ataupun harus dialami dengan cara yang sama oleh
semua orang.
2. Martabat Manusia (Human Dignity)
Prinsip-prinsip ham didasarkan atas pandangan bahwa setiap
individu memiliki hak yang melekat sehingga patut untuk dihargai dan
dijunjung tinggi tanpa memandang usia, budaya, kepercayaan, etnis,
ras, gender, orientasi seksual, bahasa, ketidakmampuan atau kelas
sosial, Oleh karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya.
Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan
sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan
hierarkis.
3. Kesetaraan dan Non-Diskriminasi (Equality and Non-
discrimination)
Kesetaraan menekankan penghargaan terhadap martabat
seluruh insan manusia. Kesetaraan bukan berarti memberlakukan
orang secara sama, tetapi lebih kepada mengambil langkah-langkah
yang di perlukan untuk lebih memajukan keadilan sosial bagi semua.
Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan menghormati
martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1
DUHAM menyatakan bahwa: setiap umat manusia dilahirkan merdeka
dan sederajat dalam harkat dan martabatnya. Non-diskriminasi
terintegrasi dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


14
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
seorang pun dapat meniadakan hak asasi orang lain karena faktor-
faktor luar, seperti misalnya ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik atau pandangan lainnya, kebangsaan, kepemilikan,
status kelahiran atau lainnya
4. Tidak Dapat Dicabut (inalienability)
Prinsip ini menekankan bahwa hak-hak setiap individu adalah
melekat dan tidak dapat direnggut, dilepaskan dan dipindahkan.
5. Tidak Dapat Dibagi, Saling Berkaitan, dan Bergantung
(Indivisibility, Interrelated, and Interdependence)
HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya, ekonomi-semuanya
bersifat inheren, yaitu menyatu dalam harkat martabat manusia.
Pengabaian pada satu hak akan menyebabkan pengabaian terhadap
hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh
penghidupan yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi: hak tersebut merupakan modal dasar bagi setiap orang agar
mereka bisa menikmati hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan
atau hak atas pendidikan.
Pemenuhan dari satu hak sering kali bergantung kepada
pemenuhan hak lainnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas pendidikan atau hak atas
informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu
pelanggaran HAM saling bertalian; hilangnya satu hak mengurangi
hak lainnya.
6. Tanggung Jawab Negara (State Responsibility)
Hak asasi manusia adalah pengakuan sah atas kewajiban negara
untuk menjamin bahwa hak-hak tersebut dihormati (to respect),
dilindungi (to protect) dan dipenuhi (to fullfill) bagi semua warga
negara.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
15
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
B. Instrumen Hak Asasi Manusia
Instrumen HAM adalah keseluruhan perangkat hukum yang mengatur
atau memberikan pedoman bagi pelaksanaan HAM. Instrumen HAM
berupa standar-standar pembatasan pelaksanaan serta mekanisme
kontrol terkait HAM yang menjadi acuan bagi seluruh penyelenggaraan
kekuasaan negara dalam melaksanakan tugasnya.
Instrumen HAM Internasional terbagi dalam dua jenis:
1. Instrumen HAM yang mengikat secara yuridis setelah dilakukan
ratifikasi, antara lain: konvenan, konvensi, dan protokol.
2. Instrumen HAM yang tidak mengikat secara yuridis, antara lain:
deklarasi, bodies of principles, code of ethics, dan guidelines.
Jenis-jenis dari instrumen HAM adalah sebagai berikut:
1. Instrumen HAM Nasional. Instrumen HAM Nasional adalah
keseluruhan perangkat hukum dan dokumen nasional yang mengatur
atau memberikan pedoman implementasi HAM secara nasional.
2. Instrumen HAM Internasional. Instrumen HAM Internasional
merupakan kesepakatan global atas pengakuan terhadap harkat dan
martabat serta hak-hak dasar manusia yang setara dan tidak dapat
dipisahkan dan merupakan landasan bagi kebebasan, kedamaian,
dan keadilan di dunia.
Instrumen HAM Internasional berperan dalam:
a. Menetapkan kewajiban negara untuk memastikan pemenuhan
HAM, yang merupakan dasar bagi perkembangan manusia.
b. Memberikan kerangka teoritis dan yuridis bagi tindakan praktis di
tingkat nasional dan internasional.
c. Menetapkan kriteria obyektif bagi good governance dan
implementasi kerja sama bilateral dan multilateral.
d. Memberikan landasan yang kokoh bagi kemitraan dan partisipasi
dalam pembangunan dunia.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


16
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Instrumen HAM Internasional di mana Indonesia merupakan
Negara Pihak yang telah meratifikasinya ke dalam hukum nasional
antara lain:12
Tabel 1. Instrumen HAM Internasional

Instrumen HAM Internasional Singkatan Aksesi


1. International Covenant on Civil ICCPR UU No. 12 Tahun
and Political Rights (Kovenan 2005 Tentang
Internasional Tentang Hak-hak Pengesahan
Sipil dan Politik) 1966 Kovenan
Internasional
Mengenai Hak-hak
Sipil dan Politik
2. International Covenant on ICESCR UU No. 11
Economic, Social, and Cultural Tahun2005
Rights (Kovenan Internasional Tentang
Tentang Hak-hak Ekonomi, Pengesahan
Sosial, dan Budaya) 1966 Kovenan
Internasional
Mengenai Hak-hak
Ekonomi, Sosial,
dan Budaya
3. International Convention on The ICERD UU No. 29 Tahun
Elimination of All Forms of 1999 Tentang
Racial Discrimination (Konvensi Pengesahan
Tentang Penghapusan Segala Konvensi
Bentuk Diskriminasi Rasial) Internasional
1965. Mengenai
Penghapusan
Segala Bentuk
Diskriminasi Rasial
1965)

12
http://ham.go.id/produk-hukum/instrumen-ham-nasional/, diakses tanggal 23 Juli 2020.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
17
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Instrumen HAM Internasional Singkatan Aksesi
4. Convention on the Elimination of CEDAW UU No. 7 Tahun
All Forms of Discrimination 1984 Mengenai
against Women (Konvensi Pengesahan
tentang Penghapusan Segala Konvensi Mengenai
Bentuk Diskriminasi terhadap Penghapusan
Perempuan) 1979 Segala Bentuk
Diskriminasi
Terhadap Wanita
5. Convention against Torture and CAT UU No. 5 Tahun
Other Cruel, Inhuman or 1998 Tentang
Degrading Treatment or Pengesahan
Punishment (Konvensi Konvensi Mengenai
Menentang Penyiksaan, dan Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Perlakuan Atau
yang Kejam, Tidak Manusiawi Penghukuman Lain
atau Merendahkan Martabat) Yang Kejam, Tidak
1984 Manusiawi, Atau
Merendahkan
Martabat Manusia
6. Convention on the Rights of the CRC Keppres No. 36
Child (Konvensi Tentang Hak- Tahun 1990
hak Anak) 1989 Tentang
Pengesahan
Konvensi Mengenai
Hak-hak Anak
7. International Convention on the ICMW UU No. 6 Tahun
Protection of the Rights of All 2012 Tentang
Migrant Workers and Members Pengesahan
of Their Families (Konvensi Konvensi
Internasional tentang Internasional
Perlindungan Hak Para Buruh Mengenai
Migran dan Keluarganya) 1990 Perlindungan Hak-
hak Seluruh

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


18
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Instrumen HAM Internasional Singkatan Aksesi
Pekerja Migran dan
Anggota
Keluarganya
8. Convention on the Rights of CRPD UU No. 19 Tahun
Persons with Disabilities 2011 Tentang
(Konvensi Tentang Hak-hak Pengesahan
Penyandang Disabilitas) 2006 Konvensi Mengenai
Hak-hak
Penyandang
Disabilitas
9. Optional protocol to the OP-CRC- UU No. 9 Tahun
Convention on the Rights of the AC 2012 Tentang
Child on the involvement of Pengesahan
children in armed conflict Protokol Opsional
(Protokol Tambahan pada Konvensi Hak-hak
Konvensi tentang Pelibatan Anak Mengenai
Anak pada konflik bersenjata) Keterlibatan Anak
2000 Dalam Konflik
Bersenjata
10. Optional protocol to the OP-CRC- UU No. 10 Tahun
Convention on the Rights of the SC 2012 Tentang
Child on the sale of children, Pengesahan
child prostitution and child Protokol Opsional
pornography (Protokol Konvensi Hak-hak
Tambahan pada Konvensi Hak Anak Mengenai
Anak tentang Anak yang Penjualan Anak,
Diperdagangkan, Pelacuran Prostitusi Anak,
Anak, dan Pornografi Anak) dan Pornografi
2000 Anak

Selain itu, Indonesia juga memiliki instrumen HAM nasional yang


menjadi landasan atau payung hukum di bidang HAM dalam
peraturan perundang-undangan nasional, yaitu Undang-Undang

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
19
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pada UUD 1945
ketentuan yang khusus mengatur tentang HAM terdapat dalam Bab
XA Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J.

C. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dalam P5 HAM


Negara dan para pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab
untuk menaati hak asasi. Dalam hal ini, mereka harus tunduk pada norma-
norma hukum dan standar yang tercantum di dalam instrumen-instrumen
HAM. Seandainya mereka gagal dalam melaksanakan tanggung
jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan
secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan
yang kompeten atau adjudikator (penuntut) lain yang sesuai dengan
aturan dan prosedur hukum yang berlaku.13
Berdasarkan instrumen-instrumen Hak Asasi Manusia internasional,
telah diterima bahwa pihak yang terikat secara hukum dalam pelaksanaan
HAM adalah negara. Dalam konteks ini, negara berjanji untuk mengakui,
menghormati, melindungi, memenuhi, dan menegakkan HAM. Ketentuan
hukum HAM tersebut memberi penegasan pada hal-hal berikut ini:14
1. Negara sebagai pemangku tanggung jawab (duty holder), yang harus
memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam pelaksanaan HAM baik
secara nasional maupun internasional, sedangkan individu dan
kelompok-kelompok masyarakat adalah pihak pemegang hak (right
holder).
2. Negara tidak memiliki hak, negara hanya memikul kewajiban dan
tanggung jawab (obligation and responsibility) untuk memenuhi hak
warga negaranya (baik individu maupun kelompok) yang dijamin
dalam instrumen-instrumen HAM internasional.

13
Ifdhal Kasim (Ed), (2001). Hak Sipil dan Politik: Esai-esai Pilihan, Buku I, Jakarta: Elsam, hlm. 14-15.
Baca Juga Jack Donnely, Universal Human Rights, hlm. 7.
14
Eko Prasetyo, dkk., (2008). Buku Ajar Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, hlm. 127-135.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


20
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
3. Jika negara tidak mau atau tidak punya keinginan untuk memenuhi
kewajiban dan tanggung jawabnya, pada saat itulah negara tersebut
bisa dikatakan telah melakukan pelanggaran HAM atau hukum
internasional. Jika pelanggaran tersebut tidak mau dipertanggung-
jawabkan oleh negara, maka tanggung jawab itu akan diambil alih
oleh masyarakat internasional.
Kewajiban dan tanggung jawab negara dalam kerangka pendekatan
berbasis HAM bisa dilihat dalam 5 bentuk:15
1. Menghormati:
Merupakan tanggung jawab negara untuk tidak ikut campur untuk
mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Negara
berkewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan
menghambat pemenuhan dari seluruh hak asasi.
Contoh dari jenis ini adalah tindakan seperti:
a. pembunuhan di luar hukum (artinya pelanggaran atas kewajiban
menghormati hak-hak individu untuk hidup);
b. penahanan serampangan (artinya pelanggaran atas kewajiban
untuk menghormati hak-hak individu untuk bebas);
c. pelarangan serikat buruh (artinya pelanggaran atas kewajiban
untuk menghormati kebebasan kelompok untuk berserikat);
d. pembatasan atas praktik dari satu agama tertentu (artinya
pelanggaran atas kewajiban untuk menghormati hak-hak
kebebasan beragama individu).
2. Melindungi:
Merupakan kewajiban negara agar bertindak aktif untuk memberikan
jaminan perlindungan terhadap hak asasi warganya. Kewajiban untuk
melindungi menuntut negara dan aparatnya melakukan tindakan yang
memadai guna melindungi warga individu dari pelanggaran hak-hak
individu atau kelompok, termasuk pencegahan atau pelanggaran atas
kebebasan mereka, Negara berkewajiban mengambil tindakan-
15
Mansour Fakih dkk., (2003). Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan, Pegangan untuk
Membangun Gerakan Hak Asasi Manusia, cetakan Ketiga, Yogyakarta: Insist, hlm. 56-57.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
21
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
tindakan untuk mencegah pelanggaran semua HAM oleh pihak ketiga.
3. Memenuhi:
Negara berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah legislatif,
administratif, hukum, dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan
secara penuh HAM. Kewajiban untuk memenuhi ini menuntut negara
melakukan tindakan yang memadai untuk menjamin setiap orang di
dalam yurisdiksinya untuk memberikan kepuasan kepada mereka
yang memerlukan yang telah dikenal di dalam instrumen HAM dan
tidak dapat dipenuhi oleh upaya pribadi.
4. Menegakkan:
Penegakan HAM adalah melakukan berbagai tindakan dalam rangka
membuat HAM lebih diakui serta dihormati oleh pemerintah dan
masyarakat. Penegakan HAM dilakukan karena pada dasarnya HAM
adalah ukuran tertinggi bagi keberhasilan pembangunan suatu
negara.
Selain itu kondisi HAM suatu negara merupakan salah satu tolok ukur
untuk menentukan kehormatan suatu bangsa.
5. Memajukan:
Pemajuan HAM berarti bahwa aparat pemerintah kita, baik di lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun aparat militer serta
masyarakat pada umumnya perlu melakukan upaya aktif yang inovatif
agar semua kalangan dapat mengerti, paham, dan menerima serta
melindungi HAM seperti yang tertuang dalam Instrumen HAM
Nasional dan Internasional.
Kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi masing-
masing mengandung unsur kewajiban untuk bertindak (obligation to
conduct), yaitu negara disyaratkan melakukan langkah-langkah tertentu
untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak, dan kewajiban untuk
berdampak (obligation to result), yaitu mengharuskan negara untuk
mencapai sasaran tertentu memenuhi standar substantif yang terukur.
Sebagai pihak yang memangku tanggung jawab, negara dituntut harus

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


22
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
melaksanakan dan memenuhi semua kewajiban yang dikenakan
kepadanya secara sekaligus dan segera. Jika kewajiban-kewajiban
tersebut gagal untuk dilaksanakan maka negara akan dikatakan telah
melakukan pelanggaran.16
Ada dua jenis pelanggaran yang bisa terjadi berkaitan dengan
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab negara, yaitu:17
1. Pelanggaran karena tindakan (acts by commission) terjadi karena
negara justru malah melakukan tindakan langsung untuk turut campur
dalam mengatur hak-hak warga negara yang semestinya dihormati.
Contoh dari jenis ini adalah:
a. Adanya pengerahan aparat penegak hukum yang bertindak
represif ketika terjadi demonstrasi oleh masyarakat sipil;
b. Membuat peraturan yang membatasi kebebasan warga negara
untuk memeluk dan beribadah terhadap suatu agama atau
kepercayaan tertentu.
2. Pelanggaran karena pembiaran (acts by omission) terjadi ketika
negara tidak melakukan sesuatu tindakan atau gagal untuk
mengambil tindakan lebih lanjut yang diperlukan untuk melaksanakan
kewajiban hukum (pembiaran, ada kewajiban untuk berbuat tetapi
tidak dilakukan) Contoh dari jenis pelanggaran ini adalah:
a. Kegagalan untuk bertindak, ketika satu kelompok tertentu, seperti
satu kelompok etnis, menyerang kelompok etnis lain;
b. Kegagalan untuk memaksa perusahaan untuk membayar upah
yang tepat.
Upaya untuk melakukan penegakan HAM ada dua pendekatan yang
pertama adalah Pencegahan. 18
Upaya pencegahan berfokus untuk
menciptakan kondisi yang semakin kondusif bagi penghormatan HAM
dengan cara persuasif. Berikut adalah contohnya:

16
Satya Arinanto, (2003). Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, cetakan Pertama,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 37.
17
Ibid., hlm. 39.
18
Ibid., hlm. 42.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
23
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
1. Penciptaan perundang-undangan HAM yang lengkap.
2. Penciptaan lembaga, organisasi, dan pengawas pelaksanaan HAM.
3. Penciptaan perundang-undangan dengan pembentukan lembaga
peradilan HAM.
4. Pelaksanaan pendidikan HAM.
Upaya yang kedua adalah penindakan. Upaya ini berfokus untuk
menangan kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi berdasarkan
ketentuan hukum yang berlaku. Berikut contoh upaya penindakan:
1. Penerimaan pengaduan dari korban pelanggaran HAM.
2. penyelesaian perkara pelanggaran HAM berat melalui peradilan HAM.
3. Penyelesaian permasalahan melalui perdamaian, negosiasi, dan
mediasi.
4. Investigasi dengan pencarian dara, informasi, serta fakta-fakta yang
terkait dengan peristiwa di dalam masyarakat.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


24
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BAB 3
INTEGRASI MATERI MUATAN HAM DALAM
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
SEBAGAI WUJUD IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB
NEGARA DALAM BIDANG HUKUM

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan


pentingnya integrasi materi muatan HAM dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagai wujud implementasi tanggung jawab negara di
bidang hukum.

Negara hukum ialah negara yang susunannya diatur dengan sebaik-


baiknya dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan dari alat-alat
pemerintahannya didasarkan hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-
sendiri menurut semuanya yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum
itu ialah negara yang diperintahi bukan oleh orang-orang, tetapi oleh undang-
undang (state the not governed by men, but by laws). Karena itu, di dalam
negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya oleh negara dan terhadap
negara, sebaliknya dengan tunduk dan taat kepada segala peraturan
pemerintah dan undang-undang negara.19

A. Indonesia Sebagai Negara Hukum


Di sini, pengertian negara hukum dihubungkan dengan organisasi
intern dan struktur negara yang diatur menurut hukum. Setiap tindak atau
tingkah laku penguasa maupun rakyatnya harus berdasarkan hukum dan
sekaligus dicantumkan tujuan negara hukum, yaitu menjamin hak-hak
asasi rakyatnya. Hukum sebagai alat merupakan suatu peraturan yang
dapat menghalang-halangi penguasa untuk bertindak sewenang-wenang.
Dia merupakan batas-batas kebebasan antara individu dan penguasa

19
Abdul Mukthie Fadjar (2016), Sejarah, Elemen dan Tipe Negara Hukum, Malang: Setara Press, hlm. 6.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
25
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
dalam setiap interaksi kemasyarakatan hingga hukum tadi merupakan
perlindungan bagi ketenteraman umum. Tanpa berlakunya hukum di
dalam masyarakat, akan timbul kekacauan dan kesewenang-wenangan.
Hukum itu menghendaki keadilan untuk menciptakan perdamaian dan
ketenteraman dalam musyarakat. Hukum adalah hanya apa yang berarti
untuk menjadikan keadilan. Sebab, hukum yang tidak adil menentang
eksistensinya sendiri.20
Di zaman modern, konsep negara hukum di Eropa Kontinental
dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl,
Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu
“rechtsstaat”. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara
hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The
Rule of Law”. 21 Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang
disebutnya dengan istilah “rechtsstaat” itu mencakup empat elemen
penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia,
2. Pembagian kekuasaan,
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang,
4. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam
setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”,
yaitu:
1. Supremasi hukum (Supremacy of Law),
2. Persamaan di hadapan hukum (Equality before the law),
3. Asas legalitas (Due Process of Law)
Keempat prinsip “rechtsstaat” yang dikembangkan oleh Julius Stahl
tersebut pada pokoknya dapat digabungkan dengan Ketiga prinsip “Rule
of Law” yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri
Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The

20
Ibid, hlm. 24.
21
Mokhammad Najih, (2014). Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana dalam
Cita Negara Hukum, Malang: Setara Press, hlm. 5.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


26
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu
ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak
(independence and impartiality of judiciary), yang di zaman sekarang
makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi.
Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut “The
International Commission of Jurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum,
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu, dan
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Profesor Utrecht membedakan antara Negara hukum formil atau
Negara hukum klasik, dan negara hukum materiil atau Negara hukum
modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang
bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan
tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum Materiil yang lebih
mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya.22
Selanjutnya Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa adanya dua belas
prinsip pokok negara hukum (Rechsstaat) yang berlaku di zaman
sekarang. Kedua belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama
yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat
disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law), ataupun adanya
(Rechsstaat) dalam arti yang sebenarnya. Kedua belas prinsip pokok
tersebut adalah:23
1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law), yaitu adanya pengakuan
normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa
semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman
tertinggi, dan pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara
sesungguhnya adalah konstitusi, bukan manusia.
2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law), yaitu adanya
persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan,
yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam
22
Ibid., hlm. 6.
23
Ibid., hlm. 7-13.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
27
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
rangka prinsip ini segala sikap dadn tindakan diskriminatif dalam
segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan
terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan
sementara dinamakan “affirmative actions” guna mendorong dan
mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga
masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan.
3. Asas Legalitas (Due Process of Law), yaitu segala tindakan
pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan
yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut
harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau
perbuatan yang dilakukan.
4. Pembatasan Kekuasaan, yaitu setiap kekuasaan pasti memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang,
karena itu kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-
misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks
and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain.
5. Organ-organ Eksekutif Independen, yaitu dalam rangka membatasi
kekuasaan eksekutif, maka lembaga dan organ-organ yang
sebelumnya berada dalam kekuasaan eksekutif sekarang
berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya
merupakan hak mutlak kepala eksekutif untuk menentukan
pengangkatan dan pemberhentian pimpinannya.
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak, yaitu berkaitan dengan
adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and
impatial judiciary) yang mutlak harus ada dalam setiap Negara
Hukum. Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh
dipengaruhi oleh siapa pun juga, baik karena kepentingan jabatan
(politik) maupun kepentingan uang, tidak boleh adanya intervensi dari
lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari
kalangan masyarakat dan media massa, dan dalam menjalankan

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


28
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
tugasnya hakim tidak boleh memihak kepada siapa pun kecuali hanya
kepada kebenaran dan keadilan, menjalankan proses pemeriksaan
secara terbuka dan dalam menjatuhkan putusannya wajib menghayati
nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
7. Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu sebagai pilar utama negara
hukum karena keberadaannya harus menjamin agar warga negara
tidak dizalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi
negara sebagai pihak yang berkuasa ketika warga negara
mengajukan gugatan keputusan pejabat administrasi negara.
8. Peradilan Tata Negara, yaitu gagasan pembentukan Mahkamah
Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan sangat penting dalam upaya
memperkuat sistem checks and balances. Keberadaan Mahkamah
Konstitusi berfungsi untuk melakukan pengujian atas
konstitusionalitas undang-undang yang merupakan produk lembaga
legislatif, dan memutus berkenan dengan berbagai bentuk sengketa
antar lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang
kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan.
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia, yaitu merupakan jaminan hukum
bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan
terhadap hak asasi manusia tersebut di masyarakat secara luas
dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan
terhadap hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara
hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya
menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas
dan asasi.
10. Bersifat Demokratis, yaitu dianut dan dipraktikkannya prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan,
sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan
ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah
masyarakat. Setiap negara hukum yang bersifat nomokratis harus

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
29
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap negara
demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasarkan hukum.
11. Berfungsi Sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara, yaitu
hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan
bersama. Cita-cita hukum baik yang dilembagakan melalui gagasan
negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalui
gagasan negara hukum (nomocracy) dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan abadi dan keadilan sosial.
12. Transparansi dan Kontrol Sosial, yaitu adanya transparansi dan
kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan
penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang
terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi
secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung
dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Demikian pula
dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian,
kejaksaan, pengadilan (hakim), lembaga pemasyarakatan, dan
pengacara, semua memerlukan kontrol sosial agar dapat bekerja
dengan efektif, efisien serta menjamin keadilan dan kebenaran.
Dalam perkembangan teori dan konsep negara hukum di Indonesia
sering kali terdapat 2 (dua) istilah yang saling berlawanan yaitu, istilah
negara hukum (rechstaat) dan istilah negara kekuasaan (machstaat). Hal
ini tertuang dalam penjelasan UUD 1945 sebelum amandemen yang
menyebutkan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(rechstaat) dan bukan atas kekuasaan belaka (machstaat).”
Negara hukum (rechstaat) bertujuan untuk menyelenggarakan
ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum
yang terdapat pada rakyat. Negara hukum mencita-citakan untuk menjaga
ketertiban hukum agar jangan terganggu sehingga semuanya dapat

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


30
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
berjalan menurut hukum. Sedangkan negara kekuasaan (machstaat)
bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kekuasaan semata-
mata. Gumplowics, antara lain mengajarkan bahwa negara itu tidak lain
adalah “Eine Organization der Herrsdifl ciner Minoritar uber eine
Majotaritat” yang artinya adalah Organisasi dari kekuasaan kecil atas
golongan besar. Menurut pendapatnya, hukum berdasarkan ketaatan
golongan yang lemah kepada golongan kuat. 24
Setelah melalui
amandemen ketiga prinsip negara hukum di Indonesia dimasukkan ke
dalam batang tubuh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
pada Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”.
Negara hukum Indonesia dapat diibaratkan sebagai sebuah proyek
rumah, di mana dia harus dibangun, kemudian dirawat, lalu diwariskan
pada penerusnya. Diperlukan penemuan jati diri atau identitas dalam
pembentukannya. Dilihat dari sisi sejarah Indonesia mengikuti langkah
Rechtsstaat atau civil law, karena Indonesia cukup lama dijajah oleh
Belanda. Namun, jika konsep civil law ini diterapkan secara murni,
kemungkinan besar tidak mendatangkan kebahagiaan bagi bangsa
Indonesia. Hukum akan bergerak jauh lebih lambat daripada dinamika
masyarakat Indonesia.
Bahkan yang lebih buruk lagi, pelaksanaan pemerintahan akan
bergerak kaku dan cenderung represif. Demikian juga dengan penerapan
konsep Rule of Law secara murni, pengendalian negara pada masyarakat
akan sangat lemah, sebab masyarakat Indonesia yang sangat plural dan
tersebar. Jika dibandingkan dengan Rule of Law yang berlaku di Inggris,
masyarakat Inggris merupakan ‘satu keturunan’ sehingga tidak terlalu
tampak adanya perbedaan budaya, dan juga terdapat sosok raja sebagai
simbol pemersatu bangsa. Bahkan jika diterapkan secara apa adanya
dengan mengedepankan liberalisme akan membawa perpecahan di
Indonesia.

24
Op. cit. Abdul Mukthie Fadjar, hlm. 5.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
31
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Indonesia memerlukan sebuah konsep negara hukum (khas dan
khusus) Indonesia. Sebuah konsep yang berasal dari nilai-nilai luhur yang
ada dari Indonesia, bukan nilai-nilai yang ditransplantasikan oleh negara
lain. Seperti dikemukakan oleh Carl Freiderich von Savigny, bahwa hukum
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat sebagai
volkgeist (jiwa bangsa).25 Undang-undang sebagai produk hukum, harus
digali dan bersumber pada kemajemukan bangsa Indonesia, budaya, juga
kepercayaan dan nilai yang dianut bangsa Indonesia. Karakteristik
tersebut merupakan wujud dari negara hukum Pancasila.
Pancasila sebagai dasar ideologi negara, sekiranya tepat untuk
negara hukum Indonesia yang multi ras, multi kultur, multi etnis, multi
agama, dan daerahnya sangat luas. Untuk meraih cita dan mencapai
tujuan dengan landasan dan panduan tersebut maka sistem hukum
nasional yang harus dibangun adalah sistem hukum Pancasila. Sistem
hukum Pancasila merupakan sistem hukum yang jumbuh dengan
kepentingan, nilai sosial, dan konsep keadilan ke dalam satu ikatan hukum
prismatik dengan mengambil unsur-unsur baiknya. Satjipto Rahardjo
termasuk akademisi hukum yang menyebut Sistem Hukum Pancasila
sebagai sistem yang berakar dari budaya bangsa yang khas. Hukum tidak
berada dalam vakum melainkan ada pada masyarakat dengan kekhasan
akar budayanya masing-masing. Karena hukum bertugas melayani
masyarakat maka sistem hukum juga harus sama khasnya dengan akar
budaya masyarakat yang dilayaninya. Sistem Hukum Pancasila adalah
sistem hukum yang khas untuk masyarakat Indonesia.26
Merujuk pendapat Fred W. Ringga seperti dikutip Moh. Mahfud MD27,
Pancasila merupakan konsep prismatik yang menyerap unsur-unsur
terbaik dari konsep-konsep yang beberapa elemen pokoknya saling
bertentangan. Pancasila mengayomi semua unsur bangsa yang majemuk

25
Bernard .L. Tanya. dkk. (2010). Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi.
Yogyakarta: Genta Publishing, hlm. 103.
26
Satjipto Rahardjo. (2003). Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,
hlm. 23.
27
Moh Mahfud MD. (2007). “Politik Hukum dalam Perda Berbasis Syari’ah”, dalam Jurnal Hukum,
Volume 14, Nomor 1, hlm. 10

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


32
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
yang kemudian di dalam sistem hukum melahirkan kaidah-kaidah
penuntun yang jelas.
Sebagai konsepsi prismatik, Pancasila mengandung unsur-unsur
yang baik dan cocok dengan nilai khas budaya Indonesia yang sudah
hidup di kalangan masyarakat selama berabad-abad. Konsepsi prismatik
ini minimal dapat dilihat dari empat hal; Pertama, Pancasila memuat unsur
yang baik dari pandangan individualisme dan kolektivisme. Diakui bahwa
manusia sebagai pribadi mempunyai hak dan kebebasan asasi namun
sekaligus melekat padanya kewajiban asasi sebagai makhluk Tuhan dan
sebagai makhluk sosial. Kedua, Pancasila mengintegrasikan konsep
negara hukum “Rechtstaats” yang menekankan pada civil law dan
kepastian hukum dan konsepsi negara hukum “the Rule of Law” yang
menekankan pada common law dan rasa keadilan. Ketiga, Pancasila
menerima hukum sebagai alat pembaruan masyarakat (law as tool of
social engineering) sekaligus sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di
masyarakat (living law). Keempat, Pancasila menganut paham religious
nation state, bukan negara agama, tetapi juga tidak hampa agama
(negara sekuler). Negara harus melindungi dan membina semua pemeluk
agama.28

B. Integrasi Materi Muatan HAM dalam Pembentukan dan Analisis


Peraturan Perundang-undangan
Sebagai sebuah negara yang menganut prinsip negara hukum
(rechstaat), mewajibkan asas legalitas dengan menjamin setiap kebijakan
yang dibuat baik itu yang bersifat ketetapan (beschicking) dan peraturan
(regeling) diwujudkan dalam suatu norma tertulis yang memiliki landasan
hukum positif dan konstitusional, termasuk dalam mengimplementasikan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip HAM sebagai ciri utama serta bentuk
tanggung jawab negara.

28
Ibid., hlm. 11.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
33
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Salah satu dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya untuk
melaksanakan kewajiban negara adalah dengan melaksanakan ketentuan
Pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yaitu melakukan langkah implementasi yang efektif dalam bidang
hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara,
dan bidang lain. Pemenuhan hak asasi manusia yang dilandasi atas
kewajiban negara yang dalam hal ini adalah Pemerintah, perlu dituangkan
dalam kebijakan negara khususnya di tingkat nasional. Namun dalam
pelaksanaannya, tidak berarti pula bahwa pemenuhan hak asasi manusia
dilakukan secara absolut.
Pemenuhan hak asasi manusia yang terjamin dalam sebuah
kebijakan nasional perlu dibatasi mengingat adanya hak orang lain yang
sekiranya menjadi batasan dalam penikmatan hak asasi manusia. Dalam
Pasal 73 Undang-Undang tersebut juga memuat ketentuan mengenai
pembatasan terhadap hak asasi manusia yang menyatakan bahwa hak
dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat
dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang. Hal ini didasari untuk
menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan
kepentingan bangsa.
Pembatasan hak asasi manusia tentunya perlu ditentukan dengan
peraturan perundang-undangan dengan melihat pada prinsip
proporsionalitas sebagai faktor yang relevan dalam menentukan
pembatasan bersifat proporsional atau layak yaitu meliputi:
1. Sifat hak asasi manusia yang terdampak;
2. Pentingnya tujuan yang sah dari pembatasan;
3. Sifat dan jangkauan pembatasan;
4. Hubungan antara pembatasan dan tujuannya; dan
5. Cara atau metode lainnya yang tersedia yang kurang membatasi
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


34
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pembatasan terhadap pemenuhan hak wajib ditetapkan dengan
peraturan undang-undangan dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis. Dengan demikian, khususnya pada tahapan
pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan
perundang-undangan dibutuhkan pedoman materi muatan hak asasi
manusia yang menjadi acuan dalam rangka pengaturan dan pembatasan
hak asasi manusia.
Sebagai bentuk pelaksanaan tanggung jawab negara tersebut,
khususnya implementasi yang efektif di bidang hukum, pemerintah melalui
Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal HAM telah
membentuk Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2017
tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Permenkumham 24/2017). Dengan adanya
Permenkumham 24/2017 tersebut diharapkan dalam setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan dapat mengacu pada pedoman materi
muatan hak asasi manusia khususnya pada tahap perencanaan,
penyusunan, pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi,
penetapan, dan pengundangan peraturan perundang-undangan.
Pedoman materi muatan hak asasi manusia yang diatur dalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2017
adalah sebuah kebijakan yang dibuat untuk mengintegrasikan materi
muatan hak asasi manusia dan pembatasannya dalam peraturan
perundang-undangan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya peraturan
perundang-undangan yang belum berperspektif hak asasi manusia,
sehingga perlu diatur secara komprehensif dan khusus. Pedoman materi
muatan hak asasi manusia ini dalam penerapannya disesuaikan dengan
berbagai instrumen yang mengatur hak asasi manusia, baik nasional
maupun internasional.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
35
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Pedoman materi muatan hak asasi manusia ini dibuat dengan tujuan
memperkuat implementasi prinsip-prinsip dan nilai-nilai hak asasi manusia
sesuai dengan instrumen hak asasi manusia baik secara nasional,
maupun internasional yang telah diratifikasi dan diintegrasikan ke dalam
peraturan perundang-undangan nasional. Ketentuan ini berlaku untuk
peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Terdapat 28 jenis materi muatan HAM yang diatur dalam peraturan
menteri hukum dan HAM ini yaitu:
1. hak untuk hidup;
2. bebas dari penyiksaan atau perlakuan hukuman lain yang keji, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat;
3. larangan perbudakan;
4. kebebasan dan keamanan pribadi;
5. perlakuan terhadap orang yang dirampas kebebasannya;
6. kebebasan berpendapat dan berekspresi;
7. hak atas proses peradilan yang adil;
8. jaminan bebas dari perlakuan diskriminasi antara warga negara dan
non warga negara (orang asing);
9. kebebasan dari campur tangan yang sewenang-wenang/ secara tidak
sah, kecuali dalam hal yang ditentukan oleh hukum;
10. perlindungan anak;
11. perlindungan keluarga;
12. hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama, serta
kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut agama, kepercayaan,
dan budayanya;
13. hak partisipasi dalam pemerintahan;
14. kebebasan bergerak;
15. persamaan antara hak laki-laki dan perempuan;
16. rumah yang layak;
17. penyandang disabilitas;
18. lanjut usia;

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


36
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
19. penggusuran paksa;
20. pangan yang layak;
21. pendidikan;
22. standar kesehatan yang tinggi;
23. kesehatan reproduksi;
24. air;
25. setiap orang memiliki hak untuk mendapat perlindungan untuk
kepentingan moral dan materi yang diperoleh dari ciptaan ilmiah,
kesusastraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta;
26. jaminan sosial;
27. hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya; dan
28. hak untuk kondisi kerja yang layak.
Pembagian materi muatan ke dalam 28 jenis substansi HAM tersebut
berdasarkan instrumen HAM nasional dan internasional yang menjadi
acuan atau dasar hukum yang meliputi: UUD NRI 1945, UU HAM,
Kovenan Hak Sipil dan Politik, Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya, serta Konvensi-konvensi Internasional di bidang HAM yang telah
diratifikasi oleh Indonesia ke dalam peraturan perundang-undangan
nasional.
Dalam mengintegrasikan materi muatan HAM ke dalam pembentukan
maupun analisis peraturan perundang-undangan, substansi HAM yang
termuat dalam pedoman materi muatan HAM tidak serta merta berdiri
sendiri, akan tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan
tersebut disesuaikan dengan jenis dan isi peraturan perundang-undangan
yang akan dibentuk atau dianalisis. Misalnya, peraturan perundang-
undangan yang akan mengatur tentang Pendidikan Inklusi Bagi Anak
Penyandang Disabilitas, harus memperhatikan substansi materi muatan
HAM tentang Pendidikan, Hak Anak, dan Hak Penyandang Disabilitas
sesuai dengan yang terdapat dalam pedoman materi muatan HAM.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
37
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Dalam mengintegrasikan atau menganalisis sebuah peraturan
perundang-undangan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
sesuai dengan pedoman materi muatan HAM dalam Permenkumham No.
24 Tahun 2017, yaitu:
1. Substansi HAM yang akan diintegrasikan sesuai dengan muatan yang
hendak diatur dalam peraturan perundang-undangan
2. Instrumen HAM yang menjadi dasar hukum atau acuan dalam
mengintegrasikan atau menganalisis sebuah peraturan perundang-
undangan
3. Menentukan dengan tepat bentuk pengaturan yang disesuaikan
dengan pihak right holder (pemegang hak) dan duty bearer (pemenuh
hak)
4. Pembatasan HAM yang diperlukan mengingat dalam pemenuhan
HAM tidak bersifat absolut, melainkan terdapat hak orang lain dalam
penikmatan HAM.
Khusus untuk pembatasan HAM sesuai dengan ketentuan yang
termuat dalam Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945 dan Pasal 73 UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM hanya dapat dilakukan dengan Undang-Undang
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM dan
kebebasan dasar orang lain berdasarkan kesusilaan, ketertiban umum,
dan kepentingan bangsa. Selain itu melihat prinsip proporsionalitas
sebagai faktor yang relevan dalam menentukan pembatasan HAM yang
layak yaitu: 1. Sifat hak asasi manusia yang terdampak; 2. Tujuan yang
sah adanya pembatasan hak; 3. Sifat dan jangkauan pembatasan hak; 4.
Hubungan antara pembatasan dan tujuannya; dan 5. Cara atau metode
lainnya yang tersedia yang kurang membatasi untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki.29

29
Pendahuluan Permenkumham No. 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


38
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BAB 4
STRATEGI MENCAPAI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN BERPERSPEKTIF HAM

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan


strategi dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berperspek-
tif HAM.

A. Proses dan Mekanisme Penyiapan Pembentukan Instrumen


HAM
Nilai dan prinsip hak asasi manusia harus tertuang dalam materi
muatan peraturan perundang-undangan. Hal ini harus dipedomani oleh
setiap lembaga atau pejabat yang berwenang dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Tidak hanya memperhatikan materi
muatan HAM dalam peraturan perundang-undangan yang sedang disusun
namun termasuk memperhatikan kekosongan hukum dalam kebutuhan
suatu materi muatan HAM. Kekosongan hukum yang dimaksudkan dalam
hal ini adalah kekosongan hukum positif, yaitu tidak adanya aturan tertulis
yang mengatur suatu gejala yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum yang berujung kepada kekacauan
dalam masyarakat.30
Kementerian Hukum dan HAM memiliki Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi
Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
sebagai bentuk nyata pentingnya memperhatikan materi muatan HAM
dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Direktorat
Jenderal HAM sebagai salah satu unit utama di lingkungan Kementerian
Hukum dan HAM memiliki tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang HAM sesuai dengan ketentuan peraturan

30
Surojo Wignjodipuro. Pengantar Ilmu Hukum (Himpunan Kuliah), Alumni, Bandung: 1971.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
39
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
perundang-undangan yang dijalankan oleh direktorat instrumen HAM.
Direktorat Instrumen HAM menjalankan tugas melaksanakan penyiapan
perumusan instrumen HAM termasuk dalam bentuk peraturan perundang-
undangan.31
Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Mekanisme formil dan teknis pembentukan peraturan perundang-
undangan mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan sebuah
peraturan perundang-undangan harus mengacu pada asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik, salah satunya adalah
kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan. Jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Materi muatan sebuah peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan asas-asas yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 6 ayat (1) huruf b
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, salah satu asas dalam membuat peraturan
perundang-undangan adalah asas “kemanusiaan”. Penjelasan pasal
31
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


40
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
tersebut mengatakan bahwa yang dimaksud dengan asas kemanusiaan
adalah “setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia, serta
harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional”. Negara dalam hal ini Pemerintah berkewajiban dan
mempunyai tanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, pemenuhan,
dan penegakkan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I
ayat 4 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menyiapkan perumusan instrumen HAM, salah satunya dalam bentuk
peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari tugas yang
diemban oleh Direktorat Instrumen HAM di Direktorat Jenderal HAM,
Kementerian Hukum dan HAM. Melalui peraturan perundang-undangan
yang disusun, kebutuhan regulasi atas HAM Indonesia dapat menjadi
langkah awal kewajiban Pemerintah dalam rangka penghormatan,
pelindungan, pemenuhan, penegakkan dan pemajuan HAM.
Pengimplementasian penyusunan materi muatan HAM dalam bentuk
peraturan perundang-undangan telah menghasilkan beberapa produk
seperti:
1. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 32 Tahun 2016 tentang
Pelayanan Komunikasi Masyarakat
2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2016 tentang
Kabupaten/ Kota Peduli HAM
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 27 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Publik Berbasis HAM
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi
yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan
5. Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
6. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Khusus Bagi
Anak

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
41
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Secara teknis hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengintegrasi-
kan materi muatan HAM dalam pembentukan sebuah peraturan per-
undang-undangan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis peraturan perundang-undangan
2. Menentukan landasan/ dasar hukum pembentukannya, jika
merupakan peraturan pelaksana maka perlu diperhatikan kesesuaian
muatan dengan amanat yang diberikan oleh peraturan yang lebih
tinggi
3. Secara alur penyusunan dapat merujuk ke Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
yaitu meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, dan pengundangan
4. Menentukan pihak yang menjadi pemrakarsa atau inisiator
5. Menentukan right holder (Pemegang/Penerima Hak) atas sebuah
peraturan yang akan dibuat
6. Menentukan dengan rinci atau detail pihak yang menjadi duty bearer
(Pemenuh Hak)
7. Menentukan jenis dan substansi hak yang akan diatur, dapat
berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun
2017 tentang Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
8. Menjabarkan tugas, fungsi, dan kewenangannya duty berarer atas
rights holders
9. Menyusun norma.

B. Analisis Peraturan Perundang-undangan Berperspektif HAM


Penyusunan perundang-undangan oleh Direktorat Instrumen HAM
Direktorat Jenderal HAM merupakan suatu upaya mengisi kekosongan
hukum atas suatu kebutuhan masyarakat akan HAM. Selain dengan
membentuk baru, peran yang diemban oleh Direktorat Instrumen HAM

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


42
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
adalah mengawasi dengan cara menganalisis suatu rancangan maupun
produk eksisting peraturan perundang-undangan apakah berperspektif
HAM atau tidak. Berperspektif HAM yang dimaksud adalah memegang
prinsip-prinsip HAM baik secara umum maupun secara khusus isu per isu.
Upaya ini dilaksanakan agar Negara melalui peraturan perundang-
undangannya jangan sampai melanggar HAM baik itu dalam artian
commision yaitu ketika negara turut campur dalam mengatur hak-hak
warga negara yang semestinya dihormati maupun dalam artian ommision
yaitu ketika negara gagal untuk mengambil tindakan yang diperlukan
untuk melaksanakan kewajiban seperti gagal melaksanakan implementasi
pendidikan dasar bagi warganya.
Pasal 6 ayat (1) poin b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjelaskan bahwa salah
satu materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
asas kemanusiaan, yaitu setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional. Kenyataannya tidak banyak pihak yang
berwenang menyusun peraturan perundang-undangan memahami dan
menerapkan prinsip-prinsip HAM. Hal tersebutlah yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran HAM. Analisis Direktorat Instrumen HAM,
Direktorat Jenderal HAM memegang peranan penting dalam hal ini.
Secara aktif, bagian analisis instrumen HAM mengumpulkan rancangan
maupun produk eksisting hukum untuk dianalisis materi muatan HAM nya
kemudian memberikan rekomendasi kepada pihak yang berwenang, baik
itu pihak pemrakarsa maupun badan evaluasi peraturan perundang-
undangan. Beberapa produk hukum yang telah dianalisis antara lain:
1. Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan
Seksual

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
43
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
2. Rancangan Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (telah ditetapkan menjadi
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)
3. Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-
Udang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
4. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi,
Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban
5. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengembalian
Kerugian yang Ditimbulkan Akibat Keputusan dan/atau Tindakan
Administrasi Pemerintahan yang Tidak Sah Atau Dibatalkan
6. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Tentang
Kabupaten/Kota Layak Anak
7. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang
Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum Serta
Pelindungan Masyarakat
8. Rancangan Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Standar
Pelayanan Minimum Penyelenggaraan Pendidikan Khusus di Provinsi
Jawa Barat
9. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas Hulu tentang
Penyelenggaraan Ketenagakerjaan
Menganalisis suatu produk hukum dilaksanakan dengan cara:
1. Menentukan apakah produk hukum yang akan dianalisis berupa
rancangan atau sudah ditetapkan menjadi sebuah peraturan
perundang-undangan
2. Menentukan inisiator atau pemrakarsa atau unit yang berwenang
sebagai pihak yang akan menerima rekomendasi atas hasil analisa
3. Menelaah bagian-bagian utama sebuah produk hukum yaitu: Judul,
Pembukaan (Frasa awal, Jabatan Pembentuk, Konsiderans, Dasar
Hukum, Diktum), Batang Tubuh (Ketentuan umum, Materi Pokok yang

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


44
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Diatur berupa Pasal per Pasal, Ketentuan Penutup), dan Penutup
apakah sudah sesuai dengan prinsip HAM
4. Menentukan right holder (Pemegang Hak) yang diatur dalam produk
hukum
5. Menentukan duty bearer (pemenuh hak) yang menjadi pelaksana atau
pemangku kewajiban dalam produk hukum yang dianalisis
6. Menentukan kategori hak yang harus diberikan oleh duty bearer
kepada rights holders dapat berdasarkan Permenkumham Nomor 24
Tahun 2017 tentang Materi Muatan HAM dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
7. Menganalisis pasal per pasal untuk menemukan adanya Potensi
ommision dan/atau commision
8. Menyusun rekomendasi perubahan hasil analisa pasal per pasal yang
dianalisis yaitu meliputi rekomendasi dalam pandangan umum yaitu
penjabaran prinsip HAM secara umum atas materi peraturan
perundang-undangan dan rekomendasi secara khusus yaitu
menjabarkan pasal per pasal yang tidak berperspektif HAM sehingga
dapat ditutup dengan rekomendasi untuk pihak yang berwenang
mengubah atau mengganti atau mencabut produk hukum tersebut
baik sebagian atau bahkan keseluruhan.

C. Materi Muatan HAM dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai


Laporan Implementasi Instrumen HAM Internasional
Direktorat Instrumen HAM, Direktorat Jenderal HAM selain memiliki
fungsi menyusun dan menganalisis instrumen HAM juga memiliki fungsi
pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang instrumen
hak asasi manusia. Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah turut melakukan aksesi
sepuluh instrumen HAM internasional. Hal ini secara otomatis
menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki kewajiban
melaksanakan, memantau pelaksanaan, mengevaluasi dan melaporkan

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
45
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
kewajiban-kewajiban yang telah disepakati dalam masing-masing
konvensi.
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki suatu mekanisme
yang disebut Universal Periodic Review (UPR) yaitu suatu proses
penilaian terhadap implementasi instrumen HAM internasional yang
dilaksanakan empat tahun sekali. UPR merupakan kesempatan dari
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk setiap negara
menyatakan tindakan apa yang telah mereka lakukan untuk memperbaiki
situasi HAM dan memenuhi kewajiban ratifikasi HAM. Hal ini dimaksudkan
agar terjadi perlakuan yang sama antar negara. Setelah penyampaian
laporan tersebut, kemudian akan dibahas bersama dengan Badan Traktat
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-
Bangsa sehingga menghasilkan suatu rekomendasi yang harus
ditindaklanjuti negara dan dilaporkan kembali di periode berikutnya.
Pelaporan yang disusun oleh Direktorat Instrumen HAM, Direktorat
Jenderal HAM kemudian disampaikan oleh Kementerian yang memegang
fungsi mewakili Indonesia di hadapan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Eksistensi peraturan perundang-undangan yang bermateri
muatan HAM menjadi salah satu poin yang dapat dinilai oleh Dewan HAM
PBB. Berdasarkan penilaian tersebut, fungsi pengawasan, evaluasi dan
pelaporan Direktorat Jenderal HAM ini akan turut mengarahkan
Kementerian dan Lembaga terkait untuk melaksanakan rekomendasi
Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa salah satunya menyusun
peraturan perundang-undangan untuk penghormatan, pelindungan,
pemenuhan, penegakkan dan pemajuan HAM.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


46
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BAB 5
KEBERHASILAN PENGINTEGRASIAN MATERI
MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan


keberhasilan pengintegrasian materi muatan HAM dalam pembentukan dan
analisis sebuah peraturan perundang-undangan.

A. Pelaksanaan dan tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Analisis Regulasi


Bernuansa HAM di Tingkat Pusat dan Daerah
Pelaksanaan dan tindak lanjut rekomendasi hasil analisis regulasi
Bernuansa HAM di Tingkat Pusat dan Daerah, baik itu oleh Direktorat
Jenderal HAM maupun Kantor Wilayah dilakukan dengan cara
mengirimkan rekomendasi kepada pihak pemrakarsa berupa pandangan
umum menyeluruh tentang materi produk hukum dan pandangan khusus
berisi analisis pasal per pasal yang memiliki kemungkinan menyebabkan
pelanggaran HAM baik ommision maupun commission disertai usulan
perubahan terhadap pasal yang dianalisis yang kemudian diberikan
rekomendasi berupa Pasal tersebut: tetap, diubah atau dibatalkan, karena
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan/atau juga telah
melanggar hak asasi manusia.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
47
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Hasil rekomendasi yang dikirimkan ke pemrakarsa berupa analisis
pasal per pasal yang menjadi krusial dan dianggap diskriminatif, dalam hal
ini pemrakarsa mengirimkan feedback berupa surat telah menerima,
menindaklanjuti, memasukkan dan melakukan perubahan terhadap
substansi pasal yang telah direkomendasikan, salah satu tantangan dari
rekomendasi analisis tersebut tidak semua rekomendasi yang
disampaikan baik dari Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia begitu juga
dengan Kantor Wilayah tidak semuanya ditindaklanjuti oleh pemrakarsa,
oleh sebab itu, ke depannya diperlukan mekanisme dan regulasi yang
mengikat sehingga hasil rekomendasi yang disampaikan bisa
ditindaklanjuti oleh Kementerian dan lembaga di tingkat Pusat.
Untuk tingkat daerah perlu ada komitmen untuk mempertegas dan
memperkuat implementasi integrasi materi muatan HAM dalam
penyusunan produk hukum daerah (PHD). Salah satunya adalah dengan
menggali, menguji, dan mengkaji Rancangan (PHD) dari perspektif HAM,
sebagai bentuk upaya preventif agar tercipta produk hukum daerah yang
bernuansa HAM dan tidak diskriminatif.

B. Tantangan Pengintegrasian Materi Muatan HAM dalam Peraturan


Perundang-undangan
Direktorat Jenderal HAM adalah salah Unit Utama yang
melaksanakan fungsi perlindungan, pemenuhan dan penegakan Hak
Asasi Manusia. Menurut Permenkumham Nomor 29 Tahun 2015 Tugas
dan fungsi Direktorat Instrumen HAM, Direktorat Jenderal HAM tertera di
Pasal 916 yaitu: Direktorat Instrumen HAM mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan
pemantauan, evaluasi dan pelaporan dibidang instrumen HAM sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal HAM.
Sedangkan tugas dari Direktorat Instrumen HAM pada Pasal 916
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


48
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta
pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dan pelaporan di bidang hak asasi
manusia sesuai dengan kebijakan teknis Direktur Jenderal Hak Asasi
Manusia.
Tantangan pengintegrasian materi muatan HAM dalam peraturan
perundang-undangan, permasalahan yang ada saat ini antara lain: belum
seragamnya bentuk analisis Peraturan Perundang-undangan Bernuansa
HAM, baik dari Ditjen HAM maupun dan Kantor Wilayah, belum adanya
System Data Based Peraturan Berperspektif HAM, Belum sepenuhnya
Bidang HAM dan Perancang peraturan perundang-undangan
memperhatikan nilai HAM dalam pembuatan peraturan dan selain itu
belum maksimalnya dilakukan Bimtek pelaksanaan Materi muatan HAM
dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk menjawab permasalahan di atas, kondisi yang diinginkan
antara lain, ke depannya seluruh peraturan Perundang-undangan yang
dihasilkan berperspektif HAM, adanya keseragaman bentuk analisis
Bernuansa HAM, baik dari Ditjen HAM maupun dan Kantor Wilayah,
memaksimalkan Bimtek dalam penyamaan persepsi HAM baik di bidang
HAM, legal drafter ataupun Kementerian dan Lembaga.

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
49
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BAB 6
PENUTUP

A. Simpulan
Peraturan perundang-undangan Berperspektif Hak Asasi Manusia
adalah sebuah bentuk penghormatan, perlindungan, pemajuan, pemenuh-
an dan penegakan hak asasi manusia yang merupakan tanggung jawab
pemerintah dalam mewujudkan regulasi yang bernilai hak asasi manusia,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 I ayat (4) UUD NRI Tahun 1945
dan Pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagai implementasinya saat ini telah ada Peraturan Menteri Hukum
dan HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Panduan
Teknisnya yang akan menjadi panduan dalam menyusun Peraturan
Perundang-undangan berperspektif hak asasi manusia.

B. Saran dan Rekomendasi


Perlu segera ditindaklanjuti langkah-langkah untuk mengimplementa-
sikan tujuan modul ini. Beberapa hal yang dijadikan rekomendasi adalah:
1. Komitmen bersama menggunakan Peraturan Menteri Hukum dan
HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Panduan
Teknis;
2. Perlunya peningkatan kompetensi menganalisis peraturan perundang-
Undangan berperspektif Hak Asasi Manusia;
3. Perlunya pelibatan stakeholders dalam peraturan perundang-
Undangan;
4. Perlunya diadakan Bimbingan Teknis (BimTek) Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi
Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dan Panduan Teknisnya.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


50
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, ctk.
Pertama, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2003)
Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Jakarta:
Kompress, 2005)
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Parameter Hak Asasi Manusia Terhadap Rancangan Peraturan
Perundang-undangan”, (Jakarta: Balitbang Hukum dan HAM, 2016)
Bahagijo, Sugeng dan Nababan, Asmara. Hak Asasi Manusia: Tanggung
Jawab Negara Peran Institusi Nasional dan Masyarakat (Jakarta:
KOMNAS HAM, 1999)
Boli Sabon, Max. Hak Asasi Manusia (Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2014)
Donnely, Jack. Universal Human Rights in Theory and Practice
(Cornell University Press: Ithaca and London, 2003)
Fakih, Mansour. dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan, Pegangan
untuk Membangun Gerakan Hak Asasi Manusia, ctk. Ketiga
(Yogyakarta: Insis, 2003)
Kasim, Ifdhal (Ed). Hak Sipil dan Politik: Esai-esai Pilihan, Buku I (Jakarta:
Elsam, 2008)
Lestari, Baroroh dan Alhabsji, Taher. Praktik Manajemen Pengetahuan dan
Kinerja Inovasi dalam Industri Manufaktur (Malang: Universitas
Brawijaya Press, 2013)
Mahfud MD, Mohammad. “Politik Hukum dalam Perda Berbasis Syari’ah”,
(Jurnal Hukum, Volume 14, Nomor 1, 2007)
Mukthie Fadjar, Abdul. Sejarah, Elemen dan Tipe Negara Hukum (Malang:
Setara Press, 2016)
Najih, Mokhammad. Politik Hukum Pidana Konsepsi Pembaharuan Hukum
Pidana Dalam Cita Negara Hukum (Malang: Setara Press, 2014)

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
51
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Prasetyo, Eko, dkk. Buku Ajar Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII,
2008)
Presetyo, Teguh. Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju
Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat (Depok: Raja
Grafindo, 2017)
Rahardjo, Satjipto. Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2003)
Riyadi, Eko (ed.). Hukum Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: PusHAM UII,
2008)
Slamet Kurnia, Titon. Reparasi terhadap Korban Pelanggaran HAM di
Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005)
Tanya, Bernard .L.. dkk. Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi. (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010)
Wignjodipuro, Surojo. Pengantar Ilmu Hukum (Himpunan Kuliah), (Bandung:
Alumni, 1971)

Peraturan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2015
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman
Materi Muatan HAM dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


52
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Internet
http://ham.go.id/produk-hukum/instrumen-ham-nasional/, diakses tanggal 23
Juli 2020

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
53
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN

1. Forum Group Discussion (FGD) Analisis Rancangan Peraturan


Daerah (Raperda) Kabupaten Lampung Pelindungan dan Pemenuhan
Hak Bagi Penyandang Disabilitas, di Kantor Wilayah Hukum dan HAM
Lampung.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


54
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
2. Forum Group Discussion (FGD) Analisis Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) Provinsi Jawa Barat tentang Perlindungan Anak, di
Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jawa Barat (Bandung).

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
55
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
3. Forum Group Discussion (FGD) Sosialisasi dan Pengenalan
Rancangan Panduan Teknis Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 24 Tahun 2017 tentang Pedoman Materi Muatan HAM dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Kantor Wilayah
Hukum dan HAM Banten.

MATERI MUATAN HAM DALAM PEMBENTUKAN


56
DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI MUATAN HAM DALAM
PEMBENTUKAN DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Teknis Substantif Bidang Instrumen HAM


Pembentukan dan Analisis Peraturan Perundang-undangan
Berperspektif HAM

Dalam masa transparansi dan era keterbukaan di mana sumber


informasi terbuka sangat luas dan era di mana masyarakat diberi ruang luas
untuk menyampaikan pendapatnya, peran serta masyarakat dalam rangka
pembangunan hukum akan sangat penting. Dengan berkembangnya tingkat
kesadaran hukum sebagai bagian dari budaya masyarakat diharapkan
masyarakat tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Di samping itu masyarakat dapat ikut berperan dalam rangka
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Informasi
dari masyarakat akan sangat membantu bagi aparat penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya. Namun demikian kualitas laporan masyarakat
akan sangat memengaruhi tingkat kegunaan laporan tersebut.
Melalui upaya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap hukum
diharapkan akan dapat menumbuhkan budaya hukum yang baik. Masyarakat
tidak hanya ikut berperan dalam mengurangi adanya pelanggaran hukum
akan tetapi juga ikut berpartisipasi dalam proses pengawasan penegakan
hukum.

ISBN 978-623-6869-12-3

BPSDM KUMHAM Press


Jl. Raya Gandul No. 4, Cinere – Depok 16512
http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Anda mungkin juga menyukai